PERSEPSI PETANI SAYURAN DAN TANAMAN PANGAN PADA PENGGUNAAN PESTISIDA UNTUK PRODUKSI PRODUK PERTANIAN SEHAT DI DESA LINGKAR KAMPUS IPB
ADE AZIS KUSNAYA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Petani Sayuran dan Tanaman Pangan pada Penggunaan Pestisida untuk Produksi Produk Pertanian Sehat di Desa Lingkar Kampus IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 2014
Ade Azis Kusnaya NIM A34100097
ยฉ Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ABSTRAK ADE AZIS KUSNAYA. Persepsi Petani Sayuran dan Tanaman Pangan pada Penggunaan Pestisida untuk Produksi Produk Pertanian Sehat di Desa Lingkar Kampus IPB. Dibimbing oleh DADANG. Penerapan praktik pertanian yang baik merupakan cara untuk memproduksi komoditas pertanian yang sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi petani sayuran dan tanaman pangan dalam penggunaaan pestisida untuk menghasilkan produk pertanian sehat di 14 desa lingkar kampus IPB. Penelitian dilakukan dengan metode survei langsung ke lapangan menggunakan dua metode pengambilan data, yaitu data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekunder yang diperoleh dari pemerintahan desa dan LPPM IPB. Jumlah petani responden masing-masing 10 petani sayuran dan 10 petani tanaman pangan dari setiap desa. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar petani tanaman pangan dan sayuran menggunakan pestisida sintetik tanpa didasari pengetahuan dan keahlian aplikasi pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hal ini dikarenakan sebagian besar petani belum memahami konsep pertanian sehat. Persentase pengetahuan petani terhadap produk tanaman sehat kurang dari 50% pada semua kategori kegiatan produk pertanian sehat. Persepsi petani tanaman pangan dan sayuran terhadap penggunaan pestisida dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pendidikan, pangsa pasar, jenis tanaman, dan sumber informasi pemilihan jenis pestisida. Kata kunci: pengendalian hama penyakit, pestisida nabati, pestisida sintetik.
ABSTRACT ADE AZIS KUSNAYA. Perception of Vegetable and Food Crop Farmers on Pesticide Use to Produce Healthy Agriculture Product at IPB Campus Surround Villages. Supervised by DADANG. Good agriculture practices are the way to produce healthy agriculture products. The aim of this study was to describe perception of vegetable and food crop farmers on pesticide use to produce healthy agriculture products at 14 villages surrounding IPB Campus. This study was conducted by using two methods, conducting direct survey to farmers using structured questionnaires to get a primary data and collecting information from village governments and Institute of Research and Community Service of IPB (LPPM) to obtain secondary data. The amount of responden was 10 vegetable farmers and 10 food crop farmers for each village. The results of this study showed that most farmers used synthetic pesticides in controlling pests and diseases without enough knowledge and skill in pesticide application. Farmer knowledge, both vegetable and food crop farmers of healthy agricultural product is less than 50%. Farmer perception, in pesticide use was influenced by level of education, target of market, civil of commodity planted, and source of information. Keywords: pest management, botanical pesticide, synthetic pesticide.
PERSEPSI PETANI SAYURAN DAN TANAMAN PANGAN PADA PENGGUNAAN PESTISIDA UNTUK PRODUKSI PRODUK PERTANIAN SEHAT DI DESA LINGKAR KAMPUS IPB
ADE AZIS KUSNAYA
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
: Persepsi Petani Sayuran dan Tanaman Pangan pada Penggunaan Pestisida untuk Produksi Produk Pertanian Sehat di Desa Lingkar Kampus IPB Nama Mahasiswa: Ade Azis Kusnaya NIM : A34100097
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen
Tanggal disetujui :
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian tugas akhir ini yang berjudul โPersepsi Petani Sayuran dan Tanaman Pangan pada Penggunaan Pestisida untuk Produksi Produk Pertanian Sehat di Desa Lingkar Kampus IPBโ dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik atas segala kesabaran dan bimbingan selama kegiatan perkuliahan dan proses penulisan skripsi ini. Terima kasih juga untuk sahabat seperjuangan di Institut Pertanian Bogor (Andra Budhi Nugraha, Bunga Aprillia Ayuning, Yagus Munandar Darajat, Iqbal Eka Winarsah, Muhammad Aldiansyah Zulfikar, Ivan Primajohan Supriatna, Muhammad Fauzi Syahbani, Gumanti Subagja, dan Ofin Rofandi) atas dukungannya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk Ibunda Tati Sopiah dan Ayahanda Edo Syuhada, serta seluruh keluarga besar Andra Budhi Nugraha atas doa dan bimbingannya selama ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi yang membacanya.
Bogor, September 2014 Ade Azis Kusnaya
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Penentuan Responden Jenis dan Sumber Data Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Karakteristik Petani Karakteristik Budidaya dan Pemasaran Produk Pertanian Pola Penggunaan Pupuk Pengetahuan Pertanian Sehat Pengetahuan Produk Pertanian Sehat Persepsi Bercocok Tanam yang Baik Persepsi Cara Budidaya Produk Pertanian Sehat Permasalahan Usaha Tani Respon Petani terhadap Hama dan Penyakit Tanaman Pola Penggunaan Pestisida Dasar Pertimbangan Aplikasi Pestisida Jenis dan Bahan Aktif yang Digunakan Dasar Pemilihan Pestisida Persepsi Penggunaan Pestisida Nabati Pengetahuan Pestisida Nabati Pengalaman Petani Menggunakan Pestisida Nabati Penilaian Petani terhadap Penggunaan Pestisida Nabati SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii ix 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 5 5 5 7 11 12 12 13 15 16 18 20 20 22 24 25 25 26 28 30 30 30 31 33 36
viii
DAFTAR TABEL 1 Monografi desa lingkar kampus IPB 2 Karakteristik petani sayuran dan tanaman pangan di desa lingkar kampus IPB 3 Keadaan budidaya dan pemasaran hasil pertanian 4 Alasan pemilihan komoditas budidaya 5 Frekuensi pemupukan yang dilakukan petani di desa lingkar kampus IPB 6 Persepsi bercocok tanam yang baik 7 Persepsi cara budidaya produk pertanian sehat 8 Permasalahan usaha tani 9 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman pangan 10 Permasalahan hama dan penyakit pada sayuran 11 Respon petani terhadap adanya hama dan penyakit tanaman 12 Dasar pertimbangan aplikasi pestisida 13 Sumber informasi petani dalam pemilihan jenis pestisida 14 Pengetahuan pestisida nabati 15 Pengalaman petani menggunakan pestisida nabati 16 Jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati 17 Perbandingan hasil dari penggunaan pestisida nabati dengan pestisida sintetik 18 Kendala yang dirasakan petani dalam pembuatan pestisida nabati
5 6 8 10 12 14 15 16 17 18 19 21 25 26 26 27 28 29
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Peta desa lingkar kampus IPB Komoditas utama sayuran Komoditas utama tanaman pangan Jenis pupuk yang digunakan petani sayuran dan tanaman pangan Pengetahuan petani terhadap kegiatan produk pertanian sehat Persentase petani tanaman pangan dan sayuran dalam menggunakan bahan aktif insektisida (A) dan fungisida (B)
3 9 10 11 13 23
ix
DAFTAR LAMPIRAN 1 Merek dagang dan bahan aktif insektisida yang digunakan petani di desa lingkar kampus IPB 2 Merek dagang dan bahan aktif fungisida yang digunakan petani di desa lingkar kampus IPB
34 35
PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas sektor pertanian terdiri dari sektor tanaman pangan dan sektor tanaman hortikultura. Tanaman pangan merupakan komoditas utama untuk kehidupan manusia, yaitu sebagai bahan makanan pokok penyedia kebutuhan karbohidrat. Produksi tanaman pangan pada tahun 2011-2013 berturut-turut sebesar 109 640 212 ton, 115 193 980 ton, dan 116 006 631 ton. Hal itu menunjukkan produksi tanaman pangan mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan persentase peningkatan sebesar 1.92% (BPS 2013). Menurut Rositasari (2006), tanaman hortikultura mencakup sayuran, buahbuahan, tanaman hias (florikutura), dan tanaman obat-obatan (biofarmaka). Sayuran merupakan komoditas subsektor hortikultura yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Selain bahan makanan, kandungan gizi yang terdapat di dalamnya sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan manusia. Total produksi komoditas sayuran mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir. Hal itu terlihat dari data total produksi sayuran tahun 2011 sebesar 10 871 224 ton menjadi 10 9039 752 ton pada tahun 2012 dengan persentase peningkatan sebesar 0.63% (Ditjen Horti 2012). Produksi sayuran dan tanaman pangan sangat dipengaruhi oleh adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Menurut Rambe (2012), hasil produksi sayuran dipengaruhi oleh musim dan organisme pengganggu tanaman. Faktor pembatas produksi sayuran yang paling penting adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Adanya faktor pembatas tersebut dapat menyebabkan perubahan hasil produksi yang berdampak terhadap suplai sayuran. Hal yang sama terjadi juga pada tanaman pangan, kehilangan hasil produksi selalu disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman, gulma, dan tekanan yang ekstrim faktor abiotik (Sinaga 2009). Petani sebagai produsen utama komoditi pangan harus terus memiliki motivasi dan sumber daya untuk terus menghasilkan komoditi pertanian, khususnya tanaman pangan yang memenuhi skala kuantitas dan kualitas guna memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga tercipta kemandirian pangan (Zulfikar 2013). Hal itu didasarkan bahwa pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia (UU No 7 1996). Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan dari kemungkinan adanya residu yang membahayakan kesehatan manusia. Hal ini dikarenakan petani di Indonesia umumnya masih mengandalkan pestisida sintetik untuk mengatasi organisme pengganggu tanaman, seperti hama dan penyakit tanaman (Taufiq 2004). Alasan petani cenderung memilih pestisida sintetik karena hasilnya terlihat lebih cepat. Namun penggunaan pestisida sintetik secara terus menerus dapat menyebabkan residu pada hasil pertanian, resistensi hama, resurjensi hama, munculnya hama sekunder, dan pencemaran lingkungan (Tarigan 2002). Oleh karena itu, penerapan praktik pertanian yang baik sangat dibutuhkan. Praktik pertanian yang baik, salah satunya dengan penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) yang menggunakan pestisida secara rasional dalam proses produksi pertanian. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang persepsi petani dalam penggunaan pestisida. Untuk itu tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
2 persepsi petani sayuran dan tanaman pangan tentang penggunaan pestisida dalam menghasilkan produk pertanian sehat di desa lingkar kampus IPB, serta faktor yang mempengaruhinya. Perumusan Masalah Penggunaan pestisida merupakan salah satu teknik dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Akan tetapi, persepsi petani dalam penggunaan pestisida untuk menghasilkan produk pertanian sehat masih belum dipahami sepenuhnya. Perbedaan persepsi petani tanaman pangan dan sayuran akan mempengaruhi produk pertanian yang dihasilkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dievaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan persepsi tersebut dan diharapkan dapat memberikan informasi kondisi di lapang secara objektif. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi petani sayuran dan tanaman pangan tentang penggunaan pestisida dalam menghasilkan produk pertanian sehat di desa lingkar kampus IPB, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dorongan untuk terciptanya sinergi antara masyarakat dan sivitas kampus IPB dalam pengembangan produk pertanian sehat.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga April 2014 di 14 desa lingkar kampus IPB. Desa lingkar kampus tersebut terletak di tiga kecamatan, yaitu Dramaga, Ciampea, dan Bogor Barat. Kecamatan Dramaga meliputi Desa Babakan, Desa Dramaga, Desa Cikarawang, Desa Ciherang, Desa Sinarsari, Desa Neglasari, dan Desa Petir. Kecamatan Ciampea meliputi Desa Cihideung Ilir, Desa Cihideung Udik, Desa Cibanteng, dan Desa Benteng. Kecamatan Bogor Barat meliputi Kelurahan Situ Gede, Kelurahan Balumbang Jaya, dan Kelurahan Margajaya.
