ANATOMI SKEL LET TUNG GKAI MO ONYET EK KOR PAN NJANG (Macaaca fascicullaris)
Miiko Saputrra
FAKU ULTAS KE EDOKTERAN HEW WAN INS STITUT PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2012
ABSTRAK MIKO SAPUTRA. Anatomi Skelet Tungkai Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi skelet tungkai monyet ekor panjang yang dikaitkan dengan gerakan yang mampu dilakukannya. Anatomi skelet tungkai diamati secara makroskopik, kemudian dilakukan pengukuran panjang dan lebar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tungkai depan dan belakang dari monyet ekor panjang berukuran panjang dan ramping, tetapi kuat dan kompak dengan permukaan halus dan penjuluran sebagai tempat pertautan otot-otot. Tungkai depan terdiri dari os scapula, os humerus, ossa radius-ulna, dan skeleton manus. Tungkai belakang terdiri dari os coxae, os
femur,
ossa
tibia-fibula
dan
skeleton
pedis.
Tungkai
depan
monyet ekor panjang mampu melakukan gerakan yang sangat bervariasi dibandingkan dengan hewan mamalia lainnya. Hal ini diduga terkait dengan fungsi tungkai depan dalam melakukan aktivitas untuk bertahan di habitat arborealnya. Selain digunakan sebagai alat lokomosi tungkai depan mampu melakukan gerakan manipulasi seperti yang dilakukan manusia. Adapun tungkai belakang digunakan sebagai tenaga dorong utama. Struktur tungkai belakang monyet ekor panjang memiliki kemiripan dengan tungkai depannya sehingga monyet ini termasuk hewan plantigradi karena menapakkan semua ruas skeleton manusnya. Kemiripan ini juga mengakibatkan tungkai belakang mampu melakukan gerakan manipulasi seperti bergelantungan.
Kata kunci: Skeleton, tungkai, monyet ekor panjang
ABSTRACT MIKO SAPUTRA. Anatomy of the Limbs Skeleton Long-tailed Monkey (Macaca fascicularis). Supervised by NURHIDAYAT and CHAIRUN NISA’ The study was aims to describe the anatomy of limbs skeleton of long-tailed monkey that related with its movement. The skeleton were observed macroscopically and were measured on their length and width. The results of the study showed that the forelimb and hindlimb of long-tailed monkey were long and slim, but the structure were strong and compact. The forelimb were consisted of scapula, humerus, radius-ulna, carpal, metacarpal and digiti manus bones. The hindlimb were consisted of coxae, femur, tibia, fibula and digiti pedis bones. The skeleton surfaces were smooth wiht cauliflower as places for muscles attachment. The anatomy of forelimb allowed to more variation of movement than that other mammals. These variations had correlation with the monkey’s survival activities in aboreal. In addition, the monkey’s limb could make such manipulation of movement like humans’ could do. On the other hand, the hind limb was used as the main force power. The structure of the hindlimb was similar to the forelimb thus the making the long-tailed monkey as plantigradi. This similarity also resulted in the rear leg capable of manipulation movements such as hanging. Key words: Skeleton, limbs, long-tailed monkey
ANATOMI SKELET TUNGKAI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
Miko Saputra
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Anatomi Skelet Tungkai Monyet Ekor Panjang
Nama NRP
(Macaca fascicularis) : Miko Saputra : B04070087
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Dr.Drh. Nurhidayat, MS.PAVet
Dr.Drh. Chairun Nisa’, MSi.PAVet
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui
Drh. Agus Setiyono, MS.Ph.D Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal lulus : ...........................................
gâÄ|átÇ |Ç| ~â ÑxÜáxÅut{~tÇ âÇàâ~ ~xÄâtÜzt uxátÜ ~â çtÇz àxÄt{ ÅxÇwâ~âÇz t~twxÅ|~ ~â ut|~ wtÜ| ~tá|{ átçtÇz? ÑxÜ{tà|tÇ áxÜàt wtÜ| y|ÇtÇá|tÄ çtÇz àxÄt{ w|uxÜ|~tÇ
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Sebuah penghargaan yang tak terlupakan penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada: •
Nenek dan Ayah tercinta (Hj Dalima dan Masrial)
yang telah
membesarkan dan mendidik penulis, memberikan do’a, dukungan, semangat dan kasih sayangnya kepada penulis, Ibunda (Risdawati) yang telah melahirkan namun tak sempat melihat pertumbuhan penulis, kakakkakak dan adik (Lola Reflyana, Lucky Maradona dan Rahmawati), serta seluruh keluarga besar yang telah mendukung pendidikan penulis baik moril maupun materil. •
Dr.Drh. Joko Pamungkas, MSc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam menempuh pendidikan.
•
Dr.Drh. Nurhidayat, MS.PAVet dan Dr.Drh. Chairun Nisa’, MSi.PAVet sebagai dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, didikan, perhatian, waktu serta kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.
•
Staf Anatomi (Pak Kholid, Mas Bayu dan Mas Rudi) atas bantuan serta semangat yang telah diberikan.
•
Teman-teman seperjuangan di anatomi (Santi, Fahri, Danang, Faiz, Aidel, dan Chacha)
•
Teman-teman angkatan 44 “Gianuzzi”
•
Teman-teman IPMM (Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang) Bogor
Terima kasih atas segala dukungan, semangat dan ukhuwah yang diberikan. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermamfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2012
Miko Saputra
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 agustus 1989 dari pasangan Masrial dan Risdawati (alm). Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan pada Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Iqro’ dan menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri 20 Batipuh, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Rodhatul Muttaqin kemudian pindah ke Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Batu Taba pada tahun 2003 dan menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan di Madrasah Aliah Negeri (MAN) Sumpur yang diselesaikan pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, penulis ikut berpartisipasi pada beberapa organisasi, dimulai menjadi anggota Rohani Islam periode 2008-2009 di fakultas kemudian penulis juga menjadi sekretaris pembantu pada HIMPRO ORNIT dan menjadi penanggung jawab bahasa pada BEM FKH periode 2009-2010, pada tahun yang sama penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Anatomi veteriner I.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ii PENDAHULUAN ....................................................................................... Latar Belakang ......................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ...................................................................................... Manfaat Penelitian ................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. Taksonomi Monyet Ekor Panjang ............................................................
3 3 4
Penyebaran Habitat Monyet Ekor Panjang ............................................... Karakteristik Monyet Ekor Panjang ......................................................... Perilaku Makan Monyet Ekor Panjang ..................................................... Perilaku Sosial ..........................................................................................
4 5 6 7
Fungsi Tungkai ......................................................................................... Fungsi Manus ........................................................................................... Peranan Kaki Belakang dalam Lokomosi dan Perilaku Monyet Ekor Panjang .........................................................................
7 8 9
Skelet Appendiculare ................................................................................ 9 BAHAN DAN METODE ............................................................................ Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 24 Bahan Penelitian ....................................................................................... 24 Metode Penelitian ..................................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
24 26 51 52
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4
Daerah distribusi M. fascicularis ....................................................... 5 Skema kemampuan tangan ................................................................ 9 Os scapula kanan Gorilla .................................................................. 11 Os humerus kanan Gorilla ................................................................. 12
5 6 7
Pronasio dan supinasio os radius dan os ulna ................................... Ossa carpi eulemur dan macaca ....................................................... Fleksor dan ekstensor sendi interphalanx dan sendi metacarpale pada manusia .....................................................................................
13 15 17
8 9 10 11
Os coxae ............................................................................................ Os femur ............................................................................................ Skeleton pedis .................................................................................... Pengukuran os scapula dan os humerus ............................................
18 19 22 25
12 Morfologi skelet tungkai depan kiri Monyet Ekor Panjang tampak
26
lateral ................................................................................................. 13 Morfologi os scapula kiri Monyet Ekor Panjang .............................. 29 14 Morfologi os humerus kiri Monyet Ekor Panjang ............................. 31 15 Morfologi ossa radius-ulna kiri Monyet Ekor Panjang .................... 33 16 Morfologi skeleton manus kiri Monyet Ekor Panjang ....................... 35 17 Morfologi skelet tungkai belakang kiri Monyet Ekor Panjang 36 tampak lateral .................................................................................... 18 19 20 21
Morfologi os coxae Monyet Ekor Panjang ........................................ Morfologi os femur kiri Monyet Ekor Panjang ................................. Morfologi os patella kiri Monyet Ekor Panjang ............................... Morfologi ossa tibia-fibula kiri Monyet Ekor Panjang .....................
38 40 41 42
22 Morfologi skeleton pedis kiri Monyet Ekor Panjang ......................... 45
PENDAHULUAN Latar Belakang Negara beriklim tropis seperti Indonesia memiliki hutan tropis basah yang luas sebagai tempat hidup berbagai macam hewan, termasuk primata. Primata mempunyai karakteristik fisik tertentu, terutama ukuran otaknya yang besar yang membedakannya dengan mamalia lain, sehingga satwa ini mampu beradaptasi dengan cepat pada lingkungan. Selain itu, pada setiap tungkai primata memiliki lima jari dengan kuku yang berbentuk datar dengan gerakan dari jari pertama umumnya dapat berlawanan arah dengan ke empat jari lainnya (Sales 1992). Hal tersebut merupakan hasil dari evolusi primata yang sangat dipengaruhi oleh kehidupan arborealnya (lebih banyak hidup di pepohonan) (Vaughan 1978). Monyet ekor panjang (MEP) adalah hewan quadrupedalism yang menggunakan keempat anggota geraknya sebagai alat lokomosi (Bonadio 1999). Primata ini termasuk hewan arboreal yang menggunakan keempat tungkainya untuk berpindah dari satu cabang pohon ke cabang pohon lainnya dengan cara meloncat. Di atas tanah, spesies ini juga mampu berjalan dengan menggunakan kedua tungkai belakang (bipedalism) (Napier dan Napier 1985). MEP memiliki struktur jari tungkai depan (tangan) yang khas, yaitu mempunyai ibu jari yang dapat berputar sehingga mampu menjepit benda diantara ibu jari dan telunjuk seperti pada manusia. Anggota gerak bagian depan bisa disebut sebagai tangan karena berfungsi lebih dari sekedar alat lokomosi, seperti digunakan juga untuk aktivitas lain seperti menyuap makanan ke dalam mulut (Napier dan Napier 1985). Hal tersebut berbeda dengan hewan herbivora maupun karnivora yang memakan makanan langsung dengan menggunakan mulutnya. Bentuk tubuh MEP panjang dan langsing dibandingkan spesies lain dalam genus Macaca. Tubuh yang kecil dan didukung oleh ekor yang panjang memungkinkan MEP mencapai ujung-ujung cabang yang kecil untuk mencari makanan. Disamping itu, saat duduk di atas pohon, hewan ini juga mampu mengatur keseimbangan tubuhnya dengan menggunakan ekornya, sementara kedua belah tangannya memegang makanan (Crockett dan Wilson 1978).
