PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 2001-2008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN
DWI MUSLIANTI H 14094014
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
DWI MUSLIANTI. Perkembangan Perekonomian Provinsi Gorontalo 20012008: Identifikasi Sektor-sektor Unggulan. Dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO.
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-intitusi nasional, di samping penanganan ketimpangan pendapatan dan pengentasan kemiskinan juga tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan, memiliki tolok ukur salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi nasional tidak terlepas dari pembangunan ekonomi di wilayah lebih kecil yaitu pembangunan ekonomi daerah. Tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat daerah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah sebagai salah satu tolok ukur pembangunan daerah tidak terlepas dari potensi yang dimiliki oleh daerah terutama potensi daerah. Peranan perencanaan merupakan kunci bagi proses pembangunan ekonomi yang baik, sehingga penting bagi daerah untuk dapat mengidentifikasikan dan menganalisis potensi ekonomi dan memilih prioritas pada sektor yang sesuai dengan potensi yang ada. Hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengetahui prospek pembangunan ekonomi daerah, sehingga melalui pembangunan ekonomi daerah yang serasi dan terpadu dikaitkan dengan perencanaan yang efektif dan efisien diharapkan dapat menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air. Berdasarkan uraian diatas, maka identifikasi dan analisis ekonomi potensial dalam perencanaan pembangunan Gorontalo sebagai provinsi yang relatif muda sangat penting untuk dikaji. Dengan mengetahui dan mengidentifikasi kondisi, potensi dan peluang ekonomi yang ada, maka dapat lebih memberikan dasar yang baik bagi perencanaan pembangunan Gorontalo yang lebih terarah dalam rangka mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan kemandirian daerah. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif terhadap data PDRB Provinsi Gorontalo yang terdiri atas laju pertumbuhan, kontribusi sektoral dan kontribusi/sumber pertumbuhan ekonomi. Selain itu untuk menentukan sektor basis (memiliki keunggulan komparatif) di kawasan ini digunakan alat analisis Location Quotient. Ruang lingkup penelitian ini adalah PDRB Provinsi Gorontalo dengan periode waktu tahun 2001 hingga 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur perekonomian Provinsi Gorontalo selama periode penelitian masih didominasi oleh sektor Pertanian (30,84 persen), sektor Jasa-jasa (22,07 persen), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (12,98 persen). Sementara laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo ratarata selama periode penelitian sebesar 7,15 persen dengan pertumbuhan rata-rata
tertinggi dialami oleh sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan (11,69 persen), sektor Pertambangan dan Penggalian (10,68 persen), dan sektor Jasa-jasa (9,74 persen). Sektor yang memberikan rata-rata pertumbuhan tinggi terhadap rata-rata pertumbuhan total adalah sektor Pertanian (2,09 persen), sektor Jasa-jasa (1,72 persen), sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan (0,89 persen). Analisis LQ menunjukkan sektor Pertanian (2,12), sektor Bangunan (1,31), sektor Pengangkutan dan Komunikasi (1,62) dan sektor Jasa-jasa (1,95) merupakan sektor basis. Terdapat dua sektor yaitu sektor Pertanian dan sektor Jasa-jasa yang memiliki beberapa keunggulan sekaligus. Kepada pengambil kebijakan, disarankan agar sektor yang memiliki beberapa keunggulan seperti sektor Pertanian dan sektor Jasa-jasa dapat dijaga dan ditingkatkan melalui peningkatan kualitas produk dan sarana prasarana pendukung, pengembangan peranan sektor industri yang berbasis pada hasil-hasil pertanian, dan pendirian pembangkit listrik tenaga air untuk mengatasi krisis listrik yang terjadi agar peranan subsektor Listrik sebagai penunjang sektorsektor lain dapat meningkat dan pengembangan sektor-sektor non unggulan yang memiliki prospek di masa depan.
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 2001-2008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN
Oleh Dwi Muslianti H14094014
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
:
Perkembangan
Perekonomian
Provinsi
Gorontalo 2001-2008: Identifikasi Sektorsektor Unggulan Nama
:
Dwi Muslianti
Nomor Registrasi Pokok
:
H14094014
Menyetujui, Dosen Pembimbing
D.S. Priyarsono, Ph.D. NIP. 19610501 198601 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 20012008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor,
Oktober 2009
Dwi Muslianti H14094014
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dwi Muslianti, lahir pada tanggal 3 Mei 1980 di Jakarta. Penulis anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Mustopo dan Halimah. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Duren 08 kemudian melanjutkan ke SMPN 3 Bekasi pada tahun 1992 dan lulus SMPN pada tahun 1995. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bekasi dan lulus pada tahun 1998. Kesemuanya berlokasi di Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1998, penulis diterima menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dengan jurusan Statistik Ekonomi dan mendapat gelar Sarjana Sains Terapan (SST) pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis diangkat menjadi CPNS di Badan Pusat Statistik dan kemudian ditugaskan
di BPS
Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2009, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa dari BPS dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul ”Perkembangan Perekonomian Provinsi Gorontalo 2001-2008: Identifikasi Sektor-sektor Unggulan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi, Fakultas Ilmu Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penyusunan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor,
Oktober 2009
DWI MUSLIANTI H14094014
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral dan, spiritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khusunya kepada: 1. Dr. Rusman Heriawan, M.S. sebagai Kepala BPS beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan sangat berharga kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke IPB. 2. Soegarenda, M.A. sebagai Kepala BPS Provinsi Gorontalo beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan izin, kesempatan dan kepercayaan kepada penulis guna melanjutkan pendidikan ke IPB. 3. Dedi Budiman Hakim, Ph.D. sebagai Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB beserta jajarannya atas semua keramahtamahannya menerima penulis sebagai peserta didiknya. 4. D.S. Priyarsono, Ph.D. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan curahan perhatiannya dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Dr. Wiwiek Rindayanti sebagai dosen penguji yang telah bersedia menguji penulis dan memberikan saran dan masukan demi perbaikan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak, Ibu dan adik-adik tercinta atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. 7. Segenap dosen pengajar di Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah mentransfer ilmunya kepada penulis dengan penuh tanggungjawab. 8. Rekan-rekan mahasiswa kelas khusus BPS-IPB angkatan 2009, semoga semakin kompak dan sukses selalu. 9. Semua pihak yang telah berperan dalam mendukung penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
v
I.
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1
Latar Belakang ........................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ................................................................
4
1.3
Tujuan Penelitian ....................................................................
4
1.4
Manfaat Penelitian ..................................................................
5
1.5
Ruang Lingkup Penelitian .......................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ......................
6
2.1
Tinjauan Teori-teori ................................................................
6
2.1.1 Teori Ekonomi Pembangunan .....................................
6
2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah .........................
7
2.1.3 Teori Pembangunan Daerah ........................................
8
2.1.4 Teori Sektor Unggulan .................................................
12
2.1.5 Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) ..........
14
2.2
Penelitian-penelitian Terdahulu .............................................
16
2.3
Kerangka Pemikiran ...............................................................
18
METODE PENELITIAN ................................................................
19
3.1
Jenis dan Sumber Data ...........................................................
19
3.2
Metode Analisis .....................................................................
19
3.2.1 Analisis Deskriptif ......................................................
20
3.2.2 Analisis Metode Location Quotient ............................
21
Definisi Operasional Variabel ................................................
25
II
III
3.3
ii
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
28
4.1
Kondisi Geografis Provinsi Gorontalo ...................................
28
4.2
Kondisi Ekonomi Provinsi Gorontalo ....................................
29
4.2.1 Stuktur Ekonomi Sektoral ............................................
29
4.2.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral ..................................
32
4.2.3 Sumber Pertumbuhan Ekonomi ...................................
36
4.3
Analisis Location Quotient .....................................................
38
4.4
Ringkasan Berbagai Analisis .................................................
44
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
46
5.1
Kesimpulan ............................................................................
46
5.2
Saran ......................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
50
LAMPIRAN ..............................................................................................
52
V
iii
DAFTAR TABEL
Nomor 4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
Halaman Kontribusi PDRB Gorontalo menurut Sektor Ekonomi tahun 2001-2008 (persen) .....................................................................
29
Laju Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo menurut Sektor Ekonomi tahun 2002-2008 (persen) ............................................
34
Sumber Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo menurut Sektor Ekonomi Tahun 2002-2008 (persen) ..........................................
38
Nilai Location Quotient dirinci per Sektor Ekonomi tahun 2001-2008 (persen) .....................................................................
39
Sektor-sektor Unggulan di Gorontalo tahun 2001-2008 ......................................................................................................
44
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor.
Halaman
2.1
Kerangka Pikir ..........................................................................
18
4.1
Wilayah Provinsi Gorontalo.......................................................
28
4.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo dan Indonesia tahun 2002-2008 (persen) ..................................................................
33
Sumber Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo menurut Sektor Ekonomi tahun 2002-2008 (persen) ........................................
37
4.3
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Halaman
Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan tahun 2001 – 2008 (Milyar Rupiah) ..........................................
53
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Gorontalo Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2001 – 2008 (Juta Rupiah) ............
54
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Gorontalo Atas Dasar Harga Konstan tahun 2001 – 2008 (Juta Rupiah) .........
55
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Gorontalo Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2001 – 2008 (Persen) ...........
56
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Gorontalo tahun 2001 – 2008 (Persen) .......................................
57
Sumber Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Gorontalo tahun 2001 – 2008 (Persen) .....................
58
Location Quotient Provinsi Gorontalo terhadap Indonesia tahun 2001–2008 ..................................................................................
