Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.1|Agustus 2012 ISSN: 2302-1470 Ahmad Afif Azhari Politik Uang dalam Pemilukada Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2010
Politik Uang dalam Pemilukada Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2010 AHMAD AFIF AZHARI Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760, Email:
[email protected] Diterima tanggal 28 Juli 2012/Disetujui tanggal 12 Agustus 2012 This is a study about money politics in local election of Mandailing Natal Regency 2010. The focus is to describe what are the reason money politics can be done in Aek Marian Village. This study find three reasons that make money politics can be done. The first, decrease of law enforcement and morality; The second, weakness of the political party to give political education; The third, phenomenon of poverty and pragmatism. The method of this study is descriptive-qualitative that purpose to explain the case detailly. Keyword: Money politics, political behaviour, rationality of the voter.
Mekanisme seperti ini dirasakan kurang mewakili aspirasi rakyat. Salah satu penyebabnya adalah, rakyat tidak mengetahui kapasitas dan kualitas calon pemimpin, dan melemahkan aspek akuntabilitas dan transparansi sebagai syarat terwujudnya good governance.2 Dengan dipilihnya sistem Pilkada langsung mendatangkan optimisme dan pesimisme. Pilkada langsung dinilai sebagai perwujudan pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekruitmen kepemimpinan daerah sehingga menguatkan kehidupan demokrasi tingkat lokal.
Pendahuluan Pilkada secara langsung diharapkan akan melahirkan pemimpin-pemimpin baru di daerah dari proses yang tidak dimanipulasi sehingga tidak menimbulkan konflik politik. KPUD mengantisipasi timbulnya konflik dalam pelaksanaan Pilkada khususnya dalam proses pencalonan pasangan calon Pilkada, kampanye dan penetapan calon terpilih. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daearah yang didalamnya mengatur tentang mekanisme pergantian kepemimpinan daerah, yaitu pemilihan kepala daerah secara langsung (pasal 24 ayat 5).1 Hal ini merupakan lompatan besar dalam menjalankan demokratisasi di Indonesia. Pada masa sebelumnya kepala daerah dipilih lansung oleh rakyat melalui perwakilannya yang duduk di lembaga perwakilan/DPRD.
Keberhasilan Pilkada langsung untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan 2
Joko J.Prihatmoko, Mendemokrtisasikan Pemilu dari Sistem Sampai Elemen Teknis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008), hal. 3.
1
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
1
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.1|Agustus 2012 ISSN: 2302-1470 Ahmad Afif Azhari Politik Uang dalam Pemilukada Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2010 rakyat sangat tergantung pada kritisisme dan rasionalitas rakyat sendiri. Pada titik itulah, pesimisme terhadap Pilkada langsung menemukan relevansinya.3 Namun demikian pelaksanaan Pilkada sejak tahun 2004 di berbagai daerah di Indonesia dalam pelaksanaanya masih menyisakan berbagai permasalahan. Beberapa kecenderungan negatif yang muncul dalam pelaksanaan Pilkada secara langsung antara lain; adanya praktek jual beli kursi (seat buying), praktek beli pengaruh (influence buying), mempengaruhi penyelenggara Pilkada, sehingga mempengaruhi netralitas penyelenggara, praktek beli suara (vote buying). Penggunaan uang dalam pemilihan umum telah diatur sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip demokrasi tidak dilanggar.
