PROFIL KAWASAN KONSERVASI
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PROFIL KAWASAN KONSERVASI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PENGARAH: 1. Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecill 2. Agus Dermawan – Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan PENANGGUNG JAWAB: 1. Syamsul Bahri Lubis PENYUSUN: 1. Suraji 2. Nilfa Rasyid 3. Asri S. Kenyo H 4. Antung R. Jannah 5. Dyah Retno Wulandari 6. M. Saefudin 7. Muschan Ashari 8. Ririn Widiastutik 9. Tendy Kuhaja 10. Ervien Juliyanto 11. Yusuf Arief Afandi 12. Budi Wiyono 13. Hendrawan Syafrie 14. Suci Nurhadini Handayani 15. Taufik WWF Dipersilahkan mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan mencantumkan sumbernya.
©2015 Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Gedung Mina bahari III Lantai 10 Jalan Medan Merdeka Timur No 16 Jakarta Pusat 10110 Telp./Fax: (021) 3522045, Surel:
[email protected] Situs resmi: http://kkji.kp3k.kkp.go.id
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
ii
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KATA PENGANTAR Profil Kawasan Konservasi merupakan langkah tindak lanjut dalam pengenalan, pembentukan, dan publikasi dari sebuah kawasan konservasi. Oleh karena itu, tahapan ini sangat penting untuk mengenal serta menentukan perkembangan, pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi itu sendiri. Profil Kawasan Konservasi ini diharapkan diharapkan dapat memberikan gambaran dari masing-masing kawasan, baik kondisi biofisik, sosial, ekonomi dan budaya setelah wilayah tersebut dikelola dengan baik. Kawasan-kawasan ini tiap tahunnya akan dilakukan evaluasi melalui system evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil (E-KKP3K), sehingga dalam melaksanakan pengelolaan dan pemanfaatan bisa tepat guna, tepat ekonomi, tepat kearifan lokal, dan tepat konservasi. Ucapan terimakasih disampaikan kepada para pihak yang telah berkontribusi dalam proses penyusunan buku ini terutama kepada Balai Pengelola Taman Nasional Bunaken, Taman Nasional Wakatobi, Taman Nasional Taka Bonerate, Taman Nasional Kepulauan Togean, Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Taman Nasional Karimunjawa, dan Taman Nasional Kepulauan Seribu serta seluruh SKPD pengelola KKPD di daerah.
Jakarta, 2015 Tim Penyusun
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
iii
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv I.
II.
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2
Tujuan ............................................................................................................ 2
Propinsi Sulawesi Tengah ....................................................................................... 3 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9
Taman Nasional Laut Wakatobi ............................................................. 3 Kawasan Konservasi Kabupaten Muna .................................................. 15 Kawasan Konservasi Kabupaten Buton ................................................. 20 Kawasan konservasi Kabupaten Buton Tengah ..................................... 31 Kawasan Konservasi Kabupaten Buton Selatan .................................... 35 Kawasan Konservasi Kabupaten Bombana ........................................... 39 Kawasan Konservasi Kabupaten Kolaka ................................................ 45 Taman Wisata Alam Laut Padamarang .................................................. 50 Kawasan konservasi Kabupaten Konawe .............................................. 55
III. PENUTUP....................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. .59
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
iv
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konservasi adalah suatu upaya pelestarian, perlindungan, dan pemenfaatan sumber daya secara berkelanjutan. Kepentingan konservasi di Indonesia khususnya sumber daya sudah dimulai sejak tahun 1970 an melalui mainstream conservation global yaitu suatu upaya perlindungan terhadap jenisjenis hewan dan tumbuhan langka. UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan beserta perubahannya (UU No.45 Tahun 2009) dan UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengarahkan bahwa pemerintah dan seluruh stakeholder pembangunan kelautan dan perikanan lainnya untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. PP No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan menjabarkan arahan kedua undang-undang tersebut dengan mengamanahkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melaksanakan konservasi sumber daya ikan, dan salah satunya adalah melalui penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan. Selanjutnya, selaras dengan penyelenggaraan otonomi daerah yang diamanahkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, tanggung jawab pengelolaan kawasan konservasi perairan, termasuk kawasan konservasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP3K), dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hingga kini, pemerintah pusat dan daerah telah melahirkan tidak kurang dari 16 juta hektar luasan kawasan konservasi perairan dan akan menggenapkan luasan kawasan konservasi perairan tersebut menjadi 20 juta hektar pada Tahun 2020. Sejarah konservasi menegaskan, titik krusial keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran konservasi terletak pada efektivitas pengelolaan yang dilakukan terhadap sebuah kawasan konservasi. Untuk mencapai hal tersebut, ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan Nomor 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Lebih lanjut, pada tahun 2011 Dit. KKJI juga telah menyusun Pedoman Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K). PROFIL KAWASAN KONSERVASI
1
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk membangun kawasan konservasi perairan seluas 20 juta hektar pada Tahun 2020. Capaian target tersebut pada tahun 2014 sudah mencapai 16.451.076, 96 ha. Sebesar 4.694.947,55 ha dengan 32 kawasan dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan sebesar 11.756.129,41 dengan 113 kawasan dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (Direktorat KKJI, 2015). Komitmen tersebut tentunya harus diikuti dengan pengelolaan yang efektif agar kawasan-kawasan tersebut mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi para pemangkukepentingan, khususnya masyarakat setempat, maupun bagi sumberdaya keanekaragaman hayati yang dilindungi dan dilestarikan. Pengelolaan agar lebih memberikan manfaat kepada masyarakat maka diperlukan profil status kawasan konservasi, dimana dalam penyusunan profil tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran terkini dari masing-masing kawasan, baik kondisi biofisik, sosial, ekonomi dan budaya setelah wilayah tersebut dikelola dengan baik. Kawasan-kawasan ini tiap tahunnya akan dilakukan evaluasi melalui sistem evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau- pulau kecil (E-KKP3K), sehingga diperlukan profil detail dan data dan informasi dari masing-masing kawasan.
1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan profil kawasan konservasi memiliki maksud dan tujuan untuk memberikan gambaran terkini dari masing-masing kawasan di Provinsi Sulawesi Tenggara, baik kondisi biofisik, sosial, ekonomi dan budaya.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
2
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PROFIL KAWASAN KONSERVASI PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1.1 Taman Nasional Wakatobi (Provinsi Sulawesi Tenggara) 1)
Nama Kawasan : Taman Nasional Wakatobi
2)
Dasar Hukum : • Pencadangan
: 30 Juli 1996 ditunjuk sbg TN Kepulauan Wakatobi • Rencana Pengelolaan dan Zonasi : Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 198/Kpts/DJVI/1997 tanggal 31 Desember 1997 • Unit Organisasi Pengelola : Balai Taman Nasional Wakatobi • Penetapan : SK. Menhut Nomor 7661/KptsII/2002; Tgl 19-8-2002
3)
Luas Kawasan : 1.390.000 Ha
4)
Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan Secara administrasi TNL Wakatobi terletak di Propinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Wakatobi dan terletak pada koordeinat astronomis : 1230 20' s/d 1240 39' BT 50 12' s/d 60 10' LS. Batas-wilayah kawasan konservasi adalah di sebelah utara dengan Laut Banda, sebelah selatan dengan Laut Flores, sebelah barat dengan Pulau Buton, dan sebelah timur dengan Laut Banda.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
3
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
5)
Status Kawasan Pengelolaan kawasan konservasi pada dasarnya menggunakan acuan rencana pengelolaan dan zonasi yang telah disusun berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 198/Kpts/DJVI/1997 tanggal 31 Desember 1997. Berdasarkan hasil evaluasi efektivitas pengelolaan yang dicoba dinilai dengan pedoman teknis evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil (E-KKP3K) menunjukan bahwa kawasan ini masih memerlukan dukungan pembiayaan pengelolaan untuk mencapai tata kelola kawasan konservasi yang lebih efektif. Hasil evaluasi ini tidak dapat menggambarkan status pengelolaan kawasan secara tepat dan utuh. Mengingat terdapat sejumlah kriteria pengelolaan yang dilihat menggunakan kacamata yang berbeda. Selanjutnya, evaluasi ini akan menjadi catatan penting bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menggunakan pendekatan pengelolaan terpadu yang lebih strategis.
6)
Target Konservasi • Target Sumberdaya (Bioekologis) Wakatobi dianggap unik karena keanekaragaman hayati laut di kawasan ini, dan juga kondisi terumbu karangnya membuat Wakatobi menjadi prioritas tertinggi dalam dunia konservasi laut di Indonesia. Setidaknya ada empat spesies penyu laut diidentifikasi di wilayah ini, termasuk penyu hijau dan penyu sisik. Selain penyu laut, terdapat sekitar 396 spesies karang sceleractanian, Fungia 31 spesies, 31 spesies foraminifera, 34 stomatopoda, dan sampai 942 spesies ikan. Keanekaragaman hayati yang tak ternilai ini telah membuat Wakatobi secara formal menjadi Taman Nasional Laut pada tahun 1996.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
4
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
• Target Sosial, Budaya dan Ekonomi Beberapa bentuk wisata alam dan kebudayaan asli etnik Wakatobi yang dapat ditemui harus dapat dijaga. Kebudayaan tersebut selain memiliki nilai penting bagi kehidupan masyarakat lokal juga dapat dijadikan objek wisata yang menarik.
7)
Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati Wakatobi merupakan kependekan dari nama empat pulau besar yang ada di kawasan tersebut, yaitu Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau Binongko. Keanekaragaman jenisnya melebihi jenis terumbu karang di laut Karibia (50 jenis) dan Laut Merah di Mesir (300 jenis) (Kompas, 5/12/08). Secara umum perairan lautnya mempunyai konfigurasi dari mulai datar sampai melandai kearah laut, dan beberapa daerah perairan terdapat yang bertubir curam. Kedalaman airnya bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter dengan dasar perairan sebagian besar berpasir dan berkarang. Taman nasional ini memiliki 25 buah gugusan terumbu karang dengan keliling pantai dari pulau-pulau karang sepanjang 600 km. Lebih dari 112 jenis karang dari 13 famili diantaranya Acropora formosa, A. hyacinthus, Psammocora profundasafla, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis, Lobophyllia robusta, Merulina ampliata, Platygyra versifora, Euphyllia glabrescens, Tubastraea frondes, Stylophora pistillata, Sarcophyton throchelliophorum, dan Sinularia spp. ST 1 (P. Runduma)
ST-3 (P. Moromaho)
ST-5 (Kr. Kaledupa)
5°18`45,36``
6°07`23,83``
5°36`29,79``
124°18`10,22``
124°35`49,83``
123°34`53,60``
Hasil survei yang pada bulan Oktober 2015 dilakukan penyelaman pada 3 lokasi pengamatan. Lokasi dan titik koordinat penyelaman di zona-zona inti Taman Nasional Wakatobi adalah sebagai berikut: • • •
Pulau Runduma Pulau Moromaho Karang Kaledupa
: 05o 18’ 45,36” LS dan 124o 18’ 10,22” BT : 06o 07’ 23,83” LS dan 124o 35’ 49,83” BT : 05o 36’ 29,79” LS dan 123o 34’ 53,60” BT
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
5
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Persentase penutupan pada masing-masing zona inti ditunjukkan pada Gambar berikut.
Persen Penutupan Hard Coral Zona inti TN (laut) Wakatobi 100% Abiotik
80%
Other Biota
60%
Algae
40%
Death Coral
20%
Soft Coral Hard Coral
0% P. Runduma
P. Moromaho Kr. Kaledupa
Gambar 1. Grafik Persentase Penutupan Terumbu Karang di Zona inti TN laut Wakatobi (analisis data primer, 2015).
