Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
2015
TIM PENYUSUN Pengarah Sekretaris Jenderal KESDM M. Teguh Pamudji Penanggung Jawab Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi KESDM Agung Wahyu Kencono Ketua Kepala Bidang Analisis dan Evaluasi Data Strategis Sugeng Mujiyanto Tim Penyusun Bambang Edi Prasetyo Agus Supriadi Aang Darmawan Tri Nia Kurniasih Feri Kurniawan Khoiria Oktaviani Ameri Isra Ririn Aprillia Qisthi Rabbani Dini Anggreani Indra Setiadi ISBN: 978-602-0836-13-3 Penerbit Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110 Telp. Fax Email
: (021) 29660817 ext 1224 : (021) 29440297 :
[email protected]
Cetakan Pertama, Hak Cipta dilindungi undang – undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
i
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenan-Nya laporan mengenai “Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara)” dapat kami selesaikan. Laporan “Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara)” memberikan gambaran tentang perkembangan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun usulan rekomendasi kebijakan pengembangan industri mineral nikel yang terpadu, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagian besar data dan informasi dalam laporan ini diperoleh dari laporan berkala yang disampaikan oleh Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara KESDM, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, dan Pusdatin KESDM. Akhirul kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu penyusunan laporan ini. Diharapkan, laporan ini dapat menjadi referensi bagi pimpinan Kementerian ESDM, BUMN, dan pihak lain dalam upaya mengembangkan mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jakarta, Desember 2015 Penyusun.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
ii
UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada para profesional di bawah ini yang telah membagi waktu dan informasi yang berharga sehingga buku ini dapat diterbitkan. • • • • • • •
Ir. Darsa Permana, M. Si., Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Drs. Harta Haryadi, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Drs. Jafril, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Ir. Yudo Supriyantono, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Drs. Bambang Yuniarto, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Dr. Sumedi, S.P. Institut Pertanian Bogor Dr. Sudi Mardianto. Institut Pertanian Bogor
iii Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
RINGKASAN EKSEKUTIF Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 - 2025 diarahkan pada penciptaan nilai tambah sumber daya alam sehingga pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif dapat terwujud. Hal ini memungkinkan semua wilayah di Indonesia dapat berkembang sesuai dengan potensinya masing - masing. Pembangunan ekonomi yang dimaksud tidak dikendalikan oleh pusat namun pada sinergi pembangunan sektoral dan daerah untuk menjaga keuntungan kompetitif nasional. Dalam Undang - Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Pasal 102 dinyatakan bahwa “Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan, pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara”. sehubungan dengan hal tersebut, maka pada setiap kegiatan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara diwajibkan meningkatkan nilai tambah. Penerapan peningkatan nilai tambah ini memberikan dampak terhadap wilayah penghasil mineral mentah (dalam hal ini Provinsi Sulawesi Tenggara), dampak ini meliputi dampak positif maupun negatif. Dampak positif lebih dominan ke dampak jangka panjang sedangkan dampak negatif dominan ke dampak jangka pendek. Dampak terhadap perekonomian nasional dilihat dari investasi pabrik smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar USD 3,8 miliar atau sekitar 20,11 % dari investasi pabrik smelter secara nasional. Beroperasinya perusahaan yang membangun smelter pada tahun-tahun berikutnya, sesuai dengan studi kelayakan yang mereka buat, mengakibatkan terjadinya kenaikan pada tenaga kerja yang terlibat, baik dalam kegiatan smelter maupun penambangan. Pada tahun 2015, tenaga kerja naik menjadi 19.102 orang, dengan perincian 11.899 orang pada smelter dan 7.203 orang pada penambangan. Pada tahun 2016, naik lagi menjadi 40.773 orang, dengan perincian 27.775 orang pada smelter dan 12.998 orang pada penambangan. Sementara pada tahun 2017, angka penyerapan tenaga kerja menjadi 65.440 orang, terdiri atas 34.375 orang pada smelter dan 31.065 orang pada penambangan. Angka ini sudah melampaui jumlah tenaga kerja pada tahun 2013 ketika kebijakan PNT belum dilaksanakan, yakni 56.127 orang.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara iv
DAFTAR ISI
Tim Penyusun ............................................................................... i Kata Pengantar ............................................................................. ii Ucapan Terimakasih ..................................................................... iii Ringkasan Eksekutif ...................................................................... iv Daftar Isi ........................................................................................ v Daftar Tabel ................................................................................... vii Daftar Lampiran ............................................................................. ix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................... 1 1.2. Maksud dan Tujuan ....................................................... 3 1.3. Metodologi ..................................................................... 4 1.3.1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ................. 4 1.3.2. Pengolahan Data ................................................. 5 1.4. Landasan Hukum ............................................................ 6 BAB 2 KONDISI PROVINSI SULAWESI TENGGARA 2.1. Geografis ...................................................................... 8 2.2. Sarana dan Prasarana ................................................... 12 2.3. Kependudukan dan Angkatan Kerja .............................. 12 2.4. Kontribusi Sektor Pertambangan terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara .......................................... 13 2.5. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Provinsi Sulawesi Tenggara ....................................... 14 BAB 3 KONDISI SMELTER NIKEL DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA 3.1. Cadangan dan Sumber Daya Nikel ............................... 17 3.1.1. Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara .................... 18 3.1.2. Pola Pemenuhan Bijih Nikel ........................................... 25 BAB 4 ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN SMELTER DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA 4.1. 4.1.1. 4.1.2. 4.1.3.
Analisis Dampak Ekonomi Pembangunan Pabrik Pengolahan dan pemurnian nikel ...................................... 28 Dampak terhadap Produk Domestik Regional Bruto ......... 34 Dampak terhadap Tenaga Kerja (SDM) ............................ 42 Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga ................ 43
v Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4.1.4.
Backward Linkage (Keterkaitan ke Belakang) dan Linkage (Keterkaitam ke Depan) 4.2. Dampak Pengembangan Masyarakat 4.1.4. Backward Linkageterhadap (Keterkaitan ke Belakang) dan (CSR) Sekitar 45 Linkage (Keterkaitam keSmelter Depan) ................................................... 4.3. Dampak Pengembangan terhadap Masyarakat Pendapatan/Perekonomian 4.2. Dampak terhadap Nasional ....................................................................... (CSR) Sekitar Smelter ................................................... 47 4.4. Tabel Input-Output ......................................................... 4.3. Dampak terhadap Pendapatan/Perekonomian 4.4.1. Keterkaitan Ke Belakang (Backward Linkages)62 ........... Nasional ....................................................................... 4.4.2. Input-Output Keterkaitan Ke Depan (Forward Linkages) ..................... 73 4.4. Tabel ......................................................... 4.5. Kebutuhan Nikel dan Kondisi Perekonomian 4.4.1. Keterkaitan Ke Belakang (Backward Linkages) ........... 75Tahun 2006 Dilakukan Pengolahan (Smelter) 4.4.2. Keterkaitan Ke Sebelum Depan (Forward Linkages) ..................... 77............ 4.5.1. Skenario Alternatif I ......................................................... 4.5. Kebutuhan Nikel dan Kondisi Perekonomian Tahun 4.5.2.Sebelum Skenario Alternatif II ........................................................ 2006 Dilakukan Pengolahan (Smelter) ............ 82 4.5.1. Skenario Alternatif I ......................................................... 82 82 4.5.2. Skenario Alternatif II ........................................................ BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan .................................................................... 5.2. Rekomendasi ................................................................. BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan .................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 87 5.2. Rekomendasi ................................................................. LAMPIRAN ..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... ...................................................................... 89 LAMPIRAN ..................................................................................... ................................................................................... 90
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara vi
Daftar Gambar Gambar 1.1. Peta Koridor Ekonomi Indonesia ................................. 2 Gambar 1.2. Koridor Ekonomi Sulawesi .......................................... 3 Gambar 2.1. Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara ........... 8 9 Gambar 2.2. Kawasan Industri Prioritas Luar Jawa ....................... 10 11 Gambar 2.3. Sebaran Cadangan Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara ......................................................................................... 11 12 Gambar 2.4. Persentase penduduk usia 15+ di Provinsi Sulawesi Tenggara ......................................................................................... 13 14 Gambar 3.1. Jumlah IUP Nikel Operasi Produksi di Sulawesi Tenggara ......................................................................................... 17 18 Gambar 3.2. Peta Sebaran Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara .. 18 19 Gambar 3.3. Status IUP Nikel di Sulawesi Tenggara ...................... 19 20 Gambar 3.4. Smelter Nikel PT. Cahaya Modern Metal Industri ...... 22 Gambar 3.5. Pengerjaan Fondasi Pabrik PT. Kembar Emas Sultra 22 Gambar 4.1. Koridor Pembangunan Ekonomi Sulawesi (MP3EI) ... 30 29 Gambar 4.2. Backward linkage dan Forward linkage industri pengolahan nikel ............................................................................. 46 40 Gambar 4.3. Grafik Penggunaan Dana Comdev Sektor ESDM Tahun 2009-2013 ........................................................................... 55 46
vii Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 4.4. Rencana Investasi Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Mineral Berdasarkan Komoditas .................................................................. 65 52 Gambar 4.5. Rencana Investasi Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Mineral Berdasarkan Provinsi ...................................................................... 65 53 Gambar 4.6. Proyeksi jumlah tenaga kerja yang dapat diserap, 2014-2017 .................................................................. 66 53 Gambar 4.7. Kenaikan Ekspor Bijih Nikel (2008-2011) .................. 69 55 Gambar 4.8. Perkiraan Nilai Ekspor Mineral Tahun 2013 – 2017 ... 69 56
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara viii
Daftar Tabel Tabel 2.1. Tabel 2.2.
Cadangan Nikel Provinsi Sulawesi Tenggara ................ Jumlah Perusahaan Konstruksi di Provinsi Sulawesi Tenggara 2011-2013 ..................................................... Tabel 2.3. Kontribusi Pertumbuhan Sektoral Provinsi Sulawesi Tenggara ......................................................................... Tabel 3.1. Status IUP Nikel per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara ......................................................................... Tabel 3.2. Perusahaan yang telah Menandatangani Pakta Integritas Membangun Smelter ....................................... Tabel 3.3. Penjualan Bijih Nikel per kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara ......................................................................... Tabel 3.4. Produksi dan Konsumsi Bijih Nikel Dalam Rangka Pembangunan Smelter ................................................... Tabel 3.5. Distribusi Pasokan Bijih Nikel per Kabupaten ................. Tabel 4.1. Potensi Sumber Daya Bahan Galian Nikel Provinsi Sulawesi Tenggara ......................................................... Tabel 4.2. PDRB atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) Menurut Lapangan Usaha Tahun Dasar 2010, 2012 – 2014 ................................................................................ Tabel 4.3. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) Menurut Lapangan Usaha Tahun Dasar 2010, 2012 s.d 2014 ................................................................. Tabel 4.4. Realisasi Dana Comdev Subsektor Mineral dan Batubara Tahun 2009-2013 ............................................ Tabel 4.5. Penyaluran Program Kemitraan Berdasarkan Sektor Usaha ............................................................................. Tabel 4.6. Penyaluran Program Bina Lingkungan Berdasarkan Sektor Usaha .................................................................. Tabel 4.7. Nilai Ekspor Bijih Nikel (Perusahaan Tahap Konstruksi Tahun 2015) ................................................................... Tabel 4.8. Prakiraan Nilai Ekspor Refinery Product ........................ Tabel 4.9. Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Tiga Sektor Produksi ...................................................... Tabel 4.10. Transaksi atas Dasar Harga Pembeli, 32 Sektor (juta rupiah) ............................................................................ Tabel 4.11. Keterkaitan ke Belakang dan Keterkaitan Ke Depan ..... Tabel 4.12. Skenario Produk Biih Nikel Sulawesi Tenggara Dikonsumsi sebagian dan di ekspor sebagian/Dikonsumsi seluruhnya ...................................
ix Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
11 12 14 20 21 23 26 27 32 36 37 56 59 60 71 72 74 80 81 84
Daftar Lampiran Lampiran1. Daftar IUP Operasi Produksi yang Aktif Melaksanakan Kegiatan ..................................................................... 90 Lampiran2. Rencana Pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Nikel di Sulawesi Tenggara .................... 95 Lampiran3. Rekap Data Smelter Nikel ........................................ 97 Lampiran4. Data Rencana Produksi Smelter Nikel ..................... 99 Lampiran5. Perusahaan yang Membangun Smelter Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara 2013 .......................................... 100
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
x
xi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nikel merupakan komoditas utama sektor pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Potensi sumber daya mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara cukup besar, yaitu sebesar 97,4 miliar ton yang tersebar dalam luas 480 ribu Ha. Periode 2008-2013 telah dilakukan penambangan mineral nikel sebanyak 56,9 juta ton sehingga sumber daya yang tersedia saat ini sebanyak 97,3 miliar ton mineral nikel. Perbandingan antara produk bijih nikel dengan produk Ferronikel (FeNi) adalah sebesar 377 : 1, ini menandakan bahwa pada periode tersebut kesadaran untuk meningkatkan nilai tambah produk hasil pertambangan melalui Pengolahan dan Pemurnian masih sangat minim. Jumlah perusahaan yang mengusahakan penambangan mineral nikel sebanyak 2 KK dan 438 IUP, tersebar di beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara (Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015). Kekayaan mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara tidak didukung oleh sarana prasarana untuk meningkatkan nilai tambahnya. Kurangnya infrastruktur transportasi dan terbatasnya pasokan energi menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan. Sehubungan dengan itu, optimalisasi pemanfaatan mineral melalui pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral dapat menjadi kekuatan industri bagi Provinsi Sulawesi Tenggara. Pembangunan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral nikel harus segera diwujudkan agar dapat memajukan perekonomian Provinsi Sulawesi Tenggara khususnya serta mampu mendorong perekonomian nasional. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah sebuah pola induk Pemerintah Indonesia untuk mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi dan pemerataan kemakmuran agar dapat dinikmati masyarakat Indonesia secara merata (Gambar 1.1).
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 1
Sumber : Kemenko Perekonomian, 2011
Gambar 1.1. Peta Koridor Ekonomi Indonesia
Dalam MP3EI, Sulawesi Tenggara masuk ke dalam Koridor Sulawesi dengan tema “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan serta Pertambangan Nikel Nasional.” (Gambar 1.2). Tema pembangunan koridor ekonomi tersebut sejalan dengan potensi kekayaan yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu, Provinsi Sulawesi Tenggara ideal untuk dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus yang sedang digalakkan oleh Pemerintah.
2 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber : Kemenko Perekonomian, 2011
Gambar 1.2. Koridor Ekonomi Sulawesi
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus dengan studi kasus Provinsi Sulawesi Tenggara perlu dilaksanakan. Provinsi Sulawesi Tenggara kaya akan Sumber Daya Nikel tetapi masih belum mampu menjadi pendorong perekonomian daerah.
1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dari kegiatan Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi kasus Provinsi Sulawesi Tenggara) adalah untuk melakukan kajian kebijakan pengembangan industri mineral nikel yang terpadu khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dampak ini meliputi
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 3
dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal tersebut sejalan dengan tujuan peningkatan nilai tambah mineral bijih yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara serta sebagai dasar untuk menyusun usulan rekomendasi kebijakan pengembangan industri mineral nikel yang terpadu khususnya Provinsi Sulawesi Tenggara. Mengetahui dampak pembangunan smelter untuk dijadikan gambaran usulan rekomendasi kebijakan pengembangan industri mineral nikel.
1.3. Metodologi Kegiatan ini dilaksanakan secara swakelola oleh tim Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara) melalui studi literatur, rapat koordinasi, Focus Group Discussion (FGD) dan atau konsinyering dengan narasumber dari stakeholder terkait serta kunjungan langsung ke Provinsi Sulawesi Tenggara. Analisis yang dilakukan menggunakan model input output Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2006. Pada saat perhitungan, semua diasumsikan bahwa kondisi saat ini sama dengan kondisi tahun 2006 di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan pertimbangan, belum adanya perkembangan teknologi yang dipakai dalam mengolah produk mentah nikel. Asumsi tersebut dipakai guna untuk melakukan pendekatan perhitungan serta mengurangi bias yang dihasilkan dari perhitungan yang dilakukan. 1.3.1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam kegiatan ini adalah data sekunder. Yaitu, data yang diperoleh dari berbagai sumber (bukan melalui pengamatan langsung). Sumber data berasal dari Dinas Pertambagan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, Badan Pusat dan Statsistik Provinsi Sulawesi Tenggara, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara
4 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hasil-hasil penelitian sebelumnya dan pustaka lainnya yang terkait. 1.3.2. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis agar dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan yang sedang diteliti sehingga kita dapat membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai hasil temuan dari permasalahan yang ada. Pengolahan data dalam kegiatan Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara) menggunakan model input output. Model ini merupakan uraian statistik, disajikan dalam bentuk matriks yang menjelaskan keterkaitan transaksi antara industri barang dan jasa dalam rentang waktu tertentu. Aspek yang paling penting dalam perekonomian adalah hubungan antar industri. Hubungan ini bersifat saling terkait satu dengan yang lainnya. Output satu industri menjadi input industri lainnya. Oleh karena itu, perubahan suatu industri ikut mempengaruhi perubahan pada industri lainnya, yang artinya perubahan input bagi industri lain. Dengan demikian secara berantai pengaruh ini akan dirasakan oleh industri yang berkaitan tadi. Dari hubungan seperti itu, jelas terlihat hubungan timbal balik. Pengaruh perubahan dalam satu industri dengan industri lain akan bergerak secara berantai. Hubungan ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu : Hubungan langsung (direct effect), adalah pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh sektor yang menggunakan input dari output sektor yang bersangkutan. Misalnya, kalau industri feronikel meningkat jumlahnya (produksi diserap 100% di dalam negeri) maka permintaan akan nikel akan meningkat juga. Termasuk permintaan listrik, bahan bakar, angkutan dan sebagainya. Hubungan tidak langsung (indirect effect), adalah pengaruh terhadap industri yang outputnya tidak digunakan dalam input bagi keluaran industri yang bersamgkutan. Misalnya, pengaruh industri feronikel terhadap industri perkebunan. Hubungan sampingan, adalah pengaruh yang tidak langsung yang lebih panjang lagi jangkauannya daripada
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 5
pengaruh langsung tersebut di atas. Misalnya, peningkatan produksi feronikel akan meingkatkan pendapatan buruh industri, atau peningkatan jumlah buruh yang berarti pula peningkatan sejumlah buruh tersebut. Dengan peningkatan pendapatan ini maka permintaan atau kebutuhan beras dapat naik. Sebagai langkah akhir dari proses pengolahan data, dibutuhkan analisis dan evaluasi agar memperoleh gambaran yang lebih mendalam dari data yang diolah. Pengumpulan data melalui studi literatur, rapat koordinasi, FGD, kunjungan lapangan. Selanjutnya data diolah untuk mendapatkan usulan rekomendasi. 1.4. Landasan Hukum Analisis dan Evaluasi Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus Provinsi Sulawesi Tenggara) terkait dengan peningkatan nilai tambah mineral nikel yang juga dapat meningkatkan aspek sosial ekonomi masyarakat Sulawesi Tenggara khususnya dan nasional pada umumnya. Dasar hukum yang melatari analisis dan evaluasi ini adalah : a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat 3 : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”; b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; f. Peratuan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; g. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
6 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
h. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; i. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah melalui Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri; j. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2013 tentang Percepatan Pelaksanaan Peningkatan Nilai Tambah melalui Pengolahan dan Pemurnian; k. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025; l. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; m. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; n. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara; o. Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 39 Tahun 2013 tentang Peningkatan Nilai Tambah dan Pengendalian Ekspor Mineral dan Batubara di Wilayah Sulawesi Tenggara.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 7
BAB 2 KONDISI PROVINSI SULAWESI TENGGARA 2.1. Geografis Secara geografis, Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 02°45'-06°15' LS dan membentang dari barat ke timur di antara 120°45'-124°45' BT. Batas administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebaga berikut (Gambar 2.1):
Sumber : Sulawesitenggaraprov.go.id Gambar 2.1. Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara Utara Selatan Timur Barat
: Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan : Prov. Nusa Tenggara Timur di Laut Flores : Prov. Maluku di Laut Banda : Prov. Sulawesi Selatan di Teluk Bone
8 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Luas wilayah keseluruhan Provinsi Sulawesi Tenggara 2 2 adalah 148.140 km , dengan 74,25% (110.000 km ) berupa perairan 2 laut dan 25,75% (38.140 km ) berupa daratan. Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri atas 10 wilayah Kabupaten (Kabupaten Buton, Muna, Konawe, Kolaka, Konawe Selatan, Wakatobi, Bombana, Kolaka Utara, Buton Utara, Konawe Utara), dan dua wilayah kota (Kota Kendari dan Kota Bau-Bau). Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beberapa sungai yang melintasi hampir seluruh kabupaten/kota. Sungai-sungai tersebut pada umumnya potensial untuk berbagai keperluan, baik untuk industri, rumah tangga maupun irigasi. Daerah aliran sungai, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) Konawe Utara, melintasi Kabupaten Kolaka, dan Konawe. DAS tersebut seluas 7.150,68 km² dengan debit air rata-rata 200 m³/detik. Bendungan Wakotobi yang menampung aliran sungai tersebut, mampu mengairi persawahan di daerah Konawe seluas 18.000 ha. Selain itu, masih dapat dijumpai banyak aliran sungai di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan debit air yang besar sehingga berpotensi untuk pembangunan dan pengembangan irigasi, seperti: Sungai Lasolo di Kabupaten Konawe, Sungai Roraya di Kabupaten Bombana (Kecamatan Rumbia, dan Poleang), Sungai Wandasa dan Sungai Kabangka Balano di Kabupaten Muna, Sungai Laeya di Kabupaten Kolaka, dan Sungai Sampolawa di Kabupaten Buton. Sulawesi Tenggara yang terletak di daerah khatulistiwa dengan ketinggian pada umumnya di bawah 1.000 meter, sehingga rata-rata wilayahnya beriklim tropis. Panjang garis pantai adalah 1.470 Km serta memiliki 651 buah pulau, 290 buah pulau belum memiliki nama dan baru 85 buah pulau yang memiliki nama dan berpenghuni. Pada tanggal 8 Januari 2015, melalui Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 diterbitkan RPJMN 2015 – 2019 yang menetapkan 14 Kawasan Industri Prioritas Luar Jawa, salah satunya di Kabupaten Konawe yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 2.2).
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 9
Sumber : Buku III RPJMN 2015 s.d. 2019 Gambar 2.2. Kawasan Industri Prioritas Luar Jawa Untuk mendukung kawasan industri prioritas luar Jawa seperti yang disebutkan di atas, dibutuhkan sumber daya alam berupa mineral nikel. Mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara sangat berlimpah dan tersebar di Kabupaten Konawe Utara, Kolaka Utara, Konawe, Kolaka, Bombana, Konawe Selatan, dan Buton, dengan total luas sebaran 313.788,77 Ha (gambar 2.3). Cadangan nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebesar 97.401.593.025,72 Wmt (Tabel 2.1). Kabupaten Konawe Utara merupakan kabupaten dengan jumlah cadangan nikel terbesar, yaitu 46.007.440.652,72 Wmt dengan luasan 82.626,03 Ha.
