perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
POLA KOMUNIKASI POLITIK MASYARAKAT TRANSISI PADA PEMILUKADA 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010)
Oleh : AIDA NURSANTI D0206030
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pembimbing
Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D NIP. 19540805 198503 1 002
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MOTTO
Self Confidence is The First Secret of Success... (Ralph Waldo Emerson)
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku, Bapak Dalimin Harso Siswanto dan Ibu Watik Harso Siswanto. Terima kasih atas perjuangan tak kenal lelah, hingga sanggup menghantarkanku sampai di titik berdiri saat ini...
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pola Komunikasi Politik Masyarakat Transisi pada Pemilukada 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010) dengan segala kurang dan lebihnya sebagai buah pilihan, kesungguhan dan tekad yang kuat untuk mempersembahkan yang terbaik bagi kehidupan yang penulis jalani. Pemilihan tema penelitian ini berawal dari minat penulis akan kajian komunikasi politik yang juga merupakan salah satu mata kuliah pada program studi tempat penulis menimba ilmu. Ketertarikan tersebut didasari oleh fakta bahwa komunikasi politik memainkan peranan yang sangat strategis karena berada dalam kawasan (domain) politik dengan menempatkan komunikasi pada posisi yang sangat fundamental. Komunikasi politik berpengaruh dalam sistem politik sedangkan sistem politik mempengaruhi hajat hidup orang banyak, karena terkait dengan kebijakan umum. Kajian ini kemudian penulis implementasikan untuk meneliti kegiatan Pemilukada Sukoharjo 2010 dengan fokus penelitiannya adalah pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Perilaku memilih sendiri merupakan efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan masyarakat transisi dipilih sebagai objek penelitian karena dibandingkan dengan masyarakat perkotaan maupun pedesaan, penelitian tentang masyarakat transisi cenderung lebih jarang dilakukan. Padahal tipe masyarakat ini merupakan karakteristik mayoritas masyarakat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Bertolak dari pandangan di atas, peneliti melakukan penelitian ini yang laporannya disusun dalam bentuk skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS Solo. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan pertolongan baik moril maupun material dari berbagai pihak. Dengan segenap keikhlasan hati, kejernihan pikiran, dan kerendahan jiwa, penulis menghaturkan terima kasih kepada Allah Subhanallahu Wata’ala atas segala nikmat-Nya, terutama dalam memberi petunjuk, kesempatan dan kesehatan sehingga penulis bisa menjalankan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Bapak Drs. H. Supriyadi, SN, SU, Dekan FISIP UNS yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta Ibu Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS sekaligus pembimbing akademik penulis, atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama masa perkuliahan dan motivasinya agar penulis segera menyelesaikan skripsi. Terkhusus, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada pembimbing skripsi, Bapak Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D atas keikhlasannya membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini, membukakan begitu banyak cakrawala informasi yang sebelumnya tidak penulis ketahui, serta kemurahan
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hatinya untuk berbagi pengalaman dan pelajaran hidup berharga kepada penulis di sela-sela kegiatan bimbingan. Terima kasih pula untuk Bapak Sri Herwindya Baskara Wijaya, S.Sos, M.Si yang bersedia membagi pengalaman tentang penelitiannya yang berkaitan dengan tema yang diangkat penulis. Tidak lupa terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Hamid Arifin, M.Si dan Bapak Budi Aryanto (Mas Budi) yang bersedia direpotkan oleh segala keperluan administrasi yang diperlukan terkait penelitian ini. Penelitian tidak akan bisa dilaksanakan tanpa ijin dari Kepala Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sri Widodo, selaku Kepala Desa Ngabeyan, Bapak Paryanto, Bapak Gunarto, Ibu Dhian Vita, serta seluruh aparatur pemerintahan Desa Ngabeyan atas kemudahan dan kelancaran yang diberikan kepada penulis selama proses penelitian. Juga kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ngabeyan, terima kasih atas sambutan hangat dan keleluasaan akses informasi yang diberikan kepada peneliti terkait proses pengumpulan data sekunder. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh informan penelitian di Desa Ngabeyan yang bersedia meluangkan waktu, menyediakan tempat, dan memberikan informasi yang dibutuhkan penulis untuk penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, Bapak Dalimin Harso Siswanto, Ibu Watik Harso Siswanto, Yanuar Nur Aqsa, dan Afrita Nurmawati yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material kepada penulis. Kepada teman-teman yang telah berbaik hati ikut membantu kelancaran proses penelitian ini, Erlinta Yudantoro, Yaniar Wendy
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Astrianto, dan Noviana Manja Ratna, penulis sampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya. Juga para sahabat yang tidak pernah lelah untuk memotivasi penulis agar segera menyelesaikan skripsi, terima kasih untuk Kartika Chandra Dewi Pertiwi, S.Sn, Agung Listianto, SH, Sari Hastuti, A.Md, Hendro Wibowo, Endro Krisdiyanto, A.Md, Lusiana Wati, dan Rofika Nur Hayati. Untuk 11 Camar, Five Ads, KAMEO serta teman-teman seperjuangan Komunikasi FISIP angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan selama masa perkuliahan dan dukungannya selama pengerjaan skripsi. Terima kasih pula untuk Narendra Wisnu Karisma, atas segala bentuk bantuan, dukungan moral dan obor semangat di kala jenuh menerpa. Terakhir, kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik lahir maupun batin dari persiapan penelitian hingga terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih banyak. Walaupun dalam melaksanakan penelitian penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai batas kemampuan penulis, namun tetap saja tidak ada gading yang tak retak, pun dengan penelitian ini. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya sederhana ini. Terima kasih dan semoga bermanfaat. Amin.
Surakarta, 2 November 2010
Penulis
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ------- i HALAMAN PERSETUJUAN ------- ii HALAMAN PENGESAHAN ------- iii HALAMAN MOTTO ------- iv HALAMAN PERSEMBAHAN ------- v KATA PENGANTAR ------- vi DAFTAR ISI ------- x DAFTAR GAMBAR ------- xiii DAFTAR TABEL ------- xiv ABSTRAK ------- xv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ------- 1 B. Rumusan Masalah ------- 11 C. Tujuan Penelitian ------- 11 D. Manfaat Penelitian ------- 12 E. Telaah Pustaka 1. Komunikasi Politik ------- 14 2. Komunikasi Massa ------- 25 3. Komunikasi Interpersonal ------- 31 4. Iklan Media Luar Ruang ------- 34 5. Perilaku Memilih ------- 37 6. Masyarakat Transisi ------- 44 F. Review Penelitian Terdahulu ------- 50 G. Kerangka Pemikiran ------- 54 H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian ------- 56 2. Metode Penelitian ------- 56 3. Lokasi Penelitian ------- 59 4. Jenis Data ------- 59 5. Teknik Pengumpulan Data ------- 60 6. Teknik Sampling ------- 64 7. Validitas Data ------- 67 8. Analisis Data ------- 67
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. Keterbatasan Penelitian ------- 71 BAB II
DESKRIPSI LOKASI A. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo ------- 73 B. Desa Ngabeyan 1. Geografis ------- 75 2. Administrasi ------- 77 3. Potensi ------- 79 C. Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 80 1. Daftar Pemilih Tetap (DPT) ------- 81 2. Pencalonan ------- 84 3. Kampanye ------- 90 4. Pemungutan dan Penghitungan Suara ------- 93
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISA DATA A. Komunikasi Politik Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 100 1. Komunikasi Politik Antar Persona ------- 101 2. Kampanye Pemilukada ------- 108 3. Iklan Politik Media Luar Ruang ------- 113 4. Media Massa ------- 118 B. Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 120 1. Pemilih Sekedar Memilih ------- 122 2. Pemilih Partisan ------- 124 3. Pemilih Rasional ------- 127 4. Pemilih Tidak Memilih (Golput) ------- 132 C. Pola Pengaruh Komuniksi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 135 1. Pengaruh dari Komunikasi Politik Antar Persona ------- 139 1.1 Kandidat Calon ------- 140 1.2 Tim Sukses ------- 145 1.3 Tokoh Masyarakat ------- 151 1.4 Keluarga ------- 158 1.5 Tetangga ------- 162 1.6 Teman ------- 166
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pengaruh dari Kampanye Pemilukada ------- 168 3. Pengaruh dari Iklan Politik Media Luar Ruang ------- 176 4. Pengaruh dari Media Massa ------- 184 BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan 1. Komunikasi Politik ------- 192 2. Perilaku Memilih ------- 193 3. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih ------- 194 B. Implikasi ------- 197 C. Saran ------- 199
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 1.4 Gambar 1.5 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6
Dispersi cahaya putih menjadi cahaya dengan berbagai warna yang mempunyai harga panjang gelombang ------- 46 Berkas cahaya yang datang pada prisma akan mengalami pembelokan atau deviasi ke bawah ------- 47 Masyarakat model prismatik, memusat, dan memencar ------- 47 Kerangka Pemikiran Penelitian ------- 55 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif Miles dan Huberman ------- 70 Peta Administratif Kabupaten Sukoharjo ------- 74 Pasangan Calon Muhammad Toha - Wahyudi ------- 87 Pasangan Calon Titik Suprapti - Sutarto ------- 88 Pasangan Calon Wardoyo Wijaya - Haryanto ------- 89 Suasana di Salah Satu TPS Desa Ngabeyan saat Pencoblosan ------95 Kampanye Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto ------- 111 Kampanye Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi ------- 112 Iklan Baliho Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto ------- 114 Iklan Baliho Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi ------- 116 Iklan Spanduk Pasangan Titik Suprapti - Sutarto ------- 117 Debat Kandidat Cabup-Cawabup Sukoharjo 2010 ------- 120
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 3.1 Tabel 3.2
Daftar Informan Penelitian ------- 66 Pembagian Administratif Desa Ngabeyan ------- 77 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 82 Daftar Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 86 Jadwal Kampanye Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 91 Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilukada Sukoharjo 2010 di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura ------- 96 Hasil Perolehan Suara Kandidat dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 ------- 97 Gambaran Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan ------ 121 Gambaran Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi ------- 137
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK AIDA NURSANTI, D0206030, POLA KOMUNIKASI POLITIK MASYARAKAT TRANSISI PADA PEMILUKADA 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010), Skripsi, Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2010. Sebagai salah satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik, komunikasi politik berperan penting dalam pelaksanaan Pemilukada Sukoharjo 2010, terutama dalam kapasitasnya sebagai strategi yang digunakan kandidat calon untuk menumbuhkan simpati dan mempengaruhi preferensi pemilih agar condong kepada mereka. Berhasil tidaknya upaya tersebut tampak pada perilaku pemilih pada saat pemungutan suara, karena perilaku memilih merupakan efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis. Berdasarkan uraian di atas, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dengan pertimbangan bahwa desa ini memiliki ciri masyarakat transisi. Untuk menjawab masalah tersebut, peneliti menggunakan metode studi kasus karena fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview), observasi, dan dokumentasi. Teknik purpossive sampling digunakan untuk memilih 15 orang informan penelitian, sementara validitas data diuji melalui teknik triangulasi sumber (data) dan analisa data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa komunikasi politik yang dijalankan kandidat calon melalui saluran komunikasi antar persona, iklan media luar ruang, dan media massa berhasil mempengaruhi preferensi dan perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Akan tetapi, pengaruh tersebut memiliki polanya masing-masing dan tidak sama antara individu satu dengan yang lainnya, sesuai dengan karakteristik masyarakat transisi yang heterogen. Secara umum, komunikasi antar persona paling berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih dibandingkan saluran lainnya, terutama pada tipikal pemilih partisan dan pemilih sekedar memilih. Sementara pada pemilih rasional, komunikasi politik antar persona berpengaruh dalam memperkuat keyakinan akan preferensi awal pemilih terhadap kandidat tertentu. Secara khusus, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk perilaku memilih pada situasi dan kondisi di mana pemilih tidak memperoleh akses informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi politik antar persona dan media massa. Pengaruh ini terutama tampak pada perilaku pemilih sekedar memilih yang memiliki kecenderungan untuk memilih kandidat calon
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang paling familiar, paling sering dilihat ataupun didengar. Dan dalam konteks inilah iklan media luar ruang memainkan peranannya. Sedangkan media massa secara khusus berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar serta tidak memiliki kepentingan maupun ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun. Kalaupun ada, komunikasi politik tersebut tidak disisipi adanya kepentingan khusus untuk menggiring opini, melainkan hanya sebatas obrolan seperti biasa pada umumnya dan topik pemilukada yang menjadi muatannya murni karena kegiatan tersebut memang tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kampanye publik ternyata tidak mempengaruhi preferensi pemilih terhadap kandidat tertentu, apalagi membentuk perilaku memilihnya. Hal ini dikarenakan masyarakat menyadari tujuan dilaksanakannya kampanye adalah untuk menggalang dukungan suara sehingga apa yang disampaikan cenderung yang baik-baik saja. Kehadiran masyarakat nonpartisan dalam kampanye publik yang diadakan kandidat calon umumnya hanya karena tertarik pada hadiah yang ditawarkan dan juga hiburan yang diberikan.
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT AIDA NURSANTI, D0206030, THE TRANSITIONAL SOCIETY’S POLITICAL COMMUNICATION PATTERN ON HEAD OF DISTRICT ELECTION 2010 (Case Study about The Pattern of Political Communication Influence in Forms The Transitional Society’s Voting Behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict on Sukoharjo’s Head of District Election 2010), Paper, Communication Science Majors, Social and Political Science Faculty, Surakarta Sebelas Maret University (FISIP UNS), 2010. As one of prescriptive entry the working of all political system, political communication plays important role on Sukoharjo’s Head of District Election 2010, especially in it’s capacity as a strategy used by candidate for growing sympathy and influence voter’s preference in order to bend to them. Succesful or not that effort appears on voting behavior in vote picking, it’s because voting behavior is motorik’s or behavioral’s effect of political communication that gets mechanistic character. Based on descriptions upon, appointed problem in this research is how the pattern of political communication influence in forms the transitional society’s voting behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict on Sukoharjo’s Head of District Election 2010. This research located at Ngabeyan’s, Village Kartasura’s Subdistrict with consideration that this village have transitional society’s characteristic. To answer that problem, researcher use case study methods because the research’s focus is at contemporary phenomenon in the real life context. Meanwhile, the data collection was done using indepth interview, observation, and documentation. Purpossive sampling technique used to choose 15 research’s informant, while data validity is tested by source (data) triangulation and data analysis use Miles and Huberman’s interactive model. This research results that political communication that carried on by candidate through interpersonal communication channel, outdoor media advertising, and mass media succesfully influence transitional society’s preference and voting behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict. But then, that influence have it’s own pattern and it’s different among one individual to another according to the heteroginity of transitional society’s characterictic. In common, interpersonal communication have a biggest influence in form voting behavior than another channel, especially on partisan and just-vote voter typical. While on rational voter, interpersonal communication influential in strengthen conviction for voter’s early preference to spesific candidate. Specially, outdoor media advertising influential forms voting behavior in a situation and condition whereabouts voter doesn’t get information’s access to another affecting source, such as interpersonal communication and mass media. This influence particularly appears on just-vote voting behavior that tend to vote the most familiar candidate, the most often seen or heard. And in it’s context, outdoor media plays it’s role.
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Meanwhile mass media specially influential forms rational voter’s voting behavior that educated relative and have no spesific importance and also emotional tied up with party or candidate. Beside that, they used to never engage in interpersonal communication with whoever. If even available, that political communication not inserted with spesific importance to dribbling opinion, but it just like a general talk whereabouts the topic around head of district election as a content just because that activity really mean happens and become warming talk in the middle of society. The results of research also shows that public campaign apparently doesn’t influence voter’s preference to spesific candidate, even less forms voting behavior. It because of the society realize the aim of campaign is to gather voice support so what does it said tend that carefully only. Except partisan voters, the society attendance on public campaign that arranged by candidate just because they interested with the prize which offered and the entertainment which given.
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Komunikasi sebagai esensi dari interaksi antar manusia memegang peranan penting dalam semua aspek kehidupan, termasuk politik. Politisi terpilih menduduki jabatan tertentu karena komunikasi politik yang dijalankannya, sebaliknya, beberapa terpaksa meletakkan jabatannya pun karena komunikasi politik. Urgensi komunikasi politik dalam sistem politik ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpanya, manusia tidak akan ada. Komunikasi politik berkaitan erat dengan sistem politik yang dianut sebuah negara. Menurut Gabriel A. Almond, komunikasi merupakan salah satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik. Komunikasi politik diibaratkan sebagai suatu sistem sirkulasi darah dalam tubuh yang mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemrosesan sistem politik. Ia berperan menyambungkan semua bagian dari sistem politik sehingga
aspirasi
dan
kepentingan
tersebut
dikonversikan
menjadi
kebijaksanaan. Bila komunikasi berjalan lancar, wajar, dan sehat, sistem politik akan mencapai tingkat kualitas responsif yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan masyarakat sesuai dengan tuntutan zaman (Cangara, 2009 : 17).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam setiap realitas kehidupan politik bisa dipastikan akan selalu terjadi komunikasi politik. Setiap hari, para tokoh pemerintahan/aktor politik menyampaikan pernyataan baik resmi maupun tidak resmi, pendapat, dan berbagai komentar yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara keseluruhan, sehingga bentuk kehidupan politik seperti rapat, pidato, kampanye, debat politik, lobi dan negosiasi menjadi suatu keniscayaan. Hal ini merupakan salah satu bentuk konkret dari kegiatan komunikasi politik di mana elit politik bertindak selaku komunikator. Bentuk konkret lain dari kegiatan komunikasi politik adalah penyampaian pesan politik yang dilakukan oleh warga masyarakat. Yang menjadi sasaran biasanya adalah pejabat pemerintahan/politik. Kegiatan di mana warga masyarakat bertindak selaku komunikator ini dapat berupa penyampaian tuntutan atau protes yang biasanya dialamatkan kepada DPR RI, DPRD, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Meski dilakukan oleh masyarakat biasa, komunikasi politik dalam bentuk tuntutan dan protes ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Kesalahan penguasa/elit politik yang mengabaikan tuntutan mereka akan membawa dampak yang berakibat fatal. Aksi-aksi protes dari masyarakat luas yang kemudian memperoleh penguatan dari media massa dapat memaksa pemerintah mengubah atau mencabut suatu kebijakan, memaksa pejabat mengundurkan diri, bahkan mengakibatkan perubahan politik yang besar termasuk tumbangnya suatu rezim. Contoh nyata yakni keputusan pemerintah merevisi PP No. 37 Tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan/Anggota DPRD
commit to user 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
di awal 2007 dan penarikan kembali rencana kenaikan Tarif Dasar listrik (TDL) tahun 2005. Begitu pula pengunduran diri Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 sebagai puncak dari rangkaian krisis politik di Indonesia periode 1997-1999. Keduanya sarat dipengaruhi oleh komunikasi politik masyarakat yang kemudian mendapat penguatan oleh media massa (Pawito, 2009 : 3). Komunikasi politik, seperti halnya di sistem politik lainnya, juga mutlak diperlukan dalam proses pembentukan pemerintahan, baik eksekutif maupun legislatif, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pembentukan pemerintahan ini mengacu pada proses penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu), baik pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) yang rutin diselenggarakan setiap lima tahun sekali sebagai agenda wajib demokrasi Indonesia. Terlepas dari segala pro dan kontra yang timbul atas penyelenggaraannya, pemilukada adalah instrumen penting untuk mewujudkan kedaulatan rakyat di tingkat lokal. Pemilukada merupakan mekanisme demokratis dalam rangka rekruitmen pemimpin daerah, di mana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara memiliki hak dan kebebasan sepenuhnya untuk memilih calon pemimpinnya secara langsung berdasarkan kriteria yang jelas dan transparan. Pemilukada (dulu pilkada) diselenggarakan pertama kali di Indonesia pada bulan Juni 2005 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Akan tetapi, banyaknya kritik terhadap implementasi UU tersebut mendorong dibentuknya peraturan perundang-undangan baru
commit to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang secara khusus mengatur penyelenggara pemilihan umum. Terbitnya UU No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum pun dirasa sebagai angin segar. Menurut UU ini, secara yuridis formal pilkada telah dikategorikan sebagai pemilihan umum. Sejak saat itulah, istilah pemilukada mulai sering dipakai banyak orang, walaupun sebagian yang lain masih sering pula menyebut pilkada. Seperti pemilu pada umumnya, pada pemilukada, komunikasi politik berperan penting untuk menarik simpati dan mempengaruhi perilaku masyarakat untuk memilih calon tertentu pada saat pemilihan. Kandidat calon dan tim kampanye selaku komunikator politik melemparkan berbagai pesan politik untuk mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Terkait hal ini, Stuart dan Jamias menyatakan bahwa pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh seseorang sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh dapat terjadi pada tingkat pengetahuan, sikap, maupun perilaku (Cangara, 2009 : 411). Berhasil atau tidaknya komunikasi politik yang dijalankan kandidat calon dan tim kampanye akan tampak pada perilaku memilih masyarakat ketika hari pencoblosan tiba. Perilaku memilih dipahami sebagai tingkah laku atau atau tindakan seseorang dalam proses pemberian suara serta latar belakang seseorang melakukan tindakan tersebut. Perilaku memilih seseorang kepada satu calon tertentu merupakan efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis. Untuk mewujudkannya perlu pemilihan saluran komunikasi politik yang tepat sesuai dengan karakteristik dan pola komunikasi masyarakat setempat.
commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penentuan saluran komunikasi politik erat kaitannya dengan target sasaran yang hendak dituju, dalam hal ini yaitu masyarakat. Memahami masyarakat sebagai target sasaran dalam komunikasi politik merupakan hal yang sangat penting sebab semua aktivitas komunikasi diarahkan kepada mereka. Merekalah yang menentukan berhasil tidaknya komunikasi politik karena bagaimana pun besarnya biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan untuk mempengaruhi mereka, namun apabila mereka tidak mau memberi suara kepada partai atau kandidat yang diperkenalkan kepada mereka, komunikasi politik akan sia-sia. Penggunaan saluran komunikasi massa untuk penyampaian pesan politik pada saat pemilukada cukup efektif apabila sasaran yang ingin dituju adalah masyarakat modern/industri yang tinggal di wilayah perkotaan. Karakteristik mereka yang cenderung individualis dan kompetitif tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup untuk berinteraksi secara langsung dengan lingkungan di sekitarnya. Pola hidup dengan tingkat kesibukan yang tinggi juga membatasi ruang gerak mereka untuk hal-hal yang berada di luar kepentingannya sendiri, termasuk politik. Kehadiran media massa pun dipandang mampu menjembatani kepentingan komunikator politik. Penggunaan media massa dalam komunikasi politik sangat sesuai dalam upaya membangun opini publik serta membentuk citra diri kandidat calon. Media massa tidak lagi sekedar menyampaikan laporan mengenai berbagai peristiwa, tetapi juga menjadi panggung bagi para kandidat yang saling berkompetisi untuk meraih dukungan publik dalam skala masif mengingat kekuatan media massa dalam menguasai ruang dan waktu. Melalui
commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
media massa pula, publik khususnya masyarakat perkotaan dapat mengetahui platform kandidat yang ditawarkan sehingga hal itu dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan memilih. Sementara itu, saluran komunikasi antar persona atau interpersonal lebih tepat diterapkan bagi masyarakat pedesaan/tradisional mengingat interaksi sosial mereka jauh lebih kental dibandingkan dengan masyarakat kota. Apalagi, tingkat perkembangan media massa dan tingkat “melek huruf” masyarakat masih rendah, sehingga pesan politik hanya dapat disampaikan melalui komunikasi interpersonal. Apabila di masyarakat modern peran pemuka pendapat (opinion leader) mulai memudar seiring arus informasi yang kian mudah diakses siapa saja, maka tidak demikian halnya dengan masyarakat tradisional. Opinion leader masing memegang peranan yang cukup besar dalam menentukan sikap dan perilaku pengikutnya. Mereka diikuti bukan karena kedudukan atau jabatan politik tetapi karena kewibawaan, kharisma, mitos yang melekat padanya, atau karena pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Dalam pola komunikasi ini, kiai dan ulama merupakan sasaran paling strategis. Kiai dianggap mempunyai kekuatan yang tinggi dalam mempengaruhi masyarakat karena bisa memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakatnya. Dengan ilmu dan keahliannya di bidang agama, seorang kiai mampu ‘mengasuh’ masyarakat dengan menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah. Kemampuannya dalam menjawab berbagai persoalan yang ingin diketahui masyarakat pun tidak diragukan lagi. Sehingga dapat dikatakan, pendekatan yang intens secara interpersonal kepada
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
opinion leader selaku pengatur lalu lintas opini adalah kunci keberhasilan komunikasi politik di mana target sasarannya adalah masyarakat tradisional. Apabila masyarakat modern/perkotaan dan masyarakat tradisional/ pedesaan memiliki pola komunikasi politiknya sendiri, masyarakat transisi pun demikian. Masyarakat ini mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakannya dari masyarakat modern ataupun masyarakat tradisional sehingga tidak dapat dimasukkan dalam golongan keduanya. Masyarakat transisi merupakan masyarakat yang berada pada posisi persimpangan atau peralihan
dari
masyarakat
tradisional/agraris
menuju
masyarakat
modern/industri, atau dengan kata lain masyarakat yang tengah mengalami proses pembangunan. Perubahan struktur pada masyarakat tradisional merupakan akibat dari derasnya proses modernisasi dengan berbagai nilai atau teknologi yang ditawarkan. Perubahan pada masyarakat transisi terlihat jelas pada makna pribadi yang mengalami transformasi di dalam tatanan dan tata hidup seharihari, misalnya pluralitas mata pencaharian, pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi areal perumahan dan pabrik, banyaknya masyarakat pendatang, kemajuan teknologi dan transportasi yang digunakan, serta keadaan sosial ekonomi masyarakat yang semakin meningkat dan pendidikan masyarakat yang semakin tinggi. Walaupun perubahan yang terjadi membawa dampak positif yakni dapat meningkatkan kehidupan masyarakat melalui teknologi yang ditawarkan, akan tetapi dampak negatif juga tidak terelakan, yaitu potensi munculnya konflik dikarenakan adanya perbenturan dua sistem nilai, tradisional dan modern.
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam aspek komunikasi politik, secara umum baik pola komunikasi politik masyarakat tradisional/pedesaan maupun modern/perkotaan dapat dijumpai pada masyarakat transisi, karena karakteristiknya memang berada di antara keduanya, yang membedakan hanyalah seberapa besar porsi masingmasing. Hal tersebut tentunya berbanding lurus dengan sejauh mana transisi yang dialami. Inilah yang harus dipahami oleh kandidat calon yang ingin melakukan komunikasi politik dengan target sasaran masyarakat transisi. Pemahaman mengenai target sasaran, keinginan, sikap, kepercayaan, kebiasaan, dan nilai-nilai yang mereka pegang sangat penting dalam menetapkan langkah-langkah kampanye terutama dalam kaitannya dengan strategi, pendekatan, tema, penyusunan pesan, dan pemilihan saluran yang tepat. Masyarakat transisi, seperti diungkapkan Fred W. Riggs, merupakan tipikal masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang (dunia ketiga), termasuk Indonesia. Mayoritas masyarakat di Indonesia mulai menganut nilainilai modernisasi walaupun tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi nenek moyang mereka. Karakteristik ini pula yang dijumpai pada masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Berada di lokasi strategis yang menghubungkan jalur Surabaya-SoloYogyakarta dan Solo-Semarang, Kartasura merupakan kota satelit bagi Surakarta atau Solo. Selain Solo Baru, Kartasura merupakan wilayah pengembangan dari Kota Surakarta. Kartasura juga memiliki nilai historis yang kuat karena di daerah ini dulu pernah berdiri pusat Kerajaan Mataram Islam sebelum akhirnya Perjanjian Giyanti tahun 1755 membaginya menjadi
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta (http://id.wikipedia.org/wiki/ Kartasura, Sukoharjo).
Desa Ngabeyan termasuk salah satu desa di wilayah Kecamatan Kartasura. Pada umumnya dari tahun ke tahun keadaan Desa Ngabeyan terus mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kondisi masyarakatnya pun semakin maju seiring dengan semakin mudahnya menerima arus informasi dari luar. Desa Ngabeyan dapat disebut sebagai desa transisi karena baik secara fisik maupun psikologis masyarakatnya sedang menuju ke arah modern. Secara fisik dapat diamati dari banyaknya pembangunan perumahan, pabrik, terminal bus baru, rumah sakit, jalan-jalan penghubung desa, serta penggunaan alat transportasi bermotor yang semakin beragam. Gaya hidup masyarakatnya pun turut berubah, sesuai tingkat pendidikan, pola pekerjaan, tingkat pendapatan, dan keadaan sosial ekonomi yang juga mengalami perubahan. Meskipun demikian, ada beberapa bagian dari kondisi sosial budaya mayarakat Desa Ngabeyan yang tidak ikut berubah. Hal ini dikarenakan masih ada karakteristik pedesaan yang terus dipertahankan, misalnya kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan, pertemuan rutin warga, kegiatan tirakatan memperingati hari kemerdekaan RI, rewang (membantu tetangga yang punya hajat), njagong (menghadiri resepsi pernikahan), serta nglayat (mengurusi pemakaman tetangga yang meninggal dunia). Termasuk
dalam
wilayah
administratif
Kabupaten
Sukoharjo,
masyarakat Desa Ngabeyan juga turut berpartisipasi dalam ajang pemilukada Sukoharjo yang diselenggarakan tahun ini. Pemilihan bupati dan wakil bupati
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sukoharjo merupakan satu di antara 244 pemilukada yang digelar di Indonesia sepanjang tahun 2010. Jumlah tersebut terdiri dari tujuh pemilihan gubernur/wakil gubernur, 202 pemilihan bupati/wakil bupati dan 35 pemilihan wali kota/wakil wali kota (Kompas, 13 Agustus 2010). Pemilukada Sukoharjo 2010 diikuti oleh tiga pasang calon bupati dan wakil bupati, yakni Drs. Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd yang diusung oleh koalisi PKB, Partai Demokrat, dan PAN; Titik Suprapti S.Sos, M.Si – H. Sutarto yang diusung Partai Golkar dan PBB; serta Wardoyo Wijaya SH, MH – Drs. Haryanto yang diusung oleh koalisi PDIP, PKS, PPP, dan Hanura. Dalam pemilihan yang berlangsung Kamis, 3 Juni 2010 tersebut, pasangan nomor urut tiga Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) berhasil keluar sebagai pemenang. Pasangan ini meraup 199.612 suara atau 49,33 % dari suara sah yang ada. Selanjutnya di urutan kedua ditempati pasangan nomor urut dua, Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) yang mengantongi 121.290 dukungan atau 29,98 % suara sah. Sementara pasangan nomor satu, Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di) menempati posisi ke tiga dengan dukungan 83.716 suara atau 20,69 % suara sah. Berdasarkan hasil rekapitulasi suara, total suara sah pada pemilukada Sukoharjo yakni sebesar 93,4 % atau 404.618 suara. Untuk suara tidak sah jumlahnya mencapai 28.402 suara atau 6,6 %. Sedangkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 66 % atau sebanyak 433.020 suara (Solopos, Rabu, 9 Juni 2010). Pada penelitian ini fokus utama peneliti adalah mengenai pola komunikasi politik masyarakat transisi dalam hal ini masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, pada Pemilukada Kabupaten Sukoharjo
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tahun 2010. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul ”Pola Komunikasi Politik Masyarakat Transisi pada Pemilukada 2010 : Studi Kasus tentang Pola Pengaruh
Komunikasi
Politik
dalam
Membentuk
Perilaku
Memilih
Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingin diangkat oleh peneliti adalah: 1. Bagaimana komunikasi politik masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010? 2. Bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010? 3. Bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan pada Pemilukada Sukoharjo 2010?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi politik masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010. 2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010.
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Untuk mengetahui bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan pada Pemilukada Sukoharjo 2010.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis : a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran bagi peneliti dalam mengaplikasikan teori-teori komunikasi yang dipelajari di bangku perkuliahan, serta melatih peneliti untuk berpikir lebih ilmiah, kritis, dan sistematis. Dengan melakukan penelitian
ini,
peneliti
juga
mendapatkan
wawasan
dan
pengetahuan lebih mengenai tiga elemen penting dalam bidang kajian ilmu sosial sekaligus. Pertama komunikasi, dengan meneliti pengaruh komunikasi politik, kedua sosiologi, yakni dengan meneliti masyarakat transisi, dan ketiga politik, dengan meneliti perilaku memilih sebagai bagian dari kegiatan politik Pemilukada Sukoharjo 2010. b. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan di bidang penelitian ilmu komunikasi pada umumnya, serta menambah pengetahuan dan pemikiran mengenai pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih pada khususnya.
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis : a. Bagi aktor politik (kandidat calon, pengurus partai politik, aktivis politik, dan seluruh stakeholders terkait), penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai arti penting merencanakan komunikasi
politik
yang
baik
agar
pesan
dapat
efektif
mempengaruhi perilaku memilih, khususnya dalam konteks pemilukada di mana target sasarannya adalah masyarakat transisi. b. Bagi masyarakat selaku komunikan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan penting untuk dijadikan pedoman memperluas pandangan terkait partisipasi politik dalam ajang pemilukada, komunikasi politik yang dijalankan kandidat calon dan partai politik, serta perilaku memilih sebagai unit terpenting keberhasilan kandidat calon dalam memenangkan pemilukada. c. Bagi
lembaga
penyelenggara
pemilukada,
dengan
adanya
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih rinci mengenai penyelenggaraan pemilukada di wilayah desa, yang merupakan unit pemerintahan terkecil, khususnya desa dengan karakteristik masyarakat transisi, supaya dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi
dan
kedepannya
pemilukada secara lebih baik lagi.
commit to user 13
dapat
menyelenggarakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Telaah Pustaka 1. Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah sebuah studi interdisipliner yang dibangun diatas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi dan proses politik. Menurut Lucian Pye, antara komunikasi dan politik memiliki hubungan yang erat dan istimewa karena berada dalam kawasan (domain) politik dengan menempatkan komunikasi pada posisi yang sangat fundamental. Tanpa adanya suatu jaringan (komunikasi) yang mampu memperbesar (enlarging) dan melipatgandakan (magnifying) ucapan-ucapan dan pilihan-pilihan individual, tidak akan ada namanya politik (Cangara, 2009 : 16 ). Sesuai etimologinya, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Walaupun setiap orang yang menyuarakan pesan bermuatan politik dapat disebut sebagai komunikator politik, namun yang bertindak sebagai komunikator utama di sini adalah para pemimpin politik atau pejabat pemerintah karena merekalah yang aktif menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis mereka. Mereka adalah pols, yakni politisi yang hidupnya dari manipulasi komunikasi, dan vols, yakni warganegara yang aktif dalam politik secara part timer ataupun sukarela (http://romeltea.com/komunikasipolitik).
Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar soal kenaikan BBM, merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR. Konsep, strategi, dan teknik kampanye, propaganda, dan opini publik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi politik. Ada banyak definisi mengenai komunikasi politik, salah satu yang cukup gamblang dikemukakan Astrid D. Soesanto (1986), bahwa komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan pada pencapaian pengaruh sedemikian rupa sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik (Ardial, 2009 : 28). Dengan demikian, melalui kegiatan komunikasi politik terjadi pengaitan masyarakat sosial dengan lingkup negara sehingga komunikasi politik merupakan sarana untuk pendidikan politik/kesadaran warga dalam hubungan kenegaraan. Sedangkan pakar ilmu politik, seperti Almond dan Powell (1966) menempatkan komunikasi politik sebagai fungsi politik, bersama-sama dengan fungsi artikulasi, sosialisasi, dan rekruitmen yang terdapat dalam sistem politik tertentu. Menurut kedua pakar tersebut, komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi kelangsungan fungsi-fungsi yang lain (Ardial, 2009 : 28). Dari perspektif berbeda, Nimmo juga memberi rumusan mengenai komunikasi politik. Dengan memandang inti komunikasi komunikasi sebagai proses interaksi sosial dan inti politik sebagai konflik
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sosial, Nimmo merumuskan komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang bersifat politis atas dasar konsekuensi aktual dan potensial, yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik (Nimmo, 1999 : 9). Sebagai suatu proses, komunikasi politik dapat dipahami dengan melibatkan setidaknya lima unsur, yakni pelibat (aktor atau partisipan), pesan, saluran, situasi atau konteks, dan pengaruh atau efek (Pawito, 2009 : 6). a. Pelibat (Aktor Komunikasi Politik) Aktor komunikasi politik adalah semua pihak yang terlibat atau mengambil peran dalam proses penyampaian (komunikator politik) dan penerimaan pesan (komunikan). Aktor komunikasi politik dapat berupa individu/perseorangan,
kelompok,
organisasi,
lembaga,
maupun
pemerintah. Bapak-bapak yang tengah melakukan kegiatan siskamling sembari membicarakan pemilukada yang sebentar lagi akan berlangsung dapat dikatakan sebagai aktor komunikasi politik, begitu pula pemerintah yang memberikan pengumuman mengenai kenaikan tarif dasar listrik (TDL). b. Pesan Politik Suatu komunikasi dapat dikatakan sebagai komunikasi politik apabila pesan yang saling dipertukarkan oleh aktor atau partisipan memiliki signifikasi dengan politik, setidaknya sampai tingkat tertentu. Artinya, karakter dan pesan komunikasi tersebut memiliki keterikatan dengan politik. Kata politik mengandung pengertian tentang segala sesuatu yang menyangkut kepentingan penjatahan sumber daya publik. Pidato politik, undang-undang pemilu, pernyataan politik, siaran radio dan televisi yang
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berisi muatan politik, iklan politik, debat politik, dan propaganda dapat dikategorikan sebagai pesan politik. c. Saluran atau Media Politik Saluran atau media politik adalah alat atau sarana yang dipergunakan oleh para komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya, misalnya media massa baik cetak maupun elektronik, media format kecil (leaflet, pamphlet, poster, brosur, stiker, buletin), media luar ruang (baliho, spanduk, reklame, bendera, kaos oblong), saluran komunikasi kelompok, saluran komunikasi antarpribadi, dan saluran komunikasi sosial. d. Situasi atau Konteks Situasi
atau
konteks
komunikasi
politik
adalah
keadaan
dan
kecenderungan lingkungan yang melingkupi proses komunikasi politik. Atau dalam arti luas, situasi atau konteks pada dasarnya adalah sistem politik di mana
komunikasi politik
berlangsung dengan segala
keterikatannya dengan nilai-nilai, baik filsafat, ideologi, sejarah, ataupun budaya. e. Pengaruh atau efek Komunikasi Politik Pertukaran pesan yang terjadi di antara aktor komunikasi politik yang kemudian direspon oleh pihak-pihak terkait atau yang memiliki kepentingan dapat dikatakan membawa pengaruh (efek). Pengaruh dapat berupa perubahan situasi yang sama sebagaimana dikehendaki oleh pemberi pesan, tidak terjadi perubahan apa-apa, dan mungkin dapat berupa situasi yang lebih buruk lagi.
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan dalam tatanan penyelenggaraan sebuah pemerintahan negara, komunikasi politik mempunyai dua fungsi yang secara garis besar terbagi dalam dua macam situasi, yaitu: a. Fungsi komunikasi politik yang ada pada struktur pemerintahan (suprastruktur politik) atau disebut pula dengan istilah the government political sphere. Pada fungsi ini, komunikasi politik berisikan informasi yang menyangkut seluruh kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Isi komunikasi ditujukan pada upaya mewujudkan loyalitas dan integritas nasional untuk mencapai tujuan negara yang lebih luas. Komunikasi yang berada pada suprastruktur berisikan antara lain: 1. Seluruh kebijakan yang menyangkut kepentingan umum. 2. Upaya meningkatkan loyalitas dan integritas nasional. 3. Motivasi dalam menumbuhkan dinamika dan integritas mental dalam segala bidang kehidupan yang menuju pada sikap perbaikan dan modernisasi. 4. Peraturan dan perundang-undangan untuk menjaga ketertiban dan keharmonisan dalam hidup bernegara. b. Fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik) yang disebut pula dengan istilah the sociopolitical sphere. Komunikasi politik yang berada pada struktur masyarakat dapat dilihat dari fungsi agregasi kepentingan dan artikulasi kepentingan. Agregasi kepentingan merupakan proses penggabungan kepentingan untuk kemudian dirumuskan dan disalurkan kepada pemerintah selaku pemegang
commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kekuasaan, untuk dijadikan kebijaksanaan umum (policy). Sedangkan artikulasi kepentingan adalah proses sintesis aspirasi-aspirasi masyarakat sebagai anggota kelompok, yang berupa ide dan pendapat untuk kemudian dijadikan pola dan program politik (Ardial, 2009 : 39). Fungsi yang telah dikemukakan di atas tentu sangat mendukung berbagai bentuk kegiatan komunikasi politik. Menurut Arifin (2003 : 85-104), bentuk kegiatan komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan diterapkan para politikus, aktivis dan komunikator politik lain adalah sebagai berikut : a. Retorika Politik Retorika berasal dari bahasa Yunani rhetorica, yang berarti seni berbicara.
