Seminar Nasional Sain dan Teknologi 29 – 30 Oktober 2015 Kuta-Badung, Bali
POLIMORFISME GEN SRY PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI KAWASAN JAWA TIMUR I Nengah Wandia1,2), I GA. Arta Putra1,3) I Gede Soma1,2) Pusat Penelitian Satwa Primata LPPM Unud, Kampus Bukit Jimbaran Bali, E-mail:
[email protected] 2 Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar 3 Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Bali
1
Abstract A gene polymorphism is a genetic resource within a species or population, that its existence is not yet broadly explored in Indonesia.This research aimed to examine the spatial distribution of the variation of SRY gene in long tailed macaque populations in the Region of East Java. The total of 21 male macaque blood samples was collected from 2 populations (Baluran and Alas Purwo) and extracted using QIAamp® Blood Mini Kits to find out the total DNA. The SRY gene was amplified by PCR technique using a specific primer, and then, sequenced by dideoxynucleotide chain-termination method at public company of Macrogen Inc., Korea. The research found that the length of segment of SRY gene was 733 nucleotide with 1 variable site (T182A). Two haplotypes were found out in total populations, which were distributed to one haplotype in Alas Purwo population and two haplotypes in Baluran population.The result of the researh indicated that male macaques migrated in one direction, that was, from Alas Purwo popuatian to Baluran population. Phylogenetic reconstruction analysis showed that all haplotypes were seperated to be two haplogroups, namely the clade of Baluran, which is composed of sry_baluran haplotype and the clade of Alas Purwo which is composed of sry_alas_purwo haplotype. It can be concluded that both haplotypes can be rendered as a marker of identity for each population. Key words:long tailed macaque, locus polymorphism, SRY gene, haplotype, East Java
Abstrak Polimorfisme suatu gen adalah sumber daya genetik di dalam spesies/populasi, yang keberadaannya belum banyak diungkapkan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sebaran spasial dari variasi gen SRY pada populasi monyet ekor panjang di Kawasan Jawa Timur. Sejumlah 21 sampel darah monyet jantan dikoleksi dari dua populasi (Baluran dan Alas Purwo) dan diekstraksi menggunakan QIAamp® Blood Mini Kits untuk mendapatkan DNA total. Gen SRY diamplifikasi menggunakan satu set primer khusus melalui teknik PCR dan selanjutnya, disekuen dengan metode dideoxynucleotide chaintermination pada perusahaan public Macrogen Inc., Korea. Hasil penelitian mendapatkan bahwa panjang segmen gen SRY 733 nukleotida dengan 1 situs variatif (T182A). Sebanyak 2 haplotipe ditemukan di seluruh populasi, dengan distribusi 1 haplotipe di populasi Alas Purwo dan 2 haplotipe di Populasi Baluran. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa monyet jantan bermigrasi dalam satu arah yaitu dari populasi Alas Purwo ke populasi Baluran. Analisis rekonstruksi pohon filogeni menunjukkan bahwa seluruh haplotipe terbagi dalam 2 haplogroup yaitu clade Baluran yang tersusun atas haplotipe syr_baluran dan clade Alas Purwo yang tersusun atas haplotipe sry_alas_purwo. Berdasarkan pada hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kedua jenis haplotipe ini dapat dijadikan marka identitas untuk masing-masing populasi. Kata Kunci: Monyet ekor panjang, polimorfisme lokus, gen SRY, haplotipe, Jawa Timur
2
