PENILAIAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DALAM ATRAKSI TOPENG MONYET DI BOGOR
HELMAYENI CHANDRA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penilaian kesejahteraan hewan pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dalam atraksi topeng monyet di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014 Helmayeni Chandra NIM B251110041
RINGKASAN HELMAYENI CHANDRA. Penilaian kesejahteraan hewan pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dalam atraksi topeng monyet di Bogor. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan HADRI LATIF. Atraksi topeng monyet adalah kesenian tradisional Indonesia dimana seekor monyet meniru tingkah laku manusia dengan dipandu pawang dan diiringi alat musik tradisional. Atraksi ini diprotes oleh beberapa lembaga sumberdaya manusia (LSM) di Indonesia karena dianggap melanggar kesejahteraan hewan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui karakteristik pawang topeng monyet; (2) mengetahui manajemen pakan, pemeliharaan, dan kesehatan monyet yang berperan dalam atraksi; (3) menilai praktek penerapan kesejahteraan hewan dalam atraksi; (4) mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi tingkat penerapan kesejahteraan hewan monyet ekor panjang dalam atraksi. Penelitian ini dilakukan di Bogor mulai Desember 2013 sampai dengan April 2014 dengan jumlah responden 8 orang. Hewan yang digunakan adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, indepth interview, dan observasi terhadap atraksi menggunakan perangkat checklist. Pembobotan checklist dilakukan dengan memberikan nilai 0 pada jawaban “tidak” dan nilai 1 pada jawaban “ya”. Kesejahteraan dinilai baik jika nilai total indikator kesejahteraan hewan mencapai >34.5, sedang <23-34.5, dan buruk ≤23. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Asosiasi karakteristik pawang yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan monyet diuji dengan menggunakan uji chi-square (χ2). Berdasarkan hasil penelitian, 75% pawang berdomisili di Kabupaten Bogor, sisanya di Kota Bogor. Sebagian besar (62.5%) pawang berpendidikan rendah (lulus SD), sisanya berpendidikan sedang (lulus SMP). Pengalaman bekerja 87.5% pawang ≤10 tahun, sisanya >10 tahun. Sebagian besar pawang (75%) menjadikan pawang sebagai profesi utama, sisanya sebagai sampingan. Jika dibandingkan dengan gaji PNS golongan IB dengan masa kerja 9 tahun, ratarata penghasilan harian pawang lebih besar. Lokasi atraksi 50% pawang di pinggir jalan raya, 50% lainnya di perkampungan. Setiap harinya, 87.5% pawang memulai atraksi di pagi hari dengan durasi <10 jam, sisanya memulai atraksi sore hari dengan total durasi ≥10 jam. Persentase pawang yang mengikuti organisasi khusus pawang adalah 62.5%. Tidak satu pun pawang pernah mendengar istilah kesejahteraan hewan dan setelah dijelaskan, 87.5% pawang berpendapat bahwa kesejahteraan hewan penting, sisanya menjawab tidak penting. Pakan dan minum yang disediakan di lokasi oleh 87.5% pawang berasal dari warung dan sisanya membawa dari rumah. Jenis pakan dan minum yang diberikan untuk monyet adalah nasi, mi instan, kerupuk, air putih, air teh, susu, dan lain-lain. Sebagian besar (87.5%) pawang tidak membawa kandang ke lokasi atraksi. Jika monyet tidak mengikuti perintah, maka sebagian besar pawang memilih untuk memarahi, memukul, dan membiarkannya saja. Jika ada yang menyakiti monyet, maka 75% pawang memilih untuk menegur pelaku dan menjauhkan monyet dari pelaku, sisanya memilih menegur pelaku saja. Ketika monyet sakit, pawang membiarkannya saja dan memberikan pengobatan
seadanya. Vaksinasi terhadap tuberkulosis (TBC) pernah dilakukan oleh 87.5% pawang, pemberian suplemen makanan hanya diberikan oleh 12.5% pawang. Penilaian kesejahteraan hewan dibagi menjadi 5 aspek yang berhubungan dengan five freedoms of animal welfare. Aspek pertama adalah bebas dari rasa lapar dan haus yang terdiri dari 8 dasar penilaian. Dari 8 dasar penilaian, hanya 2 saja yang dipenuhi oleh seluruh pawang. Aspek kedua adalah bebas dari rasa tidak nyaman. Dari 9 dasar penilaian, hanya 4 dasar saja yang dapat dipenuhi oleh 87.5% pawang, lainnya hanya dipenuhi oleh ≤50% pawang. Aspek ketiga adalah bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit yang terdiri dari 15 dasar penilaian. Sepuluh dasar penilaian sudah dipenuhi oleh 100% pawang, sisanya hanya dipenuhi oleh ≤50% pawang. Aspek keempat adalah kebebasan mengeskpresikan tingkah laku alami. Dari 7 dasar penilaian, 5 dasar penilaian sudah dipenuhi oleh ≥75% pawang, lainnya tidak satupun pawang dapat memenuhinya. Aspek kelima adalah bebas dari rasa takut dan tertekan. Dari 7 dasar penilaian yang ditetapkan, hanya 2 saja yang dapat dipenuhi oleh ≥87.5% pawang, lainnya tidak dapat dipenuhi oleh satu orang pawang pun. Persentase penerapan kesejahteraan hewan dengan nilai tertinggi adalah aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit sebesar 70%, yang terendah adalah aspek bebas dari rasa lapar dan haus sebesar 25%. Persentase penerapan aspek bebas dari rasa takut dan tertekan adalah 26.8%; aspek bebas dari rasa tidak nyaman 51.4%; dan aspek bebas mengekspresikan tingkah laku alami 59%. Jika persentase lima indikator ini dirata-rata, maka persentase penerapan kesejahteraan hewan keseluruhan sebesar 50%. Penilaian tingkat penerapan kesejahteraan hewan yang dilakukan pawang diperoleh dengan cara mengategorikan nilai observasi yang diperoleh menjadi tiga kategori. Penerapan aspek bebas dari rasa lapar dan haus serta aspek bebas dari rasa takut dan tertekan oleh 100% pawang berada di kategori buruk. Aspek bebas dari rasa tidak nyaman diterapkan dengan buruk oleh 50% pawang, sedang 25% pawang, dan baik 25% pawang. Aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit diterapkan dengan tingkat sedang oleh 50% pawang, sisanya menerapkan dengan tingkat baik (37.5%) dan buruk (12.5%). Aspek bebas mengekspresikan tingkah laku alami diterapkan dengan tingkat sedang oleh 75% pawang, sisanya menerapkan dengan tingkat buruk. Jika dilihat secara keseluruhan, maka kategori penerapan kesejahteraan hewan oleh pawang adalah sedang (62.5% pawang) dan buruk (37.5% pawang). Karakteristik pawang yang diduga mempengaruhi tingkat penerapan kesejahteraan hewan pada penelitian ini tidak dapat dibuktikan karena terbatasnya jumlah responden. Dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan monyet dalam atraksi topeng monyet di Bogor belum diterapkan sepenuhnya. Hal ini ditunjukkan dengan persentase penerapan indikator kesejahteraan hewan keseluruhan yang hanya mencapai 50% dan tidak adanya pawang yang menerapkan kesejahteraan hewan dengan kategori baik. Indikator kesejahteraan hewan yang paling buruk penerapan dan membutuhkan perhatian utama adalah aspek bebas dari rasa lapar dan haus serta aspek bebas dari rasa takut dan tertekan. Kata kunci: atraksi topeng monyet, kesejahteraan hewan, monyet ekor panjang.
SUMMARY HELMAYENI CHANDRA. Assesment of long-tailed monkeys (Macaca fascicularis) welfare on monkey mask attraction in Bogor. Supervised by ETIH SUDARNIKA and HADRI LATIF. Monkey mask attraction is an Indonesian traditional art where a monkey comfort oneself like a human, handling by human, and accompanied by traditional musical instruments. This attraction opposed by human resource agencies because infringed animal welfare. The purposed of this study was to (1) know the characteristics of handler; (2) know management of diet, maintenance, and health; (3) assess the application of animal welfare in attraction; (4) know risk factor that influence the level of animal welfare in attraction. This research be located in Bogor from December 2013 to April 2014 where the number of respondents is 8 people. Long-tailed monkey (Macaca fascicularis) was species that used in monkey mask attraction. Data were obtained by interviewed the respondents using the structured questionnaire, in-depth interview and observation on practicing of animal welfare in location of attraction using the checklist. Assessment of the checklist is done by giving the value 0 on the answer “no” and 1 on the answer “yes”. Animal welfare considered good if the total value of animal welfare indicators reaches the value >34.5, middle <2334.5, and poor ≤23. Data were analyzed descriptively. Association handler’s characteristics that affect the level of welfare of monkeys were tested using the chi-square test (χ2). Based on the results of the study, 75% of handler lived in the District of Bogor and 25% in the City of Bogor. Most of the handler (62.5%) elementary school graduated, 37.5% junior hight school graduated. Work experience of 87.5% handler were ≤10 year and 12.5% >10 year. Most of the handler (75%) made the handler as a main profession and 25% as a side profession. In comparison, the average of daily income of handler greater than the salary of civil servants in IB classes with terms of service 9 years. Location of attraction of 50% handler on the roadside and the others around the village. Every day, 87.5% started the attraction in the morning and the others in the afternoon. Total of duration of attraction was ≥10 hours each day. The persentage of handler that followed organization of handler was 62.5%. None of the handler know about animal welfare. After described, 87.5% handler agreed that animal welfare is important and the others not. Diets were prepared by 87.5% handler derived from the shop and the orhers brought from home. Kinds of diet that given to monkeys were cooked rice, instant noodles, crackers, mineral water, tea water, milk, and others. Most of handler (87.5%) did not carry the cage to the location of the attraction. If the monkey did not follow the instruction, the handler will scolded, hit, and leave it alone. If anyone hurting monkeys, 75% of the handler will admonished and keep the monkeys from the actors, the others will admonished only. When the monkey sick, the handler will gived the treatment by itself. Vaccinations for tuberculosis (TB) ever given by 87.5% of handler and giving of food supplements just done by 12.5% of the handler. Assesment of animal welfare consisted of 5 aspects related to the five freedoms of animal welfare. The first aspect was freedom from hunger and thirst
which consisted of 8 basic of assessment. Of the 8 basic, only 2 basic are fulfilled by all handlers. The second aspect was freedom from discomfort. Of the 9 basic of assessment, only 4 are fulfilled by 87.5% pawang, the other basic only fulfilled by ≤50% of handler. The third aspect was freedom from pain, injury, and disease which consisted of 15 basic of assessment. Ten basic have fullfilled by 100% of handler, and the others only fulfilled by ≤50% of handler. The fourth aspect was freedom to express natural behavior. Of the 7 basic of assessment, only 5 basic have fulfilled by ≥75% of handler and the others no one can fulfilled. The fifth aspect was freedom from fear and distress. Of the 7 basic of assessment, only 2 basic have fulfilled by ≥87.5% of handler and the others no one can fulfilled. The result of this study showed that the average percentage of implementation of animal welfare indicator based on the five freedoms of animal welfare in monkey mask attracttion was 50%. The value of each indicator were 25% in freedom from hunger and thirst; 51.4% in freedom from discomfort; 70% in freedom from pain, injury, and disease; 59% in freedom to express natural behavior; and 26.8% in freedom from fear and distress. Assesment of the level of animal welfare that implemented by handlers obtained by categorized the observation value in 3 category. Implementation of freedom from hunger and thirst aspect and freedom from fear and distress aspect of 100% handler were in poor level. Implementation of freedom from discomfort aspect were in poor level by 50% of handler, middle level by 25% of handler, and good level by 25% of handler. Freedom from pain, injury, and disease aspect implemented in middle level by 50% of handler, good level by 37.5% of handler, and poor level by 12.5% of hanlder. Aspect of freedom to express natural behavior implemented in middle level by 75% of handler and in poor level by 25% of handler. Overall, the implementation of animal welfare that implemented by handlers of monkey mask attraction were 62.5% in middle level, 37.5% in poor level. Characteristics of handler were supposed influence the level of implementation of animal welfare in this study can not be proven because of the limited of number of respondents. In conclution, the animal welfare of monkey has not been fully implemented on monkey mask attraction. This is indicated by the percentage of the overall implementation of animal welfare indicators which only reached 50% and there is no handler that implemented the animal welfare in good level. The aspect of the five freedoms that most poor level and should be the primary concern were freedom from hunger and thirst and freedom from fear and distress. Key word: animal welfare, long-tailed monkey, monkey mask attraction.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENILAIAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DALAM ATRAKSI TOPENG MONYET DI BOGOR
HELMAYENI CHANDRA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi
Judul Tesis Nama NIM
: Penilaian Kesejahteraan Hewan pada Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dalam Atraksi Topeng Monyet di Bogor : Helmayeni Chandra : B251110041
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Etih Sudarnika, MSi Ketua
Dr med vet drh Hadri Latif, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 18 Juli 2014 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus : (tanggal penandatangan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini adalah Penilaian Tingkat Kesejahteraan Hewan pada Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dalam Atraksi Topeng Monyet di Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi dan Bapak Dr med vet drh Hadri Latif, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi atas masukan dan arahannya yang sangat bermanfaat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta, ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayang, serta untuk staf di Bagian Kesmavet dan Epidemiologi FKH-IPB yang telah banyak membantu penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Helmayeni Chandra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Penelitian
1 1 1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Kesejahteraan Hewan Atraksi Topeng Monyet
3 3 5 7
3 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep Penelitian Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Pengumpulan Data Responden Penskoran Checklist Analisis Data
9 9 9 11 11 12 12 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pawang Manajemen Pemberian Pakan Monyet Manajemen Pemeliharaan dan Kesehatan Monyet Penerapan Lima Aspek Kebebasan dalam Kesejahteraan Hewan Persentase Penerapan Indikator Kesejahteraan Hewan Penilaian Penerapan Kesejahteraan Hewan yang Diterapkan Pawang Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Kesejahteraan Hewan
13 13 16 17 19 24 25 27
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
29 29 29
DAFTAR PUSTAKA
30
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19
Definisi operasional dari variabel yang diamati Penskoran untuk checklist terhadap indikator kesejahteraan hewan Jumlah dan persentase pawang topeng monyet di Bogor berdasarkan karakteristik pribadi Jumlah dan persentase pawang topeng monyet di Bogor berdasarkan karakteristik kegiatan atraksi Jumlah dan persentase pawang berdasarkan pengetahuan dan pendapat tentang kesejahteraan hewan serta keikutsertaan dalam organisasi khusus pawang Jumlah dan persentase pawang berdasarkan perilaku pemberian pakan dan minum untuk monyet di lokasi atraksi Jenis pakan dan minum yang disediakan pawang di lokasi atraksi Jumlah dan persentase pawang berdasarkan perilaku pemeliharaan monyet di lokasi atraksi Jenis tempat berlindung dan beristirahat yang disediakan pawang untuk monyet di lokasi atraksi Jumlah dan persentase pawang berdasarkan perilaku pemeliharaan kesehatan monyet Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dari rasa lapar dan haus di lokasi atraksi Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dari rasa tidak nyaman di lokasi atraksi Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dari rasa sakit luka dan penyakit di lokasi atraksi Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dalam mengeskpresikan tingkah laku alami di lokasi atraksi Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dari rasa takut dan tertekan di lokasi atraksi Rataan dan persentase skor penerapan kesejahteraan hewan pada atraksi topeng monyet di Bogor Jumlah dan persentase pawang yang menerapkan tingkat kesejahteraan hewan di lokasi atraksi Penerapan kesejahteraan hewan secara keseluruhan yang diaplikasikan oleh pawang topeng monyet di Bogor Faktor yang diduga mempengaruhi tingkat penerapan kesejahteraan hewan monyet berdasarkan analisis uji chi-square (χ2)
10 12 13 14
15 16 16 17 18 18 19 21 22
23 24 25 26 26 27
DAFTAR GAMBAR 1 2
Kerangka konsep penelitian Tingkat kesejahteraan hewan monyet ekor panjang secara keseluruhan dalam atraksi topeng monyet di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor
9 25
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Atraksi topeng monyet adalah salah satu kesenian tradisional yang mulai dikenal secara umum di Indonesia pada awal tahun 1980-an (Didit 2013; Taufik 2013). Atraksi ini melibatkan seekor monyet yang meniru berbagai aktivitas manusia dengan dipandu oleh seorang pawang dan diiringi alat musik tradisional. Aktivitas manusia yang ditirukan monyet dalam atraksi topeng monyet adalah berbelanja ke pasar, mengendarai sepeda, berperang, balapan, dan aktifitas manusia lainnya. Spesies yang biasa digunakan adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Jenis ini dipilih karena lebih mudah dilatih untuk melakukan atraksi. Atraksi topeng monyet biasanya dilakukan di keramaian seperti pasar, stasiun, terminal, jalan raya, dan tempat lain yang dianggap berpotensi menghasilkan uang bagi pawang. Atraksi topeng monyet di Indonesia banyak ditemukan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta. Atraksi topeng monyet juga dapat dijumpai di negara Asia lain seperti India, Pakistan, Thailand, Vietnam, China, Jepang, dan Korea (Risma 2013). Keberadaan topeng monyet bisa dinilai positif atau negatif. Atraksi topeng monyet bagi sebagian orang dianggap positif karena disamping menghasilkan uang, kegiatan ini juga dianggap sebagai hiburan dan melestarikan budaya. Keberadaan topeng monyet juga mendapat dukungan karena bagi segelintir orang atraksi topeng monyet merupakan kenangan masa kecil yang tidak pernah dilupakan. Penilaian negatif pada umumnya datang dari kalangan yang peduli akan kebebasan hewan. Negatifnya penilaian yang diberikan kalangan yang peduli tersebut disebabkan karena proses latihan dan atraksi yang dilakukan oleh monyet tidak sesuai dengan sifat alamiah dan menyiksa monyet. Atraksi topeng monyet diprotes secara terang-terangan oleh lembaga sumberdaya masyarakat (LSM) Jakarta Animal Aid Network (JAAN). Aksi protes ini disebabkan karena atraksi topeng monyet dinilai tidak sesuai dengan kesejahteraan hewan yang dikenal dengan istilah animal welfare. Monyet dipisahkan dengan habitat aslinya, dieksploitasi, dan dipaksa menirukan aktivitas manusia oleh pawangnya. Atraksi ini juga dilakukan di tempat terbuka dengan kondisi panas, polusi, dan dirantai sehingga membuat penderitaan monyet semakin bertambah. Monyet hasil penyitaan dari pawang di DKI Jakarta memperlihatkan kondisi tanpa gigi dan mengalami trauma psikologis yang cukup tinggi. Menurut Femke Den Haas (penggiat JAAN) hal ini terjadi akibat perlakuan kasar yang diterima oleh monyet dari pemilik sebelumnya (BBC 2013). Protes LSM akhirnya mendapat jawaban dari pemerintah DKI Jakarta dengan dikeluarkannya Intruksi Gubernur DKI Jakarta tentang “Jakarta Bebas Topeng Monyet 2014”. Pihak yang tidak setuju dengan keberadaan topeng monyet pun menyambut gembira kabar ini. Instruksi Gubernur pun akhirnya tidak berjalan mulus karena mendapat protes dari beberapa tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat tersebut berpendapat bahwa tidak ada dasar hukum dan sosial yang jelas dalam penghapusan topeng monyet (Megapolitan 2013) dan menganggap
2 topeng monyet tidak menggangu ketertiban umum dan pembersihan topeng monyet tidak akan memberikan manfaat apapun kepada masyarakat (JPPN 2013). Beberapa ahli di bidang medis mengeluarkan pendapat tentang kebijakan penghapusan topeng monyet dilakukan. Pertama, mengeksploitasi hewan merupakan tindakan yang melanggar kesejahteraan hewan itu sendiri; kedua, atraksi topeng monyet berpotensi membahayakan kesehatan manusia (Kinanti 2013). Kontroversi inilah yang menarik minat peneliti untuk mengkaji topeng monyet lebih dalam dari segi kesejahteraan hewannya.