59
1
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-intitusi nasional, di samping penanganan ketimpangan pendapatan dan pengentasan kemiskinan dengan tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan memiliki berbagai tolok ukur, salah satunya yaitu pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama dan suatu keharusan
bagi
kelangsungan
pembangunan
ekonomi
dan
peningkatan
kesejahteraan (Tambunan, 2001). Kutznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka panjang suatu negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang-barang ekonomi kepada penduduknya (Todaro dan Smith, 2006). Pembangunan ekonomi nasional tidak terlepas dari pembangunan ekonomi di wilayah yang lebih kecil, yaitu pembangunan ekonomi daerah. Sama halnya dengan pembangunan ekonomi nasional, pembangunan ekonomi daerah memiliki tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteran masyarakat di daerah. Peningkatan percepatan pertumbuhan tak terlepas dari potensi daerah yang dimiliki terutama potensi ekonomi yang seharusnya dikelola dan diberdayakan
2
agar sesuai dengan kemampuan dan prospeknya dimasa datang. Pembangunan ekonomi di suatu wilayah akan dapat dilaksanakan dengan tersedianya potensi sumber daya berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, ilmu dan teknologi. Pembangunan juga mempunyai kaitan yang erat dengan berbagai faktor, baik yang mendukung maupun yang menghambat dalam menghasilkan pembangunan tersebut. Oleh karena itu dampak yang dihadapi daerah sebagai akibat situasi ekonomi akan berbeda-beda karena masing-masing daerah mempunyai sektor potensial yang berbeda. Potensi sumber daya yang dimiliki antara satu daerah dengan daerah lainnya tidak merata atau tidak seragam, oleh karena itu pemanfaatan sumber daya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing daerah juga berbeda. Berdasarkan teori pertumbuhan tidak seimbang (unbalanced growth) yang dikemukakan oleh Hirschman, pembangunan ekonomi diprioritaskan pada sektor ekonomi yang mampu mendorong dan menarik sektor-sektor ekonomi lainnya untuk tumbuh dan berkembang, dengan tidak mengabaikan pembangunan pada sektor-sektor ekonomi lainnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi seyogyanya diarahkan atau diprioritaskan kepada sektor unggulan atau andalan (leading sector) pada perekonomian daerah tersebut. Dalam proses perencanaan pembangunan perlu diamati potensi ekonomi suatu daerah, sehingga merupakan hal yang penting bagi pemerintah untuk memperhatikan hal tersebut, karena perencanaan bertujuan untuk memperbaiki
3
penggunaan sumber daya-sumber daya publik yang tersedia dan untuk memperbaiki nilai sumber daya-sumber daya secara bertanggungjawab. Peranan perencanaan merupakan kunci bagi sebuah proses pembangunan ekonomi
yang
baik,
sehingga
penting
bagi
daerah
untuk
dapat
mengidentifikasikan atau mengumpulkan dan menganalisis potensi-potensi ekonomi daerah, serta memilih prioritas pada sektor-sektor yang sesuai dengan kemampuan dan potensi sumber daya alam yang ada. Hal ini dapat dijadikan sebagai basis untuk mengetahui prospek pembangunan ekonomi daerah. Apabila hal ini tidak dilakukan oleh pemerintah daerah, maka pelaksanaan pembangunan akan sangat berat bahkan dapat menemui kegagalan dalam pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan yang pada dasarnya memiliki tiga aspek perencanaan yaitu (1) makro; (2) sektoral; (3) regional; yang ketiganya tersusun dalam satu kesatuan sehingga ibarat cermin sehingga setiap sisi merefleksikan sisi lainnya. Dengan demikian, melalui pembangunan daerah yang serasi dan terpadu baik antar sektor maupun antara pembangunan sektoral dikaitkan dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif, diharapkan dapat mencapai kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air. Berdasarkan uraian di atas, maka identifikasi dan analisis ekonomi potensial dalam perencanaan pembangunan Provinsi Gorontalo sebagai provinsi yang relatif masih muda dengan melihat kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Gorontalo, laju pertumbuhan ekonomi dan sumber pertumbuhan serta perbandingannya dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sangat
4
penting untuk dikaji. Dengan mengetahui dan mengidentifikasi kondisi, potensi dan peluang ekonomi yang ada, maka akan dapat lebih memberikan dasar yang baik bagi penyusunan rencana pembangunan daerah di Provinsi Gorontalo yang lebih
terarah.
Hal
tersebut
diharapkan
dapat
merangsang
terciptanya
pembangunan yang berkelanjutan dan mewujudkan kemandirian daerah.
1.2
Perumusan Masalah Pembangunan ekonomi daerah dimaksudkan untuk meningkatkan atau
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah. Keunggulan daerah tertentu akan menunjang aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil secara khusus dan menunjang kesejahteraan rakyat secara umum. Berdasarkan
hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian adalah sektor-sektor ekonomi mana yang merupakan sektor unggulan dan memiliki potensi dalam pembangunan ekonomi di Provinsi Gorontalo. sehingga di dalam penelitian ini akan dilihat secara rinci sektor unggulan di Provinsi Gorontalo.
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui beberapa indikator penting (kontribusi PDRB, laju pertumbuhan PDRB dan sumber pertumbuhan) perekonomian Provinsi Gorontalo pada periode 2001-2008.
5
2.
Mengidentifikasi sektor-sektor basis dalam perekonomian di Provinsi Gorontalo.
1.4
Manfaat Penelitian 1.
Sebagai bahan rekomendasi bagi pemerintah Provinsi Gorontalo dan pihak yang terkait dalam menentukan arah, kebijakan dan strategi daerah yang akan digunakan untuk meningkatkan potensi sumber daya yang dapat dijadikan sebagai sektor penggerak pembangunan.
2.
Sebagai bahan pelengkap bagi penelitian yang relevan dengan skripsi ini.
3.
Sebagai sumbangan informasi bagi penelitian yang akan mengkaji lebih dalam mengenai Provinsi Gorontalo.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Dalam mengidentifikasikan sektor-sektor yang unggul di Provinsi
Gorontalo ini difokuskan pada gambaran indikator ekonomi yang mengacu pada data PDRB Provinsi Gorontalo tahun 2001-2008 dan analisis Location Quotient (LQ) dengan membandingkan kontibusi PDRB Gorontalo dengan kontribusi PDB Indonesia.
6
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
Tinjauan Teori-teori Tinjauan teori pada penelitian ini meliputi teori ekonomi pembangunan,
teori pertumbuhan ekonomi, teori pembangunan daerah, teori sektor unggulan, dan teori basis ekonomi.
2.1.1 Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita seluruh penduduk dalam suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Sehingga pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses agar saling keterkaitan dan saling mempengaruhi
antara
faktor-faktor
yang
menghasilkan
pembangunan
ekonomi tersebut dapat dilihat. Selanjutnya pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita yaitu tingkat pertambahan PDB/PDRB pada suatu tahun tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan penduduk. Akibat kenaikan tersebut yang merupakan penerimaan, maka akan timbul perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat dan modernisasi dalam struktur ekonomi. Proses pembangunan pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi
7
semata, namun memiliki perspektif yang luas. Dalam proses pembangunan dilakukan upaya yang bertujuan untuk mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik. D alam pembahasan mengenai teori pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi, dikenal 4 pendekatan, yaitu: (1) Teori pertumbuhan linier, (2) Teori pertumbuhan struktural, (3) Teori revolusi ketergantungan internasional (dependensia), (4) Teori Neo-Klasik (Todaro dan Smith, 2006). Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Sebagian ahli ekonomi mengartikan istilah ini sebagai pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi seperti mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah pemerataan pendapatan atau dikenal sebagai economic development is growth plus change, yaitu pembangunan ekonomi. Prestasi pembangunan dapat dinilai dengan berbagai macam cara dan tolok ukur, baik dengan pendekatan ekonomi maupun dengan pendekatan non ekonomi. Penilaian dengan pendekatan ekonomi dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek pendapatan. Tolok ukur – tolok ukur kemakmuran, apapun pendekatannya serta dari manapun sudut tinjauannya, pada umumnya akan konsisten. Oleh karena itu meskipun tolok ukur tinjauan pendapatan bukan satu-satunya tolok ukur, namun tetap relevan dan yang paling lazim diterapkan (Sukirno, 2001).
2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian jangka panjang. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik seperti Thomas Robert Malthus,
8
Adam Smith, David Ricardo dan John Stuart Mill, ada 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 2001). Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang ada di daerah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktorfaktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut (Tarigan, 2005). Untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah, perlu ditentukan prioritas pembangunan daerah. Apabila prioritas pembangunan tidak disesuaikan dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka sumber daya yang ada belum sepenuhnya digali atau kurang dapat dimanfaatkan secara
maksimal.
Keadaan
tersebut
mengakibatkan
lambatnya
proses
pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan, yang pada akhirnya akan dapat mengakibatkan
timbulnya
kepincangan
pembangunan
dan
tertinggalnya
pembangunan daerah tersebut dibandingkan dengan wilayah yang lain (Sjafrizal, 1997)
2.1.3 Teori Pembangunan Daerah Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu
9
pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses pembentukan institusi-institusi baru, industri-industri alternatif, dan perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan-pengembangan usaha baru. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah pada kebijakankebijakan
pembangunan
yang
didasarkan
pada
kekhasan
daerah
yang
bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakat dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu memperkirakan potensi-potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.
10
Pembangunan dalam lingkup daerah tidak selalu berlangsung cepat dan merata seperti yang diinginkan. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerahdaerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan oleh karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki, adanya kecenderungan peranan modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas disamping adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari pemerintah pusat kepada daerah (Sutarno dan Kuncoro, 2003). Seorang
perencana
wilayah
harus
memiliki
kemampuan
untuk
menganalisis potensi ekonomi wilayahnya. Hal ini terkait dengan kewajibannya menentukan sektor-sektor riil yang perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat di satu sisi dan di sisi lain mampu mengidentifikasi faktorfaktor yang mengakibatkan potensi sektor tertentu rendah serta menentukan prioritas-prioritas untuk mengatasi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditas yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan maupun kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektorsektor lain untuk berkembang (Tarigan, 2005). Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber daya-sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta
11
dalam menciptakan nilai sumber daya-sumber daya secara bertanggungjawab. Pembangunan
ekonomi
yang
efektif
dan
efisien
membutuhkan
perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumber daya-sumber daya publik dan sektor swasta, petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar dan organisasi-organisasi sosial harus mempunyai peran dalam perencanaan. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dapat dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit sekonomi yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain. Para ahli dan ekonom menyadari bahwa mekanisme pasar tidak mampu menciptakan penyesuaian dengan cepat apabila terjadi perubahan dan tidak mampu menciptakan laju pertumbuhan yang cepat terutama di negara sedang berkembang seperti Indonesia, sehingga perlu campur tangan pemerintah. Pentingnya campur tangan pemerintah dalam pembangunan daerah
untuk
mencegah
akibat-akibat
dari
mekanisme
pasar
terhadap
pembangunan daerah serta menjaga agar pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dinikmati berbagai daerah yang ada. Perbedaan tingkat pembangunan antar daerah mengakibatkan timbulnya kesenjangan antar daerah, yaitu adanya kegiatan ekonomi yang menumpuk di daerah-daerah tertentu sedangkan di daerah-daerah lain semakin tertinggal. Memusatnya ekspansi ekonomi di suatu daerah akan mempunyai pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain, karena tenaga kerja yang ada, modal dan perdagangan akan pindah ke daerah yang melakukan ekspansi tersebut. Dari pemahaman yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa apabila proses perekonomian diserahkan kepada mekanisme pasar akan membawa
12
pengaruh yang kurang menguntungkan baik bagi daerah yang terbelakang maupun bagi daerah maju yang pada akhirnya dapat mengganggu kestabilan ekonomi secara keseluruhan. Campur tangan pemerintah sangat penting untuk perencanaan dan pembangunan daerah, disamping juga untuk mencegah jurang ketimpangan kemakmuran dan rasa tidak puas masyarakat (Arsyad, 2004). Menurut Arsyad (2004), perencanaan pembangunan ekonomi daerah memiliki beberapa implikasi antara lain: a) Perencanaan pembangunan ekonomi yang realistis memerlukan pemahaman tentang hubungan antar daerah dengan lingkungan nasional baik horisontal maupun vertikal yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. b) Sesuatu yang baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah dan demikian sebaliknya, sesuatu yang baik bagi nasional belum tentu baik bagi daerah. c) Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan dan otoritas biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia di tingkat pusat. Oleh karena itu, perencanaan daerah yang efektif harus dapat menggunakan sumber daya-sumber daya pembangunan yang ada dengan sebaik mungkin dan benar-benar dapat dicapai.
