PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI
Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI
STANDAR KOMPETENSI Kode Unit : JPI.KE01.001.01 Judul Unit: Menerapkan prinsip-prinsip konservasi energi Uraian Unit: Unit kompetensi ini berkaitan dengan pengenalan dan pemahaman tentang pemanfaatan energi yang efisien dan rasional. 1.
Elemen Kompetensi Menjelaskan prinsip-prinsip konservasi energi
2.
Menjelaskan prinsip-prinsip konservasi energi pada teknologi pengguna energi
3.
Menjelaskan prinsip-prinsip konservasi energi pada proses produksi
Kriteria Unjuk Kerja (KUK) 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis energi dianalisis Indikator kinerja pemanfaatan energi dipahami Pengoperasian fasilitas utiliti dianalisis Pengoperasian fasilitas produksi dianalisis Pemeliharaan dan perawatan fasilitas energi dianalisis 6. Dampak lingkungan dianalisis 1. Prinsip konservasi energi pada sistem peralatan thermal dimengerti 2. Prinsip konservasi energi pada sistem kelistrikan dimengerti 3. Prinsip konservasi energi pada sistem kendali (control) dimengerti 1. Proses produksi dianalisis 2. Neraca massa dianalisis 3. Neraca energi dianalisis 4. Parameter operasi dianalisis
TEKNOLOGI KONVERSI DAYA
PLTU Teknologi Konversi Daya
PLTG PLTD
PRINSIP DASAR KONSERVASI ENERGI KONVERSI DAYA 1. Menghilangkan buangan energi (pencegahan). 2. Mengurangi rugi-rugi energi (recovery) 3. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi (inovasi efisiensi)
4
KONVERSI DAYA • ENERGI PRIMER – LISTRIK (PLTU)
Sistem Konversi : Pembangkit Uap Gas turbin Combined cycle Diesel
4/23/2014
Size (MW) 200-800 50-100 300-600 10-30
Efisiensi termal(%) 30-40 22-28 36-50 27-30
PR
5
INDIKATOR KINERJA SISTEM KONVERSI DAYA Indikator kinerja pembangkit daya adalah : energi (input ) yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan output daya listrik.
Indikator kinerja tersebut dikenal dengan Spesific fuel consumption (SFC) – liter/kWh Atau heat rate (kcal/kWh; atau kJ/kWh) Efisiensi (%).
Heat Rate Digolongkan Atas Dua : Heat rate Gross (Gross Plant Heat Rate - GPHR) : Yaitu heat rate yang dihitung dengan menggunakan output daya berupa kWh diukur pada terminal output generator pembangkit. GPHR = Heat input/kW output (kcal/kWh).
Heat rate Netto (Net Plant Heat Rate - NPHR) : Yaitu heat rate yang dihitung dengan menggunakan output daya berupa kWh net diukur setelah pemakaian sendiri (own used) pembangkit. NPHR = Heat input/Net kW output (kcal/kWh).
Basis Pengukuran SFC : • SFC berbasis beban. • SFC berbasis periode. SFC berbasis beban : Yaitu SFC yang diukur pada beban tetap dengan mengukur laju (flow/jam) bahan bakar dibagi dengan daya output generator. Dengan demikian formula SFC dapat ditulis sebagai berikut :
SFC
laju ( flow ) bahan bakar, (liter / h) Output generator , (kW )
liter / kWh
Formula SFC diatas digunakan untuk pengujian unjuk kerja (komisionong test) sebelum serah terima dan untuk mengukur efisensi individu tanpa dipengaruhi oleh perubahan beban maupun untuk mengetahui perbaikan SFC saat sebelum dan sesudah pelaksanaan overhaul. SFC berbasis periode : SFC ini diukur pada periode tertentu yaitu dengan mengukur laju (flow) bahan bakar pada periode waktu dibagi dengan output (kWh) yang dihasilkan generator selama periode waktu tersebut. Dengan demikian formula SFC berbasis periode dapat ditulis sebagai berikut :
SFC
Jml. b. bakar pada suatu periode waktu (liter ) produksi kWh generator pada suatu periode waktu
liter / kWh
Formula SFC berbasis waktu di atas digunakan untuk monitoring pemakaian bahan bakar pada suatu periode , dan Untuk merencanakan penyediaan bahan bakar untuk periode yang akan datang.
