ISSN 24078530
IDEAL MATHEDU INDONESIAN DIGITAL JOURNAL OF MATHEMATICS AND EDUCATION
PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBANTUAN SOFTWARE DERIVE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 PASARWAJO Salim PENGGUNAAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN PENGUASAAN KOMPETENSI TRANSFORMASI GEOMETRI DI SMK N 1 TULANG BAWANG TENGAH Joko Sihwidi PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONECTED MATHEMATICS PROJECT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP Lucy Asri Purwasi KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS BUDAYA PAPUA DALAM PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DITINJAU DARI PRESTASI Muhammad Suhadak
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMR UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMPN 2 SIDIKALANG Sondang Noverica PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN BILANGAN BULAT DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 05 BIRUGO Ghenny Aosi PENGARUH PENERAPAN STEM PROJECT-BASED LEARNING TERHADAP KREATIVITAS MATEMATIS SISWA SMK Ani Ismayani PENGGUNAAN MEDIA GEOGEBRA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN MATEMATIKA Didi Pianda
mo No r KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN MATEMATIKA YOGYAKARTA
4 20
16
SUSUNAN REDAKSI JURNAL IDEAL MATHEDU VOLUME 3 NOMOR 4 TAHUN 2016 PPPPTK MATEMATIKA
Penanggung jawab
: Kepala Subag TU dan RT Harwasono, S.Kom., MM
Redaktur Penyunting/Editor
: Cahyo Sasongko, S.Sn. : 1. Marfuah, S,Si.,M.T. 2. Muh. Tamimuddin H, M.T. 3. Muda Nurul Khikmawati, S.Kom,. M.Cs. 4. Dr. Sumardyono, M.Pd. 5. Wiworo, S.Si., M.M. 6. Dra. Th. Widyantini, M.Si. 7. Drs. Rachmadi Widdiharto, M.A. 8. Untung Trisna Suwaji, S.Pd., M.Si. 9. Adi Wijaya, S.Pd.,M.A. 10. Fadjar Noer Hidayat, M.Ed. 11. Hanan Windro Sasongko, S.Si. 12. Sigit Tri Guntoro, S.Si., M.Si. 13. Drs. Agus Suharjana, M.Pd. 14. Joko Purnomo, M.T. 15. Drs. Marsudi Raharjo, MSc.Ed. 16. Dra. Puji Iryanti, Msc.Ed. 17. Ratna Herawati, M.Si. 18. Sumaryanta, M.Pd. 19. Sri Wulandari Danoebroto, S.Si.,M.Pd. 20. Jakim Wiyoto, S.Si.
Desain Grafis dan Layout
: 1. Cahyo Sasongko, S.Sn. 2. Victor Deddy K, S.Si. 3. Muhammad Fauzy
Sekretariat
: 1. Nur Hamid, S.Kom. 2. M. Pujiastuti 3. Lestari Budi Atik, A.Md. 4. Sri Kurniasih 3. Dewi Katmolowati
Alamat redaksi
: PPPPTK Matematika Jl. Kaliurang km.6, Sambisari, Depok, Sleman, D.I.Y. Telp. (0274) 885725, 881717 Fax. (0274) 885752 Website. idealmathedu.p4tkmatematika.org
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBANTUAN SOFTWARE DERIVE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 PASARWAJO Salim Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu;
[email protected]
Abstrak. Pengetahuan teoritik melalui penyampaian materi dapat diperkuat melalui visualisasi dengan bantuan software Derive akan dikemas melalui bahan ajar matematika. Tujuan penelitian ini adalah menemukan karakteristik bahan ajar yang dikembangkan, mendeskripsikan kevalidan bahan ajar, mengkaji keefektifan pembelajaran menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dan mengkaji peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa melalui penggunaan bahan ajar yang dikembangkan. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan menggunakan model Plomp yang meliputi (1) investigasi awal, (2) perancangan, (3) realisasi/konstruksi, (4) tes, evaluasi, dan revisi, dan (5) implementasi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) karakteristik bahan ajar yang dikembangkan diantaranya: memuat aspek-aspek kemampuan berpikir kritis, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dan bahan ajar yang hierarki; (2) bahan ajar yang dikembangakan valid setelah melalui revisi; (3) bahan ajar yang dikembangkan efektif jika diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas; (4) penggunaan bahan ajar berbantuan software Derive dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Kata Kunci. Bahan Ajar, Software Derive, dan Berpikir Kritis
1. Pendahuluan Seorang siswa tak mungkin dapat berpikir kritis dalam pembelajaran matematika tanpa pengetahuan mengenai isi dan teori pelajaran matematika. Dengan demikian, agar siswa dapat berpikir kritis dalam matematika maka dia harus memahami matematika dengan baik. Melalui pembelajaran matematika, berpikir kritis dapat dikembangkan karena matematika memiliki struktur dan kajian yang lengkap serta jelas antar konsep. Aktivitas berpikir kritis siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal secara tepat, lengkap, sistematis dan beralasan. Fenomena yang terjadi pada kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematika siswa belum pernah dilatih oleh guru dalam kegiatan pembelajaran matematika. Dari segi pembelajaran, guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran, guru hanya mengejar target kurikulum, guru ketika mengajar hanya memberikan konsep materi kepada siswa secara ringkas dilanjutkan dengan pemberian contoh-contoh soal beserta cara penyelesainnya. Siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan/soal hanya masih berpatokan pada strategi penyelesaian yang diberikan
199
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
oleh guru dan sistem penilaian pembelajaran masih menekankan pada keterampilan berhitung saja. Penggunaan laboratorium komputer sebagai wadah untuk penerapan teknologi dalam proses pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan guru-guru matematika belum maksimal memilih teknologi dalam pembelajaran dalam rangka membantu siswa untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Guru juga belum maksimal melakukan pengembangan bahan ajar yang ada, belum memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, bahan ajar yang digunakan guru masih berpedoman pada satu buku dengan penerbit tertentu yang isi bukunya tidak memperhatikan kemampuan berpikir matematis siswa. Kondisi ini tentunya berakibat pada hasil belajar yang dicapai oleh siswa yang belum memuaskan sehingga perlu ditingkatkan ke arah yang lebih baik lagi. Oleh karena itu, siswa harus dilatih untuk berpikir kritis untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan sehingga diperlukan suatu strategi pembelajaran yang sesuai untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu, dalam proses pembelajaran matematika perlu dilakukan visualisasi konsep matematika yang bersifat abstrak sehingga siswa dapat mudah memahami pengetahuan yang diberikan secara utuh. Adanya bahan ajar matematika yang didalam kemasannya terdapat penggunaan software Derive diharapkan informasi yang diperoleh siswa diterima secara utuh dan tersimpan dalam sistem informasi. Penggunaan software Derive disini adalah untuk memantapkan penyandian dan penyimpanan informasi. Dalam hal ini, pengetahuan teoritik melalui penyampaian materi akan diperkuat melalui visualisasi dengan bantuan software Derive. Pengetahuan utuh yang diperoleh siswa dapat membangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran dan kehidupannya. Pemanfaatan software Derive dalam pembelajaran dapat memotivasi guru untuk menggunakan teknologi dalam pembelajaran sesuai dengan materi ajar dan sarana yang ada. Pentingnya sebuah komputer dalam pembelajaran matematika, juga diungkapkan oleh Tiwari (2007) bahwa numerik dan kemampuan grafis Computer Algebra Systems (CAS) merupakan alat yang sangat baik untuk menggambarkan konsep-konsep materi dalam hal ini konsep kalkulus. Temuan Tiwari mengungkapkan bahwa komputer grafis tampaknya sangat efektif dalam memvisualisasikan fungsi atau hubungan antara fungsi dan fungsi turunannya, dan variabelnya. Akibatnya, inti solusi analitis dari banyak masalah dengan aplikasi menjadi sangat bermakna bagi siswa. Berdasarkan uraian diatas, maka beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) bagaimana karakteristik bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (2) bagaimana kevalidan bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (3) bagaimana keefektifan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (4) bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis
200
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
matematis siswa kelas XI IPA dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton. Penelitian ini bertujuan: (1) menemukan karakteristik bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (2) mendeskripsikan kevalidan bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, (3) mengkaji keefektifan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton, dan (4) mengkaji peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive di SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton.
2. Kajian Pustaka 2.1. Bahan Ajar Prastowo (2013:17) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Widodo dan Jasmadi (2008:40), bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Bahan ajar disusun berdasarkan kebutuhan dan motivasi siswa serta berorientasi kepada kegiatan belajar siswa. Hal itu bertujuan agar siswa lebih antusias dan semangat dalam proses pembelajaran. Bahan ajar ini juga dapat digunakan siswa secara mandiri tanpa harus melibatkan guru. Bagi guru, bahan ajar ini hendaknya bisa mengarahkan guru dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran di kelas. Pola sajian bahan ajar disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa sehingga mudah dipahami.
2.2. Software Derive Derive 6 adalah alat yang sangat baik bagi siswa dan guru matematika. Hal ini dikarenakan dapat memecahkan masalah numerik dan simbolik serta hasilnya dapat plot dalam grafik 2D atau 3D. Derive 6 dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang melibatkan kalkulus, matriks dan trigonometri. Penggunaan program ini bertujuan untuk menghindari risiko pengguna dalam membuat kesalahan dalam perhitungan, membebaskan pikiran pengguna untuk berkonsentrasi pada pengembangan pemahaman yang lebih baik dari penggunaan konsep matematika. Derive 6 didukung oleh sebuah petunjuk penggunaan, file demo dan video, dan menjadikan alat ini yang ideal bagi siswa dan guru yang belajar secara mandiri (Anonim, 2014).
201
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Fitur-fitur yang terdapat dalam aplikasi software Derive 6 diantaranya: dapat membuat grafik 2D dan 3D, dapat membuat bangun geometri 2D dan 3D, dan dapat digunakan untuk menyelesaikan soal matematika, yang meliputi aljabar, kalkulus, trigonometri, matriks, dan lain-lain.
2.3. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan proses berpikir secara tepat, terarah, beralasan, dan reflektif dalam pengambilan keputusan yang dapat dipercaya. Dalam rangka mengetahui bagaimana mengembangkan berpikir kritis pada diri seseorang, Ennis (2000) menyebutkan bahwa pemikir kritis idealnya mempunyai 12 kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis,antara lain: 1. Elementary clarification (memberikan penjelasan dasar) 2. The basis for the decision (menentukan dasar pengambilan keputusan) 3. Inference (menarik kesimpulan) 4. Advanced clarification (memberikan penjelasan lanjut) 5. Supposition and integration (memperkirakan dan menggabungkan).
3. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau Reseach and Development (R & D) merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010: 407). Dalam penelitian ini dilakukan pengembangan bahan ajar matematika berbantuan software Derive. Pengembangan bahan ajar matematika adalah suatu proses kegiatan untuk menghasilkan bahan pembelajaran untuk siswa. Dalam pengembangan penelitian ini menggunakan model pengembangan Plomp (1997). Model ini terdiri dari lima tahapan yaitu: (1) preliminary investigation (investigasi awal), (2) design (perancangan), (3) realization/construction (realisasi/ konstruksi), (4) test, evaluation, and revision (tes, evaluasi, dan revisi), (5) implementation (implementasi). Penelitian pengembangan ini dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton semester genap tahun 2015 yang berjumlah 2 kelas dari 8 kelas paralel yang diambil secara acak. Prototype bahan ajar direvisi berdasarkan saran, masukan dan penilaian para ahli, kemudian bahan ajar direvisi lagi dan selanjutnya diimplementasikan kepada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Pasarwajo Kabupaten Buton Kevalidan bahan ajar matematika dalam penelitian ini merupakan validitas isi, dan untuk menentukannya peneliti meminta pertimbangan maupun penilaian para ahli. Bahan ajar dikatakan valid, jika rata-rata penilaian validator minimal telah berada dalam kategori valid sampai sangat valid yaitu pada interval 2,5 < Va ≤ 4,00. Bahan ajar dikatakan efektif untuk mendukung proses pembelajaran jika: (a) aktivitas belajar siswa berada pada kategori minimal aktif sampai sangat aktif yaitu pada interval 2,50 < X ≤ 4,00, (b) adanya ketuntasan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Pembelajaran dikatakan tuntas apabila banyaknya siswa dalam kelas mencapai ketuntasan minimal 70%, (c) kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar dengan bahan ajar matematika berbantuan software Derive lebih baik dari pada siswa yang diajar dengan bahan
202
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
ajar konvensional, (d) sebesar 75% atau lebih siswa memberi respon positif terhadap pembelajaran menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive, (e) peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dihitung berdasarkan selisih antara rata-rata akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan rata-rata awal kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang disajikan dalam bentuk diagram batang.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Karakteristik bahan ajar matematika yang dikembangkan diantaranya. Pertama, bahan ajar matematika yang memuat aspek kemampuan berpikir kritis matematis. Pengembangan bahan ajar ini disesuaikan salah satu tujuan pembelajaran matematika pada jenjang SMA yaitu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dalam pembelajaran seharusnya didesain dengan sebaik-baiknya dan melatih siswa pada pola-pola berpikir tertentu (berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif ) untuk memudahkan siswa menyelesaikan soal matematika. Kedua, bahan ajar matematika yang dikembangkan diintegrasikan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pembelajaran di sekolah mesti menggunakan TIK seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Pembelajaran dengan komputer memunculkan pembaharuan dalam pembelajaran matematika dimana komputer digunakan sebagai alat bantu berpikir. Dengan menggunakan komputer dalam pembelajaran dimungkinkan siswa untuk merepresentasikan gagasan dalam berbagai cara, baik tulisan, gambar maupun verbal. Visualisasi akan membantu siswa memahami konsep matematika yang abstrak dari hal-hal yang lebih kongkrit. Ketiga, bahan ajar matematika yang hierarki yakni memperhatikan urutan materi mulai dari materi yang sederhana ke materi yang lebih kompleks. Sehubungan dengan itu maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi dalam setiap indikator, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi. Bahan ajar yang valid adalah bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan prosedur pengembangan dan telah divalidasi oleh validator dengan penilaian minimal baik serta memberikan rekomendasi untuk dipakai. Selama pengembangan bahan ajar terjadi beberapa revisi berdasarkan hasil validasi. Penilaian validator terhadap bahan ajar matematika yang dikembangkan memiliki rata-rata sebesar 3,88 dengan kategori sangat baik. Hasil ini menandakan pada umumnya pengembangan bahan ajar matematika yang disusun berkategori baik dan dapat digunakan dengan sedikit revisi. Selain memberikan penilaian, para validator memberikan masukan terhadap bahan ajar yang dikembangkan agar layak dan baik untuk digunakan. Bahan ajar yang telah revisi dinyatakan layak dan siap untuk diimplementasikan pada situasi di dalam kelas pembelajaran. Hasil implementasi perangkat pembelajaran di dalam kelas pembelajaran sebagai berikut. 1. Aktivitas Belajar Pengamatan terhadap aktivitas belajar dilakukan dalam setiap proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran matematika ini berlangsung selama 5 kali pertemuan. Jika kelima pertemuan dirata-ratakan maka diperoleh skor aktivitas belajar siswa selama proses
203
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
pembelajaran adalah 3,24. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada kelas dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive tergolong aktif. Aktivitas siswa yang paling dominan selama pembelajaran yang berada pada indeks rata-rata lebih besar 3,40 meliputi antusias menyimak pendapat teman sekelompoknya, ketertarikan dalam isi bahan ajar, mendengarkan penjelasan/percakapan dalam diskusi di kelompoknya, menyimak materi pada bahan ajar, memperhatikan petunjuk simulasi materi dengan software Derive. Munculnya beberapa aktivitas ini secara baik, disebabkan adanya penggunaan software Derive dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan software Derive juga searah dengan hasil penelitian Andresen (2007) yang dilakukan pada Sekolah Menengah Atas di Denmark menunjukkan bahwa software Derive digunakan untuk memfasilitasi proses perubahan yang berfokus pada pemecahan persamaan secara kualitatif, interpretasi grafik yang berbeda setiap kasus. Hasil pemodelan juga didukung oleh adanya diskusi antara sesama siswa dalam kegiatan pembelajaran 2. Ketuntasan Belajar Analisis yang digunakan untuk menguji ketuntasan belajar adalah uji proporsi pihak kanan. Rekapitulasi hasil uji ketuntasan belajar pada kelas eksperimen disajikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji Ketuntasan Belajar Aspek Pengukuran zhitung ztabel Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis
3,70
1,65
Tolak Ho
Hasil pengujian ketuntasan belajar dengan uji proporsi juga menunjukkan bahwa sebanyak 70% dari seluruh siswa telah mencapai nilai lebih dari 65 ditinjau dari kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Ketercapaian ketuntasan belajar ini mengindikasikan bahwa pembelajaran matematika dengan bahan ajar berbantuan software Derive efektif untuk digunakan dalam pembelajaran dan berhasil menumbuhkan kemampuan individual siswa dalam berpikir kritis matematis. 3. Kemampuan Berpikir Kritis Data pre-post dan post-test kemampuan berpikir kritis matematis siswa terlebih dahulu diuji normalitasnya dan homogenitasnya. Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. lebih besar dari α = 0,05. Hal ini berarti data yang diperoleh telah berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji homogentis data menunjukkan bahwa nilai Sig. lebih besar dari α = 0,05. Hal ini berarti kedua kelompok sampel yang diteliti mempunyai varians yang homogen. Data awal siswa digunakan untuk melihat kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran. Kemampuan awal siswa pada kedua kelompok perlakuan adalah sama. Analisis statistik dengan uji independent sample t test (pihak kanan) dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 22.0 disajikan pada Tabel 2 berikut ini.
204
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Data Awal Sebelum Pembelajaran Aspek Pengukuran thitung ttabel Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis
1,102
1,669
Terima Ho
Rata-rata kemampuan awal siswa pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dianggap sama ditinjau kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Tidak ada kelas yang menonjol dari kedua kelompok perlakuan. Data kemampuan awal ini juga digunakan sebagai patokan awal keadaan kemampuan siswa untuk melihat peningkatan kemampuan belajar siswa. Data akhir setelah pembelajaran yang diperoleh yaitu data kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Data diperoleh menggunakan tes kemampuan berpikir kritis. Jika pada awal pembelajaran kemampuan berpikir kritis dari kedua kelompok adalah sama, namun setelah dilakukan perlakuan dengan menerapkan bahan ajar matematika berbantuan software Derive maka terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dari kedua kelompok perlakuan. Analisis statistik dengan uji independent sample t test (pihak kanan) dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 22.0 disajikan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Data Akhir Setelah Pembelajaran Aspek Pengukuran thitung ttabel Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis
8,989
1,669
Tolak Ho
Penggunaan bahan ajar matematika yang berbeda akan menghasilkan perbedaan pada pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Jika dilihat dari karakteristik masing-masing pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, tampak bahwa perbedaan kemampuan siswa tersebut memang tampak terjadi. Hasil analisis data pada Tabel 3 menunjukkan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar matematika berbantuan software Derive lebih baik dari pada kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar konvensional ditinjau dari kemampuan berpikir kritis matematis siswa. 4. Respon Siswa Hasil rerata total analisis data respon siswa terhadap penggunaan bahan ajar matematika diperoleh nilai sebesar 87,24% siswa memiliki respon positif terhadap pengunaan bahana ajar matematika berbantuan software Derive dan sisa sebesar 12,76% siswa memiliki respon negatif. Hasil penelitian ini juga menunjukkan pembelajaran yang efektif tentunya tidak terlepas dari peranan seorang guru dalam mendesain suatu pembelajaran. Gurulah yang mengetahui semua potensi yang ada pada lingkungan sekolah, strategi pembelajaran yang digunakan, kompetensi/kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa. Perlunya guru yang kompeten juga diteliti oleh Thompson (2008) tentang pengetahuan guru terhadap higher-order thinking. Hasilnya menunjukkan bahwa sebesar 55% guru matematika memiliki pengetahuan higherorder thinking terhadap taksonomi Bloom. Penguasaan terhadap aspek-aspek kemampuan
205
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
berpikir kritis dan berpikir lainnya mesti dikuasai dan dipahami oleh guru. Penguasaan ini bertujuan agar memudahkan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah/soal. Jadi faktor guru juga berperan terhadap keberhasilan belajar siswa. 5. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah perlakuan baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Gambar 1 tampak bahwa peningkatan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelompok eksperimen sebesar 19.65. sedangkan pada kelompok kontrol, peningkatan ratarata kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 6,11. Perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa ini menunjukkan dengan bahan ajar matematika berbantuan software Derive mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa secara signifikan sedangkan pada penggunaan bahan ajar konvensional tidak dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa secara signifikan. Hasil penelitian ini juga relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwijananti dan Yulianti (2010: 108) menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada mata kuliah fisika lingkungan dapat dikembangkan dengan model pembelajaran problem based instruction (PBI). Walaupun berbeda pada kajian mata pelajaran, subyek penelitian dan aspek kemampuan berpikir kritis, peningkatan kemampuan berpikir kritis disebabkan karena pembiasaan berpikir kritis dalam memecahkan permasalahan disetiap pembelajaran sehingga memiliki kecenderungan membuat siswa akan semakin memandang berbagai hal disekitarnya dengan rasa ingin tahu, sehingga ada pemberian makna.
5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dari penelitian ini diantaranya: (1) bahan ajar matematika yang dikembangkan memiliki karakteristik diantaranya yaitu memuat aspek-aspek kemampuan berpikir kritis, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dan bahan ajar yang hierarki, (2) bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
206
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
matematis siswa kelas XI IPA adalah valid setelah melalui revisi, (3) bahan ajar matematika berbantuan software Derive untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas XI IPA efektif digunakan, (4) penggunaan bahan ajatr matematika berbantuan software Derive dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan peningkatan rata-rata sebesar 19,65. Saran yang dapat diberikan yaitu: (1) bahan ajar yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk melengkapi bahan ajar, sarana atau sumber belajar di sekolah, (2) bahan ajar matematika yang dikembangkan efektif digunakan sehingga dapat digunakan untuk materi-materi lain yang mudah dieksplorasi dengan software Derive , (3) perlunya penggunaan teknologi dalam pembelajaran untuk memotivasi dan menarik perhatian siswa dalam belajar dan memudahkan guru untuk mengorganisasikan pembelajaran.
Daftar Pustaka Anonim. 2014. Derive 6 GCSE & A Level Maths Brought to Life. [Online]. Tersedia: http://www.chartwellyorke.com/derive.html [28 November 2014]. Andresen, Mette. 2007. Modeling With The Software 'Derive' To Support A Constructivist Approach To Teaching. International Electronic Journal of Mathematics Education, Volume 2, No 1, Hal: 1-15. [Online]. Tersedia: http://www.iejme.com/012007/d1.pdf [ 5 Desember 2013]. Dwijananti & Yulianti. 2010. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Problem Based Instruction Pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Volume 6, No 2, Hal: 108-114. FMIPA Universitas Negeri Semarang. Ennis, R. H. 2000. An Outline of Goals for a Critical Thinking Curriculum and Its Assessment. University of Illinois: Urbana Champaign. [Online]. Tersedia: http://www.criticalthinking.net/goals.html [29 November 2014]. Plomp, Tj. 1997. Educational Design: Introduction, From Tjeerd Plomp (Eds.) Educational & Training System Design: Introduction. Design of Educational and Training (in Dutch). Utrecht (the Netherlands): Lemma, Netherland. Faculty of Educational Science and Technology, University of Twente. Prastowo, Andi. 2013. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Thompson, Tony. 2008. Mathematics Teachers’ Interpretation Of Higher-Order Thinking In Bloom’s Taxonomy. International Electronic Journal of Mathematics Education, Volume 3, No 2, Hal: 96-109. [Online]. Tersedia: http://www.iejme.com/022008/d2.pdf [5 Desember 2014]. Tiwari, Tapan. Kumar. 2007. Computer Graphics As An Instructional Aid In An Introductory Differential Calculus Course. International Electronic Journal of Mathematics Education, Volume 2, No 1, Hal: 32-48. [Online]. Tersedia: http://www.iejme.com/012007/d3.pdf [5 Desember 2014]. Widodo, Chomsin S. & Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Elex Media Kompetindo.
207
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
PENGGUNAAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN PENGUASAAN KOMPETENSI TRANSFORMASI GEOMETRI DI SMK N 1 TULANG BAWANG TENGAH Joko Sihwidi SMK N 1 Tulang Bawang Tengah, Kab. Tulang Bawang Barat;
[email protected]
Abstrak. Karya Tulis ilmiah ini berupa Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk melakukan perbaikan dan pengembangan kualitas pembelajaran serta memecahkan masalah melalui penerapan langsung di kelas. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah pengunaan aplikasi Geogebra dapat untuk meningkatkan aktifitas dan penguasaan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ (Teknik Komputer Jaringan) 1 SMK Negeri 1 Tulang Bawang Tengah tahun 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus tahun 2016 sampai dengan Oktober tahun 2016, mulai dari perencanaan sampai dengan pengolahan data dengan menggunakan jenis perlakuan tindakan kelas (class room action research) 3 siklus. Secara statistik terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan aktifitas belajar dari siswa yang ditunjukkan dengan peningkatan aspek bertanya, menjawab pertanyaan, melakukan percobaan, mengamati percobaan, menggunakan alat dan bahan, membuat tabel pengamatan, menuliskan data dalam tabel pengamatan dan menuliskan jawaban, diskusi dengan kelompok, bekerja sama dengan kelompok, mengamati kegiatan presentasi, mendengarkan sajian presentasi dan mengemukakan pendapat, mendengarkan informasi guru dan percaya diri dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penggunaan aplikasi Geogebra ini juga menunjukan adanya peningkatan kompetensi transformasi geometri pada siklus pertama, kedua dan ketiga yang ditunjukkan dengan peningkatan prosentase ketercapaian tujuan pelaksanaan pembelajaran. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aplikasi Geogebra dapat meningkatkan aktifitas dan kompetensi materi tranformasi geometri bagi siswa siswa kelas XI semester 3 program teknik komputer jaringan SMK Negeri 1 Tulang Bawang Tengah. Kata Kunci. aktifitas, Geogebra, kompetensi dasar, tranformasi.
