1
PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RITUAL DAYANGO (Studi Deskriptif Desa Dulupi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo) Oleh 1
Sandri Kolonga, Yowan Tamu*, Funco Tanipu** Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected]
ABSTRAK Kolonga, Sandri. 2015. Nim 281 411 069. “Persepsi Masyarakat Tentang Ritual Dayango. Skripsi, Jurusan S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. 2015. Dibawah bimbingan ibu Yowan Tamu, S.Ag., MA selaku pembimbing I dan bapak Funco Tanipu, ST., MA selaku pembimbing II. Tujuan penelitian ini ialah: Untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat tentang ritual dayangoyang ada dilingkungan masyarakat Desa Dulupi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo. Metode penelitian yang digunakan adalah Kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Sumber data berasal dari informan sebagai sumber primer yang berjumlah 15 orang yang tahu pasti tentang masalah yang diteliti. Analisis data adalah analisis kualitatif dengan langkah mereduksi data, penyajian data dan terakhir menarik kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data dapat dikemukakan bahwa pemahaman masyarakat tentang Ritual Dayango adalah salah satu tradisi yang berhubungan dengan penguasa alam atau makhluk halus yang sekarang ini sudah tidak bisa di hilangkan, karena ritual Dayango mempunyai tujuan untuk dapat membangkitkan rasa aman bagi setiap warga masyarakat dan bisa menjadikan masyarakat semakin kuat terutama menganai penyembuhan penyakit, karena sudah menjadi salah satu 1
Sandri Kolonga, 281411069, Jurusan S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Yowan Tamu, S.Ag.,Ma, Funco Tanipu, ST.,MA
2
pengobatan yang berhubungan dengan mahluk halus untuk mencari tahu apa yang menyebabkan penyakit yang diderita oleh seorang yang dalam keadaan sakit tersebut, pengobatan ritual ini sebagai kepercayaan yang diyakini oleh masyrakat. Ritual Dayango juga sebagai suatu penyembahan kepada penguasa alam untuk menolak bala’ atau menjauhkan segala penyakit yang ada maupun permohonan tidak adanya musim kemarau demi menghidupkan salah satu kebutuahan ekonomi msyarakat dalam bertani. Kata Kunci: Ritual, Dayango, Masyarakat
3
A. PENDAHULUAN Dayango adalah salah satu tradisi diantara beberapa ragam budaya yang ada di Gorontalo. Ritual ini, sejenis upacara memanggil roh-roh arwah untuk dijadikan mediator untuk menyembuhkan orang sakit, yang penyembuhannya dilakukan dengan gerakan-gerakan dan teriakan. Dayango ini adalah merupakan ritual adat yang dilakukan oleh suku Gorontalo yang sampai sekarang ini belum hilang. Kebudayaan ritual dayango merupakan kebudayaan asli suku Gorontalo yang sering dilakukan oleh masyarakat Gorontalo termasuk masyarakat yang ada di Desa Dulupi Kecamatan Dulupi. Di Desa Dulupi Ritual Dayango ini biasa dilakukan setahun sekali oleh masyarakat , karena menurut pandangan mereka sejak turun temurun bahwa ritual dayango ini sebagai sarana permohonan kepada penguasa alam memiliki prinsipprinsip yang menjelaskan keyakinan tentang hubungan manusia dengan makhluk penguasa alam, hubungan manusia dengan alam sekitarnya serta makhluk-makhluk metafisik lainnya untuk menolak bala’ atau menolak penyakit yang di akibatkan oleh mahluk halus atau roh-roh jahat, tetapi disisi lain ritual dayango ini diluar upacara adat ritual sudah terbiasa dilakuakan juga untuk menyembuhkan yang dalam keadaan sakit. Artinya bahwa sakit yang dimaksud disini ialah orang-orang yang diakibatkan karena dengan adanya gangguan dari makhluk halus atau hal-hal yang gaib (Personalistik), mereka melakukan ritual ini apabila ada yang dalam keadaan sakit karena menurut pengetahuan mereka bahwa penyakit ini sudah tidak bisa disembuhkan lagi dengan akal pikiran manusia dan ini mungkin sadah alternatif terakhir. Koentjaraningrat menyatakan bahwa pada masyarakat Jawa ada beberapa teori tradisional mengenai penyakit di yakini mereka disebabkan oleh faktor personalistik dan sekaligus naturalistik, seperti batuk darah. Penyakit ini pada tingkat pertama adalah masuk angin atau terganggunya keseimbangan antara unsur panas dan dingin dalam tubuh. Akan tetapi, unsur personalistik seperti guna-guna atau pelanggaran pantangan, atau perbuatan dosa dapat menjadi penyebab bertambah 4
