Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
Mitos Ikan Lele: Studi Deskriptif Masyarakat Desa Medang, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan Muhibbatul Hasanah
[email protected] (Antropologi FISIP- Universitas Airlangga, Surabaya) Abstract The modernization will impact on the mindset of the people. This is supposed to be directly proportional to the degree of rasionalnya. But in fact, there are still many modern society believed myths such as Phoebe in the village of Glagah, Lamongan, who believe the myth of the catfish. This study uses qualitative methods of descriptive analysis-with data collection techniques of observation and in-depth interviews using a religious theory and development theory Koentjaraningrat, van Peursen culture. The result of this research showed people still believe in the myth of catfish, because religious factors, factors believed to be belief in community, family factors since birth have been introduced with the myth of catfish, and community factors do the ritual pilgrimage every grave Friday pounds. The community, as well as interpret the myth as a myth to be closer on the power; In addition the myth of catfish as well as educational media is meant to honor the services figures in spreading the teachings of Islam. Keywords: Modernization, Mythical Catfish, Trust
Abstrak Modernisasi akan berdampak pada pola pikir masyarakat. Hal ini seharusnya berbanding lurus dengan derajat rasionalnya. Namun kenyataannya, masih banyak masyarakat modern meyakini mitos-mitos seperti di Desa Medang, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan yang percaya mitos ikan lele. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif-kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa kegiatan observasi dan wawancara mendalam menggunakan teori religi Koentjaraningrat, dan teori perkembangan kebudayaan van Peursen. Hasil penelitian ini menunjukkan masyarakat masih mempercayai mitos ikan lele, karena faktor faktor agama, faktor kepercayaan yang diyakini masyarakat, faktor keluarga yang sejak lahir sudah diperkenalkan dengan mitos ikan lele, dan faktor masyarakat melakukan ritual ziarah kubur setiap hari Jum’at Pon. Masyarakat, juga memaknai mitos sebagai mitos untuk lebih mendekatkan diri pada yang kuasa; selain itu mitos ikan lele juga dimaknai sebagai media edukatif untuk menghormati jasa-jasa tokoh-tokoh dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam.. Kata kunci: Modernisasi, Mitos Ikan Lele, Kepercayaan
A
gama merupakan suatu sistem
tinggi ke dalam komunitas (Durkheim,
kesatuan dari keyakinan dan
1988: 35). Semua keyakinan agama yang
praktek-praktek keagamaan ter-
diketahui, baik sederhana maupun kom-
hadap hal-hal yang sifatnya sacred, yakni
pleks, mempunyai satu ciri yang sama,
segala sesuatu yang dihindari atau dila-
semuanya berisikan suatu sistem penggo-
rang oleh keyakinan-keyakinan dan prak-
longan mengenai segala sesuatu baik yang
tek-praktek yang mengajarkan moral yang
nyata maupun ideal mengenai apa yang
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 157
Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
difikirkan manusia ke dalam dua bentuk
perintah beragama dan bermasyarakat.
golongan yang saling bertentangan, yang
Mitos berfungsi mengkodifikasikan, men-
umumnya, ditandai oleh dua istilah yang
dukung dan melandasi kepercayaan tradi-
berbeda yakni profane dan sacred. Sacred
sional dan perilaku (Harsojo, 1988: 228).
