SKRIPSI
PERPANJANGAN UMUR SIMPAN DAN PERBAIKAN CITARASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI. Miq) MENGGUNAKAN EKSTRAK BERBAGAI VARIETAS JERUK
Oleh NOVIA KORDIAL F24104050
2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Novia Kordial. F24104050. Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk. Di bawah bimbingan C. Hanny Wijaya. ABSTRAK Ramuan jamu tradisional merupakan minuman fungsional yang telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat. Ramuan jamu ini biasanya berasal dari tanaman obat dan rempah-rempah. Salah satu tanaman obat yang telah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional adalah daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq). Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan jenis rempah yang dikenal berkhasiat dan telah diketahui mengandung aktivitas antioksidan. Minuman fungsional berbasis kumis kucing mempunyai penerimaan konsumen dan masa simpan yang rendah. Oleh karenanya perlu perbaikan citarasa dan masa simpan sehingga minuman ini dapat bersaing dengan produk komersial. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing melalui penambahan ekstrak berbagai varietas jeruk dan memperbaiki masa simpan minuman yang dihasilkan. Metode penelitian dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan varietas jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman. Tahap kedua adalah penelitian utama yaitu modifikasi proses pembuatan minuman untuk memperpanjang umur simpan minuman dan uji stabilitas minuman selama penyimpanan. Pada uji stabilitas minuman selama penyimpanan parameter yang diamati adalah karakteristik citarasa, nilai pH, nilai Total Padatan Terlarut (TPT), derajat warna minuman, total mikroba dalam minuman, kandungan antioksidan, total kapang-khamir, serta mutu sensori dengan uji pembedaan dan hedonik. Secara sensori, formula minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut (Citrus hystrix D.C) memiliki skor kesukaan tertinggi. Skor kesukaan panelis terhadap rasa dan aroma minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut mencapai skala hedonik sebesar 5.57 dan 5.53 (dari skala 7.00). Minuman yang tidak ditambah bahan pengawet dan minuman yang ditambah kalium sorbat memiliki stabilitas penyimpanan tertinggi selama 12 minggu penyimpanan. Setelah disimpan 12 minggu, minuman ini masih dapat diterima oleh konsumen, yaitu memiliki skor kesukaan rasa yang berkisar antara skala 5 (agak suka) dan skala 6 (suka), serta skor kesukaan aroma yang berkisar antara skala 4 (netral) dan skala 5 (agak suka). Akan tetapi, panelis sudah dapat mendeteksi adanya perbedaan citarasa antara minuman ini dengan minuman yang masih segar. Aktivitas antioksidan minuman pada minggu ke-0 adalah 621.7 ppm Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity (AEAC). Selama penyimpanan 12 minggu aktivitas antioksidan pada minuman fungsional berbasis kumis kucing mengalami penurunan, yaitu menjadi 359 ppm AEAC. Lama penyimpanan berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap nilai pH, nilai Total Padatan Terlarut, nilai L (kecerahan), dan warna minuman. Mutu mikrobiologi minuman yang tidak ditambah bahan pengawet, ditambah natrium
benzoat, dan ditambah kalium sorbat masih memenuhi syarat yang mengacu pada SNI 01-3719-1995 sampai 12 minggu penyimpanan, sedangkan minuman yang ditambah kalsium propionat sudah tidak memenuhi syarat SNI. Proses pengawetan yang dapat diterapkan untuk memperoleh masa simpan minimal 3 bulan adalah penambahan ekstrak jeruk purut, pengemasan dengan botol gelas berwarna gelap, dan pasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit, sedangkan penambahan bahan pengawet tidak perlu dilakukan.
PERPANJANGAN UMUR SIMPAN DAN PERBAIKAN CITARASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI. Miq) MENGGUNAKAN EKSTRAK BERBAGAI VARIETAS JERUK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh NOVIA KORDIAL F24104050
2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PERPANJANGAN UMUR SIMPAN DAN PERBAIKAN CITARASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI. Miq) MENGGUNAKAN EKSTRAK BERBAGAI VARIETAS JERUK
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh NOVIA KORDIAL F24104050 Dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1986 Di Ciamis, Jawa Barat Tanggal Lulus: 13 Januari 2009 Menyetujui, Bogor,
Januari 2009
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 17 Januari 1986. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Kadar Solihat dan Ibu Suhendah. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di MI Mancagar Ciamis pada tahun 1992-1998, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di MTs YPPS Sukahurip Ciamis pada tahun 1998 - 2001, serta SMUN 2 Tasikmalaya pada tahun 2001-2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATETA-IPB). Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga mengikuti organisasi Forum Bina Islami FATETA (FBI-F) dan Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) Institut Pertanian Bogor. Kegiatan kepanitiaan juga pernah diikuti penulis antara lain BAUR 2006, Techno-F 2006, National Student Paper Competition (NSPC) 2006, dan Lepas Landas Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian 2006. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum teknologi pengemasan pangan dan asisten praktikum analisis pangan. Selama kuliah, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) tahun 2006 dan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2007-2008. Penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang berjudul ”Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. 2. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA dan Ir. Arif Hartoyo, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan berarti demi perbaikan skripsi ini. 3. Ayahanda, Ibunda, dan adekku Imas yang telah memberikan begitu banyak dukungan baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat dan dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Arum dan Hajra sebagai teman satu bimbingan. Terima kasih buat semua masukan, bantuan, dan kerjasamanya selama penelitian, juga kepada teman-teman satu bimbingan angkatan 42 (Dion, Sina, Difa), angkatan 43, dan Mba Siska. 5. Teknisi laboratorium ITP (Pak Sobirin, Pak Yahya, Pak Mul, Teh Ida, Mas Edi, Pak Koko, Pak Wahid, Pak Gatot, Bu Antin, dan Bu Rubiah), terima kasih atas bantuan dan saran yang telah diberikan.
6. My best friends: Gina, Dilla, Ame, Ros, Cici, Shofi, Shinta, & Icha terima kasih atas kebersamaan selama ini. Teman-teman ITP 41 Rizqia (terimakasih atas bantuannya selama penelitian), Risma, Umul, Erma, Hesti, Ary, Dikin, Nona, Prita, Aris, Yuli, Kani, Sherly, Sucen, Dyah, Fadli, Taqi, Tika, Riska, Rapper, Iqbal, Puke, Ririn, Fina, Edy, Chabib, Sisi, Eka, Tuko, Tomi, Andri, Ancha, Au dan temen-teman ITP 41 lainnya, terimakasih banyak buat kebersamaanya. 7. Segala pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung,
dan
tidak
dapat
disebutkan
satu
persatu,
penulis
mengucapkan terima kasih banyak. Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis memohon saran dan kritik demi perbaikan dan perkembangan selanjutnya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan.
Bogor, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x I.
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1 B. TUJUAN .................................................................................................... 3
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. PANGAN FUNGSIONAL ........................................................................ 4 B. REMPAH-REMPAH ................................................................................. 5 C. JERUK ....................................................................................................... 7 D. UMUR SIMPAN........................................................................................ 12 E. ANALISIS SENSORI ................................................................................ 16 F. PENGAWETAN PANGAN ...................................................................... 18
III.
BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT ................................................................................ 21 B. METODE ................................................................................................... 22 1. Penelitian Pendahuluan ........................................................................ 22 2. Penelitian Lanjutan............................................................................... 22 3. Analisis a. Nilai pH .......................................................................................... 24 b. Total Padatan Terlarut .................................................................... 24 c. Derajat Warna, Metode Hunter ..................................................... 24 d. Total Mikroba (Total Plate Count).................................................. 25 e. Total Kapang Khamir ..................................................................... 26 f.
Uji Hedonik ................................................................................... 26
g. Aktivitas Antioksidan, Metode DPPH ............................................. 26 h. Uji Segitiga ...................................................................................... 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN VARIETAS JERUK BERDASARKAN MUTU ORGANOLEPTIK DAN PENGUKURAN NILAI pH ............................. 28 B. MODIFIKASI PROSES PENGOLAHAN MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING........................................ 33 C. PENGAMATAN STABILITAS MINUMAN SELAMA PENYIMPANAN....................................................................................... 37 1. Aktivitas Antioksidan ........................................................................... 38 2. Penerimaan Sensori Rasa dan Aroma Minuman Selama 12 Minggu Penyimpanan ......................................................................................... 40 3. Nilai pH................................................................................................. 43 4. Total Padatan Terlarut (TPT) ................................................................ 44 5. Derajat Warna ....................................................................................... 45 6. Total Plate Count (TPC) ....................................................................... 49 7. Total Kapang Khamir ........................................................................... 51 8. Uji Pembedaan Rasa dan Aroma Minuman .......................................... 52 V.
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN .......................................................................................... 54 B. SARAN ...................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 56 LAMPIRAN .............................................................................................................. 61
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi kimia buah jeruk lemon .............................................................. 10 Tabel 2. Komposisi kimia buah jeruk nipis dan jeruk limau per 100 gram berat dapat dimakan ............................................................................................... 12 Tabel 3. Deskripsi warna berdasarkan 0Hue ............................................................... 25 Tabel 4. Total mikroba yang tumbuh pada minuman kontrol (tidak ditambahkan pengawet) dan minuman yang ditambahkan pengawet selama penyimpanan ................................................................................................... 35 & 50 Tabel 5. Total kapang-khamir yang tumbuh pada minuman kontrol (tidak ditambahkan pengawet) dan minuman yang ditambahkan pengawet pada awal dan akhir penyimpanan .......................................................................... 52
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Penampang buah jeruk ............................................................................. 8 Gambar 2. Jeruk lemon, jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk limau ............................ 10 Gambar 3. Diagram alir metodologi penelitian.......................................................... 23 Gambar 4. Hasil analisis pH minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk 1.3%...... 29 Gambar 5. Hasil analisis pH minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk 1.5%...... 30 Gambar 6. Hasil uji hedonik rasa minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk ....... 31 Gambar 7. Hasil uji hedonik aroma minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk .... 32 Gambar 8. Botol gelas yang digunakan untuk mengemas minuman ......................... 36 Gambar 9. Struktur molekul flavonoid ...................................................................... 38 Gambar 10. Aktivitas antioksidan minuman fungsional berbasis kumis kucing pada awal dan akhir penyimpanan .......................................................... 39 Gambar 11. Hasil uji hedonik rasa minuman setelah disimpan selama 12 minggu dan minuman yang belum disimpan ....................................................... 41 Gambar 12. Hasil ujii hedonik aroma minuman setelah disimpan selama 12 minggu dan minuman yang belum disimpan .......................................... 42 Gambar 13. Pengamatan nilai pH minuman selama 12 minggu penyimpanan .......... 43 Gambar 14. Pengamatan nilai TPT minuman selama 12 minggu penyimpanan ........ 45 Gambar 15. Derajat kecerahan (nilai L) minuman selama 12 minggu penyimpanan ........................................................................................... 46 Gambar 16. Derajat warna merah (nilai a) minuman selama 12 minggu penyimpanan ........................................................................................... 47 Gambar 17. Derajat warna kuning (nilai b) minuman selama 12 minggu penyimpanan ........................................................................................... 47 Gambar 18. Kisaran warna (0Hue) minuman selama 12 minggu penyimpanan ......... 48 Gambar 16. Penampakan visual warna minuman ........................................................ 49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap rasa minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambah ekstrak berbagai varietas jeruk ........................................................................... 61 Lampiran 2. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap aroma minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambah ekstrak berbagai varietas jeruk ........................................................................... 63 Lampiran 3. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jeruk ....................................... 65 Lampiran 4. Diagram alir pembuatan ekstrak air daun kumis kucing ....................... 66 Lampiran 5. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe ......................................... 67 Lampiran 6. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air secang ............................... 68 Lampiran 7. Diagram alir proses pembuatan ekstrak temulawak .............................. 69 Lampiran 8. Diagram alir proses pembuatan larutan stok gula pasir......................... 70 Lampiran 9. Diagram alir proes pembuatan larutan stok CMC 1 %.......................... 71 Lampiran 10. Diagram alir pembuatan larutan stok pengawet (Natrium benzoat, Kalium Sorbat, dan Kalsium Propionat) 5000 ppm .............................. 72 Lampiran 11. Diagram Alir Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (per 100 ml minuman) .............................................................. 73 Lampiran 12. Kurva standar asam askorbat dan persamaan regresinya ...................... 74 Lampiran 13. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai aktivitas antioksidan minuman pada awal dan akhir penyimpanan......................................................... 75 Lampiran 14. Form uji kesukaan ................................................................................. 76 Lampiran 15. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap rasa minuman fungsional berbasis kumis kucing setelah disimpan selama 12 minggu .............................................................................................. 77 Lampiran 16. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap aroma minuman fungsional berbasis kumis kucing setelah disimpan selama 12 minggu .............................................................................................. 79
Lampiran 17. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai pH minuman selama 12 minggu penyimpanan ............................................................................ 81 Lampiran 18. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai TPT minuman selama 12 minggu penyimpanan ............................................................................ 82 Lampiran 19. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai L (kecerahan) minuman selama penyimpanan............................................................................. 83 Lampiran 20. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai a (derajat warna merah) minuman selama penyimpanan ............................................................ 84 Lampiran 21. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai b (derajat warna kuning) minuman selama penyimpanan ............................................................ 85 Lampiran 22. Form isian uji segitiga ........................................................................... 86 Lampiran 23. Hasil uji segitiga antara produk minuman yang belum disimpan (A) dengan produk minuman yang ditambahkan kalium sorbat (B) dan minuman yang tidak ditambahkan pengawet (C) setelah disimpan 12 minggu .............................................................................................. 87
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Ramuan jamu tradisional merupakan minuman fungsional yang telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat. Ramuan jamu ini biasanya berasal dari tanaman obat dan rempah-rempah. Salah satu tanaman obat yang telah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional adalah daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq). Menurut Mahendra (2005), daun kumis kucing memiliki efek farmakologi seperti antiradang, infeksi kandung kemih, batu saluran kemih dan empedu, asam urat, kencing batu, dan keputihan. Pemanfaatan kumis kucing menjadi minuman fungsional merupakan hal yang menarik dan potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, formula optimal minuman fungsional berbasis kumis kucing memiliki aktivitas antioksidan sebesar 621.78 ppm Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Activity (AEAC), tidak berbeda nyata (pada taraf signifikansi 5%) dibandingkan dengan aktivitas antioksidan minuman komponen tunggal dari kumis kucing (650.11 ppm AEAC) (Herold, 2007). Akan tetapi rasa pahit yang terdapat pada ekstrak rebusan daun kumis kucing dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Berdasarkan penelitian Herold (2007), skor kesukaan panelis terhadap citarasa produk minuman fungsional berbasis kumis kucing hanya mencapai skala hedonik yang berkisar antara netral dan suka. Daya simpan minuman fungsional berbasis kumis kucing ini pun masih
rendah, terlihat dari hasil penelitian yang
menunjukkan mulai terjadi penyimpangan citarasa pada minuman setelah disimpan 9 hari pada suhu ruang (Herold, 2007). Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan citarasa dari produk minuman fungsional berbasis kumis kucing melalui penambahan ekstrak berbagai varietas jeruk serta optimasi proses pengolahan untuk memperpanjang umur simpan produk. Jeruk merupakan buah yang sering digunakan sebagai bahan baku untuk membuat minuman. Ekstrak buah jeruk sering ditambahkan ke dalam minuman untuk meningkatkan nilai palatabilitas minuman. Prihantini
(2003), menambahkan ekstrak jeruk nipis sebagai asidulan yang sekaligus berfungsi untuk meningkatkan nilai palatabilitas minuman fungsional tradisional berbasis jahe dan sereh. Ismiyati (2005), menambahkan ekstrak jeruk lemon ke dalam minuman sari lidah buaya sebagai asidulan untuk meningkatkan nilai palatabilitas minuman. Ekstrak jeruk dipilih sebagai salah satu ingridien yang ditambahkan ke dalam minuman karena mempunyai pH rendah dan juga mengandung minyak esential yang memberikan flavor tertentu. Jeruk yang digunakan adalah jeruk lemon (Citrus medica var. Lemon), jeruk purut (Citrus hystrix D.C), jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle.), dan jeruk limau (Citrus amblycarpa). Keempat jenis jeruk tersebut memiliki rasa segar dan dan aroma yang disukai. Penambahan ekstrak jeruk-jeruk tersebut diharapkan dapat menutupi rasa pahit pada minuman kumis kucing dengan rasa segar khas jeruk. Keempat jenis jeruk tersebut memiliki rasa dan aroma yang kuat, sehingga penambahan sedikit ekstrak jeruk-jeruk tersebut sudah memberikan rasa dan aroma yang khas. Berdasarkan penelitian Herold (2007), penambahan ekstrak jeruk lemon ke dalam minuman fungsional berbasis kumis kucing berkorelasi positif dengan citarasa dan aktivitas antioksidan minuman. Oleh karena itu, pada penelitian ini jeruk-jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman adalah jeruk-jeruk yang masih berkerabat dekat dengan jeruk lemon (Sarwono, 1994). Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya pengolahan dengan panas, penambahan bahan pengawet, pengemasan yang hermetis, dan pengasaman. Proses termal dilakukan pada bahan pangan untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen (Fardiaz, 1992) sehingga adanya proses ini mampu memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Penambahan bahan pengawet dapat memperlambat kerusakan akibat mikroba, pengemasan yang hermetis berguna untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal sekelilingnya, sedangkan asam mempunyai pengaruh antimikroorganisme. Berbagai metode pengawetan bahan pangan tersebut telah diterapkan dalam pembuatan minuman fungsional berbasis kumis kucing ini, sehingga masa
simpan minuman dapat lebih panjang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang proses pembuatan minuman fungsional berbasis rempah, khususnya tanaman kumis kucing, sebagai salah satu upaya pemanfaatan rempah-rempah khas Indonesia.