Gambar 1 Peta desa-desa di wilayah lingkar kampus IPB Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu formulir kuesioner, alat tulis, kamera, dan handphone yang digunakan untuk merekam suara saat wawancara. Penentuan Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani dari 14 desa yang berada di wilayah lingkar kampus IPB. Penentuan desa tempat pengambilan sampel dilakukan secara purposive yang didasarkan bahwa desa tersebut mengembangkan sektor pertanian dengan komoditas sayuran dan tanaman pangan. Setiap desa dipilih 20 petani dengan rincian 10 petani sayuran dan 10 petani tanaman pangan sehingga
4 total koresponden 280 petani. Survei terhadap petani responden dilakukan dengan mengunjungi rumah petani responden atau mendatangi ke lahan pertanian yang digarap. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan dua metode pengambilan data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner terstruktur kepada responden. Kuesioner dirancang untuk mendeskripsikan persepsi petani terhadap penggunaan pestisida, memperoleh informasi tentang pengetahuan petani terhadap produk pertanian sehat, dan mengetahui teknik budidaya yang telah dilakukan oleh petani. Data sekunder diperoleh dari pemerintahan desa di Wilayah Lingkar Kampus IPB dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB. Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan Minitab versi 15 yang disajikan dalam bentuk grafik dan tabulasi. Data dianalisis secara deskriftif untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat tentang penggunaan pestisida dalam upaya menghasilkan produk pertanian sehat, serta faktor yang mempengaruhinya. Untuk membandingkan persepsi penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman pangan, dilakukan uji 2 proporsi dengan menggunakan uji z menurut Walpole (1993) sebagai berikut: ๐ง=
๐ฬ1 + ๐ฬ 2 โ๐ฬ ๐ฬ[( 1 ) + ( 1 )] ๐1 ๐2
๐ฬ1 = Persentase petani tanaman pangan dengan karakteristik tertentu ๐ฬ 2 = Persentase petani sayuran dengan karakteristik tertentu ๐ฅ1 + ๐ฅ2 ๐ฬ = ๐1 + ๐2 ๐ฬ = 1 โ ๐ฬ ๐ฅ1 = Jumlah petani tanaman pangan dengan karakteristik tertentu ๐ฅ2 = Jumlah petani sayuran dengan karakteristik tertentu ๐1 = Jumlah sampel petani tanaman pangan ๐2 = Jumlah sampel petani sayuran
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Desa lingkar kampus adalah wilayah yang terletak dalam kawasan pembinaan program kepedulian sosial IPB. Desa Lingkar Kampus tersebut terbagi dalam 3 kecamatan, yaitu Dramaga, Ciampea, dan Bogor Barat. Desa lingkar kampus yang terdiri atas 14 desa/kelurahan yang terdiri atas Desa Babakan, Desa Dramaga, Desa Cikarawang, Desa Ciherang, Desa Sinarsari, Desa Neglasari, Desa Petir, Desa Cihideung Ilir, Desa Cihideung Udik, Desa Cibanteng, Desa Benteng, Kelurahan Situ Gede, Kelurahan Balumbang Jaya, dan Kelurahan Margajaya (LPPM-IPB 2010). Potensi sumber daya yang dimiliki setiap desa di lingkar kampus IPB berbeda-beda. Data potensi desa yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas wilayah, populasi penduduk, dan mata pencaharian. Luas wilayah dan populasi penduduk setiap desa di lingkar kampus sangat bervariasi. Luas wilayah terluas adalah Desa Petir, sedangkan populasi penduduk terbanyak adalah Desa Cibanteng (Tabel 1). Namun demikian, secara umum mata pencaharian di desa lingkar kampus sebagai petani dan wirausaha. Tabel 1 Monografi desa lingkar kampus IPB Luas Populasi No Desa/kelurahan Mata pencaharian dominan wilayah (ha) (jiwa) karyawan swasta dan 1 Babakan 334.400 11 044 wirausaha 2 Dramaga 120.500 10 925 petani dan wirausaha 3 Cikarawang 226.500 7 050 petani dan wirausaha 4 Ciherang 251.570 12 783 buruh dan wiraswasta 5 Sinarsari 172.240 8 349 karyawan swasta 6 Neglasari 147.418 8 604 karyawan swasta 7 Petir 448.250 12 876 buruh dan petani 8 Cihideung Ilir 178.000 10 198 petani 9 Cihideung Udik 284.000 14 217 petani karyawan swasta dan 10 Cibanteng 162.182 16 630 wirausaha 11 Benteng 248.500 12 086 petani dan wirausaha 12 Situ Gede 232.470 7 941 petani 13 Balumbang Jaya 124.595 9 803 buruh 14 Margajaya 116.176 5 343 wirausaha Karakteristik Petani Karakteristik petani yang menjadi koresponden dikategorikan berdasarkan usia, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan status petani. Usia petani tanaman pangan dan sayuran didominasi kategori petani berusia 55-75 tahun dengan persentase petani tanaman pangan sebesar 50.71% dan petani sayuran sebesar 44.29% (Tabel 2). Selain itu, hasil survei menunjukan bahwa regenerasi petani tanaman pangan berbeda nyata dengan petani sayuran. Regenerasi petani dilihat dari petani kategori usia muda, yaitu 20-34 tahun. Regenerasi petani tanaman
6 pangan lebih rendah dibandingkan dengan petani sayuran. Hal ini terlihat dari persentase petani tanaman pangan sebesar 4.29% dan petani sayuran sebesar 12.14%. Rendahnya tingkat regenerasi petani tanaman pangan dibandingkan petani sayuran dikarenakan prospek keuntungan dan hasil produksi tanaman pangan dipandang petani kurang menjanjikan dibandingkan dengan sayuran. Tabel 2 Karakteristik petani sayuran dan tanaman pangan di desa lingkar kampus IPB Persentase petani (%) Karakteristik petani P-Valuea Tanaman pangan Sayuran Usia (tahun) 20 โ 34 4.29 12.14 0.016b 35 โ 44 17.86 16.43 0.751 45 โ 54 22.14 23.57 0.776 55 โ 75 50.71 44.29 0.280 >76 5.00 3.57 0.555 Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA D3/S1
39.29 50.00 7.14 3.57 0.00
46.43 40.71 7.14 5.71 0.00
0.226 0.117 1.000 0.394 -
Pengalaman bertani 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun >20 tahun
16.43 11.43 12.14 17.14 42.86
18.57 13.57 19.29 12.14 36.43
0.637 0.588 0.099 0.236 0.270
Luas lahan (m2) โค 1000 1001-2500 2501-5000 5001-7500 7501-10 000 > 10 000
25.71 35.00 18.57 2.86 9.29 8.57
28.57 33.57 16.43 3.57 10.71 7.14
0.591 0.801 0.637 0.735 0.690 0.657
2.14 70.71
1.43 65.00
0.652 0.305
27.14
33.57
0.241
Status petani pemilik penggarap pemilik dan penggarap a
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
7 Tingkat pendidikan petani tanaman pangan dengan petani sayuran tidak berbeda nyata. Tingkat pendidikan petani tanaman pangan sebagian besar adalah tidak tamat sekolah dasar (SD) dan sekolah dasar (SD). Begitu juga, tingkat pendidikan petani sayuran sebagian besar adalah tidak tamat sekolah dasar (SD) dan sekolah dasar (SD). Tingkat pendidikan petani sangat berpengaruh terhadap kemudahan masuknya inovasi teknologi kedalam dunia pertanian. Menurut Heroe (2005), tingkat adopsi inovasi teknologi pertanian dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal. Petani dengan tingkat pendidikan yang rendah cenderung lebih sulit untuk menerima inovasi dan teknologi pertanian yang baru dibandingkan dengan petani dengan pendidikan yang tinggi. Pengalaman bertani sebagian besar petani tanaman pangan dan sayuran lebih dari 20 tahun. Hal ini ditunjukan dengan persentase yang tinggi sebesar 42.86% untuk petani tanaman pangan dan sebesar 36.43% untuk petani sayuran (Tabel 2). Tingginya persentase ini dikarenakan banyak petani tanaman pangan maupun sayuran yang memulai bertani dari usia muda hingga usia tua. Luas lahan pertanian yang dikelola petani tanaman pangan tidak berbeda nyata dengan petani sayuran. Luas lahan yang dikelola petani relatif sama antara petani tanaman pangan dan petani sayuran dalam semua kategori. Hal itu terlihat pada persentase setiap kategori hasilnya relatif sama. Persentase luas lahan tertinggi sama-sama terlihat pada kategori luas lahan 1 001 sampai 2 500 m2 sebesar 35% untuk petani tanaman pangan dan sebesar 33.57% untuk petani sayuran (Tabel 2). Selain itu luas lahan yang kurang dari 1 000 m2 menjadi kategori tertinggi kedua pada kedua petani dengan persentase 25.71% untuk petani tanaman pangan dan persentase 28.57% untuk petani sayuran. Hal ini menunjukan bahwa sempitnya lahan yang dikelola oleh petani di wilayah lingkar kampus. Sempitnya lahan yang dikelola diakibatkan keputusan petani yang menjual lahan garapannya untuk kebutuhan ekonomi dan adanya alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke lahan pemukiman. Menurut Gusfi (2002), adanya alih fungsi lahan pertanian ke lahan pemukiman akibat peningkatan jumlah penduduk. Status petani tanaman pangan dan sayuran di desa lingkar kampus sama-sama didominasi petani penggarap dengan persentase 70.14% untuk petani tanaman pangan dan persentase 65% untuk petani sayuran (Tabel 2). Hal itu menunjukkan bahwa hampir semua petani tanaman pangan dan sayuran hanya menggarap lahan yang bukan miliknya sendiri. Karakteristik Budidaya dan Pemasaran Produk Pertanian Status kepemilikan lahan petani tanaman pangan dan sayuran sebagian besar merupakan lahan milik orang lain. Hal itu terlihat dari tingginya persentase status lahan pada kategori status lahan orang, dengan persentase petani tanaman pangan sebesar 60% dan persentase petani sayuran sebesar 42.86% (Tabel 3). Tingginya kepemilikan lahan orang pada petani tanaman pangan dan petani sayuran dikarenakan banyaknya petani yang menjual lahan garapan miliknya untuk kebutuhan ekonomi sehingga petani hanya menumpang menggarap lahan orang yang menjadi pembeli lahan atau lahan orang yang tidak digarap. Sistem hasil produksinya juga menggunakan sistem bagi hasil. Pembagian hasil oleh petani dengan pemilik lahan tergantung modal yang digunakan dalam proses penggarapan lahan. Pembagian hasil dengan perbandingan 1:1 diterapkan saat pemilik lahan memberikan modal dalam proses penggarapan lahan, sedangkan perbandingan 1:3
8 diterapkan saat pemilik lahan tidak memberikan modal untuk proses penggarapan lahan. Hal ini sangat memprihatinkan kehidupan petani karena sewaktu-waktu pembeli lahan dapat mengambil lahan tersebut untuk kepentingannya. Tabel 3 Keadaan budidaya dan pemasaran hasil pertanian Persentate petani (%) Karakteristik budidaya Tanaman Sayuran pangan Status lahan Lahan sendiri 29.29 35.00 Lahan sewaan 10.71 22.14 Lahan orang 60.00 42.86