parahnya penyakit. Demikian juga dalam masyarakat aceh didapati dua jenis penyebab penyakit, yakni yang disebabkan mahkluk halus seperti roh, Hantu, jin (Personalistik). Ketiga hasil penelitian yang pembaca simak berikut ini, juga memaparkan etiologi penyakit naturalistik dan personalistik yang dipercayayi saling berkaitan. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penyakit juga di sebabkan karena dengan adanya ganguan makhluk halus atau roh, sehingganya masyarakat tersebut mempertahankan tradisi ritual Dayango untuk dalam penyembuhan penyakit atau menghilangkan ganguguan mahluk halus atau roh-roh jahat yang ada pada diri manusia atau disebabkan oleh faktor personalistik. Ritual Dayango ini Sudah begitu lama hidup di tenga-tenga masyarakat, walaupun masyarakat yang ada di Desa Dulupi sebagai mayoritas Islam. karena mereka meyakini bahwa Dayango dapat memberikan efek positif dalam kehidupan sehari-hari. Dayango lebih banyak juga digunakan untuk menyembuhkan terhadap orang sakit, Sehingganya ritual Dayango sudah menjadi tradisi pada masyarakat yang ada di Desa Dulupi. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Persepi Masyarakat Menurut Gunarsa, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi pesan. Dimana persepsi memberikan makna stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dan persepsi sudah jelas, sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun sebagian menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga etensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Menurut Rivai yang mendefenisikan persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Awal munculnya persepsi dimulai dari penglihatan hingga terbentuk suatu tanggapan atau pandangan yang terjadi dalam diri seseorang sehingga orang tersebut dapat memberikan suatu arti dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. 5
2. Pengertian Ritual Ritual merupakan salah satu perangakat tindakan nyata dalam beragama, seperti pendapat ritual adalah “a set or series of acts, usually involving religion or magic, with the sequence estabilished by traditio”, yang berarti ritual adalah seperangkat tindakan yang selalu melibatkan agama atau magi, yang dimantapkan melalui tradisi. Hal tersebut senada dengan pendapat yang diungkapkan Geertz adanya ritus, selamatan atau upacara ini merupakan suatu upaya manusia untuk mencari keselamatan, ketentraman, dan sekaligus menjaga kelestarian kosmos. Selamatan ini pada hakekatnya merupakan upacara keagamaan yang paling umum di dunia dan melambangkan kesatuan mistis dan sosial dari mereka yang ikut hadir di dalamnya. Melalui upacara ritual atau selamatan masyarakat berharap akan rasa aman dan tidak terjadi bencana. Ritual juga merupakan bentuk rasa hormat kepada Tuhan, Dewa, Leluhur, dan Roh-roh. Menurut Koentjaraningrat, upacara religi atau ritual adalah wujudnya sebagai sistem keyakinan, dan gagasan tentang Tuhan, Dewa-Dewa, Roh-roh halus, Neraka, Surga dan sebagainya, tetapi mempunyai wujud yang berupa upacaraupacara, baik yang bersifat musiman maupun yang kadangkala. 