PERTUMBUHAN, KELANGSUNGAN HIDUP, DAN KECERAHAN KARAPAS BENIH LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) PADA LAMA PENCAHAYAAN DAN UKURAN TEBAR BERBEDA
ANANTYO WIDIARSO
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK ANANTYO WIDIARSO. Pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecerahan karapas benih lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) pada lama pencahayaan dan ukuran tebar berbeda. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan NUR BAMBANG P. U. Guna meningkatkan produksi pembenihan, telah dilakukan banyak rekayasa teknologi berupa manipulasi lingkungan, salah satunya yaitu cahaya. Faktor pencahayaan ini memiliki peran yang cukup besar mengingat lobster air tawar (LAT) adalah hewan nokturnal. Belum diketahui secara pasti dampak dari pengaruh lama pencahayaan pada budidaya lobster air tawar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pengaruh lama pencahayaan dengan intensitas 2000 lux terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecerahan karapas selama pemeliharaan 30 hari. LAT uji diambil warna karapas yang seragam, menggunakan dua ukuran tebar berbeda, ukuran tebar kuntet yaitu panjang 2,62 ± 0,08 cm atau berbobot 0.433 ± 0,053 g, ukuran tebar normal yaitu panjang 3,15 ± 0,10 cm atau berbobot 0,784 ± 0,062 g dipelihara selama 30 hari di dalam akuarium berukuran 50 x 40 x 30 cm3, tinggi air 15 cm, pemberian pakan 3 kali pagi, sore, dan malam hari, pergantian air 2 kali seminggu, shelter yang digunakan adalah paranet, pipa PVC berdiameter ¾ inci dengan panjang 5-7 cm, dan shelter lubang kusen pintu, kepadatan yang digunakan adalah 100 ekor/m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama pencahayaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (p<0,05) tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan melainkan oleh adanya kelompok tebar yang dibedakan pada awal pemeliharaan (kuntet dan normal). Warna LAT yang berubah merupakan respons terhadap pencahayaan yang lebih lama. Selain itu, respons aktif lobster dalam pemangsaan lebih dipengaruhi oleh siklus harian dan bukan oleh lama pencahayaan. Kata kunci : lobster air tawar (LAT), lama pencahayaan, ukuran tebar.
ABSTRACT ANANTYO WIDIARSO. Growth, survival, and the brightness of seeds shell crayfish Cherax quadricarinatus redclaw on old lighting and different stocking sizes. Supervised by D. DJOKOSETIYANTO dan NUR BAMBANG P. U. In order to improve hatchery production, has done a lot of engineering technology in the form of environmental manipulation, one of which is light. Lighting factors have a considerable role considering freshwater crayfish (LAT) is a nocturnal organism. Not known with certainty the impact of the old lighting effects on freshwater crayfish. This study aims to determine the impact of the effect of long exposure to the intensity of 2000 lux on the growth, survival, and the brightness of the carapace over the maintenance of 30 days. Crayfish tested taken carapace uniform color, using two different stocking size, first size 2,62 0,08 cm in length or weighing 0,433 0,053 g, and second size 3,15 0,10 in length or weighing 0,784 0,062 g were reared for 30-days at the aquarium measuring 50 x 40 x 30 cm, 15 cm high water, feeding 3 times, morning, afternoon, and night, change water 2 times a week, shelter used is paranet, ¾ inch diameter PVC pipe with a length of 5-7 cm, and the shelter door frame holes, the density used is 100 individuals/ m2. The result showed that the photoperiod gives a significantly different effect on the survival rate (p<0,05) but did not give a significantly different effect on growth but rather by the presence of a distinguished group of stocking density at the beginning of maintenance (‘kuntet’ and ‘normal’). LAT that changes color in response to a longer exposure. In addition, the active response of lobster in predation are more influenced by the daily cycle and not by the photoperiod. Keywords: freshwater crayfish, photoperiod, stocking size.
PERTUMBUHAN, KELANGSUNGAN HIDUP, DAN KECERAHAN KARAPAS BENIH LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) PADA LAMA PENCAHAYAAN DAN UKURAN TEBAR BERBEDA
ANANTYO WIDIARSO
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: PERTUMBUHAN, KELANGSUNGAN HIDUP, DAN KECERAHAN KARAPAS BENIH LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadrinatus) PADA LAMA PENCAHAYAAN DAN UKURAN TEBAR BERBEDA adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2011
ANANTYO WIDIARSO C14060112
Judul Skripsi
: Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup, dan Kecerahan Karapas Benih Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) pada Lama Pencahayaan dan Ukuran Tebar Berbeda.
Nama Mahasiswa
: Anantyo Widiarso
Nomer Pokok
: C14060112
Disetujui Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. D. Djokosetiyanto NIP. 19500706 197603 1 002
Dr. Nur Bambang Priyo Utomo NIP.19650814 199303 1 005
Diketahui Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr.Ir.Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September 2010 s.d. November 2010 adalah manipulasi lingkungan, dengan judul “Pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecerahan karapas benih lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) pada lama pencahayaan dan ukuran tebar berbeda”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. D. Djokosetiyanto dan Dr. Nur Bambang P. U., selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih pula kepada Kak Fauzan, Kak Agus, Kak Prawira, Kak Yasir, Kak Iyal, Mbak Ana (BDP angkatan 38), Kang Mamad, Kang Iis, Kang Udin, Mang Juju, Doni dan segenap direksi serta karyawan PT. Mitra Mina Nusantara, Yohanes Fish Farm, Desa Cogreg, Kecamatan Parung atas kesediaannya memberikan tempat bagi penulis melakukan studi di tempat tersebut. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda almarhum Abiyantoro, Ibunda Diah Priyantini, kakak-kakakku, juga keluarga besar penulis atas segala doa dan kasih sayangnya hingga saat ini. Terima kasih kepada sahabatsahabatku satu kosan (Madi, Friq Ahh, Mboth, Suro, Adan, Bey, Ghulam), sahabat-sahabatku satu jurusan (Aris, Rifal, Catur, Tomi, Nardi, Eja, dan semua anggota BDP angkatan 43, para adik kelas yang ikut memberikan dukungan, juga teman-teman saya di luar kampus IPB yang saya cintai yang ikut memberikan semangat dan perhatian kepada penulis. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat ke depannya.
Bogor, Maret 2011
Anantyo Widiarso
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang tanggal 8 Oktober 1988 dari ayah Abiyantoro dan ibu Diah Priyantini. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN Kabluk 03-04 Semarang (1994-2000), SLTPN 7 Semarang (2000-2003) dan SMUN 3 Semarang dan lulus tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Insitut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama dibangku kuliah, penulis mengikuti berbagai kegiatan magang antara lain pertama, kegiatan magang mandiri di Balai Budidaya Air Payau dan Laut (BBAP) Jepara dimana penulis ditempatkan di unit NSBC (National Shrimp Broodstock Center) pada komoditas udang windu (Penaeus monodon), kegiatan magang mandiri kedua penulis adalah di PT Surya Windu Kencana mengenai kegiatan pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei), dan terakhir penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan mengenai komoditas Tiram Mutiara di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Air Laut Gondol, Bali. Selain itu selama di bangku kuliah penulis pernah menjadi Ketua Kelas atau KOMTI pada tingkat 1 perkuliahan di IPB. Pada tingkat 2 dan awal tingkat 3 perkuliahan, penulis menjadi staf khusus divisi Hubungan Luar dan Komunikasi (HUBLUKOM) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis pernah menjadi Ketua Konseptor kegiatan “Blue Expo” sebagai kegiatan tahunan BEM FPIK. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah “Fisika Kimia Perairan” di Laboratorium Lingkungan, Depatemen Budidaya Perairan, IPB. Aktif pula di acara seminar-seminar yang diadakan oleh kampus beberapa di antaranya seperti seminar Quantum Learning, seminar Ekonomi Syariah, dan seminar ESQ (Emotional Spiritual Quotient). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecerahan karapas benih lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) pada lama pencahayaan dan ukuran tebar berbeda”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
iv
I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
II. BAHAN DAN METODE ...................................................................
4
2.1 Tahap Penelitian .............................................................................
4
2.2 Prosedur Kerja ................................................................................
4
2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.2.5
Penentuan Pakan................................................................ Persiapan Wadah ............................................................... LAT Uji ............................................................................. Instalasi Cahaya ................................................................. Pengelolaan Kualitas Air ...................................................
