PERSEPSI REMAJA TERHADAP TAYANGAN SINETRON SEBAGAI BENTUK BUDAYA POP (Studi Deskriptif tentang Kecenderungan Persepsi di Kalangan Remaja Penikmat Sinetron “Bayu Cinta Luna”, “Cinta Fitri”, dan “Kesetiaan Cinta” Usia 15-19 Tahun di Kecamatan Secang Kabupaten Magelang)
PENYUSUN:
Eldina Kusumasteti D 1207596
PRODI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi S1 Non Reguler Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Drs. H. Pawito, Ph. D
Tanti Hermawati, S. Sos, M. Si
NIP: 19540805 198503 1 002
NIP: 19690207 199512 2 001 PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh panitia ujian Skripsi Program S1 Non Reguler Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Hari Tanggal
: :
Panitia Ujian Skripsi 1. Drs. H. Dwi Tiyanto, S. U
:
(
NIP: 19540414 198003 1 007
2. Nora Nailul Amal, S Sos, MLMEd, Hons
Ketua
:
(
NIP: 19810429 200501 2 002
3. Prof. Drs. H. Pawito. Ph. D
)
) Sekretaris
:
(
)
2
NIP: 19540805 198503 1 002
Penguji I
4. Tanti Hermawati, S. Sos, M. Si
:
NIP: 19690207 199512 2 001
(
)
Penguji II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP.195301281981031001
3
TERIMA KASIH KEPADA ………
Papa Teguh Harsono dan Mama Siti Aminatun atas segala kasih sayang dan financial yang tidak pernah putus. Mas Arief yang terus memberikan wejangan-wejangan agar segera menyelesaikan skripsi. Dek tika dan Dek Anang terimakasih semangat adek-adek bikin mbak terus berusaha meski kadang rasa malas itu menghinggap. Lettu Inf Dwi Soerjono yang terus memberikan cinta, kasih sayang, dan semangat di sela-sela kesibukan menjaga keutuhan NKRI Mbak Nia, Monik, ma Veti terima kasih udah jadi sahabat terdekat ku selama ini. Anak-anak Gracia Revala atas dukungan dan dorongan selama ini. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis hingga penulisan skripsi ini telah selesai. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah agar penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sebelas Maret. Skripsi yang dibuat penulis ini berjudul PERSEPSI REMAJA TERHADAP TAYANGAN SINETRON SEBAGAI BENTUK BUDAYA POP (Studi Deskriptif tentang Kecenderungan Persepsi di Kalangan Remaja Penikmat Sinetron “Bayu Cinta Luna”, “Cinta Fitri”, dan “Kesetiaan Cinta” Usia 15-19 Tahun di Kecamatan Secang Kabupaten Magelang. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih atas semua bantuan, bimbingan, dan dukungan hingga skripsi ini dapat selesai, kepada : 1. kedua orang tua penulis yang telah melimpahkan kasih sayang yang tidak pernah putus kepada penulis. 2. Bapak Drs.H. Supriyadi, SN. SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin mengadakan penelitian guna menyusun skripsi ini. 3. Dra Prahasiwi Utari, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.
5
4. Drs. Sutrisno S. Utomo, M. Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret 5. Dra Indah Budi Rahayu, SE, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis 6. Prof. Drs. Pawito, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 7. Tanti Hermawati, S.Sos, M.Si, selaku Dosen pembimbing II yang dengan sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi yang selalu memberikan masukan dan kritikan sehingga skripsi ini dapat selesai. 9. Bapak dan Ibu Staf Perpustakaan yang membantu penulis saat meminjam buku dan fotocopy. 10. Bapak dan Ibu Staf TU yang membantu penulis mengurus surat perijinan. Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih banyak kekurangan. Segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan skripsi ini.Terima kasih
Surakarta,
Juli 2010
Eldina Kusumasteti
6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..... HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………….. HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………... SPECIAL THANKS TO……………………………………………………………... KATA PENGANTAR………………………………………………………………... DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. ABSTRAK……………………………………………………………………………. BAB I…………………………………………………………………………………. A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………….. B. Rumusan Masalah…………………………………………………………… C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………. D. Telaah Pustaka………………………………………………………………. E. Implementasi Konsep………………………………………………………... F. Metodologi Penelitian……………………………………………………….. BAB II………………………………………………………………………………... A. Kabupaten Magelang………………………………………………………... B. Kecamatan Secang…………………………………………………………... C. SMP N 9 Magelang………………………………………………………….. D. SMA N 2 Magelang…………………………………………………………. BAB III……………………………………………………………………………….. A. Penyajian Data………………………………………………………………. 1. Informan Penelitian……………………………………………………… 2. Data Hasil Penelitian…………………………………………………….. a. Tayangan Sinetron di SCTV…………………………………………… b. Bentuk Budaya Pop……………………………………………………. c. Persepsi Penonton…………………………………………………….... B. Analisis Data………………………………………………………………… a. Tayangan Sinetron di SCTV…………………………………………… b. Bentuk Budaya Pop……………………………………………………. c. Persepsi Penonton……………………………………………………… BAB IV……………………………………………………………………………….. A. Kesimpulan …………………………………………………………………. B. Saran………………………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………
i ii iii iv v vi 1 1 3 3 4 18 20 28 28 29 38 38 41 41 41 43 43 52 63 67 67 70 74 79 79 80 82
7
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini, tak pelak lagi televisi dinobatkan sebagai media dengan daya jangkau dan daya tembus paling kuat ke masyarakat. Televisi dapat merasuk ke ruang yang paling pribadi di dalam organisasi, keluarga, dan individu. Ruang keluarga, kios-kios di pasar tradisional, café. Sekolah, gedung DPR/D, ruang-ruang tertentu di kantor-kantor/ tempat usaha, bahkan kamar tidur pun tidak luput dari jangkauan televisi. Beragam kajian tentang medium pemyiaran yang satu ini telah dilakuakan selama beberapa dekade terakhir. Pro dan kontra selalu melingkupi kehadirannya. Ada yang secara tegas menolak kehadiran siaran televisi sehubungan dengan dampak negatif yang ditimbulkannya. Ada yang menganggapnya tak lebih sebagai perkembangan zaman yang tidak bisa tidak mesti di alami. Ada yang membela dengan segudang argument, teori, dan hasil penelitian. Ada juga yang sampai pada tahap “benci tapi rindu”; tidak mampu untuk tidak menonton siaran televisi walaupun sadar akan beberapa dampak negatifnya baik bagi diri sang penonton maupun keluarganya. Idealnya, siaran televisi tidak didominasi oleh hiburan semata (termasuk di dalamnya adalah tayangan olahraga dan film-film yang dianggap bermutu baik). Unsur pendidikan dan informasi yang mendidik sebaiknya dijadikan menu utama siaran televisi. Kalaupun ada stasiun televisi yang sepenuhnya didedikasikan 100% untuk hiburan, tayangannya seharusnya disiarkan secara terbatas (sebagaimana lembaga penyiaran berlangganan yang diatur dalam UU penyiaran). Masalahnya, hampir semua televisi
8
berjangkauan siaran nasional di Indonesia memiliki porsi tayangan hiburan lebih dari 50%. Tercatat hanya stasiun Metro-TV yang berfokus pada siaran berita dan informasi, stasiun-stasiun televisi lainnya hanya meluangkan tidak lebih dari 30% untuk informasi dan pendidikan. Angka 30% inipun masih bisa diperdebatkan panjang lebar, menginggat bahwa infotainment dan tayangan berita kriminal kerap dimasukkan ke dalam kelompok dengan unsur informasi yang kental.(Heru Effendy, 2008) Begitu banyaknya penikmat televisi tentu saja membuat tayangan yang disajikan juga beragam. Hal ini untuk menghindari rasa bosan yang dapat menghinggapi para penikmat tayangan televisi. Salah satu tayangan televisi yang sedang diminati sekarang adalah sinetron. Hal ini dapat dilihat dari berbagai tayangan sinetron yang ditayangkan oleh hampir seluruh stasiun televisi yang berjangkauan siaran nasional. Sinetron-sinetron ini ditayangkan setiap hari pada saat prime time, dan ceritanya dibuat sedemikian rupa agar dapat disajikan menjadi berpuluh-puluh episode, bahkan kadang ceritanya semakin dipaksakan agar bisa lebih banyak jumlah episodenya. Acara sinetron di televisi sangat beragam. Ada yang ditujukan untuk penonton anak-anak, remaja, hingga dewasa. Pada intinya, tema cerita yang disajikan dalam sinetron adalah cinta, namun dijabarkan dalam berbagai bentuk. Peneliti ingin meneliti kecenderungan persepsi remaja terhadap paket sinetron yang ditayangkan oleh SCTV. Peneliti memilih SCTV karena acara paket sinetron yang ditayangkan stasiun televisi swasta ini merupakan acara paket sinetron yang sedang diminati para penikmat sinetron saat ini. Sinetron yang ditayangkan oleh SCTV pada saat prime time biasanya memiliki durasi penayangan lebih dari 1 jam, dan dibuat sedemikin rupa agar ceritanya bisa menjadi berpuluh-puluh episode. Sedangkan sinetron yang
9
dipilih peneliti adalah “Bayu Cinta Luna”, “Cinta Fitri” dan “Kesetiaan Cinta”. Ketiga judul sinetron ini dipilih karena ketiga sinetron ini merupakan sinetron yang sedanng diminati, ketiganya merupakan sinetron striiping, dan ditayangkan pada saat prime time.
B. RUMUSAN MASALAH Dengan bertolak dari uraian latarbelakang sebagaimana dikemukakan di atas maka penelitian ini hendak melacak bagaimana kecenderungan persepsi di kalangan remaja penikmat sinetron usia 15-19 tahun yang ditayangkan SCTV, yaitu “Bayu Cinta Luna”, “Cinta Fitri”, dan “Kesetiaan Cinta” yang tinggal di wilayah Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan terutama untuk memberikan gambaran mengenai kecenderungan persepsi di kalangan remaja penikmat sinetron usia 15-19 tahun yang ditayangkan SCTV, yaitu : “Bayu Cinta Luna”, “Cinta Fitri”, dan “Kesetiaan Cinta” yang tinggal di wilayah Kecamatan Secang Kabupaten Magelang.
D. TELAAH PUSTAKA Komunikasi Massa Istilah komunikasi diambil dari bahasa Yunani, yaitu “common” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “shared by all alike”. Itulah sebabnya,
10
komunikasi pada prinsipnya harus bersifat dua arah dalam rangka pertukaran pikiran (idea) dan informasi menuju pada terbentuknya pengertian yang sama. Sedangkan komunikasi massa adalah komunikasi dengan massa (audiens atau khalayak sasaran). Massa disini dimaksudkan sebagai para penerima pesan (komunikan) yang memiliki status sosial dan ekonomi yang heterogen satu sama lainnya. Pada umumnya, proses komunikasi massa tidak menghasilkan “feedback” (umpan balik) yang langsung, tetapi tertunda dalam waktu relatif. Ciri-ciri massa yaitu; (1) jumlahnya besar; (2) antara individu, tidak ada hubungan/organisatoris; dan (3) memiliki latar belakang sosial yang berbeda.(Drs. Wawan Kuswandi, 1996) Komunikasi adalah ilmu, dan ilmu komunikasi ini termasuk ke dalam ilmu sosial yang meliputi intrapersonal communication, interpersonal communication, group communication, mass communication, intercultural communication, dan sebagainya. ( Effendy, 1990) Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah: Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals). (Effendy, 1990)
11
Para ahli komunikasi membatasi pengertian komunikasi massa pada komunikasi dengan menggunakan media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film. Karena yang dibahas di sini adalah komunikasi, bukan psikologi sosial atau sosiologi, maka yang diartikan komunikasi massa di sini adalah menurut pendapat ahli komunikasi itu. (Effendy, 1990) Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology: An Introduction to the study of communication, menampilkan definisinya mengenai komunikasi massa dengan tegas, yakni sebagai berikut : “First, mass communication is communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television; rathet it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspapers, magazines, films, books, and tapes.” (Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancarpemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita.) (Effendy, 1990) Menurut Wright (dalam Severin dan Tankard, 2005), komunikasi massa dapat didefinisikan dalam tiga ciri :
12
1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relative besar, heterogen, dan anonim. 2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. 3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. Komunikasi massa akan terus menerus berperan penting dalam kehidupan. Komunikasi massa menjadi mata dan telinga bagi masyarakat. Komunikasi massa memberi masyarakat sarana untuk mengambil keputusan dalam bentuk opini kolektif yang bisa digunakan untuk bisa lebih memahami diri mereka sendiri. Ia juga merupakan sumber utama untuk mengembangkan nilai-nilai dalam masyarakat. (Severin dan Tankard, 2005) Kemampuan untuk menjangkau ribuan, atau bahkan jutaan, orang merupakan ciri dari komunikasi massa (mass communication), yang dilakukan melalui medium massa seperti televisi atau koran. Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audien yang luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur, atau membujuk.(John Vivian, 2008) Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya adalah sama: seseorang membuat pesan, yang pada dasarnya adalah tindakan intrapersonal (dari dalam diri seseorang). Pesan itu kemudian dikodekan dalam kode umum, seperti bahasa. Kemudian ditransmisikan. Orang lain menerima pesan itu,
13
menguraikannya dan menginternalisasikannya. Internalisasi pesan juga merupakan kegiatan intrapersonal. Dalam hal lain, komunikasi massa adalah bentuk yang berbeda. menyusun pesan yang efektif untuk ribuan orang dengan latar belakang dan kepentingan yang berbedabeda membutuhkan keahlian yang berbeda dengan sekedar berbicara dengan teman. Menyusun pesan lebih kompleks karena harus menggunakan suatu sarana-misalnya percetakan, kamera atau perekam.(John Vivian, 2008) Media massa diyakini punya kekuatan yang maha dahsyat untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa bisa mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk di masa yang akan datang. Media massa mampu membimbing dan mempengaruhi kehidupan di masa kini dan masa datang. (McQuail dalam Nurudin, 2005) Persepsi Persepsi (perception) merupakan tahap paling awal dari serangkaian pemrosesan informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, hidung (Matlin, 1989;Solso, 1988). Secara singkat dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses menginterpretasi atau menafsirkan informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia Berdasarkan pemahaman tersebut, maka persepsi mencakup dua proses yang berlangsung secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia luar (stimulusinformasi) dengan dunia di dalam diri seseorang (pengetahuan yang relevan dan disimpan
14
di dalam ingatan). Dua proses dalam persepsi itu disebut bottom-up atau data driven processing (aspek stimulus), dan top-down atau conceptually driven processing (aspek pengetahuan seseorang). Hasil persepsi seseorang mengenai sesuatu objek di samping dipengaruhi oleh penampilan objek itu sendiri, juga pengetahuan seseorang mengenai objek itu. Dengan demikian, suatu objek dapat dipersepsi berbeda oleh dua orang, akibat perbedaan pengetahuan yang dimiliki masing-masing orang mengenai objek itu (Suharnan, 2005). Luthans (2006) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang sangat kompleks yang meliputi penyeleksian, pengorganisasian, dan penginterpretasian suatu objek tertentu. Kunci untuk memahami persepsi adalah mengakui bahwa persepsi merupakan interpretasi unik dari suatu situasi. Singkatnya, persepsi merupakan proses kognitif kompleks yang menghasilkan gambaran dunia yang unik yang mungkin agak berbeda dari realita. Robbins dan Judge (2008) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Persepsi penting dalam perilaku organisasi karena perilaku individu didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan karena kenyataan itu sendiri. Dunia yang dipersepsikan individu merupakan dunia yang mementingkan perilaku (Robbins dan Judge, 2008). Persepsi merupakan proses kognitif yang penting. Melalui proses yang kompleks ini, orang membuat interpretasi stimulus dari situasi yang mereka hadapi. Interpretasi perseptual meliputi selektivitas dan organisasi. Secara eksternal, selektivitas dipengaruhi oleh intensitas, ukuran, kontras, pengulangan, gerakan, dan sesuatu yang baru dan
15
familiar. Secara internal, selektivitas, dipengaruhi oleh motivasi, pengetahuan, dan kepribadian seseorang. Setelah situasi stimulus disaring dengan proses kognitif, informasi yang masuk dikelola menjadi makna keseluruhan (Luthans, 2006) Menurut Desiderato (1976) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori (Drs. Jallaludin Rakhmat, M.Sc, 2007). Leavitt (dalam Novliandi, 2007) terdapat empat aturan yang dapat menjelaskan proses persepsi, yaitu pengujian ingatan masa lalu, pemilihan persepsi pada hal-hal yang memuaskan kebutuhan, pengabaian pada hal-hal yang mengganggu, dan perhatian terhadap segala sesuatu yang menbahagiakan diri individu. Informasi yang diperoleh melalui proses seleksi itu diproses, disusun, dan diklarifikasikan ke dalam bentuk yang memiliki arti bagi individu. Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang persepsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses kognitif yang meliputi penyeleksian, pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang inderawi sehingga membentuk suatu gambaran objek tertentu secara utuh. Menurut Mary Brignall, untuk melakukan proses persepsi ada tiga tahap yang harus dilakukan, yaitu selection, organization, interpretation.