berisikan unsur distinktif pemikiran aga-
Kajian tentang mitos telah banyak
ma; kepercayaan mite, dogma dan legen-
dilakukan oleh para ahli di Indonesia,
da yang menjadi representase atau sistem
misalnya; Minsarwati ‘Mitos Merapi dan
representasi hakikat hal-hal yang sacred,
Kearifan Ekologi’, dijelaskan secara impli-
kebaikan dan kekuatan yang dilekatkan
sit, bahwa mitos-mitos yang terdapat disa-
padanya, atau hubungan-hubungannya sa-
na, seperti dilarang menebang pohon di
tu sama lain dan termasuk hubungan de-
area Gunung Merapi, berburu binatang di
ngan yang profane. Sedangkan profane
hutan, tidak boleh mencari rumput atau
bersifat biasa, tak menarik, dan merupa-
kayu bakar dan lain sebagainya. Sesung-
kan kebiasaan praktis kehidupan sehari-
guhnya larangan-larangan itu tersimpan
hari (Robeston, 1988: 347). Sacred atau
kearifan ekologi penduduk terhadap ling-
sakral merupakan hal-hal yang keramat,
kungan alam Gunung Merapi, dan selalu
hal-hal keramat itu lebih difokuskan pada
berhubungan dengan pelestarian ekosis-
sesuatu yang tidak boleh dihadapi secara
tem. Kearifan disini diartikan sebagai tin-
sembarangan, karena hal yang keramat
dakan penduduk setempat dalam melang-
itu, jika tidak dihadapi dengan hati-hati,
sungkan kehidupan mereka yang selaras
kemungkinan akan menimbulkan bahaya
dengan lingkungan, dan merupakan mani-
(Koentjaraningrat, 1981: 249).
festasi sistem kepercayaan yang mereka
Masyarakat menjunjung tinggi nilai
anut. Minsarwati menggambarkan bahwa
mitos sebagai sesuatu yang sakral, meru-
Gunung Merapi yang secara lahir meru-
pakan salah satu bentuk citra kehidupan
pakan sebuah gunung berapi aktif, meru-
dan perilaku religius yang terdapat pada
pakan sebuah kerajaan gaib yang kasat
semua aspek kebudayaan. Mitos sering
mata, mempunyai hubungan dengan kera-
dijadikan pengiring bagi religi masyarakat
ton Surakarta, pantai selatan, Gunung
(Harsojo, 1988: 233). Mitos biasanya ber-
Lawu, dan kayangan dilepih. Diceritakan
isi wahyu tentang kenyataan yang bersifat
Gunung
supranatural, yang mempunyai realitas,
Wingit, sakral yang harus selalu dihor-
seperti kosmogoni (adanya dewa dan ke-
mati, dengan cara pemberian sesajen atau
kuatan gaib), memformulasi hukum, etika,
ritual-ritual lainnya. Hal ini dimaksudkan
Merapi
merupakan
Gunung
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 158
Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
agar penguasa Gunung Merapi tidak mur-
mungkin tidak bisa disembuhkan oleh
ka kepada mereka dan mau memberikan
obat
semacam dorongan agar membantu me-
kemakam Mbah Boyopatih untuk tawasul
reka dalam kehidupan sehari-hari.
dan membasuh dengan air jublangan pada
Penelitian yang serupa Minsarwati
dan
medis,
kecuali
berziarah
bagian yang sakit (Nn, 1883).
ditulis Puji (2013) tentang fenomena mi-
Berdasarkan latar belakang masa-
tos di Desa Pandansari, Kecamatan Pagu-
lah yang telah diuraikan, maka penelitian
yangan. Konon terdapat telaga yang me-
ini akan menunjukkan bagaimana kebuda-
miliki cerita mistis yang sangat diper-caya
yaan Lamongan, berdasarkan mitos ikan
masyarakat. Namanya “Telaga Rajeng” te-
lele yang dilihat dari sudut pandang ke-
laga yang dibangun tahun 1924, berada di
percayaan masyarakat Desa Medang. Ma-
kaki Gunung Slamet dan merupakan ba-
salah penelitian akan di rumuskan men-
gian dari kawasan cagar alam milik Per-
jadi: (1) apa faktor-faktor sosial budaya
hutani Pekalongan Timur. Cagar alam me-
yang melatarbelakangi kepercayaan mitos
miliki luas empat puluh delapan setengah
ikan lele; dan (2) bagaimana masyarakat
hektar terdiri dari hutan damar dan pinus
Desa Medang memaknai mitos ikan lele.
