PERKEMBANGAN ADENOHIPOFISE MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DENGAN TINJAUAN KHUSUS: DISTRIBUSI SEL-SEL TSH, GH DAN PROLAKTIN PADA MASA PRE-DAN POSTNATAL
SUPRATIKNO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Perkembangan Adenohipofise Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dengan Tinjauan Khusus: Distribusi Sel-Sel TSH, GH dan Polaktin pada Masa Pre- dan Postnatal” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2008
Supratikno NRP B053040021
25
ABSTRACT SUPRATIKNO. The Development of Adenohypophysis of Long-Tailed Monkey (Macaca fascicularis): Focusing on TSH, GH and Prolactin Cells Distribution at Preand Postnatal Period. Under direction of NURHIDAYAT and NASTITI KUSUMORINI. Five hypophysis of long tailed monkey (Macaca fascicularis) fetuses from 70, 85, 100, 120, 150 days of gestation and two postnatal aged 10 and 105 days were studied by hematoxylin-eosin and immunohistochemical staining to ascertain the development of TSH, GH and PRL cells and their distribution during pre- and postnatal period. The results showed that the acidophil and basophil cells were undistinguishable at F70. Basophil cells were firstly observed at F85, TSH and GH cells appeared at F70, while PRL were detected at F85. The immunopositive cells were initially by TSH cells then followed by GH and PRL cells. The highest intensity and density of TSH cells were found at F100. In older samples the intensity of TSH cells were appeared stabile, however the density decreases respectively. TSH cells were lowest in density and distributed to anterodorsomedial of pars distalis. GH cells were densely distributed in all areas of pars distalis especially at anterodorsolateral areas, middle zone and caudal anterior Rathke’s lumen. The highest intensity and density of GH cells were observed at F150. The distribution pattern of PRL cells were resembled with GH cells, whereas PRL cells fewer and tend to caudal and dorsal in distribution closed with caudal anterior Rathke’s lumen. Based on the results, we conclude that the development of TSH, GH and PRL of Macaca fascicularis has closed correlation and resembled with the human hypophysis development pattern. Keywords: adenohypophyse, development, cells, TSH, GH,PRL.
26
RINGKASAN SUPRATIKNO. Perkembangan Adenohipofise Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dengan Tinjauan Khusus: Distribusi Sel-Sel TSH, GH dan Prolaktin pada Masa Pre- dan Postnatal. Di bawah bimbingan NURHIDAYAT dan NASTITI KUSUMORINI Macaca fascicularis (MF) merupakan salah satu kekayaan sumberdaya hayati yang potensial sebagai hewan coba dalam penelitian biomedis. Dengan adanya potensi ini, maka diperlukan data dasar yang lengkap mengenai MF, salah satunya adalah mengenai perkembangan hipofise. Perkembangan hipofise merupakan proses yang sangat menentukan proses fisiologis selanjutnya. Abnormalitas dalam pembentukan hipofise pada masa fetus akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan postnatal. Pada proses perkembangan kelenjar hipofise, sel-sel pengasil TSH, GH dan PRL memiliki hubungan yang erat dan saling mempengaruhi perkembangan satu dengan yang lainnya secara spasial dan temporal. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan adenohipofise terutama pada sel-sel TSH, GH dan PRL MF pada masa pre- dan postnatal. Diharapkan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat melengkapi data dasar dan dapat digunakan sebagai sumber informasi penelitian selanjutnya. Penelitian ini menggunakan tujuh buah hipofise fetus MF umur 70 hari (F70), 85 hari (F85), 100 hari (F100), 120 hari (F120), 150 hari (F150), anak 10 hari (A10) dan 105 hari (A105). Sampel hipofise diambil dan diproses sesuai dengan prosedur histologi standar serta dipotong secara serial dengan ketebalan 10 μm. Selanjutnya dilakukan pewarnaan hematoksilin-eosin dengan metode Humason (1967) dan pewarnaan imunohistokimia dilakukan dengan metode Avidin Biotin Complex (ABC) (Hsu et al. 1981) dengan menggunakan antibodi primer, yaitu anti human TSH, GH, dan PRL rabbit serum (Gift: NIDDK, USA). Hasil pewarnaan kemudian diamati terhadap struktur umum adenohipofise dan identifikasi sel-sel ir-TSH,GH dan PRL meliputi distribusi, densitas dan intensitas dari setiap umur sampel. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa struktur adenohipofise dan neurohipofise MF sudah dapat dibedakan pada F70 dengan proporsi yang seimbang. Sejalan dengan bertambahnya umur, adenohipofise tumbuh lebih cepat, bagian lateral menjorok ke lateral, sedangkan bagian paramedial dan medial menjorok ke anterior dan ventral. Pada F150 bentuk hipofise telah menyerupai hipofise MF dewasa. Pada MF, secara umum bentuk hipofisenya mirip dengan pada babi dan manusia yaitu pars distalis berada di anterior, di kaudalnya terdapat pars intermedia dan paling kaudal adalah pars nervosa. Kapiler buluh darah juga sudah dapat ditemukan pada F70 diantara kumpulan sel-sel yang sangat padat. Sejalan dengan bertambahnya usia dan perkembangan sel-sel di dalamnya, kapiler ini terus berkembang. Pada F100 dan F120 kapiler berkembang dengan sangat pesat di daerah Lpe, Am, T dan Cd. Hasil pewarnaan HE hipofise F70 menunjukkan hampir seluruh selnya bersifat asidofil dengan densitas yang sangat padat. Sel-sel basofil mulai ditemukan pada F85 terutama di daerah M, Ca dan T, sedangkan daerah Cd, Am dan S secara umum masih didominasi oleh sel asidofil. Potongan lateral F100 memiliki sel asidofil yang padat terutama pada Lpe, pada potongan paramedial dan medial, sel asidofil terkonsentrasi di daerah Am, Ca, Cd dan S. Hipofise dengan umur yang lebih tua memiliki kepadatan sel asidofil terus meningkat terutama pada A10. Perubahan yang nyata pada sel basofil teramati pada F100 yang meningkat pesat terutama di daerah Lme, M 27
dan I serta menurun di daerah Ca. Selanjutnya, secara umum sel basofil mulai menurun densitasnya sejalan dengan bertambahnya umur. Sel imunoreaktif TSH (ir-TSH) sudah dapat diamati pada adenohipofise F70 di daerah Lme, Cd, M dan Am. Densitas sel ir-TSH mulai meningkat pada F85 paling padat pada F100, selanjutnya menurun pada umur yang lebih tua. Sel ir-TSH cenderung berada di daerah anteromedial dan sedikit di daerah anterolateral serta cenderung ada di daerah superior dibandingkan dengan daerah inferior/kaudal. Secara umum dapat dikatakan bahwa sel ir-TSH cenderung berada di daerah anterodorsomedial adenohipofise. Intensitas sel ir-TSH meningkat mulai F85, mencapai puncaknya pada F100 dan relatif stabil sampai F150, sedikit menurun pada A10 dan kembali meningkat pada A105. Perkembangan sel ir-TSH ini sejalan dengan perkembangan buluh darah adenohipofise, tetapi kesesuaian perkembangan sel irTSH dengan perkembangan sel basofil baru teramati pada F100 dan umur diatasnya. Sel imunoreaktif GH (ir-GH) sudah terdeteksi dengan intensitas lemah dan densitas yang rendah pada potongan lateral dan di daerah Ca dan M pada potongan medial dan paramedial F70. Densitas sel ir-GH pada potongan medial dan paramedial mulai meningkat pada F85, tertinggi pada F150 dan A10 terutama di daerah Ca, M, Am dan S. Secara umum, sel ir-GH tersebar di seluruh daerah adenohipofise dengan kecenderungan terkonsentrasi di daerah anterodorsolateral, daerah M dan Ca. Pengamatan sel imunoreaktif PRL (ir-PRL) menunjukkan bahwa sel positif mulai ditemukan pada F85 dengan intensitas kuat dan densitas sedang pada daerah Lme. Pada potongan medial dan paramedial, secara umum terjadi peningkatan intensitas dan densitas sel ir-PRL. Peningkatan densitas