1
Penelitian mengenai anatomi skelet tungkai MEP ini penting dan perlu dilakukan guna melengkapi data dasar anatomi tulang tungkai MEP. Hal ini karena mengingat secara umum primata menggunakan tungkai depannya baik sebagai alat lokomosi maupun sebagai alat manipulasi, menyerupai fungsi tangan manusia. Sedangkan tungkai belakang hewan ini tidak hanya digunakan sebagai alat lokomosi bipedalism maupun quadrupedalism, memanjat dan melompat, tetapi juga digunakan sebagai alat manipulasi seperti menggaruk, memegang dan bergelantungan.
2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi skelet tungkai MEP yang dikaitkan dengan gerakan yang mampu dilakukan oleh tungkai MEP. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memperkaya data biologis satwa primata sebagai dasar untuk menunjang penelitian lebih lanjut dan mendukung usaha pemakaian MEP sebagai hewan model dalam penelitian biomedis dan perilaku hewan.
3
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Monyet Ekor Panjang MEP merupakan spesies monyet dengan nama latin Macaca fascicularis yang termasuk ke dalam sub famili Cercopithecinae dari famili Cercopithecidae. Seperti halnya beruk, MEP juga termasuk dalam superfamili Cercopithecoidea, subordo Anthropoidea, dan ordo Primata (Bennett et al. 1995). Secara sederhana, taksonomi MEP sebagai berikut: Kelas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Subordo
: Anthropoidea
Superfamili
: Cercopithecoidea
Famili
: Cercopithecidae
Subfamili
: Cercopithecinae
Genus
: Macaca
Spesies
: Macaca fascicularis
Penyebaran Habitat Monyet Ekor Panjang MEP merupakan salah satu ‘primata bukan-manusia’ yang paling berlimpah dan tersebar luas (Wheatley et al. 1999). Habitat MEP adalah di Asia Tenggara (Myanmar bagian selatan, Thailand bagian selatan dan timur, Kamboja, Laos, Vietnam bagian selatan, Malaysia, Filipina, dan Indonesia bagian barat). Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan kepulauan NTT merupakan habitat hewan ini di Indonesia (Gambar 1) (Wheatley et al. 1999).
4
Gambar 1 Daerah distribusi (dalam arsiran) dari Macaca fascicularis (Sumber: Corbet dan Hill 1992)
MEP dapat bertahan hidup di berbagai jenis habitat tropis, oleh karena itu disebut sebagai ecologically diverse. Hewan ini dikenal menghuni hutan-hutan bakau, hutan nipa, hutan pantai, hutan pinggiran sungai, baik di hutan primer maupun hutan sekunder (VanSchaik et al. 1996). Hewan ini mampu beradaptasi pada lingkungan baru yang ekstrim maupun lingkungan yang dirubah secara drastis (Wheatley et al. 1999).
Karakteristik Monyet Ekor Panjang MEP merupakan kelompok monyet dunia lama (Old World Monkey) dengan bobot badan yang bervariasi antara 3-12 kg pada jantan dan 3-10 kg pada betina (Putra et al. 2006) dengan lama hidup 25-30 tahun, serta umur dewasa kelamin 4,5-6,5 tahun (Poirier dan Smith 1974). Warna utama rambut hewan ini yakni coklat keabu-abuan hingga kemerah-merahan dengan berbagai variasi warna menurut musim, umur dan lokasi (Lekagul dan McNelly 1977). Disamping itu, perbedaan habitat mempengaruhi warna rambut, individu yang menghuni kawasan hutan umumnya
5
mempunyai warna lebih gelap dan mengkilap, sedangkan individu yang menghuni kawasan pantai pada umumnya mempunyai warna lebih cerah. Hal ini dipengaruhi oleh udara lembab yang mengandung garam dan sinar matahari (Medway 1969). Secara umum, warna rambut bagian ventral lebih cerah, pada bagian punggung lebih gelap. Rambut kepala agak pendek tertarik ke belakang dahi, dengan rambut-rambut sekeliling wajahnya berbentuk jambang yang lebat dengan ekor tertutup rambut yang halus (Napier dan Napier 1967). Disamping itu, rambut pada bagian pipi monyet jantan lebih tebal dibandingkan pada monyet betina (Krisnawan 2000).
Perilaku Makan Monyet Ekor Panjang MEP merupakan jenis hewan diurnal yaitu aktif dari fajar sampai dengan matahari terbenam. Hewan ini biasanya mencari makanan pada pagi hari, beristirahat/tidur pada siang hari dan aktif kembali pada sore hari. Kadang-kadang hewan ini makan di atas pohon (Wheatley et al. 1999), atau secara teratur turun ke tanah untuk makan (Fittinghoff dan Lindberg 1980). Keragaman perilaku makan ini bergantung pada ketersediaan pakan dan kesukaannya di daerah jelajah pada musim tertentu. Sekitar 60-90% kebutuhan nutrisi MEP berasal dari buah-buahan. Selain buah-buahan, MEP juga memakan bermacam-macam makanan termasuk daun, kulit pohon, tunas, bunga, biji dan serangga, sehingga hewan ini dikategorikan sebagai hewan omnivora (Poirier dan Smith 1974). Telah dilaporkan pula bahwa MEP sangat menyukai makan kepiting, crustacean, kerang-kerangan, serta binatang laut lainnya (Lekagul dan McNeely 1977) sehingga MEP disebut juga sebagai crab eating monkey. Hewan ini akan duduk di dekat lubang kepiting menunggu sampai kepiting keluar, lalu menangkap dan mengelupas cangkang kepiting dengan jari-jari tangannya, selanjutnya memakan kepiting tersebut (Crocket dan Wilson 1978). MEP juga diketahui memakan lempung/tanah liat, hal ini dimungkinkan untuk mendapatkan mineral-mineral sejenis fosfor yang dikandungnya.
6
Perilaku Sosial MEP merupakan hewan sosial yang hidup berkelompok dengan jumlah antara 6-100 ekor (Nowaks 1995). Sementara Wheatley et al (1999). menggambarkan bahwa pada umumnya kelompok hewan ini berjumlah antara 20-50 ekor. Ukuran kelompok hewan ini mencerminkan ketersediaan pakan, tekanan pemangsa serta mudah tidaknya terpengaruh oleh penyakit (Bercovitch dan Huffman 1999). Umumnya MEP memiliki ukuran kelompok yang lebih besar di habitat-habitat yang terganggu aktivitas manusia dibandingkan di hutan primer. Kelompok MEP adalah multi-jantan dan multi-betina dengan seekor jantan yang dominan dan beberapa ekor betina yang dominan. Monyet betina memiliki suatu hierarchy matrineal yakni individu-individu betina yang menduduki ranking lebih tinggi dapat memperoleh makanan yang lebih banyak, mendapat perlindungan dari jantan-jantan, serta memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi dibandingkan monyet betina yang lainnya (Bonadio 1999). Interaksi sosial dapat dilihat pada saat hewan ini sedang bersantai. Pada MEP, aktivitas ini umum dilakukan di kalangan hewan betina dan biasanya hewan betina yang memiliki tingkat hirarki yang lebih tinggi akan menjadi gromee (yang dilayani), sedangkan yang mempunyai hirarki yang lebih rendah menjadi gromeer (yang melayani) (Bonadio 1999). MEP merupakan hewan yang polyestrous dengan siklus menstruasi ± 28 hari, dan betina secara alami akan mengalami menopause (Thorndike dan Turner 1998). Umumnya individu betina melahirkan satu atau dua tahun sekali. Produktivitas seksual MEP sekitar umur 4,5 tahun dan dapat hidup sampai diatas umur 25 tahun, meskipun umur maksimal dari MEP di dalam laboratorium/habitat nonalami dapat mencapai 37 tahun.
Fungsi Tungkai Primata mempunyai aktivitas lokomosi yang lebih bervariasi dibandingkan dengan mamalia lainnya, seperti berayun dan meloncat. Selain itu, primata juga memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam hal penggunaan tungkai dan sikap
7
tubuh, misalnya beberapa spesies dapat menggunakan kedua tungkai untuk berjalan (bipedalism) sedangkan spesies lainnya menggunakan keempat tungkainya
(quadrupedalism).
Hal
ini
digunakan
oleh
primata
untuk
mempertahankan atau beradaptasi dengan habitat arborealnya di hutan (Napier dan Napier 1985). Monyet
menggunakan
tungkai
depan
(tangan)
untuk
berjalan
(quadrupedalism), memanjat, berlari, melompat, mengambil makanan dan menjangkau benda. Pada manusia, aktivitas berjalan hanya menggunakan kaki sedangkan tangan (tungkai depan) sama sekali tidak digunakan untuk berjalan (Marzke 1971).
Fungsi Manus Daerah manus dapat melakukan pergerakan angular seperti fleksio, ekstensio, abduksio dan aduksio. Fleksio merupakan gerakan yang mengecilkan sudut suatu persendian akibat kontraksi otot-otot tertentu, misalnya otot-otot fleksor yang membengkokkan siku, lutut dan lain-lain. Ekstensio merupakan gerakan yang membesarkan sudut persendian akibat kontraksi otot-otot ekstensor misalnya meluruskan lengan atau kaki setelah fleksio. Abduksio merupakan gerakan bagian tungkai menjauhi bidang median tubuh, sedangkan abduksio pada jari berarti gerakan yang menjauhi garis memanjang di jari tengah misalnya gerakan ibu jari menjauhi daerah palmar (volar). Adapun aduksio merupakan gerakan bagian tungkai mendekati bidang median tubuh (Getty 1975). Primata mampu melakukan gerakan prehensile, yaitu kemampuan tangan dalam memegang benda. Gerakan prehensile dibagi atas dua tipe yang dikenal sebagai power grip dan precision grip. Power grip merupakan gerakan yang dilakukan antara permukaan bawah jari dan palmar misalnya menekan, menggenggam dan lain-lain, pada MEP gerakan ini sering dilakukan untuk menggenggam dahan pada saat bergelantungan. Sedangkan precision grip merupakan suatu gerakan yang memerlukan ketepatan, kehalusan dan ketelitian antara jari dan ibu jari, misalnya memasukkan benang pada jarum atau memegang pensil yang sering dilakukan pada manusia (Gambar 2), sedangkan pada MEP gerakan ini digunakan untuk mengambil kutu atau benda-benda kecil saat
8
melakukan grooming. Precision grip ini memerlukan peranan ibu jari. Kemampuan ibu jari beroposisi ditunjukkan dengan gerakan ibu jari berputar pada sendi metacarpal dan tulang phalanx proximal. Kemampuan ini menyebabkan ibu jari dapat menyilang daerah palmar yang berarti ujung ibu jari akan bertemu dengan ujung dari jari-jari yang lain (Napier dan Napier 1985).