Retorika
menurut
Plato
adalah
kemampuan
untuk
mempengaruhi jiwa manusia secara positif kearah kebenaran. Plato menekankan bahwa orator atau komunikator dalam mengucapkan kata atau kalimat, baik secara implisit maupun eksplisit senantiasa harus berpedoman pada dasar-dasar yang di dalamnya terdapat kebenaran dan kebajikan. Sedangkan Aristoteles dalam karyanya Retorika, membagi retorika politik ke dalam tiga jenis, yaitu retorika diliberatif, retorika forensik, dan retorika demonstratif. Retorika diliberatif dirancang untuk mempengaruhi khalayak dalam kebijakan pemerintah di mana pembicaraan difokuskan pada
keuntungan
dan
kerugian
jika
kebijakan
diputuskan
dan
dilaksanakan. Retorika forensik adalah retorika yang berkaitan dengan pengadilan. Fokus pembicaraan pada masa lalu yang berkaitan dengan
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keputusan pengadilan. Sedangkan retorika demonstratif adalah retorika yang mengembangkan wacana, dapat memuji atau menghujat. Retorika politik
pada
umumnya
menerapkan
retorika
demonstratif
untuk
mempengaruhi khalayak. b. Agitasi Politik Agitasi berasal dari bahasa Latin agitare (bergerak, menggerakkan) atau dalam bahasa Inggris yaitu agitation. Menurut Herbert Blumer (1969) agitasi adalah beroperasi untuk membangkitkan rakyat ke gerakan tertentu terutama gerakan politik. Dengan kata lain, agitasi adalah upaya menggerakkan massa dengan lisan atau tulisan, dengan cara merangsang dan membangkitkan emosi khalayak. Agitasi menurut Blumer dimulai dengan cara membuat kontradiksi dalam masyarakat dan menggerakkan khalayak untuk menentang kenyataan hidup yang dialami selama ini (penuh penderitaan dan ketidakpastian), dengan tujuan menimbulkan kegelisahan di kalangan massa. Kemudian massa digerakkan untuk mendukung gagasan baru atau ideologi baru dengan menciptakan keadaan yang baru. c. Propaganda Politik Propaganda yang berasal dari bahasa Latin propagare (menyemai tunas tanaman) merupakan salah satu bentuk kegiatan komunikasi politik yang dilakukan secara terencana dan sistemik, untuk tujuan mempengaruhi seseorang atau kelompok orang, khalayak, atau komunitas yang lebih besar (bangsa) agar melaksanakan atau menganut ide (ideologi, gagasan,
commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sampai sikap) atau kegiatan tertentu dengan kesadarannya sendiri tanpa merasa dipaksa/terpaksa. Beberapa teknik propaganda yang sudah lama dikenal antara lain: 1. Penjulukan (name calling), yaitu memberi nama jelek kepada pihak lain. 2. Iming-iming (glittering generalities), yaitu menggunakan kata-kata yang muluk, slogan-slogan, dan memutarbalikkan fakta. 3. Transfer, yaitu melakukan identifikasi dengan lambang-lambang otoritas. 4. Testimonial, yaitu pengulangan ucapan orang yang dihormati atau dibenci untuk mempromosikan atau meremehkan suatu maksud. 5. Merakyat (plain foks), yaitu menempatkan diri sebagai bagian dari rakyat. 6. Menumpuk kartu (card stacking), yaitu memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan logis. 7. Gerobak musik (bandwagon), yaitu mendorong khalayak untuk bersama-sama
orang
banyak
bergerak
mencapai
tujuan
atau
kemenangan yang pasti. Dengan beragam teknik seperti diatas, propaganda politik dipandang sebagai bentuk kegiatan komunikasi politik yang berbahaya bagi kemanusiaan. Itulah sebabnya, di negara demokrasi kegiatan propaganda politik sangat tidak disukai, bahkan ditolak dengan cara mengembangkan kegiatan yang lain seperti public relations politik dan penerangan.
commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Public Relations Politik Public relations adalah usaha atau kegiatan untuk mengadakan hubungan dengan masyarakat oleh badan/ organisasi secara sadar dan sistemis. Kegiatan public relations menunjukkan ciri demokrasi, dengan faktor tekanan pada komunikasi timbal balik, dan memberi penghargaan kepada khalayak atau masyarakat. Khalayak tidak hanya dipandang sebagai objek semata melainkan juga subjek. Jadi, public relations politik bukan hanya mempengaruhi pendapat umum, tetapi juga memupuk pendapat umum yang sudah terbangun, artinya memelihara tindakantindakan terhadap pendapat tersebut. Dalam komunikasi politik, usaha membentuk atau membina citra dan pendapat umum yang positif dilakukan dengan persuasif positif, yaitu dengan metode komunikasi dua arah dalam arti menghargai pendapat dan keinginan khalayak. e. Kampanye Politik Kotler dan Roberto (1989) mendefinisikan kampanye sebagai berikut : “Campaign is an organized effort conducted by one group (to change agent) which intends to persuade others (the target adopters), to accept, to modify, or abandon certain ideas, atitudes, practices and behavior.” [Kampanye adalah sebuah upaya yang dikelola oleh satu kelompok (agen perubahan) yang ditujukan untuk mempersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap, dan perilaku tertentu (Cangara, 2009 : 284)] Kampanye merupakan salah satu kegiatan komunikasi politik yang paling semarak dan melibatkan banyak orang. Kegiatan ini biasanya
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilakukan menjelang pemilihan umum, baik pemilu legislatif, presiden, maupun pemilihan kepala daerah (pemilukada). Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang atau organisasi politik dalam suatu kurun waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari rakyat. Salah satu jenis kampanye yang digunakan adalah kampanye massa, yaitu kampanye politik yang ditujukan kepada massa (orang bnayak), yang dilakukan baik melalui hubungan tatap muka maupun dengan menggunkan berbagai media, seperti surat kabar, radio, televisi, film, spanduk, baliho, poster, pamphlet, serta melalui medium internet. Penyampaian pesan politik kepada massa, merupakan bentuk kampanye yang handal. Selain kampanye massa, dikenal pula kampanye tatap muka atau kampanye antarpersona (interpersonal), yaitu kampanye yang dilakukan tanpa media perantara. Kandidat bertemu langsung dengan para calon pemilih, melakukan dialog, bersalaman, dan bercanda. Hubungan tatap muka dapat dilangsungkan baik secara formal maupun informal. f. Lobi Politik Lobi politik merupakan forum pembicaraan politik yang bersifat dialogis. Dalam lobi politik, pengaruh pribadi seperti kom-petensi, penguasaaan masalah, jabatan, dan kepribadian (kharisma) politikus amat penting, karena lobi politik merupakan gelanggang terpenting pembicaraan para politikus atau kader partai politik tentang kekuasaan, pengaruh, otoritas, konflik, dan konsensus.
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Dan Nimmo, karakteristik percakapan politik dalam lobi politik antara lain adalah koorientasi, yaitu orang saling bertukar pandangan tentang suatu masalah. Dalam pertukaran pandangan itu diperlukan kemampuan negosiasi karena pesan politik yang ingin disampaikan memiliki dimensi isi maupun dimensi hubungan yang memerlukan kesepakatan. Beragam bentuk kegiatan komunikasi politik yang dilakukan semuanya mengarah pada tujuan-tujuan politik yang hendak dicapai. Tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan komunikator politik. Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka tujuan komunikasi politik ada kalanya hanya sekadar penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik, pembentukan pendapat umum (public opinion) dan bisa pula mengahandel pendapat atau tuduhan lawan politik. Dalam pemilihan umum legislatif, presiden maupun pemilihan kepala daerah (pemilukada), komunikasi politik bertujuan untuk menarik simpati khalayak dalam rangka menggalang sebanyak-banyaknya suara rakyat sebagai modal utama kemenangan kandidat calon. Dampak komunikasi politik yang dapat diukur adalah hasil pemungutan suara dalam pemilu dan pemilukada. Kegiatan pemilu dan pemilukada yang berkaitan langsung dengan komunikasi politik adalah kampanye
dan
pemungutan
suara.
Kampanye
adalah
usaha
untuk
mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa), dengan menggunakan
commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
saluran-saluran antara lain komunikasi antar pribadi, iklan politik, kampanye terbuka, dan komunikasi massa. Berdasarkan beberapa temuan penelitian, kampanye ternyata tidak membawa pengaruh cukup penting dalam pemberian suara, melainkan ikatan afektif atau hubungan emosional khalayak kepada partai atau kandidat tertentu yang lebih berpengaruh (Ardial, 2009 : 69). Namun diungkapkan bahwa ternyata orang yang memberikan suara dalam pemilu adalah mereka yang terkena komunikasi politik persuasif. Sedang yang paling mudah dipengaruhi oleh kampanye politik adalah mereka yang kurang minatnya terhadap politik. Persoalan yang paling esensial dalam komunikasi politik adalah bagaimana para politikus yang menjadi komunikator politik memanfaatkan saluran-saluran komunikasi politik untuk membentuk citra dan opini public yang baik dan positif tentang dirinya. Penggunaan saluran komunikasi tersebut penting untuk memperoleh dukungan massa. Saluran komunikasi itu lebih dari sekadar titik sambungan, tetapi terdiri atas pengertian bersama tentang siapa dapat berbicara kepada siapa, mengenai apa, dalam keadaan seperti apa, dan sejauh mana dapat dipercaya. Saluran komunikasi politik yang kerap digunakan untuk menggalang dukungan antara lain dengan menggunakan komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi.
2. Komunikasi Massa Komunikasi massa merupakan salah satu saluran komunikasi, di samping komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi, dan komunikasi publik. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan
commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
oleh para ahli. Ada yang menilai dari segmen khalayaknya, dari segi medianya, ada pula yang melihat dari sifat pesannya. Tetapi, dari sekian banyak definisi itu ada sebuah benang merah kesamaan definisi satu dengan yang lain. Pada dasarnya, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Dalam konteks ini, media massa yang dimaksud adalah media massa yang dihasilkan oleh teknologi modern, bukan media tradisional seperti kentongan, gamelan, dan lain-lain (Nurudin, 2003 : 2). Definisi lebih lengkap dikemukakan oleh Joseph A. DeVito dalam bukunya Communicology: An Introduction to the Study of Communicatio, sebagai berikut: “First, mass communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television, rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/ or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by it forms: television, radio, newspapers, magazines, films, books, and tapes” [Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita (Effendy, 2004 : 21)] Senada dengan DeVito, Littlejohn (2002 : 303) memberikan definisi yang hampir serupa, yakni:
commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Mass communication is the process whereby media organization produce and transmit message to large publics and the process by which those messages are sought, used, understood, and influenced by audiences” [Komunikasi massa adalah proses di mana organisasi-organisasi media memproduksi dan menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak luas dan proses di mana pesan-pesan dicari, digunakan, dipahami, dan dipengaruhi oleh khalayak (Pawito, 2007 : 16)] Seperti dikatakan DeVito, komunikasi massa ditujukan kepada massa melalui media massa, dikaitkan dengan pendapat Littlejohn bahwa komunikasi adalah proses media memproduksi dan menyampaikan pesan kepada massa, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut : a. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga. Komunikator bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang yang tergabung dari berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, simbol, dan lambang agar menjadi sebuah pesan yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi. b. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen. Komunikan mempunyai heterogenitas dalam komposisi atau susunan-nya. Misalnya, program televisi satu dengan yang lainnya memiliki penonton yang berbeda-beda, baik menurut usia, jenis kelamin, status sosial, agama, maupun jabatan. Antar komunikan bisa jadi tidak saling mengenal satu sama lain karena tidak adanya interaksi apapun diantara mereka.
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Pesannya bersifat umum. Pesan tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyara-kat tertentu, melainkan ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan tidak boleh bersifat khusus dalam artian sengaja ditujukan untuk satu golongan tertentu. d. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Serempak di sini berarti khalayak bisa memperoleh pesan media massa di waktu hampir bersamaan. Namun, bersamaan ini sifatnya juga relatif. Misalnya surat kabar bisa dibaca di kota tempat terbitnya jam 5 pagi, sementara di luar kota baru bisa dibaca jam 6 pagi. e. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (televisi dan radio), perangkat komputer, modem, dan jaringan satelit untuk media internet, serta peralatan percetakan untuk surat kabar, majalah, poster, dan media cetak lainnya. f. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper. Gatekeeper atau yang sering disebut penyaring informasi/ palang pintu/ penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhana-kan, dan mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Selain itu ia juga berperan
dalam
menginterpretasi-kan
pesan,
menganalisis,
serta
menambah data-data yang kurang. Yang termasuk gatekeeper antara lain
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
reporter, editor film/ surat kabar/ buku, manajer pemberitaan, kameramen, sutradara, dan lembaga sensor film (Nurudin, 2003 : 16 - 30). Bennett (2003) telah mengidentifikasi perubahan yang dimudahkan oleh adanya teknologi komunikasi massa di bidang komunikasi politik. Menurutnya, pemberitaan dalam saluran media massa merupakan perjuangan kuat mengubah standar penjagaan sehubungan dengan adanya permintaaan muatan interaktif oleh audiens. “Mass media news outlets are struggling mightily with changing gatekeeping standards due to demands for interactive content produced by audiences themselves. Ordinary people are empowered to report on their political experiences while being held to high standards of information quality and community values. In the long run, these trends maybe the most revolutionary aspects of the new media environment”. (Manuel Castells, 2007 : 19). Sedangkan Ball-Rokeach (1998 : 17) memandang kekuatan media massa dalam masyarakat modern berlandaskan pada hubungan asimetris antara individu dan sistem media. Individu dan jaringan antarpribadi tidak mengatur sumber daya tersebut, yang secara langsung mempengaruhi kesejahteraan sistem media. Sistem media menggunakan kontrol sumber daya yang secara langsung mempengaruhi tujuan individu dan jaringan antarpribadi selayaknya pemahaman atau orientasi. Asimetri ini terjadi terutama pada periode perubahan sosial atau terjadi konflik dramatis ketika tumbuh permintaan akan informasi. “The power of mass media in modern society is based on an asymmetrical relationship between individuals and the media system. Individuals and interpersonal networks do not control those resources, which directly affect the welfare of the media system. The media system exerts control over the resources that directly affect the goals of individuals and interpersonal networks as regards understanding or
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
orientation. This asymmetry particularly occurs in periods of social change or dramatic conflicts when there is a growing demand for information”. (Nikolaus Georg Edmund Jackob, 2010 : 3). Dalam konteks politik modern, media massa bukan hanya menjadi bagian yang integral dari politik, melainkan juga memiliki posisi yang sentral dalam politik. Media massa merupakan saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik dikarenakan sifatnya yang dapat mengangkut pesan-pesan secara massif, salah satunya pada saat periode pemilihan. Pada periode ini, posisi media massa sangat istimewa
dikarenakan
tingkat
konsumsinya
cenderung
mengalami
peningkatan. Hal ini dipicu lantaran pemilih ingin mengetahui pandangan atau penilaian mengenai kandidat atau partai politik, ingin memperoleh referensi mengenai prediksi-prediksi, baik berkenaan dengan pemilihan maupun politik dalam arti yang lebih luas, serta ingin memperoleh informasi mengenai berbagai hal dari sumber-sumber yang lebih kompeten (Pawito, 2009 : 173). Beragam studi yang dilakukan terkait pengaruh media massa terhadap pemilih telah menghasilkan beberapa teori diantaranya model dampak terbatas, (limited effects model) dan model dampak yang kuat (the powerfull effects model). Model dampak terbatas bermakna komunikasi massa pada umumnya mempunyai dampak kecil, yakni sebatas memberikan pengaruh terhadap penumbuhan pengetahuan, penguatan sikap, keyakinan, dan predisposisi khalayak sebelumnya (Pawito, 2009 : 178). Kebalikannya, model dampak kuat menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, media massa bisa mempunyai dampak yang signifikan pada sejumlah besar orang. Pengaruhnya bersifat langsung dan kuat terhadap pemilih (Wijaya, 2009 : 52).
commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Komunikasi Interpersonal Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat. Menurut Theodorson (1969), komunikasi adalah proses pengalihan informasi dari satu atau sekelompok orang kepada satu atau sekelompok orang lainnya dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Proses pengalihan informasi tersebut selalu mengandung pengaruh tertentu. Pengaruh tersebut merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada gilirannya membentuk proses sosial. Di sinilah letak keunikan komunikasi antarpribadi, yakni selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang kemudian
mengakibatkan
keterpengaruhan.
Benar
seperti
apa
yang
diungkapkan DeVito (1976), bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik secara langsung (Liliweri, 1997 : 11). Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dengan individu lain di mana lambanglambang pesan paling efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa (Pawito, 2007 : 2). Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan, di dalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language), seperti tersenyum, tertawa, menggeleng, atau menganggukkan kepala. Effendy (1986b) mengemukakan juga bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seseorang komunikator dengan seorang komunikan yang dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia dikarenakan prosesnya yang bersifat
commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dialogis (Liliweri, 1997:12). Sifat dialogis ini ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung, sehingga komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya. Begitu seterusnya hingga tercapai kesepahaman (mutual understanding) diantara keduanya. Komunikasi antarpribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face). Sebagian komunikasi antarpribadi memang memiliki tujuan, misalnya seseorang datang untuk meminta saran atau pendapat kepada orang lain. Akan tetapi, komunikasi antar pribadi dapat juga terjadi relatif tanpa tujuan atau maksud tertentu yang jelas, misalnya ketika seseorang bertemu dengan kawannya di jalan kemudian mereka bercakap-cakap dan bercanda (Pawito, 1997 : 2). Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi kelompok kecil (small group communication). Komunikasi diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut R. Wayne Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana yang besahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam, dan lebih personal, sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan yang lainnya pada posisi menjawab. Sementara komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnnya (Cangara, 2005 : 32). Berdasarkan pengertian dan sifat yang dimiliki tersebut, terdapat beberapa ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dengan komunikasi massa dan komunikasi kelompok. Reardon (1987) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai enam ciri sebagai berikut : a. Dilaksanakan atas dorongan berbagai faktor. b. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja. c. Kerapkali berbalas-balasan. d. Mengisyaratkan hubungan antarpribadi antara paling sedikit dua orang. e. Berlangsung dalam suasana bebas, bervariasi, dan berpengaruh. f. Menggunakan pelbagai lambang yang bermakna (Liliweri, 1997 : 13). Sementara Everet M. Rogers menyebutkan beberapa ciri komunikasi antar pribadi yaitu : a. Arus pesan cenderung dua arah. b. Konteks komunikasi adalah tatap muka. c. Tingkat umpan balik tinggi. d. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas (terutama “selectivity exposure” sangat tinggi). e. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban. f. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap (Liliweri, 1997 : 13).
commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Iklan Politik Media Luar Ruang Kemunculan iklan media luar ruang pada periode pemilihan di Indonesia bak jamur di musim hujan, khususnya pada pemilihan di tingkat lokal/daerah di mana pemasangan iklan melalui media televisi tergolong minim. Ruang publik, jalan-jalan protokol, dinding rumah, batang pohon, gardu listrik dan tempat-tempat strategis lainnya dipenuhi oleh reklame, baliho, spanduk, dan poster yang merupakan atribut kampanye kandidat calon. Cara ini dipandang
strategis bagi kandidat calon untuk memperkenalkan diri dan mengkomunikasikan pesan-pesan, ide, serta program kerja mereka kepada para calon pemilih, sehingga pada gilirannya upaya untuk menggalang dukungan pemilih yang diwujudkan dalam bentuk pemberian suara dalam pemilihan pun dapat tercapai. Bolland mendefinisikan iklan sebagai bentuk pembayaran yang dilakukan untuk membeli tempat atau ruang dalam menyampaikan pesanpesan atau institisi dalam media. Oleh karena itu, iklan politik didefinisikan sebagai “Political advertising refers to the purchase and the use of advertising space, paid for at commercial rates, in order to transmit political message to a mass audience”. Sementara media yang biasa digunakan adalah bioskop, billboard (baliho), surat kabar, radio, dan televisi (Cangara, 2009 : 345). Robert Baukus dalam Combs (1993) membagi iklan politik menjadi empat macam, yakni : a. Iklan serangan, yang ditujukan untuk mendeskreditkan lawan. b. Iklan argumen, yang memperlihatkan kemampuan para kandidat untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi.
commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Iklan ID, yang memberi pemahaman mengenai siapa sang kandidat kepada pemilih. d. Iklan resolusi, di mana para kandidat menyimpulkan pemikiran mereka untuk para pemilih (Cangara, 2009 : 346). Pemakaian media luar ruang untuk menyampaikan iklan politik didasari oleh pertimbangan bahwa media ini memiliki karakteristik yang tidak dimiliki media lainnya, antara lain memiliki kemampuan tinggi sebagai pengingat khalayak terhadap kandidat yang diiklankan. Selain tentunya fleksibel secara geografis, dalam artian dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya sesuai dengan kebutuhan. Selan faktor lokasi atau penempatan, efektivitas pemakaian media luar ruang sebagai salah satu saluran komunikasi politik ditentukan oleh berbagai faktor seperti : a. Jangkauan Kemampuan media menjangkau khalayak sasaran bersifat lokal, artinya hanya mampu menjangkau daerah sekitarnya saja. b. Frekuensi Pada media luar ruang, frekuensi telah berubah menjadi repetisi, yakni melihat pesan yang sama pada saat masih ingat. Ini terjadi karena khalayak sasaran melihat pesan iklan tersebut setiap hari, bahkan beberapa kali dalam sehari. c. Kontinuitas Media luar ruang memiliki kesinambungan yang baik mengingat lokasinya yang tetap.
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Ukuran Media luar ruang, khususnya yang berukuran besar seperti reklame dan baliho memiliki kemampuan untuk tampil secara mencolok dan tibatiba. Dengan ukuran besar, media tersebut mampu meyakinkan khalayak bahwa produk pemilu (kandidat calon) benar-benar baik karena diiklankan secara serius, mahal, dan bonafide. e. Warna Media luar ruang sangat membantu menampilkan gambar produk pemilu (kandidat calon) dalam tata warna hingga mampu tampil sesuai aslinya. Dan apabila dipadu dengan ukuran yang besar, media ini mampu menciptakan smash impact yang kuat sekali. Selain itu, warna juga mencerminkan identitas. Sebagai contoh, dominasi warna merah menyala pada iklan media luar ruang kandidat calon merupakan penanda bahwa ia diusung oleh PDI Perjuangan, begitu pula warna biru yang mewakili Partai Demokrat. f. Pengaruh Karena media luar ruang menghadapi khalayak sasaran yang hampir tidak memiliki kesempatan membaca saat berkendara, maka media ini harus mudah dibaca. Pesan harus singkat dan ditampilkan secara jelas serta harus dapat dibaca setidaknya dalam waktu tujuh detik (diadaptasi dari Kasali, 1992 : 139). Penelitian tentang pengaruh iklan terhadap pemilih pernah dilakukan Hofstetter dan Buss (1980) yang menemukan bahwa eksposure iklan
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kampanye pada menit-menit terakhir cenderung berpengaruh terhadap keputusan memilih. Sementara Rothschild dan Ray (1974) menyatakan bahwa iklan kampanye cenderung berpengaruh di kalangan orang-orang yang memiliki keterlibatan rendah dalam lingkungan politiknya (Pawito, 2009 : 196).
5. Perilaku Memilih Perilaku memilih (voting behaviour) dalam pemilu merupakan salah satu bentuk perilaku politik (political behaviour). Perilaku politik merupakan perilaku yang dapat dipahami sebagai perbuatan, kelakuan, atau tindakan, dan juga aksi yang dijalankan individu atau kelompok atau masyarakat sebagai respon terhadap stimulan atau lingkungan politik tertentu, terutama berkenaan dengan distribusi dan pemanfaatan kekuasaan dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara yang sering muncul dalam berbagai bentuk. Studi perilaku memilih menurut Jack C. Plano (1985 : 280) adalah studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan pilihan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mereka melakukan pilihan itu (Sofiah, 2003 : 18). Sementara itu, Bone dan Raney (1971 : 2-3) memberikan pandangan mengenai perilaku memilih sebagai berikut: “In most study of voting behavior….., voting behavior is pictured as having the two dimension. Preference…. Can be to measure his approval or disapproval of Democratic and Republican Parties, their perceived stands on issues, and teha personal quality of their candidate…. Activity has six main categories: organization activities, organization contributors, opinion leaders, voters, non voters, and apolitical (Sofiah, 2003 : 18).”
commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan dua pandangan di atas, perilaku memilih mengandung pengertian yakni tingkah laku atau atau tindakan seseorang dalam proses pemberian suara dalam penyelenggaraan pemilu serta latar belakang seseorang melakukan tindakan tersebut. Adapun tingkah laku atau tindakan tersebut meliputi preferensi (orientasi terhadap isu, orientasi terhadap kualitas personal kandidat, identifikasi partai), aktivitas (keterlibatan dalam partai politik tertentu, keterlibatan dalam setiap kampanye, kehadiran dalam pemungutan suara) dan pilihan terhadap salah satu partai politik atau kandidat tertentu. Untuk memahami perilaku memilih, ada tiga macam pendekatan yang biasa digunakan, yakni model sosiologi, model psikologi sosial, dan model pilihan rasional (Dieter Roth, 2008 : 23 - 54). 1. Pendekatan Sosiologis Pendekatan sosiologis atau yang disebut pula dengan pendekatan sosial struktural untuk menerangkan perilaku memilih secara logis terbagi atas model penjelasan mikrososiologis dan model penjelasan makrososiologis. Penjelasan mikrososiologis senantisa dikaitkan dengan sosiolog Paul F. Lazarfeld dan rekan sekerjanya Bernard Berelson dan Hazel Gaudet dari Columbia University, oleh karena itu model ini disebut juga mahzab Columbia. Sedangkan model penjelasan makrososiologis dari Seymour martin Lipset dan Stein Rokkan didasarkan atas pengamatan perilaku memilih menurut Lazarfeld. Model ini menelaah perilaku memilih di seluruh tingkatan atau lapisan masyarakat secara keseluruhan yang merupakan cikal bakal penjelasan mengenai terbentuknya sistem partai di Eropa Barat.
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dasar model penjelasan mikrososiologis atau mahzab Columbia berasal dari teori lingkaran sosial yang diformulasikan oleh Georg Simmel (1890). Menurut teori ini, setiap manusia terikat di dalam berbagai lingkaran sosial, contohnya keluarga, teman-teman, rekan kerja, dan lain-lain. Paul F. Lazarfeld menerapkan pola pikir ini kepada para pemilih. Seorang pemilih hidup dalam konteks tertentu, misal status ekonominya, agamanya, tempat tinggal, pekerjaan dan usia yang semuanya mendefinisikan lingkaran sosial yang mempengaruhi keputusan pemilih. Setiap lingkaran sosial memiliki normanya
tersendiri
dan
kepatuhan
terhadap
norma-norma
tersebut
menghasilkan integrasi. Konteks ini turut mengontrol perilaku individu dengan cara memberikan tekanan agar individu tersebut menyesuaikan diri, karena pada dasarnya setiap orang ingin hidup dengan tentram, tanpa bersitegang dengan lingkungan sosialnya. Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku memilih. Pengaruh terbesar berasal dari keluarga dan lingkungan rekan/ sahabat erat individu terkait. Berdasarkan tingginya relasi antara predisposisi politis sesuai struktur sosial dan keputusan yang diambil berkenaan dengan pemilu, mahzab Columbia sampai pada suatu kesimpulan: seseorang berpikir politis sebagaimana ia berpikir secara sosial. Karakteristik sosial menentukan kecenderungan politis (A person thinks politically as he is socially. Social characteristic determine political preference). Untuk menghindari konflik, tiap orang berusaha mempertahankan homogenitas sosialnya. Berelson, dkk berhasil menemukan suatu dasar bahwa
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
individu memilih teman-teman dan rekan yang memiliki pandangan politis yang kurang lebih sama. Namun, homogenitas lingkaran sosial ini jarang ditemukan dalam masyarakat modern sebab masyarakat ini memiliki mobilitas ruang dan sosial yang kuat sehingga cenderung mengakibatkan hilangnya hubungan-hubungan yang ada.
2. Pendekatan Psikologi Sosial Pendekatan Psikologi yang dikembangkan oleh sekelompok ahli ilmu sosial dari University of Michigan ini menjelaskan bahwa perilaku memilih masyarakat lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan psikologis yang berkembang dari dalam dirinya sendiri sebagai hasil proses sosialisasi politik. Persepsi dan penilaian pribadi mengenai sang kandidat berikut tema-tema yang diangkat sangat berpengaruh terhadap pilihan yang dijatuhkan (pengaruh jangka pendek). Selain itu, ‘keanggotaan psikologis’ dalam sebuah partai yang dapat diukur dalam bentuk identifikasi partai turut pula mempengaruhi pilihan pada saat pemilu (pengaruh jangka panjang). Pendekatan sosial psikologis berusaha menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku memilih melalui trias determinan, yakni identifikasi partai, orientasi terhadap kandidat dan orientasi terhadap isu/ tema. Sementara itu, faktor lainnya yang sudah ada terlebih dahulu (misalnya keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu) dianggap memberi pengaruh langsung terhadap perilaku memilih. Indentifikasi partai merupakan orientasi yang permanen, tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Namun apabila seseorang mengalami perubahan
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pribadi yang besar (misalnya menikah, pindah profesi atau tempat tinggal), atau situasi politik yang luar biasa (seperti krisis ekonomi dan perang), maka identifikasi partai ini dapat berubah. Dalam orientasi kandidat pun berlaku ketentuan semakin sering sang pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, maka semakin besar pula kemungkinan ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila posisi/ pandangan pemilih cocok dengan kandidat sebuah partai tertentu, maka semakin besar pula ia akan memilih kandidat tersebut. Sementara isu/ tema dapat mempengaruhi pemilih apabila mampu memenuhi tiga persyaratan dasar, yakni tema tersebut harus dapat ditangkap oleh pemilih, tema tersebut dianggap penting oleh pemilih, dan pemilih dapat menerima konsep pemecahan permasalahan yang ditawarkan partai atau kandidat. 3. Pendekatan Rasional Menurut pendekatan rasional, yang menentukan kemenangan partai atau kandidat dalam pemilu bukanlah ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional pemilih. Menurut V.O. Key (1966 : 61) dalam bukunya The Responsible Electorate, masing-masing pemilih menetapkan pilihannya secara retrospektif, yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan sudah baik bagi negara maupun negara ataukah justru sebaliknya (Roth, 2008 : 48). Penilaian ini juga dipengaruhi oleh pemerintahan di masa lampau. Apabila hasil penilaian kinerja pemerintah yang berkuasa positif, maka
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mereka akan dipilih kembali. Begitupun sebaliknya, hasil penilaian yang negatif tidak akan memberikan kesempatan kedua bagi pemerintahan tersebut untuk dipilih kembali. Salah satu teori klasik pendekatan rasional dikemukakan Anthony Downs. Menurutnya, pemilih yang rasional senantiasa mendahulukan kepentingannya sendiri di atas kepentingan orang lain, atau istilahnya selfinterest axiom. Manusia bertindak egois untuk mengoptimalkan kesejahteraan material mereka. Apabila hal ini diterapkan pada perilaku memilih, maka pemilih yang rasional akan memilih partai atau kandidat yang paling menjanjikan keuntungan bagi dirinya. Pemilih tidak terlalu tertarik pada konsep politis sebuah partai, melainkan pada keuntungan terbesar yang ia dapat apabila partai atau kandidat menduduki pemerintahan. Dalam konteks pemilih Indonesia, Pawito menggolongkan perilaku memilih menjadi empat golongan, yaitu pemilih yang sekedar memberikan suara dalam pemilihan sebagai wujud partisipasi politik, pemilih partisan, pemilih rasional, dan golongan tidak memilih (golongan putih atau golput) (Pawito, 2009 : 180). Golongan pertama, pemilih yang sekedar ikut memberikan suara, biasanya adalah pemilih yang tidak memiliki cukup referensi tentang politik, pemilu, kandidat, dan partai. Pada umumnya mereka tidak banyak mengetahui, sering pula tidak mau tahu tentang politik dan kandidat, termasuk platform serta program-program kerja yang diusung. Partisipasi golongan ini dalam pemilu seperti layaknya just to celebrate the election, karena mirip dengan kehadiran pada upacara bendera.
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Golongan kedua, pemilih partisan adalah kelompok pemilih yang memiliki keberpihakan kuat terhadap partai atau kandidat tertentu karena berbagai alasan. Kandidat, tim sukses, maupun kader partai dengan sendirinya akan memberikan suara kepada dirinya sendiri atau partai yang bersangkutan. Selain itu, adanya persamaan ideologis, tradisi, dan ikatan sosio-kultural termasuk agama dan etnik, dapat menjadi pengikat seseorang untuk memberikan suara kepada partai atau kandidat tertentu. Kemudian golongan ketiga, pemilih rasional, terdiri dari orang-orang yang
relatif tidak memiliki ikatan keluarga, ideologis, dan sosio-kultural
dengan partai atau kandidat manapun. Mereka dapat mengambil keputusan yang logis dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang ada demi kepentingan umum. Kelompok ini cenderung aktif mencari informasi mengenai politik maupun pemilu, memiliki pengetahuan relatif luas mengenai partai dan kandidat yang sedang berkompetisi, serta mampu membuat analisisanalisis perbandingan di anatra partai maupun kandidat. Pada dasarnya, tipikal pemilih seperti ini benar-benar bebas (independen) dari kepentingan golongan dalam mengambil keputusan. Sedangkan untuk golongan yang sengaja tidak mau memberikan suaranya dalam pemilu (golput), dalam konteks pemilu 1999 dan 2004, sebenarnya banyak berasal dari orang-orang yang memiliki pengetahuan dan kesadaran politik relatif tinggi. Akan tetapi, mereka tidak puas dengan keadaan yang ada, baik menyangkut sistem dan mekanisme pemilihan, partai politik, maupun kandidat yang berkompetisi, sehingga dengan kesadaran penuh memilih untuk tidak memberikan suaranya dalam pemilu.
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Masyarakat Transisi Salah satu karakteristik masyarakat Indonesia adalah masyarakat transisi, yaitu masyarakat yang tengah beranjak dari keadaan tradisional menuju pada kondisi yang lebih modern. J. Useem dan R.H Useem (1968 : 144) mengistilahkan masyarakat transisi dengan modernizing society. Masyarakat seperti ini berbeda dari traditional society (masyarakat tradisional) dan modern society (masyarakat modern). Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang mencoba mengekalkan nilai-nilai tradisi dari nenek moyang dengan cara mempraktikkan terus adat istiadat, upacara-upacara dan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku sejak jaman dulu. Sementara masyarakat modern merupakan masyarakat yang telah meninggalkan adat, tradisi, dan kebiasaan nenek moyang mereka dengan cara memungut simbol-simbol budaya dunia baru (http://hamah.socialgo.com/ magazine/read/kajian-kritis-tentang--transisi-masyarakat-tradisional-indonesia-da lam-budaya-konsumtif_15.html).
Masyarakat transisi, menurut J. Useem dan R. H. Useem adalah masyarakat yang sedang mencoba untuk membebaskan diri dari nilai-nilai masa lalu dan menggapai masa depan dengan terus-menerus membuat nilainilai baru. Masa transisi di Eropa misalnya, ditandai dengan mulai digunakannya teknologi mesin uap, alat fotografi dan listrik, yang bersamaan dengan terjadinya pergantian sistem monarki menjadi sistem demokrasi (Kusuma, 2008 : 20). Dalam masyarakat Indonesia, kemajuan teknologi dan informasi juga merupakan salah satu faktor pendorong perubahan pola kehidupan
commit to user 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat. Teknologi mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya teknologi, manusia dibantu mencapai tujuan-tujuan dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik, penguasaan dan penggunaan teknologi yang lebih maju adalah suatu keharusan. Semakin tinggi tingkat kemakmuran suatu masyarakat, semakin tinggi dan beraneka ragam pula teknologi yang harus dikuasai dan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Fred W. Riggs dalam bukunya Administration in Developing Countries, The Prismatic Society tahun 1964, menggambarkan masyarakat transisi sebagai masyarakat model prismatik, yaitu masyarakat peralihan (transisi) dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri. Masyarakat prismatik dapat dikatakan sebagai masyarakat campuran antara nilai tradisional dan proses modernisasi, di mana terjadi tumpang tindih (overlapping) diantara kedua nilai tersebut. Teori ini dikembangkan dengan berlandaskan filsafat teori positivisme, organisme, dan fenomenologis (Soelaiman, 1988 : 37). Paradigma masyarakat prismatik diilhami oleh teori optik tentang defraksi atau pembelokan cahaya. Teorinya adalah bahwa dalam setiap masyarakat, proses diferensiasi tidak terjadi secara tiba-tiba dan pada tingkat kecepatan yang sama. Riggs memberikan penjelasan mengenai hal ini dengan menggunakan konteks asli teori optik defraksi gelombang cahaya, yakni apabila seberkas cahaya putih datang pada permukaan sebuah prisma, maka arah jalar cahaya akan dibelokkan dengan sudut berlainan, atau dengan kata
commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lain mengalami deviasi. Besarnya deviasi tergantung pada sudut puncak prisma dan indeks bias prisma. Hal ini terjadi karena kecepatan jalar gelombang cahaya dalam kaca berbeda dengan kecepatan jalar cahaya di udara. Demikian juga harga indeks bias kaca, selain bergantung pada warna juga bergantung pada panjang gelombang. Jika suatu cahaya putih yang terdiri dari beberapa gelombang dengan berbagai harga panjang gelombang datang miring pada permukaan prisma, maka tiap warna akan dibelokkan dengan sudut yang berlainan. Peristiwa ini disebut dispersi atau penyebaran. Akan tetapi Riggs menyebut peristiwa dispersi dengan difracted atau memencar, karena kata ini secara teknis lebih tepat digunakan dalam arti kiasan. Lawan kata memencar adalah memusat (fused), ini digunakan Riggs dalam membeda-bedakan jenis masyarakat. Cahaya memusat dikiaskan sebagai masyarakat tradisional dan cahaya memencar dikiaskan untuk masyarakat modern.
Gambar 1.1 Dispersi cahaya putih menjadi cahaya dengan berbagai warna yang mempunyai harga panjang gelombang.
c v=c/a
Sumber : (Moenandar Soelaiman, 1988 : 39)
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 1.2 Berkas cahaya yang datang pada prisma akan mengalami pembelokan atau deviasi ke bawah
Sumber : (Moenandar Soelaiman, 1988 : 39)
Gambar 1.3 Masyarakat model prismatik, memusat, dan memencar
Memusat
Prismatik
Memencar
Sumber : (Moenandar Soelaiman, 1988 : 40) Sinar yang memusat terdiri dari semua frekuensi sebagaimana yang terdapat dalam sinar berwarna putih, sedangkan sinar yang membias memisahkan komponen frekuensi seperti dalam spektrum. Oleh Riggs, keadaan teori optik ini dikiaskan pada masyarakat, untuk membedakan
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat tradisional (memusat/ difused), masyarakat transisi (prismatik), dan masyarakat modern (memencar/ diffracted). Karakteristik masyarakat transisi dapat dipahami dengan melihat fenomena-fenomena sosial masyarakat seperti : a. Terjadinya tumpang tindih antara nilai-nilai tradisional dengan proses modern. Hal ini dipertegas oleh Riggs (1998) yang menyebutkan terjadi pola campuran antara nilai-nilai tradisional dengan proses modern. Di satu sisi nilai-nilai modern yang mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat desa untuk meninggalkan nilai-nilai tradisional, di sisi lain nilai-nilai tradisional yang positif harus bisa dipertahankan dan tidak dihilangkan, melainkan dikelola secara proporsional dan fungsional. Contohnya adalah nilai-nilai solidaritas pada masyarakat pedesaan di Jawa, yaitu tradisi soyo (membantu membangun atau merenovasi rumah tetangga tanpa dibayar upah), tradisi ngelayat (mendatangi keluarga tetangga yang ditimpa musibah meninggal), tradisi rewang (membantu tenaga tetangga yang punya hajatan), tradisi klontang (memberi sumbangan uang kepada tetangga yang ditimpa musibah kematian dimasukkan ke dalam kardus aqua atau kaleng), dan tradisi buwuh (memberikan
sumbangan
uang
pada
tetangga/
warga
yang
menyelenggarakan hajatan). b. Masyarakat menjadi heterogen, seperti tingkat pendidikan, perkerjaan, dan kepercayaannya.
commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
c. Terjadinya
digilib.uns.ac.id
pembangunan
perumahan
baru
yang
terkadang
bisa
menyebabkab terjadinya pertentangan antara nilai-nilai yang dibangun masyarakarat pendatang dengan masyarakat asli. Selain itu, hal ini dapat menjadi pemicu adanya kecemburuan sosial. d. Masyarakat transisi tinggal di kawasan yang terletak di pinggiran kota, di mana kawasan tersebut semakin tumbuh dan berkembang sebagai kawasan industri, perdagangan, dan perumahan yang membawa dampak positif, yakni memberikan kesempatan kerja non pertanian bagi masyarakat di wilayah tersebut dan sisi negatifnya terjadi konflik antara masyarakat asli dan pendatang. e. Masyarakat desa yang mengalami peralihan dari mata pencaharian di bidang agraris (pertanian) menuju mata pencaharian non pertanian (http://berkarya.um.ac.id/2010/02/konflik-dan-lunturnya-solidaritas-sosialmasyarakat-desa-transisi/).