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04/MENLH/02/2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang Kategori kondisi terumbu karang, kondisi terumbu karang di zona inti Taman Nasional (Laut) Wakatobi pada Bulan Oktober tahun 2015 tergolong baik. Pada Pulau Runduma memiliki persen penutupan karang keras sebesar 67,39%, Pulau Moromaho sebesar 75% dan Karang Kaledupa sebesar 53,26%. Untuk Karang Kaledupa memiliki persentase penutupan karang lunak (soft coral) yang cukup besar yaitu 11,96% diabandingkan zona inti lainnya. Pada zona-zona inti tersebut sebagian lagi didominasi oleh didominasi oleh karang mati (death coral), algae dan biota lainnya seperti spons. Persentase penutupan karang keras (hard coral), soft coral, algae, death coral, dan biota laut lainnya disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Persentase penutupan terumbu karang zona inti TN Wakatobi Oktober 2015 TN. Wakatobi
P. Runduma
P. Moromaho
Kr. Kaledupa
Hard Coral
67,39%
75,00%
53,26%
20,65%
21,74%
13,04%
Soft Coral
46,74% 0,00%
53,26% 3,26%
40,22% 11,96%
Death Coral
8,70%
14,13%
17,39%
Algae
14,13%
3,26%
11,96%
Acropora Non Acropora
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
6
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TN. Wakatobi
P. Runduma
P. Moromaho
Kr. Kaledupa
Other Biota
9,78%
4,35%
5,43%
Abiotik
0,00%
0,00%
0,00%
Total penutupan (%)
100%
100%
100%
H' Index
1,52
1,93
2,26
H' Max
2,32
2,32
3,00
Similarity Index (E)
0,66
0,83
0,75
Dominancy Index (C) 0,47 Sumber : Analisis Data Primer, 2015
0,31
0,32
Gambar 2. Kondisi Ekosistem Terumbu karang Zona inti TN Wakatobi
Di perairan Taman Nasional ini juga terdapat 93 jenis ikan hias bernilai ekonomi tinggi, seperti peackock grouper (Cephalopholus argus), spotted rabbitfish (Siganus guttatus), ikan Napoleon, Humphead Wrasse (Cheilinus undulates) dan lain-lain. Belum lagi beberapa jenis penyu seperti penyu sisik, Hawksbill turtle (eretmochelys imbricate), penyu tempayan, loggerhead turtle(Caretta caretta) dan penyu lekang, Olive ridley turtle (Lepidochlys clivacea). Selain terdapat beberapa jenis burung laut seperti angsa-batu coklat (Sula leucogaster plotus), cerek melayu (Charadrius peronii), raja PROFIL KAWASAN KONSERVASI
7
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
udang erasia (Alcedo atthis); juga terdapat tiga jenis penyu yang sering mendarat di pulau-pulau yang ada di taman nasional yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta caretta), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Hasil penelitian Jamili & Setiadi (2009) menunjukkan bahwa di TNW ditemukan sebanyak 20 spesies mangrove sejati yang tergolong dalam 11 familia, dan didominasi oleh familia Rhizophoraceae. Spesies mangrove sejati yang ditemukan di TNW adalah spesies Rhizophora mucronata Lamk; Rhizophora apiculata Bl; Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk; Ceriops Tagal (Perr.) C.B. Rob; Ceriops decandra (Griff.) Ding Hou; Sonneratia alba Smith; Sonneratia caseolaris (L.) Engl; Avecennia marina (Forsk.) Vierh; Xylocarpus granatum Koenig; Xylocarpus molucensis (Lamk.) Rocm; Lumnitzera littorea (Jack) Voigt; Lumnitzera rascmosa Willd; Aeguceras cornikulatum (L.) Blanco; Osbornia octodonta F.v.M; Pemphis acidula Frost. & Acanthus ebracteatus Vahl; Nypa fructicans Wurmb; Excoecaria agallocha L; Acrostichum speciosum Wild; dan spesies Acrostichum aureum Linn. Flora mangrove di TNW terdapat pada Pulau Kaledupa, Lentea, Derawa, Hoga, Wangi-Wangi, Tomia, dan Pulau Binongko. 8)
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Penduduk Wakatobi terdiri dari berbagai macam etnis yaitu etnis Wakatobi asli, Bugis, Buton, Jawa, dan Bajau. Namun kebudayaan etnis asli masih kuat belum banyak mengalami akulturasi dan masing-masing etnis hidup dengan teratur, rukun dan saling menghargai. Etnis Bajau merupakan etnis yang sangat unik, karena kehidupan mereka sangat tergantung pada kehidupan laut, mulai dari mata pencaharian sampai membangun pemukiman yang berada atas pesisir laut dengan memanfaatkan batu karang. Masyarakat Wakatobi hampir 100% memeluk agama Islam. Masyarakat asli Wakatobi terdiri dari 8 masyarakat adat, yaitu masyarakat adat Wanci, masyarakat adat Mandati, masyarakat adat Liya, dan masyarakat adat Kapota yang terdapat di Pulau Wangi-wangi dan Kapota. Selanjunya masyarakat adat Kaledupa yang terdapat di P. Kaledupa, masyarakat adat Waha, masyarakat adat Tongano dan masyarakat adat Timur yang terdapat di P. Tomia. Selain itu terdapat dua masyarakat adat yang merupakan pendatang yaitu masyarakat Bajau dan masyarakat adat Cia-cia yang berasal dari etnis Buton. Setiap masyarakat adat tersebut memiliki bahasa yang khas untuk adatnya masing-masing, tetapi walaupun bahasa yang digunakan berbeda-beda tetapi dianatara mereka tetap bisa saling memahami kalau terjadi komunikasi. Meskipun begitu secara keseluruhan kehidupan masyarakat Wakatobi tidak dapat dipisahkan dari laut. Kedekatan dengan laut inilah yang PROFIL KAWASAN KONSERVASI
8
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
membentuk tradisi kehidupan sebagai masyarakat kepulauan dan pesisir sehingga budaya masyarakat yang dimiliki lebih bersifat budaya pesisir (marine antropologis). Ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadap sumberdaya laut mendorong mereka untuk melakukan pengelolaan secara tradisional agar terjaga keberlanjutannya salah satunya di sekitar Pulau Hoga yang mensepakati sebuah daerah dilarang untuk areal penangkapan yaitu disebelah barat Pulau Hoga (luas 500x300 m) yang sering disebut dengan tubba dikatutuang (Tubba = habitat, tempat hidup, karang; dikatutuang = disayangi, dipelihara, dirawat; Bahasa Bajo) karena daerah tersebut menjadi wilayah pemijahan ikan. Masyarakat Kepulauan Wakatobi juga kaya dengan kesenian tradisionalnya yang menunjukkan masih berlakunya tradisi lokal yang ada dimasyarakat. Berbagai macam tarian yang masih sering disaksikan seperti tarian lariangi, tarian balumpa, tarian kentakenta,dll. Sementara itu aktifitas masyarakat sebagai tukang besi juga masih banyak yang melakukannya sementara ibu-ibu membuat kain tenun khas Wakatobi. Sementara itu aktifitas ekonominya juga mulai berkembang seiring dengan terbentuknya Kabupaten Wakatobi dan semakin terkenalnya potensi keanekaragaman hayati Taman Nasional Wakatobi di tingkat nasional maupun internasional. Kota Wanci, yang merupakan ibukota Kabupaten Wakatobi telah beroperasi lembaga perbankan (BRI dan BPD Sulawesi Tenggara). 9)
Potensi Perikanan Penduduk di Kabupaten Wakatobi tercatat +100.000 jiwa,yang tersebar di 64 desa, 7 kecamatan. Sebagian besar penduduk Wakatobi memanfaatkan sumber daya laut yang ada di perairan kawasan Taman Nasional Wakatobi sebagai sumber pendapatan/mata pencahariannya yaitu sebagai nelayan tradisional, dan petani budidaya rumput laut.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
9
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
10) Potensi Pariwisata Di dalam Kawasan Taman Nasional Wakatobi (TNW) dan sekitarnya memiliki beberapa potensi obyek wisata alam, mulai panorama bawah laut (ekosistem terumbu karang dan biota laut), pantai pasir putih, gua dan peninggalan sejarah, secara umum kondisinya masih baik. Keindahan terumbu karang yang diwarnai dengan beragam ikan hias merupakan atraksi yang menarik untuk dinikmati. Pulau Hoga, Pulau Tomia dan Pulau Binongko merupakan lokasi yang menarik dikunjungi terutama untuk kegiatan menyelam (diving), snorkeling, wisata bahari, berenang, memancing, berkemah dan wisata budaya. Berikut ini beberapa obyek wisata alam yang bisa dinikmati di Taman Nasional Wakatobi : a) Pulau Wangi-Wangi
• Di Karang Kapota; Merupakan ekosistem terumbu karang terletak di sebelah barat P.Wangi-wangi. Untuk menuju pulau tsb dibutuhkan waktu ± 30 menit perjalanan laut. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah snorkeling, diving dan penelitian. • Pantai Sousu; Terletak di Desa Matahora Kec. Wangi-Wangi, untuk menuju pantai ini memerlukan waktu ±30menit dengan berkendara dan roda dua/roda empat dari ibukota kecamatan (Wanci). Aktivitas yang dapat dilakukan di Pantai Sousu ini, seperti snorkeling, diving, serta menikmati pemandangan pantai. • Pantai Patuno (Mata Air Seratus); Lokasi ini terdapat di Desa Patuno Kec. Wangi-Wangi,untuk menuju tempat ini dapat menggunakan kendaraan roda dua memakan waktu ± 60 menit dari ibukota kecamatan. Aktivitas yang dapat dilakukan ditempat ini, seperti menikmati pemandangan pantai,dan juga terdapat keunikan dari Pantai Patuno ini yaitu banyak terdapat mata air tawar yang keluar dari celahcelah batu maupun pasir. b) Pulau Kaledupa • Pulau Hoga; Terletak di Kelurahan Ambeua, merupakan pusat aktifitas Operation Wallacea sejak tahun 1995 sampai sekarang. Memiliki sarana-prasarana yang lengkap yang menunjang kegiatan seperti menyelam, snorkeling dan penelitian. Selain itu juga terdapat ±100 home stay yang dikelola masyarakat setempat yang berlokasi tepat di belakang pantai pasir putih sepanjang ±1km. Kawasan wisata bahari di Pulau Hoga dapat ditempuh dengan menggunakan speed boat dari Ibukota Kecamatan ±10 menit. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah menyelam, snorkeling, berjemur, dan penelitian. • Pulau Sombano; Terletak di Desa Sombano Kec. Kaledupa, merupakan pantai berpasir putih. Fasilitas yang tersedia ditempat ini antara lain adalah pos jaga dan shelter. Dapat dijangkau dari Ambeua (Ibukota PROFIL KAWASAN KONSERVASI
10
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Kec. Kaledupa) dengan kendaraan roda dua/roda empat +15 menit. Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain: panorama alam, berjemur dan olahraga pantai c) Pulau Tomia • PulauTolandona (Onemobaa); Terletak di Desa Lamanggau dengan
panjang pantai ±2km. Kawasan tersebut dikelola oleh PT. Wakatobi Divers pada tahun 1995 sampai sekarang, sehingga sarana prasarana yang menunjang kegiatan seperti menyelam, snorkeling dan penelitian telah tersedia dengan lengkap. Kawasan wisata bahari di Pulau Tolandona dapat ditempuh dengan kendaraan laut dari Waha (Ibu kota Kec. Tomia) +30 menit. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah menyelam, snorkeling, berjemur dan penelitian. • Pantai Letimu; Terletak di Desa Kulati dengan panjang pantai ±400 m,
di sekitar pantai Letimu terdapat beberapa sumber air untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Pantai ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua/roda empat dan kendaraan laut ke arah barat Desa Kulati dengan jarak ±2 km arah selatan Kulati. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah menyelam, snorkeling, berjemur. • Pantai Huntete; Terletak di Desa Kulati dengan panjang pantai ±1
km dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua/roda empat dan kendaraan laut kearah barat Desa Kulati dengan jarak ±2 km arah selatan Kulati. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah menyelam, snorkeling, berjemur. d) Pulau Binongko
• Pantai Mbara-mbara; Terletak di Desa Wali ±8 km arah timur Wali. Pantai Mbara-Mbara merupakan habitat tempat bertelurnya penyu. Pantai Mbara- Mbara tersebut memiliki potensi bagi obyek wisata alam dengan panorama lautnya yang indah dengan panjang pantai ±2,1 km, dan kegiatan penelitian. • Pantai pasir putih; Terletak di Desa Sowa. Pantai Pasir Putih memiliki potensi bagi obyek wisata alam dengan panorama lautnya yang indah dengan panjang pantai ±950 m. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah menyelam, snorkeling, berjemur. • Pantai Palahidu; Terletak di Desa Palahidu dengan panjang pantai ±1 km. Pantai Palahidu memiliki panorama laut yang indah. Pantai Palahidu merupakan tempat mandi bagi raja pada zaman dahulu ini dapat dibuktikan dengan terdapatnya kuburan tiga susun (kuburan raja) yang sampai saat sekarang masih di keramatkan. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah menyelam, snorkeling, berjemur.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
11
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
• Pantai Haso; Terletak di Desa Palahidu dengan panjang pantai ±400 m, memiliki panorama laut yang indah. Pantai Haso dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua/roda empat serta kendaraan laut kearah timur kota Rukuwa. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah menyelam, snorkeling,dan berjemur. Sementara itu daratan kepulauan Wakatobi juga menyimpan berbagai potensi wisata baik wisata sejarah maupun wisata alam. Adapun beberapa bentuk wisata alam yang dapat ditemui seperti Danau Ilarantauge, beberapa sumber mata air seperti liala’biru, Topa Lambuku, Topa Raja dan beberapa goa yang menghasilkan sumber mata air. Sementara untuk wisata sejarah terdapat Benteng Liya yang berumur ±1.080 tahun, Masjid Tua Kaleda, dan Benteng Waitu yang merupakan bekas benteng pertahanan. 11) Aksesibilitas Untuk menuju Kepulauan Wakatobi dapat ditempuh lewat beberapa alternatif perjalanan dari Kendari Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, yaitu: • Jakarta ke bandara di Kota Wanci dapat dicapai dengan menggunakan pesawat setiap harinya. Penerbangan ini biasanya transit di bandar udara Sultan Hasanuddin, Makassar. • Penerbangan dari Bali menuju kota Wanci juga sudah ada, dengan menggunakan transportasi pesawat. • Kendari ke Kota Wanci, Ibukota Kabupaten Wakatobi dengan kapal kapal kayu yang berangkat 3 kali seminggu dari pelabuhan Kendari dengan waktu tempuh (±10 jam) ; • Kendari ke Bau-Bau (Buton) via Raha (Muna) dengan kapal cepat regular setiap hari dua kali pemberangkatan dengan waktu tempuh (±5 jam) kemudian dilanjutkan dengan naik kapal kayu ke Wanci dengan waktu tempuh (±8 jam). Dapat juga dari Bau-Bau ke Lasalimu naik kendaraan roda empat selama dua jam, lalu naik kapal cepat Lasalimu-Wanci selama (±2 jam). • Wanci merupakan pintu gerbang pertama memasuki kawasan Taman Nasional Wakatobi. Perjalanan dari Jakarta atau Surabaya menuju Kepulauan Wakatobi juga bisa menggunakan kapal laut PELNI yang singgah di Kota Bau-Bau dengan intensitas ±3 atau 4 kali seminggu. Saat ini sudah dikembangkan jalur penerbangan udara dengan menggunakan Merpati Airlines dari Makassar (Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan) ke BauBau PP seminggu 3 kali (selasa,jumat dan minggu). Dari kota Bau-Bau dapat dilanjutkan dengan kapal kayu ke Wanci.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
12
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Gambar 3. Peta Rute Perjalanan MenujuTaman Nasional Wakatobi
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
13
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
12) Peta Lokasi
Gambar 4. Peta Lokasi TN Wakatobi PROFIL KAWASAN KONSERVASI
14
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Kawasan Konservasi Kabupaten Muna 1)
Nama Kawasan : Kawasan Konservasi Perairan Selat Tiworo
2)
Dasar Hukum : • Pencadangan 2014
SK Bupati Muna Nomor 508 Tahun
:
• Rencana Pengelolaan dan Zonasi : • Unit Organisasi Pengelola kelautan dan perikanan
:
• Penetapan
: Belum diusulkan penetapan
masih di bawah koordinasi dinas
3)
Luas Kawasan : 76.417,16 Ha
4)
Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan Saat ini Kawasan konservasi di Kabupaten Muna merupakan perubahan dan perbaharuan dari KKPD sebelumnya yaitu dari sebelumnya KKPD Selat Tiworo dan pulau-pulau kecil disekitarnya menjadi KKPD selat Buton Kabupaten Muna, ini dilakukan setelah terjadi pemekaran wilayah kabupaten Muna menjadi dua administrasi yaitu Kabupaten Muna dan Kabupaten Muna Barat. Adapun Wilayah KKPD selat Tiworo kini menjadi wilayah administratif Kabupaten Muna Barat.