4 5 5 6 6
2.3 Rancangan Percobaan.....................................................................
7
2.4 Parameter Penelitian .......................................................................
7
2.4.1 2.4.1.1 2.4.1.2 2.4.1.3 2.4.2 2.4.3 2.4.3.1 2.4.3.2 2.4.4
Pertumbuhan ...................................................................... Laju Pertumbuhan Harian.................................................. Pertumbuhan Panjang Standar ........................................... Frekuensi Molting ............................................................. Tingkat Kelangsungan Hidup ............................................ Respon LAT ...................................................................... Perubahan Warna Karapas ................................................ Aktifitas LAT Selama Perlakuan....................................... Kualitas Air .......................................................................
7 7 8 8 8 8 8 9 9
2.5 Analisis Data ..................................................................................
10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
11
3.1 Hasil
...........................................................................................
11
3.2 Pembahasan ....................................................................................
17
IV. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
23
4.1 Kesimpulan.....................................................................................
23
4.2 Saran
...........................................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
24
LAMPIRAN .............................................................................................
26
i
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Penentuan pakan dalam penelitian ..................................................
5
2.
Metode pengukuran fisika-kimia air yang digunakan .....................
10
3.
Hasil pengamatan LAT setelah perlakuan .......................................
11
4.
Perubahan warna LAT setelah perlakuan ........................................
15
5.
Pengamatan aktifitas LAT selama perlakuan ..................................
16
6.
Kualitas air selama pemeliharaan ....................................................
17
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Shelter pada pemeliharaan ............................................................... …. 5
2.
Histogram tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax quadricarinatus dengan lama pencahayaan dan ukuran yang berbeda............................................................................................. …. 12
3.
Histogram laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus dengan perlakuan lama pencahayaan dan ukuran yang berbeda ..... …. 13
4.
Histogram pertumbuhan panjang standar (cm) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari................................. …. 14
5.
Histogram frekuensi molting selama pemeliharaan 30 hari ............ …. 15
6.
Warna yang muncul setelah perlakuan ............................................ …. 16
iii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Susunan akuarium perlakuan ...........................................................
26
2.
Data kualitas air awal - akhir ...........................................................
27
3.
Kualitas air harian selama pemeliharaan .........................................
27
4.
Kelayakan kualitas air LAT .............................................................
27
5.
Perubahan warna setelah perlakuan .................................................
28
6.
Ukuran lobster setelah pemeliharaan ...............................................
29
7.
Tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari .......................................................................
29
8.
Tabel sidik ragam tingkat kelangsungan hidup (SR).......................
29
9.
Laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari .......................................................................
30
10.
Tabel sidik ragam laju pertumbuhan harian (SGR) .........................
30
11.
Pertumbuhan panjang standar (cm) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari .......................................................................
30
12.
Tabel sidik ragam pertumbuhan panjang standar (∆P) ....................
31
13.
Frekuensi molting Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari ...................................................................................................
31
Tabel sidik ragam frekuensi molting ...............................................
31
14.
iv
I. PENDAHULUAN Lobster air tawar capit merah (Cherax quadricarinatus) merupakan salah satu jenis lobster air tawar yang secara endemik berasal dari Barat Laut Queensland Australia dan biasa disebut red claw crayfish (Vazquez dan Greco 2005). Warna karapas di tubuhnya berwarna biru keungu-unguan, terkadang dijumpai warna merah kecoklatan dan pada pejantan dewasa capitnya berwarna merah. Warna yang menarik inilah pada mulanya menjadikan lobster air tawar (LAT) sebagai komoditas hias. Hal ini disebabkan lobster air laut telah mengalami produksi yang stagnan karena terus menerus diambil dari alam sedangkan permintaan akan kebutuhan protein hewani semakin meningkat. LAT termasuk hewan yang mudah dibudidayakan di Indonesia mengingat LAT jarang dijumpai mengalami kematian akibat terserang penyakit. Tahap pembenihan LAT adalah memiliki produktifitas telur yang lebih tinggi di Indonesia yaitu dapat mencapai 4 kali bereproduksi (Dermawan 2006) dibandingkan di daerah asalnya Australia yang hanya mencapai 2 kali (Lukito 2007). Kondisi ini menyebabkan LAT mampu disejajarkan dengan lobster air laut sebagai salah satu komoditas penyuplai protein. Guna meningkatkan produksi pembenihan, telah dilakukan banyak rekayasa teknologi berupa manipulasi lingkungan, salah satunya yaitu cahaya. Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap aktifitas organisme. Cahaya termasuk ke dalam suatu faktor eksternal dan ekologis yang kompleks,
seperti
spektrum
warna,
intensitas
dan
photoperiod
(lama
pencahayaan) (Taylor et al., 2006 dalam Wicaksono 2010). Terkait dengan penggunaan cahaya berintensitas 2000 lux. Studi yang dilakukan sebelumnya oleh Casper et al. (2010) yang meneliti tentang beberapa intensitas cahaya yang berdampak terhadap efek molekul, neuroendokrin, neurobehavioral. Pada intensitas 2000 lux ini ternyata mampu mencegah tingkah laku dari organisme yang aktif di malam hari yang disebabkan oleh penekanan sekresi melatonin, meningkatkan sekresi kortisol, dan pengacauan perangkat ekspresi gen. Faktor pencahayaan ini memiliki peran yang cukup besar mengingat lobster air tawar (LAT) adalah hewan nokturnal. Oleh karena hal tersebut maka lama pencahayaan
1
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas hidup LAT namun belum diketahui secara pasti dampak dari pengaruh lama pencahayaan pada budidaya lobster air tawar. Beberapa organisme ada yang bergerak menuju cahaya, dalam upaya mendapatkan makanannya, namun ada pula yang bersifat menjauhi cahaya. Keberadaan cahaya yang terlalu intensif dapat juga membuat beberapa spesies organisme akuatik menjadi stres dan mati (Boeuf dan Bailm 1999 dalam Anggoro 2009). Pada beberapa jenis Krustase ditemukan adanya pengaruh rangsangan cahaya terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Menurut (Hoang et al. 2001) bahwa Krustase memiliki hormon MSH (Molting Stimulating Hormone) yang disintesis dan dilepaskan oleh organ-Y. Hormon tersebut dipengaruhi oleh hormon MIH (Moulting Inhibiting Hormone) yang berasal dari kelenjar sinus X-organ dimana letaknya terdapat pada organ mata yang memiliki sel-sel fotoreseptor. Pendederan LAT merupakan kegiatan menghasilkan produksi benih pada stadia juvenil yang telah berumur 4 minggu setelah menetas hingga mencapai ukuran panjang baku 2 inci. Pada tahap ini perubahan kondisi lingkungan dapat mempengaruhi sintasan dan pertumbuhan hidup LAT sehingga perlu dilakukan pengelompokan ukuran. Ukuran yang berbeda merupakan suatu bentuk variasi fenotip yang dapat didefinisikan sebagai interaksi antara faktor genetik (internal) dan faktor lingkungan (eksternal). Faktor lain yang berkaitan, yaitu fenomena di petani pembudidaya LAT ditemukan adanya benih LAT yang tumbuh kuntet dan benih yang tumbuh normal. Pada bak dengan pencahayaan tidak langsung pertumbuhan agak terhambat namun lebih banyak ditemui warna-warna menarik. Selain itu, ditemukan bahwa pada bak dengan pencahayaan tidak langsung memiliki ketahanan hidup yang kurang baik ketika kondisi aerasi mati akibat listrik padam sehingga ditemukan kematian massal 1–2 jam. Pengamatan
terhadap
fenomena
tersebut
sulit
dilakukan
sehingga
penggunaan akuarium merupakan cara yang sesuai. Akuarium merupakan wadah yang tepat untuk mengontrol baik kondisi benih LAT maupun kondisi media pemeliharaan. Selain itu, pengamatan akan menjadi lebih efektif dilakukan jika menggunakan wadah akuarium. Penggunaan benih yang berasal dari induk yang
2
sama juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan karena merupakan suatu kendali bahwa tidak adanya sifat-sifat bawaan yang muncul dari induk yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian mengenai lama pencahayaan terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan respon terkait dengan perubahan warna karapas pada LAT yang ditebar pada ukuran berbeda yaitu kuntet dan normal perlu dilakukan. Lama pencahayaan tertentu diduga memiliki pengaruh terhadap kecerahan warna karapas LAT. Cerahnya warna karapas ini bisa menjadi suatu nilai tambah secara ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pengaruh lama pencahayaan dengan intensitas 2000 lux terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecerahan karapas selama pemeliharaan 30 hari.