3. Upacara Ritual Upacara atau ritual merupakan bagian perilaku masyarakat yang hanya diadakan hubungan dengan peristiwa yang penting saja. Upacara dalam suatu religi berwujud aktivitas dan tindakan dalam melaksanakan ibadah terhadap Tuhan, dewa dan roh-roh nenek moyang (leluhur), dan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan penghuni dunia lainnya. Upacara adalah rangkaian, tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama, perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting. Dari berbagai pendapat tentang upacara dapat dipahami bahwa upacara yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya merupakan tata alam sesuai dengan adat kebiasaan untuk mendapatkan ketenteraman dan keselamatan hidup serta sebagai 6
perwujudan dari keterbatasan kemampuan manusia dalam menghadapi tantangan hidup, baik yang berasal dari diri sendiri atau dari alam sekitarnya. Berbagai upacara yang dilakukan oleh masyarakat bertujuan mengadakan kontak langsung dengan para leluhur, roh-roh, dewa-dewa, dan dengan Yang Maha Kuasa. C. METODE Penelitian ini dilakukan di Provinsi Gorontalo Kabupaten Boalemo, Adapun lokasi penelitian yang peneliti pilih yaitu di Desa Dulupi Kecamatan Dulupi, Dengan alasan: (1) Peneliti memilih lokasi ini karena sebagian masyarakat yang tinggal di Desa Dulupi masih mempercayai dengan dengan adanya tradisi ritual Dayango. (2) karena lokasi penelitian ini mudah dijangkau oleh peneliti dan tidak memerlukan biaya yang tinggi untuk mencangkaunya. Sehingga peneliti mengalami kemudahan dalam melakukan penelitian ini. (3) Dari pengetahuan peneliti bahwa sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian sehubungan dengan masalah yang akan diteliti di Desa tersebut. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskritif dan jenis penelitiannya adalah interpretif dasar. Metode penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang berupaya untuk memahami dan membuat mengerti mengenai suatu fenomena dari sisi perspektif partisipan. Sedangkan menurut Patton, penelitian kualitatif adalah sebuah usaha untuk memahami situasi dalam keunikan mereka sebagai bagian sebuah konteks khusus dan interaksi yang terjadi di sana. Dalam metode penelitian ini, teknik pengumpulan datanya dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis datanya bersifat induktif, serta hasil penelitiannya lebih menekankan pada suatu makna daripada generalisasi. Sementara itu, penelitian kualitatif interpretif dasar merupakan suatu penelitian kualitatif yang menunujukkan karakteristik penelitian di mana peneliti tertarik dalam memahami bagaimana partisipan membentuk makna terhadap situasi atau fenomena, makna ini diperantarai melalui peneliti sebagai instrumen, strateginya adalah induktif, dan hasilnya adalah deskritif. Dalam melakukan jenis penelitian ini, peneliti mencoba menemukan dengan menjelajahi dan memahami sebuah fenomena, 7
sebuah proses, perspektif dan cara berpikir, bertindak dan keyakinan (worldview) orang-orang yang terlibat dalam penilitian, atau sebuah kombinasi dari semua hal tersebut. Data dalam penelitian ini dianalisa secara induktif untuk mengidentifikasi pola berulang atau topik-topik yang sering muncul di setiap data yang dikumpulkan. Dalam metode penelitian kualitatif, instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah peneliti itu sendiri. Di mana peneliti secara langsung melakukan interaksi dengan para informan. Peneliti sebagai instrumen penelitian melakukan kontak langsung dengan para informan guna mendapatkan data yang lebih mendalam melalui teknik observasi dan wawancara di lapangan. Berkaitan dengan sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam hal melihat persepsi masyarakat tentang ritual Dayango pada masyarakat Desa Dulupi ini, peneliti menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dan wawancara. Tujuan