5)
Status Kawasan Hasil penilaian E-KKP3K menunjukkan bahwa kawasan ini masih berada di level merah. Perlu dilakukan banyak pembenahan terhadap efektifitas pengelolaan. Adapun hasil rekomendasi dari evaluasi E-KKP3K yaitu : • • •
6)
Tempatkan petugas pengelola pada kawasan konservasi! Tempatkan SDM yang ditetapkan dengan SK pada unit organisasi pengelola. Lakukan kajian untuk memastikan jumlah SDM di unit organisasi pengelola memadai untuk menjalankan organisasi.
Target Konservasi • Target Sumberdaya (Bioekologis) Kondisi terumbu karang terbaik di Pulau Muna ditemukan pada daerah Pasikolaga baik pada kedalaman 3 meter maupun 9 meter, yakni masing-masing memiliki persentase penutupan 70%, 93% dan 79,21%. Kondisi yang sangat mencolok terdapat di daerah Bonea dan Pulau Masaringa, yang persentase tutupan karangnya hanya 41,2% dan 33,27%. Hal ini mengindikasikan bahwa terumbu karang di daerah tersebut dalam keadaan rusak berat. Kerusakan karang paling banyak disebabkan oleh PROFIL KAWASAN KONSERVASI
15
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
aktivitas pemboman oleh nelayan untuk mengambil ikan-ikan karang. Secara umum di daerah Pasikolaga pertumbuhan karang lebih didominasi oleh coral massive dan Acropora digitata. Demikian juga halnya di Pulau Masaringa dan Pulau Napalakura, jenis karang yang dominan ditemukan adalah jenis coral massive. Sedangkan di daeah Bonea dan Bontu-bontu jenis Acropora branching dan Coral branching memiliki pertumbuhan yang lebih dominan dari-pada jenis karang lainnya.
Gambar 5. Kondisi Terumbu Karang DI KKPD Muna
• Target Sosial, Budaya dan Ekonomi Praktek pengelolaan laut yang ada yakni kaago-ago. Kaago-ago adalah upacara turun temurun "kasih makan laut". Memberikan semacam sesajian di laut berupa makanan agar nelayan diberi keselamatan dan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak (Buku Profil Pulau - Pulau Kecil Kab. Muna, 2005) 7)
Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati Perairan Teluk Tiworo merupakan kawasan perairan dengan banyak pulau-pulau kecil di Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan potensi sumberdaya ikan yang cukup besar. Selama ini, perairan Teluk Tiworo menjadi lokasi penangkapan ikan utama bagi masyarakat nelayan Kabupaten Muna. Sekitar 54% dari 33.653,90 ton produksi ikan Kabupaten Muna tahun 2006 berasal dari perairan Teluk Tiworo (DKP Provinsi Sulawesi Tenggara, 2007). Di PROFIL KAWASAN KONSERVASI
16
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
samping itu, Teluk Tiworo juga mempunyai ekosistem perairan yang menarik dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk dari jenis ikan yang dilindungi. Kondisi ini menjadi pendorong ditetapkannya perairan Teluk Tiworo sebagai konservasi (taman wisata laut) melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Muna No.157 tahun 2004 (KTNL, 2006). 8)
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Jumlah penduduk Kabupaten Muna telah berjumlah 279.928 jiwa yang terdiri dari 63.516 rumah tangga dan tersebar di wilayah seluas 2.963,97 km2, sehingga angka kepadatan penduduk 94 jiwa/km2.Penduduk Kabupaten Muna pada umumnya (99%) menganut agama Islam, dan sisanya adalah Katholik, Kristen Protestan, Hindu, dan Budha. Penduduk yang beragama Hindu pada umumnya adalah para transmigran yang berasal dari Pulau Bali. Penduduk kabupaten ini terdiri dari beberapa etnis. Sebagian besar masyarakat adalah penduduk asli Muna, disamping terdapat juga etnis Buton, Kendari, Bugis, Makassar, Jawa, Sunda, dan Bali. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Muna dalam kehidupan sehari-hari tergantung pada etnisnya. Namun demikian sebagian menggunakan Bahasa Indonesia, karena beragamnya suku bangsa yang ada. Sementara itu, masyarakat Kabupaten Muna memiliki tradisi karia, dalam adat suku Wuna (Muna), setiap anak perempuan yang akan memasuki usia remaja diwajibkan menjalani tradisi pingitan (Karia) selama empat hari empat malam atau dua hari dua malam, tergantung kesepakatan antara penyelenggara Karia dengan pomantoto. Tradisi ini bertujuan untuk membekali anak-anak perempuan dengan nilai-nilai etika, moral dan spiritual, baik statusnya sebagai seorang anak, ibu, istri maupun sebagai anggota masyarakat. Sesuai proses pingitan, diadakanlah selamatan dengan mengundang sanak keluarga, kerabat dan handai taulan. Dalam prosesi selamatan ini digelar Tari Linda yang menggambarkan tahap-tahap kehidupan seorang perempuan mulai dari melepaskan masa kanak-kanak lalu memasuki masa remaja, kemudian masa dewasa dan siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
9)
Potensi Perikanan Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Muna, potensi perikanan diperkirakan sebesar 40.000 ton per tahun. Potensi tersebut terdiri dari ikan demersal (ikan kerapu, kakap, bambangan, lencam, kurisi dan pari), ikan pelagis (kembung, kue, selar, layar, tongkol, cakalang, tuna, bawal putih, belanak, tenggiri dan teri), serta terdapat beberapa jenis udang, kepiting bakau, rajungan, lobster, teripang, cumi-cumi, rumput laut, kerang mutiara, lola, japing-japing dan abalone. Selain perikanan laut, kabupaten ini juga memiliki potensi lahan budidaya laut sekitar 79.258 ha dan PROFIL KAWASAN KONSERVASI
17
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
lahan budidaya tambak seluas lebih kurang 20.000 ha. Tambak yang sudah diolah baru mencapai sekitar 500 ha. Kabupaten Muna terletak pada sebahagian Pulau Muna dan sebahagian Pulau Buton serta pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya yang dikelilingi oleh pantai. Masyarakat Kabupaten Muna yang berdomisili di daerah pantai banyak yang berusaha disektor perikanan sebagainelayan.Jenis perahu/kapal penangkap ikan yang digunakandalam menangkap ikan adalah perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor. Sedangkan alat penangkap ikan yang digunakan adalah jaring, bagang, payang, bubu dan lainnya.Produksi perikanan diKabupaten Muna terdiri dari perikanan tangkap dan budidaya di tambak dankolam. Jumlah produksi perikanan tangkap di Kabupaten Muna tahun 2013 sebanyak 33.224,81 ton, sedangkan produksi budidaya berupa udang sebanyak 2.973,10 ton, bandeng3.486,71 ton, kerapu 124 ton, lobster 1,11 ton dan ikan air tawar 0,58 ton. Selain itu salah satu produk andalan berupa budi daya rumput laut tahun 2013 berjumlah 24.075,91 ton (Kabupaten Muna Dalam Angka, 2014) 10) Potensi Pariwisata • Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Muna memiliki potensi pariwisata yang cukup besar. Potensi ini terutama dilihat dari keindahan alam laut dan pantai yang ada. Obyek pariwisata yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: • Wisata alam berupa gua, danau air laut (Danau Napabale), air panas, air terjun, dan lain-lain. • Wisata budaya berupa perkelahian kuda, banteng, mesjid tua, dan lainlain. • Wisata bahari berupa pantai pasir putih dan terumbu karang, yang berada di Pulau Monante, Selat Tiworo, Pulau Tobea, dan Pantai Membuka. 11) Aksesibilitas Kabupaten Muna merupakan daerah kepulauan, sehingga transportasi laut sangat dibutuhkan sebagai penghubung baik antar daerah dalam wilayah Muna maupun dengan daerah lain di luar Muna. Prasarana pelabuhan laut yang sudah tersedia adalah pelabuhan kapal laut yang terdiri atas Pelabuhan Raha serta dermaga-dermaga kecil yang ada di beberapa daerah. Dermaga yang ada antara lain: Pelabuhan Ereke, Labuan, Maligano, Pure, Pola,dan Feri Tampo. Jenis pelayaran yang beroperasi di wilayah Kabupaten Muna terdiri atas pelayaran umum, pelayaran rakyat, dan penyeberangan, serta pelayaran khusus Pertamina. Sementara itu prasarana transportasi darat yang ada di Pulau Muna maupun Pulau Buton juga cukup memadai. Angkutan umum yang menghubungan antar daerah biasanya berupa angkutan pedesaan yang PROFIL KAWASAN KONSERVASI
18
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
melayani rute-rute Raha ke kecamatan lain yang ada di Pulau Muna. Angkutan di dalam kota Raha berupa taksi, ojek, sepeda motor, serta becak. 12) Upaya Pengelolaan Kawasan Kawasan Konservasi Selat Tiworo telah memiliki rancangan dokumen Rencana Pengelolaan sejak Oktober 2005. Rencana ini dikembangkan melalui survei lapangan dan workshop yang dilaksanakan oleh konsultan penyusun (PT. Delima Laksana Tata). Meski demikian, belum dilakukan pembahasan dan proses lebih lanjut atas rancangan dokumen tersebut. 13) Peta Lokasi
Gambar 6. Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Muna (SK Bupati Muna No.157 Tahun 2004 Tgl.3-5-2004) PROFIL KAWASAN KONSERVASI
19
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2.3 Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Buton 1)
Nama Kawasan : Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Buton
2)
Dasar Hukum : • Pencadangan
3)
: SK Bupati Nomor 938 Tahun 2011 : SK Bupati Nomor 1024 Tahun 2014 • Rencana Pengelolaan dan Zonasi : Masih berupa rancangan dokumen final • Unit Organisasi Pengelola : Masih berada di bawah koordinasi dinas kelautan dan perikanan : Belum diusulkan /proses penetapan • Penetapan Luas Kawasan : 10.129,6 Ha
4)
Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan : Berlokasi di Wilayah Pesisir dan perairan laut Kecamatan Wabula dan Kecamatan Pasar Wajo Kawasan yang diinisiasi mencakup 10 desa, yaitu 7 (tujuh) desa di Kecamatan Wabula dan 3 (tiga) desa di kecamatan Pasarwajo sebagai mana disajikan pada tabel sebagai berikut:
No
1.
2
Kecamatan
Desa Calon Lokasi KKPD
7 Desa
Wabula
Pasarwajo
Wabula,Wabula I & Wasampela
478,98
Wasuemba Holimombo Bajo Bahari Koholimombono
112,74 117,83
3 Desa
Holimombo Jaya dan Kondowa Dongkala Jumlah
5)
Luas DPL (ha)
Luas DPL (ha)
LuasWilayah (km²)
Panjang Garis Pantai (km)
51,58
14,04
356,40
5,583
63,04 5,07 777,66
407,98
19,623
Status kawasan Hasil penilaian E-KKP3K menunjukkan bahwa kawasan ini masih berada di level merah. Perlu dilakukan percepatan/upaya pembenahan terhadap
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
20
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
efektifitas pengelolaan kawasan. Selanjutnya, hasil rekomendasi dari evaluasi E-KKP3K lebih detil adalah sebagai berikut :
6)
• Menempatkan petugas pengelola pada kawasan konservasi • Menempatkan SDM yang ditetapkan dengan SK pada unit organisasi pengelola. • Melakukan kajian untuk memastikan jumlah SDM di unit organisasi pengelola memadai untuk menjalankan organisasi • Menyusun Dokumen Rencana Zonasi dan Rencana Pengelolaan Kawasan Target Konservasi • Target Sumberdaya (Bioekologis) Melindungi, melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya hayati laut (Ekosistem terumbu karang, padang lamun dan terumbu karang) Memastikan adanya pemanfaatan secara ramah lingkungan dan berkelanjutan utamanya ekosistem terumbu karang yang unik, jenis hewan atau organisme ikan mandarin fish, manthis shrimp dan gosh piple hors yang telah dimanfaatkan sebagai lokasi wisata. Melindungi lokasi pemijahan ikan yang bernilai ekonomis tinggi. • Target Sosial, Budaya dan Ekonomi
7)
Melindungi, mempertahankan dan melestarikan kearifan lokal yang telah diberlakukan secara turun temurun oleh kelembagaan Masyarakat Adat didalam menjaga dan memanfaatkan potensi kelautan di wilayahnya. Menata dan mengembangkan pemanfaatan potensi ikan karang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan dengan tetap menjaga dan mempertahankan keberlanjutannya. Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati a.
