HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN SINETRON RELIGIUS DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA ISLAM (Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta)
Oleh : EKO KURNIASIH A14202014
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
EKO KURNIASIH. HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN SINETRON RELIGIUS DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA ISLAM. Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. (Di bawah bimbingan DWI SADONO)
Pada saat ini tayangan sinetron yang banyak ditayangkan di berbagai stasiun televisi adalah sinetron religius. Setiap hari masyarakat disajikan berbagai peristiwa religius dengan materi tayangan sinetron religius yang menyentuh hati pemirsanya. Sinetron yang bernuansa religius itu mau tidak mau harus kita terima sebagai sebuah tawaran baru dalam persinetronan Indonesia atau paling tidak menjadi salah satu cara dakwah dalam Islam itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu remaja dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius; (2) untuk menganalisis hubungan antara lingkungan sosial remaja dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius; (3) untuk menganalisis hubungan antara alasan menonton remaja dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius; (4) untuk menganalisis hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius dengan sikap remaja terhadap agama Islam. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 22 Jakarta Timur. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan cara Cluster Sampling maka terpilih siswa kelas II saja. Selanjutnya dilakukan pemilihan responden secara purposive yaitu siswa kelas II IPA 1 dan siswa kelas II IPS 5 dimana pemilihan kedua kelas itu didasarkan anjuran dari pihak sekolah. Siswa
yang dijadikan responden hanya 60 orang saja karena mengisi kuesioner dengan lengkap dan beragama Islam. Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dengan menggunakan program SPSS 12.0 dengan uji statistik Chi Square dan Spearman. Data yang diperoleh dari wawancara digunakan untuk memperdalam kesimpulan yang diperoleh dari data statistik. Karakteristik individu yang berhubungan nyata dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius adalah waktu luang dengan pilihan sinetron religius rumahtangga, sementara jenis kelamin tidak berhubungan nyata. Terdapat hubungan yang nyata tersebut dikarenakan tayangan jenis ini merupakan tayangan sinetron religius yang banyak ditayangkan pada stasiun televisi, sehingga sebagian besar remaja tersebut menggunakan waktu luangnya untuk menonton sinetron religius rumahtangga dibandingkan dengan jenis sinetron religius komedi dan misteri yang jumlahnya lebih sedikit. Lingkungan sosial yang berhubungan nyata dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius adalah lingkungan teman dengan total waktu menonton dan pilihan sinetron religius misteri, sementara lingkungan keluarga tidak berhubungan nyata. Lingkungan teman dapat menyebabkan remaja untuk tertarik menonton tayangan sinetron religius, dimana teman sering menonton, mengajak dan menceritakan kembali jalan cerita sinetron religius. Alasan menonton remaja yang berhubungan nyata dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius adalah alasan integrasi dan interaksi sosial dengan pilihan jenis sinetron religius misteri, sementara alasan informasi, identitas pribadi dan hiburan tidak berhubungan nyata. Adanya hubungan yang nyata tersebut karena teman mereka sering membicarakan mengenai sinetron religius.
Hal ini secara tidak langsung remaja menonton tayangan sinetron religius agar dapat dijadikan bahan pembicaraan dengan temannya. Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata dengan sikap remaja terhadap agama Islam adalah total waktu menonton, frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius rumahtangga, sementara pilihan jenis sinetron religius komedi dan misteri tidak berhubungan nyata. Hal tersebut dikarenakan remaja menyatakan bahwa sinetron religius penting keberadaaannya. Walaupun remaja memiliki total waktu menonton dan frekuensi menonton yang rendah namun tetap memiliki sikap yang positif terhadap agama Islam dan remaja tetap merasa bahwa tayangan sinetron religius dapat memberikan pengetahuan mengenai agama Islam. Tayangan sinetron religius rumahtangga merupakan jenis sinetron religius yang paling banyak dan sering ditayangkan di televisi. Jadi remaja lebih banyak dan sering menonton tayangan sinetron religius rumahtangga dibandingkan dengan kedua pilihan jenis yang lain. Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata dengan komponen sikap kognitif remaja terhadap agama Islam adalah frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius komedi, sementara total waktu menonton, pilihan jenis sinetron religius rumahtangga dan misteri tidak berhubungan nyata. Remaja merasa bahwa tayangan sinetron religius dapat memberikan pengetahuan mengenai agama Islam, walaupun mereka memiliki frekuensi menonton yang rendah. Remaja merasa memperoleh pengetahuan mengenai agama Islam dengan menonton tayangan sinetron religius komedi. Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata dengan komponen sikap afektif remaja terhadap agama Islam adalah frekuensi
menonton, sementara total waktu menonton, pilihan jenis sinetron religius komedi, rumahtangga dan misteri tidak berhubungan nyata. Sinetron religius dapat membuat remaja mendapatkan hikmah walaupun mereka tidak konsisten dalam menonton sinetron tersebut. Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata dengan komponen sikap konatif remaja terhadap agama Islam adalah total waktu menonton, frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius rumahtangga, sementara pilihan jenis sinetron religius komedi dan misteri tidak berhubungan nyata. Sinetron religius menurut remaja dapat membuat memiliki keinginan berperilaku sesuai agama Islam. Jenis tayangan sinetron religius rumahtangga merupakan tayangan yang paling banyak dan sering ditayangkan di televisi dibandingkan kedua jenis yang lain.
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN SINETRON RELIGIUS DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA ISLAM (Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta)
Oleh EKO KURNIASIH A14202014
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Eko Kurniasih Nomor Pokok : A14202014 Judul : Hubungan Antara Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius dengan Sikap Remaja terhadap Agama Islam (Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 22, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Sadono, MSi NIP : 132 009 375
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP : 130 422 698
Tanggal Lulus Ujian : 16 Agustus 2006
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN SINETRON RELIGIUS DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA ISLAM“ BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2006
Eko Kurniasih A 14202014
RIWAYAT PENULIS
Penulis merupakan anak pasangan Enny B Ekonensih dan Sobari yang dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1984 di Jakarta sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis bersekolah di Taman Kanak-Kanak Al- Fajar Bekasi pada tahun 1990 sampai dengan tahun 1991. Pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1996 bersekolah di Sekolah Dasar Negeri 04 Pagi. Lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 172 Cakung Jakarta Timur pada tahun 1996 sampai dengan tahun 1999. Penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah Atas Negeri 22 Jakarta Timur pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis diterima oleh Institut Pertanian Bogor menjadi mahasiswa Program Studi Komunikasi Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian melalui USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor). Ketika di Sekolah Menengah Atas, penulis aktif sebagai pengurus OSIS dengan jabatan sebagai Ketua Sie Sosial pada periode tahun 2000 sampai dengan 2001. Pada saat penulis belajar di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan antara lain menjadi panitia Open House IPB pada tahun 2003, panitia penyambutan mahasiswa baru pada tingkat Fakultas di tahun 2003 dan pada tingkat Jurusan atau Departemen di tahun 2004. Penulis juga mengikuti Latihan Kader 1 HMI Fakultas Pertanian pada tahun 2004 dan seminar Public Relation pada tahun 2004. Penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada tahun ajaran 2004-2005.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul ”Hubungan Antara Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius dengan Sikap Remaja terhadap Agama Islam”. Pengambilan judul tersebut dilatarbelakangi keinginan penulis melihat bagaimana hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius dengan sikap remaja terhadap Agama Islam. Hal tersebut dilihat dengan menganalisis hubungan antara karakteristik individu, lingkungan sosial individu dan alasan menonton
dengan
perilaku
menonton
tayangan
sinetron
religius
serta
menganalisis hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius dengan sikap remaja terhadap Agama Islam. Pembuatan Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari penulisannya maupun isinya. Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia serta Kemudahan dalam menyelesaikan Skripsi serta tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini, khususnya kepada : 1. Dosen Pembimbing Bapak Ir. Dwi Sadono, MSi yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan penulisan Skripsi. 2. Ibu Sarwititi SA, MS dan Ibu Ratri Virianita, MSi yang bersedia meluangkan waktunya menjadi dosen penguji Skripsi. 3. Kedua Orang Tuaku yang tersayang yang telah memberikan do’a dan restu, serta dukungan moril dan materil serta tempat keluh kesah selama penulisan Skripsi ini. 4. Adik-adikku yang tersayang (ade Athie, Kiki dan Sonny) yang selalu mendukung setiap langkahku. 5. Seluruh anggota keluarga besarku yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik dari pihak Mama ataupun Papa yang senantiasa memberikan doa dan dukungan. 6. Sahabat-sahabatku yang selalu mendorong agar dapat menyelesaikan Skripsi ini serta memberikan masukan, terima kasih buat Icha ,Yanti, Ivo, Aniez, Niar dan Anan.
7. Teman seperjuanganku Deti, terima kasih selalu menemani konsultasi dan sama-sama kebingungan ketika penulisan Skripsi ini. 8. Teman-teman di Wisma Gajah yang sudah setia mendengarkan keluh kesah ketika menyelesaikan Skripsi ini. 9. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan KPM 39 yang saling memberikan masukan dan saran.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 6 1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................. 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 8 2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................ 8 2.1.1 Komunikasi Massa dan Efek Komunikasi Massa ............. 8 2.1.2 Televisi dan Pengaruhnya ................................................. 12 2.1.3 Program Acara Sinetron .................................................... 16 2.1.3.1 Sinetron dan Pengaruhnya .................................... 16 2.1.3.2 Sinetron Religius ................................................... 19 2.1.4 Remaja .............................................................................. 22 2.1.5 Sikap.................................................................................. 25 2.1.6 Perilaku Menonton Televisi .............................................. 27 2.1.7 Hasil Penelitian Perilaku Menonton ................................. 29 2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................... 33 2.3 Hipotesis..................................................................................... 37 2.4 Definisi Operasional................................................................... 38
BAB III
METODE PENELITIAN .............................................................. 49 3.1 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian .................................... 49 3.2 Rancangan Penelitian ................................................................. 49 3.3 Metode Pemilihan Responden.................................................... 50 3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 51 3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 52
BAB IV
GAMBARAN UMUM ................................................................... 54 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................... 54 4.2 Gambaram Tayangan Sinetron dan Sinetron Religius ............... 55 4.3 Gambaran Umum Responden .................................................... 56 4.3.1 Karakteristik Individu Responden.................................... 56 4.3.1.1 Jenis Kelamin Remaja .......................................... 56 4.3.1.2 Waktu Luang Remaja........................................... 57 4.3.2 Lingkungan Sosial............................................................ 58 4.3.2.1 Pengaruh Lingkungan Keluarga dalam Menonton Tayangan Sinetron Religius ................ 58 4.3.2.2 Pengaruh Lingkungan Teman dalam Menonton
x
Tayangan Sinetron Religius ................................. 61 4.3.3 Alasan Menonton Tayangan Sinetron Religius................ 63 4.3.3.1 Alasan Informasi .................................................. 63 4.3.3.2 Alasan Identitas Pribadi ...................................... 66 4.3.3.3 Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial ................... 68 4.3.3 4 Alasan Hiburan..................................................... 70 4.3.4 Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius ............. 72 4.3.4.1 Total Waktu Menonton Tayangan Sinetron Religius ................................................................ 72 4.3.4.2 Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ................................................................ 75 4.3.4.3 Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ............ 76 4.3.5 Sikap Remaja terhadap Agama Islam .............................. 79 4.3.5.1 Sikap Remaja terhadap Agama Islam .................. 79 4.3.5.2 Komponen Sikap Kognitif Remaja terhadap Agama Islam ........................................................ 81 4.3.5.3 Komponen Sikap Afektif Remaja terhadap Agama Islam ........................................................ 82 4.3.5.4 Komponen Sikap Konatif Remaja terhadap Agama Islam ........................................................ 83 BAB V
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU, LINGKUNGAN SOSIAL, ALASAN MENONTON DENGAN PERILAKU MENONTON ................ 85 5.1 Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Perilaku Menonton .................................................................... 85 5.1.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Menonton .......................................................................... 85 5.1.2 Hubungan Antara Waktu Luang dengan Perilaku Menonton .......................................................................... 87 5.2 Hubungan Antara Lingkungan Sosial dengan Perilaku Menonton ................................................................................... 89 5.2.1 Hubungan Antara Lingkungan Keluarga dengan Perilaku Menonton ............................................................ 89 5.2.2 Hubungan Antara Lingkungan Teman dengan Perilaku Menonton ............................................................ 91 5.3 Hubungan Antara Alasan Menonton dengan Perilaku Menonton ................................................................................... 93 5.3.1 Hubungan Antara Alasan Informasi dengan Perilaku Menonton .......................................................................... 93 5.3.2 Hubungan Antara Alasan Identitas Pribadi dengan Perilaku Menonton ........................................................... 95 5.3.3 Hubungan Antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Perilaku Menonton..................................... 97 5.3.4 Hubungan Antara Alasan Hiburan dengan Perilaku Menonton .......................................................................... 99
xi
BAB VI
HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP AGAMA ISLAM DENGAN PERILAKU MENONTON ........................... 102 6.1 Hubungan Antara Sikap terhadap Agama Islam dengan Perilaku Menonton ..................................................................... 102 6.2 Hubungan Antara Komponen Sikap Kognitif terhadap Agama Islam dengan Perilaku Menonton .................................. 104 6.3 Hubungan Antara Komponen Sikap Afektif terhadap Agama Islam dengan Perilaku Menonton .................................. 107 6.4 Hubungan Antara Komponen Sikap Konatif terhadap Agama Islam dengan Perilaku Menonton .................................. 109
BAB VII KESIMPULAN ............................................................................... 112 7.1 Kesimpulan ................................................................................ 112 7.2 Saran........................................................................................... 113 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 114 LAMPIRAN ....................................................................................................... 116
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
Tabel 1.
Jenis Sinetron Religius ....................................................................... 45
Tabel 2.
Kisi-kisi Pernyataan Sikap ................................................................. 47
Tabel 3.
Jenis Kelamin Remaja ........................................................................ 57
Tabel 4.
Waktu Luang Remaja......................................................................... 57
Tabel 5.
Lingkungan Keluarga Remaja ........................................................... 58
Tabel 6.
Lingkungan Teman Remaja ............................................................... 61
Tabel 7.
Alasan Informasi Remaja ................................................................... 64
Tabel 8.
Alasan Identitas Pribadi Remaja ........................................................ 67
Tabel 9.
Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial Remaja .................................... 69
Tabel 10. Alasan Hiburan Remaja ..................................................................... 71 Tabel 11. Total Waktu Remaja Menonton Tayangan Sinetron Religius ........... 73 Tabel 12. Tayangan Sinetron Religius yang di tonton Responden Siswa SMUN 22 Jakarta ............................................................................... 74 Tabel 13. Frekuensi Remaja Menonton Tayangan Sinetron Religius................ 75 Tabel 14. Remaja yang Menonton Tayangan Sinetron Religius Berdasarkan Jenis Tayangan Sinetron Religius ...................................................... 76 Tabel 15. Sikap Remaja terhadap Agama Islam ................................................ 79 Tabel 16. Komponen Sikap Kognitif Remaja terhadap Agama Islam ............... 82 Tabel 17. Komponen Sikap Afektif Remaja terhadap Agama Islam ................. 82 Tabel 18. Komponen Sikap Afektif Remaja terhadap Agama Islam ................. 83 Tabel 19. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius ............................................................... 86
xiii
Tabel 20. Hubungan antara Waktu Luang dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ............................. 88 Tabel 21. Hubungan antara Waktu Luang dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ............................................................... 89 Tabel 22. Hubungan antara Lingkungan Keluarga dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius .......... 90 Tabel 23. Hubungan antara Lingkungan Keluarga dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ............................................................... 91 Tabel 24. Hubungan antara Lingkungan Teman dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius .......... 92 Tabel 25. Hubungan antara Lingkungan Teman dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ............................................................... 93 Tabel 26. Hubungan antara Alasan Informasi dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ............................. 94 Tabel 27. Hubungan antara Alasan Informasi dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ............................................................... 95 Tabel 28. Hubungan antara Alasan Identitas Pribadi dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius .......... 96 Tabel 29. Hubungan antara Alasan Identitas Pribadi dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ......................................... 97 Tabel 30. Hubungan antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius .............................................................................................. 98 Tabel 31. Hubungan antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ......................................... 99 Tabel 32. Hubungan antara Hiburan dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius.............................................. 100 Tabel 33. Hubungan antara Alasan Hiburan dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ............................................................... 101 Tabel 34. Hubungan antara Sikap terhadap Agama Islam dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius .......... 103 Tabel 35. Hubungan antara Sikap terhadap Agama Islam dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ..................................................... 104
xiv
Tabel 36. Hubungan antara Komponen Sikap Kognitif terhadap Agama Islam dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ................................................................................ 105 Tabel 37. Hubungan antara Komponen Sikap Kognitif terhadap Agama Islam dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ...... 107 Tabel 38. Hubungan antara Komponen Sikap Afektif terhadap Agama Islam dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ............................................................... 108 Tabel 39. Hubungan antara Komponen Sikap Afektif terhadap Agama Islam dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ...... 109 Tabel 40. Hubungan antara Komponen Sikap Konatif terhadap Agama Islam dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius ............................................................... 110 Tabel 41. Hubungan antara Komponen Sikap Konatif terhadap Agama Islam dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius ...... 111
Lampiran Tabel 1.
Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Menonton ............................................................... 117
Tabel 2.
Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Waktu Luang dengan Perilaku Menonton ............................................................... 120
Tabel 3.
Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Lingkungan Keluarga dengan Perilaku Menonton ................................................ 122
Tabel 4.
Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Lingkungan Teman dengan Perilaku Menonton ................................................... 124
Tabel 5.
Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Informasi dengan Perilaku Menonton ............................................................... 126
Tabel 6.
Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Identitas Pribadi dengan Perilaku Menonton ................................................... 128
Tabel 7.
Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Perilaku Menonton ............................... 130
Tabel 8.
Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Hiburan dengan Perilaku Menonton ............................................................... 132
xv
Tabel 9.
Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton dengan Sikap Terhadap Agama Islam............................................... 134
Tabel 10. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton dengan Komponen Sikap Kognitif .................................................... 135 Tabel 11. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton dengan Komponen Sikap Afektif ...................................................... 136 Tabel 12. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton dengan Komponen Sikap Konatif ..................................................... 137
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 37 Gambar 2. Remaja yang Memilih Pernyataan Lingkungan keluarga Berdasarkan Jenisnya ....................................................................... 59 Gambar 3. Remaja yang Memilih Pernyataan Lingkungan Teman Berdasarkan Jenisnya ....................................................................... 62 Gambar 4. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Informasi Berdasarkan Jenisnya ....................................................................... 65 Gambar 5. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Identitas Pribadi Berdasarkan Jenisnya .......................................................... 68 Gambar 6. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial Berdasarkan Jenisnya ............................................. 70 Gambar 7. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Hiburan Berdasarkan Jenisnya ............................................................................................. 72
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Televisi termasuk ke dalam komunikasi massa dan merupakan salah satu
bentuk media massa yang banyak di tonton saat ini. Hampir setiap rumah memiliki televisi selain sebagai sarana hiburan juga sebagai sumber informasi yang cepat dan mudah untuk diakses. Budhiarty (2004) mengutip Ibrahim yang mengatakan saat ini di Indonesia terdapat 20 sampai dengan 23 juta rumahtangga yang memiliki pesawat televisi. Komunikasi massa menurut Freidsow yang dikutip Rakhmat (1991) adalah komunikasi yang dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus populasi serta terdapat alat-alat khusus untuk menyampaikan komunikasi agar komunikasi itu dapat mencapai pada saat yang sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat sedangkan media massa menurut Effendy (1984) adalah saluran untuk menyampaikan pesan dalam komunikasi massa. Ardianto dan Erdinaya (2004) mengatakan selain televisi terdapat enam bentuk media massa antara lain yaitu surat kabar, majalah, radio siaran, film serta komputer dan internet. Berbeda dengan media massa lain, televisi mudah dimengerti dan dipahami oleh pemirsa karena tidak memerlukan kemampuan dan pengetahuan tertentu seperti halnya kemampuan membaca dalam menikmati surat kabar, tabloid atau majalah. Kuswandi (1996) mengatakan bahwa daya tarik televisi adalah informasi atau berita yang disampaikan lebih singkat, jelas dan sistematis,
2
sehingga pemirsa tidak perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi. Televisi dapat menjangkau massa yang cukup banyak dan nilai aktualitas dari informasi atau berita yang disampaikan televisi sangat cepat. Kuswandi
(1996)
mengutip
Skornis
yang
menjelaskan
televisi
merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat politis, informatif, hiburan maupun pendidikan. Televisi dapat bersifat politis, informatif, hiburan maupun pendidikan tergantung dari cara pandang pembuat program televisi dan pemirsa yang menontonnya. Pada saat ini jumlah stasiun televisi semakin bertambah seiring dengan perkembangan jaman. Stasiun televisi di tanah air bermunculan mulai dari hanya satu stasiun televisi (TVRI) sampai 12 stasiun TV yang mengudara secara nasional dan berkantor di Ibukota Jakarta serta sejumlah TV komunitas yang hanya dinikmati satu kota atau daerah tertentu saja (Ardianto dan Erdinaya, 2004). Kedua belas stasiun TV tersebut antara lain yaitu Televisi Republik Indonesia (TVRI), Rajawali Citra Televisi (RCTI), Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (Anteve), Indosiar Visual Mandiri (IVM), Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV), METRO TV, LATIVI, TV 7 dan GLOBAL TV. Contoh stasiun televisi komunitas antara lain JAK TV dan O CHANNEL untuk komunitas Ibukota Jakarta serta Bali TV untuk komunitas daerah Bali. Media komunikasi televisi memiliki beragam acara mulai dari berita, sinetron, musik, film sampai infotaiment. Beragam acara yang ditampilkan tersebut memiliki pengaruh yang cukup kuat bagi pemirsa yang menontonnya. Kuswandi (1996) mengatakan acara televisi dapat mengancam nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat, menguatkan nilai-nilai sosial yang ada dalam
3
masyarakat serta akan membentuk nilai-nilai sosial baru dalam kehidupan masyarakat. McQuail (1987) juga mengatakan bahwa media massa mampu mengubah perilaku khalayak dalam keadaan apapun, terlebih lagi media audio visual yang pesan-pesannya seakan-akan menghipnotis massa dalam berperilaku. Salah satu acara televisi yang mampu mempengaruhi pemirsa yang menontonnya adalah sinetron. Sinetron menurut Labib (2002) adalah film cerita yang dibuat untuk media televisi. Acara sinetron yang menampilkan drama kehidupan sehari-hari yang ditayangkan oleh stasiun televisi juga beragam mulai dari sinetron anak-anak, sinetron drama, sinetron laga, sinetron remaja sampai sinetron yang bertemakan religius. Sinetron yang banyak ditayangkan pada saat ini atau sedang menjadi tren di hampir semua stasiun televisi yaitu sinetron yang bertemakan religius seperti Rahasia Illahi, Allah Maha Besar, Hidayah, Astagfirullah dan lain-lain. Tayangan sinetron ini merupakan tayangan sinetron yang berisi pengetahuan agama Islam. Adanya keseragaman program tersebut menurut Wardhana (2001) dikarenakan stasiun televisi selalu mengacu pada perolehan rating pada setiap programnya dengan perolehan rating yang tinggi akan diikuti oleh perolehan iklan yang banyak, sehingga pemasukkan dana bagi stasiun televisi pun menjadi semakin besar. Umumnya apabila salah satu stasiun televisi berhasil dengan program telenovelanya, maka stasiun televisi yang lain akan mengikutinya dengan menyajikan telenovela juga. Berdasarkan
hasil survei AC Nielsen pada bulan Maret-April 2005,
sinetron religius Rahasia Illahi dan Takdir Illahi mampu mendongkrak posisi TPI dari tujuh besar ke posisi tertinggi di Indonesia. Hasil survei ini juga menempatkan sinetron Rahasia Illahi sebagai tayangan dengan rating pertama
4
untuk semua program di semua stasiun televisi, begitu juga dengan sinetron Astagfirullah di SCTV dan Azab Illahi di Lativi mampu mendongkrak rating kedua televisi tersebut.1 Tayangan sinetron religius sering mengisahkan perjalanan seseorang dalam mengarungi hidup sampai ajal. Sinetron religius yang menceritakan kebesaran Tuhan dimana setiap perbuatan seseorang akan mendapatkan ganjarannya sesuai apa yang diperbuatnya. Seseorang yang berbuat kebaikan akan menuai kebaikan pula sedangkan seseorang yang berbuat kejahatan maka akan mendapatkan azab dari Tuhan. Orang jahat biasanya digambarkan dengan siksa yang pedih menjelang ajal (sakratulmaut) sedangkan orang baik digambarkan dengan keadaan yang baik pula, seperti mayat yang wangi, mayat yang utuh selama sekian tahun, dan sebagainya. Sinetron yang bertemakan religius ini memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pemirsa yang menontonnya dalam realitas kehidupan sehari-hari. 2 Siaran televisi berupa sinetron religius tersebut memiliki pengaruh yang cukup kuat bagi pemirsa yang menontonnya terutama remaja yang mudah terpengaruh karena perkembangan jiwanya masih labil. Remaja secara umum menurut Sarwono (1989) adalah usia 11-24 tahun, belum menikah dan menuju proses kematangan fisik dan terutama kematangan sosial psikologi.