2.1.4 Sektor Unggulan Dalam sektor-sektor ekonomi terdapat sektor-sektor yang keberadaannya pada telah berperan besar pada perkembangan perekonomian suatu wilayah
13
dikarenakan mempunyai keunggulan-keunggulan yang didasarkan pada kriteria tertentu, yaitu: 1. Sektor unggulan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian. Artinya sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan maupun pengeluaran. 2. Sektor unggulan mempunyai dampak keterkaitan yang kuat, baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang dengan sektor unggulan lain ataupun dengan sektor ekonomi lainnya. 3. Sektor unggulan mampu bersaing dengan sektor yang sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan internasional, baik dalam harga produk sektor tersebut, biaya produksi, kualitas pelayanan maupun aspek-aspek lainnya. 4. Sektor unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain, baik dalam hal potensi pasar maupun pemasukkan bahan baku. 5. Sektor unggulan memiliki teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi. 6. Sektor unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksi yang dimiliki oleh sektor tersebut. 7. Sektor unggulan biasanya bisa bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama. Selanjutnya keunggulan ini berkembang melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah (Ambardi dan Socia, 2002).
14
Tumenggung dalam Sitorus (2006) memberi batasan bahwa sektor unggulan adalah sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dengan produk sejenis dari daerah lain serta mampu memberikan manfaat yang besar. Mawardi dalam Sitorus (2006) mengartikan sektor unggulan adalah sektor yang memiliki nilai tambah dan produksi yang besar, memiliki efek pengganda yang besar terhadap perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi baik pasar lokal maupun pasar ekspor.
2.1.5 Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori basis ekonomi (Economic Base Theory) mendasarkan pandangan pada laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar daerah yang juga disebut sebagai kegiatan basis. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong kegiatan ekonomi wilayah. Tenaga kerja yang berdomisili di suatu wilayah, tetapi bekerja dan memperoleh uang di wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk dalam kegiatan/sektor pelayanan, tetapi untuk tidak menciptakan pengertian yang keliru tentang arti pelayanan maka disebut sebagai sektor non basis. Sektor non basis (service) adalah untuk memenuhi kebutuhan lokal. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
15
kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Oleh karena itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian, sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak dapat berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan tersebut, satu-satunya sektor yang dapat meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis (Tarigan, 2005). Inti dari teori basis ekonomi menurut Arsyad (2004) adalah bahwa faktor
penentu
utama
pertumbuhan
ekonomi suatu daerah berhubungan
langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Kelemahannya model ini adalah bahwa model ini berdasarkan pada permintaan eksternal bukan internal yang pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang amat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian, model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi. Pendekatan basis ekonomi sebenarnya dilandasi pendapat bahwa yang perlu dikembangkan di sebuah wilayah adalah kemampuan berproduksi dan menjual hasil produksi tersebut secara efisien dan efektif. Lebih lanjut model ini menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah atas dua sektor, yaitu: 1. Sektor Basis, yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang melayani baik pasar
16
domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Itu berarti daerah secara tidak langsung mempunyai kemampuan untuk mengekspor barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor tersebut ke daerah lain. 2. Sektor Non Basis, yaitu sektor atau kegiatan yang hanya mampu melayani pasar daerah itu sendiri. Berdasarkan teori ini, sektor basis perlu dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
2.2
Penelitian-penelitian Terdahulu Hasil penelitian Suparno (2008) terhadap sektor-sektor perekonomian
Pulau Sulawesi dengan menggunakan metode analisis basis wilayah (LQ) menyatakan bahwa ada beberapa sektor yang mampu menjadi sektor basis secara kontinyu pada tahun 2000-2007 berdasarkan indikator nilai tambah. Sektor-sektor tersebut adalah sektor Pertanian, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, sektor Bangunan, sektor Pengangkutan dan Komunikasi, dan sektor Jasa-jasa. Sementara sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan tidak mampu menjadi sektor basis pada tahun 2000-2007. Selain itu ada beberapa sektor yang memiliki keunggulan sekaligus berdasarkan keunggulan komparatif, daya saing yang tinggi keunggulan dan spesialisasinya yaitu sektor Pertanian, sektor Bangunan dan sektor Jasa-jasa. Bustam (2005) dalam identifikasi dan kontribusi subsektor Perikanan terhadap PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat menyatakan bahwa berdasarkan
17
hasil analisis LQ menunjukkan bahwa subsektor Perikanan merupakan subsektor dengan LQ tertinggi kelima dari semua subsektor PDRB, yaitu dengan LQ 2,09. Sementara terhadap sektor Pertanian, sektor ini berada pada urutan ketiga setelah subsektor Tanaman Bahan Makanan dan subsektor Peternakan. Hidayat (2004) dalam mengidentifikasikan sektor basis dan non basis di Kabupaten Purbalingga tahun 1996-2003 menemukan bahwa laju pertumbuhan adalah positif. Berdasarkan perhitungan LQ yang merupakan sektor basis bagi Kabupaten Purbalingga tahun 1996-2003 adalah sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, sektor Bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Butar-butar (2004) dalam mengidentifikasikan sektor-sektor basis Kota Batam periode 1998-2002 diperoleh hasil bahwa prioritas pengembangan wilayah Batam dibagi menjadi 4 (empat) kelompok prioritas berdasarkan penggabungan analisis LQ, rata-rata kontribusi sektor ekonomi dan pertumbuhan ekonomi Kota Batam. Hasil penelitian tersebut adalah prioritas 1 adalah sektor Industri Pengolahan, prioritas 2 adalah sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, dan prioritas 3 adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.
2.3
Kerangka Pemikiran Model pembangunan ekonomi daerah melalui pendekatan sektoral harus
melihat dan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya potensial di masingmasing daerah tersebut. Untuk mengidentifikasi sektor potensial/unggulan di Provinsi Gorontalo dapat dilihat melalui indikator PDRB yaitu dari sisi kontribusi,
18
laju pertumbuhan dan sumber pertumbuhan. Selain itu untuk melihat keunggulan komparatif terhadap nasional digunakan analisis Location Quotient. Dengan identifikasi sektor-sektor ungguluan tersebut, maka perencanaan pembangunan dapat diprioritaskan pada sektor tersebut.
Pembangunan Ekonomi Provinsi Gorontalo
Pendekatan Sektoral
Keterbatasan Sumber daya dan Potensi Daerah
Basis Ekonomi Wilayah
Indikator Perekonomian
• • •
Struktur Ekonomi Laju Pertumbuhan Sumber Pertumbuhan
Analisis Location Quotient
Prioritas Pembangunan dan Implikasi Kebijakan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
19
III.
3.1
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui dua cara,
yaitu: •
Berdasarkan data sekunder. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), dan BPS Provinsi Gorontalo. Adapun data yang digunakan adalah: 1.
Data PDRB Provinsi Gorontalo menurut Lapangan Usaha tahun 20012008 atas dasar berlaku dan harga konstan 2000.
2.
Data PDB menurut Lapangan Usaha tahun 2001-2008 atas dasar harga berlaku dan harga konstan 2000.
•
Penelitian Kepustakaan. Untuk menunjang kelengkapan bahan-bahan serta sumber, penulis memanfaatkan literatur yang ada di beberapa perpustakaan terkait, dan buku-buku pedoman digunakan untuk menambah wawasan mengenai permasalahan yang sedang diteliti.
3.2. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan berupa analisis deskriptif, yaitu teknik yang digunakan untuk menggambarkan suatu hal secara umum dan bertujuan untuk mempermudah penjelasan dan biasanya melalui penafsiran tabeltabel atau grafik. Analisis lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quotient, yaitu untuk menganalisis sektor basis di Provinsi Gorontalo.
20
3.2.1 Analisis Deskriptif Analisis
deskriptif
digunakan
untuk
menjelaskan
perkembangan
kontribusi, laju pertumbuhan ekonomi, dan sumber pertumbuhan PDRB Provinsi Gorontalo dari tahun 2001-2008. Struktur ekonomi Provinsi Gorontalo dapat dilihat dari kontribusi sektoral. Data yang digunakan dalam analisis struktur ini adalah PDRB atas dasar harga berlaku, karena menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan suatu daerah. Sedangkan data yang digunakan untuk melihat tingkat pertumbuhan ekonomi adalah data PDRB atas dasar harga konstan 2000, karena data ini sudah tidak mengandung faktor harga, sehingga pengukuran pertumbuhan ekonomi ini lebih mencerminkan perubahan produksi. Indikator ini sangat dibutuhkan untuk menilai kinerja pembangunan yang telah dilaksanakan, serta berguna untuk menentukan arah pembangunan pada masa yang akan datang. Tingkat pertumbuhan ekonomi dalam persentase dihitung dengan menggunakan rumus berikut : (PDRBADHK it – PDRBADHK i,t-1) git = PDRBADHK i,t-1
x 100%
dimana : git
=
Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo
PDRBADHK it
=
PDRB riil Provinsi Gorontalo tahun t
PDRBADHK i,t-1
=
PDRB riil Provinsi Gorontalo tahun t-1
21
Analisis sumber pertumbuhan (source of growth) digunakan untuk mengetahui sumber-sumber pertumbuhan provinsi Gorontalo menurut sektor ekonomi. Rumus yang digunakan dalam analisis source of growth (Santosa, 2008) ialah:
dimana
dan
P
SoGi
=
Sumber pertumbuhan sektor ke-i
DPi
= Distribusi persentase PDRB sektor ke-i
PEi
= Pertumbuhan ekonomi sektor ke-i
Wi(t-1)
=
Yr t
= Pendapatan daerah riil tahun t
Yr t −1
= Pendapatan daerah riil tahun t-1.