1. Pendahuluan Nilai rata-rata matematika SMK Negeri 1 Tulang Bawang Tengah cukup rendah karena dalam setiap kompetensi yang dipelajari selalu saja lebih dari 40% siswa tidak mencapai KKM sehingga guru harus selalu melakukan remidial yang memerlukan tenaga ekstra dalam mendorong siswa mencapai standar kompetensi yang diharapkan. Selain itu, peneliti menemukan kecenderungan siswa pasif dalam proses pembelajaran matematika karena minimnya aktifitas pembelajaran yang diselenggarakan di kelas. Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) merupakan salah satu program keahlian yang terdapat di SMK N 1 Tulang Bawang Tengah. Sesuai dengan minat dan jurusannya di bidang komputer dan jaringan, siswa kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah memiliki potensi dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di pembelajaran. Terlebih lagi banyak siswa yang memiliki laptop sebagai sarana penunjang pembelajaran. Potensi ini tentunya dapat diberdayakan secara positif untuk pembelajan matematika.
208
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Dilandasi keinginan untuk mencari strategi pembelajaran yang tepat dan efisien untuk meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah maka peneliti ingin menggunakan aplikasi Geogebra sebagai media pembelajaran. Telah banyak studi yang membahas mengenai dampak positif penggunaan Geogebra dalam pembelajaran matematika di kelas. Selain itu dikarenakan materi ini adalah materi baru di Kurikulum 2013 SMK dan juga penggunaan Geogebra belum banyak digunakan oleh guru matematika di sekolah maka peneliti merasa perlu mengadakan penelitian tindakan kelas pada materi Transformasi Geometri ini dengan menggunakan aplikasi Geogebra. Untuk mewujudkan harapan di atas, maka peneliti mengambil judul penggunaan media aplikasi Geogebra untuk meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri dengan rumusan masalah, bagaimna penggunaan media aplikasi Geogebra dapat meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah ? Tujuan dalam penelitian ini peneliti ingin mendapatkan input atau informasi yang berharga untuk memperbaiki proses atau praktik pembelajaran. Selain itu juga salah satu bentuk memotivasi diri dan motivasi kawan seperjuangan dalam rangka mengembangkan diri melalui peningkatan dalam pengenalan Geogebra dan juga kegiatan penulisan karya ilmiah , dan tujuan secara umum adalah mencari suatu strategi yang tepat untuk meningkatkan kompetensi dalam pembelajaran matematika di SMK Negeri 1 Tulang Bawang Tengah. Tujuan dari pada penelitian yang dilakukan, secara khusus adalah untuk meningkatkan aktifitas dan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah.
2. Kajian Teori 2.1. Matematika dengan Teknologi Media adalah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Menurut Hamalik yang di kutip Azhar Arsyad (2009: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psokologis terhadap siswa. Menurut Kemp dan Dayton dalam bukunya Azhar Arsyad (2009: 9) menyatakan bahwa media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu: (1) Memotivasi minat atau tindakan , (2) Menyampaikan informasi dan (3) Memberi instruksi. Proses belajar dapat terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Interaksi tersebut dapat diciptakan melalui penggunaan sumber dan media belajar yang tepat. Pemilihan media pembelajaran yang tepat dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan menciptakan suasana belajar yang lebih aktif dan interaktif, misalnya dengan memanfaatkan teknologi berupa komputer / laptop / tablet dalam pembelajaran matematika Bagus Ardi Saputro dkk,-(2015). Guru dan setiap siswa mempunyai kemampuan teknologi yang berbeda beda sehingga hal ini memungkinkan baik siswa ataupun guru
209
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
menggunakan berbagai sumber daya teknologi tersebut dalam pembelajaran juga berbeda hasilnya. Computer Algebra System (CAS) dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan memecahkan masalah konseptual siswa. Software matematika dinamis menawarkan kesempatan untuk menggunakan kedua sistem aljabar komputer dan perangkat lunak geometri dinamis ( Bulut, dalam Bagus Ardi Saputro dkk 2015).
2.2. Geogebra Geogebra adalah program dinamis yang dengan beragam fasilitasnya dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran matematika untuk memvisualisasikan konsep-konsep matematis serta sebagai alat bantu untuk mengkonstruksi konsep- konsep matematis. Menurut Lavicza (Hohenwarter, 2010), sejumlah penelitian menunjukkan bahwa Geogebra dapat mendorong proses penemuan dan eksperimentasi siswa di kelas. Fitur-fitur visualisasinya dapat secara efektif membantu siswa dalam mengajukan berbagai konjektur matematis.
2.3. Aktifitas siswa Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. (Rosalia, 2005:4) Aktifitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selamaproses belajar mengajar. Kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
2.4. Kompetensi siswa Menurut Standar Proses pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007, indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi merupakan rumusan kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar (KD). Dengan demikian indikator pencapaian kompetensi merupakan tolok ukur ketercapaian suatu KD. Menurut undang undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap , Pengetahuan dan Ketrampilan sesuai standart yang ditetapkan.
210
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
3. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan memperbaiki kondisi pembelajaran, maka menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan penelitian secara kualitatif karena penelitian ini lebih banyak menekankan pada proses pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan 3 siklus, masing-masing siklus selama 4×45 menit .Dalam pelaksanaan penelitian ini diawali dengan hasil analisa keterlaksanaan kurikulum di kelas TKJ 1, yang menunjukkan kompetensi prasyarat dengan materi transformasi ini sudah dimiliki serta pertimbangan waktu kelas ini akan melaksanakan praktik industri sehingga hasil analisa MGMP kabupaten Tulang Bawang Barat materi transformasi diberikan di semester ke 3 pada urutan ke 3 setelah materi prasyaratnya yaitu matrik. Garis besar pelaksanaan dapat digambarkan dalam siklus sebagai berikut
Dengan rincian prosedur penelitian sebagai berikut : a. Tahap perencanaan. Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah:Peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, merancang perangkat pembelajaran baik berupa lembar kehadiran, lembar observasi, lembar penilaian, LKS yang digunakan untuk mengarahkan kerja siswa untuk bisa menemukan suatu kesimpulan materi dengan Geogebra, Merancang alat pengumpul data yang berupa post tes dan digunakan untuk mengetahui pemahaman kemampuan siswa yang berkaitan dengan materi dan lembar observasi untuk mengetahui aktifitas siswa saat pelaksanaan pembelajaran.
211
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
b. Tahap pelaksanaan Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi : melaksanakan pembelajaran sesuai RPP, Memberikan penjelasan secara umum dan siswa mengaktifkan media Geogebra pada laptopnya masing masing untuk bisa belajar sesuai LKS yang ada, Mendorong siswa yang belum aktif untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran, Peneliti memberi bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang dan meminta guru kolaborator mencatat kegiatan kegiatan / aktifitas yang dilakukan oleh masing masing siswa, dan pada akir siklus Peneliti memberikan post test pada siswa untuk mengetahui kompetensi siswa. c. Tahap observasi tindakan Peneliti mengamati dan meminta kawan guru kolaborator mengamati kegiatan dengan lembar observasi keaktivan belajar yang sudah disiapkan, mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti pembelajaran dan mengevaluasi hasil belajar serta menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. d. Tahap refleksi Dari hasil pengamatan baik berupa catatan aktifitas siswa dan ketercapaian hasil belajarnya dianalisa untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa dan juga meningkatkan kompetensinya, serta menganalisis kelebihan dan kekurangannya untuk perbaikan tindakan pada siklus berikutnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Lembar observasi yang mencakup aspek bertanya ,menjawab pertanyaan, melakukan percobaan, mengamati percobaan, menggunakan alat dan bahan, membuat tabel pengamatan, menuliskan data dalam tabel pengamatan dan menuliskan jawaban, Diskusi dengan kelompok, bekerja sama dengan kelompok, mengamati kegiatan presentasi, mendengarkan sajian presentasi dan mengemukakan pendapat, mendengarkan informasi guru dan percaya diri dalam kegiatan pembelajaran. 2. Kuisioner digunakan untuk menjaring informasi tentang materi prasarat dan juga tentang kondisi sarana penunjang penggunaan media dalam penelitian ini. 3. Lembar test yang berupa post test untuk mengukur kompetensi siswa dalam bidang pengetahuan , dan ketrampilan. Guru sejawat mengisi daata observasi aktifitas siswa, mengamati dan menilai aktifitas siswa berdasarkan 15 indikator yang sudah disusun dan divalidasi, dengan rincian nilai 1 (satu) yang menunjukkan aktifitas siswa rendah sedangkan nilai 2 (dua) yang menunjukkan aktifitas siswa cukup dan nilai 3 (tiga) menunjukkan aktifitas siswa tinggi. Hasil rekapitulasi nilai aktifitas siswa minimal adalah 15 dan nilai maksimal adalah 45 dengan rata rata nilai tersebut dikategorikan menjadi 4 tingkatan yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
212
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Data nilai yang menggambarkan kompetensi transformasi, siswa saat belajar yang mencakup data post test ini dianalisa dengan statistik deskriptip sederhana untuk mengetahui sebaran dan gambaran ketercapaian kompetensinya. Data dibandingkan dengan nilai yang didapat dan aktifitas dalam tiap tahap pengamatan (SIKLUS) dengan skala 100, untuk mengetahui apakah dari perlakuan yang dilakukan mengalami peningkatan hasil yang diharapkan dan perkembangan penguasaan kompetensi dasar dari seluruh peserta.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Deskripsi Awal Dari hasil pengumpulan data dengan angket yang diberikan kepada siswa didapatkan data banyak siswa yang mempunyai komputer / laptop sebanyak 21 siswa, belum pernah ada guru yang menggunakan aplikasi geogebra pada pembelajaran sebelumnya ,demikian juga siswa belum ada yang bisa menggunakan geogebra ,tetapi sudah semua siswa yang memiliki laptop memasang aplikasi geogebra, sementara itu sarana pendukung untuk menghidupkan laptop dikelas tersedia dengan baik dan tidak ada kendala berarti saat siswa membawa laptopnya untuk belajar di kelas. Dalam pengamatan aktifitas siswa dengan menggunakan lembar observasi oleh guru kolaborator didapatkan data sebagai berikut : Tabel. 1 Pengelompokan skor keaktifan siswa pada pra siklus No Skor
Frekuensi
Kategori
1
15 – 22
15
Rendah
2
23 – 30
20
Sedang
3
31 – 38
4
Tinggi
4
39 – 45
0
Sanga tinggi
Sumber : Data diolah dari hasil observasi aktifitas pra siklus. Karena skor rata rata keaktifan siswa 25 dari 45 yang ditargetkan sedangkan nilai keaktifan siswa rata ratanya 54,6 %, maka dalam hal ini keaktifan siswa sebelum siklus dalam kategori sedang . Dari hasil pengerjaan siswa pada alat tes yang telah dirancang oleh guru untuk mengetahui pengetahuan prasarat setelah diadakan koreksi maka didapatkan hasil yang kurang memuaskan. Hasil koreksi tes awal dari 39 siswa didik yang ada di kelas tersebut didapatkan hasil, 24 siswa mendapatkan nilai kurang dari 7,5 , sedangkan siswa yang telah tuntas atau mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan minimal ada 15 siswa . Nilai rata rata siswa 64 , nilai maksimal 83 dan nilai minimal 33, Dari paparan hasil nilai yang didapatkan siswa, maka tampak bahwa yang mencapai ketuntasan belajar hanya 38,4 %.
213
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Dari hasil tanya jawab dengan siswa untuk mengetahui apa kendala dan hambatan yang dirasakan siswa saat memahami materi prasaratnya didapatkan bahwa semua siswa sudah mempelajari materi prasaratnya. Namun terungkap bahwa siswa mempunyai kelemahan pada pengembangan skill pengerjaan suatu masalah mengambar titik dan bidang pada koordinat kartesius, mengoperasikan perkalian matrik dengan skalar, perkalian matrik dengan matrik. Hal ini dimungkinan karena siswa kurang diberi kesempatan untuk berlatih dan mencoba sendiri, sehingga siswa minta untuk diberi banyak contoh penyelesaian dan ditunjukkan abstraksinya.
4.2. Deskripsi Siklus I Setelah perangkat pembelajaran tersusun lengkap maka dalam pelaksanaan kegiatan dimulai dengan penjelasan materi Translasi pada siswa dan pengarahan kegiatan yang harus dilakukan. Berdasarkan data yang telah didapatkan sebelum penelitian, maka peneliti menyampaikan kelemahan dan kekurangan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan materi Transformasi geometri pada sub translasi dengan memberikan beberapa contoh dan penerapannya dalam keseharian dan menampilkannya dengan media geogebra. Pada tahap berikutnya peneliti membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 hingga 4 siswa secara acak, dengan syarat setiap kelompok harus ada yang membawa laptop. Kemudian dibagikan lembar kerja yang telah dirancang oleh peneliti dengan tujuan siswa bisa menemukan sendiri rumusan dan karakteristik translasi titik dan bidang untuk diselesaikan siswa secara keseluruhan dengan aplikasi geogebra. Peneliti berkeliling untuk mengamati cara kerja siswa serta membantu mengarahkan siswa yang mengalami masalah dalam menyelesaikan lembar kerja yang dibagikan. Setelah siswa mencoba beberapa persoalan translasi dengan Geogebra, maka mereka mencoba membuat kesimpulan karakteristik dari translasi titik dan bidang oleh suatu vektor. Kemudian dengan singkat mereka mempresentasikan hasil diskusinya. Pada akhir pengajaran yaitu 30 menit terakhir dari pembelajaran peneliti memberikan post test. Pada saat bersamaan kolaborator juga mencatat siswa siswa yang aktif dan mampu dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh peneliti dan juga aktifitas siswa yang menyimpang sesuai lembar pengamatan. 1. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Saat pelaksanaan menyelesaikan lembar kerja siswa tampak beberapa siswa saling komunikasi dengan teman terdekatnya tentang cara penyelesaian dari lembar kerja yang dibagikan, dan bahkan ada yang masih bingung dengan aplikasi geogebra karena pada saat dijelaskan kurang memperhatikan. Pada pelaksanaan pengerjaan lembar kerja tersebut tampak beberapa siswa kurang aktif dalam bertanya, melakukan percobaan, mengamati percobaan, membuat tabel hasil, menuliskan data percobaan , kerjasama, mengamati dan mendengarkan presentasi. Namun mereka semua sudah menggunakan alat dan bahan aplikasi geogebra dengan benar dengan penuh percaya diri.
214
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Setelah dirata rata skor keaktifan siswa mendapatkan 32 dari 45 yang ditargetkan dan nilai 70,1 % yang artinya masih harus terus ditingkatkat walaupun keaktifan mereka berkategori tinggi namun masih perlu ditingkatkan. 2. Hasil Penilaian Kompetensi Dari 39 siswa, 20 siswa mendapatkan nilai kurang dari batas tuntas, sedang 19 siswa telah mendapatkan nilai di atas batas tuntas. Hal ini berarti 48,7 % siswa telah mampu memahami translasi. Namun dilihat dari rata rata perolehan nilai di kelas tersebut hanya 62,94 , nilai minimal 35 dan nilai maksimal 90 ternyata masih sangat jauh dari nilai skala 100. Setelah ditinjau pada instrument postes, ternyata banyak siswa kesulitan pada 1)cara menentukan koordinat bayangan suatu titik yang ditranslasikan dengan konsep koordinat dan 2)menentukan koordinat bayangan suatu titik atau bidang yang ditranslasikan dengan konsep matrik. Refleksi Dengan melihat titik lemah yang terjadi pada sebagian besar siswa berkenaan konsep translasi titik dan bidang, maka: a. perlu diadakan penjelasan yang mendasar dengan memanfaatkan teman sekelompoknya b. masing masing kelompok diberikan latihan yang lebih banyak untuk dicoba bergantian dengan menggunakan geogebra.
secara
c. Lembar kerja siswa seharusnya dibuat variasi untuk menghindari siswa/ kelompok siswa menunggu hasil diskusi dari kelompok lain. d. Keberadaan guru kolaborator perlu terus diajak kontribusi untuk membantu mecatat kejadian kejadian kusus yang ada saat pelaksanaan pembelajaran. e. pembentukan kelompok yang bebas, membuat guru kolaborator kesulitan dalam mengidentifikasi siswa yang seharusnya menjadi catatan di lembar pengamatan. Untuk itu harus dimodifikasi pembagian kelompok sehingga guru kolaborator bisa langsung mengetahui identitas siswa yang mempunyai aktifitas yang dipantau. f. Perlu dibuat suatu catatan-catatan dan kesimpulan dasar yang siswa sering salah atau kesulitan dalam memahami misalnya koordinat , matrik , dan vektor untuk ditindak lanjuti pada tindakan berikutnya.
4.3. Deskripsi Siklus II Pada perencanaan siklus II ini peneliti mempertimbangkan hasil refleksi pada siklus sebelumnya yaitu membuat kelompok kecil berbeda dari siklus I, dan digambarkan denah tempat diskusinya dengan tujuan agar guru kolaborator lebih mudah dalam mengamati aktifitas siswa, membuat rancangan pembelajaran materi refleksi titik dan bidang dan membuat 4 lembar kerja yang berbeda.
215
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Kemudian dalam pelaksanaanya, setelah guru menyampaikan pembelajaran sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran, peneliti membagikan dua lembar kerja siswa untuk didiskusikan bersama dari masing masing kelompok , namun masing masing kelompok yang berdekatan diberikan lembar kerja yang saling berbeda dengan harapan siswa tidak saling menunggu kelompok lain juga ketercapaian tujuan pembelajaran lebih cepat. pada saat siswa mulai berdiskusi peneliti berkeliling untuk membimbing serta memberikan umpan agar siswa bisa menyelesaikan lembar kerjanya. Disaat bersamaan guru kolaborator mencatat aktifitas siswa siswa dengan berbantuan denah tempat duduk siswa dalam kelompok, dan mengamati perilakunya sesuai poin yang sudah direncanakan Pada pertemuan ke dua semua siswa diberikan beberapa pertanyaan pengingatan dilanjutkan dengan meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan secara singkat hasil kerjanya dan kelompok lain diminta menanggapi Pada akhir pertemuan ke 2 ini siswa diberikan Post test. Namun masih ada beberapa siswa yang nampak aktif ketika dipantau dekat namun kembali tidak aktif ketika dipantau jauh. 1.
Hasil Observasi keaktifan siswa
Sebagian besar siswa sudah meningkat keaktifannya melakukan percobaan, kerja sama, aktif mengamati dan mendengarkan presentasi, menggunakan alat dan bahan dengan tepatdan semua percaya diri dalam mengikuti pembelajaran . hasil Perolehan skor hasil observasi aktifitas sebagai berikut: Tabel. 2 Pengelompokan skor keaktifan siswa pada pra siklus No
Skor
Frek
Kategori
1
15 – 22
0
Rendah
2
23 – 30
10
Sedang
3
31 – 38
28
Tinggi
4
39 – 45
1
Sangat tinggi
Rata rata dari hasil observasi aktifitas yang dilakukan kolaborator didapatkan 33 dan nilai 72,31% yang artinya harus terus dimotivasi untuk lebih aktiv lagi dalam mengikuti pembelajaran. 2.
Hasil penilaian kompetensi
Terdapat 27 siswa yang mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan minimal, sehingga prosentasi siswa yang telah tuntas adalah 69,2 %. namun dilihat dari rata rata perolehan nilai di kelas tersebut hanya 71,41 yang masih jauh dari nilai skala 100. Dan bahkan nilai terkecil siswa perubahannya kurang signifikan yaitu 37,5 Dalam hal ini kalau dilihat dari intrumennya maka siswa masih banyak yang belum memahami tentang menentukan
216
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Koordinat bayangan suatu titik yang direfleksikan, dan menganalisis berbagai konsep dan prinsip refleksi untuk menyelesaikan permasalahan nyata. Refleksi Masih terlihat kesalahan yang dibuat oleh siswa dikarenakan faktor kekurang telitian siswa dalam bekerja.serta kurangnya motifasi dari anggota kelompoknya, karena yang aktif selalu yang ditunjuk sebagai pimpinan sementara yang lain sekedar mengikuti saja. Ini nampak dari nilai yang didapat pada siklus ke dua ini masih tetap di peroleh oleh siswa yang tercapai ketuntasan pada siklus pertama , maka keaktifan anggota kelompok perlu terus dicarikan solusi.
4.4. Deskripsi Siklus III Kegiatan pada siklus ini masih sama dengan siklus sebelumnya, dan kelompok kecil yang sudah dibuat pada siklus ke II dilanjutkan tetapi ketua diminta untuk membantu anggaota kelompoknya bisa mempresentasikan hasil diskusinya nanti. Ini diharapkan agar anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih bisa ikut membantu kawannya yang kurang memahami Pada pelaksanaan siklus III ini semua siswa terlihat aktif bersama kelompoknya dalam menyelesaikan lembar kerja yang diberikan peneliti karena dorongan ketua kelompok yang punya kemampuan lebih pada kompetensi sebelumnya.serta adanya situasi berkompetisi dari setiap kelompok. Namun masih ada saja siswa yang tidak terpancing untuk bertanya ataupun menggali pertanyaan. 1. Hasil Observasi keaktifan siswa Hasil pengamatan dalam keaktivan siswa oleh kolaborator didapatkan data sebagai berikut : Tabel 3 Pengelompokan skor keaktifan siswa pada siklus III No
Skor
Frek
Kategori
1
15 - 22
0
Rendah
2
23 - 30
4
Sedang
3
31 - 38
24
Tinggi
4
39 - 45
11
Sangat tinggi
Setelah dirata rata skor keaktifan siswa mendapatkan 36 dari 45 yang ditargetkan dan nilai 79,2 % yang artinya masih harus terus ditingkatkat walaupun keaktifan mereka berkategori tinggi namun masih perlu kenaikan aktifitasnya karena seharusnya semuanya siswa bisa beraktifitas maksimal.
217
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
2. Hasil penilaian kemampuan hasil belajar Hanya terdapat 4 siswa yang mendapatkan nilai di bawah batas ketuntasan minimal, sehingga prosentasi siswa yang telah tuntas adalah 89,74% dan rata rata perolehan nilai kelas tersebut hanya 76,79 yang masih perlu adanya peningkatan. Dalam hal ini siswa masih banyak yang belum memahami pada menentukan koordinat titik dan bidang yang dirotasikan dan didilatasikan untuk menyelesaikan permasalahan rotasi dan dilatasi kususnya yang berkaitan dengan materi sebelumnya yaitu nilai fungsi trigonometri suatu sudut, dan belum mengetahui prinsip rotasi dan dilatasi yang berkaitan dengan masalah nyata. Refleksi. Masalah skill dan kecermatan dalam mengambil langkah pengerjaan masih perlu ditingkatkan agar penguasaan materi transformasi dapat lebih baik lagi. Keaktifan dari siswa secara keseluruhan telah sesuai yang diharapkan oleh peneliti karena dalam mengerjakan lembar kerja secara kelompok ini 99 % telah aktif dalam pembahasan lembar kerja yang diberikan. Penciptaan suasana saling berlomba dan bersaing menjadi yang terbaik, juga perlu dikembangkan di setiap kelompok belajar.
4.5. Deskripsi Antar Siklus Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan mulai pemantauan keadaan awal hingga pelaksanaan tindakan pada siklus III maka dapat digambarkan seperti dibawah ini : 1.
Aktifitas siswa dalam setiap siklus.
Pada kondisi awal prasiklus didapatkan data bahwa dari indikator keaktifan belajar semuanya kurang dengan skor rata-rata 25 yang termasuk dalam kategori sedang. Kemudian pada siklus I skor rata rata menjadi 32 dan berkategori tinggi, siklus ke II skor rata rata meningkat sedikit menjadi 33 dan pada siklus III 36 yang masing masing berkategori tinggi. Dengan kata lain terdapat peningkatan keaktifan siswa dari satu siklus ke siklus selanjutnya. 2.
Perkembangan kompetensi setiap siklus
Pada pra siklus Tuntas 38,40 % dengan rata-rata nilai 64,00, nilai minimal 33 dan nilai maksimal 83. Pada siklus I tuntas 48,70 % dengan rata rata nilai 62,94, nilai minimal 35 dan nilai maksimal 90, pada siklus II tuntas 69,20% dengan rata rata nilai 71,4, nilai minimal 37,5 dan nilai maksimal 90. Terakhir pada siklus III tuntas 89,74% dengan rata rata nilai 76,79, nilai minimal dan nilai maksimal tetap. Dengan demikian terjadi peningkatan ketuntasan pada akhir siklus.