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karakteristik pawang topeng monyet yang ada di Bogor. 2. Mengetahui manajemen pakan, pemeliharaan, dan kesehatan monyet ekor panjang yang berperan dalam topeng monyet di Bogor. 3. Melihat dan menilai penerapan kesejahteraan hewan monyet ekor panjang pada atraksi topeng monyet di Bogor. 4. Melihat faktor resiko (karakteristik pawang) yang mempengaruhi tingkat penerapan kesejahteraan monyet ekor panjang dalam atraksi topeng monyet di Bogor.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi pada masyarakat tentang penerapan kesejahteraan hewan monyet ekor panjang yang berperan dalam atraksi topeng monyet serta dapat menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya dan pembuat kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan primata.
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah atraksi topeng monyet dianggap melanggar aspek ilmiah kesejahteraan hewan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Sebaran Geografis dan Habitat Alami Macaca fascicularis umumnya dikenal sebagai monyet pemakan kepiting (crab-eating macaque) atau monyet ekor panjang yang menyebar secara luas di daratan tropis dan kepulauan Asia Tenggara. Spesies ini menyebar luas hingga ke selatan yaitu Timur India, Banglades Selatan, dan Myanmar. Sebaran monyet ekor panjang juga sampai ke bagian selatan Semenanjung Indocina (Thailand, Kamboja, Laos, dan Vietnam), Semenanjung Melayu (Malaysia dan Singapura), Sumatera, Kalimantan, Jawa, Jakarta, Bali, Timor Leste, dan Filipina (Eudey 2008). Spesies monyet ekor panjang sangat adaptif terhadap lingkungan baru (ISSG 2013). Habitat alami spesies ini adalah tepi pantai, hutan mangrove, tepi sungai, hutan rawa dan lereng gunung (Don et al. 1984; Downes 2013). Kemampuan adaptif yang tinggi membuat spesies ini dapat berinteraksi dengan mudah terhadap manusia, sehingga mereka juga dapat dijumpai di wilayah pinggiran kota (ISSG 2013). Spesies ini kebanyakan sangat rentan terhadap pemanasan global. Berdasarkan laporan terakhir United Nations Environment Programme PBB (UNEP), 98% dari habitat hutan di Sumatera dan Borneo akan habis pada tahun 2022 karena pengalihan wajah hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, praktik ilegal penjarahan kayu, dan pembukaan lahan untuk pertanian (Nelleman et al. 2007). Hal ini tentu saja berbahaya bagi kelangsungan hidup spesies ini. Selain hilangnya hutan dan peningkatan urbanisasi di habitat asli monyet ekor panjang, perdagangan liar, penangkapan untuk konsumsi manusia, penggunaan untuk kepentingan penelitian, pengembangan dan pengujian oleh dunia farmasi industri memiliki dampak negatif pada eksistensi populasi monyet ekor panjang (Twigg 2008). Klasifikasi dan Deskripsi Fisik Monyet ekor panjang memiliki berbagai nama seperti, monyet cynomolgus, Macaca irus, monyet jawa, dan monyet pemakan kepiting (crabeating monkey). Menurut Whitney (1995); Ong dan Richardson (2008) taksonomi monyet ekor panjang adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Primata Subordo : Antrophoidea Infraordo : Catarrhini Super family : Cercopithecidae Famili : Cercopithecidae Genus : Macaca Spesies : Macaca fascicularis
4 Monyet ekor panjang bertubuh ramping dengan ekor yang panjang sering digunakan untuk memancing kepiting. Panjang badan adalah 40-47 cm (tidak termasuk ekor) dan panjang ekor 40-65 cm. Monyet ekor panjang jantan memiliki berat badan antara 5-7 kg serta memiliki jambang dan kumis, sedangkan betina memiliki berat 3-4 kg dan hanya memiliki jenggot. Wajah monyet ekor panjang berwarna coklat keabu-abuan dan memiliki kantung pipi. Monyet ekor panjang dewasa memiliki rambut yang secara umum berwarna abu-abu hingga coklat kemerah-merahan dengan bagian ventral tubuh berwarna lebih pucat. Hal tersebut agak berbeda pada bayi monyet. Bayi monyet ekor panjang memiliki rambut berwarna hitam yang berubah menjadi coklat dan menjadi keabu-abuan ketika memasuki usia pubertas (Bonadio 2000). Monyet ekor panjang memiliki hidung yang datar dan lubang hidung yang sempit (Fooden 1995). Formula gigi dari monyet ini adalah I 2/2, C 1/1, PM 2/2, dan M 3/3 (Bonadio 2000). Monyet ekor panjang merupakan salah satu kekayaan sumber daya yang potensial dan memiliki nilai ekonomis dan ilmiah yang tinggi. Monyet ini merupakan salah satu primata yang sering digunakan sebagai hewan model untuk penelitian biomedis, karena secara anatomi dan fisiologis memiliki kemiripan dengan manusia (Supratikno 2008). Tingkah Laku Alami dan Pola Makan Monyet ekor panjang hidup dalam kelompok yang didominasi oleh jantan yang terdiri dari sekitar tiga puluh anggota. Jumlah jantan lebih sedikit dibanding yang betina (Don et al. 1984; Noordwijk et al. 1999). Jantan akan meninggalkan kelompok kelahirannya dan mencari kelompok baru saat dewasa kelamin. Hal ini lah yang menyebabkan tingkat cedera pada jantan lebih sering terjadi. Setelah menemukan kelompok baru, pejantan akan bertarung dengan pemimpin kelompok tersebut. Jika pertarungan dimenangkan oleh pejantan yang baru datang, maka ia akan menggantikan posisi pemimpin sebelumnya (Don et al. 1984). Monyet ekor panjang betina pada umumnya memiliki kehidupan yang lebih stabil karena sifatnya yang pasif. Anak-anak monyet ekor panjang akan lebih dekat dengan induknya. Selama mencari makan, anak-anak tersebut bergelantungan di bagian ventral tubuh induk. Dalam kelompok sosial, ada dominasi yang jelas antar betina. Dominasi ini akan tetap stabil sepanjang hidup betina yang dituakan tersebut (Don et al. 1984). Monyet ekor panjang digolongkan ke dalam omnivora oportunistik yang suka mengeksplorasi berbagai jenis makanan yang berbeda baik hewan maupun tumbuhan. Buah-buahan dan biji-bijian adalah jenis pakan yang paling besar dikonsumsi monyet yaitu mencapai 60-90% dari seluruh jenis pakan. Monyet ekor panjang juga memakan daun, bunga, akar, dan kulit kayu (Bonadio 2000). Ratarata waktu yang dibutuhkan untuk sekali makan adalah 18.3 menit. Frekuensi pencarian makanan per hari rata-rata dua puluh kali. Mereka makan berbagai macam makanan seperti buah-buahan, kepiting, bunga, serangga, daun, jamur, rumput, dan tanah liat. Konsumsi tanah liat diprediksi oleh ahli karena kandungan kalium yang ditemukan di dalamnya. Sekitar 96% dari waktu makan per hari dihabiskan memakan buah-buahan. Beberapa pengamatan terbatas menunjukkan bahwa monyet ekor panjang memilih buah berdasarkan kematangan yang didasarkan pada warna buah tersebut (Bonadio 2000).
5 Monyet ekor panjang dengan habitat yang sudah punah biasanya akan masuk ke ladang dan memakan tanaman seperti daun singkong, talas, kelapa, mangga, dan tanaman lainnya sehingga sering menyebabkan kerugian yang signifikan bagi petani setempat. Jenis makanan mereka semakin bervariasi ketika memasuki kota. Monyet ekor panjang sering mengambil makanan dari tempat sampah. Kebutuhan pakan membuatnya menjadi tidak takut terhadap manusia sehingga tidak jarang ditemukan monyet ekor panjang langsung mengambil makanan dari manusia baik secara pasif maupun agresif (Long 2003).
Kesejahteraan Hewan Definisi Kesejahteraan Hewan Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia (Deptan RI 2009). Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 juga menjelaskan bahwa pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan. Kajian lanjutan mendefinisikan kesejahteraan hewan dalam tiga konsep yaitu status fisik, status mental, dan perilaku alami (WSPA 2010). Tiga konsep kajian tersebut juga dijelaskan oleh Eccleston (2008). Menurut Eccleston (2008) ada beberapa ukuran untuk mengevaluasi kualitas hidup hewan. Ukuran yang pertama adalah menganalisa perasaan hewan, yang kedua memeriksa status kesehatan hewan, dan yang ketiga adalah mengevaluasi perilaku alamiah hewan. Eccleston (2008) menjelaskan bahwa kesejahteraan hewan adalah teori yang paling berpengaruh dan penting untuk mengatasi penganiayaan terhadap hewan. Kajian kesejahteraan hewan memiliki ajaran tentang kepedulian manusia terhadap hewan sehingga manusia dapat meningkatkan kualitas hidup hewan tersebut. Hal ini berdasarkan pada prinsip kesejahteraan hewan dimana manusia didorong untuk bersikap menghargai dan memiliki empati terhadap hewan. Kajian kesejahteraan hewan meliputi tiga teori yaitu ilmu, etika, dan hukum kesejahteraan hewan. Ilmu kesejahteraan hewan adalah mengukur efek terhadap hewan atas adanya situasi dan lingkungan yang berbeda dari sudut pandang hewan. Etika kesejahteraan hewan adalah tentang bagaimana manusia seyogyanya memperlakukan hewan, sedangkan hukum kesejahteraan hewan adalah tentang bagaimana manusia harus memperlakukan hewan. Berdasarkan tiga kajian tersebut dapat disimpulkan fokus konsentrasi dalam kesejahteraan hewan yaitu indikator fisiologis hewan (ilmiah), pengenalan tata cara terhadap hewan (etika) dan aturan perlindungan hewan (hukum) (PBPDHI 2009). Metode yang digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan hewan dikenal dengan istilah five freedoms of animal welfare. Istilah kesejahteraan hewan belum terlalu dipahami oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Eclestoon melakukan penelitian tentang kesadaran masyarakat Jawa Timur terhadap kesejahteraan hewan pada tahun 2008. Hasil
6 penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya 20% saja masyarakat umum yang setuju dengan konsep menghargai hewan, sisanya 40% tidak setuju, dan 40% nya lagi ragu-ragu. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa 56% masyarakat tidak setuju satwa liar seperti ular, monyet, dan burung langka dipelihara oleh manusia, sisanya 44% setuju (Eclestoon 2008).