Pola kehidupan masyarakat transisi pada dasarnya dapat dilihat sebagi akibat dari pertemuan pola kebudayaan yang berbeda, yaitu pola kebudayaan masyarakat tradisional/ agraris dan pola perangkat industri. Pertemuan dari dua pola kebudayaan tersebut melahirkan suatu perubahan, baik dilihat dari segi masyarakat agraris maupun dari perangkat industri. Perubahan yang dialami tersebut menuju ke arah terbentuknya masyarakat yang lebih majemuk dan beragam, baik suku bangsa, kebudayaan, agama, mata pencaharian, keahlian, dan pendidikan. Perubahan pola kehidupan ini dapat mempengaruhi struktur sosial masyarakat, proses pengambilan keputusan, maupun pola
commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komunikasi masyarakat setempat, termasuk di dalamnya yaitu komunikasi politik.
F. Review Penelitian Terdahulu Komunikasi politik adalah salah satu aspek paling berpengaruh dalam dunia politik. Begitu vital peranannya hingga komunikasi politik menjadi bidang kajian yang banyak diminati, baik oleh ilmuwan komunikasi maupun politik. Hasilnya, berbagai jenis penelitian telah dilakukan dan beberapa diantaranya berguna sebagai acuan dalam penelitian ini, termasuk di dalamnya penelitian mengenai masyarakat sebagi subjek maupun objek komunikasi politik. Review
penelitian
terdahulu
dapat
memberi
gambaran
dan
pengetahuan bagi peneliti dalam menjalankan penelitian ini. Penelitian terdahulu yang memiliki tema yang sama dan/atau hampir sama dengan penelitian kali ini, yaitu mengenai pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih dapat memberikan gambaran awal agar penelitian ini dapat memberikan nilai tambah bagi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Sofiah (2001) menjelaskan peranan terpaan kampanye pemilu melalui media televisi dalam membentuk perilaku memilih. Penelitian tersebut dilakukan di Kota Surakarta pada periode pemilihan 1999. Kajian mengenai terpaan kampanye pemilu melalui media televsi dan perilaku memilih dipandang sangat penting berkenaan dengan adanya pendapat ahli yang menyatakan bahwa keberhasilan sosialisasi politik pada akhirnya akan
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sangat bergantung pada terpaan media (media expossure) (Curran, 1979 : 5). Hasil penelitian Lasswell (1927), Charles R. Wright (1975), dan Patterson (1980) menunjukkan hasil bahwa media massa banyak memberikan kontribusi dalam kehidupan politik terutama dalam tahap pemungutan suara pada kegiatan pemilu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh hubungan antara terpaan kampanye pemilu melalui media televisi dengan perilaku memilih dan adakah hubungan antara sub-sub variabel terpaan kampanye pemilu melalui media televisi dengan perilaku memilih yang meliputi tingkat selektivitas terhadap tayangan kampanye, tingkat kesenjangan mengikuti tayangan kampanye, tingkat kemanfaatan mengikuti tayangan kampanye, tingkat keterlibatan dalam penggunaan media televisi, dan tingkat keyakinan terhadap materi kampanye. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksplanatori dengan metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh pemilih Pemilu 1999 di Surakarta, sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah multi stage cluster (Nazir, 1988 : 370) dengan jumlah sampel 188 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan angket, sementara validitas atau kesahihan diuji dengan korelasi Rank Spearman (Al-Rasyid, 1995 : 130) dan reliabilitas diuji dengan menggunakan metode belah dua melalui alat uji Spearman-Brown (Azwar, 1995 : 183). Teknik analisa data dilakukan secara kuantitatif melalui uji korelasi Rank Spearman yang dilanjutkan dengan uji Z (Al-Rasyid, 1995 : Loc Cit).
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari hasil analisis penelitian Sofiah yang menunjukkan adanya hubungan yang kecil antara variabel terpaan kampanye pemilu melalui televisi dengan perilaku memilih adalah indikasi dari rendahnya peranan terpaan kampanye
pemilu
melalui
televisi
dalam
mempengaruhi
keputusan
masyarakat Surakarta untuk menentukan pilihan terhadap partai politik tertentu pada pemilu 1999. Hal ini disebabkan oleh adanya fakta bahwa sebagian besar masyarakat belum memanfaatkan informasi yang diperoleh dari menonton acara kampanye pemilu sebagai bahan pijakan penentuan keputusan mereka pada saat pemungutan suara. Media televisi masih sebatas dimanfaatkan oleh masyarakat pemilih sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hiburan sedangkan hal yang berkenaan dengan pilihan mereka dalam pemilu cenderung bergantung pada afiliasi kelompok serta loyalitas pada partai lama yang diidentifikasi. Bagi penelitian kali ini, hasil penelitian Sofiah dapat memberikan gambaran awal bahwa salah satu saluran komunikasi politik yaitu komunikasi massa kurang berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih, khususnya bagi masyarakat perkotaan. Selain penelitian yang telah dijalankan oleh Sofiah, penelitian lain yang berkaitan dengan komunikasi politik dan perilaku memilih juga pernah dilakukan oleh Sri Herwindya Baskara Wijaya (2009). Berbeda dengan dengan penelitian Sofiah yang mengambil lokasi di perkotaan, penelitian Herwindya mengambil lokasi di daerah pedesaan, tepatnya di Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali, dengan studi kasus pada Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat partisipasi politik masyarakat pedesaan di Kecamatan
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Karanggede Kabupaten Boyolali dalam Pilgub Jateng 2008, sumber-sumber informasi yang mempengaruhi partisipasi politik, faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan memilih, serta untuk mengetahui apakah ada hubungan signifikan antara sumber informasi dan latar belakang sosio-demografis
dengan
partisipasi
politik
masyarakat
pedesaan
di
Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali dalam Pilgub Jateng 2008. Adapun tujuan yang berkaitan dengan penelitian kali ini adalah tujuan kedua dan ketiga. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksplanatif. Penelitian deskriptif bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta objek tertentu sementara penelitian eksplanatif berusaha mencari sebab akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti (Kriyantono, 2006 : 69). Apabila dilihat dari pendekatan metodologi riset, penelitian ini tergolong multiple research strategies atau multiple methods yang merupakan gabungan penelitian kuantitatif dn kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei, wawancara (interview), dan observasi. Populasi penelitian adalah semua masyarakat pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kecamatan Karanggede sebanyak 36.143 orang. Sampel berjumlah 75 orang yang dipilih berdasarkan quota sampling dan available sampling/convenience sampling, di mana periset bebas memilih siapa saja anggota populasi yang mempunyai data berlimpah dan mudah diperoleh untuk dijadikan sampel sampai jumlah kuota tertentu yang diinginkan periset. Untuk analisis data, Herwindya menggunakan analisis
commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
statistik Chi Square/Chi Kuadrat (2-sides) yang hasilnya diperkuat atau dilengkapi dengan data hasil analisis wawancara dan observasi. Adapun temuan penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah bahwa tokoh masyarkat merupakan sumber informasi yang paling mempengaruhi partisipasi politik masyarakat pedesaan. Selain itu, partisipasi politik secara umum juga banyak dipengaruhi oleh tetangga dan media massa. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa komunikasi politik dalam bentuk kampanye (terbuka maupun tertutup), iklan baliho, banner, spanduk, dan media massa sampai derajat tertentu turut mempengaruhi preferensi pemilih saat mengambil keputusan dalam Pilgub Jateng 2008.
G. Kerangka Pemikiran Komunikasi politik merupakan salah satu aspek yang paling berpengaruh dalam sistem politik, tidak terkecuali dalam kegiatan pemilukada. Dalam sebuah negara demokrasi, pemilukada merupakan mata rantai yang pokok untuk menentukan orang-orang yang mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan eksekutif di daerah. Perubahan konstelasi sistem pemilukada yang dulu dipilih oleh DPRD dan sekarang dipilih secara langsung oleh rakyat menyebabkan semua calon kepala daerah harus memasang kuda-kuda dengan baik jika mau ikut bertarung dalam pemilukada. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan strategi komunikasi politik yang matang agar dapat memperoleh sebanyak-banyaknya suara rakyat sebagai syarat mutlak kemenangan calon kepala daerah.
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penelitian ini mencoba menggambarkan bagaimana komunikasi politik mempengaruhi pemilih untuk memberikan suaranya kepada satu calon tertentu, dengan studi kasus pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Adapun masyarakat yang menjadi objek dari penelitian ini adalah masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membuat sebuah kerangka pemikiran yang akan menjelaskan proses berpikir peneliti dalam menjalankan penelitian. Peneliti menggambarkannya secara sederhana dalam skema di bawah ini :
Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran Penelitian
Komunikasi Politik: Komunikasi Antar Persona Kampanye Pemilukada Iklan Media Luar Ruang Media Massa
Faktor Sosiokultural : Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Agama Status Sosial
Afiliasi Politik Identifikasi Partai Orientasi Kandidat Orientasi Isu
Perilaku Memilih
commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu jenis penelitian yang akan menggambarkan gejala-gejala, realitas, atau
fenomena
kontemporer
serta
memberikan
pemahaman
(understanding, verstehen) secara jelas mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala, realitas atau fenomena tersebut terjadi (Pawito, 2007 : 36). Penelitian kualitatif merupakan usaha untuk mengungkapkan suatu masalah, keadaan, atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga hanya bersifat sekadar mengungkap fakta (fact finding). Hasil penelitian ditekankan untuk memberikan gambaran obyektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Metode penelitian kualitatif tidak mendasarkan bukti-bukti empirik pada logika matematik, prinsip-prinsip bilangan, ataupun teknik-teknik analisa statistik, seperti halnya kuantitatif, tetapi lebih mendasarkan diri pada hal-hal yang bersifat diskursif, seperti transkrip dokumen, catatan lapangan, hasil wawancara, dokumen-dokumen tertulis, dan data nondiskursif. Pijakan analisis dan penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah kategorikategori substansif dari makna-makna, atau lebih tepatnya adalah interpretasiinterpretasi terhadap gejala atau fenomena yang diteliti (Pawito, 2007 : 37).
2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Robert K. Yin, studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang
commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan (Yin, 2000 : 18). Sementara Patton (2002 : 447) melihat
bahwa
studi
kasus
merupakan
upaya
mengumpulkan
dan
mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus-kasus tertentu berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian peneliti untuk kemudian data tersebut dibandingkaan atau dihubungkan satu dengan lainnya dengan tetap berpegang pada prinsip holistik dan konstektual. Denagn kata lain, metode ini berorientasi pada sifat-sifat unik (casual) dari unit-unit yang sedang diteliti berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus penelitian (Pawito, 2007 : 141). Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata. Studi kasus memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata, seperti siklus kehidupan seseorang, proses-proses organisasional dan manajerial, perubahan lingkungan sosial, hubungan-hubungan internasional dan kematangan industri (Yin, 2000 : 1 - 4). Berdasarkan
karakteristik
tersebut,
metode
studi
kasus
tepat
diimplementasikan dalam penelitian ini karena tipe pertanyaan penelitian dalam rumusan masalah penelitian adalah ‘bagaimana’, yakni bagaimana
commit to user 57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komunikasi politik masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010, bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010, serta bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Selain itu, pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi sebagai fokus penelitian ini merupakan peristiwa kontemporer dan dalam konteks kehidupan yang nyata. Dari keempat tipe desain untuk strategi studi kasus, yakni desain kasus tunggal holistik, desain kasus tunggal terpancang (embedded), desain multi kasus holistik, dan desain multi kasus terpancang (Yin, 2000 : 46), penelitian ini menggunakan desain studi kasus tunggal terpancang (embedded). Studi kasus tunggal artinya penelitian hanya terarah pada satu karakteristik atau satu sasaran (satu lokasi atau satu objek). Satu sasaran atau satu objek dalam pengertian ini bukanlah satu orang, melainkan satu kelompok, satu organisasi, satu wilayah, satu desa, atau satu bangsa, tergantung kesamaan karakteristik yang dimilikinya. Sedangkan penelitian terpancang artinya peneliti dalam rancangan penelitian atau proposalnya telah memilih dan menentukan sendiri variabel yang menjadi fokus utamanya sebelum memasuki lapangan studinya. Walaupun demikian, peneliti harus tetap bersifat terbuka dan berpikir secara holistik dalam menyikapi apapun temuan penelitian, sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang lentur, fleksibel, dan terbuka.
commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Peneliti memilih lokasi penelitian ini dengan alasan sebagai berikut : a. Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura adalah salah satu wilayah yang termasuk dalam pemerintahan Kabupaten Sukoharjo, sebuah kabupaten yang terletak di Jawa Tengah, yang pada tahun ini menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pemilukada). b. Masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo memiliki karakteristik masyarakat transisi. Hal ini sesuai dengan tema penelitian yang ingin diangkat oleh peneliti. c. Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo merupakan daerah tempat tinggal peneliti, sehingga sedikit banyak peneliti telah mengetahui dan memahami karakteristik masyarakat di sana. Selain itu, peneliti dapat memperoleh kemudahan dalam hal birokrasi maupun akses lain untuk keperluan penelitian. Karena kedekatan geografis ini pula, peneliti dapat melakukan penelitian lebih intens sehingga data yang dihasilkan pun lebih valid. 4. Jenis Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis data yaitu : a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara dengan informan yang mengetahui dan berkompeten seputar tema penelitian ini dan dari hasil observasi commit to user yang dilakukan di lapangan. 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengutip serta mengumpulkan keterangan dari sumber informasi lain dengan tujuan untuk melengkapi data-data primer. Data sekunder biasanya berbentuk sebuah dokumentasi, catatan-catatan, internet atau arsip yang berkaitan dengan tema penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara mendalam (indepth interview) Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah manusia dalam kapasitas sebagai narasumber atau informan penelitian. Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data inilah diperlukan wawancara. Wawancara secara garis besar dibedakan menjadi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam (indepth interview), wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka (openended interview, dan wawancara etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur sering disebut wawancara baku (standarized interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya dan biasanya tertulis serta disertai pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan (Mulyana, 2006 : 180). Untuk menggali data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara mendalam, yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap muka secara langsung dengan informan
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan maksud untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti (Bungin, 2003 : 110). Untuk memudahkan wawancara tersebut peneliti membuat panduan wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan tersusun dalam bentuk interview guide. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat open-ended, dan mengarah pada kedalaman informasi guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasi secara lebih jauh lagi dan mendalam (H.B. Sutopo, 2002 : 59). Wawancara mendalam yang dilakukan peneliti dengan informan penelitian berlangsung selama kurang lebih 1 (satu bulan) yang dimulai seminggu
setelah
penyelenggaraan
Pemilukada
Sukoharjo
2010.
Wawancara pertama berlangsung Jumat, 11 Juni 2010 sementara wawancara terakhir dilakukan pada Senin 19 Juli 2010. Wawancara mendalam melibatkan beberapa tahapan yang tidak harus bersifat linear tetapi memerlukan perhatian karena tidak jarang dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan kelengkapan data yang diinginkan. Adapun tahapan atau prosedur wawancara yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut : 1. Menentukan siapa yang akan diwawancarai, termasuk waktu dan tempat wawancara. Pada tahap pertama, peneliti menentukan siapa saja informan yang akan digali datanya melalui wawancara. Mereka adalah masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura yang dipandang memiliki cukup informasi yang bermanfaat untuk menjawab
commit to user 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pertanyaan penelitian. Kemudian, peneliti menghubungi mereka satu per satu dan menjelaskan perihal penelitian ini serta menanyakan kesediaan mereka untuk dijadikan informan penelitian. Cara ini dilakukan dengan menelepon calon informan atau mendatangi langsung rumah mereka. Kepada mereka yang bersedia untuk menjadi informan, peneliti lantas membuat kesepakatan mengenai waktu dan tempat wawancara. Sebagian besar informan memilih rumah mereka masing-masing sebagai tempat wawancara. Hanya satu wawancara yang dilakukan di tempat lain, yakni di salah satu masjid di Desa Ngabeyan. Sedangkan waktu wawancara bervariasi antara informan satu dengan lainnya. 2. Persiapan wawancara. Setelah menentukan informan, peneliti mempersiapkan diri untuk memahami pribadi dan peran informan dalam konteksnya, agar tidak terjadi kesan yang mungkin kurang tepat sehingga berakibat kurang memperoleh informasi yang diharapkan. Selain itu, peneliti juga menyiapkan draf tertulis mengenai pokok-pokok pertanyaan sebagai panduan wawancara (interview guide), yang berguna pula untuk mencegah agar pembicaraan tidak terlalu melebar. 3. Langkah awal wawancara. Pada awal pertemuan dengan informan, peneliti tidak langsung masuk tahap penggalian informasi melainkan berusaha terlebih dahulu menjalin keakraban dan menciptakan suasana yang santai dengan informan melalui pembicaraan yang bersifat ‘grand tour’, atau
commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbicara mengenai hal-hal umum dan menyenangkan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang nyaman serta membiasakan informan dengan kehadiran peneliti, sehingga informan dapat dengan mudah mengorganisasikan apa yang ada dalam pikirannya untuk menjawab pertanyaan peneliti. 4. Pengusahaan agar wawancara bersifat produktif dan pembicaraan semakin terfokus dan mendalam. Pada tahap ini, peneliti berusaha menjaga irama wawancara agar tetap lancar serta semakin terfokus dan mendalam. Peneliti berusaha menunjukkan kesan bahwa informasi yang disampaikan informan amat penting dan berharga sehingga informan tetap berminat dan sungguh-sungguh dalam memberikan informasinya. 5. Penghentian wawancara dan penarikan kesimpulan. Tahap terakhir dari wawancara mendalam adalah penghentian wawancara dan penarikan kesimpulan. Setelah informasi yang dibutuhkan berhasil diperoleh atau ketika peneliti menangkap adanya gejala kelelahan baik pada diri informan maupun peneliti sendiri, maka peneliti menghentikan wawancara yang tengah berlangsung serta menarik kesimpulan dan mengklarifikasikannya kepada informan, apakah telah sesuai dengan apa yang dimaksud olehnya. Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan menanyakan kesediaan informan untuk memberikan informasi tambahan di lain waktu bila memang dibutuhkan demi kelengakapan dan kejelasan informasi yang telah diterima sebelumnya.
commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Observasi Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dan juga pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti . Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode observasi berperan penuh, artinya peneliti benar-benar terlibat penuh dalam kegiatan yang diamati. Dalam jenis observasi ini, selain berperan sebagai “yang melakukan penelitian”, peneliti juga menjalankan peran sebagai objek penelitian karena kesamaan daerah tempat tinggal dengan lokasi penelitian. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi tak berperan, di mana kehadiran peneliti hanya untuk melakukan pengamatan pada objek yang dikaji, tanpa melakukan peran apapun. Selama pengamatan berlangsung, peneliti seolah-olah hanya sebagai penonton tanpa memberikan feedback apapun.
c. Dokumentasi Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari dokumen-dokumen terkait dengan judul penelitian ini, arsip-arsip dan juga literatur lainnya. Di sini, peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen/ arsip tetapi juga mencari makna yang tersirat di dalamnya, untuk itu peneliti dituntut untuk bersikap kritis, analitis dan teliti.
6. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik
purposive
sampling,
di
commit to user 64
mana
peneliti
mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kecenderungan untuk memilih dan menentukan sendiri informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah penelitian secara mendalam serta dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (H.B. Sutopo, 2002 : 56). Pemilihan informan oleh peneliti didasari oleh alasan dan pertimbanganpertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Patton, 1984). Purpossive sampling lebih mendasarkan diri pada alasan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu (purposeful selection) sesuai dengan tujuan penelitian (Pawito, 2007 : 89). Hal ini sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yang lebih membutuhkan keterwakilan substansi dari data atau informasi dari pada keterwakilan populasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi politik masyarakat transisi Desa Ngabeyan pada Pemilukada Sukoharjo 2010, bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan pada Pemilukada Sukoharjo 2010, serta bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih pada Pemilukada Sukoharjo 2010, sehingga informan dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa orang tersebut adalah pemilih pada Pemilukada Sukoharjo 2010 yang tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura, memiliki keterkaitan atau menjadi bagian dari proses komunikasi politik masyarakat, baik sebagai komuniktor maupun komunikan, serta memiliki kapabilitas untuk memberikan informasi berkenaan dengan permasalahan penelitian.
commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Informan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura yang terdiri dari 2 (dua) orang perangkat Desa, 2 (dua) orang tim sukses kandidat, dan 11 (sebelas) masyarakat umum dengan kondisi sosio-kultural, keterlibatan dalam proses komunikasi politik, dan
perilaku
memilih
yang
berbeda-beda.
Berikut
data
informan
selengkapnya:
Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian No.
Nama
Jenis Kelamin
Usia
1.
LIM
Laki-laki
59
Jawa
Pensiunan PNS
2.
YAN
Laki-laki
23
Jawa
Mahasiswa
3.
AYU
Perempuan
28
Jawa
Ibu Rumah Tangga
4.
WAR
Laki-laki
50
Jawa
Karyawan Swasta
5.
MAN
Perempuan
65
Jawa
Pedagang
6.
YAH
Perempuan
50
Jawa
Penjahit
7.
TAN
Laki-laki
44
Jawa
Juru Parkir
8.
HAR
Laki-laki
48
Jawa
Karyawan Swasta
9.
WID
Laki-laki
46
Jawa
Perangkat Desa
10.
SON
Laki-laki
48
Tionghoa
Karyawan Swasta
11.
CAN
Laki-laki
54
Tionghoa
Pedagang
12.
GUN
Laki-laki
50
Jawa
Perangkat Desa
13.
SUM
Laki-laki
56
Jawa
Petani
14.
RAH
Perempuan
44
Jawa
Pengusaha
15.
CIP
Laki-laki
55
Jawa
Akademisi
Sumber : Hasil wawancara peneliti (diolah)
commit to user 66
Etnis
Pekerjaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Validitas Data Validitas
(kesahihan)
merupakan
jaminan
bagi
kemantapan
kesimpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian. Validitas data akan membuktikan apakah hasil penelitian yang dilakukan peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Agar data hasil penelitian ini valid, peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu, selanjutnya ditarik kesimpulan yang lebih mantap dan paling bisa diterima (H.B. Sutopo, 2002 : 78). Dari empat macam teknik triangulasi yakni triangulasi data (disebut juga triangulasi sumber), triangulasi metode, triangulasi teori, dan triangulasi peneliti, penelitian ini menggunakan triangulasi data, artinya, peneliti menggunakan berbagai macam sumber data agar data yang diperoleh teruji kemantapan dan kebenarannya. Dengan demikian akan bisa didapatkan hasil penelitian yang teruji validitasnya serta dapat dipertanggungjawabkan apabila suatu saat diperlukan verifikasi.
8. Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dikembangkan untuk memberikan makna (making sense of) terhadap data, menafsirkan (interpreting), atau mentransformasikan (transforming) data ke dalam bentukbentuk narasi yang kemudian mengarah pada temuan yang bernuansa proposisi-proposisi ilmiah (thesis) yang akhirnya sampai pada kesimpulan-
commit to user 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesimpulan final. Kunci pokok dalam analisis data kualitatif adalah menjawab pertanyaan how did the researcher get to these conclusions from these data? (bagaimana peneliti sampai pada kesimpulan-kesimpulan dengan bertolak pada data yang ada?) (Pawito, 2007 : 101). Teknik analisis dan penafsiran data yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang direkomendasikan Miles dan Huberman (2005), yang lazim disebut dengan interactive model. Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan serta pengujian kesimpulan. a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Tahap
pertama,
melibatkan
langkah-langkah
seperti
editing,
pengelompokan, dan meringkas data. 2. Tahap kedua, peneliti menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal, termasuk yang berkenaan dengan aktivitas serta proses-proses penelitian sehingga peneliti dapat menemukan teme-tema, kelompok-kelompok, dan pola-pola data.
commit to user 68
perpustakaan.uns.ac.id
3. Tahap
digilib.uns.ac.id
ketiga,
peneliti
menyusun
rancangan
konsep-konsep
(mengupayakan konseptualisasi) serta penjelasan-penjelasan yang berkaitan dengan tema, pola, atau kelompok-kelompok data yang bersangkutan. b. Penyajian Data Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Miles dan Huberman membatasi penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.
Penyajian
data
dimulai
dengan
proses
mengorganisasikan data, yakni menjalin (kelompok) data yang satu dengan (kelompok) data yang lain sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan. Karena data dalam penelitian kualitatif biasanya beraneka ragam perspektif dan terasa bertumpuk, maka penyajian data pada umumnya diyakini sangat membantu proses analisis. Dalam hubungan ini, data yang tersaji berupa kelompok-kelompok atau gugusan-gugusan yang kemudian saling dikait-kaitkan sesuai dengan kerangka teori yang digunakan. Gambar-gambar dan diagram yang menunjukkan keterkaitan antara gejala satu dengan yang lain sangat diperlukan untuk kepentingan analisa data. c. Penarikan dan Pengujian Kesimpulan Pada
komponen terakhir ini, peneliti pada dasarnya
meng-
implementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang ada dan atau kecenderungan dari display data yang telah dibuat. Ada
commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kalanya kesimpulan telah tergambar sejak awal, namun kesimpulan final tidak pernah dapat dirumuskan secara memadai tanpa peneliti menyelesaikan analisis seluruh data yang ada (Miles dan Huberman, 2007 : 16 - 20). Peneliti dalam kaitan ini masih harus mengkonfirmasi, mempertajam, atau mungkin merevisi kesimpulan-kesimpulan final berupa proposisiproposisi ilmiah mengenai gejala atau realitas yang diteliti. Ketiga proses analisis data tersebut merupakan satu kesatuan yang saling menjelaskan dan berhubungan erat satu dengan yang lainnya. Hubungan ketiganya dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1.5 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif Miles dan Huberman
Pengumpulan data
Penyajian data
Reduksi data
Kesimpulankesimpulan: Penarikan/Verifikasi
Sumber : (Miles & Huberman, 2007 : 20)
commit to user 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. Keterbatasan Penelitian Peneliti sangat menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan (idealitas) meskipun peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk mereduksi atau meminimalisir segala bentuk kekurangan dan kelemahan yang ada. Adapun kelemahan dalam penelitian ini terletak pada teknik pengambilan sampel penelitian. Karena menggunakan teknik purpossive sampling, maka data yang dihasilkan tidak bisa digeneralisasikan untuk mewakili keseluruhan populasi. Generalisasi teoritis dalam hal ini lebih dimungkinkan sebab sumber data yang digunakan lebih cenderung mewakili informasi. Karena itulah, peneliti merasa penelitian ini belum cukup representatif untuk mewakili populasi masyarakat transisi di Desa Ngabeyan. Selain itu, peneliti juga menghadapi kendala pada aspek pengumpulan data melalui metode wawancara dan observasi. Peneliti belum mampu menggali data secara maksimal melalui metode observasi dikarenakan pada saat pemilukada berlangsung peneliti masih aktif mengikuti perkuliahan semester delapan dengan jadwal dan tugas kuliah yang sangat padat sehingga belum mampu memfokuskan diri sepenuhnya pada penelitian. Karena kesibukan kuliah juga lah, peneliti sempat melewatkan beberapa aktivitas komunikasi politik yang melibatkan masyarakat transisi Desa Ngabeyan sehingga hal ini berpengaruh terhadap kelengkapan data yang didapat. Sedangkan untuk metode wawancara, selain keterbatasan waktu, peneliti juga dihadapkan pada situasi dan kondisi di mana informan penelitian kurang terbuka pada saat wawancara. Terlebih, penggalian data mengenai
commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perilaku memilih mengharuskan peneliti untuk menanyakan kandidat pilihan informan serta latar belakangnya memilih kandidat tersebut. Bagi sebagian informan, pertanyaan ini dianggap kurang nyaman karena menyangkut sesuatu yang pada hakekatnya adalah sebuah rahasia pribadi, khususnya mereka yang dituntut untuk bersikap netral seperti PNS dan aparat pemerintah desa, meskipun peneliti sebelumnya telah berusaha menjalin keakraban dengan maksud agar informan lebih terbuka. Keterbatasan data hasil penelitian ini akhirnya mempengaruhi tingkat ketajaman dan komprehensifitas analisis penelitian serta penarikan kesimpulan atau konklusi penelitian ini.
commit to user 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II DESKRIPSI LOKASI
A. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah dan termasuk dalam wilayah eks-Karesidenan Surakarta yang dikenal pula dengan nama Subosukowonosraten (Surakarta Boyolali Sukoharjo Wonogiri Sragen Klaten). Memiliki luas wilayah 46.666 hektar, secara administratif Kabupaten Sukoharjo terbagi menjadi 12 kecamatan, yakni Kartasura (10 desa, 2 kelurahan), Gatak (14 desa), Baki (14 desa), Grogol (14 desa), Sukoharjo (14 kelurahan), Mojolaban (15 desa), Polokarto (17 desa), Bendosari (13 desa, 1 kelurahan), Nguter (16 desa), Tawangsari (12 desa), Bulu (12 desa) dan Weru (13 desa). Kabupaten Sukoharjo berbatasan langsung dengan Kota Solo dan Kabupaten Karanganyar di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar di sebelah timur, Kabupaten Wonogiri dan Gunungkidul (DIY) di sebelah selatan, serta Kabupaten Klaten dan Boyolali di sebelah barat. Sungai Bengawan Solo membelah kabupaten ini menjadi dua bagian. Bagian utara pada umumnya merupakan dataran rendah dan bergelombang, sedangkan bagian selatan adalah dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian daerah di perbatasan merupakan wilayah perkembangan dari Kota Surakarta, diantaranya kawasan Grogol dan Kartasura. Kartasura merupakan persimpangan jalur SoloYogyakarta dengan Solo-Semarang.
commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.1 Peta Administratif Kabupaten Sukoharjo
KAB. KARANGANYAR KOTA SOLO
KAB. BOYOLALI KAB. KARANGANYAR
KAB. KLATEN
KAB. WONOGIRI KAB. GUNUNG KIDUL, DIY
Dalam
menjalankan
pemerintahannya,
pemerintah
Kabupaten
Sukoharjo memiliki motto pembangunan MAKMUR, yang merupakan kependekan dari Maju, Aman, Konstitusional, Mantap, Unggul dan Rapi. Motto inilah yang ingin dicapai Kabupaten Sukoharjo sehingga tercapai masyarakat madani yang gemah ripah loh jinawi. Kabupaten Sukoharjo memiliki potensi besar di bidang pertanian, perindustrian, dan pariwisata. Di bidang pertanian, Kabupaten Sukoharjo memiliki potensi budi daya tanaman padi, kedelai, jagung, dan holtikultura.
commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Swasembada padi yang berhasil dicapai bahkan menempatkan kabupaten ini sebagai lumbung padi Jawa Tengah. Di sektor peindustrian, industri konveksi merupakan salah satu andalan Kabupaten Sukoharjo. Banyaknya pabrik konveksi yang didirikan seperti Sritex, Tyfountex, Ambassador, dan Batik Keris telah memberikan lapangan pekerjaan bagi warga setempat dan produkproduknya telah dipasarkan bukan hanya untuk kebutuhan Kabupaten Sukoharjo tetapi juga untuk daerah sekitarnya, bahkan luar negeri. Selain konveksi, industri lain yang turut andil dalam pembangunan ekonomi kabupaten ini antara lain industri mebel kayu, industri mebel rotan, industri jamur lingzi, serta industri gamelan di Desa Wirun, Mojolaban. Sedangkan di sektor pariwisata, Kabupaten Sukoharjo memiliki sejumlah objek antara lain Pandawa Water World, Bekas Benteng Kraton Kartasura, Batu Seribu, Pemandian Air Hangat Langenharjo, serta Karamba Waduk Mulur.
B. Desa Ngabeyan 1. Geografis Desa Ngabeyan merupakan salah satu desa yang terdapat di Kartasura, sebuah kecamatan yang terletak di ujung barat laut Kabupaten Sukoharjo. Lokasinya kurang lebih 25 kilometer dari pusat kota Sukoharjo. Kecamatan Kartasura memiliki lokasi yang strategis karena dilalui oleh jalan negara yang menghubungkan jalur Surabaya-Solo-Yogya dan Solo-Semarang. Selain itu, Kartasura merupakan daerah transit yang menghubungkan wilayah lain disekitarnya, seperti Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar, dan Kota
commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Solo karena letaknya memang berbatasan langsung dengan ketiga daerah tersebut. Walaupun secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukoharjo, Kartasura memiliki jarak geografis yang lebih dekat dengan Kota Surakarta atau Solo, yakni sekitar 10 kilometer. Kondisi inilah yang menyebabkan masyarakat Kecamatan Kartasura pada umumnya serta Desa Ngabeyan pada khususnya lebih sering melakukan mobilitas ke Kota Solo dari pada Kabupaten Sukoharjo, baik untuk urusan pekerjaan, pendidikan, maupun usaha pemenuhan kebutuhan hidup lainnya. Desa Ngabeyan sendiri merupakan satu diantara 10 desa dan 2 kelurahan lain yang termasuk wilayah Kartasura, yakni Desa Singopuran, Desa Pucangan, Desa Pabelan, Desa Wirogunan, Desa Kertonatan, Desa Ngadirejo, Desa Ngemplak, Desa Gonilan, Desa Gumpang, Kelurahan Kartasura, dan Kelurahan Makamhaji. Jarak pusat pemerintahan Desa Ngabeyan dengan Kecamatan Kartasura kurang lebih 0,5 kilometer ke arah selatan, atau waktu perjalanan 1,5 menit dengan kendaraan sepeda motor. Sedangkan jarak Desa Ngabeyan dengan pusat pemerintahan Kabupaten Sukoharjo kurang lebih 25 kilometer ke arah tenggara dengan waktu perjalanan 40 menit. Selanjutnya jarak Desa Ngabeyan dengan ibu kota Propinsi Jawa Tengah kurang lebih 100 kilometer ke arah barat laut dengan waktu tempuh sekitar dua jam menggunakan kendaraan sepeda motor. Secara geografis, Desa Ngabeyan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar di sebelah utara, Desa Singopuran di sebelah timur, Kelurahan Kartasura di sebelah selatan, dan Desa Wirogunan di sebelah barat. Adapun
commit to user 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
luas wilayah Desa Ngabeyan adalah 136,797 hektar yang terbagi atas sawah irigasi teknis 49 hektar, tanah pemukiman 71,897 hektar, tanah kas desa 14,2 hektar, tanah lapangan 1,2 hektar, dan perkantoran pemerintah 0,5 hektar. Desa Ngabeyan memiliki medan yang datar dengan ketinggian 67 meter di atas permukaan air laut. Sedangkan suhu udara rata-rata 32 derajat Celcius dengan curah hujan 55 mm/tahun (2009).
2. Administrasi Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Desa Ngabeyan membagi wilayahnya menjadi 12 dusun yakni Brontowiryan, Tegalan, Blateran, Ngabeyan, Mangkuyudan, Indronatan, Perumahan Mega Permai I, Perumahan Mega Permai II, Perumahan Kampung Baru, Perumahan Perhutani, Perumahan Gedong Baru, dan Perumahan Vila Nusa Indah. Kedua belas dusun tersebut tergabung dalam 4 Rukun Warga (RW) serta terbagi menjadi 25 Rukun Tetangga (RT) yang dipimpin oleh dua orang kepala dusun (kadus/bayan). Masing-masing kadus membawahi dua RW, kadus 1 memimpin RW I dan RW II sementara kadus 2 memimpin RW III dan RW IV. Tabel 2.1 Pembagian Administratif Desa Ngabeyan RW
RT
Dusun
I (7 RT)
1 2 3 4 5 6
Brontowiryan Brontowiryan Tegalan Brontowiryan Brontowiryan Brontowiryan
commit to user 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Brontowiryan
II (7 RT)
1 2 3 4 5 6 7
Blateran Ngabeyan Ngabeyan Ngabeyan Blateran Perumahan Mega Permai II Perumahan Kampung Baru
III (7 RT)
1 2 3 4 5 6 7
Mangkuyudan Mangkuyudan Indronatan Indronatan Mangkuyudan Perumahan Vila Nusa Indah Indronatan
IV (4 RT)
1 2 3 4
Mangkuyudan Perumahan Mega Permai II Perumahan Gedong Baru Perumahan Perhutani
Sumber : Wawancara dengan Kepala Dusun (Bayan) I Desa Ngabeyan, Kamis, 21 Oktober 2010 Berdasarkan data tahun 2009, jumlah penduduk Desa Ngabeyan adalah 4431 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terdiri dari 2144 jiwa penduduk laki-laki dan 2287 jiwa penduduk perempuan. Dengan kepadatan penduduk mencapai 3239 jiwa/ km2, dapat dikatakan Desa Ngabeyan merupakan kawasan yang sangat padat penduduk. Berdasarkan penggolongan umur, penduduk Desa Ngabeyan yang berusia 0 - 15 tahun sebanyak 507 jiwa sedangkan 16 tahun ke atas berjumlah 3924 jiwa. Seperti masyarakat transisi di daerah lainnya, mata pencaharian masyarakat Desa Ngabeyan bersifat heterogen. Tercatat sebanyak 203
commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penduduk bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jumlah ini lebih banyak bila dibandingkan dengan penduduk yang memiliki mata pencaharian pokok sebagai petani yakni 152 orang. Pekerjaan penduduk lainnya adalah karyawan swasta/ buruh 162 orang, pedagang/ wiraswasta/ pengusaha 147 orang, buruh tani 115 orang, TNI/ Polri 12 orang, dokter 9 orang, guru swasta 7 orang, peternak 9 orang, penjahit 8 orang, serta montir 10 orang. Heterogenitas tidak hanya ditemukan pada mata pencaharian pokok penduduk, namun juga tingkat pendidikan. Masyarakat Desa Ngabeyan memiliki jenjang pendidikan bervariasi satu dengan yang lain, ada yang selama hidupnya tidak pernah mengenyam bangku pendidikan, ada pula yang pendidikannya mencapai derajat doktoral (S-3). Jumlah penduduk yang tidak pernah sekolah berjumlah 46 orang, tidak tamat SD 105 orang, tamat SD 317 orang, tamat SMP 420 orang, dan tamat SMA 723 orang.
Di tingkat
perguruan tinggi, lulusan D-1 sebanyak 251 orang, D-2 165 orang, D-3 123 orang, S-1 109 orang, S-2 15 orang, dan S-3 3 orang. Mayoritas penduduk Desa Ngabeyan merupakan pemeluk agama islam. Jumlahnya mencapai 3737 orang. Lainnya, 485 orang memeluk agama kristen, 193 orang beragama katholik, 7 orang menganut ajaran hindu, serta 9 orang penganut budha. Sedangkan perihal etnis, 12 orang keturunan Tionghoa bermukim di desa ini, sementara sisanya adalah masyarakat Jawa asli.