Kecamatan Wabula Secara geografis wilayah ini berbatasan dengan Kecamatan Pasarwajo pada bagian utara, memiliki topografi kasar mulai dari datar hingga berbukitkarena dipengaruhi oleh adanya struktur geologi perlipatan dengan ketinggian yang bervariasi. Kemiringan lerengan mulai dari kaki bukit hingga ke lereng bukit berkisar antara ˃5° hingga ˂45°. Desa Wabula dan Desa Wasuemba merupakan Desa yang memiliki pantai berpasir putih, dengan vegetasi pantai yang tumbuhi pohon kelapa dan tumbuhan mangrove. Kondisi ekosistem pesisir menunjukan adanya asosiasi dua ekosistem pesisir yakni hamparan lamun yang cukup luas pada kedalaman 0–3 m, sedangkan pada kedalaman 3–5 m merupakan hamparan karang yang sangat beragam dan selanjutnya hingga pada kedalaman 15–20 meter dimana merupakan wall sehingga pola pertumbuhan karang PROFIL KAWASAN KONSERVASI
21
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
berada pada dinding-dinding wall dengan tingkat kemiringan mencapai 90°. Perairan Kecamatan Wabula sangat dipengaruhi oleh kondisi alam di perairan laut banda dimana pada musim timur dan musim utara kondisi gelombang yang cukup besar. Sedangkan pasang surut di wilayah pesisir sangat jauh, berkisar antara 700–1.200 meter. b. Kecamatan Pasarwajo (Dongkala, Kondowa dan Holimombo Jaya) Secara umum perairan Kecamatan Pasarwajo memiliki kondisi Oseanografi yang sangat dipengaruhi olah perairan darat karena adanya Sungai-sungai besar maupun kecil cukup banyak yang bermuara diperairan tersebut, ketika musim hujan, membawa massa air yang disertai dengan sedimentasi yang sangat tinggi sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang. Namun demikian seiring dengan proses adaptasi terumbu karang terhadap kondisi demikian, disekitar Kecamatan pasarwajo didominasi oleh jenis karang dengan polyp besar dan kecil yang memiliki daya tahan yang tinggi terhadap pentrasi cahaya rendah dan sedimentasi. 2. Ekosistem Terumbu Karang Potensi ekosistem terumbu karang yang terdapat di perairan laut Kecamatan Wabula dan Pasarwajo dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, yaitu keanekaragaman karang yang dilihat dari jumlah spesies/jenis karang yang dijumpai dan prosentase tutupan karang hidup sebagai berikut: a.
Keanekaragaman Terumbu Karang Adapun yang menjadi perhatian dari aspek ini adalah jumlah spesies (jenis) karang batu yang ditemukan. Untuk maksud tersebut, maka dilakukan survei bawah laut dan studi dokumen terhadap laporan hasil monitoring terumbu karang dengan kesimpulan sebagai berikut: 1) Monitoring Terumbu Karang yang dilakukan oleh LIPI pada Tahun 2009 (Henrik A.W. Cappenberg dan Jemmy Souhoka) dan Tahun 2010 (Hendra F. Sihaloho dan Bayu Prayuda) khusus di BTNL 26 dan BTNL 29 (Kec. Pasarwajo dan Wabula) menemukan bahwa: a. Terdapat 28 – 36 jenis karang batu yang dijumpai pada saat survei; b. Jenis karang batu yang dominan adalah Suku Acroporidae dan Suku Poritidae 5 – 6 jenis. Selanjutnya Suku Funggidae, PROFIL KAWASAN KONSERVASI
22
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Suku Agariciidae, Suku Merulinidae 2–4 jenis serta Suku Helioporidae dan Suku Pocilloporidae masing-masing 1 (satu) jenis. 2) Buku Potensi Laut Desa Coremap II Kabupaten Buton yang disusun oleh CV. Duta Prima Consultant Tahun 2010 menyimpulkan bahwa jenis karang batu di Wilayah Perairan Kecamatan Wabula dan Pasarwajo teridentifikasi sebanyak 14 famili, 29 genus dan 89 spesies dan yang paling dominan adalah Famili Acroporidaer terdapat 10-14 spesies. b.
Tutupan Karang 1) Hasil monitoring kesehatan karang yang dilakukan LIPI tahun 2010 menyimpulkan bahwa Prosentase tutupan karang hidup di Kec. Pasarwajo dan Wabula (BTNL 29) sebesar 49,16% (kategori Sedang) didominasi oleh kelompok Non-Acropora (48,13%) dan kelompok Acropora hanya 1,03%. Sedangkan pertumbuhan karang masih ditemukan hingga kedalaman 8 (delapan) meter sebagaimana disajikan pada Lampiran 2) Hasil monitoring bawah laut yang dilakukan LPSM Yasinta Pasarwajo Tahun 2014, menemukan data bahwa (Lampiran 3): a. Kacamatan Wabula Lokasi pengamatan dilakukan pada ujung utara sejajar pemukiman masyarakat Desa Wabula (LS 05°36’492” dan BT122°52’314”) dengan hasil bahwa prosentase karang hidup mencapai 51% (kategori Baik) dan karang mati 25,62%, untuk biota lain 5,24 dan abiotik 7, 14%. Hamparan karang pada kawasan ini memiliki keunikan tersendiri dan sangat menarik, dimana pola pertumbuhan berada pada dinding-dinding wall dengan tingkat kemiringan mencapai 90° . b. Kecamatan Pasarwajo Lokasi pengamatan dilakukan di Tanjung Dongkala pada posisi LS 05°29’041” dan BT 122°50’939” dengan hasil bahwa prosentase tutupan karang keras 36,1 % (kategori Sedang), penutupan karang lunak 7,8%, biota lain yang dijumpai sepanjang transek sebesar 16,1%. Tingkat kematian karang yang tinggi, terlihat dari penutupan karang mati sebesar 35,6%. Penutupan abiotik atau substrat lain seperti pasir (Sand) yaitu mencapai 4,4%. Dominasi substrat pasir didasar perairan akan sangat mengurangi proses recovery karang baru diwilayah tersebu. PROFIL KAWASAN KONSERVASI
23
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Gambar 7. Kondisi Ekosistem Perairan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Buton
8)
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Penduduk Kabupaten pada tahun 2013 berjumlah 240.958 jiwa, dimana penduduk laki-laki berjumlah 134.384 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 261.727 jiwa (BPS Kab. Buton 2014). Masyarakat Buton memiliki tradisi pusuo, yaitu setiap anak perempuan yang akan memasuki usia remaja diwajibkan menjalani tradisi pingitan (Posuo) selama delapan hari delapan malam. Tradisi ini bertujuan untuk membekali anak-anak perempuan dengan nilai-nilai etika, moral dan spritual, baik statusnya seorang anak, ibu, istri maupun sebagai anggota masyarakat. Sesuai proses pingitan, diadakan selamatan dengan mengundang sanak keluarga, kerabat dan handai taulan. Dalam prosesi selamatan ini digelar Tari Kalegoa yang menggambarkan suka duka gadis-gadis Buton dalam menjalani tradisi pingitan tersebut. Hal pendukung lainnya kearifan budaya lokal masyarakat pesisir di calon lokasi tersebut masih terus dipertahankan dan dijunjung tinggi kelestariannya yang mana seiring sejalan dengan nilai-nilai konservasi secara utuh yakni OMBO. OMBO merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Buton dalam rangka mempertahankan kelestarian ekosistem laut. Dalam pelaksanaannya, dilakukan proteksi untuk beberapa ekosistem laut seperti teripang, lola, gurita, dan jenis-jenis ikan ekonomis tinggi selama setahun PROFIL KAWASAN KONSERVASI
24
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
penuh untuk tidak dilakukan penangkapan. Selanjutnnya dalam pengawasan dan penerapan aturan tersebut, secara keseluruhan masyarakat dilibatkan dalam suatu acara pembahasan di saat pesta adat berlangsung dan jika dalam penerapan aturannya ada salah seorang masyarakat melanggar maka akan dikenakan sanksi melalui sebuah proses adat. Proses ini pula melibatkan aturan adat dan aturan hukum konvensional seperti menghadirkan saksi dan barang bukti sehingga menghasilkan suatu keputusan yang adil. Jika proses hukum konvensional tidak menemukan jalan keluar seperti tidak ada saksi dan barang bukti maka hukum adat/proses adat dijalankan untuk membuktikan sebuah kebenaran yang mutlak dimana masyarakat adat tersebut menyebutnya KALEO-LEO. Kaleo-leo merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat di lokasi KKPD sebagai pembuktian kebenaran yang mutlak antara yang tertuduh dan yang menuduh. Hukum adat ini dilakukan bukan hanya proses pelanggaran dikawasan yang diproteksi menurut adat, serta diterapkan pula pada kehidupan bermasyarakat seperti perselisihan yang tidak dapat di pecahkan menurut hukum komvesional.Dalam prosesnya Kaleo-leo dilakukan dengan cara kedua belah pihak diperintahkan untuk menyelam secara bersamaan tetapi sebelumnya dilakukan proses adat tersebih dahulu oleh tetua adat. Dan dalam pembuktiannya dimana yang diperintahkan menyelam tersebut salah seorang yang naik lebih dulu maka dinyatakan dia yang bersalah. Secara umum, mata pencaharian penduduk Kabupaten Kepulauan Buton didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini dicerminkan dengan penggunaan lahan 42,08% digunakan untuk usaha pertanian, yaitu untuk tegal/kebun, ladang/huma, tambak, kolam/tebat/empang, lahan untuk tanaman kayukayuan/hutan rakyat, perkebunan rakyat. Sementara itu, khusus untuk perikanan, nelayan Kabupaten Buton masih didominasi oleh nelayan skala kecil. Hal ini dikarenakan, jenis armada penangkapan ikan yang terbanyak di Kabupaten Buton adalah jenis perahu tanpa motor 2.201 unit, disusul motor tempel 975 unit dan kapal motor 321 unit. Sementara alat tangkap yang digunakan adalah pukat kantong, pukat concin, jaring insang, jaring angkat, pancing, perangkap, sero, bagan dan bubu. 9)
Potensi Perikanan Peningkatan produksi perikanan di Kabupaten Buton selama tahun 2004, berjumlah 124.155,40 ton yang terdiri dari perikanan laut 43,439,90 ton, hasil budidaya laut mabe sebanyak 65.640 ekor, rumput laut 15.265,50 ton yang terbanyak berada di Kecamatan Kapontori berjumlah 71.320,96 ton menyusul Lasalimu 8.278,10 ton, Kecamatan Sampolawa 8.158,84 ton, Kecamatan Mawasangka 5.945,85 ton dan yang sedikit produksinya ada di Kecamatan Pasarwajo 1.308,03 ton, Kecamatan Talaga Raya 1.573,98 ton, Kecamatan PROFIL KAWASAN KONSERVASI
25
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Batu Atas 1.754,79 ton, Kecamatan Siompu 1.868,36 ton dan Kecamatan Kadatua 1.871,08 ton serta Kecamatan Batauga 1.993,28. Adapun jenis sumberdaya ikan tersebut yaitu: pelagis besar meliputi tuna sirip kuning, tuna mata besar, tuna albacore, tuna sirip biru, tuna abu-abu, dan longtile tuna. Pelagis kecil meliputi ikan layang, kembung, tongkol dan lisong. Dan ikan demersal meliputi kerapu, bawal, kuwe, kurisi, layur, kuniran. Kawasan Konservasi didefinisikan sebagai wilayah yang memiliki atribut ekologi yang khusus atau luar biasa, karena memiliki biodiversity yang tinggi, dan biasanya memiliki species-species endemik, langka maupun yang terancam punah. Wilayah tersebut terdiri dari habitat yang belum terjamah atau masih asli yang memiliki posisi yang penting baik dalam skala local. Berangkat dari kajian ekologi sehingga perairan yang direkomendasi untuk di proteksi sebagai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kab. Buton ini merupakan kawasan pemijahan penyu sisik dan jenis penyu lainnya dimana pada ujung selatan kawasan terdapat hamparan pasir sebagai tempat bertelur hewan tersebut. Disamping itu pula ada beberapa jenis ikan langkah seperti Napoleon dan jenis Crustacean yang sudah jarang ditemukan di tempat lain seperti Coreries, Triton masih ditemukan pada kolom perairan tersebut serta hewan endemic Indonesia seperti Orang Hutan Crab. 10) Potensi Pariwisata : 1) Kecamatan Wabula: Potensi pariwisata bahari yang dapat dikembangkan adalah wisata petualangan karena terdapat hamparan karang dan dinding karang yang sangat cantik untuk dijelajahi. Hal yang menarik lainnya adalah terdapatnya komunitas karang dan ikan karang dengan kepadatan yang sangat tinggi terpadukan dengan bentuk dasar perairan yang memiliki kombinasi wall dan slop sehingga menambah daya tarik bagi wisatawan yang memiliki jiwa petualang. 2) Kecamatan Pasarwajo Dapat dikembangkan sebagai wisata bagi pencinta biota-biota laut macro dan atau fotografer bawah laut (Dive Mac Site) karena memiliki jenis hewan atau organisme ikan mandarin fish, manthis shrimp dan gosh piple horse. Lokasi ini telah dimanfaatkan oleh Wakatobi Dive Resort (WDR) yang berpusat di Wakatobi sebagai salah satu spot penyelaman bagi wisatawannya sesuai gambar sebagai berikut:
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
26
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Selain itu juga, beberapa objek wisata lainnya yang tidak kalah menariknya terdapat di Kabupaten Buton di antaranya yaitu: • Rumah Adat Banua Wolio, Banus Wolio artinya Rumah adat Buton, yang mempunyai nama berbeda menurut status penghuni dalam status sosial kemasyarakatan. • Pesta Adat Pakande Kandea, event tradisional yang merupakan warisan leluhur Suku Buton yang lahir dan bermula sebagai nazar/syukuran. Dalam tradisi unik ini, disajikan beraneka penganan kecil tradisional yang diletakkan di atas sebuah talam besar yang terbuat dari kuningan dan di tutup dengan tudung saji bosaran. Puncak dari event ini, ketika semua tamu yang diundang mengawali acara makan bersama dengan disuapi makanan oleh remaja-remaja putri yang berpakaian adat dan duduk bersimpuh di sebelah talam. • Liwu Tongkidi, merupakan pulau kecil seluar 1.000 km2 yang dikelilingi pasir putih memiliki kekayaan bawah laut berupa keanekaragaman terumbu karang dan biota laut yang masih dalam kondisi terjaga dari campur tangan manusia. • Kawasan Basilika, terdiri atas Pantai Batauga, Siompu, Liwutongkidi dan Kadatua memiliki gugusan terumbu karang dan keragaman biodiversity yang terhampar di gugusan pulau-pulau tersebut termasuk, Pulau Batu Atas dan Pulau Kawi-Kawia. • Hutan Lindung Lambusango dan Kakenauwe, Operation Wallacea telah mengembangkan hutan lindung ini sebagai kawasan ecoturism yang berbasis ilmu pengetahuan dan konservasi, kawasan ini kaya akan PROFIL KAWASAN KONSERVASI
27
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
•
• •
• • •
keanekaragaman dan keaslian flora dan fauna dan sangat ideal bagi aktivitas petualangan seperti trekking, bird watching, camping dan lain-lain. Kawasan Hutan Lambusango dan Kakenauwe, kawasan Konservasi Hutan Lambusango dan Kakenauwe di Kecamatan Kampotori dan Lasalimu terbagi 3 kategori, yaitu Suaka Margasatwa (± 28510 ha), Cagar Alam Kakenauwe (± 810 ha), dan Kawasan hutan lindung dan produksi yang terletak disekitar kawasan konservasi (± 35.000 ha). Kawasan Pantai Batauga, sebagai lokasi rekreasi, refresing, olahraga dan pertemuan bisinis (Pantai Laompo, Pantai Jodoh dan sebagainya. Tari Mangaru, mempertontonkan kebudayaan memainkan senjata tajam. Tari ini biasanya dipertontonkan pada saat musim tanam-tanaman yang syukuran hasil panen. Anyaman, disekeliling desa-desa di Sulawesi Tenggara terdapat berbagai macam bahan baku untuk kerajinan anyaman. Agel, adalah salah satu tas tangan yang unik sebab baik dari modelnya maupun bentuknya memiliki ciri khas tersendiri. Gembol, sebagian dari meja-meja yang mengagumkan di dunia terbuat dari gembol berasal dari Pulau Muna. Gembol adalah pangkal batang pohon jati yang tumbuhnya abnormal, disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kondisi tanah dan iklim setempat.