Penimbang sektor ke –i pada tahun ke (t-1) dan W i(t-1) = 100
3.2.2 Metode Location Quotient (LQ) Location Quotient (LQ) merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk menentukan sektor basis/pemusatan dan non basis, dengan tujuan untuk melihat keunggulan komparatif suatu daerah dalam menentukan sektor andalannya. LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap peranan sektor tersebut secara nasional. Istilah wilayah nasional dapat juga diartikan untuk wilayah induk/wilayah atasan. Misalnya apabila diperbandingkan antara wilayah kabupaten dengan propinsi, maka wilayah
22
propinsi
memegang
peranan
sebagai
wilayah
nasional
dan
apabila
diperbandingkan wilayah kecamatan dengan wilayah kabupaten maka kabupaten memegang peranan sebagai wilayah nasional. Menurut Arsyad (2006), dalam teknik ini, kegiatan ekonomi suatu daerah dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: a) Sektor Basis adalah sektor yang mampu untuk memenuhi kebutuhan baik pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan. b) Sektor Non Basis merupakan sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri, sektor seperti ini dikenal sebagai sektor non unggulan. Teori ini selanjutnya menyatakan bahwa karena sektor basis menghasilkan barang dan jasa yang dapat dijual keluar daerah sehingga meningkatkan pendapatan daerah tersebut, maka secara berantai akan meningkatkan investasi yang berarti peningkatan lapangan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya meningkatkan permintaan terhadap industri basis, tetapi juga menaikkan permintaan akan industri non basis. Dengan dasar teori ini, maka sektor basis perlu diprioritaskan untuk dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Pada umumnya, yang digunakan dalam penghitungan ini adalah data tenaga kerja (employment), karena mudah dikonversikan ke dalam satuan lain, seperti populasi dan rumah tangga. Namun untuk Indonesia hal ini sulit dilakukan
23
mengingat adanya perbedaan definisi yang mendasarinya. Selain itu, ada masalah lain yaitu adanya tenaga paruh waktu, dan tenaga kerja penuh, dan juga masalah commuter, yaitu penduduk yang bekerja di tempat yang berbeda dengan tempat tinggalnya. Dengan terdapatnya masalah-masalah ini, maka tenaga kerja menjadi kurang representatif sebagai satuan ukuran perubahan, terutama untuk jangka pendek. Satuan ukuran lainnya adalah nilai tambah bruto yang memiliki akses data lebih mudah dan memiliki makna yang lebih jauh (Susanti dalam Wahyudi, 2005). Rumusan LQ menurut Tarigan (2005) yang kemudian digunakan dalam penentuan sektor basis dan non basis, dinyatakan dalam persamaan berikut:
LQ =
Xr / RVr Xn / RVn
dimana : LQ
= Koefisien Location Quotient Provinsi Gorontalo
Xr
= PDRB sektor i di Provinsi Gorontalo
RVr
= Total PDRB Gorontalo
Xn
= PDB sektor i di Indonesia
RVn
= Total PDB Indonesia Selanjutnya kriteria pengukuran adalah kriteria sebagai berikut :
1. LQ > 1 Jika LQ lebih besar dari 1, berarti peranan sektor tertentu pada Provinsi Gorontalo lebih besar dari peranan sektor yang sama pada tingkat nasional,
24
sehingga memungkinkan daerah tersebut untuk melakukan ekspor ke luar daerah (basis). 2. LQ < 1 Jika LQ lebih kecil dari 1, berarti peranan sektor tertentu pada Provinsi Gorontalo lebih kecil dari peranan sektor yang sama pada tingkat nasional sehingga daerah tersebut tidak dapat melakukan ekspor karena tidak mampu memenuhi kebutuhan domestiknya atau harus mengimpor dari daerah lain (non basis). 3. LQ = 1 Jika LQ sama dengan i, berarti peranan sektor tertentu pada Provinsi Gorontalo sama dengan peranan sektor yang sama pada tingkat nasional sehingga daerah tersebut mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri (self sufficient). Penggunaan LQ dapat dilakukan dengan asumsi bahwa penduduk di setiap daerah memiliki pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional. Selain itu, permintaan daerah akan suatu barang pertama-tama dipenuhi oleh hasil daerah itu sendiri kemudian akan mengekspor apabila jumlah produksi daerah tersebut berlebih. Selain itu apabila daerah yang diamati merupakan bagian yang penting baik dari segi luas maupun segi nilai tambahnya, maka hal ini akan berdampak bagi wilayah referensi dimana nilai pembaginya (nominator) akan cenderung mendekati nilai denominatornya, sehingga LQ akan cenderung bias dan mendekati satu, sehingga harus dipilih wilayah referensi lain.
25
Analisis LQ ini suatu analisis yang sangat sederhana dan dapat sangat berguna apabila indeks ini tidak diterapkan secara otomatis, dalam pengertian tidak mempertimbangkan kenyataan logis dari fenomena yang diamati. Apabila digunakan dalam bentuk one shoot analysis, manfaat yang dihasilkan tidak begitu besar yaitu hanya melihat apakah LQ berada diatas 1 atau tidak. Namun apabila dilakukan dalam bentuk time series perkembangan LQ dapat dilihat dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan ataupun penurunan. Hal tersebut dapat membantu kita dalam melihat kekuatan/kelemahan wilayah kita dibandingkan secara relatif dengan wilayah yang lebih luas. Potensi yang positif digunakan dalam strategi pengembangan wilayah dan faktor-faktor yang membuat potensi suatu sektor menjadi lemah, perlu dipikirkan apakah ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas.
3.3
Definisi Operasional Variabel Beberapa variabel yang telah digunakan untuk kepentingan penelitian ini
memiliki konsep dan definisi sebagai berikut: 1.
Produk Domestik Bruto/ Produk Domestik Regional Bruto (PDB/PDRB) merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu kurun waktu. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan dan disebut domestik karena menyangkut batas wilayah.
2.
PDB/PDRB atas dasar harga berlaku (nominal) merupakan jumlah seluruh nilai tambah dari barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun.
26
3.
PDB/PDRB atas dasar harga konstan (riil) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar dan faktor perubahan harga telah dihilangkan. Indikator ini umumnya digunakan
untuk
menggambarkan
pertumbuhan
riil
dan
tingkat
kemakmuran ekonomi dari tahun ke tahun. 4.
Sektor-sektor ekonomi, dibagi ke dalam sembilan sektor yaitu: (1) sektor Pertanian, (2) sektor Pertambangan dan Penggalian, (3) sektor Industri Pengolahan, (4) sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, (5) sektor Bangunan, (6) sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, (7) sektor Pengangkutan dan Komunikasi, (8) sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, (9) sektor Jasa-jasa.
5.
Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan nilai PDB/PDRB atas dasar harga konstan dari suatu periode (tahun) terhadap periode (tahun) sebelumnya.
6.
Kontribusi PDB/PDRB adalah besarnya peranan PDB/PDRB menurut sektor/lapangan usahan terhadap total PDB/PDRB tahun tertentu.
7.
Sumber Pertumbuhan adalah adalah kontribusi pertumbuhan yang diberikan oleh masing-masing sektor terhadap pertumbuhan total.
8.
Sektor Basis adalah sektor yang mampu memenuhi kebutuhan daerahnya dan juga melakukan ekspor ke luar daerah maupun luar negeri baik berupa barang dan jasa yang menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut.
27
9.
Sektor Unggulan adalah sektor-sektor yang memiliki keunggulan dari sisi kontribusi PDRB, laju pertumbuhan, sumber pertumbuhan dan basis ekonomi.
28
IV.
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geografis Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo terletak antara 00 19’ - 10 15’Lintang Utara dan 1210 23’
– 1230 43’ Bujur Timur. Wilayah provinsi ini berbatasan langsung dengan dua provinsi lain, yaitu Provinsi Sulawesi Utara di sebelah timur dan Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah barat. Di sebelah utara berbatasan langsung dengan laut Sulawesi, sebelah selatan dengan Teluk Tomini. Luas wilayah provinsi ini tercatat sebesar 12.215,44 km2. Jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia, luas wilayah provinsi ini hanya sebesar 0,64 persen. Provinsi Gorontalo terdiri dari 5 (lima) kabupaten dan satu kota, yaitu Kab. Boalemo, Kab.Gorontalo, Kab. Pohuwato, Kab. Bone Bolango, Kab. Gorontalo Utara dan Kota Gorontalo. Wilayah terluas di Provinsi Gorontalo adalah
Kabupaten Gorontalo. Jumlah
penduduk di Provinsi Gorontalo 972.208 jiwa yang tersebar di keenam kabupaten/kota tersebut.