10 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber : Bappeda Sultra
Gambar 2.3. Sebaran Cadangan Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 2.1. Cadangan Nikel Provinsi Sulawesi Tenggara CADANGAN NIKEL (W mt)
LOKASI Kab. Konawe Utara
46.007.440.652.72
Kab. Bombana
28.200.014.800,00
Kab. Kolaka
12.819.244.028,00
Kab. Konawe Selatan
4.348.838.160,00
Kab. Kolaka Utara
2.763.796.196,00
Kab. Konawe
1.585.927.189,00
Kab. Buton & Kota. Bau-‐Bau
1.676.332.000,00
TOTAL Sumber : Bappeda Sultra
97.401.593.025,72
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 11
2.2. Sarana dan Prasarana Pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana sangat dibutuhkan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Konstruksi yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dapat berupa jalan, tempat tinggal, gedung perkantoran, jembatan, dan sebagainya. Jumlah perusahaan konstruksi di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012 adalah sebanyak 2.543 perusahaan, di tahun 2013 menurun menjadi 2.481 perusahaan (Tabel 2.2). Penurunan jumlah perusahaan konstruksi ini diikuti dengan penurunan jumlah tenaga kerja. Persentasi jumlah tenaga kerja Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012 sebesar 6,40%, menurun pada tahun 2013 menjadi 5,50% (Statistika Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, 2014). Tabel 2.2. Jumlah Perusahaan Konstruksi di Provinsi Sulawesi Tenggara 2011-2013
Sumber : Statistik Indonesia, BPS Catatan : e Angka Perkiraan 2.3. Kependudukan dan Angkatan Kerja Jumlah penduduk Sulawesi Tenggara tahun 2013 berjumlah 2,36 juta jiwa. Jumlah ini diproyeksikan bertambah sebanyak 42 ribu jiwa dalam tiga tahun terakhir. Peningkatan jumlah penduduk tidak diikuti dengan laju pertambahan penduduk, pada tahun 2013 laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,81% dari sebelumnya 1,83% di tahun 2012.
12 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
2
Dengan luas wilayah sekitar 38.140 km , secara rata-rata 2 setiap km wilayah Sulawesi Tenggara ditinggali oleh 62 orang penduduk, dengan rata-rata 4 orang per rumah tangga. Pada tahun 2013, persentase penduduk usia 15+ angkatan kerja adalah sebesar 62,86%, sedangkan yang bukan angkatan kerja sebesar 21,14%, kelompok yang mengurus rumah tangga, 9,16% kelompok yang berstatus sekolah, 2,94% pengangguran, dan 3,91% kelompok lainnya (Gambar 2.4).
Sumber : Sakernas, 2013 Gambar 2.4. Persentase penduduk usia 15+ di Provinsi Sulawesi Tenggara Keterbatasan lapangan kerja menyebabkan tidak semua angkatan kerja yang tersedia terserap di pasar kerja. Selain itu, tenaga kerja di beberapa bidang telah tergantikan oleh mesin serta teknologi yang tinggi. 2.4. Kontribusi Sektor Pertambangan terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara Sektor utama perekonomian berasal dari Pertanian, Perdagangan dan Jasa - jasa. Pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor cenderung menuju ke arah positif sampai dengan tahun 2013, termasuk sektor Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh sebesar 0,63%. Hanya saja, sejak berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009, yang salah satu di antaranya mengamanatkan peningkatan nilai tambah mineral, pertumbuhan sektor Pertambangan menurun dari 43,03%
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 13
pada tahun 2012 menjadi 6,74% pada tahun 2013, menurun lagi menjadi -1,49% pada kuartal 3 tahun 2014. Dari keseluruhan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara, sektor Pertambangan memberikan kontribusi negatif, yakni sebesar -0,13% di tahun 2014 (Tabel 2.3). Tabel 2.3. Kontribusi Pertumbuhan Sektoral Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber : BI Sultra 2.5.
Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Provinsi Sulawesi Tenggara
Dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan satuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional, sehingga batasan wilayah tidak selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Bagian-bagian wilayah ini mencakup komponen biofisik alam, sumber daya buatan (infrastruktur), manusia, serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian, istilah wilayah menekankan hubungan yang sangat penting antarmanusia dengan sumber daya-sumber daya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Wilayah pengembangan seperti Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah perwilayahan untuk tujuan pengembangan ekonomi atau wilayah untuk pembangunan (development). Tujuan pembangunan ini terkait dengan lima kata kunci, yaitu: 1) pertumbuhan; 2) penguatan keterkaitan; 3) keberimbangan; 4) kemandirian; 5) keberlanjutan.
14 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Pengertian pembangunan dalam sejarah dan perkembangannya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada: 1) penekanan pertumbuhan ekonomi, 2) penekanan pertumbuhan dan kesempatan kerja, 3) penekanan pertumbuhan dan pemerataan, 4) penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), 5) penekanan pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan 6) penekanan pembangunan berkelanjutan (suistainable development). Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan ekonomi wilayah (provinsi) di Indonesia sangat beragam, karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan kesempatan kerja dan produktivitas (Mercado, 2002). Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002), prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan ekonomi wilayah (provinsi) di Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Sebagai pusat pertumbuhan (growth center). Pengembangan wilayah (provinsi) tidak hanya bersifat internal wilayah (provinsi), namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spread effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah (provinsi) sekitarnya, bahkan secara nasional. 2) Pengembangan wilayah (provinsi) memerlukan upaya kerja sama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah (provinsi). 3) Pola pengembangan wilayah (provinsi) bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan. Dalam pengembangan wilayah (provinsi), mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan wilayah (provinsi). Dalam pemetaan strategi pengembangan wilayah (provinsi) satu wilayah (provinsi) pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di dalam pelaksanaannya (Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi, 2003).
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 15
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam terutama mineral nikel. Kekayaan mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara diharapkan mampu menjadi pemicu bagi pengembangan ekonomi. Dalam konteks internasional, perekonomian dunia yang bergerak cepat, seperti globalisasi dan pasar bebas yang menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika sosial, politik, dan budaya, mengakibatkan kebutuhan terhadap berbagai komoditi, termasuk komoditi mineral nikel dapat memacu pertumbuhan ekspor di negara pemilik sumber daya mineral. Berdasarkan pertimbangan di atas, pengembangan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan bagian penting dalam pembangunan suatu negara, provinsi, kabupaten/ kota untuk menghadapi persaingan perubahan ekonomi wilayah yag baik dengan mempertimbangkan aspek sumber daya yang dimiliki, aspek internal, sosial, dan pertumbuhan ekonomi.
16 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
BAB 3 KONDISI SMELTER NIKEL DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA 3.1. Cadangan dan Sumber Daya Nikel Mengingat banyaknya batuan yang termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Bagian Timur, yang didominasi oleh batuan ultrabasa, maka Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi endapan mineral logam yang sangat erat kaitannya dengan batuan tersebut, yaitu mineral-mineral logam dasar, seperti nikel, besi, dan kromit. Berdasarkan batuan pembawanya (batuan ultrabasa), endapan nikel di daerah ini memiliki sebaran yang meliputi beberapa kabupaten, yaitu Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton, dan Kota Bau-Bau (Gambar 3.1).
5
1 1
4 3
Kab. Buton
Kab. Bombana Kab. Konawe
Kab. Konawe Utara
Kab. Konawe Selatan
1 8
1 7
Sumber : Puslitbang Tekmira ESDM
8
Kab. Kolaka
Kab. Kolaka Utara Kota Bau-‐bau
Lintas Kabupaten Lintas Propinsi
Gambar 3.1.
Jumlah IUP Nikel Operasi Produksi di Sulawesi Tenggara
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 17
Luas sebaran endapan nikel diperkirakan mencapai 480.032,13 Ha, dengan status kawasan 283.561,84 Ha (59%) masuk kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), 170.300 Ha (35%) kawasan Hutan Lindung (Hl), dan 26.170, 28 Ha (5%) masuk dalam kawasan Hutan Konservasi. Dalam upaya pengembangan Sulawesi Tenggara sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dengan sektor pertambangan sebagai salah satu sektor strategis, maka empat dari tujuh kabupaten yang menjadi alternatif untuk pembangunan industri pertambangan adalah Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka Utara, dan Kolaka (Gambar 3.2).
Sumber : Bappeda Prov. Sultra
Gambar 3.2. Peta Sebaran Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara 3.1.1. Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sumber daya nikel cukup besar. Dari jumlah izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan masing-masing Kabupaten/Provinsi sebanyak 528 IUP, 350 IUP (66%) adalah IUP nikel. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi oleh kegiatan usaha nikel (Gambar
18 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
3.3). IUP nikel terbanyak ada di Kabupaten Konawe Utara, dan di posisi kedua berada di Kabupaten Kolaka Utara, berikutnya Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton, serta sedikit di Kabupaten lainnya.
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Jumlah IUP
Sumber : Puslitbang Tekmira ESDM
Gambar 3.3. Status IUP Nikel di Sulawesi Tenggara Jumlah IUP nikel yang masih aktif melakukan kegiatan produksi per Oktober 2013 hanya 61 IUP (17%), status operasi produksi 166 IUP (47%), dan eksplorasi 184 IUP (52%). Ada enam daerah yang banyak memiliki IUP nikel, yaitu Kabupaten Konawe Utara 157 IUP dengan operasi produksi aktif sebanyak 14 IUP, Kolaka Utara 50 IUP dengan 10 IUP operasi produksi aktif, Kabupaten Konawe 46 IUP dengan tiga IUP operasi aktif, Kabupaten Kolaka 31 IUP dengan 15 IUP-nya berstatus IUP operasi aktif, Kabupaten Konawe Selatan 29 IUP dengan tiga IUP operasi aktif dan Bombana 19 IUP dengan 4 IUP operasi aktif (Tabel 3.1).
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 19
Tabel 3.1. Status IUP Nikel per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kabupaten /Daerah Buton Bombana Butur Muna Konawe Konawe Utara Konawe Selatan Kolaka Kolaka Utara Bau bau Lintas Kabupaten Lintas Provinsi Kontrak karya Jumlah
Jumlah IUP 78 86 14 3 54
IUP Nikel 11 19 1 1 46
Operasi Produksi 5 11
Operasi Produksi Aktif 5 4
12
3
Eksplorasi 6 8 1 1 34
159
157
71
14
86
31 35 60 3
29 31 50 2
12 27 26 1
8 16 10
17 4 24 1
3
1
1
1
0
1
1
1 528
1 350
1 166
61
1 184
Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013, luas wilayah IUP nikel yang aktif melakukan kegiatan produksi mencapai 118.186 Ha (atau 118 2 Km ), berarti hanya 0,3% dari luas daratan Sulawesi Tenggara (38.140 km2). Daerah yang paling luas digunakan untuk kegiatan penambangan adalah Konawe Utara (42.441Ha) dan Kolaka (8.864 Ha). Dari jumlah IUP operasi produksi aktif dan telah menandatangani pakta integritas membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel ada tujuh perusahaan (Tabel 3.2). Tiga perusahaan yang telah mempunyai kemajuan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel per 30 September 2013, adalah PT. Cahaya Modern Metal Industri, PT. Kembar Mas dan PT. Cinta Jaya.
20 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 3.2. Perusahaan yang telah Menandatangani Pakta Integritas Membangun Smelter Perusahaan PT Cahaya Modern Metal Industri PT Kembar Mas PT BMS Group PT Jilin Smelting Indonesia PT Jian Metal Indonesia PT Elit Kharisma Utama PT Cinta Jaya
Investasi
Mineral
Smelter Smelter Smelter Smelter Smelter Smelter Smelter
Nikel Nikel Nikel Nikel Nikel Nikel Nikel
Kabupaten Konawe Konawe Utara Konawe Utara Bombana Konawe Utara Konawe Utara Konawe Utara
Terkait dengan peraturan larangan ekspor bijih nikel, maka di Provinsi Sulawesi Tenggara ada 20 perusahaan yang akan membangun smelter nikel (Lampiran 1). Di antara keduapuluh perusahaan tersebut, ada enam perusahaan dengan tingkat kemajuan pembangunan smelter mencapai di atas 30%, yaitu PT. Jilin Metal, PT. Bintang Smelter Indonesia di Konawe Selatan; PT. Cahaya Modern Metal Industri di Konawe; PT. Kembar Emas Sultra, PT. Karyatama Konawe Utara di Konawe Utara; PT. Bhinneka Sekarsa Adidaya di Kolaka Utara. Selain itu, ada tujuh perusahaan yang telah menandatangani pakta integritas membangun smelter per tanggal 26 april 2013. Ketujuh perusahaan tersebut tersebar di tiga kabupaten, yaitu Konawe Utara lima perusahaan, Konawe satu perusahaan, dan Bombana satu perusahaan. Salah satu perusahaan yang telah menandatangani fakta integritas untuk membangun smelter adalah PT Cahaya Modern Metal Industri di Kabupaten Konawe telah mencapai lebih dari 60% (Gambar 3.4).
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 21
Gambar 3.4. Smelter Nikel PT. Cahaya Modern Metal Industri Sedangkan PT Kembar Emas Sultra, yang juga telah menandatangani fakta integritas, baru menyelesaikan pembangunan smelter-nya sekitar 30%, atau tahap pengerjaan konstruksi (Gambar 3.5).
Gambar 3.5. Pengerjaan Fondasi Pabrik PT. Kembar Emas Sultra
22 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Apabila diasumsikan bahwa penjualan bijih nikel identik dengan jumlah yang diproduksi, maka jumlah produksi nikel selama periode 2012-2013, atau sampai sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih nikel bulan Januari 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.3. Pada Tabel tersebut menunjukkan tingkat penjualan bijih nikel pada tahun 2012 sebesar 18,678,250 ton, dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan yang mencapai 29,431,002 ton, atau mengalami peningkatan sebesar 58%. Secara nominal kenaikan produksi paling tinggi adalah di Kabupaten Konawe Selatan dan Konawe Utara yang masing-masing mengalami kenaikan 4,898,505 ton dan 3,448,050 ton (Tabel 3.3). Tabel 3.3. Penjualan Bijih Nikel per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara No
Kabupaten
Tahun
Kenaikan
1 2
Konawe Utara Buton
2012 5,707,841 842,014
2013 9,155,891 1,252,714
Nominal 3,448,050 410,700
% 60 49
3 4
Kolaka Utara Bombana
3,043,410 562,382
4,239,776 1,094,568
1,196,366 532,186
39 95
5 6 7
Konawe Selatan Konawe Kolaka
2,618,297 56,758 3,458,715
7,516,802 3,547,825
4,898,505 -56,758 89,110
187 -100 3
8
Prov. Sultra Jumlah
2,388,833 18,678,250
2,623,426 29,431,002
234,593 10,752,752
10 58
Sebagian sumber daya nikel di Sulawesi Tenggara sudah diolah oleh PT Aneka Tambang di Kolaka yang menghasilkan FeNi, dan satu perusahaan di Konawe yang menghasilkan nickel pig iron (NPI). Sebagian besar produksi bijih nikel yang diproduksi tersebut diekspor ke Tiongkok dan Jepang. Ironisnya, untuk memenuhi kebutuhan nikel dalam negeri, Indonesia harus mengimpor kembali nikel yang sudah diolah di Jepang. Pengembangan industri pengolahan pemurnian nikel, seperti antara lain melalui proses dapat meningkatkan nilai tambah kekayaan nikel bagi perekonomian daerah dan nasional. Ada
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 23
beberapa teknologi proses pengolahan dan pemurnian nikel selain menggunakan proses mond, seperti pengolahan biji nikel laterit dan peningkatan perolehan total nikel dan kobal pada proses leaching bijih nikel laterit. Pada saat ini sudah ada teknologi pengolahan dan pemurnian nikel berkadar rendah yang dapat menjadi peluang untuk mengolah bijih nikel. Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Sulawesi Tenggara, dengan kandungan nikelnya lebih kecil dari 2% dan belum termanfaatkan dengan baik. Proses pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah pada bijih nikel laterit jenis limonit dan jenis saprolit telah berhasil dilakukan. Selain itu, telah ditemukan cara untuk memperbaiki kinerja proses leaching dengan AAC (Ammonia Ammonium Carbonate) terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang kandungan magnesiumnya sampai 15%, yaitu dengan penambahan bahan aditif baru seperti kokas dan garam NaCl yang digabungkan dengan aditif konvensional sulfur ke dalam pellet. Dengan mengolah bijih nikel menjadi ferronickel, harganya dapat meningkat dari USD55/ton menjadi USD232/ton, atau meningkatkan nilai komoditi sekitar 400%. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya nikel sampai ke proses pengolahannya harus memperhatikan berbagai faktor, yaitu pasokan bijih nikel, pasokan energi, dan kemudahan - kemudahan utama lainnya yang diperlukan oleh investor maupun calon investor yang akan membangun smelter. Jika smelter berdiri, maka akan ada tambahan pemasukan bagi negara sebesar 300%, ketimbang nikel hasil tambang diekspor dalam bentuk bijih. Smelter yang akan dibangun juga bakal menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, produksi tambang juga lebih terkendali, memacu industri hilir karena ketersediaan bahan baku dalam negeri, serta mengurangi kerusakan lingkungan karena mineral yang tidak dimanfaatkan dapat dikembalikan. Smelter yang akan dibangun juga akan memberikan efek berantai yang positif di sektor perekonomian, dengan adanya pemasok dan industri-industri ikutannya, dan pastinya meningkatkan lapangan kerja. Selain itu, akan terjadi pemerataan perekonomian, karena industri tidak hanya terpusat di Jawa tapi juga di daerahdaerah lain.
24 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Bijih nikel baru sebagian kecil yang diolah menjadi ferronikel dan nikel matte, sedangkan sebagian besar masih diekspor dalam bentuk bijih sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih mineral. Perlu adanya investasi untuk pengembangan industri smelter ferro nikel atau produk olahan lainnya, misalnya minimal untuk pemrosesan crude ferro nickel (5-10% Ni), yang selanjutnya dapat diproses menjadi ferro nickel seperti yang dilakukan PT Aneka Tambang. Berdasarkan kuesioner dan wawancara dengan pemilik IUP nikel di Sulawesi Tenggara, diperoleh informasi bahwa sebagian besar IUP kecil tidak akan membangun smelter dan mereka mengharapkan ada investor untuk membangun smelter yang kebutuhan bijih nikelnya dipasok dari IUP-IUP kecil tersebut. Permasalahan yang dihadapi para pemegang IUP kecil adalah keterbatasan kemampuan finansial untuk membangun smelter, jumlah cadangan dan teknologi. 3.1.2. Pola Pemenuhan Bijih Nikel Pola pemenuhan bijih nikel untuk smelter di Sulawesi Tenggara berdasarkan pada rencana pembangunan smelter dan kebutuhan bijih, jumlah IUP produksi bijih, dan jumlah cadangan. Jumlah perusahaan yang sudah dan merencanakan membangun smelter nikel adalah sebanyak 20 perusahaan dan jumlah IUP aktif produksi sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih adalah tersebar di Konawe Selatan lima smelter delapan IUP, Konawe Utara delapan smelter 14 IUP, Kolaka Utara tiga smelter 10 IUP, Bombana dua smelter empat IUP, Kolaka satu smelter 16 IUP, dan Konawe satu Smelter 3 IUP. Jumlah serapan bijih nikel dari rencana smelter tersebut adalah sebanyak 16.821.000 ton per tahun dengan kadar Ni berkisar antara 1,1 - 1,9%. Di sisi lain jumlah rata - rata produksi nikel per tahun di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 21.576.875 ton, maka jumlah bijih nikel yang tidak terserap per tahun sebanyak 8.805.409 ton. Apabila dirinci sesuai dengan rencana pembangunan smelter, maka serapan bijih untuk smelter di masing-masing daerah adalah di Konawe Selatan sebanyak 4.671.000 ton, Konawe Utara 3.840.000 ton, Kolaka Utara 1.900.000 ton, Bombana 2.060.000 ton, Kolaka 3.500.000 ton, dan Konawe 850.000 ton. Apabila dikaitkan dengan jumlah IUP yang aktif melakukan kegiatan produksi (60 IUP) dan tingkat konsumsi bijih nikel pada smelter di masing-masing daerah, menunjukkan adanya potensi kelebihan pasokan sebesar
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 25
8.805.409 ton/tahun. Kelebihan pasokan ini hanya memperhatikan jumlah IUP yang aktif melakukan kegiatan produksi dan belum termasuk potensi pasokan bijih nikel dari IUP produksi tidak aktif yang jumlahnya mencapai 164 IUP (Tabel 3.4). Tabel 3.4. Produksi dan Konsumsi Bijih Nikel Dalam Rangka Pembangunan Smelter Jumlah IUP Kabupaten
Produksi (ton)
Kapasitas (ton)
Kelebihan Pasokan (ton)
Produksi tidak aktif
Produksi Aktif
Konawe Utara
71
14
7.431.866
3.840.000
3.591.866
Buton
5
5
1.047.364
0
1.047.364
Kolaka Utara
26
10
3.641.593
1.900.000
1.741.593
Bombana Konawe Selatan Konawe
11
4
828.475
2.060.000
1.231.525
12
8
5.067.549
4.671.000
396.549
12
3
56.758
850.000
793.242
Kolaka
27
16
3.503.270
3.500.000
3.270
60
21.576.87 5
1.6821.00 0
8.805.409
Jumlah
164
Kelebihan pasokan bijih nikel mengindikasikan ada beberapa IUP aktif produksi tidak melakukan kegiatan penambangan karena perusahaan smelter pada umumnya bekerja sama dengan IUP - IUP besar (grup) dan belum menyentuh pada IUP - IUP kecil. Untuk mengatasi permasalahan ini ada tiga skenario yang dapat ditempuh, yaitu: a. Mendistribusikan keseluruhan potensi kosumsi bijih nikel untuk smelter kepada seluruh IUP aktif produksi secara merata untuk masing-masing wilayah. b. Membangun smelter pada wilayah yang kelebihan pasokan bijih. c. Memasok bijih nikel di suatu daerah ke wilayah yang kekurangan pasokan. Untuk skenario a, distribusi bijih nikel pada umumnya dapat dipenuhi oleh daerah setempat, kecuali daerah Bombana dan Konawe yang kekurangan pasokan, maka pemenuhan bijihnya dapat dipenuhi dari IUP dari luar daerah atau dari IUP Produksi (pasif) daerah setempat. Sedangkan di daerah Buton ada lima IUP
26 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
produksi aktif, empat di antaranya dimiliki oleh PT Arga Morini Indah (empat IUP) dengan luas lahannya mencapai 3.883 Ha, cukup potensial membangun smelter atau kerja sama dengan investor lain, sehingga produksi bijih nikel dari IUP di wilayah ini dapat dapat ditampung oleh smelter tersebut. Skenario b dapat dicapai melalui konsorsium antara para pemilik IUP produksi aktif/pasif skala kecil atau para pemilik IUP kecil dengan calon investor (custom plant). Konsorsium pembangunan smelter dapat dilakukan melalui pengumpulan modal dari masing-masing pemilik IUP, dan setiap IUP dapat memasok bijih nikel yang disesuaikan dengan rasio kontribusi modal yang diserahkan untuk membangun smelter tersebut. Skenario c dapat dilakukan dengan memasok bijih nikel dari suatu daerah ke daerah yang mempunyai kekurangan pasokan (Tabel 3.5), seperti Kabupaten Bombana yang memiliki 4 IUP aktif produksi dengan kemampuan memasok bijih nikel hanya 828.475 ton/tahun, tetapi potensi konsumsinya mencapai 2.060.000 ton/tahun. Demikian juga dengan Kabupaten Konawe yang memiliki tiga IUP aktif produksi dengan kemampuan memasok bijih nikel hanya 56.758ton/tahun, tetapi potensi konsumsinya mencapai 850.000 ton/tahun. Tabel 3.5. Distribusi Pasokan Bijih Nikel per Kabupaten Kabupaten Konawe Utara Buton Kolaka Utara Bombana Konawe Selatan Konawe Kolaka Jumlah
Jumlah IUP Produksi Aktif 14 5 10 4
Potensi konsumsi (ton)
Bagian Pasokan per IUP (ton)
3.840.000 0 1.900.000 2.060.000
274.285 0 190.000 515.000
8
4.671.000
583.875
3 16 60
850.000 3.500.000 16.821.000
283.333 218.750 2.065.243
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 27
BAB 4 ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN SMELTER DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA 4.1.