SFC dan Heat Rate Untuk menkonversikan SFC menjadi heat rate (HR) atau efisiensi termal (th), gunakan formula sebagai berikut : • Heat Rate = SFC x HHV ..kcal/kWh HHV : Nilai Kalor Atas Bahan Bakar (kcal/liter)
• Efisiensi termal :
th
860 100 % HR
(%)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFISIENSI PEMBANGKIT : BEBAN Heat Rate vs Beban - PLTU (kcal/kWh)
Beban dalam %
kCal/kWh
40
992
60
1.400
80
1.812
100
2.242
GPHR dan NPHR vs Beban PLTU
Prinsip Konservasi Energi Teknologi Konversi (Pencegahan) • Menjaga level produksi sesuai kapasitas disain • Mengendalikan Parameter Kritis • Pemeliharaan Rutin
PARAMETER KRITIS : PLTU • Temperatur uap masuk turbin • Tekanan uap masuk turbin • Vakum Kondenser
Temperatur Uap Masuk Turbin • Suhu uap masuk ke turbin sangat dipengaruhi oleh sistem uap yang mensupplinya. • Jika supply uap berasal dari boiler, maka objek pemantauan antara lain adalah pipa-pipa superheater. • Penebalan slagging yaitu lapisan kerak sisa pembakaran pada pipa-pipa superheater dan reheater bagian luar (fire side) dapat menjadi penyebab terjadinya perubahan suhu uap masuk turbin. • Penyebab lain selain slagging adalah penebalan scaling (lapisan lumpur air) pada pipa-pipa superheater dan reheater di bagian dalam pipa (steam side).
Parameter Kritis Unjuk Kerja (Temperatur Uap Masuk) • Setiap penurunan 40 oC suhu uap keluar dari super heater masuk ke turbin akan menurunkan efisiensi termal antara 1 % s.d. 1,2 % (nilai efisiensi). • Penurunan setiap 40 oC keluar dari reheater akan menurunkan efisiensi termal sebesar 1 % (nilai efisiensi).
UPAYA KONSERVASI ENERGI (PENCEGAHAN) Parameter Kritis : Temperatur Uap Masuk Turbin. • Mengefektifkan pengoperasian sootblowing. • Meakukan pencucian pipa-pipa superheater dan reheater secara berkala (tergantung penebalan slagging dan scaling). • Pencucian pipa-pipa superheater dan reheater bagian luar dengan waterjet cleaning (Penyemprotan dengan air tekanan tinggi), • Pencucian bagian dalam dapat dilakukan dengan zatzat kimia (chemical cleaning).
UPAYA KONSERVASI ENERGI (PENCEGAHAN) Parameter Kritis : Vakum Kondenser. • Parameter operasi penting terkait kinerja operasi turbin uap adalah tekanan dan suhu exit turbin- vacum kondensor. • Setiap kenaikan suhu 1 C dapat meningkatkan konsumsi bahan bakar hingga 0.5 % • Satu hal yang perlu dicatat pada vacum kondensor yaitu menjaga semua pipa bersih, hilangkan lapisan yang menempel dipermukaan pipa yang menjadikan tahanan termal meningkat.
Parameter Kritis : Vakum kondensor • Vakum kondensor. Normalnya antara 25 s.d. 50 mmHg absolute. • Terminal Temperature Difference (TTD). TTD adalah selisih antara suhu uap jenuh didalam kondensor dengan suhu air pendingin keluar kondensor. Makin besar TTD mengindikasikan kemampuan perpindahan panas kondensor kurang baik. • TTD kondensor dijaga antara 3 s.d. 10 oC.
UPAYA KONSERVASI ENERGI (INOVASI EFISIENSI) Parameter Kritis :Tekanan Uap Masuk Turbin. • Reheat regenerative feedheating. Yaitu melakukan ekstraksi uap dari salah satu posisi turbin expansi dan menggunakan uap tersebut untuk memanaskan (preheat) air pada feedheater sebelum air tersebut diumpankan ke boiler • Dengan feedheating, termal efisiensi sistem pembangkit meningkat hingga 2 %.
TURBIN GAS. Parameter Kritis :
• Temperatur udara luar • Tekanan udara luar
Standar ISO mengacu pada suhu udara luar 60 oF (15.5 C) dan tekanan Udara luar = 14,7 psia (1 bar).
PLTG (100 MW)
Beban ltr//kWhTerpasang (%)
ltr/kWh
kcal/kWh
10.0
0.189
1.888
16236
20.0
0.208
1.040
8944
30.0
0.225
0.750
6450
40.0
0.252
0.630
5418
50.0
0.275
0.550
4730
60.0
0.322
0.537
4618
70.0
0.353
0.504
4334
80.0
0.383
0.479
4119
90.0
0.412
0.458
3938
100.0
0.433
0.433
3723
PLTD. Parameter Kritis : Faktor Beban • Pembangkit daya (genset) tidak dapat memberikan performa optimum dalam setiap beban. • Jika pembangkit dioperasikan dengan variasi beban maka konsumsi energi spesifik (Liter bbm per HP jam) akan berubah-ubah mengikuti perubahan beban
UPAYA KONSERVASI ENERGI (PENCEGAHAN) - PLTD • Konsumsi energi spesifik optimum suatu genset terjadi pada kapasitas disain yaitu pada beban penuh, dan antara 80 – 100 % beban. • Pengoperasian genset pada beban 50 % akan mengakibatkan konsumsi energi spesifik meningkat sekitar 10 % dibandingkan dengan energi spesifik pada beban penuh. • Pembebanan parsial atau kurang dari beban penuh mengakibatkan konsumsi energi spesifik genset meningkat. Pada beban 25 % konsumsi energi spesifik meningkat sekitar 30 hingga 50 % dibandingkan dengan energi spesifik pada beban penuh.
24