berbagai aspek suatu kasus politik uang atau serangkaian kasus serupa dari berbagai peristiwa yang saling terkait atau terlepas satu sama lain dapat membantu mengenali modus operandi dan kemungkinan pencegahannya. Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Mandailing Natal pada Juni 2010. Proses Pilkada yang diikuti oleh 7 pasangan calon ini menjadi pertarungan yang terbilang kurang sehat. Dalam rangkaian pemilihan ini banyak sebenarnya pelanggaran yang dilakukan oleh kontestan maupun tim sukses atau relawan. Diantara pelanggaran-pelanggaran tersebut yang paling menonjol adalah maraknya praktek politik uang. Prakteknya, tidak hanya satu atau dua calon yang terlibat politik uang, malah hampir ketujuh calon ini terlibat. Namun yang paling menyita perhatian publik adalah politik uang yang dilakukan oleh pasangan Hidayat Batubara - M. Dahlan. Kasus ini sempat dibawa ke Mahkamah Konstitusi oleh calon lainnya dan diproses yang berujung kepada keputusan MK untuk membatalkan hasil Pilkada dan memerintahkan untuk mengulang proses pemungutan suara. Kondisi memunculkan statement dari kandidat-kandidat lain yang menilai bahwa pemilihan kepala daerah Kabupaten Mandailing Natal tahun 2010 gagal atau tidak sah secara hukum. Anggapan ini semakin terbukti dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi No. 41/PHPU.D-VIII/2010 yang menyebabkan diulangnya proses Pilkada di daerah tersebut dalam seluruh daerah pemilihan, pertama kali sepanjang sejarah politik Indonesia.
Pengaturan ini menyangkut segi finansial, sebagaimana misalnya terdapat dalam pasalpasal 14 dan 16 UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Secara spesifik UU tersebut mengatur perolehan dan penggunaan uang dalam kampanye pemilu oleh partai politik. Sebagai hukum, UU tersebut tidak dijalankan secara serius. Tidak pernah ada pengungkapan kasus politik uang sampai ke sistem peradilan pidana. Dengan demikian, dalam kasus politik uang masih banyak peluang untuk diteliti lebih lanjut. Terutama yang menyangkut kondisi sosial terjadinya kasus tersebut. Money Politic yang telah memiliki kesamaan makna dengan politik uang merupakan salah satu isu yang paling kontroversial dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Namun, seringkali kasus-kasus tersebut hanya dapat dirasakan, tapi sulit dibuktikan. Padahal dampak dari politik uang sangat serius bagi kehidupan bernegara umumnya, serta kehidupan ekonomi politik khususnyanya. Praktek demikian bisa merusak bangunan sistem demokrasi dan bahkan kehidupan masyarakat yang lebih luas. Pengenalan yang lebih luas akan
Putusan Mahakamah Konstitusi ini disebutkan bahwa telah terjadi politik uang yang terstruktur, sistematis dan massif yang terjadi di hampir seluruh Kabupaten Mandailing Natal yang merusak sendi-sendi pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil di Kabupaten Mandailing Natal. Terstruktur dalam kasus ini adalah menggambarkan bahwa ada susunan atau tim relawan yang melakukan politik uang, mulai dari tingkatan kabupaten, kecamatan, hingga ke desa-desa. Sistematis, artinya dalam
3
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Filosofi, Sistem Dan Problema Penerapan Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2005), hal. 2.
2
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.1|Agustus 2012 ISSN: 2302-1470 Ahmad Afif Azhari Politik Uang dalam Pemilukada Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2010 melakukan praktek politik uang terdapat aturan main seperti penggunaan kupon, pengawalan suara mulai 3 bulan menjelang hari pemilihan, serta bagaimana warga yang mendapatkan uang dicantumkan sebagai tim sukarelawan. Massif, dalam prakteknya jumlah warga yang menerima saweran tergolong cukup besar. Studi ini membahas apa yang menjadi penyebab terjadinya politik uang pada pemilih di Desa Aek Marian.
politik, ekonomi, budaya secara berbedabeda. Sementara, suatu hukum juga tidak begitu mudah ditegakkan, mengingat suatu hukum bia saja mewakili salah satu pihhak tapi tidak mewakili pihak yang lain. Pada kasus politik uang hukum dibuat tidak berdaya bahkan dipermalukan oleh pembuatnya sendiri yaitu dengan meloloskan pelaku-pelaku politik uang pada Pilkada Mandailing Natal 2010.