1
Ruzdy Nurdiansyah 2005, Sinetron Islami Membawa Berkah, http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=195347&kat_id=306&kat_id1=&kat_id2=-31k_. (Diakses Tanggal 15 Maret 2006)
2 Beni Setiawan, Menggugat Tayangan Religius, http://www.riaupos.com/web/content/category/1/12/50/100/-27k. (Diakses Tanggal 7 Desember 2005)
5
Adanya sinetron religius akan memberikan pengaruh sikap remaja terhadap agama Islam. Myers yang dikutip Sarwono (1999) mengatakan sikap adalah reaksi suka atau tidak suka pada sesuatu, seseorang, diluar kebiasaan kepercayaannya, perasaan atau perilakunya. Sarwono (1989) mengutip Lawrence Kohlberg yang mengatakan pada usia remaja, tingkah laku moral ditujukan untuk mempertahankan norma-norma tertentu. Ketika menyaksikan tayangan sinetron religius mungkin seorang remaja yang taat pada agama akan berusaha agar ia rajin bersembahyang supaya agama itu sendiri bisa berkelanjutan atau karena ia merasa perlu hidup dengan berpedoman pada agama. Di pihak lain, ia mungkin memilih norma-norma kawan-kawan sekelompoknya karena norma itulah yang berlaku di lingkungannya dan ia mengikuti norma-norma itu sebagai ukuran moralnya karena beranggapan bahwa kelompoknya itulah yang dipatut dijadikannya pedoman. Oleh karena itu, untuk dapat memahami perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius jadi perlu dipelajari adakah hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius dengan sikap remaja terhadap agama Islam.
1.2.
Perumusan Masalah Permasalahan utama yang dapat diangkat adalah apakah perilaku
menonton tayangan sinetron religius di televisi berhubungan dengan sikap remaja terhadap agama Islam. Permasalahan utama tersebut penting untuk diteliti selain karena penelitian mengenai tayangan sinetron religius belum ada yang meneliti juga karena tayangan sinetron religius merupakan tayangan sinetron yang banyak ditayangkan di televisi. Permasalahan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
6
1. Apakah karakteristik individu remaja berhubungan dengan perilaku mereka dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi? 2. Apakah lingkungan sosial remaja berhubungan dengan perilaku mereka dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi? 3. Apakah alasan menonton remaja berhubungan dengan perilaku mereka dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi? 4. Apakah perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi berhubungan dengan sikap remaja terhadap agama Islam?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
perilaku menonton tayangan sinetron religius di televisi dengan sikap remaja terhadap agama Islam. Tujuan tersebut dirinci sebagai berikut: 1. Menganalisis hubungan karakteristik individu remaja dengan perilaku mereka dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi. 2. Menganalisis hubungan lingkungan sosial remaja dengan perilaku mereka dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi. 3. Menganalisis hubungan alasan menonton remaja dengan perilaku mereka dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi. 4. Menganalisis hubungan
perilaku remaja dalam menonton tayangan
sinetron religius di televisi dengan sikap remaja terhadap agama Islam.
7
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna untuk:
1. Menambah pengetahuan penulis mengenai perkembangan serta teori-teori yang mendukungnya. 2. Referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Masukan bagi pihak pengelola televisi dan pihak lain yang terkait dengan pertelevisian. 4. Masukan bagi pemirsa televisi khususnya remaja untuk dapat memilih acara televisi yang bermanfaat bagi mereka.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Komunikasi Massa dan Efek Komunikasi Massa Rakhmat (1991) mengutip Maletzke yang mengatakan komunikasi massa
sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. Komunikasi massa menurut Wright yang dikutip Rakhmat (1991) dilihat berdasarkan karakteristik utamanya yaitu diarahkan pada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim, pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas, komunikator cenderung berada dalam organisasi yang kompleks dan melibatkan biaya besar. Menurut Rakhmat (1991) komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Karakteristik komunikasi massa ada delapan yaitu: (a) komunikator terlembagakan, melibatkan lembaga dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks, misalnya media televisi; (b) pesan bersifat umum, ditujukan untuk semua orang bukan sekelompok tertentu; (c) komunikannya anonim dan heterogen, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim) karena menggunakan media dan tidak tatap muka sedangkan komunikannya heterogen terdiri dari berbagai lapisan masyarakat; (d) media massa menimbulkan
9
keserempakkan, keserempakkan kontak dengan sejumlah besar dalam jarak yang jauh dari komunikator dan penduduk tersebut satu sama lain berada dalam keadaan terpisah; (e) komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang digunakan; (f) komunikasi massa bersifat satu arah, komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung; (g) stimulasi alat indera terbatas, tergantung pada jenis media massa serta (h) umpan balik tertunda, dalam komunikasi massa maka umpan balik tertunda karena tidak berkomunikasi secara langsung (Ardianto dan Erdinaya, 2004). Ardianto dan Erdinaya (2004) mengutip pernyataan Dominick mengenai fungsi komunikasi massa bagi masyarakat ada lima. Pertama pengawasan yang terbagi menjadi dua yaitu pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman bencana alam, serangan militer dan lain-lain, sedangkan pengawasan instrumental adalah penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, penafsiran terhadap kejadian penting. Ketiga, pertalian yang dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. Keempat, penyebaran nilainilai yang mewakili seseorang dengan model peran yang diamati dan harapan untuk menirunya. Kelima, hiburan untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak. Media komunikasi massa antara lain (1) pers, media cetak dimana pesan diungkapkan dengan kata-kata yang baru menimbulkan makna apabila khalayak
10
menggunakan tatanan mentalnya secara aktif; (2) radio siaran, memiliki kekhasan sebagai media audio (dengar); (3) televisi, media yang bersifat audiovisual (didengar dan dilihat) serta (4) film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop yang mempunyai fungsi dan sifat mekanik, rekreatif, edukatif dan persuasif (Ardianto dan Erdinaya, 2004). Teori komunikasi massa yaitu (1) teori peluru atau jarum hipodermik, mengamsusikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif; (2) teori arus banyak tahap, sebagian besar orang menerima efek media dari tangan kedua yaitu opinion leaders (para pemuka pendapat); (3) teori proses selektif, penerima pesan media cenderung melakukan selective exposure (terpaan selektif); (4) teori pembelajaran sosial, menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa yang dilihat di televisi melalui proses pembelajaran hasil pengamatan; (5) teori difusi inovasi, penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru; dan (6) teori kultivasi, teori yang berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra yang tidak konsisten dengan kenyataan (Ardianto dan Erdinaya, 2004). Efek kognitif komunikasi massa menurut Roberts yang dikutip oleh Rakhmat (1991) mengatakan komunikasi massa secara tidak langsung menimbulkan perilaku tertentu tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan dan citra inilah yang mempengaruhi cara kita berperilaku. Citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi dan informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau meredefinisikan citra. Media menampilkan realitas yang sudah diseleksi (realitas tangan kedua), misalnya
11
televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan tokoh lain dan karena seseorang tidak dapat dan tidak sempat mengecek peristiwaperistiwa yang disajikan media sehingga cenderung menerima informasi itu hanya berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Akhirnya seseorang membentuk citra tentang lingkungan sosial seseorang berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa. Pada efek afektif terdapat rangsangan emosional seperti yang dikatakan oleh Weiss yang dikutip Rakhmat (1991), ada faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan pesan media massa. Faktor-faktor itu antara lain suasana emosional, skema kognitif, predisposisi individual dan tingkat identifikasi khalayak dengan tokoh media massa. Respon seseorang pada film, sandiwara televisi atau novel akan dipengaruhi oleh suasana emosional orang itu sendiri. Skema kognitif yaitu semacam naskah pada pikiran seseorang yang menjelaskan alur peristiwa. Misalnya seseorang tahu bahwa dalam film seorang tokoh utama akan menang pada akhirnya, jadi tidak terlalu cemas ketika tokoh utama atau pahlawan jatuh dari jurang. Lalu faktor yang ketiga adalah suasana terpaan, misalnya anak-anak lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap. Faktor predisposisi individual mengacu pada karakteristik khas individu, misalnya orang yang melankolis cenderung menanggapi tragedi lebih terharu daripada orang periang. Identifikasi menunjukkan sejauhmana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penonton, pembaca atau pendengar menempatkan dirinya dalam posisi tokoh.
12
Rakhmat (1991) mengatakan teori yang menjelaskan efek konatif yaitu teori dari Bandura dimana kita belajar bukan dari pengalaman langsung tetapi dari peniruan atau peneladanan. Ia menjelaskan proses belajar sosial melalui empat tahap yaitu (1) proses perhatian, adanya peristiwa yang menarik perhatian dimana peristiwa tersebut tampak menonjol dan sederhana, terjadi berulang-ulang atau menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya; (2) proses pengingatan, dimana khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatan dalam benaknya dan memanggilnya kembali tatkala mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan; (3) proses reproduksi motoris, artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati, serta (4) proses motivasional, maksudnya kita akan terdorong melakukan teladan bila kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya.
2.1.2
Televisi dan Pengaruh Televisi Televisi bermula ditemukannya electrische teleskop oleh mahasiswa
Jerman yang bernama Paul Nipkov yang dijuluki ”bapak” televisi untuk mengirim gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat yang lain. Kelebihan televisi antara lain penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan, informasi yang disampaikan akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual serta dengan adanya satelit komunikasi maka peristiwa di satu tempat dapat dilihat di tempat lain melalui televisi. Media televisi bersifat transitory (hanya meneruskan) maka pesan-pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa media tersebut hanya dapat didengar dan dilihat secara sekilas. Isi pesan media televisi berasal dari sumber resmi
13
tentang suatu isu yang terjadi di masyarakat. Karena sifat komunikasi massa media televisi itu transitory maka isi pesan yang disampaikan harus singkat dan jelas, cara penyampaian kata per kata harus jelas serta intonasi suara dan artikulasi harus tepat dan baik. Kesemuanya itu tentu saja menekankan unsur isi pesan yang komunikatif agar pemirsa dapat mengerti secara tepat tanpa harus menyimpang dari pemberitaan yang sebenarnya. Kelemahan televisi adalah karena bersifat “transitory” maka isi pesannya tidak dapat di’memori’ oleh pemirsa. Media televisi terikat oleh waktu tontonan dan tidak bisa melakukan kritik sosial dan pengawasan secara langsung dan vulgar (Kuswandi, 1996). Televisi memiliki beberapa fungsi seperti yang diungkapkan oleh Hofmann (1999) mengenai teori lima fungsi televisi yaitu sebagai berikut : 1.
Pengawasan Situasi Masyarakat dan Dunia Fungsi ini disebut informasi. Fungsi televisi yang sebenarnya adalah
mengamati kejadian didalam masyarakat dan kemudian melaporkannya sesuai dengan kenyataan yang ditemukan. Dalam hal ini, tekanannya bukan pada siarannya melainkan pada kamera dan mikrofon yang merekam. Seandainya fungsi ini diperhatikan betul, televisi dapat menjadi media komunikasi yang cukup demokratis sejauh yang hidup di dalam masyarakat dikembalikan lagi kepada masyarakat lewat siaran. 2.
Menghubungkan Satu Dengan yang Lain Menurut Neil Postman, televisi tidak berkesinambungan. Akan tetapi,
televisi yang menyerupai sebuah mosaik dapat saja menghubungkan hasil pengawasan satu dengan hasil pengawasan lain secara jauh lebih gampang daripada sebuah dokumen tertulis.
14
3.
Menyalurkan Kebudayaan Diharapkan televisi dapat lebih proaktif. Televisi sendiri tidak hanya
mencari tetapi juga ikut memperkembangkan kebudayaan. Fungsi ini dilihat sebagai pendidikan. Namun, istilah ’pendidikan’ sengaja dihindari karena di dalam kebudayaan
audiovisual tidak ada yang namanya kurikulum yang
dirancang oleh seorang pendidik. Kebudayaan yang diperkembangkan untuk televisi merupakan tujuan tanpa pesan khusus di dalamnya. 4.
Hiburan Sekarang ini hiburan semakin diakui sebagai kebutuhan manusia. Tanpa
hiburan manusia tidak dapat hidup wajar. Hiburan juga dapat diberi nilai yang di Amerika Serikat disebut Recreational Succes yaitu keberhasilan sebagai rekreasi. Di dalam penelitian di antara ibu-ibu rumahtangga penggemar tayangan serial telenovela di Amerika Latin, telenovela dipilih karena dengan menonton serial itu, mereka dapat belajar berbicara lebih baik dan berani sehingga tidak mudah dikuasai oleh suami yang macho. Mereka kemudian meniru para wanita di layar televisi dengan cara berpakaian, berias dan berdandan. Kalau tidak ada sesuatu yang dapat dipelajari suatu hiburan umumnya kurang menarik. Pembuat program televisi yang baik memperhatikan dengan jeli hal apa yang ingin dipelajari oleh para penonton. 5.
Pengerahan Masyarakat untuk Bertindak dalam Keadaan Darurat Misalnya kalau terjadi wabah penyakit di suatu daerah, televisi bisa saja
memberitakan berdasarkan fungsinya sebagai pengawas. Televisi harus proaktif memberi motivasi dan menganjurkan supaya orang mau dibantu secara preventif.
15
Ardianto dan Erdinaya (2004) mengatakan televisi memiliki fungsi memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Media televisi adalah salah satu media massa yang mampu menyajikan informasi kejadian-kejadian dalam masyarakat secara objektif. Konsep diri pemirsa setelah menyaksikan tayangan acara televisi jelas menentukan seberapa jauh media televisi itu mempunyai dampak yang menyentuh aspek kepribadian pemirsa secara emosional, intelektual maupun sosial. Dampak acara televisi terhadap pemirsa yaitu (1) dampak kognitif yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa, misalnya acara kuis di televisi; (2) dampak peniruan yaitu pemirsa dihadapkan pada tren aktual yang ditayangkan di televisi, misalnya model pakaian dan rambut dari bintang televisi yang kemudian digandrungi atau ditiru secara fisik; serta (3) dampak perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pemirsa, misalnya sinetron Dokter Sartika yang mengintemalisasikan kesehatan bagi masyarakat (Kuswandi, 1996). Dampak televisi berupa peniruan juga diungkapkan oleh Tubbs dan Moss (1996) yang mengatakan sikap atau perilaku pada diri seseorang dapat diperoleh dari hasil peniruan atau imitasi dengan cara memperhatikan perilaku seseorang atau tokoh pada televisi. Peniruan atau proses imitasi berlangsung sepanjang hidup seseorang, terutama masa-masa pembentukkan pada anak-anak dan remaja. Hal tersebut dikarenakan informasi dan berbagai program yang disajikan oleh televisi tentang berbagai kehidupan sosial dan peranan yang ditampilkan akan membentuk citra khalayak tentang peranan dan realitas sosial. Seperti yang
16
dikatakan oleh Schramn and Porter (1982) seorang anak atau remaja yang sedang menonton tayangan televisi secara tidak sengaja akan mempelajari atau menemukan hal-hal yang baru kemudian akan diingatnya dan kemudian ditiru.Anak berusia delapan tahun akan mampu mengingat tiga sampai lima hal baru pada tayangan televisi, sedangkan anak remaja dapat mengingat sembilan sampai sepuluh hal baru yang ditayangkan televisi.
2.1.3
Program Acara Sinetron
2.1.3.1 Sinetron dan Pengaruhnya Acara televisi yang berhubungan dengan misi pembangunan adalah paket sinetron. Tampilan paket sinetron televisi mempunyai beberapa unsur yaitu cerita sinetron umumnya sesuai dengan realitas kehidupan masyarakat dan isi sinetron mengkomunikasikan soal pembangunan fisik maupun mental. Ada beberapa faktor yang membuat paket sinetron disukai yaitu isi pesannya sesuai dengan realitas sosial pemirsa, isi pesannya mengandung cerminan tradisi nilai luhur dan budaya pemirsa dan isi pesannya lebih banyak mengangkat permasalahan atau persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat (Kuswandi, 1996). Dalam membuat paket ini kru televisi harus memasukkan isi pesan yang positif dan pesan dapat mewakili aktualitas kehidupan masyarakat dalam realitas sosialnya. Untuk membuat sinetron ada dua hal perlu diperhatikan yaitu terdapat permasalahan sosial dalam cerita sinetron yang mewakili realitas sosial dalam masyarakat dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam sinetron secara positif dan responsif (Kuswandi, 1996).
17
Tayangan sinetron telah menjadi mata acara primadona di televisi. Sinetron yang ditayangkan pada televisi menurut Labib (2002) dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu sinetron seri, serial dan sinetron lepas. Sinetron seri dan sinetron serial memiliki kesamaan yaitu jumlah episodenya yang banyak. Namun, memiliki perbedaan yaitu kalau sinetron seri antara episode pertama dan selanjutnya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat, dimana terdapat tiga babak yaitu pemaparan, konflik dan ditutup dengan solusi, tampak tegas sehingga memuaskan pemirsa serta tokoh-tokoh yang muncul baik protagonis maupun antagonis tetap dengan cerita yang dibuat berubah-ubah setiap episodenya. Berbeda dengan sinetron serial yang pada setiap episodenya selalu memilki hubungan sebab akibat namun struktur ceritanya disesuaikan dengan kepentingan untuk ”menjerat” minat pemirsa agar terus-menerus mengikuti episode selanjutnya. Sinetron lepas atau sinetron yang satu episodenya selesai atau film televisi (FTV), struktur ceritanya tampak sangat jelas dan persis mengikuti pola tiga babak tersebut. Jenis sinetron lepas ini memiliki format yang berbeda dengan sinetron pada umumnya yaitu durasi (running time) mencapai satu setengah jam (90 menit) sudah termasuk selipan iklan dan tidak bersambungan, tidak serial juga tidak bermini seri, dimana satu kali tayang langsung selesai serta pada tayangantayangan untuk pekan berikutnya masing-masing tidak ada sangkut pautnya sama sekali. Sinetron juga dapat dibedakan atas dasar tema ceritanya yang dibagi menjadi dua kategori besar. Pertama, sinetron drama yaitu sebagai komposisi cerita atau kisah, syair lagu-lagu yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang melibatkan
18
emosi atau konflik yang dikemas secara khusus untuk ditayangkan di televisi. Jenis sinetron drama ini pun dibagi dalam tiga kategori besar yaitu sinetron drama komedi yaitu sinetron drama yang berisi kelucuan-lucuan yang mengajak pemirsa tertawa, sinetron drama rumahtangga yaitu sinetron drama yang mengangkat masalah-masalah dalam rumahtangga dan sinetron drama misteri yaitu sinetron drama yang mengangkat masalah misteri atau menciptakan situasi yang mencekam. Kedua adalah sinetron laga yaitu sinetron yang banyak menceritakan dan mengisahkan perkelahian sebagai menu utamanya. Jenis sinetron laga juga dapat dibagi menjadi dua yaitu sinetron laga misteri kolosal yaitu sinetron laga yang mengangkat pertarungan-pertarungan dengan tema misteri dengan pemeran dalam jumlah besar dan sinetron laga drama yaitu sinetron laga drama yang mengangkat pertarungan-pertarungan dengan masa setting masa kini (Labib, 2002). Acara sinetron memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pemirsa yang menontonnya. Seperti yang diungkapkan oleh Labib (2002) dimana cerita sinetron tidak hanya sekedar menjadi sajian menarik di layar kaca, tetapi juga telah menjadi bahan diskusi di antara para ibu di kelompok arisan, antar anggota keluarga, bahkan tidak jarang nilai-nilai sosial di dalamnya hadir sebagai rujukan perilaku para penggemarnya. Bahkan para penggemar sinetron umumnya merasa cemas jika ketinggalan salah satu episode cerita sinetron kesayangannya. Lagulagu tema sinetron banyak dihapal oleh para ibu-ibu dan remaja putri. Saat itulah muncul komunitas baru yaitu komunitas para penggemar artis sinetron. Bahkan perilaku para artis sinetron tidak jarang menjadi panutan para ibu atau remaja
19
putri, mereka mengubah model rambut dan dandanannya seperti artis kesayangannya. Paket sinetron menurut Kuswandi (1996) selama ini tampaknya telah dianggap sebagai mata acara primadona televisi. Namun, anggapan demikian ternyata tidak selalu benar dan tepat. Banyak sinetron yang telah ditayangkan di televisi terlihat asal jadi baik dari segi isi pesan maupun teknik penggarapannya. Sampai saat ini masih belum banyak paket sinetron yang berfungsi sebagai alat atau sarana agen perubahan sosial maupun agen pembangunan.
2.1.3.2 Sinetron Religius Beberapa tahun terakhir ini, pemirsa tayangan televisi dimanjakan dengan berbagai ragam acara yang bernuansa religius. Tayangan-tayangan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga digemari penonton. Sejak pertengahan tahun 2004 televisi di Indonesia banjir dengan sinetron religius bertajuk ”Ilahi”. Diawali dengan sukses TPI menayangkan serial Rahasia Ilahi, yang konon diilhami oleh kisah-kisah nyata dalam majalah Hidayah, stasiun TV swasta lain kemudian mengikuti jejak TPI. SCTV dengan Astaghfirullah dan Kuasa Ilahi; Trans-TV dengan Taubat, Insyaf, dan Istighfar; Lativi dengan Azab Ilahi, PadaMu Ya Rabb, dan Sebuah Kesaksian; RCTI dengan Tuhan Ada di Mana-mana; ANTV dengan Azab Dunia dan Jalan ke Surga; TV7 dengan Titik Nadir; dan TPI sendiri dengan Takdir Ilahi, Allah Maha Besar, dan Kehendak-Mu.1
1
Ruslani 2005, Dari sinetron Religius ke “Emerging Reason”, http:// www.kompas.co.id/kompascetak/0210/01/Bentara/-34k. (Diakses Tanggal 7 Desember 2005)
20
Sinetron religius semacam ini ternyata mampu mendongkrak peringkat stasiun penayangnya.2 Tak heran jika kemudian hampir semua stasiun TV menayangkan sinetron sejenis. Sinetron religius yang kini tengah menjamur, sesungguhnya merupakan kelanjutan dari tren tayangan televisi sebelumnya, yang doyan menayangkan mistik. Setelah aroma mistis sempat populer dalam bungkus reality show, seperti Dunia Lain, Gentayangan, dan lain-lain, kini aroma serupa dikemas dalam bentuk sinetron. 3 Berdasarkan sumber cerita, sinetron religius dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, sinetron yang didasarkan pada kisah nyata. Kedua, sinetron yang ide ceritanya diambil dari sumber-sumber Islam klasik, terutama hadis-hadis yang dianggap sahih atau dari buku kumpulan cerita yang juga diambil dari kitab-kitab klasik. 4 Satu hal yang sama dalam kedua jenis sinetron ini adalah di akhir tayangan dihadirkan seorang kiai, dai, atau agamawan yang dianggap dapat memberi tafsir kontekstual.5 Beberapa tayangan religius yang langsung didampingi dai-dai kondang Indonesia seperti, Arifin Ilham, Jefri al Bukhori, Luthfiah Sungkar, dan seterusnya. Pendamping sinetron itu mengajak pemirsa untuk merenungkan apa yang telah dilihatnya di awal ataupun di akhir tayangan. Sinetron yang bernuansa religius itu mau tidak mau harus kita terima sebagai
2
Loc.cit Ukon Akhmad Furkon 2005, Penuh Mistik dan Gambaran Tuhan yang Kejam Sinetron Religius yang Menyedihkan, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/01/0805.htm-19k. (Diakses Tanggal 7 Desember 2005) 4 Ruslani 2005, op.cit.,hal 1 5 Loc.cit 3
21
sebuah tawaran baru dalam persinetronan Indonesia atau paling tidak menjadi salah satu cara dakwah dalam Islam itu sendiri. 6 Sinetron religius berdasarkan jenis sinetron yang dikemukakan oleh Labib (2002) termasuk ke dalam sinetron lepas atau sinetron yang satu episodenya selesai atau film televisi (FTV), dimana struktur ceritanya tampak sangat jelas dan persis mengikuti pola tiga babak yaitu pemaparan, konflik dan ditutup dengan solusi. Jenis sinetron lepas ini memiliki durasi (running time) yang mencapai satu setengah jam (90 menit) dimana sudah termasuk selipan iklan dan tidak bersambungan, tidak serial juga tidak bermini seri, dimana satu kali tayang langsung selesai serta pada tayangan-tayangan untuk pekan berikutnya masingmasing tidak ada sangkut pautnya sama sekali. Sinetron religius juga termasuk ke dalam sinetron drama yaitu komposisi cerita atau kisah, syair lagu-lagu yang menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang melibatkan emosi atau konflik yang dikemas secara khusus untuk ditayangkan di televisi. Tayangan sinetron religus lebih spesifik termasuk ke dalam sinetron drama misteri yaitu sinetron drama yang mengangkat masalah misteri atau menciptakan situasi yang mencekam. Munculnya tayangan sinetron religius yang menggambarkan setiap perbuatan pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal, ternyata sangat diharapkan oleh Manshur. Manshur (1996) mengatakan perlu ada saluran khusus untuk menampilkan acara mengenai sanksi dan hukuman dalam Islam. Dalam acara ini harus dijelaskan terlebih dahulu dasar-dasar, asal-usul dan tujuan dari adanya sanksi dan hukuman yang diberlakukan dalam Islam. Perlu dijelaskan juga 8 Beni Setiawan, Menggugat Tayangan Religius, http://www.riaupos.com/web/content/category/1/12/50/100/-27k. (Diakses Tanggal 7 Desember 2005)
22
batas-batas keadilan dan pelaksanaan dalam hukum Islam, persamaan hak dan kedudukan bagi setiap manusia dimata hukum Islam ditambah dengan penjelasan mengenai dasar-dasar peraturan berbagai sanksi dan hukuman tersebut.