218
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
5. Simpulan dan Saran 5.1. Simpulan Dari penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dengan bantuan aplikasi Geogebra dalam pembelajaran transformasi geometri dapat meningkatkan aktifitas belajar dari siswa di kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah tahun pelajaran 2016 – 2017. 2. Penggunaan media aplikasi Geogebra dapat meningkatkan penguasaan kompetensi transformasi geometri di kelas XI TKJ SMK N 1 Tulang Bawang Tengah tahun pelajaran 2016 – 2017.
5.2. Saran 1. Pelaksanaan siklus dalam penelitian ini masih perlu untuk dilanjutkan dikarenakan aktifitas siswa belum bisa sesuai harapan karena skor maksimal keaktifan siswa tercapai 79,2 % , serta nilai kompetensi siswa dilihat dari rata ratanya masih rendah yaitu 76,79. 2. Guru dalam mengajar perlu memperhatikan paradigma- paradigma baru sehingga dalam mengajar tidak monoton. 3. Guru perlu merancang pembelajaran dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan model yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi siswa yang akan diberi pelajaran. 4. Guru dalam mengajar perlu menjadikan siswa sebagai jiwa dengan potensi yang lebih , sehingga guru cukup sebagai fasilitator agar siswa dapat mengembangkan kemampuannya dengan sebaik-baiknya. 5. Guru perlu mencari strategi yang efektif untuk mengajarkan materi tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi dari siswa dan materi yang akan diajarkan.
Daftar Pustaka Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta: RajaGrafindo Persada Arief S Sadiman, 2009. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo . Bagus Ardi S, M Prayitno dan Farida. 2015. Media Pembelajaran Matematika Dinamis di sekolah, Universitas PGRI Semarang. Depdiknas, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan, Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : Depdiknas Daniel Muijs dan David Reynolds 2008. EffectiveTteaching Teori dan Aplikasi ( Edisi ke -2 ) Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Fadjar Shadiq 2008 . Psikologi Pembelajaran Matematika di SMA. Yogyakarta : P4TK Hisyam Zaini, Bermawy Munthe & Sekar Ayu Aryani, 2007, Strategi PembelajaranAktif, CTSD,IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
219
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Hohenwarter, M., et al. (2010).Teaching and Learning Calculus with Free Dynamic Matgematics Software GeoGebra .Tersedia; http://www. publications.uni.lu/record/2718/files/ICME11-TSG16.pdf. [15 Nopember2015] Hohenwarter, M. & Fuchs, K. (2010). Combination of Dynamic Geometry, Algebra, and Calculus in the Software System Geogebra. Tersedia:www. Geogebra org/publications/pecs_2004.pdf. [16 Nopember 2015]. Idris, Nuny S. 1999. Ragam Media Dalam Pembelajaran BIPA. A Paper presented at KIPBIPA III, Bandung. Jurnal nuansa pendidikan.Kajian Pendidikan dan pembelajaran (Vol VI No 2 2008),Lampung: LPMP Kusumah, Yaya S. (2003). Desain dan Pengembangan Bahan Ajar MatematikaInteraktif Berbasiskan Teknologi Komputer. Makalah terdapat padaSeminar Proceeding National Seminar on Science and Math Education Seminardiselenggarakan oleh FMIPA UPI Bandung bekerja sama dengan JICA.Hohenwarter, M., et al. (2008). Markaban 2008.Model Penemuan Terbimbing pada pembelajaran Matematika SMK. Yogyakarta :PPPPTK Matematika Moh Uzer Usman. 2002. Menjadi guru provesional. PT Remaja rosdakarya. Bandung. Nana Sudjana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Rosalia, Tara. 2005. Aktifitas Belajar.http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162aktifitas-belajar / (27/03/15) Russeffendi 1988. Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
220
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONECTED MATHEMATICS PROJECT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP Lucy Asri Purwasi STKIP-PGRI Lubuklinggau;
[email protected] Abstract. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran conected mathematics project terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMP IT Miftahul Jannah Curup. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu. Penelitian dilaksanakan di SMP IT Miftahul Jannah Curup. Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas VIII, dengan sampelnya adalah kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dan VIII B sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data digunakan dengan tes kemampuan berpikir kritis siswa berupa soal uraian. Berdasarkan Uji statistik uji-t terlihat bahwa nilai tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa menunjukkan nilai signifikansi 0,007 ˂ 0,05 maka H0 ditolak dan terima H1. Sehingga ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan yang diajar melalui pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP IT Miftahul Jannah Curup. Key word. Model pembelajaran Connected Mathematics Project, berpikir kritis
1. Pendahuluan Matematika merupakan disiplin ilmu yang berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pentingnya belajar matematika tak terlepas dari perannya dalam setiap bidang kehidupan. Selain itu, dalam belajar matematika akan melatih keterampilan berpikirnya, baik dari keterampilan berpikir tingkat rendah (lower order thinking) hingga berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) dan tingkat lanjut (advance mthematical thinking). Fathani (2009) menyatakan bahwa matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmuwan) sebagai pembentuk sikap dan sebagai pembimbing pola pikir. Maka dari itu mengingat pentingnya ilmu matematika dalam berbagai bidang kehidupan. Mata pelajaran matematika sudah diberikan dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Pada pembelajaran matematika sekolah, mata pelajaran matematika tidak dapat langsung diterima dengan baik oleh siswa. Bermacam-macam problem yang dihadapi siswa dalam belajar matematika, hingga muncul persepsi bahwa belajar matematika itu sulit, membosankan dan tidak asyik. Iwan Pranoto (pemerhati pendidikan matematika dan dosen program studi matematika Institut Teknologi Bandung) menyatakan bahwa “munculnya anggapan siswa dan masyarakat bahwa pelajaran matematika sulit bahkan menjadi fobia, lebih disebabkan pada pengajaran yang lebih menekankan pada hafalan dan kecepatan berhitung“. Proses pembelajaran matematika yang terbiasa dilatih dengan soal-soal rutin
221
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
hanya menekankan kemampuan menghafal dan menyelesaikan soal-soal yang bersifat prosedural. Maka proses pembelajaran seperti ini tidak akan bermakna untuk siswa dan tidak melatih keterampilan matematika siswa dalam bernalar, memecahkan masalah, ataupun pada pemahaman konsepnya. Sehingga akan menjadikan kadar keaktifan siswa menjadi sangat rendah dan materi yang disampaikanpun tidak akan bertahan lama dan siswa akan cepat lupa. Para siswa juga hanya menggunakan kemampuan berpikir tingkat rendah (low order thinking skills) selama proses pembelajaran berlangsung dan tidak memberi kemungkinan bagi para siswa untuk berpikir lebih kritis dan berpartisipasi secara penuh. Data hasil survei TIMSS (Trend International Mathematics Science Study) yang diikuti oleh siswa SMP kelas VIII pada tahun 2011, Indonesia berada diurutan ke-38 dari 42 negara. Indonesia berada pada posisi terbawah bersama Syria, Maroko, Oman dan Ghana (IEA, 2012). Data lain juga ditunjukkan dari hasil survei PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2012, Indonesia berada diurutan ke-64 dari 65 negara (OECD, 2010). Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada diposisi terbawah. Rendahnya hasil tes yang dicapai menunjukkan bahwa kualitas kemampuan berpikir dan bernalar siswa, terkhusus dalam tes matematika masih relatif rendah. Salah satu alternatif upaya dalam menyikapi permasalahan berkaitan dengan rendahnya kemampuan tersebut maka perlu upaya perbaikan dan inovasi dalam proses pembelajaran melalui implementasi model pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud memberikan kesempatan siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir kritisnya melalui berbagai kegiatan dan penyelesaian masalah non-rutin yang diberikan. Menurut Lappan, et al (2002) pembelajaran connected mathematics project (CMP) siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk membangun pengetahuan matematikanya sendiri. Pembelajaran connected mathematics project bertujuan untuk membantu siswa dan guru mengembangkan pengetahuan matematika, pemahaman dan keterampilan berpikir, juga kesadaran dan apresisasi terhadap pengayaan keterkaitan antar bagian-bagian matematika dan antar matematika dengan mata pelajaran lain. Lebih lanjut Lappan, et al (2002) menjelaskan pembelajaran CMP menumbuhkan kemampuan siswa untuk berdiskusi secara efektif tentang masalah-masalah yang diberikan. Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran CMP yang meliputi: mengajukan masalah (launching problems), mengeksplorasi (exploring), dan menyimpulkan (summarizing) dengan maksud untuk dapat menstimulasidan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan setiap variasi masalah. Berdasarkan permasalahan di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran connected mathematics project terhadap kemampuan berpikir kritis siswa Kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup.
2. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen (Iskandar, 2009:64) adalah suatu penelitian yang menuntut peneliti memanipulasi dan mengendalikan satu atau lebih variabel bebas serta mengamati variabel terikat, untuk melihat perbedaan sesuai dengan manipulasi variabel bebas tersebut atau penelitian yang melihat hubungan sebab akibat kepada dua atau lebih variabel dengan memberi perlakuan lebih
222
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
kepada kelompok eksperimen. Namun dikarenakan keadaan dalam penelitian pendidikan tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel maka dilakukan dengan metode Quasi Eksperimen atau penelitian eksperimen semu. Penelitian ini dilaksanakan di SMP IT Miftahul Jannah Curup kelas VIII pada bulan Oktober s.d Desember 2015. Sampel pada penelitian ini adalah 2 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 56 siswa yang dipilih melalui teknik random sampling. Sampel penelitian yang terpilih adalah kelas VIII A yang berjumlah 28 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B yang berjumlah 28 siswa sebagai kelas kontrol. Sesuai dengan jenis penelitian dan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka rancangan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1 Rancangan Penelitian Kelas
Tes Awal
Perlakuan
Tes akhir
Eksperimen Kontrol
T1 T1
O1 O2
T2 T2
(Sugiyono, 2010:223) Keterangan: T1 = Tes awal kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol T2 = Tes akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol O1 = Perlakuan pada kelas eksperimen yaitu model pembelajaran connected mathematics project (CMP) O2 = Perlakuan pada kelas kontrol yaitu pembelajaran konvensional Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan. Pengumpulan data kemampuan berpikir kritis matematis siswa dilakukan dengan menggunakan tes essay yang dilaksanakan sebelum dan sesudah proses pembelajaran dengan menggunakan model connected mathematics project (CMP) dan model pembelajaran konvensional. Data yang digunakan adalah data tes awal dan tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis. Aturan penskoran tes kemampuan berpikir kritis matematis didasarkan pada kebenaran jawaban yang diberikan dan apabila dipenuhi syarat-syarat berdasarkan pedoman penskoran kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, penulis menggunakan program SPSS 16 for windows, statistik yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata (uji-t). Data yang digunakan adalah data tes awal dan data tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Sebelum melakukan pengujian statistik uji t maka terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terlebih dahulu, yaitu: 1) Pengujian normalitas data. Bentuk hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut : Ho: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Ha: data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak Ho berdasarkan Pvalue adalah sebagai berikut: Jika P-value < α, maka Ho ditolak.
223
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Jika P-value ≥ α, maka Ho tidak dapat ditolak. 2) Homogenitas varians Bentuk hipotesis untuk uji homogenitas adalah sebagai berikut: Ho: data berasal dari populasi yang memiliki ragam (varian) sama. Ha: data tidak berasal dari populasi yang memiliki ragam (varian) sama. Untuk mencari nilai F hitung digunakan rumus:
Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menerima atau menolak H 0 adalah jika Fhitung >Ftabel maka H0 ditolak dan jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima (Sudjana, 2005:250). 3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata (Uji-t) Uji kesamaan dua rata-rata (Uji-t) bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan dengan menggunakan SPSS19 for windows yaitu dapat dilihat nilai signifikansi (sig (2-tailed)) pada t-test for equality of means. Hipotesis yang diajukan: Ho : = H1 :
≠
Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi (sig (2-tailed)) pada t-test for equality of means > 0,05 maka H0diterima Jika nilai signifikansi (sig (2-tailed)) pada t-test for equality of means 0,05 maka H0 ditolak.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian 3.1.1 Tes Awal Kemampuan Berpikir Kritis Hasil tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2 Data Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Data Eksperimen Kontrol Sampel 28 28 Total 969 872 Max 65 60 Min 4 4 Std Dev 17,42 15,2 Mean 34,6 31,1 Varians 303,6 230,3 Pada tabel 2 dapat dilihat skor total yang diperoleh kelas eksperimen adalah 969 dengan rata-rata 34,6. Skor tertinggi pada kelas eksperimen adalah 65 dan skor terendah adalah 4. Sedangkan pada kelas kontrol skor total yang diperoleh adalah 872 dengan rata-rata 31,1 Skor tertinggi pada kelas kontrol adalah 60 dan skor terendah adalah 4. Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat perbandingan rata-rata skor tes awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak terlalu jauh berbeda. Hasil uji normalitas tes awal dari kemampuan berpikir kritis kelas eksprimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
224
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Tabel 3 Rekapitulasi Uji Normalitas Kelas Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Eksperimen 0,107 28 0,200 Kontrol 0,161 28 0,060 Dari tabel 3 terlihat bahwa skor tes awal kelas eksperimen memiliki sig = 0,200 dan kelas kontrol memiliki sig = 0,060, signifikan kedua kelas menunjukkan nilai lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima, artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas tes awal dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4 Rekapitulasi Uji Homogenitas Kelas Eksperimen Kontrol
Var 303,6 230
FHitung 1,32
FTabel 1,93
Dari Tabel 4 untuk tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai Fhitung = 1,32. Pada taraf nyata = 0,05 atau 5 %, dengan db pembilang (v1) = 28 – 1 = 27 dan db penyebut (v2) = 28 – 1 = 27, didapat Ftabel = 1,93, F ½ (0,05) (27,27) = 1,93 Sehingga: Fhitung < Ftabel, 1,32 < 1,93 maka Ho ditolak, dapat disimpulkan bahwa tes awal kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen. Hasil uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) tes awal dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 5 berikut. Tabel 5 Rekaptiulasi Uji-t
Berpikir Kritis
t-test for Equality of Means t df Sig. (2-tailed) 0,793 54 0,431 0,793 53,003 0,431
Hasil Uji kesamaan dua rata-rata data tes awal diperoleh nilai signifikansi 0,431 atau signifikansi lebih dari 0,05 maka terima H0 artinya tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project dengan model pembelajaran konvensional. Sehingga dapat dikatakan tidak ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran connected mathematics project terhadap kemampuan berpikir kritis siswa Kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup. 3.1.2 Tes Akhir Kemampuan Berpikir Kritis Hasil data tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Tabel 6 Data Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Data Kelas Kelas Eksperimen kontrol Sampel 28 28 Total 2104 1692 Max 100 100 Min 28 20 Std Dev
20,05
19,15
225
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Mean
75,14 402,2
Varians
60,43 366,6
Pada tabel 6 dapat dilihat skor total yang diperoleh kelas eksperimen adalah 2104 dengan rata-rata 75,14. Skor tertinggi pada kelas eksperimen adalah 100 dan skor terendah adalah 28. Sedangkan pada kelas kontrol skor total yang diperoleh adalah 1692 dengan rata-rata 60,43. Skor tertinggi pada kelas kontrol adalah 100 dan skor terendah adalah 20. Dari tabel 6 di atas, memperlihatkan bahwa rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi (unggul) daripada kelas kontrol. Hasil uji normalitas tes akhir dari kemampuan berpikir kritis kelas eksprimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 7 berikut. Tabel 7 Rekapitulasi Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnova
Kelas Eksperimen
Statistic 0,116
df 28
Sig. 0,200
Kontrol
0,134
28
0,200
Dari tabel 7 terlihat bahwa skor tes awal kelas eksperimen memiliki sig = 0,200 dan kelas kontrol memiliki sig = 0,200, signifikan kedua kelas menunjukkan nilai lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho diterima, artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Hasil uji homogenitas tes awal dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 8 berikut. Tabel 8 Rekapitulasi Uji Homogenitas Kelas Var FHitung FTabel Eksperimen 402,2 1,09 1,93 Kontrol 366,6 Dari Tabel 8 untuk tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh nilai Fhitung = 1,09. Pada taraf nyata = 0,05 atau 5 %, dengan Fhitung < Ftabel, 1,09 < 1,93 maka Ho ditolak, dapat disimpulkan bahwa tes awal kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen. Hasil uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) tes akhir dari kedua kelas dapat dilihat pada tabel 9 berikut. Tabel 9 Rekapitulasi Uji-t t-test for Equality of Means t Berpikir Kritis 2.808 2.808
df
Sig. (2-tailed)
54
0,007
53,885
0,007
Pada data tes akhir diperoleh nilai signifikansi 0,007 atau signifikansi kurang dari 0,05 sehingga tolak H0 dan terima H1 (ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan pembelajaran konvensional. Artinya dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
226
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
model pembelajaran Connected Mathematics Project terhadap kemampuan berpikir kritis siswa Kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup.
3.2 Pembahasan Pada analisis diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama. Hal ini berarti kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari kondisi atau keadaan yang sama yaitu kemampuan yang sama mengenai aspek kemampuan berpikir kritis matematis baik sebelum maupun setelah dilakukan pembelajaran. Pada kelas eksperimen (Kelas VIII A) dilakukan pembelajaran yaitu dengan model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP). Pada model pembelajaran ini guru tidak banyak ceramah dan bersifat sebagai fasilitator, sehingga guru dapat berpikir dengan berbagai cara untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang berpusat pada masalah kontekstual sehingga model pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun pengetahuan matematika sendiri, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide dan menyelesaikan masalah melalui diskusi, Siswa lebih aktif memiliki keberanian dan dapat meningkatkan kreativitas siswa. Sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional sehingga siswa merasa bosan dan jenuh karena tidak ada inovasi baru dalam proses pembelajarannya. Pada nilai tes awal di kelas eksperimen terlihat bahwa nilai tertinggi tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah 65 yang diperoleh oleh satu orang siswa dan nilai terendah adalah 4 yang diperoleh oleh satu orang siswa dengan rata-rata nilai tes awal adalah 34,6. Pada nilai tes akhir terlihat bahwa nilai tertinggi adalah 100 yang diperoleh oleh lima orang siswa dan nilai terendah adalah 28 yang diperoleh oleh satu orang siswa dengan rata-rata nilai tes akhir adalah 75,14. Pada kelas kontrol (VIII B) pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran ini, guru memberikan materi-materi pelajaran secara langsung yang kemudian diiringi dengan pemberian contoh soal yang penyelesaiannya diselesaikan bersama-sama oleh guru dan siswa. Setelah pemberian contoh soal, guru kemudian memberi latihan soal yang terdapat pada buku cetak yang dimiliki para siswa. Setelah selesai, penyelesaian soal-soal tersebut dibahas secara bersama-sama. Pada nilai tes awal dikelas kontrol terlihat bahwa nilai tertinggi yang diperoleh adalah 60 yang diperoleh oleh satu orang siswa dan nilai terendah adalah 4 yang diperoleh oleh satu orang siswa dengan rata-rata nilai adalah 31,42. Nilai tes akhir pada kelas ini terlihat bahwa nilai tertinggi adalah 100 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai tertinggi sebanyak satu orang siswa. Nilai terendah yang diperoleh adalah 20 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai terendah sebanyak satu orang siswa. Dengan nilai rata-rata yang diperoleh kelas kontrol adalah 60,42. Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata pada tes awal diperoleh nilai signifikansi 0,431 atau signifikansi lebih dari 0,05 dengan demikian terima H 0 dan tolak H1 (tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran
227
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Connected Mathematics Project (CMP) dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup. Kemudian uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) diperoleh nilai signifikansi 0,007 atau signifikansi kurang dari 0,05 dengan demikian tolak H 0 dan terima H1 (Ada perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan pembelajaran konvensional di kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) Pembelajaran dengan model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) melatih siswa untuk lebih mengasah berpikir kritis dan kerjasama antara siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh dalam model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) guru menjelaskan sekilas materi dengan menggunakan LCD dan masalah yang akan diselesaikan oleh siswa diawali dengan memberikan masalah dalam LKS yang harus diselesaikan dengan menggunakan langkahlangkah dalam model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP). Dalam langkahlangkah tersebut siswa dilatih untuk berberpikir kritis dan bekerjasama dengan rekan satu kelompok untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa yang memiliki kemampuan yang rendah dapat bertanya dengan teman yang cukup pandai diantara teman sesama sekompok dengan demikian siswa yang kurang pandai tersebut dapat memahami dan mengerti sehingga diharapkan tetap dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Dari proses tanya jawab antar sesama kelompok disana sudah terlihat bagaimana berpikir kritis antar siswa terjalin dengan baik. Jadi dapat di simpulkan bahwa wajar bila perkembangan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dikelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan dikelas kontrol.
4. Kesimpulan dan Saran 4.1 kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Uji statistik t pada tes akhir terlihat bahwa nilai sig ˂ 0,05 dengan 0,007˂ 0,05 maka tolak H0 dan terima H1. Artinya ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar melalui model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dengan yang diajar melalui pembelajaran konvensional pada sub pokok bahasan faktorisasi suku aljabar di kelas VIII SMP IT Miftahul Jannah Curup. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP IT Miftahul Jannah Curup.
4.2 Saran 4.2.1 Model pembelajaran Connected Mathematics Project (CMP) dapat dijadikan sebagai
alternatif model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan di kelas, dalam setiap proses pembelajaran telihat bagaimana siswa lebih aktif dalam belajar dan berpotensi melatih kemampuan berpikir kritis siswa menegah pertama. 4.2.2 Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai alternatif solusi untuk mengatasi masalahmasalah yang sering dihadapi oleh siswa dalam mempelajari matematika.
228
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
4.2.3 Perlu adanya buku ajar khusus untuk melatih kemampuan berpikir kritis matematis siswa sekolah menengah.
Daftar Pustaka Fathani, A.H. (2009). Matematika, Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. OECD. (2010). PISA 2009 results: what students know and can do – student performance in mathematics, reading and science (volume i).[Online]. Iskandar. (2009). Metodelogi penelitian dan sosial (kuantitatif dan kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press. IEA. (2012). TIMSS 2011 international results in mathematics. [Online]. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_M_Chapter1.pdf [28 Januari 2014] Lappan, et al. (2002). Getting To Know Connected Mathematics: An Implementation Guide. Illionis: Prentice Hall. Sugiyono. (2010), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung. Sudjana. (2005). Metode Statistika Edisi ke-6. Bandung: Tarsito
229
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS BUDAYA PAPUA DALAM PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DITINJAU DARI PRESTASI Muhammad Suhadak SMP Negeri 3 Biak Kota, Jl. Sorido Raya, Biak Numfor;
[email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keefektifan penggunaan media berbasis budaya Papua dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Subjek penelitian seluruh peserta didik kelas VIIA SMP Negeri 3 Biak Kota yang berjumlah 40 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah soal evaluasi pretest dan soal evaluasi posttest. Teknik analisis data terdiri dari analisis secara deskriptif dan analisis inferensial. Analisis diskriptif menggunakan rata-rata, skor minimum, skor maksimum, standar deviasi, varians, dan persentase jumlah siswa yang melebihi KKM. Analisis inferensial menggunakan uji t one sample pada taraf signifikan 5%, dengan kriteria pengujian Ho ditolak jika thitung ≥ t(0,05;n-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa media berbasis budaya Papua efektif digunakan dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Keefektifan meliputi (1) rata-rata posttest 77,36; skor minimum 40, skor maksimum 100, varians 413,46; standar deviasi 20,33; dan persentase siswa mencapai KKM 77,5% (2) dengan uji tone sample diperoleh t hitung 3,142 lebih besar t tabel 1,685pada taraf signifikan 5%. Kata Kunci: budaya Papua, pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
1. Pendahuluan Pembelajaran adalah suatu proses yang membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran (Nitko &Brookhart, 2011: 18). Tujuan pembelajaran tersebut dapat diukur dari hasil belajar dan salah satu bentuk hasil belajar adalah prestasi (Depdiknas, 2004: 4). Prestasi belajar menunjukkan kemampuan siswa terhadap apa yang telah dipelajari dan kemampuan siswa untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan mata pelajaran pada jenjang tertentu (Gage & Berliner, 1984: 82). Oleh karena itu, salah satu tolok ukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran adalah prestasi belajar,sehingga prestasi belajar merupakan aspek yang penting dalam pembelajaran. Hasil belajar berupa prestasi ini dapat diukur menggunakan tes (Gronlund, 1998: 32), yang berarti prestasi belajar dapat diukur dengan menggunakan tes prestasi belajar (Klausmeier & Goodwin, 1966: 605). Tes prestasi ini merupakan tes yang dimaksudkan untuk mengukur apa yang telah dipelajari atau keahlian apa yang dikuasai siswa (Gregory dalam Santrock, 2011: 521), sehingga tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil tes prestasi. Menurut Shaul & Ganson (Schunk, 2012: 20), hasil tes prestasi siswa pada umumnya rendah. Hasil tes prestasi belajar siswa yang rendah, terutama pada mata pelajaran matematika, terjadi pada sebagian besar kompetensi yang diajarkan. Kompetensi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat salah satunya, dimana kompetensi ini merupakan indikator dari kompetensi dasar membandingkan dan mengurutkan beberapa bilangan bulat dan pecahan serta menerapkan operasi hitung bilangan bulat dan bilangan pecahan dengan memanfaatkan berbagai sifat operasi (Kemdikbud, 2013)
230
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Hasil tes prestasi rendah di atas didasarkan pada indikasi-indikasi yang ada di lapangan. Pertama, berkaitan dengan kemampuan lulusan SD yang akan masuk pada di SMP Negeri 3 Biak Kota dapat dilihat dari hasil tes PPDB setiap tahun. Hasil tes itu mengindikasikan peserta didik baru kurang menguasai algoritma penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, terutama pada penjumlahan dan pengurangan positif dengan negatif serta negatif dengan negatif. Kedua, berkaitan dengan kemampuan peserta didik kelas VIII dan IX di SMP Negeri 3 Biak Kota. Observasi penulis pada peserta didik kelas VIII dan kelas IX, menemukan bahwa banyak siswa yang gagal menguasai kompetensi kelas VIII dan IX karena kurangnya penguasan pada algoritma tersebut. Sebagai ilustrasi, penulis mengambil contoh kompetensi melakukan operasi aljabar kelas VIII (Rahayu et.al, 2008, p.4) yaitu penyederhaan dari 5k + 4j – 2h – 8k + 6 – 7h = 5k – 8k + 4j – 2h – 7h + 6 = -3k + 4j – 9h + 6, siswa menguasai konsep penyederhanaan operasi aljabar dengan melakukan pengumpulan suku sejenis, akan tetapi siswa gagal menyederhanakan menjadi -3k + 4j – 9h + 6. Kompetensi operasi bentuk akar untuk siswa kelas IX (Masduki & Utomo I. B, 2008, p.123) yaitu bentuk penyederhanaan seperti berikut: . Siswa mampu menyelesaikan langkah pertama, tetapi gagal menentukan hasilnya menjadi langkah kedua. Kegagalan penguasaan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tersebut disebabkan oleh apa?, untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menganalisis beberapa buku acuan yang biasa dipakai oleh guru-guru SD dan guru kelas VII. Hasil analisis sebagai berikut: a. Buku SD menggunakan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. (Mustaqin & Astuty, 2008: 43-153) b. Buku kelas VII menggunakan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. (Nuharini & Wahyuni, 2008: 7-14) c. Buku kelas VII menggunakan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. (Wagiyo, Surati., & Supradiarini, 2008: 6-9) d. Buku kelas VII menggunakan keping warna dan garis bilangan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. (Wintarti, et.al, 2008: 7-10) Hasil analisis menunjukkan bahwa media yang digunakan untuk mengkonstruk konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat cenderung menggunakan media garis bilangan. Garis bilangan menurut hemat penulis sebagai media yang masih abstrak, sehingga kurang cocok untuk peserta didik dengan usia kelas VII dan SD. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget (Ruseffendi, 1982, p.21) bahwa tingkat perkembangan anak meliputi empat peride yaitu periode sensori-motor intelligence dari lahir sampai 1½ atau 2 tahun, periode preoperasi dari usia 1½ atau 2 tahun sampai 7 atau 8 tahun, periode operasi kongkrit dari usia 7 atau 8 tahun sampai 11 atau 12 tahun dan periode pengerjaan-pengerjaan formil dari usia 11 atau 12 tahun. Pembagian periode tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan siswa kelas VII SMP Negeri 3 Biak Kota masih dalam taraf berfikir kongkret sehingga gagal menguasai konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan media garis bilangan yang tidak kongkret. Uraian ini mengindikasikan bahwa kegagalan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di SMP Negeri 3 Biak Kota disebabkan oleh penggunaan media pembelajaran yang tidak sesuai dengan usia belajar peserta didik.