Five Freedoms of Animal Welfare Kebebasan (fredoom) adalah ketetapan yang ideal bagi kesejahteraan hewan karena memiliki kerangka yang logis dan komprehensif (Hewson 2003). Menurut OIE (2011), five freedoms dalam kesejahteraan hewan terdiri dari bebas dari rasa lapar dan haus (freedom from hunger and thirst); bebas dari rasa tidak nyaman (freedom from discomfort); bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit (freedom from pain injury and disease); bebas mengekspesikan tingkah laku alami (freedom to express natural behavior); dan bebas dari rasa takut dan tertekan (freedom from fear and distress). Bebas dari rasa lapar dan haus Makanan dan minuman adalah kebutuhan pertama dalam hidup, sehingga dalam konsep five freedoms diurutkan menjadi aspek pertama. Aspek ini dapat diterapkan dengan memberikan akses terhadap makanan dan air untuk menjaga kesehatan dan kekuatan mentalnya (WSPA 2010; OIE 2011). Makanan yang diberikan tidak hanya dapat diakses, akan tetapi juga harus layak konsumsi dan mencukupi kebutuhan tubuh. Menurut RSPCA (2009) makanan yang layak, bergizi, dan memadai akan mengurangi adanya kompetisi antar hewan. Bebas dari rasa tidak nyaman Ketidaknyamanan hewan biasanya disebabkan karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi hewan. Kondisi lingkungan ekstrim dari perlakuan yang membuat stres akan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hewan. Bebas dari rasa tidak nyaman dapat diwujudkan dengan menyediakan lingkungan yang sesuai termasuk tempat berlindung dan area istirahat yang nyaman (RSPCA 2009). Komponen dalam aspek ini seperti ventilasi yang memadai, suhu dan kelembapan yang cukup, dan adanya tempat untuk tidur. Hewan akan merasa nyaman jika berada pada lingkungan yang tepat. Lingkungan yang tepat biasanya sesuai dengan habitat alaminya (RSPCA 2009; OIE 2011). Bebas dari rasa sakit luka dan penyakit Kebebasan dari rasa sakit, luka, dan penyakit dapat diterapkan dengan mencegah kemungkinan timbulnya penyakit, luka, dan rasa sakit pada hewan. Jika hewan mengalami kesakitan maka pemilik hewan harus menjamin bahwa hewan tersebut mendapat pengobatan dari dokter hewan sampai sembuh (Eccleston 2008). Standar di Uni Eropa menekankan bahwa manajemen kesehatan hewan harus didasarkan pada pencegahan namun, ketika hewan sakit atau terluka maka hewan tersebut harus segera diobati. Desain bangunan juga menjadi sorotan dalam kebebasan dari sakit luka dan penyakit. Hal ini disebabkan karena desain bangunan yang tidak sesuai dapat menyebabkan cedera fisik pada hewan (Organicvet 2013).
7 Bebas mengekspresikan tingkah laku alami Setiap hewan mempunyai kebiasaan atau perilaku yang khas untuk masing-masing hewan. Hewan yang dipelihara oleh manusia cenderung memiliki sedikit kesempatan untuk mengekspresikan perilaku normalnya, sehingga hewan menunjukkan perilaku menyimpang. Aspek ini dapat diterapkan dengan memberikan ruang gerak yang cukup serta memberikan fasilitas yang sesuai dengan kehidupan alaminya dan mengelompokkan hewan sesuai dengan jenisnya (RSPCA 2009). Bebas dari rasa takut dan tertekan Bebas dari rasa takut dan tertekan dapat dilakukan dengan memastikan kondisi yang menghindari penderitaan mental hewan (RSPCA 2009). Tingkat stres dapat dinilai dengan mengukur detak jantung dan kadar konsentrasi katekolamin dan kortikosteron dalam plasma darah. Pemilik hewan harus memastikan bahwa hewannya terbebas dari penderitaan mental akibat kondisi sekitar, perlakuan, dan manajemen pemeliharaan. Menurut Cock et al. (2002) hewan akan menyesuaikan diri terhadap tantangan alam. Respon hewan terhadap tantangan alam biasanya melahirkan stres, dan hal ini adalah alami bagi setiap hewan. Stres akan selalu hadir pada kehidupan alami hewan, karena tanpa stres berarti hewan tersebut telah mati. Akan tetapi stres tidaklah sama dengan distress. Distress adalah stres yang buruk dan berlebihan (Wolfe 2000). Takut merupakan emosi primer yang dimiliki hewan yang mengatur respon mereka terhadap lingkungan fisik dan sosialnya. Rasa takut dianggap sebagai sesuatu yang merusak hewan. Rasa takut hewan akan berimbas terhadap kesejahteraannya. Pemilik yang sering memperlakukan hewannya dengan tidak baik akan mengakibatkan trauma terhadap hewan tersebut dan biasanya hewan akan menjauhinya (Wolfe 2002). Lima aspek five freedoms di atas adalah daftar kontrol yang harus diperhatikan untuk dapat mewujudkan kesejahteraan hewan. Aspek yang satu mungkin berpengaruh terhadap aspek lainnya sehingga sulit untuk dibedakan (Cheeke 2004).
Atraksi Topeng Monyet Topeng monyet adalah kesenian tradisional yang sudah sejak dahulu dikenal di Indonesia, terutama di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pertunjukan topeng monyet juga dapat dijumpai di negara Asia lainnya seperti India, Pakistan, Thailand, Vietnam, China, Jepang, dan Korea. Jenis kesenian ini melibatkan seorang pawang yang telah memberikan pelatihan pada monyetnya untuk melakukan berbagai aktivitas meniru tingkah laku manusia. Monyet yang digunakan biasanya adalah monyet ekor panjang. Jenis ini dipilih karena lebih mudah untuk dilatih dalam melakukan atraksi (Nuryati 2005). Monyet yang menjadi pemeran utama dalam atraksi topeng monyet telah dilatih sebelum melakukan atraksi. Pelatihan ini bisa memakan waktu 6 hingga 8 bulan tergantung tingkat kecerdasan monyet. Setiap atraksinya selalu diiringi gamelan dan gendang dari pawangnya dan tidak jarang hewan lain pun ikut melengkapi atraksi ini seperti ular dan anjing (Media Indonesia 2011).
8 Istilah topeng monyet berasal dari perilaku monyet yang apabila sedang beratraksi menggunakan topeng, helm, dan reog mungil sesuai peran yang akan dimainkan. Pelaku kesenian topeng monyet pada umumnya berjalan keliling berhari-hari dari tempat yang satu ketempat yang lain di daerah kawasan permukiman padat penduduk. Atraksi topeng monyet saat ini tidak hanya dilakukan di pemukiman penduduk, akan tetapi juga sampai ke jalan raya, persimpangan lampu merah, pasar, stasiun, dan tempat keramaian lainnya. Alat musik diperdendangkan untuk menarik perhatian masyarakat terutama anak-anak agar hadir menyaksikan dan memberikan uang (Nuryati 2005). Menurut Cohen, seorang professor budaya teater Indonesia dari Royal Holoway University of London, pertunjukan yang menampilkan monyet dan anjing pertama kali ditemukan di Indonesia. Miniatur sirkus ini merupakan salah satu hiburan mengamen paling umum di pasar, jalan-jalan pedesaan, dan perkotaan di seluruh barat Indonesia. Cohen juga menjelaskan bahwa atraksi monyet dan anjing mulai komersial di Indonesia pada akhir abad ke-19 (Historia 2013). Dibalik pertunjukan topeng monyet yang menghibur, ada penyiksaan yang dilakukan sang pawang atau pemilik monyet. Monyet untuk atraksi biasanya berusia muda sekitar delapan atau sembilan bulan. Monyet muda ini dilatih dengan cara disiksa oleh pemilik dalam waktu yang lama (Detik News 2013). Tangan monyet diikat ke belakang, digantung, dan dipaksa duduk berjam-jam di jalan agar bisa berdiri tegak. Pemilik sengaja tidak memberikan makan monyetnya agar mau berlatih terus menerus. Salah seorang pelatih monyet mengaku bahwa separuh monyet yang dilatihnya mati karena tidak kuat. Monyet yang telah pintar kemudian akan dijual atau disewakan oleh pemilik kepada pelaku topeng monyet (Mailonline 2013). Pertunjukan topeng monyet dapat menimbulkan bahaya akibat kontak fisik antara monyet dengan penonton. Sebuah penelitian dilakukan oleh Engel dan kawan-kawan dari Pusat Penelitian Primata University of Washington Amerika Serikat terhadap darah dari 20 monyet topeng monyet di Jakarta. Penelitian ini menemukan bahwa setengah dari monyet yang diperiksa positif terkena simian foamy virus (SFV), yaitu retrovirus pada primata yang diduga tidak menular pada manusia sedangkan 2 ekor lainnya positif Simian retrovirus (SRV), yang dapat menular ke manusia. Virus SRV maupun SFV adalah retrovirus yang secara tipikal bergerak perlahan dalam tubuh inangnya, sehingga memerlukan waktu tahunan sebelum dokter mengetahui dampak virus tersebut. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 1 ekor monyet positif terkena virus simian T-cell lymphotropic dan 1 ekor lainnya positif terkena virus herpes B. Virus simian Tcell lymphotropic diyakini sebagai virus HTLV, nenek moyang virus primata yang menular pada manusia. Virus tersebut kemudian diketahui sebagai penyebab leukemia sedangkan virus herpes B diketahui sebagai CHV-1 yang jarang menjangkiti manusia (Nuryati 2005). Topeng monyet yang ada di negara Asia lainnya nasibnya lebih baik jika dibandingkan dengan topeng monyet di Indonesia. Topeng monyet diluar Indonesia masih dapat tampil menghibur masyarakat. Hal ini disebabkan karena topeng monyet dikelola dengan baik di sebuah perkumpulan sirkus yang jaminan terhadap kesejahteraan monyetnya dapat dipertanggungjawabkan oleh pemilik sirkus (Sindonews 2013).
3 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep Penelitian Variabel yang akan diukur dalam penelitian adalah kebebasan monyet ekor panjang dari rasa lapar dan haus; kebebasan monyet ekor panjang dari rasa tidak nyaman; kebebasan monyet ekor panjang dari rasa sakit, luka dan penyakit; kebebasan monyet ekor panjang mengekspresikan tingkah laku alami; dan kebebasan monyet ekor panjang dari rasa takut dan tertekan. Kerangka konsep penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Karakteristik pawang : Umur Pendidikan formal Tujuan usaha Pelatihan
Tingkat penerapan kesejahteraan hewan Macaca fascicularis dalam atraksi topeng monyet
Indikator kesejahteraan hewan (Five freedoms of animal welfare) : 1. Bebas dari rasa haus dan lapar 2. Bebas dari rasa tidak nyaman 3. Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit 4. Bebas mengeskpresikan perilaku alami 5. Bebas dari rasa takut dan penderitaan
Gambar 1 Kerangka konsep penelitian
Desain Penelitian Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan melakukan pengamatan terhadap seluruh atraksi topeng monyet yang ada di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap pawang topeng monyet serta observasi dengan menggunakan checklist terhadap aktivitas yang dilakukan oleh monyet dan perlakuan pawang terhadap monyet saat atraksi berlangsung. Sebelum digunakan dalam penelitian, kuesioner dan checklist terlebih dahulu diuji melalui uji coba kuesioner untuk mengevaluasi kecocokan kuesioner yang disusun dengan kondisi lapangan dan melihat tingkat kesulitan pertanyaan di dalam kuesioner. Setelah itu, dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner untuk menilai kelayakan kuesioner sebagai perangkat penelitian. Wawancara terstruktur berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data dan karakteristik pawang. Wawancara berupa indepth interview dan checklist observasi berisi pertanyaan yang berkaitan dengan penerapan indikator kesejahteraan hewan yaitu five freedoms of animal welfare. Terdapat definisi
10 operasional yang dirancang untuk menjelaskan setiap variabel yang diamati dalam penelitian. Definisi operasional tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Definisi operasional dari variabel yang diamati No 1
Variabel Umur
Definisi operasional Usia pawang topeng monyet
Alat Ukur Kuesioner
Cara ukur Wawancara
2
Pendidikan
Jenjang pendidikan terakhir yang dimiliki pawang topeng monyet
Kuesioner
Wawancara
3
Pengalaman bekerja
Kuesioner
Wawancara
4
Lokasi atraksi
Kuesioner
Wawancara
5
Pengalaman beratraksi di kota lain
Kuesioner
Wawancara
6
Perpindahan atraksi antar kota
Kuesioner
Wawancara
Ordinal 1=ya 2=tidak
7
Perpindahan atraksi dalam kota Waktu mulai atraksi
Jangka waktu pawang telah menjalani profesi sebagai pawang topeng monyet Lokasi pawang saat melakukan atraksi topeng monyet Pengalaman pawang menetap di suatu kota (minimal 1 bulan) dengan profesi utama sebagai pawang topeng monyet sebelum pindah ke Kota Bogor atau Kabupaten Bogor Perpindahan antar kota yang dilakukan oleh pawang untuk melakukan atraksi topeng monyet Perpindahan lokasi dalam 1 kota yang dilakukan oleh pawang Waktu pawang pertama kali memulai atraksi setiap harinya
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Total seluruh durasi atraksi mulai dari pawang datang di lokasi atraksi hingga pawang meninggalkan lokasi atraksi Penggolongan tujuan usaha pawang topeng monyet sebagai mata pencaharian Jumlah monyet yang dipelihara oleh pawang di tempat tinggalnya Keikutsertaan pawang dalam organisasi pawang topeng monyet di wilayah masingmasing Rata-rata penghasilan yang diperoleh pawang setiap harinya
Kuesioner
Wawancara Observasi
Ordinal 1=ya 2=tidak Nominal 1=pagi 2=siang 3=sore Rasio 1=<10jam 2=≥10 jam
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Pengetahuan pawang tentang istilah kesejahteraan hewan
Kuesioner
Wawancara
8
9
Total durasi atraksi
10
Tujuan usaha
11
Jumlah monyet yang dipelihara Keikutsertaan organisasi
12
13
Penghasilan rata-rata
14
Pengetahuan
Skala Ordinal 1=remaja (<26 thn) 2=dewasa (≥26 thn) Ordinal 1=rendah (maksimal tamat SD) 2=sedang (minimal tamat SMP) 3=tinggi (minimal tamat SMA) Ordinal 1= ≤10 thn 2= >10 thn Nominal 1=pinggir jalan 2=perkampungan Ordinal 1=ya 2=tidak
Ordinal 1=pokok 2=sampingan Nominal 1=1 ekor 2=> 1 ekor Ordinal 1=ya 2=tidak Rasio Ordinal 1=
11 Lanjutan No 15
Variabel Pendapat
Definisi operasional Pendapat pawang tentang kesejahteraan hewan
Alat Ukur Kuesioner
Cara ukur Wawancara
16
Pelatihan
Kuesioner
Wawancara
17
Tersedia pakan
Kuesioner
Wawancara Observasi
Ordinal 1=ya 2=tidak
18
Kondisi pakan dan minum layak konsumsi Ketersediaan tempat berlindung dan istirahat Ukuran tempat berlindung dan istirahat Ketersediaan waktu istirahat Ventilasi yang memadai
Riwayat pelatihan kesejahteraan hewan yang pernah dilakukan oleh pawang topeng monyet Ketersediaan pakan setiap saat di lokasi atraksi, dan ketika diminta pawang akan langsung mengeluarkan pakan Kondisi pakan dan minum baik secara fisik
Kuesioner
Wawancara Observasi
Ordinal 1=ya 2=tidak
Tempat berlindung dari cuaca ektrim dapat langsung ditempati monyet ketika ingin berlindung Ukuran tempat berlindung dan istirahat cukup untuk monyet leluasa bergerak
Kuesioner
Wawancara Observasi
Ordinal 1=ya 2=tidak
Kuesioner
Wawancara Observasi
Ordinal 1=ya 2=tidak
Pawang menyediakan waktu istirahat khusus untuk monyet di lokasi atraksi Ventilasi yang disediakan cukup untuk sirkulasi udara (tempat istirahat tidak pengap)
Kuesioner
Wawancara Observasi
Kuesioner
Wawancara Observasi
Ordinal 1=ya 2=tidak Ordinal 1=ya 2=tidak
19
20
21
22
Skala Ordinal 1= Penting 2= tidak penting Ordinal 1=ya 2=tidak
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Desember 2013 sampai dengan April 2014.
Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan langsung dari pawang topeng monyet dan observasi di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Data primer yang dibutuhkan dari pawang topeng monyet meliputi data pawang, karakteristik pawang, manajemen pakan dan minum, manajemen pemeliharaan kenyamanan dan kesehatan, serta manajemen stres dan pemenuhan perilaku alami monyet di lingkungan tempat monyet beraktivitas. Pengambilan data ini dilakukan dengan metode wawancara terstruktur dengan perangkat kuesioner dan indepth interview terhadap pawang topeng monyet dengan menggunakan perangkat alat tulis dan alat perekam. Selain wawancara, pengambilan data juga dilakukan dengan observasi langsung terhadap perilaku pawang topeng monyet dan aktivitas monyet ekor panjang dalam atraksi topeng monyet dengan menggunakan checklist.
12 Responden Responden pada penelitian ini sebanyak 8 orang dengan pembagian 2 orang responden berdomisili di Kota Bogor dan 6 orang lainnya berdomisili di Kabupaten Bogor.
Penskoran Checklist Total pertanyaan pada checklist observasi adalah 46 pertanyaan yang berkaitan dengan penerapan indikator five freedoms of animal welfare. Penilaian terhadap indikator tersebut dilakukan dengan pembobotan pertanyaan pada checklist. Pembobotan dilakukan dengan memberikan nilai 0 pada jawaban “tidak” dan nilai 1 pada jawaban “ya”. Penerapan kesejahteraan dinilai baik jika nilai total indikator kesejahteraan hewan mencapai nilai >34.5, dinilai sedang jika mencapai nilai 23-34.5, dan dinilai buruk jika nilai ≤23. Pembobotan dan penilaian checklist disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Penskoran untuk checklist terhadap indikator kesejahteraan hewan Indikator kesejahteraan hewan Bebas dari rasa lapar dan haus Bebas dari rasa tidak nyaman Bebas dari sakit, luka, dan penyakit Bebas mengkespresikan perilaku alami Bebas dari stres dan tertekan Jumlah total
Jumlah pertanyaan
Nilai maksimum
Nilai minimum
Skor kesejahteraan buruk
sedang
baik
8
8
0
≤4
>4 – 6
>6
9
9
0
≤4.5
>4.5 – 6.75
>6.75
15
15
0
≤7.5
>7.5 – 11.25
>11.25
7
7
0
≤3.5
>3.5 – 5.25
>5.25
7
7
0
≤3.5
>3.5 – 5.25
>5.25
46
46
0
≤23
>23 – 34.5
>34.5
Analisa Data Data checklist observasi yang diperoleh akan dijelaskan secara deskriptif dan dilakukan analisis korelasi terhadap variabel yang diduga berpengaruh terhadap kesejahteraan monyet. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data penelitian ini adalah SPSS dan Microsoft Excel. Uji yang digunakan untuk mengukur asosiasi variabel yang diduga berpengaruh terhadap kesejahteraan monyet adalah uji chi-square (χ2).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pawang Beberapa karakteristik pawang yang diamati pada penelitian ini adalah tempat tinggal, jenis kelamin, umur, pendidikan, lama bekerja, pengalaman atraksi di kota lain, perpindahan atraksi antar kota, perpindahan atraksi dalam kota, waktu mulai atraksi, total durasi atraksi dalam 1 hari, tujuan usaha, jumlah monyet yang dipelihara, rata-rata penghasilan setiap hari, pengetahuan tentang kesejahteraan hewan, pendapat tentang kesejahteraan hewan, dan keikutsertaan dalam organisasi khusus pawang topeng monyet. Karakteristik ini akan dihubungkan dengan nilai kesejahteraan hewan yang dimiliki oleh masing-masing responden. Gambaran karakteristik pribadi pawang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah dan persentase pawang topeng monyet di Bogor berdasarkan karakteristik pribadi Karakteristik pribadi responden Tempat tinggal Kota Bogor Kabupaten Bogor Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur <26 tahun ≥26 tahun Pendidikan Rendah (maksimal tamat SD) Sedang (minimal tamat SMP) Pengalaman bekerja ≤10 tahun >10 tahun Tujuan usaha Pokok Sampingan Jumlah monyet yang dipelihara 1 ekor >1 ekor Penghasilan rata-rata
Jumlah pawang (orang)
Persentase (%)
2 6
25 75
8 0
100 0
1 7
12.5 87.5
5 3
62.5 37.5
7 1
87.5 12.5
6 2
75 25
3 5
37.5 62.5
0 8
0 100
Sebagian besar pawang (75%) berdomisili di Kabupaten Bogor yang tersebar di Kecamatan Ciampea (5 orang) dan Kecamatan Leuwiliang (1 orang), sedangkan sisanya berdomisili di Kota Bogor tepatnya di perkampungan sekitar Jalan KH Soleh Iskandar. Jenis kelamin pawang seluruhnya adalah laki-laki dengan umur yang berbeda-beda. Umur pawang pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 kategori yaitu <26 tahun dan ≥26 tahun. Sebagian besar pawang (87.5%) berumur ≥26 tahun, sedangkan sisanya <26 tahun. Data ini menunjukkan bahwa pelaku topeng monyet di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor didominasi orang yang sudah dewasa.
14 Tingkat pendidikan pawang dan pengalaman bekerja dibedakan menjadi 2 kategori. Dua kategori pendidikan pawang adalah rendah (maksimal menamatkan SD) dan sedang (minimal menamatkan SMP). Sebagian besar pawang (62.5%) memiliki pendidikan rendah sedangkan sisanya berada pada kategori sedang. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pawang didominasi oleh orang dengan pendidikan rendah dimana pendidikan rendah menyulitkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan sehingga memilih profesi pawang sebagai mata pencaharian utama. Dua kategori pengalaman bekerja pawang adalah ≤10 tahun dan >10 tahun. Persentase pawang yang bekerja ≤10 tahun adalah 87.5% sisanya bekerja >10 tahun. Rataan pengalaman dari pawang adalah 6 tahun dengan pengalaman terbaru 2 tahun dan terlama 18 tahun. Tujuan usaha pawang dibedakan menjadi 2 kategori yaitu usaha utama dan usaha sampingan. Sebagian besar pawang (75%) menjadikan profesi pawang sebagai usaha utama sedangkan sisanya sebagai usaha sampingan dengan profesi utamanya antara lain asisten rentenir dan tukang bangunan. Sekitar 62.5% pawang memelihara monyet lebih dari 1 ekor dan sisanya memelihara 1 ekor monyet saja. Pawang yang memiliki monyet lebih dari 1 ekor tidak melakukan penggiliran atraksi terhadap monyet yang dimilikinya dengan alasan monyet lainnya belum terlatih. Penghasilan rata-rata pawang setiap hari dibedakan menjadi 2 kategori yaitu <49 980 rupiah dan ≥49 980 rupiah. Berdasarkan hasil penelitian, penghasilan rata-rata harian pawang adalah ≥49 980 rupiah. Jumlah ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan gaji PNS golongan IB dengan masa kerja 9 tahun. Perbandingan ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah RI No. 15 Tahun 2012 tentang Perubahan Keempat Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Karakteristik kegiatan atraksi pawang topeng monyet di Bogor lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah dan persentase pawang topeng monyet di Bogor berdasarkan karakteristik kegiatan atraksi Karakteristik atraksi responden Lokasi atraksi Pinggir jalan raya Perkampungan Pengalaman atraksi di kota lainnya Ya Tidak Perpindahan atraksi antar kota Ya Tidak Perpindahan atraksi dalam kota Ya Tidak Waktu mulai atraksi Pagi Sore Total durasi atraksi <10 jam ≥10 jam Cara mendapatkan monyet Membeli Diberi
Jumlah pawang (orang)
Persentase (%)
4 4
50 50
4 4
50 50
1 7
12.5 87.5
7 1
87.5 12.5
7 1
87.5 12.5
7 1
87.5 12.5
7 1
87.5 12.5
15 Sebesar 50% pawang beratraksi di pinggir jalan raya dan 50% lainnya beratraksi di perkampungan. Pengalaman beratraksi dan berdomisili di kota lain pernah dilakukan oleh 50% pawang sebelum pindah ke Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa separuh dari pawang yang ada di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor adalah pindahan dari kota lainnya. Kota pindahan tersebut adalah Magelang, Cirebon, Serang, dan Tangerang. Perpindahan atraksi antar kota hanya dilakukan oleh 1 orang saja (12.5%). Pawang ini bisa menetap di satu kota sampai berminggu-minggu sebelum kembali ke Kabupaten Bogor. Hampir seluruh pawang (87.5%) melakukan perpindahan atraksi dalam kota dan hanya 12.5% saja yang beratraksi ditempat yang sama setiap harinya. Waktu atraksi pawang dimulai pada pagi dan sore hari. Sebagian besar pawang (87.5%) mulai beratraksi di pagi hari sisanya memulai atraksi sore hari. Durasi total atraksi setiap harinya dibedakan menjadi 2 yaitu <10 jam dan ≥10 jam. Pawang yang melakukan atraksi <10 jam adalah 87.5%, sedangkan sisanya beratraksi ≥10 jam. Sebagian besar pawang (87.5%) memperoleh monyet dengan cara membeli dari pelatih atau pawang lainnya dengan harga ± 1.5 juta rupiah. Pawang memperoleh 1 ekor monyet terlatih, alat peraga, dan alat musik tradisional (gendang/gamelan) dengan harga tersebut. Sisanya mendapatkan monyet dan perlengkapan atraksi secara gratis. Karakteristik pawang mengenai pengetahuan dan pendapatnya tentang kesejahteraan hewan serta keikutsertaan dalam organisasi khusus pawang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase pawang berdasarkan pengetahuan dan pendapat tentang kesejahteraan hewan serta keikutsertaan dalam organisasi khusus pawang Karakteristik pawang Pengetahuan tentang kesejahteraan hewan Tahu Tidak tahu Pendapat tentang kesejahteraan hewan Penting Tidak penting Keikutsertaan organisasi Ya Tidak
Jumlah pawang (orang)
Persentase (%)
0 8
0 100
7 1
87.5 12.5
5 3
62.5 37.5
Seluruh pawang belum mengetahui tentang istilah kesejahteraan hewan, dan setelah dilakukan penjelasan oleh enumerator 7 orang pawang (87.5%) berpendapat bahwa kesejahteraan hewan adalah penting, sedangkan 1 orang (12.5%) menganggap tidak penting. Pawang yang mengikuti organisasi (perkumpulan) pawang adalah 62.5% yang berdomisili di lokasi yang sama yaitu Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Sisanya tidak mengikuti organisasi dengan alasan tidak akrab dan tempat tinggal yang cukup jauh. Organisasi pawang ini sudah berjalan selama 4 tahun dimana satu orang bertindak sebagai ketua dan lainnya sebagai anggota. Kegiatan organisasi hanya terbatas pada silaturahmi saja. Jadwal dan lokasi atraski ditentukan sendiri oleh masing-masing pawang.
16 Manajemen Pemberian Pakan Monyet Pawang menentukan jumlah pakan dan minum monyet dengan cara menyesuaikan dengan jumlah persediaan atau memperkirakan kebutuhan monyet. Sebagian besar pawang (6 orang) menentukan jumlah pakan dan minuman dengan perkiraan, sedangkan sisanya tergantung persediaan yang dimiliki. Tujuh orang pawang menyediakan pakan monyet dengan cara membeli dari warung sekitar lokasi atraksi dan sisanya membawa dari rumah. Perilaku pawang dalam pemberian pakan untuk monyet dan jenis pakan dan minum yang disediakan di lokasi atraksi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6 Jumlah dan persentase pawang berdasarkan perilaku pemberian pakan dan minum untuk monyet di lokasi atraksi Perilaku pawang Cara menentukan jumlah pakan/ minuman Tergantung persediaan Kira-kira Sumber pakan dan minuman Bawa dari rumah Beli di warung
Jumlah responden (orang)
Presentase (%)
2 6
25 75
1 7
12.5 87.5
Tabel 7 Jenis pakan dan minum yang disediakan pawang di lokasi atraksi Jenis pakan dan minum Jenis pakan Nasi Mi instan Roti Biji-bijian Makanan ringan Telur Serangga Jenis minuman Air putih Susu kental manis Minuman penambah stamina Air teh
Presentase pawang yang menyediakan (%) 100 100 87.5 37.5 25 12.5 12.5 100 75 37.5 12.5
Pakan berat diberikan oleh pawang saat waktu istirahat tiba. Jenis pakan berat yang disediakan bervariasi seperti nasi, mi instan, dan roti. Hampir seluruh pawang memberikan pakan ini untuk monyetnya. Selain pakan berat, pawang juga memberikan pakan ringan seperti kacang atom, kerupuk, kacang tanah yang telah direbus, dan serangga. Pakan ringan ini diberikan setelah pakan berat habis dan hanya sebagian pawang saja yang memberikan pakan ringan tersebut.. Pemberian minum untuk monyet menggunakan gelas plastik. Jenis minuman yang disediakan oleh sebagian besar pawang adalah air putih dan susu kental manis. Pawang menyiapkan minuman tersebut dalam kemasan gelas dan ketika monyet terlihat haus pawang akan memberikan minuman tersebut. Jenis minuman lain yang diberikan adalah air teh dan minuman penambah stamina.