11) Aksesibilitas Untuk menuju ke lokasi Kawasan konservasi dapat menggunakan kendaraan darat berupa mobil dan motor, lokasi ini berada di pesisir laut. 12) Upaya Pengelolaan Kawasan: Saat ini pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi di Kecamatan Wabula dan Pasarwajo telah dilakukan dengan melibatkan masyarakat, pemerintah desa dan tokoh masyarakat/tokoh adat setempat; dengan telah duduk bersama melakukan proses perlindungan penata dan mengatur pemanfaatan potensi perikanan karang secara berkelanjutan dan pengembangan wisata bawah laut, beberapa spot manthis shrimp dan gosh piple hors yang telah dijadikan Spot Penyelaman wisatawan dari Wakatobi Dive Resort (WDR) yang berpusat di Wakatobi.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
28
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
13) Peta Lokasi
Gambar 8. Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Buton (SK Bupati Nomor 1024 Tahun 2014) PROFIL KAWASAN KONSERVASI
29
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Gambar 8. Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Buton (SK Bupati Nomor 938 Tahun 2011) PROFIL KAWASAN KONSERVASI
30
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2.4. Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Buton Tengah
1) Nama Kawasan : Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Buton Tengah 2)
Dasar Hukum : • Pencadangan
: SK Bupati Nomor 938 Tahun 2011 (SK awal sebelum terjadi pemisahan administrasi dengan Kabupaten Buton, saat ini SK perubahan masih dalam proses dibagian hukum untuk legitimasi oleh bupati Kabupaten Buton Tengah). • Rencana Pengelolaan dan Zonasi : • Unit Organisasi Pengelola :• Penetapan :-
3)
Luas Kawasan : Perkiraan Luasan hasil Pemisahan KKPD (+109.069,55 Ha)
4)
Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan :
5)
6)
Kabupaten Buton Tengah akan mengelola kawasan dan sumberdaya Pesisir - lautan yang berada pada 4 Kecamatan, yaitu Mawasangka,Mawasangka Tengah, Mawasangka Timur, dan Talaga Raya. Status kawasan Hasil rekomendasi dari evaluasi E-KKP3K yaitu : • Tempatkan petugas pengelola pada kawasan konservasi! • Tempatkan SDM yang ditetapkan dengan SK pada unit organisasi pengelola. • Lakukan kajian untuk memastikan jumlah SDM di unit organisasi pengelola memadai untuk menjalankan organisasi. • Menyusun Dokumen Rencana Zonasi dan Rencana Pengelolaan Kawasan Target Konservasi • Target Sumberdaya (Bioekologis) Melindungi, melestarikan dan memanfaatkan Ekosistem terumbu karang, padang lamun dan terumbu karang serta ekosistem ikan karang dan lainnya. Melindungi lokasi pemijahan ikan yang bernilai ekonomis tinggi.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
31
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
• Target Sosial, Budaya dan Ekonomi
7)
Mempertahankan dan melestarikan kearifan lokal masyarakat hukum adat yang telah diberlakukan secara turun temurun oleh kelembagaan Masyarakat Adat untuk menjaga dan memanfaatkan potensi kelautan di wilayahnya. Adanya bentuk mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir di wilayah kawasan konservasi Kabupaten Buton Selatan. Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati : Keanekaragaman hayati di Buton Tengah antara lain: 1. Lamun Terdapat 5 jenis ekosistem lamun yakni lamun jenis Syringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata, Cymodocea serulata, Enhalus acroides dan Halophila ovalis. 2. Mangrove Terdapat 7 jenis yaitu Rhizophora apiculata, Rhyzophora stylosa,Rhyzophora lamarckii Sonneratia alba, Bruguiera gymnorhyza, Bruguiera cylindrica, Aegyceras corniculatum Xylocarpus granatum. selain itu terdapat tumbuhan semak yang berasosiasi dengan kawasan hutan mangrove dan beberapa tumbuhan algae. 3. Terumbu karang Mayoritas karang yang berada di sana adalah karang hidup. Sisanya merupakan karang lunak (soft coral) dan karang mati
8)
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi : Masyarakat setermpat menjadikan kawasan pesisir sebagai obyek pariwisata. Pariwisata sejarah di lokasi kajian kurang memiliki keunikan sehingga pariwisata banyak dilakukan di sektor kelautan. Hasil dari pariwisata tersebut menjadi salah satu sektor mata pencaharian penduduk setempat. Selanjutnya mata pencaharian sebagai nelayan juga merupakan sektor sumber penghasilan masyarakat di Buton Tengah.
9)
Potensi Perikanan : Potensi laut yang dapat dimanfaatkan yaitu perikanan dan budidaya rumput laut yang produksinya mencapai ± 13.966,34 ton.
10) Potensi Pariwisata : Pengembangan wisata bahari dengan membangun lokasi pariwisata di pulau kecil, salah satunya adalah Pulau Liwutongkidi. Jasa kelautan yang akan dikembangkan di Kabupaten Buton ini memiliki potensi laut PROFIL KAWASAN KONSERVASI
32
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
yang jernih,ekosistem/lingkungan dan sumber daya ikan yang indah serta potensi daratan di pulau kecil yang menunjang untuk mendatangkan para wisatawan baik domestik maupun manca negara. Selain itu beberapa objek wisata baik wisata alam, sejarah maupun budaya menjadi daya tarik tersendiri baik itu didalam maupun diluar kawasan konservasi laut, Seperti beberapa benteng bekas peninggalan Kesultanan Buton, adat dan tradisi masyarakat Gulamasta, Mesjid Mawasangka sebagai mesjid terbesar di daerah Buton Raya, beberapa pantai pasir putih, dan juga lanskapnya yang khas. 11) Aksesibilitas : Untuk menuju Kab Buton Tengah dapat elalui laut dengan menggunakan kapal laut PELNI, kapal fery dari Baubau. Atau menggunakan speed boat dari Kota Baubau dan Kabaena kabupaten Bombana dan atau Melalui darat dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dari Kabupaten Muna. 12) Upaya Pengelolaan Kawasan: Upaya pengelolaan yang telah dilakukan selama ini lebih kepada bentuk monitoring dan pengawasan kawasan konservasi yang ada secara partirtisipatif. Ini dilakukan agar pengelolaan kawasan konservasi dapat lebih efektif dengan pelibatan masyarakat lokal dan masyarakat hukum adat. Peranan unit pengelola pun .
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
33
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
13) Peta Lokasi
Gambar . Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kab Buton Tengah PROFIL KAWASAN KONSERVASI
34
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
1.2 Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Buton Selatan 1) Nama Kawasan : Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Buton Selatan 2)
Dasar Hukum : • Pencadangan
: SK Bupati Nomor 938 Tahun 2011 (SK awal sebelum terjadi pemisahan administrasi dengan Kabupaten Buton, saat ini SK perubahan masih dalam proses dibagian hukum untuk legitimasi oleh bupati Kabupaten Buton Selatan). • Rencana Pengelolaan dan Zonasi : • Unit Organisasi Pengelola :• Penetapan :3)
Keterkaitan dengan dasar hukum/kebijakan daerah:
4)
Luas Kawasan : 174.504,74 Ha
5)
Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan : Kawasan Konservasi Perairan Daerah Di Wilayah Kabupaten Buton Selatan seluas 174.504,74 Ha (Hektar Area) yang terdiri dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) I seluas 81,793,10 Ha (Hektar Area) dan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) II seluas 92.714,64 Ha (Hektar Area) yang berlokasi di wilayah pesisir dan perairan laut Kecamatan Batauga, Kecamatan Sampolawa, Kecamatan Kadatua, Kecamatan Siompu, Kecamatan Siompu Barat dan Kecamatan Batu Atas.
6)
Status kawasan Hasil rekomendasi dari evaluasi E-KKP3K yaitu :
7)
• Tempatkan petugas pengelola pada kawasan konservasi! • Tempatkan SDM yang ditetapkan dengan SK pada unit organisasi pengelola. • Lakukan kajian untuk memastikan jumlah SDM di unit organisasi pengelola memadai untuk menjalankan organisasi. • Menyusun Dokumen Rencana Zonasi dan Rencana Pengelolaan Kawasan Target Konservasi • Target Sumberdaya (Bioekologis)
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
35
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Melindungi, melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya hayati laut (Ekosistem terumbu karang, padang lamun dan terumbu karang) Sebagai Kawasan konservasi dengan jenis kawasan Taman Wisata Perairan tujuan pengelolaannya untuk kepentingan wisata perairan dan rekreasi, perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistem terkait serta pengelolaan perikanan berkelanjutan. Melindungi lokasi pemijahan ikan yang bernilai ekonomis tinggi. • Target Sosial, Budaya dan Ekonomi
8)
Mempertahankan dan melestarikan kearifan lokal masyarakat hukum adat yang telah diberlakukan secara turun temurun oleh kelembagaan Masyarakat Adat untuk menjaga dan memanfaatkan potensi kelautan di wilayahnya. Adanya bentuk mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir di wilayah kawasan konservasi Kabupaten Buton Selatan. Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati Terumbu karang dapat ditemukan hampir semua lokasi kecamatan dalam wilayah KKPD Buton. Jenis terumbu karang yang ditemukan adalah karang tepi (fringing reef). Kedalaman dimana ditemukan karang mulai kedalaman 1 meter pada rataan terumbu (reef flat) hingga mencapai 25 meter pada lereng terumbu (reef slope). Kemiringan dasar perairan dimana terdapat terumbu karang lebih bervariasi, yaitu mulai dari kemiringan 150 (landai) hingga mencapai kemiringan 900 (drop off). Persentase penutupan karang hidup (Living Coral) secara keseluruhan rata-rata 29,78% tergolong kriteria sedang. Penutupan karang hidup tersebut di 20 lokasi pengamatan berkisar 2%-76,0% tergolong dalam kriteria buruk hingga baik sekali. Berdasarkan hasil pemantauan kondisi ikan karang menggunakan metode visual sensus dan Belt Transect pada 22 DPL (stasiun) desa-desa COREMAP II Kabupaten Buton, didapatkan sebanyak 31 famili (suku) dan 188 jenis (spesies) ikan karang. Kelompok ikan target mendominasi di perairan Kabupaten Buton, dengan 19 famili dan 108 jenis, selanjutnya ikan mayor dengan 11 famili dan 49 jenis, dan ikan indikator 1 famili dan 31 jenis. Famili Chaetodontidae 31 jenis Pomacentridae 21 jenis, Serranidae 18 jenis, Labridae, 16 jenis, Achanthuridae 13 jenis, Lutjanidae 13 jenis.