daripada observasi ini adalah untuk memperoleh gambaran yang luas dari lapangan dengan menggunakan sudut pandang atau kerangka pemikiran yang peneliti gunakan, dapat menggali informasi mengenai segala aktifitas di lokasi penelitian agar memperoleh pemahaman tentang keterkaitan pelaku utama yang diteliti dengan tempat-tempat di mana dia sering berada, dan dapat mengetahui keterbatasan peneliti dengan sudut pandang yang digunakan dalam menafsirkan hasil pengamatan. Selain itu manfaat observasi seperti yang dikemukakan oleh Patton berikut ini adalah membuat peneliti mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif yang tidak dipengaruhi oleh pendangan sebelumnya. Analisis data pada penelitian kualitatif adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti mengelompokannya dalam pola, tema atau kategori. Tanpa kategorisasi atau klasifikasi data akan terjadi chaos. Tafsiran atau klasifikasi data akan terjadi pada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep. Interpretasi menggambarkan perspektif atau 8
pandangan peneliti, bukan kebenaran. Kebenaran hasil penelitian masih harus dinilai orang lain dan diuji dalam berbagai situasi lain. Hasil interpretasi juga bukan genaralisasi dalam arti kuantitatif, karena gejala sosial terlampau banyak variabelnya sehingga sukar digeneralisasi. Generalisasi di sini lebih bersifat hipotesis kerja yang senantiasa harus lagi diuji kebenarannya dalam situasi lain. Tugas peneliti ialah mengadakan analisis tentang data yang diperolehnya agar fiketahui maknanya. Interpretasi harus melebihi atau mentransenden deskripsi belaka. Jika peneliti tidak dapat mengadakan interpretasi dan hanya menyajikan data deskriptif saja, maka sebenarnya penelitian itu sia-sia saja dan tidak memenuhi harapan. Data yang terkumpul dalam penelitian kualitatif biasanya meliputi ratusan bahkan ribuan halaman. Tiap jam kerja-lapangan dapat menghasilkan lebih dari dua puluh halaman. Maka timbul masalah yang pelik, bagaimana mengolah, menganalisis data yang banyak itu. Mengumpulkan dan memupuk data sampai akhir kerjalapangan akan menghadapkan peneliti pada tugas yang sangat ruwet yang mungkin tak teratasi. Selain itu cara demikian tidak efektif dan tidak akan menghsilkan data yang serasi karena kerja-lapangan tidak didasarkan atas hasil analisis laporan kerjalapangan sebelumnya. Jadi dalam penelitian kualitatif analisis data harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan segera harus dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Dayango merupakan suatu kebiasaan yang selalu berulang-ulang kali dilaksanakan, karena Dayango ini merupakan tradisi yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang. Persepsi yang timbul dimasyarakat karena proses pemahaman cukup lama yang tidak disadari betul atau yang disadari oleh individu yang bersangkutan. Ritual Dayango ini sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat dalam berhubungan dengan hal-hal gaib untuk menyembuhkan penyakit yang diderita, terutama penyakit yang tidak bisa diketahui penyebabnya atau yang di akibatkan ole mahluk halus, oleh sebab itu masyarakat yang mendapatkan penyakit 9
seperti itu telah mengambil salah satu jalan dengan memerlukan pengobatan ritual dayango, maka sebab itu masyarakat menjadikan pengobatan ritual Dayango sebagai adat kebiasaan mereka. Disisi lain juga ritual Dayango sebagai salah satu penyembahan kepada penguasa alam untuk menolak bala’ atau menjauhkan segala penyakit maupun untuk permhonan supaya tidak terjadi musim kemarau atau permintaan adanya hujan untuk salah satu kebutuhan ekonomi masyarakat dalam bertani. Teori penyakit menurut Foster dan Anderson mencangkup kepercayaan terhadap kodrat kesehatan, sebab musabab penyakit, sebagai