16
Selection atau seleksi adalah proses kita memilih rangsangan atau stimuli. Pemilihan ini dilakukan disebabkan oleh banyaknya stimuli yang terjadi di sekitar kita. Tidak mungkin semua stimuli yang ada akan diproses menjadi sebuah persepsi. Kita akan melihat apa yang ingin kita lihat, kita akan mendengar apa yang ingin kita dengar, begitu seterusnya. Oleh sebab itu hanya stimuli yang dibutuhkanlah yang akan diproses lebih lanjut untuk dapat menjadi sebuah persepsi. Tahap kedua adalah organization. Proses ini terjadi di dalam otak kita. Stimuli yang sudah ditangkap oleh panca indera akan dikirim ke otak. Otak inilah yang akan memproses hingga kita bisa mengerti maksud dari informasi yang sudah didapat. Tahap terakhir adalah interpretation. Dalam tahap ini sudah didapatkan arti dari stimuli yang ditangkap oleh panca indera. Makna dari stimuli yang didapat bersifat subjektif dan berdasarkan nilai-nilai yang dianut, kebutuhan, kepercayaan terhadap sesuatu, pengalaman, konsep diri, dan faktor personal yang lain(Mary Brignail, 2001).
Remaja Masa remaja atau masa adolesens adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. Untuk tercapainya tumbuh kembang remaja yang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya tingkat potensi biologic seorang
remaja
merupakan
hasil
interaksi
factor
genetic
dan
lingkungan
biofisikopsikososial. Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pada setiap remaja.
17
Masih terdapat berbagai pendapat tentang umur kronologis berapa seorang anak dikatakan remaja. Menurut WHO, remaja adalah bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun. Menurut Undang-Undang no.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja bila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Menurut UndangUndang Perkawinan no.1 tahun 1974, anak dianggap remaja bila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah. Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relative sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. (Meitha Damayanti, 2009). Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Namun, penelitian tentang perubahan perilaku, sikap dan nilai-nilai sepanjang masa remaja tidak hanya menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih cepat pada awal masa remaja daripada tahap akhir masa remaja, tetapi juga menunjukkan bahwa perilaku, sikap, dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan pada akhir masa remaja. Dengan demikian secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal dan akhir masa remaja.
18
Awal masa remaja biasanya disebut sebagai “usia belasan”, kadang-kadang bahkan disebut “usia belasan yang tidak menyenangkan”. Meskipun remaja yang lebih tua sebenarnya masih tergolong “anak belasan tahun”, samapi ia mencapai usia dua puluh satu tahun, namun istilah belasan tahun-yang secara popular dihubungkan denga pola perilaku khas masa muda-jarang dikenakan pada remaja yang lebih tua. Biasanya disebut “pemuda” atau “pemudi”, atau malahan disebut “kawula muda”, yang menunjukkan bahwa masyarakat belum melihat adanya perilaku yang matang selama awal masa remaja (Elizabeth B Hurlock, 1980).
Televisi Televisi yang sebenarnya berarti “melihat dari jauh” (tele=jauh, visie=lihat), pada saat ini diartikan sebagai suatu cara pengiriman gambar yang bergerak atau “signal televisi” dari studio dan pemancar ke pesawat penerima dengan gelombang radio (Ir Tiur L H Simanjuntak, 1993). Televisi merupakan media massa paling hebat dibanding semua pendahulunya. Televisi tidak mengenal batas. Televisi adalah fenomena yang muncul dari fenomena gelombang kemajuan teknik abad ke-20, di dalam penyempurnaan teknologi dan kemudian keragaman fungsinya. Televisi melipatgandakan efek media dalam menjalankan tugas memberikan informasi, pendidikan, hiburan, dan bimbingan. Jurnalisme pun tak urung kena imbas- terutama, di dalam penyajian format laporannya. Mula-mula dengan rasa enggan, akibat pengaruh orang Koran dan majalah yang mengsakralkan kata-kata tercetak. Namun, tak berapa lama, berita pun masuk ke dalam siaran-siaran televisi (Septiawan Santana, 2005)
19
Televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi massa karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Televisi memiliki kelebihan dari media massa lainnya karena bersifat audio visual (didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan dan secara langsung dapat menyajikan peristiwa yang sedang terjadi kepada setiap pemirsa dimanapun ia berada (Riswandi, 2009) Perkembangan teknologi pertelevisian saat ini sudah sedemikian pesat sehingga dampak siarannya menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antara satu negara dengan negara lainnya terlebih setelah digunakannya satelit untuk memancarkan signal televisi. Inilah yang disebut sebagai globalisasi di bidang informasi. Peristiwa yang terjadi di daratan Eropa atau Amerika atau Rusia, pada saat yang sama dapat pula diketahui di negara-negara lain dan sebaliknya, melalui bantuan satelit yang mampu memultipancarkan siarannya ke berbagai penjuru dunia tanpa ada hambatan geografis yang berarti (Deddy Iskandar Muda, 2005). Masuknya televisi kedalam setiap sendi kehidupan masyarakat bukan tanpa sebab. Salah satu alasan mengapa televisi begitu diminati karena televisi dapat menampilkan gambar yang bergerak dan suara sekaligus berbeda dengan media komunikasi yang lain. Inilah keajaiban di abad ke-20 ketika televisi telah merevolusi seluruh kehidupan kita. Pertama kali, televisi menjadi sumber alternative lain bagi radio, tetapi kini bagi semua orang. Televisi adalah sumber hiburan, informasi, dan waktu untuk mengkonsumsi produk barang dan jasa yang ditawarkan melalui iklan, televisi menawarkan program yang jauh lebih kaya daripada radio.
20
Televisi berhasil menghilangkan segala batas dari kewarganegaraan, ras, agama, bahasa, kelas, umur, dan jenis kelamin. Televisi juga menyatukan segala kelompok masyarakat ke dalam suatu program acara yang menyita perhatian kita semua. Perkembangan televisi di Indonesia dimulai pada tahun 80-an. Dimulai dengan munculnya RCTI sebagai stasiun televisi swasta pertama. Setelah itu mulai bermunculan stasiun-stasiun televisi swasta lainnya. Banyaknya stasiun televisi yang ada tentu saja membuat beragamnya tayangan-tayangan yang disajikan. Setiap acara-acara ini berlomba-lomba untuk mendapatkan audiens sebanyak mungkin.
Sinetron sebagai Budaya Pop Istilah “budaya popular” (cultura popular) sendiri dalam bahasa latin merujuk secara harfiah pada “culture of the people” (budaya orang-orang atau masyarakat). Mungkin itulah sebabnya banyak pengkaji budaya yang melihat budaya popular sebagai budaya yang hidup (lived culture) dan serangkaian artefak budaya yang bisa ditemui dalam kehidupan sehari-hari orang kebanyakan. Hebdige (1988), sebagai contoh, memandang budaya popular sebagai, sekumpulan artefak yang ada, seperti film, kaset, pakaian, acara televisi, alat transportasi, dan sebagainya. Tidak sedikit analisis sosiologis yang mengadopsi pandangan Hebdige ini. Saat ini televisi swasta sarat dengan acara hiburan. Salah satu acara hiburan yang ditayangkan televisi adalah sinetron. Sinetron adalah singkatan dari sinema elektronik, atau bisa disebut TV play atau teledrama atau sandiwara televisi atau film televisi atau lakon TV, karena sama-sama ditayangkan di medium audio visual bernama televisi. Sebagaimana diungkapkan Aswendo Atmowiloto : “Bahwa batasan istilah sinetron
21
merupakan segala sinema (film) yang dibuat dengan proses elektronik, dengan menggunakan pita video dan ditayangkan dengan proyektor elektronik (video player dan semacamnya) melalui perangkat media televisi. Pengertian ini mencakup segala tayangan televisi yang dibuat secara elektronis termasuk berita, drama TV, dan semacamnya, yang tercakup dalam kategori besar sinetron yaitu sinetron fiksi dan non fiksi (Aswendo Atmowiloto, 1986). Menurut Veven Sp. Wardhana, sinetron memang merupakan penggabungan “sinema” dan “elektronik”. Namun, elektronika disini tidak mengacu pada pita kaset yang proses perekamannya berdasarkan kaidah-kaidah elektronis itu. Elektronis dalam sinetron mengacu pada medium penyiarannya, yaitu televisi, atau televisual yang memang merupakan medium elektronik (Veven Sp. Wardhana, 1994). Budaya populer dan budaya massa dapat didefinisikan sebagai budaya rakyat (folk culture) pada masyarakat sebelum industri, atau budaya massa pada masyarakat industri. Budaya massa sendiri sering didefinisikan sebagai budaya populer yang diproduksi oleh teknik industri dengan produksi massal dan dipasarkan untuk keuntungan konsumen publik massal. Indonesia pun tidak lepas dari kenyataan ini. Di era globalisasi dan komunikasi massal saat ini, di mana “imperialisme kultural” barat telah menghegemoni budaya Indonesia mulai dari musik, film, fashion, hiburan, sampai ke gaya hidup. Mudahnya televisi merasuk ke setiap sendi kehidupan memudahkan pula masuknya budaya populer ke dalam kehidupan sehari-hari.(Idi Subandi Ibrahim, 2007) Salah satu acara yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta di Indonesia yang merupakan pencerminan dari “imperialisme kultural” barat adalah sinetron. Sinetron
22
merupakan kepanjangan dari sinema elektronik yang berarti sebuah cipta seni budaya, dan media komunikasi pandang dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita video melalui proses elektronik lalu ditayangkan melalui stasiun televisi. Acara ini berupa drama yang ditayangkan secara bersambung. Pada awalnya, sinetron ditayangkan sekali dalam seminggu. Baru pada tahun 2005 dimulai sinetron sriiping. Sinetron striiping maksudnya adalah sinetron yang ditayangkan setiap hari pada jam yang sama. Sinetron striiping diminati penonton karena untuk mengetahui kelanjutan cerita sinetron, penonton tidak harus menunggu lama. Sayangnya demam sinetron yang akhir-akhir ini marak di stasiun televisi di Indonesia semakin membenarkan sinyalemen dari apa yang sering dibilang para kritikus budaya pop, tengah tersemainya “impian Amerika” dengan Hollywood sebagai “the dream factory”, sebagai “pabrik impian” yang menjadi kiblat selera dan rujukan gaya hidup bangsa-bangsa belahan bumi manapun di muka bumi. Di sini dipentaskan fantasi akan kemewahan dan kecantikan yang tidak terjangkau. Kita akhirnya benar-benar mencemplungkan diri ke dalam sebuah dunia yang sepenuhnya baru, yang disebut Benjamin R. Barber sebagai “videologi McWorld”. Dalam bukunya yang provokatif, Jihad vs McWorld (1995), Barber mengungkapkan bahwa, “McWorld adalah suatu produk kebudayaan pop yang digerakkan oleh perdagangan ekspasionis”. Penyelesaian masalah keluarga dalam kisah-kisah sinetron tidak jarang dilakukan secara serampangan bahkan dengan mengorbankan logika cerita. Selain itu, ungkapanungkapan yang tumpul dan kurang cerdas masih terlalu sering ditemukan dalam dialogdialog sinetron. Dengan bercermin kepada wacana industri budaya pop seperti dialog-
23
dialog dalam sinetron, setidaknya bisa dilihat sesuatu yang lebih nyata kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari; betapa miskinnya wacana dalam masyarakat. Persoalan biasanya akan selesai dengan kekuasaan (jabatan atau uang) dan kekerasan (pemaksaan).(Idi Subandi Ibrahim,2007)
E. IMPLEMENTASI KONSEP
a. Tayangan Sinetron di SCTV Banyaknya acara hiburan yang ditawarkan pihak televisi swasta pada saat ini disebabkan karena memang acara-acara ini banyak diminati. Salah satu acara hiburan yang sedang diminati saat ini adalah sinetron. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya judul sinetron yang ditayangkan oleh hampir semua stasiun televisi swasta yang ada di Indonesia dengan tema yang beragam. Dari yang bertema keluarga hingga persahabatan. Tayangan sinetron yang ada pun tidak hanya ditujukan untuk pemirsa dari satu kalangan saja, tapi ditujukan untuk berbagai kalangan, dari anak-anak hingga dewasa. Salah satu stasiun televisi swasta yang menyajikan acara sinetron adalah SCTV. Hampir seluruh tayangan yang diproduksi pihak stasiun televisi swasta ini adalah sinetron. Baik yang ceritanya dibuat agar langsung selesai (FTV atau film televisi) ataupun yang dibuat miniseri hingga bisa ditayangkan dalam berepisode-episode. Beberapa sinetron yang ditayangkan SCTV yang dibuat berepisode-episode yang sekarang memiliki banyak penggemar adalah “Bayu Cinta Luna”, Cinta Fitri”, dan “Kesetiaan Cinta”.
24
Dari judulnya bisa diketahui bahwa tema utama ketiga sinetron ini adalah cinta, namun dalam ketiga sinetron ini ceritanya merujuk pada cerita cinta sebuah keluarga besar. Sinetron ini menceritakan tentang konflik yang terjadi di suatu keluarga besar, berupa perselisihan antar anggota keluarga untuk saling menjatuhkan hingga perebutan harta. Meskipun sebenarnya ketiga tayangan sinetron ini ditujukan untuk kalangan ibu rumah tangga atau wanita dewasa, namun karena jam tayangnya diletakkan pada jam prime time (jam tayang utama biasanya setelah jam 19.00) maka tidak menutup kemungkinan bahwa para remaja dapat ikut menikmati pula tayangan ketiga sinetron ini. b. Bentuk Budaya Pop Sinetron merupakan drama miniseri hasil karya Indonesia, oleh sebab itu ceritanya pun di sesuaikan dengan keadaan yang ada di Indonesia. Meskipun begitu, alur cerita yang ada di dalam ketiga sinetron unggulan SCTV tidak lepas dari pengaruh budaya pop. Tingkah laku para tokoh sinetron yang meskipun sudah disesuaikan dengan masyarakat Indonesia, namun sedikit banyak mendapat pengaruh dari budaya pop. Selain itu, saat para tokohnya mencari solusi untuk menyelesaikan konflik yang terdapat dalam cerita sinetron tidak terlepas pula dari pengaruh budaya pop. Setiap konflik selalu diselesaikan dengan cara komersil, yaitu hanya mengandalkan kekuatan uang atau kekuasaan dan kekerasan. Begitu pula dari hal berpenampilan yang ditunjukkan oleh para pemain yang memerankan tokoh-tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita sinetron. Mereka berpenampilan sesuai trend yang sedang diminati.