A
B
Gambar 2 Skema kemampuan tangan melakukan (A) precision grip (B) power grip (Palastanga et al. 2002)
Peranan Tungkai Belakang dalam Lokomosi dan Perilaku Monyet Ekor Panjang Secara umum primata mampu melakukan empat macam gerakan dasar yaitu: (1) vertical clinging and leaping, (2) quadrupedalism, (3) brachiation dan (4) bipedalism (Napier dan Napier 1985). MEP termasuk primata yang dapat melakukan gerak semi brachiation (melompat dan kadang-kadang berayun dengan tangan), quadrupedalism (berjalan menggunakan keempat tungkainya) dan sewaktu-waktu melakukan bipedalism (berjalan menggunakan kedua tungkai belakangnya) pada saat kedua tungkai depannya digunakan untuk keperluan lain. Dalam melakukan lokomosi, tungkai belakang MEP digunakan sebagai tenaga pendorong utama dalam gerakan, sedangkan tungkai depan sebagai penyeimbang. Selain sebagai alat lokomosi, tungkai belakang MEP juga digunakan sebagai alat manipulasi (menggaruk, berayun) (Napier dan Napier 1985).
Skelet Appendiculare Skelet appendiculare secara keseluruhan terdiri dari beberapa susunan tulang yang terbagi antara ossa membri thoracici (tungkai depan) dan ossa membri pelvini (tungkai belakang) (Getty 1975). Secara umum, susunan
9
tulang pada spesies tertentu memiliki variasi sesuai umur dan jenis kelamin hewan (Getty 1975). Perbedaan bentuk tungkai beserta ototnya pada setiap hewan secara keseluruhan mengalami modifikasi sesuai dengan perilaku, fungsi dan kebiasaan hewan tersebut (Hildebrand 1960).
Hewan pelari dengan kecepatan yang tinggi
berkaitan dengan tulang yang panjang, cara menapak pada bidang tanah dan tingkat melangkah yang tinggi. Tenaga-tenaga kekuatan pada tulang berasal dari kontraksi otot yang bertaut padanya ataupun dari berat tubuh hewan (Getty 1975).
Ossa Membri Thoracici (Tulang-tulang tungkai depan) Monyet Ekor Panjang Ossa membri thoracici merupakan tulang-tulang tungkai depan MEP yang disusun oleh beberapa tulang, yaitu os scapula, os humerus, ossa radius-ulna, dan skeleton manus (Getty 1975).
Os scapula Os scapula merupakan tulang tungkai depan yang berada paling proximal, tulang ini berbentuk datar, dan bagian distalnya mengadakan persendian dengan os humerus. Bagian yang berbatasan dengan dinding dada memiliki bentuk yang agak cekung (Getty 1975). Os scapula memiliki dua facies (permukaan), yaitu facies lateralis dan facies medialis (Gambar 3). Facies lateralis terbagi menjadi dua
yaitu
fossa
supraspinata
(memiliki
luasan
lebih
sempit)
dan
fossa infraspinata (memiliki luasan yang lebih luas), kedua fossa ini dipisahkan oleh spina scapulae. Di bagian distal spina scapulae terdapat penjuluran yang disebut acromion yang merupakan penjuluran yang besar dan mengarah craniodistal (Palastanga et al. 2002). Pada anjing, fossa supraspinata dan fossa infraspinata memiliki luasan yang hampir sama. Fossa supraspinata dan infraspinata masing-masing merupakan tempat bertautnya m. supraspinatus dan m.
infraspinatus.
Sedangkan
facies
medialis
os
scapula
terdapat
fossa subscapularis yang berhubungan dengan ossa costalis dan merupakan origo dari m. subscapularis. Pada hewan domestik, seperti kuda, kerbau dan karnivora, fossa ini diapit oleh permukaan yang kasar yaitu facies serrata yang merupakan tempat bertautnya m. serratus ventralis (Getty 1975).
10
Acromion
Cavitas glenoidalis
Fossa supraspinata
Spina scapulae
Fossa subscapularis Fossa infraspinata
Facies serrata A
B
Gambar 3 Os scapula kanan gorilla tampak (A) lateral dan (B) medial (Atkinson et al. 1950)
Pada margo caudalis dari os scapula terdapat bagian yang lebih tebal dari bagian yang lainnya. Cavitas glenoidalis adalah suatu lekukan yang mengarah ke craniolateral di bagian distal dari os scapula. Cavitas glenoidalis ini mengadakan persendian dengan caput dari os humerus dan membentuk persendian bahu (Palastanga et al. 2002).
Os clavicula Os clavicula adalah tulang yang berjalan horizontal dari sternum ke acromion. Tulang ini berfungsi sebagai penyangga dari os scapula. Os scapula dan os clavicula bersama-sama membentuk bidang dada (Palastanga et al. 2002). Sedangkan pada karnivora dan ungulata, tulang ini mengalami rudimenter sehingga dapat menunjang pergerakan dan panjang langkah hewan (Dyce et al. 2002).
Os humerus Os humerus adalah tulang lengan atas dan merupakan tulang terbesar dari tungkai depan (tangan). Os humerus merupakan tulang panjang yang memiliki corpus dan dua extremitas. Extremitas proximal merupakan ujung proximal yang terdiri dari caput, collum, dan tuberculum. Extremitas proximal os humerus akan
11
bersendi dengan cavitas glenoidalis os scapula membentuk sendi bahu. Pada bagian distal dari caput, terdapat bagian yang menyempit disebut sebagai collum. Pada bagian ini sering terjadi fraktura terutama pada usia tua. Corpus dari os
humerus
hampir
silinder
pada
bagian
proximal
dan
membentuk
segitiga pada bagian distal, extremitas distal bersendi dengan os radius dan os ulna membentuk sendi siku. Pada bagian distal dari os humerus terdapat fossa olecrani yang dalam untuk mengadakan persendian dengan olecranon os ulna saat siku melakukan gerakan ekstensio (Gambar 4) (Palastanga et al. 2002). Caput humeri
Tuberculum majus
Sulcus intertubercularis Tuberositas deltoidea
Fossa coronoidea
Fossa olecrani
A
Epicondylus lateralis
B
Gambar 4 Os humerus kanan gorilla tampak (A) volar dan (B) dorsal (Palastanga et al. 2002)
12
Ossa radius-ulna Dua tulang lengan bawah yaitu os radius pada bagian lateral dan os ulna di medial. Kedua tulang ini dihubungkan oleh membran interosseus yang kuat. Pada primata, pergerakan yang mungkin terjadi pada kedua tulang tersebut adalah pronasio dan supinasio sehingga menyebabkan lengan atas dapat digerakkan lebih leluasa (Palastanga et al. 2002), sedangkan pada ungulata, seperti babi, kerbau dan kuda pergerakan yang terjadi pada kedua tulang ini hampir tidak ada (Dyce et al. 2002).
A
B
Gambar 5 Os radius dan os ulna saat (A) pronasio dan (B) supinasio (Simons 2007)
Os radius disebut juga tulang pengumpil, terdiri dari corpus dan dua extremitas. Pada ungulata, tulang ini lebih kokoh dibandingkan os ulna (Dyce et al. 2002). Pada primata, extremitas proximal akan bersendi dengan os humerus, sedangkan pada distal tulang ini bersendi dengan os scaphoideum yang berbentuk semilunar (setengah bulan) dari baris proximal tulang pergelangan tangan. Os ulna disebut juga tulang hasta. Diantara os radius dan os ulna terdapat suatu lekah yang membatasi kedua tulang ini yaitu spatium interosseum. Pada karnivora, lekah ini panjang, sedangkan pada babi dan kuda lekah ini sangat sempit. Persendian yang sempit antara os ulna dan os radius pada kuda dan babi menyebabkan tidak dapat bergerak supinasio dan pronasio (Dyce et al. 2002).
13
Pada kerbau terdapat dua buah spatium interosseum yaitu di proximal (spatium interosseum proximale) dan di distal (spatium interosseum distale). Os ulna lebih besar pada bagian proximal dengan bagian distal yang lebih kecil. Pada primata os ulna tidak bersendi secara langsung dengan tulang pergelangan tangan. Os ulna hanya bersendi pada bagian lateral dari ossa carpi. Os triquetrum adalah tulang yang bersendi dengan os ulna di bagian distal (Palastanga et al. 2002).
Skeleton Manus Menurut WAVA (2005), skeleton manus tersusun atas ossa carpi, ossa metacarpalia dan ossa phalanges. Modifikasi skeleton manus biasanya melibatkan penyatuan tulang. Modifikasi yang jelas terjadi yaitu pengurangan jumlah digit yang terjadi pada ungulata, karena terkait dengan kebutuhan hewan untuk bisa berlari cepat (Dyce et al. 2002). Hewan unguligradi berjalan pada empat, tiga, dua atau bahkan hanya satu jari pada setiap kaki.
Ossa carpi Tulang pergelangan tungkai depan primata terdiri dari delapan tulang yang terpisah tetapi umumnya digambarkan membentuk dua baris yang masing-masing terdiri atas empat tulang. Tiga tulang pada baris proximal bersendi dengan os radius yang sering disebut sebagai sendi radiocarpal, sementara di distal tulang ini terdapat satu tulang yang bersendi dengan baris distal. Empat tulang carpal baris distal bersendi dengan lima basis ossa metacarpale dan membentuk sendi carpometacarpal (Palastanga et al. 2002).
14
Capitatum
Trapezoideum
Metacarpale
Hamatum Trapezium
Pisiforme
Scaphoideum
Lunatum
Triquetrum
Eulemur
Macaca
Gambar 6 Ossa carpi dengan sembilan elemen carpal pada Eulemur dan Macaca dengan delapan carpal (Simons 2007)
Setiap tulang memiliki struktur, fungsi, dan ciri khas tersendiri. Ossa carpi pada kuda terdapat tujuh tulang, tersusun menjadi dua baris. Kerbau hanya memiliki enam buah tulang ossa carpi, karena os carpal I tidak ada, dan os carpale II dan III bersatu menjadi tulang yang bentuknya segi empat (os trapezoideocapitatum), sedangkan pada babi terdapat delapan buah tulang. Anjing memiliki ossa carpi sebanyak tujuh buah tulang, os carpi radiale dan os carpi intermedium bersatu (Getty 1975).
Ossa metacarpalia Ossa metacarpalia merupakan tulang panjang dan penamaan tulang ini sesuai dengan penomoran tulang yang dihitung dari medial ke lateral, yaitu ossa metacarpale I-V. Bagian proximal dari os metacarpale I memiliki bentuk yang sesuai dengan os trapezium untuk mengadakan persendian, begitu pula dengan os metacarpale II dan III yang memiliki bentuk yang sesuai dengan os trapezoideum dan os capitatum. Sedangkan pada os metacarpale IV dan V bagian proximal mengadakan persendian dengan os hamatum (Palastanga et al. 2002). Pada
kuda,
ossa
metacarpalia
terdiri
dari
tiga
tulang
yaitu
os metacarpale II, III dan IV dengan bentuk silindris, untuk menahan sebagian besar berat tubuh kuda. Os metacarpale III kuda merupakan os metacarpale yang paling berkembang, fungsional dan kuat sehingga bentuknya lebih besar
15
dibandingkan yang lain. Pada anjing, terdapat lima ossa metacarpalia yaitu os metacarpale I berukuran paling kecil, os metacarpale III et IV berbentuk kotak dan berukuran besar yang diapit oleh os metacarpale II et V. Babi memiliki empat ossa
metacarpalia,
yaitu
os
metacarpale
II
et
V
lebih
kecil
dan
os metacarpale III et IV berukuran lebih besar. Sedangkan ossa metacarpalia pada pemamah biak berjumlah tiga tulang. Os metacarpale III et IV menyatu, sedangkan os metacarpale V memiliki ukuran sangat kecil dan terletak lebih lateral (Getty 1975).