ragam obat, dan teknik penyembuhan. Sebaliknya, sisteem perawatan berkenaan dengan cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk merawat orang sakit dan penggunaan ilmu pengetahuan mengenai penyakit untuk penyembuhanya. Pemahaman masyarakat tentang suatu penyakit yang dilihat dari adanya konsep naturalistik dan personalistik tentang suatu kejadian penyakit ini, menurut Foster dan Anderson akan berpengaruh kepada tindakan perawatan kesehatan yang akan dilakukan. Hal ini dijumpai di Desa Dulupi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo. karena pandangan ini telah melekat dari dulunya dalam hidup masyarakat. Hal ini terlihat dari beberapa penyakit yang diberi nama dan dipercayai berdasarkan asal usulnya serta adanya praktek-praktek pengobatan yang dilandasi dengan pengetahuan dan kepercayaan secara turun temurun. Melihat kesehatan sebagai suatu sistem dengan menggunakan pendekatan holistik, sehingga untuk mendapatkan kesehatan masyarakat melakukan upaya melalui kebudayaan yang dimiliki dan pengetahuan yang ada. Inilah yang melahirkan suatu sistem kesehatan, yang merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keterampilan dan praktek yang mencakup seluruh aktivitas kesehatan (Sianipar, 1989). Kepercayaan mengenai tradisi Dayango ini adalah paham dengan adanya idealisme religius, dimana kepercayaan-kepercayaan ini sudah ada sejak nenek moyang. Kita sebagai generasi baru hanya tinggal menerima dan menjalankan serta 10
melanjukan kepada generasi selanjutnya, walaupun sebagian masyarakat sudah tidak percaya dengan adanya tradisi ritual ini. Karena ini salah satu bagian dari budaya yang ada di indonesia terutama di Gorontalo khususnya pada masyarakat Desa dulupi. Rostiyati menyatakan bahwa ritual merupakan suatu bentuk upacara yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan pengalaman suci. Ritual dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur mereka dan permohonan keselamatan kepada Tuhan yang mereka yakini. Sehingga setiap ritual dilakukan dengan sakral karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan suci. Dayango ialah sudah menjadi salah satu pengobatan yang berhubungan dengan mahluk halus untuk mencari tawu apa yang menyebabkan penyakit yang diderita oleh seorang yang dalam keadaan sakit tersebut, pengobatan ritual ini sebagai kepercayaan yang diyakini oleh masyrakat. Karena masyarakat memahami bahwa, apabila terjadi suatu penyakit yg sudah tidak bisa disembuhkan dengan pengobatan modern maka masyarakat berfikir ini penyakit sudah diakibatkan oleh makhluk halus atau faktor personalistik. Dalam penyakit menurut masyarakat sebelumnya dilakukan pengobatan tradisional (dukun) kemudian langsung kepengobatan modern. Kalaupun kedua-duanya sudah tidak biasa di sembukan dari pengobatan tradisional maupun modern, masyarakat langsung melakukan dengan cara pengobatan ritual yang dikenal dengan Dayango. Hal ini terungakap oleh ibu Elvin saat di wawancarai. ...kalau saya skit sebelumnya mo pigi sama dokter dlu kalau misalnya dari dokter tidak mo sembuh baru itu saya mo suru obat deng cara Dayango, karena pengalaman saya waktu itu saya sakit tidak sembuh, waktu saya ada saki itu panas badan dengan sakit kepala sampai saya so susah mo bangun kalau ada ba guling, baru ka pengobatan dukun bagitu tapi tetap tidak sembuh juga, nanti saya so suru Dayango Baru saya alhamdulillah ada sembuh.... Dari penjelasan di atas ialah kalau dilihat dari pengobatan modern maupun pengobatan tradisional terlihat jelas bahwa penyakit ini sudah diakibatkan oleh 11