3
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap pelaksanaan penelitian. Penelitian pendahuluan dilakukan selama 28 hari untuk mengamati beberapa faktor kontrol seperti penggunaan benih berasal dari satu induk, penggunaaan lampu, frekuensi dan kuantitas pemberian pakan, serta pergantian air selama pelaksanaan penelitian. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 30 hari. Selama penelitian pakan yang diberikan adalah pelet 5% dari bobot biomassa total dan sistem manajemen air adalah pergantian air 2 kali dalam seminggu. Parameter yang diamati selama pelaksanaan penelitian yaitu penentuan tingkat kelangsungan hidup, tingkat pertumbuhan, dan kualitas air serta aktifitas lobster selama pemeliharaan oleh perlakuan lama pencahayaan. Secara keseluruhan
penelitian
dilaksanakan
pada
bulan
September
hingga
November 2010 bertempat di Mitra Mina Nusantara, lokasi Johanes Tropical Fish and Lobster Farm, Desa Cogreg, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Kegiatan perlakuan dilaksanakan pada Oktober 2010 selama 30 hari.
2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Penentuan Pakan Penentuan pakan dibagi dua yaitu penentuan jumlah pakan dan penentuan frekuensi pemberian pakan. Penentuan jumlah pakan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Feeding Rate (FR) sedangkan frekuensi pemberian pakan yang tepat selama pemeliharaan sebelum memulai perlakuan untuk menghomogenkan prosedur selama penelitian. Jumlah pakan ditentukan dengan cara membuat beberapa FR 3%, 5%, dan 7% dari biomassa selama dua minggu. Hasil terbaik ditetapkan penggunaan FR sebesar 5% dilihat dari segi sisa pakan. Kemudian dua minggu selanjutnya adalah penentuan frekuensi pakan. Frekuensi pakan dibentuk pilihan yang pertama adalah pemberian pakan dua kali (sesuai dengan prosedur lapang) yaitu pemberian pakan pagi 25% dan pemberian pakan sore 75% dari jumlah total pakan dalam sehari. Kemudian yang kedua adalah pemberian pakan tiga kali yaitu pagi 25%, sore 50%, dan malam 25% dari jumlah total pakan dalam
4
sehari. Hasil terbaik ditetapkan frekuensi pemberian pakan tiga kali dengan pertimbangan dari adanya sisa pakan. Untuk lebih jelas tentang penentuan pakan lihat Tabel 1 berikut. Tabel 1. Penentuan pakan dalam penelitian Feeding Rate Feeding Frequency (FR) (FF) 3% 2 kali 3 kali 5% 2 kali 3 kali 7% 2 kali 3 kali
Keterangan 25% pagi 75% sore 25% pagi 50% sore 25% malam 25% pagi 75% sore 25% pagi 50% sore 25% malam 25% pagi 75% sore 25% pagi 50% sore 25% malam
2.2.2 Persiapan Wadah Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 50x40x30 cm3 sebanyak 30 buah. Akuarium ditutupi dengan plastik hitam di bagian dalam. Masing-masing sisi akuarium tertutup plastik kecuali sisi atas yang terkena paparan cahaya sehingga tidak ada celah untuk cahaya masuk. Setiap akuarium dilengkapi dengan sistem aerasi dan tempat persembunyian (shelter). Shelter yang digunakan adalah paranet, pipa PVC berdiameter 0,75 inci dengan panjang 5-7 cm, dan shelter lubang kusen pintu (Gambar 1). Sumber air yang digunakan berasal dari sumur kemudian ditampung di dalam sebuah bak berukuran 2x1,5 m2 berfungsi sebagai tandon. Air di tandon ini diendapkan selama 1 hari. Akuarium diisi air dari tandon sebanyak 30 liter atau dengan tinggi air 15 cm.
(a) Shelter kusen pintu
(b) Paranet
(c) Shelter pipa PVC
Gambar 1. Shelter pada pemeliharaan 2.2.3 LAT Uji Lobster uji yang digunakan adalah lobster air tawar capit merah redclaw (Cherax quadricarinatus) yang berumur 4 minggu. Lobster berasal dari hasil pembenihan di bak indoor milik unit usaha Yohannes Fish Farm. LAT uji berasal dari satu indukan yang kemudian dikelompokkan ukuran kecil (kuntet) dan ukuran normalnya. Lobster ukuran tebar kuntet yaitu kisaran panjang baku 5
0,80-0,99 inci (panjang total 2,62±0,08 cm) atau berbobot 0,433±0,053 g, sedangkan lobster ukuran tebar normal yaitu kisaran panjang baku 1,00-1,20 inci (panjang total 3,15±0,10 cm) atau berbobot 0,784±0,062 g. Warna karapas tubuh LAT uji dikontrol pada kondisi warna coklat kebiruan. Kepadatan yang digunakan adalah kepadatan optimal di akuarium (100 ekor/m2) pada penelitian yang dilakukan oleh Sumbaga (2009). 2.2.4 Instalasi Cahaya Cahaya yang digunakan berasal dari lampu fluorescence berdaya 8 watt. Untuk mengukur intensitas cahaya digunakan lux meter. Lux meter tersebut dipasang pada luas permukaan media akuarium. Alat ini memiliki sensor cahaya yang terhubung pada layar penunjuk intensitas cahaya. Lampu dipasang pada ketinggian tertentu dari permukaan air. Untuk mendapatkan intensitas cahaya 2000 lux (Casper et al. 2010) lampu dipasang pada ketinggian 6 cm dari permukaan air akuarium. Pada kondisi gelap intensitas cahaya sebesar 0 lux. Lampu pada masing-masing perlakuan diberi sekat berupa plastik mulsa agar menghambat cahaya yang masuk ke dalam akuarium sehingga hanya cahaya perlakuan saja. Adapun perlakuan lama pencahayaan (photoperiod) yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut (El-Sayed dan Kawanna 2004): 1) 0 jam terang dan 24 jam gelap (0T:24G) 2) 8 jam terang dan 16 jam gelap (8T:16G) 3) 12 jam terang dan 12 jam gelap (12T:12G) 4) 16 jam terang dan 8 jam gelap (16T:8G) 5) 24 jam terang dan 0 jam gelap (24T:0G) 2.2.5 Pengelolaan Kualitas Air Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir penyebaran cahaya yang tidak merata akibat keruhnya media oleh sisa pakan dan sisa metabolit. Penentuan ini dilakukan dengan mencatat pada hari ke berapa air media pemeliharaan menjadi keruh sehingga diperoleh prosedur pengelolaan kualitas air media pemeliharaan lobster dengan mengganti air 2 kali dalam seminggu.