25
c. Persepsi Penonton Sinetron ditayangkan oleh hampir seluruh stasiun televisi swasta Indonesia. Tema cerita sinetron yang ditampilkan selalu saja bertemakan cinta meskipun alurnya berbeda-beda. Namun setiap remaja yang merupakan informan memiliki pendapat masing-masing dalam mempersepsikan sinetron-sinetron yang ada. Begitu pula dalam hal mempersepsikan ketiga sinetron unggulan SCTV.
F. METODOLOGI 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dimana data akan lebih berbentuk kata-kata. Di sini peneliti hanya mengembangkan konsep dan mengumpulkan fakta dan dengan demikian tidak melakukan pengujian hipotesa. Penelitian deskriptif menurut Jalaludin Rakhmat yaitu hanya memaparkan situasi atau peristiwa dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan serta tidak menguji hipotesa.(Jalaludin Rakhmat, 1989) Metode penelitian deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lainnya) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi, 1990)
26
Penelitian ini, sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya, dimaksudkan terutama untuk mengetahui gambaran mengenai kecenderungan persepsi di kalangan remaja penikmat sinetron usia 15-19 tahun yang ditayangkan SCTV, yaitu : “Bayu Cinta Luna”, “Cinta Fitri”, dan “Kesetiaan Cinta” yang tinggal di wilayah Secang Kabupaten Magelang 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Wilayah Secang merupakan jalur utama yang menghubungkan antara SemarangYogyakarta dan Semarang-Temanggung-Purwokerto. Meskipun begitu, tidak semua remaja yang tinggal di wilayah Kecamatan Secang yang menjadi informan, hanya para remaja Kecamatan Secang yang bersekolah di wilayah Kota Magelang saja.
3. Populasi dan Sampel Salah satu hal yang menakjubkan dalam penelitian ialah kenyataan bahwa kita dapat menduga sifat-sifat suatu kumpulan objek penelitian hanya dengan mempelajari dan mengamati sebagian dari kumpulan itu. Bagian yang diamati itu disebut sampel, sedangkan kumpulan objek penelitian disebut populasi. Objek penelitian dapat berupa orang, umpi, organisasi, kelompok, lembaga, buku, kata-kata, surat kabar dan lain-lain. Dalam penelitian, objek penelitian ini disebut satuan analisis (units of analysis) atau unsure-unsur populasi.(Drs, Jalaluddin Rakhmat, M.SC, 2007) Penelitian kuantlitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak (random sampling) yang merupakan teknik sampling yang paling kuat digunakan dalam
27
penelitian kuantitatif. Teknik cuplikannya cenderung bersifat “purposive” karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal. Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Cuplikan ini memberikan kesempatan maksimal pada kemampuan peneliti untuk menyusun teori yang dibentuk dari lapangan (grounded teory) yang sangat memperhatikan kondisi lokal dengan kekhususan nilai-nilainya (idiografis). Teknik cuplikan di dalam penelitian kualitatif fungsinya sering juga dinyatakan sebagai “internal sampling” karena sama sekali bukan dimaksudkan untuk mengusahakan generalisasi pada populasi, tetapi untuk memperoleh kedalaman studi di dalam suatu konteks tertentu. Cuplikan ini bukan mewakili populasinya tetapi mewakili informasinya, sehingga bila generalisasi harus dilakukan maka arahnya cenderung sebagai generalisasi teori.(H.B Sutopo, 2002) Dalam penelitian ini, populasinya adalah remaja yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Secang Kabupaten Magelang yang berusia 15-19 tahun, yang merupakan penikmat sinetron “Bayu Cinta Luna”, “Cinta Fitri”, dan “Kesetiaan Cinta”. Sedangkan untuk sampelnya, peneliti akan menggambil 7-12 orang remaja. 4. Metode Penelitian Untuk tujuan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa macam metode, yaitu :
a. Interview
28
Interview (wawancara) merupakan alat pengumpulan data yang sangat penting dalam penelitian komunikasi kualitatif yang melibatkan manusia sebagai subjek (pelaku, aktor) sehubungan dengan realitas atau gejala yang dipilih untuk diteliti. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) pada umumnya dimaksudkan untuk kepentingan wawancara yang lebih mendalam dengan lebih memfokuskan pada persoalan-persoalan yang menjadi pokok dari minat penelitian. Pedoman wawancara mengancar-ancarkan peneliti mengenai data mana yang akan lebih dipentingkan. Hal demikian akan lebih mempermudah langkah-langkah sistematisasi data. Pedoman wawancara biasanya tidak berisi pertanyaan-pertanyaan yang mendetail, tetapi sekedar garis besar tentang data atau informasi apa yang ingin didapatkan dari informan yang nanti dapat dikembangkan dengan memperhatikan perkembangan konteks, dan situasi wawancara. Jenis wawancara ini sering disebut dengan wawancara mendalam (in-depth interview).( Pawito Ph.D, 2007) b. Studi Pustaka Untuk mengumpulkan data dan teori dalam penelitian ini, maka peneliti memanfaatkan berbagai macam data dan teori yang didapatkan dari buku-buku, majalah, dan sumber informasi non manusia lainnya. 5. Validitas Data Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan, dan dicacat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena itu setiap peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara-cara tepat untuk mengembangkan beragam teniknya harus benar-benar sesuai dan tepat untuk
29
menggali data yang benar-benar diperlukan bagi penelitiannya. Ketepatan data tersebut tidak hanya tergantung dari ketepatan memilih sumber data dan teknik pengumpulannya, tetapi juga diperlukan teknik pengembangan validitas datanya. Validitas ini merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian. Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. (H.B Sutopo, 2007).
6. Analisis Data Analisis data dilakukan oleh peneliti untuk dapat menarik kesimpulankesimpulan. Dalam penelitian komunikasi kualitatif, sebagaimana dalam penelitian kualitatif di dalam cabang ilmu yang lain, dikenal banyak jenis teknik analisis data yang semuanya sangat tergantung pada tujuan penelitian. Kendati demikian, analisis data dalam penelitian komunikasi kualitatif pada dasarnya dikembangkan dengan maksud hendak memberikan makna (making sense of) terhadap
data,
menafsirkan
(interpreting),
atau
mentransformasikan
(transforming) data ke dalam bentuk-bentuk narasi yang kemudian mengarah pada temuan yang bernuansakan proposisi-proposisi ilmiah (thesis) yang akhirnya sampai pada kesimpulan-kesimpulan final. Selayaknya diingat bahwa penelitian komunikasi kualitatif lebih bertujuan untuk mengemukakan gambaran atau memberikan pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa sehubungan dengan realitas atau gejala komunikasi yang diteliti.
30
Miles dan Huberman (1994) menawarkan suatu teknik analisis yang lazim disebut dengan interactive model. Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusion) (Punch, 1998:202-204). Reduksi data (data reduction) bukan asal membuang data yang tidak diperlukan, melainkan merupakan upaya yang dilakukan oleh peneliti selama analisis data dilakukan dan merupakan langkah tak terpisahkan dari analisis data. Langkah reduksi data melibatkan beberapa tahap. Tahap pertama, melibatkan langkah-langkah editing, pengelompokan, dan meringkas data. Pada tahap kedua, peneliti-menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai berbagai hal, termasuk yang berkenaan dengan aktivitas serta proses-proses sehingga peneliti dapat menemukan tema-tema, kelompok-kelompok, dan pola-pola data.
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan/pengujian kesimpulan
31
Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman (1994:12) Komponen kedua analisis interaktif dari Miles dan Huberman, yakni penyajian data (data display) melibatkan langkah-langkah data yang satu dengan (kelompok) data yang lain sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan karena dalam penelitian kualitatif data biasanya beraneka ragam perspektif dan terasa bertumpuk maka penyajian data (data display) pada umumnya diyakini sangat membantu proses analisis. Pada komponen terakhir, yakni penarikan dan pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusions), peneliti pada dasarnya mengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang ada dan atau kecenderungan dari display data yang sudah dibuat. (Pawito, 2007)
32
BAB II LOKASI PENELITIAN
Untuk dapat mengenal dan mengetahui keadaan yang sebenarnya lokasi penelitian, khususnya keadaan masyarakatnya, peneliti akan mengemukakan beberapa gambaran sebagai berikut. A. Kabupaten Magelang Kabupaten Magelang sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah letaknya diapit oleh beberapa kabupaten dan kota, antara lain : Kabupeten Temanggung, Kabupaten
Semarang,
Kabupaten
Boyolali,
Kabupaten
Purworejo,
Kabupaten
Wonosobo, Kota Magelang, serta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ibu kota kabupaten ini adalah Kota Mungkid yang terletak di Kecamatan Mungkid. Batas-batas wilayah Kabupaten Magelang adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang.
Sebelah Timur : Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali.
Sebelah Selatan : Kabupaten Purworejo dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebelah Barat : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo.
Magelang berada di jalur strategis yang menghubungkan 2 ibu kota Propinsi Semarang dengan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ibu kota Kabupaten Magelang berada sekitar 10 kilometer sebelah selatan Kota Magelang. Mungkid dulunya adalah kota kecamatan yang kemudian dikembangkan menjadi ibu kota baru kabupaten ini, menggantikan Kota Magelang.
33
Magelang berada di cekungan sejumlah rangkaian pegunungan. Bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Boyolali terdapat Gunung Merbabu (3.141 meter dpl) dan Gunung Merapi (2.911 meter dpl). Bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo terdapat Gunung Sumbing (3.371 meter dpl). Di bagian barat daya terdapat rangkaian bukit menoreh. Bagian tengah mengalir Kali Progo beserta anak-anak sungainya menuju selatan. Di Kabupaten Magelang terdapat Kali Elo yang membelah wilayah ini. Pertemuan kembali kedua titik itu terletak di Desa Progowati yang konon dahulu tempat itu jumlah wanita lebih banyak dibanding jumlah laki-laki. Secara administratif, Kabupaten Magelang dibagi menjadi 21 kecamatan, terdiri dari 372 desa/kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Magelang tercatat sekitar 108.573 Ha atau sekitar 3,34 persen dari luas Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Magelang adalah : Mungkid, Muntilan, Grabag, Salam, Salaman, Ngluwar, Tempuran, Srumbung, Borobudur, Ngablak, Bandongan, Sawangan, Tegalrejo, Mertoyudan, Dukun, Candimulyo, Windusari, Kajoran, Kaliangkrik, Pakis, Secang. B. Kecamatan Secang Wilayah Kecamatan Secang secara administratif merupakan salah satu kecamatan dalam wilayah Kabupaten Magelang yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Kota Magelang. Kecamatan Secang merupakan persimpangan jalan negara SemarangYogyakarta dengan jalan Propinsi menuju Temanggung. Kecamatan Secang terdiri dari 20 desa, yaitu : Pancuranmas, Jambewangi, Candiretno, Pirikan, Girikulon, Donomulyo,
34
Sidomulyo, Pucang, Candisari, Madusari, Payaman, Kalisojo, Ngadirojo, Madyocondro, Ngabean, Secang, Krincing, Donorejo, Karangkajen, Purwosari. Batas wilayah Kecamatan Secang dengan wilayah-wilayah lain adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Temanggung.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Magelang.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Grabag.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Windusari.
1. Luas Wilayah / Daerah Menurut data yang diperoleh dari Kecamatan Secang, total luas wilayah Kecamatan Secang menurut penggunaan tanahnya adalah 4.733.690 Ha. Tanah seluas itu terbagi menjadi dua jenis, yaitu tanah sawah dan tanah kering. Tanah sawah yang terdapat di wilayah Kecamatan Secang dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu sawah berpengairan teknis, sawah berpengairan setengah teknis, sawah berpengairan sederhana dan sawah tadah hujan. Tanah kering di wilayah Kecamatan Secang luasnya adalah 1.898.980 Ha. Luas tanah tersebut dibagi-bagi penggunaannya. Penggunaan terbesar adalah tanah untuk bangunan dan pekarangannya. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah Kecamatan Secang mulai banyak diminati untuk dijadikan tempat tinggal. Penggunaan tanah kering selanjutnya adalah untuk tegal (kebun) atau ladang, kolam atau empang, perkebunan negara, dan lain-lain.
35
2. Keadaan Penduduk Penduduk merupakan unsur terpenting dalam suatu wilayah, karena penduduklah yang melakukan aktivitas untuk mendayagunakan segala potensi yang ada, baik potensi alam maupun manusianya. Karena tanpa adanya penduduk, bagaimanapun besarnya potensi yang ada maka akan tetap menjadi sia-sia. Dalam arti yang mempunyai kualitas untuk mengelola potensi sumber daya alam. Wilayah Kecamatan Secang dibagi menjadi 154 dusun. Dari sejumlah dusun yang ada, masih dibagi lagi menjadi 193 RW dan 531 RT. Desa Jambewangi merupakan desa yang memiliki dusun terbanyak, yaitu 15 dusun, dan RT yang paling banyak, yaitu 49 RT. Sedangkan wilayah yang memiliki jumlah RW yang paling banyak adalah desa Candiretno. Jumlah rumah tangga yang ada di wilayah Kecamatan Secang adalah sebanyak 18.179 keluarga. Namun daerah yang paling banyak jumlah penduduknya adalah daerah Payaman dengan jumlah penduduknya 6.237 orang. Berdasarkan monografi data dinamis yang terdapat di Kantor Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, penduduk Kecamatan Secang berjumlah 72.767 orang, yang terdiri atas laki-laki berjumlah 36.434 orang, sedangkan yang perempuan berjumlah 36.333. Anak berusia remaja seluruhnya kira-kira berjumlah 15.955 orang, dengan jumlah lakilaki sebanyak 6.813 orang, dan anak perempuan berjumlah 9.142 orang.
3. Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Secang mempunyai beragam mata pencaharian, antara lain adalah petani, buruh tani, nelayan, pengusaha, buruh industri, buruh bangunan, pedagang, pengangkutan, PNS atau TNI, pensiunan.
36
Mata pencaharian terbanyak yang ditekuni penduduk Kecamatan Secang adalah petani, sebanyak 7.786 orang. Pada umumnya tanah sawah yang dimiliki cukup luas, sehingga tidak mungkin bila penggerjaannya dilakukan sendiri, oleh sebab itu penduduk Kecamatan Secang yang bermata pencaharian sebagai buruh tani juga cukup banyak, yaitu sebanyak 6.234 orang. Selain memiliki tanah sawah yang luas, di wilayah Kecamatan Secang juga terdapat beberapa industri, baik industri besar ataupun home industry. Jumlah penduduk yang menjadi buruh industri juga cukup banyak, yaitu 5.531 orang.
4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Pendidikan saat ini merupakan salah satu kebutuhan penting bagi seseorang, karena berkaitan erat kelangsungan hidupnya, bangsa, dan negara. Menyadari begitu pentingnya pendidikan, pemerintah Indonesia berusaha sekuat tenaga untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Untuk itu pemerintah Kecamatan Secang mendirikan beberapa sekolah dari setingkat dengan TK hingga yang setingkat dengan SMU. Diharapkan dengan adanya sekolah-sekolah sebagai sarana pendidikan formal tersebut, dapat meningkatkan pengetahuan kehidupan masyarakat yang selanjutnya dapat menunjang pembangunan nasional. Begitu pula di Kecamatan Secang, pemerintah daerah berusaha menyediakan fasilitas
pendidikan
yang
memadai
bagi
penduduknya.