Metode
Lemahnya landasan hukum yang mengatur Politik uang baik yang bersangkutan dengan penggalangan dana oleh Calon Bupati maupun menyangkut pemberian Calon Bupati kepada warga masyarakat. Tumpangtindihnya aturan sehingga mengabburkan pengertian antara political finance dengan money politics ini merupakan fenomena umum yang juga kita dapati di Negara-negara lain. Mestinya, dalam pembuatan aturan bukan semata-mata kompromi yang dikedepankan, tapi visi perbaikan bangsa harus diatas semua kepantingan, berikut penuturan Bukhori:
Penelitian ini bersifat diskriptif-kualitatif. Pengumpulan data dengan teknik penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Penyebab Praktek Politik uang Praktek politik uang terjadi tidak hanya saat pemungutan suara atau yang sering disebut dengan „serangan fajar‟. Para relawan dari masing-masing calon jauh-jauh hari sebelum pemungutan suara sudah melakukannya untuk menarik simpati pemilih dengan menggunakan berbagai macam cara, mulai dari pemberian bantuan alat pertanian, pembagian zakat, bahkan membagikan kupon yang dapat ditukarkan dengan sejumlah uang. Kegiatan ini mayoritas dilakukan dengan menggunakan warga setempat sebagai semacam orang kepercayaan dari masingmasing calon atapun partai pendukung. Oknum yang mendapat mandat dari tim pemenangan biasanya berkedok sukarelawan, sedangkan dari partai politik merupakan anggota atau simpatisan partai. Ada beberapa hal yang merupakan penyebab terjadinya politik uang dalam Pemilukada di Kabupaten Mandailing natal.
… “Sebagai Pilkada yang lebih cenderung bereaksi atas kehidupan kebangsaan, maka dapat kita prediksikan bahwa hasil Pilkada tidak mungkin paripurna, mulai proses pelaksanaannya, sampai hasilnya yang tidak maksimal. Karena itu, dapat kita prediksikan bahwa calon terpilih yang dihasilkan itu tidak mungkin bisa secara efektif melaksanakan peran-peran secara signifikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mendesak, terutama masalah ekonomi. Seperti yang kita saksikan sekarang ini.”.4
Pembiayaan Pilkada yang terbatas oleh Negara itu menyebabkan penyelenggaraan Pilkada kurang terkoordinir secara rapi, apalagi mengenai pembinaan dan pendidika politik kepada warga selaku pemilih. Pada sisi lain, Calon Bupati memerlukan biaya besar untuk masuk pada celah-celah yang kurang tersentuh oleh Negara seperti peran pembinaan kepada masyarakat. Dalam hal ini, Negara terlihat berposisi sebagai fasilitator dan memberikan ruang seluas-
Pertama, lemahnya penegakan hukum dan menyusutnya moralitas. Hukum dapat dilihat sebagai cermin keseluruhan perilaku kehidupan masyarakat bahkan hukum merupakan cermin moralitas sosial antara individu-individu, kelompok, masyarakat dalam mengorientasikan tingkah lakunya. Didalam masyarakat terdapat orientasi
4
Wawancara dengan Bapak Bukhori (Tokoh Masyarakat Desa Aek Marian), tanggal 15 Juli 2012, pukul 13.00-15.00, di Desa Aek Marian.
3
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.1|Agustus 2012 ISSN: 2302-1470 Ahmad Afif Azhari Politik Uang dalam Pemilukada Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2010 luasnya kepada Calon Bupati mendominasi peran dalam Pilkada.