2.1.4
Remaja Batasan remaja menurut WHO pada tahun 1974 terdiri dari tiga kriteria
yaitu biologik dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, psikologik dimana individu mengalami perkembangan psikologik dari pola indentifikasi anak-anak menjadi dewasa serta sosial ekonomi dimana terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Masyarakat Indonesia mendefinisikan remaja sebagai remaja pada batasan usia 11-24 tahun (Sarwono, 1989). Hurlock (1996) membagi masa remaja menjadi dua bagian yaitu masa awal remaja dan masa akhir remaja. Masa awal remaja berlangsung dari usia 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun. Untuk masa remaja akhir dimulai dari usia 16 atau 17 tahun sampai dengan 18 tahun. Masa remaja menurut Sabri (1993) merupakan masa yang penting. Masa ini disebut juga sebagai suatu tahap peralihan, perubahan, usia bermasalah, mencari identitas, usia yang menakutkan, tidak realistik dan diambang dewasa. Masa peralihan disebut juga sebagai masa transisi. Pada masa ini remaja mengalami ketidakmapanan tingkah laku. Pada masa remaja, perubahan yang terjadi sangat besar baik dari segi fisik maupun perubahan perilakunya.
23
Menurut Yusuf yang dikutip oleh Badriah (2003), proses perkembangan mencari identitas diri dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: a) Iklim keluarga, yang berkaitan dengan interaksi sosio-emosional antar anggota keluarga, sikap dan perlakuan orangtua terhadap anak. b) Tokoh idola, orang-orang yang dianggap remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. Pada umumnya remaja mengidolakan tokoh-tokoh dari kalangan selebritis. c) Peluang pengembangan diri, yaitu kesempatan untuk melihat ke depan dan menguji dirinya dalam setting kehidupan yang beragam. Masa remaja adalah usia individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang lebih tua melainkan dalam tingkatan sama, sekurang-kurangnya masalah hak. Posisi seorang individu yang berusia remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Remaja tidak digolongkan pada golongan anak, dan juga tidak termasuk pada golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja masih harus menemukan tempatnya dalam masyarakat (Hurlock, 1996). Lawrence Kohlberg yang dikutip Sarwono (1989) mengatakan tentang perkembangan moral dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dalam tahapantahapan. Ia berpendapat bahwa kemampuan seseorang untuk menilai baik buruknya
sesuatu
tergantung
pada
kemampuan
penalaran
orang
yang
bersangkutan. Tahapan-tahapan perkembangan sebagai berikut : 1.
Tahap Pra Konvensional (0-5 tahun) Pada tahap ini anak belum mengetahui sama sekali tentang aturan-aturan
(konvensi-konvensi) yang ada dan untuk mengajarkan anak untuk dapat
24
membedakan mana yang baik dan buruk maka orangtua mendidik anak dengan sistem hukuman dan ganjaran. 2.
Tahap Konvensional Ada dua subtahap yaitu: (a) Orientasi anak baik-anak nakal yang terjadi
antara usia 6-11 tahun, dimana anak mengukur tingkah lakunya dengan berorientasi pada apa yang lazimnya dianggap baik (misalnya hormat pada orangtua, rajin sembahyang dan lain-lain) dan tidak melakukan apa yang dianggap tidak baik dan (b) Orientasi menjaga sistem, dimana pada ada usia remaja tingkah laku moral ditujukan untuk mempertahankan norma-norma tertentu. Remaja yang taat pada agama akan berusaha agar ia rajin bersembahyang supaya agama itu sendiri bisa berkelanjutan atau karena ia merasa perlu hidup dengan berpedoman pada agama. Di pihak lain, ia mungkin memilih norma-norma kawan-kawan sekelompoknya karena norma itulah yang berlaku di lingkungannya dan ia mengikuti norma-norma itu sebagai ukuran moralnya karena beranggapan bahwa kelompoknya itulah yang dipatut dijadikannya pedoman. 3.
Tahap Pra Konvensional (masa dewasa) Kalau sampai dengan masa remaja perkembangan moral masih terikat
pada situasi-situasi yang konkrit dan diukur dengan norma-norma yang relatif baku, usia dewasa tolak ukurnya sudah bersifat umum dan kuat. Orang dewasa sudah tidak berpedoman pada konvensi-konvensi yang baku lagi kecuali konvensi-konvensi itu dianggapnya bisa berfungsi untuk tahapan yang lebih luas. Dalam masa perkembangannya ini, remaja selalu mencari jati diri, salah satunya adalah dengan mencontoh idola mereka. Sebagian besar remaja memiliki tokoh idola yang berasal dari kalangan selebritis, seperti penyanyi, atau kalangan
25
bintang film. Mengingat tokoh idolanya sering muncul di media massa, terutama televisi, maka remaja sangat suka dan termotivasi dalam menonton televisi.
2.1.5
Sikap Sikap menurut Azjen yang dikutip Sarwono (1999) adalah ketidak
posisian untuk merespon kesukaan atau ketidaksukaan terhadap objek, orang, institut atau suatu event. Ciri khas dari sikap berdasarkan definisi di atas adalah mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya) dan mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka). Azwar (1995) mengutip Secord dan Backman yang mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sarwono (1999) mengatakan sikap mengandung tiga bagian menurut yaitu kognitif (kesadaran), afektif (perasaan) dan konatif (perilaku). Ketiga bagian itu saling terkait erat misalnya jika kita dapat mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek maka kita akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Sikap digambarkan oleh Mar’at (1981) dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif melalui areal netral ke arah negatif. Kualitas dan intensitas sikap menggambarkan konotasi dari komponen afeksi sehingga terjadi kecenderungan untuk dapat bertingkah laku berdasarkan kualitas emosional. Komponen sikap kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan tersebut muncul berdasarkan apa yang kita lihat dan kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan
26
mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka akan menjadi pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek atau secara umum disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku (Azwar, 1995). Sikap menurut Azwar (1995) dapat dibentuk oleh enam hal yaitu: (1) pengalaman pribadi dimana apa yang kita alami dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial; (2) pengaruh orang lain yang dianggap penting dimana individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah dengan orang yang dianggap penting tersebut; (3) pengaruh kebudayaan dimana pola sikap dan perilaku yang dimiliki dikarenakan kita mendapat penguatan dari masyarakat; (4) media massa membawa pesanpesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang; (5) lembaga pendidikan dan lembaga agama dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu serta (6) pengaruh faktor emosional dimana suatu sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego . Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan) karena dapat dibentuk, dikembangkan,
27
dipengaruhi dan diubah. Pendapat lain mengatakan bahwa dapat saja sikap timbul karena bawaan terbukti dari kenyataan bahwa sikap dapat timbul tanpa ada pengalaman sebelumnya (Sarwono, 1999). Namun, menurut Mar’at (1981) sikap lebih dipandang sebagai hasil belajar daripada sebagai hasil perkembangan atau sesuatu diturunkan dan diperoleh melalui interaksi dengan objek sosial sehingga tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya dan sasarannya.
2.1.6
Perilaku Menonton Televisi Herlina (1999) mendefinisikan perilaku menonton televisi sebagai
tindakan menonton televisi karena adanya dorongan dalam diri seseorang untuk menonton televisi. Menurut Lowery dan DeFleur yang dikutip Herlina (1999) setiap individu memiliki perilaku tertentu dalam menggunakan media massa. Perilaku tersebut selanjutnya menjadi dasar untuk melihat pengaruh media massa. Terdapat tiga hal yang bisa menjadi alat ukur untuk mengidentifikasi perilaku anak-anak dan remaja dalam menonton televisi menurut Lowery dan DeFleur yang dikutip Herlina (1999) yaitu (1) total waktu yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari; (2) pilihan acara yang ditonton dalam sehari serta acara yang paling disukai dan (3) frekuensi menonton acara televisi. Media televisi menurut McQuail (1987) memiliki beberapa fungsi bagi seorang individu baik individu remaja maupun dewasa yaitu sebagai berikut : I Informasi ~ mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia.
28
~ mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan. ~ memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum. ~ belajar, pendidikan diri sendiri. ~ memperolah rasa damai melalui penambahan pengetahuan. II Identitas Pribadi ~ menemukan penunjang nilai-nilai pribadi. ~ menemukan model perilaku. ~ mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media). ~ meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri. III Integrasi dan Interaksi Sosial ~ memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain; empati sosial. ~ mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki. ~ menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial. ~ memperoleh teman selain manusia. ~ membantu menjalankan peran sosial. ~ memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak keluarga, teman dan masyarakat. IV Hiburan ~ melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan. ~ bersantai. ~ memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis. ~ mengisi waktu. ~ penyaluran emosi.
29
~ membangkitkan gairah seks. Pola penggunaan televisi menurut DeFleur yang dikutip Herlina (1999) dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, kemampuan mental yang diukur dengan IQ, status sosial dan penggunaan media massa lain.
2.1.7
Hasil Penelitian Perilaku Menonton Shaliza (2001) yang melakukan penelitian mengenai perilaku menonton
dan pengaruh isi siaran mengatakan terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan lama menonton televisi dimana pada remaja tingkat SLTP, laki-laki lebih banyak tergolong penonton ringan sedangkan perempuan lebih banyak tergolong penonton sedang. Pada remaja tingkat SMU, laki-laki lebih banyak tergolong sebagai penonton ringan sedangkan perempuan mempunyai jumlah yang seimbang antara penonton ringan dengan penonton sedang. Rasyid, et.al (2005) yang melakukan penelitian mengenai hubungan keterdedahan tayangan mistik komersial dengan perilaku remaja terhadap aqidah Islam mengatakan bahwa antara siswa laki-laki maupun perempuan baik siswa SMA maupun MAN berpotensi sama terdedah oleh tayangan tersebut. Siswa MAN laki-laki lebih sering menonton metode komunikasi tayangan mistik komersial dibanding siswa MAN perempuan pada tehnik penyajian uji nyali. Pada siswa SMU dan MAN berpotensi sama terdedah terhadap tayangan mistik komersial, namun pada tehnik penyajian uji nyali siswa MAN lebih berpotensi terdedah tayangan mistik komersial. Tayangan mistik komersial ternyata tidak berhubungan dengan perilaku remaja terhadap aqidah islam baik pada siswa MAN
30
maupun SMA dimana semakin sering menonton tayangan mistik komersial maka semakin melemahkan aqidah islam para siswa. Shaliza (2001) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara motivasi remaja menonton acara televisi dengan lama menonton televisi dimana pada tingkat SLTP remaja dengan motivasi afektif paling banyak tergolong penonton sedang dan remaja dengan motivasi pelepasan ketegangan mempunyai jumlah yang seimbang antara penonton ringan dengan penonton berat. Pada remaja tingkat SMU, dimana remaja dengan motivasi afektif mempunyai jumlah yang seimbang antara penonton ringan dengan penonton berat dan remaja dengan motivasi pelepasan ketegangan paling banyak tergolong penonton berat. Terdapat hubungan antara motivasi menonton acara televisi dengan jenis acara yang ditontonnya dimana pada remaja tingkat SLTP, acara hiburan anak paling banyak ditonton dengan motivasi afektif sedangkan acara hiburan drama paling banyak ditonton dengan motivasi pelepasan ketegangan. Pada tingkat SMU, acara hiburan drama paling banyak ditonton dengan motivasi afektif dan motivasi pelepasan ketegangan. Pengaruh siaran televisi terhadap emosi pada remaja SLTP dan SMU menunjukkan bahwa 75 persen memberikan reaksi sesuai dengan acara yang ditontonnya. Badriah (2003) yang melakukan penelitian mengenai motivasi, perilaku dan pemenuhan kebutuhan remaja dari acara hiburan televisi mengatakan remaja di kota memiliki motivasi informasi dan motivasi integrasi serta interaksi yang lebih tinggi dibandingkan remaja di desa. Pada motivasi identitas pribadi dan hiburan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara remaja di kota dengan di desa. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan durasi menonton
31
antara siswa perempuan dengan siswa laki-laki di desa yang dikarenakan penggunaan waktu untuk membantu orangtua di desa relatif sama untuk keduanya. Pada siswa laki-laki di kota memiliki durasi yang lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan karena remaja laki-laki tidak banyak ikut terlibat membantu orangtua. Untuk hubungan antara jenis kelamin siswa di desa maupun di kota dengan jumlah acara yang ditontonnya menunjukkan tidak ada hubungan. Badriah (2003) dalam penelitiannya mengatakan bahwa jenis motivasi yang berhubungan nyata terhadap durasi acara hiburan di televisi pada siswa di desa adalah motivasi informasi, integrasi dan interaksi sosial serta hiburan. Hubungan yang terjadi antara ketiga variabel motivasi di atas dengan durasi menonton adalah searah, sementara motivasi identitas pribadi tidak berhubungan nyata dengan durasi menonton. Pada siswa di desa tidak ada satupun dari jenis motivasi berhubungan nyata terhadap jumlah acara hiburan yang ditontonnya hal ini disebabkan tidak berpolanya tiap jenis motivasi yang diungkapkan siswa menurut jumlah acara hiburan yang ditontonnya. Pada siswa di kota motivasi yang berhubungan nyata dengan durasi menonton adalah motivasi integrasi dan interaksi sosial serta hiburan. Sementara untuk motivasi informasi dan identitas pribadi tidak adanya hubungan antara durasi menonton dengan informasi dikarenakan banyaknya akses informasi selain televisi pada masyarakat kota. Pada siswa di kota motivasi yang berhubungan nyata terhadap jumlah acara hiburan adalah motivasi informasi serta integrasi dan interaksi sosial. Hal ini disebabkan banyaknya akses informasi yang diperoleh siswa di kota menunjukkan tingginya akses media massa didukung pula oleh tingginya interaksi sosial dengan orangorang sekitarnya. Maka berakibat informasi tentang acara yang diketahuinya lebih
32
banyak sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap acara tersebut yang mengakibatkan banyaknya acara yang ditonton. Sementara tidak berhubungannya motivasi hiburan terhadap jumlah acara yang ditontonnya disebabkan adanya perilaku menonton siswa yang berbeda-beda dalam memenuhi motivasi hiburannya sedangkan untuk motivasi identitas pribadi tidak berhubungan dipengaruhi oleh interpretasi yang berbeda-beda terhadap variabel motivasi tersebut. Budyatna (1994) yang melakukan penelitian mengenai perilaku remaja dalam menonton tayangan televisi mengatakan bahwa status sosial berhubungan dengan waktu yang digunakan untuk menonton. Hasil penelitiannya yaitu terdapat perbedaan lamanya waktu yang digunakan dalam menonton pada remaja yang tinggal di real estate Pondok Indah dan penghuni rumah susun Kelurahan Malaka Sari, dimana kelompok yang lebih lama menonton adalah kelompok remaja yang tinggal di real estate Pondok Indah. Terdapat perbedaan selera acara yang disukai remaja penghuni real estate dengan remaja rumah susun. Remaja real estate lebih menyenangi adegan penuh petualangan dan remaja penghuni rumah susun lebih menyukai adegan lucu dan hiburan. Namun mereka sepakat tidak terlalu menyukai adegan kekerasan dan ketegangan. Remaja laki-laki, apalagi perempuan, kurang menyukai adegan-adegan yang penuh ketegangan dan kekerasan. Berdasarkan penelitian Untoro yang diikuti Badriah (2003), pria lebih banyak menonton acara yang bersifat informasi dan hiburan ’action’, sementara perempuan lebih tertarik pada acara hiburan drama, komedi dan kuis.
33
Remaja dalam memilih acara televisi dipengaruhi oleh orang-orang yang melihat acara tersebut bersama remaja, hal ini berdasarkan hasil penelitian Chaffe dan Tims yang dikutip oleh Hurlock (1996). Ketika menonton televisi, remaja biasanya didampingi oleh orang tua atau keluarga. Oleh karenanya pendidikan orang tua ikut juga berpengaruh dalam perilaku menonton televisi seorang anak. Anak remaja yang orang tuanya memiliki latar belakang pendidikan tinggi cenderung semakin kurang durasi menonton televisinya dan semakin tinggi tingkat pendidikannya maka jumlah acara informasi yang ditonton lebih banyak dibandingkan dengan acara yang bersifat hiburan (Anggrek, 1996). Herlina (1999) yang mengutip Greenberg dari hasil penelitiannya di Inggris, menyatakan bahwa setiap individu membentuk pola tertentu dalam menggunakan media massa. Jika pola dan motif anak-anak dalam menggunakan media dapat diidentifikasikan, maka pola tersebut akan terikut terus dan menjadi dasar dari pola penggunaan dan orientasi orang dewasa terhadap media massa. Pola dan motif ini penting diketahui sebagai dasar untuk mengidentifikasi potensi efek dan perubahan perilaku sosial yang mungkin terjadi akibat penggunaan suatu media.
2.1
Kerangka Pemikiran Pada saat ini tayangan sinetron yang banyak ditayangkan di berbagai
stasiun televisi adalah sinetron religius. Setiap hari masyarakat disajikan berbagai peristiwa religius dengan materi tayangan sinetron religius yang menyentuh hati pemirsanya. Sinetron yang bernuansa religius itu mau tidak mau harus kita terima
34
sebagai sebuah tawaran baru dalam persinetronan Indonesia atau paling tidak menjadi salah satu cara dakwah dalam Islam itu sendiri. Perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius diduga dilatarbelakangi oleh karakteristik individu, lingkungan sosial serta alasan menonton tayangan sinetron religius. Karakteristik individu remaja dilihat dari jenis kelamin dan waktu luang. Jenis kelamin diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius, karena laki-laki lebih banyak menonton acara yang bersifat informasi dan hiburan ’action’, sementara perempuan lebih tertarik pada acara hiburan drama, komedi dan kuis. Waktu luang diduga berhubungan dengan perilaku remaja dengan menonton tayangan sinetron religius, karena semakin seorang remaja memiliki waktu luang yang tinggi maka semakin tinggi total waktu dan frekuensi yang digunakan untuk menonton tayangan sinetron religius. Lingkungan sosial yang dilihat adalah lingkungan keluarga dan temanteman. Keluarga diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius, karena ketika menonton televisi remaja biasanya didampingi oleh orang tua atau keluarga. Maka diduga semakin sering keluarga seorang remaja menonton tayangan sinetron religius maka semakin sering pula seorang remaja menonton tayangan tayangan sinetron religius dibanding remaja lain yang keluarganya jarang menonton tayangan sinetron religius. Teman diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius, karena teman sepermainan yang sering menonton tayangan sinetron religius dan menjadikannya bahan pembicaraan memungkinkan seorang remaja menjadi tertarik menonton tayangan tersebut.
35
Alasan menonton tayangan sinetron religius dilihat dari alasan informasi, identitas pribadi, integrasi dan interaksi sosial serta hiburan. Alasan informasi diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius, karena diduga semakin seorang remaja merasa membutuhkan informasi mengenai religius maka semakin sering seorang remaja menonton tayangan sinetron religius. Alasan identitas pribadi diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius, karena diduga semakin seorang remaja mencari identitas pribadi yang sesuai dengan norma agama maka semakin sering seorang remaja menonton tayangan sinetron religius. Untuk alasan integrasi dan interaksi sosial diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius, karena diduga semakin seorang remaja membutuhkan tayangan sinetron religius untuk bahan pembicaraan dengan orang lain maka sering seorang remaja menonton tayangan sinetron religius. Begitu juga untuk alasan hiburan diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius, karena diduga semakin seorang remaja membutuhkan tayangan sinetron religius sebagai hiburan maka semakin sering seorang remaja menonton tayangan sinetron religius. Perilaku remaja dalam menonton televisi khususnya tayangan sinetron religius dilihat dari total waktu menonton, frekuensi menonton serta pilihan sinetron religius yang ditonton oleh seorang individu remaja. Total waktu dan frekuensi menonton untuk melihat seberapa banyak dan seberapa sering seorang individu remaja menghabiskan waktu untuk menonton tayangan sinetron religius. Kemudian pilihan sinetron religius untuk melihat pilihan sinetron religius mana saja yang ditonton oleh seorang individu remaja.
36
Perilaku menonton tayangan televisi khususnya sinetron religius diduga berhubungan dengan sikap remaja terhadap agama Islam. Sikap remaja dilihat dari aspek kognitif, afektif dan konatif (behavioral). Aspek kognitif diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius, karena diduga semakin sering remaja menonton tayangan sinetron religius maka semakin bertambah pengetahuan religius seorang remaja. Aspek afektif diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinetron religius, karena diduga semakin sering remaja menonton tayangan sinetron religius maka akan mempengaruhi perasaan remaja mengenai kegiatan religius. Aspek konatif diduga berhubungan dengan perilaku remaja dalam menonton tayangan sinteron religius maka akan mempengaruhi kecenderungan berperilaku seorang remaja yang sesuai dengan norma agama Islam. Untuk menunjukkan keterkaitan perilaku menonton tayangan sinetron religius yang telah dikemukakan dapat dilihat pada Gambar 1.
37
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Antara Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius dengan Sikap Remaja terhadap Agama Islam
Karakteristik Individu Remaja : • Jenis Kelamin • Waktu Luang
Perilaku Tayangan
Menonton Sinetron
Religius:
Lingkungan Sosial : • Keluarga • Teman
-
Alasan Menonton : • Informasi • Identitas pribadi • Integrasi dan interaksi Sosial • Hiburan
Keterangan:
2.3.
Total Waktu Frekuensi Pilihan Tayangan Sinetron Religius (sinetron religius komedi, sinetron religius rumahtangga, sinetron religius misteri
Sikap Remaja terhadap agama Islam : -Kognitif -Afektif - Konatif (Behavioral)
berhubungan
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan, maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: 1 Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius. 2 Terdapat hubungan nyata antara lingkungan sosial individu remaja dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius.