3. Potensi Potensi Desa Ngabeyan terletak pada sektor pertanian, perindustrian, peternakan, dan perdagangan. Di sektor pertanian, Desa Ngabeyan adalah
commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penghasil padi dan kedelai yang setiap tahunnya mampu menghasilkan kurang lebih 5 ton padi/hektar serta 4 ton kedelai per hektar. Di bidang perindustrian, di Desa Ngabeyan terdapat industri mebel kayu dan rotan yang berkembang cukup pesat. Selain industri yang dapat dikategorikan sebagai industri besar tersebut, terdapat pula industri kecil kerajinan perak dan juga industri pangan. Di sektor peternakan, ayam, bebek, dan babi merupakan komoditas utama Desa Ngabeyan, di samping jenis peternakan lain seperti kambing, kerbau, dan sapi. Sedangkan pada sektor perdagangan, letak Desa Ngabeyan yang sangat strategis berperan besar dalam mendorong perkembangan sektor ini. Selain usaha perdagangan skala mikro yang dijalankan oleh penduduk, seperti toko kelontong dan rumah makan, di desa ini juga terdapat beberapa swalayan/toserba yang menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari.
C. Pemilukada Sukoharjo 2010 Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Sukoharjo 2010 diselenggarakan dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Peraturan perundangan ini dibuat sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sebelumnya digunakan sebagai dasar hukum penyelenggaraan pemilukada (dulu pilkada). Untuk mendukung Pelaksanaan Pemilukada di tingkat teknis, pemerintah pusat juga mengeluarkan peraturan berupa: (i) Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dan (ii) Peraturan Pemerintah
commit to user 80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nomor 17 tahun 2005 tentang Perubahan Pertama atas PP Nomor Nomor 6 tahun 2005, serta (iii) Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2007 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 6 tahun 2005. Sesuai ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di atas, tahapan pemilukada dibagi menjadi dua, yakni tahap persiapan dan tahap pelaksanan. Tahap pertama, yaitu tahap persiapan, meliputi: 1. DPRD memberitahukan kepada kepala daerah dan KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah yang sedang menjabat. 2. Kepala
daerah
menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) kepada DPRD. 3. KPUD menetapkan rencana penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantau. Sedangkan tahap kedua atau tahap pelaksanaan meliputi penetapan daftar pemilih, pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, penghitungan suara, penetapan pasangan calon terpilih, pengesahan serta pelantikan pasangan terpilih.
1. Daftar Pemilih Tetap (DPT) Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilukada Sukoharjo 2010 yang tercatat di KPUD setempat adalah sebanyak 657.774 orang, yang tersebar di
commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 kecamatan di
Sukoharjo. Di Desa Ngabeyan sendiri, jumlah DPT
sebanyak 3958 orang. Angka ini ditetapkan oleh Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ngabeyan, Jumat, 12 Maret 2010, selang tiga bulan sebelum waktu pencoblosan. Data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan Dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 No.
TPS
DPT
No.
Tempat
Laki-laki Perempuan Jumlah
1.
1
Gereja Bethel Injil Sepenuh, Brontowiryan
290
290
580
2.
2
Rumah Bapak Wahyudi, Brontowiryan
281
305
586
3.
3
TK Aisyiyah, Ngabeyan
250
287
537
4.
4
Gedung Pusat Kegiatan Pemuda (PKP), Ngabeyan
251
309
560
5.
5
Rumah Bapak Joko Maryanto, Perum Perhutani
275
292
567
6.
6
Rumah Bapak Saban Joko Purwanto, Mangkuyudan
270
306
576
7.
7
Rumah Bapak Agus, Indronatan
269
283
552
1886
2072
3958
Jumlah
Sumber : Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ngabeyan
commit to user 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kegiatan pendaftaran pemilih dilaksanakan dengan berlandaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang warga negara untuk dapat menggunakan hak pilihnya adalah sebagai berikut : a. Warga negara Indonesia yang pada hari dan tanggal pemungutan suara telah berumur 17 tahun, atau belum berumur 17 tahun tapi sudah pernah kawin. b. Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ ingatannya. c. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. d. Berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkan daftar pemilih sementara yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Selain untuk mengidentifikasikan masyarakat yang telah mempunyai hak pilih, pendaftaran pemilih tetap juga bertujuan antara lain untuk mempersiapkan
jumlah
logistik
utamanya
surat
suara
yang
akan
didistribusikan ke seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS), untuk dijadikan pedoman pengalokasian dana yang dibutuhkan terkait pengadaan logistik pemilukada, untuk menghindari penduduk luar daerah memilih di daerah pelaksanaan pemilukada, serta untuk mengantisipasi pemberian suara lebih dari satu kali dalm pemilukada.
commit to user 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pencalonan Mekanisme pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara berpasangan dengan catatan harus memenuhi persyaratan perolehan sekurangkurangnya limabelas persen dari jumlah kursi DPRD Kabupaten atau lima persen dari akumulasi suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Pencalonan dapat pula ditempuh melalui jalur perseorangan atau independen yang jumlah pendukungnya bisa ditunjukkan melalui KTP. Selain harus dapat memenuhi semua persyaratan administratif yang ditentukan, seorang calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus memenuhi syarat-syarat berikut ini : a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah. c. Pendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau sederajat. d. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun pada saat pendaftaran. e. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh dari tim dokter. f. Tidak dijatuhi pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidanayang diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau lebih.
commit to user 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. h. Mengenal daerah dan dikenal masyarakat di daerahnya. i. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia diumumkan. j. Tidak memiliki tanggungan hutang secara perseorangan dan atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara. k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. l. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela. m. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak. n. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri. o. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. p. Tidak dalam status Pejabat Kepala Daerah.
Dalam Pemilukada Sukoharjo 2010, terdapat tiga pasang bakal calon bupati dan wakil bupati yang mampu memenuhi segala persyaratan yang ada sehingga KPUD Sukoharjo menetapkan pasangan tersebut sebagai calon bupati dan wakil bupati. Berikut adalah pasangan calon cabup-cawabup Sukoharjo 2010-1015 ;
commit to user 85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.3 Daftar Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilukada Sukoharjo 2010
No.
Pasangan Calon
Partai Politik Pengusung
1.
Drs. Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd
PKB, Partai Demokrat, PAN
2.
Titik Suprapti S.Sos, M.Si – H. Sutarto, STP
Partai Golkar, PBB
3.
Wardoyo Wijaya, SH, MH – Drs. Haryanto
PDIP, PKS, PPP, Hanura
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo
a. Drs. Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd Dalam penetapan dan pengundian nomor urut pasangan calon yang dilakukan KPUD Sukoharjo, Rabu, 12 Mei 2010, pasangan Toha-Wahyudi mendapatkan nomor urut pertama. Muhammad Toha, pria kelahiran Sukoharjo, 25 Mei 1964, adalah mantan wakil bupati Sukoharjo yang sebelum mencalonkan diri telah menjabat sebagai anggota DPR RI, sedangkan Wahyudi yang lahir di Sukoharjo, 9 Oktober 1957 merupakan seorang PNS.
commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.2 Pasangan Calon Muhammad Toha - Wahyudi
Sumber : http://www.solopos.com/2010/tabulasi-pilkada/quick-count-jsi-23965
Dalam pencalonannya, pasangan yang diusung oleh koalisi PKB, Partai Demokrat, dan PAN ini memiliki tiga visi yakni terwujudnya Sukoharjo sebagai daerah yang unggul dalam pertanian dan industri; membangun Kabupaten
Sukoharjo
dengan
penyelenggaraan
pemerintahan
yang
demokratis, partisipatif, berkeadilan, dan keberagaman; serta terwujudnya masyarakat Sukoharjo makmur, sejahtera, mandiri, berbudaya, dinamis, dan berkeadilan dengan tata kepemerintahan yang baik serta tata kelola pembangunan yang partisipatif, transparan, akuntabel dan merata. Untuk mencapai visi tersebut, misi yang sedianya akan dijalankan apabila pasangan ini terpilih sebagai bupati dan wakil bupati adalah mengembangkan
sektor-sektor
pertanian
dan
industri;
mewujudkan
masyarakat yang bertaqwa, sejahtera, aman, tenteram, berbudaya dan berdaulat; serta menciptakan pemerintah daerah yang profesional, produktif, bersih, berwibawa, demokratis, partisipatif, dan berkeadilan. commit to user 87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Titik Suprapti, S.Sos, M.Si – H. Sutarto, STP Pasangan nomor urut dua dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 adalah Titik - Tarto. Satu-satunya kandidat wanita dalam bursa cabup-cawabup, Titik Suprapti, dikenal sebagai istri bupati incumbent yang menjabat selama dua periode, Bambang Riyanto, karenanya ia sering pula disebut Titik Bambang Riyanto (TBR). Sebelum mencalonkan diri sebagai bupati, wanita kelahiran Banda Aceh, 1 Desember 1967 ini aktif sebagai anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo. Ia berpasangan dengan Sutarto, seorang staf sekretariat KPUD Sukoharjo kelahiran Sukoharjo, 18 Mei 1966. Berbeda dengan Bambang Riyanto yang menggunakan kendaraan partai PDIP untuk menuju kursi kekuasaannya, Titik-Tarto diusung oleh koalisi Partai Golkar dan PBB.
Gambar 2.3 Pasangan Calon Titik Suprapti - Sutarto
Sumber : http://www.solopos.com/2010/tabulasi-pilkada/quick-count-jsi-23965
Terwujudnya masyarakat Sukoharjo yang maju, adil, dan makmur adalah visi yang diusung pasangan ini. Untuk mencapainya, misi yang dijalankan yaitu :
commit to user 88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang produktif, cerdas, sehat, berbudaya, dan religius. 2. Mewujudkan perekonomian masyarakat yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan. 3. Mewujudkan pemerataan pembangunan dalam segala aspek kehidupan. 4. Mewujudkan kondisi daerah yang aman, damai, tertib, dan tentram.
c. Wardoyo Wijaya, SH, MH – Drs. Haryanto Wardoyo - Haryanto merupakan pasangan cabup-cawabup nomor urut tiga. Sama seperti Titik, Wardoyo yang lahir di Wonogiri, 8 Juni 1960 adalah seorang anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo. Pada periode sebelumnya, ia menjabat sebagai Ketua DPRD. Wardoyo berpasangan dengan Haryanto yang seorang pensiunan PNS kelahiran Klaten, 28 Desember 1950. Mereka diusung oleh koalisi PDIP, PPP, PKS, dan Partai Hanura.
Gambar 2.4 Pasangan Calon Wardoyo Wijaya - Haryanto
Sumber : http://www.solopos.com/2010/tabulasi-pilkada/quick-count-jsi-23965
commit to user 89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wardoyo - Haryanto mengusung visi terwujudnya masyarakat Kabupaten
Sukoharjo
sejahtera,
mandiri
dan
bermartabat
dengan
pemerintahan yang profesional. Sementara misinya adalah sebagai berikut : 1. Membangun manajemen pemerintah yang konseptual, profesional dan demokratis berbasis pada pelayanan masyarakat. 2. Meningkatkan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan, kesejahteraan masyarakat dan pembangunan infrastruktur yang terukur. 3. Mendorong kemandirian dan partisipasi masyarakat sebagai upaya meningkatkan sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi. 4. Memanfaatkan dan mengelola potensi daerah berbasis sektor pertanian dan industri dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. 5. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan bermasyarakat. 6. Menciptakan kondisi masyarakat yang aman, tentram, dan dinamis.
3. Kampanye Kampanye merupakan bagaian dari tahapan pelaksanaan pemilukada. Pelaksanaaan kampanye dijadwalkan selama empatbelas hari sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Setiap pasangan calon maupun juru kampanye pasangan memberikan materi kampanye yang berisikan visi misi dan program yang meliputi agenda kebijakan yang diperjuangkan dan strategi untuk mewujudkan program-program kampanye yang disampaikan dengan cara sopan, tertib,
commit to user 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mendidik serta tidak bersifat provokatif sehingga diharapkan tidak mengganggu stabilitas keamanan. Jadwal kampanye Pemilukada Sukoharjo berlangsung Senin, 17 Mei 2010 hingga Minggu, 30 Mei 2010. Selanjutnya 31 Mei s/d 2 Juni 2010 adalah minggu tenang. Terkait dengan teknis pelaksanaan kampanye, KPUD membagi seluruh wilayah Sukoharjo menjadi tiga zona kampanye. Zona pertama meliputi Kecamatan Weru, Tawangsari, Bulu dan Nguter, zona kedua terdiri dari Kecamatan Sukoharjo, Bendosari, Polokarto, dan Mojolaban, serta zona ketiga yakni Kecamatan Baki, Gatak, Grogol dan Kartasura.
Tabel 2.4 Jadwal Kampanye Pemilukada Sukoharjo 2010 Tanggal 17 Mei 2010
Zona I
Zona II
Zona III
Penyampaian Visi Misi Pasangan Calon di hadapan Sidang Paripurna DPRD
18 Mei 2010
Kampanye Damai
19 Mei 2010
Toha-Wahyudi
Titik-Tarto
Wardoyo-Haryanto
20 Mei 2010
Wardoyo-Haryanto
Toha-Wahyudi
Titik-Tarto
21 Mei 2010
Titik-Tarto
Wardoyo-Haryanto
Toha-Wahyudi
22 Mei 2010
Toha-Wahyudi
Titik-Tarto
Wardoyo-Haryanto
23 Mei 2010
Wardoyo-Haryanto
Toha-Wahyudi
Titik-Tarto
24 Mei 2010
Titik-Tarto
Wardoyo-Haryanto
Toha-Wahyudi
25 Mei 2010
Toha-Wahyudi
Titik-Tarto
Wardoyo-Haryanto
26 Mei 2010
Wardoyo-Haryanto
Toha-Wahyudi
Titik-Tarto
commit to user 91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 Mei 2010
Titik-Tarto
Wardoyo-Haryanto
Toha-Wahyudi
28 Mei 2010
Toha-Wahyudi
Titik-Tarto
Wardoyo-Haryanto
29 Mei 2010
Wardoyo-Haryanto
Toha-Wahyudi
Titik-Tarto
30 Mei 2010
Titik-Tarto
Wardoyo-Haryanto
Toha-Wahyudi
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Sukoharjo
Jadwal pembagian per zona tersebut berlaku untuk jenis kampanye terbuka/ rapat umum, di mana setiap harinya berlangsung mulai pukul 09.00 s/d 16.00 WIB. Sedangkan kampanye tertutup dapat dilaksanakan oleh semua pasangan calon setiap hari selama masa kampanye di seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo. Semua pelaksanaan kampanye dalam bentuk apapun harus disertai pemberitahuan secara tertulis kepada KPUD, Polres Sukoharjo, dan Panwas paling lambat tiga hari sebelum kegiatan kampanye. Dalam berkampanye, pasangan calon atau tim kampanye harus mematuhi semua peraturan yang ditetapkan oleh KPUD. Selain larangan untuk melakukan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan, pasangan calon dan tim kampanye juga dilarang : a. Mempersoalkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. b. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dan partai politik. c. Menghasut atau mengadu domba perorangan, kelompok masyarakat, dan partai politik.
commit to user 92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau menganjurkan penggunaak kekerasan kepada perorangan, kelompok masyarakat dan partai politik. e. Mengganggu keamanan, ketentraman, dan ketertiban umum. f. Mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang sah. g. Merusak dan menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon. h. Menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah daerah. i. Menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan. j. Melakukan pawai atau arak-arakan dengan berjalan kaki atau kendaraan di jalan raya. k. Menjanjikan
atau memberikan uang
atau
materi lainnya
untuk
mempengaruhi pemilih. l. Memasang alat peraga sebelum masa kampanye, kecuali pada kantor tim kampanye, dan tempat yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan KPUD.
4. Pemungutan dan Penghitungan Suara Puncak pelaksanaan pemilukada adalah pada saat pemungutan dan penghitungan suara. Tahap ini adalah yang paling menentukan, karena benarbenar melibatkan seluruh aparat penyelenggara pemilukada, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta masyarakat pemilih. Berdasarkan data yang ditetapkan KPUD Sukoharjo, hari dan tanggal pemungutan suara jatuh pada Kamis, 3 Juni 2010.
commit to user 93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemungutan suara dilakukan secara serentak mulai pukul 07.00 s/d 13.00 WIB. Sebelum pemilih melakukan pencoblosan, terlebih dahulu Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus melakukan tugas antara lain membuka kotak suara, mengeluarkan seluruh isi kotak suara, mengidentifikasikan jenis dokumen dan peralatan, serta menghitung jumlah setiap setiap jenis dokumen dan peralatan. Semua kegiatan tersebut dapat dihadiri oleh saksi dari pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. Selanjutnya dibuat berita acara yang ditandatangani oleh sekurang-kurangnya dua anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi dari pasangan calon terkait. Setelah semua prosedur di atas dilaksanakan, maka para pemilih yang telah terdaftar dalam DPT memberikan suaranya kepada calon pilihan mereka melalui mekanisme pencoblosan surat suara. Menurut PP No. 6 tahun 2005 Pasal 82, surat suara dinyatakan sah apabila : a. Ditandatangani oleh ketua KPPS. b. Tanda coblos hanya terdapat pada satu kotak segi empat yang memuat satu pasanagn calon. c. Tanda cobls terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama pasangan calon yang telah ditentukan. d. Tanda coblos lebih dari satu tetapi masih di dalam satu kotak yang memuat nomor, foto, dan nama pasanagn calon. e. Tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak yang memuat nomor, foto, dan nama pasangan calon.
commit to user 94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagai bukti telah berpartisipasi dalam pemilukada serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya seorang pemilih mencoblos dua kali, maka KPPS memberikan tanda khusus di salah satu jari pemilih yakni dengan mencelupkannya ke dalam tinta. Pada prinsipnya, pencoblosan dilakukan berdasarkan nomor urut kehadiran pemilih, artinya, pemilih yang datang ke TPS lebih awal akan mendapat giliran awal pula untuk memilih. Akan tetapi, observasi peneliti di lapangan tidak menemukan adanya antrean yang cukup panjang dalam pencoblosan pemilukada di Desa Ngabeyan sebagaimana yang terjadi pada Pemilu Legislatif tahun 2009 lalu. Selain karena alur pencoblosan yang berlangsung cepat sehingga memperlancar proses pemilihan, hal ini juga dikarenakan tingginya pemilih golput di desa ini.
Gambar 2.5 Suasana di Salah Satu TPS Desa Ngabeyan saat Pencoblosan
Sumber : Dok. Peneliti (3 Juni 2010) Usai pencoblosan, dilakukan penghitungan suara yang biasanya dihadiri pula oleh para saksi dari masing-masing kandidat calon, panitia
commit to user 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengawas, pemantau, dan masyarakat umum. Dalam kesempatan ini, pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitingan suara oleh KPPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga KPPS dapat melakukan pembetulan saat itu juga. Hasil penghitungan suara di masing-masing TPS selanjutnya disampaikan kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk kemudian diteruskan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan KPUD melalui prosedur yang sama.
Tabel 2.5 Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilukada Sukoharjo 2010 Di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura No.
Pasangan Calon
Perolehan Suara
Prosentase
1.
Mohammad Toha - Wahyudi
602
25,32 %
2.
Titik Suprapti - Sutarto
765
32,17 %
3.
Wardoyo Wijaya - Haryanto
1011
42,51 %
Jumlah Suara Sah
2378
93,29 %
Jumlah Suara Tidak Sah
171
6,71 %
Jumlah Pemilih yang Menggunakan Hak Pilih Jumlah Pemilih yang tidak Menggunakan Hak Pilih (Golput) Jumlah Daftar pemilih Tetap (DPT)
2549
64,40 %
1409
35,60 %
3958
100 %
Sumber : Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ngabeyan Penetapan calon terpilih biasanya dilakukan terhadap calon yang mendapatkan suara terbanyak. Namun, menurut PP Nomor 6 tahun 2005,
commit to user 96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 persen jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan terpilih dan apabila ketentuan sebagaimana dimaksud tidak terpenuhi, pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30 persen suara sah, yang mempunyai suara terbanyak dinyatakan sebagai calon terpilih. Selanjutnya apabila terdapat lebih dari satu pasangan calon yang memperoleh suara yang sama, maka penentuan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. Dalam pemilukada kemungkinan dapat dilakukan pemilihan putaran kedua, jika pasangan calon tidak memperoleh suara sampai dengan 30 persen ditambah 1 (satu).
Tabel 2.6 Hasil Perolehan Suara Kandidat dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 No.
Pasangan Calon
Perolehan Suara
Prosentase
1.
Mohammad Toha - Wahyudi
83.716
20,69 %
2.
Titik Suprapti - Sutarto
121.290
29,98 %
3.
Wardoyo Wijaya - Haryanto
199.612
49,33 %
Jumlah Suara Sah
404.618
93,4 %
Jumlah Suara Tidak Sah
28.402
6,6 %
Jumlah Pemilih yang Menggunakan Hak Pilih Jumlah Pemilih yang tidak Menggunakan Hak Pilih (Golput) Jumlah Daftar pemilih Tetap (DPT)
433.020
65, 83 %
224745
34, 17 %
657.774
100 %
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo
commit to user 97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Seperti halnya pada sistem maupun kegiatan politik lainnya, komunikasi politik memiliki peran vital dalam pelaksanaan pemilukada Kabupaten Sukoharjo tahun 2010. Ia hadir dalam berbagai bentuk. Jauh sebelum tanggal 3 Juni yang ditetapkan sebagai hari pencoblosan tiba, misalnya, bakal calon bupati-wakil bupati telah aktif melakukan lobi, negosiasi, dan beragam upaya lain yang mengarah pada terkumpulnya dukungan bagi pencalonan mereka. Bukan hanya bakal calon namun juga partai, baik partai pengusung maupun partai pendukung aktif melakukan komunikasi politik demi kemungkinan tercapainya koalisi yang bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang kuat. Demikian halnya ketika KPUD telah mengumumkan pasangan calon secara resmi, komunikasi politik hadir dalam bentuk sosialisasi serta kampanye politik yang dilakukan oleh kandidat calon dan tim sukses mereka. Kegiatan ini merupakan sebuah upaya sistematis untuk mempengaruhi masyarakat, terutama calon pemilih, agar memberikan dukungannya kepada calon yang bersangkutan melalui mekanisme pemberian suara dalam pemilihan. Dari beragam bentuk komunikasi politik di atas, satu yang tidak kalah penting adalah komunikasi politik yang terjalin di antara masyarakat itu sendiri. Karena, kadangkala yang terjadi justru kampanye politik tidak
commit to user 98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan dampak yang signifikan terhadap perolehan suara calon, melainkan komunikasi antar persona dengan orang-orang terdekatlah yang mampu melakukannya. Diskusi dan obrolan ringan di warung kopi bersama tetangga serta masukan dari kerabat dan kolega akan lebih berpengaruh terhadap keputusan memilih satu calon tertentu. Sebagaimana masyarakat di daerah lain yang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Sukoharjo, masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura juga turut berpartisipasi dalam pemilukada yang dimenangkan oleh pasangan yang diusung PDIP tersebut. Menjelang pemilihan, masyarakat Desa Ngabeyan yang memiliki tipikal masyarakat transisi ini juga terlibat dalam komunikasi politik, baik aktif maupun pasif. Aktif dalam artian turut menyampaikan
pesan
dan/
atau
memberikan
tanggapan
(sebagai
komunikator), serta pasif dalam artian hanya mendengarkan pesan yang disampaikan saja (sebagai komunikan). Dalam BAB IV ini akan dibahas secara rinci mengenai pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat Desa Ngabeyan, dengan studi kasus pada pemilukada Kabupaten Sukoharjo 2010. Diharapkan apa yang tertuang dalam BAB IV ini akan mampu memberikan gambaran mengenai bagaimana masyarakat transisi melakukan komunikasi politik dan bagaimana komunikasi tersebut mempengaruhi perilaku mereka dalam memilih salah satu kandidat calon.
commit to user 99
perpustakaan.uns.ac.id
A. Komunikasi
digilib.uns.ac.id
Politik
Masyarakat
Desa
Ngabeyan
Kecamatan
Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 Komunikasi Politik Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Kabupaten Sukoharjo tahun 2010 –demikian judul sub bab ini– dalam analisis peneliti memiliki pengertian dan cakupan yang amat luas. Ketika di tengah mobilitasnya sehari-hari seorang warga masyarakat Desa Ngabeyan tanpa sengaja melihat spanduk atau baliho pasangan calon Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) yang marak di pinggir jalan dan lantas ia memperhatikan pesan politik yang termuat, dapat dikatakan orang tersebut terlibat dalam proses komunikasi politik. Ketika orang lain menghadiri pertemuan Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto), mendengarkan pidatonya dan menerima pesan politiknya, ia juga terlibat dalam proses komunikasi politik. Pun ketika orang berbicara mengutarakan pendapatnya dalam sebuah forum diskusi tidak resmi –misalnya obrolan ibu-ibu saat belanja sayur atau bapakbapak saat kerja bakti– tentang penilaiannya terhadap calon Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di) yang ia rasa layak memimpin Sukoharjo. Ketiganya merupakan gambaran komunikasi politik yang terjadi di masyarakat menjelang dilangsungkannya pemilukada. Informasi-informasi yang diperoleh dari komunikasi politik inilah yang pada gilirannya nanti memiliki andil dalam menentukan keputusan memilih masyarakat. Karena komunikasi politik adalah bagian dari komunikasi, dan komunikasi adalah interaksi. Interaksi terjadi karena seseorang menyampaikan pesan dalam bentuk lambang-lambang tertentu, diterima oleh pihak yang menjadi sasaran
commit to user 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga sedikit banyak mempengaruhi sikap dan tingkah laku pihak dimaksud. Untuk menyederhanakan pembahasan, peneliti membagi komunikasi politik masyarakat Desa Ngabeyan ke dalam empat saluran yang umum dilakukan pada saat pemilukada, yakni komunikasi politik antar persona, kampanye pemilukada, iklan politik melalui media luar ruang, dan komunikasi politik melalui media massa. 1. Komunikasi Politik Antar Persona Komunikasi antar persona bersifat pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face). Penggunaan saluran komunikasi antar persona untuk menyampaikan pesan politik didasari atas pertimbangan bahwa saluran ini memiliki tingkat umpan balik yang tinggi dan dianggap paling efektif mengubah perilaku dikarenakan sifatnya yang dialogis (Effendy : 1986b). Dengan mempelajari beberapa temuan penelitian maupun referensi ilmiah, komunikasi antar persona sebenarnya merupakan ciri khas masyarakat pedesaan atau tradisional karena tipikal masyarakat ini memiliki sistem sosial di mana kekerabatan masih erat satu dengan yang lainnya. Pada masyarakat transisi, komunikasi antar persona ternyata masih berperan cukup penting untuk menyampaikan pesan-pesan politik, baik dari kandidat calon kepada masyarakat maupun antar sesama masyarakat itu sendiri. Dalam komunikasi politik antar persona, pasangan cabup-cawabup bertindak selaku komunikator utama. Hal ini dikarenakan merekalah pihak
commit to user 101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang memiliki kepentingan hendak maju sebagai kepala daerah, sehingga kegiatan terjun ke masyarakat untuk menggalang dukungan secara langsung adalah suatu keharusan. Cara yang ditempuh yakni dengan mengadakan pertemuan langsung dengan warga, misalnya melalui acara anjangsana, sarasehan, sosialisasi maupun perekrutan tim sukses pasangan. Dalam konteks ini, pasangan calon yang memiliki keterkaitan dengan incumbent agaknya sedikit diuntungkan. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, cabup Titik Suprapti yang notabene adalah istri dari bupati Bambang Riyanto telah aktif menggalang dukungan jauh sebelum dimulainya tahapan pemilukada. Melalui beragam acara yang melibatkan dirinya baik sebagai ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Sukoharjo maupun dalam kapasitasnya sebagai istri bupati, ia gencar melancarkan pesan politik. Salah satunya yaitu pada acara Pelatihan Dasawisma (10 Program Pokok PKK), yang diadakan oleh PKK Desa Ngabeyan, Minggu, 18 April 2010 lalu. Dalam acara yang bertempat di Balai Desa Ngabeyan dan dihadiri oleh ibu-ibu PKK RT/RW se-Desa Ngabeyan ini, selain memberikan materi pelatihan, Titik juga sempat meminta dukungan kepada tamu undangan terkait pencalonannya sebagai bupati Sukoharjo 2010 - 2015. Hal yang sama pun dilakukan sang suami, Bambang Riyanto, yang kala itu masih menjabat sebagai bupati. Menjelang akhir masa baktinya, ia rutin menggelar pertemuan dengan warga masyarakat secara bergilir di tiaptiap desa dan kelurahan di wilayah Sukoharjo, sebagaimana diungkapkan oleh informan penelitian, LIM (Laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS) :
commit to user 102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Selama ajeng pergantian bupati niku kan Pak Bupatine kan nganaake Sambung Rasa. Lha niku kan Bambang Riyanto niku sakploke pun ajeng lengser niku nganaake Sambung Rasa per desadesa, per kelurahan. Nek teng mriki ndhisik teng nggene Pak SJP niku. Terus dhisik meleh tenggene Blimbing. Mriko programe nggih ngoten niku, ajeng melanjutkan programe Bambang Riyanto.” [Selama mau pergantian bupati itu kan Pak Bupatinya mengadakan Sambung Rasa. Lha Pak Bambang Riyanto itu semenjak mau lengser itu mengadakan Sambung Rasa per desa-desa, per kelurahan. Kalau di sini dulu di tempat Pak SJP. Terus dulu di Blimbing (Gatak, Sukoharjo) juga. Di sana programnya ya begitu itu, (Titik Suprapti) mau melanjutkan programnya Bambang Riyanto.] (Wawancara, 12 Juni 2010) Dalam pertemuan yang dinamakan ‘Sambung Rasa’ tersebut, Bambang mensosialisasikan pencalonan istrinya, Titik Suprapti, sebagai calon bupati menggantikan dirinya. Ia juga memaparkan program kerja Titik yang pada intinya meneruskan program kerjanya, seperti sekolah gratis dan kesehatan gratis. Tidak lupa, Bambang pun meminta dukungan kepada segenap masyarakat untuk memilih sang istri kelak. Senada dengan Titik Suprapti dan Bambang Riyanto, komunikasi antara persona juga diterapkan oleh pasangan calon nomor urut satu, Muhammad Toha - Wahyudi dalam upaya mereka menggalang dukungan. Sebagaimana diungkapkan oleh RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha), Toha dan Wahyudi yang juga merupakan rekan bisnisnya datang kepadanya bahkan sebelum mereka resmi mendaftarkan diri di KPU. Tujuannya adalah mencari saran dan masukan tentang pencalonan mereka berdua, memaparkan visi dan misi, serta meminta dukungan RAH secara pribadi dan meminta kesediannya untuk menjadi tim sukses. Berikut penuturan RAH : “Pertama kan dia (Toha) dateng ke sini, terus saya tanya, lha mau maju jadi bupati itu programnya seperti apa, visi dan misinya, kan gitu to, mestinya kan nanya gitu. Kalau kita suruh ndukung nggak tau visinya
commit to user 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
misinya apa gitu kan juga ya kurang sreglah, ya karena visi dan misinya itu jelas ya saya dukung.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Selain dari calon bupati kepada masyarakat, komunikasi politik antar persona juga berlangsung antar sesama masyarakat, baik dengan keluarga, tetangga, maupun teman. Dalam setiap kegiatan kemasyarakatan seperti kerja bakti, siskamling, pertemuan rutin warga, pengajian, maupun di dalam keluarga itu sendiri, isu politik khususnya tentang pemilukada sering kali hadir di tengah-tengah pembicaraan yang sedang berlangsung. Peneliti membedakan komunikasi politik antar persona seperti ini menjadi dua jenis. Pertama adalah komunikasi politik yang dilakukan atas dasar adanya kepentingan khusus yang menunjukkan keberpihakan kepada satu calon tertentu. Di sini, komunikasi politik antar persona sengaja dikendalikan oleh pihak yang dominan untuk menggiring opini orang lain kepada calon tersebut. Biasanya, pihak yang secara dominan berperan sebagai komunikator politik tersebut adalah tim sukses yang telah direkrut oleh pasangan calon maupun kader partai yang aktif, walaupun ada sebagian yang bukan tim sukses dan bukan pula kader partai, namun karena pertimbangan tertentu ia aktif mempersuasi pihak lain untuk mengikuti pilihannya. Dari hasil wawancara peneliti, pertimbangan tersebut antara lain loyalitas seseorang kepada partai tertentu sehingga siapapun calon yang diusung oleh partai tersebut sudah pasti akan dipilihnya. Dan bukan hanya itu, ia pun memberikan saran dan masukan kepada orang lain agar orang tersebut memiliki pilihan yang sama dengan dirinya. Selain loyalitas terhadap partai, pertimbangan lainnya didasari oleh keyakinan terhadap ajaran agama yang
commit to user 104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dianut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan TAN (Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir), salah satu Informan penelitian : “Oo… kalo itu justru saya yang nyarankan, harus milih ini, karena istri saya juga harus manut saya tentang pilihan, terus harus mengikut, karena semua yang diajarkan pada saya harus ajarkan pada, terutama pada keluarga dulu, baru tetangga, kalau bisa sampai masyarakat.” (Wawancara, 28 Juni 2010) TAN yang merupakan anggota organisasi islam MTA (Majelis Tafsir Al Qur’an) memiliki keyakinan terhadap calon yang disarankan oleh pimpinannya sehingga ia merasa wajib meneruskan saran tersebut kepada orang lain di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan ajaran agamanya yakni bahwa sesuatu yang ia yakini benar harus disebarkan kepada orang lain, tidak berhenti sampai dirinya saja. Jenis komunikasi politik antar persona yang kedua adalah komunikasi politik yang dilakukan tanpa didasari oleh kepentingan apapun. Berbeda dengan jenis pertama yang memang diagendakan, komunikasi ini mengalir apa adanya, selayaknya pembicaraan biasa pada umumnya. Isu politik pemilukada yang menjadi muatannya murni hanya karena kegiatan tersebut memang tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat. Biasanya, komunikasi antar persona seperti ini berlangsung dalam bentuk diskusi ringan atau lebih tepatnya obrolan santai dalam keluarga di mana tidak ada satu pun anggotanya yang memiliki kepentingan khusus baik sebagai tim sukses maupun kader partai politik pengusung pasangan calon. Seperti penuturan YAN (Laki-laki, 23 tahun, Mahasiswa) berikut ini : “Nek diskusi nggak pernah i. Sama masku juga nggak pernah. Kalo sama bapakku paling cuma ngobrol-ngobrol aja, tanya, ‘nyoblos opo, Yan?’ Nomer 1. Yo wes mandeg, ora disaranke opo-opo. Dadi
commit to user 105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memang iki ya pilihanku dewe, sak ngertiku dewe. Ngertiku kuwi ya sing tak coblos kuwi.” [Kalau diskusi nggak pernah. Sama kakakku juga nggak pernah. Kalau sama bapakku paling cuma ngobrol-ngobrol saja, tanya, ‘Nyoblos apa, Yan?’ Nomor 1. Ya sudah berhenti, tidak disarankan apa-apa. Jadi memang ini ya pilihanku sendiri, sepengetahuanku sendiri. Tahuku itu ya yang aku coblos itu.] (Wawancara, 12 Juni 2010) Hal yang sama diungkapkan oleh LIM. Tidak ada komunikasi politik antar persona yang dibuat mengerucut kepada satu calon tertentu, melainkan hanya sebatas obrolan biasa mengenai pilihan masing-masing anggota keluarga dan juga alasan di balik pilihan tersebut. Begitu pula dengan masyarakat. Informan yang juga menjabat sebagai Ketua RT ini membebaskan sepenuhnya opini publik berkembang, tanpa ada niat untuk menggiring atau mengarahkan-nya kepada satu calon tertentu. Berikut pernyataan LIM selengkapnya : “Nggih naming kulo tekoki Mbak, lha wong keluargane. Ning kulo mboten nyaranke, kudu milih iki kudu milih kae, mboten. Nggih mung tekon, kowe senenge opo, Le? Aku senenge lentho, Pak, rasane saget kriuk-kriuk. Paribasane niku. Lha nggih ngoten to. Cah enom nggih monggo, senenge opo. Tak tekoki alesane nggih pun nalar. Nggih pun, monggo. Nyoyah nggih nduwe pilihan dewe meleh, Mbak. Dadi diskusine mung sebatas tekon-tekon, Mbak, keputusane nggih kiyambak-kiyambak. Kaleh masyarakat nggih ngoten, sing ngekei usulan nggih kulo terimo. Semua warga pilihannya dianggap baik. Nek milih kan ya tetep awake dewe, wong milih ra ono sing ngerti.” [Ya cuma saya tanya Mbak, orang keluarganya. Tapi saya tidak menyarankan, harus milih ini harus milih itu, tidak. Ya cuma tanya, kamu senangnya apa Le (Thole--panggilan untuk anak laki-laki dalam Bahasa Jawa)? Aku senangnya lentho (camilan dari singkong yang diparut dan dicampur kacang/ kedelai kemudian digoreng), Pak, rasanya bisa kriuk-kriuk. Peribahasanya seperti itu. Lha iya begitu to. Anak muda ya silakan, senangnya apa. Saya tanya alasannya ya sudah nalar. Ya sudah, silakan. Istri ya punya pilihan sendiri lagi, Mbak. Jadi diskusinya cuma sebatas tanya-tanya, Mbak, keputusannya ya sendirisendiri. Sama masyarakat juga begitu, yang memberi usulan juga saya terima. Semua warga pilihannya dianggap baik. Kalau milih kan ya tetap diri sendiri, orang memilih tidak ada yang tahu.] (Wawancara, 12 Juni 2010)
commit to user 106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Komunikasi politik antar persona sebagai upaya penggalangan opini pada masyarakat pedesaan seringkali efektif dikarenakan ada sebagian warga yang masih belum melek huruf sehingga pesan hanya dapat disampaikan melalui pembicaraan. Dalam meneliti masyarakat Desa Ngabeyan yang memiliki karakteristik masyarakat transisi, ternyata peneliti masih menjumpai permasalahan seperti itu. Pemilih berusia lanjut (lansia) merupakan sasaran komunikasi antar persona yang strategis karena ketidakmampuannya dalam menerima pesan dari sumber lain –misalnya iklan media luar ruang– menjadikan pesan komunikasi antar persona merupakan satu-satunya sumber informasi yang sangat menentukan keputusan memilih. Sebagaimana dikatakan MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang) berikut ini : “Pokok’e aku wi dodol tahu dijipuk karo tukang daging, podho nang gerejane, ‘Mbah, sesuk ampun lali’, dikei layang, ‘Mbak kulo niku layang mboten saget moco’, ‘Nggih mpun pokok’e nomer telu nggih mbah, ampun lali’, trus tak delok, ‘Mbak, piyayi niki jane yo anu tapi kok ireng mbededeng, lemu’. Tenan tak coblos, trus ndang wes nyoblos, ‘Mbah, njenengan ayu tenan lho mbah, dikon ngene ya ngene’. Woo dielus-elus piyayi-piyayi no Nduk, jarene aku piyayi sepuh, nanging nek dikandhani ki yo nggatekke. Ngono lho Nduk. Mbok aku ditekoni sopo ngono, sing tak coblos yo sing ireng mbededeng lemu.” [Pokoknya aku itu jual tahu diambil sama tukang daging, sama ke gerejanya, ‘Mbah, besok jangan lupa’, diberi surat, ‘Mbak aku itu kalau surat tidak bisa membaca’, ‘Ya sudah pokoknya nomor 3 ya Mbah, jangan lupa’, terus aku lihat, ‘Mbak orang ini (Wardoyo Haryanto) kok hitam, gagah, gemuk’. Beneran saya coblos, terus begitu sudah mencoblos, ‘Mbah, kamu cantik benar lho Mbah, disuruh begini ya begini’. Wah, disanjung-sanjung orang aku Nduk (Gendhuk-panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa), katanya aku itu orang tua, tapi kalau diberitahu ya memperhatikan. Begitu lho Nduk. Aku ditanya siapa-siapa gitu, yang aku coblos ya itu, hitam gagah gemuk.] (Wawancara, 27 Juni 2010) Selain
menerima
pesan
politik
tersebut,
Informan
juga
mengungkapkan bahwa dirinya menerima sejumlah uang dari komunikator
commit to user 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang juga rekan jualannya di salah satu pasar di Kota Solo tersebut. Peneliti menilai hal itu tak ubahnya sebagai suatu bentuk money politics yang memang tidak dapat dinafikkan keberadaannya di masyarakat saat ini. Walaupun tidak dapat dibenarkan, penggunaan strategi money politics memang kerap dilakukan untuk menunjang komunikasi politik pra pemilihan agar lebih mempermudah proses penggalangan dukungan, khususnya dari mereka yang berpikiran pragmatis dan membutuhkan uang. 2. Kampanye Pemilukada Kampanye merupakan aktivitas komunikasi yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap, dan perilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan pemberi informasi. Dalam konteks pemilukada, kampanye adalah sebuah upaya sistematis untuk mempengaruhi masyarakat, khususnya calon pemilih, agar memberikan dukungan suaranya kepada kandidat calon kepala daerah yang sedang berkompetisi. Memahami pengertiannya, kegiatan kampanye penting dilakukan menjelang pemilukada, karenanya semua pemilukada selalu menyertakan kampanye
di
dalamnya.