6
2.3 Rancangan Percobaan Rancangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok dengan dua kelompok yakni lobster ukuran kuntet dan ukuran normal, dengan lima perlakuan yang masing-masing terdiri dari tiga kali ulangan. Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (Yitnosumarto, 1991): Yij = μ + αi + βj + εij Keterangan : Yij
= Nilai hasil pengamatan yang memperoleh perlakuan ij (taraf ke- i dari faktor A dan taraf ke- j dari faktor B)
μ
= Nilai tengah dari pengamatan
αi
= Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i dari faktor A (lama pencahayaan)
βj
= Pengaruh aditif dari perlakuan ke-j dari faktor B (kelompok ukuran tebar)
εij
= Pengaruh galat hasil percobaan yang memperoleh kombinasi perlakuan
2.4 Parameter Penelitian 2.4.1 Pertumbuhan 2.4.1.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan bobot harian atau Spesific Growth Rate (SGR) (%) ditentukan berdasarkan selisih bobot rata-rata akhir ( awal (
) dengan bobot rata-rata
) pemeliharaan, kemudian dibandingkan dengan waktu pemeliharaan (t)
dengan rumus Huisman (1987): 1
100%
: Bobot rata-rata ikan waktu ke-t (gr/ekor)
Keterangan :
: Bobot rata-rata ikan waktu ke-0 (gr/ekor) t
: Periode pengamatan (hari)
SGR : Laju pertumbuhan harian ikan (%) 2.4.1.2Pertumbuhan Panjang Standar Panjang standar diukur dari ujung rostrum hingga pangkal ekor. Pertumbuhan panjang adalah nilai selisih panjang pada waktu ke-t dengan panjang sebelumnya, dirumuskan Effendie (1979):
P = Pt − Po 7
Keterangan : Pt : Panjang rata-rata ikan hari ke-t Po : Panjang rata-rata ikan hari ke-o P : Pertambahan panjang 2.4.1.3 Frekuensi Molting Frekuensi molting merupakan jumlah frekuensi munculnya lobster yang melakukan molting selama perlakuan. Frekuensi ini dilakukan dengan pengamatan cangkang bekas molting (Lee dan Wickins 2002). Data didapat dari pengamatan berdasarkan cangkang yang terlepas dari tubuh dan diakumulasikan hingga pada akhir perlakuan. 2.4.2 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) (%) merupakan nilai perbandingan antara jumlah ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Untuk menghitung SR dapat digunakan rumus Goddard (1996): SR =
Nt × 100 % No
Keterangan : Nt
: Populasi ikan hari ke-t (ekor)
No
: Populasi ikan hari ke-o (ekor)
SR
: Tingkat kelangsungan hidup
2.4.3 Respon LAT 2.4.3.1 Perubahan Warna Karapas Pengamatan pada penelitian pendahuluan diperoleh bahwa muncul beberapa respon warna setelah diberi pencahayaan. Perubahan warna ini dapat diketahui dari ketampakan fisik pada warna karapas tubuhnya. Ketampakan fisik ditampilkan secara kualitatif berdasarkan banyaknya jumlah LAT yang berubah warna. Data ini dibuat dengan interval 0-25% sebagai ukuran sedikit, 26-50% sebagai ukuran sedang, 51-75% sebagai ukuran banyak, 76-100% sebagai ukuran banyak sekali (Arikunto 2006). 2.4.3.2 Aktifitas LAT Selama Perlakuan Tingkah laku lobster terhadap pencahayaan dapat diketahui dari banyaknya aktifitas untuk keluar mencari makan atau di saat aktifitas untuk bersembunyi di dalam shelter terhadap pemangsa (Lee dan Wickins 2002). Parameter ini untuk
8
mengetahui sejauh mana lobster dipengaruhi oleh cahaya atau oleh siklus harian matahari. Hal inilah yang mengacu pengambilan data dilakukan pada dua waktu yang berbeda yaitu data pengamatan jumlah lobster yang aktif keluar dari shelter yang diambil pada saat matahari muncul (pagi hingga siang hari) dan pada saat matahari terbenam (sore hari hingga malam hari). Data ini dibuat dengan interval 0-25% sebagai ukuran sedikit, 26-50% sebagai ukuran sedang, 51-75% sebagai ukuran banyak, 76-100% sebagai ukuran banyak sekali (Arikunto 2006). 2.4.4 Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian dibagi menjadi dua waktu yaitu pengamatan di awal dan di akhir. Beberapa parameter dilakukan pengukuran harian dimana di ambil pada pagi hari, siang hari, dan malam hari yaitu pH, oksigen terlarut (DO), dan pH. Parameter kualitas air diukur bertujuan untuk mengetahui kelayakan media pemeliharaan selama penelitian. Pengambilan data dilakukan pada pagi hari pukul 6.00-9.00, siang hari pukul 12.00-14.00, dan untuk malam hari pukul 10.00-12.00. Sedangkan parameter lain yaitu nitrit dan amonia yang datanya diambil di awal dan di akhir. Analisis amonia dan nitrit dilakukan di laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan dalam pengukuran kualitas air disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Metode pengukuran fisika-kimia air yang digunakan Parameter
Satuan
Metode
Suhu
o
Oksigen terlarut (DO)
mg/l
Titrimetri (Winkler)
pH
Unit
Pembacaan skala
Amonia
mg/l CaCO3
Spektrofotometri
Nitrit
mg/l CaCO3
Titrimetri
C
Pembacaan skala
2.5 Analisis Data Data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi jumlah lobster akhir, panjang baku, bobot tubuh, frekuensi molting, aktifitas LAT, dan kualitas air pemeliharaan. Selanjutnya data hasil pengukuran parameter tersebut digunakan untuk menentukan pertumbuhan yang meliputi laju pertumbuhan, pertumbuhan panjang standar, frekuensi molting,dan keragaman ukuran, parameter tingkat 9
kelangsungan hidup, dan parameter respon LAT yang meliputi perubahan warna karapas dan aktifitas LAT selama perlakuan. Data beberapa parameter yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan program SPSS 16 , yang meliputi : 1) Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan frekuensi molting. Apabila berpengaruh nyata, lalu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan. 2) Analisis deskriptif
kuantitatif, digunakan untuk memaparkan parameter
keragaman ukuran, ketampakan fisik, aktifitas dan respon LAT, serta kualitas air pada media pemeliharaan Cherax quadricarinatus.
10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pelaksanaan penelitian selama pemeliharaan 30 hari diperoleh parameter yang diuji menggunakan uji statistik antara lain survival rate (SR), specific growth rate (SGR), pertumbuhan panjang (∆P), dan frekuensi molting (Fmolt) (Tabel 3). Parameter lain yang diperoleh adalah kualitas air dan keragaman ukuran. Tabel 3. Hasil pengamatan LAT setelah perlakuan Parameter
SR
SGR ∆P Fmolt
Kelompok
Perlakuan 0T:24G
8T:16G
12T:12G
16T:8G
24T:0G
Kuntet
75,6±15,34a
100,0±0,00b
73,3±11.54a
84,4±7,68a
86,7±6,65a
Normal
84,4±10,19a
97,8±3,89b
86,7±6,65a
91,1±10,18a
88,9±3,81a
Kuntet
5,6±0,21ab
5,6±0,79ab
4,5±0,60a
5,6±0,06b
5,8±0,30b
Normal
3,6±0,25ab
3,5±0,47ab
3,8±0,55a
4,3±0,44b
4,2±0,80b
Kuntet
1,5±0,10ab
1,3±0,12a
1,2±0,21ab
1,6±0,10b
1,5±0,10ab
Normal
1,1±0,17ab
1,0±0,10a
1,2±0,15ab
1,3±0,15b
1,2±0,21ab
Kuntet
4±0,0a
7±1,2ab
5±2,3ab
8±4,0b
6±2,0ab
Normal
5±5,0a
7±2,6ab
8±4,0ab
9±3,1b
5±1,2ab
Keterangan
Huruf superscript dibelakang nilai standard deviasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata perlakuan lama pencahayaan (p > 0.05) Perlakuan lama pencahayaan 1.0 jam terang 24 jam gelap (0T:24G) 2.8 jam terang 16 jam gelap (8T:16G) 3.12 jam terang 12 jam gelap (12T:12G) 4.16 jam terang 8 jam gelap (16T:8G) 5.24 jam terang 0 jam gelap (24T:0G)
3.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Pada kelompok tebar kuntet sintasan berkisar 73,37-100%, sedangkan pada kelompok tebar normal sintasan berkisar antara 84,43-97,78%. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada perlakuan 8T:16G sebesar 100% pada ukuran tebar kuntet dan 97,8% pada ukuran tebar normal. Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan lama pencahayaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup LAT sedangkan kelompok ukuran tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup (Lampiran 7). Semua perlakuan cenderung homogen kecuali pada perlakuan 8T:16G yang berbeda nyata (Gambar 2).
11
100.00
Kelangsungan hidup (%)
95.00 90.00 85.00 80.00
Tebar Kuntet
75.00
Tebar Normal
70.00 65.00 60.00
a
b
0T:24G
8T:16G
a
a
a
T = terang G = gelap 0, 8, 12, 16, 24 = jam
55.00 50.00 12T:12G 16T:8G PERLAKUAN
24T:0G
Gambar 2. Histogram tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax quadricarinatus dengan lama pencahayaan dan ukuran yang berbeda. 3.1.2 Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan pada kelompok tebar kuntet berkisar antara 4,53-5,80 %, sedangkan pada kelompok tebar normal berkisar antara 3,47-4,30%. Laju pertumbuhan yang tinggi pada kelompok tebar kuntet diperoleh pada perlakuan 24T:0G, sedangkan pada kelompok tebar normal diperoleh pada perlakuan 16T:8G. Laju pertumbuhan terendah pada kelompok tebar kuntet diperoleh pada perlakuan 12T:12G, sedangkan pada kelompok tebar normal diperoleh pada perlakuan 8T:16G (Gambar 3). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kelompok ukuran tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan adanya lama pencahayaan. Antara perlakuan 16T:8G dan 24T:0G cenderung homogen, tetapi perlakuan 12T:12G memiliki perbedaan nyata dibandingkan dengan keduanya. Antara perlakuan 8T:16G dan 0T:24G cenderung homogen dimana keduanya bila dibandingkan dengan perlakuan 12T:12G, 16T:8G, dan 24T:0G masih pada kisaran yang sama (Lampiran 9).