untuk
dengan keinginan mereka untuk memperoleh dukungan. Minimnya pendidikan politik menjadi persoalan, seperti penuturan Bakhsanuddin dibawah ini:
Austin Turk menjelaskan adanya perbedaan budaya dan sosial antara otoritas dan subyek menyebabkan munculnya konflik. Dalam politik uang, kesesuaian dalam pembuktian merupakan problem hukum, tapi mengenai kontrol sosial terhadap politik uang merupakan problem moralitas dan mentalitas aparat pemerintah dan calon bupati. Seperti penuturan Bakhsanuddin:
“…Minimnya pendidikan politik warga menyebabkan kurangnya kualitas partisipasi masyarakat yang kemudian muncul yang namanya: politik uang, euphoria politik, kesalahan dalam memilih bahkan aneka ragam pelanggaran yang dilakukan oleh Calon Bupati. Bahkan beberapa LSM dan Mahasiswa menyuarakan tentang kegagalan Pilkada Madina 2010, dikarenakan banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh calon bupati yang bertarung”.6
“…Banyak hal dilakukan masyarakat lebih-lebih oleh Calon Bupati bahkan Negara sekalipun mengenai pendekatan-pendekatan tradisional dengan tujuan tidak terjangkau oleh hukum. Modelmodel seperti ini terbangun dari keinginan beberapa pihak yang ingin memanfaatkan keberadaan masyarakat miskin. Dengan mencari segi kelemahan hukum berarti tidak ada keinginan untuk menaati hukum sebagai koridor dalam melakukan persaingan pada Pilkada”.5
Calon Bupati justru lebih banyak terjebak pada tindakan-tindakan politik elitis yang justru sering kali bertolak belakang dengan aspirasi para pendukungnya, gairah partai politik terhadap tindakan seputar kekuasaan menyebabkan minimnya penyadaran politik dan munculnya prinsip “pokoknya menang” sebagai sikap organisasi. Tidak bisa dilepas antara peran partai politik dengan fenomena politik uang. Artinya, tidak ada lain yang dilakukan oleh partai politik dalam situasi Pemilu jika berambisi untuk mendapat dukungan suara terbanyak, yakni dengan melakukan politik uang banyak atau sedikit.
Teori Turk dapat diterapkan pada sebagian perilaku kriminal dan pelanggaran hukum dalam berbagai struktur sosial. Kenyataannya banyak hukum yang tidak mewakili moralitas, namun diciptakan oleh mereka yang memiliki otoritas kekuasaan. Kedua, lemahnya peran partai sebagai lembaga pendidikan politik. Partai politik melihat pemilukada sebagai masa terpenting untuk menunjukkan fungsinya sebagai mesin pendulang suara. Orientasinya pada kekuasaan menyebabkan para aktivis dan simpatisan partai politik berusaha keras untuk merebut dukungan terbanyak. Bagi warga program partai adalah membantu warga terutama bagi mereka yang kurang mampu karena dengan begitu mereka akan memperoleh dukungan dari warga. Kenyataannya program-program semacam itulah yang diketahui warga masyarakat terhadap partai politik, memberikan sumbangan-sumbangan kepada warga diikuti
Orientasi politik oleh Calon Bupati semacam itu selain dipengaruhi oleh ambisi kemenangan yang sangat kuat juga berakibat pada pandangan partai poltik terhadap Pemilu dan kepada simpatisan pendukungnya. Sebagian data pada studi ini diperoleh penjelasan bahwa hampir semua parti politik memandang Pemilu sebagai momen terpenting untuk menunjukkan eksistensinya dengan cara memobilisasi massa. Seperti penuturan Naharuddin:
5
6
“…Kalau sudah demikian boleh jadi mobilisasi massa itu dilakukan dengan menggunakan alat yakni pemberian-pemberian yang dapat merangsang warga untuk mendukungnya. Di daerah sini banyak orang yang tidak mampu secara ekonomi. Saya kira sangat besar kemungkinannya bagi calon bupati
Wawancara dengan Bapak Bakhsanuddin (Koordinator desa salah satu tim relawan calon bupati), tanggal 17 Juli 2012, pukul 20.00-23.00, di Desa Aek Marian.
Wawancara dengan Bapak Bakhsanuddin (Koordinator desa salah satu tim relawan calon bupati), tanggal 17 Juli 2012, pukul 20.00-23.00, di Desa Aek Marian.
4
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.1|Agustus 2012 ISSN: 2302-1470 Ahmad Afif Azhari Politik Uang dalam Pemilukada Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2010 untuk memanfaatkan mereka. Saya melihat partai politik itu merupakan alat politik untuk menuju kekuasaan, sehingga segala cara barang kali akan dilakukan oleh calon untuk mencapai tujuan kekuasaanya”.7
kampanye. Pola mobilisasi dengan menyuguhkan acara-acara artifisial itulah yang menimbulkan daya tarik para warga untuk mendatangi kampanye.
