Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.2|Oktober 2012 ISSN: 2302-1470 Lidya Mahdalena Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa pada Pemilukada 2010 di Kota Medan
Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa Pada Pemilukada 2010 Di Kota Medan LIDYA MAHDALENA Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760, Email:
[email protected] Diterima tanggal 28 Agustus 2012/Disetujui tanggal 29 September 2012 This study is the study of the political behavior of ethnic Chinese in the 2010 General Election in Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota. The focus is on what the reasons discussed ethnic Chinese community in Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota vote at the General Election of 2010. The findings of this study, among others, there are four reasons the ethnic Chinese community vote at the General Election of 2010, the first, they assume the right to vote is part of human rights. Secondly, participating in elections is an obligation for citizens. Third, the right to vote of citizens as a means of implementing democracy in elections. Fourth, participate in determining their leaders through elections. The method used is descriptive-qualitative method that is intended to describe an event in more detail. Keywords: Political behavior, Political Participation, Election.
Dalam konteks negara yang meniscayakan pemilihan umum secara langsung, maka faktor heterogenitas merupakan suatu komponen yang perlu diperhatikan dan juga merupakan suatu kajian yang menarik. Terdapat faktor geografis, demografi, sosial masyarakat dan juga kondisi masyarakat secara kategorial. Pada pemilihan umum secara langsung, selain dihadapkan oleh faktor sosial, terdapat pula kondisi atau pengkategorian masyarakat yang sangat besar dalam hal kuantitas. Sistem yang ada, mensyaratkan perolehan suara terbanyak dari suatu proses pemilihan sebagai bentuk legitimasi masyarakat. Studi tentang faktor budaya dan etnisitas sebagai bentuk pengkategorian yang berpengaruh pada perilaku memilih, sangat penting dilakukan. Dengan fakta dan realitas yang ada dalam
Pendahuluan Indonesia memang dikenal sebagai negara Pluralisme. Hal ini disebabkan negara ini memiliki keanekaragaman hampir disegala bidang di aspek sosial dan budaya. Setiap individu dalam masyarakat memiliki latar belakang dan konteks yang berbeda-beda. Hal inilah yang membuat kondisi masyarakat heterogen, dan bervariasi. Mulai dari kondisi sosial, ekonomi, psikologi, dan budaya. Halhal ini yang mempengaruhi perilaku ataupun tingkahlaku politik masyarakat pada momen politik nantinya, sebab hal-hal yang melatarbelakangi ini akan berimplikasi pada bangunan pengetahuan dan preferensinya kemudian.
7
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.2|Oktober 2012 ISSN: 2302-1470 Lidya Mahdalena Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa pada Pemilukada 2010 di Kota Medan kehidupan bermasyarakat, mengindikasikan bahwa pilihan-pilihan politik etnis Tionghoa dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal ini memunculkan ketertarikan penulis dalam menelaah lebih jauh pola perilaku ataupun tingkahlaku politik etnis Tionghoa pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kota Medan pada tahun 2010 di Kelurahan Pusat Pasar, kecamatan Medan Kota.
pemerintahan yang ideal. Dilematisnya di Indonesia adalah bagaimana sebuah negara menerapkan konsep pemerintahan rakyat tersebut secara ideal didalam tatanan masyarakat yang heterogen dan kompleks strukturnya, tentunya dibutuhkan sebuah formulasi pemerintahan rakyat yang dapat menjawab dan mewakili semua kepentingan rakyat. Suku bangsa Tionghoa, biasa disebut juga Cina, di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: orang Tang). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: orang Han). Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.1
Kesuksesan yang diraih masyarakat etnis Tionghoa pada masa sekarang tidak terlepas dari sejarah pahit pada masa sebelum Reformasi. Ini membuktikan bahwa perjuangan mereka untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik lagi di tanah air tidaklah mudah. Mengingat kembali kebelakang, pada tahun 1967. Instruksi presiden (Inpres) no.14 tahun 1967 melarang segalanya yang serba Tionghoa di Indonesia, termasuk agama, kepercayaan, ekspresi seni, kebudayaan maupun sastra. Boleh dikatakan inilah awal ketidak beruntungan bagi warga etnis Tionghoa dalam zaman Orde Baru yang sarat diskriminasi, otoritarianisme, militerisme dan KKN-isme. Lebih lagi, melalui struktur penguasaan modal yang tidak berimbang, yang merupakan bagian dari rancangan legitimasi Orde Baru, terjadi penguasaan ekonomi sepihak oleh “cukongcukong” Orde Baru yang dampaknya makin mengalienasikan serta memojokkan kaum etnis Tionghoa secara keseluruhan. Orang Tionghoa dianggap materialistis, serakah, asosial, tak peduli lingkungan, dan banyak lagi hal-hal yang terkesan negatif. Tahun 1998. Sentimen anti Tionghoa yang telah bertahun-tahun dipupuk dan sengaja dikembangkan diantara masyarakat berpuncak pada kerusuhan rasial 14-15 Mei, yang berakhir dengan penjarahan dan penyiksaan masal terhadap warga etnis Tionghoa.