PENDAHULUAN Polimorfisme genetik populasi merupakan biodiversitas pada tingkat yang paling dasar. Kerakteristik genetik ini merupakan refleksi dari kisah kehidupan yang telah dilaluinya dimasa lampau dan masa kini, serta dapat digunakan untuk memprediksi kondisi mendatang yang akan dialaminya (Nozawa et al., 1996; Hartl dan Clark, 1997; Frankham et al., 2004). Oleh karena itu, data biodiversitas pada tingkat genetik suatu spesies atau populasi bukan saja dapat menerangkan sejarahnya, tetapi juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan strategi konservasi dan bahan referensi sehubungan dengan molekuler forensik. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah primata non human yang hidup dalam sebuah kelompok sosial multi-male multi-female group dan besifat filopatri betina (Jolly, 1985). Dalam satu kelompok sosial terdapat beberapa jantan dan betina dewasa serta anak-anaknya (Napier dan Napier, 1985; Mitchell dan Erwin, 1986; Bennett et al., 1995; Rowe 1996). Monyet betina membentuk inti permanen dari kelompok sosial karena tetap tinggal pada kelompok kelahirannya, sementara, monyet jantan sering bermigrasi ke kelompok sosial lainnya (Napier dan Napier, 1985; Mitchell dan Erwin, 1986). Sejarah penyebaran monyet ekor panjang di Kepulauan Selatan Indonesia masih belum jelas. Akhli primata meyakini bahwa penyebarannya berjalan dari barat ke timur dengan Jawa sebagai sumber awal populasi (Wandia, 2007). Migrasi monyet ekor panjang dari Pulau Jawa ke Pulau Bali berlangsung beberapa kali dan migrasi terakhir terjadi ± 18 ribu tahun yang lalu (Eudey, 1980; Fooden, 1995). Kini, monyet ekor panjang hidup sebagai populasi-populasi lokal (habitat terbatas) sebagai akibat dari fragmentasi habitat yang ditimbulkan oleh peningkatan penggunakan lahan untuk pertanian, industri, dan area kependudukan di dalam suatu pulau (Kawamoto et al., 1984; Wandia, 2003; Wandia et al., 2004; Brotcorne et al., 2014; Brotcorne et al., 2015). Namun, bagaimana proses pemisahan populasi di dalam suatu pulau dan hubungan genetik antar populasi masih belum banyak diungkapkan. Struktur genetik populasi dapat diungkapkan dengan menerapkan berbagai sumber marka molekuler. Kawamoto et al. (1984) mengungkapkan variasi genetik monyet ekor panjang di Indonesia dengan marka protein darah. Beliau menemukan bahwa ada ketidakselarasan antara keragaman genetik bersanding dengan letak geografi kelompok monyet ekor panjang Jawa, Bali, dan Lombok. Keragaman genetik populasi di Pulau Bali seyogyanya lebih tinggi daripada yang ditemukan di Pulau Lombok sebagai akibat dari efek founder, tetapi hasil penelitian Kawamoto et al. (1984) menunjukkan hal sebaliknya. Wandia (2007) yang meneliti mengenai variasi genetik monyet ekor panjang Jawa, Bali, dan Lombok dengan menggunakan marka molekuler DNA mikrosatelit kromosom somatik menemukan bahwa variasi genetik monyet Bali lebih tinggi daripada yang ditemukan di Lombok. Hasil tersebut sejalan dengan pola penyebarannya dari barat ke timur. Wandia et al. (2014) meneliti struktur genetik populasi monyet ekor panjang di Pulau
3
Bali menggunakan 3 lokus mikrosatelit pada kromosom Y. Beliau menemukan bahwa diversitas haplotipe populasi sangat rendah karena ketiga marka molekuler bersifat monomorfik, dan ketiga marka molekuler tidak mampu membedakan karakteristik genetik antar populasi. Untuk itu, penelitian pendahuluan kali ini dilakukan dengan menerapkan gen sex determining region kromosom Y sebagai marka molekuler untuk mengungkapkan struktur genetik populasi yang ditelusuri dari garis jantan. Penelitian dilakukan pada dua populasi monyet ekor panjang di Kawasan jawa Timur . Gen sex determining region (SRY) merupakan gen yang sangat penting untuk mengontrol perkembangan seksual jantan, yang terletak di antara pseudosomatic regions (PARs) dan eukromatin pada lengan pendek kromosom Y (Bachtrog dan Charlesworth 2001). Gen ini tidak ditemukan pada kromosom X sehingga sering digunakan sebagai uji penentuan jenis kelamin (Erdal dan Barlas 2000; Drobnic 2006; Rovie-Ryan et al. 2013). SRY mengkode produk testis determinating factor (TDF) yang merangsang jaringan gonad embrio yang belum terdiferensiasi untuk membentuk testis. SRY atau versi lainnya yang berhubungan ditemukan pada seluruh mammalia (Klug dan Cummings, 2005).
MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi Sampling Penelitian dilakukan pada dua populasi monyet ekor panjang yaitu populasi Alas Purwo (Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur) dan Baluran (Kabupaten Situbondo, Jawa Timur). Kedua populasi terletak di ujung timur Pulau Jawa, yang berpotensi besar bermigrasi ke Pulau Bali. Jarak antar populasi lebih kurang 100 km (diukur sepanjang garis pantai dengan bantuan fasilitas google map (https://www.google.co.id/maps )
Sampel Darah Sampel darah monyet ekor panjang jantan berhasil dikoleksi sebanyak 12 sampel dari populasi Alas Purwo dan 10 sampel dari populasi Baluran. Sampel diambil saat monyet dalam kondisi terbius (dibius menggunakan Ketamin HCl dosis 10 mg/kg bobot badan dikombinasi xylazil dengan perbandingan 5:1). Darah sebanyak 5 ml diambil dengan menggunakan alat suntik 10 ml yang telah diisi 0,1 ml EDTA 10% sebagai antikoagulan dari vena femoralis. Sampel darah telah tersedia dan disimpan di Laboratorium Genetika dan Kultur Jaringan- Pusat Penelitian Satwa Primata, LPPM Unud Kampus Bukit-Jimbaran.
Ekstraksi DNA Total dan Perancangan Primer Gen SRY Total DNA diekstraksi menggunakan QIAamp DNA Blood Kits produksi Qiagen yang prosedurnya sesuai dengan protokol yang direkomendasikan oleh perusahaan (Qiagen, 2007). Primer untuk mengamplifikasi gen SRY dirancang dengan menggunakan urutan nukleotida gen
4
SRY referensi AF284304 (GenBank). Perancangan dilakukan in silico menggunakan software primer3 secara online (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/genbank/). Tiga pasang primer dipilih yaitu: 1. SRY F 5’-AGGGGGTAGCCTGGTTGGGC-3’ SRY R 5’-AGTGGCTGTAGCGGTCCCGT- 3’ 2. SRY F 5’-GGTGTTGGGGGCGGAGAAATG-3’ SRY R 5’-TGGCTGTAGCGGTCCCGTTG-3’ 3. SRY F 5’-TTGGGCGGAGTTGAGAGGGG-3’ SRY R 5’-TGATGGGCGGTAAGTGGCCT-3’ Ketiga pasang primer diujicobakan dan
PCR yang menghasilkan pita tunggal dipilih untuk
penelitian lebih lanjut. Volume PCR dibuat 25 µL yang setiap reaksinya mengandung adalah 1x bufer PCR, 3 mM MgCl2, 0,2 mM DNTP (mix), 0,2 mM masing-masing primer, 0,75 U DNA polimerase, dan template dengan volume 1 µL. PCR dilakukan 3 tahapan yaitu Pre PCR: 94 oC 3 menit; PCR (diulang 35 siklus) : 94 oC 40 detik, 58 oC 40 detik, 72 oC 40 detik; dan Post PCR: 72 o
C 5 menit. Berdasarkan pada hasil PCR, primer 2 menghasillkan produk PCR tunggal (pita
tunggal) sekitar 700 nukleotia dan dipilih untuk penelitian selanjutnya.
