POLA TANAM KONSERVASI DAN KONVENSIONAL PADA PRODUKSI TANAMAN SAYURAN Lutfi Izhar
1)
dan Widya Sari Murni
2)
Peneliti Muda1) , Peneliti Pertama2) , Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Email:
[email protected];
[email protected] Tlp. 08127389986 ABSTRACT Conservation Agriculture (CA) is an effort to get sustainable farming, environmentally friendliness and increase production. CA is very necessary at this time to address the problems such as degraded land, erosion, declining production, global warming threat, pests and diseases pervasiveness, also for human survival in the future. Various countries and research institutes have started develop the CA concept throughout the world. There are many nomenclatures surrounding conservation agriculture and differ to each other lightly, so it requires a deep study site-specific and highly sustainable approach. Application and efforts of CA has been made for horticulture especially vegetables crop in various places. Nevertheless, it needs on-farm assessment in order to move forward CA concept rapidly, specific location application and economically viable, socially accepted and technically easy. North Carolina Agricultural and Technical University has assessed this concept for more than four years. Some of the findings were shown in this manuscript. Key words:Conservation Agriculture (CA), horticulture, vegetables, North Carolina
PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk yang cepat di beberapa negara mengakibatkan peningkatan permintaan komoditas pertanian dan hortikultura. Sementara itu, pemanasan global mengakibatkan iklim tak terduga, serangan hama dan penyakit meningkat, dan timbul lahan yamg kurang subur, mengakibatkan produksi tanaman hortikultura dan sayuran menjadi semakin terpuruk (Bratsch et al 2009). Hal ini diperparah lagi dengan adanya konversi lahan pertanian ke kegunaan lainnya, sehingga produksi semakin menurun tajam (Susila et al 2012). Lahan budidaya di sebagian besar daerah pertanian masih menggunakan cara konvensional dan dengan paradigm " Revolusi Hijau ". Saat ini, degradasi lahan lebih banyak terjadi karena persiapan lahan dan pengelolaan yang sangat intensif, penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, timbul hama/penyakit dan kondisi iklim yang tidak menentu (Derpsch 2008). Oleh karena itu, diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas dengan menciptakan pola penanaman Pertanian Konservasi (PK). PK merupakan aplikasi teknologi pertanian modern untuk meningkatkan produksi secara bersamaan melindungi lingkungan dan meningkatkan sumber daya lahan/tanah (Giller et al . 2009). Perkembangan penggunaan lahan untuk tanaman hortikultura di Asia tumbuh sebagian besar dalam beberapa dekade terakhir. Penggunaan lahan yang intensif guna penaman hortikultura terutama sayuran menyebabkan kerusakan lingkungan, erosi, dan penggunaan berlebihan bahan kimia berbahaya bagi kehidupan manusia. Diperlukan upaya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, aplikasi PK merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut (Rerkasem, 2005). Di beberapa negara maju dan hanya sedikit sekali negara berkembang telah mulai mengadopsi pola budidaya konservasi pertanian (PK) pada awal tahun 2000 dan lebih terfokus pada tanaman pangan (Canali et al 2013). Sementara pada lahan hortikultura mayoritas baru menerapkan PK oleh Negara-negara maju saat ini dan cenderung untuk semakin meningkatkan jumlah penerap PK ini (FAO, 2013). Penelitian bertujuan memberi gambaran hasil/produksi dan karakteristik beberapa parameter tanah pada tanaman sayuran menggunakan model konservasi (PK) dan konvensional di kebun sekitar pekarangan, studi kasus Negara Bagian North Carolina, Amerika Serikat.
METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan North Carolina Agricultural and Technical University (NC A&T State University) sekitar Sockwell Hall, Bioenvironmental Engineering. Percobaan dimulai pada tahun 2011 dengan mengkonsep plot percobaan ukuran 1,5 m x 3,5 m, ulangan sebanyak delapan kali dan penanaman tanaman hortikultura sayuran yang berbeda setiap musimnya. Namun dalam penerapan perlakuan dua plot ditanam satu jenis sayuran. Pada tulisan ini akan ditunjukkan beberapa data hasil panen dan karakteristik tanah (kerapatan tanah dan jumlah cacing ) antar perlakuan. Pengambilan sampel tanah menggunakan ring sampel 2 inci saat pagi hari dan dianalisis di laboratorium tanah dan air NC A&T state university. Tanaman hortikultura terpilih yang dianalisis merupakan tanaman yang sering ditanam oleh petani dan dikonsumsi oleh penduduk sekitar. Sebanyak lebih dari sepuluh jenis sayuran telah ditanam di bedengan plot perlakuan sampai saat ini. Analisis tanaman dilakukan setelah memasuki tahun kedua musim tanam karena pada saat ini perlakuan telah diaplikasi dengan baik dan dapat dibandingkan antara satu dengan yang lainnya. Perlakuan yang dicobakan adalah penanaman sayuran dengan pengolahan lahan (OT), tanpa pengolahan lahan (TOT), TOT dengan sisa tanaman dibiarkan dan TOT dengan penutup tanaman. Data dianalisa mengunakan analisis statistik SAS dan dilihat perbandingannya lebih lanjut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perancangan penelitian dilakukan pada awal tahun 2011 dengan mengubah lahan yang selama ini hanya ditanami rumput menjadi plot percobaan dengan lingkungan yang juga berbeda. Pembuatan lingkungan dengan biodiversitas tinggi mewakili ekosistem hutan, dirancang di sekitar lokasi. Pemilihan tanaman mulai dari tanaman tahunan berkayu, tanaman pohon yang dapat berbuah dengan hasil yang dikonsumsi setiap musim pertahun, tanaman perdu, tanaman merambat, tanaman sayuran dan berbagai tanaman rumput yang kesemuanya disatukan disekitar lokasi gedung Sokwel Hall seluas lebih dari setengah hektar. Setelah ploting diselesaikan maka musim tanam pertama ditanam berbagai tanaman sayuran seperti brokoli, selada, bunga kol dan sawi. Panen pada pertanaman sayuran pertama ini dilakukan dengan menimbang total bagian tanaman. Saat ini perlakukan masih belum bisa secara langsung diterapkan karena semua lahan baru dilakukan pengolahan. Pada musim kedua dilakukan penanaman berbagai jenis sayuran seperti kalian, selada, bayam dan buncis. Sama halnya dengan musim tanam pertama, perlakuan belum dapat diterpakan karena masih minim perbandingan antar perlakuan seperti pengaruh olah tanah, tanamn penutup laha dan sisa tanaman yang sedikit. Hasil panen tanaman sayuran saat panen pertama dan kedua pada Grafik 1.
Grafik 1. Hasil sayuran pada pertanaman musim gugur tahun 2011 dan musim semi tahun 2012.
Musim tanam selanjutnya, penerapan perlakuan sudah mulai dapat dilakukan. Penanaman jenis sayuran pada saat ini antara lain: tomat besar, tomat cerri, terung dan okra. Saat ini perbandingan dapat dilakukan antara jenis sayuran yang ditanam dengan pola olah tanah (konvensional) dan pola tanpa olah tanah dengan mengunakan tanaman penutup tanah. Menurut pendapat Harrington dan Erenstein (2005) tanaman yang ditanam menggunakan pola pertanian konservasi (PK) pada awal pertanaman akan cenderung mendapatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan pola konvensional. Pendapat ini berlaku karena diduga pada pertanaman awal
terjadi kompertisi antara tanama penutup tanah, kurangnya pasokan unsur hara dan penyesuaian iklim setempat. Namun dalam penelitian ini hasil panen menunjukkan tidak berbeda nyata dapat dilihat pada tanaman tomat, tomat cerri dan terong. Sedangkan tanaman okra menunjukkan perbedaan yang nyata. Secara umum penerapan pola konservasi pertanian dengan menggunakan tidak memperngaruhi hasil panen secara signifikan, data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi berbagai sayuran pada perlakuan penutup tanah yang berbeda. Perlakuan
Dengan Tanaman Penutup tanah (PK) Tanpa Tanaman Penutup tanah Dengan Tanaman Penutup tanah (PK) Tanpa Tanaman Penutup tanah Dengan Tanaman Penutup tanah (PK) Tanpa Tanaman Penutup tanah Dengan Tanaman Penutup tanah (PK) Tanpa Tanaman Penutup tanah
Tinggi Tanaman (m)
Jumlah Buah
Berat Total Hasil Panen Biomasa (Kg/Plot) (Kg/Plot) ----------------------------- Tomat ----------------------------1,75 a 121 a 9,92 a 18,25 a 1,58 a 103 a 11,20 a 15,98 a ------------------------ Tomat cerri --------------------------2,78 a 2098 a 8,97 a 13,88 a 2,41 a 3195 a 10,89 a 21,15 a ----------------------------- Terung ---------------------------1,11 a 28 a 3,25 a 6,29 a 1,09 a 40 a 3,92 a 8,99 a -------------------------------- Okra -----------------------------1,18 a 185 b 2,33 a 2,85 b 1,42 a 373 a 5,12 a 7,45 a
Angka berbeda menunjukkan hasil signifikan 5%.