Pada saat itulah atribut calon terpampang, ada kualitas program kerja calon dan beberapa suara yang dapat direbut baiik tingkat nasional maupun daerah I dan II, serta pada saat itulah legitimasi sebagai partai politik biasa direbut. Dengan begitu, gengsi partai politik dan kebesaran namanya menjadi taruhan di muka publik secara nasional.
Ketiga, fenomena kemiskinan dan pragmatisme. Pemberian-pemberian kepada warga merupakan fenomena pragmatisme partai politik dan sebagian warga dalam berpolitik. Warga memang sebagian besar tidak memahami bahkan tidak peduli dengan politik uang yang telah diatur oleh undangundang, karena tidak dilakukan dalam perangkat mekanik misalnya berupa “polisi” politik uang yang bertugas untuk mengawasi dan menangkap perilaku politik uang di masyarakat. Warga terlanjur memandang Pilkada sebagai masa penting yang diramaikan oleh kampnye-kampanye calon bupati dan opini siapa calon bupati pada Pilkada. Tidak ada yang lebih penting menurut warga dalam peristiwa Pilkada, kecuali yang tampak oleh kasat mata, yaitu mereka dapat apa. Adakalanya hal ini dipengaruhi oleh minimnya kepekaan warga terhadap subtansi proses politik dalam Pilkada oleh karena minimnya penyadaran politik karena keterbatasan warga di bidang pendidikan dan ekonomi, seperti penuturan Ali Imron dibawah ini:
Pandangan seperti itu tentu mengenyampingkan perihal penting fungsi partai politik yakni pendidikan politik dengan tujuan penyadaran yang berujung pada kemampuan pemilih untuk menjadi kritis, berpartisipasi aktif dan kemampuan pemilih untuk menjadi kritis, berpartisipasi secara aktif dan kemampuan pemilih untuk melakukan kontrol baik terhadap kebijakan politik secara umum maupun terhadap internal partai politik. Selain itu penting juga menyangkut peran partai politik untuk melakukan fungsi agregasi terhadap aspirasi pendukung partai yang sudah mempercayakannya, yakni perjuangan partai politik dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat terutama warga pendukungnya yang berjuang pada pembangunan kehidupan warga negara kearah yang lebih baik.
“…Pada pandangan warga ada semacam sikap biasa-biasa saja dalam menghadapi isu-isu politik. Warga membutuhkan rangsangan berupa dukungan maupun pemberian-pemberian. Jika tidak ada atribut calon bupati, biaya transportasi dan uang makan, mereka tidak akan menghadiri kampanye dan tambah uang bensin jika diajak konvoi motor. Mereka juga lebih baik tidak menggunakan hak suaranya alias golput jika tidak ada pihak yang memberi oleh-oleh kepada mereka. Begitulah pandangan warga terhadap Pilkada dan Calon Bupati”.8
Pertemuan partai politik dengan warga bersifat pertemuan semalam atau sebelum fajar terbit atau dengan politik uang. Dengan pertemuan-pertemuan yang hanya bersifat artifisial melalui aktivitas fisik dan cenderung glamour, tanpa substansi. Beberapa program yang ditawarkan melalui aktivitas-aktivitas kampanye tidak begitu didengar oleh peserta kampanye. Barangkali yang ditunggu-tunggu warga bukanlah jago-jago retorika (juru kampanye), tapi artis-artis yang telah dijanjikan bakal menggoyang panggung
Beberapa warga berpendapat untuk tidak mau pusing-pusing memikirkan politik (Pilkada) karena warga tidak merasa adanya kepentingan mereka secara langsung. Bahkan mereka menilai bahwa Pilkada merupakan
7
8
Wawancara dengan Bapak Naharuddin (Panwas Kecamatan Lembah Sorik Marapi), tanggal 16 Juli 2012, pukul 09.00-11.30, di Desa Aek Marian.