Pada umumnya, aktivitas yang dilakukan oleh etnis Tionghoa adalah aktivitas yang berkaitan dengan perdagangan. Banyak faktor penentu etnis Tionghoa menjadi pedagang di Medan, termasuk latar belakangnya. Banyak orang-orang kaya di Indonesia adalah orang Tionghoa yang aktivitasnya adalah sebagai pelaku bisnis di Indonesia. Salah satu daerah yang paling menarik untuk orang Tionghoa dalam melakukan aktivitasnya adalah kota Medan, termasuk warga Tionghoa di Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota. Ini bisa terlihat dengan jumlah warga yang berprofesi sebagai pedagang dan pengusaha, yaitu sebanyak 4960 orang dari jumlah penduduk keseluruhan 6194 orang.2
Etnis Tionghoa sabagai rakyat Indonesia merupakan unsur yang penting dalam sebuah pemerintahan negara, dimana keterlibatan mereka didalam pelaksanaan pemerintah mutlak menjadi prioritas sebagai
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia. Diakses pada tanggal 13 September 2012. 2 Data diperoleh dari Kantor Kelurahan Pusat Pasar, Medan Kota.
8
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.2|Oktober 2012 ISSN: 2302-1470 Lidya Mahdalena Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa pada Pemilukada 2010 di Kota Medan Namun keterlibatan mereka didalam dunia politik bisa dikatakan sangat minin atau rendah dibanding keterlibatan mereka dalam dunia ekonomi atau bisnis, walaupun pada masa Reformasi ini ada sedikit peningkatan seperti selama pemilu legislatif. Sejumlah media mencacat setidaknya ada 150 caleg Tionghoa, meskipun pada akhirnya hanya sebagian kecil yang berhasil mendapatkan kursi diberbagai daerah. Etnis Tionghoa kebanyakan hanya berpartisipasi sebatas memperlancar atau mendukung tujuan dan kepentingan mereka, seperti halnya untuk memperlancar bisnis. Partisipasi Tionghoa sebatas keuntungan ekonomis. Atau jika mereka menjadi pemilih biasa, mereka hanya menjadi pemilih yang pasif.
Medan telah menjadi bukti peran serta warga etnis Tionghoa di kota ini. Namun demikian, keberhasilan Pemilukada tersebut tidak bisa hanya diukur secara kuantitatif melalui besar kecilnya partisipasi warga masyarakat, khususnya dari kalangan suku Tionghoa. Sebagai ibukota provinsi, Pemilukada kota Medan seharusnya dapat pula menjadi barometer untuk mengukur kedewasaan berpolitik masyarakat dan sekaligus etalase untuk melihat kemajuan berdemokrasi di daerah ini. Peran aktif dan partisipasi itu tentu saja tidak sekedar memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), tapi lebih dari itu harus diwujudkan melalui keterlibatan secara total dari seluruh warga suku Tionghoa di Medan dalam ikut membangun tatanan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik dalam semua aspeknya. Terutama karena sampai hari ini masih begitu banyak permasalahan mendasar di kota Medan yang menuntut perhatian kita bersama. Studi ini membahas tentang apa saja alasan masyarakat etnis Tionghoa di Kelurahan Pusat Pasar, Medan Kota ikut memilih pada Pemilukada 2010.