Amplifikasi Gen SRY dan Sekuensing Amplifikasi gen SRY menggunakan sepasang primer khusus (Primer 2). Satu unit PCR mengandung 1x buffer PCR, 4 mM MgCl2, 0,2mM DNTP (mix), 0,2 µM masing-masing Primer, dan 1 U enzim DNA polymerase. Sebanyak 2 µl template dan aquades bebas ion ditambahkan untuk mendapatkan volume akhir 50 µL. PCR terdiri atas 3 tahap yaitu Pre PCR dengan suhu danaturasi 94oC selama 3 menit; PCR 40 siklus dengan urutan denaturasi 94oC selama 40 detik, annealing 58oC selama 40 detik, dan elongasi 72oC selama 40 detik; Post PCR dengan suhu elongasi 72oC selama 5 menit. PCR menggunakan mesin Applied Biosystems 2720 Thermal Cycler. Hasil amplifikasi dipisahkan secara elektroforesis dengan gel agarose 1,5% yang dimigrasikan pada 50 V selama 30 menit. Fragmen teramplifikasi dimunculkan dengan pewarnaan etidium bromida dan ukuran panjang basa disetarakan dengan menggunakan marker standard 100 bp DNA ladder (Gibco BRL, Life Technologies). Produk PCR, selanjutnya, disekuen dengan metode dideoxynucleotide chain-termination pada perusahaan publik Macrogen Inc. Korea.
Analisis Data Pelurusan dan pengeditan urutan nukleotida menggunakan software MEGA 6 (Tamura et al., 2013). Analisis terhadap jenis haplotipe dan distribusinya serta diversitas genetik dalam populasi (tingkat nukleotida dan hapotipe) menggunakan software dnaSP ver. 5.10.01 (Rozas et al., 2010). Jarak genetik dan rekonstruksi pohon filogeni dengan model substitusi Kimura 2 parameter
5
dan metode maximum likelihood dikerjakan dengan bantuan software MEGA 6 (Tamura et al., 2013). HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Haplotipe Gen SRY Dari total 22 sampel, 21 sampel menghasilkan produk PCR sedangkan 1 sample lainnya tidak menghasilkan produk PCR. Selanjutnya, sekuensing dilakukan terhadap 21 sampel. Analisis urutan nukleotida menghasilkan panjang gen SRY 733 nukleotida dengan komposisi 22,1% (T/U), 23,1% (C), 30,7% (A), dan 24,1% (G). Satu 1 situs variatif (parsimony informative site) ditemukan dari keseluruhan panjang segmen. Mutasi titik T/A terjadi pada situs 182 (tipe transversi). Analisis urutan penyandi protein pada gen SRY memperlihatkan substitusi T182A tidak mengubah translasi asam amino (silent mutatian). Sebanyak 2 jenis haplotipe gen SRY ditemukan dari seluruh sampel (Tabel 1). Pada Populasi Alas Purwo ditemukan 1 jenis haplotipe (sry_alas_purwo), sementara kedua haplotipe (sry_baluran dan sry_alas_purwo) ditemukan di populasi Baluran . Rekonstruksi filogeni seluruh haplotipe membentuk dua kelompok (haplogroup) yaitu clade Alas Purwo dan clade Baluran (haplogroup dinamai secara arbitrari). Masing-masing haplogroup memiliki jenis haplotipe yang unik (Gambar 1). Adanya shared haplotipe mencerminkan adanya gene flow atau migrasi antar populasi. Keunikan haplotipe pada masing-masing populasi terlebih haplotipe dominan dapat digunakan sebagai haplotipe penanda/haplotipe identitas untuk masing-masing populasi. Sejarah evolusi dan perkembangan populasi dimasa mendatang dapat diikuti melalui pemantauan dinamika haplotipe yang bersifat unik tersebut.
Tabel 1. Haplotipe Gen SRY dan Distribusi pada Populasi Monyet Ekor Panjang di Kawasan Jawa Timur No Jenis haplotipe Urutan nukleotida* Distribusi
1
sry_baluran
2
sry_alas_purwo
Baluran (n=10)
Alas Purwo (n=11)
...AACACTGATGG...
0,60
0,00
...............A................