a
P-Valuea
0.305 0.009b 0.004b
Pola tanam Monokultur secara terus menerus Monokultur secara rotasi tiap musim Tumpang sari
32.86 52.14 15.00
20.00 66.43 13.57
0.014b 0.014b 0.733
Hasil panen Dijual Dikonsumsi Dijual dan dikonsumsi
64.29 10.71 25.00
95.00 0.00 5.00
0.000b 0.000b 0.000b
Pangsa Pasar Pasar tradisional Supermarket Tengkulak Warung Penggilingan Konsumen individu Rumah makan Pabrik ICDF
23.57 0.00 55.00 2.14 16.43 0.71 0.00 2.14 0.00
55.71 0.71 39.29 0.00 0.00 1.43 1.43 0.00 1.43
0.000b 0.316 0.008b 0.247 0.000b 0.561 0.154 0.080 0.154
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
Pola tanam pertanaman yang dilakukan petani tanaman pangan dan petani sayuran sebagian besar menerapkan pola tanam monokultur secara rotasi setiap pergantian musim tanam. Penggunaan pola rotasi tanam ini dapat menurunkan inokulum penyakit dan infestasi hama yang ada pada lahan sebelumnya. Hal ini dikarenakan rotasi tanaman dapat memutus siklus hidup organisme pengganggu tanaman (OPT), memperbaiki keseimbangan hara dalam tanah, dan mengurangi resiko gagal panen (Sudaryanto 2004 dalam Yulianti 2009). Secara umum hasil panen petani tanaman pangan dan petani sayuran memilih untuk dijual dibandingkan untuk dikonsumsi. Hal itu menyebabkan petani mencari pangsa pasar sendiri. Pangsa pasar produk pertanian berbeda nyata antara petani tanaman pangan dan petani sayuran. Pangsa pasar petani tanaman pangan meliputi konsumen individu, warung, penggilingan, pabrik, tengkulak, dan pasar tradisional,
9 sedangkan pangsa pasar petani sayuran meliputi konsumen individu, rumah makan, tengkulak, supermarket, pasar tradisional bahkan Taiwan ICDF (International Cooperation and Fund). Petani tanaman pangan cenderung menjual hasil produksi ke tengkulak karena kemudahan dalam proses penjualan, dan adanya pinjaman modal untuk mengarap lahan. Hal yang berbeda, untuk petani sayuran cenderung menjual hasil produksi ke pasar tradisional karena harga jualnya lebih tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh petani lebih tinggi. Selain itu, adanya petani sayuran yang menjual hasil produksinya ke supermarket dan Taiwan ICDF menunjukkan bahwa pangsa pasar petani sayuran lebih luas dibandingkan petani pangan. Produk pertanian yang dijual ke supermarket dan Taiwan ICDF merupakan produk pertanian organik atau produk pertanian yang memenuhi batas maksimum residu tertentu. Menurut BSN (2008), batas maksimum residu (BMR) pestisida adalah konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima pada hasil pertanian yang dinyatakan dalam milligram residu pestisida perkilogram hasil pertanian. Komoditas sayuran yang paling banyak dibudidayakan di desa lingkar kampus adalah mentimun, kacang panjang, dan katuk (Gambar 2), sedangkan komoditas tanaman pangan yang paling banyak dibudidayakan adalah padi, jagung, dan ubi jalar (Gambar 3). Berdasarkan survei yang dilakukan, sebagian kecil petani tanaman pangan dan petani sayuran di wilayah lingkar kampus sudah melakukan budidaya secara organik. Komoditas sudah dibudidayakan secara pertanian organik adalah tanaman padi, bayam, kangkung, selada, pakcoy, dan kailan. 50 45 40
Persentase (%)
35 30 25 20 15
10 5 0
Komoditas Gambar 2 Komoditas utama sayuran
10 50 45
Persentase (%)
40 35 30 25 20 15
10 5 0 Padi
Jagung
Ubi Jalar
Singkong
Talas
Komoditas Gambar 3 Komoditas utama tanaman pangan Pemilihan komoditas budidaya tersebut didasari oleh kepentingan petani dan keuntungan komoditas yang dibudidayakan. Hal itu terlihat dari alasan petani membudidayakan komoditas tanaman pangan maupun sayuran. Secara umum, alasan petani tanaman pangan dalam memilih komoditas yang dibudidayakan adalah untuk konsumsi pribadi, perawatannya mudah, dan kemudahan akses menjual hasil panen, sedangkan alasan petani sayuran dalam memilih komoditas yang dibudidayakan adalah dapat panen berkali-kali, hasil panen cepat, dan harga jual tinggi (Tabel 4). Tabel 4 Alasan pemilihan komoditas budidaya Persentase petani (%) Alasan Sayuran Tanaman pangan Akses penjualan mudah 7.41 1.99 Untuk konsumsi 13.58 3.59 Pemeliharaan mudah 35.39 7.97 Modal rendah 20.99 1.99 Terbiasa menanam 9.05 5.98 Pengairan yang baik 1.23 0.00 Cepat panen 7.82 34.26 Harga jual tinggi 3.70 17.13 Dapat panen berkali - kali 0.41 20.72 Tanaman bertahan lama 0.00 1.20 Permintaan pasar 0.00 4.38 Kesesuaian cuaca 0.00 0.80 Menyuburkan tanah 0.41 0.00 a
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
P-Valuea 0.004b 0.000b 0.000b 0.000b 0.195 0.081 0.000b 0.000b 0.000b 0.081 0.001b 0.156 0.316
11 Pola Penggunaan Pupuk Penggunaan jenis pupuk sangat bervariasi antara petani tanaman pangan dan petani sayuran. Secara umum jenis pupuk yang banyak digunakan petani tanaman pangan adalah urea, NPK, TSP, dan pupuk kandang, sedangkan jenis yang banyak digunakan petani sayuran adalah pupuk kandang, NPK, TSP, urea, dan ZA (Gambar 4). Jenis pupuk urea paling banyak digunakan oleh petani tanaman pangan dengan persentase 89.29%. Hal ini memunculkan kekhawatiran terhadap kondisi tanaman menjadi sukulen yang menyebabkan tanaman rentan terserang hama dan penyakit akibat ketidakseimbangan dalam pemberian hara N, P, dan K (Heroe 2005). Jenis pupuk NPK dan pupuk kandang paling banyak digunakan oleh petani sayuran dengan persentase sama-sama 80%. Tingginya persentase penggunaan pupuk NPK dikarenakan petani sayuran percaya bahwa komposisi kandungan unsur hara N, P, dan K sudah seimbang sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik, sedangkan tingginya persentase penggunaan pupuk kandang dikarenakan petani sayuran merasa kondisi tanah lahan garapannya kurang baik akibat penanaman sebelumnya. Pemberian pupuk kandang akan memperbaiki agregasi tanah, meningkatkan daya serap tanah terhadap air, meningkatkan kondisi kehidupan mikroorganisme di dalam tanah, dan mengandung unsur hara yang beragam (Estiaty et al 2005). Petani tanaman pangan
Petani sayuran
100 90
Persentase (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 Kandang
NPK
Urea
TSP
KCL
ZA
Organik
Jenis pupuk Gambar 4 Jenis pupuk yang digunakan petani sayuran dan tanaman pangan Menurut hasil survei, petani tanaman pangan secara umum melakukan pemberian pupuk sebanyak 2 kali, sedangkan petani sayuran sebanyak 1 kali (Tabel 5). Hal ini dikarenakan petani tanaman pangan terbiasa melakukan pemupukan secara bertahap sesuai jadwal, sedangkan petani sayuran beranggapan dengan menggunaan mulsa plastik dapat melakukan sekali pemupukan secara langsung pada awal pertanaman. Walaupun demikian, frekuensi penggunaan pupuk petani tanaman sayuran lebih bervariasi dibandingkan petani tanaman pangan. Frekuensi pemupukan petani sayuran dapat mencapai lebih dari 4 kali.
12 Tabel 5 Frekuensi pemupukan yang dilakukan petani di desa lingkar kampus IPB Persentase petani (%) Frekuensi pemupukan P-Valuea Tanaman pangan Sayuran 40.71 0.266 1 kali 34.29 37.14 0.000b 2 kali 58.57 14.29 0.052 3 kali 7.14 7.86 0.001b โฅ4 kali 0.00 a
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
Pengetahuan Pertanian Sehat Pengetahuan Produk Pertanian Sehat Pertanian sehat sering dikaitkan dengan GAP (Good Agricultural Practices) yang merupakan jalan tengah dalam aplikasi input kimia sintetik yang tidak hanya mempertimbangkan pencapaian tingkat produksi, tetapi juga daya dukung tanah dan lingkungan sehingga sumberdaya tanah dan lingkungan dapat digunakan secara berkelanjutan. Pemberian input harus seimbang antar komponen, seperti komponen pupuk kimia sintetik, pupuk organik, pestisida nabati, dan perlakuan-perlakuan fisik yang sebaiknya diberikan (Balittri 2012). Menurut Wahyudi (2010), pertanian sehat memiliki enam prinsip yang saling mendukung pertanian berkelanjutan, yaitu a) penggunaan benih unggul berdaya hasil tinggi; b) penerapan sistem tanam optimal untuk mencapai hasil maksimal sesuai dengan daya dukung lingkungan; c) penggunaan pupuk organik sebagai pupuk utama dan pupuk buatan sebagai suplemen; d) penggunaan pestisida organik untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, sedangkan pestisida sintetik merupakan pilihan terakhir; e) pengolahan produk untuk memperoleh nilai tertinggi; f) memanajemen penjualan untuk memperoleh harga jual produk yang terbaik. Secara umum petani tanaman pangan dan petani sayuran belum memahami mengenai pertanian sehat. Hal ini terlihat dari persentase semua kategori pengetahuan kegiatan produk tanaman sehat relatif rendah. Persentase pengetahuan pengendalian hayati terpadu (PHT) dan pengetahuan pertanian organik sama-sama berada dibawah 20%, dan persentase Pre Harvest Interval (PHI) berada dibawah 50% (Gambar 5). Pertanian organik merupakan perkembangan pertanian dari kekhawatiran adanya dampak pestisida sintetik. Secara umum pertanian organik tidak menggunakan tanaman GMO (Genetically Modified Organism), pupuk sintetik, dan pestisida sintetik, tetapi disubtitusi dengan menggunakan pupuk organik dan pestisida hayati. Pertanian organik memiliki ciri karakter produk pertanian yang rendah residu sehingga dapat menghasilkan produk pertanian yang berkualitas baik sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas yang dihasilkan secara konvensional (Balittri 2012). Pengetahuan pertanian organik masih kurang dikenal oleh petani tanaman pangan dan petani sayuran. Hal ini dilihat dari rendahnya persentase responden sebesar 9.29% untuk petani tanaman pangan dan 18.57% untuk petani sayuran (Gambar 5). Persentase petani sayuran lebih tinggi dibandingkan petani tanaman pangan dikarenakan petani sayuran lebih aktif mencari informasi tentang pertanian.