17
Manajemen Pemeliharaan dan Kesehatan Monyet Pawang yang menyediakan kandang khusus untuk berlindung dan beristirahat monyet di lokasi atraksi hanya 1 orang dengan ukuran kandang 40 cm x 30 cm x 50 cm. Kandang ini selalu dibawa oleh pawang saat beratraksi. Perilaku pawang dalam pemeliharaan monyet dan jenis tempat berlindung dan beristirahat yang disediakan oleh pawang di lokasi atraksi disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8 Jumlah dan persentase pawang bedasarkan perilaku pemeliharaan monyet di lokasi atraksi Perilaku pawang Keberadaan kandang khusus di lokasi atraksi Ya Tidak Jika monyet marah Dimarahi Dibiarkan Diberi perhatian Jika monyet ketakutan Dibiarkan Diberi perhatian Dijauhkan dari penyebab dan didekati bertahap Jika monyet stres Dibiarkan Diberi perhatian Jika monyet tidak ikut perintah Dimarahi dan dipukul Dimarahi Dibiarkan Dibiarkan dan diberi perhatian Jika pawang diserang Dimarahi dan dipukul Dimarahi Dibiarkan Dibiarkan dan diberi perhatian Jika monyet disakiti orang/hewan lain Menegur pelaku Menegur pelaku dan menjauhkan monyet dari pelaku
Jumlah responden (orang)
Presentase (%)
1 7
12.5 87.5
1 6 1
12.5 75 12.5
5 2
62.5 25
1
12.5
6 2
75 25
3 1 3 1
37.5 12.5 37.5 12.5
1 3 2 2
12.5 37.5 25 25
2
25
6
75
Perubahan emosi pun sering terjadi pada monyet di lokasi atraksi. Tidak jarang monyet mengalami ketakutan, marah, dan stres sehingga tidak mau mengikuti perintah pawang. Pemicu perubahan emosi ini umumnya disebabkan oleh gangguan dari sekitar lokasi atraksi. Agar dapat mengatasi masalah ini, pawang memiliki cara tertentu sehingga emosi monyet stabil kembali. Sebagian besar pawang membiarkan saja ketika monyetnya marah, takut dan stres. Hal ini dilakukan pawang dengan alasan dalam waktu ± 0.5 jam monyet akan kembali bersikap normal kembali selama tidak ada yang mengganggunya. Selain membiarkan saja, ada juga pawang yang memarahi monyet, memberikan perhatian lebih, menjauhkan dari penyebab, dan mendekati monyet secara bertahap. Monyet yang tidak mengikuti perintah pawang biasanya akan dipukul,
18 dimarahi, dibiarkan saja, dan diberi perhatian lebih. Hal yang sama juga dilakukan oleh pawang jika monyet menyerang pawang. Gangguan terhadap monyet biasanya berasal dari masyarakat dan hewan yang berada di sekitar lokasi atraksi. Sebagian besar pawang akan menegur dan menjauhkan dari pelaku jika monyetnya disakiti, sedangkan yang lainnya memilih untuk menegur pelaku saja dengan alasan tidak menyinggung perasaan penonton. Tabel 9 Jenis tempat berlindung dan beristirahat yang disediakan pawang untuk monyet di lokasi atraksi Jenis tempat berlindung dan beristirahat
Persentase pawang yang melaksanakan (%)
Tempat berlindung Warung pinggir jalan Bawah pohon Kandang Bawah jembatan Tempat istirahat Warung pinggir jalan Bawah pohon Kandang Bawah jembatan
87.5 62.5 12.5 12.5 87.5 87.5 12.5 12.5
Sebagian besar pawang menjadikan warung pinggir jalan dan pohon sebagai tempat berlindung dan beristirahat monyet. Selain itu, jembatan layang dan kandang pengangkut juga dijadikan sebagai tempat berlindung dan beristirahat. Selanjutnya akan dibahas tentang perilaku pawang terkait kesehatan monyet yang disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah dan persentase pawang berdasarkan perilaku pemeliharaan kesehatan monyet Perilaku pawang Perlakuan pawang saat monyet sakit Membiarkan Diobati sendiri Vaksinasi Ya Tidak tahu Pemberian suplemen Ya Tidak
Jumlah responden (orang)
Presentase (%)
7 8
87.5 100
7 1
87.5 12.5
1 7
12.5 87.5
Pawang memilih mengobati sendiri atau membiarkan saja ketika monyetnya sakit dengan harapan monyet pulih dengan sendirinya. Jika monyet mengalami penurunan nafsu makan maka pawang akan memberikan suplemen tambahan seperti minyak ikan. Pemberian suplemen tambahan ini hanya dilakukan oleh 1 orang pawang saja, selebihnya memilih tidak memberikan apapun dan berharap nafsu makan monyet pulih dengan sendirinya. Vaksinasi pernah diberikan oleh sebagian besar pawang yang dilakukan oleh dokter hewan. Jenis vaksin yang diberikan adalah vaksin tuberkulosis (TBC) yang dilakukan pada bulan Oktober 2013.
19 Penerapan Lima Aspek Kebebasan dalam Kesejahteraan Hewan Penilaian terhadap penerapan aspek kebebasan dalam kesejahteraan hewan monyet di lokasi atraksi dibagi menjadi 5 aspek yaitu bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa sakit luka dan penyakit; bebas mengekspresikan tingkah laku alami; dan bebas dari rasa takut dan tertekan.
Bebas dari Rasa Lapar dan Haus Terdapat beberapa hal yang menjadi dasar penilaian kebebasan dari rasa lapar dan haus yaitu jumlah pakan dan minuman yang disediakan, kondisi pakan dan minuman, akses terhadap pakan dan minuman, serta jenis pakan dan minuman (DEFRA 2010). Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dari rasa lapar dan haus disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dari rasa lapar dan haus di lokasi atraksi
Pengamatan (Dasar penilaian) Jumlah pakan yang cukup Kondisi pakan yang baik Pakan bisa diakses langsung oleh monyet Jenis pakan sesuai untuk monyet Jumlah minuman yang cukup Kondisi minuman yang baik Minuman bisa diakses langsung oleh monyet Jenis minuman sesuai untuk monyet
Jumlah pawang (orang) 0 8 0 0 0 8 0 0
Persentase (%) 0 100 0 0 0 100 0 0
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa dasar penilaian yang dipenuhi oleh oleh semua pawang adalah kondisi pakan dan minuman yang baik, sedangkan dasar penilaian lainnya tidak dapat dipenuhi oleh pawang. Hasil observasi lapangan yang diperoleh memperlihatkan bahwa jumlah pakan dan minum yang disediakan belum mencukupi kebutuhan monyet. Jumlah kebutuhan pakan dan minum monyet perhari tidak bisa disebutkan dengan angka pasti, akan tetapi beberapa sifat alamiah monyet dapat dijadikan indikator kecukupan jumlah ini. Menurut Supriatna dan Wahyono (2000) monyet ekor panjang memiliki kebiasaan mencari makan setiap saat (foraging) dan minum setiap saat (ad libitum). Putra et al. (2000) menjelaskan bahwa monyet ekor panjang memiliki sifat yang cenderung menguasai makanan sebanyak-banyaknya walaupun mereka tidak menghabiskannya. Merujuk pada kebiasaan monyet ini maka ketersediaan pakan dan minum setiap saat yang harusnya disediakan oleh pawang saat berada di lokasi atraksi menjadi dasar penilaian terhadap kecukupan jumlah pakan dan minum. Pawang yang menyediakan pakan dan minum setiap saat dinilai memenuhi dasar ini. Penetapan ini juga merujuk pada DEFRA (2010), yang menjelaskan bahwa non human primate yang sengaja dipelihara menghabiskan 70% dari waktu hariannya untuk makan sehingga ketika dikandangkan (dibatasi ruang geraknya) maka perawat harus memberikan pakan 2-3 kali sehari dengan porsi yang masih dapat disisakannya.
20 Jenis pakan untuk primata yang dipelihara harus mencerminkan pakan alami dari spesies tersebut. Menurut DEFRA (2000) ada beberapa hal yang menjadi dasar pemilihan pakan untuk primata yang dipelihara yaitu kesegaran, kealamian dan keseimbangan gizi pakan, tekstur pakan dimana memberikan kesempatan pada monyet untuk mengunyah dengan tujuan menjaga kesehatan gigi monyet, serta tidak mengandung racun. Pemilihan minuman pun juga didasarkan pada beberapa hal yaitu segar, bersih, tersedia setiap saat, terhindar dari kontaminasi kotoran, dan pemberian minuman suplemen harus didasarkan pada alasan yang jelas untuk menghindari gangguan pencernaan (DEFRA 2010). Sebuah penelitian tentang aktivitas makan monyet ekor panjang di bumi perkemahan pramuka Cibubur menunjukkan bahwa jenis pakan yang banyak dikonsumsi oleh monyet terdiri dari 2 jenis yaitu 74.22% pakan alami (tunas daun awi tali, jukut pait, dan buah beringin) dan 25.78% pakan non alami (kacangkacangan dan sisa pengunjung) (Hilda 2008). Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa jenis pakan yang dikonsumsi oleh monyet di lokasi atraksi adalah nasi, mi instan, roti, semut, kerupuk, dan kacang atom sedangkan minuman yang diberikan adalah air putih, susu kental manis, minuman penambah stamina, dan teh gelas. Jika dibandingkan dengan kondisi di alam, maka presentase pakan non alami monyet di lokasi atraksi jauh lebih besar dibanding pakan alami. Secara umum jenis pakan minuman tersebut sudah sesuai karena monyet termasuk dalam kategori omnivora oportunistik. Permasalahan terjadi jika dikaji lebih lanjut berdasarkan teori yang dipaparkan oleh DEFRA. Jenis pakan yang dipilih oleh pawang jika dihubungkan dengan dasar pemilihan pakan untuk monyet yang dikemukakan DEFRA, maka yang benar terpenuhi adalah kesegaran pakan dan tidak terdapatnya racun pada pakan. Keseimbangan gizi monyet belum sepenuhnya disediakan pawang terutama pada vitamin, mineral dan serat makanan. Menurut DEFRA (2010) kekurangan vitamin D3, A, C, dan kalsium sangat banyak terjadi pada primata kecil. Jika pawang memberikan buah, sayuran, serangga, dan daun cenderung dapat mengatasi permasalahan ini. Kealamian pakan juga tidak dapat dipenuhi karena hampir seluruh pawang memberikan pakan yang dibuat oleh pabrik terutama mi instan, roti, kerupuk, dan kacang atom. Jenis minuman yang diberikan seperti air putih yang diberikan oleh pawang sudah memenuhi dasar pemilihan minuman yang ditetapkan oleh DEFRA (2010). Permasalahan terdapat pada pemberian susu kental manis, minuman penambah stamina, dan air teh. Pemberian tiga jenis minuman ini tidak baik untuk kesehatan monyet jika tidak didasari dengan alasan jelas sehingga berpotensi menimbulkan gangguan pencernaan pada monyet. Bebas dari Rasa Tidak Nyaman Penilaian terhadap kebebasan monyet dari rasa tidak nyaman berdasarkan pada 9 pengamatan. Empat dasar penilaian sudah diterapkan dengan baik oleh 87.5% pawang sedangkan yang lainnya hanya diterapkan oleh ≤50% pawang. Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa kenyamanan monyet akan pakaian yang digunakan hanya dapat dipenuhi oleh 50% pawang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya usaha monyet untuk membuka pakaian yang digunakan. Dugaan
21 tidak nyamannya monyet adalah ukuran pakaian yang kecil dan cuaca yang panas. Pada mamalia, rambut berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh. Pemakaian baju akan membuat suhu tubuh monyet menjadi meningkat sehingga monyet menjadi tidak nyaman. Tabel 12 Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dari rasa tidak nyaman di lokasi atraksi
Pengamatan (Dasar penilaian) Ketersediaan waktu istirahat Ketersediaan tempat istirahat Ventilasi tempat istirahat yang memadai Defekasi dan urinasi monyet dengan normal Kenyamanan pakaian monyet Ketersediaan tempat berlindung Kecukupan ukuran tempat berlindung Ketenangan monyet mengambil pakan Kenyamanan tempat istirahat
Jumlah pawang (orang) 7 7 7 7 4 3 2 1 0
Persentase (%) 87.5 87.5 87.5 87.5 50 37.5 25 12.5 0
Kenyamanan monyet di tempat istirahat adalah dasar penilaian yang dilanggar oleh semua pawang. Ketersediaan tempat berlindung dan kecukupan ukuran tempat berlindung hanya dapat dipenuhi oleh 37.5% dan 25% pawang saja sedangkan ketenangan monyet dalam mengambil pakan hanya dapat dipenuhi oleh 12.5% pawang saja. Ketidaknyamanan monyet di tempat istirahat disebabkan karena saat istirahat monyet sering diganggu oleh masyarakat sekitar. Gangguan yang terjadi berupa lemparan batu, pukulan ranting, dan bisingnya kendaraan. Tidak tersedianya tempat berlindung dan tidak cukupnya ukuran kandang disebabkan karena pawang tidak menyediakan tempat khusus untuk monyet berlindung dari panas ataupun hujan. Pawang menjadikan tempat dadakan seperti pinggir warung, gubug, bawah jembatan, dan bawah pohon jika terjadi hujan. Meskipun ada yang membawa kandang ke lokasi atraksi, akan tetapi ukurannya sangat kecil (40 cm x 30 cm x 50 cm). Menurut NSW Agriculture (2000) ukuran kandang untuk 2 ekor monyet pemakan kepiting adalah 10 m (panjang) x 6.5 m (lebar) x 3.5 m (tinggi). Jika dibandingkan maka kandang yang disediakan oleh pawang ukurannya jauh lebih kecil sehingga monyet tidak leluasa bergerak. Kondisi tidak nyaman yang berkepanjangan akan mengakibatkan stres pada monyet sehingga akan mempengaruhi perilaku, menurunkan kecernaan pakan, peningkatan konsumsi air dan penurunan bobot badan (Guyton dan Hall 2008). Bebas dari Rasa Sakit, Luka, dan Penyakit Penilaian terhadap kebebasan monyet dari rasa sakit, luka, dan penyakit berdasarkan pada 15 pengamatan. Sebagian besar dasar penilaian sudah diterapkan dengan baik oleh hampir seluruh pawang. Terdapat 5 dasar penilaian yang masih dilanggar oleh ≤50% pawang. Jumlah dan persentase pawang memenuhi dasar penilaian kebebasan ini dapat dilihat pada Tabel 13. Seluruh monyet yang diamati memiliki bekas luka yang tidak terawat dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh perilaku pawang yang memilih untuk membiarkan saja ketika monyetnya sakit atau mengobatinya sendiri. Akses langsung monyet dengan sumber polusi, potensi monyet berkelahi dengan hewan
22 lain, dan terdapatnya bahan yang dapat mencederai monyet di tempat istirahat ditemukan pada lebih dari 50% pawang. Empat orang pawang yang berlokasi di pinggir jalan dan satu orang pawang yang berlokasi di perkampungan menyebabkan monyet langsung kena dengan sumber polusi. Sumber polusi tersebut berasal dari asap kendaraan dan asap rokok. Menurut Depkes (2013) Timah hitam (Pb) dan nitrogen monoksida (NO) adalah pencemar udara yang paling banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Keberadaan Pb di dalam tubuh akan mengakibatkan terhambat pembentukan haemoglobin. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa tikus yang menghirup NO 2500 ppm selama 6-7 menit akan mengakibatkan kekejangan dan kelumpuhan syaraf, sedangkan pemberian selama 12 menit akan mengakibatkan kematian (Depkes 2013). Nikotin yang berasal dari asap rokok juga berpengaruh terhadap tubuh monyet. Menurut Zakariah (2010) intervensi nikotin pada monyet ekor panjang akan mengakibatkan peningkatan aktivitas monyet. Intervensi nikotin juga diteliti oleh Choliq et al. (2013). Choliq et al. (2013) menjelaskan bahwa pemberian nikotin cair pada tubuh monyet ekor panjang mengakibatkan penurunan bobot tubuh dan indeks masa tubuh. Tabel 13 Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dari rasa sakit luka dan penyakit di lokasi atraksi
Pengamatan (Dasar penilaian) Monyet berjalan dengan 4 kaki Rantai tidak mencekik leher Atraksi tidak membuat monyet terluka/cedera Alat peraga tidak menyakiti monyet Pawang berusaha menghindarkan monyet dari risiko kecelakaan Fisik monyet sehat Tidak ada bekas cekikan di leher Tidak ada bahan yang mencederai monyet di tempat atraksi Lemparan alat peraga tidak langsung ke tubuh monyet Pawang berusaha menjauhkan monyet dari disakiti oleh orang/hewan lain Lokasi atraksi aman dari ancaman kecelakaan Monyet tidak langsung terekspos sumber polusi Monyet tidak berpotensi berkelahi dengan monyet/hewan lain Tidak ada bahan yang mencederai monyet di tempat istirahat Bekas luka terlihat terawatt
Jumlah pawang (orang) 8 8 8 8
Persentase (%) 100 100 100 100
8 7 7 7 7
100 87.5 87.5 87.5 87.5
7 4 3
87.5 50 37.5
2 1 0
25 12.5 0
Potensi perkelahian terjadi saat monyet bertemu dengan hewan seperti kucing, anjing, ayam dan hewan lainnya. Hal ini banyak terjadi pada pawang yang memilih lokasi atraksi keliling kampung. Bahan berbahaya yang ditemukan di tempat istirahat berupa pecahan kaca, besi paku serta kawat kandang yang dibiarkan terbuka sehingga berpotensi mencederai monyet. Keamanan lokasi atraksi dari ancaman kecelakaan hanya dapat dipenuhi oleh 50% pawang saja. Hal ini disebabkan karena pawang tersebut memilih atraksi yang terlalu dekat dengan lalu lintas kendaraan. Jarak rata-rata tempat atraksi dan jalan raya ± 1 meter sehingga berpotensi besar mencelakai monyet.