Analisis Dampak Ekonomi Pengolahan dan Pemurnian Nikel
Pembangunan
Pabrik
Koridor Pembangunan Ekonomi Sulawesi Tenggara Dalam rangka mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, salah satu strategi utama yang digunakan adalah mengembangkan koridor-koridor ekonomi melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan di setiap pulau/kepulauan dengan mengembangkan klaster industri berbasis sumber daya alam. Mengingat Indonesia terdiri atas ribuan pulau dengan berbagai kekhasan yang dimilikinya, terutama ditinjau dari aspek kekayaan sumber daya alam, penduduk, tingkat pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, dan lokasi demografi, maka percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dibagi dalam enam Koridor Ekonomi (KE). Keenam KE tersebut adalah: a. KE Sumatera; b. KE Jawa c. KE Kalimantan; d. KE Sulawesi dan Maluku Utara; e. KE Bali – Nusa Tenggara; f. KE Papua – Maluku. Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk ke dalam KE Sulawesi dan Maluku Utara, di samping Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo, dengan tema pengembangan adalah “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan dan Perikanan Nasional”, dan fokus pada pertambangan nikel untuk diolah menjadi bahan komoditi ekspor setengah jadi dan komoditi produk jadi (Gambar 4.1). Dengan demikian terlihat bahwa KE Sulawesi dan Maluku Utara
28 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
memang bertumpu kepada hasil-hasil tambang yang patut dikembangkan, khususnya sumber daya dan cadangan tambang nikel yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi dan Maluku Utara yang cukup besar. Rencana Pabrik Pengolahan dan Pemurnian (Smelter) Nikel Di Provinsi Sulawesi Tenggara Tambang nikel merupakan andalan utama Provinsi Sulawesi Tenggara, yang mampu meningkatkan perekonomian daerah. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Minerba KESDM tahun 2015 dan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, ada dua puluh lima perusahaan besar yang yang akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara dan seluruhnya akan beroperasi mulai pada tahun 2018, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
PT. Cahaya Modern Metal Industri PT. Antam Fe-Ni PT. Antam Pomala (Ekspansi) PT. Macika Mada Madana PT. Integra Mining Nusantara PT. Karyatama Konawe Utara PT. Sambas Mineral Mining PT. Putra Mekongga Mining PT. Stargate Pacipic Resources PT. Jilin Metal Indonesia (Billy Group) PT. Bososi Pratama PT. Cinta Jaya PT. Bhineka Sekarsa Adidaya PT. Cipta Djaya Surya PT. Elit Kharisma Utama PT. Konawe Nikel Nusantara PT. Kembar Emas Sultra PT. Riota Jaya Lestari PT. Sriwijaya Raya PT. Bola Dunia Mandiri PT. Surya Saga Utama PT. Bintang Smelter Indonesia (Ifishdeco) PT. Dharma Rosadi Internasional PT. Pulau Rusa Tamita PT. Tristaco Mineral Makmur.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 29
Terbitnya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan proses pengolahan dan pemurnian bagi berbagai jenis mineral termasuk mengolah nikel menjadi nikel mate, logam paduan, logam nikel, dan lain-lain, sebelum diekspor, di satu sisi akan membuka peluang bagi peningkatan penyerapan tenaga kerja dan PAD melalui pembangunan pabrik pengolahan/pemurnian nikel tersebut, namun di sisi lain diperlukan upaya untuk pengadaan energi dalam rangka mengoperasikan pabrik pengolahan/pemurniannya, di samping perbaikan/ pengadaan infrastruktur. Sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara beserta pemerintah kabupaten/ kota agar nikel dapat dijadikan andalan bagi Provinsi Sulawesi Tenggara. Dari 25 pabrik pengolahan dan pemurnian nikel, ada 20 pabrik pengolahan yang sudah siap berproduksi.
Sumber : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011.
Gambar 4.1. Koridor Pembangunan Ekonomi Sulawesi (MP3EI)
30 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Di bidang energi, tidak terlalu banyak potensi yang dapat dikembangkan, sebab Provinsi Sulawesi Tenggara tidak memiliki sumber daya energi yang besar (sektor pengadaan listrik dan gas hanya 0,03% dari struktur PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2014). Potensi batubara yang dimiliki Provinsi Sulawesi Tenggara tidak terlalu signifikan untuk memasok kebutuhan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel. Padahal, pengolahan nikel menjadi nikel mate, logam paduan, logam nikel, dan lain-lain memerlukan energi yang sangat besar, sehingga mau tidak mau Provinsi Sulawesi Tenggara terpaksa harus membangun sumber daya energi untuk mendukung pabrik pengolahan dan pemurnian nikel tersebut atau mendatangkan sumber energi dari luar Provinsi. Atas dasar kenyataan di atas, pengembangan industri pengolahan nikel menjadi nikel mate, logam paduan, logam nikel, dan lain-lain di Provinsi Sulawesi Tenggara memerlukan upaya dan kerja keras, baik dari Pemerintah Pusat maupun pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, agar mampu secepatnya merealisasikan rencana pabrik pengolahan dan pemurnian. Untuk itu kebijakan yang dapat mendorong investor baru atau meningkatkan investasi yang sudah ada, terutama dalam penyediaan energi, menjadi prasyarat utama dalam mewujudkan rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian tersebut.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 31
32 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Kab Konawe Selatan
Kab Kolaka Utara
4
5
97.401.593.025,72
1.585.927.189,00
1.676.332.000,00
2.763.796.196,00
4.348.838.160,00
28.200.014.800,00 12.819.244.028,00
46.007.440.652,72
Sumber Daya (Ton)
Sumber : Dinas Pertambangan ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015
7 8
6
Kab Bombana Kab Kolaka
2 3
Kab Buton dan Kota BauBau Kab. Konawe Lintas Kabupaten Jumlah
Kab Konawe Utara
Kabupaten
1
No
40.000,00 2.568.344,00 56.962.709,19
2.035.966,00
6.654.418,29
8.007.223,00
5.335.801,00 16.071.935,90
16.249.021,00
Total Produksi Periode 2008 - 2013
97.344.630.316,53
1.585.887.189,00
1.674.296.034,00
2.757.141.777,71
4.340.830.937,00
28.194.678.999,00 12.803.172.092,10
45.991.191.631,72
Sumber Daya Tersisa (Ton)
Tabel 4.1. Potensi Sumber Daya Bahan Galian Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara
Ni=1,8-2%; Fe=18,03-16,25%
Ni=2-2,07%; Fe=20,10-34%
Ni=2,17%; Fe=34% Ni=2,11-2,13%; Fe=21,9623,03% Ni=1,76-1,9%; Fe=18,120,18%
Ni=1,91-2,4%; Fe=14,0717,47%
Kadar Hasil Uji Laboratorium Sampel Bahan Galian
Dampak Ekonomi Pabrik Pengolahan Dan Pemurnian Nikel Sesuai amanat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri sebagai bagian dari upaya meningkatkan nilai tambah mineral dan/atau batubara (Pasal 102 dan Pasl 103 ayat (1)). Khusus untuk mineral nikel, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Di Dalam Negeri, menjelaskan bahwa mineral nikel wajib dimurnikan terlebih dulu sebelum dijual ke luar negeri. Ini berarti mineral nikel harus diekspor dalam bentuk logam, bukan konsentrat. Oleh karena itu, pembangunan smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara akan menghasilkan logam nikel dalam bentuk nikel mate, logam paduan, logam nikel, dan lain-lain. Dengan adanya rencana pembangunan pabrik pengolahan (smelter) nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara akan memberikan dampak, baik positif maupun negatif, bagi wilayah tersebut. Dampak positif dari rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel terhadap ekonomi dan sosial di Provinsi Sulawesi Tenggara secara langsung akan mengakibatkan meningkatnya kegiatan perekonomian dan pembangunan daerah termasuk masyarakat di dalamnya, sehingga akan menyebabkan: 1. meningkatnya perekonomian daerah berupa peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); 2. bertambahnya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan (meningkatnya lapangan pekerjaan); 3. adanya peningkatan pendapatan setiap rumah tangga; 4. adanya pengaruh keterkaitan dari kegiatan ekonomi backward linkage (pengaruh keterkaitan kebelakang) maupun forward lingkage (pengaruh keterkaitan ke depan). Adapun dampak negatif yang mungkin muncul adalah: 1. kehilangan pendapatan sementara dari sektor pertambangan karena berhentinya kegiatan tambang, hingga pabrik pengolahan selesai dan produksi dimulai (comissioning); 2. terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sementara hingga pabrik pengolahan selesai, sehingga terdapat angka pengangguran terhadap tenaga kerja langsung dan tidak langsung untuk sementara;
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 33
3. laju pertumbuhan ekonomi bawah terhambat disebabkan CSR/ Comdev dari yang selama ini diperoleh dari perusahaan tambang untuk sementara berhenti; 4. untuk sementara terjadi keresahan sosial dari masyarakat yang selama ini hidup tergantung dari pekerjaan tambang; 5. terganggunya pasar dunia yang selama ini tergantung kepada bahan mentah Indonesia. 4.1.1.
Dampak terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha ekonomi dalam suatu negara selama satu tahun, termasuk hasil produksi dan jasa yang dihasilkan perusahaan/orang asing yang berada di negara bersangkutan. Sedangkan pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha ekonomi dalam wilayah/kabupaten/kota/provinsi selama satu tahun, termasuk hasil produksi dan jasa yang dihasilkan perusahaan/ orang asing yang berada di wilayah bersangkutan. PDB maupun PDRB, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan, merupakan indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu. a) PDB maupun PDRB atas dasar berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun untuk mengetahui pergeseran dan struktur ekonomi wilayah/kabupaten/kota/provinsi/negara bersangkutan; b) PDB maupun PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun wilayah/kabupaten/kota/provinsi/ negara bersangkutan. Berdasarkan harga konstan tahun 2010, pada tahun 2012, pendapatan regional bruto Provinsi Sulawesi Tenggara tercatat sebesar Rp59,78 triliun. Dengan jumlah penduduk sebanyak 2.345.465 jiwa, maka pendapatan perkapita sebesar Rp25.489.785. Di tahun 2013, pendapatan regional meningkat
34 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
menjadi Rp64,27 triliun dan jumlah penduduk menjadi 2.369.713 jiwa, sehingga pendapatan perkapita sebesar Rp26.817.472. Pada tahun 2014, pendapatan regional meningkat lagi menjadi Rp68,30 triliun dan jumlah penduduk sebanyak 2.448.081 jiwa, sehingga pendapatan perkapita sebesar Rp27.898.883 (lihat Tabel 4.2). Selama tiga tahun terakhir (2012 - 2014), perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara menunjukkan pertumbuhan ratarata 6,26% setiap tahunnya. Dari Tabel 4.1 dapat diketahui Sektor Pertambangan memberikan kontribusi paling tinggi kedua setelah Sektor Pertanian dan Kehutanan, sementara sektor penyumbang terkecil adalah Sektor Pengadaan Listrik dan Gas. Jika melihat pertumbuhan ekonomi ini, maka angka pertumbuhan di Provinsi Sulawesi Tenggara lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,02%, meski pangsa sumbangan Provinsi Sulawesi Tenggara masih relatif kecil terhadap perekonomian nasional yang besarnya rata-rata sudah mencapai angka Rp2.000 triliun lebih, yaitu hanya sebesar 0,54%.
Berdasarkan harga berlaku menurut lapangan usaha, pada tahun 2012, pendapatan regional bruto Provinsi Sulawesi Tenggara tercatat sebesar Rp64,69 triliun. Dengan jumlah penduduk sebanyak 2.345.465 jiwa, maka pendapatan perkapita sebesar Rp 27.582.584. Di tahun 2013, pendapatan regional meningkat menjadi Rp71,04 triliun dan jumlah penduduk 2.369.713 jiwa, sehingga pendapatan perkapita sebesar Rp29.641.133. Pada tahun 2014, pendapatan regional meningkat lagi menjadi Rp78,62 triliun dan jumlah penduduk sebanyak 2.448.081 jiwa, sehingga pendapatan per kapita sebesar Rp32.115.109 (lihat Tabel 4.3).
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 35
36 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Ket : 2012: Angka Sementara; 2013: Angka Sangat Sementara; 2014: Angka Sangat-Sangat Sementara
PDRB Perkapita ADHB Tahun Dasar 2010 (rupiah)
Penduduk Pertengahan Tahun
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO SULAWESI TENGGARA
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2
Lapangan Usaha
1
No
2.396.713 26.817.472
25.489.785
64 273 783,78
892 829,95
605 007,88
2 824 985,14
3 388 607,67
128 187,50
1 103 427,99
1 352 627,27
1 496 449,83
358 542,18
2 805 301,60
7 515 269,82
7 441 991,91
130 165,84
30 958,17
3 824 676,91
14 866 536,76
15 508 217,36
2013
2.345.465
59 785 399,06
823 066,02
544 734,91
2 533 177,05
3 247 714,52
113 427,93
1 044 642,05
1 184 844,54
1 314 981,83
330 957,84
2 635 367,94
6 888 012,93
6 849 365,64
119 052,07
27 241,53
3 669 856,82
13 833 548,85
14 625 406,59
2012
Tabel 4.2. PDRB atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) Menurut Lapangan Usaha Tahun Dasar 2010, 2012 – 2014
27.898.883
2.448.081
68 298 724,30
1 008 264,41
678 375,94
3 219 902,00
3 828 331,51
140 671,54
1 176 666,07
1 480 342,34
1 540 202,45
392 293,18
2 949 138,28
8 139 100,97
8 380 774,94
139 232,37
34 240,72
4 120 653,04
14 148 927,78
16 921 607,78
2014
9,11
6,26
12,93
12,13
13,98
12,98
9,74
6,64
9,44
2,92
9,41
5,13
8,30
12,61
6,97
10,60
7,74
- 4,83
LP
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 37
(2)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
2014: Angka Sangat Sangat Sementara
2012: Angka Sementara; 2013: Angka Sangat Sementara;
PDRB Perkapita ADHB Tahun Dasar 2010 (rupiah)
Penduduk Pertengahan Tahun
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Lapangan Usaha
No
27.582.584
2.345.465
64 693 984,56
852 758,51
589 730,01
2 681 164,20
3 669 747,34
119 711,83
1 116 048,23
1 343 962,42
1 286 578,22
364 024,29
2 813 820,12
7 262 524,25
7 401 424,51
122 135,52
24 456,08
3 874 685,94
14 865 627,39
16 305 585,70
(3)
2012
29.641.133
2.396.713
71 041 288,85
944 613,63
662 907,14
3 020 320,62
4 035 943,63
136 981,16
1 194 101,81
1 601 078,14
1 451 309,48
404 096,43
3 160 530,12
8 076 246,80
8 329 077,35
138 821,87
25 355,00
4 181 864,04
15 582 057,71
18 095 983,92
(4)
2013
32.115.109
2.448.081
78 620 389,17
1 092 217,49
760 782,18
3 585 496,40
4 748 428,74
154 808,82
1 293 200,08
1 829 106,63
1 478 510,56
454 959,19
3 433 715,89
9 225 945,13
9 690 353,19
163 052,85
27 431,10
4 692 250,20
15 832 070,66
20 158 060,05
(5)
2014
Tabel 4.3. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) Menurut Lapangan Usaha Tahun Dasar 2010, 2012 s.d 2014 (6)
100,00
1,39
0,97
4,56
6,04
0,20
1,64
2,33
1,88
0,58
4,37
11,73
12,33
0,21
0,03
5,97
20,14
25,64
Struktur PDRB
Selama tiga tahun terakhir (2012-2014), perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara berdasarkan harga berlaku menunjukkan pertumbuhan ekonomi (produk domestik regional bruto) rata-rata sebesar 10,24% setiap tahunnya. Dari Tabel 4.3 dapat diketahui Sektor Pertambangan memberikan kontribusi paling tinggi kedua (20,14%) setelah Sektor Pertanian dan Kehutanan (25,64%), sementara sektor penyumbang terkecil adalah sektor pengadaan listrik dan gas (0,03%). Perhitungan Produk Regional Bruto Ada 3 (tiga) pendekatan untuk menghitung PDB maupun PDRB, yaitu: 1.
Metode Nilai Produksi Untuk menghitung pendapatan nasional dengan menjumlahkan dari seluruh nilai tambah barang dan jasa yang dalam 1 tahun. Apabila dalam 1 tahun ada 100 barang dan jasa, maka 100 barang dan jasa tersebut harus dikalikan dengan harga satuannya masing-masing, kemudian dijumlahkan. Untuk menghitung PDB/PDRB dengan pendekatan ini dapat dirumuskan : Y = ((Q1 X P1) + (Q2 X P2) + (Qn X Pn) ……) Keterangan : Y = Besaran PDB/PDRB Q = kuantitas P = harga Jumlah output masing-masing sektor merupakan jumlah output seluruh perekonomian. Ada kemungkinan output yang dihasilkan suatu sektor perekonomian berasal dari output sektor lain atau dapat juga merupakan input bagi sektor ekonomi yang lain lagi. Jika tidak berhati-hati akan terjadi penghitungan ganda (double counting) bahkan multiple counting. Akibatnya angka PDB bisa sangat besar sekali dari angka sebenarnya. Untuk menghindari hal tersebut, maka dalam perhitungan PDB dengan metode nilai produksi, yang dijumlahkan adalah nilai tambah (value added) masing-masing sektor.
2.
Metode Pengeluaran / Konsumsi Untuk menghitung pendapatan nasional dengan metoda pengeluaran atau konsumsi yaitu dengan menjumlahkan
38 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
seluruh pengeluaran yang dilakukan seluruh rumah tangga ekonomi / pelaku Ekonomi (RTK, RTP, RTG, RT Luar Negeri) dalam suatu Negara selama satu tahun. Untuk menghitung PDB/PDRB dengan pendekatan ini dapat dirumuskan : Y = C + I + G + (X – M) Keterangan : Y = Besaran PDB/PDRB C = Household Consumption I = Investment Expenditure G = Government Expenditure X = Ekspor M = Impor a. Pengeluaran RT Konsumen/Masyarakat (Household consumption) Pengeluaran rumah tangga dipakai untuk konsumsi akhir, baik barang dan jasa yang habis dalam tempo setahun atau kurang (durable goods) maupun barang yang dapat dipakai lebih dari setahun/barang tahan lama (non-durable goods) untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga seperti membeli beras/lauk pauk/bayar listrik dan lain-lain. b. Pengeluaran RT Perusahaan (Investment Expenditure) Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) merupakan pengeluaran sektor dunia usaha (perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi). Ada dua macam pengeluaran RT Perusahaan (Investment Expenditure): 1) Investasi untuk pembelian modal tetap (investasi gedung/ mesin). 2) Investasi untuk pembelian persediaan (investasi bahan baku/bahan setengah jadi dan bahan jadi). Dalam metoda penghitungan berdasarkan Pengeluaran = Pengeluaran Perusahaan & Pengeluaran Pemerintah disatukan dalam komponen pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) dan komponen perubahan stok. c. Pengeluaran RT Pemerintah (Government Consumption) / G
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 39
Pengeluaran Pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir (government expenditure). Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangantunjangan sosial tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat, ada dua macam pengeluaran RT pemerintah: 1) Pengeluaran untuk konsumsi (perlengkapan peralatan kantor/ bayar gaji pegawai).
dan
2) Pengeluaran untuk investasi (bangun jembatan/irigasi/ pembangkit listrik/jalan, dan lain-lain). d. Ekspor Neto (Net Export)/selisih nilai ekspor dengan impor Ekspor neto yang positif menunjukkan ekspor lebih besar daripada impor. Perhitungan ekspor neto dilakukan bila perekonomian melakukan transaksi dengan perekonomian lain (dunia). Ekspor (menjual barang ke LN sehingga nilainya perlu diperhitungkan), Impor (membeli barang ke LN sehingga nilainya tidak perlu diperhitungkan dalam pendapatan nasional). Yang harus diperhitungkan adalah Ekspor Netonya [X - M]. 3.
Metode Pendapatan Untuk menghitung pendapatan nasional dengan metode pendapatan adalah dengan menjumlahkan seluruh pendapatan (sewa/rent, gaji/wage, bunga/interest, keuntungan/profit) yang diterima pemilik faktor produksi (pemilik tanah/gedung, tenaga kerja, pemilik modal/uang/aset, pengusaha) dalam suatu negara selama satu tahun. Y=R+W+I+P Keterangan : Y = Besaran PDB/PDRB R = Pendapatan rent W = Pendapatan wage I = Pendapatan interest P = Pendapatan profit Dari ketiga metoda perhitungan pendapatan tersebut, maka dengan metoda pengeluaran yaitu:
40 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
nasional
Y = C + I + G + (X – M) dapat dihitung dampak adanya pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, terhadap peningkatan pendapatan regional daerah tersebut. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.2, seluruh rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel yang berjumlah 20 perusahaan akan menanamkan modalnya dalam bentuk investasi sebesar USD5.904,9 juta atau setara Rp 84 triliun lebih (kurs rupiah per Oktober 2015 sebesar Rp14.250/1 USD) dan Rp1 triliun lebih, sehingga total investasi dari seluruh smelter berjumlah Rp85,23 triliun. Dengan rencana pembangunan seluruh smelter tersebut selesai antara tahun 2016 – 2018, maka rata-rata investasi selama tiga tahun mencapai Rp28,41 triliun. Dengan demikian, keberadaan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara akan memberikan dampak positif yang sangat besar bagi pengembangan wilayah daerah tersebut dalam bentuk meningkatnya pendapatan regional Provinsi Sulawesi Tenggara setelah berjalannya pabrik pengolahan dan pemurnian mulai tahun 2016 sebesar jumlah investasi yang ditanamkan oleh pabrik tersebut, yaitu sebesar: Y = C + I (Rp 28.409.941.666.000/Rp 28,41 triliun) + G + (X – M) Sebagaimana diketahui, PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan harga konstan tahun 2010, pada tahun 2012 tercatat sebesar Rp59,78 triliun dengan jumlah penduduk sebanyak 2.345.465 jiwa, maka pendapatan perkapita sebesar Rp25.489.785. Di tahun 2013, pendapatan regional meningkat menjadi Rp64,27 triliun dengan jumlah penduduk sebanyak 2.369.713 jiwa dan pendapatan perkapita sebesar Rp26.817.472. Pada tahun 2014, pendapatan regional meningkat lagi menjadi Rp68,30 triliun dengan jumlah penduduk sebanyak 2.448.081 jiwa dengan pendapatan per kapita sebesar Rp27.898.883 (lihat Tabel 4.5).