Pemerintah
daerah
menyelenggarakan pendidikan formal yang dapat diikuti seluruh anak usia sekolah melalui dua cara. Cara pertama adalah menyelenggarakan pendidikan formal yang berada
37
di bawah naungan
Kantor Diknas, yang kurikulumnya disesuaikan dengan aturan
pemerintah. Cara kedua adalah pendidikan formal yang diselenggarakan dibawah naungan Kantor PPA yang mendasarkan kurikulumnya dengan agama. Jadi selain mata pelajaran yang biasa diajarkan di sekolah-sekolah ditambah dengan mata pelajaran agama dan dimasukkan dalam kurikulum resmi. Saat ini di Kecamatan Secang terdapat 109 bangunan sekolah. Seluruh bangunan ini terbagi menjadi TK 14 bangunan, SD 25 bangunan, SLTP 5 bangunan, SMU 3 bangunan, SMK 2 bangunan, PPA 29 bangunan, MI 23 bangunan, MTs 7 bangunan, dan Aliyah 1 bangunan. Dengan jumlah seluruh penduduk yang bersekolah sebanyak 12.591 Dari data di atas dapat diketahui bahwa di Kecamatan Secang memiliki sekolah formal yang bendasarkan kurikulumnya pada ajaran agama. Sekolah ini ini mengajarkan pendidikan agama sebagai mata pelajaran. Hal ini dapat menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang banyak dianut oleh penduduknya. Menurut data dari kantor KUA, diketahui bahwa jumlah pemeluk agama Islam adalah sebanyak 71. 979 orang. Jumlah pemeluk agama terbanyak setelah Islam adalah pemeluk agama Katolik sebanyak 501 orang, kemudian pemeluk agama Kristen sebanyak 269 orang, dan yang paling sedikit adalah pemeluk agama Hindu sebanyak 18 orang. Meskipun begitu, kerukunan umat beragama tetap terjaga dengan baik di wilayah Kecamatan Secang.
5. Sarana Perumahan dan Jenis Komplek Pemukiman Seiring dengan berlangsungnya proses pembangunan di wilayah Kecamatan Secang yang terus-menerus taraf hidup penduduknya juga ikut meningkat. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah rumah tinggal permanen. Meskipun begitu, untuk saat ini masih
38
ada penduduk yang tinggal di rumah yang bedinding kayu atau bambu meski jumlahnya tidak banyak. Sarana perumahan dan jenis komplek pemukiman di Kecamatan Secang dapat dilihat dari tabel berikut ini :
BANYAKNYA RUMAH PENDUDUK BERDASARKAN JENISNYA DIRINCI PER DESA DI KECAMATAN SECANG TAHUN 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Desa Pancuranmas Jambewangi Candiretno Pirikan Girikulon Donomulyo Sidomulyo Pucang Candisari Madusari Payaman Kalijoso Ngadirojo Madyocondro
Permanen 969 1.773 1.150 822 355 390 917 645 721 923 1.605 680 983 1.347
Jenis Bangunan Semi Permanen Dinding Kayu/Bambu 7 31 13 48 18 27 34 36 44 76 38 41 14 109 21 71 86 39 3 41 12 41 11 3 9 52 11 27
39
15 16 17 18 19 20
Ngabean 728 Secang 1.325 Krincing 1.189 Donorojo 510 Karangkajen 377 Purwosari 211 Jumlah 17.620 Sumber Data : Monografi Desa
13 118 151 20 623
38 29 64 51 29 299 1.152
6. Sarana Tempat Ibadah Di Kecamatan Secang terdapat masjid sebanyak 147 buah dan musholla sebanyak 231 buah ini dikarenakan hamper seluruh penduduknya beragama Islam. Selain itu kemungkinan disebabkan karena Kecamatan Secang sering didatangi banyak orang untuk menuntut ilmu agama Islam. Sedangkan jumlah gereja di Kecamatan Secang hanya 2 buah. (Sumber Data : Monografi Desa)
7. Alat Transportasi dan Komunikasi Selain jalan, hal penting lainnya untuk menghindari adanya daerah yang terisolasi, dibutuhkan alat transportasi dan alat komunikasi untuk mempermudah berhubungan dengan orang lain yang letaknya berjauhan. Sarana alat transportasi dan komunikasi penduduk Kecanatan Secang dapat dilihat pada tabel berikut ini : BANYAKNYA ALAT TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI MENURUT JENISNYA DI KECAMATAN SECANG TAHUN 2008 No 1
Jenis Transportasi a. mobil dinas b. mobil pribadi c. colt
Jumlah 26 631 399
40
d. truk e. sepeda motor 2 Komunikasi a. kantor pos b. televisi c. pesawat radio d. pesawat telephon Jumlah Sumber Data : Monografi Desa
136 7.360 1 13.709 12.304 793 35.359
Dari data di atas dapat dilihat bahwa sarana transportasi dan komunikasi yang terdapat di Kecamatan Secang cukup memadai. Sarana komunikasi yang terbanyak di wilayah Kecamatan Secang adalah televisi, yaitu sebanyak 13.709 buah. Hal ini bisa dikatakan bahwa hampir diseluruh rumah tangga yang ada telah memiliki televisi. Mudahnya televisi ditemukan di rumah penduduk Kecamatan Secang bukan tanpa sebab, mereka menganggap bahwa televisi merupakan sarana termurah untuk mendapatkan informasi terbaru. Mereka menyadari pentingnya mendapatkan informasi terbaru seiring dengan pembangunan yang sedang terjadi di wilayah tempat tinggal mereka. Selain untuk mencari informasi terbaru, penduduk Kecamatan Secang juga menggunakan televisi untuk mencari hiburan melalui tayangan yang disajikan stasiun televisi. Salah satu hiburan yang diminati penduduk Kecamatan Secang adalah sinetron yang ditayangkan pada malam hari pada saat prime time. Sinetron yang paling banyak ditonton oleh penduduk Kecamatan Secang adalah sinetron yang tayang di SCTV.
9. Pemerintahan Kecamatan Secang merupakan struktur pemerintahan yang berada di bawah Kabupaten Magelang. Aktivitas pemerintahan sehari-hari dilakukan dan dikepalai oleh
41
seorang camat dengan dibantu oleh aparat di bawahnya. Camat sebagai penyelenggara dan penanggung jawab utama, baik dalam bidang pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan adalah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, urusan pemerintah umum termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan tugas sehari-hari, kepala kecamatan dibantu oleh aparat kecamatan yang terdiri dari sekretaris kecamatan dan kepala-kepala urusan. Untuk memperlancar jalannya pemerintahan kecamatan, desadesa yang ada, dikepalai oleh Kepala Desa (kades). Kepala Desa adalah merupakan pelaksana tugas Camat dengan wilayah tertentu (desa) di dalam lingkup kecamatan.
C. SMP N 9 Magelang SMP Negeri 9 Magelang merupakan sekolah berstandar nasional (SSN). Secara berkala sekolah ini mendapat kunjungan dari pihak pengawas sekolah yang melakukan penilaian kinerja sekolah. Sekolah yang berpagar kuning ini beralamat di jl Cemara Tujuh no: 34 Kecamatan Magelang Utara Kota Magelang. Letaknya yang berada di pinggir kota Magelang memudahkan para siswa yang berasal dari Secang untuk menjangkau sekolah ini. Sekolah ini memiliki 43 tenaga pengajar dan 12 tenaga pendukung. Saat ini jumlah siswa yang menuntut ilmu di sekolah ini sebanyak 567 orang siswa. Saat kegiatan belajar mengajar, sekolah ini telah menggunakan teknologi yang ada, seperti laptop, LCD, komputer, dan lain-lain. SMP Negeri 9 Magelang memiliki beberapa prestasi yang sudah diaraih. Antara lain juara 1 pramuka tingkat kabupaten/kota Magelang, juara 2 tae kwon do tingkat
42
kabupaten/kota Magelang, juara 2 pencak silat tingkat propinsi, dan beberapa kejuaran lainnya. Sedangkan untuk kejuaraan tingkat akademik, prestasi yang diraih untuk tahun ajaran 2009/2010 tidak banyak, hanya juara 4 pidato Bahasa Inggris tingkat kabupaten/kota Magelang, dan juara 4 Bahasa Jawa tingkat kabupaten/kota Magelang.
D.SMA Negeri 2 Magelang SMA Negeri 2 Magelang berada di jalan Urip Sumohardjo Kelurahan Wates Kota Magelang. Letaknya tidak kelihatan dari jalan raya karena berapa di belakang gardu listrik milik PLN. Untuk menemukan, terlebih dahulu melewati jalan kampong Sanggrahan, yang berjarak 100 m dari Jalan Urip Sumohardjo. Suasana sekolah tergolong tenang dan nyaman untuk kegiatan belajar mengajar. SMA Negeri 2 Magelang diresmikan pada 25 Oktober 1979 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang berada di atas tanah milik Negara ini mempunyai batas sebagai berikut : Sebelah Utara Kampung Sanggrahan yang terdiri perkampungan penduduk dan SD Wates, Sebelah Timur terdapat Gardu Listrik PLN dan Jalan Raya Urip Sumohardjo, Sebelah Selatan areal persawahan yang sekarang sedang dikembangkan menjadi perumahan penduduk dan Kampung Pinggirejo Kelurahan Wates, dan Sebelah Barat areal persawahan dan Keluaran Gelangan. Sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan belajar mengajar peserta didik di SMA Negeri 2 Magelang tergolong lengkap. Meskipun demikian perbaikan dan pembangunan terus dilakukan karena sebagian fasilitas bangunan dan peralatan telah rusak. Demikian pula adanya perubahan status, dari sekolah potensial menjadi sekolah kategori mendiri, salah satu cirinya model pembelajaran moving class. Kegiatan
43
pembelajaran seperti ini membutuhkan sarana dan prasarana yang lengkap sehingga SMA Negeri 2 Magelang hingga saat ini melakukan pembangunan gedung sekolah. SMA Negeri 2 Magelang memiliki 14 bangunan. Masing-masing bangunan dibagi menjadi beberapa ruangan atau kelas. 18 kelas untuk menunjang kegiatan belajar mengejar peserta didik, yang meliputi 6 kelas untuk kelas X, 6 kelas untuk kelas XI, 6 kelas untuk kelas XII. Peserta didik kelas X sampai dengan kelas XII IPS sudah melakukan moving class, maka kelas mata pelajaran yang masih kurang membutuhkan penambahan ruang. Setiap satu ruangan dapat digunakan 1 mata pelajaran. Perpustakaan berdaya tampung 32 peserta didik yang memiliki fasilitas buku-buku Ilmu Pengetahuan maupun Teknologi, dan administrasi perpustakaan yang sudah terkomputerisasi. Kemudian untuk menunjang praktikum jurusan IPA, terdapat 3 laboratorium fisika, kimia, biologi. Masing-masing laboratorium dilengkapi dengan LCD, komputer, bahan, dan peralatan yang menunjang. Khusus laboratorium IPS masih dalam rencana sehingga untuk saat ini kegiatan percobaan diintegrasikan dengan kegiatan penugasan mandiri terstruktur dan tidak terstruktur.
44
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Penyajian Data 1. Informan Penelitian Berikut adalah para remaja yang merupakan informan :
Informan 1 : Novi merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak lakilakinya sudah tidak hidup serumah lagi karena sudah bekerja di luar kota. Sedangkan ayahnya adalah seorang anggota militer yang bekerja dari pagi hingga sore hari, bahkan tidak jarang hingga larut malam. Pada malam hari, hanya Novi dan ibunya yang menikmati tayangan sinetron di SCTV.
Informan 2 : Aning merupakan anak tunggal. Ayahnya seorang wiraswasta yang bekerja dari pagi hingga malam hari. Pada malam hari, Aning menonton tayangan sinetron dengan ditemani ibunya karena pada malam hari seusai menonton acara berita di televisi, ayahnya lebih memilih istirahat untuk bekerja di keesokan harinya. Namun karena ibu Aning seorang bidan, maka terkadang Aning juga harus menonton sinetron sendirian jika ibunya kedatangan pasien.
Informan 3 : Ivan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya tinggal di luar kota karena sedang kuliah. Pada malam hari dia menonton sinetron bersama ayah, ibu dan adiknya. Ayahnya adalah seorang wiraswasta
45
dan ibunya adalah seorang guru. Sedangkan adiknya sekarang duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Informan 4 : Dini merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di kota lain. Ayahnya dan ibunya adalah seorang wiraswasta. Ayahnya dari pagi hingga sore hari bekerja di luar rumah, jadi setelah menonton siaran berita sore hari, biasanya langsung istirahat. Sedangkan ibunya memiliki warung yang ada di depan rumahnya, sehingga pada malam hari masih bisa mengikuti cerita sinetron meski sesekali melayani pembeli yang datang pada malam hari.
Informan 5 : Ina merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya seorang wiraswasta. Meskipun lelah seharian bekerja di luar rumah, sesekali ayahnya menemani Ina beserta ibu dan adiknya menonton tayangan sinetron. Sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.
Informan 6 : Ana adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ayahnya adalah seorang PNS, sedangkan ibunya memiliki sebuah warung makan yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Sedangkan kakaknya tidak serumah karena sedang menuntut ilmu di luar kota. Ana menonton sinetron sambil menemani ibunya yang biasanya sedang menyiapkan bahan makanan yang akan diolah esok hari.
Informan 7 : Lydia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Dia dan keluarganya merupakan pendatang. Ayahnya adalah seorang wiraswasta dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Kakaknya sudah bekerja di kota lain. Pada malam hari hanya dia dan ibunya saja yang menikmati tayangan sinetron.
46
Informan 8 : Nia merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Kedua kakaknya sudah bekerja dan tinggal di kota lain. Ibunya seorang guru sekolah dasar. Nia selalu menemani ibunya menonton sinetron pada malam hari
2. Data Hasil Penelitian a. Tayangan Sinetron di SCTV Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa semua informan merupakan penikmat sinetron yang ditayangkan stasiun televisi swasta. Mereka memiliki alasan-alasan sendiri mengapa mereka menyukai tayangan sinetron dibanding tayangan lain yang disuguhkan televisi swasta, seperti film misalnya. Seperti yang diungkapkan oleh informan 1, informan 5, dan informan 7. Informan 5 mengatakan bahwa sinetron merupakan penggambaran yang terjadi di masyarakat, tidak seperti di film. “menurut saya sih kelebihan sinetron itu lebih menggambarkan kehidupan yang nyata ya mbak dibandingkan dengan film-film gitu.”(sumber : informan 5) Begitu pula dengan pendapat yang dinyatakan oleh informan 7. Menurut informan 7 sinetron merupakan penggambaran yang terjadi di masyarakat, maka akan lebih mudah menangkap maksud dari cerita sinetron tersebut. “em….kalau cerita sinetron sih ya menarik banget soalnya em…pasti ceritanya itu bikin apa ya….em….inspirasi gitu, soalnya em….itu cerita sehari-hari, jadi gampang ditangkep gitu.”(sumber : informan 7) Sedikit berbeda dengan pendapat yang dikemukakan informan 1. Menurut informan 1 sinetron merupakan gambaran keadaan yang ada di masyarakat, maka menurut informan 1 ada pelajaran tentang kehidupan yang dapat diambil dari tayangan sinetron.