Ossa phalanges Terdapat 14 ossa phalanges di masing-masing tungkai depan pada primata, tiga untuk masing-masing digit II-V dan dua untuk digit I. Os phalanx merupakan tulang panjang dengan masing-masing os phalanx memiliki corpus, dan di proximal os phalanx memiliki luasan yang lebih besar dan pada distal yang lebih sempit. Os phalanx digit I lebih pendek dan lebih luas dari pada digit yang lainnya. Os phalanx proximal pada bagian proximalnya memiliki celah cekung untuk bersendi dengan caput os metacarpale (Palastanga et al. 2002). Pemamah biak mempunyai dua digit pada setiap tungkainya, digit ke III dan ke IV tumbuh subur dan masing-masing terdiri atas tiga ossa phalanges. Sedangkan digit ke II dan ke V berukuran sangat kecil. Pada kuda hanya dijumpai satu digit saja pada masing-masing tungkai (Getty 1975).
Gerakan ossa phalanges Gerakan terutama terjadi pada sendi interphalangeal distal. Kisaran fleksi di interphalangeal proximal dan distal adalah sekitar
90° untuk semua jari
(Palastanga et al. 2002).
16
Fleksor
Ekstensor
Ekstensor
Fleksor B
A
Gambar 7 Fleksor dan ekstensor (A) sendi interphalanx dan (B) sendi metacarpale pada manusia (Palastanga et al. 2002)
Sama dengan manusia, gerakan fleksi primata pada sendi proximal interphalangeal terutama karena aksi m. flexor digitorum superficialis, dibantu oleh m. flexor digitorum profundus. Oposisi digit I yang dapat bergerak berlawan arah dengan digit lainnya sangat
penting sehingga penggunaannya dapat
digunakan sebagai menggenggam suatu benda (Palastanga et al. 2002).
Ossa Membri Pelvini (Tulang-tulang tungkai belakang) Os coxae Os coxae merupakan tulang yang besar karena merupakan gabungan dari tiga tulang, jenis sambungan tidak dibangun untuk mobilitas melainkan untuk stabilitas bahkan dapat mengeras di usia tua. Terdapat symphysis pada os coxae dimana normalnya adalah sempit namun pada sementara waktu dapat melonggar selama proses kelahiran pada betina. Adapun tiga tulang yang membentuk os coxae tersebut adalah os ilium, os ischii, dan os pubis. Di tengah pertemuan ketiga tulang ini terdapat suatu lekukan yang disebut acetabulum, dimana kedalaman dan luas cekungan ini tergantung pada besarnya caput os femur yang akan mengadakan persendian dengan acetabulum tersebut (Simons 2007). Acetabulum pada kerbau memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan pada kuda. Pada babi, letak acetabulum terletak mengarah ke punggung dibandingkan pada kerbau (Getty 1975).
17
Os ilium merupakan tulang yang paling besar, bersendi dengan os sacrum (Getty 1975). Tulang ini berfungsi sebagai tempat insersio m. gluteus profundus yang tebal berjalan menuju os femoris. Os ilium terdiri dari dua permukaan (facies pelvina dan facies glutea) dan tiga tepi (cranial, medial, dan lateral). Facies pelvina berbentuk konveks mempunyai bidang yang kasar untuk pertautan dengan os sacrum (facies auricularis). Facies glutea merupakan permukaan yang mengarah ke dorsolateral dan ke caudal. Facies ini lebar dan konkaf, disilang oleh
linea
glutea.
Facies
glutea
merupakan
tempat
bertautnya
m. gluteus medius et profundus (Getty 1975). Os pubis merupakan tulang tebal, berukuran paling kecil diantara dua tulang lainnya. Tulang ini terletak di medial dan membentuk sisi cranial pada dasar pelvis (Getty 1975). Os pubis terdiri dari dua facies (facies pelvina dan facies ventralis). Facies pelvina merupakan permukaan yang menghadap ke ruang panggul, konveks pada kuda jantan, dan konkaf serta licin pada kuda betina. Facies ventralis merupakan permukaan yang konveks dan kasar, untuk tempat pertautan otot-otot. Pada os pubis ditemukan sebuah foramen obturatum yang terletak diantara os pubis dan os ischii.
Gambar 8 Os coxae yang terdiri dari tiga gabungan tulang dan ketiga tulang tersebut bertemu di tengah acetabulum (Simons 2007)
Os ischii mempunyai dua permukaan, yaitu facies pelvina dan facies ventralis. Facies pelvina merupakan permukaan yang menghadap ruang panggul, berbentuk konkaf dan licin. Facies ventralis memiliki permukaan yang kasar untuk pertautan otot-otot (Getty 1975).
18
Os femur Os femur merupakan tulang yang mentransmisikan berat dari os ilium ke proximal os tibia. Os femur merupakan tulang terpanjang dan terkuat dalam tubuh, memiliki corpus dan dua extremitas. Extremitas proximalis os femur terdiri dari caput, collum, dan trochanter major et minor. Caput berbentuk semilunar yang permukaannya sangat halus. Trochanter major terletak pada lateralis di bagian proximal corpus dari collum. Trochanter minor berbentuk kerucut dan terletak di medial, yang lebih kecil dari trochanter major (Palastanga et al. 2002). Pada domba, trochanter major hanya sedikit lebih tinggi dari caput os femur, sedangkan pada anjing dan babi bungkul ini ketinggiannya melebihi caput os femur. Pada kuda bungkul ini terdiri atas dua bagian yaitu pars cranialis dan pars caudalis sedangkan pada kerbau hanya mempunyai satu bungkul saja dan memiliki fossa trochanterica yang dalam (Getty 1975). Caput ossis femoris
Collum ossis femoris
Condylus lateralis Trochlea ossis femoris
Epicondylus lateralis
Fossa intercondylaris
anterior
posterior
Gambar 9 Os femur tampak dari anterior dan posterior (Palastanga et al. 2002)
19
Os patella Os patella merupakan os sesamoideum terbesar, bersendi dengan trochlea dari os femur. Bentuk os patella kuda dan sapi menyerupai prismatik, segi empat seperti layang-layang dengan empat sudut. Os patella kerbau berukuran panjang dan sangat tebal. Pada anjing, tulang ini berbentuk menyerupai bulat telur (Dyce et al. 2002). Os patella terdiri dari apex, basis, serta dua facies, yaitu facies cranialis dan facies articularis. Apex patella berada pada bagian distal mempunyai sudut yang tumpul. Basis patella adalah sudut dorsal os patella. Sudut ini lebih tumpul dibandingkan dengan apex yang terletak di distal. Sudut medial lebih kecil dibanding sudut lateral. Facies cranialis merupakan permukaan bebas yang berbentuk konveks, menghadap cranial dengan permukaan yang
kasar
sebagai
tempat
pertautan
m.
biceps
femoris
dan
mm. quadriceps femoris (m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m. vastus medialis, m.
vastus
intermedius)
dan
ligamenta
(ligamentum
patellae
laterale,
ligamentum patellae intermedium, ligamentum patellae mediale dan ligamentum femoropatellae) (Getty 1975).
Ossa tibia-fibula Pada primata, os tibia adalah tulang panjang yang mentransmisikan berat badan dari medial dan lateral condylus os femur. Pada os tibia dan os fibula terdapat suatu lekah yaitu spatium interosseum, lekah ini diisi oleh membran interosseum yang kuat (Palastanga et al. 2002). Pada anjing, os tibia memiliki panjang yang sama dengan os femoris dan os fibula relatif lebih panjang dan lebih besar (Getty 1975). Os fibula pada primata merupakan tulang ramping yang panjang, bagian proximal lebih besar dari bagian distal. Os fibula bervariasi dalam bentuk sesuai dengan otot-otot yang melekat padanya (Palastanga et al. 2002). Pada babi, tulang ini relatif panjang sedangkan pada kuda, tulang ini berbentuk langsing (Getty 1975).
20
Skeleton pedis Skeleton pedis pada primata terdiri dari tulang-tulang kecil yang terdiri dari ossa tarsi, ossa metatarsalia dan ossa phalanges. Ossa tarsi yang terbesar adalah os calcaneus, sementara ossa metatarsalia terbesar adalah yang terletak paling medial. Digit I memiliki dua os phalanx sedangkan yang lain memiliki tiga os phalanx (Palastanga et al. 2002).
Ossa tarsi Pada kuda, ossa tarsi terdiri atas enam tulang yang tersusun dalam tiga baris sedangkan pada pemamah biak terdiri atas lima tulang, os tarsale centrale bersatu dengan os tarsale IV dan os tasale II bersatu dengan os tarsale III. Pada babi dan anjing, ossa tarsi terdiri atas tujuh tulang, dua tulang tersusun pada baris proximal, lima tulang pada baris distal (Getty, 1975). Pada primata terdapat tujuh ossa tarsi yang terdiri dari os calcaneus, os talus, os naviculare, os cuboideum dan os cuneiforme medial, intermedium dan lateral. Os calcaneus terletak di posterior dan membentuk tumit. Os calcaneus adalah tulang terbesar dari ossa tarsi. Permukaan anterior os calcaneus bersendi dengan os cuboideum. Os talus terletak di proximal os calcaneus dengan caput dan collum mengarah ke anterior dan medial. Hal ini mengakibatkan transmisi berat tubuh dari os tibia ke os calcaneus dan os naviculare. Os talus terletak di antara
malleoli dari os tibia dan os fibula. Os naviculare terletak di
anterior caput talus. Permukaan posterior adalah cembung untuk bersendi dengan caput
talus.
Os
cuboideum
berbentuk
kubus
terletak
di
lateral,
di
anterior os calcaneus dan di posterior ossa metatarsalia keempat dan kelima dan bersendi dengan permukaan anterior dari os calcaneus. Os cuneiforme adalah tulang runcing yang berjumlah tiga buah (Palastanga et al. 2002).