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 41
Dengan adanya investasi dari pabrik pengolahan dan pemurnian selama tahun 2016 – 2018 rata-rata sebesar Rp28,41 triliun, maka PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp68.298.724,30 juta + investasi pabrik (Rp28.409.941,66 juta) = Rp96.708.665,96 juta (Rp 96,71 triliun). Tahun 2017 meningkat menjadi Rp96,71 triliun + Rp28,41 triliun = Rp125,12 triliun. Pada tahun 2018, setelah seluruh pabrik selesai, akan meningkat lagi menjadi Rp125,12 triliun + Rp28,41 triliun = Rp153,53 triliun. 4.1.2.
Dampak terhadap Tenaga Kerja (SDM)
Kesempatan kerja secara tidak langsung berkaitan dengan pendapatan nasional/PDB atau pendapatan regional/PDRB. Tingginya jumlah pekerja akan menyebabkan naiknya PDRB. Makin banyak barang dan jasa yang dihasilkan karena besarnya angkatan kerja, makin tinggi PDRB wilayah tersebut, yang memungkinkan dilakukannya tabungan yang selanjutnya dapat digunakan untuk investasi, selanjutnya investasi akan memperbesar kesempatan kerja. Masalah lain yang berkaitan dengan PDRB dan kesempatan kerja adalah tingkat produktivitas tenaga kerja wilayah tersebut. PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara akan naik jika terjadi peningkatan angkatan kerja juga peningkatan produktivitas tenaga kerja di wilayah tersebut. Hal sebaliknya, pengangguran kerja secara tidak langsung berkaitan juga dengan PDRB. Tingginya jumlah pengangguran di wilayah bersangkutan akan menyebabkan turunnya PDRB. Makin banyak pengangguran makin sedikit barang dan jasa yang dihasilkan, makin kecil PDRB wilayah tersebut, yang memungkinkan tabungan wilayah tersebut makin kecil, selanjutnya pendapatan untuk investasi juga menurun, dan akan memperkecil peluang kesempatan kerja. Selama kurun waktu 2009-2014 angkatan kerja di Provinsi Sulawesi Tenggara meningkat rata-rata setiap tahunnya sebesar 1,71%. Pada tahun 2009 tenaga kerja di Provinsi Sulawesi Tenggara berjumlah 998.195 jiwa dan meningkat menjadi 1.085.509 jiwa pada tahun 2014. Dengan adanya pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi, memberikan dampak positif dengan adanya penyerapan tenaga kerja mulai tahun 2015 sebanyak 8.104 jiwa dan akan terus meningkat setiap tahunnya sesuai dengan
42 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
dimulainya operasi pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di wilayah tersebut. Sehingga jumlah tenaga kerja di Provinsi Sulwesi Tenggara pada tahun 2015 berjumlah 1.085.509 jiwa + 8.104 jiwa menjadi 1.093.613 jiwa, dan akan terus meningkat sesuai dengan rencana penyelesaian pabrik pengolahan. 4.1.3.
Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga (RTK)
Menghitung pendapatan nasional dengan memakai metoda pendapatan, yaitu dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diperoleh oleh faktor-faktor produksi antara lain dengan menjumlahkan seluruh pendapatan sewa yang diterima oleh faktor produksi pemilik gedung/tanah ditambah dengan penjumlahan seluruh gaji atau seluruh pendapatan rumah tangga yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja ditambah penjumlahan bunga (interest) yang diterima faktor produksi pemilik modal/aset ditambah penjumlahan seluruh keuntungan yang diterima pemilik faktor produksi Pengusaha dalam suatu negara selama satu tahun, yang dirumuskan: Y=R+W+I+P Keterangan : Y = Besaran PDB/PDRB R = Pendapatan rent W = Pendapatan wage I = Pendapatan interest P = Pendapatan profit Oleh sebab itu rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara yang berjumlah 20 perusahaan, berdasarkan analisis sebelumnya akan meningkatkan pendapata PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara (Y). Berdasarkan analisis sebelumnya, adanya investasi dari pabrik pengolahan dan pemurnian selama tahun 2016 – 2018 rata-rata sebesar Rp28,41 triliun, sehingga PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp68,3 miliar + investasi pabrik (Rp28.41 triliun = Rp96.71 triliun. Tahun 2017 meningkat menjadi Rp96,71 triliun + Rp28,41 triliun = Rp 125,12 triliun. Dan pada tahun 2018,
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 43
setelah seluruh pabrik selesai, meningkat menjadiRp125,12 triliun + Rp28,41 triliun = Rp153,53 triliun. Dengan meningkatnya PDRB (Y) dari Rp68,30 triliun (2014) menjadi Rp153,53 triliun (2018), maka peningkatan PDRB di Provinsi Sulawesi Tenggara akibat beroperasinya pabrik smelter nikel akan memberikan dampak positif dari sisi pendapatan rumah tangga, yaitu meningkatkan pendapatan/gaji yang diterima rumah tangga atau pendapatan/gaji yang diterima faktor produksi tenaga kerja. Ada beberapa aspek yang dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga atau pendapatan yang diperoleh oleh tenaga kerja akibat meningkatnya PDRB di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang secara langsung adalah meningkatnya UMR (upah minimum regional) yang akan berubah setelah selesainya pabrik pengolahan dan pemurnian nikel di wilayah tersebut. Aspek kedua, yang juga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga/tenaga kerja, adalah peningkatan upah karena adanya peningkatan keahlian yang diberikan tenaga kerja, yang biasanya sebagai tenaga kerja buruh yang bekerja pada sektor pertambangan penghasil bahan mentah, menjadi tenaga kerja yang berkeahlian (profesional) yang bekerja pada sektor pertambangan penghasil bahan olahan. Peningkatan pendapatan Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga atau pendapatan gaji yang diterima oleh tenaga kerja di wilayah tersebut dapat dirumuskan, sebagai berikut: Y (meningkat) = R (meningkat) + W (meningkat) + I (meningkat) + P (meningkat) dengan peningkatan secara fluktuatif dimana salah satu indikator bisa tidak meningkat dan indikator yang lain meningkat lebih besar. R = pendapatan rent/sewa dari pemilik tanah/bangunan, W = pendapatan wage/gaji dari rumah tangaga/tenaga kerja, I = pendapatan interest/bunga dari pemilik modal/aset, P = pendapatan profit/laba dari pengusaha/pemilik enterpreneur/ kewirausahaan.
44 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4.1.4.
Backward Linkage (Keterkaitan Ke Belakang) dan Forward Linkage (Keterkaitan Ke Depan)
Menurut Hirscman, dalam sektor produksi mekanisme pendorong pembangunan (inducement mechanism) yang tercipta sebagai akibat adanya hubungan antara berbagai industri dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan mentah dalam industri lainnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengaruh keterkaitan ke belakang (backward linkage effects) dan pengaruh keterkaitan ke depan (forward linkage effects). Pengaruh keterkaitan ke belakang adalah tingkat rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan suatu industri terhadap perkembangan industri-industri yang menyediakan input (bahan baku) bagi industri tersebut, sedangkan pengaruh keterkaitan ke depan adalah tingkat rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan suatu industri terhadap perkembangan industri-industri yang menggunakan produk industri yang pertama sebagai input (bahan baku) mereka. Setiap industri membutuhkan hubungan atau keterkaitan dengan industri lainnya dalam mewujudkan keberlanjutan industrinya. Kebutuhan bahan mentah, pertukaran informasi, dan proses pemasaran menjadi faktor dalam keterkaitan antar industri. Hal inilah yang disebut linkage industri. Dalam menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan mentah dalam industri lainnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage). Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan yang terjadi ketika suatu industri menyebabkan pertumbuhan industri-industri lainnya yang menyediakan input (bahan baku) bagi industri tersebut, sedangkan keterkaitan ke depan merupakan keterkaitan yang terjadi ketika barang produksi dari suatu industri digunakan sebagai input (bahan baku) bagi industri yang lain. Di Provinsi Sulawesi Tenggara, salah satu industri yang mempunyai backward dan forward linkage adalah industri pemurnian nikel. Dalam keterkaitan ke belakang (backward
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 45
linkage), industri pengolahan nikel yang sangat dominan berpengaruh atau dipengaruhi oleh sektor penambangan dan penggalian (kesiapan jumlah bijih nikel sebagai input bahan baku industri pengolahan sebesar 12,494 juta ton dibanding produksi saat ini yang hanya mencapai 9,493 juta ton), selanjutnya industri listrik gas dan air bersih, infrastuktur jalan dan jembatan, konstruksi, perdagangan, hotel & restoran, pengangkutan, komunikasi, perbankan, dan industri jasa. Dalam keterkaitannya ke depan (forward linkage), sifatnya sangat meluas dan terkait dengan begitu banyak industri lainnya. Industri pemurnian nikel terkait dengan industri nikel katoda, nikel mate, dan NPI, dan logam nikel. Masing-masing industri tersebut kemudian akan terkait lagi dengan industri lainnya hingga menjadi produk barang jadi baik berupa industri besi baja slab, industri besi baja billet, nikel platting, nikel paduan. Dari industri tersebut terkait lagi dengan industri peralatan rumah tangga, industri pembuatan kapal, industri konstruksi, industri elektronik, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2015
Gambar 4.2. Backward Linkages dan Forward Linkages Industri Pengolahan Nikel
46 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4.2. Dampak terhadap Pengembangan Masyarakat Sekitar Smelter Pengembangan masyarakat merupakan bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu bentuk kontribusi perusahaan untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat di sekitar proyek, baik secara sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat. Menurut World Bank, CSR adalah komitmen dari bisnis untuk berkontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehingga berdampak baik bagi bisnis sekaligus baik bagi kehidupan sosial. Para pengamat bisnis juga mengartikan CSR sebagai bentuk komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan beserta keluarganya, masyarakat lokal, dan masyarakat secara lebih luas. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan (disebut triple bottom line). Sinergi dari tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Upaya CSR yang berkelanjutan dimaksud untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. Tanggung jawab sosial perusahaan memberikan implikasi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan pembangunan pemerintah, memperkuat investasi dunia usaha, serta semakin kuatnya jaringan kemitraan antara masyarakat, pemerintah dengan dunia usaha (Wahyudi, I., 2008). Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan strategi bisnis yang dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup suatu perseroan, termasuk perusahaan pembangunan smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam hal ini, terdapat tiga komponen yang harus diperhatikan oleh perseroan yaitu (Widjaja, G., 2008): 1) Sustainability Ekonomi Dalam melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan wajib memenuhi tujuan dasarnya,
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 47
2)
3)
yaitu mencari keuntungan. Perusahaan akan dapat menjaga sustainability sosial dan lingkungan jika perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Bisnis perusahaan smelter terkait dengan beberapa hal, antara lain: pasokan bahan baku, pengolahan dan pemurnian hasil tambang, konstribusi terhadap pendapatan negara baik dari pajak maupun PNBP, serta penguatan fiskal pemerintah Pusat dan Daerah. Sustainability Sosial Berdirinya sebuah perusahaan ditengah masyarakat tentunya akan membawa dampak tertentu pula bagi masyarakat setempat. Sustainability sosial terkait dengan upaya perusahaan dalam mengutamakan nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat. Sustainability Lingkungan Perusahaan seringkali dipandang memiliki andil yang besar dalam terjadinya global warming. Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan. Hal ini berarti CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagia sentra laba (profit center) di masa mendatang (Widjaja A.T, 2008). Limbah B3 yang dihasilkan dari proses produksi smelter harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni zero waste melalui 3R (reuse, recycle, recovery). Hal yang penting adalah masyarakat sekitar jangan hanya dikasih limbahnya saja, tapi program CSR dan pengembangan masyarakat smelter harus diberikan.
Pelaksanaan CSR di bidang pertambangan mineral dan batubara di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundangundangan, antara lain: UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pengaturan CSR di antara undang-undang yang ada saat ini tidak seragam. UU Nomor 25 Tahun 2007 mewajibkan seluruh penanam modal melaksanakan program CSR perusahaan, sedangkan UU Nomor 40 Tahun 2007 hanya mewajibkan korporasi yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
48 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Pengaturan sumber pembiayaan CSR juga masih belum seragam. Menurut Pasal 88 UU Nomor 19 Tahun 2003, dana CSR diambil dari laba bersih perusahaan yang berarti bukan merupakan biaya bagi perusahaan, sedangkan menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 74 ayat (2), sumber pembiayaan CSR wajib dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya bagi perseroan. Dengan disahkannya UU Nomor 40 Tahun 2007, pelaksanaan CSR oleh perseroan yang sebelumnya merupakan tanggung jawab nonhukum berubah menjadi tanggung jawab hukum (liability). CSR sebagai tanggung jawab sosial perusahaan harus dimaknai bukan lagi hanya sekedar responsibility karena bersifat voluntary, tetapi harus dilakukan sebagai mandatory dalam makna liability karena disertai dengan sanksi. Tanggung jawab sosial perusahaan dalam konteks penanaman modal harus dimaknai sebagai instrumen untuk mengurangi praktek bisnis yang tidak etis (Sukarmi, 2013). Berkaitan dengan biaya CSR, UU Nomor 36 Tahun 2008, yang merupakan perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983, telah mengakomodasikannya dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai m, yang mengatur jenis-jenis sumbangan sehubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat dibiayakan oleh perusahan, yaitu: sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, pembangunan infrastruktur sosial, fasilitas pendidikan serta pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini berarti semakin banyak biaya terkait CSR yang boleh menjadi pengurang penghasilan bruto yang diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. Pengaturan lebih lanjut biaya CSR diatur melalui PP Nomor 93 Tahun 2010 yang memuat persyaratan yang cukup ketat bagi perusahaan yang memperoleh insentif perpajakan terkait biaya CSR, yaitu: hanya perusahaan/Wajib Pajak yang telah memperoleh keuntungan secara fiskal yang dapat membebankan biaya tanggung jawab sosial perusahaan (memperoleh insentif pajak penghasilan). Wajib Pajak yang belum memperoleh keuntungan secara fiskal (menurut laporan SPT Tahunan) tindak memperoleh insentif PPh atau tidak dapat membebankan biaya-biaya terkait pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. yang
Adanya perlakukan yang berbeda terhadap Wajib Pajak berkomitmen melaksanakan tanggung jawab sosial
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 49
perusahaan dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 74 UU Nomor 40 Tahun 2007 dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak (tax compliance) dan bahkan dapat mendorong Wajib Pajak untuk melakukan upaya penghindaran pajak (tax avoidance). Adanya kewajiban bagi perseroan untuk menganggarkan biaya CSR pada awal tahun berdampak adanya ketidakpastian apakah memperoleh insentif pajak atau tidak, tergantung kinerja perseroan pada akhir tahun. Penelitian yang dilakukan Spicer, Song, dan Yarbrough menemukan hubungan yang signifikan antara tax fairness dan tax evasion, dimana ketika pembayar pajak menganggap bahwa sistem pajak adalah adil maka tingkat penghindaran pajak (tax avoidance) akan berkurang, atau dengan kata lain pembayar pajak semakin patuh dalam membayar pajaknya. Program CSR berdampak positif bagi masyarakat tergantung kepada orientasi dan kapasitas perusahaan smelter, dan terutama pemerintah (Pusat dan Daerah) sebagai pengelola sumber daya alam. Orientasi dan kapasitas perusahaan smelter sangat ditentukan oleh sejauh mana pemahamannya terhadap CSR sebagai salah satu investasi social untuk keberlangsungan bisnisnya, yaitu: 1) Meningkatkan citra perusahaan. Melakukan kegiatan CSR, konsumen dapat lebih mengenal perusahaan sebagai perusahaan yang selalu melakukan kegiatan yang baik bagi masyarakat. 2) Memperkuat citra (brand) perusahaan. Melalui kegiatan memberikan product knowledge kepada konsumen dengan cara membagikan produk secara gratis, dapat menimbulkan kesadaran konsumen akan keberadaan produk perusahaan sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan. 3) Mengembangkan kerja sama dengan para pemangku kepentingan. Melaksanakan kegiatan CSR, perusahaan tentunya tidak mampu mengerjakan sendiri, jadi harus dibantu dengan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan universitas lokal. Maka perusahaan dapat membuka relasi yang baik dengan para pemangku kepentingan tersebut.
50 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
4) Membedakan perusahaan dengan pesaingnya. Jika CSR dilakukan sendiri oleh perusahaan, perusahaan mempunyai kesempatan menonjolkan keunggulan komparatifnya sehingga dapat membedakannya dengan pesaing yang menawarkan produk atau jasa yang sama. 5) Menghasilkan inovasi dan pembelajaran untuk meningkatkan pengaruh perusahaan. Memilih kegiatan CSR yang sesuai dengan kegiatan utama perusahaan memerlukan kreativitas. Merencanakan CSR secara konsisten dan berkala dapat memicu inovasi dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran dan posisi perusahaan dalam bisnis global. Studi Bank Dunia (Lawrence, 2003) menunjukkan peran pemerintah terkait dengan CSR meliputi pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi. Untuk Indonesia, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR. Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain. Intinya manfaat CSR bagi masyarakat yaitu dapat mengembangkan diri dan usahanya sehingga sasaran untuk mencapai kesejahteraan tercapai. Dampak pengembangan masyarakat sekitar smelter ditelusuri berdasarkan perpajakan di atas dapat dikelompokan sebagai berikut: 1) Pelaksanaan CSR tanpa melalui lembaga tidak mendapat insentif Pajak kepada Wajib Pajak
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 51
Pelaksanakan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan bantuan/sumbangan ke masyarakat tanpa melalui lembaga resmi tidak dapat membebankan biaya yang dikeluarakan (tidak memperoleh insentif pajak). Pasal 2 PP Nomor 93 Tahun 2010 mengatakan bahwa perusahaan yang mengeluarkan biaya CSR agar dapat membebankan biaya yang dikeluarkan harus memenuhi syarat bahwa lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008. Dari sisi Pajak Pertambahan Nilai, korporasi yang melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dengan memberikan barang kena pajak hasil produk perusahaan secara langsung ataupun melalui lembaga resmi harus membayar PPN sebesar 10% dari nilai barang yang diserahkan yang dikategorikan sebagai PPN atas pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak sebagaimana diataur dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM. 2)
Penggunan dana CSR untuk lingkungan hidup memperoleh insentif pajak. Perusahaan dalam menerapkan CSR yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam. Dilihat dari ketentuan pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 tahun 2008 pasal 6 ayat (1) berbunyi biaya pengolahan limbah merupakan biaya yang dapat dikurangkan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak. Untuk perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan pada Pasal 9 ayat (1) huruf c butir 5 diatur bahwa pembentukan atau pemupukan dana cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. Terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai, pembelian material yang merupakan Barang Kena Pajak untuk membangun fasilitas pengolahan limbah tetap terutang PPN. Demikian juga atas pembayaran jasa atau imbalan dalam pembangunan fasilitas pengolahan limbah akan terhutang PPh Pasal 21/Pasal 26 atau Pasal 23/Pasal 26 UU Nomor 36 Tahun 2008.
52 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
3)
Praktek CSR dalam bentuk pemberian hasil produk secara cuma-cuma tidak memperoleh insentif pajak. Perusahaan yang melakukan promosi dengan membagibagikan produknya sebagai sampel di masyarakat, berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 biaya yang dikeluarkan tersebut bukan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (tidak memperoleh insentif pajak) karena merupakan pemberian kenikmatan atau natura seperti yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU Nomor 36 Tahun 2008. Apabila perusahaan memilih untuk menyerahkan produknya untuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) maka perusahan harus membayar PPN sebesar 10% dari nilai produk yang disumbangkan kepada masyarakat.
4)
CSR di bidang pendidikan dan kesehatan diberikan insentif pajak. Perusahaan dapat melaksanakan program tanggung jawab sosialnya ke masyarakat berupa aktivitas di bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang pendidikan, yang dapat diberikan oleh perusahaan berupa pemberian beasiswa kepada siswasiswa berprestasi ataupun siswa yang tidak mampu, ataupun sumbangan untuk penyediaan sarana dan prasarana sekolah. Di bidang kesehatan, perusahaan biasanya memberikan bantuan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan seperti puskesmas, program khitanan massal, imunisasi untuk masyarakat umum dan program lainnya. Apabila program CSR dilaksanakan dalam bentuk pemberian beasiswa, maka berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf g UU Nomor 36 Tahun 2008 dapat dibiayakan oleh perusahaan pemberi beasiswa. Dari sisi penerima beasiswa, beasiwa tersebut merupakan penghasilan yang tidak termasuk sebagai Obyek Pajak sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (3) huruf l UU Nomor 38 Tahun 2008.
5)
CSR untuk pengembangan regional dan komunitas memperoleh fasilitas pajak dalam mengembangkan wilayah. Perusahaan pertambangan dan perkebunan membangun infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, isu perpajakan yang dapat ditarik dari permasalahan tersebut adalah pembangunan infrastruktur wilayah itu akan berakibat positif bagi mobilitas perusahaan dan wilayah sekitar. Sehingga perkembangan perekonomian masyarakat sekitar dapat
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 53
meningkat. Perusahaan dapat mengurangi biaya-biaya yang terjadi karena ketiadaan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur tersebut dapat dikurangkan sebagai pengurang dalam penghasilan bruto. Sehingga dalam jangka panjang akan terjadi penurunan biaya produksi yang akan berakibat pada meningkatnya laba perusahaan. Program pengembangan masyarakat (CSR) merupakan salah satu kebijakan Sektor ESDM mengenai peningkatan nilai tambah komoditas pertambangan, di samping melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian dalam negeri, peningkatan muatan lokal (local content), dan penyerapan tenaga kerja dari lokal. Di Sektor ESDM, community development (comdev) adalah bagian dari tanggung jawab korporat (Corporate Social Responsibility, CSR) yang merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Keseluruhan peran sektor ESDM memiliki satu muara tujuan, yaitu mengkonversi keunggulan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia, berupa potensi energi dan mineral, yang dikenal sebagai comparative advantage yang merupakan keunggulan yang bersifat “sementara” menjadi keunggulan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dikenal sebagai competitive advantage yang merupakan keunggulan yang bersifat “kualitas”. Upaya mengkonversi comparative advantage menjadi competitive advantage yang paling potensial adalah melalui peningkatan kualitas SDM dalam bidang pendidikan. Pendidikan berdampak besar dalam meningkatkan kualitas SDM yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (ability), dan budi pekerti (attitude). Implementasi program CSR secara nyata, yaitu dengan pemberian beasiswa, bantuan sarana dan prasarana pendidikan dan sarana olah raga, pelatihan, bantuan tenaga guru, dan pelatihan bagi guru, pembangunan tempat ibadah, pengadaan air bersih, pemberdayaan pertanian dan peternakan secara modern. Pada tahun 2013, realisasi dana comdev dan CSR sektor ESDM yang digunakan untuk pengembangan masyarakat dan untuk mendukung kegiatan di masyarakat sebesar Rp1,688 triliun dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp2,12 triliun atau 79,77%,
54 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
realisasinya mencapai Rp 2.26 triliun. Dana ini berasal dari perusahaan pertambangan umum, perusahaan migas, dan perusahaan listrik (Gambar 4.3).
Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah KESDM 2013
Gambar 4.3. Grafik Penggunaan Dana Comdev Sektor ESDM Tahun 2009-2013 Kewajiban untuk melaksanakan CSR telah diatur dalam Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sejalan dengan hal tersebut, maka sesuai dengan Pasal 108 dan Pasal 109 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menyusun program comdev. Program comdev dilakukan dalam rangka mempersiapkan kehidupan pasca tambang (life after mining) bagi daerah maupun masyarakat sekitarnya serta sebagai investasi yang memiliki nilai keuntungan jangka panjang, yaitu dengan diperolehnya social license to operate. Realisasi comdev dikatakan berhasil apabila mampu menciptakan kemandirian masyarakat, bukan ketergantungan, sehingga tujuan dan cita-cita konsep pembangunan berkelanjutan benar-benar dapat dicapai dan dapat memberikan kontribusi optimal terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan dan daerah khususnya. Pembangunan subsektor mineral dan batubara akan terus berkelanjutan bila dalam implementasinya memperhatikan
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 55
keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, tentunya dengan didukung oleh program dan alokasi dana yang tepat sasaran. Adapun yang menjadi hambatan dan permasalahan tidak terealisasinya target kinerja jumlah anggaran comdev subsektor mineral dan batubara disebabkan oleh tidak stabilnya harga pasar internasional akibat over supply bagi beberapa komoditas mineral dan batubara berdampak pada sebagian perusahaan menghentikan kegiatan operasi produksi, dan hal ini tentunya mengurangi alokasi peruntukan dana comdev. Perusahaan PKP2B yang melaksanakan comdev sebanyak 68 perusahaan, antara lain PT. Berau Coal, PT. Kaltim Prima Coal, PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin, dan PT. Gunung Bayan Pratama Coal. Sedangkan perusahaan KK yang melaksanakan comdev sebanyak 17 perusahaan, antara lain PT. Freeport Indonesia, PT. Newmont Nusa Tenggara, PT. Nusa Hamahera Minerals, PT. Vale Indonesia, dan PT. Natarang Mining. Pertumbuhan anggaran comdev untuk IUP/BUMN dalam kurun waktu lima tahun terakhir sebesar 55%/tahun. Pertumbuhan anggaran comdev untuk PKP2B dalam kurun waktu lima tahun terakhir sebesar 18,3% dan pertumbuhan anggaran comdev untuk KK dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata mengalami penurunan sebesar -6,8%. Namun demikian, ditengah lesunya perekonomian dunia akibat tekanan resesi di beberapa negara tujuan ekspor komoditas mineral dan batubara, anggaran comdev untuk keseluruhan KK/PKP2B dan IUP/BUMN mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 1,8%/tahun. Tabel 4.4. Realisasi Dana Comdev Subsektor Mineral dan Batubara Tahun 2009-2013 No
Perusahaan
Realisasi (Rp. Juta) 2009
2010
2011
1 2 3
2012
IUP/ BUMN 86.560 248.189 275.000 300.000 PKP2B 191.600 265.784 280.907 293.406 KK 1.223.895 1.116.336 1.121.422 1.277.251 Total 1.502.055 1.630.309 1.677.329 1.870.657 Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah KESDM 2013
56 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
2013 350.000 365.409 860.934 1.576.342
Realisasi anggaran comdev dilaksanakan oleh perusahaan melalui program-program sebagai berikut: 1)
Pemanfaatan keperluan
Sarana
dan
Prasarana
Perusahaan
untuk
a) Pelatihan pemuda/masyarakat dalam keahlian khusus yang dimiliki oleh perusahaan, seperti; mengelas, bubut, bengkel. b) Pelatihan keterampilan kreatif dengan memanfaatkan bahan limbah industri, dan penyaluran penjualannya (bekerja sama dengan dinas terkait). 2)
Pemberdayaan masyarakat berupa Peningkatan Ekonomi Penduduk sekitar a) Membentuk kelompok untuk membantu “meningkatkan kualitas, kuantitas dan packaging, serta jaringan menjual”. b) Memanfaatkan hasil produksi untuk dimanfaatkan sebagai gift perusahaan. c) Melatih tenaga kerja local yang mempersiapkan rehabilitasi lahan pertambangan.
3)
Pelayanan Masyarakat, berupa Bantuan Bencana Alam dan Donasi/ Charity/Filantropi a) Peningkatan Pendidikan Penduduk Sekitar. b) Pemberian beasiswa bagi murid sekolah berprestasi. c) Pemberian bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
4)
Pengembangan Infrastruktur, berupa Sarana, seperti Sarana Ibadah, Sarana Umum, Sarana Kesehatan, dan lainnya.
Berdasarkan perkiraan dampak pembangunan smelter terhadap pengembangan masyarakat sekitar proyek di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah di antaranya: 1) Pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan sehingga bisa meningkatkan taraf hidup bagi masyarakat, 2)
Pembangunan infrastuktur publik dan fasilitas sosial, operasi smelter akan membangun berbagai fasilitas publik untuk mendukung operasinya dan dalam aktivitasnya diharapkan juga membangun fasilitas sosial untuk karyawan smelter yang dalam
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 57
insteraksi sosialnya tidak tertutup kemungkinan dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar proyek,
dapat
3)
Program Pendidikan, dimana perusahaan terkait memberikan bantuan baik berupa program beasiswa untuk anak-anak sekolah dan gerakan pembasmian buta huruf lainnya,
4)
Gerakan penghijauan, dimana usaha pembangunan smelter nikel ini diharapkan sebagai ujung tombak gerakan pelestarian lingkungan yang berkesinambungan,
5)
Pemeliharaan biosatwa untuk mendukung upaya perlindungan satwa-satwa di daerah pusat pendirian pabrik, sehingga ekosistem alam yang tetap terjaga dan lestari,
6)
Pemeliharaan amdal lingkungan, sebagai usaha minimalisasi dampak terhadap kerusakaan lingkungan dari aktifitas pabrik sehingga keseimbangan alam tetap terjaga, dan
7)
Pemberdayaan masyarakat sekitar, yaitu pemberian latihanlatihan yang bersifat edukatif temasuk bantuan modal bagi warga sekitar sehingga terbentuk masyarakat yang mandiri baik secara ekonomi maupun secara psikologis.
Begitu besar peranan dari dibangunnya smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara tentunya harus didasarkan kepada kebijakan Pemerintah serta pro rakyat dan lingkungan sehingga terjadi timbal-balik yang saling menguntungkan; tidak untuk saat ini, namun juga untuk masa yang akan datang. Usaha pendirian smelter harus terencana sehingga arah pembangunan makin jelas dan berdampak positif bagi masyarakat, lingkungan, dan kultur sosial masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara. Berikut ini akan dibahas kondisi pembangunan smelter beberapa perusahaan dan dampaknya terhadap pengembangan masyarakat sekitar proyek. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Sejak tahun 2010-2014, realisasi produksi feronikel dari Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) di Provinsi Sulawesi Tenggara selalu mencapai target produksi. Pada tahun 2014, realisasi produksi feronikel mencapai 16.851 ton, menurun jika dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang mencapai 18.249 ton. Sejak tahun 2011, realisasi ekspor feronikel selalu di atas target yang telah
58 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
ditetapkan, tetapi pada tahun 2013 realisasi ekspor feronikel jauh di bawah target yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan saat itu harga feronikel sedang turun sehingga stock yang ada disimpan. Sampai dengan Februari 2015, realisasi ekspor feronikel telah mencapai 2.155 Ton Ni. Sama halnya dengan feronikel, sejak tahun 2011 realisasi produksi bijih nikel (ore) melebihi target yang telah ditetapkan walaupun pada tahun 2014, target produksi bijih nikel tidak tercapai. Sejak tahun 2010, realisasi ekspor bijih nikel selalu di atas target yang telah ditetapkan, tetapi ada tahun 2013 realisasi ekspor feronikel sedikit di bawah target yang telah ditetapkan. Masalah-masalah yang dialami PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk adalah masih dibutuhkan pendanaan untuk FHT, SGA dan Anode Slime dengan jumlah total investasi mencapai USD3,34 miliar (Rp40 triliun). Sepanjang tahun 2005-2014 telah disalurkan dana sebesar Rp59,77 miliar untuk program kemitraan kepada 3.316 mitra binaan dengan mayoritas sektor perdagangan dan perkebunan. Sedangkan untuk Program Bina Lingkungan telah disalurkan dana sebesar Rp40,88 miliar dengan mayoritas untuk bantuan sarana dan prasarana umum. Sektor usaha yang paling banyak disalurkan dana program kemitraan adalah sektor perdagangan dan perkebunan. Sedangkan yang paling sedikit adalah sektor pertanian dan peternakan (Tabel 4.5). Tabel 4.5. Penyaluran Program Kemitraan Berdasarkan Sektor Usaha No
Sektor Usaha
1. 2.
Industri Perdagangan
3. 4. 5. 6. 7.
Pertanian Peternakan Perkebunan Perikanan Jasa Total
Sumber: PT. Antam Tbk., 2015
Jumlah Penyaluran (Rp.) 2.854.412.800 20.316.500.000
Jumlah Mitra
1.367.000.000 1.337.500.000 20.293.510.000 4.537.500.000 9.062.000.000 59.768.422.800
43 57 1.725 251 324 3.316
105 811
Program bina lingkungan menyalurkan dana terbesar untuk bantuan sarana dan prasarana umum, sedangkan yang terendah adalah untuk pengentasan kemiskinan (Tabel 4.6). Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 59
Tabel 4.6. Penyaluran Program Bina Lingkungan Berdasarkan Sektor Usaha No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sektor Bantuan Bencana Alam Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Kesehatan Prasarana/sarana Umum Sarana Ibadah Pelestarian Alam Pengentasan Kemiskinan Total
Jumlah Penyaluran (Rp.) 389.457.131 9.274.752.867 5.887.377.010 13.639.397.108 4.610.180.369 6.869.190.248 210.000.000 40.880.354.733
Sumber: PT. Antam Tbk., 2015
Selain itu, PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk juga memberikan beasiswa sejak tahun 2008. Sampai saat ini penerima manfaat sudah mencapai 536 orang dengan total biaya mencapai Rp6,49 miliar. Berdasarkan kondisi di atas, maka beroperasinya pabrik smelter PT. Antam Tbk. di Provinsi Sulawesi Tenggara masih diperlukan beberapa hal agar dampaknya terhadap pengembangan masyarakat sekitar proyek dapat dioptimalkan, yaitu: a) Perlunya peningkatan sinergi kemitraan BUMN di daerah. b) Dalam rangka mengurangi kesenjangan, diperlukan sinergitas antara pemerintah dan BUMN. c) Integrasi dengan perusahaan daerah. d) Peningkatan sinergi antar BUMN. PT. Vale Indonesia (Inco) PT Vale Indonesia (Inco) berencana membangun pabrik smelter (pabrik pengolahan) baru di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Pembangunan di lokasi baru ini juga dibarengi ekspansi tahap kedua smelter Soroako, Sulawesi Selatan. Total nilai investasi proyek di Kolaka akan menghabiskan sekitar USD1,5 miliar. Perseroan akan menggabungkan kombinasi pendanaan internal, loan, dan dari mitra strategis. Untuk pengembangan di Kolaka, perseroan akan menggandeng Sumitomo Metal Mining Co Limited dengan membentuk perusahaan patungan (joint venture/JV). Pabrik 60 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
pengolahan bijih nikel ini memiliki kapasitas kurang lebih 40.000 ton Ni dalam MSP (mixed sulfide precipitate) per tahun. Untuk proyek ini PT Vale Indonesia menjalankan program pengembangan masyarakat di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Hal ini menjadi mandat karena PT Vale memiliki wilayah Kontrak Karya seluas 35.486 hektar di provinsi tersebut. Kegiatan CSR PT Vale di Sulawesi Tenggara telah dilaksanakan sejak tahun 2000. Atas usulan Pemerintah Kabupaten Kolaka, PT Vale mengalokasikan dana CSR 2014 untuk mendukung pengembangan visi kawasan tanaman pangan. Wilayah yang ditargetkan menjadi lumbung padi dan kedelai di Kolaka adalah Desa Lamedai, Kecamatan Tanggetada. Potensi area persawahan di Lamedai mencapai 1.500 hektar, meskipun hingga kini baru sekitar 700 hektar sawah produktif yang digarap oleh petani. Ada enam paket kegiatan yang masuk dalam alokasi CSR PT Vale tahun anggaran 2014. Dana yang diserap untuk keseluruhan paket berjumlah Rp3 miliar. Paket-paket kegiatan CSR tersebut diserahterimakan dari PT Vale kepada Pemkab Kolaka pada 6 Januari 2015. Manajemen PT Vale melakukan seremoni tanam pohon dan panen raya di area persawahan Dusun Bali Jaya, Desa Lamedai. Pelaksanaan CSR di Desa Lamedai ini bisa menjadi percontohan bagi daerah lain karena adanya prinsip kemitraan antara Perusahaan, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Selain itu, prinsip transparansi juga tampak dalam realisasi program. Prinsipprinsip itu menjadi pendorong keberlanjutan yang menjadi inti dari program CSR. Kegiatan program pengembangan masyarakat PT Vale ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Selain bermitra dengan Pemerintah Daerah, masyarakat juga menunjukkan semangat partisipasi dan kemitraan sejak sosialisasi program. Mereka merelakan tanahnya diambil untuk pembuatan saluran irigasi dan jalan usaha tani, serta bersedia bergotong-royong membantu pengerjaan paket kegiatan. PT. Bintang Smelter Indonesia (BSI) PT BSI beroperasi di Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Smelter yang dibangun PT BSI berkapasitas 100.000 ton nickel pig iron per tahun. Dengan investasi sekitar USD100 juta, proyek itu ditargetkan selesai tahun 2015, dikerjakan dua tahap. Pembangunan smelter tahap pertama berproduksi pada
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 61
akhir tahun 2014. Smelter ini menggunakan energi batubara. Sedangkan konstruksi dan mesin pabrik dari China, baik rakitan konstruksi maupun mesinnya. Nickel Pig Iron (NPI) yang diproduksi PT BSI berkadar minimal 10% nikel. Produk ini merupakan bahan baku utama industri baja tahan karat (stainless steel). Smelter NPI tersebut membutuhkan sekitar 1.000 tenaga kerja. PT Ifishdeco sendiri saat ini juga mempekerjakan sebanyak 612 karyawan yang umumnya tenaga lokal. Kehadiran usaha pertambangan dan industri nikel di Tinanggea, mendorong pertumbuhan sosial ekonomi daerah dan masyarakat sekitar proyek. Peluang masyarakat sekitar untuk memasarkan produksinya makin terbuka lebar. Karyawan pertambangan dan industri yang ribuan jumlahnya itu membutuhkan bahan kebutuhan pokok yang akan dipenuhi dari daerah lokal. Untuk itu, bantuan bersifat langsung dari PT BSM selama ini disalurkan melalui program CSR dan comdev. Bantuan itu meliputi antara lain pembangunan jembatan, pembuatan sumur bor untuk irigasi pertanian, pembangunan rumah-rumah ibadah. Dana comdev sendiri telah disalurkan sekitar Rp960 juta dalam dua tahap, meliputi 25 desa di sekitar tambang yang dibina. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia juga menjadi perhatian PT Ifishdeco. Tugas mulia itu diwujudkan melalui bantuan satu unit kendaraan ambulans untuk Rumah Sakit Umum Kabupaten Konawe Selatan, dan penyediaan air bersih bagi warga di beberapa desa berupa sumur bor. Bantuan yang sangat signifikan bagi peningkatan kualitas SDM adalah pemberian beasiswa bagi sekitar 100 mahasiswa S1, S2, dan S3. Para peserta berasal dari berbagai kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara. Bantuan ini direalisasikan melalui kerja sama PT BSM dengan Universitas Haluoleo. 4.3. Dampak Terhadap Pendapatan/Perekonomian Nasional Pembangunan ekonomi pada dasarnya mempunyai tiga dimensi pokok, yaitu: sektoral, kewilayahan, dan waktu. Waktu merupakan dimensi dinamis dalam kegiatan atau proses pembangunan. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah (value added). Dari dimensi pembangunan tersebut, dalam kurun waktu tertentu akan dicapai dua nilai tambah pokok, yaitu: nilai tambah sektoral atau vertikal yang memberi dampak pertumbuhan bagi pendapatan nasional atau
62 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
PDB, serta nilai tambah kewilayahan untuk memberi manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat setempat (Soelistijo, dkk., 2003). Dalam perspektif ekonomi makro, khususnya model inputoutput, nilai tambah suatu sektor atau input primer merupakan selisih antara total output dan input antara (intermediate input). Nilai tambah suatu sektor merupakan pendapatan atau balas jasa yang diperoleh oleh faktor-faktor produksi, antara lain pendapatan dari tenaga kerja (upah dan gaji) dan surplus usaha (keuntungan) karena entrepreneurship. Upaya untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar dari hasil pertambangan pada dasarnya dimaksudkan agar pendapatan faktor-faktor produksi di dalam negeri juga meningkat, baik pendapatan tenaga kerja, keuntungan perusahaan maupun pajak pertambahan nilai untuk kepentingan perekonomian domestik. Teori commodity trap atau jebakan komoditas menyebutkan bahwa negara-negara sedang berkembang sulit untuk keluar dari cara pandang agar dari bahan-bahan mentah (komoditas) harus diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Negara-negara tersebut sulit untuk keluar dari jebakan komoditas. Hal ini terkait dengan industri dan kapitalisme global yang tak rela jika sebuah negara berkembang meningkatkan diri sebagai negara pengolah bijih mineral, bukan lagi sebagai penjual bijih mineral mentah (Didiek, 2014). Dalam teori perdagangan internasional, kebijakan pembatasan ekspor merupakan bagian dari politik perdagangan (proteksi) untuk melindungi industri dalam negeri serta menjaga ketersediaan pasokan bagi kebutuhan domestik. Dampak ekonomi jangka pendek hampir semuanya negatif, karena akan mengganggu penerimaan negara, defisit neraca perdagangan, melemahnya nilai tukar, penurunan pendapatan perusahaan domestik, melambatnya pertumbuhan ekonomi, dan pada gilirannya pengangguran. Dampak positifnya baru terlihat dalam jangka panjang, berupa tumbuhnya industri dalam negeri, meningkatnya nilai tambah produk, hingga pada gilirannya perluasan investasi, penguatan kapasitas produksi dan kesempatan kerja. Itupun dengan catatan bahwa sebuah kebijakan proteksi harus diikuti dengan peta jalan (roadmap) yang jelas, terukur serta perlakuan yang komprehensif terhadap eksternalitas dan dampak-dampak jangka pendek (Pattilouw, 2012). Kebijakan pembatasan ekspor mineral pada dasarnya dimaksudkan untuk agenda jangka panjang dan cenderung kurang memperhatikan proses serta dinamika jangka pendek. Akibatnya, mekanisme operasional yang terbangun cenderung bersifat reaktif.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 63
Ketidaksiapan kelembagaan birokrasi, infrastuktur, dan energi merupakan faktor-faktor yang menghambat proses serta dinamika atas kebijakan jangka pendek yang diberlakukan. Tentu saja untuk mencapai sebuah tujuan jangka panjang, dinamika jangka pendek mesti diperhitungkan dan disiasati secara tepat. Pembahasan dampak pembangunan smelter terhadap pendapatan/ perekonomian nasional dalam bab ini akan dibatasi pada aspek investasi, nilai tambah ketenagakerjaan dari aspek kewilayahan, nilai ekspor yang memengaruhi pendapatan nasional atau PDB, dan penerimaan negara yang terkait dengan pemberlakuan kebijakan PNT mineral sesuai amanat UU Nomor 4 Tahun 2009. Analisis akan dilihat dampak secara nasional kemudian dibandingkan dengan dampak smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dilihat dari rencana pembangunan pabrik smelter yang akan dilakukan oleh perusahaan pertambangan berbagai jenis mineral logam dan bukan logam, diperkirakan akan terjadi investasi besarbesaran di wilayah yang menjadi pusat kegiatan pertambangan tersebut. Investasi di bidang pertambangan besi tercatat paling besar, disusul kemudian oleh pertambangan nikel dan bauksit. Total investasi diperkirakan mencapai hampir USD18.867,29 juta. Adapun lokasi pembangunan smelter, investasi terbesar berada Banten (USD7 miliar), disusul oleh Sulawesi Tenggara (USD4,8 miliar), Kalimantan Barat (USD4,6 miliar), Sulawesi Tengah (USD1,3 miliar), dan Kalimantan Selatan (USD1,1 miliar). Investasi di provinsi lainnya, yaitu Maluku Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, dan Kepulauan Riau, antara USD48 juta – USD300 juta (Yunianto, 2014). Data rencana investasi berdasarkan komoditas dan berdasarkan provinsi dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5. Dampak terhadap perekonomian nasional dilihat dari investasi pabrik smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar USD 3,8 miliar atau sekitar 20,11 % dari investasi pabrik smelter secara nasional. Investasi smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara yang terbesar adalah berasal dari PT. Wijaya Inti Nusantara (Jilin Metal) di Konawe Selatan dan PT. Jilin Metal di Bombana masing-masing sebesar USD2,3 miliar (Lampiran 5).
64 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Gambar 4.4. Rencana Investasi Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Mineral Berdasarkan Komoditas
INVESTASI PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN
Kep. Riau
Investasi A.1.4.
Kalimantan Barat
48 juta USD Investasi 4,6 milyar USD Peta Sebaran Kebutuhan Energi
Kalimantan Tengah
Investasi
94 juta USD
Maluku Utara Investasi
300 juta USD
Jawa Barat
Investasi
230 juta USD
Sulawesi Tenggara Investasi
3,8 milyar USD
Sulawesi Tengah Investasi Jawa Timur
Banten
Investasi
7 milyar USD
Investasi
250 juta USD
1,3 milyar USD
Kalimantan Selatan Investasi
1,1 milyar USD
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2013
Gambar 4.5. Rencana Investasi Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Mineral Berdasarkan Provinsi
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 65
Dari hasil verifikasi yang dilakukan terhadap pertambangan mineral yang memiliki ET (Eksportir Terdaftar), yang terdiri atas pertambangan bijih nikel, bijih besi, bauksit, bijih mangan, galena, dan ilmenit, dapat dihitung proyeksi kebutuhan tenaga kerjanya. Dengan asumsi seluruh perusahaan tambang hasil verifikasi merealisasikan rencananya untuk membangun pabrik smelter, maka diperkirakan akan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja, dari semula 56.127 orang pada tahun 2013 menjadi 9.676 orang pada tahun 2014. Tenaga kerja pada tahun 2014 ini terdiri atas 5.570 orang bekerja pada smelter dan 4.106 orang pada kegiatan penambangan (Gambar 4.6).