231
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Media pembelajaran yang tepat merupakan suatu kebutuhan dalam pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di SMP Negeri 3 Biak Kota. Media pembelajaran yang bagaimana yang cocok digunakan?, untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis melakukan observasi kebiasaan masyarakat Biak dan makanan yang menjadi kekhasan Papua pada umumnya dan Biak khususnya. Hasil observasi penulis, di Papua umumnya dan di Biak khususnya terdapat makanan yang khas dikonsumsi secara berpasangan yaitu pinang dan sirih. Pinang dan sirih ini tidak hanya sekedar dikonsumsi saja, tetapi sudah menjadi bahasa pergaulan mereka, setiap mereka bertemu maka yang ditawarkan pertama kali ada pinang dan sirih. Hal ini tidak mengherankan kalau sangat mudah untuk mencari pinang dan sirih, karena banyak penduduk yang menjualnya baik di tempat-tempat khusus maupun di pinggir-pinggir jalan. Larangan meludah pinangpun mudah dijumpai ditempat-tempat umum dan itu tidak pernah dijumpai di daerah-daerah di luar Papua, seperti gambar di bawah ini
Gambar 1. Larangan makan pinang Ilustrasi di atas memotivasi penulis untuk memanfaatkan budaya makan pinang dan sirih sebagai media berbasis budaya Papua pada pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Media ini diperlukan untuk mempermudah peserta didik mengkonstruk konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Hal ini menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian eksperimen dengan tujuan menentukan seberapa efektif media berbasis budaya Papua jika diterapkan pada penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat ditinjau dari prestasi siswa.
2. Metode Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitan eksperimen semu. Pada penelitian ini digunakan satu kelas eksperimen. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitan ini berupa: (1) mengambil secara acak satu kelas dari sembilan kelas yang ada sebagai kelas eksperimen; (2) memberikan pretest pada kelas eksperimen; (3) melakukan treatment dengan menggunakan media berbasis budaya Papua berupa makan pinang sirih pada kelas eksperimen; (4) memberikan posttes pada kelas eksperimen. Rancangan eksperimen yang digunakan adalah pretest-posttest One Group Design. Secara skematis, rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
232
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Pretest Tes Prestasi
Pembelajaran dengan media berbasis budaya Papua
Posttest Tes Prestasi
Gambar 2 Pretest-posttest one group design. Waktu penelitian berupa pembelajaran yang dilaksanakan dua kali pertemuan. Pembelajaran penjumlahan bilangan bulat dilaksanakan hari selasa tanggal 9 september 2014 dan pengurangan bilangan bulat dilaksanakan hari selasa tanggal 16 september 2014. Kondisi awal diukur dengan pretest hari sabtu tanggal 6 september 2014. Kondisi akhir diukur dengan posttest untuk mengukur efek dari perlakuan. Posttest dilaksanakan hari sabtu tanggal 20 september 2014. Subjek penelitian adalah kelas VII A SMP Negeri 3 Biak Kota tahun pelajaran 2014/2015. Variabel penelitian ini terdiri satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas berupa penggunaan media berbasis budaya Papua, sedang variabel terikat berupa prestasi pada aspek pengetahuan. Definisi operasional media berbasis budaya Papua adalah media pembelajaran dengan komponen utama berupa buah pinang dan sirih. Media pembelajaran ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu media yang digunakan sebagai bahan untuk diskusi kelompok dan bahan untuk presentasi. Bahan diskusi kelompok berupa pinang dan sirih masing-masing 20 buah yang disediakan oleh siswa sendiri. Bahan presentasi berupa dua pengaris kayu berpaku dan pinang yang telah diikat dengan kawat ikat serta sirih yang telah diikat dengan kawat ikat. Gambar bahan presentasi sebagai berikut:
Gambar 3 Bahan Presentasi. Prestasi belajar matematika adalah hasil belajar pada aspek pengetahuan dalam bentuk skor yang digunakan untuk melihat keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika.Prosedur pelaksanaan penelitian sebagai berikut: tahap persiapan, papan berpaku dipasang di papan
233
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
tulis, pinang dan sirih yang telah diikat di tempatkan dalam suatu tempat. Masing-masing kelompok mendapat pinang 20 buah dan sirih 20 buah. Siswa dikelompokkan dengan masing-masing kelompok terdiri dari empat orang. LKPD, soal Mandiri dan soal PR yang akan digunakan disiapkan. Tahap pelaksanaan, guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario dalam RPP. RPP 01 digunakan untuk pembelajaran penjumlahan bilangan bulat dengan lampiran berupa LKPD-1, SM-01 dan PR-01. RPP 02 digunakan untuk pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan lampiran LKPD-02, SM-02 dan PR-02. Secara umum skenario dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: a. guru menayangkan contoh bagaimana menggunakan pinang dan sirih dalam pembelajaran, baik penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan LCD. Pinang mewakili bilangan positif dan sirih mewakili bilangan negatif. Pinang dan sirih dimakan secara berpasangan. b. siswa menggunakan pinang dan sirih di masing-masing kelompok untuk mengerjakan LKPD. c. siswa menggunakan mistar berpaku dan pinang serta sirih yang telah diikat dengan kawat untuk bahan presentasi hasil kerja kelompok pada LKPD. Secara khusus contoh langkah-langkah penggunaan pinang dan sirih ini sebagai media pembelajaran sebagai berikut: a. Penjumlahan bilangan bulat Contoh : 3 + 5 = ........ Langkah – langkahnya sebagai berikut: 1) Siapkan pinang sebanyak 3 bauh
2) Tambahkan pinang sebanyak 5 buah
3) Karena semuanya pinang berarti tidak ada yang dimakan sehingga diperoleh pinang sebanyak 8 buah
4) Karena pinang mewakili bilangan positif maka hasil 3 + 5 = 8 Contoh 3 + (-5) = ....... Langkah – langkahnya sebagai berikut: 1) Siapkan pinang sebanyak 3 bauh
234
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
2) Tambahkan sirih sebanyak 5 buah
3) Karena ada 3 pasangan pinang dan sirih maka ketiganya di makan sehingga tersisa sirih sebanyak 2 buah
Karena sirih mewakili bilangan negatif maka hasil 3 + (-5) = -2 b. Pengurangan bilangan bulat Pengurangan diartikan ditambah lawannya, lawan pinang adalah sirih dan sebaliknya. Contoh : 5 – 3 = ....... Langkah – langkahnya sebagai berikut: 1) Siapkan pinang sebanyak 5 buah
2) Tambahkan sirih sebanyak 3 buah
235
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
3) Karena ada 3 pasangan pinang dan sirih maka ketiganya di makan sehingga tersisa pinang sebanyak 2 buah
4) Karena pinang mewakili bilangan positif maka hasil 5 - 3 = 2 Contoh : -5 – 3 = ....... Langkah – langkahnya sebagai berikut: 1) Siapkan sirih sebanyak 5 bauh
2) Tambahkan sirih sebanyak 3 buah
3) Karena sirih semua maka tidak ada yang dimakan sehingga terdapat 8 sirih
4) Karena sirih mewakili bilangan negatif maka hasil -5 - 3 = -8
236
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
3. Data dan Teknik Analisis Data Data yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu data yang bersumber dari pretest dan posttest. Bentuk instrumen tes prestasi belajar matematika yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat tes tertulis isian. Instrumen tes ini digunakan untuk mengevaluasi efek pembelajaran yang terkait dengan prestasi belajar matematika dengan menggunakan media berbasis budaya Papua. Instrumen tes ini terdiri dari pretest untuk mengukur kemampuan awal prestasi belajar matematika siswa sebelum perlakuan dan posttest untuk mengukur kemampuan prestasi belajar sesudah perlakuan, instumen tes baik pretest dan posttest setara. Validitas instrumen mengunakan validitas isi berupa validasi oleh panel diskusi guru mapel matematika SMP Negeri 3 Biak Kota. Teknik analisis dari data yang didapatkan adalah sebagai berikut: a. Analisis diskriptif, hasil posttest dihitung rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, standar deviasi, varians, dan persentase siswa yang melebihi KKM b. Analisis inferensial,menggunakan uji t one sample dengan rumus (Bluman, 2012: 427) sebagai berikut:
Keterangan :
= nilai rata-rata yang diperoleh 0=
nilai yang dihipotesiskan standar deviasi sampel
= ukuran sampel Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: H0 : ≤ 67 ( Penggunaan media berbasis budaya Papua tidak efektif ) H1 : > 67 ( Penggunaan media berbasis budaya Papua efektif )
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Data penelitian diperoleh dari kegiatan pretest dan posttest. Pretes menggunakan soal evalusasi (SE-01) dan dikuti oleh 40 peserta didik kelas VIIA. Hasil pretest menunjukkan bahwa rerata nilai 57,9; nilai tertinggi 100, nilai terendah 15, varians 488,75; standar deviasi 22,1 dan ketuntasan klasikal 36,6%. Posttest menggunakan soal evaluasi (SE-02) yang setara dengan soal evaluasi pretest. Posttest diikuti oleh 40 peserta didik kelas VIIA. Hasil posttest menunjukkan bahwa rerata nilai 77,36; nilai tertinggi 100, nilai terendah 40, varians 413,46; standar deviasi 20,33 dan ketuntasan klasikal 77,5%. Data di atas dapat digambarkan dalam tabel berikut:
237
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Gambar 4. Perbandingan hasil pretest dan posttest.
Analsisis keefektifan pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan media berbasis budaya Papua menggunakan uji-t one sample disajikan dalam tabel berikut: Tabel 1. Hasil Uji-t one sample thitung 3,142
ttabel 1,685
Keterangan Ho ditolak
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan media berbasis budaya Papuamemiliki thitung=3,142lebih besar dari t(0.05,39)yaitu 1,685, sehingga Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media berbasis budaya Papua untuk pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat efektif dengan taraf signifikan 5% ditinjau dari prestasi.
5. Kesimpulan dan saran 5.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa penggunaan media berbasis budaya Papua pada pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menghasilkan skor rata-rata 77,36; nilai minimum 40, nilai maksimum 100, varians 413,46; standar deviasi 20,33; dan ketuntasan klasikal 77,5%. Media ini efektif ditinjau dari prestasi dengan menggunakan ujit one sample diperoleh t hitung 3,142 lebih besar t tabel 1,685 sehingga Ho ditolak.
5.2.
Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah media pembelajaran yang digunakan untuk presentasi sebaiknya dibuat dari bahan tiruan, sehingga dapat bertahan lama. Penulis menggunakan bahan asli pinang dan sirih tidak dapat bertahan lama. Media kerja kelompok sebaiknya tetap menggunakan bahan asli agar mengurangi kadar keabstrakan.
238
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
DAFTAR PUSTAKA Bluman, A. G. (2012). Elementary Statistics: A Step by Step Approach. New York, NY: Mc GrawHill. Depdiknas.(2004). Hakikat Penilaian Pembelajaran. Matematika. Jakarta Gage, N. L. & Berliner, D. C. (1984).Educational Psychology. (3rdEdition). Boston: Houghton Mifflin Company. Gronlund, N. E. (1998). Constructing Achievement Tests. Third Edition. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall. Klausmeier, H. J. & Goodwin, W. (1966). Learning and human Abilities: Educational Psychology. East 33rd Street, New York: Harper & Row Publishers. Mustaqim, B & Astuty, A. (2008). Ayo Belajar Matematika: Untuk SD dan MI Kelas IV. Jakarta: Pusat Perbukuan. Nitko, A. J., & Brookhart, S. M. (2011). Educational assessment of student(6th ed.). Boston: Pearson Education Nuharini, D & Wahyuni, T. (2008). Matematika Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Pusat Perbukuan. Ruseffendi, E.T. (1982). Dasar – Dasar Matematika Modern (Edisi 3). Bandung: Tarsito Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology. (5th Edition). Avenue of Americas, New York: The MacGraw-Hill Companies. Schunk, D. H. (2012). Learning Theories (Edisi Enam) (Terjemahan Eva Hamdiah & Rahmat Fajar): Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Buku Asli Terbit 2012). Wagiyo, A, Surati, F, & Supradiani, I. (2008). Pegangan Belajar Matematika. Jakarta: Pusat Perbukuan. Wintarti, A, et. al. (2008). Contextual Teaching & Learning Matematika. Jakarta: Pusat Perbukuan.
239
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMR UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMPN 2 SIDIKALANG Sondang Noverica SMPN 2 Sidikalang,
[email protected] Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memperoleh perangkat pembelajaran yang valid, praktis dan efektif terhadap kemampuan pemahamankonsep dan komunikasimatematis siswa, (2) Mengetahui apakah perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa dan (3) Mengetahui apakah perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan oleh Thiagarajan, Semmel dan Semmel, yaitu model 4-D (define, design, develop, dan disseminate). Tahap develop dilakukan dengan disain one group pre-test post-tes. Data dikumpulkan menggunakan 3 jenis instrumen yaitu lembar validitas, lembar observasi, dan tes. Hasil penelitian diperoleh perangkat pembelajaran yang valid, praktis efektif. (1) Validitas ditunjukkan dari hasil 5 orang validator, rata-rata total validitas untuk RPP: 4,71; LAS: 4,62;Buku Siswa: 4,56; Tes Hasil Belajar: Valid, hasil validasi ini menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan layak digunakan (memenuhi kriteria 4 ≤ Va< 5). (2) Kepraktisan dilihat dari uji coba keterbacaan dengan hasil: lembar observasi keterlaksanaan perangkat 3,92; Respon siswa dan respon guru terhadap perangkat pembelajaran masing-masing 3,47 dan 3,60, hasil uji keterbacaan ini menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan praktis (memenuhi kriteria kepraktisan). (3) Efektivitas dilihat dari uji coba lapangan sudah memenuhi kriteria keefektifan yaitu ketuntasan belajar klasikal ≥ 85%, kemampuan guru mengelola pembelajaran dalam kategori baik (3,50 - 4,49), dan aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran. Pada uji coba lapangan terjadi peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa, setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah layak untuk digunakan. Kata kunci: Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, Pemahaman Konsep, Kemampuan Komunikasi.
1. PENDAHULUAN Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Agar mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka manusia berusaha mengembangkan dirinya dengan pendidikan. Oleh karena itu, masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan lebih yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan relevansinya.
240
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Matematika juga merupakan wahana yang memfasilitasi kemampuan pemahaman konsep matematis, penalaran, pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 tentang Standar Isi (Depdiknas, 2006), yaitu (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika, pada proses pembelajaran, siswa dituntut untuk memahami konsep matematika sehingga dapat mengkomunikasikan ide atau pendapat dalam bahasa matematika. Pemahaman konsep matematis merupakan suatu cara untuk mengerti tentang fakta-fakta atau konsep-konsep matematika secara mendalam. Komunikasi matematis adalah suatu cara siswa untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan ke dalam bahasa atau simbol-simbol matematika. Sejalan dengan itu, Baroody (dalam Ansari,2012:4), menyatakan bahwa: “Sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as languange, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat”. Kedua, mathematics learning as social activity; artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa”.
Kenyataan di lapangan, siswa kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya, siswa kesulitan dalam mengkomunikasikan ide ke dalam bahasa matematika. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, baik dari pembaharuan kurikulum sekolah, penyediaan sarana dan prasarana belajar, serta peningkatan kualitas guru matematika. Akan tetapi, upaya tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan. Pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru, sehingga tidak mendukung berkembangnya kemampuan matematis siswa. Fakta yang terjadi di Indonesia prestasi belajar matematika siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut terlihat dari hasil penilaian internasional tentang prestasi siswa. Menurut hasil penilaian Programe for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2009 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 61 dari 65 negara peserta dengan rata-rata 371 sementara rata-rata internasional 496. Menurut survei Trends Internatioanl Mathematics and Scince Study (TIMSS) pada tahun 2011 lebih memprihatinkan lagi karena mengalami penurunan dari 405 pada tahun 2007 menjadi 386 dan menempati peringkat 38 dari 42 negara peserta (Litbangkemdikbud, 2011).
241
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan agar siswa mampu berkiprah dalam kehidupan nyata adalah dengan memberlakukan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang adalah kurikulum berbasis pada kompetensi dengan pembelajaran yang konstruktivistik. Keterlaksanaan kurikulum berbasis kompetensi sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran, yakni pengembangan silabus, buku ajar, sumber dan media pembelajaran, model pembelajaran, instrumen asesmen, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (Akbar, 2013: 2). Perangkat pembelajaran tersebut sangat perlu diimplementasikan dalam praktik pembelajaran sehari-hari di satuan pendidikan. Akan tetapi, praktik pembelajaran sehari-hari di sekolah masih mengalami berbagai persoalan berkenaan dengan perangkat pembelajaran yang digunakan untuk mengoperasikan jalannya pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Akbar (2013: 2) yang menyatakan bahwa: “Permasalahan perangkat pembelajaran yang digunakan guru di sekolah yaitu (1) banyak indikator dan tujuan pembelajaran yang dirumuskan guru masih cenderung pada kemampuan kognisi, afeksi, dan psikomotor yang rendah, (2) bahan ajar yang digunakan guru masih cenderung kognitivistik, (3) pemanfaatan sumber dan media yang masih kurang, (4) model pembelajaran konvensional yang banyak diterapkan guru sehingga kurang memicu keaktifan siswa, dan (5) penilaian proses juga kurang berjalan optimal karena keterbatasan kemampuan mengembangkan instrumen asesmen”.
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa perangkat pembelajaran begitu penting bagi seorang guru, antara lain (1) perangkat pembelajaran sebagai panduan; perangkat pembelajaran merupakan panduan guru dalam menjalankan tugasnya di kelas. Dengan adanya perangkat pembelajaran, proses pembelajaranakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh guru tersebut.(2) Perangkat pembelajaran sebagai parameter ;dengan adanya perangkat pembelajaran, guru dapat melakukan analisis kemampuan siswa terhadap materi pelajaran yang telah disajikan. Guru dapat melihat sudah sejauh mana materi yang telah disajikan diserap oleh siswa. Berapa banyak siswa yang masih perlu dilakukan bimbingan khusus, serta dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran berikutnya. (3) Perangkat pembelajaran sebagai peningkatan profesionalisme; dengan adanya perangkat pembelajaran, guru dapat semakin mengasah kemampuannya dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang dapat meningkatkan profesionalitas guru dalam bekerja. (4) Perangkat pembelajaran mempermudah para guru dalam membantu proses fasilitasi pembelajaran; dengan adanya perangkat pembelajaran, guru dapat lebih mudah melakukan inovasi-inovasi dengan berbagai model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa belajar. Inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Adapun perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan peneliti diharapkan dapat memberi peningkatan hasil belajar siswa khususnya dalam peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa. Hal ini dilatarbelakangi oleh masih rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa ketika menyelesaikan soal-soal matematika. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis yang telah dikemukakan tergambar dari hasil temuan dengan memberikan soal kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis
242
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
siswa yang telah peneliti lakukan di SMP Negeri 2 Sidikalang. Berikut ini lembar jawaban salah satu siswa yang mengerjakan soal yang berhubungan dengan soal kemampuanpemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis. Soal pemahaman konsep dan komunikasi matematis 1. Seorang pekerja membuat sebuah bak berbentuk balok dengan luas sisi alas dan depan masing-masing 50m2 dan 30m2. Jika rusuk yang membatasi sisi alas dan sisidepan panjangnya 10 m. a. Dengan menggunakan rumus luas sisi balok, tentukan panjang sisi-sisi bak itu! b. Dengan menerapkan rumus volumebalok, hitung volume bak tersebut! (Soal pemahaman konsep, aspek: mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah). 2. Seorang pedagang memasukkan es krim ke dalam wadah berbentuk tabung dengan jari-jari 20 cm dan tinggi 50 cm hingga penuh. Untuk menjualnya, es krim disajikan dalam kemasan berbentuk kerucut dengan tinggi 10 cm dan jari-jari alas 2 cm. a. Gambarkanlahpermasalahan tersebut agar mudah untuk dipahami. b. Buatlah model metematikauntuk menentukan banyaknya kemasan yangdibutuhkan! (Soal kemampuan komunikasi,aspek: menggambarkan matematika, menyatakan dan mengilustrasikan ide matematika ke dalam bentuk model matematika). Bentuk Jawaban rata-rata siswa adalah:
Gambar 1. Contoh Jawaban Siswa pada Soal Pemahaman Konsep
Gambar 2.Contoh Jawaban Siswa pada Soal Kemampuan Komunikasi Dari jawaban no.1 di atas terlihat siswa salah dalam menjawab soal yang diberikan. Siswa belum mampu mengidentifikasi masalah dengan baik, juga siswa belum bisa membuat langkah-langkah dalam penyelesaian soal pemecahan masalah. Sehingga menyebabkan siswa salah dalam menyelesaikannya. Ini terlihat dari kesalahan dalam hal memahami
243
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
konsep bidang dan rusuk yang ada pada bangun ruang balok. Keadaan ini menandakan bahwa siswa belum bisa memenuhi indikator dalam soal yaitu mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, merumuskan masalah matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah dan menyimpulkan hasil. Selanjutnya dari jawaban no.2 siswa juga salah dalam menyelesaikannya. Kesalahan yang terlihat dari hasil kerja siswa menunjukkan ketidakmampuan siswa dalam mengkomunikasikan soal cerita ke dalam permasalahan sehari-hari. Siswa hanya menentukan volume tabung tetapi tidak paham apa yang diinformasikan permasalahan yang ada pada soal no.2 tersebut. Berikut tabel persentase ketuntasan tes pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberikan kepada 30 siswa kelas IX di SMP Negeri 2 Sidikalang. Tabel 1. Hasil Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Nilai (Skala 4)
Ketuntasan
Jumlah Siswa
Persentase (%)
Berdasa rkan 2.67 Tuntas 8 26,67 tabel di atas < 2.67 Tidak Tuntas 22 73,33 terlihat bahwa Jumlah Siswa 30 dari 30 siswa yang diberikan tes kemampuan komunikasi siswa, terdapat 8 orang siswa yang tuntas dengan ketuntasan secara klasikal 26,67% dengan nilai rata – rata 3,00 . Hal ini menggambarkan pembelajaran matematika masih belum menunjukkan hasil yang maksimal karena hanya 8 orang dari 30 siswa yang tuntas dalam pencapaian batas nilai ketuntasan. Gambaran tentang rendahnya kemampuan komunikasi dan pemahaman konsep matematis siswa di atas juga didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa guru matematika SMPN 2 Sidikalang. Beberapa alasan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika yang disampaikan dari beberapa guru diantaranya adalah siswa kurang menggali informasi sendiri dalam belajar karena sudah terbiasa dengan penjelasan guru dan kurangnya motivasi siswa untuk belajar matematika. Siswa hanya sebatas bisa menyelesaikan soal yang dicontohkan guru dalam pembelajaran. Di samping itu, siswa juga belum mampu untuk memberikan argumentasi dengan benar dan jelas ketika menjawab soal yang diberikan oleh guru.Hal ini dikarenakan siswa hanya terfokus pada contoh-contoh penyelesaian soal yang diberikan guru pada saat belajar. Untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis, hendaknya guru memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Salah satu pendekatan pembelajaran yang bisa digunakan guru pada proses pembelajaran adalah pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR). Pembelajaran dengan pendekatan PMR, siswa mempunyai kesempatan untuk memahami dan menemukan konsep-konsep matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman (2003:145)
244
100
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik merupakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami matematika. Memahami matematika dalam hal ini adalah memahami konsep-konsep atau fakta-fakta dalam matematika. Pembelajaran dengan pendekatan PMR adalah pembelajaran yang harus dimulai dengan sesuatu yang real (nyata), sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara bermakna. Dengan pembelajaran bermakna maka siswa akan tertarik dengan pembelajaran matematika dan merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam PMR, matematika dianggap sebagai aktivitas insani (mathematics as human activities), dan harus dikaitkan dengan realitas agar siswa dapat memahami matematika dengan mudah tanpa harus menghafal angka-angka, rumus-rumus dan teorema-teorema. Ini berarti, matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan realistis. Karena pembelajaran dikaitkan dengan realita atau lingkungan, maka siswa paham dengan pelajaran matematika, sehingga tujuan pembelajaran matematika tersebut tercapai. Pendekatan PMR memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut. (1)menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal pembelajaran sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar dan konteks dapat menjadi alat untuk pembentukan konsep. (2)Menggunakan model yang dikembangkan siswa dapat menambah pemahaman mereka tentang matematika. (3)Mengkondisikan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas secara bersama-sama antar siswa (interaktif), Husna dalam Paradikma (2013:184). Dengan keunggulan-keunggulan tersebut maka pendekatan PMR dapat meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematis. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
4. 5.