13 Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang berwawasan ekonomi dan ekologi yang menjadi kebijakan dasar perlindungan tanaman nasional (Ningrum 2012). Persentase petani tentang PHT sebesar 14.29% untuk petani tanaman pangan dan 15.71% untuk petani sayuran (Gambar 5). Rendahnya persentase ini dikarenakan petani tanaman pangan dan petani sayuran merasa tidak mendapatkan informasi dari penyuluh pertanian dan sudah terbiasa dengan sistem pertanian konvensional. Selain itu konsep Pre Harvest Interval (PHI) belum dipahami sepenuhnya oleh petani tanaman pangan dan petani sayuran. Hal ini terlihat dari persentase responden sebesar 48.36% untuk petani tanaman pangan dan 25.74% untuk petani sayuran (Gambar 5). Tingginya persentase petani tanaman pangan dikarenakan aplikasi pestisida yang dilakukan petani tanaman pangan cenderung berdasarkan adanya organisme pengganggu tanaman dan penghematan biaya produksi. Berbeda halnya dengan petani sayuran yang lebih intensif menggunakan pestisida. Hal ini dikarenakan intensitas penggunaan pestisida oleh petani sayuran sebagian besar dalam jangka waktu satu minggu sekali dan lebih 1 kali seminggu. Kurangnya perhatian petani terhadap waktu aplikasi terakhir sebelum panen disebabkan pengetahuan petani tentang konsep PHI yang rendah (Darajat 2014). Menurut Walangadi (2000), sikap peduli petani terhadap bahaya pestisida bagi kesehatan dan lingkungan hidup masih rendah, meskipun petani mengetahui bahwa pestisida berbahaya jika terpapar ke manusia atau mencemari produk yang dikonsumsi. Hal ini dikarenakan pengetahuan petani terhadap bahaya pestisida tidak diikuti dengan sikap peduli terhadap bahaya residu melalui pengurangan atau pembatasan penggunaan pestisida. Petani tanaman pangan
Petani sayuran
60
Persentase (%)
50 40 30 20 10 0 Pengendalian hama Pengendalian Hama terpadu (PHT) Terpadu (PHT)
Pengetahuan Organik Pertanian organik
Pre havest interval Pre Harvest Interval (PHI) (PHI)
Pengetahuan Gambar 5 Pengetahuan petani terhadap kegiatan produk pertanian sehat Persepsi Bercocok Tanam yang Baik Persepsi bercocok tanam yang baik relatif sama antara petani tanaman pangan dan petani sayuran. Secara umum persepsi petani tanaman pangan mengenai bercocok
14 tanam yang baik adalah pengolahan tanah, pembersihan gulma, pemupukan yang sesuai dosis, dan penggunaan pestisida sintetik, sedangkan persepsi petani sayuran mengenai bercocok tanam yang baik adalah penggunaan pestisida, pengolahan tanah, pemupukan sesuai dosis, pembersihan gulma, dan penggunaan pupuk organik. Akan tetapi kecenderungan persepsi bercocok tanam yang baik antara petani tanaman pangan dan petani sayuran berbeda. Petani tanaman pangan cenderung lebih fokus terhadap pengolahan tanah, sedangkan petani sayuran pada penggunaan pestisida sintetik (Tabel 6). Hal ini berdasarkan persentase tertinggi pada petani tanaman pangan dan petani sayuran. Perbedaan kecenderungan ini dikarenakan petani tanaman pangan beranggapan bahwa pengolahan tanah dapat mengendalikan hama yang ada pada pertanaman sebelumnya dan mendukung pertumbuhan tanaman menjadi sehat sehingga tanaman mampu menahan serangan hama. Menurut Wudianto (2006), pengolahan tanah merupakan salah satu pengendalian secara kultur teknik yang cara kerjanya dengan memodifikasi lingkungan menjadi sangat buruk bagi perkembangan dan perbanyakan hama, tetapi pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Berbeda halnya petani sayuran yang beranggapan bahwa penggunaan pestisida sintetik dapat menjaga kualitas dan kuantitas hasil produksi sayuran. Hal ini dikarenakan petani sayuran tidak mau mengambil resiko tanaman yang diusahakannya mengalami gagal panen akibat serangan hama dan penyakit. Tabel 6 Persepsi bercocok tanam yang baik Persepsi petani Pengolahan tanah Pengaturan irigasi Pemilihan varietas Penggunaan pupuk sintetik Penggunaan pupuk organik Pemupukan sesuai dosis Pembersihan gulma Penggunaan pestisida sintetik Penggunaan pestisida nabati Monitoring hama penyakit Pengaturan jarak tanam Kesesuaian cuaca Penyemprotan terjadwal Pemupukan terjadwal Perlakuan benih (direndam dan disemai) Penggunaan mulsa Pemupukan yang banyak Melakukan rotasi tanam Penyemprotan saat ada hama Pengaturan waktu tanam a
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
Persentase petani (%) Tanaman Sayuran pangan 18.00 15.75 4.62 2.28 10.46 3.42 8.76 6.16 8.27 9.59 13.14 15.98 13.87 9.59 12.65 20.78 0.49 0.46 1.70 1.83 3.16 1.60 1.70 1.60 0.24 2.05 1.22 1.37 0.24 0.46 0.00 4.79 0.73 1.14 0.24 0.46 0.49 0.23 0.00 0.46
P-Valuea 0.382 0.063 0.000b 0.151 0.501 0.240 0.053 0.001b 1.000 0.891 0.136 0.905 0.012b 0.843 0.597 0.000b 0.532 0.597 0.531 0.156
15 Persepsi Cara Budidaya Produk Pertanian Sehat Persepsi bercocok tanam yang baik menurut petani belum tentu cara baik untuk menghasilkan pertanian sehat. Hal ini terlihat pada tabel 7 yang menunjukkan bahwa secara umum persepsi petani tanaman mengenai cara budidaya produk pertanian sehat adalah penggunaan pupuk organik, penggunaan pestisida nabati, dan pertimbangan ambang ekonomi, sedangkan persepsi petani sayuran mengenai produk pertanian sehat adalah tidak menggunakan pestisida sintetik, tidak menggunakan pupuk sintetik, penggunaan pupuk organik, dan penggunaan pestisida nabati. Persepsi petani tanaman pangan dan petani sayuran memiliki persamaan persepsi dalam menghasilkan produk pertanian sehat yaitu pengolahan tanah, pemilihan varietas, monitoring hama penyakit, pemumupukan sesuai dosis, penggunaan pupuk organik, dan penggunaan pestisida nabati. Persepsi petani tanaman pangan dan sayuran dalam menghasilkan produk pertanian sehat ini merupakan tindakan nyata dari prinsip dalam PHT. Menurut Untung (1984) dalam Jajili (2012), prinsip PHT di antaranya a) pengendalian hama harus merupakan bagian atau komponen pengelolaan agroekosistem; b) pengendalian hama harus berlandaskan prinsip-prinsip pembangunan pertanian berkelanjutan; c) strategi pengelolaan agroekosistem berkelanjutan, antara lain pengurangan masukan produksi yang membahayakan, manfaat potensi hayati, penyesuaian pola tanam, dan penekanan pada pengelolaan usaha tani; dan d) tujuan PHT tidak hanya untuk pengendalian hama saja tetapi mempunyai tujuan komprehensif, antara lain peningkatan produksi pertanian, peningkatan kesejahteraan petani, perhatian pada populasi hama dalam keseimbangan, perhatian pada keanekaragaman hayati, pembatasan penggunaan pestisida, pengurangan resiko keracunan pada manusia dan binatang, dan peningkatan daya saing serta nilai tambah produk pertanian. Oleh karena itu, persepsi petani tanaman pangan dan sayuran cenderung menganggap cara untuk menghasilkan produk pertanian sehat adalah dengan menggunakan metode PHT. Tabel 7 Persepsi cara budidaya produk pertanian sehat Persentase petani (%) Persepsi petani Tanaman pangan Sayuran Tidak menggunakan pestisida sintetik 0.00 27.12 Tidak menggunakan pupuk sintetik 0.00 25.42 Penggunaan pestisida sintetik yang 5.56 0.00 minimal Penggunaan pestisida nabati 16.67 13.56 Penggunaan pupuk organik 27.78 20.34 Pertimbangan ambang ekonomi untuk 16.67 0.00 penyemprotan Pengolahan tanah 5.56 3.39 Pemilihan varietas 11.11 1.69 Pemantauan hama penyakit 5.56 1.69 Pemupukan yang sesuai dosis 11.11 3.39 Penanganan pascapanen 0.00 1.69 Penanaman satu hamparan 0.00 1.69 a
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
PValuea 0.000b 0.000b 0.303 0.752 0.528 0.058 0.713 0.215 0.495 0.321 0.313 0.313
16 Permasalahan Usaha Tani Permasalahan umum budidaya yang paling dominan dihadapi oleh petani tanaman pangan dan petani sayuran adalah hama dan penyakit tanaman. Hal ini terlihat dari persentase tertinggi pada tabel 8, persentase hama dan penyakit sebesar 54.84% untuk petani tanaman pangan dan persentase hama dan penyakit sebesar 68.21% untuk petani sayuran. Adanya serangan hama dan penyakit tanaman menyebabkan petani tanaman pangan dan petani sayuran sering mengalami kerugian akibat penurunan kuantitas dan kualitas hasil produksi. Selain itu, permasalahan yang cukup mengganggu dirasakan petani adalah cuaca. Hal itu dikarenakan petani merasa faktor cuaca selalu berubah-ubah dan tidak bisa diprediksi. Tabel 8 Permasalahan usaha tani Masalah umum budidaya Hama dan penyakit Air Cuaca Modal Gulma Pemasaran Kondisi lahan a
Persentase petani (%) Tanaman pangan Sayuran 54.84 68.21 9.03 4.64 24.52 22.52 9.68 3.97 0.65 0.66 0.65 0.00 0.65 0.00
P-Valuea 0.015b 0.125 0.680 0.046b 0.985 0.316 0.316
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
Permasalahan hama dan penyakit pada petani tanaman pangan dan petani sayuran sangat bervariasi. Permasalahan hama yang dominan menyerang tanaman pangan adalah belalang (Oxya sp.), boleng (Cylas formicarius), walang sangit (Leptocorisa oratorius), keong mas (Pomacea canaliculata), dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens). Menurut Li et al (2010), hama belalang merupakan salah satu hama penting tanaman pertanian yang bersifat polifag. Hal ini sesuai dengan hasil survei, hama belalang menyerang beberapa komoditas pangan, yaitu padi, jagung, ubi jalar, dan talas sehingga persentase hamanya paling tinggi, sedangkan walang sangit, keong mas, dan wereng batang coklat hanya menyerang tanaman padi dan hama boleng hanya menyerang komoditas ubi jalar. Permasalahan penyakit yang dominan menyerang tanaman pangan adalah blast dan bulai. Petani lokal sering menyebutkan โhama beureumโ untuk penyakit blast dan menyebutkan โhama bodasโ untuk penyakit bulai. Penyakit blast merupakan penyakit penting pada tanaman padi yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae, sedangkan penyakit bulai merupakan penyakit penting pada tanaman jagung yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Tingginya persentase penyakit blast yang terjadi pada pertanaman padi disebabkan oleh pola pemupukan N yang berlebihan dan kondisi lingkungan pertanaman yang lembab. Menurut Agrios (2005), pada tempat tropis konidia P. oryzae dapat tersebar melalui udara โair borneโ sehingga ketika daun atau batang padi dalam keadaan lembab maka konidia akan berkecambah dan membentuk apresorium. Selain itu, kondisi optimum munculnya penyakit blast adalah pemupukan N yang berlebihan, daun lembab dalam waktu lama, dan temperatur pada malam hari sekitar 20 ยฐC.