gangguan makhluk halus atau faktor personalistik. Koentjaraningrat menyatakan bahwa pada masyarakat Jawa ada beberapa teori tradisional mengenai penyakit di yakini mereka disebabkan oleh faktor personalistik dan sekaligus naturalistik, seperti batuk darah. Penyakit ini pada tingkat pertama adalah masuk angin atau terganggunya keseimbangan antara unsur panas dan dingin dalam tubuh. Akan tetapi, unsur personalistik seperti guna-guna atau pelanggaran pantangan, atau perbuatan dosa dapat menjadi penyebab bertambah parahnya penyakit. Demikian juga dalam masyarakat aceh didapati dua jenis penyebab penyakit, yakni yang disebabkan mahkluk halus seperti roh, Hantu, jin (Personalistik). Ketiga hasil penelitian yang pembaca simak berikut ini, juga memaparkan etiologi penyakit naturalistik dan personalistik yang dipercayayi saling berkaitan. Prosesi pengobatan ritual Dayango ialah suatu prosesi yang memanggil rohroh halus sebagai suatu tindakan penyelamatan ketika ada diantara mereka mengalami suatu penyakit. Roh-roh halus yang dimaksudkan dalam prosesi bukan roh-roh yang jahat akan tetapi roh-roh yang sifatnya baik, karena pada hakikatnya prosesi ritual bukan bertujuan jahat pada orang lain namun bertujuan baik dalam hal ini mendatangkan kesembuhan melalui perantara roh-roh halus. Dalam pengobatan ritual Dayango jelas terlihat bagaimana sikap tolong menolong terhadap orang yang mengalami penyakit yang bertujuan untuk kesembuhan. Kebaikan dalam hal ini merupakan salah satu budaya masyarakat Gorontalo yang telah diwariskan sejak dahulu. kepercayaan atau keyakinan yang dimiliki masyarakat untuk persembahan baik dalam bentuk perilaku, sesaji untuk upacara ritual, maupun untuk menunjukkan rasa baktinya kepada sang maha pencipta alam semesta untuk memohon perlindungan. Masyarakat ketika melakukan ritual Dayango,
mereka
umumnya
melakukan
upacara
ritual
Dayango
dengan
mempersembahkan persembahan pertunjukan tradisional. Jika semua itu tidak terlaksana masyarakat akan merasa upacara persembahan yang dilakukan oleh mereka itu kurang lengkap, karena masyarakat menganggap bahwa upacara ritual
12
Dayango harus dilaksanakan guna untuk mensejahterakan dan kenyamanan bagi masyarakat. Masyarakat Desa Dulupi ini Sebagian besar menghidupi keluarga dari hasil bertani, dan melaut. Masyarakat Dulupi selalu menggantungkan hidupnya, khususnya masalah kesehatan. Masyarakat sering kebingungan untuk mengatasi permasalahan yang sering melanda desa Dulupi khususnya penyakit yang di akibatakan oleh makhluk halus atau roh jahat. Melihat pernyataan tersebut di atas dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Dulupi yakin akan adanya kekuatan gaib yang dapat memberi mereka perlindungan dari serangan penyakit yang terjadi secara langsung dan menjadi fakta atau kepercayaan yang di yakini masyarakat khususnya masyarakat yang ada di Desa Dulupi. Hal ini adalah upaya dalam menjaga keamanan desa dari penyakit dan dianggap oleh masyarakat dapat megganggu pertumbuhan dan perkembangan anak cucu mereka nanti. Masyarakat melakukan upacara persembahan kepada penguasa alam sebagai rasa syukur atas perlindungan dan berkah yang telah mereka nikmati dengan melakukan upaca ritual Dayango tersebut. E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari hasil dan pembahasan di atas yang telah diperoleh dari lokasi penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa, persepsi masyarakat tentang ritual Dayango di Desa Dulupi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo Ialah: Ritual Dayango bagi masyarakat ialah upacara ritual dalam mengatasi segala bentuk permasalahan yang dihadapi oleh para petani dan nelayan, misalnya gagal panen, serangan tikus pada lahan persawahan, badai, kurangnya hasil tangkapan ikan, dan lain-lain. Bagi sebagaian masyarakat, khususnya masyarakat Desa Dulupi masih mempercayai ritual dayango sebagai suatu ritual yang dapat meningkatkan hasil pertanian dan nelayan.