23 Bebas Mengekspresikan Tingkah Laku Alami Penilaian dari kebebasan mengekspresikan tingkah laku alami merujuk pada 7 pengamatan. Lima dasar penilaian sudah diterapkan dengan baik oleh ≥75% pawang sedangkan yang lainnya tidak dapat dipenuhi oleh satu orang pawang pun. Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dalam mengekspresikan tingkah laku alami dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dalam mengeskpresikan tingkah laku alami di lokasi atraksi
Pengamatan (Dasar penilaian) Bahan rantai tidak membebani monyet Monyet pernah beraktifitas sekehendaknya Terdapat aktivitas grooming oleh monyet Terdapat akitifitas foraging oleh monyet Monyet pernah memanjat pepohonan Panjang rantai cukup Monyet pernah berusaha monyet menarik sesuatu
Jumlah pawang (orang) 8 7 7 6 6 0 0
Persentase (%) 100 87.5 87.5 75 75 0 0
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa dasar penilaian yang dapat dipenuhi oleh seluruh pawang adalah bahan rantai yang tidak membebani monyet, sedangkan yang tidak dapat dipenuhi adalah panjang rantai yang cukup dan monyet pernah berusaha monyets mendapatkan sesuatu. Panjang rantai yang dipakaikan kepada monyet berkisar antara 1-2 meter. Hal ini mengakibatkan monyet sulit untuk leluasa bergerak. Keadaan lokasi atraksi yang dipinggir jalan dan kekhawatiran pawang jika monyetnya lari dan tertabrak menjadi alasan pembatasan ruang gerak. Menurut DEFRA (2010), jika ada suatu hal yang menarik perhatiannya, maka monyet akan berusaha untuk mendapatkannya. Tingkah laku ini tidak dilakukan monyet di lokasi atraksi karena memang tidak adanya kesempatan untuk monyet leluasa bergerak. Monyet yang tidak pernah beraktivitas sekehendaknya serta tidak pernah melakukan aktivitas grooming dan foraging ditemukan pada pawang yang menempatkan monyet di dalam kandang ketika tidak beratraksi. Tidak adanya aktifitas grooming dan foraging ini disebabkan karena keterbatasan ruang gerak monyet. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cambu et al. (2013) yang menyatakan bahwa kandang yang disediakan untuk Macaca nigra dan Macaca nigrescens tidak mendukung tingkah laku sosial afiliatif (grooming), tingkah laku agonistik dan aktivitas makan. Waktu yang digunakan untuk aktivitas grooming oleh monyet adalah sekitar 6 jam (23.62%-27.54%) (Wirdadeti dan Dahruddin 2011), sedangkan waktu yang digunakan untuk foraging adalah 2.9-4.3 jam (12-18%) (Katili dan Saroyo 2011) setiap harinya. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa waktu yang digunakan untuk grooming di lokasi atraksi adalah sekitar 2 jam sedangkan untuk foraging adalah sekitar 1.5 jam. Jika kedua hal ini dibandingkan maka persentase penggunaan waktu harian pada monyet untuk grooming dan foraging dalam atraksi topeng monyet masih kurang.
24 Tidak tersedianya fasilitas dan kesempatan bagi monyet untuk mengkespresikan tingkah laku alaminya berpotensi besar menyebabkan penyimpangan perilaku. Menurut Beck et al. (2009) monyet besar yang ditangkap sebelum berumur satu tahun, dipelihara, dan bersosialisasi dengan manusia secara intensif, berada dalam pemeliharaan manusia hingga masa pubertas dan berperilaku abnormal atau terlalu agresif selama dalam pemeliharaan manusia biasanya bukan kandidat yang baik untuk direintroduksi (diperkenalkan kembali dengan habitat aslinya). Selain itu, mereka memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk dapat bertahan hidup walau dengan upaya aklimatisasi (Beck et al. 2009). Bebas dari Rasa Takut dan Tertekan Penilaian terhadap kebebasan dari rasa takut dan tertekan didasarkan pada 7 pengamatan. Dua dasar penilaian sudah dapat diterapkan dengan baik oleh hampir seluruh pawang sedangkan sisanya tidak dapat dipenuhi. Jumlah dan persentase pawang yang dapat memenuhi dasar penilaian terhadap kebebasan monyet dari rasa takut dan tertekan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Jumlah dan persentase pawang yang memenuhi dasar penilaian kebebasan monyet dari rasa takut dan tertekan di lokasi atraksi
Pengamatan (Dasar penilaian) Tidak ada hewan peraga lain di lokasi atraksi Monyet selalu merespon perintah pawang Monyet bebas dari kekerasan non fisik Monyet bebas dari kekerasan fisik Monyet nyaman saat didekati Monyet tidak pernah berteriak ketakutan Monyet tidak menunjukkan ekspresi tertekan
Jumlah pawang (orang) 8 7 0 0 0 0 0
Persentase (%) 100 87.5 0 0 0 0 0
Seluruh pawang hanya membawa 1 ekor hewan peraga saja ke lokasi atraksi sehingga kemungkinan perkelahian antar hewan peraga dapat dihindari. Kepatuhan monyet terhadap perintah pawang pun sudah dapat dipenuhi oleh 87.5% pawang. Kondisi memprihatinkan terjadi pada dasar penilaian lainnya. Kekerasan fisik dan non fisik terhadap monyet tidak dapat dihindarkan di lokasi atraksi. Kekerasan ini dapat berasal dari pawang dan masyarakat sekitarnya. Diketahui bahwa selama atraksi monyet memperoleh bentakan ratarata 6.625 kali dengan jumlah maksimal 8 kali dan miniman 4 kali bentakan. Kekerasan fisik yang diterima oleh monyet adalah hentakan tali pada leher oleh pawang, lemparan batu yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, dan pukulan dengan ranting kayu oleh masyarakat sekitar. Hal ini mengakibatkan monyet menjadi trauma untuk didekati dan berteriak ketakutan. Ketakutan yang berulang mengakibatkan monyet tertekan meskipun tidak di seluruh waktu atraksi.
Persentase Penerapan Indikator Kesejahteraan Hewan Rataan dan persentase penerapan indikator kesejahteraan hewan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara menggabungkan nilai checklist yang
25 diperoleh saat dilakukan pengamatan terhadap atraksi. Berdasarkan pengolahan data, maka persentase penerapan indikator kesejahteraan hewan paling tinggi adalah pada kebebasan dari rasa sakit, luka dan penyakit yaitu sebesar 70%, sedangkan persentase paling rendah adalah pada kebebasan dari rasa lapar dan haus yaitu sebesar 25%. Rataan dan persentase skor penerapan kesejahteraan hewan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Rataan dan persentase skor penerapan kesejahteraan hewan pada atraksi topeng monyet Indikator kesejahteraan hewan Bebas dari rasa lapar dan haus Bebas dari rasa tidak nyaman Bebas dari rasa sakit luka dan penyakit Bebas mengekspresikan tingkah laku alami Bebas dari rasa takut dan tertekan Kesejahteraan hewan a
Nilai totala 8 9 15 7 7 46
Rataanb 2 4.625 10.5 4.125 1.875 23.125
Persentase (%) 25 51.4 70 59 26.8 50
Nilai maksimal masing-masing indikator kesejahteraan hewan berdasar pada Tabel 1 Rataan nilai total seluruh pawang yang diamati
b
Persentase penerapan indikator kebebasan dari rasa takut dan tertekan adalah 26.8% dimana persentase ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan kebebasan dari rasa lapar dan haus. Persentase sebesar 51.4% ditemukan pada penerapan indikator kebebasan dari rasa tidak nyaman sedangkan kebebasan mengekspresikan tingkah laku alami sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 59%. Jika persentase lima indikator ini di rata-rata maka diperoleh persentase keseluruhan kesejahteraan hewan dengan nilai 50%. Persentase penerapan indikator kesejahteraan hewan monyet keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2.
Bebas dari rasa lapar dan haus
25.00% 51.40%
Bebas dari rasa tidak nyaman
70.00%
Bebas dari rasa sakit luka dan penyakit 59%
Bebas dari mengekspresikan tingkah laku alami Bebas dari rasa takut dan tertekan
Tingkat kesejahteraan hewan (keseluruhan)
26.80%
50%
Gambar 2 Persentase penerapan kesejahteraan hewan monyet ekor panjang dalam atraksi topeng monyet di Bogor
Penilaian Penerapan Kesejahteraan Hewan yang Diterapkan oleh Pawang Penilaian tingkat penerapan kesejahteraan hewan monyet yang dilakukan oleh pawang di lokasi atraksi dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, sedang, dan
26 buruk. Jumlah dan persentase pawang yang menerapkan tingkat kesejahteraan hewan dengan tingkat baik, sedang dan buruk dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Jumlah dan persentase pawang yang menerapkan tingkat kesejahteraan hewan di lokasi atraksi No
Tingkat kesejahteraan hewan
1
Bebas dari rasa lapar dan haus Baik Sedang Buruk Bebas dari rasa tidak nyaman Baik Sedang Buruk Bebas dari sakit, luka dan penyakit Baik Sedang Buruk Bebas mengekspresikan tingkah laku alami Baik Sedang Buruk Bebas dari takut dan tertekan Baik Sedang Buruk
2
3
4
5
Jumlah responden (n)
Persentase (%)
0 0 8
0 0 100
2 2 4
25 25 50
3 4 1
37.5 50 12.5
0 6 2
0 75 25
0 0 8
0 0 100
Berdasarkan Tabel 17, diketahui bahwa 100% pawang menerapkan kebebasan monyet dari rasa lapar dan haus serta kebebasan dari rasa takut dan tertekan dengan tingkat buruk. Kebebasan monyet dari rasa tidak nyaman diterapkan dengan tingkat buruk oleh sebagian besar pawang (50%) sedangkan sisanya menerapkan dengan tingkat sedang dan baik dengan persentase masingmasing 25%. Kebebasan monyet dari rasa sakit luka dan penyakit diterapkan dengan tingkat sedang oleh 62.5% pawang sedangkan sisanya menerapkan dengan tingkat baik (37.5%) dan buruk (12.5%). Kebebasan monyet mengekspresikan tingkah laku alami diterapkan dengan tingkat sedang oleh 75% pawang sedangkan 25% masih menerapkan dengan tingkat buruk. Jika penilaian kesejahteraan hewan dilihat secara keseluruhan, maka penerapan kesejahteraan hewan oleh pawang dalam atraksi topeng monyet diterapkan dengan tingkat sedang oleh 62.5% pawang, sedangkan 37.5% menerapkan dengan tingkat buruk. Pengkategorian penerapan kesejahteraan hewan secara keseluruhan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Penerapan kesejahteraan hewan secara keseluruhan yang diaplikasikan oleh pawang Tingkat kesejahteraan hewan keseluruhan
Baik Sedang Buruk
Persentase pawang yang menerapkan (%) 0 0 100
27 Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa indikator kesejahteraan hewan terhadap monyet belum sepenuhnya diterapkan oleh pawang. Kondisi ini bisa berubah menjadi lebih baik jika ada interfensi positif dari pemerintah ataupun masyarakat. Interfensi positif bisa dilakukan dengan memberikan pelatihan kesejahteraan hewan terhadap pawang. Bekal pengetahuan dan pelatihan diharapkan dapat memperbaiki praktek pawang terhadap monyet sehingga monyet dapat hidup dengan sejahtera meskipun bukan di habitat aslinya.
Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Kesejahteraan Hewan Karakteristik pawang meliputi umur, pendidikan, pengalaman bekerja, waktu mulai atraksi, total durasi atraksi, dan pendapat tentang kesejahteraan hewan diduga berpengaruh terhadap tingkat penerapan kesejahteraan hewan. Hasil pengujian dengan uji chi-square (χ2) terhadap faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat penerapan kesejahteraan hewan monyet disajikan pada Tabel 19. Faktor dikatakan mempengaruhi tingkat kesejahteraan hewan jika nilai-P < α = 5%. Tabel 19 Faktor yang diduga mempengaruhi tingkat penerapan kesejahteraan hewan monyet berdasarkan analisis uji chi-square (χ2) Karakteristik pawang Umur Pendidikan Pengalaman bekerja Waktu mulai atraksi Total durasi atraksi Pendapat tentang kesejahteraan hewan a
Tingkat penerapan kesejahteraan hewan chi-square (χ2) Nilai-P 8.000 1.000a 8.000 1.000a 8.000 0.375a 8.000 0.375a 8.000 0.375a 8.000 0.375a
Tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 5%
Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa tidak satu pun faktor yang diduga terbukti mempengaruhi tingkat kesejahteraan hewan monyet. Hal ini disebabkan karena tidak cukupnya bukti untuk menggambarkan hubungan faktor tersebut karena terbatasnya jumlah responden sehingga hubungan tidak dapat digambarkan dengan jelas. Pemilihan karakteristik umur, pendidikan, dan pengalaman bekerja dalam melihat faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan kesejahteraan hewan berdasarkan pada beberapa teori yang berhubungan dengan perilaku manusia. Menurut Tuokko et al. (2007) seseorang yang lebih muda cenderung lebih terbuka terhadap informasi-informasi dan ide-ide baru serta terhadap pengetahuan yang lebih luas. Menurut Gerungan (1996) pendidikan adalah proses pembelajaran dimana orang memperoleh pengetahuan dan informasi, transfer norma dan nilai serta cara perilaku yang meningkatkan kemampuan kognitif yang diperlukan untuk keberhasilan menganalisis masalah. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi mendorong cara berpikir yang strategis, mengembangkan sudut pandang pekerja sehingga memungkinkan pekerja untuk menganalisa secara
28 sistematik, menyimpan, dan menggunakan informasi yang relevan untuk pekerjaan mereka dengan tepat (Gyekye dan Salminen 2009). Waktu mulai atraksi juga diduga mempengaruhi tingkat penerapan kesejahteran hewan dalam atraksi topeng monyet. Hal ini berdasarkan kebiasaan alami monyet yang bersifat diurnal (aktif beraktivitas di siang hari) (Bonadio 2000). Jika ada pawang yang memulai atraksi di sore hingga malam hari, maka kemungkinan besar monyet tidak bisa beristirahat di malam hari dengan waktu yang cukup. Total durasi atraksi dan pendapat pawang tentang kesejahteraan hewan juga diduga berpengaruh terhadap tingkat penerapan kesejahteraan monyet. Semakin lama durasi atraksi maka semakin menguras tenaga monyet untuk beratraksi yang dapat berdampak pada kesehatan monyet. Pawang yang berpendapat bahwa kesejahteraan hewan penting diduga lebih memperhatikan kesejahteraan monyetnya sehingga diharapkan praktik pawang terhadap kesejahteraan monyet lebih baik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesejahteraan hewan monyet dalam atraksi topeng monyet di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor belum diterapkan sepenuhnya sehingga melanggar kesejahteraan hewan. Hal ini ditunjukkan dengan persentase penerapan indikator kesejahteraan hewan keseluruhan yang hanya mencapai 50% dan tidak adanya pawang yang menerapkan kesejahteraan hewan dengan kategori baik. Indikator kesejahteraan hewan yang paling buruk penerapannya dan membutuhkan perhatian utama adalah kebebasan dari rasa lapar dan haus serta kebebasan dari rasa takut dan tertekan.