dilaksanakan dari
Kampanye
pemilukada
Sukoharjo
sendiri
tanggal 17 s/d 30 Mei 2010. Selama 14 hari, ketiga
pasangan calon bupati - wakil bupati, Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To, Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) dan Muhammad Toha - Wahyudi (HaDi) berlomba-lomba mengeluarkan manuver terbaiknya untuk menggalang sebanyak-banyaknya dukungan masyarakat Sukoharjo.
commit to user 108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam konteks politik, data tentang daerah sasaran sangat penting karena bisa memberi informasi untuk dijadikan acuan dalam menetapkan langkah-langkah kampanye, terutama dalam kaitannya dengan strategi, pendekatan, tema, penyusunan pesan, dan pemilihan media yang tepat. Karena kampanye melalui iklan media luar ruang dan media massa akan dibahas secara terpisah, di sini peneliti hanya akan membatasi kampanye sebagai suatu bentuk komunikasi politik dengan menggunakan saluran komunikasi publik, misalnya kampanye terbuka di alun-alun, rapat terbuka, pertemuan terbatas, panggung terbuka di pasar swalayan, pagelaran musik di kampung, turnamen olahraga, pasar murah, iring-iringan motor, dan semacamnya. Kampanye pemilukada yang dijadwalkan selama 12 hari oleh KPUD Sukoharjo dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh cabup-cawabup War-To, TitikTarto, dan Ha-Di, meskipun fakta di lapangan menunjukkan kegiatan kampanye sudah berlangsung sebelum jadwal yang tetapkan. War-To misalnya. Pada Minggu, 2 Mei 2010, pasangan calon nomor urut tiga ini menggelar sebuah pertunjukan musik dangdut yang dikoordinir oleh organisasi masyarakat Brayat Ageng Wisanggeni (Paseduluran Tanpa Henti) yang juga merupakan relawan pemenangan War-To. Kampanye terbuka yang mengambil lokasi di areal kosong bekas terminal lama Kartasura dan berlangsung dari pukul 13.00 s/d 16.00 WIB tersebut tidak hanya dihadiri oleh tim sukses maupun simpatisan War-To dari Kartasura saja, namun juga dari kecamatan lain di sekitarnya seperti Gatak dan Baki. Karena acara bersifat terbuka, dalam artian siapa saja boleh hadir, tak pelak acara ini turut mengundang atensi masyarakat Desa Ngabeyan,
commit to user 109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengingat terminal lama memang berlokasi di desa ini. Masyarakat, terutama bapak-bapak dan pemuda, berbondong-bondong menyaksikan acara ini. Selain dihadiri oleh Wardoyo Wijaya dan Haryanto, acara tersebut turut pula dihadiri Ketua Tim Sukses cabup-cawabup War-To sekaligus Ketua DPRD Sukoharjo, Dwi Jatmiko dan juga dalang kondang Ki Manteb Sudarsono. Selain membahas sejarah singkat Wisanggeni sebagai salah satu tokoh pewayangan, Ki Manteb juga menyoroti kondisi Indonesia saat ini yang kehilangan tiga hal penting, yakni kebangsaan, kebijaksanaan, dan juga sikap saling tolong menolong sesama. Ia juga meminta audiens untuk bersama-sama mendukung dan membantu yang benar (War-To). Sedangkan
Dwi
Jatmiko
dalam
orasinya
lebih
banyak
mensosialisasikan tokoh War-To, partai pengusungnya, kandidat pesaingnya dan juga klarifikasi atas kasak-kusuk seputar calon ganda yang diusung PDIP. Ia juga menghimbau kepada seluruh audiens untuk mencoblos pasangan ini dalam pemilukada. Selain pertunjukan musik dangdut, kampanye ini dimeriahkan oleh atraksi reog, organ tunggal, dan penampilan dari ibu-ibu PKK Sehat Ceria Wisanggeni Makamhaji yang membawakan tarian poco-poco. Kampanye juga sempat diwarnai oleh arak-arakan sepeda motor oleh massa simpatisan calon, tepatnya sebelum acara dimulai dan setelah acara berakhir.
commit to user 110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.1 Kampanye Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto
Sumber : Dok. Peneliti (2 Mei 2010) Apabila War-To melakukan kampanye dengan pertunjukan musik dangdut, lain halnya dengan Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di). Pasangan calon nomor urut satu ini menyelenggarakan kampanye dengan format sepeda santai. Dalam acara yang berlangsung Minggu, 30 Mei 2010 ini, cabup Muhammad Toha tidak hadir, ia diwakili oleh cawabup Wahyudi yang memimpin rombongan sepeda santai dengan mengendarai mobil bak terbuka berwarna merah. Selain mendapatkan kupon undian yang berhadiah doorprize menarik, peserta sepeda santai juga mendapatkan sebuah kaos, makanan ringan, dan air mineral. Penampilan band lokal yang membawakan lagu-lagu yang tengah popular turut pula memeriahkan acara, terlebih cawabup Wahyudi ikut berpartisipasi menyanyikan beberapa buah lagu.
commit to user 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.2 Kampanye Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi
Sumber : Dok. Peneliti (30 Mei 2010) Adapun kampanye politik berupa pertemuan terbatas digelar oleh pasangan calon nomor urut dua, Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) di rumah salah seorang tim sukses mereka di Dukuh Brontowiryan RT 02/01 Desa Ngabeyan, atau di samping terminal lama Kartasura. Berdasarkan observasi peneliti, acara yang digelar Rabu, 26 Mei 2010 tersebut dimulai pada pukul 10.00 WIB. Cabup Titik Suprapti hadir untuk memberikan sosialisasi dan arahan langsung kepada undangan yang berjumlah kurang lebih 150 orang dan dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yakni mereka yang dipandang berpotensi memberikan dukungan suaranya kepada Titik-Tarto. Selain pertunjukan musik dangdut, pasangan War-To juga sempat menyelenggarakan pertemuan terbatas pada masa kampanyenya seperti halnya yang dilakukan Titik-Tarto. Bedanya, acara tersebut tidak digelar di rumah
commit to user 112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
salah seorang tim sukses seperti yang dilakukan Titik, melainkan di Gedung Pusat Kegiatan Pemuda (PKP) Desa Ngabeyan. Acara ini juga dihadiri undangan dalam jumlah yang terbatas.
3. Iklan Politik Media Luar Ruang Iklan pasangan calon melalui media luar ruang termasuk jenis iklan politik, yaitu pembelian dan penggunaan ruang-ruang periklanan untuk mengirimkan pesan politik kepada khalayak luas. Media luar ruang bisa dikaitkan dengan dunia estetika dalam bentuk lukisan, dan ditempatkan pada tempat-tempat yang ramai dilihat banyak orang. Media ini memiliki keunggulan karena bisa menjangkau semua kalangan, baik dari segi usia maupun lapisan sosial, dapat bertahan cukup lama dan mudah dipindahpindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Kelebihan inilah yang membuat keberadaan iklan media luar ruang menjadi satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pemilukada dan juga pemilu lainnya. Iklan media luar ruang menjadi atribut kampanye yang selalu digunakan oleh hampir semua kandidat calon untuk mengenalkan diri kepada masyarakat yang telah atau akan menjadi target konstituen mereka, dengan tujuan agar
masyarakat
bersedia
memilih
mereka
dalam
pemilihan.
Hal
ini
diimplementasikan pula oleh ketiga pasangan calon bupati dan wakil bupati Sukoharjo, Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di), Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto), serta Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) dalam pemilukada 3 Juni lalu.
commit to user 113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan pengamatan peneliti, iklan media luar ruang pasangan War-To di wilayah Desa Ngabeyan memiliki kuantitas paling banyak dibandingkan dua calon lainnya. Penempatannya pun tersebar merata hingga ke sudut-sudut desa, baik melalui baliho, spanduk, dan banner. Selain itu, waktu pemasangannya pun paling awal. Beberapa bulan sebelum pemilihan, bahkan di saat calon lain masih pontang-panting menjalin lobby dengan partai yang akan mengusungnya, pasangan War-To sudah aktif memperkenalkan diri kepada masyarakat melalui beberapa buah baliho besar yang dipasang di pertigaan jalan desa dan juga di tempat strategis lainnya.
Gambar 3.3 Iklan Baliho Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto
Sumber : Dok. Peneliti (2 Mei 2010) Selain foto diri pasangan yang mengenakan pakaian jas rapi dan menampilkan ekspresi senyum lebar, baliho tersebut juga memiliki keunikan karena mencantumkan program kerja calon secara sistematis, sesuatu yang
commit to user 114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
belum banyak dilakukan oleh kandidat calon lainnya, karena biasanya program kerja dicantumkan pada iklan media cetak. Adapun program kerja yang dimaksud meliputi empat aspek perjuangan War-To apabila kelak terpilih untuk memimpin Sukoharjo, yaitu sekolah dan berobat gratis, dana pembangunan setiap desa sampai dengan 200 juta per tahun, jaminan sosial (asuransi dan santunan) untuk rakyat, serta lapangan pekerjaan yang luas. Pemakaian warna merah menyala sebagai warna dasar baliho menandakan bahwa pasangan yang mengusung jargon “Cerdas Berbuat Untuk Rakyat” ini diusung oleh PDI Perjuangan. Bahkan untuk mempertegas hal tersebut, beberapa baliho War-To lainnya dilengkapi foto Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani. Tokoh partai yang sudah terkenal secara nasional biasanya menarik perhatian masyarakat karena menjadi panutan atau public figure. Kalau foto diri pasangan War-To dalam balihonya berbalut busana jas rapi, tidak demikian halnya dengan pasangan Ha-Di. Dengan mengenakan kemeja batik lengan panjang, celana hitam dan berkopiah, pasangan ini berpose santai mengendarai sepeda gunung seraya melambaikan tangan. Dalam baliho yang dipasang di pinggir jalan masuk terminal Kartasura tersebut, tidak ada program kerja, himbauan mencoblos, atau tulisan lain kecuali nama pasangan calon dan tagline “Muda yang Kompak Sehat Hemat Merakyat”.
commit to user 115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.4 Iklan Baliho Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi
Sumber : Dok. Peneliti (2 Mei 2010) Selain baliho, pasangan Ha-Di juga memasang spanduk di beberapa lokasi strategis lainnya, salah satunya di depan Lapangan Desa Ngabeyan. Dibandingkah baliho, spanduk Ha-Di lebih informatif. Selain secara tersurat menginformasikan dirinya sebagai bakal calon bupati dan wakul bupati Sukoharjo, pasangan ini juga mengusung jargon “Perubahan, Bersama Kita Lebih Bisa!”. Tulisan 100 persen asli yang berada di pojok kanan spanduk pun terasa mempertegas identitas mereka sebagai putra daerah Sukoharjo. Dibandingkan dua kandidat calon lainnya, Titik Suprapti - Sutarto adalah yang paling terakhir memasang iklan media luar ruang di wilayah Desa Ngabeyan. Bila dua calon lain sudah memasang iklan baik lewat media baliho spanduk maupun banner sejak mereka masih berstatus sebagai bakal calon bupati dan wakil bupati, maka tidak demikian halnya dengan Titik-Tarto. Entah disengaja atau tidak, pasangan ini memilih untuk memasang iklan
commit to user 116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melalui media banner setelah dilakukannya pengundian nomor urut oleh KPUD Sukoharjo pada Rabu, 12 Mei 2010 dan mereka resmi menyandang status calon bupati dan wakil bupati.
Gambar 3.5 Iklan Spanduk Pasangan Titik Suprapti - Sutarto
Sumber : Dok. Peneliti (30 Mei 2010) Melalui visualisasi gambar angka dua (nomor urut Titik-Tarto dalam pemilukada) yang dicoblos, pasangan ini menyampaikan pesan tersurat kepada masyarakat untuk memilih mereka dalam pemilihan dengan cara mencoblos angka dua seperti yang tertera pada iklan. Titik Suprapti yang dikenal pula dengan nama TBR (Titik Bambang Riyanto) juga menunjukkan keterkaitannya dengan incumbent melalui jargon ‘Lanjutkan!’ yang berarti ia hendak melanjutkan pemerintahan terdahulu yang dipegang sang suami, dan ‘Tetap Bersama Rakyat’ yang mempunyai inisial sama dengan dirinya (TBR). Dalam hal ini, ‘Tetap Bersama Rakyat’ mengandung sebuah pesan bahwa
commit to user 117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
walaupun bupati incumbent sebentar lagi akan habis masa jabatannya, namun ia akan tetap bersama rakyat, apabila kelak Titik-Tarto memenangkan pemilukada dan menjabat sebagai bupati dan wakil bupati.
4. Media Massa Media massa memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam periode pemilihan. Orang yang sebelumnya jarang mengikuti dan mencermati perkembangan politik melalui media massa, tiba-tiba menjadi lebih intensif membaca koran, menonton televisi, bahkan mengakses situs di internet yang semuanya menyajikan pemberitaan seputar pemilihan. Melalui media massa pula, masyarakat khususnya mereka yang memiliki hak pilih dapat mengetahui siapa saja kandidat yang hendak maju dalam pemilihan, apa saja program kerja yang diusung, serta bagaimana kandidat menyoroti isu penting yang menyangkut hajat hidup masyarakat. Karena mengandung muatan politik, maka dapat dikatakan bahwa pemberitaan seputar pemilu di media massa merupakan komunikasi politik. Selain pemberitaan mengenai segala hal terkait pemilihan, komunikasi politik dapat berupa debat kandidat, kampanye, maupun iklan kandidat di media cetak maupun elektronik. Media massa yang memiliki jangkauan nasional menjadi pilihan strategis untuk menyampaikan pesan politik di mana target sasarannya yakni masyarakat pemilih di seluruh wilayah Indonesia, seperti pemilu presiden dan pemilu legislatif sebelum diberlakukannya sistem daerah pemilihan (dapil).
commit to user 118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Walaupun demikian, hal itu tidak berlaku mutlak, karena ada beberapa kandidat kepala daerah yang memilih untuk beriklan di televisi nasional. Dalam konteks Pemilukada Sukoharjo 2010, selain berbagai pemberitaan mengenai pemilukada di beberapa surat kabar lokal, komunikasi politik melalui media massa yang melibatkan masyarakat Desa Ngabeyan sebagai komunikan yakni acara “Debat Kandidat Calon Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo 2010-2015” yang ditayangkan oleh Terang Abadi Televisi (TATV), sebuah televisi lokal di Solo yang memiliki jangkauan siaran meliputi wilayah Solo dan sekitarnya, termasuk Sukoharjo. Acara ini dihelat oleh KPUD Sukoharjo bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo (UNIVET BANTARA) pada hari Kamis, 20 Mei 2010 di Gedung Auditorium Kampus UNIVET dan disiarkan secara langsung oleh TA TV mulai pukul 19.30 WIB. Selain
menghadirkan
tiga
pasang
cabup-cawabup
Sukoharjo
Muhammad Toha-Wahyudi (Ha-Di), Titik Suprapti-Sutarto (Ti-To), dan Wardoyo Wijaya-Haryanto (War-To) sebagai peserta debat, panitia juga mengundang 250 orang dari berbagai elemen masyarakat Sukoharjo termasuk Tokoh Masyarakat, Akademisi, Anggota DPRD dan lain sebagainya.
commit to user 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.6 Debat Kandidat Cabup-Cawabup Sukoharjo 2010
Sumber : www.kpu-jateng.go.id
B. Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 Perilaku memilih merupakan tindakan seseorang dalam memberikan suara kepada partai atau kandidat yang mencalonkan diri dalam pemilu, baik pemilu legislatif, presiden, maupun pemilu kepala daerah, serta alasan atau latar belakang tindakan tersebut. Perilaku memilih mencakup pula tindakan tidak memilih salah satu calon atau yang lazim disebut golongan putih (golput). Berikut ini adalah gambaran perilaku memilih masyarakat Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 yang diwakili oleh informan penelitian.
commit to user 120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 3.1 Gambaran Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan No.
Informan
Tipologi Pemilih
Kandidat Pilihan
1.
LIM
Pemilih Rasional
Titik - Tarto
2.
YAN
Pemilih Rasional
Toha - Wahyudi
3.
AYU
Pemilih Rasional
Titik - Tarto
4.
WAR
Pemilih Partisan
Titik - Tarto
5.
MAN
Pemilih Sekedar Memilih
Wardoyo - Haryanto
6.
YAH
Pemilih Rasional
Titik - Tarto
7.
TAN
Pemilih Partisan
Wardoyo - Haryanto
8.
HAR
Pemilih Rasional
Titik - Tarto
9.
WID
Pemilih Partisan
Wardoyo - Haryanto
10.
SON
Pemilih Sekedar Memilih
Toha - Wahyudi
11.
CAN
Pemilih Sekedar Memilih
Titik - Tarto
12.
GUN
Pemilih Rasional
Wardoyo - Haryanto
13.
SUM
Pemilih Rasional
Wardoyo - Haryanto
14.
RAH
Pemilih Partisan
Toha - Wahyudi
15.
CIP
Golongan Putih
--
Sumber : Hasil Wawancara Peneliti dengan Informan (diolah) Sebagai masyarakat dengan karakteristik transisi, masyarakat Desa Ngabeyan memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam memilih calon bupati dan wakil bupati Sukoharjo 2010, sesuai dengan karakteristik pribadi, sosial, dan pengaruh yang ia dapatkan dari luar. Dari hasil wawancara dengan 15 informan, peneliti menggolongkan perilaku memilih masyarakat ke dalam empat kelompok, sebagaimana dilakukan Pawito dalam penelitiannya pada periode pemilihan 1999 dan 2004, yakni pemilih sekedar memilih, pemilih partisan, pemilih rasional, dan golongan tidak memilih (golput).
commit to user 121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Pemilih Sekedar Memilih Perilaku memilih yang dilakukan tanpa didasari pertimbangan yang matang alias sekedar memilih biasanya disebabkan karena informan tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai kandidat cabup-cawabup, platform atau program kerja yang ditawarkan, bahkan Pemilukada Sukoharjo secara umum. Minimnya akses terhadap informasi tersebut disebabkan karena keterbatasan dalam diri, misalnya orang tua yang tidak melek huruf. Hal ini diungkapkan oleh MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang). Informan yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang di salah satu pasar di Kota Solo ini memilih calon nomor urut tiga yakni Wardoyo Wijaya - Haryanto dengan alasan banyak orang yang menyarankannya untuk memilih pasangan tersebut. “Lhoh, aku kabeh akon’e kuwi, Nduk. Pokok’e yo kabeh, ora mung wong siji ora wong loro. Pokok’e sing lemu ireng mbededeng kuwi lho, kuwi.” [Lho, aku semua nyuruhnya itu, Nduk (Gendhuk--panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa). Pokoknya ya semua, nggak cuma satu orang dua orang. Pokoknya yang gemuk, hitam, gagah (Wardoyo) itu lho, itu.] (Wawancara, 27 Juni 2010) Karena ketidakmampuannya dalam membaca dan menulis, MAN tidak mengerti program-program yang ditawarkan pasangan calon sehingga ia hanya menggunakan masukan-masukan dari orang lain tersebut sebagai pertimbangan dalam memilih War-To, terlebih dirinya tidak mendapatkan masukan lain untuk memilih calon selain War-To. Berikut penjelasan Informan secara lebih lengkap : “Programe aku ki ra ngerti ngendhi-ngendhi Nduk, pokok’e aku ki ngertine gur menang, soale aku ki wong tuwo, ora ngrungko’ke ngendhi-ngendhi, mbuh enek opo-opo ki aku ra tak pikir Nduk. Pokok’e aku ki menang, juarane ora elek. Pokok’e mung ngono kuwi, tenan. Aku wis tuwo nangendi-ngendi yo wes gur meneng.”
commit to user 122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
[Programnya aku nggak tahu apa-apa, Nduk, pokoknya aku itu tahunya cuma menang, soalnya aku itu orang tua, tidak mendengarkan siapasiapa. Ada apa-apa juga nggak aku pikir. Pokoknya (pilihan) aku ini menang, juaranya nggak jelek. Pokoknya cuma begitu itu, beneran. Aku sudah tua di mana-mana ya cuma diam saja.] (Wawancara, 27 Juni 2010) Senada dengan MAN, pemilih yang beralamat di Dukuh Ngabeyan, SON (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta), mengatakan minimnya informasi serta referensi seputar pemilukada dan kandidat calon menjadi alasannya berperilaku sekedar memilih. Pria keturunan Tionghoa ini berdalih bahwa Pemilukada Sukoharjo minim sosialisasi dan kampanye. Selain itu, ia juga mengaku tidak aktif di kegiatan kemasyarakatan ataupun kelompokkelompok lain yang memungkinkannya berinteraksi lebih intens dengan masyarakat. Mobilitasnya sehari-hari yang cukup tinggi dan kebanyakan berada di Kota Solo pun semakin membuatnya enggan bersikap aktif mencari informasi seputar pemilukada. Walaupun demikian, ia tetap menggunakan hak pilihnya dengan memilih pasangan calon nomor satu, Muhammad Toha Wahyudi, dengan pertimbangan nama M. Toha adalah yang paling familiar baginya. Demikian pernyataan SON : “Ya kebetulan dia (M. Toha) yang udah dua kali nyalon ya, saya pernah denger gitu aja. Cuma saya belum kenal semua sama caloncalonnya. Hehe... Masalahnya Pilkada di Sukoharjo ini kurang sosialisasi e, kita ndak kenal sama calon-calonnya. Kampanyenya juga kurang juga. Kalau cuma gambar-gambar gitu kan kita nggak tau dia siapa, dia siapa. Haha...” (Wawancara, 14 Juli 2010) Perilaku sekedar memilih juga dipraktekkan oleh CAN (Laki-laki, 54 tahun, Pedagang). Pria yang juga keturunan Tionghoa ini tidak paham akan seluk beluk calon yang dipilihnya dalam pemilukada, Titik - Tarto. Ia memilih pasangan calon nomor urut dua tersebut atas dasar pertimbangan dari pihak
commit to user 123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
luar, yaitu teman-teman Informan yang kebanyakan memilih pasangan ini sehingga membuatnya memilih calon yang sama dengan mereka. CAN mengemukakan alasan memilihnya seperti berikut : “Ya cuma ikut-ikutan ya (memilih Titik - Tarto). Saya kan masalah kayak gitu kan ndak paham. Ya ikut-ikutan orang-orang sini. Pada milih nomer dua, milih nomer dua, ya wes [ya sudah] nomer dua, hehe...” (Wawancara, 14 Juli 2010) Pada dasarnya, manusia sebagai makhluk sosial memang tidak menyukai keterasingan. Ia selalu menginginkan berada di pihak mayoritas. Hal itu pula yang dilakukan oleh CAN, terlebih mengingat dirinya juga tidak mempunyai alasan yang tepat untuk berbeda pendapat. 2. Pemilih Partisan Pemilih partisan atau pemilih fanatik merupakan kelompok pemilih yang memiliki keberpihakan kuat terhadap kandidat tertentu karena berbagai alasan. Kandidat cabup-cawabup, kader partai pengusung dan pendukung maupun tim sukses pasangan calon termasuk dalam kategori ini. Hal demikian meluas setidaknya kepada cakupan keluarga, sanak famili, dan teman dekat. Alasan lain yakni adanya kesamaan ideologis, tradisi, dan ikatan sosiokultural lain yang sampai tahap tertentu dapat menjadi pertimbangan dalam memberikan suara kepada kandidat tertentu. Salah satu pemilih partisan di Desa Ngabeyan adalah WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta). Karena berpartisipasi sebagai tim sukses pasangan Titik Suprapti - Sutarto, otomatis pasangan inilah yang dipilihnya dalam pemilukada kemarin. Ia bersedia berpartisipasi menjadi tim sukses pasangan karena pertimbangan aspek kemanfaatan yang didapatkannya bila
commit to user 124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kelak pasangan ini memenangkan pemilukada. Mengenai hal ini, WAR mengutarakan pandangannya sebagai berikut : “Kene ki milih niku mboten gaco milih, tapi supoyo injoh digondheli. Suk nek enek kesulitan tetep isoh dieloni terus no Mbak. Nek milih yo ra gaco milih tok. Dadi oo… iyo ya aku nduwe anak. Koyo Mamat, Ida, mengko nek Mamat neng SMA 2 jelas injoh. Lha itu kan saya milih tetep ono kegunaane Mbak supoyo disemelehi injoh. Masalah gawean suk pomo dadi tenan titip ponakan ngoten niku, nek ra enek manfaate wegah no Mbak milih koyo ngono kui. Nggih to?” [Sini itu milih tidak asal milih, tapi supaya bisa diikuti. Nanti kalau ada kesulitan tetap bisa diikuti terus, Mbak. Kalau milih ya tidak asal milih. Jadi, o iya ya saya punya anak. Kayak Mamat, Ida, nanti kalau Mamat ke SMA 2 (SMA N 2 Sukoharjo) jelas bisa. Lha itu kan saya milih tetap ada manfaatnya Mbak, biar bisa dijadikan sandaran. Masalah pekerjaan besok kalau (Titik) jadi beneran titip keponakan begitu itu, kalau tidak ada manfaatnya tidak mau Mbak milih kayak gitu itu. Iya kan?] (Wawancara, 15 Juni 2010) Berbeda dengan WAR yang menjadi tim sukses Titik - Tarto dan memilih pasangan ini karena kepentingan pragmatis, RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha) beralasan bahwa ikatan pertemananlah yang membuatnya memilih pasangan nomor urut satu, Muhammad Toha - Wahyudi. Bukan hanya itu, sosok Toha yang ia nilai gentleman serta memiliki program kerja yang bagus mendorongnya berpartisipasi dengan menjadi tim sukses pasangan yang juga rekan bisnisnya tersebut. Demikian penjelasan RAH : “Kalau saya milih yang nomer satu, pertimbangannya kan juga teman sendiri, Pak Toha itu sama Pak Wahyudi. Kalau pribadinya apa kan sudah kenal, ya to, tapi kalau sama yang lainnya itu kan, mungkin kalau dari Pak Bambang sendiri saya juga sudah ngerti sedikit-sedikit pribadinya, terus kalau sama Pak Wardoyo sendiri kan saya nggak tahu siapa beliau, belum kenal, nggak kenal sama sekali kalau sama Pak Wardoyo. Jadi saya ndukungnya ya Pak Toha itu. Kalau menurut saya beliau itu orang baik, ya boleh dibilang orang gentleman, terus punya program yang bagus, kan gitu.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Temuan berbeda peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan TAN (Laki-Laki, 44 tahun, Juru Parkir). Di sini, tampak sekali bahwa faktor
commit to user 125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sosiokultural yakni agama turut berperan dalam menentukan perilaku memilih informan yang juga merupakan anggota MTA (Majelis Tafsir Al Qur’an) ini. Kondisi ini dapat dikomparasikan dengan apa yang terjadi di kancah perpolitikan nasional, misalnya pada pemilu 1999 dan 2004 di mana kalangan NU kebih banyak memberikan suaranya ke PKB dan PPP sedang Muhammadiyah cenderung memilih PAN dan PKS. Dalam konteks perilaku memilih TAN, pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto menjadi pilihan terakhirnya dikarenakan pola pikir Informan yang didasari oleh nilai-nilai keislaman sehingga membuatnya tidak bisa memilih dua pasangan calon yang lain. Berikut penuturan TAN terkait perilaku memilihnya : “Aku milih War-To ada pola pikirnya. Alesannya ada tiga. Satu, saya sebagai orang islam ndak mungkin milih perempuan, karena islam tidak bisa dipimpin oleh perempuan. Itu, satu. Dua, kalau saya milih Toha, Toha itu kalau dengan keyakinan saya, dengan Toha jauh berbeda. Karena dia mempunyai keyakinan dengan lambang, apa, jagad. Peta dunia itu. Lha itu musuh dakwah dalam kajian saya. Saya ngaji di MTA, dia nggak senang dengan MTA (Majelis Tafsir Al Qur’an), adanya islam dengan diajarkan yang benar dia ndak senang, makanya dia musuh bagi saya, ndak mungkin saya milih. Ya terpaksa, milih diantara itu hanya satu tok, lha War-To, karena jelas sebagai orang islam, dia tidak akan menghalangi dakwah saya. Lha itu pilihan saya.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Selain faktor agama, partai politik pengusung pasangan calon merupakan pertimbangan kuat pemilih partisan dalam memilih cabupcawabup Sukoharjo. Banyak orang walaupun dirinya bukan merupakan kader partai namun memiliki loyalitas dan fanatisme yang tinggi terhadap partai tersebut. Terlebih Kabupaten Sukoharjo terletak di wilayah eks-Karesidenan Surakarta yang terkenal dengan tipikal pemilih fanatiknya. Salah satunya adalah WID (Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa). Informan yang juga
commit to user 126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berprofesi sebagai dalang ini menjatuhkan pilihannya kepada cabup-cawabup nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto dengan alasan pasangan ini diusung oleh PDI Perjuangan. Lebih lanjut, WID menjelaskan pandangannya seperti ini : “Nek masalah teng partai, kulo masalahe ngrumaosi sejarah isoh makmur, merdeka, kulo njenengan mangan enak nyandhang utuh, niku sejarahe saking Pak Karno, nggih to? Mulo terus kulo nindhakke partaine Pak Karno, mpun niku. Mongko Pak Karno partaine opo? PDI Perjuangan to. Aku masalahe yo ngrumangsani aku injoh dadi dalang laris, injoh nduwe omah tingkat, montor, sawah, ojo ora Pak Karno le merdheka’ke ora mungkin injoh ngeten niki, mpun. Nggih. Pokok’e sing kulo senengi niku nopo? Mung partaine Pak Karno. Pak Karno nggenah partaine PDIP. Dadi mbok sing maju sinten ning sing baku sing ngajo’ke partaine Pak Karno tetep kulo pilih.” [Kalau masalah partai, saya merasa sejarah bisa makmur, merdeka, saya kamu makan enak pakai pakaian utuh, itu sejarahnya dari Pak Karno (Ir. Soekarno--Presiden Pertama RI), iya kan? Makanya terus saya menjalankan partainya Pak Karno, sudah begitu. Padahal partainya Pak Karno apa? PDI Perjuangan kan. Saya juga merasa saya bisa jadi dalang laris, bisa punya rumah tingkat, mobil, sawah, kalau bukan Pak Karno yang memerdekakan (Indonesia), tidak mungkin bisa seperti ini. Iya. Pokoknya yang saya sukai itu apa? Cuma partainya Pak Karno. Pak Karno jelas partainya PDIP. Jadi mau yang maju siapa tapi yang mutlak yang mengajukan partainya Pak Karno tetap saya pilih.] (Wawancara, 11 Juli 2010) Walaupun di sisi lain dirinya tetap tidak mengabaikan program kerja yang ditawarkan War-To seperti sekolah dan berobat gratis serta santunan tiga juta untuk orang meninggal namun WID mengakui bahwa faktor partai tetap menjadi pertimbangan utamanya. 3. Pemilih Rasional Pemilih rasional adalah tipikal pemilih yang mampu mengambil keputusan yang logis dengan didasari oleh pertimbangan-pertimbangan yang matang dan analisis-analisis mengenai alternatif yang ada. Kelompok ini
commit to user 127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cenderung aktif mencari tahu informasi perihal pemilukada, pasangan calon dan program kerja mereka, serta tidak memiliki ikatan apapun dengan partai atau kandidat, baik ikatan keluarga, pertemanan, ideologis maupun sosiokultural. Nimmo menjelaskan tipe pemilih rasional melalui lima ciri khas. Pertama, selalu dapat mengambil keputusan apabila dihadapkan pada alternatif. Kedua, selalu memilih alternatif tersebut secara sadar. Ketiga, menyusun alternatif dengan cara transitif. Keempat, selalu memilih alternatif yang peringkat preferensinya tinggi. Dan kelima, selalu mengambil keputusan yang sama apabila dihadapkan pada alternatif yang sama (konsisten). YAN (Laki-laki, 23 tahun, Mahasiswa) mewakili tipe pemilih seperti ini. Mahasiswa tingkat akhir di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota Solo ini memilih pasangan Ha-Di lantaran kemampuan dan kinerja yang ditunjukkan Toha selama menjabat sebagai wakil bupati maupun anggota DPR RI ia nilai positif. Sebelum akhirnya menjatuhkan pilihan pada Ha-Di, YAN telah membuat analisis perbandingan dari semua alternatif cabupcawabup yang ada. Menurut penilaiannya, cabup Titik tidak akan membawa kemajuan apa-apa bagi Sukoharjo karena ia mengusung program kerja yang sama dengan pemerintahan incumbent. Sementara War-To tidak dipilihnya karena memang ia tidak mendapatkan informasi apapun mengenai pasangan ini, baik track record maupun program kerjanya. Lebih lengkapnya, berikut penuturan YAN: “Nek sing liya-liyane kan, koyo istrine bupatine kae nek ngaranku yo bakalane podho wae planninge karo bojone. Ra bakal enek kemajuan opo-opo. Nek sing ketiga kae aku ra reti. Emang blank ra ngerti ngono
commit to user 128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lho. Nek program kerjane 1, 2, 3 aku blass ra ngerti kabeh malah. Dadi penilaianku gur berdasarkan orangnya, terus britane barang.” [Kalau yang lain, kayak istri bupatinya itu kalau menurutku ya nanti bakalan sama saja perencanaannya sama suaminya. Nggak akan ada kemajuan apa-apa. Kalau yang ketiga aku nggak tahu. Memang sama sekali nggak tahu gitu lho. Kalau programnya 1, 2, 3 aku nggak tahu sama sekali malah. Jadi penilaianku cuma berdasarkan orangnya, sama beritanya juga.] (Wawancara, 12 Juni 2010) Menurut V.O. key, pemilih rasional menetapkan pilihannya secara retrospektif, yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan pada periode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinya sendiri dan bagi negara, atau justru sebaliknya. Penilaian ini juga dipengaruhi oleh penilaian terhadap pemerintahan di masa lampau. Apabila hasil penilaian kinerja pemerintah yang berkuasa positif, maka mereka akan dipilih kembali. Apabila hasil kerjanya negatif, maka pemerintahan tersebut tidak akan dipilih kembali. Apabila YAN memberikan penilaian negatif terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa sehingga membuatnya tidak memilih calon yang berkaitan dengan incumbent yakni Titik - Tarto, tidak demikian halnya dengan HAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta). Pria yang juga menjabat sebagai Ketua RT ini memberikan penilaian positif terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa sehingga dirinya bersedia memilih Titik - Tarto. Inilah pernyataan Informan : “Ya karena pertimbangan dari semua calon, lha Bu Titik itu kan ada kaitannya dengan incumbent. Lha harapan saya itu mudah-mudahan program pembangunan di Sukoharjo bisa terus berlanjut.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Pertimbangan yang sama dikemukakan oleh LIM (Laki-laki, 59 tahun, pensiunan PNS). Citra positif yang melekat pada pemerintahan Bambang
commit to user 129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Riyanto adalah faktor pendorongnya dalam memilih Titik - Tarto. Dalam konteks pemilu, citra merupakan kesan atau gambaran tentang suatu objek terutama partai politik, kandidat, elite politik, dan pemerintah. Citra positif diyakini sebagai salah satu bagian terpenting dari tumbuhnya preferensipreferensi calon pemilih terhadap kandidat. Citra terbentuk oleh perpaduan antara informasi dan pengalaman. Hal inilah yang dialami oleh LIM. Pengalamannya selama dua periode dipimpin pemerintahan Bambang Riyanto menimbulkan persepsi dan citra positif yang menentukan perilakunya memilih Titik - Tarto. Mengenai hal ini, LIM mengemukakan pandangannya seperti berikut : “Kalau memilih itu, saya dasare soko hati nurani saya sendiri, Mbak, nggih. Saya sendiri niku menurut sing wes klakone. Lha, nggih to. Sing wes klakone niku, Bu Titik niku kan bojone Pak Bambang Riyanto, nggih to, Lha Pak Bambang Riyanto niku selama dua periode ternyata pembangunan nggih maju, nggih to.” [Kalau memilih itu (TBR-Tarto), saya dasarnya dari hati nurani saya sendiri, Mbak, iya. Saya sendiri itu menurut yang sudah kejadian. Lha, iya kan? Yang sudah kejadian itu, Bu Titik itu kan istrinya Pak Bambang Riyanto, iya kan? Lha Pak Bambang Riyanto itu selama dua periode ternyata pembangunan ya maju, iya kan?] (Wawancara, 12 Juni 2010) Menurut penilaiannya, selama dua periode Bambang Riyanto memimpin Sukoharjo, pembangunan dapat dikatakan maju dan merata, PKK maju, apabila ada kucuran dana dan juga bantuan untuk masyarakat baik itu dari APBD, APBN, DAK (Dana Alokasi Khusus), P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) benar-benar sampai ke masyarakat. Selain itu pendidikan dari SD sampai SMA pun gratis. LIM berharap dengan memilih Titik Suprapti, pembangunan di Sukoharjo akan terus berlanjut
commit to user 130
perpustakaan.uns.ac.id
seperti
pada
digilib.uns.ac.id
pemerintahan
suaminya.
Kembali,
LIM
mempertegas
pernyataannya : “Lha kulo anane milih Bu Titik, niku mbok menowo mengko Bu Titik ki dadi, pembangunan iso terus koyo dhisik, ngoten lhe. Kan sing ngerti bojone. Iki anu Bu, ngene ngene, programku iki iki iki, kan iso lancar terus.” [Lha saya adanya memilih Bu Titik, itu siapa tahu nanti kalau Bu Titik itu jadi, pembangunan bisa terus seperti dulu, gitu lho. Kan yang tahu suaminya. Ini begitu Bu, begini begini, programku ini ini ini, kan bisa lancar terus.] (Wawancara, 12 Juni 2010) Pendapat HAR dan LIM diamini oleh seorang pemilih dari Dukuh Blateran, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga). Ibu satu putri ini memilih pasangan calon Titik Suprapti - Sutarto dengan alasan karena Titik akan melanjutkan program kerja suaminya, antara lain pengobatan dan juga sekolah gratis. Seperti inilah AYU mengutarakan alasan memilihnya : “Lha kan nglanjutke program suamine. Program suamine kan sekolah gratis, pengobatan gratis, buat KTP/ KK gratis, buat sertifikat tanah gratis. Kok ora liyane, lha cocoke karo kuwi og Mbak, hehehe...” [Lha kan (Titik Suprapti) melanjutkan program suaminya. Program suaminya kan sekolah gratis, pengobatan gratis, membuat KTP/KK gratis, membuat sertifikat tanah gratis. Kenapa tidak yang lain, lha cocoknya itu kok, Mbak, hehehe...] (Wawancara, 11 Juni 2010) Penilaian retrospektif juga dilakukan oleh SUM (Laki-laki, 56 tahun, Petani) dalam memilih pasangan nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya Haryanto. Kinerja Wardoyo yang dulu pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Sukoharjo memberikan kesan positif di mata Informan ini. Hal ini didasarkan oleh pengalaman Informan sebagai petani pada saat pembangunan terminal baru Kartasura. Sebagai informasi, tahun 2004 lalu, terminal Kartasura dipindahkan dari lokasi sebelumnya di Dukuh Tegalan RT 03/01 Desa Ngabeyan ke lokasi baru yakni di Dukuh Mangkuyudan, Desa Ngabeyan.
commit to user 131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Karena pemindahan ini, sejumlah petani terkena dampaknya. Wardoyo Wijaya, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD melalui lembaganya berusaha memberikan perhatian intensif kepada petani dengan memberikan bantuan-bantuan baik berupa tanaman maupun saluran irigasi. Dan SUM adalah salah satu di antaranya. Hal inilah yang di kemudian hari (sekarang) menumbuhkan
preferensinya
terhadap
sosok
Wardoyo.