B.
TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing melalui penambahan ekstrak berbagai varietas jeruk dan memperpanjang umur simpannya dengan melakukan optimasi pada proses pengolahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
PANGAN FUNGSIONAL Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser. Goldberg (1994) menyebutkan bahwa dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi serta kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Fenomena tersebut melahirkan konsep pangan fungsional. Pangan fungsional adalah makanan yang mempunyai khasiat kesehatan tertentu berdasarkan pengetahuan. Pangan fungsional mempunyai karakteristik sebagai makanan yaitu karakteristik sensori, baik warna, tekstur, dan citarasanya, serta mengandung zat gizi disamping mempunyai fungsi fisiologis bagi tubuh. Fungsi fisiologis yang diberikan oleh makanan fungsional diantaranya adalah mengatur daya tahan tubuh, mengatur ritmik kondisis fisik, mencegah penuaan, dan mencegah penyakit yang berkaitan dengan makanan. Meskipun mengandung senyawa yang berkhasiat bagi kesehatan, pangan fungsional bukan kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Sampoerno dan Fardiaz, 2001). Departemen kesehatan Jepang mendefinisikan pangan fungsional sebagai Foods for Spesified Health Use atau FOSHU, yaitu pangan yang diharapkan memiliki efek khusus terhadap kesehatan dikarenakan adanya suatu komponen pada pangan, pangan yang zat alergen di dalamnya telah dihilangkan, dan klaim mengenai efek menguntungkan pangan tersebut telah terbukti secara ilmiah, serta tidak memiliki resiko kesehatan dan kebersihan. Menurut Ichikawa (1994), suatu pangan dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bila memenuhi syarat-syarat berikut: 1. dapat digunakan sebagai makanan dan memiliki fungsi untuk kesehatan 2. manfaatnya bagi kesehatan dan pemenuhan gizi harus berdasarkan data ilmiah
3. jumlah yang dikonsumsi setiap hari harus ditentukan dan diizinkan oleh ahli kesehatan dan gizi 4. aman dalam diet yang seimbang 5. memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia disertai metode analisa yang jelas, serta sifat kuantitatif dan kualitatifnya di dalam bahan pangan dapat ditentukan 6. tidak mengurangi nilai gizi pangan 7. dikonsumsi dengan cara yang wajar 8. tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet, kapsul, ataupun serbuk 9. berasal dari bahan-bahan alami. Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen, sulfida, dan asam fitat. Senyawa-senyawa tersebut banyak terkandung dalam sayuran dan kacang-kacangan, termasuk tanaman rempah dan obat (Winarti dan Nurdjanah, 2005). Sampoerno dan Fardiaz (2001) menyatakan bahwa jamu yang disajikan dalam bentuk minuman dapat dikategorikan sebagai minuman fungsional asal karakteristik sensorinya diatur sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas. Minuman seperti beras kencur, sari jahe, sari asam, kunyit asam, sari temulawak, bir pletok, dan susu telor madu jahe merupakan contoh minuman asal jamu yang dapat dikembangkan sebagai produk industri minuman fungsional.
B.
REMPAH-REMPAH Kata rempah-rempah diturunkan dari bahasa latin, yaitu spices aromatacea yang berarti buah-buahan bumi (Farrel, 1990). Rempah-rempah dapat didefinisikan sebagai bagian kering dari suatu tanaman, seperti akar, daun, dan biji yang memberikan flavor tertentu dan memberikan sensasi pedas pada makanan (Hirasa dan Takemasa, 1998). Rempah-rempah yang
digunakan dalam pembuatan minuman fungsional berbasis kumis kucing adalah kumis kucing, secang, jahe, dan temulawak. Tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, keluarga Lamiaceae, genus Orthosiphon, dan spesies Orthosiphon spp. Mahendra (2005), menjelaskan bahwa daun kumis kucing mengandung banyak komponen bioaktif seperti senyawa sinensetin, flavon-flavon, 2 flavonol glikosida, zat samak, saponin, garam kalium, asam-asam organik, tanin, dan minyak atsiri. Daun kumis kucing berkhasiat sebagai peluruh urine (diuretik), antiradang (anti-inflamasi), serta menghancurkan batu kemih. Jahe (Zingiber officinale Rosc.; Ginger) adalah tanaman herba tahunan yang tergolong famili Zingiberaceae, dengan daun berpasangpasangan dua-dua berbentuk pedang, rimpang seperti tanduk, dan beraroma. Menurut Kikuzaki (2000), jahe mengandung beberapa komponen bioaktif diantaranya adalah gingerols, shogaols, diarylheptanoids, dan terpenoids. Komponen bioaktif pada jahe diketahui memiliki aktivitas antioksidan, aktivitas
antimikroba,
aktivitas
antihepatotoxic,
memiliki
efek
penghambatan dalam biosintesis prostaglandin, gastroprotective, analgesic, antipyretic, dan antitumor promoting activity. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia yang termasuk salah satu jenis temu-temuan dari divisi Spermatophyta, anak divisi Angiberales, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Curcuma dan jenis Curcuma xanthorriza Roxb. (Purseglove et.al., 1981). Ekstrak temulawak telah diketahui mempunyai efek antioksidan. Menurut Kikuzaki (2000), komponen bioaktif yang terdapat
dalam
temulawak
diantaranya
adalah
curcumin,
demethoxycurcumin, dan bisdemetoxycurcumin. Curcumin merupakan komponen utama yang berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Kayu secang sangat dikenal terutama di Sulawesi sebagai pemberi warna pada air minum yang dikenal sebagai teh secang. Kayu secang juga merupakan salah satu ramuan yang digunakan dalam pembuatan minuman
tradisional Betawi bir pletok yaitu sebagai pemberi warna. Secara empiris kayu secang dipakai sebagai obat luka, batuk berdarah, penawar racun, sipilis, menghentikan pendarahan, pengobatan pascapersalinan, desinfektan, antidiare dan astringent (Winarti dan Nurdjanah, 2005). Menurut Zerrudo (1999), sumber zat warna alami secang berasal dari komponen pigmen brazilin yang berwarna merah yang bersifat mudah larut dalam air panas. Brazilin merupakan senyawa antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur kimianya. Berdasarkan aktivitas antioksidannya, brazilin diharapkan mempunyai efek melindungi tubuh dari keracunan akibat radikal kimia (Moon et al. 1992 seperti dikutip oleh: Winarti dan Nurdjanah, 2005).
C.
JERUK Hampir semua jenis jeruk berasal dari Asia Tenggara, terutama dari India, Cina, dan kepulauan Malaysia. Secara umum, buah jeruk terdiri dari bagian daging buah dan kulit. Bagian daging buah yang dapat dimakan disebut dengan endokarp. Endokarp terdiri atas segmen-segmen yang disebut carpel atau locule. Di dalam segmen-segmen tersebut terdapat kantung-kantung sari buah yang berdinding tipis. Endokarp dikelilingi oleh bagian jeruk yang dinamakan kulit. Kulit buah jeruk terdiri dari flavedo dan albedo. Flavedo merupakan bagian kulit luar yang terletak di bagian bawah lapisan epidermis dan mengandung kromoplas dan kantung minyak, sedangkan kulit bagian dalam yang disebut albedo merupakan lapisan jaringan busa. Bagian tengah buah jeruk disebut dengan core atau central plasenta yang berbatasan dengan biji yang terdapat di dalam segmen (Ting dan Attaway, 1971). Flavedo mengandung minyak essensial, pigmen karotenoid, dan senyawa steroid, sedangkan albedo kaya akan senyawa selulosa, hemiselulosa, lignin, pektat, dan fenolik. Komposisi dari dinding segmen, kantung sari buah, dan pusat buah tidak banyak berbeda dengan albedo. Sebagian besar gula dan asam sitrat terdapat pada sari buah disamping komponen nitrogen, lipid, senyawa fenolik, vitamin, dan senyawa anorganik (Ting dan Attaway, 1971).
Gambar 1. Penampang buah jeruk
Komposisi kimia buah jeruk dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keadaan pertumbuhan, varietas, tingkat kematangan, dan iklim. Molekul karbohidrat yang utama dalam jeruk adalah glukosa, fruktosa, dan sukrosa (Araujo, 1977). Selain vitamin A, B1, dan C, jeruk juga mengandung folasin, vitamin B6, riboflavin, niasin, dan asam pantotenat dalam jumlah yang sangat kecil. Sedangkan mineral lainnya adalah Mg, Mn, dan Cu (Araujo, 1977). Enzim-enzim yang aktif dalam proses metabolisme dan oksidasi komponen kimia adalah pectin esterse, acetyl esterase, phosphate, glutamic acid decarboksilase, cytokrom oksidase, proteinase, ascorbic aksidase, dan phenolase. Aktivitas enzim-enzim tersebut akan mengakibatkan perubahanperubahan baik secara fisik maupun kimia (Hulme, 1971). Di dalam buah jeruk terdapat asam organik, pektin, serat kasar, zat warna, limonin, minyak esensial, dan unsur-unsur anorganik. Asam organik yang paling banyak terdapat dalam buah jeruk adalah asam sitrat (Vandercook, 1977). Morton dan Macleod (1990), juga menyebutkan bahwa keasaman pada sari buah jeruk disebabkan oleh kehadiran asam sitrat. Nilai total asam biasanya dilaporkan dalam persen asam sitrat. Senyawa volatil dari buah jeruk sangat penting dalam membentuk aroma dan flavor. Komponen-komponen ini mencakup hidrokarbon terpen, komponen karbonil, alkohol, dan ester yang terdapat pada minyak kulit jeruk dan sedikit pada kantung minyak yang terdapat dalam kantung sari buah (Ting dan Attaway, 1071). Menurut Barry dan Veldhuis (1977), minyak
kulit jeruk dan senyawa essens volatil dapat terbagi menjadi tiga kelas utama yaitu alkohol, karbonil, dan hidrokarbon. Buettner dan Schieberle (2001) menemukan 25 odorants di dalam jus Valencia late dan jeruk navel menggunakan pengujian stable isotope dilution. Berdasarkan odor activity values (OAVs, rasio konsentrasi terhadap odor threshold) fruity-smelling esters
ethyl
methylbutanoat,
2-
methylpropanoat, dan
ethyl
butanoate,
(S)-ethyl
2-
3a,4,5,7a-tetrahydro-3,6-dimethyl-2(3H)-
benzofuranone (wine lactone), aroma grassy (Z)-hex-3-enal, dan citrus like decanal merupakan odorants yang paling potensial dalam kedua jenis jus. Berdasarkan analisis menggunakan GC dan GC-MS terhadap Citrus tamurana Hort. ex Tanaka yang dilakukan Choi et al., (2001), limonene (84.0 %) merupakan komponen terbanyak, diikuti oleh γ-terpinene (6.9 %), myrcene (2.2 %), α-pinene (1.2 %), dan linalool (1.0 %). Tanaman jeruk termasuk kedalam famili Rutaceae, sub family Aurantiodeae yang terdiri dari 6 genus. Spesies-spesies yang luas dibudidayakan adalah termasuk kedalam genus citrus. Diantaranya adalah jeruk nipis, jeruk keprok, jeruk besar, jeruk lemon, jeruk manis, jeruk grapefruit, dan jeruk asam (Sarwono, 1994). Berikut ini klasifikasi berbagai varietas jeruk (Sarwono, 1994): Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Sub-kelas
: Dialypetales
Familia
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus medica var. Lemon (jeruk lemon) Citrus amblycarpa (jeruk limau) Citrus aurantifolia, Swingle (jeruk nipis) Citrus hystrix D.C (jeruk purut).
Gambar 2. Jeruk lemon, jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk limau
Buah jeruk lemon tidak ada yang dimakan secara langsung karena rasanya sangat masam. Buah ini banyak mengandung pektin dan vitamin C. Aromanya yang sangat sedap dan wanginya yang khas menyebabkan sari buah jeruk lemon banyak dibotolkan sebagai lemon squash atau diminum sebagai sari buah segar (Sarwono, 1994). Jeruk lemon memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan jeruk-jeruk jenis lain, mulai dari minyak kulit lemon dan manisan kulit lemon. Sari jeruk lemon dapat menghasilkan asam sitrat dan jus lemon. Buah ini juga secara luas dimanfaatkan untuk memberi aroma pada berbagai makanan dan minuman (Hume, 1957). Tabel 1. Komposisi kimia buah jeruk lemon Komposisi Kandungan Air (%) 90 Energi (kilo kalori) 20 Protein (g) 1 Lemak (g) Karbohidrat (g) 6 Kalsium (mg) 19 Besi (mg) 0,4 Vitamin A (IU) 10 Thiamin (mg) 0,03 Riboflavin (mg) 0,01 Niacin (mg) 0,1 Asam askorbat (mg) 39 Sumber: Woodroof et.al., 1975
Jeruk lemon memiliki karakteristik citarasa yang lembut, berair, dan asam (Fellers, 1985). Jeruk lemon memiliki kandungan total fenolik yang tinggi, yaitu sekitar 81.9 ± 3.5 mg gallic acid equiv/100 g berat dapat dimakan. Aktivitas antioksidan pada jeruk lemon juga diukur dan dinyatakan dalam µmol vitamin C equiv/g berat dapat dimakan sebesar 42.8 ± 1.0
µmol/g. Selain itu, ekstrak jeruk lemon juga diketahui memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel-sel kanker HepG2 yang dinyatakan dalam EC 50 (mg/ml), yaitu sebesar 30.6 ± 0.8 mg/ml (Sun et.al., 2002). Beberapa komponen volatil yang berperan dalam flavor lemon adalah neral, geranial, β-pinene, geraniol, geranyl acetate, bergamotene, caryophyllene, carvyl ethyl ether, frenchyl ethyl eter, methyl epijasmonate (Shaw, 1991 seperti dikutip oleh: Lindsay, 1996). Jeruk purut memiliki ukuran lebih kecil dari kepalan tangan, berbentuk
buah
pir,
banyak
tonjolan
sehingga
bentuknya
susah
dipertahankan. Kulit buahnya tebal dan berwarna hijau, hanya buah yang masak benar yang akan berwarna kuning sedikit. Daging buahnya berwarna hijau kekuningan, rasanya sangat masam dan kadang pahit. Kulit buah dapat diparut dan dicampur air untuk bahan pencuci rambut. Juga digunakan dalam masakan dan pembuatan kue, serta dibuat manisan. Ketiak daun berduri, durinya pendek halus, warnanya hitam dengan ujung kecoklatan. Panjang duri antara 0,2-1 cm. Letak daun berpencar dan silih berganti. Daun berbentuk bulat telur, ujungnya tumpul dan bertangkai satu. Tangkai daun bersayap lebar, dan bentuknya hampir menyerupai daun. Warna daun hijau kuning, baunya beraroma sedap. Daun tanaman jeruk ini banyak dipakai untuk bumbu macam-macam masakan (Sarwono, 1994). Daun jeruk purut berkhasiat stimulan dan penyegar. Kulit buah berkhasiat stimultan, berbau khas aromatik, rasanya agak asin, kelat, dan lamakelamaan agak pahit. Buahnya dapat membantu mengatasi gejala influenza, badan terasa lelah, mengatasi rambut kepala yang bau, serta mangatasi kulit bersisik dan mengelupas (Sarwono, 1994). Jeruk nipis sudah dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Jeruk nipis merupakan buah yang banyak mengandung air dengan rasa yang sangat asam, tetapi mempunyai aroma yang disukai. Jeruk nipis bisa berbuah terus menerus sepanjang tahun dengan produksi 400 buah setiap pohon (Sarwono, 1994). Jeruk nipis memiliki karakteristik citarasa yang lembut, berair, dan sangat asam dengan aroma yang tajam (Fellers, 1985). Pemanfaatan jeruk
nipis cukup luas antara lain ialah sebagai bahan obat tradisional, untuk perawatan kecantikan, untuk penyedap makanan, dan untuk menambah rasa segar pada minuman. Tabel 2. Komposisi kimia buah jeruk nipis dan jeruk limau per 100 gram berat dapat dimakan Komposisi Kadar air (g) Kadar abu (g) Kadar protein (g) Kadar lemak (g) Hidrat arang total (g) Serat (g) Energi (kkal) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Caroten (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Asam askorbat (mg)
Jeruk nipis 88.90 0.40 0.50 0.20 10.00 0.40 44.00 18.00 22.00 0,20 0.004 0,000 0,010 19.70
Jeruk limau 88.26 0.30 0.70 0.20 10.54 2.80 30.00 33.00 18.00 0.60 0.001 0.03 0.02 29.10
Sumber: Departemen Kesehatan RI, 1990 dan http:// www.asiamaya.com
Jeruk limau merupakan tumbuhan asli Indonesia. Jeruk ini rasanya asam, dan bau limaunya sangat tajam. Itulah sebabnya jeruk ini dinamakan jeruk limau (Sarwono, 1994). Menurut Sarwono (1994), tanaman jeruk limau merupakan tanaman perdu yang rendah. Banyak sekali bercabang, dan batangnya banyak yang ditumbuhi duri tajam. Daun bertangkai pendek, bersayap kecil, dan bila diremas sedap baunya. Tanaman jeruk limau umumnya diperbanyak dengan cara cangkokan. Buahnya kecil, lebih kecil dibanding jeruk nipis. Kulit buahnya agak segar berbintil-bintil, dan biji di dalam buah sangat banyak.
D.