Bagaimana validitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan PMR terhadap pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa? Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan PMR terhadap pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa? Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan PMR terhadap pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa? Apakah terdapat peningkatanpemahaman konsep matematis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakanperangkat pembelajaran yang dikembangkan? Apakah terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakanperangkat pembelajaran yang dikembangkan?
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Jenis Penelitian
245
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ditetapkan, maka penelitian ini termasuk penelitian pengembangan (Developmental Research). Model pengembangan perangkat pembelajaran Thiagarajan, Semmel dan Semmel, yaitu model 4-D (define, design, develop, disseminate) yang telah dimodifikasi. Penelitian pengembangan ini dilaksanakan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran dan instrumen-instrumen yang diperlukan yang selanjutnya akan diujicobakan di kelas. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran matematika materi Kubus dan Balok tingkat SMP dengan menggunakan pendekatan matematika realistik.Pengembangan perangkat pembelajaran tersebut berupa perancangan perangkat pembelajaran mulai dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),Lembar Aktivitas Siswa (LAS),Buku Siswa,dan Tes Hasil Belajar (THB).
2.2. Rancangan uji coba keterbacaan Ujicoba keterbacaan (terbatas) bermaksud untuk mengetahui kepraktisan perangkat yang dikembangkan.Subjek ujicoba keterbacaan adalah siswa kelas dan SMP Negeri 2 Sidikalang tahun pelajaran 2015-2016 dengan banyak siswa 32 orang.
2.3. Rancangan Uji Coba Lapangan Rancangan uji coba yang digunakan dalam pengembangan perangkat pembelajaran adalah dengan melakukan uji coba lapangan.Subjek ujicoba lapangan adalah siswa kelas SMP Negeri 2 Sidikalang tahun pelajaran 2015-2016 dengan banyak siswa 32 orang.
3. PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN 3.1. Instrumen Validitas Perangkat Pembelajaran Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai pendapat para ahli (validator) terhadap perangkat pembelajaran yang telah disusun, sehingga menjadipedomandalam merevisi perangkat pembelajaran (RPP, LAS, Buku siswa,dan Tes Hasil Belajar siswa).
3.2. Instrumen Kepraktisan Perangkat Pembelajaran Instrumen kepraktisan perangkat pembelajaran terdiri dari lembar observasi dan angket. Lembar observasi digunakan untukmengetahui kepraktisan perangkat yang dikembangkan, maka dilakukan pengumpulan data tentang keterlaksanaanperangkat pembelajaran serta tanggapan siswa dan guru mengenai perangkat pembelajaran.Pada akhir kegiatan guru dan siswa diminta mengisi angket tanggapan tanggapan perangkat pembelajaran.
3.3. Instrumen Keefektifan Perangkat Pembelajaran 3.3.1. Ketuntasan Belajar Siswa Tes diberikan pada pertemuan awal (sebelum dilakukan pembelajaran) dan dipertemuan akhir pembelajaran (setelah seluruh topik diajarkan) dikembangkan sesuai dengan indikator pembelajaran. Seorang siswa dapat dikatakan tuntas apabila nilai siswa secara individual mencapai KKM 70. Selanjutnya secara klasikal bahwa suatu pembelajaran dipandang telah
246
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
tuntas terdapat 85% siswa yang mengikuti tes telah mencapai skor KKM (dalam Trianto, 2011:241).
3.3.2. Lembar Observasi Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data tentang kemampuan guru dalam menerapkan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik. Pengamatan dilakukan selamapembelajaran berlangsung (dari awal pembelajaran sampai berakhirnya pembelajaran) dan pengamatan dilakukan oleh 2 orang pengamat. Kemampuan guru dalam menggunakan perangkat pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata kemampuan guru untuk semua pertemuan mencapai kriteria minimal baik (2,50≤TKG < 3,49)
3.3.3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan data tentang aktivitas siswa selama berlangsungnya pembelajaranmenggunakan perangkat pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik.
3.4. Menganalisis Peningkatan Pemahaman Komunikasi Matematis Siswa
Konsep
dan
kemampuan
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus perhitungan indeks gain (Meltzer, 2002:1260) sebagai berikut : g=
Keterangan: g adalah indeks gain x adalah skor yang diperoleh siswa
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil Kepraktisan Perangkat Pembelajaran Sebelum dilakukan ujicoba lapangan, terlebih dahulu dilakukan uji keterbacaan terhadap perangkat pembelajaran. Uji keterbacaan ini menghasilkan data kualitas perangkat pembelajaran berupa kepraktisan perangkat pembelajaran, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran No 1 2
Aspek Kepraktisan Keterlaksanaan perangkat pembelajaran Respon siswa terhadap perangkat pembelajaran
Rataan Skor 3, 92 3,47
Kategori Baik Baik
247
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
3
Respon guru terhadap perangkat pembelajaran
3,60
Baik
4.1.2. Hasil Keefektifan Perangkat Pembelajaran a. Hasil Ketuntasan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Siswa Hasil uji coba lapangan untuk melihat pemahaman konsep matematis siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Tingkat Ketuntasan Pre-Test dan Post-TestPemahaman KonsepMatematis Siswa Pada Uji Coba Lapangan Kategori Tuntas Tidak Tuntas
Pre-Test Jumlah Siswa 2 30
Persentase Ketuntasan 6,25 % 93,75 %
Post-Test Jumlah Siswa 28 4
Persentase Ketuntasan 87,50 % 12,50 %
b. Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Hasil uji coba lapangan untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. Rata-Rata Kelas Pre-Test dan Post-Test Kemampuan KomunikasiMatematis Siswa Pada Uji Coba Lapangan Kategori Tuntas Tidak Tuntas
Pre-Test Jumlah Siswa 2 30
Persentase Ketuntasan 6,25 % 93,75 %
Post-Test Jumlah Siswa 28 4
Persentase Ketuntasan 87,50 % 12,50 %
c. Hasil Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran Hasil uji coba lapangan untuk melihat kemampuan guru menggunakanperangkat pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran Rata-Rata Setiap Pertemuan 3,53 3,58 3,68 3,84 3.32 3,57 3,53 3,53 B B B B B B B B Kriteria 3,66 3,43 Rata-Rata Setiap Pengamat Rata-Rata Keseluruhan
d. Hasil Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran
248
3,55
Baik
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Hasil uji coba lapangan untuk melihat aktivitas siswa dalam pembelajaran, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6. Hasil Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Pada Uji Coba Lapangan No 1 2 3 4 5 6
Kegiatan
Rerata Pengamat
Kriteria Batasan
12,75%
9%-19%
9,75 %
6%-16%
31,25 %
33%-43%
21,00 % 11,00 % 1,50 %
19%-29% 8%-18% 0%-5%
Memperhatikan/mendengarkan penjelasan guru/teman dengan aktif Membaca, memahami masalah kontekstual dalam Lembar Aktivitas Siswa Menyelesaikan masalah/menemukan jawaban dan cara menjawab masalah kontekstual Berdiskusi/bertanya antara siswa dan guru Menarik kesimpulan suatu prosedur atau konsep Prilaku siswa yang tidak relevan dengan KBM
4.1.3. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa a. Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis Siswa PeningkatanPemahaman Konsep matematis siswa dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik dari hasil PreTest dan Post-Test dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7. Peningkatan Pemahaman KonsepMatematis Siswa Pada Uji Coba lapangan Skor Gain
Interpretasi
Banyak siswa
Persentase
g > 0,7
Tinggi
18 Siswa
56,25%
0,3 < g ≤ 0,7
Sedang
12 Siswa
37,50%
g ≤ 0,3
Rendah
2 Siswa
6,25%
b. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik dari hasil PreTest dan Post-Test dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Pada Uji Coba lapangan Skor Gain g > 0,7 0,3 < g ≤ 0,7 g ≤ 0,3
Interpretasi Tinggi Sedang Rendah
Banyak siswa 11 Siswa 19 Siswa 2 Siswa
Persentase 6,25 % 59,38 % 34,38%
4.2. PEMBAHASAN
249
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian, perangkat pembelajaran yang dikembangkan dan diujicobakan telah valid, praktis dan efektif. Hal tersebut disebabkan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan dan keefektifan.
4.2.1. Validasi Perangkat Pembelajaran Sebelum diujicobakan dilapangan, perangkat pembelajaran terlebih dahulu telah divalidasi oleh para ahli (validator). Perangkat pembelajaran divalidasi oleh 5 orang validator. Kelima validator menyimpulkan bahwa rencana pelakasanaan pembelajaran,lembar aktivitas siswa, buku siswa, dan tes hasil belajar dapat digunakan dengan revisi kecil pada kesalahan penulisan/ejaan naskah soal, dan revisi ini telah diperbaiki sesuai dengan coretan validator.
4.2.2. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran Uji keterbacaan menghasilkan data kualitas perangkat pembelajaran berupa kepraktisan perangkat pembelajaran sebagaimana tersaji pada tabel 2. Pada tabel terlihat bahwa (a) ratarata keterlaksanaan minimal berada pada kategori terlaksana dengan baik (3 ≤ Rk < 4), (b) rata-rata tanggapan guru minimal berada pada kategori baik (2,5 ≤ Rg < 3,5), dan (c) ratarata tanggapan siswa minimal berada pada kategori baik (2,5 ≤ Rs < 3,5) sehingga perangkat pembelajaran yang dikembangakan dapat dikatakan praktis.
4.2.3. Keefektifan Perangkat Pembelajaran Keefektifan pengembangan perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik dilihat dari 3 indikator, yakni: (a) siswa dikatakan telah memahami konsep apabila terdapat 85% siswa yang mengikuti tes telah memiliki kemampuan komunikasi matematis minimal (≥ 70), (b) aktivitas siswa selama kegiatan belajar memenuhi kriteria toleransi waktu ideal yang ditetapkan dan (c) kemampuan guru mengelola pembelajaran minimal berada pada kategori baik (2,50 ≤TKG< 3,49). Produk pengembangan perangkat dikatakan efektif apabila memenuhi ketiga indikator di atas. Berikut ini akan diuraikan hasil penelitian keefektifan pengembangan perangkat pembelajaran sebagai berikut: a. Ketuntasan Hasil Belajar Berdasarkan hasil Pre-Test diperoleh rata-rata kelas hasil pemahaman konsepmatematis siswa sebesar 4,95, dengan persentasi ketuntasan sebesar 6,25% (2 siswa dari 32 siswa). Dari hasil pemberian Post-Test kepada siswa diperoleh rata-rata skor 8,39siswa dengan ketuntasan klasikal 87,50 %(28 siswa dari 32 siswa). Dilihat dari N-Gain untuk setiap siswa, diperoleh 18 dari 32 siswa (56,25 %) memiliki peningkatanpemahaman konsep matematis siswa dalam kategori tinggi, 12 dari 32 siswa (37,50 %) memiliki peningkatan pemahaman konsepmatematis siswa dalam kategori sedang, 2 dari 32 siswa (6,25 %) memiliki peningkatan pemahaman konsepmatematis siswa dalam kategori rendah, artinya perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik sudah memberikan kontribusi untuk meningkatkan pemahaman konsepmatematis siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman (2003:145) pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik merupakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa
250
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
dalam memahami matematika. Memahami matematika dalam hal ini adalah memahami konsep-konsep atau fakta-fakta dalam matematika. Peningkatan pemahamankonsep matematis jika dilihat dari tiap aspekpemahamankonsep matematis, peningkatan paling rendah terdapat pada aspek ketiga. Rendahnya peningkatan aspek ketiga ini disebabkan siswa kurang mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah dari masalah kontekstual yang diberikan. Siswa kurang mampu menerapkan konsep matematika serta bagaimana langkah-langkah untuk pemecahan masalah dari masalah kontekstual yang diberikan. Pada soal ini siswa diberikan masalah untuk menghitungpanjang kerangka kandang ayam yang berbentuk balok serta sudah ditentukan ukuran dari rusuk-rusuknya. Kemudian kerangka kandang ayam itu diberi penyangga setiap jarak 2 meter di sekeliing kerangka tersebut. Tetapi ditemukan jawaban siswa hanya mampu menghitung panjang seluruh kerangka balok dan selalu salah menentukan jumlah dan panjang penyangganya. Selain itu, peningkatan pemahamankonsep matematis siswa yang paling besar terdapat aspek keempat yaitu siswa dapat menyajkan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis yang berkaitan dengan materi kubus dan balok. Pada indikator ini siswa sudah mampu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan. Dari hasil Pre-Test diperoleh rata-rata kelas hasil kemampuan komunikasi matematis sebesar4,71, dengan ketuntasan klasikal sebesar 6,25% (2siswa dari 32 siswa). Dari hasil pemberian Post-Test kepada siswa diperoleh rata-rata skor 8,07 dengan ketuntasan klasikal 87,5 %(28 siswa dari 32 siswa). Dilihat dari N-Gain untuk setiap siswa, diperoleh 11 dari 32 siswa (34,38 %) memiliki peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam kategori tinggi, 19 dari 32 siswa (59,38 %) memiliki peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam kategori sedang, 2 dari 32 siswa (6,25 %) memiliki peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam kategori rendah, artinya perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik sudah memberikan kontribusi untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Proses pembelajaran dengan Pendekatan PMR juga dapat meningkatkan pengembangan kemampuan komunikasi matematis yang mana sesuai dengan pendapat Wijaya (2012:29) Pendekatan PMR memiliki potensi tidak hanya untuk pengembangan kemampuan matematika, melainkan juga untuk pengembangan kompetensi siswa yang lebih umum, yaitu kreativitas dan kemampuan berkomunikasi. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis jika dilihat dari tiap aspek kemampuan komunikasi matematis, peningkatan paling rendah terdapat pada aspek ketiga yaitu siswa dapat menuliskan penjelasan suatu masalah dengan memberikan argumentasi terhadap permasalahan matematika. Rendahnya peningkatan aspek ketiga ini disebabkan siswa kurang mampu menjelaskan tentang volume air dalam bak mandi yang berbentuk kubus yang hanya berisi setengahnya saja. Ditemukan jawaban siswa yang langsung membagi dua ukuran tinggi bak dan menggunakan hasil pembagian tersebut sebagai sisi dari bak tersebut. Ini menunjukkan masih rendahnya kemampuan siswa dalammengkomunikasikan masalah kontekstual yang diberikan. Selain itu, peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang paling besar terdapat aspek pertama yaitu siswa dapat membaca suatu gambar ke dalam bahasa matematika dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi
251
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
kubus dan balok. Pada indikator ini siswa sudah mampu membaca gambar dari masalah yang diberikan serta mampu menuliskan alasan-alasan mengenai jawaban yang diberikan. Hal ini sesuai dengan teori belajar Piaget (dalam Murdani, 2013:29), peran siswa sangat diperlukan untuk menemukan sendiri penyelesaian dari masalah kontekstual yang diberikan dan teori belajar Vygotsky (dalam Murdani, 2013:29), perkembangan kognitif anak terjadi karena keterkaitan diantara individu. b. Kemampuan Guru Menggunakan Perangkat Pembelajaran Indikator efektif selanjutnya adalah kemampuan guru menggunakan perangkat pembelajaran,diperoleh skor 3,55 berada pada kategori “baik” 3,50 – 4,49. Kriteria keefektifan perangkat pada kategori “baik”, sehingga kemampuan guru mengelola pembelajaran sudah efektif. Pengamat pertama dan kedua memberikan penilaian baik pada tahap pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Freudenthal (dalam Nida, 2013:216) mengemukakan, pada pendekatan matematika realistik peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berpikir, mengkomunikasikan reasoningnya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. Pada uji coba lapangan diperoleh hasil nilai rerata 4,08 berada pada kategori baik (3,504,49). Pengamat pertama dan kedua memberikan penilaian baik pada tahap pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Freudenthal (dalam Nida, 2013:216) mengemukakan, pada pendekatan matematika realistik peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berpikir, mengkomunikasikan reasoningnya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.Kriteria keefektifan perangkat pada kategori baik, sehingga kemampuan guru mengelola pembelajaran sudah efektif. c. Aktivitas Siswa Indikator keefektifan terakhir adalah aktivitas siswa, diperoleh untuk setiap pertemuan aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran dengan rata-rata persentase pencapaian aktivitas siswa 87,25%sehingga masuk kategori efektif. Aktivitas belajar adalah segala sesuatu yang sengaja dirancang oleh guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa seperti diskusi, demonstrasi, melakukan percobaan dan lain sebagainya (dalam Sanjaya, 2008:174). Aktivitas belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala bentuk kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung.Dari semua hasil yang diperoleh pada uji coba lapangan disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran sudah efektif karena ketuntasan belajar secara klasikal memenuhi kriteria ketuntasan yaitu ≥85 % dari jumlah siswa, sehingga diperoleh Draft Final yaitu perangkat pembelajaran yang layak digunakan.
252
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
5. SIMPULAN 1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa sudah memenuhi kriteria valid yakni untuk Rencana Perangkat Pembelajaran (RPP), Lembar Aktivitas Siswa (LAS), dan Buku Siswa meliputi aspek kelayakan format, bahasa dan isi. 2. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa sudah praktis digunakan yakni telah memenuhi kriteria praktis yang dilihat dari rata-rata keterlaksanaan perangkat pembelajaran berada pada katagori terlaksana dengan baik, ratarata respon siswa mengenai perangkat pembelajaran berada pada kategori baik, serta ratarata respon guru mengenai perangkat pembelajaran berada pada kategori baik. 3. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematis siswa sudah efektif untuk digunakan karena telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar yang dilihat dari hasil ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Persentase ketuntasan klasikal dari hasil pemberian Post-Test pemahaman konsep matematis kepada siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar siswa yaitu ≥ 85% dari jumlah siswa. Indikator efektif selanjutnya adalah kemampuan guru menggunakan perangkat pembelajaran, berada pada kategori “baik”. Kriteria keefektifan perangkat berada pada kategori “baik”, sehingga kemampuan guru mengelola pembelajaran sudah efektif. Indikator keefektifan terakhir adalah aktivitas siswa, diperoleh untuk setiap pertemuan aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran sehingga masuk kategori efektif. 4. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Peningkatan yang tertinggi terdapat pada aspek keempat yaitu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, sedangkan peningkatan terendah terdapat pada aspek ketiga yaitu mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. 5. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Peningkatan yang tertinggi terdapat pada aspek keempat yaitu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, sedangkan peningkatan terendah terdapat pada aspek ketiga yaitu mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
6. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut. 1. Pengembanganperangkat pembelajaran seperti ini hendaknya juga dilakukan pada topik lainnya untuk membuat siswa tertarik, senang dan aktif dalam belajar matematika. 2. Bagi guru atau pihak lain yang ingin mengembangkan perangkat pembelajaran dengan pendekatanpendidikan matematika realistik pada materi pokok matematika yang lain dapat
253
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
merancang/mengembangkan perangkat dengan memperhatikan komponen pembelajaran dan karakteristik dari materi pelajaran yang akan dikembangkan.
model
3. Untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa disarankan agar dalam proses pembelajaran, guru berfokus pada peningkatan pemahaman konsep siswa bukan sekedar mengingat fakta atau mengahafal konsep-konsep yang diberikan akan tetapi siswa dituntut untuk menemukan konsep, membangun konsep dan menggunakan konsep tersebut dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. 4. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa disarankan dalam proses pembelajaran hendaknya siswa dituntut untuk mengkomunikasikan konsep-konsep matematika baik secara lisan, tulisan, gambar, grafik, maupun diagram sehingga data yang diperoleh lebih detil.
Daftar Pustaka Akbar, S. 2013.Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ansari, I, Bansu. 2012.Komunikasi Matematik Dan Politik. Aceh: PeNA. Depdiknas. 2006. Permendiknas No. 2 Tentang SI dan SKL. Jakarta Sinar. Husna, R. 2013.Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa SMP Kelas VII Langsa. Jurnal PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2. Medan: UNIMED. Meltzer,David, E .2002.The Relationship Between Mathematics Preparation And conceptual learning gain in physics:A possible inhidden Variablei in Diagnostic pretest scores.Ames:Department of physics andAstronomy,Lowa State University. Murdani. 2013. Pengembangan Perangkat pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Penalaran Geometri Spasial Siswa Di SMP Negeri Arun Lhoksumawe. Jurnal Peluang Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013 Program Pascasarjana Unsyiah BandaAceh. www.jurnal.unsyiah.ac.id/peluang. Diakses pada tanggal 25 Februari 2015. Nida. 2013. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Pada Materi Perkalian. Jurnal Ilmiah Didaktika Volume XIII Nomor 2 Tahun 2013 Fakultas Tarbiyah IAIN Banda Aceh dapat dilihat di www.portalgaruda.org diakses pada tanggal 20 Februari 2015. Litbangkemdikbud. 2011. Survei International TIMSS dan PISA. http://litbangkemdikbud.go.id. Diakses: September 2013. Sanjaya,W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana. Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICAUniversitas Pendidikan Indonesia. Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta. Wijaya, A. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
254
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGURANGAN BILANGAN BULAT DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DI SDN 05 BIRUGO Ghenny Aosi 1) 1)
SDN 05 Birugo, Jln. Birugo Puhun, Birugo, Aur Birugo Tigo Baleh, Kota Bukittinggi;
[email protected]
Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa Kelas IV SDN 05 Birugo dalam pembelajaran matematika, dimana siswa belum mampu menyelesaikan soal yang berisi materi operasi pengurangan bilangan bulat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di Kelas IV SDN 05 Birugo pada semester II tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan dua siklus penelitian. Masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Data penelitian dianalisis dengan teknik persentase. Subjek dalam penelitian ini siswa kelas IV SDN 05 Birugo sebanyak 24 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terbukti dapat meningkatkan hasil belajar pengurangan bilangan bulat di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi. Kata Kunci. Hasil Belajar Matematika; Pengurangan Bilangan Bulat; Pendidikan Matematika Realistik
1. Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari, aplikasi pembelajaran bilangan bulat sering ditemukan oleh siswa. Misalnya dalam kegiatan berjual beli, keadaan suhu di suatu tempat, kegiatan menyelam, dan lain-lain. Pembelajaran bilangan bulat sebenarnya mudah jika konsep bilangan ini dikuasai oleh siswa. Untuk menjelaskan tentang bilangan bulat kita mulai dengan bilangan asli karena dari sejak kecil secara tidak langsung kita sudah diajarkan oleh orang tua kita tentang bilangan asli, yaitu pada saat belajar mengenal bilangan. Ketika dikenalkan dengan bilangan 1, 2, 3, 4, … menggunakan jari kita, bilangan-bilangan yang dikenalkan merupakan anggota bilangan asli. Setelah kita mengenal bilangan asli, selanjutnya dikenalkanlah bilangan bulat yang didapat dari perluasan bilangan asli. Oleh karena itulah, mempelajari bilangan bulat penting di sekolah dasar. Untuk mendukung agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, maka pembelajaran pengurangan bilangan bulat hendaklah dimulai dari masalah nyata yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari, melibatkan proses produksi dan konstruksi siswa, menggunakan model-model dalam proses pembelajaran, melibatkan keaktifan siswa dalam belajar, dan mengaitkan dengan materi lain atau mata pelajaran lain. Akan tetapi pada kenyataannya di kelas IV SDN 05 Birugo, materi ini termasuk materi pembelajaran yang sulit bagi siswa, apalagi jika menyangkut operasi pengurangan bilangan bulat. Banyak persoalan yang muncul pada materi bilangan bulat bagi siswa kelas 4. Pada waktu proses pembelajaran, guru
255
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
cenderung tidak memberikan keleluasaan pada siswa untuk belajar secara aktif menyenangkan. Materi yang disampaikan seringkali tidak dimulai dan bahkan tidak berkaitan dengan pengalaman sehari-hari sehingga siswa mudah lupa dan tidak dapat mengaplikasikannya seakan-akan pembelajaran menjadi terpisah dengan kehidupan seharihari. Misalkan pada waktu mereka akan melakukan operasi hitung seperti: 4 – (-7); (-6) – 9; 2 – 7; (-3) – (-6); dan sebagainya. Persoalan yang muncul dalam kaitannya dengan soal-soal yang seperti itu adalah bagaimana memberikan penjelasan dan cara menanamkan pengertian operasi tersebut secara konkret dimulai dari hal-hal sederhana yang berhubungan dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari, karena kita tahu bahwa pada umumnya siswa berpikir dari hal-hal yang bersifat konkret menuju hal-hal yang bersifat abstrak. Siswa kesulitan menyelesaikan masalah pengurangan bilangan bulat berlainan tanda; positif dan negatif. Jika diberikan permasalahan dalam bentuk soal cerita, hanya sedikit siswa yang mampu menyelesaikannya sehingga hasil belajar siswa dalam materi ini tergolong rendah dan belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang disyaratkan. Kesulitan siswa terutama terlihat pada saat menafsirkan soal cerita yang disebabkan pemahaman siswa masih kurang dan cara siswa menerjemahkan soal cerita dalam kalimat matematika seringkali salah. Pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan mengonstruksi kembali konsep pengurangan bilangan bulat sehingga siswa mempunyai konsep pengertian yang kuat. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMR, siswa diarahkan pada pemahaman konsep, bukan pemerolehan informasi. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: “bagaimanakah peningkatan hasil belajar pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi?” Secara khusus, masalah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a) bagaimana perencanaan pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi? b) bagaimana pelaksanaan pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi? c) bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi? Husnaini (2008: 13) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur atau patokan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui atau memahami suatu materi pelajaran. Hasil belajar juga dapat memberikan informasi kepada lembaga ataupun siswa itu sendiri tentang tarap penguasaan ataupun kemampuan yang dicapai siswa. Menurut Muhsetyo (2009: 3 – 5), bilangan bulat merupakan bilangan yang terdiri dari bilangan cacah dan negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0, 1, 2, 3, 4, … sehingga negatif dari bilangan cacah yaitu -1, -2, -3, -4, …. Dalam hal ini -0 = 0 maka tidak dimasukkan lagi secara terpisah. Pada garis bilangan, bilangan bulat negatif terletak di sebelah kiri angka nol dan bilangan bulat positif terletak di sebelah kanan angka nol. Menurut Rejeki (2009: 1), semua bilangan dapat dikatakan sebagai bilangan bulat jika bilangan itu tidak ada tanda koma (,) dan pecahan. Himpunan semua bilangan bulat dilambangkan dengan Z (yang berasal dari kata Zahlen, bahasa Jerman yang artinya bilangan).