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2013)
Gambar 4.6. Proyeksi jumlah tenaga kerja yang dapat diserap, 2014-2017
Beroperasinya perusahaan yang membangun smelter pada tahun-tahun berikutnya, sesuai dengan studi kelayakan yang mereka buat, mengakibatkan terjadinya kenaikan pada tenaga kerja yang terlibat, baik dalam kegiatan smelter maupun penambangan. Pada tahun 2015, tenaga kerja naik menjadi 19.102 orang, dengan perincian 11.899 orang pada smelter dan 7.203 orang pada penambangan. Pada tahun 2016, naik lagi menjadi 40.773 orang, dengan perincian 27.775 orang pada smelter dan 12.998 orang pada 66 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
penambangan. Sementara pada tahun 2017, angka penyerapan tenaga kerja menjadi 65.440 orang, terdiri atas 34.375 orang pada smelter dan 31.065 orang pada penambangan. Angka ini sudah melampaui jumlah tenaga kerja pada tahun 2013 ketika kebijakan PNT belum dilaksanakan, yakni 56.127 orang. Dengan melihat perkembangan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertambangan mineral selama periode 2013-2017, maka berarti salah satu tujuan penerapan kebijakan PNT sudah tercapai, yaitu meningkatnya jumlah tenaga kerja (Yunianto, 2014). Dari hasil analisis diperkirakan pengangguran hanya akan terjadi pada periode tahun 2014-2016, tetapi tidak pada tahun 2017 yang justru berada pada level di atas tahun 2013 sebelum kebijakan PNT diberlakukan. Setelah tahun 2017, pertumbuhan smelter diperkirakan akan terus berlanjut, yang berarti penyerapan tenaga kerja juga diharapkan terus bertambah (Yunianto, 2014). Berdasarkan data penyerapan tenaga kerja smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, penyerapan tenaga kerja sebesar 7.584 orang. Jumlah ini hanya untuk pekerja di smelter, belum termasuk tenaga kerja yang bekerja pada kegiatan ekonomi yang mendukung smelter dan merupakan multiplier effect dari kegiatan smelter, seperti tenaga kerja di kegiatan transportasi, penyuplai bahan pokok, jasa keteknikan, jasa perdagangan, dan lainnya. Ketika UU Nomor 4 Tahun 2009 diberlakukan, para pengusaha tambang mineral tampaknya menyadari bahwa pemerintah cq. Kementerian ESDM akan menerapkan kebijakan PNT mineral dan batubara sebagaimana tertuang pada Pasal 103 UU Nomor 4 Tahun 2009. Persoalannya, meskipun dalam pasal tersebut jelas-jelas disebutkan bahan galian yang diproduksi harus diolah dan dimurnikan di dalam negeri sebelum diekspor, para pengusaha sebenarnya tidak tahu persis seperti apa bentuk kebijakan yang akan dibuat. Untuk itu, mereka mengambil jalan pintas dengan berusaha menggenjot produksi sebanyak-banyaknya. Tidak mengherankan jika hanya dalam jangka waktu empat tahun, ekspor bijih berbagai jenis mineral meningkat sangat tajam; ekspor bijih nikel naik delapan kali lipat selama kurun waktu 2008-2011 (Gambar 4.7). Berdasarkan perhitungan (Gambar 4.8), terlihat pertumbuhan nilai ekspor produk pengolahan dan pemurnian tahun 2013 – 2017 cukup signifikan tinggi, dari USD4,62 miliar menjadi
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 67
USD17,88 miliar. Nilai ekspor produk konsentrat (O) yang diberi relaksasi bisa diekspor sampai tahun 2017 relatif stabil berturut-turut selama tahun 2013 – 2017 sekitar USD3,65 miliar, USD2,19 miliar, dan USD4,98 miliar. Sedangkan bila ekspor bijih akan diperbolehkan, dari perhitungan sangat tidak signifikan karena ekspor bijih/raw material secara selektif hanya akan membantu nilai ekspor sebesar USD672 juta, atau 5% dari total nilai ekspor produk material. Berdasarkan hasil perhitungan bila masih ekspor bijih diperoleh manfaat sebagai berikut: a) tahun 2015, nilai ekspor akan meningkat sebesar USD672 juta (5% dari total nilai ekspor); b) tahun 2016, nilai ekspor akan bertambah 6% dari nilai ekspor bijih/raw material; c) ekuitas perusahaan yang sedang menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian akan terbantu. Sedangkan resiko yang harus ditanggung bila masih mengekspor bijih (nikel) adalah: a) IUP yang akan menyelesaikan pembangunan smelter nikel akan dirugikan, padahal mereka telah patuh terhadap kewajiban PNT; b) terdapat penolakan dari IUP yang sedang menyelesaikan pembangunan smelter-nya; c) Pemerintah akan kehilangan kepercayaan dari negara yang telah berinvestasi di Indonesia (China, Ukraina, Australia, etc); d) sulit mengendalikan kegiatan penyelundupan apabila raw material diperkenankan untuk diekspor kembali. Terkait dengan nilai ekspor, Indonesia diperkirakan akan kehilangan devisa sebesar USD3,6 miliar menyusul kebijakan larangan ekspor bijih yang diberlakukan mulai awal tahun 2014. Hal ini sejalan dengan penurunan nilai ekspor mineral yang terjadi pada tahun 2014. Pada tahun yang sama, negara juga akan kehilangan penerimaan negara sebesar Rp6 triliun yang berasal dari pajak, serta Rp2 triliun dari PNBP. Namun dengan meningkatnya nilai ekspor pada tahun 2015, maka secara otomatis penerimaan negara akan terdorong naik, meskipun masih di bawah penerimaan negara pada tahun 2013. Penerimaan negara pada tahun 2016 dan tahun 2017 juga praktis akan meningkat di atas penerimaan negara pada
68 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2013 menyusul peningkatan nilai ekspor pada kedua tahun tersebut.
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2013)
Gambar 4.7. Kenaikan Ekspor Bijih Nikel (2008-2011)
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2013)
Gambar 4.8. Perkiraan Nilai Ekspor Mineral Tahun 2013 – 2017
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 69
Untuk mengetahui perbedaan nilai tambah dari pembangunan smelter nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara berikut akan dilihat dari perbandingan nilai ekspor bijih dan dalam bentuk produk pemurnian nikel (refinery product). Secara nasional, dari 40 IUP nikel terdapat 33 perusahaan yang akan membangun smelter. Dari 33 perusahaan smelter tersebut, terdapat 20 perusahaan yang akan membangun smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dilihat dari nilai ekspor bijih nikel dari seluruh IUP nikel diperkirakan nilainya sebesar USD 602,36 juta (Tabel 4.7), dengan sekitar 60% berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan bila dibandingkan dengan nilai ekspor setelah menjadi produk pemurnian nikel dalam bentuk feronikel, MHP, sponge nikel, NPI, dan nikel mate nilai mencapai USD7,31 miliar, yang sebagian besar berasal dari smelter di Provinsi Sulawesi Tenggara (Tabel 4.8). Terdapat selisih yang cukup signifikan nilai ekspor bijih nikel bila dibandingkan nilai produk pemurnian nikel. Sebagai penggerak roda perekonomian nasional dan daerah, akan membuka lapangan kerja sebagai multiplier effect yang lebih luas ke kegiatan hilir bila dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Di samping itu, tentu akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan daerah yang berasal dari pajak-pajak dan PNBP (iuran-iuran dan royalty).
70 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Tabel 4.7. Nilai Ekspor Bijih Nikel (Perusahaan Tahap Konstruksi Tahun 2015) No.
Perusahaan
Volume Ekspor 3,000,000.00
Harga (USD/ton) 31.59
Nilai Ekspor (USD) 94,770,000.00
1,100,000.00
31.59
34,749,000.00
1
Bintang Delapan Mineral
2
Bintang Delapan Energi
3
Gebe Sentra Nikel
4
Integra Mining Nusantara
108,000.00
31.59
3,411,720.00
5
360,000.00
31.59
11,372,400.00
348,000.00
31.59
10,993,320.00
500,000.00
31.59
15,795,000.00
500,000.00
31.59
15,795,000.00
9
PT. Macika Mada Madana Fajar Bhakti Lintas Nusantara PT. Karyatama Konawe Utara Bhineka Sekarsa Adidaya PT. Cipta Djaya Surya
3,888,889.00
31.59
122,850,003.51
10
PT. Pernik Sultra
18,000.00
31.59
568,620.00
11
Elit Kharisma Utama
45,000.00
31.59
1,421,550.00
12
Konawe Nikel Nusantara
13
Kembar Emas Sultra
200,000.00
31.59
6,318,000.00
14
PT. Bina Cakra Perkasa Mineralindo PT. Pam Metalindo
3,500,000.00
31.59
110,565,000.00
1,800,000.00
31.59
56,862,000.00
PT. Aneka TambangFeNi Haltim Wanatiara Persada (Multi Baja Industri) Rimba Kurnia Alam
2,500,000.00
31.59
78,975,000.00
1,200,000.00
31.59
37,908,000.00
6 7 8
15 16 17 18
Jumlah
19,067,889.00
602,354,613.51
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 71
72 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
832,222,776.00
78,399.00
1,199,854,376.00
307,781,600.00
258,640.00
59,850,000.00
18,000.00
(USD)
(ton)
FeNI
Nilai Ekspor
Produksi
2014
MHP Sponge Nikel NPI Nikel Matte Jumlah
Jenis Produk
84,000.00
565,880.00
12,000.00
21,000.00
(ton)
Produksi
1,587,182,200.00
687,960,000.00
673,397,200.00
156,000,000.00
69,825,000.00
(USD)
Nilai Ekspor
2015
43,680,000.00
84,000.00
3,251,012,300.00
687,960,000.00
1,367,809,800.00
52,000.00 1,149,420.00
312,000,000.00
839,562,500.00
(USD)
Nilai Ekspor
24,000.00
252,500.00
(ton)
Produksi
2016
Tabel 4.8. Prakiraan Nilai Ekspor Refinery Product
84,000.00
3,155,520.00
52,000.00
24,000.00
756,400.00
Produksi (ton)
7,313,738,800.00
687,960,000.00
3,755,068,800.00
43,680,000.00
312,000,000.00
2,515,030,000.00
Nilai Ekspor (USD)
2017
4.4
Tabel Input-Output
Tabel Input-Output merupakan seperangkat sistem penyajian data statistik tentang transaksi barang dan jasa antarsektor ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Penyajian Tabel Input-Output dalam bentuk matriks, yaitu sistem penyajian data yang menggunakan dua dimensi, baris dan kolom. Isian sepanjang baris menunjukkan pengalokasian/ pendistribusian dari output yang dihasilkan suatu sektor dalam memenuhi permintaan antara oleh sektor lainnya dan permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masingmasing sektor dalam kegiatan produksinya (Mangiri, 2000a: 7-8). Tabel Input-Output pada dasarnya berupa uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa, serta saling keterkaitan antarsektor yang satu dengan sektor lainnya, dalam suatu periode waktu tertentu. Dengan menggunakan Tabel Input-Output dapat dilihat bagaimana output dari suatu sektor ekonomi didistribusikan ke sektor-sektor lainnya, dan bagaimana pula suatu sektor memeperoleh input yang diperlukan dari sektor-sektor lainnya. Penyajian Tabel Input-Output disajikan oleh Badan Pusat Statistik (2002:4) dengan ilustrasi sistem perekonomian terdiri atas tiga sektor produksi, yaitu sektor 1, 2, dan 3. Secara kerangka umum Tabel Input-Output untuk 3 sektor ditampilkan pada (Tabel 4.9). Isian sepanjang baris memperlihatkan bagaimana output dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 73
Tabel 4.9 Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Tiga Sektor Produksi Alokasi Output
Struktur Input
Input antar a
Permintaan Antara
Penyediaan Permintaan Akhir
Sektor Produksi
Sektor Produks i
1 2 3
1
2
Jumlah Output
3
x11 x12 x13 x21 x22 x23 x31 x32 x33
Input Primer
V1 V2
V3
Jumlah Input
X1 X2
X3
F1 F2 F3
X1 X2 X3
Penyusunan Tabel Input-Output memerlukan asumsiasumsi pokok untuk memudahkan dalam memahami, menyusun, dan menggunakan tabel tersebut. Penggunaan Tabel Input-Output dalam analisis tergantung pada asumsi dasar berikut ini: (1) Asumsi keseragaman/homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal, dan tidak ada barang serupa atau substitusi yang dihasilkan oleh sektor lain. (2) Asumsi kesebandingan/proporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi lurus (linier), yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu, naik atau turun, sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut. (3) Asumsi penjumlahan/aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan dari masing-masing sektor secara terpisah, dan merupakan penjumlahan dari efek masing-masing
74 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
kegiatan. Ini berarti bahwa di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan. Asumsi-asumsi tersebut memberi implikasi bahwa Tabel Input-Output mempunyai keterbatasan, antara lain karena rasio input-output tetap konstan sepanjang periode analisis, produsen tak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan input-nya atau mengubah prosesnya. Hubungan yang tetap ini berarti apabila suatu input diduakalikan akan menghasilkan output dua kali lipat juga. Asumsi semacam ini tidak meliput adanya perubahan teknologi atau produktivitas yang dapat terjadi dari waktu ke waktu. Walaupun mengandung keterbatasan, model input-output tetap merupakan alat analisis ekonomi yang lebih lengkap dan lebih komprehensif. Salah satu keunggulan analisis dengan model input-output adalah dapat digunakan untuk mengetahui berapa jauh tingkat hubungan atau keterkaitan antara sektor produksi. Besarnya tingkat keterkaitan ke depan (forward linkages), atau disebut juga dengan daya penyebaran, dan tingkat keterkaitan ke belakang (backward linkages), atau biasa disebut derajat kepekaan. Berdasarkan daya penyebaran dan derajat kepekaan ini diturunkan pula indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan. Bahkan selama ini, para ahli telah menggunakan kedua indeks tersebut untuk menganalisis dan menentukan sektor-sektor kunci (key sectors) dalam pembangunan ekonomi sektor yang mempunyai daya penyebaran tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan, atau daya dorong yang cukup kuat dibandingkan terhadap sektor yang lainnya. Sebaliknya, sektor yang mempunyai derajat kepekaan tinggi berarti sektor tersebut mempunyai ketergantungan (kepekaan) terhadap sektor lain juga tinggi. 4.4.1
Keterkaitan Ke Belakang (Backward Linkages)
Keterkaitan ke belakang menunjukkan akibat dari sektor tertentu terhadap sektor yang menggunakan outputnya sebagai input antara bagi sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total (Budiharsono, 2001). Dengan kata lain, keterkaitan ke belakang suatu sektor menunjukkan keberadaan sektor tersebut sebagai pengguna output sektor lain. Semakin tinggi nilai keterkaitan ke belakang suatu sektor berarti sektor tersebut semakin dibutuhkan sebagai pengguna output sektor lain (Widodo, 2006). Di samping itu
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 75
adanya peningkatan output suatu sektor akan mendorong peningkatan output sektor lainnya, terutama bagi sektor yang outputnya digunakan sebagai input antara suatu sektor tersebut. Peningkatan output ini dapat melalui beberapa cara di antaranya peningkatan output sektor X akan meningkatkan permintaan input sektor X. Input sektor X ini ada yang berasal dari sektor sendiri, ada pula yang dari sektor perekonomian lainnya (misal sektor Y). Karena itu, jika ada peningkatan output sektor X, maka sektor X akan meminta input sektor Y lebih banyak daripada sebelumnya untuk digunakan dalam proses produksi sektor X. Adanya peningkatan permintaan input dari sektor X, berarti sektor Y harus ada peningkatan output, akibatnya akan meningkatkan permintaan input sektor Y ini. Adanya peningkatan permintaan input sektor Y berarti harus terjadi peningkatan output sektor lainnya lagi; begitu seterusnya yang terjadi dalam keterkaitan antarsektor perekonomian yang bersumber dari mekanisme penggunaan output sebagai input antara dalam proses produksi sektor perekonomian. Berdasarkan penjelasan di atas, keterkaitan ke belakang sektor pertambangan nikel dan industri feronikel (smelter) di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11. Kedua Tabel ini menunjukkan keterkaitan ke belakang sektor pertambangan nikel pada tahun 2006 mempunyai nilai keterkaitan rendah (di bawah rata-rata) dan berada pada posisi ke 17 dari 32 sektor perekonomian di Provinsi Sulawesi Tenggara, sedangkan industri feronikel dan besi (smelter) berada pada posisi ke 5 dengan nilai keterkaitan di atas rata-rata (1,207). Dengan demikian, sektor industri feronikel dan besi (smelter) mempunyai potensi yang relatif lebih tinggi dalam menghasilkan output dibanding sektor pertambangan nikel. Tingginya keterkaitan ke belakang sektor ini mengindikasikan ketergantungan yang relatif tinggi terhadap sektor perekonomian lainnya. Nilai keterkaitan sektor industri feronikel 1,207 berarti setiap kenaikan satu unit permintaan akhir output sektor ini akan menyebabkan kenaikan output sektor perekonomian lain yang terkait sebesar 1,207 unit. Begitu juga untuk untuk sektor pertambangan nikel. Dilihat dari distribusi asal input yang diperoleh masingmasing sektor ekonomi, ternyata sebagian besar sektor pertambangan nikel diperoleh dari sektor pengilangan minyak, artinya sektor pertambangan nikel lebih banyak memanfaatkan output dari sektor pengilangan minyak sebagai input antara dalam
76 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
proses penambangan, yaitu Rp82,98 miliar (81%). Input antara untuk sektor industri feronikel sebagian besar diperoleh dari sektor pertambangan nikel (bijih nikel) sebagai bahan baku sebesar Rp319,27 miliar (53%) dan sektor pengilangan minyak sebesar Rp118,45 miliar (19%), sedangkan sektor lainnya yang mempunyai kontribusi input cukup besar adalah sektor jasa angkutan dan jasa komunikasi sebesar 8% dan sektor listrik sebesar 7%. Berdasarkan nilai keterkaitan ke belakang tersebut, sektor industri feronikel merupakan sektor ekonomi cukup potensial di Provinsi Sulawesi Tenggara yang memberikan kontribusi dalam pengembangan sektor lainnya. Apabila potensi ini dikaitkan dengan kondisi ke depan, khususnya mengenai rencana pembangunan smelter untuk mengolah nikel di Sulawesi Tenggara yang diperkirakan selesai tahun 2017, maka dapat diperkirakan bahwa sektor industri feronikel akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan sektor ekonomi di Provinsi Sulawesi Tenggara. 4.4.2.
Keterkaitan Ke Depan (Forward Linkages)
Keterkaitan ke depan digunakan untuk menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output suatu sektor perekonomian melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Peningkatan output produksi sektor X, tambahan output tersebut akan didistribusikan ke sektor produksi di perekonomian, termasuk sektor X sendiri. Jika terjadi peningkatan satu unit output sektor X, peningkatan output total di sektor perekonomian, yang melalui mekanisme output, ditunjukkan oleh penjumlahan baris dari matriks koefisien input (matriks A) (Widodo, 2006). Analisis keterkaitan ke depan ini juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar output suatu sektor diperlukan oleh sektor lain; atau mengukur akibat dari sektor tertentu terhadap sektor yang menyediakan output bagi sektor tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Budiharsono, 2001). Semakin tinggi keterkaitan ke depan suatu sektor, berarti semakin tinggi pula pengaruh sektor tersebut terhadap sektor perekonomian lainnya melalui mekanisme pemanfaatan output sektor tersebut untuk digunakan input bagi sektor perekonomian lainnya. Berdasarkan nilai keterkaitan ke depan, sektor pertambangan nikel merupakan sektor yang output-nya sedikit dimanfaatkan oleh sektor perekonomian lain sebagai input produksi.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 77
Sektor yang memanfaatkan output sektor ini adalah sektor industri feronikel sebesar Rp319,27 miliar (99,76%) dan sektor industri lainnya Rp 740,71 juta (0,24%). Besarnya indek derajat kepekaan atau keterkaitan ke depan hanya 0,909 (di bawah rata-rata) atau di bawah 1, yang artinya setiap peningkatan satu rupiah output sektor ini akan meningkatkan permintaan output sektor perekonomian sebesar Rp0,909. Berarti pula sektor ini mempunyai pengaruh kecil terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Sedangkan output sektor industri feronikel hanya digunakan oleh sektor konstruksi dan bangunan sebesar Rp6,722 miliar dan apabila dilihat dari indek derajat kepekaan hanya sebesar 0,742, yang artinya setiap peningkatan satu rupiah output sektor ini akan meningkatkan permintaan output sektor perekonomian sebesar Rp 0,742. Rendahnya keterkaitan ke depan sektor pertambangan nikel disebabkan oleh sifat output sektor ini (berupa bijih nikel) dan hanya dapat dimanfaatkan oleh industri yang melakukan proses lanjutan (smelter), sehingga perkembangan sektor pertambangan nikel akan sangat tergantung pada perkembangan smelter. Begitu pula dengan keterkaitan ke depan sektor industri feronikel yang masih kecil disebabkan belum berkembangnya industri hilir di Provinsi Sulawesi Tenggara yang memanfaatkan output industri feronikel tersebut, atau sebagian besar output-nya diekspor. Kriteria suatu sektor dikatakan sebagai sektor unggulan dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut (Widodo, 2006): 1. Keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang dengan kriteria tinggi (di atas rata-rata). Suatu sektor yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan tinggi dikategorikan sebagai sektor unggulan. Sektor pertambangan nikel mempunyai nilai keterkaitan rendah atau di bawah ratarata, sehingga sektor ini tidak diklasifikasikan sebagai sektor unggulan. Sedangkan sektor industri feronikel mempunyai keterkaitan ke belakang tinggi dan keterkaitan ke depan rendah, sehingga sektor ini masih diklasifikasikan sebagai sektor yang potensial. 2.