UMUR SIMPAN Menurut Institute of Food Technologist, umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang sesuai dengan harapan konsumen. National Food Prosessor Asosiation mendefinisikan bahwa umur simpan
adalah suatu produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diiginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan (Arpah, 2001). Sistem penentuan umur simpan membutuhkan waktu yang lama untuk menentukan batas penyimpanan akhir suatu produk pada kondisi normal. Menurut Labuza dan Schmild (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah: 1.
Jenis dan karakteristik produk pangan a. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar b. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami ketengikan, sedang produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi Maillard (warna coklat)
2.
Jenis dan karakteristik bahan kemasan Permeabilitas bahan kemasan terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen)
3.
Kondisi lingkungan a. Intensitas sinar (ultraviolet) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna b. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi. Pendugaan umur simpan makanan dapat dilakukan dengan beberapa
metode, diantaranya:
1.
Metode Konvensional Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa pangan dengan metode ESS (Extended Storage Studies) dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya sehingga tercapai mutu kadaluarsa (Arpah, 2001).
2.
Metode Akselerasi Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan tersebut, maka digunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan syarief, 2000). Penggunaan metode akselerasi harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan. Umur simpan suatu produk yang dikemas dapat diterapkan dengan metode ASLT. Salah satu metode ASLT adalah metode Arrhenius. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu produk pangan. Dalam menduga kecepatan penurunan mutu produk pangan selama penyimpanan, faktor suhu dapat diperhitungkan. Pendugaan umur simpan dengan pendekatan model Arrhenius menggunakan perubahan suhu kondisi penyimpanan produk. Kenaikan suhu dapat mempercepat berbagai macam kerusakan yang memperpendek umur simpan dari bahan pangan (Syarief dan Halid, 1993). Menurut Labuza (1982), reaksi penurunan mutu pada produk pangan mengikuti ordo reaksi nol dan satu, hanya sedikit yang mengikuti ordo reaksi lain.
a.
Ordo Reaksi Nol Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol adalah kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis, dan oksidasi. Penurunan mutu orde reaksi nol artinya penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan berikut: -dA/dT = k……………….(persamaan 2) Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan:
At
t
∫ dA = ∫ kdt……………….(persamaan 3) A0
0
Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: At-Ao = -kt……………….(persamaan 4) Dimana: At = jumlah A pada waktu t; A0 = jumlah awal A
b.
Ordo Reaksi Satu Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor oleh mikroba pada daging, ikan, unggas, kerusakan vitamin, dan penurunan mutu protein. Penurunan mutu orde reaksi satu artinya kecepatan penurunan mutu yang tidak konstan dan digambarkan dengan persamaan sebagai berikut: -dA/dT = kA……………….(persamaan 5) Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan: At
t
∫ dA/A = -∫ kdt……………….(persamaan 6) A0
0
Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: ln At - ln Ao = -kt……………….(persamaan 7) Dimana: At = jumlah A pada waktu t; A0 = jumlah awal A
3.
Metode Numerik Metode numerik ini biasanya disebut dengan model sorpsi isotermis atau pendekatan kadar air kritis. Umumnya mekanisme perpindahan uap pada makanan terkemas merupakan suatu penyerapan uap air. Untuk menggambarkan laju penyerapan uap air suatu produk pangan biasanya menggunakan alat bantu berupa persamaan matematika yang diharapkan bisa memprediksi umur simpan suatu produk pangan tertentu. Perpindahan uap air melalui kemasan film berhubungan dengan aktivitas di dalam kemasan (Labuza, 1982). Menurut Labuza (1982), pada pendekatan kadar air kritis, modelmodel persamaan matematikanya yang digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan berdasarkan persamaan 8.
Keterangan:
A
: luas permukaan (m2)
Pout
: tekanan uap air di luar pengemas (mmHg)
Pin
: tekanan uap air di dalam pengemas (mmHg)
Berdasarkan persamaan 8, Labuza (1982) berhasil merumuskan persamaan umur simpan dengan memperhitungkan faktor lingkungan, pengemas, dan sifat fisik produk yang dapat dilihat pada persamaan 9.
Keterangan: t
= waktu yang diperlukan dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis (hari)
Me = kadar air kesetimbangan produk (%bk) Mi
= kadar air awal produk (%bk)
Mc = kadar air kritis (%bk)
E.
k/x
= permeansi uap air kemasan (gram/hari/m2/mmHg)
A
= luas permukaan kemasan (m2)
Ws
= berat kering produk dalam kemasan (g)
P0
= tekanan uap jenuh (mmHg)
b
= kemiringan kurva isotermik
ANALISIS SENSORI Analisis sensori atau analisis organoleptik adalah identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi dari karakteristik (atribut)
produk berdasarkan penerimaan melalui kelima indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan, dan pendengaran. Atribut sensori yang dianalisis dengan penginderaan ini antara lain adalah penampilan, aroma, tekstur dan konsistensi, citarasa, serta suara (Meilgaard, 1999). Menurur Lindsay (1996), citarasa (flavor) merupakan kompleks sensasi yang ditimbulkan oleh berbagai indera (penciuman, pengecap, penglihatan, peraba, dan pendengaran) pada waktu mengonsumsi makanan. Dari definisi tersebut, flavor meliputi aroma, rasa, dan faktor stimulasi kimia (Meilgaard, 1999). Aroma merupakan persepsi olfactory yang disebabkan oleh senyawa volátil yang dilepaskan dari suatu produk di dalam mulut melalui saraf posterior, rasa merupakan persepsi gustatory (asin, manis, asam, pahit) yang disebabkan oleh senyawa yang larut di dalam mulut, dan faktor stimulasi kimia merupakan rangsangan akhir saraf di dalam membran halus dari buccal dan nasal cavity (pedas (astringen), panas rempah, dingin, menyengat, flavor logam, rasa gurih) (Meilgaard, 1999). Pada umumnya, analisis organoleptik digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan mutu produk, diantaranya untuk mendapatkan spesifikasi produk pangan, untuk pengawasan mutu produk dalam suatu rangkaian proses produksi, penentuan umur simpan, deteksi bau dan flavor asing dalam bahan pangan, reformulasi produk, pemetaan produk (product mapping), dan penerimaan produk. Untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan mutu produk, biasanya uji-uji sensori menggunakan kemampuan manusia untuk membedakan, mendeskripsikan, dan mengungkapkan kesukaan mereka. Secara garis besar, analisis sensori terdiri atas tiga jenis yaitu 1) uji pembedaan (difference or discrimination test), 2) uji deskripsi, dan 3) uji afektif (preference and acceptability test) (Meilgaard,1999). Uji pembedaan digunakan untuk manentukan apakah terdapat perbedaan diantara sampel-sampel yang diujikan. Uji-uji pembedaan biasanya digunakan dalam konteks pengawasan mutu produk, studi umur simpan, dan investigasi bau/flavor asing. Dalam aplikasi ini diperlukan
kemempuan panelis untuk mendeteksi dan mengenali adanya perbedaan. Uji deskriptif digunakan untuk menentukan karakter dan intensitas perbedaan tersebut. Uji-uji deskripsi lebih tepat digunakan untuk pengembangan produk, reformulasi produk, dan untuk meneliti perbedaan produk percobaan dengan produk komersial. Untuk keperluan uji deskripsi, jenis panel yang diperlukan adalah panel terlatih yang telah melalui proses seleksi dan pelatihan sehingga memiliki kemampuan dan kecakapan yang akurat. Uji afektif didasarkan pada evaluasi preferensi atau penerimaan untuk menentukan preferensi relatif. Uji-uji afektif yang meliputi preference dan acceptance test bertujuan untuk melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap produk. Panelis yang diperlukan mewakili target populasi konsumen (Meilgaard, 1999; Poste, 1991). Uji afektif digunakan untuk mengevaluasi kecenderungan subjektif suatu
produk
berdasarkan
properti
sensorinya.
Hasil
uji
afektif
mengindikasikan pilihan, kesukaan, atau penerimaan suatu produk. Uji afektif umumnya dilakukan menggunakan responden tidak terlatih dalam jumlah besar untuk mengetahui indikasi daya tarik suatu produk dibandingkan produk lainnya (Poste, 1991). Secara umum terdapat dua macam uji afektif yaitu uji afektif kualitatif dan uji afektif kuantitatif. Metode uji afektif kualitatif terdiri dari focus group, focus panel, dan wawancara personal. Sedangkan metode uji afektif kuantitatif terdiri dari uji kesukaan atau uji hedonik dan uji penerimaan (Meilgaard, 1999). Kata hedonik didefinisikan sebagai “terkait dengan kesenangan”. Uji kesukaan yang disebut dengan uji preferensi ini merupakan metode pengujian yang paling umum dilakukan untuk mengukur kesukaan suatu sampel bila dibanding sampel lain (Poste, 1991).
F.
PENGAWETAN PANGAN Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pengolahan dengan panas, pengurangan kandungan air bebas, pengawetan dengan pendinginan, irradiasi bahan pangan, penambahan bahan pengawet, penurunan pH, dan pengemasan yang hermetis (Desrosier,
1983). Proses pengolahan dengan panas diantaranya adalah blansir dan pasteurisasi. Menurut
Fardiaz
et.al.,
(1980)
blansir
adalah
pemanasan
pendahuluan yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan. Blansir dapat dilakukan dengan menggunakan uap (steam blancher) atau air panas (hot water blancher). Blansir oleh air panas dapat melarutkan dan merusak nilai-nilai gizi pangan. Namun, cara ini lebih sering digunakan karena praktis. Blansir dalam air panas yang berlebihan akan menyebabkan tekstur menjadi lunak, mengurangi flavor dan warna, serta menyebabkan kehilangan nilai gizi (Muchtadi, 1989). Pasteurisasi adalah proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu dimana semua patogen yang berbahaya bagi manusia akan terbunuh, misalnya bakteri penyebab tuberkulosis
(Fardiaz, 1992). Prinsip dari
pasteurisasi adalah produk dipanaskan secara singkat sampai mencapai kombinasi suhu dan waktu tertentu, yang cukup untuk membunuh semua mikroorganisme patogen, tetapi menyebabkan kerusakan sekecil mungkin terhadap produk akibat panas (Woodrof, 1975). Pasteurisasi biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak bila dipanaskan atau tidak dapat disterilisasi secara komersial (Desrosier, 1983). Pasteurisasi membunuh seluruh mikroorganisme psikrofilik, mesofilik, dan sebagian yang bersifat termofilik. Biasanya perlakuan pasteurisasi dipadukan dengan sistem penyimpanan produk pangan dalam suhu rendah yang bertujuan untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme termofilik yang suhu pertumbuhan minimumnya cukup tinggi. Asam paling sedikit mempunyai dua pengaruh antimikroorganisme. Pertama adalah karena pengaruhnya terhadap pH dan yang lainnya adalah sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai, yang beragam untuk asam-asam yang berlainan. Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan masih memungkinkan dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6.0-8.0, dan nilai pH di luar kisaran 2.0-10.0 biasanya bersifat merusak (Buckle et.al., 1987).
Bahan pengawet adalah setiap bahan yang dapat menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses fermentasi, pembusukan, pengasaman, atau dekomposisi lainnya didalam atau pada setiap bahan pangan. Bahan pengawet yang sering digunakan untuk pengawet pada bahan makanan adalah asam sorbat, asam benzoat, sulfur dioksida, dan nisin (Buckle et.al., 1987). Efektivitas bahan pengawet ditentukan oleh beberapa faktor: yaitu konsentrasi bahan pengawet, jenis mikroorganisme yang akan dihambat, suhu dan waktu, serta sifat fisik dan kimia dari bahan yang akan diawetkan (Buckle et.al., 1987). Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang lebih besar daripada yang biasanya diketahui. Semua bahan pangan mudah rusak dan ini berarti bahwa setelah suatu jangka waktu penyimpanan tertentu, ada kemungkinan untuk membedakan antara bahan pangan segar dan bahan pangan yang telah disimpan dalam waktu tertentu. Kerusakan yang terjadi mungkin saja spontan, tetapi ini sering disebabkan keadaan di luar dan kebanyakan pengemasan digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et.al., 1987). Bahan
pangan
mempunyai
sifat
yang
berbeda-beda
dalam
kepekaannya terhadap penyerapan atau pengeluaran gas (udara dan uap air). Untuk bahan pangan yang beraroma tinggi, umumnya memerlukan kemasan yang dapat menahan keluarnya komponen volatil (Syarief et al., 1989). Pengelompokan dasar dari bahan-bahan pengemas yang digunakan untuk bahan pangan termasuk logam, gelas, plastik, kertas, dan lapisan (laminate) dari satu atau lebih bahan-bahan di atas. Kemasan gelas merupakan kemasan yang paling popular penggunaannya dalam bidang pangan. Sebagai bahan kemas, gelas mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan seperti inert (tidak bereaksi), kuat, tahan terhadap kerusakan, sangat baik sebagai barier terhadap benda padat, cair, dan gas (Buckle et.al., 1987).
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah rimpang jahe, temulawak, kayu secang, daun kumis kucing, jeruk lemon, jeruk nipis, jeruk purut, dan jeruk limau. Rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe.) dan temulawak (Curcuma xantorrhiza) didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-obatan (BALITTRO), CimanguBogor. Kayu secang (Caesalpinia sappan Linn.) didapatkan dari petani di daerah Sumedang. Daun kumis kucing segar (Orthosiphon aristatus BI. Miq) didapatkan langsung dari pekarangan sekitar kampus IPB Darmaga. Berbagai varietas jeruk dibeli dari Giant hypermarket yang ada di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), metanol, larutan penyangga asam asetat, akuades, asam askorbat, media Plate Count Agar (PCA) untuk uji total mikroba, media Potato Dextrose Agar (PDA) dan asam tartarat untuk uji total kapang-khamir, serta bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk uji organoleptik. Bahan yang ditambahkan untuk membuat minuman yaitu gula pasir, hidrokoloid Carboxyl Methyl Cellulose (CMC), Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, Kalsium Propionat, dan air minum. Alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak jahe, temulawak, dan jeruk adalah juice extractor, sedangkan untuk mendapatkan ekstrak secang dan kumis kucing diperlukan saringan vakum dan rotary evaporator (rotavapor) untuk pemekatan ekstrak. Untuk mempersiapkan bahan baku diperlukan baskom, pisau, talenan, dan panci. Untuk membuat formulasi minuman digunakan botol kaca, pipet tetes, dan neraca analitik. Untuk sterilisasi botol dan pasteurisasi produk minuman akhir digunakan autoclave dan water bath. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah pH meter, refraktometer, kromameter, mikropipet, spektrofotometer, alat-alat uji mikrobiologi (cawan petri, inkubator), alat-alat uji organoleptik, dan alatalat gelas lainnya.
B.
METODE Metode penelitian dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan varietas jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman untuk menghasilkan citarasa yang paling disukai. Tahap kedua adalah penelitian utama yaitu modifikasi proses pembuatan minuman untuk memperoleh masa simpan minimal 3 bulan dan uji stabilitas minuman selama penyimpanan.
1.
Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan varietas jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman untuk menghasilkan citarasa yang paling disukai. Pada tahap ini dilakukan uji hedonik dan pengukuran nilai pH terhadap aplikasi penambahan ekstrak empat varietas jeruk yaitu jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle.), jeruk lemon (Citrus medica var. Lemon), jeruk limau (Citrus amblycarpa), dan jeruk purut (Citrus hystrix D.C). Dari tahap ini ditentukan varietas jeruk yang ditambahkan ke dalam minuman, yaitu yang mempunyai nilai kesukaan tertinggi dan dapat menurunkan nilai pH menjadi < 4.5.
2.
Penelitian Lanjutan Penelitian
lanjutan
dilakukan
dengan
memodifikasi
proses
pembuatan minuman untuk memperoleh masa simpan minuman minimal 3 bulan dan uji stabilitas minuman selama penyimpanan. Modifikasi proses yang dilakukan adalah dengan menerapkan proses termal, pengasaman (penurunan pH), dan optimasi pengawet. Proses termal yang diterapkan adalah pasteurisasi. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 800C selama 30 menit. Proses pengasaman dilakukan dengan menambahkan ekstrak jeruk purut sebagai asidulan alami. Optimasi pengawet dilakukan untuk melihat efektivitas jenis pengawet terhadap perpanjangan umur simpan minuman. Pengawet yang digunakan yaitu sodium benzoat, kalium sorbat, dan kalsium propionat pada konsentrasi 500 ppm. Pada uji stabilitas minuman selama penyimpanan parameter yang diamati adalah karakteristik citarasa (uji
hedonik menggunakan 30 orang panelis), aktivitas antioksidan, dan total kapang-khamir yang dilakukan pada awal dan akhir penyimpanan (Minggu ke-0 dan minggu ke-12), serta nilai pH, nilai Total Padatan Terlarut (TPT), derajat warna minuman (nilai L dan 0Hue), dan total mikroba dalam minuman (metode Total Plate Count) yang diamati setiap dua minggu selama tiga bulan. Uji pembedaan dilakukan terhadap sampel yang mempunyai nilai kesukaan tertinggi setelah disimpan 12 minggu dibandingkan dengan sampel yang belum disimpan. Penentuan ekstrak varietas jeruk yang ditambahkan dalam formulasi
Analisis nilai pH dan uji sensori
Modifikasi proses formulasi (pasteurisasi, penurunan pH, dan optimasi pengawet)
Penyimpanan minuman formula optimal selama 3 bulan pada suhu ruang
Pengamatan kestabilan minuman: analisis organoleptik, pH, TPT, TPC, total kapang-khamir, warna, aktivitas antioksidan
Tidak Apakah masa simpan minuman lebih dari 3 bulan?
Ya
Minuman fungsional berbasis kumis kucing Gambar 3. Diagram alir metodologi penelitian
3.