Gambar 4.1 Wilayah Provinsi Gorontalo
29
4.2
Kondisi Ekonomi Provinsi Gorontalo
4.2.1 Struktur Ekonomi Sektoral Peranan sektor-sektor dalam PDRB yang dapat dilihat dari besarnya sumbangan tiap-tiap sektor menggambarkan struktur ekonomi daerah tersebut. Struktur perekonomian suatu daerah akan menggambarkan pola/tatanan ekonomi daerah tersebut. Struktur ekonomi di suatu daerah akan sangat tergantung dari seberapa besar kemampuan sektor-sektor tersebut dalam memproduksi barang dan jasa. Tabel 4.1
Kontribusi PDRB Gorontalo menurut Sektor Ekonomi Tahun 20012008 (%) Tahun
Lapangan Usaha (1)
Pertanian
Ratarata
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
32,58
30,75
32,45
30,47
28,04
30,58
30,51
31,32
30,84
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,88
0,75
0,75
0,81
0,95
1,01
1,12
1,08
0,92
11,39
8,69
7,97
8,31
7,18
5,90
5,55
4,93
7,49
0,66
0,79
0,87
0,91
0,79
0,70
0,71
0,58
0,75
Bangunan
7,63
7,96
6,95
6,57
6,29
6,78
6,77
6,69
6,96
16,36
15,38
14,06
13,27
11,89
11,49
11,14
10,26
12,98
11,67
9,22
8,08
8,44
8,07
8,41
8,92
8,63
8,93
5,80
6,77
8,61
10,31
10,48
10,17
10,44
9,95
9,07
13,03
19,69
20,26
20,92
26,31
24,95
24,84
26,57
22,07
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat & Jasa Persh Jasa - jasa PDRB
Sumber: BPS Provinsi Gorontalo (diolah)
Semakin besar nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu sektor ekonomi maka akan semakin besar pula tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap sektor ekonomi tersebut. Apabila sumbangan suatu sektor relatif besar, maka
30
seandainya terjadi sedikit gangguan pada sektor tersebut, maka akan dapat mengakibatkan permasalahan dalam perekonomian Gorontalo. Namun demikian, sektor dengan kontribusi yang kecil tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab terdapat kemungkinan bahwa sektor tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan dan akan menjadi andalan wilayah di waktu yang akan datang. Berdasarkan tabel 4.1, terdapat tiga sektor di Gorontalo yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian di Gorontalo. Sektor-sektor tersebut yaitu sektor Pertanian, sektor Jasa-jasa dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Sedangkan sektor dengan kontribusi terendah adalah sektor Pertambangan dan Penggalian, dan sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. Dari ketiga sektor-sektor dengan kontribusi besar tersebut, sektor Pertanian merupakan sektor yang sangat dominan dengan kontribusi selalu berada pada posisi teratas dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya selama periode penelitian dan memiliki kontribusi rata-rata sebesar 30,84 persen. Kontribusi sektor Pertanian ini pada tahun 2001 sebesar 32,58 persen dan pada tahun 2008 sebesar 31,32 persen, walaupun selama kurun waktu tersebut kontribusinya terbilang fluktuatif. Sementara itu, sektor Jasa-jasa memiliki kontribusi sebesar 13,03 persen pada tahun 2001 dan memiliki kecenderungan untuk terus meningkat kontribusinya, hingga pada tahun 2008 kontribusinya menjadi sebesar 26,57 persen. Sedangkan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran walaupun merupakan sektor dengan kontribusi terbesar ketiga dengan kontribusi rata-rata sebesar 12,98 persen, namun kontribusinya selama kurun waktu delapan tahun ini semakin menurun, yaitu dari sebesar 16,36 persen pada tahun 2001 menjadi sebesar 10,26
31
persen pada tahun 2008. Selain ketiga sektor dominan diatas, sektor-sektor lainnya yang mengalami kontribusi semakin besar selama kurun waktu 2001-2008 adalah sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,88 persen pada tahun 2001 dan meningkat menjadi sebesar 1,08 persen pada tahun 2008. Sektor Listrik, Gas dan Air Minum sebesar 0,66 persen pada tahun 2001 menjadi 0,58 persen pada tahun 2008. Sektor Keuangan dan Jasa Persewaan sebesar 5,80 persen pada tahun 2001, dan meningkat pada tahun 2008 menjadi sebesar 9,95 persen Sementara sektor-sektor yang memiliki kontribusi semakin mengecil adalah sektor Industri Pengolahan yaitu dengan kontribusi sebesar 11,39 persen pada tahun 2001, menjadi sebesar 4,93 persen pada tahun 2008. Sektor Bangunan yang memiliki kontribusi sebesar 6,69 persen pada tahun 2008, lebih kecil dibandingkan kontribusinya pada tahun 2001 yaitu sebesar 7,63 persen. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 8,63 persen pada tahun 2008, menurun apabila dibandingkan dengan kontribusinya pada tahun 2001 yaitu sebesar 11,67 persen. Apabila dilihat dari sektor-sektor yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap PDRB Gorontalo, maka struktur perekonomian Gorontalo di dominasi yang termasuk dalam kelompok sektor Primer (Pertanian) dan sektor Tersier (Perdagangan dan Jasa-jasa). Sementara itu peranan sektor Sekunder terbilang sangat kecil, sehingga terlihat pertumbuhan perekonomian yang tidak linier dimana bergerak dari primer ke tersier. Dengan masih lemahnya kontribusi sektor Sekunder yang biasanya dimotori oleh sektor Industri Pengolahan (7,49 persen),
32
maka hasil produksi sektor Pertanian lebih banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah/belum diolah yang cenderung memiliki nilai tambah rendah, karena hasil produksi tersebut tidak mampu diserap oleh sektor Industri Pengolahan. Ekspor produksi pertanian Provinsi Gorontalo yang sebagian besar berupa komoditas Jagung, Kelapa, Sapi dan Ikan ke luar daerah seperti pulau Jawa dan luar negeri seperti Jepang, Malaysia dan Filipina masih dalam bentuk bahan mentah sehingga selain memiliki nilai tambah yang masih rendah juga sangat rentan terhadap kemungkinan rusaknya produk-produk tersebut pada saat pengiriman sehingga dapat menurunkan kualitas produk.
4.2.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan dari hasil
pembangunan
yang
dilaksanakan
oleh
suatu
daerah,
khususnya
pembangunan dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berguna untuk mengukur kinerja pembangunan dan sebagai indikator guna penyusunan rencana pembangunan pada masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama suatu periode tertentu tersebut tidak terlepas dari perkembangan masingmasing sektor/subsektor yang ikut membentuk nilai tambah perekonomian suatu daerah secara keseluruhan. Pertumbuhan tersebut merupakan agregat dari pertumbuhan di setiap sektor ekonomi yang ada. Bagi setiap daerah, indikator ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang telah dicapai, kinerja perekonomian daerah serta berguna untuk menentukan arah pembangunan masa yang akan datang.
33
Gambar 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo dan Indonesia Tahun 20022008 (%)
Berdasarkan gambar diatas, laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo selama kurun waktu 2002-2008 memberikan suatu indikator pertumbuhan yang baik. Secara rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo melaju diatas laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2002, laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo sebesar 6,45 persen, sedangkan laju pertumbuhan Indonesia 4,50 persen. Laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo tersebut terus meningkat hingga tahun 2008 dengan pertumbuhan mencapai sebesar 7,76 persen, sementara pertumbuhan nasional sebesar 6,06 persen. Hal tersebut terjadi karena sebagai provinsi yang terbilang baru, masih banyak dilakukan pembangunan infrastruktur dasar guna menunjang kelangsungan jalannya pemerintahan dan pembangunan. Gambaran fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun dapat dilihat melalui penyajian PDRB atas dasar harga konstan. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, dan sebaliknya menunjukkan terjadinya penurunan. Jika suatu sektor memiliki laju pertumbuhan
34
relatif tinggi pada waktu yang relatif panjang, maka diharapkan sektor tersebut akan mampu mengangkat perekonomian Provinsi Gorontalo. Apabila sebaliknya, maka akan menimbulkan kekhawatiran bahwa sektor ini akan cenderung memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo secara keseluruhan. Tabel 4.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo menurut Sektor Ekonomi Tahun 2002-2008 (%) Tahun
Lapangan Usaha
Ratarata
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
8,73
4,49
3,16
7,45
7,94
7,32
8,06
6,74
13,09
15,44
3,36
9,65
11,26
11,79
10,14
10,68
Industri Pengolahan
5,51
4,98
5,15
4,73
(5,93)
5,39
5,47
3,61
Listrik, Gas, dan Air Bersih
7,76
3,42
11,93
5,44
1,56
14,65
(0,74)
6,29
Bangunan
3,71
7,41
4,46
4,84
12,42
10,12
10,17
7,59
(1)
Pertanian Pertambangan dan Penggalian
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat & Jasa Persh
3,65
1,72
2,54
4,89
6,87
6,83
6,87
4,77
(8,27)
5,34
22,44
9,36
9,75
7,05
7,58
7,61
14,98
27,27
20,13
(3,58)
7,44
8,39
7,20
11,69
Jasa - jasa
12,10
9,00
5,54
15,61
9,93
7,60
8,39
9,74
6,45
6,88
6,93
7,19
7,30
7,51
7,76
7,15
PDRB
Sumber: BPS Provinsi Gorontalo (diolah)
Kinerja perekonomian Gorontalo selama delapan tahun (2001-2008) mengalami percepatan pertumbuhan. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhannya yang terus mengalami kenaikan, yaitu dari 6,45 persen pada tahun 2002 menjadi 7,76 persen pada tahun 2008 atau secara rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 7,15 persen. Sejak tahun 2002 hingga 2008 hampir keseluruhan sektor ekonomi yang ada mengalami pertumbuhan positif, kecuali pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan, sektor Industri Pengolahan dan sektor Listrik, Gas dan Air Bersih .
35
Selama kurun waktu 2001-2008 terdapat tiga sektor yang mengalami pertumbuhan rata-rata yang cukup tinggi yaitu sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan sebesar 11,69 persen dan sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 10,68 persen, dan sektor Jasa-jasa sebesar 9,74 persen. Pada tahun 2002, sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Keuangan memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi yaitu 14,98 persen dan kondisi ini terus berlangsung hingga tahun 2004. Pada tahun 2008 laju pertumbuhan sektor ini sebesar 7,20 persen. Sektor lain yang memiliki pertumbuhan cukup tinggi pada tahun 2002 adalah sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 13,09 persen yang disebabkan oleh adanya penemuan tambang emas, walaupun eksplorasinya masih bersifat tradisional karena masih dilakukan langsung oleh masyarakat sehingga pertumbuhan yang positif ini bersifat fluktuatif dalam kurun waktu tersebut, dan berlangsung sampai dengan tahun 2008 dengan pertumbuhan sebesar 10,14 persen. Sektor selanjutnya yang memiliki pertumbuhan tinggi ketiga adalah sektor Jasa-jasa. Sektor ini tumbuh sebesar 12,10 pada tahun 2002 dan pada tahun 2008 tumbuh sebesar 8,39 persen dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 9,74 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih memiliki laju pertumbuhan rata-rata terkecil selama kurun waktu penelitian, padahal peranan sektor ini sangat berarti bagi kinerja sektor-sektor lainnya dikaitkan dengan fungsinya sebagai sektor penunjang. Kecilnya pertumbuhan sektor ini, bahkan sempat mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2008 (-0,47 persen) disebabkan terutama oleh subsektor Listrik. Kurang memadainya sumber pembangkit listrik yang dimiliki
36
oleh Gorontalo dan kurang lancarnya pasokan bahan baku penghasil listrik menjadi penyebab kecilnya laju pertumbuhan sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ini, yaitu pembangkit listrik diesel yang telah berusia tua dan tersendatnya pasokan solar sebagai bahan baku pembangkit listrik yang semakin tidak seimbang dengan kebutuhan listrik yang semakin meningkat oleh rumah tangga dan industri di Gorontalo.
4.2.3 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Dalam pertumbuhan ekonomi, sumber-sumber pertumbuhan berasal dari kemampuan suatu wilayah dalam mengembangkan potensi sumber dayanya. Semakin besar kuantitas dan semakin tinggi kualitas sumber daya tersebut, maka makin besar pula potensi wilayah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Selama kurun waktu delapan tahun, Gorontalo mencatat pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 7,15 persen. Terdapat tiga sektor ekonomi yang memberikan andil atau menjadi sumber bagi pertumbuhan ekonomi Gorontalo. ketiga sektor tersebut adalah sektor Pertanian dengan sumber pertumbuhan sebesar 2,09 persen, sektor Jasa-jasa dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,72 persen, dan sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan dengan sumber pertumbuhan sebesar 0,89 persen. Apabila dikaji ketiga sektor dengan sumber pertumbuhan dominan tersebut pada tahun 2002 dan 2008, maka laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo pada tahun 2002 sebesar 6,45 persen bersumber dari sektor Pertanian yang
37
merupakan sumber dari pertumbuhan Gorontalo yang utama sebesar 2,76 persen. Sektor tersebut diikuti oleh sektor Jasa-jasa sebesar 1,97 persen, dan sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan sebesar 0,98 persen. Pada tahun 2008, sumber utama bagi pertumbuhan Gorontalo sebesar 7,76 persen bersumber dari sektor Pertanian sebesar 2,47 persen, sektor Jasa-jasa sebesar 1,60 persen dan sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan sebesar 0,62 persen. Pada tahun 2008 ini, sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan bukan merupakan sumber pertumbuhan ketiga tertinggi, melainkan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan sumber pertumbuhan sebesar 0,95 persen.