17 Tabel 9 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman pangan Persentase petani Hama/penyakit (%) Hama Walang sangit (Leptocorisa oratorius) 13.55 Keong mas (Pomacea canaliculata) 9.52 Wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) 8.79 Belalang (Oxya sp.) 20.51 Hama boleng (Cylas formicarius) 13.55 Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) 4.03 Penggerek batang padi (Scirpophaga sp.) 4.76 Kepinding tanah (Scotinophara coarctata) 1.10 Tikus (Rattus argentiventer) 2.20 Ulat gerayak (Spodoptera litura) 4.40 Wereng hijau (Nephottetix virescens) 2.20 Burung pipit (Lonchura punctulata) 1.83 Lundi (Exopholis hypoleuca) 1.83 Orong - orong (Gryllotalpa sp.) 0.73 Ulat tongkol jagung (Heliothis armigera) 1.47 Bekicot (Achatina fulica) 1.10 Jangkrik (Gryllus sp.) 2.56 Tungau (Tetranychus kanzawai) 0.73 Ulat tanah (Agrotis ipsilon) 4.76 Kutu putih (Paracoccus marginatus) 0.37 Penyakit Blast/daun merah (Pyricularia oryzae) 44.44 Hawar daun (Xanthomonas campestris pv. oryzae) 3.70 Busuk lunak ubi (Rhizopus stolonifer) 11.11 Bulai (Peronosclerospora maydis) 40.74 Berbeda halnya dengan permasalahan hama yang dominan menyerang sayuran adalah ulat bunga (Maruca testulalis), oteng-oteng (Aulacophora similis), kutu daun (Aphis spp., Myzus spp.), ulat grayak (Spodoptera litura) dan kumbang โleuleueurโ (Epilachna sp.). Semua hama tersebut memiliki persentase hama lebih dari 10%, tetapi persentase hama yang paling tinggi adalah ulat bunga (Maruca testulalis) (Tabel 10). Hal ini dikarenakan M. testulalis menyerang bunga, tunas, dan polong dari kacang panjang (Kalshoven 1981). Serangan hama ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan polong kacang panjang yang secara langsung akan berdampak terhadap kuantitas dan kualitas hasil panen. Permasalahan penyakit yang dominan menyerang sayuran adalah hawar daun, bercak kering dan penyakit layu. Permasalahan penyakit ini sering terjadi saat musim hujan. Penyakit hawar daun pada tanaman mentimun disebabkan oleh Phytophthora infestans, sedangkan bercak kering disebabkan oleh Alternaria spp. (Agrios 2005). Selain itu, penyakit layu dapat disebabkan oleh cendawan atau bakteri. Patogen cendawan yang menyebabkan penyakit layu adalah Fusarium sp, sedangkan patogen bakteri yang menyebabkan penyakit layu adalah Ralstonia solanacearum.
18
Tabel 10 Permasalahan hama dan penyakit pada sayuran Hama/Penyakit Hama Oteng - oteng (Aulacophora similis) Ulat grayak (Spodoptera litura) Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites) Belalang (Oxya sp.) Kutu daun (Aphis spp., Myzus spp.) Kumbang leuleur (Epilachna sp.) Kepik hijau (Nezara viridula) Ulat bunga (Maruca testulalis) Thrips (Thrips sp.) Kutu putih (Pseudococcus spp.) Lundi (Exopholis hypoleuca) Bekicot (Achatina fulica) Lalat buah (Bractocera sp.) Tungau (Tetranychus kanzawai) Rayap (Macrotermes sp.) Kepik polong (Riptortus linearis) Penyakit Hawar daun (Phytophthora infestans) Layu (Fusarium sp. dan Ralstonia solanacearum) Virus kuning (Gemini virus) Antraknosa (Colletotrichum capsici dan Gloeosporium piperatum) Bercak kering (Alternaria spp.)
Persentase petani (%) 17.10 4.06 8.12 11.88 13.33 9.28 4.35 18.84 2.32 2.32 1.45 3.19 1.16 0.58 1.45 0.58 34.38 34.38 9.38 9.38 12.50
Respon Petani terhadap Hama dan Penyakit Tanaman Respon petani dilihat dari pencegahan dan pengendalian yang dilakukan terhadap adanya hama dan penyakit tanaman. Secara umum respon pencegahan dan pengendalian tidak berbeda nyata antara petani tanaman pangan dan petani sayuran. Walaupun demikian, respon petani tanaman pangan lebih variatif dibandingkan dengan petani sayuran. Respon pencegahan petani tanaman pangan yaitu pengambilan telur, pengaturan air, pengaturan jarak tanam, penyemprotan pestisida sintetik, pembersihan gulma, penundaan waktu tanam, penggunaan pestisida nabati, pengolahan tanah, pengaturan pemupukan, penggunaan antraktan, dan pemilihan varietas tanam, sedangkan respon petani sayuran yaitu pengaturan air, pengaturan jarak tanam, penyemprotan pestisida sintetik, pembersihan gulma, penundaan waktu tanam, pengambilan larva, penggunaan yellow trap, penggunaan pestisida nabati, dan penggunaan net trap. Selain itu pada tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar petani tanaman pangan dan petani sayuran melakukan pencegahan adanya hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida sintetik.
19 Tabel 11 Respon petani terhadap adanya hama dan penyakit tanaman Persentase petani (%) Respon petani P-Valuea Tanaman Sayuran pangan Pencegahan Pengambilan telur 6.04 0.00 0.001b Pengaturan air 9.89 4.12 0.032b Pengaturan jarak tanam 0.55 0.59 0.961 Penyemprotan pestisida sintetik 68.68 82.35 0.000b Pembersihan gulma 9.34 7.65 0.568 Penundaan waktu tanam 2.20 0.59 0.192 Pengambilan larva 0.00 0.59 0.316 Penggunaan yellow trap 0.00 0.59 0.316 Penggunaan pestisida nabati 1.10 2.35 0.369 Pengolahan tanah 2.20 0.00 0.043b Pengaturan pemupukan 3.85 0.00 0.007b Penggunaan tanaman pagar 0.55 0.00 0.316 Penggunaan antraktan 0.55 0.00 0.316 Pemilihan varietas 0.55 0.00 0.316 Penggunaan net trap 0.00 1.18 0.155 Pengendalian Penggunaan pestisida sintetik 74.17 87.42 0.005b Pencabutan tanaman 14.57 6.62 0.023b Pengambilan hama 5.30 3.31 0.388 Pemotongan organ tanaman 0.00 0.66 0.316 Penggunaan pestisida nabati 1.99 1.99 0.993 Penggunaan air garam 0.66 0.00 0.316 Penggunaan boneka sawah 3.31 0.00 0.023b a
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
Respon pengendalian yang dilakukan petani tanaman pangan diantaranya penyemprotan pestisida sintetik, pencabutan tanaman, pengambilan hama, penyemprotan pestisida nabati, penggunaan air garam, dan penggunaan boneka sawah. Berbeda halnya respon pengendalian yang dilakukan petani sayuran diantaranya penyemprotan pestisida sintetik, penyulaman tanaman, pencabutan tanaman, pengambilan hama, pemotongan organ tanaman, dan penyemprotan pestisida nabati. Respon pengendalian dengan penggunaan pestisida sintetik samasama menjadi respon tertinggi bagi petani tanaman pangan dan petani sayuran. Hal itu terlihat dari penggunaan pestisida sintetik sangat sering dilakukan oleh petani tanaman pangan dan petani sayuran. Persentase penggunaan pestisida sintetik pada petani tanaman pangan sebesar 74.17%, sedangkan pada petani sayuran sebesar 86.84% (Tabel 11). Perbedaan persentase ini menunjukan bahwa penggunaan pestisida lebih sering dilakukan oleh petani sayuran dibandingkan petani tanaman pangan. Hal ini dikarenakan petani sayuran tidak mau mengambil resiko sayuran yang ditanam rusak akibat adanya serangan hama dan penyakit (Darajat 2014). Menurut penuturan petani, jika tidak dilakukan aplikasi pestisida, maka tanaman yang ditanam akan mengalami gagal panen. Kekhawatiran petani sayuran lebih