Analisis
a.
Nilai pH (SNI 01-2891-1992) Kalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH. Kemudian celupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke dalam contoh yang diperiksa, sesuai suhu dari contoh. Catat dan baca harga pH pada skala pH meter yang ditunjukkan jarum.
b.
Total Padatan Terlarut (AOAC 932.12, 1995) Total
padatan
terlarut
diukur
dengan
menggunakan
alat
refraktometer. Filtrat sampel diteteskan di atas prisma refraktometer yang sudah distabilkan, arahkan menghadap cahaya, lalu dilakukan pembacaan. Nilai yang terbaca dicatat sebagai 0Brix. Sebelum dan setelah digunakan, prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol untuk memastikan tidak ada partikel yang tersisa pada prisma refraktometer.
c.
Derajat Warna, Metode Hunter (Hutching, 1999) Analisa dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters CR 200. Pada prinsipnya, Minolta Chroma Meters bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah berukuran seragam
(misalnya cawan petri). Parameter yang seharusnya
diukur adalah L* untuk lightness atau kecerahan, a* untuk derajat warna merah dan b* derajat warna kuning. Namun pada kromameter tersebut nilai L a, b tidak dapat dimunculkan. Nilai yang dapat dimunculkan hanya parameter nilai Y, x, y. Nilai tersebut harus dikonversi terlebih dahulu menjadi nilai L, a, dan b. Konversi nilai tersebut dapat dilihat melelui rumus berikut (DeMan, 1997): Z = Y (1-x-y) / y X = x (Y+Z) : (1-x) L = (Y/0,01)1/2 a = (17,85 X – 0,175 L2) / 0,1 L b = (0,07 L2 – 5,929 Z) /0,1 L
Nilai
L
menyatakan
parameter
kecerahan
(lightness)
yang
mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai dengan nilai +a (positif) dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0-(-70) untuk warna biru. Selanjutnya dihitung 0Hue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan 0Hue = arc tan (b/a) (Tabel 3). Tabel 3.Deskripsi warna berdasarkan 0Hue o
d.
Hue [arc tan (b/a)] 18 – 54 54 – 90 90 – 126 126 – 162 162 – 198 198 – 234 234 – 270 270 – 306 306 – 342 342 – 18
Deskripsi warna Red (R) Yellow Red (YR) Yellow (Y) Yellow Green (YG) Green (G) Blue Green (BG) Blue (B) Blue Purple (BP) Purple (P) Red Purple (RP)
Total Mikroba (Total Plate Count) (Maturin dan Peeler, 2001) Sebanyak satu ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan hingga homogen dengan vorteks. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2, dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 15-20 ml. Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 370C selama 2 hari (48 jam). Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan dengan menggunakan Standard Plate Count (SPC) metode Harrigan.
e.
Total Kapang Khamir (Maturin dan Peeler, 2001) Sebanyak satu ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan hingga homogen dengan vorteks. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2, dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PDA (Potato Dextrose Agar) steril sebanyak 15-20 ml. Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 300C selama 2 hari (48 jam). Perhitungan jumlah kapang khamir dilakukan dengan menggunakan Standard Plate Count (SPC) metode Harrigan.
f.
Uji hedonik (Poste et al., 1991) Uji yang paling umum digunakan untuk mengukur derajat kesukaan suatu sampel adalah uji hedonik. Dalam uji ini sampel diberi kode dan disajikan secara seragam. Penyajian sampel disajikan secara acak untuk masing-masing panelis dan prosedur pengujiannya dituliskan dalam kuisioner. Sampel dapat disajikan secara simultan atau dalam satu waktu. Respon dari panelis berupa angka yang berkisar antara 1 (sangat tidak suka) sampai dengan 7 (sangat suka).
g.
Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Kubo et al., 2002, Molyneux, 2003) Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil radical-scavenging). Formula minuman yang terdiri dari campuran kelima ekstrak rempah dengan formula optimal digunakan sebagai sampel pengujian aktivitas antioksidan. Asam askorbat digunakan sebagai standar pembanding terhadap aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh formula minuman. Oleh karena itu, aktivitas antioksidan minuman akan dihitung berdasarkan kesetaraannya dengan
aktivitas antioksidan asam askorbat yang dinyatakan dalam ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Secara spesifik, metode pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini.
Dicampur 2 ml larutan buffer asetat (pH 5.5), 3.75 metanol, dan 200 µl larutan DPPH 3 mM dalam metanol ↓ Divorteks larutan campuran ↓ Ditambah 50 µl larutan sampel atau larutan standar antioksidan ↓ Diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit ↓ Dibaca absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada λ = 517 nm
h.
Uji Segitiga (Meilgaard et.al., 1999). Uji segitiga dilakukan dengan menyajikan tiga sampel berkode yang terdiri dari dua sampel sama (A) dan satu sampel beda (B). Instruksikan kepada panelis bahwa dua sampel sama dan satu sampel berbeda. Panelis diminta untuk menganalisa sampel secara berurutan dari kiri ke kanan dan memilih satu sampel yang beda dari ketiga sampel tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
PENENTUAN
VARIETAS
JERUK
BERDASARKAN
MUTU
ORGANOLEPTIK DAN PENGUKURAN NILAI pH Penambahan
ekstrak
jeruk
ke
dalam
minuman
bertujuan
memperbaiki citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing dan memperpanjang umur simpannya. Ekstrak jeruk dipilih sebagai salah satu ingridien yang ditambahkan ke dalam minuman karena mempunyai pH rendah dan juga mengandung minyak esential yang memberikan flavor tertentu. Dalam tahap ini ditambahkan ekstrak jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle.), jeruk lemon (Citrus medica var. Lemon), jeruk limau (Citrus amblycarpa), dan jeruk purut (Citrus hystrix D.C). Keempat ekstrak varietas jeruk tersebut ditambahkan ke dalam minuman fungsional berbasis kumis kucing dengan konsentrasi 1.3 % dan 1.5 %. Penurunan pH yang diinginkan dari penambahan ekstrak jeruk adalah < 4.5, namun tidak menghasilkan rasa yang asam atau dapat diterima oleh konsumen tanpa menghilangkan rasa khas dari minuman fungsional ini. Keempat varietas jeruk tersebut memiliki rasa segar dan aroma yang disukai. Penambahan ekstrak jeruk-jeruk tersebut diharapkan dapat menutupi rasa pahit pada minuman kumis kucing dengan rasa segar khas jeruk. Keempat varietas jeruk tersebut memiliki rasa dan aroma yang kuat, sehingga
penambahan
sedikit
ekstrak
jeruk-jeruk
tersebut
sudah
memberikan rasa dan aroma yang khas. Berdasarkan penelitian Herold (2007), penambahan ekstrak jeruk lemon ke dalam minuman fungsional berbasis kumis kucing berkorelasi positif dengan citarasa dan aktivitas antioksidan minuman tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian ini jerukjeruk yang ditambahkan ke dalam minuman adalah jeruk-jeruk yang masih berkerabat dekat dengan jeruk lemon (Sarwono, 1994). Berdasarkan pada hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Herold (2007), penambahan ekstrak jeruk lemon ke dalam minuman fungsional berbasis kumis kucing dilakukan dengan konsentrasi 1.3 %. Pada
penelitian ini juga dilakukan pengukuran nilai pH terhadap minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk sebanyak 1.3 %, untuk mengetahui penurunan nilai pH minuman akibat penambahan ketiga ekstrak varietas jeruk lainnya. Penambahan ekstrak jeruk sebanyak 1.3 % ke dalam minuman fungsional berbasis kumis kucing menghasilkan pH minuman yang berkisar antara 4.45 - 4.60 (lihat Gambar 4). pH minuman masih ada yang diatas 4.5 maka konsentrasi penambahan ekstrak jeruk ditingkatkan menjadi 1.5%.
Keterangan:
= batas nilai pH yang diinginkan
Gambar 4. Hasil analisis pH setelah ditambahkan ekstrak jeruk 1.3%
Penambahan ekstrak jeruk sebanyak 1.5 % ke dalam minuman fungsional berbasis kumis kucing menunjukkan pengaruh penurunan pH menjadi <4.5 (lihat Gambar 5). Jeruk dapat menurunkan nilai pH karena mengandung asam organik. Asam organik yang paling banyak terdapat dalam buah jeruk adalah asam sitrat (Vandercook, 1977). Penurunan pH perlu dilakukan sampai < 4.5 karena di atas pH sekitar 4.5 – 4.6, bakteri pembusuk anaerobik dan pembentuk spora yang patogen, yaitu Clostridium botulinum dapat tumbuh (Buckle et al., 1987). Proses pemanasan yang diperlukan untuk menghancurkan semua spora dari organisme ini sama dengan reduksi dua belas desimal pada suhu 1210 C (Buckle et al., 1987).
Proses pemanasan pada suhu tersebut kemungkinan dapat merusak sebagian besar senyawa aktif yang terkandung dalam minuman.
Gambar 5. Hasil analisis pH setelah ditambahkan ekstrak jeruk 1.5% Mengingat penambahan ektrak jeruk juga akan berpengaruh pada cita-rasa, pada tahap ini dilakukan juga uji hedonik guna mengetahui kesukaan panelis terhadap minuman yang ditambahkan ekstrak berbagai varietas jeruk sebanyak 1.5%. Hasil uji hedonik terhadap rasa produk minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk lemon berkisar antara skala 4 (netral) dan skala 5 (agak suka), sedangkan skor kesukaan panelis terhadap rasa produk minuman berbasis kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk limau, jeruk nipis, dan jeruk purut berkisar antara skala 5 (agak suka) dan skala 6 (suka) (lihat Gambar 6). Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) diketahui bahwa skor kesukaan panelis terhadap rasa minuman fungsional kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk lemon nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan rasa minuman fungsional kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk lainnya. Kecenderungan yang sama juga terlihat pada skor kesukaan panelis terhadap rasa produk minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk lemon pada penelitian Herold (2007), yang mempunyai skala hedonik yang berkisar antara skala 3 (netral) dan skala 4
(suka). Minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk nipis, jeruk limau, dan jeruk purut memiliki skor kesukaan rasa yang tidak berbeda nyata pada α = 0.05. Hasil analisis ragam dan uji Duncan terhadap parameter rasa dapat dilihat pada Lampiran 1.
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 6. Hasil uji hedonik rasa minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk 1.5% Kecenderungan yang sama terlihat pada aroma produk minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk lemon yaitu memiliki skor kesukaan berkisar antara agak tidak suka (3) dan netral (4). Skor kesukaan panelis terhadap aroma produk minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk nipis berkisar antara skala 4 (netral) dan skala 5 (agak suka), sedangkan skor kesukaan panelis terhadap aroma produk minuman berbasis kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk limau dan jeruk purut berkisar antara skala 5 (agak suka) dan skala 6 (suka) (lihat Gambar 7). Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) pada α = 0.05 diketahui bahwa skor kesukaan panelis terhadap aroma minuman fungsional kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk lemon lebih rendah bila dibandingkan dengan kesukaan panelis terhadap aroma minuman fungsional
kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk lainnya. Skor kesukaan panelis terhadap
aroma minuman fungsional kumis kucing
yang
ditambahkan ekstrak jeruk nipis lebih rendah bila dibandingkan dengan kesukaan panelis terhadap aroma minuman fungsional kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk purut dan jeruk limau. Skor kesukaan panelis terhadap aroma minuman fungsional kumis kucing yang ditambahkan ekstrak jeruk limau tidak berbeda nyata dengan minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut pada α = 0.05. Hasil analisis ragam dan uji Duncan terhadap parameter aroma dapat dilihat pada Lampiran 2.
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 7. Hasil uji hedonik aroma minuman setelah ditambahkan ekstrak jeruk 1.5 % Berdasarkan hasil uji hedonik rasa dan aroma, ekstrak jeruk terpilih yang ditambahkan ke dalam minuman fungsional berbasis kumis kucing adalah ekstrak jeruk limau dan jeruk purut. Minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk limau dan jeruk purut memiliki skor kesukaan rasa dan aroma yang cukup baik, yaitu berkisar antara skala 5 (agak suka) dan skala 6 (suka). Namun pada proses formulasi minuman, yang ditambahkan adalah ekstrak jeruk purut karena rendemen ekstrak jeruk purut (21.94 %) lebih besar daripada rendemen ekstrak jeruk limau (15.70 %).
Penambahan ekstrak jeruk limau dan jeruk purut disukai oleh panelis mungkin karena terdapat perbedaan komposisi komponen volatilnya dengan jeruk lemon dan jeruk nipis. Komposisi minyak esensial jeruk limau belum diketahui, sedangkan minyak esensial pada jeruk purut terdiri dari sabinene (14.0%), limonene (15.0%), terpinen-4-ol (15.0%), β-pinene (13.4%), αterpineol (9.8%), γ-terpinene (4.0%), cis-linalool oxide (3.6%), isopulegol (3.3%), dan trans-linalool oxide (3.1%) (Anonim, 2008). Minyak esensial pada jeruk lemon terdiri dari limonen (72%), β-pinene (12.7%), γ-terpinene (8.5%), α-pinene (2.7%), geranial (0.61%), neral (0.51%), geranyl acetate (0.40%), citronelil acetate (0.17%), dan octanal (0.15%) (Shaw, 1977). Minyak esensial pada jeruk nipis terdiri dari limonene (48%), γ-terpinene (16%), β-pinene (12%), geranial (5.1%), neral (3.2%), neryl acetate (3%), bisabolene (2.5%),
α-pinene (2.4%), dan β-Caryophyllene (1.5%) (Shaw,
1977).
B. MODIFIKASI PROSES PENGOLAHAN MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING Modifikasi pada proses pengolahan minuman fungsional berbasis kumis kucing meliputi penurunan pH dengan penambahan ekstrak jeruk purut, penambahan bahan pengawet, pengemasan dengan botol gelas berwarna gelap, dan pasteurisasi pada suhu 800 C selama 30 menit guna memperoleh masa simpan minimal 3 bulan. Proses penurunan pH dilakukan dengan menambahkan ekstrak jeruk purut. pH yang rendah akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak tahan asam seperti kebanyakan bakteri proteolitik dan bakteri gram negatif berbentuk batang (Buckle et.al., 1987). Ekstrak jeruk merupakan jenis asidulan alami yang dapat ditambahkan ke dalam formulasi minuman karena dapat menurunkan nilai pH (Swisher dan Swisher, 1980 seperti dikutip oleh: Nagy dan Shaw, 1990). Pemilihan ekstrak jeruk sebagai bahan pengasam alami bertujuan untuk meminimalkan jumlah bahan tambahan pangan (BTP) sintetis yang ditambahkan ke dalam minuman. Ekstrak jeruk didapatkan dengan pemerasan jeruk segar tanpa penambahan air (prosedur ekstraksi
pada lampiran 3). Nilai pH minuman setelah ditambah ekstrak jeruk purut adalah 3.83 (< 4.5). Penurunan pH perlu dilakukan sampai < 4.5 karena di atas pH sekitar 4.5 – 4.6, bakteri pembusuk anaerobik dan pembentuk spora yang patogen, yaitu Clostridium botulinum dapat tumbuh (Buckle et al., 1987). Proses pemanasan yang diperlukan untuk menghancurkan semua spora dari organisme ini sama dengan reduksi dua belas desimal pada suhu 1210 C (Buckle et al., 1987). Proses pemanasan pada suhu tersebut kemungkinan dapat merusak sebagian besar senyawa aktif yang terkandung dalam minuman. Frazier dan Westhoff (1979) mengemukakan bahwa kegunaan bahan pengawet yang utama adalah untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi pada bahan. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut dihalangi dengan cara merusak membran sel, mempengaruhi aktifitas enzim, atau merusak mekanisme genetik. Bahan pengawet yang digunakan pada penelitian ini adalah natrium benzoat, kalium sorbat, dan kalsium propionat. Natrium benzoat dipilih sebagai
bahan
pengawet
minuman
karena
secara
efektif
mampu
menghambat pertumbuhan kapang dan khamir (Jay, 1978). Batas penggunaan maksimum jenis pengawet ini di dalam minuman adalah 600 mg/kg (PP No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988). Dalam bahan pangan natrium benzoat terurai menjadi zat yang lebih efektif, yaitu asam benzoat yang tidak dapat terdisosiasi. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh asam benzoat efektif pada pH 2.5-4.0 (Winarno, 1992). pH minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut adalah 3.82, sehingga penambahan natrium benzoat ke dalam minuman ini sudah tepat. Selain natrium benzoat, juga ditambahkan kalium sorbat dan kalsium propionat. Asam sorbat memiliki sifat antimikroba hingga pH 6.5 dan asam propionat aktif pada bahan pangan yang memiliki pH hingga 5.5 (Sofos dan Busta, 2005). Penambahan asam sorbat, asam propionat, dan asam benzoat ke dalam minuman dilakukan untuk melihat efektivitas bahan pengawet dalam
menghambat
pertumbuhan
mikroba
pada
minuman
selama
penyimpanan.