paling tinggi terjadi pada F150 dan bertahan pada A10. Peningkatan ini terjadi terutama di daerah Ca dan M pada F150 dan A10. Secara umum, sel ir-PRL tersebar di seluruh daerah, cenderung terkonsentrasi di daerah lateral, daerah Ca dan M cenderung di anterior Ratkhe’s lumen. Pola distribusi sel ir-GH dan PRL terlihat mirip terutama di daerah M dan Ca. Hal ini sangat dimungkinkan karena pada pada fetus, sel yang pertama kali menghasilkan PRL juga menghasilkan GH. Sel yang dapat menghasilkan kedua hormon disebut sel mamosomatotrop. Seperti halnya sel ir-TSH, perkembangan selsel ir-GH dan PRL juga sejalan dengan perkembangan buluh darah adenohipofise. Bahkan pada kedua sel ini perkembangan buluh darah ikut menentukan lokasi distribusi dari masing-masing sel. Demikian pula pada kesesuaian antara perkembangan sel ir-GH dan ir-PRL dengan sel-sel basofil, kesesuaian antara distribusi sel basofil dengan sel ir-GH dan ir-PRL baru terjadi pada F100 dan umur di atasnya. Pola perkembangan sel ir-TSH, ir-GH dan ir-PRL saling berhubungan, sel imunoreaktif yang pertama kali terdeteksi adalah sel TSH, diikuti oleh sel GH dan PRL. Sel ir-TSH aktif lebih awal untuk menginduksi kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid (TH) yang diperlukan untuk meningkatkan diferensiasi sel GH. Pada F100 juga mulai terjadi peningkatan yang signifikan pada sel ir-PRL Peningkatan ini berkaitan juga dengan peningkatan sel ir-TSH, peningkatan sel irTSH menunjukkan adanya peningkatan TRH yang juga merupakan hormon penginduksi sintesis PRL. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan bentuk kelenjar hipofise MF mirip dengan manusia dan babi dengan arah pertumbuhan bagian adenohipofise ke anterolateral dan dorsoventral. Kesesuaian pengelompokan sel-sel 28
adenohipofise menjadi sel asidofil dan basofil dengan hormon yang dihasilkan baru dapat dilakukan padaF100 dan umur diatasnya. Perkembangan sel ir-TSH, ir-GH dan ir-PRL pada MF berjalan berurutan secara spasial dan temporal. Perkembangan ketiga sel tersebut sejalan dengan perkembangan buluh darah adenohipofise. Kata kunci: adenohipofise, perkembangan, sel, TSH, GH, PRL.
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian biomedis yang sedang berkembang saat ini perlu didukung dengan ketersediaan hewan model yang memadai. Satwa primata merupakan hewan model yang sering digunakan untuk kepentingan penelitian pada manusia dibandingkan 29
hewan model lainnya seperti mencit, tikus putih, hamster dan kelinci. Nilai ilmiah satwa primata untuk penelitian biomedis menjadi tinggi dengan adanya kemiripan anatomis dan fisiologis dengan manusia karena kedekatan filogenetik dan perbedaan evolusi yang lebih pendek (Vandeberg 1995).
Primata juga memiliki siklus
reproduksi dan perkembangan embriologis yang sangat mirip dengan
manusia
(Mitruka et al. 1976). Satwa primata yang menjadi pilihan banyak peneliti adalah Macaca fascicularis (MF). Saat ini, populasi MF diperkirakan 20 juta ekor dan menempati urutan pertama dalam jumlah dengan penyebaran yang luas di Asia Tenggara. Di Indonesia, monyet ini tersebar dari mulai Pulau Sumatera sampai ke Bagian Timur Indonesia (Pulau Timor) (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Berdasarkan jumlah penggunaannya sebagai hewan model, MF menempati urutan kedua setelah monyet rhesus (Macaca mullata). Berbagai bidang penelitian seperti penelitian imunologi, ilmu bedah, toksikologi dan farmakologi banyak menggunakan MF sebagai hewan modelnya (Bonadio, 2007). Berkaitan dengan banyaknya peranan MF dalam penelitian biomedis, maka perlu digali sebanyak mungkin data biologi mengenai MF. Adapun data dasar dari MF yang masih perlu dikaji lebih jauh adalah aspek morfologi, fisiologi serta perkembangan struktur organnya (Whitney 1995).