Gambar 4.3 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo menurut Sektor Ekonomi Tahun 2002-2008 (%)
Pada tahun 2003-2004 sumber pertumbuhan terbesar adalah sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan sebesar masing-masing 1,93 persen dan 1,69 persen, namun pada waktu 2006-2008 sumber terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Gorontalo kembali berasal dari sektor Pertanian. Sektor ini merupakan
38
sumber pertumbuhan sebesar 2,42 persen terhadap pertumbuhan Gorontalo sebesar 7,30 persen pada tahun 2006, sebesar 2,25 persen terhadap pertumbuhan Gorontalo sebesar 7,51 persen pada tahun 2007 dan sebesar 2,47 terhadap pertumbuhan Gorontalo sebesar 7,76 persen pada tahun 2008. Tabel 4.3 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo menurut Sektor Ekonomi Tahun 2002-2008 (%) Tahun Lapangan Usaha
Ratarata
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Pertanian
2,76
1,45
1,00
2,27
2,42
2,25
2,47
2,09
Pertambangan dan Penggalian
0,11
0,14
0,03
0,09
0,11
0,12
0,10
0,10
Industri Pengolahan
0,56
0,50
0,51
0,46
(0,56)
0,45
0,45
0,34
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,05
0,02
0,07
0,03
0,01
0,09
(0,00)
0,04
Bangunan
0,29
0,57
0,34
0,36
0,91
0,78
0,80
0,58
Perdagangan, Hotel dan Restoran
0,58
0,27
0,38
0,70
0,95
0,95
0,95
0,68
(0,84)
0,47
1,94
0,93
0,98
0,73
0,78
0,71
Keuangan, Real Estat & Jasa Persh
0,98
1,93
1,69
(0,34)
0,63
0,71
0,62
0,89
Jasa - jasa
1,97
1,54
0,97
2,69
1,85
1,45
1,60
1,72
PDRB
6,45
6,88
6,93
7,19
7,30
7,51
7,76
7,15
(1)
Pengangkutan dan Komunikasi
Sumber: BPS Provinsi Gorontalo (diolah)
Selain sektor Pertanian, sektor Jasa-jasa menjadi sumber pertumbuhan sebesar 1,97 persen pada tahun 2002 dan sebesar 1,60 persen pada tahun 2008. Sementara sektor-sektor lainnya memberikan peranan terhadap pertumbuhan ekonomi Gorontalo sebesar di bawah satu persen.
4.3
Analisis Location Quotient Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengidentifikasi
keunggulan komparatif kegiatan ekonomi di Provinsi Gorontalo dengan
39
membandingkannya pada tingkat nasional. Teori LQ digunakan untuk menganalisa keragaman basis ekonomi. Dari analisis tersebut dapat diidentifikasi apakah sektor-sektor tersebut dapat dikembangkan untuk tujuan ekspor atau hanya untuk memasok kebutuhan lokal, sehingga sektor yang dikatakan potensial dapat dijadikan sektor prioritas utama dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Tabel 4.4 Nilai Location Quotient Gorontalo dirinci per Subsektor Ekonomi Tahun 2001-2008 Tahun Lapangan Usaha (1)
2001 (2)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Ratarata
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Pertanian
2,03
2,10
2,07
2,04
2,10
2,16
2,21
2,25
2,12
a. Tanaman. Bahan Makanan
1,63
1,73
1,79
1,86
1,95
2,03
2,12
2,19
1,91
b. Tanaman Perkebunan
3,18
3,13
3,01
3,01
3,02
3,02
2,94
2,82
3,02
c. Peternakan
2,16
2,19
2,14
2,30
2,41
2,42
2,48
2,54
2,33
d. Kehutanan
2,10
2,12
1,92
0,90
0,97
1,13
1,22
1,23
1,45
e. Perikanan
2,03
2,10
1,99
1,91
1,91
1,91
1,95
1,99
1,97
0,07
0,08
0,09
0,10
0,10
0,11
0,12
0,13
0,10
0,37 0,97 1,41
0,36 0,94 1,36
0,35 0,91 1,35
0,34 0,95 1,29
0,34 0,93 1,24
0,30 0,88 1,27
0,30 0,90 1,27
0,30 0,79 1,28
0,33 0,91 1,31
0,99
0,96
0,91
0,87
0,83
0,82
0,80
0,78
0,87
2,09
1,73
1,60
1,69
1,62
1,53
1,42
1,29
1,62
a.Pengangkutan
2,66
2,23
2,09
2,34
2,37
2,39
2,43
2,50
2,38
b.Komunikasi
0,69
0,64
0,58
0,52
0,46
0,41
0,36
0,29
0,49
0,76
0,81
0,94
1,04
0,92
0,92
0,92
0,89
0,90
1,75
1,85
1,90
1,87
2,02
2,06
2,06
2,06
1,95
2,21
2,50
2,70
2,75
3,20
3,40
3,46
3,57
2,98
b. Swasta 1,24 Sumber: BPS Provinsi Gorontalo (diolah)
1,19
1,12
1,07
1,03
0,97
0,93
0,89
1,06
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Real Estat & Jasa persh. Jasa - jasa a.Pemerintahan Umum
Berdasarkan analisis LQ pada tabel 4.4, selama kurun penelitian (20012008), secara rata-rata di Gorontalo terdapat empat sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif, yaitu yang memiliki nilai LQ lebih dari satu. Sektorsektor tersebut adalah sektor Pertanian, sektor Bangunan, sektor Pengangkutan
40
dan Komunikasi dan Sektor Jasa-jasa. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Gorontalo telah mampu memenuhi sendiri kebutuhannya di sektor ini dan dimungkinkan untuk mengekspor keluar daerah hasil dari produksi barang dan jasa pada sektor ini. Sehingga sektor-sektor tersebut dapat diunggulkan dan potensial untuk meningkatkan kinerja perekonomian provinsi Gorontalo. Sektor Pertanian selama kurun waktu delapan tahun memiliki nilai LQ rata-rata sebesar 2,12 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang unggul di Gorontalo dengan asumsi telah mampu mencukupi kebutuhan di dalam wilayah ini dan memiliki kelebihan untuk dijadikan komoditas ekspor ke luar wilayah Gorontalo. Potensi sektor ini telah terlihat sejak tahun 2001, yaitu dengan nilai LQ sebesar 2,03 dan semakin besar hingga mencapai 2,25 pada tahun 2008. Sektor Pertanian terdiri dari subsektor Tanaman Bahan Makanan, tanaman Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. Apabila dilihat sampai ke pada subsektor pembentuk sektor Pertanian ini, seluruh subsektor memiliki nilai LQ>1 yang berarti bahwa seluruh subsektor merupakan sekor basis dan memiliki potensi ekspor. Subsektor Tanaman Bahan Makanan atau biasa disebut Tabama memiliki nilai LQ sebesar 1,63 pada 2001 dan meningkat menjadi 2,19 pada tahun 2008, atau secara rata-rata sebesar 1,91. Subsektor Tabama ini dominasi oleh komoditas Jagung dan Padi yang memang diberikan perhatian khusus oleh pemerintah daerah sehingga memiliki potensi yang terus berkembang seperti yang terlihat dari kecenderungan kenaikan nilai LQ subsektor ini selama kurun waktu tersebut.
41
Selain subsektor Tabama, subsektor Tanaman Perkebunan juga memiliki LQ>1 sehingga merupakan sektor yang memiliki potensi ekspor. Sektor Tanaman Perkebunan yang dimotori oleh komoditas kelapa ini memiliki nilai LQ 3,18 pada tahun 2001 dan memiliki nilai 2,82 pada tahun 2001 atau secara rata-rata bernilai 3,02. Ekspor produk kelapa ini masih berupa bahan mentah maupun setengah jadi yaitu sebagian besar berbentuk kopra sebagai bahan pembuatan minyak goreng akibat belum tersedianya industri minyak goreng di Gorontalo. Subsektor basis lainnya adalah subsektor Peternakan dengan nilai rata-rata LQ sebesar 2,33. Konsumsi daging oleh masyarakat Gorontalo yang semakin meningkat berimbas pada peningkatan nilai tambah di sektor peternakan, terutama ayam kampung. Selain itu pula, beberapa tahun terakhir ini pemerintah menggalakkan komoditas sapi dalam rangka memenuhi konsumsi daging lokal maupun kebutuhan ekspor, sehingga hal tersebut memberikan kenaikan nilai LQ dari sebesar 2,16 pada tahun 2001 manjadi 2,54 pada tahun 2008. Pembatasan ekploitasi hasil hutan terutama kayu yang merupakan komoditas utama subsektor Kehutanan akibat seringnya terjadi banjir di Gorontalo secara tidak langsung memberikan imbas pada penurunan nilai tambah yang dihasilkan oleh subsektor Kehutanan. Pada tahun 2001, nilai LQ subsektor Kehutanan bernilai 2,10 dan mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi sebesar 1,23 dimana di dalam kurun waktu tersebut terjadi fluktuasi nilai LQ, bahkan sempat menjadi sektor non basis karena bernilai dibawah 1 pada tahun 2004-2005 akibat pembatasan ekploitasi tersebut. Apabila dilihat secara rata-rata, nilai LQ subsektor ini adalah sebesar 1,45.