Pengaruh
penambahan
bahan
pengawet
terhadap
pertumbuhan total mikroba selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Total mikroba yang tumbuh pada minuman kontrol dan minuman yang ditambahkan pengawet selama penyimpanan No
Minuman
Jumlah mikroba (CFU/ml) pada pengamatan minggu ke0 2 4 6 8 10 12 1 Kontrol* 1 1 0 0 0 0 0 2 +Propionat 1 0 3 0 1 0 60 3 +Benzoat 0 1 0 0 0 0 2 4 +Sorbat 0 1 3 0 0 0 0 Keterangan: *) = tidak ditambah pengawet Berdasarkan tabel tersebut dapat diamati bahwa selama 12 minggu penyimpanan, jumlah mikroba pada minuman rendah (< 2.0 x 102 CFU/ml). Apabila dilihat kesesuaian dengan ketentuan dalam SNI, keempat formula minuman yang disimpan selama 12 minggu pada suhu ruang telah memenuhi syarat mikrobiologis karena jumlah TPC pada produk minuman yang diuji masih di bawah batas yang ditetapkan dalam SNI (< 2.0 x 102). Rendahnya total mikroba pada minuman mungkin disebabkan rendahnya nilai pH minuman (< 4.0). Nilai pH medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa bakteri mempunyai pH optimum sekitar 6.5-7.5. Pada pH di bawah 5.0 dan di atas 8.5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik kecuali bakteri asam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disebutkan bahwa bahan pengawet tidak perlu ditambahkan ke dalam minuman fungsional berbasis kumis kucing, apabila hanya dilihat dari mutu mikrobiologisnya. Bahan pengemas yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol gelas berwarna gelap yang sudah disterilisasi dengan tutup botol berbentuk ulir (lihat Gambar 8). Dalam penelitian ini digunakan botol gelas karena gelas mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan seperti inert (tidak bereaksi), kuat, tahan terhadap kerusakan, sangat baik sebagai barier terhadap benda padat, cair, dan gas (Buckle et al., 1987). Aktivitas antioksidan pada minuman disebabkan karena adanya kandungan flavonoid
(Pratt, 1992). Menurut Wang (2007), flavonoid sangat sensitif terhadap cahaya, sinar tampak, dan ultraviolet. Oleh karena itu, digunakan botol gelas yang berwarna gelap untuk meminimalkan kerusakan antioksidan pada minuman selama penyimpanan.
Gambar 8. Botol gelas yang digunakan untuk mengemas minuman
Sebelum dikemas dalam botol gelas, cairan minuman dipanaskan terlebih dahulu sampai ± 80 0C. Setelah dipanaskan, cairan minuman segera dimasukkan ke dalam botol gelas. Uap panas dari cairan minuman dapat mengeluarkan oksigen yang terdapat pada head space antara produk minuman dengan tutup botol (Buckle et al., 1987). Adanya
proses ini
diharapkan dapat membentuk kondisi anaerob pada kemasan gelas. Pada kondisi tingkat oksigen yang rendah, mikroba pembusuk yang tumbuh karena adanya oksigen dapat dicegah dan diperlambat pertumbuhannya (Buckle et al., 1987). Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Proses termal dilakukan pada bahan pangan untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen (Fardiaz, 1992). Jenis proses termal yang dipilih pada penelitian ini adalah pasteurisasi. pH minuman fungsional berbasis kumis kucing ini berada di bawah 4.5, sehingga penerapan proses pasteurisasi sudah tepat. Menurut Jay (1978), proses pasteurisasi hanya efektif untuk produk pangan berasam tinggi dengan nilai pH < 4.5.
Proses pasteurisasi diterapkan pada minuman yang telah dikemas dalam botol. Proses pasteurisasi yang diterapkan adalah 80 0C selama 30 menit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Herold (2007), pembuatan minuman fungsional berbasis kumis kucing dilakukan dengan menerapkan proses pasteurisasi pada suhu 750C selama 30 menit. Namun minuman yang telah dipasteurisasi pada kombinasi suhu dan waktu tersebut hanya tahan 9 hari jika disimpan pada suhu ruang. Hal tersebut dapat terjadi mungkin karena kecukupan panas yang diterima produk belum memadai. Oleh karena itu, pada penelitian ini diterapkan proses pasteurisasi dengan kombinasi suhu dan waktu 800C selama 30 menit, sehingga diharapkan masa simpan produk minuman yang dihasilkan lebih lama.
C. PENGAMATAN STABILITAS MINUMAN SELAMA PENYIMPANAN Penyimpanan minuman dilakukan pada suhu ruang (± 28 0C). Berbagai parameter telah diamati untuk melihat stabilitas minuman selama penyimpanan. Aktivitas antioksidan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan perubahannya selama penyimpanan mengingat klaim minuman fungsional ini berdasarkan aktivitas antioksidannya. Pengamatan sensori rasa dan aroma minuman selama 12 minggu penyimpanan juga perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai mutu rasa dan aroma minuman. Nilai pH merupakan parameter penting yang perlu diketahui perubahannya selama penyimpanan, karena perubahan nilai pH yang signifikan dapat mengubah rasa dari produk minuman. Sebagian besar padatan terlarut yang terkandung dalam produk minuman fungsional kumis kucing adalah sukrosa, sehingga perubahan nilai padatan terlarut juga dapat mengubah rasa dari produk minuman ini. Warna merupakan atribut utama yang tampak pada makanan dan merupakan karakteristik penting yang menunjukkan kualitas pangan, sehingga perubahannya selama penyimpanan perlu diamati. Keamanan pangan dari segi mikrobiologi juga merupakan salah satu indikator yang menunjukkan apakah suatu bahan pangan layak dikonsumsi atau tidak. Oleh
karena itu, pengujian mikrobiologis untuk produk minuman fungsional berbasis kumis kucing menjadi faktor penting yang tidak boleh dilupakan. Selain itu, juga perlu dilakukan uji segitiga untuk menentukan apakah terdapat perbedaan sensori antara produk yang masih segar dengan produk minuman yang sudah disimpan.
1.
Aktivitas Antioksidan Klaim fungsional produk minuman ini berdasarkan aktivitas antoksidannya. Oleh karena itu, aktivitas antioksidan menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan perubahannya selama penyimpanan. Aktivitas antioksidan pada minuman disebabkan adanya kandungan flavonoid (Fuhrman dan Aviram, 2002). Senyawa flavonoid ini banyak terdapat pada tanaman (dalam hal ini kumis kucing, mengingat ekstrak tersebut merupakan ingridien terbanyak dalam campuran rempah yang terdapat dalam minuman) (Mahendra, 2005). Menurut Fuhrman dan Aviram (2002), flavonoid merupakan antioksidan yang sangat potensial. Flavonoid memiliki struktur unik yang menjadi faktor penentu utama munculnya aktivitas antioksidan, yaitu gugus Ortho-dihidroksilasi atau grup Ortho-catechol (3’,4’-OH) pada cincin β telah diketahui meningkatkan stabilitas terhadap bentuk radikal dan berpartisipasi terhadap delokalisasi elektron, ikatan ganda antara karbon 2 dan 3 yang membentuk sebuah gugus keto pada karbon 4 dalam cincin C dan meningkatkan delokalisasi elektron bentuk radikal dari cincin B, serta gugus hidroksil pada posisi 3 dan 5 dalam cincin C dan A yang dibutuhkan untuk penangkapan radikal maksimal (Fuhrman dan Aviram, 2002).
Gambar 9. Struktur molekul flavonoid
Pengukuran aktivitas antioksidan minuman fungsional berbasis kumis kucing dilakukan pada saat sebelum penyimpanan dan sesudah penyimpanan 12 minggu. Akivitas antioksidan minuman pada minggu ke0 mempunyai nilai rata-rata sebesar 621.7 ppm AEAC (lihat Gambar 10). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Herold (2007) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan minuman fungsional berbasis kumis kucing adalah 621.78 ppm AEAC. Hasil tersebut tidak berbeda dengan aktivitas antioksidan yang dilakukan dalam penelitian ini.
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Gambar 10. Aktivitas antioksidan minuman fungsional berbasis kumis kucing pada awal dan akhir penyimpanan Aktivitas antioksidan minuman pada minggu ke-12 mempunyai nilai rata-rata sebesar 359 ppm AEAC. Selama penyimpanan 12 minggu aktivitas antioksidan pada keempat jenis minuman fungsional berbasis kumis kucing mengalami penurunan (lihat Gambar 10). Turunnya aktivitas antioksidan pada minuman diduga karena masih adanya senyawa oksigen residual di dalam minuman (Gregory, 1996). Adanya senyawa oksigen residual tersebut dapat mengakibatkan senyawa flavonoid dalam minuman mendonorkan gugus hidroksilnya (-OH) untuk mempertahankan kestabilan minuman. Senyawa flavonoid tersebut akhirnya kehilangan gugus –OH
yang mengakibatkan semakin turunnya aktivitas antioksidan (Pratt, 1992) selama penyimpanan. Disamping itu, turunnya aktivitas antioksidan pada minuman mungkin disebabkan masih adanya cahaya atau sinar ultraviolet yang dapat menembus botol gelas (Syarief et al., 1992). Adanya cahaya atau sinar ultraviolet tersebut dapat mempercepat reaksi oksidasi senyawa flavonoid pada minuman (Wang, 2007). Penurunan aktivitas antioksidan pada minuman yang tidak ditambahkan
bahan
ditambahkan
natrium
pengawet
sebesar
52.92%,
minuman
yang
benzoat
sebesar
25.44%,
minuman
yang
ditambahkan kalium sorbat sebesar 36.86%, dan minuman yang ditambahkan kalsium propionat sebesar 51.86%. Minuman yang relatif masih dapat mempertahankan aktivitas antioksidan selama penyimpanan 12 minggu adalah minuman yang ditambahkan natrium benzoat dan kalium sorbat.
Hal ini dapat terjadi mungkin karena benzoat dapat
bertindak sebagai penangkap radikal bebas (Harvath, 1979 seperti dikutip oleh: Chipley, 1993), sedangkan mekanisme dari sorbat sebagai bahan yang dapat mempertahankan aktivitas antioksidan selama penyimpanan belum dapat diketahui secara pasti. Syarat minimum besarnya aktivitas antioksidan untuk minuman fungsional belum diketahui. Oleh karena itu, pada pembuatan minuman fungsional berbasis kumis kucing ini disarankan untuk tidak ditambahkan bahan pengawet. Minuman yang tidak ditambahkan bahan pengawet masih memiliki aktivitas antioksidan sebesar 300.6 ppm AEAC setelah 12 minggu penyimpanan. 2.
Penerimaan Sensori Rasa dan Aroma Minuman Selama 12 Minggu Penyimpanan Selama 12 minggu penyimpanan juga dilakukan pengamatan sensori uji hedonik untuk mendapatkan informasi mengenai mutu rasa dan aroma minuman pada perlakuan penambahan berbagai bahan pengawet. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap rasa produk minuman pada minggu ke-12, minuman yang ditambah kalium sorbat dan tidak ditambah pengawet memiliki skor kesukaan yang tidak berbeda dengan produk segar
yang dibuat pada minggu ke-0, yaitu berkisar antara skala 5 (agak suka) dan skala 6 (suka) (lihat Gambar 11), sedangkan minuman yang ditambah natrium benzoat memiliki skor kesukaan rasa lebih rendah dibandingkan dengan produk segar, yaitu berkisar antara skala 4 (netral) dan skala 5 (agak suka).
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata = batas skor kesukaan yang masih dapat diterima
Gambar 11. Hasil uji hedonik rasa minuman setelah disimpan selama 12 minggu dan minuman yang belum disimpan Sementara itu, minuman yang ditambah kalsium propionat sudah tidak dapat diterima oleh konsumen, yang terlihat dari skor kesukaan rasa yang berkisar antara skala 3 (agak tidak suka) dan skala 4 (netral). Rendahnya skor kesukaan panelis terhadap minuman yang ditambahkan kalsium propionat setelah disimpan 12 minggu mungkin karena minuman terasa agak basi seperti telah terfermentasi dan telah tercium bau alkohol. Hal ini mungkin disebabkan glukosa dan fruktosa pada minuman difermentasi oleh mikoorganisme. Proses fermentasi tersebut akan menghasilkan
asam
dan
alkohol.
Glukosa
yang
dipecah
akan
menghasilkan asam piruvat. Jika tidak ada oksigen, asam piruvat tersebut akan diubah menjadi asam asetat dan alkohol (Fardiaz, 1992). Hasil
analisis ragam dan uji Duncan terhadap parameter rasa dapat dilihat pada Lampiran 15. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aroma produk minuman pada minggu ke-12, minuman yang ditambah kalium sorbat, natrium benzoat, dan tidak ditambahkan pengawet memiliki skor kesukaan lebih rendah daripada produk segar, yaitu berkisar antara skala 4 (netral) dan skala 5 (agak suka) (lihat Gambar 12). Hal ini mungkin disebabkan selama proses penyimpanan terjadi degradasi kandungan gizi pada minuman sehingga aroma khas pada minuman juga mengalami degradasi. Oleh karena itu, konsumen memberikan penilaian yang kurang pada minuman yang disimpan lama.
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata = batas skor kesukaan yang masih dapat diterima
Gambar 12. Hasil uji hedonik aroma minuman setelah disimpan selama 12 minggu dan minuman yang belum disimpan Sementara itu, minuman yang ditambahkan pengawet kalsium propionat sudah tidak dapat diterima oleh konsumen. Hal ini terlihat dari skor kesukaan yang berkisar antara skala 2 (tidak suka) dan skala 3 (agak tidak suka). Minuman yang ditambahkan pengawet kalsium propionat ini sudah mengalami penyimpangan citarasa, yang ditandai dengan munculnya karakter citarasa fermented karena tercium sedikit bau alkohol pada produk.
Berdasarkan hasil uji hedonik rasa dan aroma tersebut, perlakuan terpilih yang diterapkan dalam pembuatan minuman adalah tidak ditambahkan bahan pengawet atau ditambah kalium sorbat. Minumanminuman tersebut memiliki skor kesukaan rasa yang berkisar antara skala 5 (agak suka) dan skala 6 (suka), serta skor kesukaan aroma yang berkisar antara skala 4 (netral) dan skala 5 (agak suka). Namun disarankan untuk tidak ditambahkan bahan pengawet, sehingga adanya bahan tambahan pada minuman dapat diminimalkan. 3.
Nilai pH Tingkat keasaman suatu bahan pangan dapat dinyatakan dengan pH. Nilai pH merupakan parameter penting untuk diketahui di dalam pengolahan maupun pengawetan bahan makanan. Perubahan nilai pH yang signifikan dapat mengubah rasa dari suatu produk makanan.
Gambar 13. Pengamatan nilai pH minuman selama 12 minggu penyimpanan Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa faktor bahan pengawet dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH minuman pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 17). Minuman yang tidak ditambahkan bahan pengawet mempunyai nilai pH yang lebih rendah dibandingkan dengan minuman yang ditambahkan kalium sorbat,
natrium benzoat, dan kalsium propionat. Hal tersebut dapat terjadi mungkin disebabkan oleh terurainya bahan pengawet yang berbentuk garam dari asam lemah dan basa kuat menghasilkan ion-ionnya. Adanya ion K+, Na+, atau Ca2+ dalam minuman menyebabkan kenaikan pH. Selama penyimpanan 0 sampai 10 minggu, nilai pH minuman cenderung stabil. Hal ini terlihat dari nilai pH minuman pada penyimpanan 2 sampai 10 minggu yang tidak berbeda nyata dengan minuman yang belum disimpan. Namun minuman yang sudah disimpan 12 minggu mempunyai nilai pH yang lebih rendah bila dibandingkan dengan minuman yang belum disimpan (lihat Gambar 13). Penurunan pH selama penyimpanan diduga akibat terbentuknya asam karena reaksi spontan antara CO2 dengan H2O. Gas CO2 terbentuk karena penguraian gula menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana oleh aktivitas mikroba. 4.
Total Padatan Terlarut (TPT) Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa jenis pengawet yang ditambahkan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman, sedangkan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai TPT akhir minuman (pada taraf signifikansi 5%) (Lampiran 18). Penyimpanan sampai minggu ke-8 menunjukkan nilai TPT yang tidak berbeda nyata (pada taraf signifikansi 5%) dengan nilai TPT minuman pada minggu ke-0, sedangkan nilai TPT minuman pada penyimpanan 10 minggu dan 12 minggu lebih rendah dibandingkan nilai TPT minuman yang belum disimpan (lihat Gambar 14). Penurunan nilai TPT minuman menandakan terjadinya penurunan sukrosa dalam minuman. Nilai TPT yang semakin menurun (atau kadar sukrosa yang semakin menurun) mungkin disebabkan karena adanya proses fermentasi oleh mikroba kontaminan. Karbohidrat (dalam hal ini sukrosa) menjadi substrat utama yang dipecah oleh mikroba dalam proses fermentasi menjadi unit-unit gula yang lebih sederhana (Fardiaz, 1992).
Gambar 14. Pengamatan nilai TPT minuman selama 12 minggu penyimpanan 5.
Derajat Warna Selain aspek rasa dan aroma, juga diamati parameter warna minuman. Warna merupakan atribut utama yang tampak pada makanan dan merupakan karakteristik penting yang menunjukkan kualitas pangan. Warna juga merupakan dimensi yang sangat penting dalam memilih pangan dan mempengaruhi persepsi karakteristik sensori lainnya oleh konsumen (Clydesdale, 1998). Warna bahan pangan dapat disebabkan oleh beberapa sumber, salah satu yang terpenting adalah pigmen alami yang berasal dari tumbuhan. Menurut Hutching (1999), pigmen alami sangat sensitif terhadap perubahan kimia dan fisika selama pengolahan maupun penyimpanan, juga karena panas/ suhu tinggi. Komponen pembentuk warna yang utama pada minuman fungsional berbasis kumis kucing ini adalah pigmen brazilin yang berasal dari kayu secang. Adanya penambahan ekstrak jeruk purut mengakibatkan pH minuman menjadi rendah (asam), sehingga warna minuman menjadi kuning.