21
Phalanx proximalis Phalanx media Phalanx distalis
Ossa phalanges
Metatarsale Ossa metatarsalia Cuneiform medial Cuneiform intermedium Cuneiform lateral Cuboideum Naviculare
Talus Ossa tarsi Calcaneus
Gambar 10 Skeleton pedis (Palastanga et al. 2002)
Ossa metatarsalia Pada primata terdapat lima ossa metatarsalia pada masing-masing tungkai, os metatarsale terpendek adalah yang paling medial. Bentuk posterior dari os metatarsale pertama cekung dan bersendi dengan permukaan anterior os cuneiforme medial. Permukaan lateral memiliki suatu bidang untuk bersendi dengan dasar dari os metatarsale kedua. Bagian posterior os metatarsale kedua bersendi dengan os cuneiforme medialis dan os metatarsale I, dan pada bagian lateral bersendi dengan os metatarsale III. Os metatarsale IV dan V
22
bersendi dengan permukaan anterior os cuboideum yang berbentuk kubus. Permukaan caput ossis metatarsale biasanya halus dan berbentuk cembung. Caput ossis metatarsale yang pertama besar dan lebar berbentuk semilunar. Pada bagian dasar dari tulang ini bersendi dengan dua os sesamoideum (Palastanga et al. 2002). Kuda memiliki tiga ossa metatarsalia, os metarsale III berukuran paling besar dan berada di tengah, diapit oleh os metatarsale II et IV, sedangkan pemamah biak mempunyai tiga buah ossa metatarsalia yaitu os metatarsale III, IV dan
V.
Pada
babi
ditemukan
empat
buah
ossa
metatarsalia
yaitu
os metarsale II, III, IV dan V (Getty, 1975).
Ossa phalanges Pada primata terdapat dua ossa phalanges pada digit I
dan tiga
ossa phalanges di masing-masing digit tungkai lainnya. Os phalanx merupakan tulang-tulang panjang yang berbentuk kecil yang memiliki corpus dan dua extremitas. Pada bagian posterior os phalanx memiliki permukaan yang halus dan cekung untuk bersendi dengan caput ossis metatarsale senomor (Palastanga et al. 2002).
23
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2010 sampai Juli 2011. Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan spesimen kerangka MEP (M. fascicularis) berjenis kelamin betina. Bahan-bahan kimia yang diperlukan meliputi deterjen, amoniak 0.6%, dan kaporit 0.1%. Adapun alat-alat yang diperlukan adalah sarung tangan, skalpel, pinset, pisau, sikat logam, ember plastik besar, panci, pengaduk kayu, dan gunting bedah. Metode Penelitian Preparasi Kerangka MEP dibuat dari preparat yang telah diawetkan dalam formalin 10% yang diperoleh dari Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB. Preparasi spesimen diawali dengan menyayat kulit bagian lateral tungkai depan dan belakang, kemudian melepaskan kulit dari otot-otot atau tulang yang ada di bawahnya. Selanjutnya otot-otot dilepaskan dari pertautannya pada tulang sampai cukup bersih. Otot yang melekat pada tulang rawan dibersihkan dengan hati-hati agar tulang rawan tidak rusak. Kemudian spesimen direndam dalam larutan deterjen 1-1,5% dalam air yang telah dipanaskan, selama kira-kira satu jam untuk melunakkan sisa-sisa otot yang masih menempel pada tulang. Selanjutnya tulang diangkat dan dibersihkan dengan sikat halus. Untuk memaksimalkan proses pembersihan, kerangka direndam lagi dalam larutan yang terdiri dari amoniak 0,6% dan kaporit 0,1% dalam air yang telah dipanaskan, dan terakhir disikat dengan sikat kawat secara hati-hati dan dicuci dengan air yang mengalir.
24
P Pengamatan n Peneelitian dilak kukan secaraa deskriptif m melakukan p pengukuran serta mencaatat hasil pe p pada bagian n terpanjangg dan terlebbar dari tula p panjang dilaakukan darii ujung acroomion samp l lebar dilakukan dari anggulus craniaalis sampai a t tulang panjang, penguukuran panjaang dilakuk t tulang, dan n pengukuraan lebar diilakukan pa ( (Gambar 11). Seluruh bagian b tulanng yang diam C Canon EOS 400D. Gam mbar selanjuttnya diolah d p penamaan b bagian-bagia an tulang dilakukan V Veterinaria ( (2005).
C
A
B
G Gambar 11 Pengukuran P o scapula (A os A) panjang (B panjang p (D) leebar (bar: 1cm m)
HASIL DA AN PEMBA AHASAN Hasil K Karakterist tik Skelet Tungkai Skeleet tungkai MEP M memiliki ukuran tulang t yang kecil namuun kompak d dengan perm mukaan yangg halus dan tidak banyakk dijumpai riggi ataupun penjuluran. p
1
4
2
3 4
5 5 G Gambar 12 Morfologi M sk kelet tungkaai depan kiri MEP tampaak lateral. 1. os scapula a, 2. os humeerus, 3. os raadius, 4. os ulna, 5. 5 skeleton manus m (bar: 1 cm).
26
Skelet Tungkai Depan (Ossa membri thoracici) (Gambar 12) Struktur tungkai depan MEP merupakan konstruksi yang kuat dan kokoh. Tulang-tulang tungkai depan MEP disusun oleh beberapa tulang, yaitu os scapula, os humerus, ossa radius-ulna, dan skeleton manus. Os scapula (Gambar 13) Os scapula merupakan tulang gelang bahu. Pada MEP, tulang ini kecil dan kompak dengan permukaan yang halus, bentuknya menyerupai kipas yang melebar ke caudal. Os scapula MEP ini memiliki panjang 5,5 cm, dengan lebar 4 cm. Tulang ini
terletak di ujung proximal tungkai depan (tangan) dan di
craniolateral dinding dada. Dalam posisi istirahat, tulang ini membentuk sudut kurang dari 90o dengan os humerus. Cavitas glenoidalis berupa lengkungan sempit, dangkal dan berbentuk segitiga. Bagian ini akan bersendi dengan caput humeri dari os humerus. Di tepi cranial cavitas glenoidalis terdapat processus coracoideus yang berkembang dan menjulur dari tepi cranial ke arah caudomedioventral. Os scapula memiliki dua permukaan yaitu facies lateralis dan facies medialis, tiga tepi (margo) dan tiga sudut (angulus). Facies lateralis dibagi oleh spina scapulae menjadi dua lekukan yaitu fossa supraspinata dan fossa infraspinata. Pada MEP, fossa supraspinata lebih sempit dibandingkan fossa infraspinata. Fossa supraspinata ini memiliki permukaan yang rata dan halus, sedangkan fossa infraspinata menjulur ke caudal dengan bagian tepi yang lebih menebal. Pada spina scapulae terdapat suatu bungkul di sepertiga proximal yaitu tuber spinae scapulae yang berukuran lebih tebal dari spina scapulae. Di ujung distal spina scapulae terdapat penjuluran lain yang disebut acromion, penjuluran ini relatif panjang dan mengarah ke craniodistal dengan permukaan yang kasar. Facies medialis mempunyai lekuk fossa subscapularis, lekukan ini memiliki permukaan licin dan memisahkan dua permukaan yaitu facies serrata.
27
Margo cranialis os scapula MEP ini memiliki permukaan yang tipis, dua pertiga bagian proximal berbentuk konveks dan sepertiga distal konkaf. Margo dorsalis terletak di proximal bersambung dengan cartilago scapulae. Sedangkan margo caudalis, berbentuk konveks dan lebih tebal. Angulus cranialis, merupakan sudut cranial yang tumpul, tipis dengan permukaan kasar sedangkan angulus caudalis merupakan sudut tumpul yang tebal. Angulus ventralis merupakan ujung ventral yang mengadakan persendian dengan os humerus. Pada sudut ini terdapat suatu bungkul yang terletak pada sisi anterior yaitu tuberculum supraglenoidale, dengan permukaan yang kasar dan memiliki ukuran yang besar. Pada bagian medial bungkul ini terdapat penjuluran lain yaitu processus coracoideus yang berkembang pada MEP.
28
9
A
B
2
11
6
1
5 3 10
1 10 7
4 122 8
4
C
4
8
7
Gambar 13 Morfologi G M oss scapula kirri MEP (A) ( tampak lateral, l (B) ttampak meddial dan (C) aangulus venttralis dari os o scapula kiri k (inset). 1. 1 fossa suprraspinata, 2.. fossa infrasspinata, 3. sppina scapula ae, 4. 4 acromion,, 5. fossa subbscapularis, 6. facies serrrata, 7. 7 processuss coracoideuus, 8. cavitas glenoidalis,, 9. cartilagoo scapulae, 10. 1 collum scapulae, 11.. tuber spina ae scapulae, 12. 1 tuberculu um supragleenoidale (baar: 1 cm).
29
Os humerus (Gambar 14) Pada MEP, os humerus merupakan tulang yang besar dan terdiri atas corpus dan dua extremitas. Extremitas proximalis mempunyai caput yang berukuran besar dan permukaan persendian berbentuk konveks dengan ukuran yang besar. Caput humeri menghadap lebih ke caudal. Pada extremitas proximalis memiliki dua bungkul. Tuberculum majus berukuran lebih besar dibandingkan dengan tuberculum minus. Kedua tuberculum ini memiliki permukaan yang kasar, dan dipisahkan oleh lekukan yaitu sulcus intertubercularis yang dangkal. Os humerus pada MEP memiliki panjang 11 cm dengan lebar 0,9 cm, tulang ini berbentuk silindris pada bagian proximal dan berbentuk segitiga pada bagian distal. Tulang ini juga melengkung ke lateral pada sepertiga proximal. Caput humeri mengadakan persendian dengan cavitas glenoidalis dari os scapula. Corpus humeri memiliki banyak lekukan dan rigi. Tuberositas teres mempunyai permukaan yang luas, kemudian bersambung menuju tuberculum majus membentuk rigi. Di lateral dari tuberositas teres terdapat tuberositas deltoidea yang merupakan bungkul besar dan menghadap ke lateral. Pada bagian distal dari tulang ini, yaitu condylus humeri lateralis mengadakan persendian dengan fovea capitis radii sedangkan condylus humeri medialis bersendi dengan extremitas proximalis dari os ulna. Kedua condylus ini dipisahkan oleh suatu lekukan. Di bagian proximal dari lekukan tersebut terdapat fossa olecrani yang cukup dalam dan besar.
30
A
B 7
1
2
9
3 4
12
12
6 8
5 11
100
Gambar 14 Morfologi G M oss humerus kiri k MEP (A) ( tampak dorsal d dan (B) tampak volar. v 1. 1 tuberculum m majus, 2. tuberculum minus, 3. tubberositas deeltoidea, 4. 4 tuberositaas teres, 5. foossa coronoiidea, 6. conddylus humerii, 7. 7 caput hum meri, 8. fossaa olecrani, 9. sulcus intertuberculariis, 10. 1 epicondyylus medialiss, 11. epiconndylus lateraalis, 12. corppus humeri (bar: ( 1 cm).