Saat ini aspek perkembangan
khususnya perkembangan hipofise MF belum banyak dilaporkan. Perkembangan hipofise menjadi kajian yang menarik untuk diteliti lebih detail karena kelenjar ini memiliki peranan yang penting dalam berbagai proses fisiologis tubuh. Kelenjar ini merupakan penghasil hormon utama dalam metabolisme tubuh, sehingga perubahan atau kerusakan pada kelenjar ini akan berpengaruh besar terhadap tubuh. Mengingat pentingnya pengaruh
hipofise,
maka perlu dilakukan penelitian
mengenai
pembentukan dan perkembangan hipofise beserta sel-sel penyusunnya. Bagian hipofise yang banyak menjadi fokus penelitian adalah adenohipofise. Bagian ini secara umum sering disebut pars distalis/lobus anterior dan memiliki peranan
dalam
mensintesis
beberapa
hormon
penting
yaitu
:
growth
hormone/somatotrophin (GH/STH), adrenocorticotrophic hormone (ACTH), thyroid stimulating hormone (TSH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone 30
(LH) dan prolactin (PRL) (Fink 2000). Hormon-hormon ini memegang peran dalam pertumbuhan, maturasi reproduksi, laktasi, metabolisme dan tingkah laku (Vito 2000). Thyroid stimulating hormone merupakan hormon yang memiliki kerja utama menstimulasi kelenjar tiroid dalam pengambilan yodium, meningkatkan sintesis hormon tiroid (TH) dan mensekresikannya ke dalam aliran darah. Sedangkan GH adalah hormon yang merangsang pertumbuhan dan sintesa protein di seluruh tubuh dan prolaktin memiliki kerja utama dalam menstimulasi laktasi dan perkembangan kelenjar ambing (Aron et al. 1997). Dalam perkembangan hipofise, sel-sel TSH, GH dan PRL memiliki kaitan satu dengan yang lainnya. Pada masa prenatal, TSH melalui perantara hormon tiroid (TH) bekerja sama dengan glukokortikoid untuk meningkatkan diferensiasi sel-sel GH, sedangkan pada masa postnatal TH dan glukokortikoid meningkatkan reseptor GH dan ekspresi gen penghasil insulin-like growth factor I (IGF I) di hati (Forhead et al. 2002). Growth hormone memiliki pengaruh terhadap TSH secara tidak langsung yaitu melalui perantara IGF I yang diperlukan dalam pertumbuhan kelenjar tiroid sebagai faktor mitogenik (Felice et al. 2004). Keterkaitan yang lain adalah antara TSH dengan PRL, hal ini disebabkan karena TSH dan PRL diinduksi oleh faktor yang sama yaitu thyrotrophin releasing hormone (TRH) yang berasal dari hipotalamus. Growth hormone dan PRL juga memiliki keterkaitan yang sangat erat, diduga sel penghasil kedua hormon tersebut berasal dari cikal bakal yang sama, bahkan terdapat sel yang mampu menghasilkan kedua hormon tersebut yaitu sel mamosomatotrop (Aron et al. 1997). Dengan adanya saling keterkaitan ini maka apabila ada kelainan dalam perkembangan pada salah satu sel ini maka akan berpengaruh terhadap perkembangan sel yang lain. Pada masa prenatal, fetus harus mengembangkan sistem endokrinnya secara otonom untuk mengatur proses fisiologisnya sendiri (Kittinger 1977). Abnormalitas pembentukan hipofise dan sel-sel penyusunnya serta kematangan aksis hipotalamushipofise-target organ akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu pada postnatal. Hal ini disebabkan banyak organ endokrin dan non-endokrin lain yang dipengaruhi oleh hipofise. Sebagai contoh, pada kasus hipotiroid pada fetus akan mengakibatkan keterbelakangan mental. Hal ini disebabkan karena hormon tiroid ikut berperan pada perkembangan otak yaitu pada proses neurogenesis, migrasi, 31
diferensiasi,
sinaptogenesis,
gliogenesis,
pertumbuhan
dendrit
dan
akson,