Gambar 15. Derajat kecerahan (nilai L) minuman selama 12 minggu penyimpanan Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa jenis pengawet yang ditambahkan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai L (kecerahan) minuman, sedangkan waktu penyimpanan mempengaruhi secara nyata nilai
L minuman pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 19). Nilai L
minuman pada penyimpanan 0 – 10 minggu cenderung stabil, hal ini terlihat dari nilai L minuman selama penyimpanan 0 - 10 minggu yang tidak berbeda nyata pada α = 0.05. Terjadi peningkatan derajat kecerahan (nilai L) pada minuman yang disimpan selama 12 minggu (Gambar 15). Pada pengamatan warna minuman selama penyimpanan, juga dilakukan pengukuran nilai a untuk mengukur derajat warna merah. Hasil pengamatan terhadap nilai a dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan hasil analisis ragam (α=0.05) diketahui bahwa jenis bahan pengawet yang ditambahkan tidak berpengaruh terhadap nilai a minuman (Lampiran 20). Nilai a minuman cenderung stabil selama 10 minggu penyimpanan, hal ini terlihat dari nilai a minuman selama penyimpanan 0 - 10 minggu yang tidak berbeda nyata pada α = 0.05. Terjadi penurunan nilai a pada penyimpanan 12 minggu, yang menunjukkan bahwa intensitas warna merah minuman semakin menurun.
Gambar 16. Derajat warna merah (nilai a) minuman selama 12 minggu penyimpanan
Gambar 17. Derajat warna kuning (nilai b) minuman selama 12 minggu penyimpanan Selama penyimpanan 12 minggu juga dilakukan pengukuran nilai b untuk mengukur derajat warna kuning. Hasil pengamatan terhadap nilai b dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan hasil analisis ragam (α=0.05) diketahui bahwa jenis bahan pengawet yang ditambahkan tidak berpengaruh terhadap nilai b minuman (Lampiran 21). Nilai b minuman cenderung stabil selama 10 minggu penyimpanan, hal ini terlihat dari nilai b minuman selama penyimpanan 0 - 10 minggu yang tidak berbeda nyata
pada α = 0.05. Terjadi peningkatan nilai b pada penyimpanan 12 minggu yang menunjukkan bahwa intensitas warna kuning minuman semakin meningkat. Berdasarkan hasil pengujian warna secara objektif selama 12 minggu penyimpanan, keseluruhan produk minuman memiliki kisaran nilai 78-87 0Hue yang tergolong sebagai warna kuning kemerahan (yellow red). Nilai 0Hue minuman berfluktuasi selama penyimpanan. Namun secara umum nilai 0Hue minuman cenderung meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan (lihat Gambar 18). Hal ini menunjukkan bahwa warna minuman semakin pudar. Menurut MacDougall (2002), suatu bahan yang memiliki nilai 0Hue dengan kisaran 54-90 0Hue warnanya kuning kemerahan. Semakin tinggi nilai 0Hue maka warnanya semakin pucat karena bahan yang memiliki nilai 0Hue berkisar antara 90-126 adalah berwarna kuning. Semakin pudarnya warna minuman mungkin disebabkan degradasi pigmen brazilin. Degradasi pigmen brazilin ini mungkin diakibatkan oleh proses oksidasi dan adanya sinar ultraviolet (Adawiyah dan Indriati, 2003).
Gambar 18. Kisaran warna (0Hue) minuman selama 12 minggu penyimpanan.
Gambar 19. Penampakan visual warna minuman: atas sebelum penyimpanan, bawah setelah 12 minggu penyimpanan. Berturut-turut dari kiri ke kanan (yang tidak ditambah pengawet, ditambah natrium benzoat, kalsium propionat, dan kalium sorbat) 6.
Total Plate Count (TPC) Keamanan pangan dari segi mikrobiologi merupakan salah satu indikator yang menunjukkan apakah suatu bahan pangan layak dikonsumsi atau tidak. Oleh karena itu, pengujian mikrobiologis untuk produk minuman cair siap minum (Ready to Drink, disingkat RTD) menjadi faktor penting yang tidak boleh dilupakan. Minuman yang ditambahkan berbagai jenis bahan pengawet perlu diuji secara mikrobiologis untuk dilihat jumlah total mikroba dan total kapang-khamirnya. Penggunaan satu produk minuman yang tidak ditambahkan bahan pengawet diikutsertakan sebagai standar pembanding. Standar untuk produk minuman fungsional di Indonesia belum ada. Dari segi bahan baku, standar yang mendekati produk minuman fungsional berbasis kumis kucing adalah SNI 01-4320-1996 tentang produk minuman tradisional serbuk. Tetapi karena formula minuman dalam penelitian ini tidak diserbukkan, maka ketentuan yang diacu adalah berdasarkan SNI 013719-1995 yang mengatur tentang minuman sari buah. Minuman fungsional berbasis kumis kucing diasumsikan memiliki karakteristik fisik dan kimia yang serupa dengan minuman sari buah, yaitu merupakan
produk minuman segar siap minum dengan kadar gula cukup tinggi (20%30%). Menurut SNI 01-3719-1995, jumlah total mikroba (TPC) yang diperbolehkan ada dalam produk akhir maksimal 2.0 x 102 CFU/ml sampel, sedangkan jumlah total kapang-khamir yang masih diperbolehkan maksimal 5.0 x101 koloni/ml sampel. Tabel 4. Total mikroba yang tumbuh pada minuman kontrol dan minuman yang ditambahkan pengawet selama penyimpanan No
Minuman
Jumlah mikroba (CFU/ml) pada pengamatan minggu ke0 2 4 6 8 10 12 1 Kontrol* 1 1 0 0 0 0 0 2 +Propionat 1 0 3 0 1 0 60 3 +Benzoat 0 1 0 0 0 0 2 4 +Sorbat 0 1 3 0 0 0 0 * = tidak ditambah pengawet Jumlah total mikroba (TPC) minuman fungsional yang ditambah berbagai jenis bahan pengawet pada penyimpanan suhu ruang (± 280C) telah diamati selama 12 minggu penyimpanan. Kandungan mikroba pada sampel selama penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4. Setelah diamati selama 12 minggu penyimpanan, tampaknya jumlah mikroba pada minuman rendah (< 2.0 x 102 CFU/ml). Apabila dilihat kesesuaian dengan ketentuan dalam SNI, keempat formula minuman yang disimpan selama 12 minggu pada suhu ruang telah memenuhi syarat mikrobiologis karena jumlah TPC pada produk minuman yang diuji masih di bawah batas yang ditetapkan dalam SNI (< 2.0 x 102). Rendahnya total mikroba pada minuman mungkin disebabkan rendahnya nilai pH minuman (< 4.0). Nilai pH medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa bakteri mempunyai pH optimum sekitar 6.5-7.5. Pada pH di bawah 5.0 dan di atas 8.5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik kecuali bakteri asam. Minuman fungsional berbasis kumis kucing ini mengandung kadar gula sebesar 24%. Sehingga jenis mikroba yang diduga terdapat dalam minuman adalah kapang dan khamir. Oleh karena itu, penting juga dilakukan analisis total kapang khamir.
7.
Total Kapang Khamir Pengamatan terhadap total kapang khamir dilakukan karena kapang dan khamir merupakan mikroba yang toleran terhadap asam dan suhu optimum pertumbuhannya pada suhu kamar (25-30 0C) (Fardiaz, 1992). Menurut Fardiaz (1992), khamir menyukai pH 4 – 4.5 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 2.5 – 8.5. Oleh karena itu, khamir dapat tumbuh pada pH rendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat. Kapang mempunyai pH optimum 5 – 7, tetapi sama halnya seperti khamir, kapang masih dapat hidup pada pH 2 – 8.5. Berdasarkan nilai pH minuman fungsional berbasis kumis kucing, kapang dan khamir mempunyai potensi yang besar untuk tumbuh dalam minuman ini. Pengamatan total kapang khamir minuman fungsional berbasis kumis kucing dilakukan pada saat sebelum penyimpanan dan sesudah penyimpanan 12 minggu. Hasil pengamatan total kapang khamir pada minggu ke-0 menunjukkan bahwa pada seluruh perlakuan tidak ditemukan adanya pertumbuhan kapang khamir. Kecenderungan yang sama juga terlihat pada pengamatan minggu ke-12 yaitu pada perlakuan kontrol, natrium benzoat, dan kalium sorbat tidak ditemukan adanya pertumbuhan kapang khamir. Berlawanan dengan hasil di atas, pada minuman yang ditambahkan kalsium propionat ditemukan pertumbuhan kapang dan khamir sebanyak sebanyak 60 koloni/ml. Hal tersebut dapat terjadi mungkin karena secara praktek, pengawet kalsium propionat tidak mempunyai efek melawan khamir (Belitz dan Grosch, 1999), sehingga khamir masih dapat tumbuh pada minuman tersebut. Jenis khamir yang relevan terdapat dalam minuman sirup merupakan jenis mikroba osmofilik terutama dari genera Saccharomyces, Candida, dan Pichia, sedangkan jenis kapang yang mungkin
tumbuh
adalah
yang berasal
dari
genera Aspergillus,
Stemphylium, Sterigmatocystis, Cladosporium, Monilia, dan sebagainya (Frazier dan Westhoff, 1978).
Tabel 5. Total kapang-khamir yang tumbuh pada minuman kontrol dan minuman yang ditambahkan pengawet pada awal dan akhir penyimpanan
No
Minuman
Jumlah kapang-khamir (koloni/ml) pada pengamatan Minggu 0 Minggu 12
1 Kontrol * 2 +Propionat 3 +Benzoat 4 +Sorbat * = tidak ditambah pengawet
0 0 0 0
0 60 0 0
Berdasarkan acuan SNI 01-3719-1995, baik minuman kontrol (tidak ditambahkan pengawet) maupun minuman yang ditambah natrium benzoat dan kalium sorbat masih memenuhi ketentuan jumlah total kapang khamir (< 5.0 x 101 koloni/ml). Minuman yang ditambahkan pengawet kalsium propionat sudah tidak memenuhi persyaratan mikrobiologis dalam SNI (lihat Tabel 5). Kenaikan jumlah kapang khamir yang cukup signifikan dalam minuman yang ditambah kalsium propionat semakin memperkuat pembahasan mengenai rendahnya kesukaan panelis terhadap citarasa minuman yang ditambahkan kalsium propionat. Pada minuman ini telah tercium bau alkohol dan timbul citarasa fermented. 8.
Uji Pembedaan Rasa dan Aroma Minuman Uji pembedaan rasa dan aroma minuman dilakukan dengan uji segitiga. Uji segitiga terhadap produk minuman fungsional berbasis kumis kucing
dilakukan
untuk
melihat
pengaruh
penyimpanan
terhadap
karakteristik sensori produk. Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap rasa dan aroma minuman, minuman yang masih dapat diterima konsumen setelah disimpan 12 minggu adalah minuman yang tidak ditambahkan bahan pengawet dan minuman yang ditambahkan kalium sorbat. Oleh karena itu, dilakukan uji pembedaan antara kedua produk minuman tersebut terhadap produk minuman yang belum disimpan. Berdasarkan hasil uji segitiga yang dilakukan oleh 20 orang panelis, sebanyak 19 orang panelis dapat menjawab dengan benar uji ini (Lampiran 21). Berdasakan tabel critical number of correct responses in a triangel test,
pada tingkat α = 0.05 untuk jumlah panelis sebanyak 20 orang, minimum jumlah jawaban benar yang dibutuhkan untuk menunjukkan signifikansi adalah 11 orang (Meilgaard et.al., 1999). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa citarasa produk minuman yang ditambahkan kalium sorbat dan minuman yang tidak ditambahkan bahan pengawet yang telah disimpan 12 minggu berbeda nyata dengan produk minuman yang belum disimpan. Perbedaan karakteristik citarasa tersebut mungkin terjadi karena produk minuman yang telah disimpan 12 minggu memiliki intensitas rasa manis sedikit berkurang sehingga memunculkan rasa pahit dan sedikit pedas, serta memiliki intensitas aroma yang lebih rendah dibandingkan produk minuman yang belum disimpan. Hal ini diperkuat dengan turunnya total padatan terlarut pada minuman yang disimpan 12 minggu, yang mengakibatkan turunnya intensitas rasa manis, sehingga rasa pedas makin terasa. Turunnya intensitas aroma pada minuman yang sudah disimpan 12 minggu diduga disebabkan oleh degradasi komponen volatil. Uji segitiga juga dilakukan antar produk yang sudah disimpan, yaitu minuman
yang tidak
ditambahkan pengawet dan minuman
yang
ditambahkan kalium sorbat. Uji ini diakukan untuk melihat pengaruh penambahan pengawet terhadap karakteristik citarasa minuman selama penyimpanan. Berdasarkan hasil uji segitiga yang dilakukan oleh 20 orang panelis, sebanyak 11 panelis dapat membedakan dengan benar kedua produk tersebut (lampiran 21). Berdasakan tabel critical number of correct responses in a triangel test, pada tingkat α = 0.05 untuk jumlah panelis sebanyak 20 orang, minimum jumlah jawaban benar yang dibutuhkan untuk menunjukkan signifikansi adalah 11 orang (Meilgaard et.al., 1999). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan kalium sorbat memiliki pengaruh terhadap karakteristik citarasa minuman selama penyimpanan. Panelis dapat membedakan kedua minuman tersebut mungkin karena intensitas aroma minuman yang tidak ditambahkan bahan pengawet lebih rendah daripada minuman yang ditambahkan kalium sorbat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN Secara sensori, formula minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut (Citrus hystrix D.C) memiliki skor kesukaan tertinggi. Skor kesukaan panelis terhadap rasa dan aroma minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk purut mencapai skala hedonik sebesar 5.57 dan 5.53 (dari skala 7.00). Minuman yang tidak ditambah bahan pengawet dan minuman yang ditambah kalium sorbat memiliki stabilitas penyimpanan tertinggi selama 12 minggu penyimpanan. Setelah disimpan 12 minggu, minuman ini masih dapat diterima oleh konsumen, yaitu memiliki skor kesukaan rasa yang berkisar antara skala 5 (agak suka) dan skala 6 (suka), serta skor kesukaan aroma yang berkisar antara skala 4 (netral) dan skala 5 (agak suka). Akan tetapi, panelis sudah dapat mendeteksi adanya perbedaan citarasa antara minuman ini dengan minuman yang masih segar. Aktivitas antioksidan minuman pada minggu ke-0 adalah 621.7 ppm Ascorbic
acid
Equivalent
Antioxidant
Capacity
(AEAC).
Selama
penyimpanan 12 minggu aktivitas antioksidan pada minuman fungsional berbasis kumis kucing mengalami penurunan, yaitu menjadi 359 ppm AEAC. Lama penyimpanan berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap nilai pH, nilai Total Padatan Terlarut, nilai L (kecerahan) minuman, dan warna minuman. Mutu mikrobiologi minuman yang tidak ditambah bahan pengawet, ditambah natrium benzoat, dan ditambah kalium sorbat masih memenuhi syarat yang mengacu pada SNI 01-3719-1995 sampai 12 minggu penyimpanan, sedangkan minuman yang ditambah kalsium propionat sudah tidak memenuhi syarat SNI. Proses pengawetan yang dapat diterapkan untuk memperoleh masa simpan minimal 3 bulan adalah penambahan ekstrak jeruk purut, pengemasan dengan botol gelas berwarna gelap, dan pasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit, sedangkan penambahan bahan pengawet tidak perlu dilakukan.
B. SARAN Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kestabilan aktivitas antioksidan dan warna minuman selama penyimpanan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah modifikasi metode pengemasan. Penggunaan kemasan gelas berwarna merah atau penerapan active packaging menggunakan oxygen scavenger menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk mengoptimalkan aktivitas fungsional minuman dan aspek mutu sensorinya selama penyimpanan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi kandungan logam-logam yang terdapat pada minuman, diantaranya dengan menyaring minuman menggunakan membran yang mempunyai prinsip cation exchange.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D.R. dan Indriati. 2003. Color stability of natural pigment from secang woods (Caesalpinia sappan L.). Proceeding of the 8th Asean Food Conference; Hanoi 8 – 11 October 2003. Anonim. 2008. Citrus hystrix DC. http://www.ics.trieste.it/MAPs/ Medicinal Plants_Plant.aspx?id=594 [diakses tanggal 23 Nopember 2008]. AOAC International. 1995. Official Method of Analysis 932.12 Chapter 37 p. 9. Araujo, P.E. 1977. Role of Citrus Fruit in Human Nutrition. Hal. 1-32. Di dalam: S. Nagy, Samson, J.A. 1980. Tropical Fruits. Longman, London. Arpah, M. 2001. Buku & Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. IPN Pasca Sarjana IPB, Bogor. Arpah, M. dan Syarief, R. 2000. Evaluasi Model-Model Pendugaan Umur Simpan Pangan dari Difusi Hukum Fick Unidireksional. Bul. Teknol. dan Industri Pangan. XI. 1-11. Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI-01 2891-1992. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. ---------------------------------------. 1995. Minuman Sari Buah. SNI-01 3719-1995. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Barry, R.E., M.K. Veldhuis. 1977. Processing of Oranges, Grapefruit, and Tangerine. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticut. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. UIPress, Jakarta. Belitz, H.D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jerman. Buettner, A. dan Schieberle, P. 2001. Evaluation of Aroma Differences between Hand-Squeezed Juices from Valencia Late and Navel Oranges by Quantitation of Key Odorants and Flavor Reconstitution Experiments. J. Agric. Food Chem, Vol. 49. 2387-2394. Chiplay, J.R. 2005. Sodium Benzoate and Benzoic Acid. Di dalam: P.M. Davidson, J.N. Sofos, dan A.L. Branen (Eds.). Antimicrobials in Foods Third Edition. CRC Press: Taylor and Prancis Group.