42
Subsektor Perikanan sebagai subsektor terakhir pada sektor Pertanian memiliki rata-rata nilai LQ sebesar 1,97. Walaupun merupakan sektor basis, namun apabila dilihat dari perubahan nilai LQ selama kurun waktu tersebut menunjukkan penurunan, yaitu dari sebesar 2,03 pada tahun 2001 menjadi 1,99 pada tahun 2009. Letak Gorontalo yang berada di sekitar Teluk Tomini di mana merupakan pertemuan arus merupakan suatu potensi perikanan yang baik, namun kurang memadainya prasarana yang dimiliki untuk menangkap ikan seperti kapal dengan ukuran yang memadai dan alat tangkap ikan lainnya menjadi salah satu penyebab penurunan nilai LQ, walaupun subsektor ini masih merupakan sektor basis. Sebagai provinsi yang baru berusia delapan tahun, masih banyak sarana dan prasarana infrastruktur yang giat dibangun guna menunjang dan memperlancar jalannya pemerintahan di provinsi ini. Pembangunan tersebut tidak hanya berupa jalan, jembatan dan gedung umum, namun juga sarana perekonomian seperti bangunan toko, hotel dan restoran. Hal tersebut memberikan dampak bagi sektor Bangunan sehingga menjadi sektor basis dengan nilai LQ sebesar 1,41 pada tahun 2001 menjadi sebesar 1,28 pada tahun 2008 atau secara rata-rata bernilai sebesar 1,31. Posisi
Gorontalo
yang
berada
di
jalur
trans
Sulawesi
yang
menghubungkan antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara, dan diapit oleh provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah membuat Gorontalo menjadi salah satu tempat transit bagi arus transportasi darat bagi barang dan penumpang di pulau Sulawesi. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang memberikan andil
43
bagi sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebagai sektor basis. Pada tahun 2001, nilai LQ sektor ini sebesar 2,09 dan menjadi sebesar 1,29 pada tahun 2008. Apabila dilihat rata-rata nilai LQ selama kurun waktu tersebut, sektor Pengangkutan dan Komunikasi ini bernilai 1,62. Subsektor Pengangkutan sebagai penggerak sektor Pengangkutan dan Komunikasi sendiri memiliki nilai LQ sebesar 2,50 pada tahun 2008, lebih kecil daripada nilai LQ subsektor ini pada tahun 2001. Sedangkan secara rata-rata nilai LQ subsektor ini adalah 2,38. Subsektor Pengangkutan ini merupakan sektor basis karena tingginya arus barang dari luar daerah guna memenuhi kebutuhan lokal Gorontalo yang masih tergantung pada impor. Sementara itu subsektor Komunikasi bukan merupakan sektor basis, karena memiliki nilai LQ<1. Selain peningkatan infratruktur jalan dan jembatan, berdirinya suatu provinsi baru juga memerlukan sumber daya manusia guna menjalankan roda pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Hal tersebut dialami pula oleh Gorontalo. Penambahan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan akan hal tersebut memberikan dampak pada meningkatnya nilai tambah bruto jasa pemerintahan umum, sehingga menyebabkan subsektor Pemerintahan Umum menjadi sektor basis dengan nilai sebesar 2,21 pada tahun 2001, dan sebesar 3,57 pada tahun 2008 sehingga secara rata-rata bernilai 2,98. Di samping Pemerintahan Umum, subsektor Swasta juga merupakan sektor basis dengan rata-rata nilai LQ 1,06 persen. Namun selama 2 tahun terakhir, subsektor ini menjadi sektor non basis dengan nilai LQ 0,89 pada tahun 2008, apabila dibandingkan dengan nilai LQ tahun 2001 sebesar 1,24.
44
Sementara lima sektor lainnya yaitu sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan merupakan sektor non basis karena memiliki nilai LQ<1. Ini juga menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap barang-barang di sektor ini belum mampu dicukupi oleh produksi lokal Gorontalo, sehingga dimungkinkan untuk mengimpor dari daerah lain.
4.3
Ringkasan Berbagai Analisis Dari berbagai analisis yang telah dilakukan terhadap PDRB Gorontalo tahun
2001-2008 dapat dihasilkan gambaran yang lebih jelas mengenai posisi dan keunggulan masing-masing sektor dilihat dari segi laju pertumbuhan, kontribusi sektoral, kontribusi pertumbuhan dan kemampuan komparatifnya. Tabel 4.5 Sektor-sektor Unggulan di Provinsi Gorontalo tahun 2001-2008 Indikator Ekonomi Peringkat
Kontribusi pada PDRB
(1)
(2)
Laju Pertumbuhan Tinggi
Sumber Pertumbuhan Utama
(3)
(4)
Sektor Basis (LQ) (5)
1
Pertanian
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
2
Jasa-jasa
Pertambangan dan Penggalian
Jasa-jasa
Jasa-jasa
3
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Jasa-jasa
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
Pengangkutan dan Komunikasi
4
Pertanian
Pertanian
Bangunan
Struktur ekonomi Gorontalo didominasi oleh sektor Pertanian dengan kontribusi rata-rata sebesar 30,84 persen, sektor Jasa-jasa Pemerintahan sebesar
45
22,07 persen dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 12,98 persen. Sementara laju pertumbuhan tertinggi sektor ekonomi Provinsi Gorontalo selama kurun waktu penelitian adalah sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan (11,69 persen), sektor Pertambangan dan Penggalian (10,68 persen), dan sektor Jasa-jasa (9,74 persen). Sedangkan apabila dilihat dari besarnya pertumbuhan sektor yang menjadi sumber pertumbuhan provinsi Gorontalo, maka didapat sektor Pertanian sebagai sumber pertumbuhan tertinggi bagi pertumbuhan Gorontalo yaitu sebesar 2,09 persen, diikuti oleh sektor Jasa-jasa sebesar 1,72 persen dan sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan sebesar 0,89 persen. Dari hasil analisis LQ didapat empat sektor yang merupakan sektor basis selama periode penelitian ini, yaitu masing-masing sektor Pertanian dengan nilai rata-rata LQ sebesar 2,12; sektor Bangunan sebesar 1,31; sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 1,62; dan sektor Jasa-jasa sebesar 1,95. Berdasarkan ringkasan di atas, ada beberapa sektor yang memiliki beberapa keunggulan sekaligus yaitu sektor Pertanian dan sektor Jasa-jasa. Sektor Pertanian unggul dilihat dari sisi kontribusinya terhadap PDRB, sebagai sumber pertumbuhan dan merupakan sektor basis. Sementara sektor Jasa-jasa memiliki keunggulan dalam kontribusinya terhadap PDRB, besaran laju pertumbuhan ekonomi, sumber pertumbuhan Gorontalo dan merupakan sektor basis.
46
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1.
Sektor-sektor yang memiliki kontribusi besar dalam penciptaan PDRB Provinsi Gorontalo adalah sektor Pertanian, sektor Jasa-jasa dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Sedangkan sektor dengan kontribusi terendah adalah sektor Pertambangan dan Penggalian, dan sektor Listrik, Gas dan Air Bersih.
2.
Provinsi Gorontalo memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat selama kurun waktu 2001-2008. Sektor-sektor yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi selama kurun waktu tersebut antara lain sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan, sektor Pertambangan dan Penggalian, dan sektor Jasa-jasa.
3.
Sementara tiga sektor yang memberikan sumber pertumbuhan utama bagi laju pertumbuhan Provinsi Gorontalo adalah sektor Pertanian, sektor Jasajasa dan sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan.
4.
Sektor di Provinsi Gorontalo yang memiliki merupakan sektor basis sehingga berpotensi untuk mengekspor ke daerah lain yaitu sektor Pertanian, sektor Bangunan, sektor Pengangkutan dan Komunikasi dan sektor Jasa-jasa.
47
5.
Sektor Pertanian dan sektor Jasa-jasa merupakan sektor-sektor yang memiliki beberapa keunggulan sekaligus, yaitu berdasarkan kontribusi sektoral, laju pertumbuhan, sumber pertumbuhan dan kriteria sektor basis
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka terdapat beberapa hal yang penulis sarankan yaitu: 1.
Sektor Pertanian merupakan sektor yang memiliki beberapa keunggulan selama periode 2001-2008, namun pertumbuhan dan kontribusinya masih fluktuatif. Oleh karena itu hendaknya pemerintah daerah menangani sektor Pertanian
ini
keunggulannya,
secara yaitu
sungguh-sungguh melalui
agar
pengawasan
dapat mutu
terus
hasil
terjaga
pertanian,
pengawasan produktivitas dan peningkatan sarana dan prasarana pertanian agar dapat menggali sumber daya-sumber daya pertanian secara maksimal. 2.
Sektor Jasa-jasa yang memiliki beberapa keunggulan juga harus tetap dijaga kualitasnya, dalam hal ini kualitas aparatur pemerintah (subsektor Jasa Pemerintahan Umum) sebagai penggerak pembangunan melalui berbagai pelatihan peningkatan sumber daya manusia, sehingga ke depannya diharapkan selain dapat semakin melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan baik dan dapat menyalurkan kemampuan yang dimiliki kepada masyarakat.
48
3.
Peningkatan kinerja sektor Industri Pengolahan harus diperhatikan mengingat sektor Industri Pengolahan memiliki kontribusi yang masih sangat rendah, sementara di lain pihak bahan baku utama industri yang berasal dari sektor Pertanian sangat melimpah. Dengan meningkatnya peran sektor Industri Pengolahan dengan nilai tambah yang lebih besar, maka dapat meningkatkan nilai ekspor Gorontalo yang selama ini masih berupa bahan mentah hasil pertanian dengan nilai tambah yang relatif kecil.
4.
Pemerintah daerah lebih gencar dalam mempromosikan sektor-sektor yang layak dikembangkan (sektor unggulan dan potensial) untuk menarik minat investor baik investor dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya di Gorontalo melalui kemudahan birokrasi perizinan dan biaya perizinan yang murah. Apabila hal tersebut terwujud, maka bukan hanya faktor modal saja yang dapat diatasi untuk mengembangkan sektor unggulan tersebut namun juga akan terjadi transfer teknologi dan pendorong bagi sektor-sektor
terkait
(misal
sektor
Perdagangan,
Bangunan
dan
Pengangkutan) untuk turut berkembang. 5.
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebagai penunjang sektor-sektor lainnya harus ditingkatkan peranannya, terutama subsektor Listrik melalui pembangunan pembangkit listrik yang bersumber pada energi alternatif lain yang ketersediaannya berlimpah di Gorontalo seperti pembangkit listrik tenaga air.
6.