31
Ossa radius-ulna (Gambar 15) Os radius dan os ulna merupakan dua tulang lengan bawah tungkai depan. Os radius MEP memiliki ukuran panjang 11 cm dan lebar 0,6 cm dengan bentuk yang melengkung ke lateral. Os radius ini lebih pendek dibandingkan dengan os ulna. Tulang ini memiliki ukuran panjang 12 cm dengan lebar 0,5 cm. Extremitas proximalis os ulna menjulur dan membesar ke cranial membentuk olecranon. Os ulna ini berbentuk bulat dengan bagian distal yang mengecil. Os radius dan os ulna dipisahkan oleh suatu lekah yaitu spatium interosseum dan kedua tulang ini mengadakan persendian pada bagian proximal dan distal saja. Os radius memiliki corpus dan dua extremitas. Corpus radii MEP berukuran panjang, besar dan membulat. Facies cranialis membentuk permukaan yang melengkung sedangkang facies caudalis akan mengadakan persendian dengan facies cranialis dari os ulna di bagian proximal dan distal. Extremitas proximalis melakukan persendian dengan condylus humeri lateralis sedangkang
extremitas
distalis
Extremitas proximalis os ulna
bersendi
dengan
os
scaphoideum.
pada MEP memiliki olecranon yang besar.
Extremitas ini memiliki permukaan lateral yang halus sedangkan permukaan medialnya memiliki permukaan yang lebih kasar dan kedua permukaan ini samasama berbentuk konkaf. Pada bagian ini terdapat suatu penjuluran yang subur dan runcing di tepi dorsal yaitu processus anconeus. Pada bagian distal penjuluran ini terdapat lekukan yang beraspek halus berbentuk setengah lingkaran yaitu incisura trochlearis.
32
A
1
3 4
B
1 5
3 5
b
a
a
9
2
b
9 2
8
6 7
C
5
Gambar 15 Morfologi G M osssa radius-uulna kiri MEP (A) ( tampak medial, m (B) ttampak laterral, dan(C) ffovea capitiss radii tampak t dorssal (inset). a. a os radius, b. os ulna, 1. olecranonn, 2. spatium m interosseum m, 3. 3 processuss anconeus, 44. incisura trrochlearis, 55. fovea capiitis radii, 6. 6 processuss styloideus lateralis l et medialis, m 7. extremitas e diistalis os o radius, 8. extremitas distalis d os ulna, 9. corpuus radii (bar: 1 cm)
33
Skeleton manus (Gambar 16) Tulang pergelangan tungkai depan (tangan) MEP terdiri dari delapan tulang yang terpisah tetapi umumnya digambarkan membentuk dua baris yang masing-masing terdiri atas empat tulang. Tiga tulang pada baris proximal yaitu os scaphoideum (os carpi radiale), os lunatum (os carpi intermedium) dan os triquetrum (os carpi ulnare) yang mengadakan persendian dengan os radius, sementara di distal os triquetrum terdapat os pisiforme (os accessorium) sedangkan empat tulang carpal baris distal bersendi dengan basis lima ossa metacarpalia yaitu os trapezium (os carpale I), os trapezoideum (os carpale II), os capitatum (os carpale III) dan os hamatum (os carpale IV). Tampak dorsal, os capitatum dan os hamatum memiliki bentuk segitiga sedangkan os pisiforme, os triquetrum, os lunatum, os scaphoideum, os trapezium dan os trapezoideum berbentuk segi empat. MEP
memiliki
ossa
metacarpalia
sebanyak
lima
buah,
yaitu
os metacarpale I, II, III, IV dan IV. Ossa metacarpalia merupakan tulang panjang
1
dalam ukuran yang pendek dengan bentuk yang bulat. Caput ossa metacarpalia
2
relatif besar dengan permukaan yang halus dan mengadakan persendian dengan os phalanx proximalis yang senomor sedangkan pada bagian caudal dari ossa metacarpalia memiliki bentuk yang cekung dengan permukaan yang halus. Os metacarpale I merupakan os metacarpale terpendek dibandingkan tulang lainnya. Ossa phalanges MEP terdiri dari 14 tulang, tiga pada masing-masing digit kecuali pada digit satu yang hanya memiliki dua ossa phalanges yaitu os phalanx proximalis dan os phalanx distalis. Ossa phalanges ini merupakan tulang-tulang panjang dalam bentuk yang lebih kecil dengan memiliki corpus dan dua extremitas. Extremitas proximalis berbentuk cekung dengan permukaan yang halus untuk mengadakan persendian dengan caput ossa metacarpalia.
34
3
12 c
11
10
9
8 2 1
7 6 5 4 3
b
a
Gambar 16 Morfologi G M skkeleton manuus kiri MEP tampak dorrsal a. a ossa carpii, b. ossa meetacarpalia, c. ossa phallanges, 1. os pisiforme, 2. 2 os triquetrrum, 3. os luunatum, 4. oss scaphoideuum, 5. os traapezium, 6. 6 os trapezooideum, 7. oss capitatum, 8. os hamattum, 9. 9 os metacaarpale I, 10. os phalanx proximalis p ddigit V, 11. os phalanx media diggit V, 12. oss phalanx disstalis digit V (bar: ( 1 cm).
35
S Skelet Tung gkai Belakaang (Ossa meembri pelvin ni) (Gambar 17) Secaara keseluruhhan, tulang penyusun tungkai bellakang MEP P memiliki s struktur yan ng kokoh, koompak dan silindris sehingga dapat menunjang m p pergerakan t tungkai belaakang sebaggai tenaga pendorong. Tulang-tulaang tungkaii belakang d disusun oleeh beberappa tulang yyaitu os coxae, c os femoris, os o patella, o ossa tibia-fibbula dan skeeleton pedis.
1
2
6 3
4
5 G Gambar 17 Morfologi M sk kelet tungkaai belakang kiri k MEP tam mpak lateral.. 1. os coxae, 2. os femoriis, 3. os tibiaa, 4. os fibulaa, 5. skeletonn pedis, 6. 6 os patella (bar: 1 cm).
36
Os coxae (Gambar 18) Os coxae merupakan tulang gelang panggul yang besar dan terdiri dari os coxae kiri dan kanan yang menyatu pada symphysis pubis. Os coxae dibentuk oleh tiga tulang, yaitu, os ilium, os ischii dan os pubis. Ketiga tulang ini bertemu pada acetabulum yang merupakan tempat persendian dengan caput ossis femoris. Acetabulum MEP memiliki permukaan konkaf yang dalam dan membulat. Margo lateral acetabulum memiliki suatu permukaan yang halus dan luas, disebut facies lunata, sedangkan fossa acetabuli adalah lekuk yang relatif sempit pada margo medial. Os ilium MEP berbentuk pipih dan melebar. Tulang ini memiliki dua permukaan yaitu facies glutea dan facies sacropelvina. Facies glutea merupakan permukaan sayap yang menghadap ke dorsolateral. Facies ini memiliki bentuk konkaf dengan permukaan yang halus. Sedangkan facies sacropelvina menghadap ke venral dan mengadakan persendian dengan facies articularis pada bagian dorsal dari os sacrum. Facies ini memiliki bentuk bergelombang dengan permukaan yang kasar. Os ischii merupakan tulang duduk yang terletak dibagian caudal dari os coxae. Bagian caudal dari os ischii relatif berkembang yang melebar dari proximal ke distal. Os ischii ini memiliki dua permukaan, yaitu facies pelvina dan facies ventralis yang kedua-duanya merupakan permukaan yang konkaf. Facies pelvina menghadap ke ruang panggul sedangkan facies ventralis menghadap ke venral. Os pubis adalah tulang kemaluan yang berbentuk pipih dan tebal, terletak sebelah cranial dari os ischii. Tulang ini mempunyai dua permukaan yaitu facies pelvina dan facies ventralis. Facies pelvina merupakan permukaan yang mengarah ke ruang pelvis, berbentuk lebih mendatar dan agak kasar. Facies ventralis berbentuk konveks dengan permukaan kasar bergerigi.
A
37
3
3 a
7
4 2
c
1 2 8 b
9
9
B 9
5 6 2
100
Gambar 18 Morfologi G M os coxae MEP (A) ( tampak dorsal, d (B) aacetabulum tampak t venttrolateral (in nset) a. a os ilium, b. b os ischii, c. c os pubis, 1. 1 acetabulum m, 2. 2 foramen obturatum, o 33. ala ossis illii, 4. pecten osis pubis, 5. 5 facies lunaata, 6. fossaa acetabuli, 7. 7 incisura isschiadica maajor, 8. 8 incisura isschiadica minor, 9. tubeer ischiadicuum, 10. tuberculu um pubicum m ventrale (baar: 1 cm).
38
Os femoris dan Os patella (Gambar 19 dan 20) Os femoris merupakan tulang paha dengan panjang 12,5 cm dan lebar 1 cm. Os femoris terdiri dari dua extremitas dan corpus. Extremitas proximalis terdiri atas caput, collum, dan trochanter major et minor. Caput memiliki bentuk yang hampir membulat seperti bola dengan permukaan yang halus dan terletak di sisi medial, pada caput ini ditemui lekukan berupa fovea capitis femoris. Collum terlihat sangat jelas di bidang dorsomedial dengan ukuran yang lebar dan agak memanjang. Trochanter major merupakan bungkul besar yang terletak di lateral, sedangkan pada bagian lateral terdapat trochanter tertius yang tidak subur. Pada bagian anteromedial juga ditemukan trochanter minor yang berkembang dengan bentuk yang meruncing dan permukaan yang halus. Extremitas distalis memiliki trochlea di anterior dan dua condylus di posterior. Trochlea adalah dua buah bungkul dengan bagian tengahnya melekuk seperti katrol yang mempunyai bidang persendian dengan os patella. Os patella adalah tulang tempurung lutut yang berbentuk oval. Os patella melakukan persendian dengan trochlea ossis femoris dari os femoris. Facies cranialis berbentuk konveks dan memiliki permukaan yang kasar sedangkan facies articularis merupakan permukaan yang halus dan konkaf yang merupakan bidang persendian dengan trochlea ossis femoris. Sudut dorsal merupakan basis patellae, dengan sudut lebih tumpul dibandingkan apex patellae yang terletak di ventral.
39
A
B 3
3
1
1 2
2
6
1 12
12
9
11 4 10
7
8
C 3
6
1 13
Gambar 19 Morfologi M oss femoris kirri MEP A (A) ( tampak dorsal, d (B) ttampak plantar dan (C) extremitas proximalis p os o femoris taampak planttar (inset). 1. caput, 2. collum, c 3. troochanter ma ajor, 4. trochhlea, 5. 5 trochanterr tertius, 6. trochanter t m minor, 7. fosssa intercondy dylaris, 8. 8 condylus medialis, m 9. condylus latteralis, 10. ep epicondylus lateralis, l 11. epicondyylus medialiss, 12. corpuss ossis femorris, 13. fovea cappitis femoriss (bar: 1 cm)).
40
A
B
Gambar G 20 Morfologi M oss patella kirii MEP (A) ( tampak cranial c dan (B) tampak caudal (bar:: 1 cm).
O Ossa tibia-fi fibula (Gamb bar 21) Os tibia t dan oss fibula meerupakan duua buah tulaang penyusuun tungkai b belakang baagian bawahh. Os fibulaa MEP lebih h pendek deengan panjaang 11 cm d dibandingka an os tibia yang y memilikki panjang 12 1 cm. Os tiibia terletak di sebelah m medial dari os fibula. Tulang T ini tterdiri dari corpus c tibiaae dan dua extremitas, c corpus
os
tibiae,
b berbentuk
s silindris
deengan
perm mukaan
yaang
halus.