9)
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Saat ini masyarakat pesisir telah setuju dengan menjadikan daerahnya sebagai kawasan konservasi laut daerah beragam karena KKPD bermanfaat agar terumbu karang dapat bertahan tempat ikan memijah; karang dapat dilestarikan dan akan bermanfaat untuk anak cucu; dapat bermanfaat secara PROFIL KAWASAN KONSERVASI
36
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
berkesinambungan; kelangsungan hidup organisme yang berada di dalamnya yang sewaktu-waktu dapat digunakan oleh masyarakat. Dari sisi ekonomi,masyarakat telah memanfaatkan secara dominan merupakan nelayan tangkap.Ikan yang ditangkap adalah ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan demersal yang ditangkap oleh nelayan berupa ikan kakap, ikan baronang dan ikan kerapu merah, sedangkan ikan pelagis yang ditangkap adalah berupa ikan cakalang, tongkol dan tuna. Selain itu perikanan budidaya juga ada dilakukan di pesisir kawasan konservasi, adapun budidaya yang dilakukan adalah rumput laut dan karamba jaring apung. 10) Potensi Perikanan : Potensi ekspor ikan laut yang mencapai ± 41.168,52 ton sehingga Kabupaten Buton Selatan merupakan jalur ikan terbesar di Indonesia. Terdapat pula potensi budidaya rumput laut yang produksinya mencapai ± 1.258,89 ton. Data Pemkab Busel yang dihimpun dari Kabupaten Buton tahun 2012, wilayah Busel merupakan jalur migrasi ikan terbesar di Indonesia dengan potensi ekspor ikan laut mencapai kurang lebih 41.168,52 ton. Potensi perikanan tangkap sebesar 58.027,01 ton sedangkan potensi perikanan budidaya didominasi rumput laut dengan produksi sebesar 3.038,52 ton. Hal ini dapat terlihat bahwa luas wilayah Busel sebagian besar lautan dibandingkan dengan wilayah daratannya. Kondisi ini menjadikan wilayah itu menjadi jalur migrasi ikan terbesar di Indonesia. 11) Potensi Pariwisata : Dari sektor pariwisata, beberapa objek wisata baik wisata alam, sejarah maupun budaya menjadi daya tarik tersendiri. Seperti beberapa benteng bekas peninggalan Kesultanan Buton, adat dan tradisi masyarakat Ciacia, beberapa pantai pasir putih, lanskap yang khas, serta keindahan bawah laut Basilika (Batu Atas, Siompu, Liwutongkidi, dan Kadatua) 12) Aksesibilitas Buton Selatan merupakan pulau-pulau yang terpisah dari Pulau Buton, seperti Pulau Kadatua, Pulau Siompu, dan Pulau Batu Atas, pulau paling selatan di Sulawesi Tenggara. Untuk dapat mengaksesnya utamnya Kawasan konservasi ini dapat menggunakan kendaraan darat berupa mobil dan motor di ibukota Kab Buton selatan dan selanjutnya menggunakan perahu cepat yang tersedia di pelabuhan pelabuhan yang ada. 13) Upaya Pengelolaan Kawasan: Upaya pengelolaan kawasan telah dilakukan saat ini walau masih berupa pengaktifan Pokwasmas tingkat desa. Aktivtasi ini mendukung pengawasan PROFIL KAWASAN KONSERVASI
37
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
secara partisipatif dalam pengelolaan kawasan konservasi Kab.Buton Selatan. 14) Peta Lokasi
Gambar . Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kab Buton Selatan
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
38
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2.4
Kawasan Konservasi Kabupaten Bombana
1)
Nama Kawasan : Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Bombana
2)
Dasar Hukum : • Pencadangan
: SK Bupati No. 394 Tahun 2011
• Rencana Pengelolaan dan Zonasi : masih berupa draft • Unit Organisasi Pengelola kelautan dan perikanan
:
• Penetapan
: Belum ditetapkan
masih
3)
Luas Kawasan : 19.176,98 Ha
4)
Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan
dibawah
koordinasi
dinas
Kabupaten Bombana adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara yang terletak di kepulauan Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Apabila ditinjau dari peta Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 4º 22’ 59,4” - 5º 28’ 26,7” Lintang Selatan (sepanjang ± 180 km) dan membentang dari Barat ke Timur diantara 121º 27’ 46,7” - 122º 13’ 9,4” Bujur Timur (sepanjang ±154 km). Wilayah Kabupaten Bombana disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kolaka dan Konawe Selatan, disebelah selatan berbatasan Laut Flores, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton, serta sebelah barat berbatasan dengan Teluk Bone. Kabupaten Bombana memiliki luas daerah daratan seluas ±3.316,16 km² atau 331,616 ha, dimana daerah perairan laut diperkirakan seluas ±11.837,31 km². Saat ini Kabupaten Bombana terdiri dari 22 wilayah kecamatan. Mata Usu merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Bombana. Luas wilayahnya 456,17 km² atau 13,76 % terhadap total wilayah Bombana. 5)
Status Kawasan Hasil penilaian E-KKP3K menunjukkan bahwa kawasan ini masih berada di level merah. Perlu dilakukan percepatan/upaya pembenahan terhadap efektifitas pengelolaan kawasan. Selanjutnya, hasil rekomendasi dari evaluasi E-KKP3K lebih detil adalah sebagai berikut : • Menempatkan petugas pengelola pada kawasan konservasi • Menempatkan SDM yang ditetapkan dengan SK pada unit organisasi pengelola.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
39
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
6)
• Melakukan kajian untuk memastikan jumlah SDM di unit organisasi pengelola memadai untuk menjalankan organisasi. • Penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi. • Pengajuan penetapan kawasan konservasi • Pengelolaan kawasan konservasi perairan secara efektif. Target Konservasi • Target Sumberdaya (Bioekologis) Melalui Surat Keputusan Bupati Bombana Nomor 394 Tahun 2011 telah ditetapkan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Bombana seluas 19.176,984 Ha. Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Bombana terdiri dari : a) b)
Zona Perikanan Berkelanjutan seluas 17.663,429 Ha Zona Pemanfaatan seluas 1.513,555 Ha, yaitu : o Zona Pemanfaatan I seluas 891,308 Ha (disekitar Pulau Sagori) o Zona Pemanfaatan II seluas 622,247 Ha (disekitar Pulau Canggoreng) Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Bombana, meliputi :
a) b) c)
Daerah perairan di selatan Kecamatan Poleang Timur, Poleang Tenggara, Mataoleo dan Rumbia Tengah Selat Kabaena Daerah Perairan di sebelah barat Kecamatan Kabaena Utara dan Kabaena Barat.
• Target Sosial, Budaya dan Ekonomi Adapun target sosial budaya dan ekonomi adalah sebagai berikut :
7)
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir 2. Meningkatkan sosial ekonomi masyarakat pesisir 3. Melindungi adat istiadat dan kearifan lokal yang sejalan dengan prinsip konservasi Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati Vegetasi mangrove yang ditemukan di dalam Daerah KKPD Kab. Bombana relatif homogen dan didominasi oleh Jenis Rhizopora sp, Avicenia sp dan Bruguera sp. Berdasarkan Laporan Akhir Identifikasi dan Penilaian Potensi KKPD Kabupaten Bombana Tahun 2007, secara keseluruhan luas mangrove di daerah KKPD dari hasil analisis citra landsat adalah 5.027,58 Ha. Berdasarkan Laporan Akhir Identifikasi dan Penilaian Potensi KKPD Kabupaten Bombana, secara keseluruhan luas terumbu karang di daerah
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
40
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KKPD dari hasil analisis citra landsat adalah 8.536,681 Ha. Persentase tutupan karang hidupnya mencapai 80%. Jenis-jenis karang didominasi oleh hard coral, soft coral dan dead coral. Jenis-jenis hard coral, terdiri dari : • Acropora : Acropora brancing, Acropora tabulate, Acropora encrusting, Acropora submassive , Acropora digitate • Non acropora : Coral branching, Coral massive, Coral digitate, Coral encrusting, Coral submassive, Coral follose, Coral mushroom, Coral millepora, Coral Heliopora, Coral tubipora. Jenis-jenis lamun yang ditemukan di Kawasan KKPD ada 4 (empat) jenis, yaitu : • Cymodocea rotundata • Thalassia hemprichii • Syringodium isotifolium • Enhalus acoroides
Gambar 9. Kondisi Hutan Mangrove Karang di Kawasan Konservasi PROFIL KAWASAN KONSERVASI
41
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Gambar 10. Kondisi Terumbu Karang di Kawasan Konservasi
Gambar 11. Kondisi Ikan Karang di Kawasan Konservasi 8)
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Secara umum berdasarkan data pusat statistik Kabupaten Bombana 2014, dari keseluruhan total masyarakat diwilayah ini sebagian besar berprofesi dibidang pertanian dan jasa. Tercatat dari total 62.984 jiwa, yang bekerja dibidang pertanian sebanyak 30.444 jiwa dan dibidang jasa sebanyak 11.920 jiwa.
9)
Potensi Perikanan Potensi ikan yang ada di Kabupaten Bombana cukup banyak. Tercatat sebanyak 3.379,48 ton tangkapan perikanan laut dengan nilai sekitar Rp 73.977.395
(BPS, 2014). Jumlah tersebut terbagi dalam 5 jenis komoditi yaitu : ikan, binatang berkulit keras (crustacea), binatang lunak (molusca), binatang air lainnya dan tumbuhan/rumput laut. Selain itu, total produksi dari sektor PROFIL KAWASAN KONSERVASI
42
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
budidaya ikan baik laut maupun tambak juga sangat besar. Total produksi budidaya mencapai 11.641 ton dengan nilai sekitar Rp 35.603.160.000. Diperkirakan pada tahun mendatang potensi ini dapat lebih meningkat lagi nilainya. 10) Potensi Pariwisata Kawasan wisata bahari meliputi kawasan Pulau Sagori, Pulau Bakau, Pulau Motaha, Pantai Landulu, Pantai Puurano, Pantai Lamere, Pantai Tapuahi dan Pulau Basa. Selain itu, kawasan wisata alam meliputi Goa Watuburi, Danau Ponu-ponu, Air Terjun Lameroro, Air Panas Larete, Air Terjun Sangkona, Tahiite, Gunung Watunsangia, dan Gunung Sampampolulu. Sedangkan kawasan wisata situs sejarah meliputi Benteng Tawulagi, Benteng Wasauri, Benteng Tuntuntari dan Benteng Mata Rapa. 11) Aksesibilitas Kabupaten Bombana dapat dicapai melalui jalur darat, yaitu perjalanan sekitar 6 jam dari Kota Kendari. Selain itu, Bombana juga dapat dicapai melalui jalur laut dari kota Bau-bau yang memakan waktu 12 jam. Di Rumbia terdapat pelabuhan kapal cepat dan kapal biasa yang melayani rute ke Kota Bau-bau, beroperasi hanya bila tanggal genap. Penyeberangan dari Rumbia ke Bau-bau dapat ditempuh selama 3 jam, sementara dengan kapal biasa memakan waktu 9 jam. Angkutan umum yang melayani rute dari pusat pemerintahan kabupaten ke Ibu Kota Provinsi, yakni Kendari berakhir pukul 13.00 WITA. 12) Upaya Pengelolaan Kawasan Pengelolaan kawasan perikanan di Kabupaten Bombana dibagi dalam beberapa zona pengelolaan. a) b)
Zona perikanan berkelanjutan, sekitar 17.663,429 Ha Zona pemanfaatan seluas 1.513,555 Ha, yaitu : o Zona pemanfaatan 1 seluas 891,308 Ha (di sekitar Pulau Sagori) o Zona pemanfaatan 2 seluas 622,247 Ha (di sekitar Pulau Canggoreng)
Kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) Kabupaten Bombana, meliputi : a) Daerah perairan di selatan Kecamatan Poleang Timur, Poleang Tenggara, Mataoleo dan Rumbia Tengah b) Selat Kabaena c) Daerah perairan di sebelah barat Kecamatan Kabaena Selatan dan Kabaena Barat.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
43
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
13) Peta Lokasi
Gambar 12. Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Bombana
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
44
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2.5 Kawasan Konservasi Kabupaten Kolaka 1)
Nama Kawasan : Suaka Perikanan Kabupaten Kolaka
2)
Dasar Hukum : • Pencadangan
: SK Bupati No. 200 Tahun 2013
• Rencana Pengelolaan dan Zonasi : masih berupa draft • Unit Organisasi Pengelola
: masih di bawah koordinasi dinas
kelautan dan perikanan • Penetapan
: belum diusulkan/ proses penetapan
3)
Luas Kawasan : 60.400 Ha
4)
Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan Kabupaten Kolaka terletak pada bagian barat Provinsi Sulawesi Tenggara, memanjang dari utara ke selatan pada posisi 2°00’ - 5°00’ lintang selatan dan membentang dari barat ke timur diantara 120° 45’ - 124°60’ bujur timur. Luas total wilayah daratan ±6.914,94 km² dan luas wilayah perairan (laut) yang dapat di kelola diperkirakan seluas ±15.000 km², dengan panjang garis pantai memanjang dari utara ke selatan 295,875 km yang terletak dalam kawasan perairan Teluk Bone.