Berdasarkan angka digolongkan sebagai:
pengganda,
suatu
sektor
dapat
a. Sektor pemacu pertumbuhan ekonomi Suatu sektor perekonomian yang memiliki angka pengganda output (semakin) tinggi merupakan sektor yang
78 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Output pengganda sektor pertambangan nikel sebesar 1.21 relatif tinggi tapi masih di bawah angka ratarata (1,35), sedangkan untuk sektor industri feronikel angkanya cukup tinggi, yaitu 1,63; artinya, jika output sektor industri feronikel meningkat Rp100 juta, maka output perekonomian Sulawesi Tenggara akan meningkat Rp 163 juta. b. Sektor pemacu pendapatan Suatu sektor perekonomian yang memiliki angka pengganda pendapatan (semakin) tinggi merupakan sektor yang berpotensi untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah. Angka pengganda pendapatan sektor pertambangan nikel dan sektor industri feronikel yang masing-masing sebesar 0,15 dan 0,14 masih di bawah angka rata-rata (0,26) artinya jika output kedua sektor ini meningkat Rp100 juta, maka pendapatan daerah di Sulawesi Tenggara akan meningkat Rp15 juta untuk sektor pertambangan nikel dan Rp14 juta untuk sektor industri feronikel. c. Sektor penyerap tenaga kerja Suatu sektor perekonomian yang memiliki angka pengganda tenaga kerja (semakin) tinggi merupakan sektor yang berpotensi untuk mendorong penciptaan peluang kerja baru dalam suatu perekonornian daerah. Angka pengganda tenaga kerja sektor pertambangan nikel adalah sebesar 0,006 dan sektor industri feronikel 0,051, artinya jika output meningkat Rp100 juta, maka pengganda dari sektor pertambangan nikel akan menyerap tenaga kerja di Sulawesi Tenggara sebanyak 600.000 orang dan untuk sektor industri feronikel akan menyerap 5.000.000 orang.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 79
Tabel 4.10. Transaksi atas Dasar Harga Pembeli, 32 Sektor (juta rupiah) Tabel 4.10. Transaksi atas Dasar Harga Pembeli, 32 Sektor (juta rupiah) Kode 1 2 Kode 3 1 4 2 5 6 3 4 7 5 8 6 9 10 7 11 8 12 9 13 10 14 11 15 12 16 13 14 17 15 16 18 17 19 20 18 21 22 19 23 20 21 24 22 23 25 24 26 25 27 26 28 27 29 28 30 29 31 190 30 201 202 31 203 190 204 201 209 202 210 203 204 209 210
Sektor Padi Jagung Umbi-umbian,KacangSektor kacangan & Sayur-sayuran Padi Buah-buahan Jagung Jambu mete Umbi-umbian,KacangKakao kacangan & Sayur-sayuran Tanaman Perkebunan Buah-buahan Lainnya Jambu mete Ternak dan Hasil-hasilnya Kakao Unggas & Hasil-hasilnya Tanaman Perkebunan Kayu Lainnya Hasil Hutan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Perikanan Darat dan laut Unggas & Hasil-hasilnya Nikel Kayu Aspal Hasil Hutan Lainnya Penggalian Lainnya Perikanan Darat dan laut Pengilangan Minyak Nikel Industri Makanan dan Aspal Minuman & Tembakau Penggalian Lainnya Industri Tekstil, Kayu, Pengilangan Minyak Kertas, Pupuk, Semen, dll Industri Makanan dan Industri Feronikel dan Minuman & Tembakau Besi/baja lainnya Industri Tekstil, Kayu, Industri LainnyaSemen, dll Kertas, Pupuk, Listrik Industri Feronikel dan Air Bersih lainnya Besi/baja Konstruksi/Bangunan Industri Lainnya Jasa ListrikPerdagangan & Jasa Pemerintahan Air Bersih Jasa Perhotelan dan Konstruksi/Bangunan Restoran Jasa Perdagangan & Jasa Jasa Angkutan dan Jasa Pemerintahan Komunikasi Jasa Perhotelan dan Bank dan Lembaga Restoran Keuangan lainnya Jasa Angkutan dan Jasa Sewa Bangunan dan Jasa Komunikasi Perusahaan Bank dan Lembaga Jasa Pendidikan, Kesehatan Keuangan lainnya & Kemasy. Sosial Sewa Bangunan dan Jasa Jasa Hiburan, Rekreasi & Perusahaan Kebudayaan Swasta Jasa Pendidikan, Kesehatan Jasa Perorangan dan & Kemasy. Sosial Rumahtangga Jasa Hiburan, Rekreasi & Jumlah InputSwasta Antara Kebudayaan Upah dan gaji Jasa Perorangan dan Surplus Usaha Rumahtangga Penyusutan Jumlah Input Antara Pajak Tak gaji Langsung Neto Upah dan Nilai Tambah Surplus UsahaBruto Jumlah Input Penyusutan Pajak Tak Langsung Neto Nilai Tambah Bruto Jumlah Input
Kode 13 0.00 0.00
Kode 19 0.00 0.00
Kode 180 405,494.55 14,137.34
Kode 13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kode 19 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kode 180 42,170.62 405,494.55 11,222.98 14,137.34 10,724.54 18,454.82 42,170.62
0.00 0.00 2,656.28 82,987.08 207.46
0.00 0.00 11,626.73 118,451.30 3,478.93
5,004.94 442,338.57 268,018.43 896,878.94 809,663.08
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2,656.28 0.00 82,987.08 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 319,270.06 0.00 0.00 0.00 11,626.73 0.00 118,451.30 319,270.06
11,222.98 11,692.89 10,724.54 85,145.79 18,454.82 34,077.85 58,589.51 11,692.89 16,727.34 85,145.79 276,865.77 34,077.85 320,010.77 58,589.51 5,004.94 16,727.34 268,018.43 276,865.77 896,878.94 320,010.77
0.00 0.00 4,681.10 207.46 592.21 52.93 0.00 1,951.10 4,681.10
0.00 0.00 0.00 3,478.93 45,786.81 91.46 0.00 16,995.55 0.00
442,338.57 6,722.34 1,419,335.65 809,663.08 94,794.41 3,509.95 6,722.34 189,956.34 1,419,335.65
0.00 5,904.58
0.00 50,881.74
0.00 620,296.33
98.80 1,543.70
5,049.01 5,839.65
49,098.27 119,440.74
5,904.58 1,335.55
50,881.74 20,743.84
620,296.33 278,523.50
1,543.70 2.25
5,839.65 0.00
119,440.74 1,792.92
1,335.55 0.00
20,743.84 0.00
278,523.50 873.51
2.25 412.75 102,425.79 0.00 66,224.52 262,883.20 412.75 46,779.37 102,425.79 36,311.86 66,224.52 412,198.95 262,883.20 514,624.74 46,779.37 36,311.86 412,198.95 514,624.74
0.00 0.00 598,215.07 0.00 110,998.93 339,915.10 0.00 135,100.70 598,215.07 48,440.86 110,998.93 634,455.59 339,915.10 1,232,670.66 135,100.70 48,440.86 634,455.59 1,232,670.66
1,792.92 62,296.44 6,573,859.15 873.51 4,885,388.70 8,599,395.04 62,296.44 997,855.31 6,573,859.15 787,659.89 4,885,388.70 15,270,298.94 8,599,395.04 21,844,158.09 997,855.31 787,659.89 15,270,298.94 21,844,158.09
592.21 0.00 52.93 1,951.10 98.80
80 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
45,786.81 0.00 91.46 16,995.55 5,049.01
94,794.41 0.00 3,509.95 189,956.34 49,098.27
Tabel 4.11. Keterkaitan ke Belakang dan Keterkaitan Ke Depan Sektor
Output Multiplier
Backward Linkage
Forward Linkage
1
Padi
1.120733
0.829674
1.253994
2
1.157530
0.856915
0.768168
1.117007
0.826916
0.798755
4
Jagung Umbi-umbian, Kacang-kacangan, dan Sayur-sayuran Buah-buahan
1.092200
0.808552
0.784827
5
Jambu mete
1.068497
0.791004
0.752776
6
Kakao
1.144979
0.847623
0.755700
7
Tanaman Perkebunan Lainnya
1.094843
0.810508
0.750990
8
Ternak dan Hasil-hasilnya
1.104102
0.817362
0.945124
9
Unggas & Hasil-hasilnya
1.133126
0.838849
0.865308
10
Kayu
1.192251
0.882618
0.879755
11
Hasil Hutan Lainnya
1.200857
0.888990
0.797143
12
Perikanan Darat dan laut
1.386958
1.026760
0.977764
13
Nikel
1.219847
0.903048
0.909824
14
Aspal
1.523221
1.127634
0.743395
15
Penggalian Lainnya
1.151655
0.852566
0.867508
16
1.000000
0.740296
1.514622
1.840865
1.362785
1.037253
1.627620
1.204920
1.551699
19
Pengilangan Minyak Industri Makanan dan Minuman & Tembakau Industri Tekstil, Kayu, Kertas, Pupuk, Semen, & sejenisnya Industri Feronikel dan Besi/baja lainnya
1.630989
1.207415
0.742093
20
Industri Lainnya
1.593943
1.179990
1.630670
21
Listrik
1.606169
1.189041
0.878207
22
Air Bersih
1.587861
1.175487
0.767285
23
Konstruksi/Bangunan
1.890457
1.399498
0.989509
24
Jasa Perdagangan
1.237011
0.915755
2.193461
25
Jasa Perhotelan dan Restoran
1.720581
1.273739
0.787052
26
Jasa Angkutan dan Jasa Komunikasi
1.598872
1.183639
1.884599
27
Bank dan Lembaga Keuangan lainnya
1.124735
0.832637
0.941289
28
Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan
1.165701
0.862964
1.084336
29
Jasa Pemerintahan Jasa Pendidikan, Kesehatan & Kemasyarakatan Sosial Jasa Hiburan, Rekreasi & Kebudayaan Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
1.374203
1.017317
0.740296
1.555633
1.151629
0.748985
1.671720
1.237568
0.758642
1.291778
0.956298
0.898970
RATA-RATA
1.350811
1.000000
1.000000
Kode
3
17 18
30 31 32
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 81
4.5.
Kebutuhan Nikel dan Kondisi Perekonomian Tahun 2006 Sebelum Dilakukan Pengolahan (Smelter)
Berdasarkan skenario dasar pada tahun 2006, sebelum diberlakukan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 yang mewajibkan para pengusaha tambang untuk melakukan pengolahan dan pemurnian terhadap produknya sebelum ekspor, total produksi nikel (bijih) sebesar 514.624,74 ton. Dari jumlah tersebut dikonsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya di dalam negeri sebesar 250.433,52 ton dan diekspor sebesar 250.285,46 ton. Pada tahun 2006, PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara atau keseluruhan total sektor di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar Rp15.270.298,94 juta. Dari ekspor nikel yang berjumlah 250.285,46 ton, terdapat nilai tambah bruto sebesar Rp412.198,95 juta. Sementara dari konsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya di dalam negeri yang sebesar 250.433,52 ton, diperoleh produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 1.232.670,66 ton dan ekspor sebesar 1.215.547,01 ton. Total output dan ekspor sektor industri ini menghasilkan nilai tambah bruto Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar Rp634.455,59 juta. 4.5.1.
Skenario Alternatif I Apabila seluruh produksi nikel pada tahun 2006 yang berjumlah 514.624,74 ton dikonsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar 500.719,00 ton dan tidak ada ekspor, maka terdapat nilai tambah bruto dari sektor pertambangan nikel sebesar Rp206.160,00 juta. Dari konsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar 500.719,00 ton menghasilkan produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 2.464.613, ton dan ekspor sebesar 1.215.547,01 ton. Dari total output dan ekspor sektor industri ini dihasilkan nilai tambah bruto dari sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar Rp1.268.536,00 juta, dan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara atau total keseluruhan sektor yang dihasilkan Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar Rp30.531.570,00 juta. 4.5.2.
Skenario Alternatif II Apabila seluruh produksi nikel pada tahun 2006 yang berjumlah 514.624,74 ton, dan dari jumlah tersebut dikonsumsi 82 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
seluruhnya oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya (tidak ada ekspor), maka terdapat nilai tambah bruto dari sektor pertambangan nikel sebesar Rp53.654,00 juta. Skenario akhir tahun 2017, sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya mengkonsumsi sebesar 1.923.962 ton, tidak ada ekspor, serta membutuhkan input bijih besi sebesar 12.494.722 ton). Dari konsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar 1.923.962 ton menghasilkan produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 9.470.025,00 ton dan ekspor sebesar 1.215.547,01 ton, maka dari total output dan ekspor sektor industri ini menghasilkan nilai tambah bruto dari sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar Rp4.874.222,00 juta, dan PDRB atau total keseluruhan sektor yang dihasilkan Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi sebesar Rp. 117.314.480,97 juta (lihat Tabel 4.11)
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 83
84 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Ekspor Nilai Tambah Bruto
Total Output
Konsumsi nikel di Industri Ferronikel dan Besi/baja lainnya
412.198,95
250.285,46
514.624,74
250.433,52
500.719 2.464.613 1.215.547 1.268.536
30.531.570
SKENARIO ALTERNATIF I Sektor Industri Ferronikel dan Sektor Besi/baja Pertambanga Total Sektor n Nikel lainnya (PDRB)
-‐ 514.625 1.232.670,66 -‐ 1.215.547,01 15.270.298,9 634.455,59 4 206.160
SKENARIO DASAR Sektor Industri Ferronikel dan Sektor Besi/baja Pertambanga Total Sektor n Nikel lainnya (PDRB)
-‐ 1.923.962 514.625 9.470.025 -‐ 1.215.547 53.654 4.874.222
Sektor Industri Ferronikel dan Besi/baja lainnya
117.314.480,97
Total Sektor (PDRB)
SKENARIO ALTERNATIF II
Sektor Pertambanga n Nikel
Tabel 4.12. Skenario Produk Biih Nikel Sulawesi Tenggara Dikonsumsi sebagian dan di ekspor sebagian/Dikonsumsi seluruhnya
BAB 5 PENUTUP
5.1. Kesimpulan Dari uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya mineral nikel sangat besar yang dapat diolah menjadi nikel mate, logam nikel, feronikel, nickel pig iron (NPI), nikel paduan, atau nikel olahan lainnya sesuai peraturan mengenai peningkatan nilai tambah. 2.
Selama kurun waktu 2012-2014, kontribusi Sektor Pertambangan dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai 20,14%, tertinggi kedua setelah Sektor Pertanian dan Kehutanan yang mencapai 25,64%. Sementara kontribusi Sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sebagai sektor yang akan memasok energi untuk kebutuhan smelter, hanya menyumbang 0,03% dalam PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini mengisyaratkan bahwa pembangunan smelter akan menemui kendala di bidang energi. Selain energi, kondisi infrastruktur yang minim diperkirakan akan menjadi kendala lain yang akan menghambat pembangunan smelter.
3.
Sebagai konsekuensi dari kehadiran Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri, juncto Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri, yang di dalamnya memuat kewajiban pemurnian nikel (dalam bentuk logam, bukan konsentrat) sebelum dijual ke luar negeri setelah memenuhi persyaratan tertentu, banyak perusahaan tambang nikel yang gulung tikar karena alasan tidak ekonomis. Kondisi ini mengakibatkan terjadi PHK karyawan tambang, yang dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak sosial jika dibiarkan berlarut-larut.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 85
4.
Berdasarkan analisis keterkaitan ke belakang (backward linkages) diketahui bahwa sektor pertambangan (bijih) nikel pada tahun 2006 mempunyai nilai keterkaitan rendah dan berada pada posisi ke 17 (di bawah rata-rata) dari 32 sektor perekonomian di Provinsi Sulawesi Tenggara, sedangkan industri feronikel dan besi (smelter) berada pada posisi ke 5, dengan nilai keterkaitan di atas rata-rata (1,207). Nilai keterkaitan sektor industri feronikel 1,207 berarti setiap kenaikan satu unit permintaan akhir output sektor ini menyebabkan kenaikan output sektor perekonomian lain yang terkait sebesar 1,207 unit.
5.
Berdasarkan nilai keterkaitan ke depan (forward linkages), sektor pertambangan nikel memiliki output yang sedikit dimanfaatkan oleh sektor lain sebagai input produksi. Sektor yang memanfaatkan output sektor ini adalah sektor industri feronikel (99,76%) dan sektor industri lainnya (0,24%). Indek derajat kepekaan atau keterkaitan ke depan hanya 0,909 (di bawah rata-rata), yang berarti sektor ini mempunyai pengaruh kecil terhadap sektor perekonomian lainnya. Rendahnya keterkaitan ke depan sektor pertambangan nikel disebabkan oleh sifat output sektor ini yang hanya dimanfaatkan oleh industri smelter. Keterkaitan ke depan sektor industri feronikel juga masih kecil karena belum berkembangnya industri hilir di Provinsi Sulawesi Tenggara yang memanfaatkan output industri feronikel tersebut.
6. Pada tahun 2006, sebelum berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009, total produksi nikel (bijih) sebesar 514.624,74 ton, dikonsumsi oleh sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya di dalam negeri sebesar 250.433,52 ton dan diekspor sebesar 250.285,46 ton yang menghasilkan nilai tambah bruto Rp412.198,95 juta, PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara hanya Rp15.270.298,94 juta. Dari konsumsi diperoleh produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 1.232.670,66 ton dan diekspor sebesar 1.215.547,01 ton, yang menghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp634.455,59 juta. Apabila seluruh produksi nikel pada tahun 2006 dikonsumsi, maka terdapat nilai tambah bruto dari sektor pertambangan nikel sebesar Rp206.160,00 juta. Dari konsumsi ini menghasilkan produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 2.464.613 ton dan diekspor sebesar 1.215.547,01 ton, yang menghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp1.268.536,00 juta, dan PDRB 86 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi sebesar Rp30.531.570,00 juta. Pada akhir tahun 2017, diasumsikan seluruh bijih diolah dan dikonsumsi industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar 1.923.962 ton dan membutuhkan input bijih besi sebesar 12.494.722 ton. Dari konsumsi ini dihasilkan produk industri berbasis nikel dengan total output sebesar 9.470.025 ton dan diekspor sebesar 1.215.547,01 ton, yang menghasilkan nilai tambah bruto dari sektor industri feronikel dan besi/baja lainnya sebesar Rp4.874.222,00 juta, dan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi sebesar Rp. 117.314.480,97 juta. 5.2. Rekomendasi Atas dasar kondisi yang ada sekarang, dan agar usaha pertambangan mineral dan industri hilirnya berkembang, maka direkomendasikan: 1. Perlu segera dibangun infrastruktur dan energi. Sejauh ini kendala yang dihadapi dalam upaya membangun smelter terbentur pada minimnya infrastruktur dan energi yang masih minim di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini jelas akan menghambat pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah mineral, khususnya mineral nikel. Untuk itu sudah saatnya Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara memfoskuskan diri pada pembangunan jalan dan pelabuhan, serta pembangunan pembangkit listrik. Pihak perusahaan juga diharapkan ikut andil untuk membangun infrastruktur dan energi. Pemerintah Pusat yang saat ini sedang memfokuskan diri pada pembangunan Indonesia bagian timur diharapkan menjadi momentum untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan energi. 2.
Perlu peningkatan muatan lokal (local content), baik dalam bentuk barang maupun jasa, untuk memasok keperluan perusahaan. Hal ini mengisyaratkan perlunya peningkatan penggunaan barang oleh perusahaan di dalam negeri, serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) setempat dan nasional, baik dalam rangka meningkatkan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri maupun menghadapi persaingan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Hal ini mendesak dilakukan agar SDM Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 87
3.
Perlu peningkatan kemampuan rancang bangun dan rekayasa teknologi. Hal ini disebabkan hampir seluruh perusahaan tambang dan smelter nikel menggunakan teknologi impor, khususnya teknologi dari Tiongkok. Ketergantungan yang begitu tinggi terhadap teknologi impor ini dapat membahayakan Indonesia, karena akan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional, di samping akan “mematikan” kreativitas anak bangsa.
88 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
DAFTAR PUSTAKA 1.
Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Penerbit PT Pradya Pararnita. Jakarta.
2.
Widodo, T. 2006. Perencanaan Pembangunan Aplikasi Komputer (Era otonomi Daerah). Penerbit UPP STIM YKPN. Yogyakarta
3.
-----------“Daftar Rencana Pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian di Provinsi Sulawesi Tenggara”, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari, 2015.
4.
-----------“Indonesia Mineral and Coal Statistics”, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2014.
5.
-----------“Laporan Tahunan Kementerian Kementerian Perindustrian, 2015.
6.
-----------“Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, 2011-2025”, Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bogor, 2011
7.
-----------“Sulawesi Tenggara dalam Angka, 2015”, Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari, 2015
8.
-----------“Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara”, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Jakarta, 2010
9.