E Extremitas proximalis tulang ini mengadak kan persenddian dengann condylus l lateralis et medialis m darii os femoris. Os fibula f terletaak di sebelaah lateral dari d os tibia. Ujung prooximal dan d distal tulang g ini memb bentuk perseendian deng gan os tibia yang diken nal dengan a articulatio t tibiofibularia a proximalis is et distaliss, sehingga terbentuk suatu s lekah y yaitu spatium m interosseuum. Pada exxtremitas prroximalis tullang ini terd dapat caput f fibulae den ngan ukuran n yang lebbih besar dari d corpusnnya, sedanggkan pada e extremitas distalis d dari tulang ini juga ditemuk kan malleolii lateralis yang y subur. C Corpus fibullae MEP berrbentuk langgsing dan pannjang.
41
5
A 1
2 3
B
1 3 3
7 a
4
8
8
b
b
6
5
7 4
a
5
Gambar 21 Morfologi G M osssa tibia-fibuula kiri MEP P (A) ( tampak dorsal d dan (B) tampak plantar. p a. a os tibia, b. os fibula, 11. condylus medialis, m 2. condylus c latteralis, 3. 3 caput fibuulae, 4. spatiium interosseeum, 5. mallleoli medialiis, 6. 6 malleoli laateralis, 7. corpus c tibia. 8. copus fibbula (bar: 1 cm). c
42
Skeleton pedis (Gambar 22) Skeleton pedis (tulang telapak kaki) pada MEP disusun oleh tulang-tulang kecil yaitu ossa tarsi, ossa metatarsalia dan ossa phalanges. Ossa tarsi MEP terdiri dari tujuh buah tulang yang membentuk tiga baris. Susunan ossa tarsi bagian proximal dari medial yaitu os talus dan os calcaneus. Baris tengah dari arah
medial
yaitu
os
naviculare.
Baris
distal
dari
medial
yaitu
os cuneiform medial, intermedium, lateral, dan os cuboideum. Os calcaneus adalah tulang terbesar pada ossa tarsi yang terletak paling posterior dan membentuk tumit. Tulang ini mengalami penjuluran yang memanjang ke proksimoplantar kemudian menjadi suatu bungkul yaitu tuber calcanei. Permukaan anterior os calcaneus bersendi dengan os cuboideum yang merupakan ossa tarsi berbentuk kubus dan terletak pada baris distal paling lateral dari ossa tarsi. Os talus terletak di proximal os calcaneus dengan caput dan collum mengarah ke anteromedial. Os talus ini terletak diantara malleoli dari os tibia dan os fibula. Permukaan tulang ini berbentuk cembung dan sedikit cekung dari sisi lateral ke sisi medial ataupun sebaliknya. Os naviculare (os tarsi centrale) merupakan tulang kecil dengan permukaan yang halus dan tampak datar dari proximal. Tulang ini terletak di anterior caput talus. Ossa tarsi lainnya adalah os cuboideum yang berbentuk kubus dan terletak di lateral, di anterior os calcaneus dan di posterior ossa metatarsalia keempat dan kelima. Tulang ini bersendi dengan permukaan anterior dari os calcaneus. Ossa tarsi yang paling anterior adalah os cuneiforme
mediale (os tarsale I),
os cuneiforme intermedium (os tarsale II) dan os cuneiforme laterale (os tarsale III). MEP memiliki lima ossa metatarsalia pada masing-masing kakinya yaitu, os metatarsale I merupakan os metatarsale yang terpendek sedangkan os metatarsale III merupakan tulang yang terpanjang. Ujung posterior dari os meta-tarsale I cekung dengan permukaan yang halus dan
bersendi
dengan
permukaan anterior os cuneiforme medial sedangkan ujung anterior berbentuk
43
cembung dan mengadakan persendian dengan os phalanx proximalis dari digit I. Bagian posterior os metatarsale II bersendi dengan os cuneiforme intermedium sedangkan pada bagian anterior akan bersendi dengan os phalanx proximalis dari digit II. Os metatarsale IV dan V bersendi dengan permukaan anterior os cuboideum (os tarsale IV) yang berbentuk kubus. Pada
MEP
terdapat
dua
ossa
phalanges
pada
digit
I
yaitu
ossa phalanx proximalis et distalis dan tiga ossa phalanges pada masing-masing digit kaki lainnya yaitu os phalanx proximalis, os phalanx media dan os phalanx distalis. Ossa phalanges ini merupakan tulang-tulang panjang yang berukuran kecil, memiliki corpus dan dua extremitas. Pada bagian posterior ossa phalanges ini memiliki permukaan yang halus dan cekung untuk bersendi dengan caput ossis metatarsalenya.
44
11 c
10
9
b 8
3
4 5
1
2 7
a 6
Gambar 22 Morfologi G M skkeleton pediss kiri MEP tampak t dorsal a. a ossa tarsi,, b. ossa mettatarsalia, c.. ossa phalannges, 1. os cuneifo orme medial,, 2. os cuneifforme interm medium, 3. 3 os cuneifo orme lateral,, 4. os cuboideum, 5. os talus, 6. os calcaneus, c 7. 7 os navicullare, 8. os m metatarsale digit d I, 9. os pphalanx proxximalis digit d V, 10. os o phalanx m media digit V, V 11. os phaalanx distaliis digit V (bar: ( 1 cm).
45
PEMBAHASAN Lokomosi pada MEP ditandai dengan perpindahan dari satu posisi ke posisi lainnya. Saat melakukan perpindahan, MEP mampu melakukan perpindahan baik secara quadrupedalism maupun bipedalism (Napier dan Napier 1985). Gerak perpindahan hewan ini tidak terlepas dari peranan skeletnya. Skelet tungkai MEP memiliki struktur yang kokoh dan kompak. Meskipun memiliki ukuran yang kecil namun skelet pada hewan ini panjang, hal ini didukung oleh bentuk dari otot-otot yang melekat pada skelet tungkai hewan ini memiliki bentuk yang langsing dan panjang sehingga dengan kedua faktor tersebut memudahkan monyet dalam melakukan berbagai macam gerak, seperti menggaruk, memanjat, bergelantungan, berenang, menggenggam (Napier dan Napier 1985) dan sebagainya, mengingat monyet ini adalah hewan yang aktif dalam melakukan gerak. Os scapula MEP memiliki bentuk menyerupai segitiga dan meluas pada angulus caudalis dengan ukuran yang kecil. Ukuran os scapula yang kecil ini diduga pergerakan bahu hewan ini menjadi lebih bebas. Tulang ini menjadi origo dari
beberapa
otot
diantaranya
m.
supraspinatus,
m.
infraspinatus,
m. subscapularis dan m. teres minor yang berfungsi sebagai fiksator persendian bahu. cavitas
Bagian
distal
glenoidalis
os
yang
scapula akan
memiliki
bersendi
bidang
dengan
persendian
caput
os
yaitu
humerus.
Cavitas glenoidalis memiliki permukaan yang dangkal dan sempit dan bersendi dengan caput humeri yang berukuran besar, luas, berbentuk konveks dan menghadap ke caudal. Untuk menahan caput humeri agar tetap bersendi pada cavitas
glenoidalis
yang
kecil
maka
persendian
ini
difiksasi
oleh
m. subscapularis, m. supraspinatus, m. infraspinatus dan m. teres minor (Stone dan Stone 2008). Os scapula dan os humerus membentuk persendian gelang bahu bersama-sama dengan os clavicula sehingga memungkinkan gerakan fleksio, ekstensio, abduksio dan aduksio yang lebih luas dibandingkan dengan mamalia lain yang tidak memiliki os clavicula. Os clavicula juga turut berfungsi dalam membentuk dada dan sebagai penyangga dari os scapula (Palastanga et al. 2002). Pada bagian sepertiga distal spina scapulae juga ditemui penjuluran berupa 46
acromion yang panjang dengan permukaan yang kasar. Penjuluran ini berfungsi sebagai tuas saat os scapula melakukan gerakan perputaran dan melempar akibat adanya kontraksi dari m. deltoideus yang berorigo pada penjularan ini. Kemampuan os humerus melakukan gerakan perputaran pada cavitas glenoidalis (Simons 2007) sangat penting bagi hewan ini saat berenang untuk menghindari serangan dari mangsanya. Selain itu, MEP sering melakukan aktivitas brachiation, aktivitas ini diduga terkait dengan adanya persendian antara os radius dan os ulna di bagian proximal dan distal, membentuk lekah antar tulang (spatium interosseum) yang cukup lebar. Bentuk persendian memungkinkan pergerakan supinasio dan pronasio daerah lengan bawah saat bergelantungan (Dyce et al. 1996). Olecranon pada os ulna berupa penjuluran yang berukuran panjang dan besar, penjuluran ini berfungsi sebagai tuas untuk memperbesar sudut siku, disamping tenaga yang dihasilkan lebih besar sebagai akibat dari berkontraksinya otot-otot ekstensor persendian siku terutama m. triceps brachii yang berinsertio pada bungkul tersebut (Stone dan Stone 2008). MEP pada waktu istirahat sering melakukan aktivitas grooming menggunakan tungkai depannya. Hal ini menunjukkan bahwa tungkai depan hewan ini memiliki fungsi lebih dari sekedar alat lokomosi tapi juga mampu melakukan gerakan manipulasi seperti menggaruk dan bergelantungan (Napier dan Napier 1985). Aktivitas grooming pada monyet ini, dilakukan baik secara individual maupun secara berpasangan. Saat melakukan grooming secara individual hewan ini menggunakan lidahnya untuk menjilat, atau menggunakan kuku jarinya untuk menggaruk bagian punggung dan kepala. Aktivitas ini melibatkan kontraksi dari m. pronator teres, m. flexor carpi ulnaris yang akan memperkecil sudut persendian siku (Stone dan Stone 2008) dan di ikuti kuku jarijari dari tangannya untuk menggaruk. Aktivitas grooming bertujuan untuk membersihkan rambut dari debu atau kotoran, membersihkan sisa makanan pada tangan dan menggaruk bagian yang gatal. Pada saat melakukan grooming secara berpasangan biasanya monyet ini akan menggunakan kemampuan precision grip nya untuk mengambil kutu atau benda-benda kecil lainnya karena kemampuan
47