Sebagaimana
penuturannya kepada peneliti berikut ini : “Saya pilih Wardoyo. Pertimbangan saya sebagai petani, dulu waktu ada pemugaran terminal baru Kartasura itu yang mendukung kan Wardoyo, saat itu masih jadi Ketua DPRD. Terus petani dapat bantuan-bantuan tanaman, saluran air, itu kan dari Wardoyo, Wardoyo bersama wakilnya dari PAN itu yang mengusulkan. Di sini belum mau pilkada pun Wardoyo sudah kerja sama sama petani untuk mencarikan uang tukar tanaman buat petani-petani yang kena dampak terminal itu, ya termasuk saya. Makanya saya yo punya pikiran buat milih Wardoyo.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Pada intinya, Pawito mengungkapkan bahwa pemilih rasional adalah orang-orang yang bebas (independen) dari kepentingan golongan dalam mengambil keputusan. Mereka memiliki loyalitas dan komitmen yang tinggi terhadap kepentingan bangsa dan negara dibandingkan dengan kepentingan satu golongan tertentu saja.
4. Pemilih Tidak Memilih (Golput) Pada setiap ajang pemilihan baik pemilu legilatif, pemilu presiden maupun pemilukada, perilaku tidak memilih partai maupun kandidat yang tengah berkompetisi atau yang lazim disebut golongan putih (golput) menjadi fenomena tersendiri. Golput yang mulai marak sejak tahun 1970-an ini merupakan sebuah gerakan politik (political movement) yang dimotori Arief
commit to user 132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tanman sebagai wujud protesnya terhadap rezim Orde Baru yang dinilai tidak demokratis dalam menyelenggarakan pemilu. Hingga saat ini, selama hampir 40 tahun semenjak lahirnya gerakan tersebut, fenomena Golput seolah tidak dapat dipisahkan dari setiap penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam hal ini Pemilukada Sukoharjo. Hasil penghitungan suara oleh KPUD Sukoharjo mencatat tingkat partisipasi pemilih sebesar 66 %. Dengan kata lain, sebanyak 34% masyarakat Sukoharjo tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilukada (SOLOPOS, Rabu, 9 Juni 2010). Pemandangan serupa juga dijumpai di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura yang merupakan lokasi penelitian ini di mana jumlah pemilih Golput pada Pemilukada Sukoharjo berjumlah 1409 orang atau 36 % dari total DPT. Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti menemukan fakta bahwa alasan pemilih berperilaku Golput adalah rasa tidak puasnya terhadap kandidat calon yang ditawarkan. Ketiga calon bupati dan wakil bupati yang saling berkompetisi, Ha-Di, Titik-Tarto, dan War-To dinilai tidak mempunyai kapabilitas yang cukup untuk membawa Sukoharjo ke arah yang lebih maju. Mengenai hal ini, CIP (Laki-laki, 60 tahun, Akademisi) mengatakan pandangannya sebagai berikut : “Pertimbangan saya tidak menggunakan hak pilih dalam pilkada kemarin karena menurut saya tidak ada calon yang capable. Tidak ada calon yang bisa membawa kemajuan daerah ini menjadi daerah yang memang diinginkan oleh masyarakat.” (Wawancara, 15 Juni 2010) Temuan peneliti menunjukkan gejala serupa dengan hasil penelitian Pawito pada pemilu 1999 dan 2004 di mana pemilih Golput sebenarnya
commit to user 133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berasal dari kalangan relatif terpelajar serta memiliki pengetahuan dan kesadaran politik cukup tinggi. Akan tetapi, mereka tidak puas dengan sistem yang ada, terutama mengenai kandidat yang berkompetisi. Pemilih ini merupakan orang-orang independen yang bebas dari kepentingan apapun. Selain itu, mereka juga tergolong aktif dalam mencari informasi mengenai sepak terjang kandidat, terutama melalui media massa, seperti layaknya tipe pemilih rasional. Hanya saja, sikap skeptis akan kandidat calon yang ditawarkan membuat pemilih Golput tidak berpartisipasi dengan memilih salah satu calon tersebut. Menjelaskan hal ini, kembali CIP mengutarakan pendapatnya : “Saya melihat track record mereka ketika menjadi tokoh publik. Apa yang mereka lakukan selama ini belum ada untuk rakyat. Karena melihat apa yang sudah dilakukan mereka juga tidak banyak membawa perubahan Sukoharjo, prediksi saya juga nanti tidak akan ada banyak perubahan. Ya sekedar ada pemerintahan berjalan, sesuai dengan apa yang kemarin diprogramkan oleh calon. Saya tidak optimis kalau pilkada kali ini bisa membawa kemajuan Sukoharjo karena ya orang kan bisa dilihat sepak terjangnya sebelum menjabat.” (Wawancara, 15 Juni 2010) Sementara itu, Firmanzah mengistilahkan pemilih Golput sebagai pemilih skeptis, yakni pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau sebuah kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Mereka beranggapan bahwa proses pemilihan umum yang akan memilih wakil-wakil mereka atau memilih presiden dan kepala daerah tidak akan bisa membawa perubahan yang berarti. Mereka berkeyakinan siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa dan daerah ke arah perbaikan sesuai dengan ekpektasi mereka.
commit to user 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan Miriam Tanarjo menyoroti fenomena Golput yang kian merebak saat ini sebagai dampak dari penilaian pemilih yang menganggap bahwa sistem politik yang ada belum bisa menjalankan komunikasi politik yang baik dalam hal mengagregasi (menampung) dan mengartikulasi (merumuskan) aspirasi serta kepentingan masyarakat. Akibatnya, masyarakat “menghukum” dengan berperilaku Golput pada saat momen pemilu atau pemilukada.
C. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 Semua peristiwa komunikasi yang dilakukan, termasuk komunikasi politik mempunyai tujuan, yakni mempengaruhi target sasaran. Stuart dan Jamias menyatakan pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh sebagai salah satu elemen dalam proses komunikasi memiliki peranan yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi yang dilakukan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika perubahan yang terjadi pada penerima informasi sama dengan sama dengan tujuan yang diinginkan pemberi informasi (Cangara, 2009 : 41). Sedangkan menurut Pawito, pengaruh dapat berupa perubahan situasi yang sama sebagaimana dikehendaki pemrakarsa pesan, tidak terjadi perubahan apa-apa, bahkan perubahan situasi menjadi lebih buruk lagi (Pawito, 2009 : 12).
commit to user 135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adapun perubahan yang dimaksud dapat terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude) maupun perubahan perilaku (behavior). Pada tahap pengetahuan, pengaruh dapat berupa perubahan persepsi dan pendapat (opinion). Sedangkan perubahan sikap yaitu perubahan internal pada diri seseorang dalam bentuk prinsip sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek. Sementara perubahan perilaku terjadi dalam bentuk tindakan. Perilaku memilih yang selanjutnya akan menjadi pokok bahasan dalam bab ini merupakan perubahan yang terjadi dalam tataran perilaku. Perilaku memilih yang dalam kajian lebih luas termasuk dalam perilaku politik, tidak berdiri sendiri melainkan memiliki keterkaitan erat dengan hal-hal lain. Perilaku memilih yang ditunjukkan seseorang merupakan hasil pengaruh dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Sebagai bagian dari perilaku politik, Milbrath menjelaskan adanya empat faktor utama yang berperan penting dalam membentuk perilaku memilih. Pertama adalah sejauh mana seseorang menerima perangsang politik. Kedua karakteristik pribadi seseorang. Ketiga karakteristik sosial dan keempat adalah keadaan politik atau lingkungan politik di mana orang tersebut tinggal (Sastroatmodjo, 1995 : 15). Dalam konteks pemilukada Sukoharjo 2010, komunikasi politik merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat, khususnya masyarakat transisi Desa Ngabeyan yang menjadi objek penelitian ini. Dengan tidak mengecilkan peranan faktor-faktor berpengaruh lainnya, perilaku memilih dapat dijadikan parameter berhasil tidaknya komunikasi
commit to user 136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
politik yang dijalankan elite politik pemangku kepentingan, dalam hal ini mereka yang maju sebagai cabup dan cawabup. Berhubung penelitian ini bersifat kualitatif, parameter yang dimaksud tidak ditunjukkan melalui angkaangka pasti, melainkan deskripsi atau gambaran bagaimana komunikasi politik berpola membentuk pengaruh tertentu di masyarakat. Berdasarkan data yang telah diperoleh baik dari hasil wawancara maupun observasi peneliti di lapangan, berikut adalah gambaran pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Tabel 3.2 Gambaran Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi Sumber Informasi No.
Informan
Tidak Mempengaruhi Perilaku
Mempengaruhi Perilaku
Tipologi Pemilih
1.
LIM
Tim Sukses Keluarga Media Luar Ruang
Tokoh Masyarakat (memperkuat)
Pemilih Rasional
2.
YAN
Kampanye Keluarga
Media Massa
Pemilih Rasional
3.
AYU
Media Luar Ruang
Kandidat Calon (memperkuat) Kampanye (memperkuat)
Pemilih Rasional
4.
WAR
Kampanye
Kandidat Calon
Pemilih Partisan
commit to user 137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Media Luar Ruang (memperkuat) Media Massa (memperkuat) 5.
MAN
Teman Media Luar Ruang (memperkuat)
Pemilih Sekedar Memilih
6.
YAH
Kampanye Media Luar Ruang
Tim Sukses (memperkuat) Tetangga (memperkuat) Tokoh Agama
Pemilih Rasional
7.
TAN
8.
HAR
Kampanye Media Luar Ruang Tetangga Kampanye Media Massa
Media Luar Ruang (memperkuat) Tim Sukses (memperkuat) Media Luar Ruang (memperkuat) Kampanye (memperkuat)
Pemilih Rasional
9.
WID
10.
SON
Media Luar Ruang
Pemilih Sekedar Memilih
11.
CAN
Tetangga
Pemilih Sekedar Memilih
12.
GUN
Media Luar Ruang Media Massa
Pemilih Rasional
13.
SUM
Tim Sukses (memperkuat) Kampanye (memperkuat)
Pemilih Rasional
Media Luar Ruang
commit to user 138
Pemilih Partisan
Pemilih Partisan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tokoh Masyarakat (memperkuat) Media Luar Ruang (memperkuat) 14.
RAH
15
CIP
Tokoh Masyarakat Media Luar Ruang
Kandidat Calon Media Massa (memperkuat)
Pemilih Partisan
Media Massa
Golongan Putih
Sumber : Hasil Wawancara Peneliti dengan Informan (diolah) Sebagaimana peneliti mengklasifikasikan komunikasi politik ke dalam saluran-saluran tertentu pada sub bab sebelumnya, dalam membahas pola pengaruh ini, peneliti akan melakukan hal yang sama, yakni mengkategorikannya sesuai dengan saluran-saluran komunikasi politik yang ada, yakni pengaruh dari komunikasi antar persona, pengaruh dari kampanye pemilukada, pengaruh dari iklan media luar ruang, dan pengaruh dari media massa. 1. Pengaruh dari Komunikasi Politik Antar Persona Interaksi manusia dalam sebuah masyarakat merupakan proses pengalihan informasi dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Proses pengalihan informasi tersebut selalu disertai adanya pengaruh tertentu. Pengaruh itu sendiri merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada gilirannya membentuk proses sosial. Di sinilah letak keunikan komunikasi antar persona
commit to user 139
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau antar pribadi, yakni selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang kemudian mengakibatkan keterpengaruhan (Theodorson, 1969). Komunikasi antar persona merupakan sumber informasi utama yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Sebagian besar informan yang peneliti wawancara (interview) menyatakan pernah terlibat dalam komunikasi antar persona yang di dalamnya mengandung pesan politik pemilukada, setidaknya dalam kapasitas mereka sebagai komunikan atau penerima pesan. Adapun yang bertindak sebagai komunikator atau pemberi pesan dalam hal ini yaitu kandidat calon bupati dan wakil bupati, tim sukses calon, tokoh masyarakat, keluarga, serta tetangga dan teman. Sumber-sumber inilah yang mempengaruhi perilaku memilih sebagian besar masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010.
a. Kandidat Calon Sebagai pemangku kepentingan dalam pemilukada, sudah barang tentu keterlibatan kandidat calon dalam komunikasi politik antar persona mutlak diperlukan. Tabel ... di atas menunjukkan beberapa informan mengatakan kandidat calon sebagai sumber informasi yang mempengaruhi perilaku memilih mereka. Hasil observasi peneliti sendiri menunjukkan gejala serupa, di mana para cabup dan cawabup yakni Muhammad Toha - Wahyudi, Titik Suprapti - Sutarto, dan Wardoyo Wijaya - Haryanto melancarkan upaya mempengaruhi pemilih melalui komunikasi politik antar persona atau tatap muka secara langsung. Terbukti dengan banyaknya acara pertemuan dengan
commit to user 140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat yang digelar pra pemilukada, baik itu sosialisasi, kaderisasi, anjangsana, dan juga kegiatan-kegiatan lain yang selengkapnya sudah peneliti bahas pada sub bab awal. Komunikasi politik antar persona dengan menempatkan kandidat calon sebagai komunikator tampak berhasil mempengaruhi pemilih tidak hanya pada level perubahan pengetahuan atau sikap saja, namun sampai pada tahap perilaku mereka, terutama di kalangan pemilih partisan atau pemilih yang memang memiliki keberpihakan kuat dengan kandidat tertentu. Temuan penelitian ini mengatakan bahwa komunikasi politik antar persona berperan besar untuk menciptakan atau memperkuat keberpihakan tersebut. Misalnya adalah keberpihakan seorang tim sukses kepada kandidat calon yang didukungnya. Dalam hal ini, komunikasi politik antar persona dilakukan pada saat kandidat calon merekrut tim sukses tersebut. Melalui komunikasi persuasif yang dilakukan secara intensif, kandidat calon berusaha mempengaruhi calon tim suksesnya, bahkan tidak jarang upaya ini dibarengi dengan iming-iming keuntungan tertentu apabila kelak sang kandidat terpilih. Hal demikian diungkapkan oleh informan penelitian yang juga tim sukses pasangan cabup-cawabup Titik -Tarto, WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta). Berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan : “Lha pas pertemuan kui kan mesti Mbak Titik crito-crito. Pokok’e gilo, dhewe wes nduwe perusahaan, pabrik pohong teng Nguter. Iki. Suk nek nganti dadi koyo kowe barang ngoten ‘gampang’. Nek genah nek kulo tetep pomo dadi titip ponak-ponakane.” [Waktu pertemuan itu pasti Mbak Titik cerita-cerita. Pokoknya ini, kita sudah punya perusahaan, pabrik singkong di Nguter. Ini. Besok kalau jadi, seperti kamu begitu nanti ‘mudah’. Kalau saya jelas kalau jadi titip keponakan-keponakan.] (Wawancara, 15 Juni 2010)
commit to user 141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber informasi dari Titik inilah yang mempengaruhi perilaku memilih WAR. Dirinya yang sebelum terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan kandidat calon adalah pemilih independen yang bebas dari kepentingan manapun, otomatis berubah perilakunya menjadi pemilih partisan setelah ia menjadi tim sukses calon. Sebagai tim sukses Titik - Tarto, Wartidak hanya terikat pada keharusan memilih pasangan ini dalam pemilukada, melainkan juga menggalang massa sebanyak-banyaknya untuk mendulang perolehan suara pasangan calon. Fakta di atas sangat sesuai dengan apa yang dikatakan Effendy, bahwa komunikasi antar persona paling efektif mengubah perilaku dikarenakan sifatnya yang dialogis. Sifat dialogis ini ditunjukkan oleh komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik secara langsung. Bila pesan yang disampaikan ternyata belum diterima dengan baik oleh komunikan, ia diberi kesempatan seluas mungkin untuk bertanya. Proses seperti ini berlangsung
terus
menerus
hingga
tercapai
kesepahaman
(mutual
understanding) di antara pemberi dan penerima pesan. Masih
dalam
konteks
pemilih
partisan,
selain
menciptakan,
komunikasi politik antar persona juga berpengaruh dalam memperkuat keberpihakan. Memperkuat keberpihakan berarti telah ada modal awal sebelumnya yang mungkin lebih berpotensi. Identifikasi terhadap partai pengusung pasangan calon, kesamaan ideologi, tradisi, dan etnis merupakan beberapa contoh modal awal tersebut. Begitu pula dengan ikatan kekerabatan maupun pertemanan.
commit to user 142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ikatan pertemanan inilah yang menjadi modal dasar keberpihakan RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha) terhadap pasangan calon Muhammad Toha - Wahyudi. Adanya komunikasi antar persona yang terjalin antara informan dengan kedua tokoh ini semakin memperkuat keberpihakannya sehingga hal itu berimbas pada perilaku informan memilih pasangan nomor urut satu tersebut. Bahkan, RAH pun bersedia menjadi tim sukses pasangan secara suka rela. Seperti diungkapkan informan yang juga seorang pengusaha sukses ini, sebelum resmi mendaftar sebagai bupati berpasangan dengan cawabup Wahyudi, Toha datang ke rumahnya untuk meminta saran. Berikut penuturan RAH : “Iya, Pak Toha datang ke sini. Sebelum beliau itu bener-bener mencalonkan gitu lho, istilahnya cari masukanlah, misalnya aku ini mau maju bersama ini, itu menurut panjenengan gimana, kan gitu, ya saya minta dukungannya kalau nanti saya benar-benar maju. Wong belum ndaftar og waktu itu datang ke sini.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Mengenai hal ini, Pawito mengatakan bahwa sebagian komunikasi antar persona memang memiliki tujuan khusus, misalnya seseorang datang untuk meminta saran atau pendapat kepada orang lain, meskipun ada pula yang terjadi relatif tanpa tujuan yang jelas, seperti halnya ketika seseorang bertemu dengan teman lamanya di jalan lantas mereka bercakap-cakap dan bercanda. Dimintai saran dan dukungan oleh teman yang juga rekan bisnisnya itu, RAH memberikan feedback dengan menanyakan apa program kerja yang hendak diusung dan apa pula visi misi serta tujuan pencalonan Toha. Sebuah pertanyaan yang lantas mendapat jawaban yang memuaskan dari sang
commit to user 143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kandidat. Pascatercapainya kesepahaman di antara mereka melalui komunikasi antar persona tersebut, RAH lantas memberikan dukungan maksimal sebagaimana yang dikehendaki Toha, baik melalui perilakunya memilih Toha - Wahyudi, maupun melalui upayanya mempengaruhi orang lain untuk memilih pasangan yang sama. Pengaruh kandidat calon sebagai komunikator dalam komunikasi politik antar persona tidak hanya dialami oleh pemilih partisan saja, melainkan juga oleh pemilih rasional. Akan tetapi, pengaruh keduanya berbeda. Pada pemilih rasional, pengaruh yang dimaksud hanya bersifat memperkuat pertimbangan-pertimbangan dan analisis-analisis logis yang sebelumnya telah dilakukan. Sebab, pertimbangan dan analisis itulah penentu pertamanya. Kesimpulan ini didapat dari hasil wawancara peneliti dengan informan penelitian, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga). Pertimbangan utamanya memilih Titik - Tarto adalah program kerja yang diusung pasangan ini, seperti sekolah gratis, berobat gratis, serta pembuatan KTP dan KK gratis. Sedangkan informasi mengenai calon Titik - Tarto termasuk program kerjanya ia dapatkan dari komunikasi antar persona langsung dengan kandidat cabup ini melalui sebuah acara sarasehan atau pertemuan yang diselenggarakannya. Penilaian retrospektif seperti dijelaskan oleh V.O. Key tampaknya dipraktekkan oleh AYU. Hal ini dikarenakan program kerja yang hendak diusung Titik - Tarto yang informasinya ia peroleh dari komunikasi antar persona langsung dengan sang kandidat itu adalah program kerja pemerintah incumbent yang sedang dijalankan oleh suami Titik, Bambang Riyanto. Dan melalui pencalonannya sebagai bupati menggantikan suaminya, Titik
commit to user 144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bermaksud melanjutkan kembali apa yang sudah dikerjakan Bambang. Karena program kerja Titik - Tarto telah terbukti pada pemerintahan Bambang Riyanto, AYU pun tidak ragu lagi untuk memilih pasangan nomor urut dua ini. Lebih lanjut, demikian pernyataan langsung informan : “Ngomonge yo ameh nglanjutke programe Pak Bambang, programe kan sudah terbukti, nek seko liyane kan isih nyobo sek. Ngandhanine pas pertemuan... pertemuan opo kui... temu kangen karo Bu Titik... opo... sarasehan… Waktune sebelum pemilihan kae, sebelum masa kampanye malah. Aku terpengaruh ya kan mergo wes ono buktine.” [Bilangnya ya (Titik) mau melanjutkan programnya Pak Bambang, programnya kan sudah terbukti, kalau yang lainnya kan masih mencoba dulu. Memberitahunya waktu pertemuan... pertemuan apa itu... temu kangen sama Bu Titik... apa... sarasehan. Waktunya sebelum pemilihan, sebelum masa kampanye malah. Saya terpengaruh kan karena sudah ada buktinya.] (Wawancara, 11 Juni 2010) Pada pemilih rasional seperti AYU, informasi yang diperoleh dari komunikasi politik antar persona dengan kandidat calon tidak dapat dikatakan mempengaruhi perilaku memilih, namun hanya sebatas memperkuatnya. Sebab apabila program kerja yang diusung masih sebatas janji-janji kampanye dan belum tebukti serta tidak ada keterkaitan antara kandidat calon dengan incumbent, belum tentu informan memilih pasangan yang sama. b. Tim Sukses Sumber informasi komunikasi politik antar persona yang kedua datang dari tim sukses. Seperti namanya, tim sukses adalah orang-orang yang direkrut untuk menyukseskan pencalonan kandidat alias memenangkan pemilukada. Tim sukses direkrut dari tenaga-tenaga potensial sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pengorganisasiannya pun berbeda-beda antara kandidat satu dengan yang lainnya, mulai dari penasihat, tim ahli, tim riset dan litbang, tim
commit to user 145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengumpul dana, tim kampanye, tim penggalangan massa, tim pengamat (intelijen), hingga tim pengumpul suara (vote getter) (Cangara, 2009 : 282). Namun, untuk kepentingan penelitian ini, peneliti membatasi pengertian tim sukses hanya sebatas tim penggalangan massa, yakni orang yang direkrut untuk menggalang massa, baik untuk kepentingan pengumpulan suara maupun show force untuk menunjukkan kekuatan kandidat calon kepada masyarakat khususnya calon pemilih. Tim inilah yang biasanya aktif menggiring opini dan mempengaruhi pemilih di lingkungan sekitarnya untuk diarahkan kepada calon tertentu. Begitu pula yang terjadi di lingkungan masyarakat Desa Ngabeyan, di mana tim sukses memainkan peran yang begitu vital dalam komunikasi politik antar persona terkait upaya mereka memenangkap cabup-cawabup Sukoharjo yang didukungnya. Sebagaimana diungkapkan informan penelitian yang juga tim sukses pasangan Titik-Tarto, WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swata) berikut ini : “Kiro-kiro yo diarahke, yo dikei informasi, diarahkan ke tempate Mbak ini. Pomo, nggenah, berpengalaman, potensine enek. Niko nggih mboke, sedulur-sedulur, koncone kan yo mesti enek to Mbak, koyo Pakdhe Gemi, Yu Yah, mboke njenengan, diarahke no supoyo milih no Mbak. Mosok ora. Podho mawon kan mriki niku kan saora-orane koyo kader, dadi nggih kudu golek. Nek ra golek ra oleh bolo ra menang. Genah niku.” [Kira-kira (masyarakat) ya diarahkan, ya beri informasi, diarahkan ke tempatnya Mbak ini (Titik Suprapti). Seumpama jelas, berpengalaman, berpotensi. Itu jelas, ibu saya, saudara-saudara, teman kan juga pasti ada kan Mbak, seperti Pakdhe Gemi, Mbak Yah, ibu kamu, diarahkan supaya milih Mbak. Masak tidak. Sama saja kan saya itu seperti kader, jadi harus mencari (massa). Kalau tidak mencari tidak dapat massa, tidak menang. Jelas itu.] (Wawancara, 15 Juni 2010)
commit to user 146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Komunikasi politik antar persona yang memposisikan tim sukses sebagai komunikator biasanya terjadi hampir di semua kesempatan yang memungkinkan tim sukses bertemu dengan calon pemilih yang menjadi target sasarannya, seperti pada saat pertemuan rutin warga, kerja bakti, siskamling, maupun acara pengajian. Terkait hal ini, RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha), informan yang menjadi tim sukses Toha - Wahyudi memberikan pernyataannya : “Saya juga pernah menyarankan untuk ke Pak Toha, terutama ke ini ya, kelompok-kelompok pengajian, ke teman-teman dekat gitu kan, sampai main SMS gitu. Walaupun kadang SMS, ayo pilih Pak Toha gitu ya, kadang mbales, ah aku udah ada pilihan, katanya gitu. Terus ada yang bilang, itu jagomu itu nanti kalah, hahaha. Tapi ya memang kita kan namanya berusaha mencari itu kan walaupun balasannya seperti apa ya tetep usaha.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Akan tetapi, betapa pun besarnya usaha yang dilakukan seorang tim sukses dalam menggalang massa, keputusan akhir tetap berada di tangan sang pemilih. Bagaimana pengaruh komunikasi politik oleh tim sukses dalam menentukan perilaku memilih mereka merupakan sebuah pertanyaan besar. Dan melalui penelitian ini, peneliti berusaha memberikan gambaran yang diharapkan bisa menjawab pertanyaan tersebut. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti menunjukkan kecenderungan bahwa peranan tim sukses dalam mempengaruhi pemilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan melalui komunikasi antar persona tidak cukup besar. Ada dua tipe pemilih yang mendapatkan informasi dari tim sukses, yakni pemilih rasional dan pemilih partisan. Pada pemilih rasional, pengaruh yang didapatkan
tidak
sampai
mengubah
perilaku,
akan
tetapi
hanya
memperkuatnya. Hal ini terjadi apabila calon yang disarankan oleh tim sukses
commit to user 147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sama dengan apa yang sebelumnya memang telah menjadi pilihan pemilih, seperti diungkapkan oleh informan penelitian, YAH (Perempuan, 50 tahun, Penjahit) berikut : “Informasine yo ono… seko tim sukses. Ono, neng awake dhewe memang yo dari awale wes seneng Bu Titik sek. Karo seng wingi seng kakung kok apik. Lha berlanjut ngono wae, dadi pengene gur kuwi.” [Informasinya ya ada... dari tim sukses. Ada, tapi aku sendiri memang ya dari awal sudah suka dulu sama Bu Titik. Sama yang kemarin suaminya kok bagus. Lha berlanjut gitu saja, jadi pengennya cuma itu.] (Wawancara, 27 Juni 2010) Menurutnya, informasi mengenai calon Titik - Tarto yang ia peroleh dari komunikasi antar persona dengan tim sukses memang menambah keyakinannya
dalam memilih
calon
ini.
Sehingga dapat dikatakan
pengaruhnya di sini hanya sebatas memperkuat perilaku, tidak membentuk atau pun mengubahnya. YAH, seperti kebanyakan tipe pemilih rasional lain di Desa Ngabeyan, lebih terpengaruh oleh citra positif pemerintahan Bambang Riyanto, suami Titik, dalam menentukan keputusan memilihnya. Pemilih rasional lain yang juga mendapat informasi dari tim sukses adalah SUM (Laki-laki, 56 tahun, Petani). Berbeda dengan YAH yang memilih Titik - Tarto, informan ini menjatuhkan pilihannya pada pasangan nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto. Akan tetapi keduanya samasama terpengaruh oleh citra diri kandidat dalam membentuk perilaku memilihnya. Sebagai seorang petani di wilayah desa yang sedang mengalami pembangunan cukup pesat, ia sangat mengapresiasi upaya Wardoyo yang telah menunjukkan perhatian lebih kepada dirinya dan juga petani lain terkait proses pemindahan terminal Kartasura beberapa tahun lalu. Sedangkan dari tim sukses, Sum memperoleh informasi seputar pencalonan Wardoyo,
commit to user 148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
termasuk program-program kerja yang diusung guna mempengaruhi pemilih. Citra kandidat dan informasi inilah yang akhirnya berperan dalam menentukan perilaku
memilihnya.
Berikut
SUM
mengutarakan
informasi
yang
diperolehnya dari tim sukses : “Lha bicaranya dari timnya Wardoyo sendiri kan datang ke PKP (Gedung Pusat Kegiatan Pemuda, Desa Ngabeyan) itu kan sekolahan mau dibebaskan, terus sama berobat itu kan gratis. Jadi kan ya akhirnya kan bisa berapa persen masyarakat kan ya ndukung itu to. Yang pokok utama kan ya pendidikan, kesehatan.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Dalam konteks YAH dan SUM, saran yang diberikan oleh tim sukses memang menambah keyakinan akan preferensi awal mereka dalam memilih kandidat pilihan masing-masing, akan tetapi, kondisinya akan berbeda ketika calon yang disarankan oleh tim sukses berbeda dengan preferensi awal informan. Hal ini dialami oleh LIM (laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS). Tim sukses yang menyarankannya calon lain selain Titik - Tarto tidak sedikitpun mengubah pendiriannya. Ia tetap teguh pada keputusannya sendiri, sedangkan masukan dari tim sukses tersebut hanya sebatas menambah pengetahuannya saja. Inilah penjelasan lengkap LIM : “Nek dikandhani nggih monggo, kulo rungok’ke. Kowe miliho iki, dasare ngene ngene ngene. Wardoyo, dasare jaringane tekan Bu Mega, nggih to? Mpun masalah dana gampang nek Wardoyo dadi. Sijine kuwi. Lagi kondang-kondange kuwi, programe kuwi iki, mengko lapangan pekerjaan luas, per taun satu desa dapat 200 juta, terus sekolah gratis. Ra popo, itu juga baik. Ning nek pengaruh nggih mboten, kulo dewe no, Mbak. Umpamane njenengan sampun duwe pemikiran sendiri, nggih to, lha kulo nggih ngoten. Monggo itu hak anda. Nggih mang milih dewe, mang nglakoni dewe. Kulo nggih milih dewe. Kan ngoten.” [Kalau diberitahu ya silakan, saya dengarkan. Kamu pilihlah ini, dasarnya begini begini begini. Wardoyo, dasarnya jaringan-nya sampai Bu Mega (Megawati Soekarnoputri--Ketua Umum DPP PDIP), iya kan? Sudah, masalah dana gampang kalau Wardoyo jadi. Pertama itu.
commit to user 149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Baru terkenal-terkenalnya itu, programnya itu ini, nanti lapangan pekerjaan luas, per tahun satu desa dapat 200 juta, terus sekolah gratis. Tidak apa-apa, itu juga baik. Tapi kalau pengaruh ya tidak, saya sendiri Mbak. Seumpama kamu sudah punya pemikiran sendiri, iya kan, lha saya juga begitu. Silakan itu hak anda. Ya silakan memilih sendiri, silakan menjalani sendiri. Saya juga milih sendiri. Kan begitu.] (Wawancara, 12 Juni 2010) Informasi dari tim sukses melalui komunikasi antar persona tidak hanya diperoleh pemilih rasional, melainkan juga pemilih partisan. Tidak seperti pemilih rasional yang menggunakan penilaian terhadap pemerintah incumbent maupun citra kandidat sebagai pertimbangan utama, fanatisme atau ikatan tertentu dengan partai/ kandidat calon berperan penting dalam pengambilan keputusan pemilih partisan. Sehingga hampir dapat dipastikan bahwa komunikasi politik antar persona dengan tim sukses tidak membawa pengaruh yang cukup untuk mengubah perilaku memilih, khususnya tim sukses yang menyarankan calon lain selain apa yang sudah dipertimbangkannya. Sedangkan informasi dari tim sukses kandidat calon pilihannya berpengaruh dalam menambah keyakinan akan keputusan memilih pemilih partisan. Bukan hanya informasi, namun cara tim sukses mengkomunikasikan pesan pun ternyata dapat mempengaruhi penilaian seseorang terhadap kandidat yang didukung tim sukses tersebut. Sebagaimana penuturan WID (Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa) berikut ini : “Kulo angsal informasi saking tim’e sukses Pak Wardoyo. Dados timtim kan do ngendhiko ngeten-ngeten. Ngertos kulo saking niku. Apike niku mboten ngandhani bengok-bengok turut dalan ngoten mboten. Kulo seneng sing ngoten niku. Dadi wes alus-alusan, do milih monggo, mboten monggo. Niki programe, dikandhak’ke niku wau.” [Saya dapat informasi dari tim suksesnya Pak Wardoyo. Jadi tim-tim kan pada bicara begini-begini. Tahu saya dari situ. Bagusnya itu tidak memberitahu teriak-teriak di jalan begitu tidak. Saya suka yang begitu
commit to user 150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
itu. Jadi ya sudah, halus-halusan, mau milih silakan, tidak silakan. Ini programnya, diberitahu itu tadi.] (Wawancara, 11 Juli 2010) Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik antar persona di mana komunikatornya adalah tim sukses kandaidat calon, ternyata tidak mampu membawa pengaruh yang dapat mengubah perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan. Pada pemilih rasional, pertimbangan dan analisis kritis pemilih ternyata lebih menentukan perilaku, sedangkan komunikasi politik antar persona hanya berpengaruh dalam memperkuat perilaku tersebut. Begitu pula dengan pemilih partisan, komunikasi politik antar persona tidak sanggup mengalahkan kuatnya pengaruh dari ikatan yang menyebabkan keberpihakan kuat pemilih terhadap partai/kandidat tertentu. c. Tokoh Masyarakat Tokoh masyarakat selaku opinion leader (pemuka pendapat) merupakan salah satu aspek yang tidak bisa dipisahkan saat mengkaji komunikasi politik. Hasil wawancara peneliti dengan sejumlah informan menguatkan pendapat tersebut. Tokoh masyarakat termasuk salah satu sumber informasi yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Yang dimaksud tokoh masyarakat di sini antara lain bupati, camat, kepala desa, perangkat desa, ketua RW, ketua RT serta orang-orang yang mempunyai pengaruh lainnya seperti tokoh agama (ustadz). Tokoh masyarakat dalam kerangka masyarakat transisi seperti halnya masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura telah mengalami banyak
commit to user 151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pergeseran peran bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Pada masyarakat pedesaan, tokoh masyarakat lebih banyak berperan dalam meneruskan informasi dari media massa kepada masyarakat. Bukan hanya meneruskan, ia pun berperan memilah dan menyaring setiap informasi sebelum akhirnya disampaikan kepada masyarakat. Terlebih, tingkat konsumsi media massa masyarakat pedesaan umumnya tergolong masih rendah, sehingga keberadaan dan peran tokoh masyarakat masih begitu tinggi. Dalam konteks pemilihan umum, tokoh masyarakat bertindak sebagai sumber informasi untuk kepentingan mensukseskan jalannya pemilu, seperti sosilasisasi pelaksanaan pemilu, kandidat calon yang berkompetisi, ajakan untuk mengunakan hak pilih, dan sebagainya. Karena kebijaksanaan yang dimilikinya pula, biasanya informasi tersebut tidak disertai dengan anjuran untuk memilih kandidat calon tertentu. Kondisi tersebut seakan kontras dengan apa yang terjadi pada masyarakat transisi. Karena pengaruhnya yang demikian besar di masyarakat, tidak jarang tokoh-tokoh masyarakat menjadi pilihan strategis bagi cabup dan cawabup yang berkompetisi dalam ajang pemilihan, tidak terkecuali dalam Pemilukada Sukoharjo. Tokoh-tokoh masyarakat ini digalang oleh kandidat calon maupun partai pengusung calon untuk menjadi pengumpul suara (vote getter). Dengan mengikutsertakan mereka dalam setiap kampanye maupun sosialisasi yang dilakukan, kandidat akan dengan mudah mendulang banyak suara, karena tokoh masyarakat sangat berperan dalam menentukan perilaku pengikutnya.
commit to user 152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Observasi peneliti di lapangan menunjukkan tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi pemuka pendapat di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 berasal dari kalangan struktural maupun kultural. Pemuka pendapat struktural adalah pemuka pendapat yang memiliki status sosial formal dalam kehidupan bermasyarakat. Pengurus RT, RW, aparatur pemerintah desa, maupun aparatur kecamatan termasuk dalam kategori ini. Sedangkan pemuka pendapat kultural adalah pemuka pendapat yang tidak menyandang status sosial formal tertentu dalam masyarakat, namun memiliki kemampuan
dalam suatu
bidang
tertentu hingga
mampu
mempengaruhi masyarakat. Termasuk dalam kelompok ini yaitu tokoh agama, tokoh pendidikan, dan tokoh budaya (Wijaya, 2009 : 147-148). Pengamatan peneliti diperkuat oleh pernyataan informan penelitian, SUM (Laki-laki, 56 tahun, Petani) yang mengungkapkan bahwa para tokoh masyarakat menjadi pemuka pendapat (opinion leader) bagi masyarakat transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Bukan hanya memberikan sosialisasi mengenai tata cara pemilihan bupati dan wakil bupati, namun juga menggiring opini masyarakat, khususnya pemilih, kepada satu kandidat tertentu. Berikut penuturan SUM : “Ada. Ada tokoh masyarakat yang menyarankan. Kan timnya semua kandidat tadi nyari tokoh, RT itu khususnya. Ya tinggal itu, pilkada itu kan LUBER, ya ajak-ajak terserah, kalau mau tapi, kalau ndak mau ya sudah. Tokoh masyarakat ya ada, RT, tokoh, itu ada.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Pernyataan senada juga dilontarkan oleh RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha). Menurutnya, fungsi strategis tokoh masyarakat dalam pemilukada banyak dimanfaatkan oleh kandidat untuk mengatrol perolehan suara mereka.
commit to user 153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam hal ini, tokoh masyarakat yang ia maksud adalah tokoh masyarakat struktural. Demikian pernyataannya : “Ada. Itu juga ada. Ya kalau di sini tokoh masyarakat kan sudah sebagian ke Pak BR (mendukung Titik-Tarto) ya. Tapi kan sebagian juga ke Pak Toha.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Bagi kedua informan ini, informasi yang diberikan tokoh masyarakat tersebut tidak membawa pengaruh apapun terhadap perilaku memilih mereka. Karena sebagai pemilih rasional dan partisan, SUM dan RAH lebih mempertimbangkan analisis-analisis logis dan juga keberpihakan dengan kandidat dalam membentuk perilaku memilihnya. Pernyataan berbeda dikemukakan oleh LIM (Laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS), informan yang mendapatkan pengaruh dari tokoh masyarakat yaitu Bupati Sukoharjo, Bambang Riyanto. Diungkapkan LIM, menjelang berakhirnya masa jabatan Bambang sebagai bupati, ia kerap menyelenggarakan pertemuan dengan warga masyarakat yang bertujuan untuk mensosialisasikan pencalonan Titik Suprapti yang juga merupakan istri Bambang sebagai calon bupati menggantikan dirinya. Terlibat sebagai komunikan dalam komunikasi antar persona dengan Bambang Riyanto, LIM mengaku semakin yakin untuk memilih Titik dalam pemilukada. Pengaruh komunikasi antar persona dengan tokoh masyarakat pada diri pemilih rasional ini bisa dikatakan memperkuat perilaku memilihnya, karena pertimbangan utama preferensinya terhadap Titik adalah penilaian positifnya terhadap kinerja Bambang selama menjabat sebagai bupati, khususnya kemajuan dalam bidang pembangunan.