-----------“Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi”, Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi, 2008
Perindustrian,
2014”,
10. -----------“Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Jakarta, 2010 11. www.sultraprov.go.id/Sulawesi Tenggara_09/index.php, Geografis”, Website Propinsi Sulawesi Tenggara, 2012
“Letak
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 89
90 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Nama Perusahaan
Kab. Buton Arga Morini Indah, PT Arga Morini Indah, PT Arga Morini Indah, PT Arga Morini Indah, PT Bumi Buton Delta Megah, PT
Kab. Bombana Billy Indonesia, PT Timah Eksplomin, PT Tekonindo, PT Trias Jaya Agung, PT
Kab. Konawe Citra Arya Sentosa H, PT Sulemandara Konawe, PT Sinar Jaya Sultra Utama, PT
Kab. Konawe Utara Antam Tbk, PT Antam Tbk, PT
No
1 2 3 4 5
1 2 3 4
1 2 3
1 2
11-Jan-10 29-Apr-10
12-Jun-08 25-Mar-08 28-Apr-11 Jumlah
26-Feb-07 29-Nov-07 22-Apr-10 17-Jun-11 Jumlah
31-Des-09 31-Des-09 31-Des-09 18-Feb-10 04-Sep-09 Jumlah
Masa Berlaku IUP
11-Des-27 29-Apr-30
12-Jun-28 25-Mar-28 17-Apr-30
25-Feb-14 28-Nov-14 21-Apr-20 17-Jun-21
30-Des-29 30-Des-29 30-Des-29 17-Feb-31 03-Sep-29
Masa Berakhir IUP
6,213.00 16,920.00
420.00 100.00 732.20 1,252.20
194.00 300.00 576.00 512.00 1,582.00
1,000.00 990.50 867.00 1,026.00 675.00 4,558.50
Luas (Ha)
Lokasi
Lasolo Tapunopaka Mandiodo
Puriala Pondidaha Pondidaha
Kabaena Timur Kabaena Kabaena Barat Rahampuu - Teomokole
Wulu, Talaga Raya Blok II Wulu, Talaga Raya Kokoe, Talaga Raya Wulu, Talaga Raya Lambusango, Kapontori
Lampiran 1 Daftar IUP Operasi Produksi Nikel yang Aktif Melaksanakan Kegiatan
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 91
Nama Perusahaan
Bososi Pratama, PT Bumi Konawe Abadi, PT Bumi Konawe Minerina, PT Cinta Jaya, PT Cipta Djaya Surya, PT Dwimitra Multiguna S, PT Karyatama Konawe Utara, PT Konutara Sejati, PT Konawe Nikel Nusantara, PT Kabaena Kromit P, PT Konutara Prima, PT Pertambangan Bumi Indo, PT Stargate Pasific Res, PT Stargate Pasific Res, PT Sriwijaya Raya, PT
Kab. Konawe Selatan Generasi Agung Perkasa, PT Integra Mining Nusantara, PT Ifishdeco, PT
Kembar Emas Sultra, PT
Macika Mada Madana, PT Putra Inti Sultra Perkasa, PT Sambas Mineral Mining, PT
No
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1 2 3
4
5 6 7
27-Okt-11 27-Okt-11 15-Feb-10
26-Jul-11
08-Nov-11 11-Jan-10 08-Sep-10
Masa Berlaku IUP 06-Jun-11 22-Des-09 22-Des-09 22-Des-09 07-Jun-10 14-Jul-10 14-Des-09 22-Des-09 19-Agu-10 14-Jul-10 28-Okt-10 22-Des-09 22-Des-09 22-Des-09 22-Des-09 Jumlah
27-Okt-31 27-Okt-21 14-Feb-20
25-Jul-11
08-Nov-18 10-Jan-29 08-Sep-28
Masa Berakhir IUP 06-Jun-31 22-Des-27 22-Des-27 22-Des-27 07-Jun-30 14-Jul-10 13-Des-29 22-Des-29 19-Agu-26 14-Jul-30 28-Okt-15 22-Des-29 22-Des-28 22-Des-29 22-Des-29
705.00 626.00 1,008.00
251.50
660.00 100.00 800.00
1,850.00 438.60 622.00 312.00 195.70 130.00 3,119.00 1,923.00 373.70 163.00 2,827.00 5,923.00 360.50 852.70 218.00 42,441.20
Luas (Ha)
Ds. Parasi Kec. Palangga Selatan Desa Wonua Kongga Kec. Laeya Ds. Ngapaaha, Kec. Tinanggea Ds. Waturapa Kec. Palangga Selatan Ds. Waturapa, Kec. Palangga Desa Ululakara dan Sekitarnya Ds. Waturapa Kec. Palangga
Langgikima Sawa Mandiodo, Molawe Tapunggaya dan Mandiodo, Molawe Molore Kec.Langgikima Lasolo Asera Langgikima Langgikima & Lasolo Mandiodo Kec.Molawe Langgikima & Wiwirano Ds.Tambakua,Paka Indah, Langgikima Langgikima Molawe
Lokasi
92 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
16
15
14
11
Duta Indonusa, PT
10
Sumber Setia Budi, PT
Dharma Rosadi Internasional, PT Pernick Sultra, PT Putra Mekongga Sejahtera, PT
Aneka Usaha Kolaka, PD
Antam Tbk, PT
5
Akar Mas International, PT Bola Dunia Mandiri, PT Cinta Jaya, PT
Kab. Kolaka Antam Tbk, PT Antam Tbk, PT Antam Tbk, PT Antam Tbk, PT
1 2 3 4
7 8 9
Wijaya Inti Nusantara, PT
8
6
Nama Perusahaan
No
15-Apr-10
21-Mei-07
25-Jul-08
388.00 192.70
15 Aprl 2020
108.00
760.00
72.50
225.00 260.00 38.00
340.00
2,712.00
1,954.00 878.20 584.30 195.00
2,000.00 6,150.50
Luas (Ha)
21-Mei-17
25-Jul-28
06-Jul-17
16 Mart 2013 30 Mart 2018 07-Sep-19 27-Agu-17 28-Jun-17 27 Aprl 2020
16 Mart 2009 31 Mart 2008 07-Sep-09 27-Agu-07 28-Jun-07 27 Aprl 2010 06-Jul-07
25-Jun-20 25-Jun-20 25-Jun-20 28-Feb-13
07-Apr-20
Masa Berakhir IUP
25-Jun-10 25-Jun-10 25-Jun-10 28-Feb-08
25-Agu-10 Jumlah
Masa Berlaku IUP
Pomalaa
Tanggetada
Pomalaa
Tanggetada
Wolo
Hakatutobu,Pomalaa Pomalaa Wundulako
Pomalaa
Pomalaa
Pomalaa Pomalaa Pomalaa Blok I & Blok II Pulau Maniang, Wundulako
Selatan Torobulu Kec. Laeya
Lokasi
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 93
Tambang Mineral Maju, PT
10
11
1
1
Rekayasa Utama Interland, PT
Kota Bau-bau Bumi Inti Sulawesi, PT Lintas Kabupaten Anugrah Harisma Barakah, PT
Putra Dermawan Pratama, PT
5
9
Kurnia Mining Resources, PT
1 2 3
Palaurusa Tamita, PT
Kab. Kolaka Utara Celebessi Mulia Utama, PT Citra Silika Mallawa, PT Kasmar Tiar Raya, PT
Pandu Citra Mulia, PT Putra Dermawan Pratama, PT
Wijaya Nikel Nusantara, PT
18
7 8
Tambang Rejeki Kolaka, PT
17
6
Nama Perusahaan
No
20-Sep-10
23-Mei-09
16-Agu-11
10-Jan-11
08-Nov-10 07-Apr-11 14 Mart 2011
11-Jan-10
03-Feb-12 11-Feb-11 21-Jun-11 12 Aprl 2011
Masa Berlaku IUP 25-Jul-08 17 Mart 2010
20-Sep-10
23-Mei-29
15-Agu-26
09-Jan-16
20-Jun-21 11 Aprl 2021 1Agust. 2013 08-Des-30 06-Apr-26 14 Mart 2026
02-Feb-22
20-Mei-27
Masa Berakhir IUP 25-Jul-18
Kaisabu Baru, Sorawolio Lintas Kabaena Sel Kab.Bombana -
3,084.00
Ds.Musiku & Lelewawo,Kec.Batuputih
Lawaki Jaya, Tolala
Ds. Sulaho,Waitombo Kec. Lasusua
Latou, Musiku, Lelewawo Batuputih Sulaho, Lasusua
Olo-Oloho, Pakue
Musiku & Lelewawo, Batuputih
Ds. Patikala Kec. Tolala Ds. Sulaho Kec.Lasusua Ds.Latou,Mosiku Batuputih
Sopura, Kec. Pomalaa
Pomalaa
Lokasi
1,796.00
4,390.00
738.00
250.00
850.00
1,040.00 100.00
60.00
210.00
61.00 126.00 955.00
8,864.70
110.00
47.00
Luas (Ha)
94 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
Lintas Propinsi Sulawesi Cahaya Mineral, PT
1
13-Des-12
Masa Berlaku IUP
24-Feb-18
Masa Berakhir IUP
Sumber Data : Data IUP yang terdaftar di Dinas ESDM s/d Oktober 2013
Jumlah luas IUP
Nama Perusahaan
No
118,186.10
44,067.00
Luas (Ha)
Kab. Konawe Kec. Rauta
Talaga, Kab. Buton
Lokasi
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 95
PT. Wijaya Inti Nusantara (Jilin Metal)
PT. Bintang Smelter Indonesia (PT. Ifishdeco)
PT. Cahaya Modern Metal Industri [PT MCM & PT ST Nikel]
PT. Elit kharisma utama [Kerjasama Dng PT Konawe Nikel Nusantara]
PT. Kembar Emas Sultra PT. Cinta Jaya
PT. Karyatama Konawe Utara PT. BHINNEKA SEKARSA ADIDAYA PT. Bososi Pratama
1
2
3
4
5
7
9
8
6
Nama Perusahaan
No
106
28
80
18,4
18,2
70
40
39
31
Jumlah juta ton
1,1 -‐ 1,8 % Ni
1,7 % up Ni
1,6% Ni
Ni: 1,6 – 2,2 % Ni: 2,2-‐1,85%
Ni: 1,1%
Ni: 1,8%
Ni: 1,5%
Ni: 1,5%
Kadar
Cadangan
1.000.000
550.000
150.000
200.000
850.000
850.000
1.000.000
2.000.000
Kapasitas Ton/Tahun
Ni: 1,8%
Ni: 1,5%
Ni: 1,6%
Kadar
1,1 -‐ 1,8 % Ni
1,7 % up Ni
Ni> 1,65% dan Fe: 23-‐ 25% -‐
Ni 1,4 – 1,8%
Ni > 1,8% dan Fe antara 15-‐ 20%
Input
52.000
300.000
50.000
16.200
35.000
90.000
90.000
Tahap 1: 50.000 Tahap 2: 100.000 Tahap 3: 200.000-‐ 300.000
Tahap 1: 21.500 Tahap 2: 80.000
6 -‐ 10 % Ni
8 -‐ 12 %
10% Ni
Ni: 7-‐ 14% Ni: 4-‐6%
Ni: 10-‐ 12%
Ni:10-‐ 12%
Ni: 9-‐ 11%
Ni 15%
Kapasitas Kadar Ton/Tahun
Output
200
250
500
270
500
Diperbantukan dari PT. Elit Kharisma Utama
200
1.450
1.000
Jumlah Karyawan (Orang)
2015
Jul-‐15
Kuartal I 2015
Maret 2014 [Total 8 tungku] Apr-‐14
Pertengahan 2014
Agust-‐14
Pertengahan 2014 (Tahap 1)
Awal 2017
Target Penyelesaian Proyek
Lampiran 2 Rencana Pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Nikel di Sulawesi Tenggara
58.000.000 USD
150.000.000 USD
45.000.000 USD
15.000.000 USD
15.000.000 USD
Rp. 500 Milyar
Rp. 500 Milyar
100.000.000 USD
2,3 Milyar USD
Investasi
96 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
PT. Tristaco Mineral Makmur PT. Macika Mineral Industri PT. Putra Mekongga Sejahtera PT. Jilin Metal
PT. Sambas Mineral Mining PT. Stargate Pacific Resources PT. Bintang Smelter Indonesia [Ifishdeco]
PT. Surya Saga Utama
13
17
20
19
18
16
15
14
17
40
104
60
84
15
17
12
24
30
40
Nikel 1.5% , Fe 22%
Ni: 1,2 juta ton Ni: 1,9%
Ni: 1,8%
1,10%
Ni > 1,5%
Ni 1,83
1,8% Ni
Ni 1,8%
1,6% Ni
1,6 -‐ 2,0 % Ni
12.494.722
60.480
1.000.000
1.400.000
168.000
2.000.000
500.000
503.426
240.000
200.000 -‐ 350.000 400.000
-‐
Nikel 1.5% , Fe 22%
1.9% Ni, 23%-‐ 24% Fe
Ni: 1,8%
Ni: 1,8%
Ni 1,6%
Ni 1,5-‐1,6%
Ni 1,86%
1,8% Ni
Ni 1,8%
1,20 -‐ 1,80%
-‐
10.800
100.000
200.000
Tahap I: 21.500 ton FeNi, tahap II: 80.000 ton FeNi 132.000
75.000
53.680
20.160
10.000 -‐ 20.000
20.000 -‐ 40.000
-‐
Sumber : Direktorat Jenderal Minerba, 2015 & Dinas Pertambangan ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015 Catatan : Yang tidak kerjasama [berarti membangun pabrik sendiri] Tujuan pasar 99% adalah Cina Jenis Produk : N ickel Pig Iron (NPI), Nickel Mate (Sponge Nickel) dan Ferro Nickel
PT. Dharma Rosadi Internasional PT. Pulau Rusa tamita
11
12
PT. Cipta Djaya Surya
10
> 6% Nikel
Ni: 10-‐ 12% FeNi: 12% 9%-‐11% Ni
Ni: 15%
Ni 10-‐ 12% Ni 5%
20 -‐ 40 % 7% -‐ 11% 10,1% Ni
-‐
8.104
164
1.000
400
150
1.000
350
-‐
70
200
400
-‐
akhir 2015
Tahap I:akhir 2014, tahap II: akhir 2015
2016
Sep-‐14
awal 2017
Apr-‐16
2017
akhir 2015
2016
2017
-‐
5.904.900.000 USD Rp. 1.085.000.000.000
Rp 85 Milyar
100.000.000 USD
300.000.000 USD
10.000.000 USD
USD 2,3 Milyar
15.000.000 USD
41.900.000 USD
5.000.000 USD
50.000.000 USD
400.000.000 USD
-‐
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 97
PT. Karyatama Konawe Utara
PT. Sambas Mineral Mining
PT. Putra Mekongga Sejahtera PT. Stargate Pacific Resources
4
5
6
PT. Cipta Djaya Surya
12
Konawe Utara
PT. Sriwijaya Raya PT. Bola Dunia Mandiri
PT. Surya Saga Utama
Kolaka Utara
PT. Riota Jaya Lestari
Bombana
Pomalaa
Konawe Utara
Konawe Utara
Konawe Utara
Kolaka Utara
Mandiodo
Konawe Utara
Bombana
Konawe Utara
Kolaka
Konawe Selatan
Konawe Utara
Konawe Selatan
Konawe Selatan
Pomalaa
KABUPATEN
PT. Kembar Emas Sultra
PT. Konawe Nikel Nusantara
17
16
15
14
13
PT. Bhinneka Sekarsa Adidaya
11
PT. Elit Kharisma Utama
PT. Cinta Jaya
10
9
8
7
PT. Jilin Metal Indonesia (Billy Group) PT. Bososi Pratama
PT. Macika Mada Madana PT. Integra Mining Nusantara
3
PT. Antam Pomala (Ekspansi)
2
PERUSAHAAN
1
NO
NPI
FeNi (8-‐10% Ni)
NPI (10%Ni)
NPI (14-‐16% Ni)
NPI (10% Ni)
NPI
NPI
NPI (4-‐6 %)
Sponge Ni
NPI
NPI
NPI
NPI
NPI (8-‐10%Ni)
NPI (5-‐10% Ni)
NPI
FeNi
PRODUK
50.000
100.000
450.000
200.000
45.000
3.888.889
1.500.000
61.667
288.889
390.000
3.180.000
54.000
180.000
500.000
108.000
800.000 360.000
KAPASITAS INPUT (TPY)
Lampiran 3 Rekap Data Smelter Nikel
40.000
80.000
360.000
160.000
36.000
3.111.111
1.200.000
49.334
231.111
312.000
2.544.000
43.200
144.000
400.000
86.400
288.000
640.000
KAPASITAS INPUT 80% (tpy)
10.000
20.000
80.000
35.000
7.500
700.000
110.000
18.500
52.000
45.000
650.000
6.120
12.000
50.000
21.600
53.680
10.000
KAPASITAS OUTPUT (TPY)
6%
7%
11%
35%
35%
38%
46%
16%
28%
29%
8% 23%
12%
49%
71%
62%
80%
% PROGRES PER-‐MARET 2015
2018
2018
2018
2018
2018
2018
2017
2017
2017
2017
2017
2017
2016
2016
2016
2016
2016
TARGET OPERASI
98 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
12.494.722
9.995.778
270.622
338.277 1.955.400
74.000
26.000
1.881.400 48.000
3. Diestimasikan kapasitas smelter yang beroperasi adalah 100%
2. Diestimasikan tahun beroperasi smelter yang dibangun adalah tahun berikutnya setelah target penyelesaian
Keterangan: 1. Sumber Data: Database Subdit OP Mineral (Maret 2015), Data tim verifikasi smelter (Maret 2015), Data yang disampaikan perusahaan pada Rapat Tanggal 10 Juli 2015
128.400
160.500
NPI
TOTAL KAPASITAS SMELTER (PEMBANGUNAN & SUDAH OP)
Konawe
9.725.156 142.222
12.156.445 177.777
Ferro Nikel
PT. Antam Fe-‐Ni
19
Pomalaa TOTAL KAPASITAS SMELTER NIKEL (SUDAH PRODUKSI)
PT. Cahaya Modern Metal Industri
18
TOTAL KAPASITAS SMELTER (DALAM PROSES PEMBANGUNAN)
100%
100%
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 99
PT. Bhinneka Sekarsa Adidaya
PT. Cipta Djaya Surya
13
14
PT. Surya Saga Utama
NPI
FeNi (8-‐10% Ni)
NPI (10%Ni)
NPI (14-‐16% Ni)
NPI (10% Ni)
NPI NPI
NPI (4-‐6 %)
Sponge Ni
NPI
NPI Ferro Nikel FeNi NPI NPI (5-‐10% Ni) NPI (8-‐10%Ni) NPI NPI NPI
Produk
-‐ 74.000
338.277
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
48.000 26.000 -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Output Produk
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
177.777 160.500 -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐
Input Bijih
2.286.277
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
177.777 160.500 800.000 360.000 108.000 500.000 180.000 -‐ -‐
Input Bijih
2016
221.280
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
48.000 26.000 10.000 53.680 21.600 50.000 12.000 -‐ -‐
Output Produk
7.760.833
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
1.500.000
61.667
288.889
390.000
177.777 160.500 800.000 360.000 108.000 500.000 180.000 54.000 3.180.000
Input Bijih
1.102.900
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
110.000
18.500
52.000
45.000
48.000 26.000 10.000 53.680 21.600 50.000 12.000 6.120 650.000
Output Produk
2017
3. Diestimasikan kapasitas smelter yang beroperasi adalah 100%
Keterangan: 1. Sumber Data: Database Subdit OP Mineral (Maret 2015), D ata tim verifikasi smelter (Maret 2015), Data yang disampaikan perusahaan pada Rapat Tanggal 10 Juli 2015 2. Diestimasikan tahun beroperasi smelter yang dibangun adalah tahun berikutnya setelah target penyelesaian
JUMLAH
PT. Bola Dunia Mandiri
19
PT. Sriwijaya Raya
PT. Riota Jaya Lestari
PT. Kembar Emas Sultra
PT. Konawe Nikel Nusantara
18
17
16
15
PT. Cinta Jaya
12
PT. Elit Kharisma Utama
PT. Bososi Pratama
Cahaya Modern Metal Industri PT. Antam Fe-‐Ni PT. Antam Pomala (Ekspansi) PT. Macika Mada Madana PT. Integra Mining Nusantara PT. Karyatama Konawe Utara PT. Sambas Mineral Mining PT. Putra Mekongga Sejahtera PT. Stargate Pacific Resources PT. Jilin Metal Indonesia (Billy Group)
Nama Perusahaan
11
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9
No.
2015
Lampiran 4 Data Rencana Produksi Smelter Nikel
12.494.722
50.000
100.000
450.000
200.000
45.000
3.888.889
1.500.000
61.667
288.889
390.000
177.777 160.500 800.000 360.000 108.000 500.000 180.000 54.000 3.180.000
Input Bijih
1.955.400
10.000
20.000
80.000
35.000
7.500
700.000
110.000
18.500
52.000
45.000
48.000 26.000 10.000 53.680 21.600 50.000 12.000 6.120 650.000
Output Produk
2018
100 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
PT. Bintang Smelter Indonesia (PT. Ifishdeco)
PT. Cahaya Modern Metal Industri PT. Elit kharisma utama
PT. Kembar Emas Sultra
PT. Cinta Jaya
PT. Karyatama Konawe
2
3
5
6
7
4
PT. Wijaya Inti Nusantara (Jilin Metal)
Nama Perusahaan
1
No
Konawe Utara
Konawe Utara
Konawe Utara
Konawe Utara
Konawe
Konawe Selatan
Konawe Selatan
Kab/Kota
Lokasi
80
18,4
18,2
70
40
39
31
Jumlah (juta ton)
1,6% Ni
Ni: 2,21,85%
Ni: 1,6 – 2,2 %
Ni: 1,1%
Ni: 1,8%
Ni: 1,5%
Ni: 1,5%
Kadar
Cadangan
550
150
200
850
850
1000
2000
Kapasitas (000 ton) Supplier
PT. Karyatama Konawe Utara
Tambang Sendiri
Tambang Sendiri
PT Modern Cahaya Mining PT IMP Tambang sendiri PT. KNN
PT. Wijaya Inti Nusantara, Anugerah Harisma Barakah, Billy Indonesia, Sultra Sarana Bumi PT. Ifishdeco dan PT. Tekindo Energi
Input
50.000 ton NPI
16.200 tpy
35.000 tpy
7.500 tpm
7.500 tpm
Tahap 1: 50.000 tpy, Tahap 2: 100.000 tpy, Tahap 3: 200.000300.000 tpy
Tahap 1: 21.500 tpy; Tahap 2: 80.000 tpy
Kapasitas
NPI
NPI
NPI
NPI
NPI
NPI
FeNi
Jenis Produk
Output
10% Ni
Ni: 4-6%
Ni: 714%
Ni: 1012%
Ni:1012%
Ni: 911%
Ni 15%
Kadar
Cina
China
China
Belum ditentukan
China
China dan Taiwan
Belum Ditentukan
Tujuan Pasar
48%
17%
42%
10%
94%
40%
33%
Progres
Lampiran 5 Perusahaan yang Membangun Smelter Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, 2013
500 karyawan
tambang: 120 orang; dan smelter diperkirak an 150 orang
Diperbant ukan dari PT. Elit Kharisma Utama pekerja tambang; 250 orang, pekerja pembangu nan smelter: 250 orang
450 orang (Tambang ) dan berencana 1000 orang (smelter) 200 orang
+ 1000 orang
Jumlah Karyawan
Januari 2014 selesai pengerjaa n2 tungku, Hingga maret 2014 sudah selesai 6 tungku Pembang unan selesai April 2014 dan Commisio ning pada Juni 2014 Kuartal I 2015
Pertengah an 2014
Aug-14
Pertengah an tahun 2014 (Tahap 1)
Awal Tahun 2017
Target Penyeles aian Proyek
USD 45 Jt step 1
USD 15 juta
USD 15 juta
Rp. 500 Milyar
Rp. 500 Milyar
USD 100 juta
USD 2,3 Milyar
Investasi
Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara 101
PT. Cipta Djaya Surya
PT. Dharma Rosadi Internasional
10
11
PT. Jilin Metal
PT. Sambas Mineral Mining
PT. Stargate Pacific Resources
PT. Bintang Smelter Indonesia
13
16
17
18
19
15
14
PT. Pulau Rusa tamita
PT. Tristaco Mineral Makmur PT. Macika Mineral Industri PT. Putra Mekongga Sejahtera
12
9
PT. BHINNEKA SEKARSA ADIDAYA PT. Bososi Pratama
Utara
Nama Perusahaan
8
No
Konawe Utara (cake), Tarakan (steel) Konawe Selatan
konawe selatan
Bombana
Kolaka Utara
Konawe Selatan
Konawe Utara
Kolaka Utara
Kolaka
40
104
60
84
15
17
12
24
30
40
106
KONAWE UTARA
KONAWE UTARA
28
Ni: 1,9%
Ni: 1,2 juta ton
Ni: 1,8%
1.10%
Ni > 1,5%
Ni 1,83
1,8% Ni
Ni 1,8%
1,1 1,8 % Ni 1,6 2,0 % Ni 1,6% Ni
1,7 % up Ni
Kadar
Cadangan
Jumlah (juta ton)
Kolaka Utara
Kab/Kota
Lokasi
1.000.000 tpy
1,4 juta tpy
4 tungku (168.000 tpy)
tahap I: 2 juta ton
400.000500.000 tpy
503.426 tpy
240.000 tpy
400.000 tpy
200.000 350.000 MT
-
1,000
Kapasitas (000 ton) Supplier
PT Ifishdeco, PT Tekindo Group
Tambang sendiri
PT. anugerah harisma barakah, PT. sultra sarana bumi, PT. wijaya inti nusantara Tambang sendiri
PT Putra Mekongga Sejahtera
PT Macika Mada Madana
tambang sendiri
tambang sendiri
PT Dharma Rosadi International
-
PT. Bososi Pratama
PT. Mulia Makmur Perkasa
Input
100.000 tpy
200.00 tpy
132.000 tpy
Tahap I: 21.500 ton FeNi, tahap II: 80.000 ton FeNi
75.000 tpy
53.680 tpy
20.160 tpy
10.000 - 20.000 tpy
20.000 - 40.000 MT
-
52,000 tpy
300,000 tpy
Kapasitas
Output
NPI
FeNi (12%) dan SS Seri 300
FeNi
FeNi
Sponge Nikel
FeNi
NPI
Ferro Nickel atau Nickel Sulphide NPI
-
Sponge Ni
NPI
Jenis Produk
9%-11% Ni
FeNi: 12%
Ni: 1012%
Ni: 15%
Ni 5%
Ni 1012%
10,1% Ni
7% 11%
20 - 40 %
-
6 - 10 % Ni
8 - 12 %
Kadar
China
China (FeNi)
China
Belum ditentukan
China
China
China
China, Jepang, Korea Selatan dan Eropa China
-
China
China
Tujuan Pasar
27%
9%
22%
14%
10%
27%
4%
4%
0%
0%
15%
46%
Progres
1000 orang
400 orang
150 orang
1000 orang
350 orang
-
70 orang
200 orang
400 orang
-
200 orang
250 orang
Jumlah Karyawan
Tahap I:akhir 2014, tahap II: akhir 2015
2016
Sep-14
awal 2017
Apr-16
2017
akhir 2015
2016
2017
-
2015
Jul-15
Target Penyeles aian Proyek
USD 100 juta
USD 300 Juta
USD 10 Juta
USD 2,3 Milyar
USD 15 juta
USD 41,9 juta
USD 5 juta
USD 50 juta
USD 400 juta
-
USD 58 juta
USD 150 juta
Investasi
102 Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Tenggara
PT. Surya Saga Utama
Nama Perusahaan
Bombana
Kab/Kota
Lokasi
17
Nikel 1.5% , Fe 22%
Kadar
Cadangan
Jumlah (juta ton) 5.040 tpm
Kapasitas (000 ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2013
20
No Supplier tambang sendiri
Input
900 tpm
Kapasitas
Output
NPI
Jenis Produk > 6% Nikel
Kadar China
Tujuan Pasar 6%
Progres 164 orang
Jumlah Karyawan akhir 2015
Target Penyeles aian Proyek Rp 85 Milyar
Investasi