Choi, H.S., Y. Kondo, dan M. Sawamura. 2001. Characterization of the OdorActive Volatiles in Citrus Hyuganatsu (Citrus tamurana Hort. ex Tanaka. J. Agric. Food Chem, Vol. 49. 2404-2408. Clydesdale, F.M. 1998. Color: Origin, Stability, Measurement, and Quality. Di dalam: I.A. Taub dan R.P. Singh (Eds). Food Storage Stability. CRC Press, New York. Departemen Kesehatan RI. 1988. Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta. DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Padmawinata. Penerbit ITB, Bandung.
Terjemahan K.
Departemen Kesehatan RI. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press. Jakarta. Fardiaz, D. Srikandi F., F.G. Winarno. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Geamedia. Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Farrel, K.T. 1990. Spices, Codiments, and Seasonings. AVI Publ. Comp. Inc., Westport Connecticut. Fellers, P.J. 1985. Evaluation of Quality of Fruits and Vegetables. AVI Publ. Comp. Inc., Westport, Connecticut. Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. 3rdEd. McGraw-Hill Book Company, USA. Fuhrman, B. dan M. Aviram. 2002. Polyphenols and Flavonoids Protect LDL against Atherogenic Midification. Di dalam: E. Cadenas dan L. Packer (Eds.). Handbook of Antioxidants 2ndEd. Marcell Dekker Inc., New York, Basel. Goldberg, I. 1994. Functional Foods, Designer Nutraceuticals. Chapman & Hall, London.
Foods,
Pharmafoods,
Gregory, J.F. 1996. Vitamins. Di dalam: O.R. Fennema (Ed.). Food Chemistry 3rd Ed. Marcel Dekker Inc., New York, Basel. Herold. 2007. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) yang Didasarkan pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu Citarasa, dan Warna. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Hirasa, K., dan Takemasa, M. 1998. Spice Science and Technology. Marcell Dekker, Inc. New York. Hulme, A.C. 1971. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Academic Press, London. Hume, H.H. 1957. Citrus Fruit. The Macmillan Company, New York. Hutching, J.B. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food Science Book. Aspen Publishers, Inc., Gaithersburg, Maryland. http:// www.asiamaya.com [diakses tanggal 17 maret 2008] Ichikawa, T. 1994. Functional Food in Japan. Di dalam: I. Goldberg (Ed.). Functional Foods: Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. Chapman & Hall, USA. Ismiyati, L. 2005. Mempelajari Pengaruh Minuman Sari Lidah Buaya (Aloe vera) Terhaap Kadar Glukosa Darah, Kolesterol, Trigliserida, dan HDL Serum Darah Tikus Sprague dawley Diabetes. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Jay, J.M. 1978. Modern Food Microbiology 2nd Ed. D. Van Nostrand Company, New York. Kubo, I., N. Masuoka, P. Xiao, dan H. Haraguchi. 2002. Antioxidant Activity of Dodecyl Gallate. J. Agric. Food Chem. 50: 3533-3539. Kikuzaki, H. Ginger for Drug and Spice Purposes. Di dalam: G. Mazza dan B.D. Oomah (Eds.). Herbs, Botanicals, and Teas. Technomic Publishing Company, USA. Krisnayunita, P. 2002. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Sari Asam Jawa (Tamarindus indica L.) dan Sari Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Labuza, T.P. 1982. Shelflife Dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc., Westport, Connecticut. Labuza, T.P., dan Schmild. 1985. Peramalan Umur Simpan. www. panganplus. com Lindsay, R.C. 1996. Flavors. Di dalam: O. R. Fennema (Ed.). Food Chemistry 3rd Ed. Marcel Dekker Inc., New York, Busel. MacDougall, D.B. 2002. Colour Measurement of Food: Principles and Practice. Di dalam: MacDougal, D.B (Ed.). Colour in Food Improving Quality.
Mahendra, B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Penebar Swadaya, Jakarta. Maturin, L. dan J.T. Peeler. 2001. Aerobic Plate Count. Di dalam: Bacteriological Analytical Manual Online. Centre for Food Safety and Applied Nutrition. U. S. Food and Drugs Administration. http//:www.cfscan.fda.gov [Diakses tanggal 31 januari 2008] Meilgaard, M., G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd Ed. CRC. Press, USA. Molyneux, P. 2003. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 26 (2): 211-219. Morton, I.D., dan A.J. Macleod. 1990. Food Flavor. Part C: The Flavor of Fruits. Elsevier, Oxpord. Muchtadi, T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Nagy, S., P.E. Shaw, dan M.K. Veldhuis. 1977. Citrus Science and Technology. The AVI publ. Co., Inc., Westport, Connecticut. Poste, L.M., D. A. Mackie., G. Butler dan E. Larmond. 1991. Laboratory Methode for Sensory Analysis of Food. Research Branch Agriculture Canada, Canada. Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidant from Plant Material. Di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee (Eds). Phenolic Compounds in Food and Their Effect on Health II : Antioksidants, and Cancer Prevention. American Chemical Society, Washington D.C. Prihantini, S. 2003. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional dari Sari Jahe (Zingiber officinale R.), Sari Sereh (Cymbopogon flexuosus) dan Campurannya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Sampoerno dan D. Fardiaz. 2001. Kebijakan dan Pengembangan Pangan Fungsional dan Suplememen di Indonesia. Di dalam: L. Nuraida dan R.D. Hariyadi (Eds.) Pangan Fungsional Basis bagi Industri Pangan Fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional - IPB. Sarwono, B. 1994. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar Swadaya, Jakarta. Sejati, N.I.P. 2002. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Berbasis Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan Asam Jawa (Tamarindus indica Linn.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Shaw, P.E. 1977. Essential Oils. Di dalam: S. Nagy, P.E. Shaw, dan M.K. Veldhuis (Eds.). Citrus Science and Technology vol.1. AVI Publishing Company, Westport, Connecticut. Sofos, J.N. dan F.F. Busta. 2005. Sorbic Acid and Sorbates. Di dalam: P.M. Davidson, J.N. Sofos, dan A.L. Branen (Eds.). Antimicrobials in Foods Third Edition. CRC Press: Taylor and Prancis Group. Sun, J., Y.F. chu, X. Wu, dan R.H. Liu. 2002. Antioxidant and antiproleferative activities of common fruits. J. Agric. Food Chem. 50: 7449-7454. Syarief, R. dan Y. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Bandung. Syarief, R., A. Santausa, dan S.B. Isyana. 1989. Buku Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Ting, V.S., dan J.A. Attaway. 1971. Citrus Fruits. Academic Press, London. Vandercook, C.E. 1977. Organic Acid. Hal. 208-228. Di dalam: S. Nagy, P.E. Shaw, dan M.K. Veldhuis. 1977. Citrus Science and Technology. The AVI Publ. Co., Inc., Westport. Wang, S.Y. 2007. Fruits with High Antioxidant Activity as Functional Foods. Di dalam: J. Shi (Ed). Functional Food Ingredients and nutraceuticals Processing Technologies. CRC Press, USA. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarti, C. dan N. Nurdjanah. 2005. Peluang Tanaman Rempah dan Obat sebagai Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian, 24(2). www.pustaka-deptan.go.id. [diakses tanggal 24 agustus 2008] Woodroof, J.G., Bor, S.L. 1975. Commercial Fruit Processing. AVI Publ. Comp. Inc., Westport Connecticut. Zerrudo, J.V. 1999. Caesalpinia sappan Linn. Di dalam: Lemmens, R.H.M.J. dan N.W. Soetjipto. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 3: Tumbuh-tumbuhan Penghasil Warna dan Tanin. Balai Pustaka dan Prosea. Jakarta-Bogor.
Lampiran 1. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap rasa minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambah ekstrak berbagai varietas jeruk No NAMA 1 Sherly 2 shofia 3 Aris 4 Ety 5 Ratih 6 Sabina 7 Mega 8 Widi 9 Ade 10 Selma 11 Ame 12 Yessica 13 Azis 14 Yuliana 15 Shabrina 16 Fina 17 Cici 18 Ary 19 Hesti 20 Dikin 21 Erma 22 Dyah 23 Lutfi 24 Rizqia 25 Nona 26 Edy 27 Rani 28 Ofa 29 Arum 30 Bima Rata-rata SD
LEMON LIMAU 3 6 3 6 6 6 5 6 3 5 1 5 6 7 5 6 6 6 3 5 2 5 5 7 6 6 6 5 6 6 5 6 2 6 5 6 4 6 5 6 4 6 3 5 6 5 3 6 5 2 4 5 4 5 1 5 4 5 5 6 4.2 5.57 1.52 0.90
NIPIS 6 5 7 6 6 3 6 6 6 4 3 5 6 6 5 6 5 7 6 6 6 6 5 5 1 5 3 4 5 7 5.23 1.36
PURUT 6 6 7 6 6 7 7 5 6 7 5 6 7 5 6 6 3 7 5 7 6 6 6 6 1 5 3 3 4 7 5.57 1.48
Skala hedonik 1-7 : sangat tidak suka – sangat suka
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: rasa Type III Sum of Mean Source Squares df Square Model 3352.175(a) 33 101.581 panelis 119.742 29 4.129 sampel 39.425 3 13.142 Error 88.825 87 1.021 Total 3441.000 120 a R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .964)
F 99.494 4.044 12.872
Sig. .000 .000 .000
Kesimpulan: Skor kesukaan panelis terhadap rasa keempat produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc (Duncan) untuk melihat signifikansi antar produknya.
Post Hoc Tests sampel Homogeneous Subsets rasa Duncan N 1
Subset
sampel 2 1 lemon 30 4.2000 nipis 30 5.2333 limau 30 5.6000 purut 30 5.6000 Sig. 1.000 .189 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.021. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap rasa minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk lemon berbeda nyata dengan dengan skor kesukaan panelis terhadap rasa ketiga produk minuman lainnya, sedangkan skor kesukaan panelis terhadap minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk nipis, jeruk limau, dan jeruk purut tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%.
Lampiran 2. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap aroma minuman fungsional berbasis kumis kucing yang ditambah ekstrak berbagai varietas jeruk NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NAMA Sherly shofia Aris Ety Ratih Sabina Mega Widi Ade Selma Ame Yessica Azis Yuliana Shabrina Fina Cici Ary Hesti Dikin Erma Dyah Lutfi Rizqia Nona Edy Rani Ofa Arum Bima Rata-rata SD
LEMON LIMAU 3 6 6 7 6 5 3 5 3 5 2 6 2 4 5 6 6 6 3 6 3 4 3 6 6 6 5 6 4 4 5 6 5 2 3 5 2 4 3 5 6 6 3 6 2 4 5 5 6 5 3 4 3 5 4 6 4 5 2 6 3.87 5.2 1.43 1.03
NIPIS 6 4 6 5 6 2 4 6 6 5 4 5 5 6 4 6 5 4 3 4 6 4 3 5 3 4 4 5 4 5 4.63 1.10
PURUT 6 6 7 6 7 6 4 5 6 7 7 6 6 6 6 6 6 6 4 5 6 6 6 3 6 5 4 3 4 7 5.6 1.11
Skala hedonik 1-7 : sangat tidak suka – sangat suka
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: aroma Type III Sum of Source Squares df Mean Square Corrected Model 135.733(a) 32 4.242 Intercept 2774.408 1 2774.408 panelis 87.842 29 3.029 sampel 47.892 3 15.964 Error 80.858 87 .929 Total 2991.000 120 Corrected Total 216.592 119 a R Squared = .627 (Adjusted R Squared = .489)
F 4.564 2985.141 3.259 17.176
Sig. .000 .000 .000 .000
Kesimpulan: Skor kesukaan panelis terhadap aroma keempat produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc (Duncan) untuk melihat signifikansi antar produknya.
Post Hoc Tests sampel Homogeneous Subsets aroma Duncan N 1
Subset 3
sampel 2 1 lemon 30 3.8667 nipis 30 4.6333 limau 30 5.2000 5.2000 purut 30 5.5333 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 0.929. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap aroma minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk lemon berbeda nyata terhadap aroma ketiga produk minuman lainnya, sedangkan skor kesukaan panelis terhadap minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk nipis tidak berbeda nyata dengan aroma minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk limau, dan kesukaan panelis terhadap aroma minuman yang ditambahkan ekstrak jeruk limau tidak berbeda nyata dengan produk minuman yang ditambahkan jeruk purut pada taraf signifikansi 5%.
Lampiran 3. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jeruk (Herold, 2007)
Buah jeruk utuh ↓ Dicuci bersih ↓ Dibelah dua ↓ Diperas dengan juice extractor jeruk ↓ Disaring dengan kain saring ↓→ampas dibuang Dimasukkan ke dalam botol yang sudah steril ↓ Ekstrak jeruk ↓ Dibuat segar setiap akan digunakan
Lampiran 4. Diagram alir pembuatan ekstrak air daun kumis kucing (Herold, 2007 dengan modifikasi) Daun kumis kucing segar ↓ Ditimbang daun sebanyak 5.74 g (b.k) ↓ Diblansir dengan air mendidih selama 5 menit ↓ Direbus dengan air mendidih 600 ml selama 10-15 menit Dalam panci tertutup dengan api kecil ↓ Disaring vakum (kertas Whatman No.42) ↓→ampas dibuang Dipekatkan dengan rotary evaporator Hingga volume akhir = 1/3 x volume awal, Suhu 650C (skala 7.5) dengan kecepatan putar skala 75% ↓ Dibotolkan dalam botol kaca steril ↓ Dipasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit ↓ Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam(shock cooling) ↓ Ekstrak air kumis kucing ↓ Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok
Lampiran 5. Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe (Herold, 2007) Rimpang jahe segar ↓ Dicuci dan disikat dengan sikat plastik ↓ Diiris tipis-tipis (± 3 mm) ↓ Diblansir dalam air mendidih selama 3 menit ↓ Dihancurkan dengan juice ekstraktor tanpa penambahan air ↓ Ekstrak jahe I ↓ Disaring dengan kain saring dan saringan plastik ↓→ampas padatan kasar dibuang Ekstrak jahe II ↓ Dibotolkan ↓ Didekantasi dalam refrigerator selama semalam (pengendapan pati) ↓ Dipindahkan ke botol steril ↓→endapan pati dibuang Ekstrak jahe III ↓ Dipasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit ↓ Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam(shock cooling) ↓ Ekstrak jahe (final) ↓ Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stock
Lampiran 6. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air secang (Herold, 2007 yang dimodifikasi) Irisan kayu secang ↓ Ditimbang irisan kayu sebanyak 18.16 g (b.k) ↓ Diblansir dalam air mendidih selama 3 menit ↓ Direbus dengan air mendidih 500 ml selama 10-15 menit Dalam panci tertutup dengan api kecil ↓ Disaring vakum (kertas Whatman No.42) ↓→ampas dibuang Dipekatkan dengan rotary evaporator Hingga volume akhir = 1/3 x volume awal, Suhu 650C (skala 7.5) dengan kecepatan putar skala 75% ↓ Dibotolkan dalam botol kaca steril ↓ Dipasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit ↓ Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam(shock cooling) ↓ Ekstrak air secang ↓ Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok
Lampiran 7. Diagram alir proses pembuatan ekstrak temulawak (Herold, 2007) Rimpang temulawak segar ↓ Dicuci dan disikat dengan sikat plastik ↓ Diiris tipis-tipis (± 3 mm) ↓ Diblansir dalam air mendidih selama 3 menit ↓ Dihancurkan dengan juice ekstraktor tanpa penambahan air ↓ Ekstrak temulawak I ↓ Disaring dengan kain saring dan saringan plastik ↓→ampas padatan kasar dibuang Ekstrak temulawak II ↓ Dibotolkan ↓ Didekantasi dalam refrigerator selama semalam (pengendapan pati) ↓ Dipindahkan ke botol steril ↓→endapan pati dibuang Ekstrak temulawak III ↓ Dipasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit ↓ Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam(shock cooling) ↓ Ekstrak temulawak (final) ↓ Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok
Lampiran 8. Diagram alir proses pembuatan larutan stok gula pasir (Prihantini, 2003; Krisnayunita, 2002) Gula pasir putih ↓ Ditimbang sebanyak 500 g ↓ Ditambah 250 ml air panas (70-800C) (perbandingan gula:air = 2:1) ↓ Dipanaskan dalam panci sambil diaduk dengan pengaduk kayu Selama ± 5 menit hingga TPT akhir mencapai 69-720 ↓ Disaring dengan kain saring ↓→ampas dibuang Dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan ↓ Dipasteurisasi pada suhu 750C selama 30 menit ↓ Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam(shock cooling) ↓ Larutan stok gula ↓ Disimpan dalam refrigerator
Lampiran 9. Diagram alir proes pembuatan larutan stok CMC 1 % (Krisnayunita, 2002; Sejati, 2002) CMC serbuk ↓ Ditimbang sebanyak 10 g ↓ Dilarutkan dalam 1000 ml air panas 650C ↓ Diaduk dengan magnetic stirer di atas hot plate Suhu 70-800C hingga homogen ↓ Dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan ↓ Larutan stok CMC 1% ↓ Dibiarkan pada suhu ruang selama semalam ↓ Disimpan dalam refrigerator
Lampiran 10. Diagram alir pembuatan larutan stok pengawet (Natrium benzoat, Kalium Sorbat, dan Kalsium Propionat) 5000 ppm (Prihantini, 2003; Krisnayunita, 2002; Sejati, 2002) Bahan pengawet (serbuk) ↓ Ditimbang sebanyak 5 g ↓ Dilarutkan dalam 1000 ml air minum ↓ Dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan ↓ Dipasteurisasi pada suhu 750C selama 30 menit ↓ Larutan stok pengawet 5000 ppm, disimpan dalam refrigerator
Lampiran 11. Diagram Alir Pembuatan Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (per 100 ml minuman) (Herold, 2007 yang dimodifikasi) Ekstrak rempah
Lar. Stok CMC & pengawet
↓
↓
↓
Ditimbang sebanyak B gram
Ditimbang masingmasing ekstrak rempah sesuai formula hingga berat total mencapai A gram
Diambil sebanyak 10 ml dari masing-masing larutan stok
Larutan stok gula
↓ Dicampurkan dan dimasukkan ke dalam suatu wadah ↓ Ditambahkan air hingga volume total menjadi 100 ml ↓ Diaduk hingga homogen ↓ Dipanaskan sampai ± 80 0C ↓ Dikemas dalam botol gelas berwarna gelap ↓ Dipasteurisasi pada suhu 800C selama 30 menit ↓ Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling) ↓ Minuman fungsional berbasis kumis kucing
Lampiran 12. Kurva standar asam askorbat dan persamaan regresinya
[] asam askorbat (ppm)
Absorbansi (A)
A blanko-A standar
0 (blanko)
0.83
0
100
0.797
0.033
200
0.733
0.097
300
0.616
0.214
500
0.493
0.337
Persamaan regresi linier: y = a + bx, dengan nilai a = -0.0207 dan nilai b = 0.0007 Sehingga didapatkan persamaan regresi: y = -0.0207 + 0.0007x Nilai R = 0.9883 Nilai R2 = 0.9768
Lampiran 13. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai aktivitas antioksidan minuman pada awal dan akhir penyimpanan
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors pengawet
penyimpanan
1 2 3 4 1 2
Value Label kontrol benzoat sorbat propionat minggu ke-0 minggu ke-12
N 4 4 4 4 8 8
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: antioksidan Source Model pengawet penyimpanan pengawet * penyimpanan Error Total
Type III Sum of Squares 4153287.630a 3496.583 275992.623 26120.023 11323.210 4164610.840
df 8 3 1 3 8 16
Mean Square 519160.954 1165.528 275992.623 8706.674 1415.401
F 366.794 .823 194.992 6.151
Sig. .000 .517 .000 .018
a. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .995)
Kesimpulan: faktor pengawet tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan minuman, sedangkan minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan minuman (α=0.05)
Lampiran 14. Form uji kesukaan FORM UJI KESUKAAN Produk : Minuman Fungsional berbasis rempah Nama panelis : Telp/HP: KUESIONER*) 1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman jahe/ minuman berbasis rempah lainnya? Pernah/ tidak pernah 2. Apakah Anda dapat menerima produk tersebut? Ya/ tidak *) Coret yang tidak perlu Instruksi : 1. Cicipilah sampel satu persatu, diamkan di dalam mulut selama 3-5 detik, kemudian telan. 2. Pada kolom respon, berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan terhadap rasa dan aroma produk dengan memberikan tanda check list (√). 3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel. 4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel. 5. Dimohon untuk memberikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan.