yang mengelilingi telaga, yang sebelumnya
Penelitian ini bertujuan mengetahui mitos
merupakan tempat mandi para tokoh ke-
ikan lele pada masyarakat Desa Medang;
rajaan di Jawa. Ada suatu hal yang sama
yaitu (a) Mengetahui apa faktor-faktor
dari telaga ini, yaitu telaga ini dihuni oleh
sosial budaya yang melatarbelakangi ke-
ribuan ikan lele. Telaga ini bukanlah tem-
percayaan mitos ikan lele; (b) Mengetahui
pat penakaran lele ataupun sebuah kolam
bagaimana masyarakat memaknai mitos
peternakan ikan lele. Tapi ikan-ikan lele di
ikan lele.
telaga ini, berkembang biak begitu saja tanpa ada perawatan (Puji, 2013). Beberapa
ada,
Penelitian yang akan dilakukan mengenai
terdapat hubungan yang hampir sama, ya-
mitos ikan lele ini menggunakan metode
itu mitos ikan lele. Penduduk Lamongan
penelitian deskriptif. Metode penelitian
keturunan
dilarang
deskriptif merupakan suatu metode pene-
memakan atau menjual ikan lele; apabila
litian tentang suatu suku bangsa, dan ber-
melanggar maka ia akan mengalami gatal-
tujuan untuk menangkap sudut pandang
gatal serta kulit melupas dan belang-
dari suatu masyarakat yang ada hubung-
belang putih seperti kulit ikan lele dan
annya dengan kehidupannya dan dunia-
Mbah
penelitian
Metode
yang
Boyo-patih
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 159
Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
nya. Oleh karena itu, penelitian ini men-
dak berhasil menemukannya, Boyopatih
diskripsikan suatu kebudayaan dan me-
merasa telah diselamatkan oleh ikan lele
mahami suatu pandangan hidup dari su-
dari kejaran masa, akhirnya Boyopatih
dut pandang masyarakat yang di teliti
berkata bahwa anak turun temurunnya
dengan menggunakan istilah dan bahasa-
dilarang untuk memakan ikan lele, apabila
nya sendiri (Spradley, 1997: 62-70).
ada yang melanggarnya akan terkena ku-
Dalam menentukan informan, pe-
tukan penyakit gatal-gatal.
neliti menggunakan beberapa kriteria,
Beliau juga di makamkan di tempat
berdasarkan kriteria informan yang di-
tersebut dan di muliakan oleh masyarakat
tentukan, maka peneliti menentukan in-
setempat, bagi penduduk Lamongan yang
forman yang berjumlah tiga belas orang
masih mempunyai keturunan dari Mbah
dalam penelitian mitos ikan lele terhadap
Boyopatih apabila melanggar memakan
pandangan masyarakat Desa Medang ada-
atau menjual ikan lele dia akan mengalami
lah
Mbah
gatal-gatal serta kulit melupas dan juga
Boyopatih, Kepala Desa Medang dan Ma-
ada yang belang putih seperti kulit Ikan
syarakat Desa Medang maupun warga
lele dan mungkin tidak bisa di sembuhkan
pengunjung makam Mbah Boyopatih.
oleh obat dan medis kecuali datang ziarah
diantaranya
Juru
makam
ke makam Waliyulloh Mbah Boyopatih Asal Usul Mitos
untuk Tawassul yaitu berdoa memohon di
Dahulu ada seorang santri bernama Boyo-
beri kesembuhan atas penyakit yang dide-
patih beliau diutus oleh kyainya, untuk
ritanya, dan membasuh yang sakit dengan
mengambil sebuah pusaka yang di pinjam
air kolam makam Mbah Boyopatih.
oleh Mbok Rondo, seorang santri tersebut
Pantangan tersebut tidak berlaku
tidak berhasil meminta dengan cara yang
bagi orang Lamongan yang bukan asli ke-
baik, sehingga Mbah Boyopatih mengam-
turunan Mbah Boyopatih. Tapi meski be-
bil dengan menyerupa sebagai kucing,
gitu banyak orang dari luar Lamongan
akan tetapi cara tersebut diketahui oleh
yang sembuh dari penyakit kulitnya se-
Mbok Rondo dan akhirnya Mbok rondo
habis tawassul dan ziarah ke makam.
berteriak memanggil semua orang untuk mengejarnya, Boyopatih lari hingga sampai pada tempat Jublangan tempat ikan
Sejarah Makam Mbah Boyopatih Makam
Mbah
Boyopatih
dapat
lele, Boyopatih bersembunyi dilorong ju-
dikatakan sebagai makam yang sangat di
blang tersebut. Warga yang mengejar ti-
keramatkan
oleh
masyarakat
Desa
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 160
Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
Medang khu-susnya penduduk setempat.
Waliyullah, sehingga masyarakat Desa
Di karenakan jasa sang Waliyulloh yang
Medang patut untuk menghormatinya,
begitu
karomahnya
tanpa menabur bunga masyarakat Desa
(kesaktian) yang luar biasa. Tidak hanya
Medang terasa tidak afdhol. Apabila ada
masyarakat setempat saja yang datang
yang
berkunjung dan berziarah ke makam
tercapai maka mereka menyiapkan sesaji
Mbah
banyak
yang berupa tumpeng berbentuk kerucut
pengunjung yang berasal dari luar daerah
dengan nasi putih dilengkapi lauk pauk,
Lamongan
Gresik,
seperti lauk pauk tahu tempe, ikan
Tuban terdapat pula pengunjung yang
bandeng dan telur. Untuk penggunaan
berasal dari luar daerah Jawa Timur
lauk pauk terserah pada setiap individu
seperti Cirebon, Tanggerang dan Jakarta.
masing, penggunaan lauk pauk tidak
besar
serta
Boyopatih
melainkan
seperti,
Surabaya,
Suasana ini menunjukkan pada sa-
bernadzar
memiliki
keinginannya
makna
khusus,
telah
tetapi
at masyarakat setempat melakukan ziarah
masyarakat memaknai tumpeng sebagai
kubur setiap satu bulan sekali. Tradisi itu
lambang kesucian, dengan membawa tum-
biasa dilakukan pada Jum’at Pon. Akan
peng nasi putih masyarakat berasa seperti
tetapi
hari Kamis siang (malam Jum’at
terlahir kembali. Tumpeng tersebut nan-
Pon) sudah ramai di datangi peziarah dan
tinya akan di berikan kepada juru kunci
puncaknya pada Jum’at paginya.
atau masyarakat yang ingin memakannya. Pembawaan sesaji merupakan bentuk ra-
Prosesi ziarah kubur
sa syukur tercapai keinginan seseorang.
Sebelum melakukan ritual ziarah kubur, para peziarah mensucikan badan
Tata Cara Berziarah
terlebih dahulu. Bagi perempuan dilarang
Masyarakat
yang
mempercayai
berzia-rah saat menstruasi, dikarenakan
adanya mitos ikan lele ini tentunya
makam
merupakan
memiliki be-berapa permohonan yang di
tempat yang suci dan dilarang masuk dan
lakukan lewat doa-doa yang diharapkan
berdoa di dalam makam Mbah Boyopatih,
seperti
Mbah
Boyopatih
Ritual yang dilakukan yaitu membaca
doa-doa
akan
diberikan
kesembuhan, permohonan akan diberikan
dilanjutkan
ketenangan hidup secara lahir dan batin,
dengan ritual menabur bunga di makam
permohonan akan diberikan kekuatan dan
Mbah Boyopatih sebagai penghormatan
ketabahan dalam menjalani hidup, dan
bahwa
permohonan lain agar dapat terkabul atau
Mbah
kemudian
permohonan
Boyopatih
merupakan
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 161
Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
tercapai setelah melakukan ritual ini
hanya saja lauk pauknya ditempatkan
secara benar yang sesuai dengan tata cara
berbeda. Bagi masyarakat Desa Medang
urutannya. Di antara tata cara berziarah
tumpeng atau sesaji yang berupa nasi
tersebuat antara lain adalah:
putih, memiliki makna bahwa nasi putih
a) Pengobatan air Jublangan.