0,40
1,00
* Nukleotida yang ditampilkan adalah nukleotida 177-187. Nukleotida variatif pembeda haplotipe: nukleotida 182.
Diversitas Genetik Dalam Populasi dan Diferensiasi Genetik Antar Populasi Diversitas genetik dalam populasi yaitu diversitas haplotipe dan diversitas nukleotida ditampilkan pada Tabel 2. Diversitas haplotipe (hd) menyatakan peluang dua haplotipe untuk berbeda saat diambil secara bersamaan, sedangkan diversitas nukelotida mewakili peluang nukleotida berbeda pada situs nukleotida yang sama antar dua sekuen (Kawamoto et al., 2013).
6
Populasi Baluran memiliki hd yang tinggi (hd=0,533) sedangkan populasi Alas Purwo memiliki hd yang rendah (hd=0,000). Hal ini berkaitan dengan adanya 2 haplotipe di populasi Baluran dengan frekeuensi relatif sama. Sebaliknya, pada populasi Alas Purwo ditemukan hanya satu jenis hapotipe. Rendahnya diversitas genetik dalam populasi mencerminkan sangat rendah atau tidak adanya gene flow ke dalam populasi, atau populasi mengalami bottle neck, dan atau merupakan efek founder (Avise, 1994; Nozawa et al., 1996; Hartl dan Clark, 1997).
Tabel 2. Diversitas Genetik Dalam Populasi No
Variabel
Populasi
Kawasan
Baluran
Alas Purwo
Jawa Timur
1
Jumlah sampel
10
11
21
2
Jumlah hapotipe
2
1
2
3
Situs polimorfik
1
0
1
4
Diversitas haplotipe (hd)
0,533
0,000
0,429
6
Diversitas nukleotida (π)
0,00073
0.000
0,00058
Diferenssai genetik antar populasi dengan menggunakan tiga ukuran ditampilkan pada Tabel 3. Nilai Nst dengan Fst sama, dengan memberikan nilai gene flow (Nm)= 0,8 ekor/generasi, sementara dengan ukuran Gst memberikan nilai Nm= 1,53 ekor/generasi. Nm mencerminkan jumlah individu yang bermigrasi antar populasi per generasi. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa migrasi antar populasi 1-2 ekor per generasi dengan pola migrasi satu arah (dari Alas Puwo ke Baluran sesuai jenis haplotipe yang ditemukan (Tabel 1).
Tabel 3. Diferensiasi genetik antar populasi Baluran dan Alas Purwo Jawa Timur. Ukuran diferensiasi
Nilai diferensiasi gentik
genetik
Gene flow (Nm)
Referensi
(ekor/generasi) GST
0,39572
1,53
Nei 1973
Nst
0,55556
0,80
Lynch and Crease 1990
Fst
0,55556
0,80
Hudson, Slatkin and Maddison 1992
Jarak Genetik Antar populasi dan Rekonstruksi Filogeni Jarak genetik antar populasi mengukur rata-rata divergensi nukeotida dua haplotipe antar populsi (Excoffier et al., 2005). Jarak genetik populasi Baluran dengan Alas Purwo sangat rendah (Tabel 4). Jarak genetik rendah merefleksikan laju mutasi gen SRY rendah dan adanya gene flow
7
antar populasi, seperti ditemukannya haplotipe sry_alas_purwo pada populasi Baluran (shared haplotipe).
Tabel 4. Jarak Genetik Netto Antar Populasi di Kawasan Jawa Timur Populasi
Baluran
Alas Purwo
Baluran
0,0004
Alas Purwo
0,0005
Keterangan: Angka di bawah diagonal menyatakan jarak genetik (metode Kimura 2 parameter . Angka di atas diagonal menyatakan standar eror (bootstrap 1000)
Rekonstruksi pohon filogeni menghasilkan 2 kelompok haplotipe (haplogroup) yaitu clade Alas Purwo dan clade Baluran (Gambar 1). Empat individu yang berasal dari Baluran (BL M8, BL M9, BL M10, dan BL M12) masuk ke dalam haplogroup Alas Purwo. Hal ini menunjukkan bahwa migrasi monyet jantan telah terjadi dari populasi Alas Porwo ke populasi Baluran, namun, arah migrasi balik tidak terjadi (tidak ditemukan jenis hapotipe sry-baluran di populasi Alas Purwo (Tabel 1).