256
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Zulkardi (2001: 31) menyatakan bahwa Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang diadopsi dari pendekatan yang dikembangkan sejak tahun 1970 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Belanda. Selanjutnya Streefland (dalam Sudharta, 2004:35) menjelaskan karakteristik pendekatan PMR adalah dengan menggunakan konteks dunia nyata, menggunakan model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan pendekatan PMR dapat dilakukan dengan menggunakan karakteristik PMR dalam pembelajaran, yaitu: 1) penggunaan konteks dunia nyata. Guru memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) pengurangan bilangan bulat yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut; 2) penggunaan model-model. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal yang terdapat pada persoalan atau masalah pengurangan bilangan bulat yang diajukan; 3) melibatkan proses produksi dan konstruksi. Siswa diberikan kesempatan untuk membentuk konsep pengetahuan dengan cara pengaktifan pengetahuan yang telah ada atau menemukan konsep pengetahuan baru secara mandiri sehingga proses produksi konsep pengetahuan berasal dari siswa sendiri. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang memengaruhi belajar selanjutnya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan bahkan penolakan; 4) pembelajaran berlangsung secara interaktif. Siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran pengurangan bilangan bulat. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika; dan 5) adanya keterkaitan atau intertwining antara materi pelajaran yang diajarkan dengan materi pelajaran lain dalam matematika atau materi pelajaran bidang studi lain. Dengan penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran diharapkan mutu proses pembelajaran akan meningkat karena paradigma baru pendidikan sekarang ini juga lebih menekankan pada siswa sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang.
2. Metode Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan jenis penelitiannya penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Penelitian ini diawali dengan adanya refleksi awal terhadap proses pembelajaran di SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi guru dan siswa yang berkaitan dengan proses pembelajaran pengurangan bilangan bulat di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi. Refleksi awal penelitian dilakukan dengan mengevaluasi proses pembelajaran di kelas berupa diskusi dengan observer tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan selama ini. Kemudian peneliti dan observer
257
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
merumuskan permasalahan yang diangkat sebagai permasalahan penelitian yakni bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi. Kegiatan penelitian dimulai dengan menentukan jadwal penelitian dimana sebelumnya peneliti meminta persetujuan kepala sekolah dan observer untuk melakukan penelitian. Tahap ini dimulai dari pelaksanaan pembelajaran matematika dengan memanipulasi media ceker dan manik-manik untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Penelitian ini dilaksanakan dari siklus I sampai siklus ke II. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti sebagai guru kelas didampingi observer. Kegiatan pembelajaran di kelas berupa kegiatan interaksi guru dan siswa dan antara siswa dengan siswa. Pengamatan dilakukan peneliti pada waktu guru melaksanakan tindakan pembelajaran matematika. Dalam kegiatan ini peneliti berusaha mengenal, mengamati, dan mendokumentasikan semua indikator dari proses hasil perubahan yang terjadi, baik yang disebabkan oleh tindakan yang terencana maupun dampak intervensi dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan PMR. Pengamatan dilakukan secara terus-menerus mulai dari siklus I sampai siklus ke II. Hasil pengamatan ini kemudian didiskusikan dengan guru dan diadakan refleksi untuk perencanaan siklus berikutnya. Refleksi diadakan setiap satu tindakan berakhir. Dalam tahap ini guru dan peneliti mengadakan diskusi terhadap tindakan yang baru dilakukan. Data penelitian berupa data deskriptif yang diperoleh dari observasi dan hasil tes dari setiap tindakan perbaikan pembelajaran pengurangan bilangan bulat melalui pendekatan PMR di kelas IV SD yang diteliti. Data tersebut berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan hasil pembelajaran. Sumber data penelitian adalah proses pembelajaran pengurangan bilangan bulat di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi dengan pendekatan PMR yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, kegiatan observasi, dan refleksi selama proses pembelajaran. Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik observasi, diskusi, dan dokumentasi. Data penelitian dikumpulkan menggunakan lembar penilaian RPP, lembar observasi kegiatan guru dan siswa, dan soal untuk mengumpulkan hasil belajar siswa. Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif, yakni analisis data yang dimulai dengan menelaah sejak pengumpulan data sampai seluruh data terkumpul. Analisis data kuantitatif ini dilakukan terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan pendekatan deskriptif.
3. Hasil Setelah selesai penelitian, didapatkan hasil sebagai berikut:
258
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Tabel 1. Hasil penelitian tindakan penerapan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi Aspek Siklus I Siklus I Siklus II Penilaian Pert. 1 Pert. 2 RPP 79 86 93 Aktv. Guru 75 95 95 Aktv. Siswa 80 80 95 Kognitif 74 87 93 Afektif 65 82 89 Psikomotor 69 86 88 Rata-rata 71 85 90
Hasil pengamatan dan analisis hasil belajar siswa untuk siklus I menunjukkan bahwa penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran pengurangan bilangan bulat belum terlaksana optimal. Rata-rata hasil belajar siswa untuk siklus I adalah 78 namun masih ada siswa yang belum mencapai KKM. Kendala-kendala yang ditemui pada pelaksanaan tes belajar pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II. Tindakan yang dilakukan pada siklus II didasarkan pada refleksi atas pelaksanaan siklus I setelah melibatkan diskusi dengan observer. Perencanaan yang dibuat merupakan perbaikan dari perencanaan siklus I. Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II ini ditujukan untuk memaksimalkan peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan penerapan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi. Pada siklus II siswa sudah mampu untuk belajar optimal dan pembelajaran berlangsung dengan baik. Situasi kelas juga banyak terjadi kegiatan interaktif antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Diskusi kelompok berjalan lancar dan siswa sudah memahami langkah-langkah pengurangan bilangan bulat tanpa menggunakan ceker sehingga hasil belajar siswa juga meningkat. Jika dilihat dari ketuntasan belajar siswa, untuk siklus II, ketuntasan belajar siswa telah dikualifikasikan sangat baik dan KKM kelas telah tercapai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi.
4. Pembahasan Berdasarkan paparan data perencanaan tindakan penerapan pendekatan PMR pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi pada siklus I, sebelum melaksanakan tindakan, guru sudah membuat perencanaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (2007: 167) yang mengatakan bahwa rancangan pelaksanaan pembelajaran adalah penjabaran silabus ke dalam unit satuan kegiatan pembelajaran untuk dilaksanakan di kelas karena yang akan dihadapi dalam pelaksanaan tindakan adalah manusia yang siap tumbuh dan berkembang, bernalar, baik dalam aspek sikap, dan
259
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
perilakunya. Perencanaan mutlak diperlukan agar pembelajaran yang disajikan guru tidak menyimpang dari tujuan yang digariskan. Perencanaan tindakan disusun berdasarkan hasil refleksi peneliti di SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi. Perencanaan tindakan peneliti lakukan dengan berkolaborasi bersama observer. Kolaborasi yang peneliti lakukan merupakan perwujudan salah satu ciri penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian tindakan harus kolaboratif dan tidak dikerjakan oleh orang lain atau orang yang tidak terkait dengan pekerjaan yang diupayakan perbaikannya (Hanurawan, 2001). Artinya, dalam penelitian tindakan selalu terjadi kerjasama atau kerja bersama antara peneliti dan observer demi keabsahan dan tercapainya tujuan penelitian. Kolaborasi peneliti dengan observer menghasilkan rencana tindakan dalam wujud rencana pelaksanaan pembelajaran. Langkah awal dari perancangan adalah mengidentifikasi kompetensi dasar. Kompetensi dasar merupakan pernyataan yang mewujudkan perilaku yang harus dapat dilaksanakan siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. Kompetensi dasar berisikan pernyataan umum tentang kompetensi yang seharusnya dikuasai. Karena pernyataan ini bersifat umum maka masih sulit diukur kebehasilannya. Kompetensi dasar menunjukkan: (1) kedudukan pokok-pokok materi tertentu dalam satu kesatuan isi pembelajaran, (2) pedoman melakukan analisis pembelajaran dan indikator, (3) ringkasan tujuan materi pokok, dan (4) pedoman menentukan kegiatan pembelajaran. Perumusan indikator disusun secara spesifik dan operasional, jelas dan logis, diurut dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke kompleks, dari konkrit ke abstrak, dan dari ingatan ke penilaian. Indikator tertulis dengan lengkap dan mencakup semua aspek, serta dirumuskan untuk tiap fokus pembelajaran. Indikator dituliskan dalam bentuk kata kerja operasional yang merupakan tindakan belajar dalam pencapaian kompetensi dasar. Perumusan yang dilakukan sesuai dengan pendapat Nurgiantoro (2001:26) yang menyatakan bahwa indikator pembelajaran hendaklah berupa tingkah laku yang operasional, artinya dapat diamati dan diukur dengan menggunakan alat penilaian. Sumber belajar adalah acuan yang mampu memberikan proses belajar dalam kelas. Sumber belajar dapat berupa buku, internet, ahli atau tokoh, dan tempat atau lokasi tertentu. Sumber belajar yang direncanakan untuk pelaksanaan tindakan pada siklus I disesuaikan dengan materi dan menarik minat siswa. Hal seperti itu diperlukan dalam pembelajaran karena siswa akan belajar dan terus belajar jika kondisi pembelajaran dibuat menyenangkan. Suasana belajar yang menyenangkan sangat diperlukan karena otak tidak akan bekerja optimal bila perasaan dalam keadaan tertekan. Perasaan senang biasanya akan muncul bila belajar menggunakan berbagai sumber belajar yang menarik. Langkah pembelajaran merupakan proses berlangsungnya pembelajaran yang ditandai oleh bertemunya guru, siswa, materi, pendekatan, media, dan suasana. Untuk itu, langkah pembelajaran yang baik diharapkan mencerminkan pertemuan berbagai aspek sebagai sebuah sistem. Berdasarkan pembelajaran yang dilakukan dapat dibahas sebagai berikut. Pada awal pembelajaran, guru sudah memulai pembelajaran dengan memberikan masalah nyata yang dekat dengan diri siswa dan dialami oleh siswa sehari-hari. Hal ini sesuai dengan prinsip pertama pendekatan PMR yang dikemukakan oleh Streefland (dalam Sudharta, 2004: 35)
260
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
yaitu prinsip pertama PMR akan dilihat apakah guru memulai pelajaran dengan memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari dan memberi soal-soal pemecahan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan siswa. Guru kemudian memberikan benda kongkrit yang dapat dimanipulasi siswa untuk memodelkan masalah yang diberikan. Hal ini sesuai dengan karakteristik pembelajaran dengan PMR yang dikemukakan oleh Sudharta (2004: 9) dimana siswa masih berada pada masalah yang nyata tetapi siswa mulai mengembangkan sendiri idenya untuk menyelesaikan masalah dari bentuk konkret ke abstrak. Siswa diminta untuk memberikan alasan-alasan dari jawaban yang dikemukakannya. Konsep tersebut kemudian diarahkan ke matematika formal. Walaupun masih terdapat kekurangan pada pelaksanaannya, namun pada pertemuan selanjutnya, guru hendaknya lebih memperhatikan kesalahan yang dilakukan pada siklus I untuk diperbaiki pada pelaksanaannya di siklus II. Pembahasan hasil penelitian tindakan penerapan pendekatan PMR pada Pembelajaran pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo pada siklus II dapat peneliti sajikan sebagai berikut. Berdasarkan paparan data perencanaan tindakan penerapan pendekatan PMR pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo pada siklus II, sebelum melaksanakan tindakan, guru sudah membuat perencanaan. Perencanaan tindakan penerapan pendekatan PMR pada Pembelajaran pengurangan bilangan bulat di Kelas IV SDN 05 Birugo pada siklus II peneliti lakukan dengan berkolaborasi bersama observer dan mempedomani hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I. Kolaborasi dilakukan dalam menyusun rencana tindakan dan berpedoman pada hasil penelitian tindakan siklus I (Herawati, 2007:1). Setiap kekurangan-kekurangan yang ditemukan selama tindakan pelaksanaan siklus I merupakan fokus utama yang harus diperhatikan dalam menyusun perencanaan tindakan siklus II. Hasil perencanaan tersebut dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Sama halnya dengan siklus I, pada siklus II, langkah awal dari perancangan adalah mengidentifikasi kompetensi dasar, dilanjutkan perumusan indikator, penentuan sumber belajar, dan langkah-langkah pembelajaran. Pada tahap pendahuluan, guru sudah memulai pembelajaran dengan memberikan masalah kontekstual sehari-hari. Pada tahap ini guru memberikan masalah kontekstual kepada siswa berupa cerita. Hal ini sesuai dengan tahaptahap pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR yang dijelaskan oleh Sunardi (2001:3). Untuk karakteristik penggunaan model-model, guru berusaha untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang belum memahami permasalahan yang diberikan untuk bertanya tentang masalah kontekstual yang ada. Melalui penjelasan yang diberikan, siswa mulai mampu mengindentifikasi permasalahan dan memodelkan permasalahan dalam kalimat matematika. Hal ini sesuai dengan karakteristik PMR yaitu interaktifitas pada proses pembelajaran, baik sesama siswa, maupun siswa dengan guru. Untuk karakteristik menggunakan produksi dan konstruksi pengetahuan, guru telah melibatkan siswa untuk mengaktifkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa sehingga siswa mampu untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Guru telah menanyakan bagaimana
261
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
pendapat mereka tentang permasalahan yang diberikan. Memang tidak semua siswa yang mampu menyelesaikan masalah yang diberikan guru, sehingga guru pun membimbing mereka dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan sebagai penuntuk mereka untuk memahami konsep luas. Pada tahap ini setelah masalah kontekstual yang diberikan telah dipahami oleh siswa dan situasi yang riil tersebut telah dirasakan dan dialami oleh siswa, maka guru memfasilitasi siswa untuk belajar optimal. Guru telah mengaitkan pembelajaran dengan materi pembelajaran lain sehingga ada keterkaitan dalam pembelajaran. Guru juga telah mengelola kelas dengan baik sehingga pembelajaran berlangsung secara interaktif dan melibatkan siswa secara holistik. Dengan pengetahuan dan konsep yang mereka ketahui, siswa dapat menyelesaikan dengan cepat soal-soal yang diberikan. Kemudian, guru dan siswa merefleksi dan menyimpulkan kegiatan diskusi yang telah mereka laksanakan dan memberi penegasan-penegasan tentang konsepkonsep yang telah mereka pelajari. Jumlah siswa yang mau terlibat dalam proses pembelajaran pada siklus II baik dalam menjawab pertanyaan guru atau bertanya kepada guru sudah bertambah banyak jika dibandingkan dengan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Pembelajaran telah bisa dikatakan berhasil. Pada siklus II ini jika dilihat dari ketuntasan belajar siswa, ketuntasan belajar siswa telah dikualifikasikan sangat baik dan KKM kelas telah tercapai.
5. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Rencana pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan pendekatan PMR bagi siswa kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi dibuat dengan menerapkan karakteristik pendekatan PMR menurut Zulkardi (2001: 6) yaitu: 1) penggunaan konteks dunia nyata, 2) penggunaan model-model, 3) penggunaan proses produksi dan konstruksi, 4) pembelajaran berlangsung secara interaktif, dan 5) adanya keterkaitan (intertwining). Penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dilaksanakan dengan menggunakan lembar penilaian RPP (IPKG) dengan persentase sebesar 83% pada siklus I meningkat menjadi 93% pada siklus II. Pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi telah dilaksanakan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun bersama dengan observer. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dalam dua siklus dan disesuaikan dengan perbaikan rencana dari pertemuan sebelumnya. Pembelajaran pada siklus I belum berhasil dengan baik karena masih banyak siswa yang belum mampu untuk memanipulasi media ceker dan manik-manik untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Peneliti masih banyak memberikan bimbingan saat siswa melakukan kegiatan. Oleh sebab itu penelitian dilanjutkan ke siklus II. Untuk pembelajaran pada siklus II, pembelajaran sudah terlaksana dengan baik. Karakteristik pendekatan PMR pada masing-masing kegiatan telah nampak dan siswa sudah terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan. Penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan melalui lembar pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa. Penilaian pelaksanaan pembelajaran pada aktivitas guru meningkat
262
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
dari 85% pada siklus I menjadi 95% pada siklus II. Demikian pula untuk aktivitas siswa yang meningkat dari 85% pada siklus I menjadi 95% pada siklus II. Hasil belajar siswa pada pembelajaran pengurangan bilangan bulat dengan pendekatan PMR di kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian proses menggunakan lembar observasi dan tes untuk penilaian hasil belajar siswa. Dimana dari hasil evaluasi tes akhir siswa terlihat adanya peningkatan rata-rata hasil belajar siswa dari 78 pada siklus I menjadi 90 pada siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan PMR dalam pembelajaran pengurangan bilangan bulat telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 05 Birugo Kota Bukittinggi. Berkenaan dengan uraian hasil penelitian, peneliti mengemukakan beberapa saran yang sekiranya dapat memberikan masukan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebagai berikut. Guru kelas IV hendaknya dapat membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran pengurangan bilangan bulat atau untuk materi pelajaran lain dengan menggunakan pendekatan PMR karena dengan penerapan pendekatan PMR terbukti dapat meningkatkan hasil belajar pengurangan bilangan bulat siswa. Kepala sekolah hendaknya senantiasa memotivasi dan mengarahkan guru kelas agar mampu menggunakan pendekatan PMR dalam pembelajaran matematika di sekolah dan memantau proses pelaksanaannya. Saran juga disampaikan kepada peneliti selanjutnya, terutama guru-guru yang berminat untuk melakukan penelitian tindakan kelas, agar meneliti penggunaan pendekatan PMR pada materi lain atau jenjang kelas lain.
Daftar Pustaka Hanurawan. 2001. “Penelitian Tindakan Kelas itu Mudah, jika Tahu Triknya” Makalah Online. http://www.bloggerkreatif.com/pemb/matematika. Diakses tanggal 14 Maret 2012. Herawati. 2007. “Melaksanakan PTK dengan Mudah” Bandung: UPI Press. Husnaini. 2008. “Penilaian Hasil Belajar” Laporan Penelitian. UPI Bandung.Muslich, Masnur. 2001. Pembelajaran Berbasis KTSP. Bandung: Remaja Rosda Karya. Muhsetyo, Gatot. 2009. “Pembelajaran Matematika SD” Jakarta: Universitas Terbuka. Nurgiantoro. 2001. “Merencanakan Pembelajaran yang Menyenangkan. Jakarta: Bumi Aksara. Rejeki, Sri. 2009. “Research Design: Pengurangan Bilangan Bulat”. www.PM4RI.id. Sudharta. 2004. “Pendekatan Matematika Realistik dalam Pembelajaran” Surabaya: PM4RI. Sunardi. 2001. “Pembelajaran Matematika dengan Konsep Realistik” Jakarta: Gema Persada Pers. Susanto. 2007. “Pembelajaran dengan KTSP 2006” Jakarta: Bumi Aksara. Zulkardi. 2001. RMEI Memang Beda. (Online) diakses dari http://www.RMEi.or.id/artikel/index.php?main=3 Diakses tgl 2 Maret 2008.
263
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
PENGARUH PENERAPAN STEM PROJECTBASED LEARNING TERHADAP KREATIVITAS MATEMATIS SISWA SMK Ani Ismayani 1)
SMKN 1 Cianjur, Jl Pangeran Hidayatullah No. 4, Cianjur;
[email protected]
Abstrak. Makalah ini melaporkan temuan suatu penelitian kuasi eksperimen one group pretest-posttest, bertujuan untuk menelaah pengaruh pembelajaran STEM project-based learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis. Studi ini melibatkan 36 siswa SMKN 1 Cianjur, dan menggunakan seperangkat tes kemampuan berpikir kreatif, angket skala sikap kreatif, pedoman observasi dan wawancara sebagai instrumen. Studi menemukan bahwa rata-rata pencapaian kemampuan berpikir kreatif siswa setelah pembelajaran STEM project-based learning meningkat disbanding sebelumnya, dan melalui uji peringkat bertanda Wilcoxon ditemukan bahwa perbedaan pencapaian kemampuan sebelum dan setelah pembelajaran berbeda secara signifikan. Ini artinya, penerapan pembelajaran STEM project-based learning yang dilakukan efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Dari hasil analisis deskriptif terhadap data peningkatan kemampuan berpikir kreatif berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) diperoleh hasil bahwa di semua level KAM kemampuannya berada pada kategori tinggi dan sedang. Analisis terhadap hasil angket, wawancara dan observasi menujukkan hasil yang positif sehingga penerapan STEM project-based learning dalam pembelajaran matematika di SMK sangat dianjurkan. Kata Kunci. STEM, project-based learning, kemampuan berpikir kreatif matematis
1. Pendahuluan Era globalisasi saat ini telah mengubah hampir semua tatanan kehidupan manusia di dunia. Tatanan kehidupan masyarakat berubah cepat seiring dengan cepatnya informasi dan komunikasi berubah. Di dunia yang cepat berubah tersebut, kreativitas menjadi salah satu hal yang menjadi penentu keunggulan seseorang. Menurut Alexander (2007), kesuksesan individu ditentukan oleh kemampuan kreatifnya dalam menyelesaikan masalah, baik skala besar maupun kecil. Pentingnya aspek kreativitas untuk kelangsungan hidup manusia, membuat kajian tentang kreativitas menjadi topik penting berbagai kalangan mulai dari para pemangku kebijakan publik, ilmuwan, peneliti, hingga para praktisi. Istilah kreativitas dapat ditemukan pada tulisan-tulisan naskah tua sejak jaman Yunani dan Romawi kuno (Treffinger, 2002). Pembahasan masalah kreativitas diantara para pendidik, psikolog, dan para peneliti modern dimulai pada pertengahan abad ke-20, yaitu setelah J.P. Guilford, pada tahun 1950 mengemukakan ide ini dalam forum Asosiasi Psikologi Amerika (American Psychologycal Assosiation). Sejak saat itu, kajian dan penelitian tentang kreativitas semakin banyak dan berkembang. Dalam database ERIC (The Educational Resources Information Center) per 29 Oktober 2016, terdapat 15.605 artikel tercatat untuk kata kunci creativity.