commit to user 154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain menemukan pengaruh tokoh masyarakat struktural, peneliti juga menemukan adanya pengaruh yang kuat dari tokoh masyarakat kultural. Pengaruh tokoh masyarakat kultural, dalam konteks ini yaitu tokoh agama, tampak pada perilaku memilih TAN (Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir). Bergabung dalam kelompok pengajian Majelis Tafsir Al Qur’an, TAN mendapatkan informasi yang mampu mempengaruhi perilaku memilihnya dari sang pimpinan Majelis. Ia mengutarakan alasan memilihnya sebagai berikut : “Saya mempunyai pimpinan, apapun yang dipilih yang disarankan oleh pimpinan saya harus ikuti. Lha nyarankene War-To. Lha itu tadi, dakwah saya itu di situ. Jadi emang harus. Saya apapun itu dari dulu sampai pilihan presiden, saya juga harus nunggu dari pimpinan pusat. Kalau dari pimpinan pusat belum memberi informasi saya juga belum punya pilihan.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Pemuka pendapat (opinion leader), khususnya tokoh agama, mempunyai otoritas tinggi serta mampu menentukan sikap dan perilaku pengikutnya. Mereka diikuti bukan karena kedudukan atau jabatan politiknya akan tetapi karena kewibawaan, ketundukan, kharisma, dan mitos yang melekat padanya atau karena pengetahuan serta pengalaman yang dimilikinya (Ardial, 2009:199-200). Karena kuatnya pengaruh inilah, TAN yang merupakan pemilih partisan tidak kuasa untuk tidak melaksanakan apa yang disarankan oleh pimpinannya, walaupun sebenarnya dirinya memiliki pendapat lain mengenai kandidat calon yang disarankan. Terkait hal ini, TAN mengemukakan pandangannya seperti berikut : “Contoh, nggak masuk akal, sekolah swasta gratis. Ya kalo swasta gratis itu terus, apa, biayanya dari mana? Wong swasta kok digratiskan, ya pihak swasta nggak mau, wong pihak swasta itu nyari keuntungan dari hasil swastanya sendiri kok mosok pemerintah mau menggratiskan sekolah swasta. Itu janji itu ndak masuk akal. Coba, njenengan nduwe sekolahan swasta, terus pemerintah ngongkon, kowe
commit to user 155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kudu gratis, terus njenengan nggaji guru keng pundhi? Pemerintah ndak mungkin nggaji guru swasta. Janjine War-To kan seperti itu kemarin saya dengar, swasta gratis, ndak mungkin. Dia tu dari mana punya janji seperti itu, sistem kerjane piye.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Kekuatan tokoh agama sebagai pemimpin opini setidaknya dapat dilihat dari dua hal, pertama, memiliki perasaan kemasyarakatan yang dalam dan tinggi (highly developed social sense), kedua, selalu melandaskan sesuatu kepada kesepakatan bersama (general concencus). Tokoh agama mempunyai kekuatan yang tinggi dalam mempengaruhi masyarakat karena bisa memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakatnya. (Soelaiman, 1998 : 147-148). Dalam hal ini, pemahaman akan kebutuhan masyarakat tersebut diimplementasikan dalam bentuk memberikan saran untuk memilih kandidat tertentu kepada pengikutnya, termasuk kepada TAN, dengan didasari oleh pertimbangan-pertimbangan yang telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya. Sehingga walaupun menyadari kalau pilihannya bukanlah calon yang ideal, Tan tetap memilih kandidat calon nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya Haryanto sesuai saran sang pimpinan. Secara lebih lengkap, berikut penjelasan TAN : “Milih ya karena saya punya pimpinan, memang harus seperti itu. Selain itu, kalau saya tidak tahu pribadi War-To itu gimana, Pak Wardoyo itu gimana, mosok pimpinan seperti itu, dulu juga tukang judi. Ndak mungkin kalau pimpinan saya nggak nyuruh nggak mungkin saya milih itu. Dulu kan pernah ketangkep Wardoyo itu, lha, itu kan dia judi. Lho kalau saya ndak manut pimpinan saya, ndak mungkin saya milih dia.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Apabila dikaitkan dengan perspektif teoritis, bentuk komunikasi politik antar persona dengan tokoh masyarakat sebagai komunikator ini merupakan
commit to user 156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komunikasi kelompok kecil (small group communication), yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka di mana anggotanya saling berinteraksi satu dengan yang lainnya (Cangara, 2007 : 32). Nurudin menyebutkan salah satu ciri komunikasi antar persona mempunyai struktur jaringan tertentu (misalnya kerabat, suku, maupun kelompok lainnya) yang sangat kuat karena ikatan yang telah lama ada atau kebiasaan-kebiasaan yang telah lama tertanam. Setiap struktur ini memiliki pemuka pendapatnya masing-masing. Adanya garis hierarki yang ketat sebagai ciri sistem tradisional membuat pemuka pendapat sudah barang tentu mempunyai pengaruh yang amat jelas (Nurudin, 2004 : 184). Severin dan Tankard (2005 : 244-245) mengatakan bahwa pemuka pendapat dan pengikutnya biasanya memiliki perilaku yang sangat mirip karena mereka menjadi bagian dari kelompok yang sama. Sangat tidak mungkin bahwa pemimpin opini akan sangat jauh dari pengikutnya dalam minat terhadap topik tertentu. Hubungan antar persona bukan hanya merupakan jaringan komunikasi semata melainkan juga sumber tekanan sosial untuk menyesuaikan diri kepada norma-norma kelompok serta merupakan sumber dukungan sosial untuk nilai-nilai dan opini yang dipercaya individu (Wijaya, 2009 : 152). Dalam konteks pengaruhnya terhadap perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan pada Pemilukada Sukoharjo, tokoh masyarakat kultural dalam hal ini tokoh agama lebih berpengaruh bila dibandingkan dengan dengan tokoh masyarakat struktural baik itu perangkat desa, pengurus
commit to user 157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RT/RW, maupun pejabat pemerintah yang lebih tinggi. Tokoh masyarakat struktural hanya berpengaruh dalam memperkuat perilaku sementara tokoh masyarakat kultural mampu mengubahnya. d. Keluarga Ada dua saluran utama komunikasi antar persona yang membantu seseorang belajar politik, yakni keluarga dan lingkungan yang terdiri atas kawan-kawan dekat dan akrab yang dikenal sebagai teman sebaya. Kebijaksanaan konvensional pernah mengatakan bahwa bukan fakta yang diragukan lagi bahwa keluarga adalah lembaga sosial primer di semua negeri. Keluarga merupakan sumber terpenting dalam belajar politik. Hal ini ditunjang oleh temuan tentang banyaknya kesamaan di antara orientasi politik orang tua dan anaknya (Nimmo, 2000 : 110). Sosialisasi dan juga informasi politik dari keluarga turut membantu proses belajar anak untuk mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok maupun partai politik tertentu. Riset yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa separuh dari jumlah anak-anak yang telah mencapai usia tujuh tahun cenderung mengidentikkan dirinya sebagai Demokrat atau Republikan. Di Indonesia, fakta bahwa keluarga merupakan sumber informasi penting yang pada gilirannya berpengaruh dalam membentuk perilaku politik seseorang, juga tampak pada perilaku yang ditunjukkan banyak elit politik. Pada level nasional, nama Eddie Baskoro Yudhoyono dan Puan Maharani cukup representatif. Keduanya merupakan politikus yang duduk sebagai anggota DPR RI mewakili fraksi partai orang tua masing-masing, Demokrat dan PDI
commit to user 158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perjuangan. Peran Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri dalam mempengaruhi perilaku politik Eddie dan Puan, tentu tidak dinafikkan lagi adanya. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta yang kurang lebih sama. Keluarga merupakan salah satu sumber informasi penting yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Dalam lingkungan keluarga, pengaruh tersebut datang dari orang tua yang merupakan pemilih partisan. Keberpihakan kuat terhadap partai dan kandidat tertentu mendorong mereka merancang sebuah pembicaraan persuasif yang tujuannya adalah mengarahkan anak, suami/ istri maupun anggota keluarga yang lain agar mempunyai perilaku memilih yang sama. Terkait hal ini, informan yang merupakan pemilih partisan kandidat calon Wardoyo Wijaya - Haryanto, WID (Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa), memberikan pernyataannya sebagai berikut : “Nggih nek anak bojo tetep kulo kandhani no, programe sing apik iki ngoten tetep no. Anak bojo, keluarga niku kulo kandhani. Programe iki, gilo tujuane koyo ngene apike, mikirke nyang rakyat tenan. Pilihane nggih niku sedoyo keluargo kulo, mboten mungkin nyoblos liyane. Mboten mungkin.” [Ya kalau anak istri tetap saya beritahu, programnya yang bagus ini, tetap begitu. Anak, istri, keluarga itu saya beritahu. Programnya ini, ini lho tujuannya seperti ini bagusnya, memikirkan rakyat benar. Pilihannya ya itu semua keluarga saya, tidak mungkin nyoblos yang lain. Tidak mungkin.] (Wawancara, 11 Juli 2010) Sejalan dengan apa yang disampaikan WID, seorang pemilih lain yang berasal dari Dukuh Mangkuyudan RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha), yang juga pemilih partisan pasangan Muhammad Toha - Wahyudi
commit to user 159
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengatakan bahwa dirinya dan sang suami memang menganjurkan seluruh anggota keluarga untuk memilih pasangan nomor urut satu tersebut. Sebagai bagian dari pengaruhnya, ia juga mengkomunikasi-kan pertimbangan politik mengenai alasan mengapa Toha - Wahyudi layak dipilih, apa program kerja yang diusung, dan apa terobosannya untuk Sukoharjo. Walaupun demikian, komunikasi politiknya memang hanya sebatas anjuran. Setelah memberikan informasi lengkap perihal kandidat serta memberikan pandangannya, ia menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada anggota keluarga yang lain. Demikian penuturan RAH lebih lengkapnya : “Ya kalau kita satu rumah itu kita sudah masing-masing ya, yang penting aku ini, ya kamu apa monggo, gitu. Nek di sini saya nggak harus, kamu harus gini, misalnya sama Manja (Noviana Manja Ratna-putri Rah) ya, atau sama siapa saja ya monggo, itu hak mereka. Cuman seandainya menurut pandangan saya itu yang baik ini, kan gitu, ya tetep kasih pengaruh to mbak, namanya kita punya, punya pilihan kan mestinya kan kita punya pendapat ya, bahwa ini pilihan saya itu visinya seperti ini, misinya seperti ini. Tapi ya kebetulan kalau di rumah ini semua setuju (memilih Ha-Di), nggak ada apa, itu lho sampai kontroversi, debat masalah itu, gitu nggak ada. Ya udahlah, apa yang disarankan kepala keluarga, ya udah, gitu.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Besarnya pengaruh komunikasi antar persona sampai tingkat tertentu sejalan dengan pendapat Dan Nimmo yang menekankan bahwa semakin personal suatu media, semakin efektif pula dalam mengubah opini, baik karena orang percaya kepada informan personal, ingin sesuai dengan opini rekan dekat dan anggota kelompok yang menjadi anggota favorit, atau sematamata lebih nyaman memperhatikan media informal daripada media formal (Nimmo, 2000 : 147). Senada dengan Nimmo, Katz (1957 : 63) menyatakan bahwa pengaruh hubungan antar pribadi dalam kelompok primer, seperti
commit to user 160
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keluarga, efektif dalam memelihara tingkat homogenitas opini dan tindakan dalam kelompok. Pengaruh dari komunikasi politik antar persona dengan keluarga tidak hanya timbul ketika komunikasi tersebut memang sengaja diagendakan untuk mempengaruhi, seperti halnya yang terjadi pada keluarga WID maupun RAH, namun pengaruh juga timbul dari pembicaraan spontan yang relatif tanpa tujuan jelas. Kepercayaan yang tinggi terhadap pilihan orang-orang terdekat menimbulkan pengaruh yang dapat mengubah perilaku, khususnya pada pemilih yang belum menentukan pilihannya. Mengenai hal ini, YAH (Perempuan, 50 tahun, Penjahit) memberikan penjelasannya sebagai berikut : “Ora diskusi, Mbak, yo mung tekon-tekon tok. Lha arep nyoblos we Sulis tekon, ‘kowe nyoblos opo Bu mengko?’ ‘Aku Bu Titik wi’, lha kowe opo?’ ‘Opo, aku yo bingung, haha… Aku yo bingung og, ah yo wes podho Ibu wae neknu’. ‘Terserah, kuwi kowe, hakmu dhewe, dadi sak senengmu meh milih opo, aku yo ngono.’” [Tidak diskusi, Mbak, ya cuma tanya-tanya saja. Lha mau mencoblos saja Sulis (putra Yah) tanya, ‘Kamu nyoblos apa Bu nanti?’, ‘Aku Bu Titik, lha kamu apa?’, ‘Apa, aku juga bingung, haha... Aku juga bingung, ya sudah sama seperti Ibu saja kalau begitu’, ‘Terserah, itu kamu, hakmu sendiri, jadi terserah kamu mau milih apa, aku juga begitu’.] (Wawancara, 27 Juni 2010) Apabila dalam keluarga pemilih partisan komunikasi politik antar persona memiliki tujuan khusus yaitu untuk menciptakan keterpengaruhan, tidak demikian halnya dengan yang terjadi dalam keluarga pemilih rasional. Karena tidak memiliki kepentingan apapun, perbincangan dalam keluarga tidak bertujuan untuk mengarahkan anggota keluarga kepada satu calon tertentu. Perbincangan yang berlangsung sekedar bermaksud ingin mengetahui pilihan anggota keluarga yang lain serta alasan memilihnya, tanpa disertai
commit to user 161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
muatan persuasif, sebagaimana yang terjadi dalam keluarga GUN (laki-laki, 50 tahun, Perangkat Desa). Berikut keterangan informan: “Masing-masing kan sudah punya pendirian sendiri-sendiri. Anak saya ya gitu. Tapi kalau cuma sekedar tanya-tanya ya ada. Tanya-tanya, rasan-rasan [membicarakan]. Tapi soal memilih semuanya sudah punya pilihan sendiri-sendiri. Aku ngono sing programe apik kok, ngoten [Kalau aku yang programnya bagus, begitu]. Kalau anak kan bisa milih sendiri, wong [orang] sudah besar, sudah mahasiswa masak diarahkan.” (Wawancara, 14 Juli 2010) Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dengan karakteristik transisinya memiliki heterogenitas baik dalam hal nilai, kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan pekerjaan sebagai ciri khasnya, sehingga komunikasi politik antar persona khususnya dalam lingkup keluarga menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Komunikasi politik antar persona mempengaruhi perilaku memilih sebuah keluarga di mana salah satu anggotanya merupakan pemilih partisan. Sedangkan pada keluarga pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan berbedabeda, ada yang pengaruhnya sampai pada level mengubah perilaku seperti halnya yang terjadi pada keluarga YAH, ada pula yang tidak membawa pengaruh sama sekali, sebagaimana dialami keluarga GUN.
e. Tetangga Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lain di sekitarnya, termasuk dengan tetangga yang notabene merupakan orang-orang yang memiliki kedekatan dari segi geografis tempat tinggal. Data penelitian menunjukkan bahwa komunikasi antar persona dengan para tetangga masih sering dilakukan oleh masyarakat
commit to user 162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Walaupun intensitasnya tidak sesering masyarakat pedesaan, namun tidak jarang pula sebagaimana yang terjadi pada masyarakat perkotaan. Biasanya, proses komunikasi terjadi pada saat berlangsung kegiatan sosial kemasyarakatan yang melibatkan partisipasi warga, seperti siskamling, kerja bakti, pengajian, ataupun ketika acara-acara santai seperti berkumpul di rumah salah seorang warga hanya untuk sekedar ngobrol bersama. Komunikasi antar persona dengan para tetangga terjadi dalam bentuk komunikasi diadik (diadyc communication) maupun komunikasi kelompok kecil (small group communication). Informasi seputar penyelenggaraan Pemilukada Sukoharjo 2010 termasuk cabup-cawabup yang berkompetisi tidak terlepas menjadi salah satu substansi komunikasi antar persona ini. Tidak jarang pula, pertukaran informasi dalam komunikasi tersebut mampu memberikan pengaruh terhadap perilaku memilih seseorang, terutama kepada pemilih yang sekedar ikut memberikan suara dalam pemilihan sebagai wujud partisipasi politik. Tipe pemilih ini tidak memerlukan pertimbangan yang matang dalam menentukan keputusan memilihnya, tidak mengetahui program kerja kandidat, serta tidak bersikap aktif mencari informasi. Karena itulah, perilaku memilih kelompok ini lebih banyak dipengaruhi oleh informasi yang didapat dari komunikasi politik antar persona, terutama dengan sesama warga kelompok di mana mereka berada, termasuk tetangga. Seorang pemilih asal Dukuh Ngabeyan Desa Ngabeyan, CAN (Lakilaki, 54 tahun, Pedagang) mengatakan preferensinya terhadap kandidat Titik Suprapti - Sutarto juga banyak dipengaruhi oleh komunikasi politik antar
commit to user 163
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
persona dengan tetangganya. Pria keturunan Tionghoa ini mendapat informasi dari tetangganya pada kesempatan ketika dirinya berkumpul dengan mereka, misalnya saat acara kerja bakti atau rapat warga. Demikian penuturan CAN : “Pas kumpul-kumpul warga itu kan sok omong. Pas ronda, rapat warga, pas kerja bakti, atau pas ketemu apa-apa kan sok omong. Piyepiye milih opo? Nek aku milih nomer dua gitu, yowes cuma gitu ya, jadi nggak pernah ada sosialisasi atau apalah.” [Waktu kumpul-kumpul dengan warga itu kan kadang bicara. Waktu ronda, rapat warga, kerja bakti, atau waktu ketemu kan kadang bicara. Bagaimana-bagaimana, milih apa? Kalau aku milih nomer dua. Ya sudah cuma begitu ya, jadi tidak pernah ada sosialisasi atau apapun.] (Wawancara, 14 Juli 2010) Sejalan dengan apa yang disampaikan CAN, informan lain, YAH (Perempuan,
50
tahun,
Penjahit)
mengatakan
obrolan
antartetangga
merupakan hal yang biasa dilakukannya sehari-hari, begitu pula ketika pemilukada tengah berlangsung. Komunikasi antar persona ia jadikan ajang untuk bertukar pendapat dengan tetangganya perihal calon pilihan masingmasing. Berikut penjelasan informan : “Yo enek tonggo, ngandhani tentang Bu Titik. ‘Kowe milih opo, Yah? Aku kok koyone mathuk Bu Titik, mengko nek dadi iki yo berlanjut koyo sing kakung’, ngono.” [Ya ada tetangga, memberitahu tentang Bu Titik. ‘Kamu milih apa Yah? Aku sepertinya setuju Bu Titik, nanti kalau jadi ini ya berlanjut seperti suaminya’, begitu.] (Wawancara, 27 Juni 2010) Komunikasi politik antar persona dengan tetangga membawa pengaruh yang berbeda bagi CAN maupun YAH. Bagi CAN, informasi yang diperoleh berhasil mengubah perilakunya, sedangkan bagi Yah informasi tersebut hanya berpenagruh memperkuat perilakunya, karena ia adalah tipikal pemilih rasional yang sebelumnya telah memiliki preferensi terhadap kandidat calon yang sama.
commit to user 164
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Walaupun demikian, pandangan yang disampaikan mereka berdua memberikan kesan adanya pengaruh pribadi dalam komunikasi antar persona yang dilakukan dengan para tetangga. Kuatnya pengaruh ini dibuktikan oleh penelitian Paul Lazarfeld mengenai pemilih di Erie Country, Ohio pada tahun 1940 dan Elmira, New York tahun 1948. Temuan penelitian Lazarfeld menyatakan bahwa media massa memainkan peranan lemah dalam pembuatan keputusan memilih dibandingkan dengan pengaruh antar pribadi. Penelitian ini juga memperlihatkan kecenderungan kuat bagi orang untuk memberikan suara sama dengan para anggota kelompok primer. Barelson, Lazarfeld, dan McPhee (1954) menyebut konsistensi kuat ini sebagai ‘homogenitas politik kelompok primer’ (Severin dan Tankard dalam Wijaya, 2009 : 156). Derajat homogenitas tergolong tinggi pada sistem tradisional seperti di daerah pedesaan, sedangkan norma-norma desa yang lebih modern mendorong homogenitas ini berubah perlahan menjadi lebih hetero. Ciri ini dimiliki oleh Desa Ngabeyan yang memiliki masyarakat dengan karakterstik transisi. Komunikasi politik antar persona bisa jadi sangat berpengaruh terhadap satu individu, tapi tidak sama sekali bagi individu lainnya. Apa yang dikatakan salah satu informan penelitian, HAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta) sepertinya cukup merepresentasikan fakta tersebut. Ia menjelaskan pandangannya sebagai berikut : “Ya ada obrolan dengan tetangga, kadang pas siskamling, terus pas lagi kumpul dengan tetangga, cuma ya itu sebatas masukan sebagai bahan referensi, untuk pilihan saya sudah mempunyai gambaran tetap. Saya kalau dengan tetangga itu cuma sebatas diskusi kok Mbak. Kalau pengaruh yo tidak, masalahnya saya tidak mempunyai kepentingan apapun, jadi ndak ada pengaruhnya sama sekali. Yang jelas saya sudah
commit to user 165
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ada penilaian sendiri, dan itu jatuh pada Bu Titik.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Sama dengan YAH, HAR merupakan pemilih rasional yang menggunakan penilaian retrospektif sebagai dasar pertimbangan memilihnya. Oleh sebab itu, pesan komunikasi politik antar persona tidak berhasil mempengaruhi perilakunya, sekalipun hal itu dilakukan oleh orang-orang yang termasuk lingkaran dekatnya seperti para tetangga. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilih sekedar memilih adalah orang yang paling kuat mendapat pengaruh dari komunikasi politik antar persona yang berlangsung dengan para tetangga. Sedangkan pada pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan cenderung lebih lemah, bahkan tidak berpengaruh sama sekali. f. Teman Di samping keluarga, lingkungan yang terdiri dari teman-teman dekat merupakan saluran utama komunikasi antar persona yang membantu seseorang belajar politik (Nimmo, 2000 : 110). Teman-teman dekat atau yang biasa disebut pula dengan teman sebaya ini biasanya mempunyai status sosial, tingkat kemakmuran, dan kegiatan yang relatif sama. Oleh karena itu, melalui komunikasi politik antar persona, mereka mampu memberikan pengaruh terhadap pandangan politik seseorang, sebuah fondasi yang pada akhirnya membentuk perilaku politik orang tersebut. Kelompok sebaya mampu mempengaruhi pandangan politik dengan cara memberikan bimbingan melalui keanggotaan dalam asosiasi sukarela, perhimpunan kewarganegaraan, atau dengan rekan kerja di perusahaan, serikat
commit to user 166
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
buruh, atau tempat kerja yang lain. Karena orang biasanya masuk dalam pandangan sendiri, maka kemungkinan asosiasi seperti ini mengubah opini publik menjadi berkurang. Meskipun tidak selalu demikian, kecenderungan yang umum ialah bahwa orang menyesuaikan kepercayaan, nilai, pengharapan politiknya dengan teman sebaya untuk memelihara persahabatan yang ditunjukkan dengan menjadi teman sebaya (Nimmo, 2000 : 113). Teori di atas menjadi acuan peneliti dalam membahas pengaruh komunikasi politik antar persona dengan teman dalam membentuk perilaku memilih. Seperti diungkapkan oleh informan penelitian dari Dukuh Brontowiryan, MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang), perilaku memilihnya merupakan buah dari komunikasi antar persona yang ia lakukan dengan teman-temannya. Dengan kata lain, komunikasi tersebut mampu memberikan pengaruh terhadap perilakunya. Informan ini memberikan pernyataan lengkapnya sebagai berikut : “Pokok’e aku wi dodol tahu dijipuk karo tukang daging, podho nang gerejane, ‘Mbah, sesuk ampun lali’, dikei layang, ‘Mbak kulo niku layang mboten saget moco’, ‘Nggih mpun pokok’e nomer telu nggih mbah, ampun lali’, trus tak delok, ‘Mbak, piyayi niki jane yo anu tapi kok ireng mbededeng, lemu’. Tenan tak coblos, trus ndang wes nyoblos, ‘Mbah, njenengan ayu tenan lho mbah, dikon ngene ya ngene’. Woo dielus-elus piyayi-piyayi no Nduk, jarene aku piyayi sepuh, nanging nek dikandhani ki yo nggatekke. Ngono lho Nduk. Mbok aku ditekoni sopo ngono, sing tak coblos yo sing ireng mbededeng lemu.” [Pokoknya aku itu jual tahu diambil sama tukang daging, sama ke gerejanya, ‘Mbah, besok jangan lupa’, diberi surat, ‘Mbak aku itu kalau surat tidak bisa membaca’, ‘Ya sudah pokoknya nomor 3 ya Mbah, jangan lupa’, terus aku lihat, ‘Mbak orang ini (Wardoyo Haryanto) kok hitam, gagah, gemuk’. Beneran saya coblos, terus begitu sudah mencoblos, ‘Mbah, kamu cantik benar lho Mbah, disuruh begini ya begini’. Wah, disanjung-sanjung orang aku Nduk (Gendhuk-panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa), katanya aku itu orang tua, tapi kalau diberitahu ya memperhatikan. Begitu lho
commit to user 167
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nduk. Aku ditanya siapa-siapa gitu, yang aku coblos ya itu, hitam gagah gemuk.] (Wawancara, 27 Juni 2010) MAN yang termasuk kategori pemilih sekedar memilih ini mengaku dirinya juga mendapatkan pesan yang sama dari beberapa temannya yang lain, baik itu rekan jualannya di pasar maupun temannya di gereja. Semua komunikasi berlangsung dalam bentuk komunikasi diadik, di mana informan bertatap muka secara langsung hanya dengan komunikator. Adanya pesan yang sama dari beberapa sumber yang berbeda memantapkan hati Arjo untuk memilih pasangan nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto, meskipun ia tidak mengerti betul siapa sosok yang ia pilih dan apa pula program kerja yang diusung mereka (tidak rasional). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik antar persona dengan teman efektif mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010, khususnya bagi pemilih yang tidak memiliki referensi cukup mengenai kandidat yang berkompetisi sehingga mereka berperilaku sekedar memilih.
2. Pengaruh dari Kampanye Pemilukada Dalam konteks pemilukada, kampanye adalah periode yang diberikan oleh panitia pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik atau perorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara kepada mereka sewaktu pencoblosan (Lilleker dan Negrine, 2000). Kampanye dapat dilihat sebagai suatu aktivitas pengumpulan massa, parade, orasi politik, pemasangan atribut partai (misalnya umbul-umbul, baliho, poster) dan
commit to user 168
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengiklanan partai. Kampanye jenis ini akan diakhiri dengan pemungutan suara untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan dukungan terbanyak untuk disahkan sebagai pemenang pemilu (Firmanzah, 2007 : 268). Untuk kebutuhan penelitian ini, peneliti membatasi pembahasan kampanye pemilukada hanya mengenai aktivitas penggalangan massa melalui saluran komunikasi publik, sedangkan kampanye atau komunikasi politik melalui iklan media luar ruang dan media massa akan dibahas dalam bagian terpisah. Adapun saluran komunikasi publik yang biasa digunakan sebagai media kampanye dalam pemilukada antara lain kampanye terbuka di alunalun, rapat terbuka, pertemuan terbatas, panggung terbuka di pasar swalayan, pagelaran musik di kampung, turnamen olahraga, pasar murah, termasuk iring-iringan atau pawai kendaraan bermotor. Periode kampanye Pemilukada Sukoharjo yang dijadwalkan selama 12 hari terhitung dari tanggal 17 s/d 30 Mei merupakan ajang bagi ketiga kandidat cabup-cawabup untuk saling mengeluarkan manuver politiknya demi dukungan segenap rakyat Sukoharjo, tidak terkecuali masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Berdasarkan observasi peneliti, saluran komunikasi publik yang dimanfaatkan sebagai media kampanye kandidat di Desa Ngabeyan yakni pertemuan terbatas oleh pasangan calon Titik Suprapti Sutarto dan Wardoyo Wijaya - Haryanto, kampanye terbuka yang diawali dengan kegiatan sepeda santai oleh Muhammad Toha - Wahyudi, serta pertunjukan musik dangdut yang disertai iring-iringan kendaraan bermotor oleh Wardoyo Wijaya - Haryanto.
commit to user 169
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kegiatan kampanye ini mendapat tanggapan berbeda-beda dari masyarakat Desa Ngabeyan selaku publik sasaran. Akan tetapi, dari kesemuanya dapat ditarik satu benang merah bahwa pada umumnya, masyarakat menyadari tujuan dari dilaksanakannya kampanye itu sendiri adalah penggalangan massa sehingga apa yang diutarakan kandidat maupun juru kampanye cenderung hal-hal yang positif saja. Sementara di sisi lain, masyarakat juga masih sangsi apakah janji-janji kampanye tersebut benarbenar terealisasi bila sang kandidat terpilih. Salah satu informan penelitian yang beralamat di Dukuh Indronatan, LIM (Laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS) mengemukakan pandangannya terkait aktivitas kampanye pemilukada yang berlangsung di desanya sebagai berikut : “Nggih sae, Mbak. Kampanye tujuane kan ngge penggalangan massa, cari massa sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan programprogram kerjanya. Nggih to? Dadi aku nduwe program ngene, tak tawarke ben do seneng karo aku. Lha sak niki Wardoyo sing wis kepilih programe netes po ra. Nek kados lapangan kerja luas, niku mungkin saget ditampung. Ning nek 200 juta per desa niku, lha kirokiro yo wes mbuh. Nek kampanye tujuane nggih baik, Mbak, ngetokke program-programe. Aku gen oleh massa okeh i piye, nek perlu yo nyoh tak kei duit, kan ngoten niku. Nggih ngerti kulo nggih pun ngoten niku.” [Ya (kampanye) bagus, Mbak. Kampanye tujuannya kan untuk penggalangan massa, mencari massa sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan program kerjanya. Iya kan? Jadi saya punya program begini, saya tawarkan biar pada suka sama saya. Lha sekarang Wardoyo yang sudah terpilih programnya bisa terlaksana apa tidak. Kalau seperti lapangan kerja luas, itu mungkin bisa ditampung. Tapi kalau 200 juta per desa itu, lha kira-kira ya sudah tidak tahu. Tapi kampanye tujuannya ya baik, Mbak, mengeluarkan programprogramnya. Saya biar dapat massa banyak itu gimana, kalau perlu ini saya kasih uang, kan begitu itu. Ya tahu saya ya sudah cuma begitu] (Wawancara, 12 Juni 2010)
commit to user 170
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Informan lain, TAN (Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir) menilai bahwa kampanye yang marak dilakukan sebelum pemilukada tak ubahnya sebagai suatu bentuk hura-hura politik, khususnya kampanye dengan arak-arakan atau sepeda motor di jalan raya. Selain membahayakan, ia menilai bentuk kampanye seperti itu sudah bukan jamannya lagi dilakukan pada saat pemilih sudah lebih pintar dalam merumuskan keputusan memilihnya seperti sekarang ini. TAN memberikan penjelasan lengkapnya sebagai berikut : “Kalau menurut pendapat saya kampanye itu bukan mendidik suatu politik. Itu adalah termasuk hura-hura dari pihak yang mau mimpin. Dengan begitu kan dia menghambur-hamburkan uang.Kalau itu tertib, bagus, kui [itu] ndak masalah. Tapi kenyataannya di jalan malah menakutkan orang. Di jalan dar der dar der sepeda motor bagaimana dilihat kebisingannya, tapi pimpinan (calon bupati) itu ndak mau tau, yang penting aku punya massa, itu tok. Padahal massa itu belum tentu memilih dia. Jadi untuk pimpinan kalau mau kampanye itu ndak seperti itu, sebenarnya bisa ditempuh dengan cara lain, dengan pendekatan secara personal begitu mungkin. Kalau seperti yang ada sekarang itu saya kira ndak ada pengaruhnya bagi pemilih, sekarang pemilih udah pinter-pinter kok. Udah tau, oo… itu orangnya gimana, ini orangnya gimana, itu udah tau.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Sejalan dengan TAN, informan yang juga tim sukses Titik - Tarto, WAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta) mengungkapkan bahwa dirinya tidak menaruh respek sama sekali terhadap jalannya kampanye. Menurutnya, kampanye dapat memicu timbulnya hal-hal negatif semisal cek-cok dan perkelahian. Berikut Warmengutarakan pendapatnya : “Kulo mboten seneng blas Mbak. Alesane tepat yo, mesti kan ngeten Mbak, nek nganti dumpyuk kan hal yang tidak diinginkan kan bisa terjadi, perkelahian, nggih to, terus perang mulut itu kan udah biasa. Kulo mboten seneng Mbak nek kampanye.” [Saya tidak suka (kampanye) sama sekali Mbak. Alasan tepat ya, pasti kan begini Mbak, kalau sampai konflik kan hal yang tidak diinginkan kan bisa terjadi, perkelahian, iya kan, terus perang mulut itu kan sudah biasa. Saya tidak suka Mbak kalau kampanye.] (Wawancara, 15 Juni 2010)
commit to user 171
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berbicara mengenai pengaruh kampanye pemilu terhadap perilaku memilih (voting behavior), penelitian yang ada selama ini tidak berhasil menghasilkan suatu kesepakatan. Penelitian yang dilakukan Huckfeldt dkk (2000) menunjukkan bahwa kampanye pemilu meningkatkan keterjangkauan, kepastian, dan akurasi pesan politik yang disampaikan kontestan kepada pemilih. sementara studi-studi yang lain menunjukkan hasil yang berbeda. Kampanye pemilu hanya diungkapkan berdampak kecil, kalau tidak mau dibilang tidak berdampak, terhadap perilaku memilih. Gelman dan King (1993) serta Bartels (1993) menunjukkan bahwa preferensi pemilih terhadap kontestan telah ada jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilu dimulai. Sehingga siapa yang akan memenangkan pemilu dapat ditentukan sebelum pemilu dilaksanakan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemilih mengevaluasi layak atau tidaknya suatu kandidat tidak hanya sebatas pada kampanye pemilu, melainkan berdasarkan atas reputasi masa lalu (Firmanzah, 2007 : 269). Temuan penelitian ini cenderung mengarah pada teori yang terakhir disebutkan, di mana berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada seluruh informan, peneliti menemukan bahwa kampanye Pemilukada Sukoharjo, khususnya yang menggunakan saluran komunikasi publik, nyaris tidak membawa pengaruh apapun terhadap perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Kalaupun ada pengaruh, hal itu hanya sebatas memperkuat atau memperkokoh perilaku yang ada dan bukan mengubah perilaku tersebut. Fakta ini tentu tidak terlepas dari bagaimana
commit to user 172
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat mempersepsikan kegiatan kampanye pemilu itu sendiri, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Pernyataan informan yang juga seorang Ketua RT, HAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta) merepresentasikan temuan ini. Sadar akan tujuan dari dilaksanakannya kampanye itu sendiri, informan tidak serta-merta terpengaruh untuk memilih kandidat yang dikampanyekan. Terlebih, dirinya adalah pemilih rasional yang memberikan penilaian positif terhadap kinerja pemerintahan masa lalu, sehingga janji-janji kampanye yang belum tentu terealisasi itu tidak sedikitpun mengubah opini maupun perilakunya. Terkait hal ini, berikut penuturan informan : “Kalau saya tidak pengaruh apa-apa kampanye itu. Karena ya sudah saya katakan tadi, kampanye itu biasane cuma ajak-ajak untuk memilih, istilahnya menggiring massa agar memilih calon tertentu. Lha biasanya yang diutarakan itu yang baik-baik, program ini ini ini, biasanya ya tidak cuma calon bupati tok ya, wakil rakyat juga begitu, masa kampanye yang dikemukakan ya yang baik-baik, gini gini gini, tapi kalau jadi yaa… biasanya lupa, ndak ada, istilahnya ya ndak ada yang ditepati, cuma janji-janji kosong.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Pendapat senada dikemukakan oleh YAN (Laki-laki, 23 tahun, Mahasiswa). Walaupun secara objektif mengaku salut terhadap cara berkampanye Muhammad Toha - Wahyudi yang terkesan lebih tertib dengan bersepeda santai, informan ini mengaku tidak juga terpengaruh oleh kampanye tersebut. Memang benar pasangan calon nomor urut satu itu adalah pilihannya dalam pemilukada, akan tetapi preferensinya sudah terbentuk jauh-jauh hari sebelum dilaksanakan kampanye karena ia adalah tipe pemilih rasional yang menyimak track record kandidat dari media massa. Sehingga dapat dikatakan bahwa kampanye yang dilakukan Ha-Di tidak membawa pengaruh apapun
commit to user 173
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagi perilakunya, terlebih ia hanya mengetahui sepintas acara itu, tidak mengikuti
penuh
jalannya
acara.
Demikian
YAN
mengutarakan
pandangannya: “Wingi aku reti sing terakhir bupati sing nomer siji kae. Kuwi kan ndek wingi sepeda santai neng lapangan. Yo nek ngaranku, kan koyo sepeda santai kan semua kalangan, mungkin efektif. Lebih efektif daripada konser dangdut. Nek konser-konser kan paling gur dewasa karo wong tuo kan, cah cilik kan ra enek. Tur nggak mengganggu lingkungan, ra koyo arak-arakan pake sepeda motor, bising. Tapi kalau pengaruh nggak sih, kan aku sebelumnya wes pengen milih kuwi. Salut aja sama cara berkampanyenya, nggak pake motor, nggak brutal, lebih tertib.” [Kemarin aku tahu yang terakhir bupati yang nomor satu itu. Itu kan kemarin sepeda santai di lapangan. Ya kalau menurutku, kan seperti sepeda santai kan semua kalangan, mungkin efektif. Lebih efektif daripada konser dangdut. Kalau konser-konser kan paling cuma dewasa sama orang tua kan, anak kecil kan tidak ada. Lagian tidak mengganggu lingkungan, tidak seperti arak-arakan pakai sepeda motor, bising. Tapi kalau pengaruh ya tidak, kan aku sebelumnya sudah ingin milih itu. Salut saja sama cara berkampanyenya, tidak pakai motor, tidak brutal, lebih tertib.] (Wawancara, 12 Juni 2010) Sementara itu, informan yang berasal dari Dukuh Blateran, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga) mengatakan dirinya sedikit terpengaruh oleh kampanye pasangan Titik Suprapti - Sutarto yang dilakukan melalui saluran pertemuan terbatas di salah satu rumah warga. Akan tetapi, pengaruh tersebut hanya memperkokoh atau memperkuat perilaku menilihnya terhadap pasangan nomor urut dua tersebut karena seperti pemilih rasional lain yang melalukan penilaian retrospektif, pengaruh citra positif pemerintahan incumbent lebih kuat dalam membentuk perilakunya. AYU menyatakan pendapatnya seperti berikut : “Kampanyene yo pas ngandhani programe Bu Titik. Pokoe programe nglanjutke suamine lah. Nek masyarakat kan ngertine sing wes terbukti to Mbak, sing liyane kan yo rung ngerti. Kampanye ya mung neng Brontowiryan, nggone Pak TRI, ya mung pengarahan ngono,
commit to user 174
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diomongilah program-programe ngene-ngene tok. Tertarik iya, lha udah sreg itu og.” [Kampanyenya ya waktu memberitahu programnya Bu Titik. Pokoknya programnya melanjutkan suaminya. Kalau masyarakat kan tahunya yang sudah terbukti kan Mbak, yang lainnya kan ya belum tahu. Kampanye ya cuma di Brontowiryan, di rumahnya Pak Trimo, ya cuma pengarahan begitu, diberitahu programnya begini-begini. Tertarik (pengen mencoblos) iya, lha sudah cocok itu.] (Wawancara, 11 Juni 2010) Kecilnya pengaruh kampanye dalam membentuk perilaku memilih ini diakui oleh informan yang juga menjadi tim sukses Muhammad Toha Wahyudi, RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha). Menurutnya, kampanye pemilu dengan menggunakan saluran komunikasi publik memang efektif untuk mengumpulkan massa, tetapi tidak untuk menciptakan keterpengaruhan, apalagi hingga taraf perilaku. Karena kadangkala yang terjadi pemilih berpartisipasi menghadiri kampanye publik semata-mata hanya karena tergiur iming-iming tertentu. Uang, sembako, hadiah dan bingkisan-bingkisan lain misalnya, sudah bukan rahasia umum lagi hal itu menjadi magnet tersendiri yang mampu menarik kehadiran massa dalam setiap kampanye publik yang dilakukan kandidat calon. Inilah yang menjadikan kampanye publik tidak begitu
efektif
dalam
mengubah
perilaku.
Kembali,
informan
ini
mengemukakan pendapatnya : “Kalau menurut saya itu ya gimana ya Mbak ya, dibilang ya (kampanye) kayak bohong-bohongan ajalah, misalnya di sana semua kaos minta semua ya, padahal yang minta itu belum tentu nyoblos dia, gitu. Sekarang itu sulit Mbak untuk memprediksi bahwa itu benerbener ke pihak kita itu sulit. Kadang udah nerima kaos, udah nerima uang, ee… mbalik. Karena apa? Dia udah punya pilihan itu. Jadi (kampanye) itu kurang efektif.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kampanye pemilukada oleh kandidat cabup-cawabup Sukoharjo, khususnya
commit to user 175
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan menggunakan saluran komunikasi publik, nyaris tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Sesuai dengan teori Gelman dan King (1993) serta Bartels (1993), preferensi masyarakat Desa Ngabeyan telah terbentuk sebelum kampanye pemilukada dimulai. Pada pemilih rasional, kampanye publik sebatas berpengaruh dalam memperkokoh atau memperkuat perilaku memilih, tidak mengubahnya, itupun dengan catatan kandidat yang berkampanye sama dengan kandidat yang sebelumnya telah menjadi preferensi pemilih. Pada situasi dan kondisi yang sebaliknya, kampanye publik tidak memberikan pengaruh apapun dalam perilaku memilih.