AP M8 AP M9 AP M7 AP M5 AP M4 AP M1 BL M12 64
BL M10
Clade Alas Purwo
BL M9 BL M5 AP M10 AP M11 AP M13 AP M14 AP M15 BL M1 BL M4 BL M6 BL M7
Clade Baluran
BL M8 BL M11 PHYLIFINA AF284298 VIETNAM AF284304
Gp 1
0.0001
Gambar 1. Rekonstruksi filogeni monyet ekor panjang di Jawa Timur. Model substutusi Kimura 2 parameter metode maximum likelihood (Bootstrap 1000)
KESIMPULAN Pada Populasi Baluran ditemukan dua jenis haplotipe (sry_Alas-Purwo dan sry_baluran) dengan diversitas haplotipe (hd) sebesar 0,533 dan diversitas nukleotida (π) sebesar 0,00073, sedangkan pada populasi Alas Purwo hanya ditemukan satu jenis haplotipe (sry_alas_purwo).
8
Diferensiasi genetik antar populasi cukup tinggi (Gst=0,396). Haplotipe gen SRY membentuk dua haplogroup yaitu clade Alas Purwo yang tersusun oleh haplotipe sry_alas_puwo, dan clade Baluran yang tersusun oleh haplotipe sry_baluran. Tipe haplotipe pada masing-masing clade dapat dijadikan marka identitas untuk masing-masing populasi.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih Kami sampaikan kepada Bapak Rektor Universitas Udayana atas biaya penelitian yang diberikan melalui skim penelitian Unggulan Udayana dengan Surat Penugasan Penelitian Nomor 246-326/UN14.2/PNL.01.03.00/2015 Tanggal 21 April 2015.
DAFTAR PUSTAKA Avise JC. 1994. Molecular Markers, Natural History, and Evolution. Chapman and Hall Inc. New York. Bachtrog D &Charlesworth B. 2001.Towards a complete sequence of the human Y chromosome. Genome Biology 2001, 2(5):reviews1016.1–1016.5 Bennett BT, Abee CR, Hendrickson R. 1995. Nonhuman Primates in Biomedical Research. Biology and Management. Academic Press Inc. San Diego, California. Drobnic K. 2006. A new primer set in a SRY gene for sex identification. International Congress Series 1288 (2006) 268–270. Erdal ME & Barlas IO. 2000. Detection of the SRY Gene in a 46,XY Phenotypic Female by the PCR-SSCP Method. Turk J Med Sci 30 (2000) 501-503. Eudey AA. 1980. Pleistocene glacial phenomena and the evolution of Asian macaques. In The Macaques. Studies in Ecology, Behavior and Evolution. Edited by D.G. Lindburg. :52-83. Excoffier L, Laval G, and Schneider S. 2005. Arlequin ver. 3.0: An integrated software package for population genetics data analysis. Evolutionary Bioinformatics Online 1:47-50. Brotcorne F, Fuentes A, Wandia I N, Roseline C, Beudels-Jamar, Huynen M-C. Changes in Activity Patterns and Intergroup Relationships After a Significant Mortality Event in Commensal Long-Tailed Macaques (Macaca Fascicularis) in Bali Indonesia. Int J Primatol (2015) 36:548 566. DOI 10.1007/s10764-015-9841-5 Brotcorne F, Maslarov C, Wandia I N, Fuentes A,. Beudels‐ Jamar RC, and Huynen M-C. 2014. The Role of Anthropic, Ecological, and Social Factors in Sleeping Site Choice by Long‐Tailed Macaques (Macaca fascicularis). American Journal of Primatology. DOI: 10.1002/ajp.22299. Published online XX Month Year in Wiley Online Library (wileyonlinelibrary.com). Frankham R, Ballou JD, Briscoe DA. 2004. A Primier of Conservation Genetics. Cambridge University Press. Cambridge Fooden J. 1995. FIELDIANA. Zoology. New Series No. 81. Systematic Review of Southeast Asian Longtail Macaques, Macaca fascicularis (Raffles, [1821]). Published by Field Museum of Natural History. USA. Hartl DL & Clark AG. 1997. Principles of Population Genetics. Third ed. Snauer Associates, Inc. Publishers. Sunderland, Massachusetts Jolly A. 1985. The Evolution of Primate Behavior. 