38
3 Terdapat hubungan nyata antara alasan menonton individu remaja dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius. 4 Terdapat hubungan nyata antara perilaku menonton individu remaja tayangan sinetron religius dengan sikap terhadap agama Islam.
2.4.
Definisi Operasional
1. Jenis kelamin adalah perbedaan individu berdasarkan kondisi biologis. Jenis kelamin dibedakan menjadi dua kategori yaitu: a. Laki-laki kode 1 b. Perempuan kode 2 2. Waktu luang adalah waktu kosong dimana pada waktu tersebut tidak melakukan kegiatan produktif melainkan melakukan kegiatan yang bersifat santai (seperti: bermain ke rumah teman, menonton televisi, mendengarkan musik, membaca novel atau majalah dan bermain games atau komputer) dalam satu hari (dalam jam). Spesifikasi ukuran waktu luang dilihat berdasarkan hasil jawaban responden dimana berkisar antara 0 jam hingga 7 jam 30 menit dan waktu luang dibedakan menjadi tiga kategori yaitu : a. Waktu luang tinggi antara 5 jam 38 menit sampai dengan 7 jam 30 menit b. Waktu luang sedang 2 jam 44 menit sampai dengan 5 jam 37 menit c. Waktu luang rendah 0 jam sampai dengan 2 jam 43 menit 3. Tayangan sinetron religius adalah program acara yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun televisi di Indonesia yang berupa sinetron yang menceritakan pengalaman religius.
39
4. Lingkungan sosial individu responden adalah lingkungan yang berada di sekitar responden dan mempengaruhinya sehingga menyebabkan responden tertarik untuk menyaksikan tayangan sinetron religius di televisi. Lingkungan sosial tersebut dibedakan menjadi dua lingkungan yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan teman. 5. Lingkungan keluarga adalah suatu hubungan yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang memiliki hubungan darah dan tinggal dalam satu rumah. Lingkungan keluarga dapat menyebabkan responden tertarik dengan tayangan sinetron religius, hal ini diidentifikasi dengan pernyataan-pernyataan yaitu : a. Keluarga sering menonton tayangan sinetron religius di televisi. b. Menonton tayangan sinetron religius karena mengikuti keluarga yang menonton tayangan sinetron religius di televisi. c. Menonton tayangan sinetron religius karena keluarga mendukung untuk menonton tayangan sinetron religius di televisi. d. Menonton tayangan sinetron religius ditemani oleh keluarga. Penghitungan skor lingkungan keluarga, sebagai berikut: responden menjawab “Ya” untuk satu pernyataan diberi skor 1, responden menjawab “Tidak” untuk satu pernyataan diberi skor 0, kemudian skor untuk setiap pernyataan tersebut dijumlah. Skor total disebut skor lingkungan keluarga. Skor lingkungan keluarga berkisar antara 0 hingga 4. Skor keluarga dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Skor lingkungan keluarga kuat apabila skor antara 3 hingga 4 b. Skor lingkungan keluarga sedang apabila skor antara 1 hingga 2 c. Skor lingkungan keluarga lemah apabila skor 0
40
6. Lingkungan teman adalah suatu hubungan antara individu remaja dengan individu remaja yang lain yang saling mempengaruhi satu sama lain. Lingkungan teman dapat menyebabkan responden tertarik dengan tayangan sinetron religius, hal ini diidentifikasi dengan pernyataan-pernyataan yaitu : a. Teman sering menonton tayangan sinetron religius di televisi. b. Menonton tayangan sinetron religius karena mengikuti teman yang menonton tayangan sinetron religius. c. Teman sering membicarakan mengenai cerita tayangan sinetron religius di televisi, sehingga menjadi tertarik menontonnya. d. Teman sering mengajak untuk menonton tayangan sinetron religius di televisi. e. Menonton tayangan sinetron religius agar memperoleh bahan obrolan dengan teman. Penghitungan skor lingkungan teman, sebagai berikut: responden menjawab “Ya” untuk satu pernyataan diberi skor 1, responden menjawab “Tidak” untuk satu pernyataan diberi skor 0, kemudian skor untuk setiap pernyataan tersebut dijumlah. Skor total disebut skor lingkungan teman. Skor lingkungan teman berkisar antara 0 hingga 5. Skor lingkungan teman dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Skor lingkungan teman kuat apabila skor antara 4 hingga 5 b. Skor lingkungan teman sedang apabila skor antara 2 hingga 3 c. Skor lingkungan teman lemah apabila skor antara 0 hingga 1
41
7. Alasan menonton tayangan sinetron religius di televisi adalah hal-hal yang menyebabkan respoden tertarik untuk menyaksikan tayangan sinetron religius di televisi dibedakan menjadi yaitu : a. Alasan Informasi b. Alasan Identitas pribadi c. Alasan Integrasi dan interaksi sosial d. Alasan Hiburan 8. Alasan informasi adalah hal-hal yang menyebabkan responden tertarik untuk menyaksikan tayangan sinetron religius untuk memperoleh informasi. Alasan ini diidentifikasi dengan pernyataan-pernyataan yaitu : a. mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat religius atau pengetahuan agama. b. mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang berkaitan dengan religius. c. memuaskan rasa ingin tahu dan minat mengenai religius. d. belajar, pendidikan agama bagi diri sendiri. e. memperolah rasa damai melalui penambahan pengetahuan agama. Penghitungan skor alasan informasi, sebagai berikut: responden menjawab “Ya” untuk satu pernyataan diberi skor 1, responden menjawab “Tidak” untuk satu pernyataan diberi skor 0, kemudian skor untuk setiap pernyataan tersebut dijumlah. Skor total disebut skor alasan informasi. Skor alasan informasi berkisar antara 0 hingga 5. Skor alasan informasi dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Skor alasan informasi kuat apabila skor antara 4 hingga 5
42
b. Skor alasan informasi sedang apabila skor antara 2 hingga 3 c. Skor alasan informasi lemah apabila skor antara 0 hingga 1 9. Alasan identitas pribadi merupakan hal-hal yang menyebabkan responden tertarik untuk menyaksikan tayangan sinetron religius karena untuk memperkuat identitas pribadi. Alasan ini diidentifikasi dengan pernyataanpernyataan: a. menemukan petunjuk tentang nilai-nilai dan peran sebagai remaja yang diharapkan oleh agama dan masyarakat. b. menemukan model perilaku yang baik dan sesuai norma agama dan masyarakat dari tayangan sinetron religius. c. mengidentifikasikan dan membandingkan diri dengan nilai-nilai agama dan masyarakat yang terdapat dalam tayangan sinetron religius. d. meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri agar sesuai dengan nilainilai agama dan masyarakat. Penghitungan skor alasan identitas pribadi, sebagai berikut: responden menjawab “Ya” untuk satu pernyataan diberi skor 1, responden menjawab “Tidak” untuk satu pernyataan diberi skor 0, kemudian skor untuk setiap pernyataan tersebut dijumlah. Skor total disebut skor alasan identitas pribadi. Skor alasan identitas pribadi berkisar antara 0 hingga 4. Skor alasan identitas pribadi dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Skor alasan identitas pribadi kuat apabila skor antara 3 hingga 4 b. Skor alasan identitas pribadi sedang apabila skor antara 1 hingga 2 c.
Skor alasan identitas pribadi lemah apabila skor 0
43
10. Alasan integrasi dan interaksi sosial merupakan hal-hal yang menyebabkan responden tertarik untuk menyaksikan tayangan sinetron religius karena untuk kepentingan hubungan sosial. Alasan ini diidentifikasi dengan pernyataanpernyataan: a. memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain; empati sosial. b. agar merasa ada yang menemani disaat tidak ada orang lain di rumah. c. menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial. d. agar dapat diterima di lingkungan pergaulan. Penghitungan skor alasan integrasi dan interaksi sosial, sebagai berikut: responden menjawab “Ya” untuk satu pernyataan diberi skor 1, responden menjawab “Tidak” untuk satu pernyataan diberi skor 0, kemudian skor untuk setiap pernyataan tersebut dijumlah. Skor total disebut skor alasan integrasi dan interaksi sosial. Skor alasan integrasi dan interaksi sosial berkisar antara 0 hingga 4. Skor alasan integrasi dan interaksi sosial dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Skor alasan integrasi dan interaksi sosial kuat apabila skor antara 3 hingga 4 b. Skor alasan integrasi dan interaksi sosial sedang apabila skor antara 1 hingga 2 c. Skor alasan integrasi dan interaksi sosial lemah apabila skor 0 11. Alasan hiburan merupakan hal-hal yang menyebabkan responden tertarik untuk menyaksikan tayangan sinetron religius karena untuk melepaskan diri dari kondisi psikologis yang tidak menyenangkan. Alasan ini diidentifikasi dengan pernyataan-pernyataan:
44
a. melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan yang sedang dihadapi. b. bersantai dan melepas lelah. c. memperoleh kenikmatan jiwa karena mendapatkan pengetahuan agama. d. mengisi waktu luang. e. untuk penyaluran emosi. Penghitungan skor alasan hiburan, sebagai berikut: responden menjawab “Ya” untuk satu pernyataan diberi skor 1, responden menjawab “Tidak” untuk satu pernyataan diberi skor 0, kemudian skor untuk setiap pernyataan tersebut dijumlah. Skor total disebut skor hiburan. Skor hiburan berkisar antara 0 hingga 5. Skor hiburan dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Skor hiburan kuat apabila skor antara 4 hingga 5 b. Skor hiburan sedang apabila skor antara 2 hingga 3 c. Skor hiburan lemah apabila skor antara 0 hingga 1 12. Perilaku menonton tayangan sinetron religius adalah tindakan responden dalam menonton tayangan sinetron religius yang meliputi total waktu menonton, frekuensi menonton dan pilihan tayangan sinetron religius. 13. Total waktu menonton adalah lamanya waktu yang digunakan responden untuk menonton sinetron religius di televisi dalam satu minggu (dalam jam). Total waktu menonton berkisar antara 0 hingga 37 jam 30 menit. Total waktu menonton dikategorikan menjadi tiga yaitu: a. Total waktu menonton rendah apabila berkisar antara 0 jam hingga 12 jam 43 menit b. Total waktu menonton sedang apabila berkisar antara 12 jam 44 menit hingga 25 jam 27 menit
45
c. Total waktu menonton tinggi apabila berkisar antara dari 25 jam 28 menit hingga 37 jam 30 menit 14. Frekuensi menonton adalah kekerapan (tingkat intensitas) responden menonton tayangan sinetron religius dalam satu minggu di televisi (dalam kali). Frekuensi menonton berkisar antara 0 hingga 36 kali. Frekuensi menonton dikategorikan menjadi tiga yaitu: a. Frekuensi menonton rendah apabila berkisar antara 0 hingga dari 12 kali b. Frekuensi menonton sedang apabila berkisar antara 13 hingga 25 kali c. Frekuensi menonton tinggi apabila berkisar antara 26 kali hingga 36 kali 15. Pilihan sinetron religius adalah jenis sinetron religius yang berupa sinetron religius komedi, sinetron religius rumahtangga dan sinetron religius misteri yang tidak ditonton atau ditonton oleh individu remaja dalam satu minggu. Penentuan jenis sinetron religius didasarkan dengan pengkategorian melalui judul sinetron religius, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Sinetron Religius Jenis Sinetron Religius Sinetron Religius Komedi Sinetron Religius Rumahtangga
Sinetron Religius Misteri
Judul Sinetron Religius Bang Jagur (RCTI) Hidayah (Trans TV), Taubat (Trans TV), Insyaf (Trans TV), Maha Kasih (RCTI), Maha Kasih Spesial (RCTI), Rahasia Illahi (TPI), Jalan Kebenaran (RCTI), Kusebut Nama Mu (RCTI), Iman (SCTV), KehendakMu (TPI), Subhannallah (TPI), Menuju Cahaya (TPI), Sinetron Religi Terbaik (TPI), HidayahMu (TPI), Jalan Ke Surga (AnTV), Jalan Kebenaran (TPI), Jalan Keadilan (TPI), Pintu Hidayah (RCTI) Misteri Dua Dunia (Indosiar), Misteri Illahi (Indosiar), Suratan Takdir (SCTV)
46
16. Pilihan sinetron religius komedi adalah jenis sinetron drama religius yang berisi drama kelucuan-lucuan yang mengajak pemirsa tertawa. Pilihan sinetron religius komedi diukur berdasarkan jumlah responden yang tidak menonton atau menonton jenis tayangan sinetron religius komedi dalam satu minggu. Pilihan sinetron religius komedi dikategorikan menjadi yaitu: a. Tidak menonton kode 1 b. Menonton kode 2 17. Pilihan sinetron religius rumahtangga adalah jenis sinetron drama religius yang mengangkat masalah-masalah dalam rumatangga. Pilihan sinetron religius rumahtangga diukur berdasarkan jumlah responden yang tidak menonton atau menonton jenis tayangan sinetron religius rumahtangga dalam satu minggu. Pilihan sinetron religius rumahtangga dikategorikan menjadi yaitu: a. Tidak menonton kode 1 b. Menonton kode 2 18. Pilihan sinetron religius misteri adalah jenis sinetron drama religius yang mengangkat masalah misteri atau menciptakan situasi yang mencekam. Pilihan sinetron religius diukur berdasarkan jumlah responden yang tidak menonton atau menonton jenis tayangan sinetron religius komedi dalam satu minggu. Pilihan sinetron religius komedi dikategorikan menjadi yaitu: a. Tidak menonton kode 1 b. Menonton kode 2 19. Sikap adalah keyakinan, perasaan/penilaian individu remaja sesudah menonton tayangan sinetron religius di televisi terhadap agama Islam.
47
Terdapat 30 butir pernyataan mengenai sikap yang merupakan pernyataan positif yang dilihat dari komponen sikap dan komponen objek sikap. Komponen sikap meliputi aspek kognitif, afektif dan konatif (behavioral) sedangkan komponen objek sikap yang berkaitan dengan sikap remaja setelah menonton tayangan sinetron religius terhadap agama Islam yaitu aspek cerita sinetron religius, tokoh (peran) dalam sinetron religius, tokoh agama dalam sinetron religius dan nilai-nilai agama Islam dalam sinetron religius. Untuk memastikan pernyataan-pernyataan tersebut memuat seluruh komponen sikap dan komponen objek sikap yang diteliti maka dibuatlah kisi-kisi pernyataan sikap. Kisi-kisi pernyataan sikap disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kisi-kisi Pernyataan Sikap Komponen Objek Sikap Kognitif Cerita Sinetron Religius Tokoh (peran) dalam Sinetron Religius Tokoh Agama dalam Sinetron Religius Nilai-nilai agama Islam dalam Sinetron Religius
1, 21, 27 4, 12, 29
Komponen Sikap Afektif Konatif (behavioral 10, 23 5, 16 9, 14 19, 26
6, 15,18, 25
3, 28
8, 11
7, 13, 17,30
2, 20
22, 24
Pernyataan sikap ditanggapi responden dengan jawaban SS, S, R, TS, STS. Penilaian sikap dilakukan dengan menggunakan skor 1 hingga 5. Total skor berkisar antara 30 hingga 150, dengan pengkategorian sikap yaitu: a. Negatif : total skor antara 30 - 90 b. Positif : total skor antara 91 – 150
48
16.Komponen sikap kognitif adalah komponen sikap yang berisi kepercayaan, kesadaran, pemikiran individu remaja setelah menonton tayangan sinetron religius di televisi terhadap agama Islam. Pada komponen sikap ini jumlah butir pernyataan berjumlah 14 butir dimana lebih banyak dibanding dengan kedua komponen lainnya, karena pada penelitian ini ingin menekankan pada aspek pengetahuan agama Islam. Total skor berkisar antara 14 hingga 70, dengan pengkategorian komponen sikap kognitif yaitu: a. Negatif : total skor antara 14 - 42 b. Positif : total skor antara 43 – 70 17. Komponen sikap afektif adalah komponen sikap yang berisi perasaan serta penilaian individu remaja setelah menonton tayangan sinetron religius di televisi terhadap agama Islam. Pada komponen sikap ini jumlah butir pernyataan berjumlah 8 butir. Total skor berkisar antara 8 hingga 40, dengan pengkategorian komponen sikap kognitif yaitu: a. Negatif : total skor antara 8 - 24 b. Positif : total skor antara 25 – 70 18. Komponen sikap konatif adalah komponen sikap yang berisi kecenderungan berperilaku individu remaja setelah menonton tayangan sinetron religius di televisi terhadap agama Islam. Pada komponen sikap ini jumlah butir pernyataan berjumlah 8 butir. Total skor berkisar antara 8 hingga 40, dengan pengkategorian komponen sikap kognitif yaitu: a. Negatif : total skor antara 8 - 24 b. Positif : total skor antara 25 – 70
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri
(SMUN) 22 di Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan lokasi tersebut sering digunakan sebagai tempat syuting sinetron diantaranya sinetron religius yang diharapkan responden tidak asing lagi mendengar tayangan sinetron religius dan lokasi dapat dijangkau dengan mudah oleh peneliti. Penelitian di lapangan berlangsung selama tiga minggu yaitu mulai dari tanggal 22 Mei 2006 sampai dengan 7 Juni 2006. Pengolahan data dan penulisan hasil penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006 hingga Juli 2006.
3.2
Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan kombinasi metode kuantitatif dan metode
kualitatif. Metode kuantitatif dipilih karena sifat dari penelitian yang untuk mengetahui hubungan antar variabel. Hubungan itu adalah hubungan antara perilaku menonton tayangan sinetron religius dengan sikap remaja terhadap agama Islam. Metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan lebih lanjut informasi yang mendukung data kuantitatif. Selain itu metode kualitatif digunakan untuk memperkaya data agar lebih memahami informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.
50
3.3
Metode Pemilihan Responden Sampel penelitian ditentukan berdasarkan metode pengambilan sampel
secara Cluster Sampling. Metode pengambilan sampel ini dilakukan melalui cara memilih responden kelas II dari tiga tingkatan kelas. Pemilihan kelas ini dengan mempertimbangkan bahwa pelajar yang ada di tingkatan kelas tersebut sudah dapat menyatakan keinginan atau pendapatnya, sehingga dapat menjawab pertanyaan yang diajukan. Selain itu, siswa di tingkatan kelas tersebut tidak sedang menghadapi ujian. Kemudian dari seluruh kelas II dipilih dua kelas secara purposive yaitu kelas II IPA 1 dan kelas II IPS 5 dimana pemilihannya dilakukan oleh peneliti berdasarkan anjuran dari pihak sekolah, lalu dipilih dari dua kelas tersebut hanya siswa yang beragama Islam saja yang dibagikan kuesioner dimana jumlah siswa yang beragama Islam dalam dua kelas yang berjumlah 66 siswa terdiri dari 34 siswa kelas II IPA 1 dan 32 siswa kelas II IPS 5 dianggap sudah mewakili populasi. Namun hanya 60 orang siswa saja yang dijadikan responden yaitu siswa yang mengembalikan kuesioner secara lengkap yang terdiri dari 30 siswa dari kelas II IPA 1 dan 30 siswa dari kelas II IPS 5. Hal ini dikarenakan sebanyak 6 orang siswa yaitu 4 orang dari kelas II IPA 1 dan 2 orang dari kelas II IPS 5 yang tidak mengisi kuesiner dengan lengkap. Kemudian dilakukan wawancara untuk memperdalam kesimpulan yang diperoleh dari analisa statistik. Wawancara diberikan pada responden yang memiliki hasil skor kuesioner tinggi yang berjumlah sepuluh orang terdiri dari 5 orang siswa kelas II IPA 1 dan 5 orang siswa kelas II IPS 5, serta pada responden yang memiliki hasil skor kuesioner rendah yang berjumlah dua orang terdiri dari 1 orang siswa kelas II IPA 1 dan 1 orang siswa kelas II IPS 5. Setiap responden
51
yang terpilih untuk diwawancara akan diberikan pertanyaan yang sama yaitu mengenai alasan ketertarikan mereka terhadap tayangan sinetron religius, apakah terdapat pengaruh lingkungan yaitu keluarga dan teman untuk menonton tayangan sinetron religius, apakah mereka menyediakan waktu luang untuk menonton tayangan sinetron religus, hikmah apa yang mereka bisa dapatkan dengan menonton tayangan sinetron religius dan apakah penting keberadaan sinetron religius di televisi.
3.4
Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Metode
penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data primer adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Data primer adalah data yang berupa hasil jawaban responden yang terkumpul melalui pengisian kuesioner (daftar pertanyaan) dan wawancara yang dilakukan pada responden yang dipilih secara purposive yaitu responden yang memiliki hasil skor jawaban yang tinggi pada kuesioner atau mendekati keinginan peneliti dan responden yang memiliki skor rendah. Data primer merupakan data yang diambil untuk mendapatkan data mengenai variabel karakteristik individu, lingkungan sosial, perilaku menonton serta sikap remaja terhadap agama Islam dimana untuk mengumpulkan data-data tersebut digunakan kuesioner. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait yaitu pihak sekolah, juga data yang bersifat hasil penelitian yang berupa informasi tertulis yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Data sekunder merupakan data yang berupa gambaran umum Sekolah Menengah Umum Negeri 22 Jakarta.
52
Data karakteristik individu diukur melalui variabel jenis kelamin dan waktu luang. Data lingkungan sosial diukur melalui variabel lingkungan keluarga dan lingkungan teman. Data perilaku menonton tayangan sinetron religius diukur melalui total waktu dan frekuensi dalam menonton tayangan sinetron religius di televisi serta pilihan tayangan sinetron religius. Data sikap remaja setelah menonton tayangan sinetron religius terhadap agama Islam diukur melalui aspek kognitif, afektif dan konatif. Wawancara dilakukan untuk memperdalam kesimpulan yang diperoleh dari analisa statistik yaitu untuk mengetahui pendapat responden yang terpilih mengenai alasan ketertarikan mereka terhadap tayangan sinetron religius, apakah terdapat pengaruh lingkungan yaitu keluarga dan teman untuk menonton tayangan sinetron religius, apakah mereka menyediakan waktu luang untuk menonton tayangan sinetron religus, hikmah apa yang mereka bisa dapatkan dengan menonton tayangan sinetron religius dan apakah penting keberadaan sinetron religius di televisi.
3.5
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan
kualitatif. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan pada data yang diperoleh dari kuesioner. Untuk menguji hipotesis mengenai hubungan antara variabel jenis kelamin dengan variabel total waktu menonton, frekuensi menonton serta pilihan tayangan sinetron religius digunakan uji statistik Chi Kuadrat (x2) pada tingkat kepercayaan 90 persen. Untuk menguji hipotesis mengenai hubungan antara variabel waktu luang, keluarga, teman dan alasan menonton dengan variabel total
53
waktu menonton dan frekuensi menonton tayangan sinetron religius digunakan uji korelasi Rank Spearman (rs) dengan taraf nyata 0,1. Untuk menguji hipotesis mengenai hubungan antara variabel waktu luang, keluarga, teman dan alasan menonton dengan pilihan tayangan sinetron religius digunakan uji statistik Chi Kuadrat (x2) pada tingkat kepercayaan 90 persen. Untuk menguji hubungan antara variabel total waktu menonton dan frekuensi menonton tayangan sinetron religius dengan variabel sikap remaja terhadap agama Islam digunakan uji korelasi Rank Spearman (rs) dengan taraf nyata 0,1. Untuk menguji hipotesis mengenai hubungan antara variabel sikap remaja terhadap agama Islam dengan pilihan tayangan sinetron religius digunakan uji statistik Chi Kuadrat (x2) pada tingkat kepercayaan 90 persen. Uji hipotesis Chi Kuadrat dan uji korelasi Rank Spearman diperoleh dengan bantuan program SPSS 12. Data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam digunakan untuk mendukung data-data dari pengisian kuesioner yang disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan. Data kuantitatif dan kualitatif tersebut kemudian diintegrasikan dan disimpulkan.