20 tinggi dibandingkan petani tanaman pangan. Kekhawatiran tersebut mendorong petani sayuran untuk melakukan aplikasi pestisida lebih banyak dibandingkan petani tanaman pangan. Walaupun demikian, ada sebagian kecil petani tanaman pangan dan petani sayuran menyadari adanya dampak negatif dari penggunaan pestisida sintetik secara terus-menerus sehingga beralih menggunakan pestisida nabati. Pola Penggunaan Pestisida Dasar Pertimbangan Aplikasi Pestisida Menurut Dadang (2006) aplikasi pestisida ditingkat petani sering dilakukan secara berjadwal yang dikenal dengan sistem kalender dan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu). Sistem kalender merupakan sistem aplikasi pestisida dengan waktu yang terjadwal, aplikasi tetap dilakukan tanpa melihat populasi hama berada di ambang ekonomi yang sudah merugikan atau tidak, sedangkan aplikasi dengan berlandaskan sistem PHT merupakan sistem aplikasi pestisida yang dilakukan berdasarkan populasi hama berada di ambang ekonomi yang sudah merugikan. Sistem PHT dilakukan dengan cara memantau populasi hama untuk menentukan ambang ekonomi yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dilakukannya pengendalian secara kimiawi. Secara umum dasar pertimbangan aplikasi pestisida yang paling dominan antara petani tanaman pangan dan petani sayuran adalah sistem kalender. Hal itu terlihat dari tingginya persentase sistem kalender pada petani tanaman pangan dan petani sayuran. Persentase sebesar 59.84% untuk petani tanaman pangan, sedangkan persentase sebesar 84.56% untuk petani sayuran (Tabel 12). Alasan petani tanaman pangan dan petani sayuran melakukan aplikasi pestisida dengan sistem kalender adalah untuk pencegahan adanya serangan hama dan penyakit yang lebih berat sehingga tanaman budidaya terselamatkan. Selain itu, persentase aplikasi pestisida berdasarkan populasi OPT cukup tinggi pada petani tanaman pangan. Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak petani tanaman pangan yang melakukan aplikasi pestisida jika populasi hama atau intensitas kerusakan sudah dirasa merugikan. Alasan utama petani tanaman pangan melakukan aplikasi sistem populasi OPT adalah efisiensi biaya untuk pembelian pestisida sintetik. Intensitas aplikasi pestisida berbanding lurus dengan peningkatan hama di pertanaman di lahan (Tarigan 2002). Intensitas aplikasi pestisida berbeda nyata antara petani tanaman pangan dan petani sayuran. Intensitas aplikasi pestisida oleh sebagian besar petani tanaman pangan cenderung secara tidak terjadwal, hal itu terlihat dari tingginya persentase aplikasi berdasarkan populasi OPT sebesar 40.16%. Berbeda halnya dengan intensitas aplikasi yang dilakukan oleh petani sayuran cenderung secara terjadwal dalam selang waktu 1 minggu dengan persentase sebesar 41.18%. Bahkan, terdapat petani sayuran yang melakukan aplikasi pestisida dengan selang waktu kurang dari 1 minggu dengan persentase yang cukup tinggi sebesar 35.29%. Tingginya intensitas aplikasi oleh petani sayuran dikarenakan tingginya rasa khawatir petani sayuran terhadap serangan OPT yang berat (Darajat 2014). Sebagian besar petani tanaman pangan dan petani sayuran melakukan aplikasi pestisida pada waktu pagi hari dengan persentase sebesar 82.09% untuk petani tanaman pangan dan persentase sebesar 90.41% untuk petani sayuran. Hal itu dikarenakan petani tanaman pangan dan petani sayuran merasa melakukan aplikasi
21 pada pagi hari lebih menguntungkan dibandingkan aplikasi saat siang hari atau sore hari. Keuntungan yang dirasakan petani aplikasi saat pagi hari yaitu tidak ada hembusan angin, tidak panas, waktunya cukup panjang, dan jarang terjadi hujan. Tabel 12 Dasar pertimbangan aplikasi pestisida Persentase petani (%) Indikator Tanaman pangan Sayuran Dasar pertimbangan aplikasi Sistem kalender 59.84 84.56 Pengamatan populasi OPT 40.16 15.44
a
P-Valuea 0.000b 0.000b
Intensitas aplikasi Lebih 1 kali seminggu Satu minggu sekali Dua minggu sekali Sebulan sekali Aplikasi lebih dari 1 bulan Aplikasi tergantung OPT
0.00 0.82 14.75 31.97 12.30 40.16
35.29 41.18 5.15 0.74 2.21 15.44
0.000b 0.000b 0.010b 0.000b 0.002b 0.000b
Waktu aplikasi Pagi Siang Sore
82.09 11.94 5.97
90.41 1.37 8.22
0.043b 0.000b 0.462
Dasar penentuan dosis Pengalaman pribadi Petani lain Anjuran petugas pertanian Membaca dosis anjuran
87.70 9.02 3.28 0.82
81.02 10.22 0.00 8.76
0.186 0.727 0.042b 0.002b
Alat penakar Tutup botol kemasan Sendok Gelas Penakar khusus
86.84 10.53 2.63 0.00
67.88 21.21 3.03 7.88
0.000b 0.013b 0.843 0.000b
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
Dasar penentuan dosis yang dilakukan petani tanaman pangan dan sayuran yaitu berdasarkan pengalaman pribadi, anjuran petani lain, anjuran petugas pertanian, dan membaca dosis anjuran. Dasar penentuan dosis yang dominan dilakukan petani tanaman pangan dan petani sayuran adalah berdasarkan pengalaman pribadi. Hal itu terlihat dari persentase sebesar 87.70% untuk petani tanaman pangan dan persentase sebesar 81.02% untuk petani sayuran. Tingginya persentase petani dalam menentukan dosis berdasarkan pengalaman pribadi dikarenakan petani merasa dosis tersebut sudah efekif dan sudah lama digunakan oleh petani sehingga menjadi kebiasaan.
22 Alat penakar yang digunakan petani tanaman pangan dan petani sayuran untuk menentukan dosis aplikasi pestisida diantaranya tutup botol kemasan, sendok, gelas, dan penakar khusus. Penggunaan alat penakar sebagian besar petani tanaman pangan dan sayuran adalah tutup botol kemasan dengan persentase sebesar 86.84% untuk petani tanaman pangan dan persentase sebesar 67.88% untuk petani sayuran. Selain itu, alat penakar khusus hanya digunakan oleh petani sayuran dengan persentase 7.88%. Menurut Irfan (2008), menakar dengan tutup botol pestisida yang tidak terdapat ukurannya dapat menyebabkan petani menyemprot tidak sesuai dengan dosis anjuran sehingga dapat menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan maupun organisme non sasaran. Jenis dan Bahan Aktif Pestisida Sintetik yang Digunakan Secara umum terdapat 23 jenis bahan aktif insektisida dan 8 jenis bahan aktif fungisida yang digunakan petani tanaman pangan dan petani sayuran di Desa Lingkar Kampus IPB. Jenis bahan aktif pestisida yang digunakan petani sayuran lebih variatif dibandingkan petani tanaman pangan. Petani tanaman pangan menggunakan 16 jenis bahan aktif insektisida dan 2 jenis bahan aktif fungisida, sedangkan petani sayuran menggunakan 21 jenis bahan aktif insektisida dan 7 jenis bahan aktif fungisida. Bahan aktif insektisida yang paling banyak digunakan petani tanaman pangan adalah deltametrin, sipermetrin, dan karbofuran dengan persentase petani 31.98%, 16.26%, dan 15.70%. Berbeda halnya dengan petani sayuran yang menggunakan bahan aktif deltametrin (16.46%), abamektin (10.76%), dan sipemetrin 9.18%. Selain itu pada gambar 6 menunjukan bahwa adanya penggunaan pestisida berbahan aktif endosulfan oleh petani sayuran dan tanaman pangan. Bahan aktif endosulfan termasuk dalam golongan organoklorin yang sudah dilarang digunakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan golongan organoklorin adalah bahan kimia yang stabil dan persisten di lingkungan, memiliki sifat kelarutan rendah dalam air tetapi kelarutan sedang dalam pelarut organik, dan dapat terakumulasi dalam lemak tubuh mamalia (Gullan dan Cranston 2010). Alasan petani menggunakan pestisida berbahan aktif endosulfan adalah memanfaatkan pestisida yang masih tersisa dari pestisida yang disimpan sebelumnya. Bahan aktif fungisida yang digunakan pada tanaman pangan yaitu propineb dan metiram, sedangkan bahan aktif yang digunakan petani sayuran adalah propineb, mankozeb, difenokonazol, mandipropamid, metil tiofanat, klorotalonil, dan kombinasi azoksistrobin dengan difenokonazol. Selain itu, merek dagang insektisida yang digunakan petani tanaman pangan dan petani sayuran lebih banyak dibandingkan dengan bahan aktif pestisida yang digunakan. Menurut hasil survei, petani tanaman pangan menggunakan 22 merek dagang insektisida dan 2 merek dagang fungisida, sedangkan petani sayuran menggunakan 31 merek dagang insektisida dan 9 merek dagang fungisida. Total merek dagang pestisida yang digunakan petani tanaman pangan dan sayuran di desa lingkar kampus sebanyak 37 merek dagang insektisida dan 10 merek dagang fungisida.