13
Dayango juga sudah menjadi salah satu pengobatan yang berhubungan dengan mahluk halus untuk mencari tahu apa yang menyebabkan penyakit yang diderita oleh seorang yang dalam keadaan sakit tersebut, pengobatan ritual ini sebagai kepercayaan yang diyakini oleh masyrakat. Prosesi pengobatan ritual Dayango ialah suatu prosesi yang memanggil roh-roh halus sebagai suatu tindakan penyelamatan ketika ada diantara mereka mengalami suatu penyakit. Roh-roh halus yang dimaksudkan dalam prosesi bukan roh-roh yang jahat akan tetapi roh-roh yang sifatnya baik, karena pada hakikatnya prosesi ritual bukan bertujuan jahat pada orang lain namun bertujuan baik dalam hal ini mendatangkan kesembuhan melalui perantara roh-roh halus. Dalam pengobatan ritual Dayango jelas terlihat bagaimana sikap tolong menolong terhadap orang yang mengalami penyakit yang bertujuan untuk kesembuhan. Kebaikan dalam hal ini merupakan salah satu budaya masyarakat Gorontalo yang telah diwariskan sejak dahulu. Ritual Dayango adalah salah satu tradisi yang berhubungan dengan penguasa alam atau makhluk halus yang sekarang ini sudah tidak bisa di hilangkan, karena Ritual Dayango mempunyai tujuan untuk dapat membangkitkan rasa aman bagi setiap warga masyarakat dan bisa menjadikan masyarakat semakin kuat terutama menganai penyembuhan penyakit. Ritual Dayango sebagai suatu penyembahan kepada penguasa alam untuk menolak bala’ atau menjauhkan segala penyakit yang ada maupun permohonan tidak adanya musim kemarau demi menghidupkan salah satu kebutuahan ekonomi msyarakat dalam bertani. 2. Saran Berdasarkan uraian dari hasil dan pembahasan di atas yang telah diperoleh dari lokasi penelitian , maka dapat disarankan bahwa: 1. Diharapkan bagi masyarakat Desa Dulupi untuk mempertahankan tradisi ritual Dayango agar dapat menjadi suatu kekayaan atau warisan budaya lokal masyarakat Gorontalo pada umumnya.
14
2. Bagi
pemerintah
bisa
memberikan
perhatian
khusus
terhadap
pemimpin/wombuwa/regenarasi, dan memberikan arahan kepada seluruh masyarakat yang ada di Desa dulupi tentang adanya ritual Dayango ini, yang nantinya ritual Dayango ini dapat terjaga kelestariannya.
15
Daftar Pustaka Aloliliweri, 2011, Gatra-gatra Komunikasi Antar budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Creswell, John W., 2013, Researc Design: Pendekatan Kualitiatif, Kuantitatif, dan Mixed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Koentjaraningrat, 1993, Ritus Peralihan di Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Koentjaraningrat, 1987, Sejarah Teori Antropologi, Jakarta: UI. Press. Merriam, Sharan B. dkk., 2002, Qualitative Research in Practice, CA: Josey-Bass, San Fransisco. Nasution, B. 1988, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito. Rudito, B. dan M. Famiola, 2013, Social Maping-Metode Pemetaan Sosial: Teknik Memahami Suatu Masyarakat dan Komuniti, Bandung: Rekayasa Sains. Sugiyono, 2013, Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alvabeta. Sulasman, dan Setia Gumilar, 2013, Teori-Teori Kebudayaan Dari Teori Hingga Aplikasi, Bandung : Pustaka Setia. T, Sianipar, dkk., 1992, Dukun, Mantra, dan Kepercayaan Masyarakat, Grabikatama Jaya. Wolgito, Bimo, 2003, Psikologi Sosial, Yogyakarta: ANDI.
16
Referensi Lain Skripsi dan Tesis Ari Agung Pramono, “Makna Simbol Ritual Cembengan di Madukismo Kabupaten Bantul” Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009. Desi Amanda DR Sitepu, “Persepsi Masyarakat Karo Tentang Upacara Mesai Nini di Kampung Kemiri Kota Binjai” Suatu Kajian Antropologi Religi, Jurusan Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2013. Doni Saputra, “Sistem Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat,” Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Andalas, 2014. Gia Risti Momintan. “Makna Dan Simbol Upacara Ritual Motayok,” 2013. Madhan Khiri, “Makna Simbol dan Pergeseran Nilai Tradisi Upacar Adat Rebo Pungkasan,” Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuludin Versitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009. Miselo Rayo, “Persepsi Masyarakat Terhadap Upacara Rambu Solo” Berdasarkan Stratifikasi Sosial studi kasus kel. Ariang kec. Makale Kab. Tana Toraja,” Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar, 2012. Mokhammad Sofyan, “Persepsi Masyarakat Kelurahan Sumber Gedang Kabupaten Pasuruan Tentang Manfaat Ritual Mandi Kembang Bagi Kembang,” 2012. Muhammad Taufik. “Nilai-nilai pendidikan dalam ritual adat kematian pada masyarakat jawa” Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2013.