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN)
22 Jakarta Timur. Sekolah yang didirikan pada tanggal 1 September 1966 ini pada mulanya merupakan sekolah swasta yang bernama SMA PERGUJATI, yang berlokasi di wilayah Jatinegara (Kampung Melayu). Sekolah ini kemudian diambil alih oleh pemerintah dan diberi nama SMAN 22 Jakarta dan pada tahun 1976 sekolah ini mendapat gedung baru yang terletak di wilayah Utan Kayu Selatan Kecamatan Matraman Jakarta Timur. Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 22 Jakarta memiliki luas lahan + 5.000 m2. meliputi bangunan kelas, laboratorium (bahasa, fisika, biologi, kimia), ruang guru, ruang wakil kepala sekolah, ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, aula, perpustakaan, kantin, masjid, lapangan basket dan lapangan bulutangkis atau voli. Terdapat 24 ruang kelas yang terdiri dari 8 ruang kelas untuk siswa kelas I, 8 ruang kelas untuk siswa kelas II dan 8 ruang kelas untuk siswa kelas III. Untuk kelas II dan kelas III terbagi menjadi 2 kelas IPA dan 6 kelas IPS. Sekolah ini merupakan sekolah yang memiliki andalan kegiatan olahraga berupa basket, dimana sering menjuarai turnamen basket yang diadakan oleh berbagai institusi. Selain itu, sekolah ini juga memiliki kegiatan keagamaan yang aktif berupa kegiatan Rohani Islam maupun Rohani Kristen. Sekolah ini juga sering digunakan sebagai tempat syuting sinetron baik sinetron umum maupun
55
sinetron religius. Siswa sekolah ini juga sering mengikuti kegiatan syuting baik berupa syuting sinetron umum ataupun sinetron religius. Hal ini terlihat dari jawaban salah seorang responden dari kuesioner yang mengatakan ia mengikuti kegiatan syuting sinetron religius.
4.2
Gambaran Tayangan Sinetron dan Sinetron Religius Tayangan sinetron merupakan acara televisi yang menayangkan
mengenai realitas kehidupan sehari-hari masyarakat. Acara televisi ini merupakan jenis acara yang mampu mempengaruhi kehidupan pemirsa yang menontonnya. Acara sinetron memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pemirsa yang menontonnya. Cerita sinetron telah menjadi bahan diskusi dan tidak jarang nilainilai sosial di dalamnya hadir sebagai rujukan perilaku para penggemarnya. Para penggemar sinetron umumnya merasa cemas jika ketinggalan salah satu episode cerita sinetron kesayangannya. Bahkan muncul komunitas baru yaitu komunitas para penggemar artis sinetron dimana perilaku para artis sinetron tidak jarang menjadi panutan penggemarnya. Tayangan sinetron beragam jenisnya mulai dari sinetron anak-anak, sinetron remaja, sinetron laga, sinetron misteri sampai sinetron religius yang pada saat ini banyak ditayangkan di televisi. Tayangan sinetron religius merupakan tayangan yang menayangkan cerita mengenai hal-hal yang berkaitan dengan religius (agama Islam). Pada setiap penayangan terdapat ceramah dari ahli agama atau ustad/ustadzah. Tayangan sinetron religius dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu sinetron religius komedi, sinetron religius rumahtangga dan sinetron religius misteri. Sinetron religius komedi merupakan jenis sinetron yang berisi drama kelucuan-lucuan yang
56
mengajak pemirsa tertawa namun juga berisi hal-hal yang berkaitan dengan religius (agama Islam). Sinetron religius rumahtangga merupakan jenis sinetron drama yang berkaitan dengan hal-hal yang religius (agama Islam) yang mengangkat masalah-masalah dalam rumatangga. Sinetron religius misteri merupakan jenis sinetron drama yang berkaitan dengan hal-hal yang religius (agama Islam) namun dengan mengangkat masalah misteri atau menciptakan situasi yang mencekam. Sinetron religius rumahtangga merupakan sinetron religius yang paling banyak dan sering ditayangkan di televisi. Untuk sinetron religius komedi merupakan jenis sinetron religius yang paling jarang ditayangkan di televisi. Sinetron religius misteri sedikit lebih banyak ditayangkan di televisi dibandingkan dengan sinetron religius komedi.
4.3
Gambaran Umum Responden
4.3.1
Karakteristik Individu Remaja
4.3.1.1 Jenis Kelamin Remaja Jenis Kelamin merupakan perbedaan individu remaja yang dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Data jenis kelamin remaja pada Tabel 3 menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih banyak daripada remaja laki-laki. Jumlah remaja perempuan sebanyak 38 orang atau 63,3 persen, sedangkan jumlah remaja laki-laki sebanyak 22 orang atau 36,7 persen. Remaja kelas II IPA 1 terdiri dari 21 orang perempuan dan 9 orang laki-laki. Remaja kelas II IPS 5 terdiri dari 17 orang perempuan dan 13 orang laki-laki.
57
Tabel 3. Jenis Kelamin Remaja Jenis Kelamin
Kelas II IPA 1 Kelas II IPS 5 Jumlah Persentase Jumlah Persentase Perempuan 21 70 17 56,7 Laki-laki 9 30 13 43,3 Total 30 100 30 100,0
Total Jumlah Persentase 38 63,3 22 36,7 60 100,0
4.3.1.2 Waktu Luang Remaja Data dari Tabel 4 menunjukkan persentase remaja secara keseluruhan dimana terdapat 55 persen atau 33 orang remaja memiliki waktu luang rendah dan 30 persen atau 18 orang remaja memiliki waktu luang sedang. Remaja sebanyak 15 persen atau 9 orang remaja memiliki waktu luang tinggi. Remaja yang memiliki waktu luang tinggi lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi dan bermain sedangkan remaja yang memiliki waktu luang rendah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar atau membantu orangtua.
Tabel 4. Waktu Luang Remaja Waktu Luang Tinggi Sedang Rendah Total
Jumlah Remaja 9 18 33 60
Persentase Remaja 15 30 55 100
58
4.3.2
Lingkungan Sosial
4.3.2.1 Pengaruh Lingkungan Keluarga dalam Menonton Tayangan Sinetron Religius Data dari Tabel 5 menunjukkan bahwa remaja yang memperoleh skor lingkungan keluarga kuat sebanyak 61,7 persen atau 37 orang remaja. Remaja yang memperoleh skor lingkungan keluarga sedang sebanyak 36,7 persen atau 22 orang dan sisanya sebanyak 1,7 persen atau 1 orang remaja memiliki skor lingkungan keluarga lemah. Jadi lebih dari setengah jumlah keseluruhan remaja memperoleh skor lingkungan keluarga yang kuat. Hal ini dikarenakan lingkungan keluarga sering menonton tayangan sinetron religius, menemani remaja menonton sinetron religius, lingkungan keluarga mendukung remaja untuk menonton sinetron religius, dan remaja menonton sinetron religius mengikuti lingkungan keluarga. Ini berdasarkan pernyataan-pernyataan pada kuesioner.
Tabel 5. Lingkungan Keluarga Remaja Lingkungan Keluarga
Jumlah
Persentase
Kuat
37
61,7
Sedang
22
36,7
Lemah
1
1,7
Total
60
100,0
Melalui hasil pengisian kuesioner diperoleh keterangan bahwa sebanyak 58 orang remaja menyatakan bahwa keluarga sering menonton tayangan sinetron religius di televisi. Sebanyak 46 orang remaja menyatakan bahwa mereka menonton tayangan sinetron religius ditemani oleh keluarga. Selanjutnya 33 orang remaja menyatakan mereka menonton tayangan sinetron religius karena keluarga
59
mendukung mereka, 25 orang remaja menyatakan bahwa mereka menonton tayangan sinetron religius karena mengikuti keluarga. Untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Remaja yang Memilih Pernyataan Lingkungan Keluarga Berdasarkan Jenisnya
Jumlah Responden
Lingkungan Keluarga
58 46 33 25
Keluarga sering Menonton tayangan Menonton tayangan Menonton tayangan menonton tayangan sinetron religius sinetron religius sinetron religius sinetron religius di karena mengikuti karena keluarga ditemani oleh televisi keluarga yang mendukung untuk keluarga menonton tayangan menonton tayangan sinetron religius di sinetron religius di televisi televisi
Jenis Pernyataan Lingkungan Keluarga
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa keluarga remaja sering menonton tayangan sinetron religius dan mendukung remaja untuk menonton. Hal ini diungkapkan oleh remaja AA yang berpendapat sebagai berikut: “Iya, karena keluarga saya sering nonton dan mendukung saya untuk nonton, mereka menonton karena ada hikmah dan pelajaran yang bisa diambil untuk kehidupan”.
60
Selain itu juga diperoleh pendapat salah seorang remaja yang berpendapat yaitu menonton tayangan sinetron religius ditemani oleh keluarga, seperti yang diungkapkan oleh remaja RH di bawah ini: “Ya, karena keluarga saya nonton dan saya pun ikut nonton, mereka menonton karena banyak pelajaran yang bisa diambil” Melalui hasil wawancara yang dilakukan, sebagian besar remaja berpendapat kalau lingkungan keluarga mempengaruhi remaja untuk menonton tayangan sinetron religius. Hal ini dapat dilihat dari jawaban remaja MH sebagai berikut: “Keluarga terkadang mempengaruhi saya untuk menonton, mereka menyukai karena bermanfaat dan mendidik” Pernyataan remaja MH juga diperkuat oleh pernyataan dari remaja RFP yang juga menyatakan lingkungan keluarga mempengaruhinya untuk menonton sinetron religius, yaitu sebagai berikut: “Ya, emang keluarga mempengaruhi buat nonton sinetron religi karena keluarga termasuk keluarga yang religi, dan mereka nonton untuk nambah pengetahuan agama” Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka lingkungan keluarga ternyata dapat menyebabkan remaja untuk menonton tayangan sinetron religius. Hal tersebut dikarenakan lingkungan ini sering dan mendukung remaja serta menemani untuk menonton tayangan sinetron religius sehingga remaja tertarik untuk menonton tayangan sinetron religius tersebut.
61
4.3.2.2 Pengaruh Lingkungan Teman dalam Menonton Tayangan Sinetron Religius
Data dari Tabel 6 menunjukkan bahwa remaja yang memiliki skor lingkungan teman lemah sebanyak 61,67 persen atau 37 orang remaja dan 23,3 persen atau 14 orang remaja memperoleh skor lingkungan teman sedang. Sebanyak 15 persen atau 9 orang remaja memperoleh skor lingkungan teman kuat. Jadi lebih dari setengah jumlah keseluruhan remaja memiliki skor lingkungan teman yang lemah. Hal ini dikarenakan lingkungan teman tidak sering menonton tayangan sinetron religius, lingkungan teman tidak sering mengajak untuk menonton
tayangan
sinetron
religius,
lingkungan
teman
tidak
sering
membicarakan mengenai cerita tayangan sinetron religius, menonton tayangan sinetron religius tidak untuk mendapatkan bahan obrolan dengan teman dan menonton tayangan sinetron religius karena bukan mengikuti teman. Ini berdasarkan pernyataan-pernyataan pada kuesioner.
Tabel 6. Lingkungan Keluarga Remaja Lingkungan Teman
Jumlah
Persentase
Kuat
9
15
Sedang
14
23,3
Lemah
37
61,7
Total
60
100,0
Melalui hasil kuesioner didapat keterangan bahwa sebagian besar atau tepatnya 35 orang remaja menyatakan bahwa teman mereka sering menonton tayangan sinetron religius di televisi. Dua puluh empat orang remaja menyatakan bahwa teman sering mengajak untuk menonton tayangan sinetron religius. Remaja
62
yang menyatakan bahwa teman sering membicarakan mengenai cerita tayangan sinetron religius sehingga remaja menjadi tertarik untuk menonton berjumlah 12 orang remaja. Terdapat delapan orang remaja yang menyatakan bahwa menonton tayangan sinetron religius untuk mendapatkan bahan obrolan dengan teman dan tiga orang remaja yang menyatakan bahwa menonton tayangan sinetron religius karena mengikuti teman. Untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Remaja yang Memilih Pernyataan Lingkungan Teman Berdasarkan Jenisnya
Jumlah Responden
Lingkungan Teman 35 24 12
8
3 Teman sering Menonton Teman sering Teman sering Menonton menonton tayangan membicarakan mengajak untuk tayangan tayangan sinetron religius mengenai cerita menonton sinetron religius sinetron religius karena tayangan tayangan agar di televisi. mengikuti teman sinetron religius sinetron religius memperoleh yang menonton di televisi, di televisi bahan obrolan tayangan sehingga dengan teman sinetron religius menjadi tertarik
Jenis Pernyataan Lingkungan Teman
63
Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh pendapat remaja yang menyatakan bahwa teman remaja sering menonton tayangan sinetron religius, seperti jawaban remaja RH sebagai berikut: “Mereka sering nonton sinetron religi, mungkin karena tertarik dengan jalan ceritanya yang bagus” Remaja PR juga menyatakan hal yang sama, bahwa temannya sering mengajak menonton sinetron religius. Selain itu temannya sering menceritakan jalan cerita sinetron tersebut, seperti yang diungkapkan di bawah ini: “Kadang-kadang mereka mempengaruhi saya buat nonton sinetron religi, soalnya mereka sieh sering nonton, kalau ceritanya bagus mereka kadang cerita pada saya, mungkin mereka suka karena cerita yang bagus” Pernyataan remaja PR juga diperkuat oleh pernyataan dari remaja IP, PA dan MD yang seperti diungkapkan oleh remaja IP salah satunya yaitu sebagai berikut: “Iya sieh teman sering nonton sinetron religi terus ngajak nonton saya, mereka tertarik dengan judulnya” Jadi berdasarkan pernyataan-pernyataan remaja di atas maka lingkungan teman dapat menyebabkan remaja untuk tertarik menonton tayangan sinetron religius. Hal ini dikarenakan lingkungan ini sering menonton, mengajak dan menceritakan kembali jalan cerita sinetron religius kepada remaja.
4.3.3
Alasan Menonton Tayangan Sinetron Religius
4.3.3.1 Alasan Informasi Data dari Tabel 7 menunjukkkan bahwa remaja yang memperoleh skor alasan informasi kuat sebanyak 50 orang remaja atau 83,3 persen. Sisanya 9 orang remaja atau 15 persen memperoleh skor alasan informasi sedang dan satu orang
64
remaja atau 1,7 persen memperoleh skor alasan informasi lemah. Melalui data di atas maka hampir keseluruhan remaja menonton tayangan sinetron religius untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan religius atau agama Islam.
Tabel 7. Alasan Informasi Remaja Alasan Informasi
Jumlah
Persentase
Kuat
50
83,3
Sedang
9
Lemah
1
1,7
Total
60
100,0
15
Melalui hasil pengisian kuesioner didapatkan keterangan remaja sebanyak 54 orang remaja menonton untuk mencari berita atau peristiwa yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat religius, untuk mencari bimbingan yang berkaitan dengan religius dan memuaskan rasa ingin tahu dan minat mengenai religius. Lima puluh lima orang remaja menonton untuk belajar pendidikan agama bagi diri sendiri dan 48 orang remaja menonton untuk memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan agama. Untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.
65
Gambar 4. Remaja yang memilih Pernyataan Alasan Informasi Berdasarkan Jenisnya
Jumlah Responden
Alasan Informasi 54
54
54
55
48
mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan hal-hal
mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis,
belajar, memuaskan pendidikan rasa ingin tahu agama bagi diri dan minat sendiri mengenai religius
memperolah rasa damai melalui penambahan pengetahuan agama
Jenis Pernyataan Alasan Informasi
Berdasarkan hasil wawancara pada remaja diperoleh alasan remaja menonton tayangan sinetron religius agar memperoleh gambaran kejadian atau pengalaman yang bersifat religius, seperti yang dikemukakan remaja PR sebagai berikut: “Soalnya sinetron religi bisa ngasih tau tentang kejadiankejadian religi dan ngasih hikmah buat saya, sinetron religi dapat membuat wawasan kita tentang Islam dapat berkembang serta kita dapat tahu tentang kekuasaan Allah” Remaja IP juga menyatakan bahwa alasan untuk menonton sinetron religius adalah juga untuk memperoleh pengalaman mengenai ajaran-ajaran Islam, seperti yang diungkapkan di bawah ini: “Sinetron religius mengajarkan berbagai pengalaman tentang ajaran-ajaran agama Islam”
66
Terdapat beberapa remaja yaitu remaja MD, D dan RFP yang menyatakan bahwa alasan mereka untuk menonton agar memperoleh pengetahuan mengenai religius seperti yang diungkapkan oleh remaja MD sebagai berikut: “Karena bisa ngasih saya ilmu agama Islam diliat dalam setiap masalah yang terungkap dalam sinetron tersebut” Selain itu terdapat remaja yang menyatakan bahwa alasan mereka menonton untuk memperoleh pendidikan agama, seperti yang diungkapkan oleh remaja AA, sebagai berikut: “Buat mendidik mengenai agama Islam” Remaja RH ternyata juga mendukung pernyataan remaja AA yaitu menonton sinetron religius untuk pendidikan agama karena banyak terdapat pesan dan hikmah, seperti yang diungkapkan dibawah ini: “Karena banyak pesan dan hikmah” Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat terlihat bahwa alasan remaja menonton sinetron religius untuk mendapatkan informasi. Alasan informasi tersebut yaitu untuk memperoleh gambaran atau kejadian serta pengalaman yang berkaitan dengan religius, memperoleh pengetahuan mengenai agama atau hal-hal religius dan memperoleh pendidikan agama serta memperoleh hikmah.
4.3.3.2 Alasan Identitas Pribadi
Data dari Tabel 8 menunjukkan bahwa sebanyak 43 orang remaja atau 71,7 persen memperoleh skor alasan identitas pribadi kuat. Terdapat 15 remaja atau 25 persen memperoleh skor identitas pribadi yang sedang dan 2 remaja atau 3,3 persen memperoleh skor identitas pribadi yang lemah. Data tersebut
67
menunjukkan bahwa hampir keseluruhan remaja menonton tayangan sinetron religius untuk memperkuat identitas pribadi agar sesuai dengan norma agama dan masyarakat.
Tabel 8. Alasan Identitas Remaja Alasan Identitas Pribadi Kuat
Jumlah 43
Persentase 71,7
Sedang
15
Lemah
2
3,3
Total
60
100,0
25
Sebanyak 52 orang remaja menonton untuk menemukan petunjuk tentang nilai-nilai dan peran sebagai remaja yang diharapkan oleh agama dan masyarakat. Lima puluh orang remaja menonton untuk menemukan model berperilaku dari tayangan sinetron religius dan 45 orang remaja membandingkan diri sendiri dengan nilai-nilai yang terdapat dalam tayangan sinetron religius. Empat puluh empat orang remaja menonton untuk meningkatkan pemahaman mengenai diri sendiri. Untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh pernyataan remaja yang menyatakan bahwa alasan menonton tayangan sinetron religius yaitu agar mengetahui bagaimana cara berperilaku yang baik seperti yang diungkapkan oleh remaja IP sebagai berikut: “Karena sinetron religius bermanfaat bagi remaja seperti saya buat jadi tau gimana cara perilaku yang baik”
68
Jadi alasan remaja IP untuk menonton tayangan sinetron religius agar menemukan petunjuk tentang model berperilaku yang baik dan sesuai dengan norma agama dan masyarakat dari tayangan sinetron religius.
Gambar 5. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Identitas Pribadi Berdasarkan Jenisnya
Jumlah Responden
Alasan Identitas Pribadi
52 50
45
44
menemukan petunjuk menemukan model mengidentifikasikan meningkatkan tentang nilai-nilai perilaku yang baik dan membandingkan pemahaman tentang dan peran sebagai dan sesuai dengan diri dengan nilaidiri sendiri agar remaja yang norma agama dan nilai agama dan sesuai dengan norma diharapkan oleh masyarakat dari masyarakat yang agama dan agama dan tayangan sinetron terdapat dalam masyarakat masyarakat religius tayangan sinetron religius
Jenis Pernyataan Alasan Identitas Pribadi
4.3.3.3 Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial
Data pada Tabel 9 menunjukkan remaja yang memperoleh skor alasan integrasi dan interaksi sosial yang sedang sebanyak 41 remaja atau 68,3 persen. Terdapat 6 remaja atau 10 persen yang memperoleh skor alasan integrasi dan
69
interaksi sosial kuat, sementara sisanya 13 remaja atau 21,7 persen memperoleh skor alasan integrasi dan interaksi sosial yang lemah. Data di atas menunjukkan bahwa hampir keseluruhan remaja memperoleh skor alasan integrasi dan interaksi yang sedang, hal ini menunjukkan bahwa hampir keseluruhan remaja menonton tayangan sinetron religius untuk kepentingan hubungan sosial.
Tabel 9. Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial Remaja Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial Kuat
Jumlah
Persentase
6
10
Sedang
41
68,3
Lemah
13
21,7
Total
60
100,0
Terdapat 42 orang remaja menonton untuk memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain. Lima belas orang remaja menonton agar merasa ada yang menemani disaat tidak ada orang lain di rumah dan sembilan orang remaja menonton untuk menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial. Sebanyak tujuh orang remaja menonton agar dapat diterima di lingkungan pergaulan. Untuk dapat lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil pengisian kuesioner diperkuat dengan pernyataan yang didapatkan melalui wawancara kepada remaja yang menyatakan bahwa alasan menonton tayangan sinetron religius untuk memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain (empati) seperti yang diungkapkan oleh remaja D di bawah ini: “Karena dapat membuat rasa empati saya muncul”
70
Gambar 6. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial Berdasarkan Jenisnya
Jumlah Responden
Alasan Identitas Pribadi
52 50
45
44
menemukan petunjuk menemukan model mengidentifikasikan meningkatkan tentang nilai-nilai perilaku yang baik dan membandingkan pemahaman tentang dan peran sebagai dan sesuai dengan diri dengan nilaidiri sendiri agar remaja yang norma agama dan nilai agama dan sesuai dengan norma diharapkan oleh masyarakat dari masyarakat yang agama dan agama dan tayangan sinetron terdapat dalam masyarakat masyarakat religius tayangan sinetron religius
Jenis Pernyataan Alasan Identitas Pribadi
4.3.3.4 Alasan Hiburan
Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 33 remaja atau 55 persen memperoleh skor alasan hiburan sedang dan 22 remaja atau 36,7 persen memperoleh skor alasan hiburan lemah. Sisanya lima remaja atau 8,3 persen yang memperoleh skor alasan hiburan kuat. Data tersebut menunjukkan bahwa hampir keseluruhan remaja memperoleh skor alasan hiburan yang sedang, ini menunjukkan bahwa remaja menonton tayangan sinetron religius untuk mendapatkan hiburan.
71
Tabel 10. Alasan Hiburan Remaja Hiburan Kuat
Jumlah 5
Persentase 8,3
Sedang
33
55
Lemah
22
36,7
Total
60
100,0
Melalui hasil pengisian kuesioner didapat keterangan remaja yang menonton untuk melepaskan diri dari permasalahan yang sedang dihadapi sebanyak 15 orang remaja. Remaja yang menonton untuk bersantai dan melepas lelah sebanyak 21 orang dan 51 orang remaja menonton untuk memperoleh kenikmatan jiwa karena mendapatkan pengetahuan agama. Lalu 34 orang remaja menonton untuk mengisi waktu luang dan lima orang remaja menonton untuk menyalurkan emosi. Untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 7. Melalui hasil wawancara yang dilakukan pada remaja diperoleh keterangan dari remaja EM yang menyatakan alasan menonton tayangan sinetron religius untuk mencari hiburan, seperti yang diungkapkan di bawah ini:. “Buat ngisi waktu luang aja” Jadi berdasarkan pernyataan tersebut maka remaja EM menonton tayangan sinetron religius untuk mengisi waktu luang.
72
Jumlah Responden
Gambar 7. Remaja yang Memilih Pernyataan Alasan Hiburan Berdasarkan Jenisnya
Alasan Hiburan 51 34 15
21 5
melepaskan diri bersantai dan atau terpisah melepas lelah dari permasalahan yang sedang dihadapi
memperoleh kenikmatan jiwa karena mendapatkan pengetahuan agama
mengisi waktu luang
untuk penyaluran emosi
Jenis Pernyataan Alasan Hiburan
4.3.4
Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius
4.3.4.1 Total Waktu Menonton Tayangan Sinetron Religius
Data Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar remaja yang berjumlah 50 remaja atau 83,3 persen memperoleh skor total waktu rendah. Remaja yang memperoleh skor total waktu sedang sebanyak 10 remaja atau 16,7 persen, sementara tidak terdapat remaja yang memperoleh skor total waktu tinggi. Hal ini dikarenakan banyaknya tayangan sinetron religius yang ditayangkan di stasiun televisi pada jam yang sama sehingga remaja hanya memilih menonton sinetron religius yang mereka sukai saja.