47
“ya…..mungkin sinetron itu dapat memberikan pelajaran serta bentuk-bentuk kehidupan di masyarakat sehinggga kan kita dapat em…..dapat diberikan gambaran tentang perilaku masyarakat dan juga dapat buat kita pelajaran.”(sumber : informan 1) Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh informan 4. Menurut informan 4 sinetron dibuat hanya sebagai sarana untuk penghibur penikmat televisi. Meskipun film juga merupakan acara hiburan, namun tidak sebaik tayangan sinetron, karena sinetron ditayangkan berepisode-episode, berbeda dengan film yang hanya sekali tayang saja. “kalo sinetron tu lebih menghibur….kalo film itu kan cuman sekali thok. kalo sinetron itu nontonnya bisa besoknya bisa nonton lagi gitu mbak. jadi bisa terhibur.”(sumber : informan 4) Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh informan 6 dan informan 8. Mereka sama-sama berpendapat bahwa tayangan sinetron lebih memuaskan karena bisa dinikmati secara berkelanjutan setiap hari, ceritanya pun bertahap, lebih menarik. Informan 6 mengatakan “habis kalau sinetron itu tiap hari bisa melihat kelanjutannya”(sumber : informan 6) Begitu pula yang dikatakan informan 8, yaitu “em….kalau aku sih sebenarnya sinetron itu lebih bagus, lebih bertahap dan lebih menarik gitu.”(sumber : informan 8) Menurut informan 2, cerita sinetron dapat memberikan contoh perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari. “hm…..dapat memberi contoh perbuatan mbak.”(sumber : informan 2) Pendapat yang sedikit berbeda diungkapkan oleh informan 3. Bagi informan 3, dari mengikuti cerita sinetron setiap hari bisa diambil hikmah ceritanya. Informan 3 mengatakan “em…..apa ya? yach….kita dapat mengambil hikmahnya mbak.”(sumber : informan 3)
48
Sinetron-sinetron unggulan SCTV ditayangkan secara berurutan setelah pukul 19.00. Sinetron pertama yang ditayangkan adalah “Bayu Cinta Luna”, kemudian diteruskan dengan sinetron “Cinta Fitri”, dan yang terakhir adalah sinetron “Kesetiaan Cinta”. Meskipun ditayangkan secara berurutan, namun tidak semua informan menikmati ketiga tayangan sinetron ini, hanya informan 4 saja yang menikmati ketiga sinetron unggulan SCTV ini. “tiga-tiganya sih saya tonton mbak…tapi paling suka saya Cinta Fitri”(sumber : informan 4) Untuk informan yang lain, masing-masing memiliki sinetron kesukaan. Informan 1, informan 2,informan 6, dan informan 8 menyukai sinetron “Bayu Cinta Luna” dan “Cinta Fitri”. Informan 3 hanya menyukai sinetron “Bayu Cinta Luna”. Sedangkan informan 5 dan informan 7 menyukai “Cinta Fitri”. Cerita sinetron dibuat miniseri agar dapat ditayangkan hingga berepisode-episode. Terlebih lagi dengan trend penayangan secara striiping (ditayangkan setiap hari) seperti pada saat ini, membuat para informan mengikuti cerita sinetron pada jam yang sama setiap harinya. Informan 8 selalu mengikuti setiap episodenya bahkan apabila tidak menontonnya sekali episode saja, membuat informan 8 merasa kecewa. “ya iya tho mbak, karena em….apa, tiap episode-episodenya itu loh mbak, aku ngerasa asik, asik gitu loh mbak, dan banyak kejutan-kejutan episodenya itu. Kalo ga ngikutin kan yo eman-eman gitu mbak.”(sumber : informan 8) Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh informan 2. Informan 2 mengatakan selalu mengikuti setiap episodenya agar tidak ketinggalan jalan ceritanya. “em…..iya dunk, biar ga ketinggalan.”(sumber : informan 2) Begitu pula yang diungkapkan informan 5. Menurut informan 5 apabila tidak menonton satu episode saja bisa menyebabkan informan 5 tidak mengerti jalan ceritanya.
49
“ya iya, karena kalau ga bisa-bisa ga tahu jalan ceritanya gitu mbak.”(sumber : informan 5) Informan 4 juga selalu mengikuti jalannya cerita sinetron “Cinta Fitri”. Bahkan sejak penayangan yang pertama. “iya….dari satu, dua, tiga. Session satu, dua, tiga, saya tonton terus lho mbak itu. Farelnya ganteng.”(sumber : informan 4) Pendapat lain diungkapkan oleh informan 3. bagi informan 3, sebagai seorang pelajar, dia menyadari bahwa tugas utama seorang pelajar yang harus dilaksanakan adalah belajar, dan mengerjakan tugas sekolah. Informan 3 baru menonton sinetron disaat tugas sekolah sudah selesai dikerjakan. “mm…..ga juga sih. soalnya kadang banyak tugas sekolah.”(sumber : informan 3) Sedangkan bagi informan 1 menonton sinetron dilakukan untuk membuang waktu disaat tidak harus belajar karena esok hari ada ujian atau jika tidak ada pe er yang harus dikerjakan. “ya kadang-kadang sih mbak kalau ga ada pe er atau besok belajar ada ulangan gitu, ya mending nonton tv.”(sumber : informan 1) Pendapat yang sedikit berbeda diungkapkan oleh informan 6. Informan 6 tidak selalu mengikuti setiap episodenya. Karena terkadang informan 6 tidak menonton televisi. “ga juga, soalnya kan kadang-kadang ga nonton tv,jadi ya ga tiap hari nontonnya.”(sumber : informan 6) Sebagai stasiun televisi swasta yang banyak menyajikan tayangan sinetron, SCTV berusaha menyajikan tayangan sinetron yang banyak digemari masyarakat. Salah satu cara agar dapat membuat para penikmat sinetron menikmati sinetron yang dibuat adalah berusaha memilih para pemain yang mampu memerankan tokoh yang dalam cerita sinetron.
50
Dalam hal pemilihan pemain untuk memerankan tokoh di dalam sebuah sinetron, semua informan memiliki pendapat yang sama bahwa antara pemain dengan tokoh yang diperankan sudah sesuai. Para pemainnya sudah mampu memerankan dengan baik sesuai karakter tokoh yang diperankannya. Seperti yang diungkapkan oleh informan 4 “sesuai mbak, sesuai dari mukanya. bisa dilihat dari wajahe. Mischa tu jahat, ya jahat mainnya.”(sumber : informan 4) Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh informan 7 saat ditanyakan apakah pemain sinetron sudah mampu memerankan tokoh yang diperankannya. Karena menurut informan 7 sebelum penayangan sinetron, para pemainnya melakukan komunikasi terlebih dahulu. Informan 7 mengatakan “kalau menurut aku…sudah sih. karena sebelum ditayangin kan pasti pemain berkomunikasi dulu.”(sumber : informan 7) Begitu pula pendapat yang dikemukakan informan 8. Menurut informan 8, setiap pemain berusaha agar tokoh yang diperankan menjadi lebih baik. “menurut saya sih udah mbak, em….pasti kan setiap pemain tu selalu berusaha untuk menjadi lebih…..menjadi…..tarohlah yang diperankan tu menjadi lebih baik gitu loh mbak.”(sumber : informan 8) Pendapat yang berbeda-beda diungkapkan masing-masing informan saat ditanyakan apakah cerita sinetron selama ini dibuat-buat atau tidak. Informan 1, informan 2, informan 3, dan informan 4 memiliki jawaban yang sama bahwa cerita sinetron yang ada selama ini tidak dibuat-buat. Informan 1 mengatakan bahwa alur cerita sinetron tidak dibuat-buat, mirip dengan kehidupan nyata. “udah bagus, ga ada ada dibuat-buat karena ceritanya tu mirip ama kehidupan nyata gitu mbak”(sumber : informan 1) Begitu pula dengan informan 2. Meskipun dengan jawaban yang kurang yakin, informan 2 memiliki jawaban yang sama dengan informan 1. Informan 2 mengatakan
51
“hm…..sudah…..sudah kayaknya mbak”(sumber : informan 2) Informan 3 memeiliki jawaban yang sama dengan informan 3. informan 3 mengatakan “ya…..sudah sih…..tapi em…..terlihat apa…..seperti kisah nyata dalam kehidupan sehari-hari gitu”(sumber : informan 3) Informan 4 juga mengatakan hal yang sama. Bagi informan 4, cerita sinetron selama ini tidak ada yang dibuat-buat. Informan 4 mengatakan “ya…..sangat sesuai sih mbak udah. Udah pokoknya ya sesuai lah menurut saya.”(sumber : informan 4) Pendapat yang berbeda diungkapkan oleh informan 5. Informan 5 mengatakan bahwa cerita sinetron yang ada dibuat-buat. Informan 5 mengatakan “em…..kalau menurut saya belum sesuai, karena ceritanya beralur maju mundur dan dibuat-buat gitu.”(sumber : informan 5) Menurut informan 6, cerita sinetron yang ada kadang-kadang dibuat-buat. Informan 6 mengatakan “kadang ada yang dibuat-buat”(sumber : informan 6) Bagi informan 7, alur cerita sinetron yang ada selama in dibuat-buat. Hal ini membuat informan 7 merasa jengkel. “nah…..itu dia mbak, kadang tu ya em…..saya suka kesel, soalnya kadang tu saya liat ceritanya kayak dibuat-buat gitu loh mbak. kayak mengada-ada, ga logis gitu.”(sumber : informan 7) Menurut informan 8, cerita sinetron yang ada sudah bagus, namun terkadang ada juga yang dibuat-buat. Ada yang tidak terlihat nyata seperti dalam kehidupan sehari-hari, namun ada juga yang terlihat nyata seperti dalam kehidupan sehari-hari. Informan 8 mengatakan
52
“ga sih. udah bagus kok kayak gitu. Tapi em…..kadang-kadang sih em…..ceritanya ada yang dibuat-buat gitu. Tapi ada juga sih yang kayak, kayak riil, beneran gitu loh mbak. kayak…..kayak yang ga dibuat-buat jadi natural, alami gitu.”(sumber : informan 8) Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa semua informan ikut terpancing emosinya saat menyaksikan sinetron yang diminatinya. Biasanya para informan terpancing pada saat tokoh antagonis dan tokoh protagonist terlibat dalam suatu perselisihan. Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh informan 8. Saat ditanyakan apakah emosi informan 8 ikut terlibat saat mengikuti cerita sinetron, informan 8 menjawab “iya sih. kadang-kadang sih tanpa sadar ya mbak, waktu nonton itu, gimana ya…..perasaan saya tu jadi ikutan marah gitu loh. Saat tokohnya itu lagi berantem gitu tu, emosi saya juga ikut meluap-luap gitu loh mbak.”(sumber : informan 8) Meskipun semua responden memiliki jawaban yang sama bahwa emosi setiap informan ikut terpancing pada saat menonton sinetron, namun tidak lantas membuat setiap informan ingin menjadi seperti salah satu tokoh yang ada di sinetron. Masingmasing informan memiliki alasan sendiri –sendiri mengapa ingin atau tidak ingin seperti tokoh yang ada di sinetron. Seperti yang diungkapkan oleh informan 1. Informan 1 ingin bisa menjadi tokoh utama dalam sinetron “Cinta Fitri”. Karena tokoh utama dalam sinetron ini, yaitu Fitri, menurut informan 1 merupakan orang yang cantik dan baik hati. saat ditanyakan kepada informan 1 apakah ingin bisa menjadi salah satu tokoh dalam cerita sinetron, informan 1 menjawab, “pingin sih kayak jadi Fitri gitu lho mbak. karena orangnya cantik trus baik hati”(sumber : informan 1)
53
Pendapat yang berbeda diungkapkan oleh informan 2. Diakui oleh informan 2 bahwa informan 2 saat menonton sinetron, perasaannya juga ikut terlibat. Informan 2 bisa saja menjadi ikut marah saat menyaksikan cerita sinetron yang menayangkan adegan disaat tokoh antagonis dan tokoh protagonisnya terlibat perselisihan. Namun saat ditanyakan apakah informan 2 ingin menjadi salah satu tokoh dalam sinetron, informan 2 mengatakan tidak ingin menjadi salah satu tokoh dalam sintron yang ditonton oleh informan 2 tanpa menyebutkan alasannya. Begitu pula dengan pendapat informan 3. Informan 3 juga memiliki pendapat yang sama dengan informan 2, bahwa informan 3 tidak ingin menjadi salah satu tokoh yang ada di dalam cerita sinetron tanpa menyebutkan alasannya. Pendapat yang berbeda diungkapkan pula oleh informan 4. Informan 4 mengatakan bahwa saat menonton sinetron emosi informan 4 ikut terpancing apabila tokoh utamanya sedang mendapat masalah. Informan 4 pun juga mengakui kalau informan 4 ingin bisa menjadi salah satu tokoh di dalam cerita sinetron “Cinta Fitri”. “iya. Apalagi kalau lagi dijahatin itu si Fitri itu loh ya terpancing. Jelas.”(sumber : informan 4) Informan 5 mengatakan ingin menjadi seperti tokoh utama dalam cerita sinetron “Cinta Fitri”. Karena menurut informan 5, Fitri yang merupakan tokoh sentral dalam sinetron ini, orang sangat baik. “pingin banget mbak…..saya pingin kayak Fitri itu loh, Fitri itu orangnya baikkkk banget gitu loh mbak.”(sumber : informan 5) Informan 6 memiliki pendapat yang sama dengan informan 2 dan informan 3. Informan 6 saat mengikuti cerita sinetron yang ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta ikut pula terpancing emosinya, namun informan 6 mengatakan bahwa tidak lantas
54
membuat informan 6 ingin menjadi seperti salah satu tokoh yang terdapat dalam cerita sinetron tersebut. Pendapat yang berbeda juga diungkapkan oleh informan 7. Saat ditanyakan kepada informan 7 apakah informan 7 ingin menjadi salah satu tokoh di dalam cerita sinetron yang ditonton, informan 7 menjawab bahwa informan 7 juga ingin menjadi artis, namun informan 7 juga menyadari bahwa informan 7 bukanlah seorang artis. “gimana yak ? ya pingin sih…..siapa sih yang ga pingin jadi artis ? tapi kan em…..saya sadar kalo ya…..yang peranin tu ya dia, bukan…..bukan saya, gitu kan.”(sumber : informan 7) Sedangkan informan 8 mengatakan bahwa informan 8 ingin menjadi seperti tokoh utama dalam cerita sinetron “Cinta Fitri”. Karena menurut informan 8, tokoh utamanya yaitu Fitri, merupakan orang yang baik. “pingin sih pingin mbak, kalau ada sutradara yang nawarin gitu ya mau lah mbak, em….kalau aku sih em….kalau disuruh milih ya pingginnya jadi kayak, cinta fitri, anu…apa ? jadi si Fitrinya itu yang baik hati. itukan yang jadi tokoh utamanya gitu mbak.”(sumber : informan 8)
b. Bentuk Budaya Pop Sinetron merupakan drama yang merupakan hasil karya dari Indonesia. Oleh sebab itu cerita sinetron biasanya seputar kehidupan sehari-hari yang terjadi di masyarakat. Cara para tokohnya berinteraksi dengan tokoh lain hingga cara menghadapi suatu masalah agar dapat mencari solusi dari masalah yang sedang menderanya. Seperti yang diungkapkan oleh informan 1. Informan 1 mengatakan bahwa tingkah laku tokoh sinetron dapat dijadikan acuan dalam menjalani kehidupan namun tidak semuanya, hanya hal-hal yang positif saja. Informan 1 mengatakan, “bisa aja mbak tapi kan harus yang positif-positifnya saja”(sumber : informan 1)
55