Namun beda halnya dengan Pemilukada 2010 yang lalu, keikutsertaan calon Kepala daerah yang beretnis Tionghoa, yaitu Dr.Sofyan Tan bisa menunjukan bahwa partisipasi dan peran aktif warga Tionghoa dalam dinamika sosial, politik dan kultural di kawasan Medan kian membaik sejak Reformasi. Terlihat dari kebebasan yang diberi pemerintah dalam segala aspek politik ataupun segala kegiatan Pemilu dan ekonomi. Revitalisasi atas peran warga etnis Tionghoa di era Reformasi sekarang ini semakin mendapat momentumnya setelah sejumlah tokoh Tionghoa terpilih sebagai menteri kabinet dan sebagian lainnya terpilih menjadi wakil rakyat di DPR maupun DPRD. Bahkan Pemilukada kota Medan yang berlangsung pada tahun 2010 lalu, telah pula menjadi wahana bagi warga suku Tionghoa untuk melakukan revitalisasi atas peran kesejarahannya tersebut. Melalui keikutsertaan dr. Sofyan Tan, seorang tokoh masyarakat Tionghoa di kota ini, Pemilukada kota Medan yang berlangsung 12 Mei 2010 telah menjadi momentum bagi etnis Tionghoa menunjukkan peran dan keberadaannya sebagai bagian integral dalam kehidupan warga kota Medan khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Metode Penelitian ini bersifat diskriptif-kualitatif. Pengumpulan data dengan teknik penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Tingkahlaku Etnis Tionghoa Salah satu perwujudan dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yaitu diberikannya pengakuan kepada rakyat untuk berperan serta secara aktif dalam menentukan wujud penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Sarana yang diberikan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat tersebut yaitu diantaranya dilakukan melalui kegiatan pemilihan umum ataupun pemilihan Kepala Daerah.
Oleh karena itu, terlepas dari perolehan suara yang diraih dr. Sofyan Tan, Pemilukada kota
9
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.2|Oktober 2012 ISSN: 2302-1470 Lidya Mahdalena Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa pada Pemilukada 2010 di Kota Medan Pemilihan umum adalah suatu lembaga yang berfungsi sebagai sarana penyampaian hakhak demokrasi rakyat. Eksistensi kelembagaan pemilihan umum sudah diakui oleh negara-negara yang bersendikan asas kedaulatan rakyat. Inti persoalan pemilihan umum bersumber pada dua masalah pokok yang selalu dipersoalkan dalam praktek kehidupan ketatanegaraan, yaitu mengenai ajaran kedaulatan rakyat dan paham demokrasi, di mana demokrasi sebagai perwujudan kedaulatan rakyat serta pemilihan umum merupakan cerminan daripada demokrasi. Kegiatan pemilihan umum (general election) juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi warga negara adalah keharusan bagi pemerintah untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat di mana rakyatlah yang berdaulat, maka semua aspek penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri pun harus juga dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah pelanggaran terhadap hak-hak asasi apabila pemerintah tidak menjamin terselenggaranya pemilihan umum, memperlambat penyelenggaraan pemilihan umum tanpa persetujuan para wakil rakyat, ataupun tidak melakukan apaapa sehingga pemilihan umum tidak terselenggara sebagaimana mestinya.