12
Laju pertumbuhan harian (%)
6.00 5.00 4.00 Tebar Kuntet
3.00
Tebar Normal 2.00
ab
ab
0T:24G
8T:16G
a
b
b
1.00
T = terang G = gelap 0, 8, 12, 16, 24 = jam
0.00 12T:12G 16T:8G PERLAKUAN
24T:0G
Gambar 3. Histogram laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus dengan perlakuan lama pencahayaan dan ukuran yang berbeda. 3.1.3 Pertumbuhan Panjang Standar Pertumbuhan panjang standar pada kelompok tebar kuntet berkisar antara 1,23-1,60 cm, sedangkan pada kelompok tebar normal berkisar antara 1,00-1,27 cm. Pertumbuhan tertinggi didapat pada perlakuan 16T:8G baik pada kelompok tebar kuntet (yaitu 1,60 cm) maupun kelompok tebar normal (yaitu 1,27 cm) (Gambar 4). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan lama pencahayaan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak sedangkan kelompok ukuran LAT memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak. Antara perlakuan 16T:8G dan 8T:16G saling berbeda nyata, untuk perlakuan 12T:12G, 24T:0G, dan 0T:24G satu sama lain cenderung homogen dengan kisaran yang berada pada nilai perlakuan 16T:8G dan perlakuan 8T:16G (Lampiran 11).
13
PERTUMBUHAN PANJANG (cm)
1.80 1.60 1.40 1.20 1.00
Tebar Kuntet
0.80
Tebar Normal
0.60 0.40
ab
a
0T:24G
8T:16G
ab
b
ab
0.20
T = terang G = gelap 0, 8, 12, 16, 24 = jam
0.00 12T:12G 16T:8G PERLAKUAN
24T:0G
Gambar 4. Histogram pertumbuhan panjang standar (cm) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari. 3.1.4 Frekuensi Molting Frekuensi molting pada kelompok tebar kuntet berkisar antara 4-8 kali selama perlakuan, sedangkan pada kelompok tebar normal berkisar antara 5-9 kali. Frekuensi tertinggi terjadi pada perlakuan 16T:8G sebanyak 8 kali pada kelompok tebar kuntet dan 9 kali pada kelompok tebar normal. Frekuensi terendah terdapat pada perlakuan 0T:24G sebanyak 4 kali pada kelompok tebar kuntet dan 5 kali pada kelompok tebar normal (Gambar 5). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap frekuensi molting, tetapi memberikan pengaruh yang nyata dengan adanya pengelompokan ukuran. Antara perlakuan 8T:16G dan perlakuan 24T:0G memiliki nilai frekuensi molting yang berbeda nyata. Pada perlakuan 0T:24G, 12T:12G, dan 16T:8G masing-masing tidak berbeda nyata dan masih berada pada kisaran yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2 dan perlakuan 5 (Lampiran 13).
14
10
FREKUENSI MOLTING
9 8 7 6
Tebar Kuntet
5
Tebar Normal
4 3 2
a
ab
0T:24G
8T:16G
1
ab
b
ab
T = terang G = gelap 0, 8, 12, 16, 24 = jam
0 12T:12G 16T:8G PERLAKUAN
24T:0G
Gambar 5. Histogram frekuensi molting selama pemeliharaan 30 hari 3.1.5 Perubahan Warna Karapas Di akhir perlakuan selama 30 hari menunjukkan adanya perubahan warna karapas pada tubuh lobster air tawar (LAT). Sejumlah LAT mengalami perubahan warna sedangkan sejumlah LAT yang lain tetap pada warna awal yaitu coklat kebiruan. Data kualitatif ini diperoleh dari hasil pengamatan pada sejumlah LAT uji yang mengalami perubahan warna (Gambar 6). Pada kelompok kuntet perubahan warna yang ditemui paling banyak terdapat pada perlakuan 24T:0G, begitu pula halnya pada kelompok normal (Tabel 4) sehingga semakin lamanya paparan cahaya semakin banyak ditemukan sejumlah LAT yang mengalami perubahan warna karapas. Tabel 4. Perubahan warna LAT setelah perlakuan Perlakuan
Kelompok Kuntet
Kelompok Normal
0T:24G 8T:16G 12T:12G 16T:8G 24T:0G
++ ++ + ++ +++
+ ++ ++ ++ +++
Keterangan:
+ ++ +++
: jumlah LAT sedikit yang berubah warna : jumlah LAT sedang yang berubah warna : jumlah LAT banyak yang berubah warna
15
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan: (a) warna normal (coklat kebiruan), (b) warna biru, (c) warna biru pucat, dan (d) warna coklat pucat
Gambar 6. Warna yang muncul setelah perlakuan 3.1.6Aktifitas LAT Selama Perlakuan Selama perlakuan, lobster yang diamati pada kedua waktu menunjukkan bahwa adanya aktifitas di dalam merespon perlakuan lama pencahayaan. Peningkatan aktifitas yang dilihat dari banyaknya LAT yang keluar shelter untuk mencari mangsa pada pengamatan waktu. Dari hasil menunjukkan bahwa semakin lamanya paparan cahaya tidak ada kecenderungan peningkatan aktifitas, sedangkan siklus harian yang diamati pada waktu selang pagi-siang ke soremalam diperoleh kecenderungan peningkatan aktifitas pemangsaan (Tabel 5). Tabel 5. Pengamatan aktifitas LAT selama perlakuan. Perlakuan 0T:24G 8T:16G 12T:12G 16T:8G 24T:0G Keterangan:
Kelompok Tebar kuntet normal kuntet normal kuntet normal kuntet normal Kuntet Normal
+ ++ +++ T, G 0, 8, 12, 16, 24
Aktifitas Selama Perlakuan pagi-siang sore-malam + ++ ++ +++ ++ ++ ++ ++ + ++ ++ ++ ++ ++ ++ +++ ++ ++ ++ ++
: jumlah lobster sedikit aktif keluar shelter : jumlah lobster cukup aktif keluar shelter : jumlah lobster banyak aktif keluar shelter : kondisi terang (T), kondisi gelap (G) : jam
16
3.1.7 Kualitas Air Selama Pemeliharaan Tabel 6. Kualitas air selama pemeliharaan DO
PERLAKUAN
pagi
siang
Suhu malam
pagi
siang
pH malam
pagi
siang
malam
Amonia (mg/l NH3)
Nitrit (mg/l NO2)
4.0
6.2
4.03
25.8
28.2
27.3
7.2
7.1
6.8
0.1280
0.0460
8T:16G
4.3
5.8
4.03
25.5
29.5
27.7
7.3
7.2
7.2
0.0530
0.0760
6.1
5.8
4.03
25.6
29.0
27.4
7.3
7.1
7.1
0.0750
0.0560
16T:8G
3.8
5.4
4.03
25.5
28.4
27.2
6.8
6.8
6.6
0.0640
0.0550
24T:0G
4.3
5.8
4.15
25.8
29.6
27.7
7.3
7.2
7.1
0.0500
0.0700
0T:24G
5.6
4.1
3.90
26.0
28.5
27.5
7.2
7.0
7.1
0.1420
0.2600
8T:16G
3.6
4.1
3.80
25.9
28.0
26.9
7.1
7.0
7.0
0.1100
0.0560
3.6
4.1
3.80
25.7
28.7
27.4
7.2
6.8
7.0
0.2350
0.2030
16T:8G
3.6
4.2
3.70
25.7
28.6
27.7
7.0
6.9
6.9
0.4630
0.0250
24T:0G
5.6
4.0
3.90
26.0
28.9
27.6
7.1
7.0
7.0
0.1530
0.1050
12T:12G
AKHIR
12T:12G
AWAL
0T:24G
Nilai kualitas air selama pemeliharaan 30 hari masih berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan LAT baik di awal pemeliharaan maupun setelah pemeliharaan. Oksigen terlarut (DO) berkisar antara 3,8-6,2 ppm. Suhu berkisar antara 25,5-29,6oC. pH berkisar antara 6,6-7,3. Amonia berkisar antara 0,07500,4630 mg/l NH3. Nitrit berkisar antara 0,0250-0,2600 mg/l NO2.