Beberapa indikator tanah dapat dijadikan acuan untuk melihat apakah pola dan sistem tanam salah satu akan lebih baik dari yang lainnya. Berikut ditampilkan dua indikator tanah secara mekanik dan secara biologis yaitu kerapatan tanah (bulk density) dan jumlah cacing dalam tanah (Thierfelder dan Wall 2009). Data dan analisis menunjukkan bahwa kerapatan tanah pada perlakuan oleh tanah, tanpa olah tanah, dan tanpa olah tanah dengan meletakan sisa tanaman musim sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Grafik 2). Namun perlakuan tanaman dengan olah tanah dengan penerapan tanaman penutup tanah (konservasi) menujukkan hasil yang berbeda dengan pola tanam mengolah lahan (konvensional). Semakin rendah tingkat kerapatan maka semakin besar ruang antar partikel tanah dan sangat baik untuk diisi udara dan air saat hujan. Secara langsung daya sangah tanah menjadi lebih baik dan dukungan terhadap pertumbuhan tanaman akan semakin baik pula (Goddard et al 2008). Jumlah cacing yang ada dipermukaan tanah menunjukkan tingkat kesuburan biologis tanah, semakin banyak jumlah cacing maka semakin baik lingkungan tanah disekitarnya dan semakin optimal tanah mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayuran (Overstreet et al 2010). Pada penelitian ini jumlah cacing terbesar terdapat pada pola tanam tanpa olah tanah dengan menerapkan tanaman penutup tanah (PK), sedangkan jumlah yang terendah ada pada pola tanam dengan mengolah tanah (konvensional).
Grafik 2. Kerapatan tanah plot perlakuan perbandingan pola tanam sayuran musim semi 2012.
Grafik 3. Jumlah total cacing pada plot perlakuan perbandingan pola tanam sayuran musim semi 2012. Prinsip-prinsip PK antara lain mempertahankan penutup tanah permanen, menerapkan pola olah tanah yang sehat, memperhatikan lingkungan dan organisme hidup, mengaplikasi pemupukan yang seimbang tepat dosis, waktu dan tempat, penggunaan pestisida secara optimal, rotasi tanaman dan keanekaragaman hayati (Altieri et al 2011). Pola PK memberikan manfaat langsung dan menjawab isu-isu lingkungan penting global, termasuk pengendalian dan mitigasi degradasi lahan, mitigasi perubahan iklim, kualitas udara, biodiversity, dan kualitas air yang lebih baik (Edralin et al 2012). Pada dasarnya konsep PK untuk hortikultura telah diterapkan, tetapi tidak sepenuhnya mengadopsi prinsip PK secara keseluruhan. Perlu pendekatan agronomi, ekologi, ekonomi dan sosial untuk lebih menerapkan konsep pola tanam sebagai satu sistem yang baik dan memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan kehidupan.