73
Tabel 11. Total Waktu Remaja Menonton Tayangan Sinetron Religius Total Waktu Menonton Tinggi
Jumlah 0
Persentase 0
Sedang
10
16,7
Rendah
50
83,3
Total
60
100,0
Hampir keseluruhan remaja menonton tayangan sinetron religius pada malam hari karena pada saat ini kebanyakkan dari remaja menghabiskan waktunya menonton tayangan sinetron tersebut dengan keluarga sedangkan pada pagi dan siang harinya mereka kebanyakkan menghabiskan waktu di sekolah, istirahat siang dan bermain ke rumah teman. Tayangan sinetron religius yang tayang pada malam hari dan banyak remaja yang menghabiskan waktunya untuk menonton merupakan sinetron yang tayang di stasiun televisi RCTI yaitu Pintu Hidayah yang ditayangkan pada hari minggu pukul 20.00 WIB, Maha Kasih yang ditayangkan pada hari sabtu pukul 19.00 WIB, Maha Kasih Spesial yang ditayangkan pada hari jumat pukul 20.00 WIB dan Ku Sebut Nama Mu yang ditayangkan pada hari minggu pukul 18.00 WIB. Selain itu sinetron Hidayah yang ditayangkan pada hari selasa hingga jumat di Trans TV juga merupakan sinetron religius yang tayang pada malam hari dan banyak remaja yang menontonnya. Kalaupun ada yang menonton tayangan sinetron religius pada siang hari hanya sebagian kecil remaja karena hampir semua sinetron religius tayang pada
74
malam hari. Tayangan sinetron religius yang ditayangkan pada siang hari yaitu sinetron Menuju Cahaya pada hari Minggu pukul 14.30 WIB dan Sinetron Religi Terbaik pada hari Minggu hingga Sabtu pukul 12.30 WIB. Judul tayangan sinetron religius yang ditonton oleh remaja pada Tabel 12. Tabel 12. Tayangan Sinetron Religius yang di tonton Remaja Siswa SMUN 22 Jakarta Pada Periode 21 Mei hingga 27 Mei 2006 Hari
Jam Tayang
Senin
12.30-13.30
Sinetron Religi Terbaik (TPI)
19.00-20.00 20.30-21.30 12.30-13.30
Misteri Dua Dunia (Indosiar), Jalan Ke Surga (Antv) Rahasia Illahi (TPI) Sinetron Religi Terbaik (TPI)
19.00-20.00 20.00-21.00 22.00-23.00
Taubat (Trans TV), HidayahMu (TPI) Hidayah (Trans TV) Misteri Dua Dunia (Indosiar)
12.30-13.30
Sinetron Religi Terbaik (TPI)
19.00-20.00
Insyaf (Trans TV), Jalan kebenaran (Antv), Jalan Keadilan (TPI) Hidayah (Trans TV) Misteri Illahi (Indosiar) Sinetron Religi Terbaik (TPI) Taubat (Trans TV), Bang Jagur (RCTI), Misteri Illahi (Indosiar) Hidayah (Trans TV) Sinetron Religi Terbaik (TPI)
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
20.00-21.00 22.30-23.30 12.30-13.30 19.00-20.00 20.00-21.00 12.30-13.30 19.00-20.00
Sabtu
Minggu
Judul Sinetron Religius
20.00-21.00 20.00-21.30
Insyaf (Trans TV), Suratan Takdir (SCTV) Hidayah (Trans TV), Rahasia Illahi (TPI) Maha Kasih Spesial (RCTI)
12.30-13.30 19.00-20.00 19.00-20.30 12.30-13.30 14.30-15.30 18.00-19.00
Sinetron Religi Terbaik (TPI) Iman (SCTV) Maha Kasih (RCTI) Sinetron Religi Terbaik (TPI) Menuju Cahaya (TPI) Ku Sebut NamaMu (RCTI)
19.00-20.00 20.00-21.00
Subhanallah (TPI) KehendakMu (TPI)
75
20.00-21.30 21.30-22.30
Pintu Hidayah (RCTI) Jalan Kebenaran (RCTI)
4.3.4.2 Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius
Pada data Tabel 13 menunjukkan bahwa 55 remaja atau 91,7 persen memperoleh skor frekuensi rendah dan lima orang remaja atau 8,3 persen yang memperoleh skor frekuensi sedang. Remaja yang memperoleh skor frekuensi tinggi tidak terdapat sama sekali. Hal ini dikarenakan banyaknya tayangan sinetron religius yang ditayangkan di stasiun televisi pada jam yang sama sehingga remaja hanya memilih menonton sinetron religius yang mereka sukai saja.
Tabel 13. Frekuensi Remaja Menonton Tayangan Sinetron Religius Frekuensi Menonton Tinggi
Jumlah 0
Persentase 0
Sedang
5
8,3
Rendah
55
91,7
Total
60
100,0
Melalui wawancara yang dilakukan pada remaja, diperoleh keterangan remaja yang berpendapat bahwa dengan semakin seringnya menonton tayangan tersebut dapat menambah informasi dan memberikan dampak yang baik bagi pemirsa yang menontonnya. Remaja IP menyatakan dengan menonton tayangan
76
sinetron religius dapat belajar pengalaman-pengalaman agama dan memberikan hikmah, seperti yang diungkapkannya di bawah ini: “Sinetron religius mengajarkan berbagai pengalaman tentang ajaran-ajaran agama Islam soalnya banyak hikmah yang kita dapat untuk dijadikan contoh, misalnya jangan melawan orang tua karena kita dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk” Selain itu beberapa remaja yaitu responden MD, AA dan RFP memberikan pernyataan bahwa sinetron religius dapat memberikan hikmah yang berharga bagi mereka seperti yang diungkapkan salah satunya oleh remaja MD sebagai berikut: “Iya, karena dapat membuat kita memperbaiki sifat dan kelakuan kita, misalnya menjadi anak yang tidak durhaka misalnya ibadah saya seperti shalat jadi semakin rajin”
4.3.4.3 Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius
Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa 19 orang remaja atau 31,7 persen dari jumlah 60 orang remaja, memilih jenis tayangan sinetron religius komedi. Sebanyak 59 orang remaja atau 98,3 persen dari jumlah 60 orang remaja, memilih jenis tayangan sinetron religius rumahtangga. Remaja yang memilih jenis tayangan sinetron religius misteri sebanyak 17 orang remaja atau 28,3 persen dari jumlah remaja 60 orang. Data tersebut menunjukkan bahwa hampir keseluruhan remaja memilih jenis tayangan sinetron religius rumahtangga karena sebagian besar sinetron religius merupakan jenis sinetron religius rumahtangga.
Tabel 14. Remaja yang Menonton Tayangan Sinetron Religius Berdasarkan Jenis Tayangan Sinetron Religius
77
Jenis Tayangan Sinetron Religius Sinetron Religius Komedi Sinetron Religius Rumah Tangga Sinetron Religius Misteri
Jumlah Remaja yang Menonton 19 59
Persentase Remaja yang Menonton 31,7 98,3
17
28,3
Data tersebut juga didukung oleh hasil pengisian kuesioner yang berupa pertanyaan terbuka, yang menanyakan tayangan sinetron religius manakah yang paling sering ditonton oleh para remaja. Terdapat remaja SAS yang menyukai sinetron religius komedi yaitu Bang Jagur karena ceritanya disampaikan dengan baik, seperti yang diungkapkan di bawah ini: “Bang Jagur, karena sinetronnya bagus, ceritanya juga bisa disampaikan dengan baik” Ternyata remaja NR juga memilih tayangan sinetron religius Bang Jagur karena ceritanya yang bagus dan merakyat tidak dilebih-lebihkan, seperti yang diungkapkan sebagai berikut: “Bang Jagur karena ceritanya bagus dan merakyat tidak dilebih-lebihkan sama dengan kehidupan sehari-hari” Jenis tayangan sinetron religius yang paling banyak ditonton adalah tayangan sinetron religius rumahtangga. Tayangan sinetron religius jenis ini yang paling sering ditonton yaitu Pintu Hidayah, Maha Kasih dan Maha Kasih Spesial, Hidayah serta Ku Sebut Nama Mu. Salah satu sinetron religius rumahtangga yang paling sering ditonton adalah sinetron Pintu Hidayah yang diungkapkan oleh remaja RG yang menjawab menyukai sinetron Pintu Hidayah karena tayangannya yang mengandung banyak pelajaran dan masuk, seperti yang diungkapkan di bawah ini:
78
“Pintu Hidayah dan Hidayah karena tayangannya mengandung banyak pelajaran dan masuk akal” Remaja FR ternyata juga menyukai sinetron Pintu Hidayah, karena memberi manfaat bagi kehidupan seseorang, seperti yang diungkapkan sebagai berikut: “Pintu Hidayah karena sangat bermanfaat bagi kehidupan seseorang” Sinetron religius rumah tangga yang juga paling sering ditonton yaitu sinetron Maha Kasih karena sinetron ini menampilkan cerita yang tidak dibuat dan berbeda dengan sinetron religi lain karena sinetron ini menampilkan tentang perjuangan kaum muslimin serta tidak terdapat azab-azab atau siksaan, hal ini yang diungkapkan oleh Remaja PR, seperti yang dikemukakan di bawah ini: “Maha Kasih karena tema dari cerita itu berbeda dari cerita religi yang lain kalau religi yang lain menampilkan tentang siksaan-siksaan yang diterima orang-orang baik di dunia maupun di akhirat sedangkan kalau Maha Kasih menampilkan perjuangan muslimin di dunia, tidak ada siksaan atau azabazab” Jenis sinetron religius rumahtangga lain yang disukai oleh remaja yaitu sinetron Hidayah. Remaja RH mengemukakan tayangan sinetron religius Hidayah karena lebih logis dibandingkan dengan sinetron lain dan rasional, seperti yang diungkapkan sebagai berikut: “Hidayah karena lebih logis dan rasional tanpa mengandalkan efek-efek kamera yang justru membuat film menjadi tidak rasional dan tidak logis” Melalui jawaban-jawaban remaja di atas maka dapat disimpulkan mereka menyukai jenis tayangan sinetron religius rumahtangga karena sinetron ini mudah dimengerti, ceritanya tidak dibuat-buat serta lebih logis dan rasional. Hal ini juga
79
dikarenakan jenis tayangan ini merupakan tayangan yang paling banyak ditayangkan pada stasiun televisi. Jenis tayangan sinetron religius yang terakhir yaitu sinetron religius misteri, dimana yang memilih jenis ini hanya sebagian kecil remaja saja yang menonton karena pada jenis tayangan ini hanya sedikit yang ditayangkan pada stasiun televisi. Sinetron religius Suratan Takdir termasuk jenis sinetron religius misteri yang banyak ditonton, seperti remaja R. Keduanya menyukai sinetron ini karena ceritanya gampang dimengerti dan menyangkut benar-benar yang terjadi di masyarakat, seperti yang diungkapkan sebagai berikut: “Suratan Takdir karena ceritanya gampang dimengerti. Seru banget dan ceritanya menyangkut apa yang benar-benar terjadi atau dialami masyarakat”
4.3.5
Sikap Remaja terhadap Agama Islam
4.3.5.1 Sikap Remaja terhadap Agama Islam
Data Tabel 15 menunjukkan hampir seluruh remaja memiliki sikap positif terhadap agama Islam setelah menonton tayangan sinetron religius yaitu sebanyak 58 orang remaja atau 96,7 persen. Sementara sisanya 2 orang remaja atau 3,3 persen memiliki sikap negatif terhadap agama Islam setelah menonton tayangan sinetron religius. Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki sikap yang positif terhadap agama Islam karena sinetron religius memberikan pengetahuan mengenai agama Islam.
Tabel 15. Sikap Remaja terhadap Agama Islam Sikap Remajaterhadap Agama Islam
Jumlah Remaja
Persentase Remaja
80
Sikap Positif Sikap Negatif Total
58 2 60
96,7 3,3 100,0
Hasil pengisian kuesioner didukung oleh wawancara yang dilakukan kepada remaja. Sikap remaja terhadap agama Islam setelah menonton tayangan sinetron religius dilihat dengan mengajukan pertanyaan yaitu seberapa penting keberadaan tayangan sinetron religius di televisi. Hampir keseluruhan remaja berpendapat kalau keberadaan tayangan sinetron religius di televisi penting. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh remaja PR yang menyatakan bahwa tayangan sinetron religius penting untuk melihat kekuasaan Allah, yaitu sebagai berikut: “Penting, karena dengan menonton sinetron religi, manusia bisa melihat kekuasaan Allah dan manusia juga mengetahui bahwa azab Allah itu ada” Hal yang sama juga diungkapkan oleh remaja IP yang menyatakan sinetron religius dapat memberikan hikmah dan manfaat, seperti yang dikemukakan sebagai berikut: “Penting banget, karena hanya sinetron religius yang dapat diambil hikmah dan manfaatnya” Remaja AA juga mengatakan pentingnya keberadaan sinetron religius. Hal ini karena sinetron tersebut dapat memberikan pendidikan agama bagi yang menontonnya, seperti yang diungkapkan di bawah ini: “Penting, karena bagus untuk pendidikan agama” Namun, terdapat juga remaja yang menyatakan bahwa keberadaan tayangan sinetron religius di televisi belum terlalu penting. Remaja D menyatakan bahwa menjadi bosan jika terlalu sering sinetron ini ditayangkan, seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
81
“Penting juga, tapi kalau terlalu sering jadi bosen juga dan bisa bikin orang jadi ga respek ama pesan yang disampaikan” Ternyata pernyataan di atas mengenai keberadaan tayangan sinetron religius yang belum terlalu penting juga disetujui oleh remaja EM yang menyatakan kebanyakkan cerita sinetron religius tidak sesuai dengan kenyataan, seperti yang diungkapkan di bawah ini: ”Lumayan penting buat nambah pengetahuan agama, tapi kebanyakkan ceritanya terlalu dilebih-lebihkan hanya sedikit yang sesuai dengan kenyataan” Maka faktor-faktor yang menyebabkan remaja bersikap positif terhadap agama Islam yaitu karena tayangan sinetron religius dapat membuat remaja melihat kekuasaan Allah, banyak mengandung hikmah dan manfaat bagi yang menontonnya serta untuk pendidikan moral agama. Untuk faktor-faktor yang menyebabkan remaja bersikap negatif terhadap agama Islam karena tayangan sinetron religius terlalu sering ditayangkan sehingga remaja menjadi kurang memberikan sikap yang positif terhadap agama Islam dan kebanyakkan cerita sinetron tersebut dilebih-lebihkan sehingga tidak sesuai dengan kenyataan.
4.3.5.2 Komponen Sikap Kognitif Remaja terhadap Agama Islam
Data Tabel 16 menunjukkan hampir seluruh remaja memiliki komponen sikap kognitif positif terhadap agama Islam setelah menonton tayangan sinetron religius yaitu sebanyak 58 orang remaja atau 96,7 persen. Sementara sisanya 2 orang remaja atau 3,3 persen memiliki sikap negatif terhadap agama Islam setelah menonton tayangan sinetron religius. Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki komponen sikap kognitif yang positif terhadap agama Islam karena sinetron religius memberikan pengetahuan mengenai agama Islam.
82
Hasil pengisian kuesioner diperkuat oleh wawancara yang dilakukan pada remaja. Komponen sikap kognitif remaja terhadap agama Islam dilihat dengan mengajukan pertanyaaan seberapa penting keberadaan tayangan sinetron religius. Remaja AR menyatakan bahwa dengan menonton tayangan sinetron religius dapat menambah pengetahuan mengenai agama Islam, seperti yang diungkapkan di bawah ini: “Penting juga karena menambah pengetahuan”
Tabel 16. Komponen Sikap Kognitif Remaja terhadap Agama Islam Komponen Sikap Kognitif Remaja terhadap Agama Islam Sikap Positif Sikap Negatif Total
Jumlah Remaja
Persentase Remaja
58 2 60
96,7 3,3 100,0
4.3.5.3 Komponen Sikap Remaja Afektif terhadap Agama Islam
Data Tabel 17 menunjukkan hampir seluruh remaja memiliki komponen sikap afektif positif terhadap agama Islam setelah menonton tayangan sinetron religius yaitu sebanyak 56 orang remaja atau 93,3 persen. Sementara sisanya 4 orang remaja atau 6,7 persen memiliki sikap negatif terhadap agama Islam setelah menonton tayangan sinetron religius. Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki komponen sikap afektif yang positif terhadap agama Islam karena sinetron religius membuat remaja merasa tenang. Hal ini dikarenakan bertambahnya pengetahuan remaja mengenai agama Islam.
Tabel 17. Komponen Sikap Afektif Remaja terhadap Agama Islam
83
Komponen Sikap Afektif Remaja terhadap Agama Islam Sikap Positif Sikap Negatif Total
Jumlah Remaja
Persentase Remaja
56 4 60
93,3 6,7 100,0
Hasil pengisian kuesioner diperkuat oleh wawancara yang dilakukan pada remaja. Komponen sikap afektif remaja terhadap agama Islam dilihat dengan mengajukan pertanyaaan seberapa penting keberadaan tayangan sinetron religius. Remaja RFP menyatakan bahwa sinetron religius dapat membuatnya ingat akan Tuhan, seperti yang diungkapkan sebagai berikut: “Sangat penting, agar manusia ingat akan pencipta Nya …..”
4.3.5.4 Komponen Sikap Konatif Remaja terhadap Agama Islam
Data Tabel 18 menunjukkan hampir seluruh remaja memiliki komponen sikap konatif positif terhadap agama Islam setelah menonton tayangan sinetron religius yaitu sebanyak 57 orang remaja atau 95 persen. Sementara sisanya 3 orang remaja atau 5 persen memiliki komponen sikap konatif negatif terhadap agama Islam setelah menonton tayangan sinetron religius. Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki komponen sikap konatif yang positif terhadap agama Islam karena sinetron religius membuat remaja berkeinginan untuk menjalankan hidup sesuai dengan agama Islam.
Tabel 18. Komponen Sikap Konatif Remaja terhadap Agama Islam Komponen Sikap Konatif Remaja terhadap Agama
Jumlah Remaja
Persentase Remaja
84
Islam Sikap Positif Sikap Negatif Total
57 3 60
95 5 100
Hasil pengisian kuesioner diperkuat oleh wawancara yang dilakukan pada remaja. Komponen sikap konatif remaja terhadap agama Islam dilihat dengan mengajukan pertanyaaan seberapa penting keberadaan tayangan sinetron religius. Remaja AW menyatakan bahwa ia menjadi ingin berperilaku sesuai dengan agama, seperti yang diungkapkan dibawah ini: “Penting karena saya jadi pingin berperilaku yang sesuai dengan agama, walaupun sedikit-sedikit sieh”
BAB V HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU, LINGKUNGAN SOSIAL DAN ALASAN MENONTON DENGAN PERILAKU MENONTON
5.1
Hubungan Antara Karakteristik Individu Menonton Tayangan Sinetron Religius
dengan
Perilaku
5.1.1
Hubungan Antara Jenis Kelamin Individu dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai P Value yang diperoleh dari hasil
uji hubungan antara jenis kelamin dengan total waktu menonton lebih besar dari tingkat signifikansi, yaitu 0,338 lebih besar dari 0,10. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara jenis kelamin dengan total waktu menonton. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1 bahwa baik remaja laki-laki maupun perempuan sebagian besar memiliki total waktu menonton yang rendah. Berarti tidak terdapat perbedaan dalam hal total waktu menonton antara jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut dikarenakan remaja pada waktu siang hari masih berada di sekolah dan pada waktu malam hari sebagian waktunya digunakan untuk belajar atau beristirahat. Pada hasil uji hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi diperoleh nilai P Value yang lebih besar dari tingkat signifikansi, yaitu 0,872 lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata). Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1 bahwa baik remaja laki-laki maupun perempuan sebagian besar memiliki frekuensi menonton yang rendah. Berarti tidak terdapat perbedaan dalam hal frekuensi menonton antara jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut dikarenakan responden pada waktu siang hari masih
86
berada di sekolah dan pada waktu malam hari sebagian waktunya digunakan untuk belajar atau beristirahat. Pada Tabel 19 dimana nilai P Value yang diperoleh dari hasil uji hubungan antara jenis kelamin dengan ketiga pilihan sinetron religius lebih besar dari tingkat signifikansi, yaitu 0,578 lebih besar dari 0,10 untuk uji hubungan antara jenis kelamin dengan pilihan sinetron religius komedi. Begitu juga untuk uji hubungan antara jenis kelamin dengan pilihan sinetron religius rumahtangga yaitu 0,443 lebih besar dari 0,10 serta 0,890 lebih besar dari 0,10 untuk uji hubungan antara jenis kelamin dengan pilihan sinetron religius misteri. Jadi hasil uji hubungan antara jenis kelamin dengan ketiga pilihan sinetron religius tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara jenis kelamin dengan ketiga pilihan sinetron religius. Hal tersebut dikarenakan baik remaja laki-laki maupun perempuan tidak memiliki perbedaan selera dalam hal jenis tayangan sinetron religius.
Tabel 19. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius Jenis Kelamin dengan Total Waktu Menonton Frekuensi Menonton Pilihan Sinetron Religius Komedi Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron Religius Misteri
P Value 0,338 0,872 0,578
Tingkat Signifikansi 0,10 0,10 0,10
0,443
0,10
0,890
0,10
87
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Untoro yang dikutip oleh Badriah (2003) yang mengatakan bahwa laki-laki lebih banyak menonton acara yang bersifat informasi dan hiburan sedangkan perempuan lebih banyak menonton acara yang bersifat drama, komedi dan hiburan. Pada penelitian ini baik remaja laki-laki maupun perempuan sama-sama tidak menyukai jenis sinetron religius komedi dan misteri sedangkan untuk jenis sinetron religius rumahtangga keduanya menyukai tayangan tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
5.1.2
Hubungan Antara Waktu Luang Individu dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius Data Tabel 20 menunjukkan bahwa nilai probability (P) total waktu
menonton lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,896 lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara waktu luang dengan total waktu menonton. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) antar kedua variabel itu dikarenakan remaja yang memiliki waktu luang tinggi ternyata mempergunakan waktunya tersebut untuk bermain atau mendengarkan musik. Pada hasil uji antara waktu luang dengan frekuensi menonton diperoleh nilai probability yang lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,213 lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata). Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) antar kedua variabel itu dikarenakan adanya remaja yang memiliki waktu luang tinggi ternyata mempergunakan waktunya tersebut untuk bermain atau mendengarkan musik.
88
Tabel 20. Hubungan antara Waktu Luang dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius Waktu Luang dengan Total Waktu Menonton Frekuensi Menonton
rs -0,017
Nilai Probability (P) 0,896
Tingkat Signifikansi 0,10
-0,163
0,213
0,10
Pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa nilai P Value yang diperoleh dari hasil uji hubungan antara waktu luang dengan pilihan sinetron religius komedi dan misteri lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,198 lebih besar dari 0,10 dan 0,260 lebih besar dari 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara waktu luang dengan pilihan sinetron religius komedi dan misteri. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan jumlah sinetron religius komedi dan misteri yang sedikit sehingga remaja jarang menonton tayangan sinetron religius kedua jenis itu. Pada Tabel 21 menunjukkan nilai P Value antara waktu luang dengan pilihan sinetron religius rumahtangga lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,056 lebih kecil dari 0,10 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan (nyata). Hal ini dikarenakan sebagian besar remaja menggunakan sebagian waktu luangnya untuk menonton tayangan sinetron religius rumahtangga. Remaja menonton sinetron religius rumahtangga karena jenis tayangan ini merupakan tayangan yang paling sering dan banyak ditayangkan di televisi. Hal itu menyebabkan sebagian besar remaja tersebut menggunakan waktu luangnya untuk menonton sinetron religius rumahtangga dibandingkan dengan jenis sinetron religius komedi dan misteri. Untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
89
Tabel 21. Hubungan antara Waktu Luang dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius Waktu Luang dengan P Value Pilihan Sinetron 0,198 Religius Komedi Pilihan Sinetron 0,056* Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron 0,260 Religius Misteri Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
Tingkat Signifikansi 0,10 0,10 0,10
5.2
Hubungan Antara Lingkungan Sosial dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius
5.2.1
Hubungan Antara Lingkungan Keluarga dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius Berdasarkan data Tabel 22 dapat dilihat nilai probability ( P) lingkungan
keluarga dengan total waktu lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,192 lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara lingkungan keluarga dengan total waktu menonton. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) antar kedua variabel itu dikarenakan meskipun lingkungan keluarga sering menonton tayangan sinetron religius namun hal ini tidak membuat remaja memiliki total waktu menonton yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada jawaban wawancara dimana remaja mengatakan menonton tayangan sinetron religius jika memiliki waktu luang saja dan menonton karena judul, cerita serta pemain yang menarik bukan karena lingkungan keluarga. Pada Data Tabel 22 dapat dilihat nilai probability ( P) antara lingkungan keluarga dengan frekuensi menonton lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,381 lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak terdapat hubungan secara signifikan (nyata). Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) antar kedua variabel
90
itu dikarenakan meskipun lingkungan keluarga yang sering menonton tayangan sinetron religius namun hal ini tidak membuat remaja memiliki frekuensi menonton yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada jawaban wawancara dimana remaja mengatakan menonton tayangan sinetron religius jika memiliki waktu luang saja dan menonton karena judul, cerita serta pemain yang menarik bukan karena lingkungan keluarga.
Tabel 22. Hubungan antara Lingkungan Keluarga dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius Lingkungan Keluarga dengan Total Waktu Menonton Frekuensi Menonton
rs 0,171
Nilai Probability (P) 0,192
Tingkat Signifikansi 0,10
0,115
0,381
0,10
Pada Tabel 23 dapat dilihat bahwa uji hubungan antara lingkungan keluarga dengan pilihan jenis tayangan sinetron religius tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata). Hal tersebut diperoleh karena nilai P Value ketiga jenis pilihan sinetron religius lebih besar dari tingkat signifikansi. Untuk sinetron religius komedi yaitu 0,382 lebih besar dari 0,10. Untuk sinetron religius rumahtangga yaitu 0,729 lebih besar dari 0,10 serta untuk sinetron religius misteri yaitu 0,757 lebih besar dari 0,10. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) antara lingkungan keluarga dengan ketiga pilihan jenis sinetron religius dikarenakan lingkungan keluarga dalam menonton sinetron religius tidak mempertimbangkan jenis tayangan sinetron religius, sehingga remaja dalam
91
menonton tayangan sinetron religiuspun tidak mempertimbangkan jenis tayangan sinetron tersebut.
Tabel 23. Hubungan antara Lingkungan Keluarga dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius Lingkungan Keluarga dengan Pilihan Sinetron Religius Komedi Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron Religius Misteri
5.2.2
P Value
Tingkat Signifikansi
0,382
0,10
0,729
0,10
0,757
0,10
Hubungan Antara Lingkungan Teman dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius Berdasarkan Tabel 24 nilai probability (P) antara lingkungan teman
dengan total waktu menonton lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,054 lebih kecil dari 0,10 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara lingkungan teman dengan total waktu menonton. Angka korelasi yang positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antar kedua variabel atau dengan kata lain semakin kuat lingkungan teman maka semakin tinggi total waktu menonton tayangan sinetron religius. Namun, hubungan yang terjadi lemah karena angka korelasi yang diperoleh yaitu 0,251. Terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) antara kedua variabel itu dikarenakan lingkungan teman dapat menyebabkan remaja untuk tertarik menonton tayangan sinetron religius. Lingkungan ini menurut hasil wawancara pada remaja sering menonton, mengajak dan menceritakan kembali jalan cerita sinetron religius.
92
Selanjutnya untuk hasil uji antara lingkungan teman dengan frekuensi menonton diperoleh nilai probability (P) yang lebih besar dari tingkat signifikansinya yaitu 0,197 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan teman dengan frekuensi menonton. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) antara kedua variabel tersebut karena remaja menonton tayangan sinetron religius jika memiliki waktu luang saja dan menonton karena judul, cerita serta pemain yang menarik bukan karena lingkungan teman.
Tabel 24. Hubungan antara Lingkungan Teman dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius Nilai Lingkungan rs Probability (P) Teman dengan Total Waktu 0,251 0,054* Menonton Frekuensi 0,169 0,197 Menonton Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
Tingkat Signifikansi 0,10 0,10
Melalui Tabel 25 dapat dilihat dimana nilai P Value untuk pilihan sinetron religius komedi lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,270 lebih besar dari 0,10 dan nilai P Value untuk pilihan sinetron religius rumahtangga lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,729 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan antara lingkungan teman dengan pilihan sinetron religius komedi dan rumahtangga. Namun hal yang berbeda terjadi pada hasil uji antara lingkungan keluarga dengan pilihan sinetron religius misteri diperoleh nilai P Value yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,072 lebih kecil dari 0,10.
93
Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) lingkungan teman dengan pilihan sinetron religius misteri. Adanya hubungan antara lingkungan teman dengan pilihan sinetron religius misteri tersebut dapat dilihat dari jawaban sebagian remaja yang menyatakan mereka menonton sinetron religius karena pengaruh teman. Remaja menonton sinetron religius karena sering diceritakan jalan cerita sinetron tersebut sehingga menjadi tertarik untuk menonton sinetron religius tersebut.
Tabel 25. Hubungan antara Lingkungan Teman dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius Lingkungan Teman P Value dengan Pilihan Sinetron 0,270 Religius Komedi Pilihan Sinetron 0,729 Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron 0,072* Religius Misteri Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
Tingkat Signifikansi 0,10 0,10 0,10
5.3
Hubungan Antara Alasan Menonton dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius
5.3.1
Hubungan Antara Alasan Informasi dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa untuk uji hubungan antara alasan
informasi dengan total waktu menonton diperoleh nilai probability (P) yang lebih besar dari daripada tingkat signifikansi yaitu 0,534 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan informasi dengan total waktu menonton. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata)
94
dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religius ternyata bukan untuk mendapatkan informasi mengenai religius namun hanya untuk mengisi waktu luang saja. Data Tabel 26 menunjukkan bahwa diperoleh nilai probability (P) antara alasan informasi dengan total waktu menonton lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,305 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan informasi baik dengan frekuensi menonton.
Tidak
terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religius ternyata bukan untuk mendapatkan informasi mengenai religius namun hanya untuk mengisi waktu luang saja.
Tabel 26. Hubungan antara Alasan Informasi dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius Alasan Informasi dengan Total Waktu Menonton Frekuensi Menonton
0,082
Nilai Probability (P) 0,534
Tingkat Signifikansi 0,10
0,135
0,305
0,10
rs
Pada Tabel 27 dapat dilihat nilai P Value ketiga pilihan jenis tayangan sinetron religius lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,547 lebih besar dari 0,10 untuk jenis tayangan sinetron religius komedi, untuk tayangan sinetron religius rumahtangga yaitu 0,903 lebih besar dari 0,10 serta 0, 360 lebih besar dari 0,10 untuk tayangan sinetron religius misteri. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan informasi dengan ketiga pilihan sinetron religius. Hal ini dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religius tanpa
95
mempertimbangkan pilihan sinetron religius dan remaja menonton bukan untuk mendapatkan informasi mengenai religius namun hanya untuk mengisi waktu luang saja.
Tabel 27. Hubungan antara Alasan Informasi dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius Alasan Informasi dengan Pilihan Sinetron Religius Komedi Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron Religius Misteri
5.3.2
P Value
Tingkat Signifikansi
0,547
0,10
0,903
0,10
0,360
0,10
Hubungan Antara Alasan Identitas Pribadi dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius Berdasarkan Tabel 28 diperoleh nilai probability (P) antara alasan
identitas pribadi dengan total waktu menonton lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,500 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan identitas pribadi dengan total waktu menonton. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religius ternyata bukan untuk memperkuat identitas pribadi namun hanya untuk mengisi waktu luang saja. Walaupun jawaban-jawaban wawancara pada remaja menyatakan bahwa sinetron religius memberikan hikmah bagi mereka ternyata hal tersebut tidak dijadikan alasan remaja untuk menonton sinetron religius.
96
Data Tabel 28 menunjukkan nilai probability (P) antara alasan identitas pribadi dengan total waktu menonton lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,149 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan identitas pribadi dengan frekuensi menonton. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religius ternyata bukan untuk memperkuat identitas pribadi namun hanya untuk mengisi waktu luang saja. Walaupun jawaban-jawaban wawancara pada remaja menyatakan bahwa sinetron religius memberikan hikmah bagi mereka ternyata hal tersebut tidak dijadikan alasan remaja untuk menonton sinetron religius.
Tabel 28. Hubungan antara Alasan Identitas Pribadi dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius Alasan Identitas Pribadi dengan Total Waktu Menonton Frekuensi Menonton
0,089
Nilai Probability (P) 0,500
Tingkat Signifikansi 0,10
0,188
0,149
0,10
rs
Pada Tabel 29 menunjukkan bahwa nilai P Value pilihan sinetron religius komedi lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,831 lebih besar dari 0,10. Begitu juga dengan nilai P Value pilihan sinetron religius rumahtangga lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,818 lebih besar dari 0,10 dan nilai P Value pilihan sinetron religius misteri lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,186 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) dengan ketiga pilihan jenis tayangan sinetron religius. Hal ini dikarenakan remaja
97
menonton tayangan sinetron religius tanpa mempertimbangkan pilihan sinetron religius dan remaja menonton bukan untuk memperkuat identitas pribadi agar sesuai dengan norma agama Islam namun hanya untuk mengisi waktu luang saja.
Tabel 29. Hubungan antara Alasan Identitas Pribadi dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius Alasan Identitas Pribadi dengan Pilihan Sinetron Religius Komedi Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron Religius Misteri
5.3.3
P Value
Tingkat Signifikansi
0,831
0,10
0,818
0,10
0,186
0,10
Hubungan Antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat bahwa nilai probability (P) yang
diperoleh lebih besar daripada tingkat signifikansi yaitu 0,557 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan integrasi dan interaksi sosial dengan total waktu menonton. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religius ternyata bukan untuk kepentingan hubungan sosial namun hanya untuk mengisi waktu luang saja. Hasil uji hubungan antara alasan integrasi dan interaksi sosial dengan frekuensi menonton karena nilai probability (P) diperoleh lebih besar daripada tingkat signifikansi yaitu 0,651 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan integrasi dan interaksi sosial dengan
98
frekuensi menonton. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religius ternyata bukan untuk kepentingan hubungan sosial namun hanya untuk mengisi waktu luang saja.
Tabel 30. Hubungan antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Total Waktu Menonton Frekuensi Menonton
rs
Nilai Probability (P)
Tingkat Signifikansi
0,077
0,557
0,10
0,060
0,651
0,10
Pada Tabel 31 yang menunjukkan bahwa nilai P Value kedua pilihan jenis tayangan sinetron religius lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,503 lebih besar dari 0,10 untuk jenis tayangan sinetron religius komedi dan untuk tayangan sinetron religius rumahtangga yaitu 0,790 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan integrasi dan interaksi sosial dengan pilihan jenis tayangan sinetron religius komedi dan rumahtangga. Namun untuk hasil uji hubungan antara alasan integrasi dan interaksi sosial terdapat hubungan yang signifikan (nyata) dengan pilihan sinetron religius misteri, karena nilai P Value lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,003 lebih kecil dari 0,10. Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) lingkungan teman dengan pilihan sinetron religius misteri. Adanya hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan integrasi dan interaksi sosial dengan pilihan sinetron religius misteri karena terdapat jawaban wawancara dari remaja bahwa teman mereka sering membicarakan mengenai sinetron religius, hal ini secara
99
tidak langsung remaja menonton tayangan sinetron religius agar dapat dijadikan bahan pembicaraan dengan temannya.
Tabel 31. Hubungan antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius Alasan Integrasi dan P Value Interaksi Sosial dengan Pilihan Sinetron 0,503 Religius Komedi Pilihan Sinetron 0,790 Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron 0,003* Religius Misteri Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
5.3.4
Tingkat Signifikansi 0,10 0,10 0,10
Hubungan Antara Alasan Hiburan dengan Perilaku Menonton Tayangan Sinetron Religius Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa diperoleh nilai probability
(P) yang lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,143 lebih besar dari 0,10 untuk alasan hiburan dengan total waktu menonton. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan hiburan dengan total waktu menonton. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religius hanya untuk mengisi waktu luang saja dan tergantung dengan suasana hati responden. Pada Tabel 32 dapat dilihat bahwa diperoleh nilai probability (P) yang lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,134 lebih besar dari 0,10 untuk alasan hiburan dengan frekuensi menonton. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan hiburan dengan frekuensi menonton. Tidak terdapatnya
100
hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan remaja menonton tayangan sinetron religius hanya untuk mengisi waktu luang saja.
Tabel 32. Hubungan antara Hiburan dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius Alasan Hiburan dengan Total Waktu Menonton Frekuensi Menonton
rs 0,143
Nilai Probability (P) 0,276
Tingkat Signifikansi 0,10
0,134
0308
0,10
Pada Tabel 33 dapat dilihat bahwa nilai P Value untuk alasan hiburan dengan pilihan sinetron religius komedi yang lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,655 lebih besar dari 0,10 dan untuk alasan hiburan dengan pilihan sinetron religius rumahtangga 0,415 lebih besar dari 0,10 serta 0,155 lebih besar dari 0,10 untuk alasan hiburan dengan pilihan sinetron religius misteri. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara alasan hiburan dengan pilihan jenis sinetron religius. Hal ini dikarenakan remaja menonton tanpa mempertimbangkan jenisnya dimana remaja menonton tayangan sinetron religius tergantung dari waktu luang.
101
Tabel 33. Hubungan antara Alasan Hiburan dengan Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius Alasan Hiburan dengan Pilihan Sinetron Religius Komedi Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron Religius Misteri
P Value 0,655
Tingkat Signifikansi 0,10
0,415
0,10
0,155
0,10
BAB VI HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENONTON TAYANGAN SINETRON RELIGIUS DENGAN SIKAP TERHADAP AGAMA ISLAM
6.1
Hubungan antara Perilaku Menonton dengan Sikap terhadap Agama Islam Berdasarkan Tabel 34 dapat dilihat dari perolehan nilai probability (P)
yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,052 lebih kecil dari 0,10 untuk hasil uji hubungan antara total waktu menonton dengan sikap terhadap agama Islam. Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara total waktu menonton dengan sikap terhadap agama Islam. Angka korelasi yang positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antar kedua variabel atau dengan kata lain semakin tinggi total waktu menonton maka semakin positif sikap terhadap agama Islam. Namun, hubungan yang terjadi lemah karena angka korelasi yang diperoleh yaitu 0,252. Terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan remaja menyatakan bahwa sinetron religius penting keberadaaannya. Walaupun remaja memiliki total waktu menonton yang rendah namun tetap memiliki sikap yang positif terhadap agama Islam. Pada Tabel 34 dapat dilihat bahwa nilai probability (P) antara frekuensi menonton dengan sikap terhadap agama Islam lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,029 lebih kecil dari 0,10. Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara frekuensi menonton dengan sikap terhadap agama Islam. Angka korelasi yang positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antar kedua variabel atau dengan kata lain semakin tinggi frekuensi menonton maka semakin positif sikap terhadap agama Islam. Namun hubungan yang terjadi lemah, karena angka
103
korelasi yaitu 0,282. Terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan pada wawancara dengan remaja menyatakan bahwa sinetron religius penting keberadaaannya. Ini karena remaja merasa bahwa tayangan sinetron religius dapat memberikan pengetahuan mengenai agama Islam, walaupun mereka memiliki frekuensi menonton yang rendah.
Tabel 34. Hubungan antara Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron dengan Religius Sikap terhadap Agama Islam Nilai rs Sikap terhadap Probability (P) Agama Islam dengan Total Waktu 0,252 0,052* Menonton Frekuensi 0,282 0,029* Menonton Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
Tingkat Signifikansi 0,10 0,10
Pada Tabel 35 dapat dilihat bahwa perolehan nilai P Value lebih besar dari tingkat signifikansi untuk pilihan jenis sinetron religius komedi dengan sikap terhadap agama Islam yaitu 0,483 lebih besar dari 0,10. Begitu juga dengan perolehan nilai P Value untuk pilihan jenis sinetron religius misteri dengan sikap terhadap agama Islam lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,404 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara pilihan sinetron religius komedi dan sinetron religius misteri dengan sikap terhadap agama Islam. Namun, nilai P Value antara pilihan jenis sinetron religius rumahtangga dengan sikap terhadap agama Islam lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,001 lebih kecil dari 0,10. Jadi terdapat hubungan
yang
signifikan (nyata) antara pilihan jenis pilihan sinetron religius rumahtangga
104
dengan sikap terhadap agama Islam. Hal ini dikarenakan jenis tayangan sinetron religius rumahtangga merupakan jenis sinetron religius yang paling banyak dan sering ditayangkan di televisi. Jadi remaja lebih banyak dan sering menonton tayangan sinetron religius rumahtangga dibandingkan dengan kedua pilihan jenis yang lain.
Tabel 35. Hubungan antara Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius dengan Sikap terhadap Agama Islam Sikap terhadap Agama P Value Islam dengan Pilihan Sinetron 0,483 Religius Komedi Pilihan Sinetron 0,001* Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron 0,404 Religius Misteri Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
6.2
Tingkat Signifikansi 0,10 0,10 0,10
Hubungan antara Perilaku Menonton dengan Komponen Sikap Kognitif terhadap Agama Islam Pada Tabel 36 menunjukkan bahwa perolehan nilai probability (P) lebih
besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,221 lebih besar dari 0,10 untuk hasil uji hubungan antara total waktu menonton dengan komponen sikap kognitif terhadap agama Islam. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara total waktu menonton dengan komponen sikap kognitif terhadap agama Islam. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan sinetron religius meskipun dapat memberikan pengetahuan mengenai agama Islam, namun karena remaja dalam menonton tayangan sinetron religius memiliki total waktu
105
menonton yang rendah. Sehingga sinetron religius belum memberikan pengetahuan agama Islam yang cukup bagi remaja yang menontonnya. Data Tabel 36 menunjukkan perolehan nilai probability (P) antara frekuensi menonton dengan komponen sikap kognitif terhadap agama Islam lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,072 lebih besar dari 0,10. Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara frekuensi menonton dengan komponen sikap kognitif terhadap agama Islam. Angka korelasi yang positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antar kedua variabel atau dengan kata lain semakin tinggi total waktu menonton maka semakin positif komponen sikap kognitif terhadap agama Islam. Namun, hubungan yang terjadi lemah karena angka korelasi yang diperoleh yaitu 0,234. Terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan remaja menganggap bahwa sinetron religius penting keberadaaannya. Ini karena remaja tetap merasa bahwa tayangan sinetron religius dapat memberikan pengetahuan mengenai agama Islam, walaupun mereka memiliki frekuensi menonton yang rendah.
Tabel 36. Hubungan antara Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan dengan Sinetron Religius Komponen Sikap Kognitif terhadap Agama Islam rs Nilai Komponen Sikap Probability (P) Kognitif terhadap Agama Islam dengan Total Waktu 0,160 0,221 Menonton Frekuensi 0,234 0,072* Menonton Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
Tingkat Signifikansi
0,10 0,10
106
Pada Tabel 37 diperoleh nilai P Value lebih kecil dari tingkat signifikansi untuk pilihan jenis sinetron religius komedi dengan komponen sikap kognitif terhadap agama Islam yaitu 0,091 lebih kecil dari 0,10. Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara pilihan jenis sinetron religius komedi dengan komponen sikap kognitif, hal ini dikarenakan remaja merasa memperoleh pengetahuan mengenai agama Islam dengan menonton tayangan sinetron religius komedi. Perolehan nilai P Value untuk pilihan jenis sinetron religius rumahtangga dengan komponen sikap kognitif terhadap agama Islam lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,103 lebih besar dari 0,10 dan perolehan nilai P Value untuk pilihan jenis sinetron religius misteri dengan komponen sikap kognitif terhadap agama Islam lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,400 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara kedua jenis pilihan sinetron religius dengan komponen sikap kognitif terhadap agama Islam. Hal ini dikarenakan
ketika
menonton
tayangan
sinetron
religius
remaja
tidak
mempertimbangkan jenis tayangan sinetron religius tersebut, namun ternyata mereka juga memiliki komponen sikap kognitif yang positif terhadap agama Islam. Remaja merasa bahwa jenis tayangan sinetron religius manapun dapat memberikan pengetahuan mengenai agama Islam.
107
Tabel 37. Hubungan antara Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius dengan Komponen Sikap Kognitif terhadap Agama Islam P Value Komponen Sikap Kognitif terhadap Agama Islam dengan Pilihan Sinetron 0,091* Religius Komedi Pilihan Sinetron 0,103 Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron 0,400 Religius Misteri Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
6.3
Tingkat Signifikansi
0,10 0,10 0,10
Hubungan antara Perilaku Menonton dengan Komponen Sikap Afektif terhadap Agama Islam Berdasarkan Tabel 38 dapat dilihat bahwa nilai probability (P) antara
total waktu menonton dengan komponen sikap afektif terhadap agama Islam lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,113 lebih besar dari 0,10. Jadi
tidak
terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara total waktu menonton dengan komponen sikap afektif terhadap agama Islam. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan meskipun sinetron religius dapat memberikan hikmah, namun remaja menonton tayangan sinetron religius hanya jika memiliki waktu luang. Sehingga sinetron religius belum cukup memberikan hikmah bagi remaja yang menontonnya. Pada Tabel 38 dapat dilihat bahwa nilai probability (P) antara frekuensi menonton dengan komponen sikap afektif terhadap agama Islam lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,067 lebih kecil dari 0,10. Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara frekuensi menonton dengan komponen sikap afektif terhadap agama Islam. Angka korelasi yang positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antar kedua variabel atau dengan kata lain semakin tinggi
108
frekuensi menonton maka semakin positif komponen sikap afektif terhadap agama Islam. Namun hubungan yang terjadi lemah karena nilai korelasi yang diperoleh yaitu 0,238. Terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dapat dilihat dari jawaban remaja yang menyatakan bahwa sinetron religius tetap dapat membuat remaja memberikan hikmah walaupun mereka tidak konsisten dalam menonton sinetron tersebut.
Tabel 38. Hubungan antara Komponen Sikap Afektif terhadap Agama Islam dengan Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius rs Komponen Sikap Nilai Afektif terhadap Probability (P) Agama Islam dengan Total Waktu 0,206 0,113 Menonton Frekuensi 0,238 0,067* Menonton Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
Tingkat Signifikansi
0,10 0,10
Tabel 39 menunjukkan bahwa nilai P Value yang diperoleh ketiga pilihan jenis tayangan sinetron religius lebih besar dari tingkat signifikansi yaitu 0,666 lebih besar dari 0,10 untuk jenis tayangan sinetron religius komedi, untuk jenis tayangan sinetron religius rumahtangga 0,949 lebih besar dari 0,10 dan 0,548 lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara ketiga pilihan jenis tayangan sinetron religius dengan komponen sikap afektif. Hal ini dikarenakan ketika menonton tayangan sinetron religius remaja tidak mempertimbangkan jenis tayangan sinetron religius tersebut, namun ternyata mereka juga memiliki komponen sikap afektif yang positif terhadap agama Islam.
109
Remaja merasa bahwa jenis tayangan sinetron religius manapun dapat memberikan hikmah mengenai agama Islam.
Tabel 39. Hubungan antara Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius dengan Komponen Sikap Afektif terhadap Agama Islam Komponen Sikap Afektif terhadap Agama Islam dengan Pilihan Sinetron Religius Komedi Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron Religius Misteri
6.4
P Value
Tingkat Signifikansi
0,666
0,10
0,949
0,10
0,548
0,10
Hubungan antara Perilaku Menonton dengan Komponen Sikap Konatif terhadap Agama Islam Berdasarkan Tabel 40 dapat dilihat bahwa nilai probability (P) yang
diperoleh total waktu menonton dengan komponen sikap konatif terhadap agma Islam lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,022 yang lebih kecil dari 0,10. Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara total waktu menonton dengan komponen sikap konatif terhadap agama Islam. Angka korelasi yang positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antar kedua variabel atau dengan kata lain semakin tinggi total waktu menonton maka semakin positif komponen sikap konatif terhadap agama Islam. Namun hubungan yang terjadi lemah karena angka korelasi yang diperoleh yaitu 0,296. Terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan sinetron religius dapat membuat remaja memiliki keinginan berperilaku sesuai agama Islam.