3.2 Pembahasan Di dalam produksi benih LAT, khususnya benih yang telah ‘lepas gendongan’ pembudidaya memerlukan pemeliharaan yang lebih telaten. Pada tahap inilah kematian seringkali dialami dalam memproduksi benih LAT. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah awal dalam mengantisipasi yaitu dengan mencegah adanya faktor-faktor pemicu kematian. Faktor media pemeliharaan yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dapat menjadi pemicu dalam mendorong hasil produksi benih yang unggul. Beberapa faktor tersebut di antaranya adalah pemaparan cahaya yang berlebihan, pemberian pakan yang cukup, dan pergantian air dalam menjaga kualitas air tetap optimal dalam mendukung kehidupan dan pertumbuhan LAT. Selama 30 hari masa pemeliharaan kelangsungan hidup lobster air tawar dengan perlakuan lama pencahayaan berbeda, pada kelompok tebar kuntet berkisar 73,4-100%, sedangkan pada kelompok tebar normal didapatkan nilai
17
kelangsungan hidup berkisar antara 84,4-97,78%. Berdasarkan analisis ragam didapatkan bahwa perlakuan lama pencahayaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sintasan, sedangkan kelompok tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap sintasan. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan 8T:16G baik kelompok kecil maupun besar. Hal ini disebabkan faktor lama pencahayaan yang lebih pendek memperbesar aktifitas makan lobster dalam kesehariannya untuk bertahan hidup karena hewan ini menganggap bahwa kondisi sekitarnya adalah malam. Namun ternyata faktor kegelapan yang sangat lama (pada perlakuan 0T:24G) kenyataannya justru tidak baik bagi kehidupan lobster dilihat dari penurunan tingkat kelangsungan hidup antara perlakuan 8T:16G yang memiliki waktu paparan cahaya sedikit dengan perlakuan 0T:24G yang tidak memiliki waktu paparan cahaya. Pada kondisi ini lobster menjadi semakin sulit mencari makan karena faktor gelap yang sangat lama akan memberikan kecenderungan lobster untuk berada di luar shelter mengingat LAT merupakan hewan nokturnal sehingga kematian tidak terhindarkan. Kematian LAT disebabkan oleh kanibalisme dan faktor persaingan. Kanibalisme LAT umumnya terjadi karena faktor molting (ganti kulit). Berdasarkan pengamatan, kematian diakibatkan oleh faktor lama pencahayaan tidak jarang pula dijumpai kematian akibat gagal molting dan kematian akibat diserang setelah molting. Molting adalah peristiwa aktifitas pergantian kulit yang dilakukan oleh organisme Crustacea pada umumnya dimana adanya pencahayaan bisa memungkinkan adanya penyerangan oleh lobster lain terhadap lobster yang baru molting atau sering disebut kanibalisme. Sedangkan faktor persaingan dipengaruhi oleh tingkat kemampuan suatu organisme dalam memperoleh ruang gerak hidup dan makan (Lee dan Wickins 2002). Menurut Austin dan Verhoef (1998) pada kondisi indoor yang terkontrol dimana fungsi shelter benar-benar digunakan dalam kehidupan LAT maka agresifitas pemangsaan antar sesama tidak akan terjadi. Agresifitas diawali dengan adanya kontak fisik antara kaki-kaki lobster lainnya sehingga kemudian saling melakukan penyerangan. Menurut Barki et al. (2006) walau tingkat agresifitas dan tingkat individual LAT tinggi namun aktifitas tiap individu tidak dapat lepas dari interaksi sosial. Dalam aplikasinya,
18
harus diambil individu stok ukuran yang sama. Laju pertumbuhan harian dapat didefinisikan sebagai rata-rata pertumbuhan tubuh suatu organisme secara eksponensial harian selama pemeliharaan. Laju pertumbuhan pada kelompok tebar kuntet berkisar antara 4,53-5,80%, sedangkan pada kelompok tebar normal berkisar antara 3,47-4,30%. Laju pertumbuhan yang tinggi pada kelompok tebar kuntet diperoleh pada perlakuan 24T:0G, sedangkan pada kelompok tebar normal diperoleh pada perlakuan 16T:8G. Laju pertumbuhan terendah pada kelompok tebar kuntet diperoleh pada perlakuan 12T:12G, sedangkan pada kelompok tebar normal diperoleh pada perlakuan 8T:16G. Berdasarkan analisis ragam diperoleh bahwa lama pencahayaan tidak berpengaruh secara nyata terhadap laju pertumbuhan, akan tetapi berpengaruh sangat nyata dengan adanya faktor pengelompokan ukuran lobster. Hal tersebut dapat terjadi karena laju pertumbuhan merupakan parameter turunan, artinya laju pertumbuhan dipengaruhi dua faktor yaitu faktor genetik dan oleh aktifitas keseharian individu itu sendiri. Pertumbuhan panjang standar adalah selisih panjang baku dari awal hingga akhir pemeliharaan. Pertumbuhan panjang standar dijadikan patokan ukuran panen oleh petani yaitu ukuran 2 inci untuk selanjutnya ditebar ke kolam pembesaran. Selama pemeliharaan 30 hari didapat pertumbuhan panjang mutlak berkisar antara 0,98-1,52 cm. Pertumbuhan panjang mutlak tertinggi diperoleh pada perlakuan 16T:08G baik pada lobster kecil maupun yang besar, sedangkan pertumbuhan panjang mutlak terendah diperoleh pada perlakuan 08T:16G baik pada lobster kecil maupun yang besar. Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa lama pencahayaan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak, dan faktor ukuran lobster berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang standar. Hal ini berbeda dengan laju pertumbuhan harian yang tidak berpengaruh nyata. Pertumbuhan hewan lobster sebagai hewan Crustacea sangat erat kaitannya dengan aktifitas molting. Aktifitas molting merupakan aktifitas lobster berganti kulit karena kulit luarnya tidak dapat menopang pertumbuhan tubuh lobster itu sendiri. Selama pemeliharaan diperoleh frekuensi tertinggi pada perlakuan 16T:08G, sedangkan frekuensi molting terendah diperoleh pada perlakuan
19
0T:24G. Berdasarkan analisis ragam didapatkan bahwa aktifitas molting tidak dipengaruhi secara nyata oleh lama pencahayaan tetapi lebih dipengaruhi secara nyata oleh faktor ukuran kelompok. Ketika saatnya molting, LAT ini akan tetap molting tanpa menunda dengan tidak memperhatikan kondisi terangnya cahaya di akuarium. Photoperiod atau lama pencahayaan merupakan salah satu faktor langsung yang mempengaruhi pertumbuhan pada saat stadia tertentu dan efisiensi atau ketersediaan makanan dalam suatu organisme. Pengaruh lama pencahayaan pada tiap perlakuan menghasilkan perbedaan kesempatan dalam memangsa pakan. Pencahayaan yang sesuai akan cenderung meningkatkan kemampuan adaptasi LAT, pada kondisi ini pertumbuhan akan mengalami peningkatan seiring dengan pencahayaan yang lebih lama (Sagi et al. 2002). Menurut Parra dan Yufera (2000) dalam Wicaksono (2010), berbeda dengan spesies ikan dimana pencahayaan yang lebih lama akan memberikan kesempatan organisme untuk mencari dan menangkap mangsa, yang berbanding terbalik dengan karakteristik LAT sebagai hewan nokturnal (aktif di malam hari) dimana pencahayaan yang lebih pendek berpengaruh meningkatkan kelangsungan hidup organisme perairan. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah faktor ukuran. Ukuran baik panjang maupun bobot merupakan faktor turunan dari interaksi internal (genetik) dan eksternal (lingkungan) yang mengakibatkan adanya ukuran panen yang berbeda-beda setelah pemeliharaan. Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa pertumbuhan pada tebar kuntet dan normal memiliki nilai yang cenderung mirip. Hal ini berarti bahwa ukuran yang berbeda baik kuntet maupun normal bukan disebabkan bawaan faktor genetik melainkan oleh faktor lingkungan yang dalam hal ini berupa kompetisi. Menurut Sagi dan Parnes (2002) faktor ukuran yang berbeda terjadi diakibatkan dominasi suatu individu. Apabila suatu individu ada yang lebih mendominasi maka ruang gerak untuk hidup dan makan bagi yang lain akan terbatasi. Dengan adanya pengelompokan ukuran ini ternyata laju pertumbuhan kelompok tebar kuntet lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada kelompok tebar normal. Selain itu, LAT bersifat bentik artinya LAT mampu memanfaatkan luasan wadah dimana aktifitasnya lebih banyak berada di dasar permukaan, sehingga dominasi beberapa hewan besar terhadap
20
kelompok banyak yang berukuran kecil cenderung tinggi (Sagi dan Parnes 2002). Seperti halnya makhluk hidup lainnya, sebagian lobster pun ada yang punya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya. Bentuk adaptasi yang diperoleh dalam pengamatan adalah perubahan warna karapas dan perubahan aktifitas pemangsaan LAT. Berdasarkan pengamatan LAT ini berubah baik secara perilaku maupun ketampakan fisik warna karapasnya. Perubahan warna karapas pada LAT lebih banyak dijumpai pada perlakuan pencahayaan 24T:0G (Tabel 4). Perubahan aktifitas pemangsaan LAT banyak dijumpai keluar shelter pada siklus sore-malam, berbeda dengan perlakuan lama pencahayaan bahwa waktu paparan cahaya yang semakin lama maupun semakin pendek tidak menunjukkan peningkatan aktifitas pemangsaan (Tabel 5). Selama