23
Metidation Fipronil
A
Diafentiuron Permetrin Beta siflutrin Dimetoat Klorpirifos
Bahan aktif
Fenobucarb Dimehipo Karbaril Lambda-sihalothrin Petani sayuran
Karbofuran
Petani tanaman pangan
Karbosulfan Endosulfan Metomil Imidakloprid Klorantraniliprol Abamektin Profenofos Sipermetrin Deltametrin 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Persentase (%)
Klorotalonil
Bahan aktif
Metil tiofanat
B
Mandipropamid Difenokonazol Mankozeb Azoksistrobin+Difenokonazol Metiram Propineb 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Persentase (%) Gambar 6 Persentase petani tanaman pangan dan sayuran dalam menggunakan bahan aktif insektisida (A) dan fungisida (B)
24 Dasar Pemilihan Jenis Pestisida Pemilihan merek dan jenis pestisida dipengaruhi oleh keefektifan, pengalaman responden, pengetahuan tentang dampak buruk pestisida terhadap diri, keluarga, dan lingkungan serta informasi yang didapatkan dari berbagai sumber informasi (Yuliani 2012). Sumber informasi pemilihan jenis pestisida yang diterima petani sayuran lebih bervariasi dibandingkan petani tanaman pangan. Hal itu terlihat dari sumber informasi yang diterima petani sayuran lebih beragam, di antaranya berasal dari pengalaman sendiri, petugas pertanian, petani lain, kios pestisida, perusahaan pertanian, media informasi, dan penjual pestisida, sedangkan sumber informasi petani tanaman pangan berasal dari pengalaman pribadi, petugas pertanian, petani lain, dan kios pestisida. Sumber informasi yang paling berpengaruh bagi petani tanaman pangan maupun petani sayuran dalam pemilihan pestisida adalah informasi dari sesama petani dengan persentase sebesar 47.15% untuk petani tanaman pangan dan 49.26% untuk petani sayuran (Tabel 13). Hal ini dikarenakan petani lebih percaya kepada sesama petani yang memberikan rekomendasi penggunaan jenis pestisida tertentu dengan bukti nyata dari hasil percobaan atau pengalaman yang pernah dilakukan. Selain itu sumber informasi dari kios pestisida juga cukup berpengaruh terhadap petani tanaman pangan dan petani sayuran dalam pemilihan pestisida yang akan digunakan. Alasan petani mempercayai informasi pestisida yang direkomendasikan adalah adanya rasa percaya terhadap penjual di kios pestisida. Hal tersebut dikarenakan petani sudah lama berlangganan dan menganggap penjual di kios pestisida lebih mengetahui produk dagangannya sehingga lebih mengetahui jenis pestisida yang paling ampuh. Namun, terdapat sebagian kecil petani sayuran yang mencoba mencari informasi baru dalam penggunaan pestisida yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini terlihat dari tabel 13, petani sayuran mendapatkan informasi pestisida dari penjual pestisida, rekomendasi perusahaan pertanian dan media informasi seperti televisi, radio, dan internet. Berdasarkan hasil suvei, petani tanaman pangan dan petani sayuran sangat mudah mendapatkan pestisida yang diinginkan. Kemudahan mendapatkan pestisida yang dirasakan petani tanaman pangan dan petani sayuran dapat memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah terjaminnya ketersedian pestisida yang diinginkan petani, sedangkan dampak negatifnya adalah terjadi ketergantungan petani dalam penggunaan pestisida sintetik. Hal ini dapat menjadi kendala dalam pengenalan penggunaan pestisida nabati ke petani. Secara umum petani tanaman pangan dan petani sayuran mendapatkan pestisida di kios pestisida. Hal ini berdasarkan persentase tertinggi responden petani tanaman sebesar 81.15% dan petani sayuran sebesar 75% (Tabel 13). Selain itu petani tanaman pangan mendapatkan pestisida berasal dari tengkulak, bantuan pemerintah, buatan sendiri, koperasi unit desa (KUD), warung, dan toko pupuk, sedangkan petani sayuran mendapatkan pestisida berasal dari sales, tengkulak, buatan sendiri, koperasi unit desa (KUD), warung, dan toko pupuk. Adanya produk pestisida di warung merupakan tanda bahwa permintaan petani terhadap pestisida sintetik sangat tinggi. Penggunaan pestisida yang tinggi dalam pengendalian hama dan penyakit dipengaruhi paradigma yang memandang keberhasilan pertanian atau peningkatan produksi sebagai wujud peran pestisida sintetik (Walangadi 2000). Hal ini menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap penggunaan pestisida sintetik
25 adalah kebutuhan pokok dalam kegiatan pertanian sebagai penentu keberhasilan panen. Tabel 13 Sumber informasi petani dalam pemilihan jenis pestisida Persentase petani (%) Indikator Tanaman Sayuran pangan Sumber informasi Pengalaman sendiri 17.07 18.38 Petugas pertanian 3.25 4.41 Petani lain 47.15 49.26 Kios pestisida 32.52 22.79 Perusahaan pertanian 0.00 0.74 Media informasi (radio dan internet) 0.00 1.47 Penjual pestisida 0.00 2.94 Kemudahan mendapatkan pestisida Tempat mendapatkan pestisida Kios pestisida Sales Tengkulak Bantuan pemerintah Buatan sendiri KUD Warung Toko pupuk a
P-Valuea
0.783 0.626 0.734 0.080 0.316 0.154 0.042b
100.00
100.00
-
81.15 0.00 0.82 1.64 3.28 4.10 3.28 5.74
75.00 5.00 3.57 0.00 3.57 0.71 10.00 0.00
0.373 0.007b 0.116 0.154 0.870 0.082 0.023b 0.006b
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
Persepsi Penggunaan Pestisida Nabati Pengetahuan Pestisida Nabati Pengetahuan pestisida nabati antara petani tanaman pangan dan petani sayuran berbeda nyata. Persentase petani sayuran (52.86%) lebih tinggi dibandingkan persentase petani tanaman pangan (35%) (Tabel 14). Hal ini menunjukan bahwa petani sayuran lebih mengenal pestisida nabati dibandingkan petani tanaman pangan. Menurut Kardinan (2011) pestisida nabati merupakan kearifan lokal di Indonesia yang sangat potensial untuk dimanfaatkan oleh petani dalam pengendalian OPT dengan menggunakan alat sederhana dan memanfaatkan bahan tanaman yang ada di sekitar. Ketertarikan petani tanaman pangan dan petani sayuran terhadap penggunaan pestisida nabati masih rendah. Hal ini berdasarkan persentase petani tanaman pangan dan petani sayuran relatif rendah yaitu sama-sama kurang dari 50%. Rendahnya ketertarikan petani tanaman pangan dan petani sayuran dalam penggunaan pestisida nabati dikarenakan petani merasa sudah terbiasa menggunakan pestisida sintetik, petani merasa tidak praktis, takut gagal panen, meragukan keefektifasnya, tidak tahu informasi bahan dan pembuatannya. Selain
26 itu petani tanaman sayuran menganggap penggunaan pestisida nabati sudah ketinggalan zaman. Alasan petani tanaman pangan dan petani sayuran yang paling berpengaruh terhadap ketidaktertarikan penggunaan pestisida nabati adalah petani merasa sudah terbiasa menggunakan pestisida sintetik dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Tabel 14 Pengetahuan pestisida nabati Indikator Pengetahuan pestisida nabati Ketertarikan penggunaan pestisida nabati Alasan tidak tertarik menggunakan pestisida nabati Tidak praktis Takut gagal panen Terbiasa menggunakan pestisida sintetik Pestisida sintetik sudah terbukti lebih efektif Meragukan keefektifitasnya Tidak paham tentang bahan dan proses pembuatannya Dianggap ketinggalan zaman a
Persentase petani (%) Tanaman Sayuran pangan 35.00 52.86 40.71 45.71
P-Valuea 0.002b 0.398
22.39 5.97 35.82
23.14 11.19 25.37
0.884 0.125 0.062
11.94
11.94
1.000
7.46
17.16
0.015b
16.42
10.45
0.150
0.00
0.75
0.315
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
Pengalaman Petani Menggunakan Pestisida Nabati Pengalaman penggunaan pestisida nabati antara petani tanaman pangan dan petani sayuran berbeda nyata. Responden petani sayuran (41.43%) yang pernah menggunakan pestisida nabati lebih banyak dibandingkan petani tanaman pangan (25.71%) (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa petani sayuran memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu yang baru dalam dunia pertanian. Tabel 15 Pengalaman petani menggunakan pestisida nabati Persentase petani (%) Indikator Tanaman pangan Sayuran Pengalaman penggunaan pestisida 25.71 41.43 nabati Sumber informasi Pengalaman sendiri 13.89 17.24 Petugas pertanian 19.44 6.90 Petani lain 61.11 67.24 Perusahaan pertanian organik (ICDF 0.00 6.90 dan Cinta Organik) Media informasi (buku dan internet) 5.56 1.72 a
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
PValuea 0.005b 0.659 0.089 0.548 0.038b 0.360
27 Secara umum sumber informasi petani tanaman pangan dan petani sayuran dalam penggunaan tanaman untuk dijadikan pestisida nabati adalah informasi dari sesama petani. Hal ini dikarenakan petani lebih percaya terhadap pengalaman petani lain atau petani yang lebih tua. Selain itu informasi penggunaan pestisida nabati dari petugas pertanian masih kurang. Hal tersebut menurut petani akibat jarangnya petugas pertanian turun ke lahan untuk memberikan penyuluhan pertanian. Oleh karena itu, ada sebagian kecil petani tanaman pangan dan petani sayuran mencari referensi informasi pestisida nabati dari media informasi seperti buku dan internet. Ada juga petani sayuran yang mendapatkan informasi dari perusahan pertanian organik yaitu Taiwan ICDF dan Cinta Organik. Hal ini dikarenakan adanya interaksi timbal balik dari perusahaan pertanian organik dengan petani dalam hal supply komoditas produk pertanian yang sehat sehingga petani diharuskan memenuhi standar mutu yang sudah disepakati. Penetapan standar mutu dapat mempengaruhi petani dalam penggunaan pestisida (Thirtawati 2002). Tabel 16 Jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati Persentase petani (%) Jenis tanaman Tanaman Sayuran pangan Gadung (Dioscorea hispida) 44.23 43.14 Bawang kucay (Allium tuberosum Rottl. ex Spreng) 0.00 3.92 Tuak areuy/akar tua/akar tuba (Derris elliptica) 7.69 7.84 Mimba (biji, daun) (Azadirachta indica) 1.92 7.84 Sereh wangi (minyak) (Cymbopogon nardus) 0.00 2.94 Bawang putih (Allium sativum) 5.77 2.94 Picung (daun) (Pangium edule) 0.00 2.94 Jengkol (daun, kulit buah) (Archidendron pauciflorum) 1.92 0.98 Sirsak (daun) (Annona muricata) 7.69 0.00 Jeringau (Acorus calamus) 1.92 0.98 Lengkuas (Alpinia galanga) 1.92 0.98 Mengkudu (Morinda citrifolia) 1.92 0.98 Babadotan (Ageratum conyzoides) 1.92 0.00 Berenuk (Crescentia cujete) 11.54 13.73 Petai cina/lamtoro (daun) (Leucaena leucocephala) 1.92 0.98 Nyamplung (daun) (Calophyllum inophyllum) 1.92 0.00 Bengkuang (biji) (Pachyrrhizus erosus) 1.92 0.00 Katapang (daun) (Terminalia catappa) 1.92 0.98 Kirinyuh (daun) (Eupatorium inulifolium) 1.92 0.00 Sambiloto/Ki pait (daun) (Andrographis paniculata) 1.92 0.00 Takokak (Solanum torvum) 0.00 3.92 Suren (Toona sureni) 0.00 0.98 Jahe (Zingiber officinale) 0.00 0.98 Kunyit (daun) (Curcuma domestica) 0.00 1.96 Leunca (Solanum nigrum) 0.00 0.98
28 Jenis tanaman yang digunakan oleh petani tanaman pangan dan petani sayuran untuk pembuatan pestisida nabati sangat bervariasi. Jenis tanaman yang digunakan petani tanaman pangan di antaranya gadung, akar tuba, mimba, bawang putih, jengkol, sirsak, jeringau, lengkuas, mengkudu, babadotan, berenuk, lamtoro, nyamplung, bengkuang, katapang, kirinyuh, dan sambiloto, sedangkan jenis tanaman yang digunakan petani sayuran di antaranya gadung, bawang kucay, akar tuba, mimba, sereh wangi, padi, bawang putih, picung, jengkol, jeringau, lengkuas, mengkudu, berenuk, lamtoro, katapang, takokak, cabai, suren, jahe, kunyit, dan leunca (Tabel 16). Jenis tanaman yang paling sering digunakan adalah gadung, berenuk, akar tuba, mindi, bawang putih, dan sirsak. Menurut Sudarmo (2005), umbi gadung mengandung bahan aktif diosgenin, steroid saponin, alkaloid, dan fenol yang bersifat toksik. Penilaian Petani Terhadap Penggunaan Pestisida Nabati Perbandingan hasil dari penggunaan pestisida nabati dengan pestisida sintetik oleh petani tanaman pangan dan petani sayuran adalah tidak berbeda nyata. Hasil dari penggunaan pestisida nabati dirasakan menguntungkan bagi petani tanaman pangan (69.44%) dan petani sayuran (55.17%) (Tabel 17). Keuntungan yang paling dirasakan petani tanaman pangan dan petani sayuran adalah biaya ringan. Selain itu, keuntungan lain yang dirasakan petani tanaman pangan diantaranya alami, produk tanaman bebas residu, efek pada tanaman lebih baik, meningkatkan kesuburan tanah, efektif membunuh dan mengusir hama. Berbeda halnya dengan keuntungan yang dirasakan petani sayuran diantaranya alami, efek pada tanaman bebas residu meningkatkan kesuburan tanah, produk tanaman bebas residu, efektif membunuh dan mengusir hama. Tabel 17 Perbandingan hasil dari pengunaan pestisida nabati dengan pestisida sintetik Persentase petani (%) Indikator P-Valuea Tanaman Sayuran pangan Pebandingan hasil dari penggunaan pestisida nabati dengan pestisida sintetik Menguntungkan 69.44 55.17 0.157 Tidak menguntungkan 30.56 44.83 0.157 Alasan menguntungkan Tidak ada efek samping/aman bagi tubuh Efektif membunuh dan mengusir hama Biaya ringan/tidak beli Meningkatkan kesuburan tanah Tanpa campuran bahan kimia/alami Produk tanaman bebas residu Efek pada tanaman lebih baik a
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
0.00 27.08 39.58 8.33 4.17 16.67 2.08
10.91 23.64 36.36 0.00 3.64 7.27 18.18
0.010b 0.158 0.079 0.034b 0.640 0.046b 0.004b
29 Kendala yang dirasakan dalam pembuatan pestisida nabati relatif sama antara petani tanaman pangan dan petani sayuran diantaranya kesulitan pencarian atau ketersediaan bahan tanaman, proses pembuatan pestisida nabati lama, membutuhkan banyak tenaga, dan kesulitan menajemen waktu petani (Tabel 18). Akan tetapi, kendala yang paling utama dalam pembuatan pestisida nabati adalah ketersedian bahan tanaman. Adanya kendala ketersediaan bahan baku pestisida nabati yang relatif masih terbatas dikarenakan kurangnya dukungan pemerintah dan kesadaran petani/masyarakat terhadap pestisida nabati masih rendah sehingga enggan untuk menanam atau memperbanyak tanaman (Kardinan 2009). Tabel 18 Kendala dalam pembuatan pestisida nabati Persentase petani (%) Kendala petani P-Valuea Tanaman Sayuran pangan Ketersediaan bahan 73.91 53.19 0.076 Lama dalam pembuatan 17.39 10.64 0.398 Pembuatan tidak praktis 4.35 10.64 0.309 Butuh banyak tenaga 4.35 6.38 0.714 Dampak fisik terhadap pembuat (gatal0.00 19.15 0.001b gatal dan berbau busuk) a
Berdasarkan uji 2 proporsi Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%
b
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara umum pemahaman petani tanaman pangan dan sayuran di desa lingkar kampus IPB mengenai produk pertanian sehat masih rendah. Pola penggunaan pestisida antara petani tanaman pangan dan petani sayuran memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan pola penggunaan pestisida diantaranya: dasar pertimbangan aplikasi, waktu aplikasi, dasar penentuan dosis, dan dasar pemilihan jenis pestisida. Perbedaan pola penggunaan pestisida diantaranya: intensitas aplikasi, jenis, dan bahan aktif yang digunakan. Selain itu penggunaan pestisida nabati masih kurang diminati. Persepsi petani tanaman pangan dan sayuran terhadap penggunaan pestisida dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pendidikan, pangsa pasar, jenis tanaman, dan sumber informasi pemilihan jenis pestisida. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai persepsi penggunaan pestisida untuk pertanian sehat pada petani komoditas lain dengan lokasi berbeda dan jumlah sampel petani yang lebih banyak, serta perlu diuji lebih lanjut hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani dalam penggunaan pestisida.
DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 2005. Plant Pathology 5th ed. Burlington (US): Elsevier Academic Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel produksi tanaman pangan di Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Jun 13]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/ tnmn_pgn.php?kat=3&id_subyek=53¬ab=0. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian [Internet]. [diunduh 2014 Jun 12]. Tersedia pada: http://ditbuah.hortikultura.pertanian.go.id/admin/layanan/SNI_batas_maksi mum_pestisida.pdf. [Balittri] Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 2012. Pertanian organik atau pertanian sehat [Internet]. [diunduh 2013 Nov 17]. Tersedia pada: http://balittri.litbang.deptan.go.id/index.php/component/content/article /49infotekno/88-pertanian-organik-atau-pertanian-sehat. Darajat YM. 2014. Perbandingan pola penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Ditjen Horti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jendral Hortikultura TA 2012 [Internet]. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian; [diunduh 2013 Okt 3]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/sakip/admin/data2/LAKIP%20DIT JEN%20HORTIKULTURA%202012%20FINAL.pdf. Gullan PJ, Cranston PS. 2010. The Insect an Outline of Entomology. 4th ed. Chichester (UK): Wiley-Blackwell. Gusfi V. 2002. Persepsi petani sayuran di Cipanas terhadap insektisida sintetis dan botanis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Heroe H. 2005. Karakterisasi, dinamika, dan optimasi pemberian unsur hara serta insektisida pada sistem produksi padi bagi pemanfaatan lahan sawah berkelanjutan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Irfan B. 2008. Kerasionalan petani sayuran dan padi daerah sentra dan non sentra di Jawa Barat terhadap penggunaan pestisida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jajili RR. 2012. Survei evaluasi pelaksanaan program pemasyarakatan pengendalian hama terpadu (PHT) petani padi di Kecamatan Dramaga, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Kardinan A. 2009. Pengembangan kearifan lokal penggunaan pestisida nabati untuk menekan dampak pencemaran lingkungan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Li T, Geng Y, Zhong Y, Zhang M, Ren Z, Maa J, Guo Y, Ma E. 2010. Hostassociated genetic differentiation in rice grasshopper, Oxya japonica on wild vs. cultivated rice. J Bioecol. [Internet] [diunduh 2014 Aug 2]; 38(2010):958963.doi:10.1016/j.base. 2010.05.003.
32
[LPPM] Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. 2010. Selayang Pandang Desa-Desa Lingkar Kampus. Bogor (ID): LPPM-IPB. Ningrum NT. 2012. Survei evaluasi program pemasyarakatan pengendalian hama terpadu (PHT) petani padi di Kecamatan Tambun Utara, Bekasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sinaga MS. 2009. Bioteknologi dalam pertanian berkelanjutan: mencapai ketahanan, keamanan dan kedaulatan pangan. Di dalam: Peranan IPTEKS dalam Pengelolaan Pangan, Energi, SDM, dan Lingkungan yang Berkelanjutan. Bogor (ID): IPB Press, hlm 106-113. Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta (ID): Kanisius. Rambe AY. 2012. Pengetahuan, sikap, dan tindakan petani sayuran di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [RI] Presiden Republik Indonesia. 1996. Undang Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta (ID): RI. Rositasari WE. 2006. Analisis strategi pemasaran tanaman hias daun dalam pemanfaatan sebagai daun potong pada pesona daun hias asri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tarigan SA. 2002. Pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam pelaksanaan PHT pada tanaman kubis (Brassica oleraceae var capitata L.) di Kecamatan Pangalengan, Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Taufiq E. 2004. Aktivitas antifungal ekstrak dan minyak rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) terhadap patogen rebah kecambah kedelai [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Thirtawati. 2002. Pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam penggunaan pestisida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yuliani TS. 2012. Perilaku penggunaan pestisida oleh ibu rumah tangga di wilayah DKI Jakarta [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yulianti W. 2009. Pengusahaan sayuran organik wortel (Daucus carota L.) dan petsai (Brassica chinensis L.) di Yayasan Bina Sarana Bakti, Cisarua-Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wahyudi A. 2010. Praktek Pertanian sehat kunci sukses revitalisasi lada di Bangka Belitung. J Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. 32(3):4-6. Tersedia pada: pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr323102. pdf. Walangadi D. 2000. Kebijaksanaan pengaturan residu pestisida: implementasinya pada komoditi hortikultura [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd edition. Wudianto R. 2006. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Zulfikar. 2013 Sep 19. Pentingnya motivasi bagi para petani. Tribunnews. [Internet]. [diunduh 2013 Dec 27]. Tersedia pada: http://www.tribunnews.com/regional/2013/09/19 pentingnya- motivasi-bagipara-petani.
LAMPIRAN
34 Tabel 1 Merek dagang dan bahan aktif insektisida yang digunakan petani di desa lingkar kampus IPB Kode Merek dagang Bahan aktif 1 Decis 25 EC Deltametrin 2 Detacron 500 EC Deltametrin 3 Delimetrin 30 EC Deltametrin 4 Ripcord 50 EC Sipermetrin 5 Sidamethrin 50 EC Sipermetrin 6 Rizotin 100 EC Sipermetrin 7 Sistrin 75 EC Sipermetrin 8 Curacron 500 EC Profenofos 9 Profile 430 EC Profenofos 10 Demolish 18 EC Abamektin 11 Agrimec 18 EC Abamektin 12 Cronus 18 EC Abamektin 13 Calebtin 18 EC Abamektin 14 Prevathon 50 SC Klorantraniliprol 15 Virtako 300 SC Klorantraniliprol 16 Confidor 5 WP Imidakloprid 17 Avidor 25 WP Imidakloprid 18 Topdor 10 WP Imidakloprid 19 Lannate 25 WP Methomyl 20 Metindo 25 WP Methomyl 21 Thiodan 35 EC Endosulfan 22 Akodan 35 EC Endosulfan 23 Marshal 200 EC Karbosulfan 24 Furadan 3 GR Karbofuran 25 Matador 25 EC Lambda-cyhalothrin 26 Sevin 85 SP Karbaril 27 Spontan 400 SL Dimehipo 28 Bassa 500 EC BPMC/Fenobucarb 29 Dursban 200 EC Klorpirifos 30 Kanon 400 EC Dimethoate 31 Buldok 25 EC Beta siflutrin 32 Protect 100 EC Permetrin 33 Pegasus 500 EC Diafentiuron 34 Regent 50 SC Fipronil 35 Balistic 50 SC Fipronil 36 Hopcin 460 EC BPMC/Fenobucarb 37 Prosid 25 WP Metidation
35
Tabel 2 Daftar merek dagang fungisida yang digunakan petani di desa lingkar kampus IPB Kode Merek dagang Bahan aktif 1 Antracol 70 WP Propineb 2 Polycom 70 WG Metiram 3 Amistartop 325 SC Azoksistrobin + Difenokonazol 4 Polaram 80 WP Mankozeb 5 Dithane M-45 80 WP Mankozeb 6 Score 250 EC Difenokonazol 7 Explore 250 EC Difenokonazol 8 Revus 250 SC Mandipropamid 9 Dense 520 SC Metil tiofanat 10 Daconil 75 WP Klorotalonil
36
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 26 Desember 1991 dari ayah Edo Syuhada dan ibu Tati Sopiah. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciamis dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Manajemen Vertebrata Hama pada tahun ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum Dasar Proteksi Tanaman pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif sebagai staf Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) pada tahun 2011-2013 di Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB serta penulis pernah aktif dalam kegiatan IPB Goes to Field (IGTF) selama satu bulan pada tahun 2012 di Pekalongan. Selain itu, penulis aktif dalam berbagai kegiatan salah satunya Pelatihan Mahasiswa Pola Pikir Pemenang Angkatan ke-1 Yayasan Amal Abadi Beasiswa ORBIT Hasri Ainun Habibie pada tahun 2013. Selama masa kuliah penulis pernah mendapatkan beberapa beasiswa yaitu beasiswa ASTAGA (Alumni IPB Angkatan 13), beasiswa Bank Mandiri, dan beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa).