1
RITUAL PENGOBATAN NYANYA OKANG ORANG BAJO (Studi di Desa Bajo, KecamatanTilamuta, Kabupaten Boalemo) 1
Oleh Nita Iyabu, Ridwan Ibrahim*, Sainudin Latare** Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Email :
[email protected] ABSTRAK
NITA IYABU. 2015. Ritual Pengobatan Nyanya Okang Orang Bajo (Studi di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo), Skripsi, jurusan sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing (I) Ridwan Ibrahim, S.Pd., M.Si dan (II) Sainudin Latare, S.Pd. M.Si. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak pemerintah, masyarakat dan peneliti selanjutnya. Adapun masalah diungkap dalam penelitian ini adalah bagaimana proses ritual pengobatan Nyanya Okang pada masyarakat Suku Bajo di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo dan bagaimana makna dan simbol dari ritual pengobatan Nyanya Okang pada masyarakat Suku Bajo di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Interaksionisme simbolik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini merumuskan bahwa ritual pengobata Nyanya Okang orang Bajo yang ada di Desa Bajo masih sangat dipercaya dan diyakini oleh orang Bajo dapat menyembuhkan penyakit yang diantaranya adalah ketakutan, demam berkepanjangan (mata tinggi) dan sarampa. Ritual pengobatan Nyanya Okang adalah pengobatan yang mereka lakukan untuk supaya dapat mengembalikan kembali semangat (sumanga) orang sedang sakit yang diambil oleh saudara kembar mereka baik itu di laut dan di darat.
Kata Kunci: Ritual, Pengobatan Nyanya Okang, dan Orang Bajo
1
Nita Iyabu, 281410135, Jurusan S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Ridwan Ibrahim S. Pd, M. Si, Sainudin Latare S.pd, M.si
2
A. Latar Belakang Kehidupan Suku Bajo sangat dekat dengan laut, laut dapat dipandang sebagai budaya (tradisi) tersendiri yang mengacu pada kepercayaan dan praktek yang mengatur bidang kehidupan manusia yang relevan termasuk cara bagaimana budaya-budaya ini dikonseptualisasikan, dibatasi, distrukturkan, dan diatur. Seperti budaya obat Suku Bajo adalah ritual (Nyanya Okang) membangkitkan kembali semangat orang yang sedang sakit. Tidak ada jadwal atau tanggal upacara tertentu, tidak ada sebuah kesepakatan pun yang memprogram kegiatan-kegiatan tertentu. Misalnya, sajen untuk setan hanya akan diberikan bila ada orang sakit. Orang Bajo hanya akan bertindak apabila timbul suatu kesulitan (penyakit, gunaguna, masalah adat). Kebanyakan aturan Bajo ditunjukan untuk pencegahan. Dengan demikian, pada umumnya aturan tersebut diberikan untuk menghindarkan orang dari kelakuan yang buruk dan bukan untuk melaksanakan perbuatanperbuatan tertentu.2 Masyarakat Bajo yang ada dikawasan sepanjang pesisir pantai di Kecamatan Tilamuta Provinsi Gorontalo, merupakan komunitas masyarakat yang memiliki tradisi yang kental dengan ritual pemujaan terhadap penguasa laut (mbo) serta berkenaan dengan permohonan keselamatan dari berbagai bencana (penyakit). Keyakinan masyarakat Bajo bahwa ritual Nyanya Okang ini berkaitan dengan pemujaan terhadap penguasa laut dan saudara kembaran (kaka) yang dipercayai bahwa setiap kelahiran anak memiliki kembaran di laut (kaka) berupa gurita dan buaya. Sehingga jika salah satu diantara mereka ada yang sedang sakit, itu berarti sebagian semangat hidupnya (sumanga) telah diambil oleh saudara kembarnya ke laut dan sebagian lagi diambil oleh Dewata (Tuhan Yang Maha Esa) dan dibawa ke langit ketujuh. Dalam proses pengobatan Nyanya Okang yang dilakukan oleh orang bajo memiliki makna dan simbol tersendiri dari berbagai macam sesajian yang disediakan oleh mereka. Simbol-simbol tersebut dianggap sebagai media atau alat yang terkandung dalam budaya tersebut, yang terealisasikan dalam bentuk bahasa, benda atau barang, warna, suara dan tindakan atau perbuatan yang merupakan simbol-simbol budaya. Proses ini tidak lepas dari sejarah serta maksud dan makna simbolisme tradisi tersebut. Pengobatan tradisional salah satu diantaranya adalah pengobatan tradisional yang berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh orang masyarakat Bajo. Berkenaan dengan pengobatan tradisional orang Bajo dalam hal ini adalah Nyanya Okang tidak lepas dari ritual dan perantara dukun (sandro) sebagai tenaga supranatural yang paling mengerti dan memahami ritual pengobatan ini. Dukun (sandro) orang Bajo adalah orang yang membantu dalam upaya penyembuhan penyakit melalui tenaga supranatural. Model penyembuhanya pula dilakukan dengan cara model penyembuhan kesehatan tradisional, alat yang digunakan, obat yang digunakan terkadang memakai ritual yang semuanya memiliki simbol dan makna tersendiri. 2
Robert Zacot, Loc.,Cit, hlm. 195.
3
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) .Bagaimana proses ritual pengobatan (Nyanya Okang) pada masyarakat Suku Bajo di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo? (2). Bagaimana makna dan simbol dari ritual pengobatan (Nyanya Okang) pada masyarakat Suku Bajo di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo? B. Kajian Pustaka Suku Bajo Kata Bajo berarti baju dalam bahasa Indonesia atau “orang Bajo berasal dari Bajoe” (sebuah desa di Sulawesi Selatan). Suku Bajo adalah salah satu suku laut yang dimiliki oleh Indonesia. Menurut tulisan perjalanan antropolog Perancis Francois Robert Zacot dikatakan bahwa dari legenda Bajo Sulawesi Selatan suku ini dipercaya berasal dari sebutir telur. Ada juga legenda lain yang mengatakan bahwa di tempat orang Bajo dulu tinggal, banyak burung bertelur di atas pohon sehingga semua pohon tumbang dan menyebabkan banjir. Orang Bajo lantas memakai kayu pohon tersebut untuk membuat perahu agar bebas banjir. Inilah cerita yang mendasari kenapa orang Bajo lekat dengan sebutan manusia perahu (suku laut yang senang tinggal di soppe).3 Sistem Ritual Turner (1967)4 Banyak acara ritual yang bernilai simbolis tinggi dilaksanakan dan dikembangkan menjadi upacara besar. Ritual dalam kehidupan orang Bajo berhubungan dengan kepercayaan atau agama. Dalam kehidupan keagamaan ritual menjadi salah satu unsur yang dipakai untuk mensosialisasikan nilai-nilai dari agama kepada masyarakat. Ritual lebih menunjukan perilaku tertentu yang bersifat formal yang dilakukan secara berskala, bukan sekedar rutinitas yang bersifat teknis namun disadari keyakinan religius terhadap kekuasaan atau kekuatan mistis. Ritual ini dilakukan dalam wujud melakukan hubungan pertalian dengan agen-agen tertentu yang bukan manusia, tetapi jin dan setan, agar mereka tidak mengganggu manusia, atau memunculkan penyakit pada manusia.5 Sistem Budaya
3
Robert Zacot, Orang Bajo Suku Pengembara Laut, (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 56. Dalam Muhrizal Rahman,” Tradisi Walima di Desa Bongo Kecamatan Bone Pantai, Kabupaten Gorontalo,” Skripsi pada Program studi Sosiologi, Univeersitas Gorontalo, 2013, hlm. 11. 4
5
Aris,”Ritual Pencegah Penyakit Pada Masyarakat Muna di Sulawesi Tenggara,” Unnes jurnal Vol. 4 No. 1 November Tahun 2012, hlm. 1.
4
Masyarakat dan budaya merupakan dua aspek yang tidak dapat terpisahkan. Dalam arti bahwa setiap kelompok masyarakat entah itu masyarakat yang bersifat tradisional maupun modern pasti memiliki suatu budaya yang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat pendukungnya. Karena budaya itu melekat pada individu-individu dalam suatu komunitas yang diwujudkan dalam bentuk nilainilai, sikap, kepercayaan, norma, hukum dan sistem perilaku. Koentjaraningrat berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia6. Yaitu : (1) Sistem religi dan upacara keagmaan (2) Sistem sosial dan organisasi kemasyarakatn (3) Sistem pengetahuan (4) Bahasa (5) Kesenian (6) Sistem Mata pencaharian hidup (7) Sistem teknologi dan peralatan. Konsep Sehat dan Sakit Dalam menghadap penyakit seperti yang dinyatakan Foster dan Anderson7 manusia telah mengembangkan suatu pengetahuan yang luas dan komplek, yang mencakup kepercayaan, teknik, peranan, norma, nilai, ideologi, sikap, kebiasaan, ritus, dan berbagai lambang (simbol) yang satu sama lain bertalian erat dan membentuk suatu kekuatan. Inilah yang melahirkan suatu sistem kesehatan, yang merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keterampilan, dan praktek yang secara komprehensif. Penyakit merupakan suatu produk budaya. Menurut Geest dalam masyarakat berbeda penyakit dinyatakan secara berbeda, dijelaskan secara berbeda, dan dikonstruksikan secara berbeda pula. Teori penyakit menurut Foster dan Anderson8 mencakup kepercayaan terhadap kodrat kesehatan, sebab musabab penyakit, berbagai ragam obat, dan tehnik penyembuhan. Dalam sistem teori penyakit diungkapkan sebab menurunnya kesehatan. Dalam teori penyakit tradisional umpanya disebutkan, antara lain, karena orang tersebut telah melangar pantangan atau telah terjadi gangguan keseimbangan antara unsur panas dan dingin dalam tubuh. Dalam masyarakat-masyarakat dimana penyakit dijelaskan melalui pengertian personalitik, sebagai akibat dari kemarahan para dewa, hantu, roh, dan tukang sihir, demonstrasi atas kekuatan-kekuatan sang dukun meyakinkan bahwa manusia juga memiliki kekuatan untuk menjaga dirinya terhadap kekuatan jahat dibumi maupun kekuatan supranatural.9 Hal ini dapat dilihat pada orang Bajo, keterikatan orang bajo pada praktikpraktik nenek moyang mereka dan keengganan mereka untuk minum obat. Penyakit dan sesajen dan persiapannya adalah hal-hal yang terlalu berat untuk diremehkan. Bagi orang Bajo, hal ini memiliki logika yang jelas. Ia tahu dari mana datangnya penyakit dan bagaimana cara mengobatinya. Ia harus mengikuti aturan yang berlaku. 6
Dalam Rafael Raga Maran, Loc., Cit, hlm. 46-47. Dalam Sianipar, Alwisol, Munawir Yusuf, Dukun, Mantra dan Kepercayaan Masyarakat, (Makassar: Grafikatama, 1992), hlm. 2. 8 Dalam Sianipar, Alwisol, Munawir Yusuf, Loc.,Cit, hlm. 4. 9 Foster/Anderson, Loc.,Cit, hlm. 140. 7
5
Interaksionisme Simbolik Teori interaksionisme simbolik menurut Herbert Mead adalah; (1) Manusia bertindak terhadap benda berdasarkan “arti” yang dimilikinya, (2) Asal muasal arti atas benda-benda tersebut muncul dari interaksi sosial yang dimiliki seseorang, (3) Makna yang demikian ini diperlakukan dan dimodifikasikan melalui proses interprestasi yang digunakan oleh manusia dalam berurusan dengan benda-benda lain yang diterimanya.10 Pada dasarnya segala bentuk upacara-upacara peringatan apa pun yang digunakan masyarakat adalah simbolisme. Upacara-upacara vokal adalah yang paling mungkin menjadi simbol signifikan, meskipun tidak semua vokalisasi adalah simbol-simbol yang demikian. Sekumpulan isyarat vokal yang paling mungkin menjadi simbol signifikan adalah bahasa. Bahasa sebagai suatu simbol yang menjawab suatu makna di dalam pengalaman individu pertama dan yang juga membangkitkan makna itu pada individu kedua. Simbol-simbol verbal (bahasa) adalah penting karena selalu dapat mendengarkan diri sendiri walaupun tidak selalu bisa melihat tanda-tanda tersebut. Tetapi, bisa berpengaruh pada diri sendiri dan orang lain yang mendengarkan.11 Bahasa juga dapat melahirkan tingkah laku lainnya yang dapat menunujukan reaksi atau respon terhadap rangsangan-rangsangan yang datang kepada dirinya. Pendekatan interaksionisme simbolik merupakan salah satu pendekatan yang mengarah kepada interaksi yang menggunakan simbol-simbol dalam berkomunikasi, baik itu melalui gerak, dan bahasa, sehingga akan mucul suatu respon terhadap rangsangan yang datang dan membuat manusia melalukan reaksi atau tindakan terhadap dalam rangsangan tersebut. Manusia mempelajari simbolsimbol dan juga makna-makna di dalam interaksi sosial, sementara manusia merespons tanda-tanda tanpa pikir panjang, mereka merespons simbol-simbol di dalam cara yang penuh pemikiran. Orang sering menggunakan simbol-simbol untuk mengomunikasikan sesuatu tentang diri mereka sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut ritual Nyanya Okang adalah sebuah ritual yang dilaksanakan sewaktu-waktu jika ada masyarakat yang sakit, mengembalikan kembali semangat orang yang sakit. Melalui ritual Nyanya Okang penyakit tersebut bisa disembuhkan denga jalan meminta, memohon akan keselamatan yang ditunjukan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta makhluk lainnya (roh), memiliki nilai-nilai, makna dan simbol-simbol tersendiri dalam ritual pengobatan Nyanya Okang yang dilakukan dengan bahasa (mantra) yang dapat melahirkan respon dan rangsangan-rangsangan individu dari tindakan yang dilakukan kepada dirinya. Dalam kepercayaan orang Bajo bahwa semangat hidup orang yang sedang sakit itu mirip seperti bola kecil, itu adalah orang juga, tetapi kecil sekali. Peran sandro sangat dibutuhkan oleh orang yang sedang sakit yaitu tali sumanga, yang
10
Nuryani Tri Rahayu,” Teori Interaksi Simbolik dalam Kajian Komunikasi,” Jurnal WidyatamaVol. 19 No.1 Tahun 2010, hlm. 99. 11 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2007), hlm. 100.
6
memanggil kembali semangat hidup, setan yang akan memutuskan. Yang penting, kata orang Bajo, obat-obat sudah diberikan.12 C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu metode penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah.13 Penelitian kualitatif diarahkan pada latar individu secara holistik. Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu dan organisasi ke dalam variabel atau hipotesis.14 Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif guna memberikan gambaran terhadap persoalan-persoalan yang diangkat dalam penelitian ini, sekaligus penjelasan dan menggambarkan tentang hal-hal yang menarik dan unik yang ditemukan dalam Ritual Pengobatan Nyanya Okang Orang Bajo Studi di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boaelmo. Data yang dikumpulkan oleh peneliti dari penelitian ini yaitu bersumber dari data sekunder dan primer. Untuk memperoleh data di lapangan, maka peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dokumentasi seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono.15 Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajar, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.16 Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini yakni: (1). Reduksi Data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. (2) Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menarasikannya dalam bentuk teks tertentu yang terorganisir secara sistematis. Dan langkah yang terakhir yaitu verifikasi data. (3) Verifikasi data dimaksudkan untuk menarik kesimpulan dari keseluruhan yang telah direduksi dan didisplay guna menampilkan makna umum dan elemenelemen data yang ada sebagai hasil akhir penelitian. Tindak lanjut dari verifikasi data adalah menyusun.
12
Robert Zacot, Loc.,Cit, hlm. 265. Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 25 13
14
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Posdakarya, 2013), hlm 5 15 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 62. 16 Bogdan dan Biklen. (1982), dalam Moleong (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Posdakarya, hlm. 248.
7
D. Hasil penelitian dan pembahasan Karakteristik Ekonomi dan Sosial Budaya Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo merupakan salah satu tempat yang memiliki karakateristik ekonomi, sosial dan budaya masyarakatnya sendiri seperti: a. Di Desa Bajo menjadi pusat pertumbuhan ekonomi bagi penduduknya dengan bermata pencaharian sebagai nelayan sehingga mendapatkan hasil-hasil laut. b. Penduduk Bajo memiliki kegiatan sosial ekonomi yang lebih kepada air, dan darat. Namun sumber kehidupan orang-orang Bajo lebih besar di laut dengan memeperoleh hasil-hasil yang ada di laut. Hasil utama yang diperoleh dari kegiatan melaut adalah ikan yang ditangkap dengan cara memanah, memancing, memasang pukat atau jaring, bagang, memasang rumpon. Hasil-hasil tangkapan yang sering didapatkan oleh nelayan orang Bajo ini adalah udang, ikan batu, rumput laut, teripang, kerangkerangan laut, ikan tuna dan masih banyak lagi jenis ikan lainnya. Banyak dari orangg-orang Bajo sering membuat perahu sendiri, bahkan masih ditemukan perahu soppe yaitu perahu yang bisa menjadi tempat tinggal bagi orang Bajo berbentuk seperti rumah. Namun perahu soppe orang-orang Bajo yang ada di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta, sudah banyak yang beratapkan plastik berwarna. Tetapi masih ditemukan perahu soppe yang beratapkan seng, dan daun rumbia. Kendaraan yang digunakan oleh nelayan Bajo ini untuk pergi ke laut sekaligus mencari hasil-hasil laut adalah perahu bermotor (perahu dengan meggunakan mesin) yang kadang juga sering digandengkan dengan sampan sebagai tempat menampung hasil tangkapan atau kebutuhan lainnya. Kendaraan tersebut sekaligus menjadi alat transportasi atau alat komunikasi. Karena, itu setiap rumah di desa tersebut memiliki perahu dan bahkan ada yang memiliki lebih dari satu buah perahu. Hasil-hasil tangkapan nelatan orang Bajo yang diperoleh dari laut biasanya ada yang langsung di jual di Tempat Pelelangan Ikan Tilamuta, di pasar-pasar melalui pedagang-pedagang kecil. Selain hasil tangkapannnya dijual, ada juga yang diawetkan dengan cara dijemur dengan cara penggaraman. Dari hasil tangkapn nelayan Bajo tersebut ada juga yang dikonsumsi oleh mereka sendiri. c. Masyarakatnya masih terbiasa hidup di laut bahkan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan laut. Misalnya orang-orang Bajo ini memiliki suara yang sangat keras ketika bercerita dengan orang-orang yang ada dihadapan dan disekeliling mereka. d. Desa Bajo menjadi salah satu tempat wisata yang ada Di Kabupaten Boalemo. Tetapi masih belum dimanfaatkan oleh pemerintah setempat. e. Kebutuhan air bersih sampai denga sekarang ini menjadi salah satu masalah besar yang ada di Desa Bajo. Karena, mereka mengalami kesusahan untuk mendapatkan air bersih. Sehingga, yang menjadi alternatif dari orang-orang Bajo dan masyarakat lainnya yang tinggal di Desa Bajo adalah membeli air pertangki yang dihargai dengan harga 20.000 per tangki. Setiap harinya orang-
8
orang yang ada di Desa Bajo harus membeli air untuk kebutuhan mereka sehari-hari seperti mencuci dan mandi. Namun air yang sering digunakan oleh mereka untuk memasak adalah air aqua. f. Tempat pemukiman orang-orang Bajo yang berada di atas air laut cenderung rapat, masih sangat banyak rumah-rumah orang Bajo yang kumuh dan tidak tertata rapi. g. Pada umumnya orang-orang Bajo belum memiliki kesadaran diri terhadap tempat tinggal mereka, banyak dari mereka yang masih membuang sampah dan menimbun sampah misalnya pembugkus snak dan sampah lainnya sebarangan yang sering terapung di air laut yang berada baik itu disekeliling rumah orangorang Bajo dan di bawah rumah mereka. Sehingga, menimbullkan bau dan merusak pemandangan Desa Bajo. h. Orang-orang Bajo masih kurang memiliki pengetahuan tentang lingkungan. Masih banyak dari mereka yang kurang sadar akan lingkungan sehat yang kurang diperhatikan oleh mereka. Ritual Pengobatan Nyanya Okang Orang Bajo Ritual Nyanya okang merupakan salah satu ritual pengobatan yang dilakukan oleh orang Bajo untuk memohon dan meminta keselamatan kepada Papu Allah Ta’ala (Allah SWT) dan tentunya kepada makhluk halus atau roh-roh nenek moyang yang merupakan kepercayaan orang Bajo terhadap suatu kekuatan seperti yang dikatakan oleh ibu Rusli C Iding: “Pengobatan Nyanya Okang seperti misalnya, ketika ada perempuan Bajo yang melahirkan dan tali pusat bayi tersebut sudah jatuh tiga hari, maka pengobatan Nyanya Okang yang akan dilaksanakan oleh orang Bajo. Apalagi, jika bayi itu sering menangis. menurut orang Gorontalo seperti duwitolo tapi menurut kami orang Bajo itu ketakutan. Kemudian jika bayi tersebut dilahirkan di rumah sakit, maka kami orang Bajo melaksanakan ritual itu tapi hanya menyediakan benang putih dan uang 100 rp yang kami bawa di rumah sakit, dan benang berwarna putih tersebut akan diikatkan ditangan bayi”. Jika dilihat dari hasil wawancara dengan ibu Rusli C Iding bahwa Orang Bajo memilki keyakinan dan kepercayaan dengan adanya ritual pengobatan baik itu ritual Nyanya Okang orang Bajo harus percaya dan yakini bahwa semua piddi tidak selamanya dapat disembuhkan dengan tenaga medis, bantuan dokter, perawat dan lain-lain. Namun ada penyakit yang harus dilakukan dengan ritual pengobatan Nyanya Okang yaitu mengembalikan kembali semangat orang yang sedang sakit ini diantaranya adalah ketakutan. Selain dari pada ibu Rusli, ibu Marhatin pun menuturkan bahwa ritual pengobatan Nyanya Okang juga sering dilaksanakan ketika ada orang Bajo yang sedang sakit, selain dilakukan pada perempuan Bajo yang melahirkan sesuai dengan penuturan ibu Marhatin Udi: “Nyanya Okang boleh dilaksanakan ketika ada orang Bajo yang sedang sakit seperti demam tinggi sekaligus mata tinggi, dan dengan
9
tubuh orang yang sedang sakit timbul bercak-bercak merah, jika dalam bahasa Bajo bubua”. Dilihat dari penuturan ibu Marhatin Udi pelaksanaan ritual pengobatan juga bisa dilakukan ketika ada orang yang sedang sakit demam tinggi artinya orang yang sedang demam berkepanjangan, dan penyakit yang dirasakan oleh orang yang sedang sakit (demam) didalam tubuhnya, pengobatan Nyanya Okang ini dilakukan agar supaya demam didalam tubuh orang yang sedang sakit bisa keluar sehingga muncul bercak-bercak merah seperti sarampa. Dalam kehidupan orang Bajo dikenal dengan bubua. Tradisi orang Bajo ini tidak lepas dari keyakinan mereka terhadap penguasa laut, maka dari itu mereka harus menyediakaan beberapa macam sesajian yang akan dipersembahkan terhadap penguasa laut dan saudara kembar mereka di laut, karena mitos yang berkembang dari orang Bajo ini adalah, ketika sanak keluarga atau salah seorang dari orang Bajo sedang mengalami gangguan kesehatan atau sedang sakit, maka semangatnya telah diambil oleh saudara kembar mereka ke laut. Sehingga, dengan adanya ritual pengobatan Nyanya Okang ini akan mengembalikan kembali semangat orang yang sedang sakit tersebut kepada dirinya atau tipamuli. Orang Bajo sudah mengenal medis dalam hal ini peran dokter dan rumah sakit. Namun, jika penyakit itu hanya bisa disembuhkan dengan pengobatan Nyanya Okang maka alternatif utama yang menjadi pilihan pengobatan orangorang Bajo adalah ritual pengobatan Nyanya Okang. Penjelasan Turner 197417 tentang ritual sesungguhnya telah memberi gambaran pada apa yang ia sebut dengan simbol. Hal ini mirip ditunjukkan oleh Suku Bajo di Kecamatan Tilamuta tentang tradisi ritual pengobatan Nyanya Okang Orang Bajo sebagai suatu sesembahan yang secara terus-menerus dan turun-temurun dilakukan dengan penuh khusuk dan menyertakan simbol-simbol di dalamnya. Proses Pengobatan Nyanya Okang Prosesi ritual pengobatan Nyanya Okang hanya dapat dilakukan sore hari pada pukul 17.30 WIT ditandai dengan proses memutarkan sarana dan bahanbahan yang sudah diberi mantra (jejampi) oleh dukun sebanyak tiga kali. Sebelum proses pengobatan dimulai ada beberapa hal yang harus diikuti oleh mereka mengenai pamali saat dalam proses pengobatan seperti yang telah dikatakan oleh Bapak Tete Tendong: “ketika sandro mengobati orang yang sedang dengan proses pengobatan Nyanya okang dia harus melakukan prosesi tersebut pada sore hari pukul stengan enam sore, pengobatan ini tidak bisa dilakukan pada pagi hari. Kemudian orang yang sedang sakit harus memperhatikan pantangannya yaitu tidak bisa ribut, tidak bisa mengeluarkan kata-kata kasar, bagitu juga dengan orang yang ada di saat pengobatan”. 17
Dalam Muhammad Alkautsar, Loc., Cit, hlm. 80.
10
ada beberapa pamali atau pantangan yang harus diikuti oleh pasien dan orang-orang yang berada di sekeliling rumah serta orang yang melihat proses ritual pengobatan Nyanya Okang seperti yang telah dikatakan oleh Bapak Tete Tendong bahwa tidak bisa ribut dalam artian harus jauh dari keramaian dan dilarang berkata kasar ketika proses pengobatan sedang berlangsung. Pada tahapan selanjutnya sandro akan meletakkan sarana dan bahan-bahan yang telah digunakan pada pasien yang kemudian diletakkan di darat maupun di laut seperti yang telah dikatakan oleh bapak Ruswin C Idng (38 Tahun) sebagai berikut: “sesajian atau sarana dan bahan-bahan yang telah digunakan oleh sandro pada pasien diawal pengobatan akan diletakkan di darat maupun di laut. Namun, sekarang ini orang Bajo yang ada di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta sudah mulai mengalami perubahan kebudayaan khususnya tradisi membuang ari-ari ke laut. Jika ada anak-anak yang masih bayi sedang sakit, maka sesajian tersebut akan diletakkan di ari-ari yang telah dikubur. Tetapi jika ada orang-orang Bajo yang sedang sakit (demam tinggi) atau terkena sarampa maka sesajian tersebut bisa diletakkan di depan rumah atau di belakang rumah”. Sesajian yang telah diletakkan oleh sandro baik itu di depan rumah maupun di belakang rumah harus menyalakan lileng (lilin) pada pukul 18.00 WIT atau menjelang magrib. Sesajian ini akan berlangsung selama tiga hari. Sejalan dengan pendapat M. Rais Amin (2008)18 yang mengatakan bahwa setiap jenis benda-benda yang disajikan dalam ritual, baik itu yang berbentuk makanan maupun yang berbentuk benda, seperti lilin, sirih, dan bahan-bahan sesembahan memiliki makna tersendiri yang tidak jauh dari pemaknaan secara kontekstual. Betapapun situasi dan kondisi orang-orang Bajo yang ada di Desa Bajo waktunya untuk melaksanakan ritual pengobatan Nyanya Okang harus menyiapkan makanan dengan segala kelengkapannya dan menyempurnakan segala rangkaian prosesi jalannya ritual. Kondisi yang tampak dalam gambar di atas sejalan dengan pendapat Baedawi (2008)19 bahwa masyarakat yang mempunyai kepercayaan terhadap kekuatan gaib akan sering melakukan ritual tertentu dengan memberikan sesaji kepada kekuatan gaib dengan maksud agar hubungan baik dengan kekuatankekuatan itu terjalin dan masyarakat bisa dijauhkan dari bencana. Selanjutnya sandro akan melanjutkan kembali proses penyiraman dengan air dan doi (uang 100 Rp) yang berada di pau pote (gelas putih). Namun, salah satu dari ketiga tembakau dan daun enau kering yang telah diikat dengan benang putih, harus diambil dan dibawa oleh sandro ke dalam rumah untuk melanjutkan proses pengobatan yang selanjutnya yakni memasang tembakau dan daun enau yang sudah diikat, kemudian sandro harus menghisapnya sekali, dan mematikannya. Kemudian langsung melanjutkan proses selanjutnya yakni meniup kepala pasien yang sedang sakit sebanyak tiga kali, yang ketiga kalinya sandro akan memberikan mantra (jejampi) kepada pasien. 18
Dalam Muhammad Alkautsar, Loc., Cit, hlm. 91. Dalam Muhammad Alkautsar, Loc., Cit, hlm. 93.
19
11
Mantra (jejampi) ketiga Bismillahirrahmanirrahim Molleko sumangamu Matampana Terjemahan Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Pulanglah kamu roh ketubuhmu Pulanglah saja roh kedalam diri kamu Pada mantra (jejampi) ketiga ini mengandung makna perintah yang diberikan oleh sandro kepada makhlus halus (roh) agar bisa kembali ke tempat asalmu, artinya setiap dari kehidupan manusia pasti akan mengalami kematian yang kembali keasalnya. Sekaligus sandro akan mengembalikan kembali semangat orang yang sedang sakit dengan cara membuyikan jari-jari tangan sandro, jika jari-jari tangan sandro berbunyi maka pengobatan dinyatakan telah selesai dan harus melanjutkan pada prosesi selanjutnya. Tetapi, jika jari-jari tangan sandro tidak berbunyi maka harus mengulang kembali proses pengobatan Nyanya Okang dari tahapan awal seperti yang telah dikatakan oleh Ibu Dasima Budu sandro yang mengobati orang yang sedang sakit. “Setelah proses pemasangan rokok telah selesai, dilanjutkan dengan meniup kepala orang yang sedang sakit. Sambi membunyikan jari-jari tangan, disitu bisa diketahui apakah pengobatan berhasil atau tidak, jika jari-jari tangan sandro tidak berbunyi maka harus mengulang pengobatan dari tahap awal” Pada proses ritual pengobatan Nyanya Okang pada tahapan terakhir yaitu mengikat benang putih dipergelangan tangan orang yang sedang sakit. Dan, meletakkan rokok yang terbuat dari tembakau dan daun enau yang telah dipasang sebelumnya, kemudian diletakan dibawah bantal kepala orang yang sedang sakit, sehingganya mahluk halus tidak dapat mengganggu orang yang sedang sakit. Ritual pengobatan Nyanya Okang orang Bajo ini akan berlangsung selama tiga hari, di rumah orang yang sedang sakit baik itu binna’ pote (benang putih) yang sudah diikat oleh sandro dipergelangan tangan pasien. Dan, juga membiarkan sesajian yang sudah diletakkan di depan rumah selama tiga hari. Namun harus menyalakkan sesajian tersebut pada saat menjelang magrib. Dukun yang melakukan ritual menciptakan kekuasaan terhadap diri sendiri dan terhadap kelompok masyarakat dengan menciptakan simbol yang berupa bahan-bahan sesajian, bahasa mantra, bentuk ritual dan sistem ritual. Berdasarkan hal tersebut menggambarkan sebuah siklus adanya relasi kekuasaan terhadap pengetahuan tentang ritual.20 Begitu juga dalam pelaksanaan proses ritual pengobatan juga ada aturanaturan mengenai cara-cara dalam ritual, waktu pelaksanaan ritual dan tempat pelaksanaan ritual yang kesemuanya ini akan melahirkan sebuah kekuasaan karena tempat, waktu dan cara-cara pelaksanaan prosesi ritual tersebut sudah ditentukan dan tidak boleh dirubah oleh siapapun. 20
Irsyan Basri. Loc. cit hlm.33.
12
Makna dan Simbol Pengobatan Nyanya Okang Brodbeck21 membagi makna menjadi tiga corak: a. Makna pertama adalah makna inferensial, yaitu makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep, yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau referen). Satu lambang dapat menunjukan satu rujukan. b. Makna yang kedua menunjukan arti atau suatu istilah yang dihubungkan dengan konsep-konsep lain. c. Makna yang ketiga adalah intensional, yaitu makna yang dimaksud oleh seseorang pemakain lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secara empiris atau dicarikan rujukannya. Makna ini terdapat pada pikiran orang, anya dimiliki dirinya saja. Dua makna intensional boleh jadi serupa tapi tidak sama. Hal ini dapat dilihat dalam penyediaan sesajian terdapat simbol dan makna yang terkandung di dalamnya yang dapat dipelajari dan diketahui oleh setiap masyarakat, diantaranya adalah sesajian yang terdapat dalam ritual pengobatan Nyanya Okang orang Bajo, dalam setiap pengobatan Nyanya Okang orang Bajo ada berbagai macam makna yang ada dalam simbol tersebut. Seperti penuturan Bapak Kasmun Supu (50 Tahun) sebagai berikut: “bahwa dalam setiap ritual pengobatan harus menyediakan sarana dan bahan-bahan (sesajian) khususnya pengobatan Nyanya Okang, didalam sesajian pengobatan Nyanya Okang orang Bajo mengandung makna tersendiri. Misalnya, lilin, kain putih, piring putih, dan gelas putih, bagi orang Bajo semua itu memiliki makna tersendiri”. Dari hasil wawancara dengan bapak Kasmun Supu 50 Tahun bahwa, dalam pengobatan Nyanya Okang orang Bajo memiliki simbol dan makna besar dalam kehidupan orang-orang bajo. Dalam setiap bahan-bahan yang diperlukan dalam pengobatan Nyanya Okang mempunyai simbol dan makna tersendiri, seperti lileng (lilin) bagi mereka untuk menerangi jiwa dalam hal ini orang yang sedang sakit. Tetapi lilin tersebut diletakkan di depan rumah, di belakang rumah, atau dikubur saudara (kaka) orang yang sedang sakit. Dan, bida’ pote (kain putih), pigang pote (piring putih), dan pau pote (gelas putih), mempunyai makna yang sangat besar. Ini merupakan simbol bahwa manusia terlahir dalam keadaan suci, dan saat manusia kembali keasalnya maka yang menjadi simbol dari manusia tersebut adalah kain yang berwarna putih. Namun dalam pelaksanaan pengobatan Nyanya Okang yang digunakan adalah kain putih, piring putih, dan gelas putih. Nyanya Okang dalam kehidupan orang Bajo memilik makna besar bagi mereka. Menurut orang Bajo ketika ada orang Bajo yang sedang sakit maka pengobatan Nyanya Okang yang menjadi plihan dari orang-orang Bajo. Karena, mereka meyakini bahwa kesembuhannya cepat dibandingkan pengobatan dokter. Berbicara tentang simbol, sudah tentu tardapat makna dibalik pesan yang disyarakatkan oleh simbol-simbol itu sendiri. Semua makna budaya diciptakan
21
Ibid
13
dengan menggunakan simbol. Kata James P. Spradley bahwa makna hanya dapat disimpan di dalam simbol.22 Hal ini dapat dilihat dalam penyediaan sesajian terdapat simbol dan makna yang terkandung di dalamnya yang dapat dipelajari dan diketahui oleh setiap masyarakat, diantaranya adalah sesajian yang terdapat dalam ritual pengobatan Nyanya Okang orang Bajo, dalam setiap pengobatan Nyanya Okang orang Bajo ada berbagai macam makna yang ada dalam simbol tersebut. Seperti penuturan Bapak Kasmun Supu (50 Tahun) sebagai berikut: Lileng (lilin) Merupakan alat untuk menerangi jiwa supaya tidak ada rasa ketakutan bagi orang yang sakit. bida’ pote, pigang pote, dan pau pote (kain putih, piring putih, dan gelas putih) Adapun bahan-bahan lain yang memiliki simbol dan makna yang besar dalam pengobatan Nyanya Okang seperti yang dijelaskan oleh bapak Dingo Hal (35 Tahun) sebagai berikut: “selain lileng, bida’ pote, pigang pote dan pau pote dalam pengobatan Okang ada bahan-bahan lain yang digunakan yang mempunyai makna besar bagi orang-orang Bajo seperti benang putih, beras putih, nasi putih, daging kelapa mudah yang berwarna merah, sirih, pinang, kemenyang, tembakau, dan daun enau yang digulung menjadi rokok”. Binna’ pote (benang putih) mempunyai makna untuk mengikat jiwanya supaya tidak keluar dari dirinya maksudnya bahwa dimana jiwa orang yang sedang sakit tidak dapat lagi diganggu oleh makhluk halus. Buas pote (beras putih) dan saloka ngurah (daging kelapa mudah) yang berwarna merah bagi orang Bajo memiliki makna sebagai zakat fitrah yang disetiap bulan ramadhan wajib dikeluarkan oleh setiap orang, baik itu perempuan maupun laki-laki yang memiliki tujuan dan fungsi untuk menghapus dosa-dosa. Begitu juga dalam pengobatan Nyanya Okang beras putih dan daging kelapa mudah sebagai penghapus dosa terutama bagi orang yang sedang sakit. Kinakan pote (nasi putih), pina’ (pinang), dan komba (sirih) Mempunyai makna dalam kehidupan orang Bajo bahwa dalam bahan-bahan ini memiliki makna dimana nasi putih, pinang, dan sirih merupakan makanan bagi roh-roh (makhlus halus). Roh yang dimaksud bagi orang Bajo yaitu roh yang dianggap sebagai saudara (kaka) bagi orang yang sakit. Rokok yang terbuat dari tembakau dan daun enau bagi orang Bajo mempunyai makna sebagai penghormatan kepada roh. Kaminnyang (kemenyan) Mempunyai makna bagi orang Bajo yakni dapat memanggil jiwanya untuk datang kepada dirinya. Artinya, memanggil roh-roh saudara
22
Jumiaty, Loc., Cit, hlm 13
14
orang yang sedang sakit (kaka) untuk bisa datang dan mengembalikan kembali semangat orang sedang sakit yang telah diambil. Dari hasil wawancara dengan Bapak Dingo Hal bahwa bahan-bahan dalam hal ini simbol yang telah digunakan dalam proses pengobatan Nyanya Okang bagi orang Bajo memiliki makna masing-masing dalam kepercayaannya bahwa bahanbahan ini memiliki kemampuan untuk bisa digunakan dalam pelaksanaan pengobatan yang dilakukan oleh sandro orang Bajo. E. Kesimpulan dan saran a. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya sebagai berikut: 1. pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai budaya dan kepercayaan ritual pengobatan Nyanya Okang orang Bajo yang nampak tercermin dari proses pelaksanaannya jika ada orang yang sedang sakit. Maka, yang menjadi alternatif dari orang-orang Bajo adalah melaksanakan ritual pengobatan Nyanya Okang. Ritual pengobatan ini adalah salah satu ritual yang yang sederhana yang dimiliki dan diyakini dapat menyembuhkan penyakit diantaranya adalah ketakutan, demam berkempanjangan dan sarampa. 2. Ritual pengobatan Nyanya Okang adalah salah satu kepercayaan orang Bajo bahwa dalam kehidupan ini, mereka memiliki saudara kembar yang terlahir dari adat dan tradisi orang Bajo. Khususnya dalam proses kelahiran. Mereka, memiliki sauadara kembar yang ada di laut dan di darat, karena tradisi orang Bajo tamuni (ari-ari) anak tersebut akan dilemparkan ke laut. Namun sekarng adat dan tradisi ini sudah mulai mengalami perubahan. Mereka sudah mulai mengadopsi adat dan tradisi suku Gorontalo yakni mengubur ari-ari. 3. Dalam pelakasnaan ritual pengobatan Nyanya Okang harus menyediakan sarana dan materi yang akan digunakan didalam prosesi pengobatan yang dilaksanakan di rumah orang yang sedang sakit dengan pamali atau pantangan jauh dari keramaian dan tidak bisa berkata-kata kasar saat proses pengobatan sedang berlangsung. 4. Dalam pelaksanaan ritual pengobatan Nyanya Okang orang Bajo terdapat beberapa bahan-bahan yang telah digunakan dalam prosesi pengobatan memiliki makna tersendiri bagi orang Bajo yang dipersembahkan kepada roh-roh dan makhlus halus. b. Saran Ada beberapa Saran yang akan penulis rumuskan terkait dengan apa yang menjadi pembahasan yang dibahas dalam Skripsi ini yaitu : 1. Hendaknya masyarakat Bajo agar tetap menjaga nilai-nilai budaya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai Suku Bajo. Agar kebiasaan dan budaya orang Bajo tetap terjaga dan tidak dapat mengalami perubahan.
15
2. Perlunya untuk generasi mudah dalam hal ini Suku Bajo agar tetap melestarikan kebudayaan Suku Bajo. Meskipun kepala-kepala adat Suku Bajo sudah meninggal, maka perlu ada pewarisan budaya dari kepalakepala Suku Bajo untuk generasi mudah. F. Daftar bacaan BUKU Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Foster, George, dan Anderson, Barbara. 2009. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Geertz, C. (1992). Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Marimbi, Hanum. 2009. Sosiologi dan Antropolgi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Maran, Rafael. 2007. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Posdakarya Parekh, Bhikhu. 2008. Rethinking Multikulturalisme Keberagaman Budaya dan Teori Politik. Yogyakarta: Kanisius. Satori, Djam’an& Komariah,Aan. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Yusuf, Munawir, Alwisol, dan Sianipar, T. Dukun, Mantra, dan Kepercayaan Masyarakat. Makassar: Grafikatama Jaya. Zacot, Francois. 2008. Orang Bajo Suku Pengembara Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. JURNAL Ardani Irfan, Eksistensi Dukun dalam Era Dokter Spesialis, Jurnal kajian sastra dan budaya Vol. 1 No. 2 Juli 2013. Aris, Ritual Pencegah Penyakit Pada Masyarakat Muna di Sulawesi Tenggara, Unnes jurnal Vol. 4 No. 1 November 2012. Astuti, Oce dan Baskara, Benny, The Pamali of Wakatobi Bajo and Its Role for Marine Conservation University, Yogyakarta, Indonesia dan University, Kendari, Indonesia, Journal of Indonesia Coral Reefs, Vol. 1 No. 2, Tahun 2008. Bahtiar, Kerifan Lokal Orang Bajo dalam Pengelolaan Sumber Daya Laut Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas
16
Haluoleo Kendari, Mudra Jurnal Seni Budaya Vol. 27. Nomor. 2 Juli 2012. Dermawan Rahmat, Peran Battra Dalam Pengobatan Tradisional pada Komunitas Dayak Agabag di Kecamatan Lumbis Kabupaten Nunukan Program S1 Konsentrasi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Journal Sosiologi Konsentrasi Vol. 1. No. 4, Tahun 2008. Hendra, Antropologi Indonesia Program Studi Antropologi Universitas Tadulako, Journal of Social and Cultural Anthropology Vol. 34 No. 1 Januari-Juni 2013. Kasniyah Naniek, Fenomena Budaya Dalam Penyembuhan Penyakit Secara Tradisional Pijat Refleksi dan Transfer Penyakit dengan Media Binatang Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik No. 4, Tahun 2002. Muchlis, Teori Interaksionisme Simbolik Dosen Prodi Komunikasi Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 1 No. 2 Oktober 2007. Rahayu Nuryani Tri, Teori Interaksi Simbolik dalam Kajian Komunikasi Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Univet Bantara Sukoharjo, Jurnal Widyatama Vol. 19 No.1, Tahun 2010. Bani Sudardi, Konsep Pengobatan Tradisional Menurut Primbon Jawa Jurnal Humaniora, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Jurnal Humaniora Vol. 14 No. 1, Tahun 2002.
G. RISET Alkautsar, Muhammad. 2011. “Keterancaman Ritual MAPPANDESASI dalam Masyarakat Nelayan Etnik Mandar Kelurahan Bungkutoko Sulawesi Tenggara”. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar Basri, Irsyan. 2014. “Komodifikasi Ritual Duata Pada Etnik Bajo di Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara”. Tesis. Denpasar: Program Magister Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjan Universitas Udayana Denpasar. Ilham. 2012. “Eksistensi Pengobatan Dukun Patah Tulang Studi Pada Masyarakat Gayo”. Skripsi. Medan: Universitas Negeri Medan. Jumiaty. 2013. “Makna Simbolik Tradisi Ma’Badong dalam Upacara Rambu Solo di Kabupaten Tanah Toraja,” Skripsi pada Universitas Hasanuddin Nirana. 2011. “Ritual Pengobatan Ngenggulang di Desa Sungai Selodang Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak,” Skripsi Pada Program Studi Pendidikan Sendratasik Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Rasyid, Fingki. 2013. “Simbol dan Makna dalam Adat Perkawinan Suku Bajo Di Desa Bajo Torisiaje Kecamatan Popayato Kabupaten Pohuwato”.
17
Skripsi. Gorontalo: Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo Rahman, Muhrizal. 2013. “Tradisi Walima di Desa Bongo Kecamatan Bone Pantai Kabupaten Gorontalo”. Skripsi. Gorontalo: Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo
18