264
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Mengingat pentingnya kreativitas bagi keberhasilan seseorang, memupuk dan melatih kreativitas siswa menjadi agenda tersendiri dalam kurikulum sekolah. Hal ini sesuai dengan amanat kurikulum yang menyebutkan bahwa standar kompetensi lulusan siswa pada level SMA/SMK diantaranya adalah memiliki kemampuan berpikir dan bertindak kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016). Terlihat bahwa aspek kreativitas menjadi hal penting yang perlu ditanamkan dalam setiap pembelajaran. Apakah kreativitas ada dalam matematika? Beberapa ahli meyakini bahwa jawabannya adalah “Ya”. Pehnoken (1997) menyatakan bahwa kreativitas tidak hanya ditemukan dalam bidang tertentu, misalnya seni dan sains, melainkan juga dalam bidang lainnya termasuk matematika. Kiesswetter (Pehnoken, 1997) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir fleksibel yang merupakan salah satu komponen kreativitas merupakan salah satu dari kemampuan penting yang harus dimiliki dalam memecahkan masalah matematika. Pendapatpendapat tersebut menegaskan bahwa kreativitas juga hadir dalam matematika. Mitos tentang matematika sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan bagi siswa masih umum di temui di sekolah-sekolah kita, termasuk bagi banyak siswa di SMK. Matematika sebagai salah satu pelajaran dalam kelompok adaptif, walaupun merupakan mata pelajaran wajib, seringkali kurang diperhatikan dibandingkan dengan mata pelajaran produktif yang tentunya sesuai dengan minat masing-masing siswa. Efeknya adalah rendahnya kemampuan matematika siswa, termasuk kemampuan berpikir kreatif siswa. Mencermati pentingnya kreativitas sementara kemampuan siswa sekolah kita masih rendah, maka perlu upaya-upaya dan perbaikan-perbaikan dalam pembelajaran matematika. Satu yang menjadi perhatian adalah bagaimana menciptakan suasana belajar yang merangsang kreativitas sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk memecahkan berbagai persoalan matematis dalam pembelajaran matematika di dalam kelas, sehingga seluruh siswa terlibat di dalam pembelajaran tersebut. Saat ini penting kiranya siswa diberikan keleluasaan untuk mendapatkan pengalaman dan pemahamannya melalui aktivitas belajar yang diperoleh melalui pengamatan dan penemuan atau eksperimen-eksperimen yang mereka buat. Mereka dapat pula diberi keleluasan menggunakan berbagai peralatan dan media teknologi dan informasi, termasuk menggunakan fasilitas internet untuk memperkaya pengalaman belajar mereka, atau sarana menuangkan ide atau gagasan. Tentunya hal seperti itu akan menambah daya kreativitas siswa di kelas maupun di luar kelas. Salah satu upaya yang bisa dilakukan diantaranya adalah dengan memberikan suatu perlakuan yang dapat membawa siswa pada tingkat aktivitas dan kreativitas optimal. Perlakuan yang dimaksud adalah dengan menerapkan pembelajaran STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) project-based learning, yaitu pembelajaran berbasis proyek dengan mengintegrasikan bidang-bidang STEM – sains, teknologi, teknik, dan matematika. Dalam konteks pembelajaran matematika, pembelajaran STEM project-based learning sangat potensial untuk memberikan pembelajaran yang bermakna, dapat melatih kemampuan
265
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
siswa untuk melakukan pemecahan masalah melalui sebuah proyek yang terintegrasi dengan satu atau beberapa bidang keilmuan lain seperti sains, enginering, dan teknologi, disamping memberikan pengalaman kepada siswa bahwa matematika bermanfaat nyata bagi kehidupan, dan ada di sekitar mereka. Daugherty (2013) mengatakan bahwa dalam STEAM education tujuan akhir pembelajaran merupakan hasil aktifitas kognitif (cognitive outcomes) siswa dalam pembelajaran, yang memuat konten pembelajaran yang diharapkan siswa ketahui. Bertitik tolak dari uraian di atas, dalam upaya meningkatkan kreativitas siswa perlu diambil langkah-langkah untuk perbaikan kualitas pembelajaran matematika. Bagaimana memberikan pembelajaran yang kaya akan aktivitas bermakna dan penuh kreativitas sehingga siswa lebih aktif dan terampil dalam pemecahan masalah, diantaranya dengan melakukan pembelajaran STEM project-based learning, maka penelitian ini dilakukan.
2. Studi Literatur 2.1. Kreativitas dalam Pembelajaran Matematika Kreativitas sering diasosiasikan dengan suatu produk kreatif. Satu hal yang pasti yang tak dapat dipungkiri bahwa apapun jenis produk kreatif yang dihasilkan pasti diawali oleh konstruksi ide kreatif. Ide kreatif ini muncul dari proses berpikir yang merupakan bentuk dari aspek kognitif. Proses demikian dinamakan proses berpikir kreatif. Proses ini merujuk pada usaha individu untuk menghasilkan solusi atau produk kreatif. Berpikir semacam itu biasanya dipicu oleh tugas-tugas menantang atau permasalahan open ended yang perlu dipecahkan dari berbagai sudut pandang. Secara umum kreativitas tidak memiliki rumusan baku, begitu pula dengan istilah kreativitas matematis (mathematical creativity). Ada banyak ahli yang memberikan pendefinisian berbeda terhadap istilah kreativitas matematis. Walaupun demikian, dari beberapa referensi yang membahas kreativitas mengarah pada tiga komponen utama, yaitu fleuncy, flexibility, dan originality, dan sebagian menambahkan elaboration. Komponen-komponen itulah yang digunakan Torrance dan yang lainnya untuk mendefinisikan dan menguji kreativitas (Sheffield, 2013). Beberapa definisi kreativitas yang berhubungan dengan matematika setidaknya mengandung dua aspek dalam kreativitas, yaitu aspek proses dan aspek produk kreatif. Aspek proses kreatif seperti yang telah dibahas sebelumnya merujuk pada proses berpikir kreatif sementara aspek produk kreatif merujuk pada produk yang dihasilkan dari proses berpikir kreatif tersebut. Produk kreatif sebagai hasil berpikir kreatif dapat berwujud fisik (touchable) dapat pula tidak berwujud fisik (untouchable) seperti ide, gagasan, berbagai solusi atas permasalahan, atau rumus-rumus dalam matematika. Apakah kreativitas seseorang itu hanya tergantung proses berpikir kreatif yang dilakukan sebagai bentuk aktivitas kognitifnya? Banyak ahli menjawab tidak untuk pertanyaan ini. Ternyata aspek kognitif yang diasosiasikan dengan kecerdasan bukan satu-satunya syarat mutlak untuk tumbuhnya kreativitas. Dalam studi yang dilakukan, Guilford (Munandar, 2014) membedakan ciri-ciri utama kreativitas menjadi aptitude traits dan non-aptitude traits. Ciri Ciri-ciri aptitude dari kreativitas merupakan ciri-ciri berpikir kreatif yang mengandung
266
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
aspek kognitif, sementara ciri-ciri non-aptitude merujuk pada sikap kreatif yang mengandung aspek afektif. Hal ini dapat dipahami bahwa prestasi kreatif seorang individu itu turut pula ditentukan oleh sikap kreatif mereka. Oleh Karena itu, pengembangan kreativitas siswa melalui pembelajaran matematika tidak hanya memperhatikan pengembangan kemampuan berpikir kreatif tetapi juga memupuk sikap dan ciri-ciri kepribadian kreatif. Berdasarkan uraian di atas, kreativitas yang ditinjau dalam penelitian ini dipandang dari dua aspek, yaitu aspek kognitif berupa kemampuan berpikir kreatif, dan aspek efektif berupa sikap kreatif. Aspek berpikir kreatif yang diukur diantaranya keluwesan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan orisinalitas (originality). Sementara aspek sikap kreatif diadaptasi dari Munandar (2014), diantaranya diantaranya imajinatif, mempunyai minat luas, mempunyai prakarsa, mandiri dalam berpikir, melit, senang berpetualang, penuh energi, percaya diri, bersedia mengambil resiko, dan berani dalam pendirian dan keyakinan .
2.2. Mengembangkan Kemampuan Berpikir dan Sikap Kreatif Dalam pembelajaran matematika, pengembangan kemampuan berpikir kreatif dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan menggunakan permasalahan atau soal-soal terbuka. Soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang memiliki banyak solusi atau strategi penyelesaian (Takahashi, 2008). Menurut Silver (2007), penggunaan masalah terbuka dapat memberikan siswa pengalaman belajar yang kaya dalam menginterpretasikan masalah juga memungkinkan siswa menghasilkan solusi yang berbeda. Kondisi ini memungkinkan siswa dapat melatih aspek-aspek berpikir kreatif seperti fluency, flexibility, dan originality. Di sisi lain, iklim pembelajaran yang merangsang siswa untuk aktif dan kreatif semacam itu lambat laun dapat memupuk sikap positif siswa tentang kreativitas. Kebebasan dan kepercayaan yang diberikan kepada siswa dalam setiap proses pembelajaran dapat meningkatkan kepercayaan diri, keberanian, dan rasa tanggungjawab mereka dalam belajar. Hal ini dapat menjadi modal bagi mereka untuk menjadi pribadi-pribadi yang kreatif tidak hanya dalam pembelajaran yang berlangsung, juga bagi kehidupan mereka yang sesungguhnya di luar konteks pembelajaran.
2.3. Pembelajaran STEM Project-Based Learning Program integrasi STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dalam pembelajaran merupakan program pembelajaran yang menggabungkan dua atau lebih bidang ilmu yang termuat dalam STEM –Sains, Teknologi, Teknik/rekayasa, dan Matematika– (Laboy-Rush, 2010). Pusat dari berbagai aktivitas dalam program ini adalah melibatkan siswa dalam mendefinisikan dan merumuskan sebuah solusi terhadap masalah autentik dalam dunia nyata. Ritz dan Fan (2014) mengungkap bahwa penerapan STEM education telah berlangsung di beberapa negara, dan masing-masing memiliki bentuk beragam dalam hal penerapannya. Di Indonesia sendiri integrasi STEM sebagai pendekatan pembelajaran belum begitu populer. Walaupun demikian, konsep integrasi antar bidang keilmuwan sudah mulai muncul disuarakan dalam kurikulum pendidikan kita, diantaranya di kurikulum 2013. Walaupun
267
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
tidak secara eksplisit memunculkan istilah STEM, tapi konsep “tematik integratif” yang muncul dalam kurikulum 2013 mengidikasikan perlunya integrasi berbagai bidang ilmu dalam sebuah pembelajaran bidang studi tertentu, dan hal ini sejalan dengan konsep integrasi STEM. Tabel 1 berikut menguraikan definisi literasi STEM menurut National Governor’s Association Center for Best Practices (Asmuniv, 2015).
Science
Technology
Engineering
Mathematics
Tabel 1. Definisi Literasi STEM Literasi Ilmiah: Kemampuan dalam menggunakan pengetahuan ilmiah dan proses untuk memahami dunia serta alam serta kemampuan untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan untuk mempengaruhinya. Literasi Teknologi: Pengetahuan bagaimana menggunakan teknologi baru, memahami bagaimana teknologi baru dikembangkan, dan memiliki kemampuan untuk menganalisis bagaimana teknologi baru mempengaruhi individu, masyarakat, bangsa, dan dunia. Literasi Desain: Pemahaman tentang bagaimana teknologi dapat dikembangkan melalui proses rekayasa/desain menggunkaan tema pelajaran berbasis proyek dengan cara mengintegrasikan beberapa mata pelajaran berbeda (interdisipliner). Literasi Matematika: Kumpulan dalam menganalisis, alasan, dan mengkomunikasikan ide secara efektif dan dari cara bersikap, merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan solusi untuk masalah matematika dalam menerapkan berbagai situasi berbda.
Dalam pembelajaran berbasis proyek yang dirancang dalam penelitian ini, integrasi STEM yang digunakan meliputi tiga bidang, yaitu matematika, teknologi, dan teknik/rekayasa. Teknologi yang diangkat berkenaan dengan penggunaan berbagai perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), yaitu media komputer dan internet. Bidang rekayasa yang diangkat terkait dengan satu mata pelajaran produktif, yaitu desain dan programming web, dan bidang matematika mengangkat topik materi statistika. Dalam realisasinya, pembelajaran STEM project-based learning yang akan dilakukan mengikuti sintaks pembelajaran berbasis proyek pada umumnya, yaitu: (1) penentuan pertanyaan mendasar, (2) menyusun perencanaan proyek, (3) menyusun jadwal, (4) monitoring, (5) menguji hasil, (6) evaluasi pengalaman (Kemdikbud, 2013).
3. Metode Penelitian 3.1. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuasi eksperimen (quasi-experiment) dengan desain one group pretest-posttest (Cohen, et al., 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X kelompok teknologi di SMKN 1 Cianjur tahun pelajaran 2015/2016, dengan sampel penelitian dipilih satu kelas dengan teknik purposive sampling. Jadi, penelitian ini terdiri dari satu kelas eksperimen yang mendapatkan sebuah perlakuan, yaitu diberikan pembelajaran dengan model project-based learning melalui pendekatan STEM
268
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
(Science, Technology, Engineering, and Mathematics) education, selanjutnya disingkat dengan pembelajaran STEM project-based learning. Sebelum diberikan perlakuan, siswa dalam kelas eksperimen diberikan soal pretes, dan setelah perlakuan diberikan postes.
3.2. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes berupa seperangkat soal tes kemampuan berpikir kreatif berbentuk uraian. Instrumen non-tes berupa skala sikap kreatif, lembar observasi, dan pedoman wawancara. Instrumen (tes dan non-tes) dinilai oleh para ahli yang memiliki kemampuan menilai. Selain validasi dari ahli, instrumen tes juga diujicobakan kepada siswa di luar siswa kelas eksperimen. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengetahui validitas tes secara keseluruhan dan tiap butir soal, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Pengolahan data hasil uji coba dilakukan menggunakan metode Rasch Model dengan aplikasi Winsteps.
4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Analisis Data Hasil Penelitian
Rata-rata KBKS Awal
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penerapan project-based learning terhadap kreativitas matematis siswa secara keseluruhan dan berdasarkan Kemampuan Awal Matematis – KAM (tinggi, sedang, dan rendah), yang dilihat dari aspek kognitif dan afektif. Aspek yang diukur adalah kemampuan berpikir kreatif, dan aspek afektifnya adalah sikap kreatif. Untuk keperluan tersebut, data yang dikumpulkan berupa skor pretes dan postes kemampuan berpikir kreatif, dan hasil angket sikap kreatif siswa. Untuk kemampuan berpikir kreatif, dihitung pula skor gain ternormalisasi (n-gain) untuk melihat mutu peningkatannya. Deskripsi data kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan KAM ditunjukkan dengan diagram pada Gambar 1 berikut ini.
83.59 70.49
69.89 55.21 []0
14.77
4.17
15.97
Tinggi
Sedang
Rendah
Keseluruhan
Pretes
28.13
14.77
4.17
15.97
Postes
83.59
69.89
55.21
70.49
Kelompok KAM dan Pendekatan Pembelajaran
Gambar 1. Perbandingan Data Pretes dengan Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan KAM
269
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk melihat perbedaan pencapaian kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan STEM project-based learning, yaitu dengan melakukan uji perbedaan rata-rata untuk sampel berpasangan. Karena hasil uji normalitas dan homogenitas varians data menujukkan bahwa data pretes berdistribusi tidak normal, maka uji perbedaan dilakukan dengan uji statistik non-parametrik, yaitu uji peringkat bertanda Wilcoxon. Hipotesis pada uji statistik yang dilakukan dan rangkuman hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon adalah sebagai berikut. H 0 : Penerapan STEM project-based learning tidak mempunyai efek yang berarti pada
kemampuan berpikir kreatif siswa H1 :
Penerapan STEM project-based learning mempunyai efek yang berarti pada kemampuan berpikir kreatif siswa Tabel 3. Hasil Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon Postes – Pretes
Tes Z Asymp. Sig (2-tailed)
-5,265 0,000
b
H0 Ditolak
a : data KBKS berdistribusi normal b : based on negative ranks
1 Karena nilai Sig. 0,000 0,025 maka H 0 ditolak, artinya penerapan STEM project2 based learning pada pembelajaran matematika memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Hasil perhitungan terhadap skor n-gain menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada kelompok KAM tinggi (0,77) termasuk kategori tinggi, sementara peningkatan kemampuan berpikir kreatif kelompok KAM sedang (0,65) dan rendah (0,53) tergolong kategori sedang. Tidak ada yang peningkatannya tergolong rendah. Analisis data skala sikap kreatif seperti ditunjukkan pada Tabel 4. diperoleh hasil kategori sikap kreatifnya berada dalam kategori tinggi (2,78%) dan sedang (97,22%). Respon positif juga diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan aktivitas kelas. Aktivitas kelas secara keseluruhan berada pada kategori baik.
Kelas STEM Education
270
Tabel 4. Kategori Sikap Kreatif Siswa Kategori Frekuensi Persentase (%) Sikap Kreatif Tinggi 1 2,78 Sedang 35 97,22 Rendah 0 0
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
4.2. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa rata-rata pencapaian kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan STEM project-based learning berbeda secara signifikan. Hasil analisis data angket juga menunjukkan hal yang positif, bahwa secara umum siswa merasa bahwa pembelajaran yang diterapkan bermanfaat bagi mereka. Hal ini disebabkan karena dalam STEM project-based learning siswa diajak untuk melakukan pembelajaran yang bermakna dalam memahami sebuah konsep. Siswa diajak bereksplorasi melalui sebuah kegiatan proyek, sehingga siswa terlibat aktif dalam prosesnya. Hal ini menumbuhkan siswa untuk berpikir kritis, kreatif, analitis, dan meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Capraro & Slough, 2013). STEM project-based learning membutuhkan kerjasama, komunikasi antar rekan, keterampilan pemecahan masalah, serta manajemen diri. STEM project-based learning membantu siswa dalam menjembatani antara pengetahuan matematika yang dipelajari di sekolah dengan dunia nyata. Integrasi antara beberapa bidang ilmu (matematika dengan teknologi dan rekayasa) dalam STEM project-based learning membantu siswa memberikan pemaknaan bahwa matematika berhubungan erat dengan bidang ilmu lainnya. Hal ini sesuai dengan kultur di SMK yang secara umum siswa itu dituntut untuk bisa melakukan praktik berbagai ilmu teoritis yang diperolehnya di kelas. Analisis data berdasarkan KAM diperoleh hasil bahwa kategori peningkatan kemampuan berpikir kreatif tergolong tinggi dan sedang, tidak ada kelompok yang kategorinya rendah. Temuan ini sejalan dengan penelitian Han, et.al (2015) yang menyebutkan bahwa penerapan STEM project-based learning dapat meningkatkan prestasi matematika siswa pada berbagai kelompok kemampuan (tinggi, sedang dan rendah).
5. Penutup 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan di atas diperoleh kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran yang dilakukan berpengaruh terhadap sikap kreatif siswa. Kreativitas siswa dilihat dari aspek berpikir kreatif sebelum dan setelah dilakukan pembelajaran STEM project-based learning mengalami perbedaan signifikan, dan peningkatan kemampuannya berada pada taraf sedang. Sehingga dapat dikatakan bahwa STEM project-based learning efektif dilakukan pada pembelajaran matematika di SMK, khususnya dalam meningkatkan kreativitas matematis siswa. Analisis deskriptif terhadap data peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan level Kemampuan Awal– KAM (tinggi, sedang, rendah) menunjukkan bahwa di semua level KAM peningkatan kemampuannya berada pada level tinggi dan sedang. Sementara dari aspek sikap kreatif, setelah pembelajaran dengan STEM project-based learning sikap kreatif siswa secara umum dinyatakan baik, begitu berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap aktivitas belajar siswa mengarah pada kesimpulan yang sama.
271
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan maka peneliti merekomendasikan agar para guru di SMK, khususnya guru matematika dapat menerapkan model pembelajaran projectbased learning semacam ini dan berkolaborasi dengan guru bidang studi lain khususnya bidang produktif sehingga dapat mengintegrasikan STEM dalam pembelajarannya. Kepada guru atau peneliti yang akan melakukan studi tentang implementasi STEM dalam pembelajaran matematika khsusnya, bisa diteliti pengaruhnya terhadap kemampuan matematis lainnya yang sekiranya sesuai.
Daftar Pustaka Alexander. 2007. Effect Instruction in Creative Problem Solving on Cognition, Creativity, and Satisfaction among Ninth Grade Studenta in an Introduction to World Agricultural Science and Technology Course. Texas Tech University. Asmuniv. 2015. Listrik & Elektro. Retrieved from Vedc Malang: http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/listrik-electro/1507-asv9 Capraro, R. M., & Slough, W. S. 2013. STEM Project-Based Learning: An Integrated Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) Approach. Rotterdam: Sense Publishers. Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. 2007. Research Methods in Education Sixth Edition. London: Routledge. Daugherty M. K. 2013. The Prospec of an "A" in STEM Education. Journal of STEM Education. 14(2), 10-15. Han, S., Capraro, R., & Capraro, M. M. (2015, October). How Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) Project-Based Learning (PBL) Affects High, Middle, and Low Achievers Differently: The Impact of Student Factors on Achievement. International Journal of Science and Mathematics Education, 13(5), 1089-1113. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru: Implementasi Kurikulum 2013 SMA/MA, SMK/MAK Matematika. Jakarta: Kemdikbud. Laboy-Rush, D. 2010. Integrated STEM Education through Project-Based Learning. New York: Learning.com. Munandar, U. 2014. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat; Cetakan 3. Jakarta: Rineka Cipta. Pehnoken, E. 1997. The State-of-Art in Mathematical Creativity. Zentralblatt fur Didaktik der Mathematik (ZDM)-The International Journal of Mathematics Education, 29(3), 63-67. Ritz, J. M., & Fan, S. 2014. STEM and technology education: International state-of-the-art. International Journal of Technology and Design Education, 25(4), 1-23. doi:10.1007/s10798-014-9290-z. Sheffield, L. J. 2013. Creativity and School Mathematics: Some Modest Observation. ZDM Mathematics Education, 45, 325-332. Silver, E. A. 1997. Fostering creativity through instruction rich in mathematical problem solving and problem posing. ZDM: Mathematics Education, 29(3), 75-80. Takahashi, A. 2008. Communication as A Process for Student to Learn Mathematical. Dipetik Mei 10, 2016, dari http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/apec/apec2008/papers/PDF/14.Akihiko_ Takahashi_USA.pdf Treffinger, G. C. 2002. Assesing Creativity: A Guide for Educator. Sarasota, Florida: The National Research Center on The Gifted and Talented.
272
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
PENGGUNAAN MEDIA GEOGEBRA MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN MATEMATIKA Didi Pianda1) 1)
SMK Negeri 6 Lhokseumawe, Jl. Darussalam Lr. Tgk Majid Ulee Jalan, Lhokseumawe;
[email protected]
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui meningkat tidaknya hasil belajar matematika pada kompetensi dasar mendeskripsikan dan menganalisis konsep dasar operasi matriks dan sifat-sifat operasi matriks serta menerapkannya dalam pemecahan masalah pada siswa kelas XII-AP SMK Negeri 6 Lhokseumawe Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015-2016 dengan penggunaan program media Geogebra dalam setiap proses belajar melalui pendekatan Scientific. Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 3 siklus antara lain siklus kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2. Hasil penelitian ketuntasan belajar perorangan subjek penelitian dari kondisi awal sebesar 50,0% ke akhir siklus I yang mencapai 63,0% berarti mengalami kenaikan 13%. Dari siklus I ke siklus II juga ada peningkatan ketuntasan belajar perorangan, yaitu dari 63% pada siklus I menjadi 94% di akhir siklus II. Dengan demikian dari kondisi awal ke kondisi akhir, ketuntasan belajar perorangan mengalami peningkatan 31%. Hal tersebut juga terjadi peningkatan pada ketuntasan belajar klasikal, yaitu 50% pada kondisi awal menjadi 93,8% pada kondisi akhir yang berarti terjadi kenaikan sebesar 43,8%. Kata Kunci. Media Pembelajaran, Geogebra, Pendekatan Scientific.
1.
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi saat ini telah menjadi pusat perhatian di berbagai bidang kehidupan, salah satunya bidang pendidikan. Teknologi informasi dalam bidang pendidikan mempunyai peranan penting pada proses pembelajaran yakni mentransfer ilmu pengetahuan. Dalam hal ini proses pembelajaran yang akan dibahas adalah pembelajaran matematika. Penggunaan teknologi pada pembelajaran matematika di sekolah berfungsi untuk menyampaikan konsep yang bersifat abstrak menjadi lebih konkrit. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), khususnya komputer, dewasa ini memiliki peran yang semakin besar dalam proses pendidikan. Kualitas pendidikan dewasa ini sangat membutuhkan komputer. Menurut mantan Menteri Pendidikan Nasional, M. Nuh, ada beberapa peran yang dimainkan oleh komputer, pertama sebagai pendukung dari proses pendidikan, kedua sebagai penggerak, dan ketiga sebagai pemungkin (seperti dikutip pada www.dikti.go.id). Perubahan sangat deras yang terjadi adalah perubahan dalam hal pemanfaatan komputer untuk menggerakkan dan memungkinkan apa yang sebelumnya tidak mungkin terjadi dalam pembelajaran. Jika dirancang dengan baik, komputer bisa diprogram sedemikian rupa sehingga menghasilkan media pembelajaran virtual untuk menggerakkan pembelajaran berkualitas, khususnya eksplorasi, yang sangat tinggi. Pemanfaatan komputer juga memungkinkan pembelajaran untuk membahas hal-hal yang sebelumnya tidak mungkin, seperti kalkulasi yang intensif, simulasi proses berskala mikro maupun makro, dan penelusuran keterkaitan antar parameter dalam suatu persamaan matematika.