pemeliharaan
tingkat
adaptasi
LAT
cenderung
mampu
mempengaruhi aktifitas fisiologi di dalam tubuh. Menurut Hoang et al. (2001), frekuensi molting pada Krustase dirangsang oleh intensitas cahaya yang kuat, tetapi dengan sedikit perbaikan pertumbuhan dimana banyak sedikitnya peningkatan pertumbuhan bisa menjadi hasil dari alokasi energi mengarah pada laju penyerapan warna. Diperkuat oleh Christie et al. (2004), bahwa adanya agen bioaktif yang disebabkan perubahan kondisi cahaya lebih banyak mempengaruhi jaringan target pada umumnya, yang telah terbukti langsung mengontrol atau mempengaruhi suatu varietas proses fisiologis seperti adaptasi perubahan warna dan pengaturan kadar glukosa hemolymph sebagai faktor penentu waktu lapar. Kelompok tebar yang berbeda ukuran selama penelitian nampaknya menjadi salah satu faktor penentu pertumbuhan LAT. Selama pengamatan, LAT memiliki agresifitas yang tinggi dan tiap individu memiliki kecenderungan mendominasi yang lain. Menurut Qin et al. (2000) keputusan memisahkan ukuran merupakan tindakan yang tepat karena pada kenyataannya LAT interaksi sosialnya cukup tinggi dan memiliki potensi dampak negatif yang perilakunya berbeda dengan LAT berjenis lain seperti marron (Cherax tenuimanus). Shelter pada tiap perlakuan diseragamkan. Peran shelter dalam penelitian ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Shelter sengaja dipasang menggunakan tiga jenis yang berbeda. Meski pada kepadatan optimal, LAT tetap memiliki ketergantungan terhadap shelter ini, dimana dengan penggunaan jenis shelter yang berbeda sangat
21
menentukan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Menurut Austin dan Verhoef (1998) dengan adanya jenis shelter yang berbeda mempengaruhi interaksi antar lobster dan perilaku pola makan. Perlakuan lama pencahayaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak mempengaruhi parameter kualitas air yang diukur (Tabel 6). Semua akuarium yang diaerasi terus menerus sehingga oksigen terlarut tingkat rata-rata 4,5 mg/L untuk pagi hari, 5 mg/L untuk siang hari, dan 3,9 mg/L untuk malam hari. Suhu air di pagi hari rata-rata 25,8°C selama masa studi sedangkan rata-rata suhu air siang 28,7°C dan malam hari 27,4oC. Jumlah amoniak, nitrit, dan pH antara perlakuan rata-rata masing-masing 0,1473 mg/L, 0,0952 mg/L,dan 7,05 masingmasing selama penelitian. Kualitas air tetap tinggi secara konsisten di semua akuarium (Tabel 6) dan cocok untuk budidaya LAT (Masser dan Rouse 1997 dalam Webster 2004). Kualitas air pemeliharaan memiliki kaitan dengan cahaya. Cahaya terdiri dari cahaya langsung (direct) dan cahaya yang disebarkan (diffuse). Penetrasi cahaya yang masuk ke perairan dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi permukaan air, bahan-bahan terlarut dan tersuspensi di dalam air. Jenis molekul H2O, O2, dan CO2 dapat menyerap radiasi cahaya sehingga dapat mengubahnya menjadi energi yang berguna bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup LAT. Menurut Wetzel (1975) dalam Wicaksono (2010) bahwa pada perairan alami, penetrasi cahaya sekitar 53% masuk ke perairan dan mengalami perubahan menjadi panas dan pada kedalaman satu meter dari permukaan sudah mulai berubah serta menghilang (extinction). Keberadaan cahaya yang terlalu intensif dapat juga membuat beberapa spesies suatu organisme menjadi stress dan mati (Boeuf dan Bailm 1999 dalam Anggoro 2009).
22
IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Pemeliharaan lobster air tawar
Cherax quadricarinatus selama 30 hari
menunjukkan bahwa perlakuan lama pencahayaan 8 jam terang 16 jam gelap (8T:16G) meningkatkan kelangsungan hidup (p<0,05) pada kelompok tebar kuntet dan normal. Laju pertumbuhan, pertumbuhan panjang, dan frekuensi molting tertinggi diperoleh pada lama pencahayaan 16T:8G, parameter pertumbuhan lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor perbedaan ukuran tebar.
4.2 Saran Sebaiknya perlu dilakukan penebaran LAT dengan pertimbangan lama pencahayaan
8T:16G
untuk
meningkatkan
kelangsungan
hidup
dan
pengelompokan ukuran tebar saat umur 4 minggu untuk meningkatkan pertumbuhan LAT. Selain itu, penelitian lanjut terkait kemampuan adaptasi fisiologi terhadap cahaya perlu dilakukan dan juga tentang nilai jual terkait LAT dari berbagai warna yang muncul.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, L. Y. 2009. Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Larva Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. Yang Dipelihara Dalam Akuarium Dengan Lama Pencahayaan Berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian-Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Austin, C.M. and Verhoef, G.D. 1998. Combined effects of shelter and density on the growth and survival of juveniles of the Australian freshwater crayfish, Cherax destructor Clark, Part 2. Aquaculture 170 (1999), 49-57. Barki, A., Karplus, I., Manor, R., Pames, S., Aflalo, E.D., danSagi, A. 2006. Growth of redclaw crayfish (Cherax quadricarinatus) in a three dimensional compartments system: Does a neighbor matter? Aquaculture 252 (2006), 348-355. Casper, R.F.; Brown T.J.; Rahman, S.A.; Marcu, S.; and Shapiro, C.M. 2010. Spectral modulation attenuates molecular, endocrine, and neurobehavioral disruption induced by nocturnal light exposure.Endo March 300 (2011) no. 3, E518-E527. Christie, A.E.; Edwards, J.M.; Graubard, K.; Chemy, E.; Clason, T.A.; Cain, S.D.; Cowan, N.G.; Lin, M.; Manhas, A.S.;Nold, K.A.; Sellereit, K.L.; danStrassburg, H.P. 2004. The anterior cardiac plexus: an intrinsic neurosecretory site within the stomatogastric nervous system of the crab Cancer productus.Experimental Biology 207 (2004), 1163-1182. Dermawan, R. 2006. Meraih Untung Dari Budidaya Lobster Air Tawar. Majalah Trubus Edisi Februari Vol. XXXV No. 435, Hal.15. Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. El-Sayed, A.F.M. and Kawanna, M. 2004. Effect of photoperiod on the performance of farmed Nile Tilapia Oreochromis niloticus: I. Growth, feed utilization efficiency and survival of fry and fingerlings. Aquaculture 231 (2004), 393-402. Goddard. S., 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, New York. Hoang, T.; Lee, S.Y.; Barchiesis, M.; Keenan, C.P.; and Marsden, G.E. 2001.Influences of light intensity and photoperiod onmoulting and growth of Penaeusmerguiensiscultured under laboratory conditions. Aquaculture 216 (2003), 343-354. Huisman. E.A., 1987. The Principles of Fish Culture Production. Department of Aquaculture. Wageningen University, Netherland.
24
Lee, D. O’ C.and Wickins, J. F. 2002. Crustaceans Farming Ranching and Culture. 2nd edition. United Kingdom: Blackwell Science. Lukito, A., Prayugo, S. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Jakarta:Penebar Swadaya. Qin, J.G.; Ingersion, T.; Geddes, M.C.; Kumar, M.; and Clarke, S. 2000. Size grading did not enhance growth, survival and production of marron (Cheraxtenuimanus) in experimental cages. Aquaculture 195 (2001), 239– 251. Ruscoe, I. and Darwin, F. 2002. Red Claw Crayfish Aquaculture (Cherax quadricarinatus). Fishnote.com, no.32 November. [17 Maret 2011] Sagi, A. and Parnes, S. 2002. Intensification of redclaw crayfish Cherax quadricarinatus culture I. Hatchery and nursery system.Aquacultural Engineering 26 (2002), 251-262. Sumbaga, E. 2009. Pengaruh Penebaran 75, 100, dan 125 ekor/m2 dan Rasio Shelter 1 dan 0,5 Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus. [Skripsi]. Departemen Budidaya perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Vazquez, F. J., and Greco, L. S. L. 2005. Intersex Females in The Red Claw Crayfish Cherax quadricarinatus (Decapoda: Parastacidae). Revista de Biologia Tropical 55 (2005), No. Suplemen 1, Universidad de Costa Rica, San Pedro de Montes de Oca, Costa Rica, 25-31. Webster, C. D. 2004. A Preliminary Assessment of Growth, Survival, Yield, and Economic Return of Australian Red Claw Crayfish, Cheraxquadricarinatus, Stocked at Three Densities in Earthen Ponds in a Cool, Temperate Climate. The Haworth Press, Inc.Journal of Applied Aquaculture 15, 1-4. Wicaksono, T.P. 2010. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Patin Pangasionodon hypophyhalmus yang ipelihara Dalam Akuarium Dengan Lama Pencahayaan Berbeda. [Skripsi]. Departemen Budidaya perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Yitnosumarto, S. 1991. Percobaan: Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. Jakarta: Gramedia.