beberapa alasan masyarakat etnis Tionghoa di Kelurahan Pusat Pasar, Medan Kota ikut memilih pada Pemilukada 2010. Pertama, mereka menganggap hak pilih adalah sebagian dari hak asasi. Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap individu atau warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh Negara. Hak Politik warga Negara mencakup hak untuk memilih dan dipilih, penjamin hak dipilih secara tersurat dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3);141. Sementara hak memilih juga diatur dalam Pasal 1 ayat (2); Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A (1); Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C (1) UUD 1945.142 Perumusan pada pasal-pasal tersebut sangat jelas bahwa tidak dibenarkan adanya diskirminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan. Setiap warganegara mempunyai hak-hak yang sama dan implementasinya hak dan kewajiban pun harus bersama-sama. Ketentuan UUD 1945 di atas mengarahkan bahwa negara harus memenuhi segala bentuk hak asasi setiap warga negaranya, khususnya berkaitan dengan hak politik warga negara dan secara lebih khusus lagi berkaitan dengan hak pilih setiap warga negara dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Makna dari ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum perundang-undangan yang mengatur tentang Pemilihan Umum khususnya mengatur tentang hak pilih warga negara, seharusnya membuka ruang yang seluasluasnya bagi setiap warga negara untuk bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum, sebab pembatasan hak pilih warga negara merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Dalam pemilihan umum, masyarakat Etnis Tionghoa menjatuhkan pilihan politiknya berdasarkan informasi yang ia terima, dimana pilihan politik ini juga ternyata berkorelasi dengan etnisitas. Terdapat etnis Tionghoa yang menggunakan hak pilihnya berdasarkan informasi dan pengetahuan yang diperoleh tentang profil figur calon Kepala Daerah, serta visi dan misinya, akan tetapi juga terdapat etnis Tionghoa yang menggunakan hak pilihnya meski dengan pengetahuan yang sangat minim tentang calon Kepala Daerah tersebut dan juga visi dan misinya. Dari hasil analisa data, maka dapat diketahui bahwa ada
Kedua, ikut dalam pemilihan umum merupakan kewajiban bagi warga Negara. Selain alasan hak pilih sebagai bagian dari hak asasi yang dikemukakan diatas, alasan lain warga Tionghoa di Kelurahan Pusat Pasar ikut berpartisipasi dalam memberikan suaranya pada Pemilukada 2010 yang lalu
10
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.2|Oktober 2012 ISSN: 2302-1470 Lidya Mahdalena Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa pada Pemilukada 2010 di Kota Medan adalah ikut dalam pemilihan umum merupakan kewajiban bagi warga Negara. Walau siapapun calon yang dipilih tidak dipilih berdasarkan pilihan yang rasional ataupun kritis. Secara konseptual, ada relasi vertikal dan horisontal ketika membicarakan peran warganegara. Dalam relasi vertikal, hubungan antara „warga‟ dan „negara‟ dapat terlihat secara konstitusional dalam hubungan yang menyangkut hak dan kewajiban. Dalam relasi horisontal, hubungan antara „warga‟ dan „negara‟ terjadi dalam ruang publik yang tidak didikte secara otoriter oleh negara. Warga (masyarakat) sendiri akan mengontrol segala urusan publik atas dasar nilai “kesetaraan (egalitarianisme), keragaman (pluralisme), penghormatan atas perbedaan (toleransi), penghargaan atas hak-hak asasi, dan tanggungjawab bersama.3
praktik politik menjadi sarana bagi perwujudan kedaulatan rakyat sekaligus sebagai sarana artikulasi kepentingan warga negara untuk menentukan wakil-wakil mereka. Pemilihan Umum menjadi implementasi atas berdirinya tonggak pemerintahan yang elemen-elemen di dalamnya dibangun oleh rakyat, sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln. Lincoln menyatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep ini menyimpulkan bahwa yang dibangun dalam sistem demokrasi menghasilkan suatu pandangan di mana tidak ada jalan yang paling tepat untuk menunjukkan eksistensi dan kedaulatan rakyat kecuali melalui ajang Pemilihan Umum. Pemilihan Umum di Indonesia adalah media rakyat untuk memberikan hak suaranya atas calon-calon anggota legislatif dan pimpinan puncak Pemerintahan (eksekutif) yakni Presiden dan Wakil Presiden melalui prosedur Pemilihan Umum yang berdasarkan pada asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia (Luber) serta Jujur dan Adil (Jurdil). Konsep ini memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada rakyat untuk memilih langsung calon anggota legislatif dari partai-partai politik yang mengajukannya, memilih langsung caloncalon independen untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), atau memilih langsung calon Kepala Daerah, serta memilih langsung calon-calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan untuk periode lima tahun.