Kemudian kepada informan 1 ditanyakan apakah informan 1 mengikuti atau menerapkan tingkah laku para tokoh sinetron didalam kehidupan sehari-hari informan 1, informan 1 mengatakan bahwa informan 1 tidak menerapkan tingkah laku tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat yang sama diungkapkan oleh informan 2. Informan 2 juga berpendapat bahwa tingkah laku para tokoh sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula saat ditanyakan kepada informan 2 apakah informan 2 menerapkan tingkah laku para tokoh sinetron di dalam kehidupan sehari-hari, informan 2 juga memiliki pendapat yang sama dengan informan 1. Informan 2 juga mengatakan bahwa tingkah laku para tokoh sinetron tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari informan 2, sama seperti yang diungkapkan oleh informan 1. Informan 3 berpendapat bahwa tingkah laku para tokoh sinetron yang bisa ditiru dalam kehidupan sehari-hari adalah hal-hal yang baik saja. “ya kalau bisa ditiru, ya ditiru, tapi yang baik-baik mbak, kalo yang jelek ya jangan lah…..”(sumber : informan 3) Kemudian saat ditanyakan kepada informan 3 apakah tingkah laku para tokoh sinetron yang ditonton oleh informan 3 ditiru oleh informan 3 atau tidak, informan 3 menjawab bahwa informan 3 tidak meniru tingkah laku para tokoh sinetron yang ditonton olehnya. Informan 3 memiliki alasan karena informan 3 ingin menjadi diri sendiri. Informan 3 mengatakan “mm…..ga karena saya itu ingin menjadi diri sendiri.”(sumber:informan 3) Pendapat yang sedikit berbeda diungkapkan oleh informan 4. Saat ditanyakan kepada infoeman 4 apakah tingkah laku para tokoh sinetron dapatkah diikuti dalam kehidupan sehari-hari, informan 4 lebih menyerahkan kepada pendapat masing-masing
56
penonton apakah penonton ingin meniru atau tidak. Namun pada dasarnya menurut informan 4 bisa saja asalkan cara-cara yang digunakan adalah cara-cara yang baik. “bisa…..bisa…..bisa…..tapi tergantung yang nonton. Tapi menurut saya bisa kok mbak.”(sumber : informan 4) Dalam penerapan tingkah laku para tokoh sinetron dalam kehidupan sehari-hari, informan 4 memiliki jawaban sendiri. Informan 4 mengatakan bahwa informan 4 menerapkan tingkah laku para tokoh sinetron dalam kehidupan sehari-harinya, namun tidak semua. Hanya beberapa saja tingkah laku para tokoh sinetron yang ditiru oleh informan 4 tanpa merinci tingkah laku yang mana saja. Informan 5 juga menyatakan pendapat bahwa tingkah laku para tokoh dalam cerita sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak seperti informan yang lain, informan 5 tidak merinci tingkah laku para tokoh dalam sinetron mana sajakah yang bisa ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Informan 5 hanya mengatakan bahwa tingkah laku para tokoh dalam cerita sinetron ada yang bisa ditiru dalam kehidupan sehari-hari, ada juga yang tidak. “ya…..bisa sih bisa mbak, tapi ya ga semuanya bisa ditiru”(sumber : informan 5) Begitu pula saat ditanyakan kepada informan 5 apakah tingkah laku yang dimaksud juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari informan 5, informan 5 menjawab bahwa tidak semua dari tingkah laku para tokoh dalam cerita sinetron ditiru oleh informan 5. Informan 6 memiliki pendapat yang sama dengan informan-informan sebelumnya bahwa tidak semua tingkah laku para informan dapat ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Informan 6 memberikan jawaban ini karena menurut informan 6 tidak semua tingkah
57
laku para tokoh sinetron bisa disebut bertingkah laku baik. Terkadang ada pula tingkah laku para tokoh dalam cerita sinetron yang dikatakan buruk. “ga semuanya dari tokoh tersebut bisa ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Karena kadang-kadang ada yang baik kadang juga ada yang buruk”(sumber : informan 6) Kemudian saat ditanyakan kepada informan 6 apakah informan menerapkan tingkah laku para tokoh dalam sinetron yang ditonton atau tidak, informan 6 menjawab tidak. Informan 7 pun juga memiliki pendapat yang sama dengan informan lain saat ditanyakan apakah tingkah laku para tokoh dalam cerita sinetron bisa ditiru atau tidak. Informan 7 mengatakan hanya yang baik saja yang bisa ditiru dari tingkah laku para tokoh dalam sinetron. Bahkan informan 7 juga memberikan contoh tingkah laku yang baik dari salah seorang tokoh dalam cerita sinetron. Informan 7 mengatakan “ya kalau yang baik sih menurut saya bisa ditiru mbak. kayak yang sabar…..tu kayak Fitri tu kan sabar tu, trus kalau yang jahat mah…..ngapain ditiru ?”(sumber : informan 7) Saat ditanyakan kepada informan 7 apakah informan 7 mencontoh tingkah laku para tokoh dalam cerita sinetron, informan 7 mengatakan bahwa informan 7 mencontoh tingkah laku tersebut. Sebagai contoh, informan 7 menyebutkan bahwa tokoh utama dalam sinetron “Cinta Fitri” memiliki sikap sabar dalam menyelesaikan masalah, dan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan kecerdikannya. “em…..kalau saya em…..mencontoh, kadang tu saya suka ngeliat kelakuan Fitri mbak, terutama tu sabar banget. trus terkadang dia tu ngelawan Mischa tu dengan kecerdikannya dia juga. Jadi kadang tu em…..saya seneng gitu loh. Sabar dulu, tar em…..tiba-tiba ngelawan pake kecerdikannya gitu loh”(sumber : informan 7) Sama dengan pendapat informan-informan sebelumnya, informan terakhir yaitu informan 8 juga menyatakan hal yang sama bahwa tingkah laku para tokoh dalam cerita
58
sinetron yang bisa ditiru adalah tingkah laku yang baik-baik saja. Karena menurut informan 8, tingkah laku para tokoh dalam cerita sinetron yang baik dapat dijadikan contoh yang baik. “em…..gimana ya ? ya…..kalau aku sih anu mbak, apa…..em…..yang baik itu lho mbak, yang baik-baik aja lah yang ditiru, jangan…..jangan yang ga baik itu yo…..jangan ditiru gitu loh. Kan biar jadi contoh yang baik juga bagi orang lain. Ya maksud saya, ya biar…..biar…..yang baik-baik aja lah yang ditiru lah pokoknya mbak, gitu aja.”(sumber :informan 8) Begitu pula saat ditanyakan kepada informan 8 apakah informan 8 meniru tingkah laku para tokoh dalam sinetron, informan 8 mengatakan bahwa hanya tingkah laku para tokoh dalam sinetron yang baik saja yang ditiru, selebihnya tidak. “em…..saya sih ini mbak apa….meniru yang baik itu mbak. kalau yang jahat itu ga mbak, ga mau menirunya mbak.”(sumber : informan 8) Dalam setiap drama selalu akan timbul konfik yang merupakan inti dari cerita, begitu pula dalam cerita sinetron. Baik itu hanya satu konflik atau pun satu konflik yang dapat menimbulkan konflik yang lain. Karena dari sebuah konflik itulah sebuah cerita bisa dibangun. Begitu pula dengan cerita sinetron tidak lepas dari konflik. Namun dalam cerita sinetron biasanya tidak hanya ada satu sinetron. Biasanya, sebelum satu konflik selesai, sudah muncul konflik yang lain. Hal ini dikarenakan bahwa cerita sinetron merupakan cerminan keadaan kehidupan sehari-hari, yang dibuat mirip dengan keadaan yang sebenarnya, yang biasanya tidak hanya satu konflik yang menimpa seorang tokoh dalam cerita sinetron, namun biasanya lebih dari satu konflik. Munculnya konflik di dalam sebuah cerita sinetron pasti akan diikuti penyelesaiannya. Biasanya penyelesaian konflik dalam cerita sinetron ditayangkan dalam episode selanjutnya, kemudian diikuti konflik selanjutnya. Ini dimaksudkan agar penikmat sinetron selalu ingin menyaksikan kelanjutan ceritanya.
59
Hampir semua informan memiliki pendapat yang sama, bahwa penyelesaian konflik yang ada di dalam cerita sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hanya informan 1 dan informan 6 yang tidak setuju. Bagi informan 1, penyelesaian konflik dalam cerita sinetron tidak dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa menyebutkan alasan mengapa hal tersebut tidak dapat diterapkan. Meskipun begitu saat diajukan pertanyaan apakah informan 1 menerapkan penyelesaian konflik dalam cerita sinetron yang ditonton, informan 1 mengatakan bahwa informan 1 kadang menirunya namun penyelesaian yang baik saja. Bagi informan 2 penyelesaian konflik dalam cerita sinetron dapat ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Namun bagi diri informan 2 sendiri, informan 2 tidak menerapkan penyelesaian konflik dalam cerita sinetron dalam kehidupan pribadinya tanpa mengatakan alasan yang mendasarinya. Bagi informan 3, penyelesaian konflik dalam cerita sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Namun bagi informan 3 penyelesaian koflik dalam cerita sinetron tersebut tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari informan 3 sendiri. Pendapat yang sedikit berbeda diungkapkan oleh informan 4. Informan 4 memiliki jawaban yang sama dengan informan 3 bahwa penyelesaian konflik dalam cerita sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, informan 4 memiliki jawaban sendiri. Informan 4 mengatakan bahwa beberapa hal mungkin saja ditiru oleh informan 4 sepanjang penyelesaian konflik dalam cerita sinetron tersebut bisa diterapkan bagi diri pribadi informan 4. Saat ditanyakan apakah informan 4 menerapkan penyelesaian konlik dalam cerita sinetron dalam kehidupan sehari-harinya, informan 4 menjawab
60
“iya…..beberapa mbak, ga semuanya tapi saya juga mengikuti. kalau bisa saya pake, ya saya pake, kalo ndak, ya ndak.”(sumber : informan 4) Informan 5 memiliki pendapat yang sama dengan informan 2. Meskipun menurut informan 5 penyelesaian konflik dalam cerita sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bukan berarti penyelesaian konflik dalam cerita sinetron tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari informan 5. Informan 5 mengatakan bahwa informan lebih menyukai menyelelesaikan konflik yang sedang dialaminya dengan cara-caranya sendiri, tidak perlu mencontoh dari sinetron. “mm…ndak sih. em…saya menyelesaikan konflik-konflik yang saya hadapi dengan cara-cara saya sendiri. ga nyonto-nyonto sinetron.”(sumber : informan 5) Informan 6 mengatakan bahwa penyelesaian konflik dalam sinetron tidak dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari meskipun dalam jawabannya mengandung sedikit keraguan. Saat ditanyakan apakah informan 6 menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, informan 6 menjawab tidak karena bagi informan 6 penyelesaian konflik dalam cerita sinetron tidak pas jika harus diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya Informan 7 dan informan 8 memiliki jawaban yang sama bahwa penyelesaian konflik dalam cerita sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Saat ditanyakan apakah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masing-masing informan, kedua informan ini memiliki jawaban yang berbeda. Informan 7 mengatakan bahwa kurang lebih informan 7 menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk informan 8, penerapan penyelesaian konflik di dalam kehidupan pribadi akan ditiru apabila hal tersebut cocok denga kepribadian informan 8. “ga.ya….ya cuman…hanya yang cocok saja mbak dengan kepribadian saya.”(sumber : informan 8)
61
Dalam hal berpenampilan, penggunaan make up para tokohnya, dan asessoris yang dipakai, hampir semua informan memiliki jawaban yang sama, yaitu bahwa hal tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Informan 1 mengatakan bahwa cara berpenampilan para tokoh dalam sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun informan 1 tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Pendapat yang sama diungkapkan oleh informan 2. Informan 2 memiliki pendapat yang sama dengan informan 1 bahwa cara berpenampilan para tokoh dalam sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian pada saat ditanyakan apakah informan 2 menerapkan cara berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron, informan 2 juga memiliki pendapat bahwa informan 2 juga tidak menerapkan dalam kehidupan pribadinya. Hal ini dikarenakan informan 2 tidak menyukai cara berpakaian para tokoh dalam cerita sinetron. “oh…..ga mbak. Ga. mereka tu kadangan penampilannya ini mbak, bajunya minimini gitu…..saya ga suka.”(sumber : informan 2) Pendapat yang diutarakan informan 3 sedikit berbeda dengan yang diutarakan informan 1 dan informan 2. Informan 3 pun berpendapat bahwa gaya berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron telah sesuai dengan peran yang dimainkannya. Sedangkan untuk penerapan dalam kehidupan sehari-hari,informan 3 memiliki pendapat sendiri. Informan 3 masih memungkinkan untuk menirunya dalam kehidupan sehari-hari sepanjang gaya berpenampilan tersebut sesuai dengan kepribadian informan 3. “mm…..ya bila penampilannya baik dan sesuai dengan kepribadian saya, ya saya akan menirunya. Tapi kalo nggak, ya nggak mbak.”(sumber : informan 3)
62
Hal yang diungkapkan oleh informan 3 berlaku pula untuk informan 4. Informan 4 juga memiliki pendapat yang sama bahwa cara berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron sudah sesuai. Informan 4 tidak serta merta menerapkan semua cara berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron. Informan 4 akan menerapkannya apabila gaya berpenampilan tersebut sesuai dengan pribadinya. Pendapat yang berbeda diungkapkan oleh informan 5. Menurut informan 5 tidak semua gaya berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Informan 5 beralasan bahwa terkadang gaya berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron berlebihan. “menurut saya, ada yang pantas ada yang enggak. Kadang-kadang ada yang sok lebay, kadang-kadang yo…..giman ya mbak.”(sumber : informan 5) Begitu pula saat ditanyakan apakah informan 5 mengikuti cara berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron, informan 5 menjawab bahwa tidak semuanya yang diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Informan 5 akan menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya bila gaya berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron tersebut tidak berlebihan menurut informan 5. “mm…..ya cumin buat sebagian lah mbak. kan tadi saya bilang ada yang sok lebay,nek lebay-lebay ya ndak saya nyonto no…..”(sumber : informan 5) Begitu pula dengan informan 6, informan 7, dan informan 8. Masing- masing mengatakan bahwa gaya berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron sudah sesuai. Namun dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, masing-masing informan memiliki jawaban sendiri-sendiri. Informan 6 menerapkan gaya berpenampilan para tokoh dalam sinetron tidak semua, hanya yang menurutnya saja yang cocok, baru ditiru.