25
LAMPIRAN
Lampiran 1. Susunan akuarium perlakuan B11
B53
A23
A32
A41
A51
A13
B32
A33
B33
B52
A21
B41
A12
B13
B12
B21
A11
B22
B51
B23
A43
A22
A42
B31
B42
A52
A31
A53
B43
KETERANGAN A
kelompok 1 inch tebar kuntet
B
kelompok 1 inch tebar normal
1 perlakuan 1 yaitu 12 jam terang 12 jam gelap 2 perlakuan 2 yaitu 16 jam terang 8 jam gelap 3 perlakuan 3 yaitu 8 jam terang 16 jam gelap 4 perlakuan 4 yaitu 24 jam terang 0 jam gelap 5 perlakuan 5 yaitu 0 jam terang 24 jam terang
26
Lampiran 4. Kelayakan kualitas air LAT
Lampiran 2. Data kualitas air awal - akhir Waktu
Perlakuan 12T:12G
Awal
Akhir
Amoniak (mg/l)
Parameter Kualitas Air
Nitrit (mg/l)
0.0750 0.0640
0.0550
8T:16G
0.0530
0.0760
24T:0G
0.0500
0.0700
0T:24G
0.1280
0.0460
12T:12G
0.29167
0.037
16T:8G
0.25833
0.09225
8T:16G
0.34167
0.15813
24T:0G
0.30833
0.07704
0T:24G
0.5
0.12215
>1
Ruscoe & Darwin 2002
o
10 - 34 / 26 - 29
Ruscoe & Darwin 2002
pH
6 - 9/ 7 - 8,5
Amoniak
< 1 ppm
siang
Rouse 1997 dalam Sumbaga 2009
suhu
pH
Perlakuan pagi
Mosigh 1998 dalam Sumbaga 2009
Lampiran 3. Kualitas air harian selama pemeliharaan Oksigen terlarut (DO)
Sumber
DO (ppm O2) Suhu ( C)
0.0560
16T:8G
Batas Toleransi/ Ideal
malam
pagi
siang
malam
pagi
siang
malam
12T:12G
4.86
5.80
4.03
25.6
28.8
27.4
7.3
7.0
7.1
16T:8G
3.73
5.40
4.03
25.6
28.5
27.4
6.9
6.9
6.8
8T:16G
3.95
5.80
4.03
25.7
28.7
27.3
7.2
7.1
7.1
24T:0G
4.94
5.80
4.15
25.9
29.3
27.6
7.2
7.1
7.1
0T:24G
4.80
6.20
4.03
25.9
28.4
27.4
7.2
7.1
7.0
27
Lampiran 5. Perubahan warna setelah perlakuan Keterangan
GambarPengamatan
Foto awal tebar (seragam)
Foto lobster warna biru (pengamatan akhir setelah perlakuan)
Foto lobster warna merah (pengamatan akhir setelah perlakuan)
Foto lobster warna pucat (pengamatan akhir setelah perlakuan)
28
Lampiran 6. Ukuran lobster setelah pemeliharaan
Keterangan: Kecil
:< 1,5inci (< 3,81 cm)
Sedang
:1,50-1,79 inci (3,81 – 4,55 cm)
Besar (Panen)
: > 1,80 inci (> 4,55 cm)
Lampiran 7. Tingkat kelangsungan hidup (%) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari Kelompok
Ulangan
0T:24Ga
8T:16Gb
12T:12Ga
16T:8Ga
24T:0Ga
Kuntetab
1
93.33
100.00
66.67
80.00
93.33
2
66.67
100.00
66.67
80.00
80.00
3
66.67
100.00
86.67
93.33
86.67
1
93.33
100.00
80.00
93.33
93.33
2
73.33
100.00
93.33
100.00
86.67
3
86.67
93.33
86.67
80.00
86.67
Normal
ab
Keterangan:
Huruf superscript “ab” di belakang kolom dan baris menunjukkan tidak berbeda nyata (p > 0.05), sedangkan huruf superscript antara “a” dan “b” menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p > 0.05).
Lampiran 8.Tabel sidik ragam tingkat kelangsungan hidup (SR) Sumber
JK
dB
KT
F hit
P
Perlakuan
1440,729
4
360,182
3,475
0,075
Kelompok
249,408
1
249,208
5,018
0,004
Sisa
1722,610
24
Total
3412,747
29
Keragaman
Keterangan:
P > 0.05 berarti perlakuan lama pencahayaan dan kelompok yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup, begitu pula sebaliknya.
29
Lampiran 9. Laju pertumbuhan harian (%) Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari Kelompok
Ulangan
Kunteta
1 2 3
Normal
b
1 2 3
Keterangan:
0T:24Gab
8T:16Gab
12T:12Ga
16T:8Gb
24T:0Gb
5.45
4.67
5.12
5.58
5.83
5.84
6.20
3.93
5.48
5.51
5.40
5.85
4.58
5.63
6.11
3.94
3.97
3.48
4.61
4.14
3.35
3.31
4.43
4.53
4.95
3.63
3.11
3.37
3.76
3.43
Huruf superscript “ab” di belakang kolom dan baris menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05), sedangkan huruf superscript antara “a” dan “b” menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05).
Lampiran 10. Tabel sidik ragam laju pertumbuhan harian (SGR) SumberKeragaman JK
dB
KT
F hit
P
Perlakuan
2,742
4
0,685
2,388
0,000
Kelompok
17,941
1
17,941
62,507
0,079
Sisa
652,777
24
Total
673,460
29
Keterangan:
P > 0.05 berarti perlakuan lama pencahayaan dan kelompok yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian, begitu pula sebaliknya.
Lampiran 11. Pertumbuhan panjang pemeliharaan 30 hari Kelompok
Ulangan
Kuntet
1 2 3
Normal
1 2 3
Keterangan:
standar
(cm)
Cherax
quadricarinatus
selama
0T:24Gab
8T:16Ga
12T:12Gab
16T:8Gb
24T:0Gab
1.45
1.17
1.38
1.55
1.50
1.60
1.41
0.97
1.52
1.57
1.44
1.39
1.28
1.65
1.44
1.15
1.00
1.17
1.38
1.34
0.93
1.05
1.43
1.28
1.35
1.18
0.89
1.09
1.05
0.98
Huruf superscript “ab” di belakang kolom dan baris menunjukkan tidak berbeda nyata (p> 0.05), sedangkan huruf superscript antara “a” dan “b” menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p > 0.05).
30
Lampiran 12. Tabel sidik ragam pertumbuhan panjang standar (∆P) SumberKeragaman JK
dB
KT
F hit
P
Perlakuan
0,267
4
0,067
2,759
0,051
Kelompok
0,533
1
0,533
22,069
0,000
Sisa
51,28
24
Total
52,080
29
Keterangan:
P > 0.05 berarti perlakuan lama pencahayaan dan kelompok yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang standar, begitu pula sebaliknya.
Lampiran 13. Frekuensi molting Cherax quadricarinatus selama pemeliharaan 30 hari Kelompok
Ulangan
Kuntet
1 2 3
Normal
1 2 3
Keterangan:
0T:24Ga
8T:16Gab
12T:12Gab
16T:8Gb
24T:0Gab
8
8
8
16
8
6
12
4
12
12
6
4
4
8
6
0
6
8
4
4
4
4
9
6
4
10
6
4
8
4
Huruf superscript “ab” di belakang kolom dan baris menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05), sedangkan huruf superscript antara “a” dan “b” menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05).
Lampiran 14. Tabel sidik ragam frekuensi molting SumberKeragaman JK
dB
KT
F hit
P
Perlakuan
52,800
4
13,200
1,759
0,170
Kelompok
4,033
1
4,033
0,537
0,471
Sisa
1396,167
24
Total
1453,000
29
Keterangan:
P > 0.05 berarti perlakuan lama pencahayaan dan kelompok yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap frekuensi molting, begitu pula sebaliknya.
31