Tidak menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum di Indonesia bukanlah pelanggaran, tetapi menggunakannya merupakan tanggungjawab, yang sebenarnya memuat nilai moral yang lebih tinggi daripada kewajiban. Sanksi atasnya adalah sanksi sosial. Dipihak lain bela negara, menjunjung hukum dan pemerintahan, adalah hak dan sekaligus kewajiban. Artinya, sebenarnya setiap warganegara berhak dan wajib untuk menghormati hukum, mendapat pendidikan (dasar), bebas menentukan pilihannya dalam memilih pemimpin yang dikehendakinya, menjaga ketentraman dalam masyarakat, mempertahankan dan menjaga keutuhan Negara (tidak harus secara militer saja), memelihara lingkungan dan sebagainya. Ketiga, hak pilih warga Negara sebagai sarana pelaksanaan demokrasi dalam pemilu. Hak pilih warga negara dalam Pemilihan Umum adalah salah satu substansi terpenting dalam perkembangan demokrasi, sebagai bukti adanya eksistensi dan kedaulatan yang dimiliki rakyat dalam pemerintahan. Pemilihan Umum sebagai lembaga sekaligus
Kemerdekaan dan kebebasan atas hak-hak pribadi (hak-hak sipil dan politik) adalah bagian dari upaya bangsa dan negara untuk memberikan jaminan perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Negara selain itu juga bertanggung jawab
3
Arifin Anwar, Pencitraan dalam Politik, (Jakarta: Pustaka Indonesia, 2006), hal. 45.
11
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.2|Oktober 2012 ISSN: 2302-1470 Lidya Mahdalena Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa pada Pemilukada 2010 di Kota Medan untuk selalu memberikan pemahaman kepada rakyat bahwa kebebasan dan demokrasi yang hidup dan berkembang di Indonesia tetap memiliki batasan sebagaimana yang diatur di dalam Pancasila dan UUD 1945 sehingga demokrasi konstitusional yang berkembang akan selalu dilandasi dengan prinsip kebebasan dan kemerdekaan yang bertanggung jawab. Keempat, ikut serta dalam menentukan pemimpin mereka lewat pemilu. Kesempatan yang hanya sekali dalam lima tahun ini tentu tidak ingin disia-siakan begitu saja oleh masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam menentukan siapa yang akan memimpin mereka atau membawa mereka ke kesejahteraan yang lebih baik lagi. Termasuk oleh warga di Kelurahan Pusat Pasar, Medan Kota, yang antusias dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah 2010 yang lalu. Seperti yang tercantum dalam salah satu fungsi Pemilu, bahwa Pemilu sebagai sarana memilih pejabat publik. Pembentukan pemerintahan melalui pemilu, rakyat memilih wakilwakilnya yang akan duduk dilembaga legislatif, ataupun memilih sosok pemimpin dari salah satu calon Kepala Daerah. Wakilwakil tersebut akan menjalankan kedaulatan yang dilegasikan kepadanya. Dengan kedaulatan itu para wakil rakyat ataupun Kepala Daerah mempunyai hak dan kewajiban menentukan arah dan kebijakan yang harus dijalankan oleh pemerintahan.
Daftar Pustaka Anwar Arifin, 2006. Pencitraan Dalam Politik, Jakarta: Pustaka Indonesia. Data dari Kantor Kelurahan Pusat Pasar, Medan Kota. http://id.wikipedia.org/wiki/TionghoaIndonesia. Diakses pada tanggal 13 September 2012 http://www.unisosdem.org/article_detail.php? aid=10870&coid=3&caid=31&gid=3. Di akses pada tanggal 1 Juli 2012
Penutup Ada beberapa alasan masyarakat etnis Tionghoa di kelurahan Pusat Pasar, kecamatan Medan Kota ikut memilih dalam pemilukada 2010 lalu. Yaitu, pertama, mereka menganggap hak pilih adalah sebagian dari hak asasi. Kedua, ikut dalam pemilihan umum merupakan kewajiban bagi warga Negara. Ketiga, hak pilih warga Negara sebagai sarana pelaksanaan demokrasi dalam pemilu. Keempat, ikut serta dalam menentukan pemimpin mereka lewat pemilu.
12