Saran 1.
2.
3.
Pelatihan tentang kesejahteraan hewan terhadap pawang topeng monyet perlu diberikan oleh pemerintah atau institusi lain untuk meningkatkan kesejahteraan monyet Penelitian lebih lanjut tentang penilaian kesejahteraan hewan dari aspek hukum dan etika perlu dilakukan agar kesejahteraan hewan dalam atraksi topeng monyet dapat dikaji secara utuh Pelanggaran kesejahteraan hewan kemungkinan terjadi lebih banyak pada proses latihan monyet yang dipersiapkan untuk atraksi, sehingga penelitian terkait kesejahteraan hewan pada proses latihan ini juga perlu dilakukan
DAFTAR PUSTAKA [BBC] British Broadcasting Corporation. 2013. Jakarta larang topeng monyet. [Internet]. [diunduh 2013 November 21]. Tersedia pada: www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/10/131022_jakarta_larang _topeng_monyet.shtml. Beck B, Walkup K, Rodriques M, Unwin S, Travis D, Stoinski T. 2009. Panduan Re-introduksi Kera Besar. Kuncoro P, penerjemah; Williamson EA, editor. Swiss (CH): IUCN. Bonadio C. 2000. Macaca fascicularis; long-tailed macaque. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://animaldiversity.ummz. umich.edu/site/accounts/information/Macaca_fascicularis.html. Cambu MY, Katili DY, Wahyudi L, Saroyo. 2013. Evaluasi tatalaksana pemeliharaan dan tingkah laku sosial Macaca di Taman Marga Satwa Tandurusa Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara. J Mipa Unsrat. 2(2):88-93. Cheeke. 2004. Contemporary Issue in Animal Agriculture. New Jersey (US): Pearson Education Inc. Choliq C, Suparto IH, Iriani S, Sajuthi D. 2013. Bobot badan, indeks massa tubuh, dan glukosa darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan berenergi tinggi dan nikotin cair. J Actavet Indones. 1(1):20-26. Cock CJ, Mellor DJ, Harris PJ, Ingram JR, Mathews LR. 2002. Hands on and hands off measurement of stress. Di dalam: Moberg GP, Mench JA, editor. The Biologi of Animal Stress. Wallingford (GB): CAB International. [DEFRA] Department of Environment Food and Rural Affair. 2010. Code of practice for the welfare of privately kept non-human primate. London (GB): Department of Environment Food and Rural Affair. [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta (ID): Depkes RI. [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI. [DEPTAN RI] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Deptan RI. Detiknews. 2013 Okt 25. Penyiksaan topeng monyet dari dipukuli hingga digantung. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://news.detik.com/read/2013/10/25/134706/2395530/10/1/penyiksaantopeng-monyet-dari-dipukuli-hingga-digantung. Didit. 2013. Atraksi topeng monyet yang masih diminati. [Internet]. [diunduh 2013 November 20]. Tersedia pada: http://www.beritajakarta.com/v_ind/ berita_print.asp?nnewsid=35441. Don J, Melnick, Mary C, Pearl AF, Richard. 1984. Male migration and inbreeding avoidance in wild rhesus monkeys. J Amer Prim. 7(3):229-243. Downes S. 2013. Island of the monkey god. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.offthefence.com/detail/island-of-the-monkeygod/1093564/.
31 Eccleston KJ. 2008. Animal welfare di Jawa Timur: model pendidikan kesejahteraan binatang di Jawa Timur [skripsi]. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang. Eudey AA. 2008. The crab-eating macaque (Macaca fascicularis): widespread and rapidly declining. J Prim Conserv. 23:123-129. Fooden J. 1995. Systematic review of Southeast Asian longtail macaques, Macaca fascicularis. J Fieldiana Zool. 81:1-206. Gerungan WA. 1996. Psikologi Sosial Suatu Ringkasan. Bandung (ID): PT Eresco. Guyton, Hall. 2008. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11. Philadelphia (US): WB Saunders. Gyekye SA, Salminen S. 2009. Educational status and organizational safety climate: does educational attainment influence workers perceptions of workplace safety. Safety Sci. 47:20-28. Hewson JC. 2003. What is animal welfare? common definitions and their practical consequences. J Can Vet. 44(6):496-499. Hilda F. 2008. Aktivitas makan monyet ekor panjang di bumi perkemahan Cibubur Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Historia. 2013. Perjalanan sejarah topeng monyet di Indonesia. Terhubung berkala. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://indonesiaindonesia.com/f/113865-perjalanan-sejarah-topeng-monyetindonesia/. [ISSG] Infasive Species Specialist Group. 2013. Global invasive species database; Macaca fascicularis (mammal) invasive species specialist group. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.issg.org/database /species/ecology.asp?si=139&fr=1&sts=&lang=EN. [JPPN] Jawa Pos National Network. 2013. Gusur topeng monyet, Jokowi menyusahkan rakyat kecil. [Internet]. [diunduh 2013 November 20]. Tersedia pada: http://www.jpnn.com/read/2013/10/24/197319/Gusur Topeng-Monyet-Jokowi-Menyusahkan-Rakyat-Kecil. Katili D, Saroyo S. 2011. Perbandingan aktivitas harian dua kelompok monyet hitam Sulawesi (Macaca nigra) di cagar alam Tangkoko Batuangus Sulawesi Utara. J Ilm Sain. 11(2):161-165. Kinanti AA. 2013. Soal razia topeng monyet, ini komentar dokter dan ahli primata. [Internet]. [diunduh 2013 November 20]. Tersedia pada: health.detik.com/read/2013/10/28/080211/2396827/763/soal-razia-topengmonyet-ini-komentar-dokter-dan-ahli-primata. Long J. 2003. Introduced Mammals of the World: Their History, Distribution, and Influence. Victoria (AU): CSIRO Publishing. Mailonline. 2013. Misery of Indonesia's monkeys: chained macaques forced to dress up in doll costumes and ride scooters for tourists. [Internet]. [diunduh 2013 Desember 4]. Tersedia pada: http://www.dailymail.co.uk/news/article -2145325/Misery-Indonesias-monkeys-Chained-macaques-forced-dressdoll -costumes-ride-scooters-money.html. Media Indonesia. 2011. Atraksi topeng monyet di jalan layang. Terhubung berkala. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.mediaindonesia.com/foto/10423/Atraksi-Topeng-Monyet-diJalan-Layang.
32 Megapolitan. 2013. Budayawan betawi protes larangan Jokowi soal topeng monyet. Terhubung berkala. [Internet]. [diunduh 2013 Desember 20]. Tersedia pada: http://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/28/1755283/Budayawan.Betawi.Protes.Larangan.Jokowi.soal.Topeng.Monyet. Nelleman C, Miles L, Kaltenborn BP, Virtue M, Ahlenius H. 2007. The Last Stand of the Orangutan-State of Emergency: Illegal Logging, Fire and Palm Oil in Indonesia’s National Parks. Arendal (NO): United Nations Environment Programmer. Nuryati S. 2005. Pertunjukan topeng monyet berpotensi membawa virus yang dapat berpindah ke manusia. Terhubung berkala. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://id.wikipedia.org/wiki/Topeng_monyet. Noordwijk V, Maria, Carcel VS. 1999. The effects of dominance rank and group size on female lifetime reproductive success in wild long-tailed macaques, Macaca fascicularis. J Primates. 40:105-130. [NSW Agriculture] New South Wales Agriculture. 2000. Policy on exhibiting primates in New South Wales: exhibited animal protection act. Sydney (AU): NSW Agriculture. Ong P, Richardson M. 2008. The IUCN red list of threatened species: Macaca fascicularis. [Internet]. [diunduh 2013 November 26]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/details/12551/0. [OIE] Office International des Epizooties. 2011. Introduction to the recommendation for animal welfare; terrestrial animal health code. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://web.oie.int/eng/normes/ mcode/en_chapitre_1.7.1.pdf. [ORGANICVET] Organisation of Veteriner. 2013. The five freedoms. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.organicvet.co.uk/ Poultryweb/health/fivef.htm#Freedom_from_pain,_injury_and_disease_ [PBPDHI] Pengurus Besar Persatuan Dokter Hewan Indonesia. 2009. Modul Kesejahteraan Hewan. Jakarta (ID): PDHI. Putra AIGA, Fuentes A, Suaryana KG, Rompis ALT. 2000. Perilaku makan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Wenara Wana, Pedang Tegal, Ubud, Bali. Di dalam: Yuda P, Salasia SIO, editor. Prosiding Seminar Primatologi Indonesia 2000; Konservasi Satwa Primata: Tinjauan Aspek Ekologi, Sosial Ekonomi dan Medis dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 2000 Sep 7; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Risma. 2013. Menyibak sejarah topeng monyet. [Internet]. [diunduh 2013 November 21]. Tersedia pada: jakartakita.com/2013/10/29/menyibaksejarah-topeng-monyet/. [RSPCA] Royal Society for Prevention of Cruelty to Animal. 2009. Animal welfare worldwide; the role of veterinary sevices in improving animal care. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.rspca .org.uk/ImageLocator/LocateAsset?asset=document&assetId=1232720717 749&mode=prd. Sinaga SM, Pranoto U, Surono H, Archaitra NA. 2011. Pemanfaatan habitat oleh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di kampus IPB Dramaga. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
33 Sindonews. 2013 Okt 25. Topeng monyet tak masalah asal dikelola baik. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 20]. Tersedia pada: http://metro.sindonews.com/read/2013/10/25/31/798098/topeng-monyettak-masalah-asal-dikelola-baik. Supratikno. 2008. Perkembangan adenohipofise monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan tinjauan khusus distribusi sel-sel TH, GH, dan prolaktin pada masa pre dan posnatal [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia. Taufik M. 2013. Asal usul dan sejarah topeng monyet. [Internet]. [diunduh 2013 November 20]. Tersedia pada: http://www.merdeka.com/peristiwa/asalusul-dan-sejarah-topeng-monyet.html. Tuokko HA, McGee P, Gabriel G, Rhodes RE. 2007. Perception, attitudes and beliefs, and openness to change: implications for older driver education. Accident Analys Prev. 39:812-817. Twigg I. 2008. A warning of the possible decline in longtailed macaques (Macaca fascicularis) in Peninsular Malaysia due to a programme of indiscriminate culling. J Prim Conserv. 23:123-129. Whitney RA. 1995. Taxonomy Non-human Primates in Biomedical Research, Biology and Management. San Diego (US): Academic Pr. Wirdadety, Dahruddin H. 2011. Perilaku harian simpai (Presbytis melalophos) dalam kandang penangkaran. J Vet. 12(1):136-141. [WSPA] World Society for the Protection of Animals. 2010. First concepts in animal welfare: for teachers. [Internet]. [diunduh 2013 November 26]. Tersedia pada: http://www.wspa-international.org/Images/resources_ FCAW_false_WSPA-First-Concepts-For-Teachers_tcm25-22047.pdf. [WSPA] World Society for the Protection of Animals. 2012. Introduction to welfare assesment concepts in animal welfare. London (GB): WSPA. Wolfe TL. 2002. Understanding the role of stress in animal welfare. Di dalam: Moberg GP, Mench JA, editor. The Biologi of Animal Stress. Wallingford (GB): CAB International. Zakariah LOMS. 2010. Analisa hematologi nilai kecernaan dan tingkah laku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan obes yang diinterfensi nikotin [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pariaman Sumatera Barat pada tanggal 13 Juli 1986 sebagai anak pertama dari pasangan Rusan Iscan dan Asmirawati. Pendidikan Diploma 3 ditempuh penulis di Program Studi Teknisi Medis Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan pada program Ekstensi Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan UGM dan menamatkan Pendidikan Profesi Dokter Hewan pada tahun 2011 di perguruan tinggi yang sama. Pada tahun 2011, penulis diterima pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner di Sekolah Pascasarjana IPB. Saat ini, penulis bekerja sebagai tenaga pendidik di Sekolah Menengah Kejuruan Teknomedika Plus Bogor.