2nd Ed. Macmillan Publishing Company. New York. Kawamoto Y, Ischak TM, Supriatna J. 1984. Genetic variation within and between troops of the crab-eating macaque (Macaca fascicularis) on Sumatra, Jawa, Bali, Lombok and Sumbawa, Indonesia. Primates, 25(2):131-159. Kawamoto Y, Takemoto H, Higuchi S, Sakamaki T, Hart JA,. Hart TB, Tokuyama N, Reinartz GE, Guislain P, Dupain J, Cobden AK, Mulavwa MN, Yangozene K, Darroze S, Devos C, Furuichi T. 2013. Genetic Structure of Wild Bonobo Populations: Diversity of Mitochondrial
9
DNA and Geographical Distribution. PLoS ONE 8(3): e59660. doi:10.1371/journal.pone.0059660. Klug WS & Cummings MR. 2005. Essentials of Genetics. International Ed. 5th Ed. Pearson Education, Inc. USA. Mitchell G & Erwin J. 1986. Behavior, Cognition, and Motivation. Comparative Primate Biology. Volume 2, Part A. Alan R. Liss, Inc., New York. Napier JR & Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. The British Museum (Natural History). Cromwell, London. Nozawa K, Shotake T, Minezawa M, Kawamoto Y, Kawamoto K, Kawamoto S. 1996. Populationgenetic studies of the Javanese macaque, Macaca fuscata. In: Variations in the Asian Macaques. T. Shotake and K. Wada (eds.). Tokai University Press. Tokyo, Japan.: 1-36 Qiagen 2007. QIAamp DNA Mini and Blood Mini Hanbook. 2nd Eds. November 2007. Pp 27-29. Rovie-Ryan JJ, Abdullah MT, Sitam FT, Abidin ZZ, and Tan SG. 2013. Ychromosomal gene flow of Macaca fascicularis (Cercopithecidae) between the insular and mainland peninsula of Penang state, Malaysia. Journal of Science and Technology in the Tropics (2013) 9: 113-126. Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primates. Pogonias Press. New York. Rozas, J dan Librado P. Librado (2009). DnaSP v5: a Software for comprehensive analysis for DNA polymorphism data. Bioimformatics 25: 1451-1452. Tamura K, Stecher G, Peterson D, Filipski A, and Kumar S (2013) MEGA6: Molecular Evolutionary Genetics Analysis version 6.0. Molecular Biology and Evolution:30 27252729. Wandia I N. 2003. Mikrosatelit sebagai penanda molekul untuk mengukur polimorfisme genetik monyet ekor panjang di Sangeh, Bali. J. Vet. 4(3):93-100. Wandia I N, Supraptini-Mansjoer S, Suryobroto B. 2004. Polimorfisme genetik monyet ekor panjang di daerah pariwisata Uluwatu, Bali. J. Vet. 5(2):67-76. Wandia I N. 2007. Struktur dan Keragaman Genetik Populasi Lokal Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Tawa Timur, Bali, dan Lombok. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Wandia I N, Arta Putra I GA, Soma I G. 2014. Polymorphism of Microsatellite Loci on Y Chromosome in Long-Tailed Macaque Populations in Bali Island, Indonesia. Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Agustus 2014 Vol 2 No 2: 61-70.