5)
Status Kawasan Hasil penilaian E-KKP3K menunjukkan bahwa kawasan ini masih berada di level merah. Perlu dilakukan percepatan/upaya pembenahan terhadap efektifitas pengelolaan kawasan. Selanjutnya, hasil rekomendasi dari evaluasi E-KKP3K lebih detil adalah sebagai berikut : • •
6)
Menempatkan petugas pengelola pada kawasan konservasi Menempatkan SDM yang ditetapkan dengan SK pada unit organisasi pengelola. • Melakukan kajian untuk memastikan jumlah SDM di unit organisasi pengelola memadai untuk menjalankan organisasi. • Penyusunan dokumen rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi Target Konservasi: • Target Sumberdaya (Bioekologis)
1. Mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistem serta jasa lingkungannya secara berkelanjutan; 2. Melindungi habitat dan ekosistem penting penunjang pelestarian biota laut
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
45
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
3. Melindungi jalur migrasi mamalia laut 4. Penurunan aktivitas pemanfaatan tidak ramah lingkungan • Target Sosial, Budaya dan Ekonomi
1. Meningkatkan kesejahteraan sumberdaya laut dan pesisir
masyarakat
melalui
pemanfaatan
2. Meningkatkan sosial ekonomi masyarakat pesisir 3. Melindungi adat istiadat dan kearifan lokal yang sejalan dengan prinsip konservasi 7)
Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati Perairan Kabupaten Kolaka memiliki berbagai macam fungsi, diantaranya: konservasi, budidaya laut, kepariwisataan, usaha penangkapan ikan dan industri perikanan secara lestari. Ekosistem terumbu karang mengalami penurunan setiap tahun. Hingga tahun 2004, berdasarkan analisis citra satelit, luasan karang hidup tinggal 1.912,9 ha dan karang mati 267,11 ha. Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan penggunaan bom ikan dan racun potas (sianida) dalam menangkap ikan. Kerusakan juga akibat faktor-faktor perubahan alam, misalnya terjadinya arus panas mengakibatkan kematian polip karang yang ditandai dengan “pemutihan”, dan juga akibat adanya sedimentasi. Hasil pengukuran parameter kualitas biofisik perairan di kawasan ini memiliki kisaran sebagai berikut: -
salinitas 33-40 ppt ; pH 7-8,5 oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) 1-3 ppm suhu 29-31 °C kecepatan arus 0,08 – 0,10 m/det, kecerahan 0,2-0,4 m kandungan posfat 0,295 – 0,32 ppm kandungan nitrat 0,082 m – 0,105 kelimpahan plankton 4.050-15.525 Ind/L tipe substrat terdiri dari pasir berlumpur, pasir halus dan pasir kasar, jarak intertidal 75-200 meter
Ekosistem mangrove di Kabupaten Kolaka berdasarkan pengamatan hanya ditemukan 2 jenis mangrove dengan kondisi (kerapatan dan frekuensi) tiap jenis baik berdasarkan tingkatan pertumbuhan (semai, anakan, pohon) maupun tiap stasiun pengamatan yang bervariasi. Ekosistem karang Kolaka memiliki karakteristik koloni yang terdiri dari Acropora Branching (ACB), Acropora Submasive, Coral Branching (CB), Coral Massive (CM), Coral Foliose (CF), Coral Mushroom (CMR), Dead Coral (DC), Dead Coral Alga (DCA), Sponge (SP), Ruble (RBL), Sand (SD), Rock (RCT) dan Others (OT). PROFIL KAWASAN KONSERVASI
46
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Kondisi karang berdasarkan penutupan karang hidup, penutupan karang mati serta persentase penutupan abiotik dititik zona inti sangat bervariasi. Persentase penutupan karang hidup berkisar 2,9-68% sedangkan persentase penutupan karang mati bervariasi dari 1,2 - 92,7%. Adapun jenis ikan karang yang banyak dijumpai di kolaka berdasarkan data Bappeda (2006) terdiri atas 18 jenis ikan karang. Kesemua jenis ikan tersebut menyebar dalam rentang kedalaman 3-10 meter dengan total jumlah individu setiap stasiun bervariasi dari 36 – 64 individu. Jenis ikan karang yang dominan ditemukan adalah jenis Pomacentrus grammohynchus dengan kelimpahan sebanyak 40 individu. 8)
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Kabupaten Kolaka terdiri dari 14 kecamatan, 9 kecamatan diantaranya terletak atau berbatasan langsung dengan pesisir/laut, yaitu : Kecamatan Watubangga, Tanggetada, Pomalaa, Baula, Wundulako, Kolaka, Latambaga, Samaturu dan Wolo. Total desa/kelurahan yang terdapat pada 9 kecamatan pesisir adalah sebanyak 115 desa/kelurahan, dan 49 desa/kelurahan (42,609%) dengan luas wilayah 3.285,05 km², dan panjang garis pantai 295,5 km. Berdasarkan bentuk bentang alamnya (morfologinya) Kabupaten Kolaka dibagi menjadi 3 wilayah yaitu daratan dibagian barat (bagian pesisir), bergelombang dibagian tengah dan pegunungan di bagian timur. Ketiga bentuk bentang alam tersebut juga memanjang dari utara barat laut ke tenggara. Kondisi demikian tidak lepas dari proses pembentukan Pulau Sulawesi khususnya bagian timur yang berupa obduksi (tumbukan). Kondisi topografi yang demikian ini pula mengakibatkan banyak terdapat sungai yang mengalir dari wilayah topografi perbukitan di timur ke wilayah daratan di barat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kolaka (2013) sebagian besar masyarakat Kabupaten Kolaka bekerja dibidang pertanian dan jasa. Tercatat jumlah penduduk yang memiliki lapangan usaha dibidang pertanian sebanyak 75.949 jiwa dan bidang jasa sebanyak 46.962 jiwa.
9)
Potensi Perikanan Hasil perikanan laut Kabupaten Kolaka cukup besar seperti terlihat dalam laporan statistik. Jumlah produksi perikanan laut pada tahun 2010 mencapai 16.605 ton, tahun 2010 mencapai 18.952 ton dan ditahun 2012 meningkat menjadi 19.199 ton. Adapun budidaya perikanan Kabupaten Kolaka ditahun 2010 hanya mencapai 7.556,8 ton, tahun 2011 meningkat menjadi 23.916 ton dan ditahun 2013 meningkat drastis hingga mencapai 63.890 ton.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
47
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
10) Potensi Pariwisata Ada beberapa lokasi destinasi pariwisata yang menjadi andalan di Kabupaten Kolaka, diantaranya adalah : • Permandian alam Tamborasi • Permandian Pantai Harapan • Wisata Alam Mangolo • Wisata Goa Firdaus • Wisata Pantai Pitura • Wisata Tanjung Kayu Angin • Wisata Buru • Danau Biru • Taman Pantai Tobaku • Air Terjun Ponggi • Pasir Putih (Lelewawo) • Pantai Waesellu • Pantai Pasir Tobaku 11) Aksesibilitas Perjalanan dari Kendari ke Kolaka menghabiskan waktu lebih kurang 3 jam. “Wings Air” telah memfasilitasi tingginya minat masyarakat menuju Kolaka. Mereka membuka rute penerbangan dari Makassar menuju Kolaka dengan menggunakan pesawat ATR, dengan kapasitas penumpang lebih kurang 50 orang, dan waktu tempuh lebih kurang 50 menit. Penerbangan “Wings Air” tersebut juga terkoneksi dengan penerbangan Lion Air. 12) Upaya Pengelolaan Kawasan Pendekatan konservasi dengan melakukan zonasi, diantaranya adalah sebagai berikut : NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ZONA
Luas (ha)
Zona Inti Samaturu Zona Berkelanjutan Samaturu Zona Pemanfaatan I Zona Inti Wundulako Zona Berkelanjutan Wundulako Zona Pemanfaatan II Zona Inti Tanggetada Zona Berkelanjutan Tanggetada Zona Pemanfaatan III
732.99
Total Luas
6,3579.72
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
48
3821.76 3176.12 563.11 5081.10 1877.67 965.62 7383.17 39978.18
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
13) Peta Lokasi
Gambar 13. Peta Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Kolaka PROFIL KAWASAN KONSERVASI
49
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2.6 TWAL Kepulauan Padamarang 1)
Nama Kawasan : TWAL Kepulauan Padamarang
2)
Dasar Hukum : • Pencadangan
: Rekomendasi Gubernur KDH TK I Sulawesi Tenggara No. 521.51/2221 tanggal 10 Juni 1997 dan SK Bupati KDH TK II Kolaka No. 522.3/30/96
• Rencana Pengelolaan dan Zonasi : • Unit Organisasi Pengelola
:
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan • Penetapan
3)
: SK Menteri Kehutanan No. 94/KptsII/2003 tanggal 19 Maret 2003
Luas Kawasan : 36,000.00 Ha
4) Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan Secara geografis TWAL P. Padamarang terletak di antara 4°02'52" 4°10'42" Lintang Selatan dan 121°19'02" - 121°32'33" Bujur Timur, secara administratif pemerintahan termasuk wilayah Kecamatan Wundulako, Kabupaten Dati II Kolaka. Sedangkan secara administratif kehutanan termasuk dalam wilayah RPH Pomalaa, BKPH Mekongga, KPH Kolaka. Gugusan pulau ini terletak di Teluk Wapongga di sebelah Barat Jazirah Sulawesi Tenggara dengan batas-batas kawasan adalah: di sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Pao-Pao, sebelah Timur dengan daratan jazirah Sulawesi Tenggara, di sebelah Selatan dan Barat berbatasan dengan Teluk Bone. Kepulauan Padamarang dapat terlihat saat menyeberangi Teluk Bone dengan ferry regular Kolaka-Bajoe. Pulau-pulau yang membentuk kepulauan ini adalah Pulau Padamarang (± 80 ha), P. Lambasina Besar (± 280 ha), P Lambasina Kecil (± 80 ha), P. Lemo (± 30 ha), P. Iju (± 5 ha), P. Lima (± 5 ha), P. Maniang (± 500 ha), P. Kukusan (± 110 ha), dan Pulau Buaya (± 140 ha). Pulau Maniang, P. Buaya, P. Kukusan, dan P. Lemo merupakan wilayah pengelolaan (konsesi) dari PT. Aneka Tambang Unit Nikel Pomalaa. 5)
Target Konservasi • Target Sumberdaya (Bioekologis)
Target bioekologis di kawasan konservasi Kabupaten Konawe antara lain: 1. Melestarikan biota dan keanekaregaman hayati laut di Kabupaten Konawe PROFIL KAWASAN KONSERVASI
50
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2. Melindungi potensi perikanan di Kabupaten Konawe 3. Melestarikan potensi karang dan mangrove • Target Sosial, Budaya dan Ekonomi
Adapun target sosial budaya dan ekonomi adalah sebagai berikut :
6)
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir 2. Meningkatkan sosial ekonomi masyarakat pesisir 3. Melindungi adat istiadat dan kearifan lokal yang sejalan dengan prinsip konservasi 4. Meningkatkan dan mengembangkan potensi pariwisata di Kepulauan Padamarang Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati Terdapat dua ekosistem yaitu Ekosistem terumbu karang dengan Struktur terumbu karangnya dapat digolongkan ke dalam tipe terumbu karang tepi (fringing reef). Perairan lautnya memiliki kedalaman mencapai lebih dari 60 m. Hampir sebagian pantai dan perairan lautnya memiliki substrat pasir yang menghasilkan bentukan topografi pantai yang indah, khususnya pada daerah pantai yang berhadapan dengan laut lepas. Sedikitnya terdapat 16 spesies terumbu karang, ikan karang dan ikan hias (13 spesies), ikan konsumsi (17 spesies), moluska (14 spesies) dan rumput laut (8 spesies). Dan ekosistem pantai dengan Jenis tumbuhan yang membentuk vegetasi pantai di TWA Kepulauan Padamarang dan sekitarnya dan sekitarnya antara lain adalah cemara laut (Casuarina equisetifolia), waru laut (Hibiscus tiliaceus), putat laut (Baringtonia asiatica), nyamplung (Callophilum inophylum.), santigi (Vaccinium sp.), Beringin laut (Ficus sp.), buta-buta (Exoercartagalloca sp.), Pandan (Pandanus tectorius), dan bakau (Rhizophora sp.). Jenis satwa liar yang dijumpai antara lain : burung gosong (Megapodius sp.), angsa batu (Sula sp.), burung cikalang (Fregata andrewsi), biawak togian (Varanus togianus) dan beberapa jenis ular.