LAMPIRAN
35 Lampiran 1 Kuesioner terstruktur untuk pawang topeng monyet di lokasi atraksi PENILAIAN KESEJAHTERAAN HEWAN MONYET EKOR PANJANG DALAM ATRAKSI TOPENG MONYET DI KOTA BOGOR DAN KABUPATEN BOGOR KUESIONER PAWANG TOPENG MONYET No kuisioner Enumerator Tanggal Waktu Tempat
: : : : :
s/d
Pernyataan persetujuan Selamat pagi/siang. Kami mahasiswa FKH IPB hendak melakukan wawancara tentang kajian kesejahteraan hewan monyet yang digunakan untuk atraksi topeng monyet. Kami akan menanyakan tentang perilaku dan kebiasaan Bapak/Ibu terhadap monyet yang dimiliki. Informasi ini sangat membantu kami dalam menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dan dapat memberikan masukan dalam penerapan kesejahteraan hewan terhadap monyet. Pengisian kuesioner ini membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit. Informasi yang Bapak/Ibu berikan dalam kuesioner ini akan kami jaga kerahasiaannya dan tidak akan ditunjukkan pada orang yang berkepentingan untuk hal negatif. Nama dan nomor telepn Bapak/ Ibu yang dicatat pada kuesioner ini kami butuhkan untuk menghubungi Bapak/Ibu di kemudian hari dan tidak akan kami sertakan dalam laporan ataupun diserahkan kepada pihak lain. Partisipasi dalam survey ini bersifat sukarela dan kami sangat berharap Bapak/ Ibu dapat berpartisipasi karena informasi yang diberikan sangat berharga. Apakah Bapak/Ibu bersedia diwawancara? Ya Tidak Jika tidak, mohon berikan alasan mengapa Bapak/Ibu tidak bersedia diwawancara ……………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………….. A. DATA RESPONDEN 1. Nama :………………………………………………………….. 2. Alamat rumah : …………………………………………………………. …………………… ……………………………………. 3 No.Telp/HP : …………………………………………………………. 4 Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan 5 Umur : …………………tahun
36 B. KARAKTERISTIK PAWANG TOPENG MONYET 6. Apakah pendidikan formal terakhir Bapak/Ibu? Tidak sekolah SMA Tidak selesai SD Diploma SD Sarjana SMP 7. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi pawang topeng monyet? ……………..tahun 8. Dimana biasanya Bapak/Ibu melakukan atraksi topeng monyet? (jawaban boleh lebih dari 1) Di pinggir jalan raya Di perumahan Di taman bermain Di sekolahan Di pasar Lainnya, (sebutkan) :………………………………………………… 9. Apakah sebelumnya Bapak/Ibu pernah beratraksi di kota lain? Tidak Ya, (sebutkan) :……………………………………………………… 10. Apakah dalam melakukan atraksi Bapak/Ibu berpindah-pindah kota? Tidak, Ya, (sebutkan): …………………………………………………….. 11. Kapan Bapak/Ibu memulai atraksi topeng monyet setiap harinya? (jawaban boleh lebih dari 1) Di pagi hari Di siang hari Di sore hari 12. Berapa durasi monyet beratraksi dalam 1 ronde? ……………………… menit 13. Berapa lama waktu istirahat monyet antar ronde atraksi? ……………………… menit 14. Berapa lama total monyet beratraksi dalam 1 hari? ……………………… jam 15. Apakah tujuan Bapak/Ibu menjadi pawang topeng monyet? Sebagai mata pencaharian Sebagai hobi Lainnya, (sebutkan)……………………………………………….. 16. Apakah topeng monyet ini merupakan pekerjaan utama Bapak/Ibu? Ya, (lanjut ke pertanyaan nomor 18) tidak 17. Apakah pekerjaan utama Bapak/Ibu? Petani/peternak Buruh serabutan Tukang bangunan Lain-lain, sebutkan : ……………………………
37 18. Dari mana Bapak/Ibu mendapatkan monyet ini? Membeli dari pelatih topeng monyet Membeli dari pawang lainnya Membeli dari orang lain Diberi orang lain Dapat dengan tidak sengaja Memburu sendiri Lain-lain, (sebutkan) : …………………………… 19. Berapa jumlah monyet yang Bapak/Ibu pelihara sebagai topeng monyet? 1 ekor, umur ……………….... tahun (lanjut ke pertanyaan nomor 22) Lebih dari 1 ekor, (sebutkan) :……………ekor, umur : 1. ………………… tahun 2. ………………… tahun 3. ………………… tahun 4. ………………… tahun 20. Apakah monyet yang Bapak/Ibu jadikan sebagai topeng monyet beratraksi secara bergiliran? Ya (lanjut ke pertanyaan nomor 22) Tidak 21. Apa alasan Bapak/Ibu menggunakan monyet yang sama terus menerus? (jawaban boleh lebih dari 1) Paling pintar Lebih jinak Lainnya, (sebutkan) : ………………………………………………….. 22. Apakah Bapak/Ibu yang bertugas langsung merawat dan memelihara monyet tersebut? Ya, saya sendiri (lanjut ke pertanyaan nomor 24) Tidak, orang lain 23. Apakah Bapak/Ibu mengetahui apa saja yang dilakukan oleh orang yang merawat dan memelihara monyet yang tersebut? Ya Ragu-ragu Tidak 24. Siapakah yang melatih monyet yang Bapak/Ibu miliki untuk dijadikan topeng monyet? (jawaban boleh lebih dari 1) Saya sendiri Pemilik sebelumnya Pelatih khusus Lainnya, (sebutkan) :…………………………………………….. 25. Apakah ada orang lain yang menggantikan ketika Bapak/Ibu berhalangan melakukan atraksi? Ya Tidak
38 26. Apakah ada yang membantu Bapak/Ibu dalam melakukan atraksi? Ya Tidak 27. Umur berapa biasanya monyet mulai dapat dilatih untuk dijadikan topeng monyet? ……………………………………………bulan 28. Berapa lama proses latihan agar monyet mahir untuk beratraksi di topeng monyet? ……………………………………………bulan 29. Umur berapa biasanya monyet mulai tidak dipekerjakan lagi (pensiun) sebagai topeng monyet? ……………………………………………tahun 30. Apa yang Bapak/Ibu lakukan terhadap monyet yang sudah pensiun? (jawaban boleh lebih dari 1) Tetap dipelihara Dilepas di hutan Menyerahkan ke pusat primata Lainnya, (sebutkan) : ……………………………………………….. 31. Berapa penghasilan per hari yang Bapak/Ibu peroleh dari hasil bekerja sebagai pawang topeng monyet ? Maksimum Rp…………………. Minimum Rp…………………. Rata-rata Rp…………………. 32. Apakah Bapak/Ibu pernah terkena razia Satpol PP atau petugas pemerintah lainnya saat beratraksi? Ya pernah Tidak pernah 33. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar istilah ”kesejahteraan hewan” atau “animal welfare”? Ya, pernah Ragu-ragu Tidak pernah (lanjut ke pertanyaan nomor 38) 34. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan pelatihan tentang “kesejahteraan hewan” atau “animal welfare”? Ya, pernah Tidak pernah (lanjut ke pertanyaan nomor 38) 35. Jika pernah,sudah berapa kali Bapak/Ibu mendapat pelatihan tersebut? ………………………………… kali 36. Kapan terakhir kali Bapak/Ibu mendapatkan pelatihan tersebut? ………………………bulan yang lalu 37. Dari Instansi atau organisasi mana saja Bapak/Ibu mendapatkan pelatihan tersebut? (jawaban boleh lebih dari 1) Pemerintah Swasta LSM Lain-lain, (sebutkan) : …………………………………………….
39 38. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai kesejahteraan hewan? penting tidak penting tidak tahu 39. Apakah ada perkumpulan khusus (organisasi) untuk pawang topeng monyet yang Bapak/Ibu ketahui? Ya Tidak (lanjut ke pertanyaan nomor 44) 40. Apakah Bapak/Ibu menjadi anggota dari perkumpulan (organisasi) tersebut? Ya Tidak (lanjut ke pertanyaan nomor 44) 41. Apakah posisi (jabatan) Bapak/Ibu dalam perkumpulan (organisasi) tersebut? Ketua Wakil ketua Sekretaris Bendahara Anggota Lainnya, (sebutkan)……………………………………………….. 42. Sudah berapa lama Bapak/Ibu mengikuti perkumpulan (organisasi) tersebut?…………..…bulan 43. Apakah jadwal dan lokasi atraksi ditentukan oleh perkumpulan (organisasi) yang ada? Ya (lanjut ke pertanyaan nomor 45) Tidak 44. Apakah Bapak/Ibu menentukan sendiri jadwal dan lokasi atraksi? Ya Tidak C. KESEJAHTERAAN HEWAN 45. Dari mana Bapak/Ibu mendapatkan pakan monyet untuk dikonsumsi selama berada di lokasi atraksi? (jawaban boleh lebih dari 1) Bawa dari rumah Beli di warung Lainnya, (sebutkan) :………………………………………………….. 46. Apa jenis pakan yang biasanya Bapak/Ibu berikan untuk monyet dalam 1 hari? Jumlah tiap Lokasi Frekuensi kali pemberian No Jenis pakan pemberian pemberian 1 = lokasi atraksi (kali) (gram) 2 = rumah
40 47. Dari mana Bapak/Ibu mendapatkan minum monyet untuk dikonsumsi selama berada di lokasi atraksi? (jawaban boleh lebih dari 1) Bawa dari rumah Beli di warung Lainnya, (sebutkan) :………………………………………………….. 48. Apa jenis minuman yang biasanya Bapak/Ibu berikan untuk monyet dalam 1 hari? Jumlah tiap Lokasi Frekuensi kali pemberian No Jenis minuman pemberian pemberian 1 = lokasi atraksi (kali) (liter) 2 = rumah
49. Bagaimana Bapak/Ibu menentukan jumlah pakan dan minuman yang harus diberikan kepada monyet? (jawaban boleh lebih dari 1) Tergantung persediaan pakan yang ada Mengira-ngira kebutuhan si monyet berdasarkan pengalaman Menanyakan pada ahli tentang kebutuhan pakan si monyet Lainnya, (sebutkan) :………………………………………………..... 50. Apakah Bapak/Ibu membawa kandang monyet saat beratraksi? Ya Tidak (lanjut ke pertanyaan nomor 53) 51. Berapa ukuran kandang monyet yang Bapak/Ibu miliki ? .........................x…………..…… 52. Setiap kandang diisi oleh berapa ekor monyet? 1 ekor Lebih dari 1, (sebutkan) :………………………..ekor 53. Dimanakah biasanya monyet berlindung dari panas/ hujan selama berada di lokasi atraksi? (jawaban boleh lebih dari 1) Di dalam kandang Di bawah pohon Di warung pinggir jalan Lainnya, (sebutkan) :………………………………………………….. 54. Dimanakah biasanya monyet beristirahat saat berada di lokasi atraksi? (jawaban boleh lebih dari 1) Di dalam kandang Di bawah pohon Di warung pinggir jalan Lainnya, (sebutkan) :………………………………………………….. 55. Apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk menghilangkan kemarahan monyet? (jawaban boleh lebih dari 1) Menjauhkan dari penyebab Langsung menghubungi Dokter hewan Lainnya, (sebutkan) : ………………………………………………….
41 56. Apakah yang Bapak/Ibu lakukan ketika monyet tidak mau mengikuti perintah saat atraksi? (jawaban boleh lebih dari 1) Membiarkan Membujuk Memarahi Memukul Lainnya, (sebutkan) : …………………………………………………. 57. Apakah yang Bapak/Ibu lakukan saat melihat monyet disakiti orang atau hewan lain saat berada di lokasi atraksi? (jawaban boleh lebih dari 1) Membiarkannya Menjauhkannya dari pelaku Lainnya, (sebutkan) : …………………………………………………. 58. Apakah monyet pernah mengalami kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan saat berada di lokasi atraksi? Ya Tidak (lanjut ke pertanyaan nomor 60) 59. Tindakan apa yang Bapak/Ibu lakukan saat melihat monyet mengalami kecelakaan tersebut? (jawaban boleh lebih dari 1) Membiarkannya Mengobati sendiri Memeriksakan ke Dokter hewan Lainnya, (sebutkan) : …………………………………………………. 60. Tindakan apa yang Bapak/Ibu lakukan ketika monyet merasa ketakutan? (jawaban boleh lebih dari 1) Mendekati secara bertahap Membujuk dengan makanan Memberikan perhatian lebih lainnya, (sebutkan) : ………………………………………………….. 61. Apa yang Bapak/Ibu lakukan ketika monyet sedang stres? (jawaban boleh lebih dari 1) Menjauhkan dari penyebab stres Langsung berkonsultasi dengan Dokter hewan Lainnya, (sebutkan) : ………………………………………………….. 62. Reaksi apa yang dilakukan jika monyet menyerang Bapak/Ibu? (jawaban boleh lebih dari 1) Mendekati secara bertahap Membujuk dengan makanan Memberikan perhatian lebih Memarahi Membentak Memukul Lainnya, (sebutkan) : …………………………………………………. 63. Apakah monyet yang Bapak/Ibu miliki pernah divaksin? Ya Tidak pernah (pertanyaan selesai) Tidak tahu (pertanyaan selesai)
42 64. Siapa yang melakukan vaksinasi terhadap monyet yang Bapak/Ibu miliki? Diri sendiri Dokter hewan Petugas dinas Lainnya, (sebutkan) : …………………………………………………. 65. Apa jenis vaksin yang diberikan kepada monyet yang Bapak/Ibu miliki? …………………………………………………………………………….. 66. Kapan terakhir kali monyet yang Bapak/Ibu miliki divaksin? ……………………………. bulan yang lalu.
Lampiran 2 Checklist observasi perilaku pawang, kondisi Monyet dan lingkungan saat berada di lokasi atraksi topeng monyet CHECKLIST OBSERVASI PERILAKU PAWANG, KONDISI MONYET DAN LINGKUNGAN SAAT BERADA DI LOKASI ATRAKSI TOPENG MONYET Isilah pertanyaan berikut dengan memberikan tanda (√) pada kolom dengan tanda titik titik (……) No Perilaku pawang, kondisi monyet dan lingkungan saat Ya Tidak observasi I Bebas dari rasa lapar dan haus I.1. Tersedia pakan dalam jumlah yang cukup di lokasi atraksi …….. …….. I.2. Kondisi pakan yang disediakan layak untuk dikonsumsi …….. …….. I.3. Pakan dapat langsung diakses ketika monyet ingin makan …….. …….. I.4. Jenis pakan sesuai dengan kebutuhan monyet …….. …….. I.5. Tersedia air minum dalam jumlah yang cukup di lokasi atraksi …….. …….. I.6. Kondisi air minum yang disediakan layak untuk dikonsumsi …….. …….. I.7. Air minum berada di tempat yang dapat dijangkau monyet dengan leluasa …….. …….. I.8. Jenis minum sesuai dengan kebutuhan monyet …….. …….. II Bebas dari rasa tidak nyaman II.1. Tersedia tempat berlindung untuk monyet dari panas ataupun hujan (cuaca ekstrim) …….. …….. II.2. Ukuran tempat berlindung cukup untuk tubuh monyet …….. …….. II.3. Tersedia waktu untuk monyet beristirahat …….. …….. II.4. Tersedia tempat untuk monyet beristirahat …….. …….. II.5. Terdapat ventilasi yang memadai di tempat beristirahat …….. …….. II.6. Monyet terlihat nyaman saat berada di tempat istirahat …….. …….. II.7. Monyet tidak berusaha keras membuka pakaiannya …….. …….. II.8. Monyet dapat berdefekasi/urinasi secara normal …….. …….. II.9. Monyet dapat mengambil makanan dengan tenang …….. ……..
43 Lanjutan No Perilaku pawang, kondisi monyet dan lingkungan saat observasi III Bebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit III.1 Kondisi fisik monyet terlihat sehat III.2. Monyet dapat berjalan dengan empat kaki III.3. Rantai tidak mencekik leher III.4. Tidak terdapat bekas cekikan rantai pada leher monyet III.5. Tidak terdapat luka dengan perawatan buruk pada tubuh monyet III.6. Pawang berusaha mengobati saat monyet terluka III.7. Tidak terdapat bahan yang dapat melukai/mencederai monyet di tempat atraksi III.8. Tidak terdapat bahan yang dapat melukai/mencederai monyet di tempat istirahat III.9. Alat peraga yang dilemparkan oleh pawang tidak langsung mengenai tubuh monyet III.10 Atraksi tidak berpotensi membuat monyet luka atau cedera III.11 Alat peraga tidak berpotensi menyakiti/melukai monyet III.12 Ada usaha pawang untuk menghindarkan monyet dari resiko disakiti oleh orang atau hewan lain saat atraksi III.13 Ada usaha pawang untuk menghindarkan monyet dari resiko kecelakaan saat atraksi III.14 Monyet tidak langsung terekspos dengan sumber polusi III.15 Tidak terdapat potensi monyet untuk berkelahi dengan monyet atau hewan lain di lokasi atraksi IV Bebas mengkespresikan perilaku alami IV.1. Monyet pernah dibiarkan beraktifitas sekehendaknya oleh pawang IV.2. Panjang rantai leher monyet cukup untuk membuatnya leluasa bergerak IV.3 Rantai terbuat dari bahan yang tidak membebani monyet IV.4. Monyet pernah memperlihatkan aktifitas mencari makan setiap saat IV.5. Monyet memiliki waktu untuk melakukan aktifitas grooming IV.6 Monyet pernah memperlihatkan aktivitas memanjat pepohonan IV.7. Monyet pernah berusaha keras menarik sesuatu untuk didapatkan V Bebas dari rasa stres dan tertekan V.1 Monyet tidak pernah mendapat bentakan (kekerasan non fisik) dari sekitarnya V.2. Monyet tidak pernah mendapat perlakuan kasar (kekerasan fisik) dari sekitarnya V.3. Monyet terlihat nyaman saat didekati V.4. Monyet tidak pernah berteriak ketakutan
Ya
Tidak
…….. …….. …….. ……..
…….. …….. …….. ……..
…….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. …….. ……..
44 Lanjutan No Perilaku pawang, kondisi monyet dan lingkungan saat observasi V.5. Monyet tidak pernah memperlihatkan ekspresi tertekan V.6 Monyet selalu merespon perintah pawang V.7 Tidak ada hewan peraga selain monyet di lokasi atraksi
Ya
Tidak
…….. …….. …….. …….. …….. ……..