63
Informan 7 tidak menerapkan gaya berpakaian para tokoh dalam cerita sinetron, karena menurut informan 7 hal tersebut berlebihan bila diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. “ya ga ga…..ya menurut saya terlalu berlebihan lah kalau misalnya aku ngikutin tokoh gitu.”(sumber : informan 7) Begitu pula dengan informan 8. Informan 8 tidak menerapkan gaya berpenampilan para tokoh dalam cerita sinetron dalam kehidupan sehari-harinya. Masing-masing informan memiliki jawaban sendiri-sendiri saat ditanyakan mengenai sejauh mana cerita sinetron yang diikuti masing-masing informan mempengaruhi kehidupan mereka. Ada informan yang memberikan jawaban bahwa cerita sinetron mempengaruhi kehidupan sehari-hari, ada yang mengatakan tidak, dan ada pula yang ragu-ragu. Informan 1, informan 5, dan informan 8 mengatakan bahwa cerita sinetron tidak mempengaruhi kehidupan pribadi masing-masing informan. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh informan 7, karena menurut informan 7 sinetron ditayangkan hanya untuk hiburan. “enggak…..enggak…..itu cuman jadi hiburan aja sih”(sumber :informan 7) Pendapat yang lain diungkapkan oleh informan 2. Informan 2 mengakui bahwa cerita sinetron yang diikutinya mempengaruhi kehidupan informan 2. pendapat yang sedikit berbeda diungkapkan oleh informan 3. Bagi informan 3 cerita sinetron tidak selalu mempengaruhi kehidupannya, hanya kadang-kadang saja. Informan 4 memiliki jawaban yang berbeda. Informan 4 merasa tidak yakin apakah cerita sinetron mempengaruhi kehidupan sehari-harinya atau tidak. Namun informan 4 mengakui jika pada saat itu ada adegan yang memunculkan tokoh antagonis,
64
informan 4 ikut terpancing emosinya hingga marah-marah, bahkan sampai membuat informan 4 ingin melukai pemain yang memerankan tokoh antagonis. “mm…..gimana ya ? kalo pengaruh enggaknya sih enggak. Ga begitu sih mbak. tapi rasanya saya pingin ketemu sama yang jahat itu mbak, ama Mischa itu kalo misalnya kadang tu gethem-gethem ngono lah mbak. pingginnya njambak.”(sumber : informan 4)
c. Persepsi Penonton Setiap informan memiliki alasan masing-masing mengikuti cerita sinetron. Informan 1 dan informan 4 mengatakan bahwa sinetron lebih menghibur dibandingkan dengan tayangan yang lain. Informan 2 dan informan 3 memiliki pendapat yang berbeda. Bagi kedua informan ini cerita sinetron layak untuk diikuti setiap tayangannya karena menggambarkan keadaan masyarakat, sehingga dapat diambil hikmah dari tayangan sinetron tersebut. Informan 5 menyukai cerita sinetron karena menggambarkan tentang kehidupan masyarakat sebenarnya. Pendapat yang lain lagi diungkapkan oleh informan 6. Informan 6 menyukai sinetron karena dapat dinikmati setiap hari. Hal ini dikarenakan pada saat ini penayangan sinetron dilakukan secara striiping atau ditayangkan setiap hari. Bagi informan 7 dan informan 8 alasan mereka mengikuti cerita sinetron karena cerita sinetron lebih menarik dan lebih bagus dibanding tayangan lain. Saat menikmati sinetron, tidak semua informan selalu mengikuti setiap hari. Informan 1, informan 3, dan informan 6 menonton tayangan sinetron hanya pada saat tidak ada tugas atau harus belajar apabila esok hari ada ujian. Berbeda dengan informan 2, informan 4, informan 5, informan 7, dan informan 8. Mereka selau mengikuti setiap episode agar tidak sampai ketinggalan mengetahui cerita selanjutnya. Selain itu, menurut
65
mereka di tiap episode selalu menghadirkan sesuatu yang menarik dan mengejutkan sehingga membuat para penikmat sinetron mengikuti tayangan sinetron setiap hari. Dalam mempersepsikan sinetron Indonesia secara umum, ataupun cerita sinetron unggulan SCTV,masing-masing informan memiliki pendapat masing-masing. Tayangan sinetron-sinetron yang ada di Indonesia menurut informan 1 bahwa tayangan ini merupakan tayangan yang kurang mendidik, informan 1 mengatakan “Ya kadang tu sinetron yang ditayangin itu kurang mendidik mbak buat kita-kita malah bikin apa? em….dampak negatif buat anak-anak muda gitu mbak.”(sumber : informan 1) Kemudian untuk tayangan sinetron-sinetron unggulan SCTV, informan 1 mengatakan “kalo…menurut saya yang saya suka ya saya ngira sinetronnya bagus mbak, baik ditonton em…..apa setiap umur juga bisa.”(sumber : informan 1) Bagi informan 2, cerita yang disajikan sinetron Indonesia pada umumnya adalah cerita khayalan. Jadi terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di mayarakat. Informan 2 mengatakan “mm…..ceritanya terlalu…mengkhayal. trus em….kadangan ceritanya tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari.”(sumber : informan 2) Untuk sinetron-sinetron unggulan SCTV, informan 2 mengatakan “em…..ceritanya ini…apa? tentang rumah tangga-rumah tangga gitu mbak, saya agak berat menangkapnya.”(sumber : informan 2) Mengenai sinetron-sinetron di Indonesia secara umum, informan 3 memiliki pendapat yang sama dengan informan 2. Cerita sinetron-sinetron Indonesia merupakan cerita khayalan. Informan 3 mengatakan “kadang terlalu ngayal tidak sesuai dengan kehidupan saat ini. tapi itu malah membuat kita terpengaruh.”(sumber : informan 3)
66
Sedangkan untuk sinetron-sinetron unggulan SCTV, menurut informan 3 merupakan cerita mengenai kehidupan rumah tangga. Informan 3 mengatakan “ceritanya terlalu menyangkut kehidupan rumah tangga gitu.”(sumber : informan 3) Pendapat berbeda diungkapkan oleh informan 4. Menurut informan 4 cerita yang disuguhkan sinetron-sinetron Indonesia mengajarkan bahwa tokoh jahat akan selalu menghalangi tokoh yang baik. informan 4 mengatakan “selalu ada pemain antagonisnya mbak. trus pemain utamanya tu selalu dihalangi sama pemain antagonisnya itu. jadi pemain antagonisnya itu mesti itu-itu aja. ada antagonis, ada yang baik gitu.”(sumber : informan 4) Begitu pula dengan sinetron-sinetron unggulan SCTV, menurut informan 4 cerita sinetron ini juga mengenai kebaikan berperang melawan kejahatan. Informan 4 mengatakan “kalo Cinta Fitri itu…ah ya….pokoknya itu intinya pingin menunjukkan sikap kalo misalnya kesalahan itu apa….kalo orang jahat itu pasti akan kalah ama orang baik. kesalahan itu bakalan kalah ama kebenaran gitu intinya.”(sumber : informan 4) Menurut informan 5 sinetron-sinetron di Indonesia sudah cukup bagus. Informan 5 mengatakan “mm…..ya cukup baik lah mbak”(sumber : informan 5) Sedangkan untuk sinetron-sinetron unggulan SCTV, khususnya sinetron “Cinta Fitri”, informan 5 berpendapat bahwa sinetron ini dapat dijadikan sarana untuk belajar. Informan 5 mengatakan “mm…..menurut saya Cinta Fitri itu bagus, bisa untuk contoh orang yang baru menikah gitu loh mbak, dalam menyelesaikan masalah rumah tangga dengan cara santai dan tenang mbak.”(sumber : informan 5)
67
Seperti informan 5, informan 6 tidak berpendapat banyak mengenai sinetronsinetron yang ada di Indonesia. Informan 6 mengatakan bahwa sinetron-sinetron Indonesia secara umum ada yang bagus, namun ada juga yang tidak bagus. Informan 6 mengatakan “hm…..sinetron Indonesia itu ada yang bagus, ada yang baik ada yang bagus atau baik tapi ada juga yang ga bagus atau ga baik untuk ditiru dalam kehidupan sehari-hari.”(sumber : informan 6) Sedangkan untuk sinetron-sinetron unggulan SCTV, informan 6 mengalami kesulitan untuk dapat mengikuti ceritanya. Informan 6 mengatakan “ya……saya kadang saya paham sama jalan ceritanya, tapi kadang-kadang juga ga ngerti.”(sumber : informan 6) Berbeda dengan informan 6, informan 7 mengatakan hal yang sebaliknya. Menurut informan 7, justru jalan cerita sinetron-sinetron yang ada selama ini membuat informan 7 binggung. Informan 7 mengatakan “kadang tu ada ini mbak apa….sinetron-sinetron Indonesia tu yang alur ceritanya tu yang membinggungkan trus em….misalnya hari ini ceritanya begini trus tibatiba tu besoknya udah apa ya…beda lagi. Maksudnya jauh gitu loh mbak. ga logis, tiba- tiba jadi kayak gitu.”(sumber : informan 7) Saat ditanyakan mengenai sinetron-sinetron unggulan SCTV, informan 7 mengatakan kalau cerita sinetron-sinetron unggulan SCTV sudah bagus. Informan 7 mengatakan “….kayak yang tadi saya bilang mbak, bagus ceritanya.”(sumber : informan 7) Menurut informan 8, cerita sinetron-sinetron Indonesia yang sudah ada sekarang ini lebih menarik dan lebih bagus dibandingkan dengan tayangan yang lain. Informan 8 mengatakan “em…..sinetron di Indonesia itu lebih menarik dan lebih bagus gitu.”(sumber : informan 8)
68
Begitu pula dengan sinetron-sinetron unggulan SCTV, menurut informan tayangan ini juga merupakan tayangan yang bagus. Informan 8 mengatakan “Cinta Fitri tu sinetronya bagus, trus banyak yang disukai sama orang-orang gitu, kayaknya mereka juga antusias buanget untuk nonoton Cinta Fitri itu loh mbak.”(sumber : informan 8)
B. Analisis Data a. Tayangan Sinetron di SCTV Dari hasil wawancara dengan semua informan dapat diketahui bahwa semua informan merupakan penikmat sinetron-sinetron unggulan SCTV. Setiap informan memiliki alasan masing-masing dipilihnya satu atau dua judul sinetron yang ditonton. Pada bagian ini masing-masing informan sedang melakukan tahap pertama dari proses persepsi, yaitu seleksi. Proses seleksi adalah proses dimana seorang informan sedang melakukan pemilihan rangsangan atau stimuli. Pemilihan rangsangan atau stimuli ini disebabkan karena banyaknya stimuli yang terjadi di lingkungan sekitar dan tidak mungkin memproses semua stimuli menjadi persepsi sekaligus. Pada proses ini terdapat perbedaan proses seleksi yang dilakukan informan yang sudah duduk di bangku sekolah menengah pertama, yaitu informan 2, informan 4, informan 5, dan informan 8 dengan informan yang duduk di bangku sekolah menengah atas, yaitu informan 1, informan 3, informan 6, dan informan 7. Para informan yang duduk di sekolah menengah pertama selalu mengikuti seluruh tayangan sinetron-sinetron unggulan SCTV di setiap episodenya. Karena mereka ingin selalu mengikuti jalan cerita yang disuguhkan.
69
Hal ini berbeda dengan yang dilakukan para informan yang duduk di bangku sekolah menengah atas. Mereka lebih memprioritaskan tugas mereka sebagai pelajar dibandingkan dengan menonton tayangan sinetron-sinetron unggulan SCTV. Ini bisa diketahui dari jawaban yang mereka berikan bahwa mereka akan belajar atau menyelesaikan tugas dari sekolah terlebih dahulu. Setiap informan memiliki pendapat yang berbeda saat ditanyakan mengenai jalan cerita sebuah sinetron, baik informan tersebut merupakan siswa smp ataupun siswa sma. Ada informan yang mengatakan bahwa jalan cerita sinetron-sinetron unggulan SCTV sesuai dengan penggambaran apa yang terjadi di masyarakat tidak seperti apa yang ada di dalam cerita film. Hal ini mungkin saja terjadi karena latar cerita sinetron merupakan tempat-tempat yang ada di Indonesia dan ceritanya pun disesuaikan dengan kultur budaya yang ada di Indonesia. Berbeda dengan film-film yang ditayangkan pihak stasiun televisi swasta yang merupakan produk impor. Pembuatan sebuah sinetron hingga layak untuk ditayangkan tentu saja tidak mudah. Sinetron yang akan ditayangkan akan dibuat semenarik mungkin pada awal penayangannya, sehingga akan mudah menarik banyak orang agar tertarik untuk mengikuti jalan cerita selanjutnya. Baik itu pemilihan pemain yang memerankan ataupun jalan cerita yang disuguhkan. Saat ditanyakan mengenai pemilihan pemain yang memerankan para tokoh yang ada di sinetron-sinetron unggulan SCTV, semua informan memiliki jawaban yang sama. Bahwa pemilihan pemain dengan tokoh–tokoh dalam cerita sinetron sudah sesuai. Menurut para informan, para pemainnya sudah mampu memerankan tokoh- tokoh yang ada di sinetron-sinetron unggulan SCTV dengan baik.
70
Saat ditanyakan mengenai alur cerita sinetron-sinetron unggulan SCTV yang ada, hampir seluruh informan yang duduk di bangku sekolah menengah atas mengatakan bahwa ceritanya dibuat-buat, hanya informan 1 yang mengatakan bahwa cerita sinetron yang ada sesuai dengan yang ada di masyarakat. Setiap informan memiliki pendapat masing-masing mengenai alur cerita yang ada di dalam sinetron, karena meskipun alur cerita sinetron sudah dibuat semirip mungkin dengan penggambaran yang nyata yang ada di masyarakat, namun tetap saja ceritanya dibuat oleh seorang penulis skenario. Munculnya konflik maupun penyelesaiannya disesuaikan dengan keinginan penulis skenario sinetron tersebut. Jawaban yang sama juga dilontarkan oleh para informan saat ditanyakan kepada mereka apakah emosi mereka ikut terpancing pada saat menyaksikan sinetron-sinetron unggulan SCTV. Baik informan yang duduk di bangku sekolah menengah pertama maupun yang duduk di bangku sekolah menengah atas mengaku bahwa emosi mereka ikut terpancing. Hampir seluruh informan yang duduk di bangku sekolah menengah pertama mengatakan ingin bisa menjadi salah satu tokoh yang ada di sinetron-sinetron unggulan SCTV. Mereka ingin menjadi tokoh protagonis atau tokoh utama dalam cerita sinetron yang mereka tonton. Hanya satu informan saja yang mengatakan tidak ingin menjadi salah satu tokoh di dalam cerita sinetron, yaitu informan 2. Berbeda pendapat dengan para informan yang duduk di bangku sekolah menengah atas. Mereka mengatakan tidak ingin menjadi salah satu tokoh yang ada di dalam cerita sinetron. Hal ini mungkin saja terjadi karena informan-informan yang duduk di bangku sekolah menengah atas bisa lebih memahami bahwa cerita-cerita yang ada di
71
dalam sinetron merupakan cerita yang dibuat oleh manusia. Hanya satu orang informan saja yang menyatakan ingin bisa menjadi salah satu tokoh yang ada di dalam cerita sinetron, yaitu informan 1. Tidak semua dari kedelapan informan menikmati seluruh tayangan sinetronsinetron unggulan SCTV. Ada informan yang memilih hanya menonton sinetron “Bayu Cinta Luna” atau hanya sinetron “Cinta Fitri” saja. Ada pula yang menonton keduanya sekaligus, bahkan ada pula yang memilih menonton ketiganya sekaligus, ditambah dengan tayangan sinetron “Kesetiaan Cinta” secara berurutan karena memang jam penayangannya diletakkan secara berurutan pada jam tayang utama.Perbedaan pemilihan judul sinetron yang ingin diikuti setiap informan karena setiap informan memiliki pendapat masing-masing judul sinetron mana yang paling menarik.
b. Bentuk Budaya Pop Kebudayaan dan manusia adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan karena eratnya hubungan antara kebudayaan dan manusia hingga ada istilah bahwa selama ada manusia akan selalu ada kebudayaan. Kebudayaan dapat dilihat secara material dan non material. Kebudayaan material tampil dalam objek material yang dihasilkan, kemudian digunakan oleh manusia. Misalnya alat-alat yang paling sederhana seperti perhiasan atau asesoris. Kebudayaan non material adalah unsur-unsur yang dimaksudkan dalam konsep norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan/keyakinan serta bahasa. Dalam kebudayaan non material inilah terkandung segala macam tingkah laku manusia.
72
Media massa merupakan salah satu cara untuk mewariskan kebudayaan dari satu manusia ke manusia lain. Media massa yang mampu mencakup seluruh lapisan masyarakat pada saat ini adalah televisi. Karena benda inilah yang sangat mudah ditemukan di setiap rumah. Penggunaan televisi telah sangat merasuk dalam kehidupan manusia. Bahkan tidak jarang apa yang ada di televisi dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari oleh semua orang, termasuk remaja. Begitu mudahnya televisi ditemukan di setiap sendi kehidupan masyarakat membuat semakin banyak stasiun-stasiun televisi swasta bermunculan. Masing-masing stasiun televisi berlomba-lomba untuk menyajikan tayangan yang menghibur. Salah satu acara yang mampu menghibur adalah sinetron yang ditayangkan oleh SCTV. Sinetron adalah drama yang ceritanya dibuat agar semirip mungkin dengan penggambaran berbagai macam kejadian yang ada di masyarakat. Sayangnya pada saat ini sinetron di Indonesia banyak dipengaruhi budaya barat yang oleh para pengkaji budaya disebut budaya yang hidup (lived culture). Dalam sinetron banyak disajikan fantasi akan kemewahan dan kecantikan. Para pemain yang dipilih untuk memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam sinetron selalu ditampilkan yang cantik. Cantik disini adalah orang yang berkulit putih, langsing, dan memiliki wajah indo. Selalu ditampilkan mewah, memiliki rumah yang besar, memiliki kendaraan beroda empat lebih dari satu, menggunakan barang-barang elektronik keluaran baru. Inilah yang sering disebut oleh para kritikus budaya pop sebagai tengah bersemainya “impian Amerika” dengan Hollywood sebagai “the dream factory”, sebagai “pabrik impian” yang menjadi kiblat selera dan rujukan gaya hidup bangsa-bangsa di belahan manapun di muka bumi.