Sektor lain yang tidak termasuk pada sektor unggulan perlu mendapatkan perhatian serius dengan mempertimbangkan faktor keunggulan wilayah
49
maupun sumber daya alam yang bersifat potensial namun belum tergarap. Sebab tidak tertutup kemungkinan di masa mendatang dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akibat peningkatan kinerja sektor-sektor unggulan akan berpengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ambardi, U.M., dan P. Socia. 2002. “Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah”. P2KTPW-BPPT. Jakarta. Arsyad, L. 2004. Ekonomi Pembangunan. BP-STIE-YKPN, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik (BPS). Produk Domestik Bruto Indonesia (berbagai tahun). BPS, Jakarta. BPS Propinsi Gorontalo. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Gorontalo (berbagai tahun). BPS Provinsi Gorontalo, Gorontalo. . 2009. Gorontalo Dalam Angka Tahun 2008. BPS Provinsi Gorontalo, Gorontalo. Bustam, A. S. 2005. Identifikasi dan Kontribusi Subsektor Perikanan terhadap PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat [Tesis]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Butar-butar, A.D. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sektor-sektor Basis Ekonomi Kota Batam [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia. Hidayat, I. K. 2004. Mengidentifikasi Sektor Basis dan Non basis di Kabupaten Purbalingga tahun 1996-2003 [Tesis]. Purwokerto: Universitas Jendral Soedirman. Kuncoro, M. dan Sutarno. 2003. “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas, 1992-2003”. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Volume.8 No.2:97-110. Jakarta. Santosa, B.S. 2008. Analisis Sumber Pertumbuhan. Berita Resmi Statistik. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Sitorus, R.H. 2006. Identifikasi Sektor Unggulan untuk Mendukung Perencanaan Pembangunan Ekonomi Kabupaten Toba Samosir [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Sjafrizal. 1997. “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Bagian Barat”. Prisma. Volume XXVI. Nomor 3, 27-38. Jakarta. Sukirno, S. 2001. Pengantar Teori Makroekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
51
Suparno. 2008. Analisis Pergeseran Struktur Ekonomi dan Penentuan Sektor Ekonomi Unggulan Kawasan Sulawesi [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tambunan, T. 2001. Perekonomian Indonesia, Teori dan Temuan Empiris. Ghalia Indonesia, Jakarta. Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional:Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, M. P. dan S.C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Munandar, H dan A.L. Puji [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Wahyudi, E. 2005. Strategi dan Kebijakan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Indramayu melalui Sektor-sektor Unggulan [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1. PDB Indonesia ADHK Tahun 2001– 2008 (Milyar Rupiah) Tahun Lapangan Usaha
(1)
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Pertanian
223.891,50
231.613,50
240.387,30
247.163,60
253.881,70
262.402,80
271.401,20
284.337,80
Pertambangan & Penggalian
168.244,40
169.932,00
167.603,80
160.100,50
165.222,60
168.031,70
171.422,10
172.300,00
Industri Pengolahan
398.323,80
419.387,80
441.754,90
469.952,40
491.561,40
514.100,30
538.084,60
557.765,60
Listrik, Gas, dan Air Bersih
9.058,30
9.868,20
10.349,20
10.897,60
11.584,10
12.251,00
13.517,10
14.993,70
80.080,40
84.469,80
89.621,80
96.334,40
103.598,40
112.233,60
121.901,00
130.815,70
233.307,90
243.266,60
256.516,60
271.142,20
293.654,00
312.518,70
338.807,20
363.314,00
70.275,90
76.173,10
85.458,40
96.896,70
109.261,50
124.808,90
142.327,20
166.076,80
Keuangan, Real Estat & Jasa persh.
123.266,00
131.523,00
140.374,40
151.123,30
161.252,20
170.074,30
183.659,30
198.799,60
Jasa - jasa
133.957,50
138.982,40
145.104,90
152.906,10
160.799,30
170.705,40
181.972,10
193.700,50
1.440.405,70
1.505.216,40
1.577.171,30
1.656.516,80
1.750.815,20
1.847.126,70
1.963.091,80
2.082.103,70
Bangunan Perdagangan, Hotel & Resto Pengangkutan &Komunikasi
PDB
54
Lampiran 2. PDRB Provinsi Gorontalo ADHB Tahun 2001 – 2008 (Juta Rupiah) Tahun Lapangan Usaha (1)
Pertanian
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
542.101,01
660.587,16
804.664,88
853.680,92
976.043,94
1.242.054,65
1.452.707,71
1.847.551,59
14.591,80
16.074,16
18.621,26
22.668,11
33.195,64
41.226,36
53.237,86
63.845,11
Industri Pengolahan
189.457,97
186.786,05
197.690,30
232.691,45
250.029,58
239.876,45
264.184,31
290.688,12
Listrik, Gas, dan Air Bersih
10.964,53
16.927,87
21.571,03
25.546,01
27.380,55
28.379,92
33.860,26
34.202,96
Bangunan
127.022,00
171.100,04
172.349,21
184.062,42
218.937,40
275.340,89
322.231,05
394.779,25
Perdagangan, Hotel & Resto
272.192,33
330.452,99
348.528,02
371.749,37
413.954,47
466.948,43
530.508,86
605.303,57
Pengangkutan &Komunikasi
194.147,21
198.063,65
200.320,02
236.354,80
280.828,24
341.461,81
424.449,51
509.211,46
96.520,00
145.357,30
213.620,95
288.805,96
364.595,77
413.275,63
496.796,57
586.785,71
216.812,58
423.086,86
502.354,01
585.985,29
915.601,02
1.013.720,81
1.182.719,30
1.567.419,19
1.663.809,43
2.148.436,09
2.479.719,69
2.801.544,32
3.480.566,61
4.062.284,96
4.760.695,43
5.899.786,95
Pertambangan & Penggalian
Keuangan, Real estat & Jasa persh. Jasa - jasa PDRB
55
Lampiran 3. PDRB Provinsi Gorontalo ADHK Tahun 2001 – 2008 (Juta Rupiah) Tahun Lapangan Usaha 2001 (1)
Pertanian
(2)
2002 (3)
2003 (4)
2004 (5)
2005 (6)
2006 (7)
2007
2008
(8)
(9)
490.838,68
533.707,94
557.677,66
575.307,36
618.182,05
667.259,87
716.115,43
773.835,84
12.923,08
14.614,92
16.871,44
17.438,24
19.121,56
21.274,19
23.782,18
26.194,28
Industri Pengolahan
158.145,31
166.851,96
175.163,11
184.178,38
192.881,75
181.447,12
191.228,94
201.693,24
Listrik, Gas, dan Air Bersih
9.462,84
10.196,98
10.545,61
11.803,95
12.446,23
12.639,84
14.491,22
14.383,90
Bangunan
122.136,54
126.673,28
136.056,51
142.125,89
148.999,86
167.511,53
184.464,10
203.231,52
Perdagangan, Hotel & Resto
248.651,84
257.727,97
262.172,86
268.829,67
281.980,85
301.343,86
321.937,55
344.057,22
Pengangkutan &Komunikasi
158.274,83
145.180,38
152.937,82
187.254,42
204.780,61
224.738,24
240.576,20
258.800,40
Keuangan, Real estat & Jasa persh.
101.670,13
116.897,16
148.772,95
178.719,35
172.322,71
185.138,72
200.676,32
215.129,24
Jasa - jasa
252.868,50
283.477,31
308.990,03
326.106,02
377.007,21
414.461,82
445.945,57
483.347,72
1.554.971,75
1.655.327,91
1.769.187,99
1.891.763,26
2.027.722,84
2.175.815,19
2.339.217,51
2.520.673,36
Pertambangan & Penggalian
PDRB
56
Lampiran 4. Distribusi PDRB Provinsi Gorontalo ADHB Tahun 2001 – 2008 (Persen) Tahun Lapangan Usaha 2001 (1)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Pertanian
32,58
30,75
32,45
30,47
28,04
30,58
30,51
31,32
Pertambangan & Penggalian
0,88
0,75
0,75
0,81
0,95
1,01
1,12
1,08
Industri Pengolahan
11,39
8,69
7,97
8,31
7,18
5,90
5,55
4,93
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,66
0,79
0,87
0,91
0,79
0,70
0,71
0,58
Bangunan
7,63
7,96
6,95
6,57
6,29
6,78
6,77
6,69
Perdagangan, Hotel & Resto
16,36
15,38
14,06
13,27
11,89
11,49
11,14
10,26
Pengangkutan &Komunikasi
11,67
9,22
8,08
8,44
8,07
8,41
8,92
8,63
Keuangan, Real estat & Jasa persh.
5,80
6,77
8,61
10,31
10,48
10,17
10,44
9,95
Jasa - jasa
13,03
19,69
20,26
20,92
26,31
24,95
24,84
26,57
PDRB
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
57
Lampiran 5. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Gorontalo tahun 2001–2008 (Persen) Tahun LAPANGAN USAHA 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Pertanian
8,73
4,49
3,16
7,45
7,94
7,32
8,06
Pertambangan & Penggalian
13,09
15,44
3,36
9,65
11,26
11,79
10,14
Industri Pengolahan
5,51
4,98
5,15
4,73
(5,93)
5,39
5,47
Listrik, Gas, dan Air Bersih
7,76
3,42
11,93
5,44
1,56
14,65
(0,74)
Bangunan
3,71
7,41
4,46
4,84
12,42
10,12
10,17
Perdagangan, Hotel & Resto
3,65
1,72
2,54
4,89
6,87
6,83
6,87
Pengangkutan &Komunikasi
(8,27)
5,34
22,44
9,36
9,75
7,05
7,58
Keuangan, Real estat & Jasa Persh.
14,98
27,27
20,13
(3,58)
7,44
8,39
7,20
Jasa - jasa
12,10
9,00
5,54
15,61
9,93
7,60
8,39
PDRB
6,45
6,88
6,93
7,19
7,30
7,51
7,76
(1)
58
Lampiran 6. Sumber Pertumbuhan PDRB Provinsi Gorontalo tahun 2001 – 2008 (Persen) Tahun LAPANGAN USAHA 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Pertanian
2,76
1,45
1,00
2,27
2,42
2,25
2,47
Pertambangan & Penggalian
0,11
0,14
0,03
0,09
0,11
0,12
0,10
Industri Pengolahan
0,56
0,50
0,51
0,46
(0,56)
0,45
0,45
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,05
0,02
0,07
0,03
0,01
0,09
(0,00)
Bangunan
0,29
0,57
0,34
0,36
0,91
0,78
0,80
Perdagangan, Hotel & Resto
0,58
0,27
0,38
0,70
0,95
0,95
0,95
Pengangkutan &Komunikasi
(0,84)
0,47
1,94
0,93
0,98
0,73
0,78
Keuangan, Real estat & Jasa persh.
0,98
1,93
1,69
(0,34)
0,63
0,71
0,62
Jasa - jasa
1,97
1,54
0,97
2,69
1,85
1,45
1,60
PDRB
6,45
6,88
6,93
7,19
7,30
7,51
7,76
(1)
59
Lampiran 7. Location Quotient Provinsi Gorontalo terhadap Indonesia tahun 2001 – 2008 Tahun Lapangan Usaha 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Pertanian
2,03
2,10
2,07
2,04
2,10
2,16
2,21
2,25
Pertambangan & Penggalian
0,07
0,08
0,09
0,10
0,10
0,11
0,12
0,13
Industri Pengolahan
0,37
0,36
0,35
0,34
0,34
0,30
0,30
0,30
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,97
0,94
0,91
0,95
0,93
0,88
0,90
0,79
Bangunan
1,41
1,36
1,35
1,29
1,24
1,27
1,27
1,28
Perdagangan, Hotel & Resto
0,99
0,96
0,91
0,87
0,83
0,82
0,80
0,78
Pengangkutan &Komunikasi
2,09
1,73
1,60
1,69
1,62
1,53
1,42
1,29
Keuangan, Real estat & Jasa persh.
0,76
0,81
0,94
1,04
0,92
0,92
0,92
0,89
Jasa - jasa
1,75
1,85
1,90
1,87
2,02
2,06
2,06
2,06
(1)