oposisi ibu jari terhadap ujung jari lainnya. M. abductor digit I longus diduga berperan dalam melakukan gerakan ini. Fungsi utama otot ini adalah menarik os metacarpal I ke daerah palmar sehingga lekuk telapak menjadi lebih dalam. Otot ini memiliki perbedaan origo dengan manusia sehingga kemampuan precision grip pada monyet ini tidak sekuat pada manusia. Pada tulang-tulang jari keempat dan kelima kaki depan MEP memiliki ukuran yang relatif panjang dibanding manusia, sehingga hewan ini memiliki kemampuan menggenggam yang baik saat bergelantungan dengan waktu yang relatif lama. Kemampuan bergelantungan dengan waktu yang lama ini diduga karena susunan ossa metacarpalia yang rapat serta bagian palmar dari tulang ini yang berbentuk cekung. Pada saat bergelantungan, hewan ini akan memfleksor persendian carpal dan phalanges untuk memperkecil sudut agar mampu menggenggam akibat kontraksi dari m. flexor digitorum profundus. Sedangkan ibu jari akan membantu menggenggam dari arah yang berlawan dari jari lainnya. Hal ini dikarenakan kemampuan ibu jari dalam melakukan gerakan ke daerah palmar untuk melakukan gerakan power grip (Napier dan Napier 1985) yang membuat hewan ini mampu menggenggam dahan dengan baik. Kemampuan bergelantungan ini tidak hanya dimiliki oleh tungkai depan, tetapi juga oleh tungkai belakang. Secara keseluruhan, tulang penyusun tungkai belakang MEP memiliki struktur yang kokoh, kompak dan silindris sehingga dapat menunjang pergerakan tungkai belakang sebagai tenaga pendorong. Tulang-tulang tungkai belakang disusun oleh beberapa tulang yaitu os coxae, os femoris, os patella, ossa tibia-fibula dan skeleton pedis (Gambar 1B). Os coxae merupakan tulang gelang panggul yang besar dan terdiri dari os coxae kiri dan kanan yang menyatu pada symphysis pubis. Os coxae dibentuk oleh tiga tulang, yaitu, os ilium, os ischii dan os pubis. Tulang ini membentuk persendian sacroilliaca dengan os sacrum. Pada saat akan makan, MEP ini biasanya mencari dan mengumpulkan makanan kemudian mencari tempat untuk memakannya. Posisi pada saat aktivitas makan adalah posisi duduk di atas dahan dengan menjulurkan kakinya, sedangkan tangannya menggenggam pakan dengan posisi tangan mendekati tubuh agar bobot
48
tubuh berada pada os ischii. Aktivitas ini didukung dengan tuber ischiadicum yang berkembang dan ditutupi oleh ligamenta yang disebut callosities ischiadica yang berfungsi sebagai bantalan duduk. Selain itu monyet ini juga menggunakan ekornya untuk menjaga keseimbangannya agar tidak jatuh (Crockett dan Wilson 1978). Pada tungkai belakang, penjuluran tuber calcanei dari os calcaneus berukuran besar dan panjang, sehingga penjuluran ini berfungsi sebagai sistem tuas kaki belakang yang disalurkan melalui persendian sacroilliaca yang kaku untuk mendorong tubuh ke depan sehingga dapat melompat dengan cepat dan dalam jarak yang jauh. Hal ini akibat dari kontraksi otot-otot yang bertaut pada tuber calcanei terutama m. gastrocnemius. Selain itu, pada tungkai belakang juga ditemukan bungkul berupa trochanter major dan trochanter minor yang besar. Bungkul ini diduga ikut berperan sebagai tuas tungkai belakang. MEP sering melompat dari satu dahan ke dahan yang lainnya untuk mencari makanan, hewan ini mampu meloncat sejauh lima meter dan mampu menempuh perjalanan sejauh 50-100 ha untuk satu kelompok. Luas daerah jajahan ini sangat erat kaitannya dengan ketersediaan sumber pakan hewan ini. Aktivitas melompat ini, dimulai dengan memindahkan bobot badannya pada tungkai belakang terutama pada tuber calcanei, kemudian persendian tarsus, lutut dan panggul akan ditekuk sehingga akan menghasilkan tenaga dorong yang besar untuk melompat. Pada saat melakukan aktivitas urinasi, primata akan merendahkan bagian belakang tubuhnya mendekati dasar tempat yang dipijaknya atau kadang dalam posisi setengah jongkok, kadang-kadang sambil berlokomosi primata akan mengoleskan urinnya ke segala tempat yang dilaluinya untuk menunjukkan daerah teritorial (Asnawi 1991). Pada saat melakukan aktivitas ini, kekuatan kaki belakang monyet diduga dibebankan pada persendian lutut. Hal ini sesuai dengan otot-otot persendian lutut yang berkembang baik, ditunjukkan dengan adanya os patella dengan permukaan yang kasar sebagai insersio dari m. rectus femoris, dan m. quadriceps femoris.
49
MEP banyak menghabiskan waktu keseharian di atas pohon, karena monyet ini merupakan hewan yang tergolong arboreal. Pada saat di atas dahan pohon, MEP akan menggenggam dahan secara kuat dengan menggunakan seluruh tapak tungkainya serta mampu mempertahankan kestabilannya. Menurut Berringer et al (1974) adanya os navicular dan os sesamoideum pada MEP membantu kestabilan hewan ini ketika berjalan. Kedua tulang ini mampu menjaga keseimbangan di dahan pohon diduga karena posisinya yang langsung bersentuhan dengan bidang pijakan berbeda dengan pada hewan lainnya. MEP ini juga tergolong hewan plantigradi baik saat berjalan quadrupedalism maupun saat bipedalism karena hewan ini menapakkan seluruh tapak kakinya saat berjalan, berbeda dengan gorila yang menggunakan bagian dorsal jari 3 dan 4 pada kaki depan sedangkan pada tungkai belakang tetap menumpu secara plantigradi.
50
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Skelet tungkai MEP berukuran panjang dan ramping disertai beberapa penjuluran yang besar dan kasar. Pada tungkai depan, ditemukan os scapula dengan acromion yang panjang dan angulus caudalis yang melebar ke caudal. Ossa radius-ulna memiliki ukuran hampir sama panjang dan membentuk persendian pada bagian proximal dan distal, selain itu os ulna memiliki olecranon yang besar. Pada daerah manus terdapat ossa metacarpalia yang panjang dengan susunan yang rapat dan ossa phalanges yang panjang juga. Pada tungkai belakang, tuber ischiadicum dari os coxae sangat besar, dan ditunjang trochanter major et minor yang besar pada os femur, selain itu juga terdapat os patella dengan permukaan kasar. Ossa tibia-fibula memiliki panjang yang hampir sama dan mengadakan persendian pada bagian proximal dan distal. Sama seperti skeleton manus, ossa metatarsalia dan ossa phalanges tungkai belakang juga memiliki ukuran yang panjang. Sehingga dengan struktur skelet yang seperti ini, dapat mendukung fungsi MEP untuk melakukan lokomosi dan sebagai alat manipulasi. Saran Perlu dilakukan penelitian terhadap skelet aksial untuk mengetahui struktur serta hubungannya terhadap aktivitas gerakan skelet tungkai.
51
Daftar Pustaka Asnawi E. 1991. Studi sifat-sifat kukang (Nycticebus coucang) [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bennett BT, Abee CR, Herrickson R. 1995. Nonhuman Primates in Biomedical Reseach. USA: Academic Pr. Bercovitch FB, Huffman MA. 1999. The Macaques. Di dalam: Dolhinow P, Fuentes A, editors. The Nonhuman Primates. California: Mayfield Publishing. Hlm 394. Berringer OM. Browning FM. Schroeder CR. 1974. An Atlas and Dissection Manual of Rhesus Monkey Anatomy. Florida: Rose Printing Co. Bonadio C. 1999. Macaca fascicularis. In: Macaca fascicularis: Narrative [online]. Available from: http//www/animaldiversity.ummz.umich.edu/accounts/macaca/m_fascicu laris.html1. Accssed 2010 dec 28. Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region : A Systematic Review. Natural History Museum Publication. New York: Oxford University Press. Crocket CM, Wilson WL. 1978. The Ecological Separation of macaca nemestrina and macaca fascicularis in Sumatra. Di dalam: Linburg DG, editor. The Macaques: Studi in ecology, behavior, and evolution. New York: Van Nostrand Reinhold. Hlm 481 Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 1996. Textbook of Veterinary Anatomy 2nd ed. Philadephia: WB Saunders Company. Fittinghoff Jr NA, Linburg DG. 1980. Riverine Refuging in East Bornean Macaca fascicularis. Di dalam:
Linburg DG, editor. The Macaques Study in
ecology, behavior, and evolution. New York: Van Nostrand Reinhold. Hlm 481. Getty R. 1975. Sisson and Grossman's The Anatomy of the Domestic Animal 5th Ed. Philadelphia: WB Saunders Company. Hildebrand M. 1960. How Animals Run in Vertebrate Adaptations. San Fransisco: W.H Freeman.
52
Krisnawan FFD. 2000. Studi banding beberapa karakteristik biologi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan hasil silangnya di Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian IPB, Bogor. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lekagul B, McNeely JA. 1977. Mamals of Thailand. Bangkok: Kurushapa Ladprao Press;. Marzke MW. 1971. Origin of the human hand, Am. J. Phys. Antrop. 34(1) : 61-84. Medway L. 1969. The Wild Mammals of Malaya. London: Oxford university Press and offshore island Incluiding Singapure. Napier JR, Napier PH. 1967. A Handbook of Living Primates. London: Academic Press. Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. Cambridge: The MITT Press. Nowak RM. 1995. Walker's Mammals of the World. The Johns Hopkins University Press. (Online at: http://www.press.jhu.edu/books/walker/prima tes.cercopithecidae.macaca.html). Palastanga N, Field D, Soames R. 2002. Anatomy and Human Movement. Melbourne: Butterworth Heinemann. Putra IGAA, Wandia IN, Soma IG, Sajuthi D. 2006. Indeks masa tubuh dan morfometri monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Bali. J Vet 7: 276-124. Poirier FE, Smith EO. 1974. The Crab-eating Macaque (Macaca fascicularis) of Angaur Island, Palau, Micronesia. Folia Primatology 22: 258-306. Sales G. 1992. Primate in The Guiness Encyclopedia of the Living Word. London: Guiness Publishing. Simons FA. 2007. Primate Anatomy an Introduction. New York: Academic Press. Stone RJ, Stone JA. 2008. Atlas of Skeletal Muscles 6th ed. McGraw-Hill Co. Primisonline. Thorndike EA, Turner AS. 1998. In search of an animal model for postmenopausal diseases. Frontiers in Bioscience 3: 17-26
53
van Schaik CP, van Amerongen A, van Noordwijk MA. 1996. Riverine refuging by wild Sumatran long-tailed macaques (Macaca fascicularis). Di dalam: Lindberg DG, editor. Evolution and Ecology of Macaques Societies. Cambridge: Cambridge University Press. Vaughan TA. 1978. Mammalogy. Philadelphia: WB Saunders Company. [WAVA]. 2005. Nomina Anatomica Veterinaria 5th ed. International Committee on Veterinary Gross Anatomical Nomenclature, Hannover, Culombia, Gent, dan Sapporo. Wheatley BP, Stephenson R, Kurashina H. 1999. The Effects of Hunting on the Longtailed Macaques of Anguar Island, Palau. Di dalam: Dolhinow P, Fuentes A, editor. The Nonhuman Primates. California: Mayfield Publishing.
54