73
Penyelesaian masalah keluarga dalam kisah-kisah sinetron tak jarang terkesan dilakukan secara serampangan bahkan dengan mengorbankan logika cerita. Selain itu, ungkapan-ungkapan yang tumpul dan kurang cerdas masih terlalu sering ditemukan dalam dialog-dialog di dalam sinetron. Segala macam persoalan atau konflik yang muncul dalam cerita sinetron biasanya akan selesai dengan kekuasaan (jabatan atau uang) dan kekerasan (pemaksaan). Hal ini dianggap lumrah, bahkan para informan yang merupakan penikmat sinetron menyukai suguhan cerita yang seperti ini. Bagi para informan segala hal yang positif bisa ditiru, sedangkan yang negative tidak bisa ditiru. Bagi para informan yang duduk di bangku sekolah menengah pertama mengaku mengikuti tingkah laku dan sifat para tokoh sinetron. Hanya informan 2 yang menyatakan dengan tegas bahwa tidak mengikuti segala tingkah laku dan sifat para tokoh yang ada di dalam cerita sinetron. Berbeda pendapat dengan para informan yang duduk di bangku sekolah menengah atas. Para informan ini mengatakan tidak mengikuti tingkah laku dan sifat para tokoh yang ada di dalam cerita sinetron. Hanya informan 7 yang mengikuti tingkah laku dan sifat salah satu tokoh yang ada di dalam cerita sinetron. Hal ini mungkin saja terjadi karena remaja yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama biasanya masih binggung dengan jati dirinya. Pada masa remaja ini, mereka tidak dapat dikatakan anak-anak maupun dikatakan orang dewasa. Mereka berusaha mencontoh tindakan orang-orang dewasa yang ada di sekeliling mereka agar bisa dianggap sebagai orang dewasa. Melalui para tokoh yang ada di dalam cerita sinetron mereka mudah mendapatkan contoh tindakan orang dewasa.
74
Begitu pula dengan penyelesaian konflik yang ada dalam cerita sinetron, menurut para informan, baik yang duduk di bangku sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, juga bisa ditiru dalam kehiduapan sehari-hari. Sedangkan untuk penerapannya dalam kehidupan pribadi setiap informan, para informan ini mengatakn bahwa mereka tidak menerapkan kehidupan sehari-hari. Para informan mengatakan penyelesaian konfik yang ada di dalam cerita sinetron yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari hanya yang sesuai dengan pribadi setiap informan. Hal ini dapat dimengerti karena semua informan merupakan remaja yang belum memiliki kekuasaan dan harta, sedangkan dalam cerita sinetron, konfliknya biasanya diselesaiakn dengan kekuasaan dan harta. Dalam hal penampilan, cara berpenampilan, model baju, dan asesoris yang dipakai oleh para pemain sinetron dianggap sebagai trend yang sedang diminati. Maka tidak jarang apa yang ada di televisi diikuti atau dicontoh oleh para penontonnya. Namun bagi informan yang duduk di bangku sekolah menengah pertama mengatakan bahwa penampilan para pemain sinetron berlebihan. Hanya informan 8 yang mengatakan penampilan para pemain sinetron sudah sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Hal ini terjadi karena para informan yang berusia di awal masa remaja biasanya masih berpenampilan sesuai dengan penampilan pada saat masih anak-anak. Berbeda pendapat dengan para informan yang duduk di bangku sekolah menengah atas. Para informan ini mengatakan bahwa cara berpenampilan para pemain sinetron sudah sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Sedangkan untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, seluruh informan mengatakan yang ditiru hanya yang sesuai dengan karakter setiap informan.
75
c. Persepsi Penonton Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian pemrosesan informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang di simpan dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, hidung (Matlin, 1989;Solso, 1988). Secara singkat dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses menginterpretasi atau menafsirkan informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia. Tahap terakhir dari proses persepsi adalah interpretation. Pada tahap ini masingmasing individu telah memiliki makna dari stimuli yang sebelumnya sudah ditangkap oleh panca indera. Makna dari stimuli yang didapat ini bersifat subjektif dan berdasarkan nilai-nilai yang dianut, kebutuhan, kepercayaan terhadap sesuatu, pengalaman, konsep diri, dan faktor personal yang lain masing-masing individu. Oleh sebab itu, persepsi setiap orang berbeda dengan persepsi orang lain meskipun anak kembar sekalipun. Hal ini terlihat pula dari hasil wawancara dengan seluruh informan. Kedelapan informan merupakan siswa sekolah menengah yang bertempat tinggal di daerah yang sama yaitu Kecamatan Secang, namun persepsi mereka terhadap sinetron-sinetron unggulan SCTV berbeda-beda. Menurut informan 1 sinetron-sinetron yang ada di Indonesia pada umumnya kurang mendidik bagi penonton remaja. Masih banyak ditemukan tindakan-tindakan yang kurang baik yang terkadang dapat memberikan dampak negatif. Sedangkan untuk sinetron-sinetron unggulan SCTV, informan 1 berpendapat bahwa sinetron-sinetron yang
76
ditayangkan oleh stasiun televisi swasta ini sudah bagus. Cerita yang disajikan dapat dinikmati untuk semua umur. Bagi informan 2, cerita yang disajikan sinetron-sinetron Indonesia pada umumnya adalah cerita khayalan, tidak sesuai dengan penggambaran yang ada di kehidupan seharihari masyarakat sebenarnya. Untuk sinetron-sinetron unggulan SCTV informan 2 kurang mampu untuk mengikuti jalan ceritanya. hal ini dapat dimengerti karena informan merupakan seorang remaja, sedangkan cerita yang disajikan sinetron-sinetron unggulan SCTV merupakan sinetron mengenai kehidupan rumah tangga yang sebenarnya ditujukan untuk penonton kalangan dewasa. Informan 3 memiliki pendapat yang sama dengan informan 2. Menurut informan 3 cerita sinetron-sinetron di Indonesia merupakan cerita khayalan. Hal ini dapat membuat para penikmat sinetron menjadi terpengaruh dengan apa yang ada di dalam cerita sinetron tersebut. Kemudian menurut informan 3, sinetron-sinetron unggulan SCTV merupakan cerita tentang kehidupan rumah tangga di sebuah keluarga besar. Informan 4 memiliki pendapat lain mengenai sinetron-sinetron yang ada di Indonesia. Menurut informan 4 cerita yang disajikan sinetron-sinetron Indonesia selama ini mengajarkan bahwa tokoh antagonis akan selalu berusaha untuk menghalangi tokoh protagonist yang selalu melakukan perbuatan yang baik. Hal ini berlaku juga untuk sinetron-sinetron unggulan SCTV, ceritanya menunjukkan bahwa kejahatan akan selalu dikalahkan oleh kebaikan. Informan 5 tidak banyak berkomentar mengenai tayangan sinetron-sinetron di Indonesia. Menurut informan 5 sinetron-sinetron Indonesia yang sudah ada saat ini sudah cukup bagus. Sedangkan untuk sinetron-sinetron unggulan SCTV khususnya sinetron
77
“Cinta Fitri”, informan 5 berpendapat bahwa sinetron ini dapat dijadikan sarana untuk belajar bagi setiap orang yang baru saja menikah agar bisa menyelesaikan suatu masalah di dalam sebuah keluarga besar. Informan 6 juga tidak memiliki banyak berkomentar seperti informan 5 mengenai sinetron-sinetron Indonesia. Informan 6 mengatakan bahwa sinetron-sinetron Indonesia ada yang bagus dan ada yang tidak bagus. Untuk sinetron unggulan SCTV, informan 6 mengaku sedikit binggung. Karena informan 6 merasa kurang bisa mengerti jalan cerita yang ada. Berbeda lagi dengan informan 7. Menurut informan 7, justru yang membinggungkan adalah tayangan sinetron-sinetron Indonesia secara umum. Sedangkan untuk sinetron-sinetron unggulan SCTV, menurut informan 6 sudah bagus. Bagi informan 8, cerita sinetron-sinetron di Indonesia lebih menarik dan lebih bagus dibandingkan dengan tayangan lain yang disuguhkan oleh stasiun televisi swasta. Terlebih lagi sinetron unggulan SCTV, menurut informan 8, ceritanya bagus sehingga banyak orang antusias ingin selalu mengikuti setiap episodenya. Melalui penyajian data di atas, dapat diketahui bahwa setiap informan memiliki pendapat masing-masing mengenai tayangan sinetron yang ditayangkan stasiun televisi swasta. Beberapa informan mengatakan bahwa sinetron-sinetron yang ditayangkan oleh pihak stasiun televisi pada umumnya belum bisa menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan masyarakat. Informan lain mengatakan bahwa sinetron-sinetron Indonesia ada yang bagus ada yang tidak. Perbedaan pendapat mengenai bagaimanakah sinetron-sinetron Indonesia pada umumnya dapat terjadi karena berbagai faktor yang terjadi terhadap informan yang bersangkutan. Para informan yang memiliki pendapat
78
bahwa sinetron-sinetron Indonesia merupakan cerita khayalan mungkin saja dikarenakan bahwa dalam lingkungan sekitar tempat tinggalnya tidak ditemukan hal-hal yang mirip terlebih lagi sama dengan cerita yang ada di sinetron. Sinetron-sinetron unggulan SCTV dipersepsi yang berbeda-beda pula oleh masing-masing informan. Hal ini mungkin saja terjadi karena masing-masing informan memiliki motivasi masing-masing saat menikmati sajian sinetron-sinetron unggulan SCTV ini. Namun pada dasarnya para informan mengatakan bahwa tayangan sinetronsinetron unggulan SCTV merupakan tayangan yang bagus, dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat, dan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk menjalani kehidupan. Hal ini bertentangan dengan pendapat banyak pihak. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Yayasan Sains, Estetika, Teknologi (SET) di Universitas Padjajaran Bandung, mayoritas responden mengatakan bahwa sinetron merupakan tayangan terburuk (www.tempo.com, 2009). Alasan para responden ini adalah dalam tayangan sinetron banyak mengandung adegan kekerasan, pornografi dan tidak ramah anak. Pertentangan pendapat ini mungkin terjadi karena selama ini masyarakat Indonesia telah terbiasa dengan tayangan-tayangan yang banyak mengandung kekerasan. Hal ini membuat masyarakat yang merupakan penikmat sinetron semakin tidak sadar bahwa adegan kekerasan tidak layak untuk ditonton bahkan bisa saja adegan yang ada di dalam sinetron diikuti oleh para penikmat sinetron tersebut. Para orang tua membiarkan para remaja ikut menyaksikan tayangan sinetron yang sedang mereka nikmati.
79
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan dari data dan analisa tentang kecenderungan persepsi remaja terhadap tayangan sinetron sebagai salah satu bentuk budaya pop, dapat disimpulkan cenderung bervariasi. Sebagian informan mempersepsikan tayangan sinetron-sinetron unggulan SCTV sebagai tayangan yang bagus. Menurut mereka, sinetron merupakan penggambaran yang ada di masyarakat oleh sebab itu dapat dijadikan sebagai sarana belajar dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sebagian yang lain mengatakan hal yang sebaliknya, mereka mempersepsikan tayangan sinetron-sinetron unggulan SCTV membinggungkan, tidak mudah ditangkap maksudnya karena ceritanya terlalu menyangkut kehidupan rumah tangga dan beralur maju mundur. Seluruh informan memiliki pendapat yang sama bahwa dalam hal pemilihan pemain sudah disesuaikan dengan karakter tokoh yang diperankan. Namun dalam hal alur ceritanya, sebagian informan mengatakan bahwa alur ceritanya sudah sesuai, terlihat alami seperti yang terjadi di masyarakat. Sebagian yang lain mengatakan bahwa alur cerita sinetron terlihat dibuat-buat.
80
Tidak semua informan mengatakan bahwa tingkah laku para tokoh dalam cerita sinetron dapat ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian informan mengatakan bahwa hanya tingkah laku yang positif saja yang bisa ditiru. Sebagian yang lain mengatakan bahwa seluruh tingkah laku informan dapat ditiru. Begitu pula dengan penyelesaian konfliknya. Hampir semua informan mengatakan bahwa penyelesaian konfliknya dapat ditiru dalam kehidupan sehari-hari. Hanya beberapa informan saja yang mengatakan bahwa penyelesaian konflik yang ada di dalam sinetron tidak dapat ditiru dalam kehidupan sehari-hari.
B. Saran Saran-saran yang bisa diberikan peneliti apabila ada penelitian lanjutan adalah : 1. Diharapkan penelitian ini dapat memicu adanya penelitian-penelitian selanjutnya dengan menggunakan pendekatan kultivasi. 2. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan remaja Kecamatan Secang yang bersekolah di kota saja sebagai sampel, sebaiknya pada penelitian selanjutnya yang dijadikan sampel adalah remaja dari berbagai kalangan karena hal ini akan lebih menggambarkan persepsi remaja terhadap tayangan sinetron secara keseluruhan. 3. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan banyak kesulitan bagaimana caranya agar para informan dapat memberikan informasi yang diharapkan. Oleh sebab itu, diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengemukakan pertanyaan yang lebih mampu memancing para informan agar dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.
81
4. DAFTAR PUSTAKA 5. 6. Atmowiloto, Aswendo. 1986. Telaah tentang Televisi. Jakarta. PT Gramedia 7. Brignall, Mary. 2001. Perception Process. (www.wisc.online.com diunduh tanggal 31 Juli 2009) 8. Burton, Graeme. 2008. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta. Jalasutra 9. Chapin, John R. 2008. Third-Person Perception and Racism. (http://ijog.org diunduh tanggal 30 Juni 2010) 10. Damayanti, Meita. 2009. Overview Adolesencent Health Problems and Service. (www.idai.or.id diunduh tanggal 1 Maret 2010) 11. 12. Effendy, Heru E. 2008. Industri Pertelevisian Indonesia Sebuah Kajian. Jakarta. Erlangga 13. 14. Effendy, Onong Uchjana. 1990. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung. PT Remaja Rosdakarya 15. 16. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta. Erlangga 17. 18. Ibrahim, Idi Subandi. 2007. Budaya Populer sebagai Komunikasi. Yogyakarta. Jalasutra 19. 20. Jackob, Nikolaus Georg Edmund. 2010. No Alternatives? The Relationship between Perceived Media Dependency, Use of Alternative Information Sources, and General Trust in Mass Media. (http://ijog.org diunduh tanggal 30 Juni 2010) 21. 22. Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta. Rineka Cipta 23. 24. Luthas, Fred. 2006. Perilaku Organisasi Edisi 10 (terjemahan Vivin Andika). Yogyakarta. Andi 25. 26. Muda, Deddy Iskandar. 2005. Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional. Bandung. PT Remaja Rosdakarya 27. 28. Nawawi, Hadari. 1992. Metode Penelitian Bidang Sosial Jilid 1. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama 29. 30. Pawito, Ph D. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. PT. LKiS Pelangi 31.
82
32. Pearson, Judy C dan Paul E Nelson. 2000. An Introduction to Human Communication Understanding and Sharing Eight Edition. Bandung. PT Books 33. 34. Rakhmat, Drs Jalaluddin M. Sc. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya 35. 36. Robbins, S. P, Judge, T A. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta. Salemba Empat 37. 38. Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia 39. 40. Severin, Warner J dan James W Tankard Alih Bahasa oleh Sugeng Hariyanto. 2005. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta. Kencana 41. 42. Simanjuntak, Ir. Tiur L H. 1993. Dasar-Dasar Telekomunikasi. Bandung. Penerbit Alumni 43. 44. Sutopo, H B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta. Sebelas Maret University Press 45. 46. Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan. Jakarta. Kencana Predana Media Grub 47. 48. Wardana, Veven Sp. 1994. Kapitalisme TV dan Strategi Budaya Massa. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
83