KESIMPULAN Pola pertanaman konservasi (PK), secara umum tidak mempengaruhi hasil produksi tanaman sayur pada saat awal (inisiasi) peralihan dari sistem tanam konvensional ke konservasi. Karaktersitik indikator lahan seperti kerapatan tanah (bulk density) dan jumlah cacing memberikan hasil yang berbeda antar konvensional dan konservasi. Hal ini menunjukkan pola penanaman secara konservasi akan lebih baik dan memberikan hasil yang lebih tinggi apabila dilakukan secara berlanjut dan berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA Altieri, M. A., Lana, M. A., Bittencourt, H. V., Kieling, A. S., Comin, J. J., and Lovato, P. E. 2011. Enhancing Crop Productivity Via Weed Suppression in Organic No-till Cropping Systems in Santa Catarina, Brazil. Sust. Agr. J., 35: p 855–869. Bratsch, T., Morse, R., Shen, Z. X., and Benson, B. 2009. No-Till Organic Culture of Garlic Utilizing Different Cover Crop Residues and Straw Mulch for Overwintering Protection, Under Two seasonal Levels of Organic Nitrogen. Virginia Polytechnic Institute and State University, Virginia Cooperative Extension, 29061389. Canali, S., Campanelli, G., Ciaccia, C., Leteo, F., Testan, E., and Montemurro, F. 2013. Conservation Tillage Strategy Based on The Roller Crimper Technology for Weed Control in Mediterranean Vegetable Organic Cropping Systems. Europ. J. Agr., 50 (2013): p 11– 18. Derpsch, R. 2008. No-tillage and conservation agriculture: A progress report. In No-Till Farming Systems, 7-39 p. Goddard, T., Zoebisch, M.A., Gan, Y.T., Ellis, W., Watson, A. and Sombatpanit, S. No-Till Farming Systems. Special Publication No. 3, World Association of Soil and Water Conservation Bangkok, ISBN:978974-8391-60-1, 544 pp. ENTSC-NRCS, 2009 . USDA-NRCS-East National Technical Support Center. Edralin, D. A., Kieu, L. H., Williams, M., Gayle, G., Raczkowski, C., and Reyes, M. R. 2012. Conservation Agriculture in Urban Deserts. North Carolina Agricultural and Technical State University. FAO, 2013. Conservation Agriculture Website. http://www.fao.org/ag/ca/. (Access on August 21st, 2013). Giller, K. E., Witter, E., Corbeels, M., and Tittonell, P. 2009. Conservation agriculture and smallholder farming in Africa. Field crops research, 114 (1): p 23-34. Goddard, T., Zoebisch, M., Gan, Y., Ellis, W., Watson, A., and Sombanpanit, S. 2008 (eds). No-till farming systems. Special Publication No.3, World Association of Soil and Water Conservation, Bangkok, ISBN: 978974-8391-60-1, 544 pp. Harrington, L. and Erenstein, O. 2005. Conservation agriculture and resource conserving technologies - A global perspective. Agromeridian 1(1): p 32-43. Overstreet, L. F., Hoyt, G. D., and Imbriani, J. 2010. Comparing Nematode and Earthworm Communities Under Combinations of Conventional and Conservation Vegetable Production Practices. Soil & Tillage Res., 110; p 42–50. Rerkasem, B. 2005. Transforming Subsistence Cropping in Asia. Plant Prod. Sci., 8(3): p 275-287. Susila, A. D., Purwoko, B. S., Roshetko, J. M., Palada, M. C., Kartika, J. G., Dahlia, L., Wijaya, K., Rahmanulloh, A., Raimadoya, M., Koesoemaningtyas, T., Puspitawati, H., Prasetyo, T., Budidarsono, S., Kurniawan, I., Reyes, M. R., Suthumchai, W., Kunta, K., and Sombatpanit, S. 2012 (eds). Vegetable-Agroforestry Systems in Indonesia, Special Publication No. 6c., World Association of Soil and Water Conservation, Bangkok, Thailand, and the World Agroforestry Center (ICRAF), Nairobi, Kenya, ISBN: 978-974-350-6550, 362 pp. Thierfelder, C., and Wall, P. C. 2009. Effects of Conservation Agriculture Techniques on Infiltration and Soil Water Content in Zambia and Zimbabwe. Soil Till. Res. 105 (2): p 217-227.