110
Respon rasa Kode sampel 220 315
411
110
Respon aroma Kode sampel 220 315
411
Respon Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Respon Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Komentar :
Dari segi aroma, kesan yang timbul : _________________________________ Dari segi rasa, aftertaste: __________________________________________ TERIMA KASIH BUAT KERJASAMA TEMAN-TEMAN YA… ☺
Lampiran 15. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap rasa minuman fungsional berbasis kumis kucing setelah disimpan selama 12 minggu NO NAMA 1 Akhyar 2 Lina 3 Cici 4 Risma 5 Arum 6 Novan 7 Umul 8 Nona 9 Firly 10 Erma 11 Ririn 12 Riska 13 Dilla 14 Edy 15 Ary 16 Ros 17 Yunita 18 Sucen 19 Sherly 20 Prita 21 Lia 22 Willine 23 Etha 24 Lutfi 25 Shofia 26 Gina 27 Hesti 28 Wardi 29 Christine 30 Andri Rata-rata SD
Kontrol* +Benzoat +Propionat 5 6 3 5 5 3 6 3 2 6 6 3 6 6 4 6 3 1 6 5 3 3 3 2 6 7 2 5 6 5 3 5 2 5 3 1 7 6 2 6 6 5 7 7 6 5 3 2 7 5 4 6 6 2 6 7 3 6 5 3 5 2 1 6 4 3 5 6 6 5 6 3 6 4 2 3 2 1 6 5 5 6 5 6 3 4 2 6 5 6 5.43 4.87 3.10 1.14 1.46 1.60
+Sorbat 6 3 7 5 5 5 6 4 5 6 5 3 5 6 7 6 7 5 7 5 2 5 7 5 5 5 6 6 6 6 5.37 1.22
* = tidak ditambah bahan pengawet
Skala hedonik 1-7 : sangat tidak suka – sangat suka
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: rasa Source Model
Type III Sum of Squares 3780.293(a)
panelis
112.860
29
sampel
124.493
4
Error
166.707
116
1.437
Total
3947.000
150
df 34
Mean Square 111.185
F 77.366
Sig. .000
3.892
2.708
.000
31.123
21.657
.000
a R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .945)
Kesimpulan: Skor kesukaan panelis terhadap rasa kelima produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc (Duncan) untuk melihat signifikansi antar produknya.
Post Hoc Tests sampel Homogeneous Subsets rasa Duncan N sampel propionat M-12
Subset
1
2 30
3
1
3.1000
benzoat M-12
30
4.8667
sorbat M-12
30
5.3333
5.3333
kontrol M-12
30
5.4333
5.4333
minuman M-0
30
Sig.
5.5667 1.000
.086
.482
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.437. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap rasa minuman yang ditambahkan pengawet Ca-propionat setelah disimpan 12 minggu berbeda nyata terhadap rasa keempat produk minuman lainnya, sedangkan skor kesukaan panelis terhadap minuman yang ditambahkan pengawet Na-benzoat tidak berbeda nyata terhadap minuman yang ditambahkan pengawet K-sorbat dan minuman yang tidak ditambahkan pengawet, tetapi berbeda nyata dengan minuman yang belum disimpan. Kesukaan panelis terhadap rasa minuman yang ditambahkan pengawet K-sorbat dan minuman yang tidak ditambahkan bahan pengawet tidak berbeda nyata dengan minuman yang belum disimpan pada taraf signifikansi 5%.
Lampiran 16. Hasil ANOVA respon penilaian organoleptik terhadap aroma minuman fungsional berbasis kumis kucing setelah disimpan selama 12 minggu NO NAMA 1 Akhyar 2 Lina 3 Cici 4 Risma 5 Arum 6 Novan 7 Umul 8 Nona 9 Firly 10 Erma 11 Ririn 12 Riska 13 Dilla 14 Edy 15 Ary 16 Ros 17 Yunita 18 Sucen 19 Sherly 20 Prita 21 Lia 22 Willine 23 Etha 24 Lutfi 25 Shofia 26 Gina 27 Hesti 28 Wardi 29 Christine 30 Andri Rata-rata SD
Kontrol* +Benzoat +Propionat 4 6 1 5 5 4 5 3 2 5 6 2 3 4 2 5 3 1 6 6 3 4 3 2 6 6 2 6 6 5 5 6 2 5 3 1 7 5 2 3 5 3 7 5 3 5 4 3 6 5 3 5 4 2 4 4 3 6 6 3 2 5 1 6 4 3 3 4 3 6 6 2 7 4 4 3 3 4 2 2 3 6 5 5 5 4 6 4 5 5 4.87 4.57 2.83 1.41 1.16 1.29
+Sorbat 5 4 6 6 4 3 6 4 4 6 6 2 4 5 7 5 6 4 5 6 2 4 5 5 6 4 4 7 6 6 4.90 1.30
* = tidak ditambahkan bahan pengawet
Skala hedonik 1-7 : sangat tidak suka – sangat suka
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: aroma Source Model
Type III Sum of Squares 3320.240(a)
df 34
Mean Square 97.654
F 74.155
Sig. .000
panelis
85.473
29
2.947
2.238
.001
sampel
124.840
4
31.210
23.700
.000
Error
152.760
116
1.317
Total
3473.000
150
a R Squared = .956 (Adjusted R Squared = .943)
Kesimpulan: Skor kesukaan panelis terhadap aroma keempat produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc (Duncan) untuk melihat signifikansi antar produknya.
Post Hoc Tests sampel Homogeneous Subsets aroma Duncan N sampel propionat M-12
Subset
1
2 30
3
benzoat M-12
30
4.6000
kontrol M-12
30
4.9000
sorbat M-12
30
4.9000
minuman M-0
30
Sig.
1
2.8333
1.000 .345 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.317. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
5.5333 1.000
Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap aroma minuman yang ditambahkan pengawet kalsium propionat berbeda nyata terhadap keempat produk minuman lainnya. Skor kesukaan panelis terhadap minuman yang ditambahkan pengawet natrium benzoat tidak berbeda nyata terhadap minuman yang ditambahkan pengawet kalium sorbat dan minuman yang tidak ditambahkan bahan pengawet. Kesukaan panelis terhadap aroma minuman yang ditambahkan kalium sorbat dan minuman yang tidak ditambahkan pengawet berbeda nyata dengan produk minuman yang belum disimpan pada taraf signifikansi 5%.
Lampiran 17. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai pH minuman selama 12 minggu penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
362.009(a)
10
36.201
10797.281
.000
pengawet
1.321
3
.440
131.294
.000
minggu_ke
.109
6
.018
5.398
.002
Error
.060
18
.003
Total
362.069 28 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Kesimpulan: faktor pengawet dan minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai pH minuman (α=0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk melihat signifikansi nilai pH antar perlakuan. Post Hoc Tests pengawet Multiple Comparisons Dependent Variable: pH a Dunnett t (2-sided)
(I) pengawet propionat benzoat sorbat
(J) pengawet kontrol kontrol kontrol
Mean Difference (I-J) .5357* .4414* .5086*
Std. Error .03095 .03095 .03095
Sig. .000 .000 .000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound .4564 .6150 .3621 .5208 .4292 .5879
Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
minggu_ke Multiple Comparisons Dependent Variable: pH a Dunnett t (2-sided)
(I) minggu_ke 2 4 6 8 10 12
(J) minggu_ke 0 0 0 0 0 0
Mean Difference (I-J) -.0475 -.0225 -.0775 -.0950 -.0675 -.2075*
Std. Error .04094 .04094 .04094 .04094 .04094 .04094
Sig. .717 .984 .277 .133 .401 .000
Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.1634 .0684 -.1384 .0934 -.1934 .0384 -.2109 .0209 -.1834 .0484 -.3234 -.0916
Lampiran 18. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai TPT minuman selama 12 minggu penyimpanan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source Model pengawet minggu pengawet * minggu Error Total
Type III Sum of Squares 13831.280a .009 12.817 2.451 .400 13831.680
df 28 3 6 18 28 56
Mean Square 493.974 .003 2.136 .136 .014
F 34578.200 .200 149.533 9.533
Sig. .000 .895 .000 .000
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Kesimpulan: faktor minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman (α=0.05), sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnett untuk melihat signifikansi nilai TPT antar perlakuan.
Post Hoc Tests minggu Multiple Comparisons Dependent Variable: TPT a Dunnett t (2-sided)
(I) minggu 2 4 6 8 10 12
(J) minggu 0 0 0 0 0 0
Mean Difference (I-J) .0000 .0000 .0000 .0000 -.8000* -1.2500*
Std. Error .05976 .05976 .05976 .05976 .05976 .05976
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 .000 .000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.1632 .1632 -.1632 .1632 -.1632 .1632 -.1632 .1632 -.9632 -.6368 -1.4132 -1.0868
Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
Lampiran 19. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai L (kecerahan) minuman selama penyimpanan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: L Source Model
Type III Sum of Squares 15347.786(a)
df 10
Mean Square 1534.779
F 1302.236
Sig. .000
3
1.179
1.000
.415
3.101
.029
pengawet
3.536
minggu_ke
21.929
6
3.655
Error
21.214
18
1.179
Total
15369.000
28
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)
Kesimpulan: faktor pengawet tidak berpengaruh nyata terhadap kecerahan minuman, sedangkan minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kecerahan minuman (α=0.05) sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk melihat signifikansi nilai L antar minggu penyimpanan.
Post Hoc Tests minggu_ke Multiple Comparisons Dependent Variable: L a Dunnett t (2-sided)
(I) minggu_ke 2 4 6 8 10 12
(J) minggu_ke 0 0 0 0 0 0
Mean Difference (I-J) .2500 -.2500 .5000 -.7500 .7500 2.2500*
Std. Error .76765 .76765 .76765 .76765 .76765 .76765
Sig. .999 .999 .966 .832 .832 .041
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1.9223 2.4223 -2.4223 1.9223 -1.6723 2.6723 -2.9223 1.4223 -1.4223 2.9223 .0777 4.4223
Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
Lampiran 20. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai a (derajat warna merah) minuman selama penyimpanan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: a Source Model pengawet minggu_ke Error Total
Type III Sum of Squares 15.249a .236 .784 .495 15.744
df 10 3 6 18 28
Mean Square 1.525 .079 .131 .028
F 55.444 2.855 4.749
Sig. .000 .066 .005
a. R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .951)
Kesimpulan: faktor pengawet tidak berpengaruh nyata terhadap nilai a (derajat warna merah) minuman, sedangkan minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai a (α=0.05) sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk melihat signifikansi nilai a antar minggu penyimpanan.
Post Hoc Tests minggu_ke Multiple Comparisons Dependent Variable: a a Dunnett t (2-sided)
(I) minggu_ke 2 4 6 8 10 12
(J) minggu_ke 0 0 0 0 0 0
Mean Difference (I-J) -.0495 -.2002 -.1307 .0002 .0027 -.4950*
Std. Error .11727 .11727 .11727 .11727 .11727 .11727
Sig. .996 .369 .747 1.000 1.000 .003
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.3813 .2824 -.5320 .1317 -.4625 .2011 -.3316 .3321 -.3291 .3345 -.8268 -.1632
Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
Kesimpulan: nilai a pada penyimpanan 2 sampai 10 minggu tidak berbeda nyata dengan nilai a minuman pada minggu ke-0, sedangkan nilai a pada penyimpanan 12 minggu berbeda nyata dengan nilai a minuman pada minggu ke-0
Lampiran 21. Hasil analisis ragam (ANOVA) nilai b (derajat warna kuning) minuman selama penyimpanan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: b Source Model pengawet minggu_ke Error Total
Type III Sum of Squares 840.736a .543 4.582 3.386 844.122
df 10 3 6 18 28
Mean Square 84.074 .181 .764 .188
F 446.957 .962 4.060
Sig. .000 .432 .010
a. R Squared = .996 (Adjusted R Squared = .994)
Kesimpulan: faktor pengawet tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b (derajat warna kuning) minuman, sedangkan minggu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai b (α=0.05) sehingga dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk melihat signifikansi nilai b antar minggu penyimpanan.
Post Hoc Tests minggu_ke Multiple Comparisons Dependent Variable: b a Dunnett t (2-sided)
(I) minggu_ke 2 4 6 8 10 12
(J) minggu_ke 0 0 0 0 0 0
Mean Difference (I-J) -.2465 .7070 .7128 .6189 .4843 .9933*
Std. Error .30668 .30668 .30668 .30668 .30668 .30668
Sig. .917 .137 .132 .226 .441 .022
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1.1143 .6213 -.1609 1.5748 -.1550 1.5806 -.2489 1.4867 -.3835 1.3521 .1255 1.8611
Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level. a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
Kesimpulan: nilai b pada penyimpanan 2 sampai 10 minggu tidak berbeda nyata dengan nilai b minuman pada minggu ke-0, sedangkan nilai b pada penyimpanan 12 minggu berbeda nyata dengan nilai b minuman pada minggu ke-0
Lampiran 22. Form isian uji segitiga
Nama
:
Tanggal
:
Sampel
: Minuman fungsional
Instruksi
:
Lakukan pengujian terhadap ketiga sampel berkode secara berurut dari kiri ke kanan dari segi rasa dan aroma. Tentukan satu yang berbeda dari ketiga sampel tersebut. Pengujian hanya boleh dilakukan satu kali dan tidak diperkenankan melakukan pengulangan pengujian. Beri tanda (V) pada kode sampel yang berbeda.
SET 1 Kode sampel
Respon
Kode sampel
Respon
SET 2
Komentar: ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
TERIMA KASIH BUAT KERJASAMA TEMAN-TEMAN YA… ☺
Lampiran 23. Hasil uji segitiga antara produk minuman yang belum disimpan (A) dengan produk minuman yang ditambahkan kalium sorbat (B) dan minuman yang tidak ditambahkan pengawet (C) setelah disimpan 12 minggu No. Panelis 1 Catrien 2 Sherly 3 Harist 4 Yusi 5 Sobur 6 Suhendri 7 Sioe cen 8 Lutfi 9 Rhais 10 Iqbal 11 Faried 12 Ety 13 Willine 14 Verawaty 15 Mega 16 Indri 17 Rina 18 Riska 19 Nona 20 Muji Jumlah benar
A terhadap B 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
A terhadap C 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
B terhadap C 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0
11
Keterangan : 1 = respon jawaban benar 0 = respon jawaban salah Jumlah panelis : 20
Berdasakan tabel critical number of correct responses in a triangel test, pada tingkat α = 0.05 untuk jumlah panelis sebanyak 20 orang, minimum jumlah jawaban benar yang dibutuhkan untuk menunjukkan signifikansi adalah 11 orang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produk minuman setelah disimpan 12 minggu berbeda nyata dengan produk minuman yang belum disimpan. Begitu juga dengan produk minuman yang tidak ditambahkan pengawet setelah disimpan 12 minggu berbeda nyata dengan minuman yang ditambahkan kalium sorbat setelah disimpan 12 minggu.