melambangkan kesucian (Wahyana, 2009:
Jublangan ini merupakan tempat
18).
persembunyian Mbah Boyopatih saat
Masyarakat membawa tumpeng se-
dikejar oleh masa, masyarakat sekitar
bagai tanda rasa syukur kepada Tuhan,
Desa Medang percaya air tersebut dapat
atas berkah yang di dapatnya, seperti rasa
dijadikan obat penyakit.
syukur di beri hasil pertanian yang memu-
Masyarakat Desa Medang dan pe-
askan, sehingga bernadzar membawa
ngunjung dari luar daerah sangat mem-
tumpeng. Ada juga yang membawa tum-
percayai bahwa air jublangan tersebut da-
peng karena diberi kesembuhan atas pe-
pat menyembuhkan segala penyakit, ter-
nyakit yang diderita, sehingga apabila
utama penyakit kulit yang disebabkan
sembuh maka mereka bernadzar mem-
oleh mitos ikan lele, dengan diusapkan
bawa tumpeng.
atau disiramkan pada bagian yang sakit,
c) Larangan mengambil sesuatu
masyarakat percaya doa yang diucapkan
Dalam
tiap-tiap
oleh diri individu akan segera dikabulkan.
permohonan
Proses penyembuhan dipercaya lewat air,
mempercayai adanya mitos ikan lele, ada
akan tetapi proses penyembuhan tergan-
sebuah larangan untuk mengucapkan doa-
tung pada individu masing-masing.
doa yang sifatnya jelek atau dengan
b) Sesaji atau Tumpengan
maksud mencelakai orang lain. Selain itu
Tumpengan
atau
individu
yang
disebut
juga terdapat larangan untuk mengambil
sesajen ini berupa nasi putih berbentuk
sesuatu yang ada di makam Mbah
kerucut de-ngan di lengkapi lauk pauk,
Boyopatih, misal larangan mengambil kain
adapun lauk pauk yang digunakan seperti
putih yang ada di atas petilasan makam
ikan bandeng, ayam, dan tahu tempe,
Mbah Boyopatih, mengambil air tanpa izin
dalam
petugas atau juru kunci.
penggunaan
yang
oleh
pengucapan
lauk
pauk
tidak
memiliki makna khusus, pemberian lauk pauk terserah pada setiap orang masingmasing. Akan tetapi ada yang membuat tumpeng tidak dilengkapi lauk pauk,
Makna Mitos Ikan Lele Masyarakat Desa Medang dapat dengan
mudah
mengintepretasikan
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 162
Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
makna tersebut sesuai dengan apa yang
Boyopatih, mereka tidak sa-dar bahwa itu
ada dalam pemikiran mereka dengan
adalah sebuah pembelajaran buat mereka
bebas dan dari sinilah muncul istilah
yang dilakukan seba-gai wujud untuk
keanekaan makna. Makna religi tampak
menghormati
menonjol pada aktifitas masyarakat Desa
tersebut dan mengenang mereka dalam
Medang yang memepercayai adanya Mitos
menyebarkan ajaran Islam.
jasa-jasa
tokoh-tokoh
ikan lele. Hal ini dapat di lihat dengan
Kebudayaan yang terus berkem-
awalan doa-doa yang diucapkan seperti
bang tidak serta menghapuskan semua
pembacaan Surat Al- Fatihah, Surat Yaasin,
kebudayaan lama yang telah ada, secara
dan Tahlil, serta permohonan doa-doa
filosofis kebudayaan Mitos ikan lele ini,
yang dikehendaki. Bagi masyarakat surat
sudah berlangsung secara turun temurun
Al-fatiha, surat Yaasin dan Tahlil memiliki
(terinkulturasi) dalam jangka waktu yang
arti yang berbeda dan makna yang
panjang. Meskipun beberapa masyarakat
berbeda pula.
Desa Medang sudah banyak yang sudah
Makna
edukatif
dalam
aktifitas
mengenal pendidikan, namun masyarakat
ziarah ke makam Mbah Boyopatih ini juga
Desa Medang ini masih memegang teguh
tampak menonjol pada keseluruhan ritual
dengan adanya mitos ikan lele, bahwa
tersebut. Beberapa masyarakat Desa Me-
orang Medang dilarang memakan ikan
dang secara sadar bahwa dalam beberapa
lele, tidak dapat di pungkiri bahwa ma-
hal mereka tidak dapat menyelesaikan
syarakat sudah mengalami perkembang-
persolan hidup mereka tanpa bantuan pi-
an seiring dengan pola pikir sekarang.
hak lain, dan pihak lain yang dimaksudkan di sini adalah bantuan Allah SWT lewat karomah Makam Mbah Boyopatih yang terkandung
dalam
mitos
ikan
lele.
Mitos, Kepercayaan dan Kebudayaan Setiap
kebudayaan
mempunyai
mitos yang dipercaya sebagai
suatu
Masyarakat percaya bahwa “kedekatan”
kebenaran oleh masyarakat. Meskipun
wali-yullah
yang
mitos merupakan cerita yang diperta-
berakibat pada diberikannya karomah
nyakan kebenarannya, tetapi mitos tetap
kepada beliau yang kemudian dapat
dibutuhkan agar manusia dapat me-
dirasakan lewat doa-doanya dan air
mahami lingkungan dan dirinya.
dengan
Allah
SWT
jublangan. masyarakat menjadikan doa-
Mitos
ikan
lele
tidak
hanya
doa itu sebagai sebuah ritual ketika
dipercaya oleh masyarakat Desa Medang
mereka datang berziarah ke makam Mbah
saja melainkan dari berbagai daerah se-
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 163
Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
perti Gresik, Tuban dan Surabaya. Mitos-
ritual seperti pada hari Jum’at Pon mereka
mitos tentang larangan memakan ikan lele
melakukan ziarah kubur di makam Mbah
tersebut dianalisis melalui tiga tahap
Boyopatih, ziarah kubur dilakukan dengan
perkembangan kebudayaan, tahap perta-
membaca doa-doa seperti membaca surat
ma yaitu tahap mitis, kedua tahap onto-
Yaasin, Tahlil, dan sholawat-sholawat.
logis, ketiga tahap fungsional. Pada tahap
Secara umum, agama merupakan
mitis menjelaskan sikap manusia yang
kepercayaan kepada Tuhan. Agama selalu
merasakan dirinya terkepung oleh kekuat-
melibatkan komunitas manusia. Selain itu,
an-kekuatan gaib di sekitarnya, seperti
agama juga sering disebut universal. Hal
kekuasaan dewa-dewa alam raya atau ke-
tersebut nampak pada agama pada ma-
kuasaan kesuburan, seperti dipentaskan
syarakat Desa Medang. Berbagai macam
dalam mitologi-mitologi yang dinamakan
munculnya kepercayaan dikarenakan oleh
bangsa-bangsa primitif. Namun, dalam ke-
banyak hal seperti dibentuk, disosialisasi-
budayaan modern pun sikap mitis masih
kan, diperkuat, dikontruksikan secara so-
terasa banyak dilakukan. Pada masyarakat
sial atau kultural, melalui determinan adat
Desa Medang masih mempercayai mitos
tradisi, negara dan agama. Ajaran agama
ikan lele, meskipun masyarakat Desa Me-
mempunyai peranan penting dalam mem-
dang sudah mengikuti budaya modern,
bentuk kepercayaan di masyarakat.
akan tetapi kepercayaan mengenai mitos ikan lele masih melekat.
Kepercayaan
merupakan
bagian
terpenting dalam mitos ikan lele, dengan
Pada tahapan ontologis masyarakat
adanya kepercayaan, masyarakat percaya
Desa Medang sudah mengenal pendidikan,
dunia supranatural. Dunia tersebut meru-
dengan begitu masyarakatnya telah ber-
pakan unsur dari dunia gaib, masyarakat
pikir realistis akan tetapi mereka masih
Desa Medang memiliki suatu kepercayaan
memegang kepercayaan mitos ikan lele
dengan meminum atau berwudlu air pada
walaupun ada masyarakat yang berang-
jublangan tersebut, akan diberi kesem-
gapan bahwa mitos ikan lele itu tidak rasi-
buhan penyakit yang diderita, terutama
onal. Akan tetapi pada kenyataannya ma-
penyakit gatal-gatal yang berkaitan de-
syarakat Desa Medang masih memegang
ngan mitos ikan lele. Air jublangan meru-
teguh kebudayaan mitos ikan lele.
pakan bentuk dari sebuah kepercayaan.
Pada tahapan fungsional ini masya-
Masyarakat Desa Medang percaya dengan
rakat Desa Medang masih mempercayai
meminum air jublangan, segala penyakit
mitos ikan lele dengan melakukan ritual-
akan dapat disembuhkan. Dengan adanya
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 164
Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
kepercayaan, masyarakat juga banyak
ada dapat menciptakan suatu kondisi yang
yang merasa diberi kesembuhan setelah
tenang dan harmonis yang merupakan
berziarah dan berwudlu air jublangan.
idaman setiap individu maka ia akan tetap
Keluarga merupakan bagian terke-cil dari masyarakat. Dari keluarga seorang
dijaga dan dipertahankan eksistensinya, Pada
masyarakat
Desa
Medang
anak belajar tentang nilai-nilai budayanya.
masih memegang dan mempertahankan
Agar kehadiran setiap individu diterima
kebudayaan mitos ikan lele, masyarakat
oleh lingkungannya, maka dia harus ber-
percaya bahwa mitos tersebut memiliki
perilaku sesuai norma-norma budayanya.
kekuatan gaib atau supranatural, walau-
Demikian halnya dengan anak-anak Desa
pun masyarakat Desa Medang menyadari
Medang, mereka mengetahui nilai-nilai
bahwa mereka sudah ada dalam kehi-
tentang mitos ikan lele melalui keluarga.
dupan modern akan tetapi masyarakat
Pengenalan nilai-nilai mitos ikan lele,
Desa Medang masih mempercayai adanya
seperti larangan memakan ikan lele di
mitos menurut Peursen, (1988: 34) me-
dapat melalui orang tua dan kerabat yang
ngatakan manusia yang merasakan diri-
lainnya misalnya nenek.
nya terkepung kekuatan-kekuatan gaib di-
Keharusan warga Desa Medang un-
sekitarnya, seperti kekuasaan dewa-dewa
tuk tidak memakan ikan lele di mulai sejak
alam raya atau kekuasaan kesuburan, se-
lahir. Oleh karena itu orang tua mulai
perti dipentaskan dalam mitologi bangsa
membiasakan untuk mengenalkan budaya
primitif. Namun, kebudayaan modernpun
yang ada pada masyarakat Desa Medang.
sikap mitis masih banyak terasa.
Beberapa larangan pada masyarakat Desa
Masyarakat percaya bahwa mitos
Medang yang berkaitan dengan mitos ikan
ikan lele memiliki kekuatan-kekuatan
lele seperti tidak boleh memakan ikan lele,
gaib, dengan kekuatan gaib itu, mitos ikan
memelihara ikan lele, menjual belikan
lele dipercaya mampu menyembuhkan
ikan lele bahkan masyarakat harus ber-
segala macam penyakit, lewat perantara
hati-hati dan selektif memilih makanan
berziarah, berdoa dan air jublangan yang
yang tidak mengandung unsur ikan lele.
dipercaya sebagai obat kesembuhan. Ma-
Seperti diketahui bahwa kebudaya-
syarakat melakukan ritual sesaji dengan
an cenderung dipertahankan masyarakat
menggunakan peralatan seperti tumpeng-
pendukungnya, jika dianggap cocok atau
an, yang terdiri dari nasi putih yang
masih dapat memenuhi kebutuhan ma-
berbentuk kerucut, dengan dilengkapi la-
syarakat tersebut. Jika kebudayaan yang
uk pauk, seperti ikan bandeng, ayam, dan
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 165
Muhibbatul Hasanah, “Mitos Ikan Lele (Studi DeskriptifMasyarakat Desa Medang Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan” hal. 157-166.
tahu tempe, ada juga dengan membawa
budayaannya. Meskipun masyarakat su-
bunga. Dengan melakukan ritual tersebut
dah mengenal zaman modernisasi, masya-
masyarakat percaya diberi kesembuhan.
rakat sudah mengenal berbagai teknologi, tetapi tidak menghilangkan kebudayaan
Kesimpulan
yang ada. Pada tahap fungsional masya-
Mitos ikan lele yang dipercaya oleh
rakat Desa Medang sudah mulai terbuka
masyarakat Desa Medang sejak jaman da-
dengan adanya ritual ziarah kubur, ma-
hulu, hal ini diwariskan secara turun
syarakat Desa Medang mem-bentuk relasi
temurun dari nenek moyang mereka,
baru dengan masyarakat luar.
pengenalan mitos ikan lele dimulai dari keluarga yang menjustifikasi kepercayaan
Daftar Pustaka
mitos ikan lele. Hal ini di tunjang fakta-
Harsojo (1988), Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta.
fakta di Desa Medang yang menjadikan sesorang itu percaya mitos ikan lele. Seperti banyak orang sakit atau terkena penyakit kulit yang diakibatkan setelah mengkonsumsi ikan lele, atau timbul belang setelah meng-konsumsi ikan lele. Banyak faktor yang melatabelakangi kepercayaan masyarakat Desa Medang terhadap mitos ikan lele seperti faktor agama atau kepercayaan dimana masyarakat Desa Medang memiliki kepercayaan dengan berziarah ke makam Mbah Boyopatih dan berdoa kepada Allah Perubahan perkembangan kebudayaan bersifat gradasi dari tahap mitis ke tahap ontologis dan fungsional. Pada tahap mitis masyarakat mempercayai mitos ikan lele berdasarkan kepercayaan kekuatan-kekuatan gaib. Pada tahap onto-logis
Koentjaraningrat (1981), Beberapa Pokokpokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Minsarwati, Wisnu (2002), Mitos Merapi dan Kearifan Ekologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. N.n. (1883), Naskah Riwayat Hari Jadi Lamongan. Lamongan: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Puji (2013), Mitos Telaga Rajang (http:// artikel penelitian.co.id) Diakses 27 januari 2013. Pukul 13.26 Roland Robeston (1988), Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi. Ed: Penerjemah Achmad Fedyani Saifuddin. Edisi 1. Cetakan 3. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Spradley, James. P. (1997), Metode Etnografi. Yogjakarta: PT. Tiara Wacana Yogjakarta. van Peursen, C. A. (1988), Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisus. Wahya, Giri, Mc (2009), Sajen dan Ritual Orang Jawa.Yogyakarta: Naras..
masyarakat mulai berfikir rasional akan tetapi masyarakat masih mempercayai ke-
BioKultur, Vol.II/No.2/Juli-Desember 2013, hal. 166