7)
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Kabupaten kolaka terdiri dari 14 kecamatan, 9 kecamatan diantaranya terletak atau berbatasan langsung dengan pesisir/laut, yaitu : kecamatan watubangga, tanggetada, pomalaa, baula, wundulako, kolaka, latambaga, samaturu dan wolo. Total desa/ kelurahan yang terdapat pada 9 kecamatan pesisir adalah sebanyak 115 desa/kelurahan, dan 49 desa/kelurahan (42,609%) dengan luas wilayah 3.285,05 km², dan panjang garis pantai 295,5 km. PROFIL KAWASAN KONSERVASI
51
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Berdasarkan bentuk bentang alamnya (morfologinya) kabupaten kolaka dibagi menjadi 3 wilayah yaitu daratan dibagian barat (bagian pesisir), bergelombang dibagian tengah dan pegunungan dibagian timur. Ketiga bentuk bentang alam tersebut juga memanjang dari utara barat laut ke tenggara. Kondisi demikian tidak lepas dari proses pembentukan pulau sulawesi khususnya bagian timur yang berupa obduksi (tumbukan). Kondisi topografi yang demikian ini pula mengakibatkan banyak terdapat sungai yang mengelir dari wilayah topografi perbukitan di timur ke wilayah daratan di barat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kolaka (2013) sebagian besar masyarakat Kabupaten Kolaka bekerja dibidang pertanian dan jasa. Tercatat jumlah penduduk yang memiliki lapangan usaha dibidang pertanian sebanyak 75.949 jiwa dan bidang jasa sebanyak 46.962 jiwa. 8)
Potensi Perikanan Perairan Kep. Padamarang dan sekitarnya dijumpai potensi sumber daya alam laut yaitu terumbu karang (16 species), ikan karang atau ikan hias (13 species), ikan konsumsi (17 species), moluska (14 jenis), dan rumput laut (8 jenis). b)
c)
d)
e)
Karang; Secara umum jenis karang yang mendominasi ekosistem terumbu karang di daerah ini adalah Acropora spp., dan Porites spp. Beberapa jenis karang yang ada merupakan biota yang dilindungi oleh CITES, seperti Seriatopora spp., Pocil/opora app., Stylopora spp., Acropora spp., Pavona spp., Fungia sp., dan Heliopora sp. Ikan karang; Jenis-jenis ikan hias yang ditemui antara lain Abudefduf sp., Acanthurus sp., Amphiprion sebal, Chaetodon spp., Chaetodonplus sp., Centropyge sp., Drephane sp., Labroides sp., Lethrinus spp., Pomachantus sp., Zebrasoma sp., dan jenis lainnya. Sedangkan jenis ikan konsumsi yang ada antara lain cakalang (Scomberomorus sp.), tuna (Tuna salbatoru), tongkol (Karsuwonus sp.), layang (Decapterus sp.), bambangan (Lutjanus sp.), kuwe (Caranx sp.), selar (Selar sp.), belanak (Mugil sp.), ekor kuning (Caesio sp.), lemuru (Sardinella sp.), manyung (Tachysurus sp.), lencam (Lethrinus sp.), kakap (Lates sp.), cumi-cumi (Eutherynus sp.), gurita (Octopus sp.) dan ubur-ubur (Rhopilana sp.). Moluska; Secara garis besar hewan lunak yang ada dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu Gastropoda dan Palecypoda. Beberapa jenis moluska yang ditemukan merupakan biota yang dilindungi, seperti kima raksasa (Tridacna gigas), kima sisik (T. squamosa), kima kecil (T. maxima), kima tapak kuda (Hippopus hippopus), kepala kambing (Cassis cornuta), siput hijau (Turbo marmoratus), dan troka (Trochus niloticus). Rumput laut; Jenis-jenis seagrass yang ditemukan antara lain Caulerpa taxifolia, Eucheuma spp., Gelidium sp., Gracilaria spp., Halimeda sp., PROFIL KAWASAN KONSERVASI
52
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
f)
g)
h)
i) 9)
Hypnea sp., dan Turbinaria sp. Jenis Gracillaria sp., Eucheuma sp., dan Hypnea sp. merupakan jenis rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Echinodermata; Jenis-jenis hewan berkulit duri yang ditemukan antara lain teripang (Holothuria atra, H. argus impatiens, H. scaraba. H. vagabunda, Mueliria lecanora, Stichopus ananas), bulu babi (Diadema setosum, Diadema sp.), bintang laut putih dan bintang laut biru, serta bintang bantal. Crustacea; Jenis udang-udangan yang ditemukan antara lain Charybdis cruciata, Panulirus dasyprus, P. versicolor (udang barong), Portunus pelagius, Phodopthalmus sp., dan Thalamita danae. Vegetasi pantai; Jenis vegetasi pantai yang dapat dikelola adalah cemara laut (Casuarina equisetifolia), waru (Hibiscus tiliaceus), putat laut (Baringtonia asiatica), nyamplung (Callophyllum inophyllum), cantigi (Vaccinium sp.), beringin laut (Ficus sp.), dan kayu buta-buta. Jenis satwa air lain yang dijumpai adalah penyu hijau (Chelonia midas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan berbagai jenis burung air.
Potensi Pariwisata Kegiatan wisata yang dapat dilaksanakan di taman laut ini berupa menyelam (diving) dan snorkling untuk menikmati keindahan terumbu karang dan ikan-ikan hias, boating, dan berkemah di Pulau Padamarang (terdapat sumber air tawar). Selain itu, ada beberapa pantai yang menjadi idola di kawasan ini diantaranya adalah : a)
Pantai Pasir, di Pulau Padamarang • Aktivitas yang bisa dilakukan dikawasan ini adalah : Sunbathing (berjemur) • Keterangan Lokasi :Panjang antara 300 m – 500 m (5 lokasi) dan Panjang antara 50 m – 250 m (8 lokasi)
b)
Pantai Pasir, di Pulau Lambasina • Aktivitas yang bisa dilakukan dikawasan ini adalah : Sunbathing (berjemur) • Keterangan Lokasi :Panjang antara 300 m – 500 m (2 lokasi) dan Panjang antara 50 m – 250 m (4 lokasi)
c)
Pantai Pasir, di Pulau Lemo • Aktivitas yang bisa dilakukan dikawasan ini adalah : Sunbathing (berjemur) • Keterangan Lokasi : Panjang antara 300 m – 500 m (1 lokasi) PROFIL KAWASAN KONSERVASI
53
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
10) Aksesibilitas Pulau Padamarang merupakan alur pelayaran ferry yang menghubungkan kota Bajoe (Sulawesi Selatan) dengan kota Kolaka (Sulawesi Tenggara) dengan frekuensi penyeberangan 3 kali sehari. Taman Laut P. Padamarang dapat dicapai dengan cara dari Kendari ke Kolaka melalui jalan darat sepanjang kurang lebih 170 km, dengan waktu tempuh sekitar 3 sampai 4 jam. Dari Kolaka dengan speedboat 45 PK (carter) selama kurang lebih 2 jam. 11) Upaya Pengelolaan Kawasan Permasalahan pokok yang dihadapi berupa penangkapan ikan dengan bahan peledak dan racun, pengambilan terumbu karang, dan pemanfaatan biota laut langka. Hal ini terus diatasi dengan melakukan penyuluhan serta koordinasi dengan Instansi terkait. Status kawasan belum ada penunjukan/penetapannya dari Menteri Kehutanan. Untuk melindungi habitat pohon cantigi pantai (Vaccinium sp.) yang langka, Sub Balai KSDA Sulawesi Tenggara merencanakan pembentukan cagar alam di sebagian wilayah daratan Pulau Padamarang. Kegiatan yang pernah dilaksanakan antara lain survey potensi sumber daya alam laut oleh Tim dari Direktorat Pelestarian Alam, Ditjen PHPA pada bulan Agustus-September 1991.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
54
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2.7 Kawasan Konservasi Kabupaten Konawe 1)
Nama Kawasan : Suaka Perikanan Kabupaten Konawe
2)
Dasar Hukum : • Pencadangan
: SK Bupati No. 225/04.DKP/ SK-PENCADANGAN/I/2013
• Rencana Pengelolaan dan Zonasi : • Unit Organisasi Pengelola Perikanan
:
• Penetapan
: Belum diusulkan penetapan
Di bawah Dinas Kelautan dan
3)
Luas Kawasan : 10.430 Ha
4)
Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan Kabupaten konawe dengan Ibukota Unaaha berjarak 73 km dari kota Kendari. Secara geografis terletak di bagian selatan khatulistiwa, melintang dari Utara ke Selatan antara 02°45’ dan 04°15’ lintang selatan, membujur dari Barat ke Timur antara 121°15’ dan 123°30’ Bujur Timur. Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut : • • • •
5)
Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat
: Provinsi Sulawesi Tengah : Kota Kendari : Kabupaten Konawe Selatan : Kabupaten Kolaka.
Status Kawasan Hasil penilaian E-KKP3K menunjukkan bahwa kawasan ini masih berada di level merah. Perlu dilakukan percepatan/upaya pembenahan terhadap efektifitas pengelolaan kawasan. Selanjutnya, hasil rekomendasi dari evaluasi E-KKP3K lebih detil adalah sebagai berikut : • •
Menempatkan petugas pengelola pada kawasan konservasi Menempatkan SDM yang ditetapkan dengan SK pada unit organisasi pengelola. • Melakukan kajian untuk memastikan jumlah SDM di unit organisasi pengelola memadai untuk menjalankan organisasi. Penyusunan dokumen rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
55
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
6)
Target Konservasi: • Target Sumberdaya (Bioekologis) Salah satu sumberdaya yang terancam di kabupaten konawe adalah hewan jenis kima yang berdasarkan peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1999 ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi. Ada 5 jenis kima yang dilindungi yaitu : tridacna crocea, tridacna derasa, tridacna gigas, tridacna maxima dan tridacna squamosa. (www.suarakendari.com) • Target Sosial, Budaya dan Ekonomi Target konservasi di bidang sosial, budaya dan ekonomi di Konawe ini antara lain: -
7)
-
Meningkatkan perekonomian masyarakat Kabupaten Konawe melalui fungsi pemanfaatan berkelanjutan di kawasan konservasi Mengurangi kerusakan biota laut di perairan Kabupaten Konawe akibat penggunaan alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan Melestarikan kearifan lokal terkait kawasan konservasi
Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati Perairan Teluk Kolono kaya akan berbagai ikan karang bernilai ekonomi tinggi seperti Kerapu, Kakap, Kuwe, Baronang, Tenggiri, Pari, Awu-awu dan Layang juga biota laut yang dikonsumsi oleh masyarakat seperti Lobster, Gurita, Cumi-cumi, dan Sotong. Selain itu, keanekaragaman hayati karang diwilayah ini juga sangat beragam.
8)
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Saat ini perekonomian Konawe banyak mengarah ke sektor pertambangan, yaitu tambang nikel. Sedangkan perekonomian di wilayah pesisir berkaitan dengan budidaya rumput laut, lobster, dan kerang mutiara. Masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir adalah masyarakat dari suku Bajo, Buton, dan Bugis
9)
Potensi Perikanan Jumlah armada perahu/kapal yang digunakan untuk penangkapan ikan tahun 2005 tercatat sebanyak 3.960 unit. Sebagian besar berupa perahu tidak bermotor, yaitu 80,37 persen atau 3.197 unit, motor tempel sebesar 15,86 persen (628 unit) dan kapal motor sebesar 3,31 persen atau 131 unit. Produksi perikanan selama tahun 2005 sebesar 20.994 ton dengan nilai 165.292,05 juta rupiah terdiri atas hasil budidaya 1474,2 ton dengan nilai 31.707,05 juta rupiah serta hasil penagkapan di laut dan perairan umum sebanyak 19.519,8 ton dengan nilai 133.585 juta rupiah, dibandingkan PROFIL KAWASAN KONSERVASI
56
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
dengan tahun 2003 yang berjumlah 20.286 ton dengan nilai 170.183 juta rupiah, terdiri atas hasil budidaya 1.387 ton dengan nilai 39.944 juta rupiah serta hasil pengkapan di laut dan perairan umum sebayak 18.899 ton dengan nilai 129.339 juta rupiah. Beberapa jenis ikan dari hasil perairan kabupaten konawe seperti cakalang, tongkol, ikan teri, ikan layang, udang dan hasil-hasil laut lainnya seperti : teripang, jamping-jamping, lola, mutiara dan agar-agar/ rumput laut. 10) Potensi Pariwisata Potensi pariwisata di kabupaten konawe cukup banyak diantaranya adalah pantai panggulawu dan pantai taipa yang terletak di konawe utara dan masih terus dapat dikembangkan. Selain itu ada kegiatan festival teluk kolono yang juga dapat menjadi acara hiburan menarik diwilayah tersebut. 11) Aksesibilitas Kabupaten Konawe berjarak sekitar 50 km dari Kendari yang merupakan pusat ibukota provinsi Sulawesi Tenggara sehingga relatif mudah diakses dan dapat dicapai dengan kendaraan darat apapun. 12) Upaya Pengelolaan Kawasan Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengelola kawasan konservasi di kabupaten konawe. Beberapa diantaranya adalah kegiatan transplantasi karang yang bertujuan untuk mengembalikan ekosistem karang yang ada. Selain itu, ada kegiatan festival teluk kolono yang dilakukan pada tahun 2014 sebagai salah satu bentuk perhatian masyarakat dan pemerintah kabupaten konawe dalam menjaga kelestarian alam laut wilayahnya.
Gambar 14. Foto Transplantasi Karang di Kabupaten Konawe PROFIL KAWASAN KONSERVASI
57
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PENUTUP
Buku profil kawasan konservasi ini merupakan salah satu upaya pengelolaan kawasan konservasi laut/perairan yang berkelanjutan dalam upaya mencapai target. Buku ini berisi informasi-informasi sebagai bagian penyampaian/kampanye konservasi laut/perairan di Indonesia agar supaya diketahui kalayak umum dan bisa menjadi panduan/acuan tentang konservasi laut/perairan. Kami ucapkan banyak terimakasih kepada seluruh Balai Taman Laut Nasional, Kawasan Konservasi Perairan Daerah yang telah banyak membantu untuk tercapainya buku ini tersusun dengan baik.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
58
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
DAFTAR PUSTAKA ------.
2014. Banggai Dalam Angka 2014. Banggai
------.
2014. Banggai Kepulauan Dalam Angka 2014. Kabupaten Banggai Kepulauan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Badan Pusat Statistik
------. 2014. Murowali Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Murowali ------. 2014. Toli-Toli Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten ToliToli ------.
2014. Parigi Montong Dalam Angka 2014. Kabupaten Parigi Montong
Badan Pusat Statistik
------. 2014. Rencana Strategis (Renstra) Penyempurnaan Tahun 2010-2014. Balai Taman Nasional Kepulauan Togean ------.2013. Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Kabupaten/Kota, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Kelautasn, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir, dan Pulau-pulau-Kecil Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.16/Men/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.30/Men/2010 Tentang Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. Siregar V at all. 2010. Informasi Spasial Habitat Perairan Dangkal dan Prndugaan Stok Ikan Terumbu Karang Menggunakan Citra satelit. SEAMEO BIOTROP dan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
PROFIL KAWASAN KONSERVASI
59
PROVINSI SULAWESI TENGGARA