Wawancara dengan Bapak Ali Imron (Pemilih di Desa Aek Marian), tanggal 13 Juli 2012, pukul 14.00-16.00, di Desa Aek Marian.
5
Jurnal Dinamika Politik|Vol.1|No.1|Agustus 2012 ISSN: 2302-1470 Ahmad Afif Azhari Politik Uang dalam Pemilukada Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2010 ajang kepantingan bagi pejabat, pimpinan calon bupati, orang kaya/pengusaha, wartawan dan politisi. Kesadaran mereka sebagai warga negara tidak dilihat memiliki kompetensi dalam menentukan bangunan politik kenegaraan pada Pilkada yang dihadapi. Sikap semacam itu merupakan bentuk pragmatisme yang sedang menggejala di masyarakat. Seperti penuturan Ali Imron berikut ini:
tersebut antara lain: pertama, lemahnya penegakan hukum dan menyusutnya moralitas; kedua, lemahnya peran partai sebagai lembaga pendidikan politik; ketiga, fenomena kemiskinan dan pragmatisme. Daftar Pustaka Prihatmoko, Joko J.. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung Filosofi, Sistem Dan Problema Penerapan Di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Belajar. ________________. 2008. Mendemokrtisasikan Pemilu dari Sistem Sampai Elemen Teknis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Wawancara dengan Bapak Ali Imron (Pemilih di Desa Aek Marian), tanggal 13 Juli 2012, pukul 14.00-16.00 di Desa Aek Marian. Wawancara dengan Bapak Bukhori (Tokoh MasyarakatDesa Aek Marian), tanggal 15 Juli 2012, pukul 13.00-15.00 di Desa Aek Marian. Wawancara dengan Bapak Naharuddin (Panwas Kecamatan Lembah Sorik Marapi), tanggal 16 Juli 2012, pukul 09.00-11.30 di Desa Aek Marian. Wawancara dengan Bapak Bakhsanuddin (Koordinator Desa salah satu tim relawan calon bupati), tanggal 17 Juli 2012, pukul 20.0023.00 di Desa Aek Marian.
“…Orang tidak mengerti dengan politik uang bahkan warga juga tidak peduli dengan siapaun yang bakal menjadi Bupati. Bagi warga di sini, siapapun yang menjadi Buapati tidak berpengaruh terhadap pola kehidupan yang mereka hadapi sehari-hari, sehingga warga merasa cuek dengan politik. Meskipun mereka baik tingkah lakunya sebagai warga masyarakat, tapi warga umumnya tidak merasa bersalah jika menerima bantuan sembari diminta untuk mendukung dan memberikan suaranya kepda calon bupati tertentu. Warga tidak keberatan jika diarahkan untuk mencoblos Calon Bupati jika ada pemberian yang lebih besar tentunya”.9
Warga akan mendukung calon bupati yang memberikan sesuatu yang mereka butuhkan. Bagi mereka, pemberian sedikit uang atau sembako dapat mengurangi rasa frustasi mereka dalam mengahdapi perilaku elit pejabat negara dan calon bupati. Ada keyakinan siapapun calon yang menang dan siapapun bupatinya, mereka akan ditinggal begitusaja setelah pemilihan kepala daerah selesai dilaksanakan. Kontrak politik yang mereka lakukan dengan aktivis calon bupati hanya kontrak berjangka pendek yaitu untuk keperluan kampanye dan pemungutan suara. Penutup Praktek politik uang merupakan problem yang serius dalam pemilukada. Dalam kasus di Desa Aek Marian kasus politik uang terjadi dalam Pemilukada Tahun 2010. Terdapat tiga hal penting yang menjadi penyebab utama praktek politik uang tersebut. Penyebab 9
Wawancara dengan Bapak Bakhsanuddin (Koordinator desa salah satu tim relawan calon bupati), tanggal 17 Juli 2012, pukul 20.00-23.00, di Desa Aek Marian.
6