110
Begitu juga dengan hasil uji hubungan antara frekuensi menonton dengan komponen sikap afektif diperoleh nilai probability (P) 0,029 yang lebih kecil dari 0,10. Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara frekuensi menonton dengan komponen sikap konatif terhadap agama Islam. Angka korelasi yang positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antar kedua variabel atau dengan kata lain semakin tinggi frekuensi menonton maka semakin positif komponen sikap konatif terhadap agama Islam. Namun hubungan yang terjadi lemah karena angka korelasi yang diperoleh yaitu 0,283. Terdapatnya hubungan yang signifikan (nyata) tersebut dikarenakan sinetron religius dapat membuat remaja memiliki keinginan berperilaku sesuai agama Islam
Tabel 40. Hubungan antara Total Waktu dan Frekuensi Menonton Tayangan Sinetron Religius dengan Komponen Sikap Konatif terhadap Agama Islam Nilai rs Komponen Sikap Probability (P) Konatif terhadap Agama Islam dengan Total Waktu 0,296 0,022* Menonton Frekuensi 0,283 0,029* Menonton Keterangan: * Nyata pada taraf nyata 0,10
Tingkat Signifikansi
0,10 0,10
Pada Tabel 41 dapat dilihat hasil uji hubungan antara jenis sinetron religius komedi dengan komponen sikap konatif diperoleh nilai 0,902 yang lebih besar dari 0,10. Begitu juga untuk hasil uji hubungan antara jenis sinetron religius misteri dengan komponen sikap konatif diperoleh nilai 0,307 yang lebih besar dari 0,10. Jadi tidak terdapat hubungan antara pilihan jenis sinetron religius komedi
111
dan pilihan jenis sinetron religius misteri. Namun, untuk hasil uji hubungan antara jenis sinetron religius rumahtangga dengan komponen sikap konatif diperoleh nilai 0,014 yang lebih kecil dari 0,10. Jadi terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara pilihan jenis sinetron religius rumahtangga dengan komponen sikap konatif terhadap agama Islam. Hal ini dikarenakan jenis tayangan ini merupakan tayangan yang paling banyak dan sering ditayangkan di televisi dibandingkan kedua jenis yang lain.
Tabel 41. Hubungan antara Pilihan Jenis Tayangan Sinetron Religius dengan Komponen Sikap Konatif terhadap Agama Islam Komponen Sikap Konatif terhadap Agama Islam dengan Pilihan Sinetron Religius Komedi Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Pilihan Sinetron Religius Misteri
P Value
Tingkat Signifikansi
0,226
0,10
0,817
0,10
0,264
0,10
BAB VII KESIMPULAN
7.1
Kesimpulan Karakteristik individu remaja yang berhubungan nyata dengan perilaku
menonton tayangan sinetron religius adalah waktu luang, sementara jenis kelamin tidak berhubungan nyata. Lingkungan sosial remaja yang berhubungan nyata dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius adalah lingkungan teman dengan total waktu menonton dan pilihan jenis sinetron religius misteri, sementara lingkungan keluarga tidak berhubungan nyata. Alasan menonton remaja yang berhubungan nyata dengan perilaku menonton tayangan sinetron religius adalah alasan integrasi dan interaksi sosial dengan pilihan jenis sinetron religius misteri, sementara alasan informasi, identitas pribadi dan hiburan tidak berhubungan nyata. Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata dnegan sikap remaja terhadap agama Islam adalah total waktu menonton, frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius rumahtangga, sementara pilihan jenis sinetron religius komedi dan misteri tidak berhubungan nyata. Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata dengan komponen sikap kognitif remaja terhadap agama Islam adalah frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius komedi, sementara total waktu menonton, pilihan jenis sinetron religius rumahtangga dan misteri tidak berhubungan nyata. Perilaku menonton tayangan sientron religius yang berhubungan nyata dengan komponen sikap afektif remaja terhadap agama Islam adalah frekuensi menonton,
113
sementara total waktu menonton, pilihan jenis sinetron religius komedi, rumahtangga dan misteri tidak berhubungan nyata. Perilaku menonton tayangan sinetron religius yang berhubungan nyata dengan komponen sikap konatif remaja terhadap agama Islam adalah total waktu menonton, frekuensi menonton dan pilihan jenis sinetron religius rumahtangga, sementara pilihan jenis sinetron religius komedi dan misteri tidak berhubungan nyata. Perilaku menonton tayangan sinetron religius berhubungan dengan sikap remaja terhadap agama Islam. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan remaja bersikap positif terhadap agama Islam yaitu dapat membuat remaja melihat kekuasaan Allah, banyak mengandung hikmah dan manfaat bagi yang menontonnya serta untuk pendidikan moral agama. Untuk faktor-faktor yang menyebabkan remaja bersikap negatif terhadap agama Islam karena sinetron religius terlalu sering ditayangkan dan kebanyakkan cerita sinetron tersebut dilebih-lebihkan sehingga tidak sesuai dengan kenyataan.
7.2
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka tayangan sinetron religius
sebetulnya mampu membantu remaja yang sedang berusaha menempatkan diri dalam masyarakat agar sesuai dengan norma agama dan masyarakat. Namun tayangan sinetron religius yang disajikan disarankan sesuai dengan realitas kehidupan sehari-hari. Untuk stasiun televisi yang menayangkan sinetron religius diharapkan menyajikan tayangan sinetron yang sesuai dengan kenyataan atau tidak dilebih-lebihkan agar mudah dimengerti oleh masyarakat khususnya remaja untuk mengambil hikmah dari tayangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anggrek, Semy. ”Pola Siswa SMP Menonton Televisi dan Hubungannya dengan Kegiatan-kegiatan Sehari-hari Mereka: Perbandingan antara SMP di Daerah Perkotaan dan Pedesaan (Kasus Siswa SMPN 2 Bogor dan SMP Nanggung Kecamatan IV Kabupaten Bogor)”. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor, 1996. Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Retama Media, 2004. Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Badriah. “Motivasi, Perilaku dan Pemenuhan Kebutuhan Remaja dari Acara Hiburan TV : Perbandingan pada Siswa SLTP Islam Teluk Jambe dan SLTPN 6 Karawang”. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2003. Budhiarty, Dian Eka. ”Hubungan Antara Perilaku Menonton Program Berita Kriminal di Televisi dengan Agresivitas Remaja (Kasus Siswa Sekolah Menengah Umum Negeri 112, Kelurahan Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta)”. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2004. Budyatna, Muhammad. Perilaku Remaja Jakarta Menonton Tayangan Televisi. Jakarta: LP3ES, 1994. Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Karya, 1984. Herlina, Lia. ”Persepsi Remaja Terhadap Terhadap Sinetron di Televisi (Kasus Dusun Karang Sari Desa Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya)”. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor, 1999. Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Tentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga, 1996. Hofmann, Ruedi. Dasar-dasar Apresiasi Program Televisi. Jakarta: PT Grafindo, 1999. Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media Televisi). Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
115
Labib, Muhammad. Potret Sinetron Indonesia. Jakarta: PT Mandar Utama Tiga Books Division, 2002. Manshur, Awadl M. Televisi Manfaat dan Mudarat (Penterjemah: Sofwan Al Jauhari). Jakarta: PT Fikahati Aneska, 1996. Mar’at. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981. McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga, 1987. Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991. Rasyid, Anuar, Sumardjo & Krishnarini Matindas, ’Hubungan Keterdedahan Tayangan Mistik Komersial dengan Perilaku Remaja Terhadap Aqidah Islam’, Jurnal Komunikasi Pembangunan (KMP), vol. 04, hal. 356-368. Sabri, M. Alisuf. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993. Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo, 1989. Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Sosial, Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka, 1999. Schramn, Wilbur and Willian E. Porter. Men, Women, Messages and Media Understanding Human Communication. New York: Harper and Row Publishers, 1982. Shaliza, Fara. ”Perbandingan Perilaku Menonton dan Pengaruh Isi Siaran Televisi pada Pelajar dari Berbagai Tingkat Pendidikan (Kasus Pelajar di Tiga Tingkatan Sekolah Yayasan Kesejahteraan Pegawai Pertamina, Kotamadya Dumai, Propinsi Riau)”. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2001. Tubbs, Stewart L dan Sylvia Moss. Human Communication (Konteks-konteks Komunikasi), penerjemah Deddy Mulyana. Buku Kedua. Bandung: Rosdakarya, 1996. Wardhana, Veven Sp. Televisi dan Prasangka Budaya Massa. Jakarta: PT Media Lintas Inti Nusantara, 2001.
LAMPIRAN
117
Lampiran 1. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Menonton
Jenis Kelamin * Total Waktu Menonton Crosstab Count
Jenis Kelamin
Total Waktu Menonton Rendah Sedang 17 33 50
Laki-laki Perempuan
Total
Total 5 5 10
22 38 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
Value .919b .359 .892
1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .338 .549 .345
1
.342
df
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.474 .903
.271
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3. 67.
Jenis Kelamin * Frekuensi Menonton Crosstab Count
Jenis Kelamin
Frekuensi Menonton Rendah Sedang 20 35 55
Laki-laki Perempuan
Total
Total 2 3 5
22 38 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
Value .026b .000 .026
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .872 1.000 .872
Exact Sig. (2-sided)
1.000 .026
1
.873
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1. 83.
Exact Sig. (1-sided)
.611
118
Jenis Kelamin * Pilihan Sinetron Religius Komedi Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Komedi Tidak Menonton Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Menonton 16 25 41
Total
Total 6 13 19
22 38 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
Value .310b .072 .314
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .578 .788 .575
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.774 .305
1
.398
.581
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6. 97.
Jenis Kelamin * Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Tidak Menonton Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Menonton 0 1 1
Total
Total 22 37 59
22 38 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
Value .589b .000 .923
1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .443 1.000 .337
1
.447
df
Exact Sig. (2-sided)
1.000 .579 60
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 37.
Exact Sig. (1-sided)
.633
119
Jenis Kelamin * Pilihan Sinetron Religius Misteri Crosstab Count
Jenis Kelamin
Pilihan Sinetron Religius Misteri Tidak Menonton Menonton 16 6 27 11 43 17
Laki-laki Perempuan
Total
Total 22 38 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
Value .019b .000 .019
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .890 1.000 .889
Exact Sig. (2-sided)
1.000 .019
1
.891
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6. 23.
Exact Sig. (1-sided)
.567
120
Lampiran 2. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Waktu Luang dengan Perilaku Menonton
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Waktu Luang
Total Waktu Menonton
Frekuensi Menonton
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Total Waktu Menonton -.017 .896 60 1.000 . 60 .674** .000 60
Waktu Luang 1.000 . 60 -.017 .896 60 -.163 .213 60
Frekuensi Menonton -.163 .213 60 .674** .000 60 1.000 . 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Waktu Luang * Pilihan Sinetron Religius Komedi Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Komedi Tidak Menonton Waktu Luang
Menonton
Rendah Sedang Tinggi
Total
25 12 4 41
Total
8 6 5 19
33 18 9 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 3.237a 3.085
Asymp. Sig. (2-sided)
df
2.968
2 2
.198 .214
1
.085
60
1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.85.
Waktu Luang * Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Tidak Menonton Waktu Luang Total
Rendah Sedang Tinggi
Menonton 0 0 1 1
Total 33 18 8 59
33 18 9 60
121
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 5.763a 3.893
Asymp. Sig. (2-sided)
df
3.630
2 2
.056 .143
1
.057
60
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .15.
Waktu Luang * Pilihan Sinetron Religius Misteri Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Misteri Tidak Menonton Waktu Luang
Rendah Sedang Tinggi
Menonton 21 14 8 43
Total
Total 12 4 1 17
33 18 9 60
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 2.694a 2.919
2 2
.260 .232
2.637
1
.104
60
1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.55.
122
Lampiran 3. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Lingkungan Keluarga dengan Perilaku Menonton
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Keluarga
Total Waktu Menonton
Frekuensi Menonton
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Keluarga 1.000 . 60 .171 .192 60 .115 .381 60
Total Waktu Menonton .171 .192 60 1.000 . 60 .674** .000 60
Frekuensi Menonton .115 .381 60 .674** .000 60 1.000 . 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Keluarga * Pilihan Sinetron Religius Komedi Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Komedi Tidak Menonton Keluarga
Lemah Sedang Kuat
Menonton 1 17 23 41
Total
Total 0 5 14 19
1 22 37 60
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 1.927a 2.256
2 2
.382 .324
1.873
1
.171
60
2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .32.
Keluarga * Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Tidak Menonton Keluarga
Total
Lemah Sedang Kuat
Menonton 0 0 1 1
Total 1 22 36 59
1 22 37 60
123
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df .632a .977
2 2
.729 .613
.585
1
.444
60
4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.
Keluarga * Pilihan Sinetron Religius Misteri Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Misteri Tidak Menonton Keluarga
Lemah Sedang Kuat
Menonton 1 15 27 43
Total
Total 0 7 10 17
1 22 37 60
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df .558a .826
2 2
.757 .662
.012
1
.913
60
2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .28.
124
Lampiran 4. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Lingkungan Teman dengan Perilaku Menonton
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Teman
Total Waktu Menonton
Frekuensi Menonton
Teman 1.000 . 60 .251 .054 60 .169 .197 60
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Total Waktu Menonton .251 .054 60 1.000 . 60 .674** .000 60
Frekuensi Menonton .169 .197 60 .674** .000 60 1.000 . 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Teman * Pilihan Sinetron Religius Komedi Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Komedi Tidak Menonton Teman
Lemah Sedang Kuat
Menonton 23 12 6 41
Total
Total 14 2 3 19
37 14 9 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 2.617a 2.898
Asymp. Sig. (2-sided)
df
.628
2 2
.270 .235
1
.428
60
2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.85.
Teman * Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Tidak Menonton Teman
Total
Lemah Sedang Kuat
Menonton 1 0 0 1
Total 36 14 9 59
37 14 9 60
125
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df .632a .977
2 2
.729 .613
.518
1
.472
60
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .15.
Teman * Pilihan Sinetron Religius Misteri Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Misteri Tidak Menonton Teman
Lemah Sedang Kuat
Total
Menonton
Total
30 9 4 43
7 5 5 17
37 14 9 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 5.275a 5.021 5.177 60
2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.55.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 2 2
.072 .081
1
.023
126
Lampiran 5. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Informasi dengan Perilaku Menonton
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Alasan Informasi
Total Waktu Menonton
Frekuensi Menonton
Alasan Informasi 1.000 . 60 .082 .534 60 .135 .305 60
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Total Waktu Frekuensi Menonton Menonton .082 .135 .534 .305 60 60 1.000 .674** . .000 60 60 .674** 1.000 .000 . 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Alasan Informasi * Pilihan Sinetron Religius Komedi Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Komedi Tidak Menonton Alasan Informasi
Menonton
Lemah Sedang Kuat
1 5 35 41
Total
Total 0 4 15 19
1 9 50 60
Chi-Square Tests Value 1.207a 1.468
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df
.110
2 2
.547 .480
1
.740
60
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .32.
Alasan Informasi * Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Tidak Menonton Alasan Informasi Total
Lemah Sedang Kuat
Menonton 0 0 1 1
Total 1 9 49 59
1 9 50 60
127
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df .203a .368
2 2
.903 .832
.184
1
.668
60
4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.
Alasan Informasi * Pilihan Sinetron Religius Misteri Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Misteri Tidak Menonton Alasan Informasi Total
Lemah Sedang Kuat
Menonton 1 8 34 43
Total 0 1 16 17
1 9 50 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 2.041a 2.563 1.975 60
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .28.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 2 2
.360 .278
1
.160
128
Lampiran 6. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Identitas Pribadi dengan Perilaku Menonton
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Alasan Identitas Pribadi
Total Waktu Menonton
Frekuensi Menonton
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Alasan Identitas Pribadi 1.000 . 60 .089 .500 60 .188 .149 60
Total Waktu Menonton .089 .500 60 1.000 . 60 .674** .000 60
Frekuensi Menonton .188 .149 60 .674** .000 60 1.000 . 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Alasan Identitas Pribadi * Pilihan Sinetron Religius Komedi Crosstab Count
Alasan Identitas Pribadi
Pilihan Sinetron Religius Komedi Tidak Menonton Menonton 1 1 10 5 30 13 41 19
Lemah Sedang Kuat
Total
Total 2 15 43 60
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df .371a .349
2 2
.831 .840
.259
1
.611
60
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .63.
Alasan Identitas Pribadi * Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Tidak Menonton Alasan Identitas Pribadi Total
Lemah Sedang Kuat
Menonton 0 0 1 1
Total 2 15 42 59
2 15 43 60
129
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df .402a .673
2 2
.818 .714
.354
1
.552
60
4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .03.
Alasan Identitas Pribadi * Pilihan Sinetron Religius Misteri Crosstab Count
Alasan Identitas Pribadi Total
Lemah Sedang Kuat
Pilihan Sinetron Religius Misteri Tidak Menonton Menonton 2 0 13 2 28 15 43 17
Total 2 15 43 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 3.361a 4.130 3.264 60
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .57.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 2 2
.186 .127
1
.071
130
Lampiran 7. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial dengan Perilaku Menonton
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial Total Waktu Menonton
Frekuensi Menonton
Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial 1.000 . 60 .077 .557 60 .060 .651 60
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Total Waktu Menonton .077 .557 60 1.000 . 60 .674** .000 60
Frekuensi Menonton .060 .651 60 .674** .000 60 1.000 . 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial * Pilihan Sinetron Religius Komedi Crosstab Count
Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial
Lemah Sedang Kuat
Total
Pilihan Sinetron Religius Komedi Tidak Menonton Menonton 10 3 28 13 3 3 41 19
Total 13 41 6 60
Chi-Square Tests Value 1.375a 1.336
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df
1.228
2 2
.503 .513
1
.268
60
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.90.
Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial * Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Tidak Menonton Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial Total
Lemah Sedang Kuat
Menonton 0 1 0 1
Total 13 40 6 59
13 41 6 60
131
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df .471a .769
2 2
.790 .681
.045
1
.832
60
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.
Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial * Pilihan Sinetron Religius Misteri Crosstab Count
Alasan Integrasi dan Interaksi Sosial Total
Lemah Sedang Kuat
Pilihan Sinetron Religius Misteri Tidak Menonton Menonton 12 1 30 11 1 5 43 17
Total 13 41 6 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 11.712a 11.384 9.535 60
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.70.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 2 2
.003 .003
1
.002
132
Lampiran 8. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Alasan Hiburan dengan Perilaku Menonton
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Alasan Hiburan
Total Waktu Menonton
Frekuensi Menonton
Alasan Hiburan 1.000 . 60 .143 .276 60 .134 .308 60
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Total Waktu Frekuensi Menonton Menonton .143 .134 .276 .308 60 60 1.000 .674** . .000 60 60 .674** 1.000 .000 . 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Alasan Hiburan * Pilihan Sinetron Religius Komedi Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Komedi Tidak Menonton Alasan Hiburan
Lemah Sedang Kuat
Menonton 16 21 4 41
Total
Total 6 12 1 19
22 33 5 60
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df .847a .872
2 2
.655 .647
.030
1
.862
60
2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.58.
Alasan Hiburan * Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga Tidak Menonton Alasan Hiburan Total
Lemah Sedang Kuat
Menonton 1 0 0 1
Total 21 33 5 59
22 33 5 60
133
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 1.757a 2.036
Asymp. Sig. (2-sided)
df
1.389
2 2
.415 .361
1
.239
60
4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
Alasan Hiburan * Pilihan Sinetron Religius Misteri Crosstab Count Pilihan Sinetron Religius Misteri Tidak Menonton Alasan Hiburan
Lemah Sedang Kuat
Total
Menonton 19 21 3 43
Total 3 12 2 17
22 33 5 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 3.723a 4.011 3.180 60
2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.42.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 2 2
.155 .135
1
.075
134
Lampiran 9. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton dengan Sikap Terhadap Agama Islam
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Total Waktu Frekuensi Menonton Menonton Sikap Kognitif Total Waktu Menonton Correlation Coefficient 1.000 .674** .160 Sig. (2-tailed) . .000 .221 N 60 60 60 Frekuensi Menonton Correlation Coefficient .674** 1.000 .234 Sig. (2-tailed) .000 . .072 N 60 60 60 Sikap Kognitif Correlation Coefficient .160 .234 1.000 Sig. (2-tailed) .221 .072 . N 60 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pilihan Sinetron Religius Komedi * Sikap Total Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 30.677a 38.818
Asymp. Sig. (2-sided)
df
.608
31 31
.483 .158
1
.435
60
64 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .32.
Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga * Sikap Total Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 60.000a 10.172
Asymp. Sig. (2-sided)
df
2.003
31 31
.001 1.000
1
.157
60
63 cells (98.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.
Pilihan Sinetron Religius Misteri * Sikap Total Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 32.269a 39.787 1.662 60
63 cells (98.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .28.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 31 31
.404 .134
1
.197
135
Lampiran 10. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton dengan Komponen Sikap Kognitif Terhadap Agama Islam
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Total Waktu Menonton
Frekuensi Menonton
Sikap Konatif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Total Waktu Menonton 1.000 . 60 .674** .000 60 .296* .022 60
Frekuensi Menonton Sikap Konatif .674** .296* .000 .022 60 60 1.000 .283* . .029 60 60 .283* 1.000 .029 . 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pilihan Sinetron Religius Komedi * Sikap Kognitif Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 30.039a 37.865
Asymp. Sig. (2-sided)
df
2.045
21 21
.091 .013
1
.153
60
44 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .32.
Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga * Sikap Kognitif Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 29.492a 7.399
Asymp. Sig. (2-sided)
df
1.365
21 21
.103 .997
1
.243
60
43 cells (97.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.
Pilihan Sinetron Religius Misteri * Sikap Kognitif Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 21.997a 26.434 1.444 60
44 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .28.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 21 21
.400 .190
1
.230
136
Lampiran 11. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton dengan Komponen Sikap Afektif Terhadap Agama Islam
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Total Waktu Frekuensi Menonton Menonton Sikap Afektif Total Waktu Menonton Correlation Coefficient 1.000 .674** .206 Sig. (2-tailed) . .000 .113 N 60 60 60 Frekuensi Menonton Correlation Coefficient .674** 1.000 .238 Sig. (2-tailed) .000 . .067 N 60 60 60 Sikap Afektif Correlation Coefficient .206 .238 1.000 Sig. (2-tailed) .113 .067 . N 60 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pilihan Sinetron Religius Komedi * Sikap Afektif Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 11.251a 13.624
Asymp. Sig. (2-sided)
df
.178
14 14
.666 .478
1
.673
60
28 cells (93.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .32.
Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga * Sikap Afektif Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 6.610a 4.144
14 14
.949 .995
.793
1
.373
60
26 cells (86.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.
Pilihan Sinetron Religius Misteri * Sikap Afektif Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 12.728a 15.295 1.372 60
27 cells (90.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .28.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 14 14
.548 .358
1
.241
137
Lampiran 12. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Perilaku Menonton dengan Komponen Sikap Terhadap Agama Islam
Nonparametric Correlations Correlations
Spearman's rho
Total Waktu Menonton
Frekuensi Menonto n
1.000
.674(**)
.296(*)
. 60
.000 60
.022 60
.674(**)
1.000
.283(*)
.000 60
. 60
.029 60
.296(*)
.283(*)
1.000
.022 60
.029 60
. 60
Total Waktu Menonton
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Frekuensi Correlation Menonton Coefficient Sig. (2-tailed) N Sikap Konatif Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Sikap Konatif
Pilihan Sinetron Religius Komedi * Sikap Konatif Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2-sided)
df
8.514a 10.923 .032
15 15
.902 .758
1
.857
60
30 cells (93.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .32.
Pilihan Sinetron Religius Rumah Tangga * Sikap Konatif Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 29.492a 7.399
Asymp. Sig. (2-sided)
df
3.381
15 15
.014 .946
1
.066
60
30 cells (93.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .02.
Pilihan Sinetron Religius Misteri * Sikap Konatif Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 17.199a 20.935 1.250 60
30 cells (93.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .28.
Asymp. Sig. (2-sided)
df 15 15
.307 .139
1
.264