273
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Dalam pengembangan kurikulum 2013, pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan karakter dianjurkan untuk menggunakan pendekatan ilmiah atau disebut pendekatan santifik. Pendekatan ilmiah atau saintifik dianggap sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan. Melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegasi diharapkan melahirkan peserta didik yang produktif, afektif, inovatif, dan kreatif. Implementasi Kurikulum 2013 merupakan langkah strategi dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan masyarakat Indonesia masa depan dalam menyiapkan tenaga guru dan tenaga kependidikan sebagai pelaksana. Dalam penerapannya pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa model pembelajaran seperti Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning ), Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning ), dan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Pada kegiatan pembelajaran di SMK Negeri 6 Lhokseumawe, kebanyakan siswa kurang serius memperhatikan dan memahami terhadap mata pelajaran matematika. Siswa dihantui oleh perasaan takut, menganggap matematika itu susah, membuat pusing, dan pelajaran yang membosankan. Menurut Ruseffendi (1991: 15), “Matematika (ilmu pasti) bagi siswa pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, atau sebagai mata pelajaran yang dibenci”. Hal ini merupakan suatu hambatan dan sekaligus tantangan yang sangat besar bagi guru matematika. Namun dalam kenyataannya proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah khususnya SMK saat ini masih belum seluruhnya berpusat pada siswa. Hal ini terbukti dengan masih seringnya digunakan model ceramah atau konvensional yang hampir pada semua mata pelajaran atau mata pelajaran termasuk mata pelajaran matematika. Padahal tidak semua materi matematika harus diajarkan dengan model ceramah atau konvensional. Kenyataan pengajaran matematika yang seperti ini menunjukkan bahwa pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi pokok sangatlah penting. Hal tersebut juga terlihat dari nilai ulangan harian yang diperoleh Siswa Kelas XII- AP di SMK Negeri 6 Lhokseumawe masih kurang memuaskan, karena pada ulangan harian ke1, 40% siswa mendapatkan nilai di bawah nilai minimal, sedangkan pada ulangan harian ke-2, hampir 55% siswanya mendapatkan nilai di atas minimal yang telah ditentukan, untuk mata pelajaran Matematika nilai minimalnya adalah 75. Hal ini disebabkan pelaksanaan pembelajarannya masih disampaikan dengan menggunakan model ceramah sebagai model yang lebih dominan diterapkan dari pada model lain. Sedangkan siswa mendengarkan apa yang dijelaskan guru serta mencatat hal yang dianggap penting oleh siswa dan siswa kurang diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya terhadap materi yang diajarkan, sehingga menyebabkan suasana belajar yang kurang menarik dan komunikatif. Hal inilah yang menyebabkan rata-rata nilai siswa masih rendah, khususnya Siswa Kelas XII-AP di SMK Negeri 6 Lhokseumawe dalam mengoptimalkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika, padahal perlu diketahui mata pelajaran Matematika memiliki kontribusi yang besar dalam pencapaian kompetensi yang harus dimiliki para siswa. Penerapan pembelajaran yang konvensional tersebut masih bersifat berpusat pada guru (teacher centered), sehingga menyebabkan suasana belajar yang kurang menarik dan komunikatif. Jika penerapan model pembelajaran untuk mata pelajaran Matematika hanya menggunakan model ceramah sebagai model utama, maka proses belajar akan terasa membosankan bagi siswa karena terasa monoton. Kondisi ini diduga akan sangat mempengaruhi hasil belajar, minat belajar dan daya tarik siswa dalam mengikuti pelajaran serta berkaitan pula dengan masa depan siswa. Model ceramah sebagai model
274
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
utama bukan berarti tidak cocok untuk digunakan tetapi penggunaan model tersebut yang mendominasi menyebabkan siswa merasa bosan, jenuh dan menurunnya motivasi belajar. Oleh karena itu para guru dapat mengembangkan model-model pembelajaran, dengan harapan prestasi belajar siswa dapat meningkat. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran saintifik dan diperlukan suatu pendekatan belajar dengan media pembelajaran yang lebih menarik yaitu dengan Geogebra yang bisa meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Program media Geogebra merupakan salah satu software yang cukup lengkap dan digunakan secara luas. GeoGebra juga memiliki kemampuan untuk menangani variabel untuk angka, vektor dan titik, menemukan turunan dan integral fungsi. Secara umum ada 3 kegunaan GeoGebra, antara lain sebagai alat bantu membuat gambar obyek geometri dan grafik fungsi, dapat meyelesaikan soal matematika dan sebagai media pembelajaran matematika. Penggunaan media pembelajaran tersebut secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak; dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk: (1) menimbulkan gairah belajar (2) memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan (3) memungkinkan belajar sendiri-sendiri, menurut kemampuan dan minat anak. Menyadari adanya persoalan seperti yang digambarkan di atas, maka penulis merasa tertarik dan perlu untuk melakukan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan judul “Penggunaan Media Geogebra Melalui Pendekatan Scientific Untuk Peningkatan Hasil Pembelajaran Matematika. Dengan mengacu pada latar belakang masalah diatas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: Apakah hasil belajar mata matematika dengan kompetensi dasar yaitu menganalisis konsep, nilai determinan dan sifat operasi matriks serta menerapkannya dalam menentukan invers matriks dalam memecahkan masalah, kelas XII-AP SMK Negeri 6 Lhokseumawe Semester Ganjil Tahun Pelajaran 20152016 dapat ditingkatkan hasil belajar dengan penggunaan program media Geogebra dalam setiap proses belajar mengajar melalui pendekatan Saintifik? Dengan tujuan penelitian untuk mengetahui meningkat tidaknya hasil belajar matematika kompetensi dasar mendeskripsikan dan menganalisis konsep dasar operasi matriks dan sifat-sifat operasi matriks serta menerapkannya dalam pemecahan masalah pada siswa kelas XII-AP SMK Negeri 6 Lhokseumawe Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015-2016 dengan penggunaan program media Geogebra dalam setiap proses belajar melalui pendekatan Saintifik.
2.
KERANGKA KONSEP
Dalam proses pembelajaran matematika di SMK Negeri 6 Lhokseumawe, guru sebagai peneliti menemukan permasalahan tentang rendahnya prestasi hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika. Salah satunya cara yang dapat di terapkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan ICT media pembelajaran yang berupa media pembelajaran dengan penggunaan program Geogebra. Adanya program media Geogebra setiap pembelajaran matematika di harapkan dalam mengerjakan tugas dan menerima pelajaran siswa dapat secara optimal sehingga prestasi belajar peserta didik dapat meningkatdari pernyataan tersebut diatas dapat di lihat kerangka berpikir dari gambar 1 sebagai berikut:
275
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Model : Kemmis dan Mc Taggart, 1992
Gambar 1 Kerangka Berpikir
3.
METODOLOGI
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMK Negeri 6 Lhokseumawe. Subjek penelitian adalah siswa kelas XII-AP. Kelas XII-AP berjumlah 32 orang; lima belas orang siswa perempuan dan tujuh belas orang siswa laki-laki. Waktu penelitian di lakukan mulai Maret s.d September 2015. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan Classroom Action Research. Tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan skenario kerja dan prosedur tindakan dengan mengadaptasi model Kemmis dan Mc Taggart, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun langkah-langkah/ alur penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar 2 sebagai berikut:
Model : Kemmis dan Mc Taggart, 1992 Gambar 2 Alur Penelitian Tindakan Kelas
276
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan observasi. Tes digunakan untuk menilai output pembelajaran matematika, sedangkan observasi untuk menjaring data dari proses pembelajaran matematika. Indikator keberhasilan dalam penelitian siswa dikatakan mencapai tuntas belajar kognitif apabila siswa mampu menguasai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang mengacu pada KKM yang telah ditetapkan sekolah. Tindakan kelas atau siklus selanjutnya dilakukan bila indikator-indikator berikut belum dicapai siswa: nilai rata-rata kelas mencapai 75, sebanyak 85% dari jumlah siswa sudah mencapai KKM (Ketuntasan Belajar Perorangan), dan kesesuaian mengajar guru dengan RPP mencapai 85% (Ketuntasan Belajar Klasikal).
4.
TEMUAN PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1
Deskripsi Kondisi Awal
Deskripsi kondisi awal kegiatan belajar siswa kelas XI-Agribisnis Perikanan SMK Negeri 6 Lhokseumawe pada semester 5 (Ganjil) tahun pelajaran 2015-2016 cenderung pasif yang terefleksi oleh dominasi pembelajaran satu arah oleh guru, sehingga hasil belajar kurang bermakna. Media yang ada berupa buku teks pelajaran (buku siswa), LKS dan papan tulis kurang membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan analisisnya karena tidak disertai ilustrasi yang dapat memancing keingintahuan siswa atau memotivasi siswa untuk belajar lebih giat. Sebelum tindakan kelas dilaksanakan, langkah yang ditempuh peneliti adalah mengamati dan mengetahui kondisi awal kemampuan siswa. Data ini diperoleh dari hasil analisis ulangan harian Matematika pada pelajaran sebelumnya, sebagaimana terdapat pada tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Kondisi Awal No. Karakteristik Nilai 1. N (Jumlah Siswa) 32 2. Rata-rata 55,0 3. Jumlah siswa yang tuntas (> 75) 16 4. Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75) 16 5. Ketuntasan klasikal (%) 50,0 Sumber: Data yang diolah ,2015
Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 50,0%, yaitu sebanyak 16 siswa yang dinyatakan belum tuntas belajar dan 16 siswa yang dinyatakan tuntas belajar. Dari sebanyak 32 siswa, persentase banyak siswa yang belum memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 16 siswa atau sebesar 50% dan memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 16 siswa atau sebesar 50% memiliki nilai rata-rata sebesar 55,0 pada gambar berikut.
277
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Sumber: Data yang diolah , 2015
Gambar. 3 Diagram Ketuntasan Kondisi Awal
4.1.2 Deskripsi Siklus I Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi beberapa siklus yang berdaur ulang dan berkelanjutan dari siklus pertama ke siklus berikutnya. Setiap siklus meliputi kegiatan perencanaan tindakan (planning), implementasi tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (refleting). Setiap siklus dilakukan dengan memberikan tindakan pembelajaran matematika dengan media Geogebra. Perencanaan (Planning) Perencanaan merupakan persiapan kegiatan dalam pembelajaran. Beberapa kegiatan perencanaan yang dilaksanakan pada siklus I yaitu mengkaji kompetensi dasar yang ada hubungannya dengan materi pembelajaran. Selanjutnya menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikaitan dengan penggunaan program media Geogebra menyiapkan instrumen pengajaran. Pelaksanaan (acting) Pada siklus I ini diadakan 2 kali pertemuan pertama guru menjelaskan penjumlahan matriks dengan media Geogebra, dan pada pertemuan kedua merupakan lanjutan materi matriks yaitu pengurangan matriks. Akhirnya pertemuan kedua merupakan akhir Siklus I, dilakukan tes kemampuan individu untuk mengetahui hasil belajar siswa. Pengamatan (observing) Secara umum perhatian siswa terhadap penyajian materi dengan program media Geogebra cukup baik, beberapa siswa diam saja sambil menyaksikan, ada juga yang berkomentar, tetapi kebanyakan siswa ingin mencatat semua materi yang ditayangkan. Pengamatan terhadap kemampuan siswa mengerjakan soal dapat dilihat pada hasil akhir siklus I sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I No. Karakteristik Nilai 1. N (Jumlah Siswa) 32 2. Rata-rata 57,97 3. Jumlah siswa yang tuntas (> 75) 20 4. Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75) 12 5. Ketuntasan klasikal (%) 62,5 Sumber: Data yang diolah ,2015
Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 62,5%, yaitu sebanyak 12 siswa yang dinyatakan belum tuntas belajar dan 20 siswa yang
278
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
dinyatakan tuntas belajar. Dari sebanyak 32 siswa, persentase jumlah siswa yang belum memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 12 siswa atau sebesar 38% dan memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 20 siswa atau sebesar 62% pada gambar berikut.
Sumber: Data yang diolah, 2015
Gambar. 4 Diagram Ketuntasan Siklus I
Refleksi (refleting) Dari tabel 4 dapat diketahui persentase ketuntasan belajar perorangan baru mencapai 62,5% dari 85% yang ditentukan. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa indikator keberhasilan belum dapat dicapai. Oleh karenanya, penelitian dilanjutkan dengan Siklus II dengan diadakan beberapa perbaikan atau tindakan.
4.1.3
Deskripsi Siklus II
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi beberapa siklus yang berdaur ulang dan berkelanjutan dari siklus pertama ke siklus kedua. Setiap siklus meliputi kegiatan perencanaan tindakan (planning), implementasi tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (refleting). Setiap siklus dilakukan dengan memberikan tindakan pembelajaran matematika dengan program media Geogebra. Perencanaan (Planning) Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus I merekomendasikan untuk diadakan perbaikan atau tindakan. Hal ini bertujuan agar hasil yang diperoleh pada siklus II menjadi lebih baik di banding hasil siklus I, sehingga indikator keberhasilan dapat dicapai. Adapun perbaikan yang dilakukan adalah dengan memberi tugas masing-masing secara kelompok kepada siswa untuk membuat hasil kerja kelompok dengan program media Geogebra dan mempresentasikan secara berkelompok di depan kelas. Pelaksanaan (acting) Pada siklus II ini masing-masing kelompok mempresentasikan materi pelajaran dengan menggunakan program media geogebra yang telah mereka buat. Setelah acara presentasi, diadakan kegiatan diskusi, sehingga semua siswa dapat terlibat aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar. Pada akhir Siklus II diadakan ulangan, untuk mengukur kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran yang diberikan oleh teman-teman mereka sendiri. Pengamatan (observing) Selama proses belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dengan menggunakan presentasi hasil kerja kelompok dengan program media geogebra berjalan lancar. Semua
279
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
siswa memperhatikan dengan seksama dan mereka sangat senang terhadap hasil karya presentasi media geogebra, walaupun masih perlu ada beberapa perbaikan, terutama dalam hal penggunaan fitur-fitur yang ada di Geogebra. Adapun hasil evalusi siswa pada kegiatan pembelajaran Siklus II seperti tercantum pada Tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3 Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II No. 1. 2. 3. 4. 5.
Karakteristik N (Jumlah Siswa) Rata-rata Jumlah siswa yang tuntas (> 75) Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75) Ketuntasan klasikal (%)
Nilai 32 89,84 30 2 93,8
Sumber: Data yang diolah, 2015
Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 93,8%, yaitu sebanyak 2 siswa yang dinyatakan belum tuntas belajar dan 30 siswa yang dinyatakan tuntas belajar. Data-data primer hasil ulangan harian yang digunakan sebagai dasar perhitungan ketuntasan belajar siklus II. Dari sebanyak 32 siswa, persentase jumlah siswa yang belum memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 2 siswa atau sebesar 6% dan memenuhi kriteria tuntas belajar sebanyak 30 siswa atau sebesar 94 % pada gambar. 5 sebagai berikut:
Sumber: Data yang diolah, 2015
Gambar. 5 Diagram Ketuntasan Kondisi Siklus II Refleksi (refleting) Dengan melihat Tabel 3 dapat diketahui bahwa persentase ketuntasan belajar perseorangan sudah mencapai 94% dari 85% yang ditentukan. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa indikator keberhasilan sudah dapat dicapai.
4.1.4 Deskripsi Antar Siklus Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan mulai pemantauan keadaan awal hingga pelaksanaan tindakan pada siklus II maka dapat digambarkan seperti dibawah ini:
280
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Tiap Siklus Jumlah Karakteristik Kondisi Siklus I Siklus II Awal N (Jumlah Siswa) 32 32 32 Rata-rata 55,7 57,97 89,84 Jumlah siswa yang tuntas (> 75) 16 20 30 Jumlah siswa yang belum tuntas (< 75) 16 12 2 Ketuntasan Klasikal (%) 50,0 62,5 93,8
No.
1. 2. 3. 4. 5.
Sumber: Data yang diolah, 2015
Kondisi Awal
Siklus 1
Siklus 2
Sumber: Data yang diolah, 2015
Gambar. 6 Diagram Rekap Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
4.2. Pembahasan Penelitian 4.2.1
Perencanaan (Planning)
Masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah masalah masih rendahnya penggunaan ICT pada program media geogebra dalam pembelajaran matematika dan persentasi hasil belajar siswa selama ini masih minim. Pada kondisi awal, guru belum memanfaatkan program media geogebra dalam proses pembelajaran matematika. Proses pembelajaran dilaksanakan secara konversional, yaitu dengan mengacu pada RPP yang ada serta menggunakan LKS dan papan tulis. Pada Siklus I, guru peneliti sudah memanfaatkan program media geogebra secara satu arah dalam pembelajaran. Secara garis besar, tindakantindakan peneliti dalam tindakan kelas ini terangkum dalam tabel berikut ini.
No. 1. 2. 3.
Tabel 5 Rangkuman Situasi dan Tindakan Situasi Tindakan Kondisi Awal Guru Belum menggunakan program media Geogebra Siklus I Guru sudah menggunakan program media Geogebra. Siklus II Guru melibatkan siswa dalam membuat kerja kelompok dan mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan program media Geogebra pada proses belajar mengajar di depan kelas
Sumber: Data yang diolah, 2015
Tindakan guru peneliti dalam proses pembelajaran pada kondisi awal belum memanfaatkan program media Geogebra. Ini mengakibatkan kurangnya perhatian siswa terhadap materi
281
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
pelajaran yang disampaikan oleh guru. Proses belajar mengajar yang didominasi ceramah banyak menimbulkan verbalisme, siswa menjadi kurang tertarik, dan tingkat ketelibatan siswa dalam pembelajaran menjadi sedikit. Ini mengakibatkan serapan materi pelajaran menjadi rendah yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai hasil belajar. Guru peneliti memanfaatkan program media Geogebra pada saat pembelajaran siklus I. Materi pelajaran tentang Operasi Bentuk Matriks yang diselesaikan dengan menggunakan program media Geogebra menjadi daya tarik bagi siswa. Variabelisme dapat berkurang, konsep-konsep dalam materi pembelajaran divisualisasikan melalui tampilan media yang menarik dan jelas. Tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran bertambah, siswa menjadi lebih aktif dan tampak antusias mengikuti pelajaran. Peningkatan ini dapat meningkatkan pula daya serap terhadap materi pelajaran yang dibuktikan dengan meningkatkan ketuntasan belajar perseorangan. Persentase ketuntasan belajar pada kondisi awal sebesar 50% meningkat menjadi 94%. Penggunaan dengan program media Geogebra oleh guru dalam proses pembelajaran operasi matriks pada saat siklus I yang terbukti berhasil meningkatkan hasil belajar subjek penelitian, memotivasi guru peneliti untuk lebih meningkatkan hasil belajar pada siklus II dangan mengubah sistem proses belajar mengajar. Jika pada siklus I, program media Geogebra dibuat dan dipresentasikan oleh guru sendiri, maka pada siklus II ini guru melibatkan siswa secara lebih aktif dalam proses pembelajaran ini. Siswa diberi tugas kelompok menggunakan program Geogebra yang terkait mata pelajaran matematika dengan materi operasi matriks, dan dipresentasikan di depan kelas serta didiskusikan secara berkelompok. Suasana belajar menjadi lebih hidup, semua siswa dapat terlibat secara aktif sehingga daya serap terhadap materi pembelajaran menjadi meningkat. 4.2.2
Hasil Pengamatan (observing)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh guru peneliti sejak dari kondisi awal, keadaan di akhir siklus I, sampai dengan keadaan di akhir siklus II, sesuai dengan data-data yang diperoleh ternyata terjadi peningkatan terus menerus pada ketuntasan belajar. Selain ketuntasan belajar perorangan meningkat, juga dapat diketahui bahwa akibat pengaruh tindakan kelas tersebut terjadi peningkatan persentase pada ketuntasan belajar klasikal. Hal ini tersebut diilustrasikan sebagaimana terdapat pada gambar 7 berikut ini.
Gambar. 7 Grafik Ketuntasan Belajar
282
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
4.2.3
Refleksi (reflecting)
Ketuntasan belajar perorangan subjek penelitian dari kondisi awal sebesar 50,0% ke akhir siklus I yang mencapai 63,0% berarti mengalami kenaikan 13%. Dari siklus I ke siklus II juga ada peningkatan ketuntasan belajar perorangan, yaitu dari 63% pada siklus I menjadi 94% di akhir siklus II. Dengan demikian dari kondisi awal ke kondisi akhir ketuntasan belajar perorangan mengalami peningkatan 31%. Hal tersebut juga terjadi peningkatan pada ketuntasan belajar klasikal, yaitu 50% pada kondisi awal menjadi 93,8% pada kondisi akhir yang berarti terjadi kenaikan sebesar 43,8%. Peningkatan ketuntasan dari kondisi awal ke kondisi akhir siklus I sangat mungkin terjadi karena adanya perubahan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sebelum diadakannya tindakan kelas, guru belum menggunakan program media Geogebra dalam pembelajaran yang diselenggarakannya. Pembelajaran dalam siklus I, guru sudah menngunakan program media Geogebra. Penggunaan program media ini membuat subjek penelitian menjadi lebih tertarik. Daya serap subjek penelitian terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru menjadi lebih tinggi karena verbalisme dalam pembelajaran ditekankan semaksimal mungkin. Peningkatan ketuntasan belajar yang merupakan sesuatu yang diharapkan terjadi melalui penelitian tindakan kelas adalah melihat perubahan prosesntase akhir siklus I ke akhir siklus II saja. Tentunya kita melihat secara keseluruhan, yaitu kondisi awal sampai ke kondisi akhir. Apabila dari kondisi awal telah terjadi peningkatan hasil belajar, maka dapat dikatakan bahwa dalam penelitian tindakan kelas tersebut telah berhasil meningkatkan hasil belajar subjek penelitian.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisa dan evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini, hasil belajar dengan penggunaan program media Geogebra dalam setiap proses belajar mengajar melalui pendekatan Saintifik dapat ditingkatkan. Data empirik penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan guru baik siklus I dan siklus II telah berhasil meningkatkan hasil pembelajaran matematika sesuai kajian teoritis. Dengan terbuktinya hipotesis tindakan penelitian tindakan kelas ini maka penulis mengajak kepada guru untuk semaksimal mungkin memanfaatkan program media Geogebra dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai secara optimal. Dengan terbuktinya hipotesis tindakan penelitian ini, maka semakin meyakinkan bahwa pemanfaatan program media Geogebra dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Disamping ini juga dapat sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya, baik oleh peneliti PTK ini maupun peneliti-peneliti lainnya. Secara praktis kepada pihak-pihak yang terkait langsung dalam Penelitian Tindakan Kelas ini, (a) Semua siswa hendaknya lebih semangat dalam menggunakan ICT dalam pemanfaatan program media Geogebra dalam kegiatan belajarnya, (b) Siswa hendaknya lebih aktif dalam pembelajaran matematika untuk materi-materi yang lain, (c) Siswa dapat lebih cepat dan efektif dalam pembelajaran matematika khususnya materi matriks, (d) Sebagai agen pembelajaran hendaknya dalam proses pembelajarannya selalu berupaya dengan maksimal dalam menggunakan program media Geogebra, tidak terbatas pada materimateri yang lain. (e) Guru selalu dapat mengembangkan penggunaan ICT secara profesional
283
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 3 Nomor 4 Tahun 2016 http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530
segala program di bidang matematika, dan (f) Sekolah dalam hal ini SMK Negeri 6 Lhokseumawe disarankan dapat terus meningkatkan sarana dan prasarana yang terkait dengan media yang dibutuhkan oleh semua guru sehingga mereka terdorong untuk senantiasa menggunakan media pembelajaran dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, sedangkan media yang telah ada hendaknya dipelihara dengan baik sehingga dapat selalu siap sedia dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Ahli Mahmudi, Pemanfaatan Geogebra dalam pembelajaran Geogebra, www.academia.edu Arief S Sadiman, dkk. (2009). Media Pendidikan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Azwar Arsyad. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta, Rajawali Pers. AECT. (1977). Task Force on Definition and Terminologi. The Definition of education Technologi. Washington, AECT, 1126 16th Street, N.W. Washington, DC. 20036. Ali, Muhammad. (2008) Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Djamarah, dkk (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka Cipta. Kemmis, S, dan Mc Taggart, R., 1992. The Action Research Planner, (3 rd ed). Victoria, Australia : Derkin University. Munadi, Yudhi, (2008). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press. Nana Sudjana, Ahmad Rivai. (2005). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algendindo Oemar Hamalik. (2002). Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algendindo Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 Rusman. (2008). Model-Model Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Press. Sudjana, N. (2008). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algendindo Susilana, dkk. (2008). Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan Pemanfaatan dan Penilaian, Bandung: CV Wacana Prima. www.dikti.go.id https://syasthreenasution.wordpress.com/2014/10/31/aplikasi-geogebra-dalam-pembelajaranmatematika-pada-materi-matriks/
284
Redaksi Jurnal IDEAL MATHEDU PPPPTK Matematika menerima artikel/naskah jurnal yang terkait dengan pendidikan matematika Ketentuan penulisan dan untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi Redaksi
IDEAL MATHEDU PPPPTK MATEMATIKA