3. Pengaruh dari Iklan Media Luar Ruang Keberadaan iklan media luar ruang (outdoor media) sebagai salah satu saluran komunikasi politik seolah menjadi fenomena tak terpisahkan dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum (termasuk pemilukada) di Indonesia, terlebih pascadilaksanakannya sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat. Iklan media luar ruang menjadi atribut kampanye yang selalu digunakan oleh hampir semua kandidat calon untuk mengenalkan diri kepada masyarakat yang telah atau akan menjadi target konstituen mereka, dengan tujuan agar masyarakat bersedia memilih mereka dalam pemilihan. Adapun bentuk-bentuk media luar
ruang antara lain spanduk, baliho, reklame, electronic board, bendera, umbulumbul, balon, dan banner. Seperti halnya kampanye melalui saluran lain, penggunaan iklan media luar ruang dalam pemilukada dimaksudkan untuk mempengaruhi pemilih agar
commit to user 176
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjatuhkan pilihannya kepada kandidat yang beriklan. Pada umumnya, kajian mengenai pengaruh iklan berkisar pada tingkatan pengaruh kognitif, yakni pengaruh iklan terhadap pengetahuan pemilih mengenai partai politik atau kandidat, afektif yaitu pengaruh iklan terhadap persepsi-persepsi serta penilaian-penilaian pemilih terhadap kandidat, dan perilaku yakni pengaruh iklan terhadap preferensi atau keputusan memilih (Pawito, 2009 : 193). Dalam penelitian yang mengkaji pengaruh iklan media luar ruang terhadap perilaku memilih masyarakat transisi ini, peneliti menemukan fakta bahwa pengaruh iklan media luar ruang bervariasi antara satu pemilih dengan pemilih yang lain. Pertama, iklan media luar ruang berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih. Kedua, iklan media luar ruang berpengaruh memperkokoh atau memperkuat perilaku memilih, sedangkan yang ketiga, iklan media luar ruang tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih. Perilaku memilih informan penelitian dari Dukuh Mangkuyudan, GUN (Laki-laki, 50 tahun, Perangkat Desa) merepresentasikan variasi pengaruh yang pertama. Iklan media luar ruang diakuinya sebagai sumber informasi yang mempengaruhi perilaku memilihnya. Gun yang seorang pemilih rasional memang menjadikan program kerja kandidat sebagai dasar pertimbangannya dalam memilih Wardoyo Wijaya - Haryanto. Sementara informasi mengenai program kerja War-To diperolehnya dari baliho. Setelah melihat, mengamati, dan mencermati program kerja yang tertulis di dalamnya, informan akhirnya mengambil keputusan untuk memilih pasangan nomor urut tiga tersebut dalam pemilukada. Lebih lengkapnya, berikut penjelasan GUN :
commit to user 177
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Ya nggih [iya] no pengaruh. Buktinya ini sudah ada, dengan adanya baliho dulu yang paling besar hanya Pak Wardoyo, di mana-mana kan ada. Lha di situ juga sudah dicantumke, tertulis program kerjanya. Jadi ya mempengaruhi, lha di situ, di baliho, di pamflet-pamflet kan saya bisa lihat program kerjanya. Yang dicantumkan program kerjane kan hanya Pak Wardoyo, yang lain kan ndak ada, hehe...” (Wawancara, 14 Juli 2010) Berdasarkan observasi peneliti, kandidat calon Wardoyo Wijaya Haryanto memang paling agresif berkampanye melalui iklan media luar ruang seperti baliho, spanduk, pamflet, dan reklame. Selain pemasangan-nya paling awal dan jumlahnya paling banyak, iklannya pun lebih informatif, yakni mencantumkan program kerja secara sistematis. Diferensiasi inilah yang menyebabkan preferensi GUN terhadap pasangan War-To. Temuan ini menguatkan kesimpulan penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Pinkleton (1998 : 24-36). Menurutnya, iklan yang memberikan penonjolan perbedaan kandidat (comparative political advertising) mempengaruhi preferensi-preferensi individu terhadap kandidat. Selain itu, iklan komparatif juga berpengaruh terhadap meningkatnya keterlibatan situasional dalam pemilihan (Pawito, 2009 : 196). Selain efektif mempengaruhi perilaku memilih pemilih rasional seperti Gun, iklan media luar ruang juga efektif mempengaruhi pemilih yang sekedar memberikan suaranya dalam pemilihan alias pemilih sekedar memilih. Akan tetapi, adanya pengaruh ini lebih disebabkan karena terbatasnya informasi dari sumber-sumber yang lain. Hal ini dikemukakan oleh SON (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta). Informan ini berpendapat bahwa pada idealnya iklan media luar ruang sebenarnya kurang efektif sebagai sarana kampanye karena gambar saja tidak cukup merepresentasikan kepribadian dan sepak
commit to user 178
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjang calon serta menjawab pertanyaan di benak pemilih apakah calon tersebut layak untuk memimpin daerahnya. Menurutnya, alangkah lebih baik bila cabup-cawabup menunjukkan prestasinya
terlebih
dahulu
kepada
masyarakat
sebelum
akhirnya
mencalonkan diri. Dengan demikian, masyarakat mempunyai pengetahuan dan referensi yang cukup tentang sosok calon bupati sehingga dapat memilih dengan penuh keyakinan. SON mengutarakan pandangannya seperti berikut : “Ya sering liat (media luar ruang), kalau pas jalan gitu ngeliat ya. Tapi kalau buat kampanye itu kurang efektif ya. Yang lebih bagus kan sebetulnya kalau mereka terjun langsung, berkarya dulu ya baru nyalon. Sebelum nyalon itu kan mestinya dia cari prestasi dulu lah, apa, cari gebrakan apa gitu. Selama ini kan calon-calonnya cuma gitugitu aja ya. Minim prestasi.” (Wawancara, 14 Juli 2010) Akan tetapi, ketika kondisi ideal itu tidak juga tercipta dan ketika prestasi yang diharapkan tak kunjung ada, maka calon yang paling familiar, paling sering di lihat, dan paling sering didengarlah yang menjadi opsi terakhir informan keturunan Tionghoa ini, terlebih mobilitasnya yang tinggi di Kota Solo membatasi ruang geraknya untuk mencari informasi dari sumber lain. Sehingga pada kondisi ini dapat dikatakan, iklan media luar ruang berpengaruh dalam membentuk perilaku SON memilih pasangan Muhammad Toha - Wahyudi. Demikian informan memberikan pernyataannya : “Sedikit banyak terpengaruh (media luar ruang) ya. Paling ndak kan karena saya pernah ngeliat, terus juga pernah denger orang ngomong, orang cerita. Yang waktu itu yang inget ya cuma itu. Mungkin yang kali ini saya ndak begitu memperhatikan kampanye saya malahan, jadi dari baliho-baliho itu ndak seberapa ngamati. Ya waktu hari H pilkadanya itu kan saya ngeliat, oo… ini, saya yang pernah denger, pernah tau ceritanya, jadi pernah denger-denger nama yang paling sering disebut, kok itu. Yang familiarlah. Kalau yang dua belum pernah denger malah, hahaha...” (Wawancara, 14 Juli 2010)
commit to user 179
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengaruh iklan media luar ruang terhadap perilaku memilih SON sesuai dengan pendapat Rothschild dan Ray (1974) yang menyatakan bahwa keputusan memilih di kalangan orang-orang yang memiliki keterlibatan rendah dalam lingkungan politiknya, cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh iklan kampanye (Kaid, 2004 : 171). Variasi pengaruh yang kedua, iklan media luar ruang tidak berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih, melainkan memperkuat atau memperkokohnya. Pemilih rasional, pemilih partisan, dan pemilih sekedar memilih adalah tipe pemilih yang terkena pengaruh seperti ini. HAR (Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swasta) salah satunya. Pemilih rasional yang menjatuhkan pilihan kepada Titik Suprapti - Sutarto ini mengatakan dirinya mendapatkan informasi bahwa Titik hendak melanjutkan kembali program kerja Bambang Riyanto dari media luar ruang yakni baliho. Tagline ‘Lanjutkan!’ yang diusung Titik - Tarto dipersepsikan oleh informan bahwa pasangan ini hendak melanjutkan program kerja pemerintahan incumbent yang dipegang suami Titik Suprapti. Berikut penuturan informan : “Saya taunya (Titik hendak melanjutkan program Bambang) dari baliho, lha itu kan ada kata ‘Lanjutkan!’, Lha mungkin sok representasi dari program Pak Bambang, karena calon Bu Titik itu ada kaitannya dengan incumbent, yo Pak Bambang itu.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Pada suatu kampanye iklan produk, dikenal istilah tagline atau slogan produk, demikian halnya dalam iklan politik. Pawito (2009:244) menyatakan bahwa dilihat dari karakter pesannya, iklan politik dapat digolongkan menjadi dua macam, yakni iklan yang lebih mengutamakan penyampaian persoalanpersoalan serta posisi-posisi partai atau kandidat terhadap persoalan-persoalan
commit to user 180
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bersangkutan (issue oriented) dan iklan yang lebih mengutamakan penampilan kandidat dengan maksud terutama untuk menumbuhkan citra (image oriented). Dalam hal ini, tagline ‘Lanjutkan!’ yang diusung Titik - Tarto termasuk dalam ketegori image oriented, di mana melalui jargon tersebut, Titik - Tarto dicitrakan sebagai pasangan yang mampu melanjutkan kembali kesuksesan pemerintahan Sukoharjo sebagaimana dijalankan oleh pemerintah sebelumnya. Pengaruh yang sama juga dialami oleh MAN (Perempuan, 65 tahun, Pedagang). Pemilih sekedar memilih yang mendapat pengaruh utama dari komunikasi antar persona dengan teman ini mengaku semakin yakin untuk memilih Wardoyo Wijaya - Haryanto setelah dirinya mengamati iklan pasangan ini melalui media baliho dan spanduk yang marak di pinggir jalan. Informan ini mengutarakan pandangannya sebagai berikut : “Gambar-gambar calone kuwi aku yo ngerti, wong kebak neng dalandalan. Yo, neng kae lho, arep gerejo. Gerejoku sing nang Ngabeyan kae lho. Sing okeh i nomer telu, sing nomer liyane enenge gur sithik. Trus nek aku ki arep numpak montor i yo tak awaske neng dalan akeh. Yo ngetke-ngetke wong dike’ke neng dalan-dalan, neng wit-wit ngono kuwi lho nduk, yo tak ngetke. Wah suk bakale sing ireng mbededeng kuwi.” [Gambar-gambar calonnya itu aku ya tahu, orang penuh di jalan-jalan. Ya, di itu lho, mau ke gereja. Gerejaku yang di Ngabeyan itu lho. Yang banyak itu nomor 3, yang nomor lainnya adanya cuma dikit. Terus kalau aku mau naik kendaraan ya aku lihat di jalan-jalan banyak. Ya lihat-lihat, orang dipasang di jalan-jalan, di pohon-pohon itu lho Nduk, ya aku lihat. Wah, besok bakal yang hitam gagah itu (yang jadi)] (Wawancara, 27 Juni 2010) Apa yang dikatakan MAN sejalan dengan pemikiran WID (Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa). Informan ini memandang iklan media luar ruang cukup berperan dalam mensosialisasikan pencalonan kandidat. Ia menyoroti,
commit to user 181
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada situasi dan kondisi di mana pemilih tidak mendapatkan informasi dari sumber lain, di situlah iklan media luar ruang memberikan pengaruhnya. Hal ini juga berlaku untuk kalangan pemilih berusia lanjut, di mana informasi paling mudah diberikan melalui media gambar. Secara lengkap, demikian penjelasan WID : “Niku karepe yo kampanye og, nggih to, golek massa golek jeneng og. Nek niku jane nggih rodo pengaruh. Nggih to. Oo… enek gambare kae, nomer kae, jenenge kae. Oo… kae programe ndhek mben kae, kan gampang to niku, saget niteni. Niku jane nggih pengaruh, masalah baliho utowo kaos-kaos niku to, saget ngerti, oo Pak Wardoyo i gambare koyo ngono kae to, nomere kae. Soale wong tuwo-tuwo mboten mudeng nek mboten enten gambar, mboten enten nomer ngoten lhe. Nggih to, lak an.” [Itu (media luar ruang) maksudnya ya kampanye kok, iya kan, mencari massa mencari nama kok. Kalau itu sebenarnya ya agak pengaruh. Iya kan? Oo... ada gambarnya itu, nomor itu, namanya itu. Oo... itu programnya dulu itu, kan mudah kan itu, bisa diingat. Itu sebenarnya ya pengaruh, masalah baliho atau kaos-kaos itu kan bisa tahu, oo... Pak Wardoyo itu gambarnya kayak begitu itu, nomornya itu. Soalnya orang tua-tua kan tidak paham kalau tidak ada gambar, tidak ada nomor, begitu lho. Iya kan?] (Wawancara, 11 Juli 2010) Di kalangan masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura, iklan media luar ruang dapat pula tidak memberikan penagruh apapun terhadap perilaku memilih. Demikian variasi pengaruh yang
ketiga.
Sebagaimana pengaruh kedua seperti yang telah dibahas sebelumnya, pengaruh ini juga dialami baik oleh pemilih partisan, rasional, maupun pemilih sekedar memilih. Seorang pemilih partisan pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto, TAN (Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir) mengungkapkan dirinya tidak terpengaruh sama sekali oleh iklan media luar ruang karena ia telah mendapatkan
commit to user 182
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
informasi dari sumber lain, yaitu tokoh masyrakat yang juga pimpinannya dalam pengajian Majelis TAfsir Al’Quran. Berikut penjelasan TAN : “Ndak bisa pengaruh, tetep ndak bisa, cuma sebatas informasi saja, oo ini to calonnya ini ini, nanti yang memberi informasi yang mengarahkan kepada calon ini, itu dari pimpinan saya sendiri punya. Itu ndak bisa, saya harus pilih sendiri ndak bisa. Memang saya itu, saya sudah masuk harakah seperti itu, harus mengikuti apa yang dikatakan pimpinan.” (Wawancara, 28 Juni 2010) Senada dengan TAN, AYU (Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga) berpendapat bahwa iklan media luar ruang hanya efektif untuk memberikan pengetahuan dan informasi tentang kandidat berikut programprogram
kerja
kandidat
kepada
calon
pemilih
saja,
bukan
untuk
mempengaruhi. Sebagai pemilih rasional yang menjatuhkan pilihannya terhadap pasangan Titik Suprapti - Sutarto, perilaku memilih AYU adalah buah penilaian retrospektifnya terhadap pemerintahan incumbent yang kemudian memperoleh penguatan dari komunikasi antar persona dengan kandidat calon. Demikian pernyataan langsung informan : “Yo efektif mungkin, kan ditulisi janji-janjine, program-programe. Tapi aku ora terpengaruh, lha ya yen terbukti, yen janji-janji tok?” [Ya mungkin efektif, kan dituliskan janji-janjinya, programprogramnya. Tapi aku tidak tepengaruh, lha iya kalau terbukti, kalau cuma janji-janji saja?] (Wawancara, 11 Juni 2010) Dari pembahasan mengenai pengaruh iklan media luar ruang, dapat ditarik kesimpulan, pertama, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada situasi dan kondisi di mana masyarakat tersebut tidak memperoleh akses informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi antar persona dan media massa. Kedua, pengaruh iklan media luar ruang hanya
commit to user 183
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebatas memperkuat dan memperkokoh perilaku memilih terjadi pada kondisi di mana pemilih sebelumnya telah memiliki preferensi awal terhadap kandidat yang diiklankan tersebut karena pertimbangan faktor lain. Sedangkan pengaruh yang ketiga, iklan media luar bisa jadi tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih ketika pemilih telah mendapatkan informasi dari sumber lain yang lebih berpengaruh mengubah perilakunya, misalnya dari komunikasi antar persona dengan tokoh masyarakat ataupun kandidat calon. 4. Pengaruh dari Media Massa Hubungan saling pengaruh antara masyarakat dan media massa telah berlangsung sejak lama. Perkembangan pesat di bidang teknologi komunikasi yang berhasil mengubah dunia bak sebuah kampung kecil (global village) semakin menguatkan pengaruh tersebut. Kemunculan, perkembangan, bahkan kematian suatu media menjadi sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekomomi, politik, budaya, dan berbagai kekuatan yang mengitarinya. Begitu pula sebaliknya, perkembangan dan kemunduran ekomoni, politik, budaya, dan sosial suatu komunitas amat bergantung pada informasi yang diakses melalui media massa. Pada era globalisasi ini, kapital (modal) bukan lagi dianggap sebagai satu-satunya sarana menggenggam dunia, melainkan juga arus informasi dengan media massa sebagai tansformatornya. Kekuatan informasi dianggap sangan efektif untuk mempengaruhi kognitif (pikiran), afektif (sikap) hingga behavioral (perilaku) publik dunia sampai tingkat tertentu. Dengan begitu, khalayak (audiens) secara sadar maupun tidak sadar telah digiring untuk
commit to user 184
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengikuti kepentingan komunikator melalui pesan media massa (Herwindya, 2009 : 47). Uraian di atas melatarbelakangi digunakannya media massa sebagai salah satu saluran komunikasi politik. Dalam konteks pemilu, peranan media massa amat penting untuk menyebarluaskan informasi-informasi berkenaan dengan pemilu serta menyediakan perspektif dan citra yang jelas dari partaipartai peserta pemilu kepada masyarakat luas. Terkait hal ini, Severin (1977) , Tankard (1981), dan Wright (1986) menyatakan bahwa media massa merupakan suatu bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komuniktor dengan komunikan secara massal, bejumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh, sangat heterogen, dan menimbulkan efek-efek tertentu (Sofiah, 2003 : 16). Studi tentang pengaruh atau efek media massa terhadap pemilih telah banyak dilakukan. Teori Peluru (The Bullet Theory) atau Jarum Suntik (The Hypodermic Needle) misalnya, mengatakan bahwa media massa berpengaruh langsung atau kuat terhadap khalayak pemilih. Pengaruh ini seperti peluru yang dapat langsung mengenai sasaran atau seperti jarum suntik yang secara otomatis dapat menyembuhkan pasien. Adapula Model Efek-efek Terbatas (Limited Effects Theory) yang menyatakan bahwa pengaruh media massa bersifat terbatas, artinya, media massa sebatas memberikan pengaruh terhadap penumbuhan pengetahuan, penguatan sikap, keyakinan, dan predisposisi khalayak sebelumnya (Pawito, 2009 : 178). Demikian halnya beberapa teori spesifik yang menjelaskan dampak media massa seperti Teori Kultivasi (Cultivation Theory), Pendekatan Uses and Gratification, dan Agenda Setting.
commit to user 185
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengaruh media massa terhadap pemilih beragam dan bersifat tidak langsung. Pengaruh ini ditentukan sejumlah variabel perantara seperti persepsi, karakteristik pribadi pemilih, serta nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat terpat pemilih tersebut tinggal. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta yang sama. Media massa cukup berpengaruh dalam membentuk perilaku pemilih rasional yang relatif terpelajar dan tidak memiliki tendensi terhadap satu pasangan calon tertentu. Hal ini tampak dalam perilaku memilih YAN (Laki-laki, 23 tahun, Mahasiswa). Informan ini mengatakan perilakunya memilih pasangan Muhammad Toha - Wahyudi banyak dipengaruhi oleh informasi mengenai track record kandidat yang ia peroleh dari media massa, terlebih ia juga tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun. YAN mengemukakan pernyataannya sebagi berikut : “Iya pengaruh sih. Kayak berita seputar Pak Toha, gimana dia di partai, terus yaa… kayak semacam track recordnya dia gitu. Tapi itu di luar masa kampanye lho. Kalo berita-berita pas kampanye malah aku enggak tahu. Dadi emang menilaine aku soko mbiyen. Ora pas kampanye. Kampanye kan biasalah, wes jelas tujuane opo to, mesti sing diomongke sing apik-apik tok.” [Iya (terpengaruh) sih. Seperti berita seputar Pak Toha, gimana dia di partai, terus yaa... kayak semacam track recordnya dia gitu. Tapi itu di luar masa kampanye lho. Kalau berita-berita pas kampanye malah aku nggak tahu. Jadi memang menilainya aku dari dulu. Bukan pada waktu kampanye. Kampanye kan biasalah, sudah jelas tujuannya apa kan, pasti yang dibicarakan yang baik-baik saja.] (Wawancara, 12 Juni 2010) Terkait hal ini, Harrop memberikan penegasan bahwa pengaruh media terhadap pemilih lebih menonjol pada pemilih yang memang tergolong jarang melakukan perbincangan atau menjalin komunikasi dengan orang lain mengenai persoalan politik secara luas dan persoalan pemilihan secara lebih
commit to user 186
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
khusus. Hasil temuan peneliti juga memperkuat pandangan mengenai jenis pengaruh media massa sebagaimana dikemukakan Pawito. Menurutnya, secara
umum media massa memang kurang
berpengaruh terhadap
pembentukan sikap-sikap khalayak pemilih terhadap partai dan kandidat serta terhadap perilaku memilih. Akan tetapi, secara khusus media massa tetap berpengaruh dalam dua hal, yakni sikap-sikap dan perilaku memilih khususnya, terutama bagi khalayak pemilih golongan menengah perkotaan yang relatif terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain pemberitaan-pemberitaan mengenai kandidat calon di media massa, terutama surat kabar, sumber informasi yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan adalah acara debat kandidat Calon Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo 2010-2015. Acara ini dihelat oleh KPUD Sukoharjo bekerjasama dengan FISIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo (UNIVET BANTARA) pada hari Kamis, 20 Mei 2010 di Gedung Auditorium Kampus UNIVET dan disiarkan secara langsung oleh TA TV mulai pukul 19.30 WIB. Seorang informan penelitian yang berasal dari Dukuh Mangkuyudan, GUN (Laki-laki, 50 tahun, Perangkat Desa) mengaku acara tersebut sedikit mempengaruhi keputusan memilihnya karena melalui acara itu ia bisa memperoleh informasi perihal kandidat Wardoyo Wijaya - Haryanto. Akan tetapi, pengaruh yang dimaksud tidak sampai mengubah perilakunya, melainkan hanya memberikan penguatan. Hal ini dikarenakan sebelum
commit to user 187
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyaksikan acara tersebut, informan memang telah memiliki preferensi terhadap War-To. Berikut penjelasan informan : “Kalau bagi saya pribadi yang melihat ya ada pengaruhnya, kan di situ dipaparkan visi misi calon-calonnya, jadi ya ada pengaruhnya lah sedikit. Tapi ya itu tertentu tok Mbak, yang melihat kan tidak semua, tapi yen baliho itu kan hampir semua masyarakat mengetahui.” (Wawancara, 14 Juli 2010) Klapper (1960) memberikan penjelasan mengenai jenis pengaruh yang ditimbulkan media massa. Menurutnya, media massa dapat memberikan enam jenis
pengaruh
terhadap
perilaku
individu.
Pertama,
media
dapat
menyebabkan perubahan yang diinginkan (konversi). Kedua, media mampu menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan. Ketiga, media menyebabkan perubahan kecil. Keempat, media memperlancar perubahan baik sesuai yang diinginkan ataupun sebaliknya. Kelima, media memperkuat apa yang ada (tidak ada perubahan). Dan keenam, media berpengaruh dalam mencegah perubahan (Dennis McQuail, 1996 : 231). Berdasarkan teori ini, bentuk pengaruh media massa terhadap terhadap perilaku memilih GUN adalah tipe kelima, yakni media massa memperkuat apa yang ada, yakni preferensi awal informan terhadap pasangan War-To. Senada dengan GUN, acara debat kandidat juga memperkuat perilaku memilih informan lainnya, RAH (Perempuan, 44 tahun, Pengusaha). Selain dapat mengetahui visi misi yang ditawarkan kandidat calon, ia juga bisa menilai kepribadian, karakter dan pembawaan mereka dengan cara mengamati ekspresi dan bahasa tubuh yang ditampilkan tatkala menjawab pertanyaan dari panelis. RAH menyatakan pendapatnya seperti berikut ini :
commit to user 188
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Itu (debat kandidat) ya mengikuti, tau seperti apa. Ya seperti itu kan justru media yang terbaik ya, langsung kita menilai, oh orangnya emosinya begini, oo... ini begini, oo... ini begini, kan enak malahan, langsung gitu malah justru lebih enak, dari pada pasang-pasang itu (iklan media luar ruang) kan, lebih pengaruh debat itu.” (Wawancara, 19 Juli 2010) Pada saat ini, media massa yang dianggap memiliki daya tarik lebih adalah media televisi. Menurut Gerbner dan Conoly dalam artikelnya yang berjudul “Television as a New Religion” menyebutkan bahwa televisi memiliki memiliki karakteristik istimewa sebagai berikut : a. Televisions consumes more time attention of more people than other media and lisure activities combined. In the average American home, the television set is on for six and one-quarter hours a day. b. Television requires no mobility. Unlike movies or theater, you do not have to go out to watch televisions. It is there in the home, available at any time. c. Television does not required literacy. Unlike print, it provide information about the world to pporly educated and illiterate. In fact for those who do not read (by choice or inability), televisions is a major source of information, much of which comes from what is called entertainment. Sedangkan McLuhan melalui teori Sense Extention Theory-nya menyatakan bahwa media massa, termasuk televisi merupakan alat perpanjangan mata sehingga ia dapat menyebabkan demokrasi kolektif. Televisi juga merangsang seluruh alat indera, mengubah persepsi dan akhirnya mempengaruhi perilaku (Sofiah, 2003 : 16).
commit to user 189
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagaimana diungkapkan RAH, televisi merupakan media yang cukup representatif sebagai saluran komunikasi politik. Walaupun secara tersurat mengaku mendapatkan informasi tidak hanya seputar visi misi namun juga karakter kandidat calon, debat kandidat yang ditayangkan di televisi tetap tidak dapat memberikan pengaruh yang mampu mengubah perilaku RAH, melainkan memperkuat keputusan memilihnya. Hal ini disebabkan karena dirinya adalah salah seorang tim sukses kandidat Toha - Wahyudi, sehingga keputusan memilihnya telah terbentuk jauh-jauh hari sebelum berlangsungnya debat kandidat. Walaupun demikian, RAH menyatakan bahwa seandainya dirinya bukan seorang tim sukses dan belum mempunyai keputusan memilih, tentu debat kandidat tersebut akan dapat berpengaruh mengubah perilaku memilihnya. Apabila media massa berpengaruh dalam memperkuat perilaku memilih GUN dan RAH, maka tidak demikian halnya dengan HAR (Lakilaki, 48 tahun, Karyawan Swasta). Pada diri informan ini, media massa tidak berpengaruh apapun terhadap perilaku memilihnya. Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan pada sub bab kedua, pemilih yang menjatuhkan pilihannya pada kandidat Titik Suprapti - Sutarto ini terpengaruh oleh citra positif pemerintahan sebelumnya, sebagaimana dijelaskan oleh V.O. Key tentang pemilih rasional yang melakukan penilaian retrospektif dalam menetapkan pilihannya. Berikut HAR mengutarakan pendapatnya. “Kalau saya juga tidak begitu pengaruh, soalnya kan saya penilaiannya masalah program, jadi misalnya program bagus dan sudah teruji lha mungkin bisa saya pertimbangkan, iso tak pertimbangke [bisa saya pertimbangkan].” (Wawancara, 28 Juni 2010)
commit to user 190
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga jenis pengaruh yang ditimbulkan media massa terhadap perilaku memilih masyarakat transisi. Pertama, media massa dapat berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun, baik tim sukses, keluarga, atau teman. Kedua, pada pemilih partisan dan juga pemilih rasional, media massa berpengaruh memperkuat perilaku memilih mereka terhadap kandidat yang sebelumnya telah menjadi preferensi awal. Pengaruh media massa bersifat memperkuat pengaruh yang datang dari sumber lain, seperti komunikasi antar persona dan iklan media luar ruang. Sedangkan pengaruh ketiga, media massa tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih. Tidak mengubah, tidak pula memperkuatnya. Hal ini berlaku untuk pemilih rasional yang melakukan penilaian retrospektif terhadap kandidat calon yang berkaitan dengan incumbent, sehingga informasi yang berasal dari media massa tidak sanggup menyaingi pengaruh citra positif sang incumbent.
commit to user 191
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Dari serangkaian analisa data yang diperoleh di lapangan terkait pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Komunikasi Politik a. Menjelang diselenggarakannya pemungutan suara Pemilukada Sukoharjo 2010, masyarakat Desa Ngabeyan terlibat dalam komunikasi politik baik sebagai komunikan maupun komunikator dengan saluran utamanya yakni komunikasi antar persona, kampanye terbuka, iklan politik melalui iklan media luar ruang, serta media massa. b. Dalam komunikasi politik antar persona, sumber informasi yang berpotensi menciptakan keterpengaruhan yaitu kandidat calon, tim sukses, tokoh masyarakat, keluarga, tetangga, dan teman. c. Ada dua jenis komunikasi politik antar persona yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Pertama, adalah komunikasi politik yang dilakukan atas dasar adanya kepentingan khusus untuk menggiring opini orang lain kepada satu calon tertentu. Sedangkan komunikasi politik antar persona yang kedua adalah komunikasi politik yang terjadi relatif tanpa tujuan. Berbeda dengan jenis
commit to user 192
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pertama yang memang diagendakan, komunikasi ini mengalir apa adanya, selayaknya pembicaraan biasa pada umumnya. Isu politik pemilukada yang menjadi muatannya murni hanya karena kegiatan tersebut memang tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat. d. Kampanye publik yang dilakukan oleh kandidat calon di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura berupa kegiatan konser musik dangdut, sepeda santai, dan rapat/pertemuan terbatas. e. Media luar ruang yang paling banyak digunakan sebagai sarana sosialisasi dan kampanye kandidat calon adalah baliho dan spanduk. f. Selain pemberitaan-pemberitaan di media cetak, komunikasi politik melalui media massa yang melibatkan masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura sebagai komunikan adalah debat kandidat Calon Bupati dan Wakil Bupati Sukoharjo 2010-2015 yang ditayangkan secara live oleh TATV Kamis, 20 Mei 2010 mulai pukul 19.30 WIB. 2. Perilaku Memilih a. Perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dapat digolongkan menjadi empat kategori, yaitu pemilih sekedar memilih, pemilih rasional, dan pemilih partisan (64,40 %); serta pemilih tidak memilih (golongan putih/golput) (35,60 %). b. Kandidat
pilihan
mayoritas
masyarakat
transisi
Desa
Ngabeyan
Kecamatan Kartasura adalah pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto (42,51
commit to user 193
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
%), di susul oleh Titik Suprapti - Sutarto di posisi kedua (32,17 %), serta Muhammad Toha - Wahyudi di posisi ketiga (25,32 %). 3. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih a. Dalam konteks penelitian, komunikasi politik merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan, di samping faktor sosiokultural dan karakteristik pribadi sebagai faktor internalnya. b. Di kalangan masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura, keempat saluran utama komunikasi politik yang ada semuanya mempengaruhi perilaku memilih, kecuali komunikasi politik dengan menggunakan saluran kampanye publik. Pengaruh tersebut memiliki polanya masing-masing dan tidak sama antara individu satu dengan yang lainnya, sesuai dengan karakteristik masyarakat transisi yang heterogen. c. Komunikasi politik antar persona dengan kandidat calon sebagai komunikator berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih pemilih partisan, yaitu tim sukses kandidat. Sementara pada pemilih rasional, komunikasi antar persona dengan kandidat calon hanya berpengaruh dalam memperkuat keputusan memilih, tidak mengubahnya. d. Dari komunikasi politik antar persona dengan tim sukses, ada dua macam pengaruh yang ditimbulkan. Pertama, pengaruh tim sukses bersifat menambah keyakinan pemilih rasional terhadap preferensi awal mereka. Kedua, tim sukses tidak memberikan perubahan apapun pada perilaku
commit to user 194
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memilih pemilih partisan dan pemilih rasional yang tidak memiliki preferensi awal terhadap kandidat yang sama seperti yang disarankan oleh tim sukses. e. Tokoh masyarakat struktural sebagai komunikator politik di Desa Ngabeyan menciptakan dua pola pengaruh. Pertama, tidak berpengaruh sama sekali terhadap perilaku memilih atau tidak memberikan perubahan apapun pada keputusan memilih pemilih partisan dan rasional. Kedua, tokoh masyarakat struktural berpengaruh memperkuat keyakinan pemilih rasional yang memiliki preferensi awal sama dengan apa yang disarankannya. Sementara itu, tokoh masyarakat kultural dalam hal ini tokoh agama sanggup memberikan informasi yang mampu membentuk perilaku pemilih partisan. f. Komunikasi politik antar persona mempengaruhi perilaku memilih sebuah keluarga di mana salah satu anggotanya merupakan pemilih partisan. Sedangkan pada keluarga pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan tidak membawa perubahan sama sekali karena pada umumnya komunikasi antar persona yang dilakukan hanya sebatas bertukar pikiran saja, tidak untuk menggiring opini. g. Pemilih sekedar memilih adalah pihak yang paling kuat mendapat pengaruh dari komunikasi antar persona dengan lingkaran terdekat mereka seperti tetangga dan teman. Pengaruh yang ditimbulkan mampu merumuskan preferensi dan membentuk perilaku mereka memilih satu kandidat tertentu.
commit to user 195
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
h. Kampanye publik Pemilukada Sukoharjo 2010 tidak memberikan pengaruh apapun dalam perilaku memilih masyarakat transisi, baik membentuk perilaku memilih, ataupun memperkuat keputusan memilih. Hal ini disebabkan karena rata-rata masyarakat Desa Ngabeyan paham akan tujuan dari kampanye itu sendiri yakni menggalang massa untuk mendongkrak perolehan suara kandidat calon sehingga apa yang disampaikan cenderung yang baik-baik saja. Kehadiran masyarakat dalam kampanye publik semata-mata hanya ingin memperoleh hiburan serta hadiah yang ditawarkan oleh sang kandidat. i. Iklan media luar ruang sebagai saluran komunikasi politik memberikan tiga macam pola pengaruh terhadap perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Pertama, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk perilaku pemilih sekedar memilih pada situasi dan kondisi di mana mereka tidak memperoleh akses informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi antar persona. Kedua, pengaruh iklan media luar ruang sebatas memperkuat dan memperkokoh preferensi awal pemilih terhadap kandidat yang diiklankan. Sedangkan pengaruh ketiga, iklan media luar tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih ketika pemilih telah mendapatkan informasi dari sumber lain yang lebih berpengaruh terhadap perilakunya. Jenis pengaruh kedua dan ketiga berlaku baik untuk pemilih rasional, partisan, maupun pemilih sekedar memilih. j. Sama seperti iklan media luar ruang, pengaruh media massa terhadap perilaku memilih juga beragam. Pertama, media massa dapat berpengaruh
commit to user 196
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona. Kedua, pada pemilih partisan dan pemilih rasional, media massa berpengaruh memperkuat keyakinan mereka terhadap kandidat yang sebelumnya telah menjadi preferensi awal. Sedangkan pengaruh ketiga, media massa tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih. Hal ini berlaku untuk pemilih rasional yang melakukan penilaian retrospektif.
B. Implikasi Gambaran mengenai pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya memberikan implikasi bagi perkembangan teori-teori dan studi komunikasi, khususnya mengenai komunikasi antar persona, komunikasi massa (media massa), komunikasi politik, dan perilaku memilih. Berikut adalah implikasi yang dimaksud : 1. Komunikasi politik antar persona adalah salah satu faktor berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Temuan ini sesuai dengan pendapat Theodorson (1969) yang menyatakan bahwa komunikasi antar persona selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang pada gilirannya mampu mengakibatkan keterpengaruhan. Sementara studi
commit to user 197
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang pernah dilakukan Wijaya (2009) melihat hubungan antar persona bukan hanya sekedar jaringan komunikasi semata melainkan juga sumber tekanan sosial untuk menyesuaikan diri kepada norma-norma kelompok serta merupakan sumber dukungan sosial untuk nilai-nilai dan opini yang dipercaya individu. 2. Kampanye pemilukada, khususnya dengan menggunakan saluran komunikasi publik tidak berpengaruh terhadap perilaku memilih, senada dengan teori yang dikemukakan Gelman dan King (1993) serta Bartels (1993). Menurut mereka preferensi pemilih terhadap kandidat telah ada jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilu dimulai, sehingga kampanye pemilu tidak memberikan pengaruh apapun dalam membentuk perilaku memilih. Sedangkan Ardial (2009) dalam bukunya yang berjudul ‘Komunikasi Politik’ menyatakan bahwa kampanye ternyata tidak membawa pengaruh cukup penting dalam pemberian suara, melainkan ikatan afektif atau hubungan emosional pemilih terhadap partai atau kandidat tertentu. 3. Iklan media luar ruang cenderung berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi pada situasi dan kondisi di mana individu tidak memperoleh akses informasi dari sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi antar persona dan media massa. Temuan ini membuktikan kebenaran teori Rothschild dan Ray (1974) yang menyatakan bahwa keputusan memilih di kalangan orang-orang yang memiliki keterlibatan rendah dalam lingkungan politiknya, cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh iklan kampanye. Dilihat dari sudut
commit to user 198
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemasan iklan, Pinkleton (1998) menyatakan bahwa iklan yang memberikan penonjolan perbedaan kandidat (comparative political advertising) mempengaruhi preferensi-preferensi individu terhadap kandidat. 4. Penelitian Pawito (2002) yang menyatakan bahwa media massa secara khusus berpengaruh pada pembentukan sikap-sikap dan keputusan memilih masyarakat golongan menengah perkotaaan yang relatif terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan kandidat tertentu terbukti dalam penelitian ini. Selain karena faktor tersebut, masyarakat transisi Desa Ngabeyan yang terpengaruh oleh media massa cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun, baik keluarga, tetangga maupun teman. Hasil penelitian diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Lazarfeld (1944) yang berkesimpulan bahwa pengaruh media massa terhadap khalayak, terutama berkenaan dengan sikap-sikap dan perilaku memilih ternyata bersifat tidak langsung dan sangat terbatas.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat peneliti berikan agar dapat menjadi kontribusi konstruktif bagi peneliti yang tertarik dengan tema penelitian sama/hampir sama yakni : 1. Mengingat
adanya
keterbatasan
penelitian
ini
dalam
aspek
pengumpulan data, bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian dengan tema yang sama/hampir sama dengan penelitian ini,
commit to user 199
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ada baiknya mencoba menggunakan multiple research strategies atau multiple methods. Metode ini merupakan gabungan penelitian kualitatif dan kuantitatif di mana data digali melalui metode survei, wawancara, dan observasi. Penggabungan dua metode seperti ini memiliki keuntungan bahwa temuan dari tiap-tiap metode dapat saling melengkapi dan/atau menguji sehingga secara keseluruhan hasil penelitian lebih komprehensif dan lebih valid. Karena menggunakan metode survei, hasil penelitian dapat digeneralisasikan mewakili populasi yang diteliti, sementara informasi lebih mendalam dapat digali melalui wawancara. 2. Dari segi keterbatasan mekanisme pengumpulan data melalui metode wawancara, sebaiknya peneliti berusaha untuk lebih akrab dengan informan dengan cara memberikan alokasi waktu yang lebih lama lagi pada tahap langkah awal wawancara, yakni pembicaraan mengenai hal-hal yang umum dan menyenangkan (grand tour questions). Keakraban ini bisa menyebabkan orang yang diwawancara merasa semakin bersahabat dan ‘lupa’ bahwa ia sedang diwawancara. 3. Sedangkan mengenai keterbatasan dalam hal pengumpulan data melalui observasi, peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian dengan tema yang sama/hampir sama dengan penelitian ini hendaknya menyediakan
waktu
tersendiri
khusus
untuk
melaksanakan
keseluruhan proses penelitian agar penelitian menjadi fokus dan terarah.
Kelengkapan
data
akan
commit to user 200
mempertajam
validitas
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komprehensifitas analisis data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan atau konklusi yang mantap. 4. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa money politics telah menjadi salah satu faktor yang juga mempengaruhi perilaku pemilih terhadap kandidat calon tertentu, terutama bagi pemilih sekedar memilih. Money politics biasanya hadir menyertai komunikasi antar persona, baik dalam bentuk komunikasi diadik maupun komunikasi kelompok kecil. Oleh karena itu, bagi peneliti yang akan datang sangat disarankan juga untuk meneliti tentang money politics apabila masalah penelitian berkaitan dengan perilaku memilih.
commit to user 201