pembentukan sirkuit dan myelogenesis (Brown dan Larsen 2005). Pada defisiensi GH kongenital, meskipun fetus lahir normal, tetapi bayi tersebut akan terganggu pertumbuhannya yang sudah mulai terlihat pada tahun pertama. Hal ini terlihat dari tubuh yang pendek, gemuk, muka immature serta keterlambatan kematangan sistem otot dan tulang (Styne 1997). Perkembangan hipofise dimulai pada masa embrional yang berasal dari lapis ektoderm dari langit-langit stomodeum dan lantai diensefalon. Hipofise berkembang secara bertahap yaitu dimulai dari pembentukan plakode dilanjutkan dengan tahap pembentukan kantung definitif serta diferensiasi sel-sel di dalamnya (Sheng 1999). Proses ini berlangsung dengan sangat tepat baik waktu maupun lokasinya dan apabila terjadi sedikit penyimpangan akan mengakibatkan kelainan (Felice et al. 2004). Sel-sel endokrin kelenjar hipofise berkembang dari sel-sel prekursor yang sama yang dipengaruhi oleh berbagai faktor transkripsi dan berdiferensiasi menjadi sel-sel spesifik penghasil hormon tertentu (Mogi et al. 2005). Proses ini dipengaruhi oleh sinyal induksi dari diensefalon dan jaringan mesenkim di sekitarnya. Faktorfaktor dan sinyal induksi tersebut diantarannya adalah fibroblast growth factor 8 (FGF8), bone morphogenetic protein 4 (BMP4), hormon steroid, Lhx3, Lhx4, WNT 4, WNT5, Isl1, Nkx2.1, Ptx1, Prop1 dan Pit1 (Sheng 1999; Mogi et al. 2005). Faktorfaktor dan sinyal induksi tersebut saling berinteraksi untuk membentuk hipofise dengan sel-sel spesifik didalamnya. Sel yang pertama muncul adalah sel-sel ACTH dan TSH di ventral, diikuti sel-sel GH, LH, FSH dan PRL yang muncul secara spasial dan temporal (Sheng 1999). Pada mencit, proses diferensiasi sel ini baru selesai setelah lahir dan pada manusia dimulai pada trimester pertama, sehingga data pada mencit tidak dapat diekstrapolasikan untuk kepentingan penelitian pada manusia (Felice et al. 2004). Beberapa penelitian mengenai perkembangan hipofise telah dilakukan pada fetus manusia (Baker dan Jaffe 1975), fetus babi (Sasaki et al. 1992), fetus tikus (Nemeskeri et al. 1988) dan fetus Anjing Beagle (Sasaki dan Nishioka 1998). Demikian juga mengenai aksis hipofise-kelenjar adrenal pada Anjing Beagle (Sasaki dan Nishioka 1998) dan pada MF (Syarifah 2006). Meskipun demikian, data-data mengenai perkembangan hipofise pada beberapa hewan coba tidak dapat 32
diekstrapolasikan untuk kepentingan pada manusia sehingga masih perlu dicari data perkembangan adenohipofise pada hewan model yang memiliki kemiripan dengan pada manusia. Sampai saat ini, penelitian mengenai perkembangan hipofise MF terutama mengenai distribusi sel-sel TSH, GH dan PRL belum dilaporkan. Oleh karena itu perlu untuk diteliti guna melengkapi data dasar MF dan sebagai sumber informasi penelitian selanjutnya. Aspek yang dapat dikaji lebih dalam adalah mengenai pola perkembangan adenohipofise terutama mengenai pola distribusi, dan waktu dari ketiga jenis sel tersebut mulai berdiferensiasi menjadi sel-sel yang spesifik. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola perkembangan pars distalis adenohipofise terutama pada distribusi sel-sel TSH (tirotrop), GH (somatotrop) dan PRL (laktotop/mamotrop) MF pada masa pre- dan postnatal. Manfaat Penelitian Data yang diperoleh mengenai perkembangan adenohipofise terutama mengenai distribusi sel-sel TSH, GH, dan PRL diharapkan dapat melengkapi data dasar tentang MF. Data ini diharapkan dapat diekstrapolasikan dengan data pada manusia dan dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.
33