17
Tanti Wahyuningsih, “Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Suran di Makam Gedibrah Desa Tambak Agung Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen” Jurnal
Pendidikan,
Bahasa,
Sastra,
dan
Budaya
Jawa
Universitas
Muhammadiyah Purworejo, 2013 Yusep “Pelestarian Tradisi Jampe Pada Masyrakat kampung Naga Tasikmalaya” 2014. Jurnal Enos H. Rumansara, “Transformasi Upacara Adat Papua: Wor Dalam Lingkungan Hidup Orang Biak” Jurnal Humaniora, Vol. 15 No. 2 Tahun 2003, hlm. 216. Hamam Supriadi, “Upacara Loy Kratong di Thailand dan Upacara labuhan di Daerah Istimewa Yogyakarta,” Sarjana Sastra, Staf Pengajar Jurusan sastra, Fakultas Sastra UGM, Jurnal Humaniora, No. 1 Tahun 2000. La Taena, “Bentuk dan Fungsi Ritual Cera Leppa Upacara Selamatan Penurunan Perahu Baru pada Masyarakat Bajo di Kelurahan Petoaha Kendari” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo Negeri Kendari, Vol. 26 No. 1 Tahun 2011. Leonard Siregar, “Antropologi Dan Konsep Kebudayaan,” Jurnal Antropologi Papua, Vol. 1 No. 1 Tahun 2002. Nuryani Tri Rahayu, “Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui Pemanfaatan Upacara Ritual,” Universitas Veteran Bangun Nusantara, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 12 No. 1 Tahun 2014. Simon Sabon Ola “Makna dan Nilai Tuturan ritual Lewak Tapo Pada Kelompok Etnik Lamaholot di Pulau Adonara, Kabupaten flores Timur,” Jurnal Humaniora Vol. 21 No. 3 Tahun 2009.
18
Soerjo Wido Minarto, “Jaran Kepang Dalam Tinjauan Interaksi sosial Pada Upacara Ritual Bersih Desa,” Jurusan Seni dan Desain Fak. Sastra Universitas Negeri Malang, Bahasa dan Seni, Vool. 35 No. 1, Februari Tahun 2007. Sri Endahwati, dkk., “Upacara Adat Jolenan Di Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejoba” Kajian Makna Simbolik dan Nilai Religius, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas, Sastra Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia Dan Pengajarannya, Vo. 1 No. 1 Tahun 2012. Sutan Syahrir Zabda, Yulianto Bambang Setyadi, “Persepsi dan Partisipasi Dalam Pelaksanaan Tradisi Pementasan Wayang Topeng Pada Upacara Sedekah Bumi di Desa Soneyan dan Tampaknya Bagi Masyarakat,” FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jurnal, Jurnal Penelitian Humaniora Vol. 8 No. 2 Tahun 2007. Titin Listiyani, Partisipasi Masyarakat Sekitar Dalam Ritual Di Kelenteng Ban Eng Bio Adiwerna, Jurnal Komunitas, Vol. 3 No. 2 Tahun 2011. Makalah Poerwanto, Oktober 2006, “Hubungan Antar Suku-Bangsa Dan Golongan Serta Masalah Integrasi Nasional”, makalah dalam Focus Group Discussion (FGD) “Identifikasi Isu isu Strategis yang Berkaitan denganPembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa”, dilaksanakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai TradisionalYogyakarta.
19