PERKEMBANGAN AKSIS PARS INTERMEDIA HIPOFISE – MELANOSIT KULIT MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
SRI WAHYUNI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2008
Sri Wahyuni NRP B053050051
ABSTRACT SRI WAHYUNI. The Development of Pars Intermedia of Hypophysis – Skin Melanocyte Axis of The Long - Tailed Macaque (Macaca fascicularis). Under the supervision of NURHIDAYAT and CHAIRUN NISA’. The pars intermedia (PI) is a part of the adenohypophysis that plays an important role on the synthesis and secretion of the melanocyte stimulating hormone (MSH). The primary function of MSH which is secreted by the melanotroph (MSH cells) of PI is regulating the melanogenesis of pigmentation process in the skin epidermis and hair follicle melanocyte. The aim of this study was to elaborate the development of PI ACTH-MSH cells – skin epidermis and hair follicle melanocyte axis during pre and postnatal periods of long-tailed macaque (Macaca fascicularis). Six fetuses aged 55 (F-55)(skin tissue only), 70 (F-70), 85 (F-85), 100 (F-100), 120 (F-120) and 150 (F-150) days of gestation; two postnatal aged 10 (P-1) and 105 (P-3) days; one infant aged 15 (P-15) month; and two adults aged 50 (P-50) and 100 (P-100) months were used in this research. The sections of the hypophysis and skin tissues were stained with hematoxylin-eosin (HE), Masson’s trichrome (MT) and immunohistochemical (IHC) with avidin-biotin-peroxidase-complex methods (ABC method). The results showed that the PI was dominated by acidophil cells at F-70 and F-85, and tend to decreased at F-100 to P-50. These cells were replaced by the basophil cells (melanotropes/MSH cells and corticotropes/ACTH cells) in the rostral, medial and distal areas of PI, but these cells decreased at P-100 in medial area, whereas in the rostral and distal areas not appeared. Based on IHC method, the ACTH-MSH immunoreactive (ACTH-MSH-ir) cells appeared at F-70, predominantly in the rostral of PI. ACTH-MSH-ir cells were densely distributed in the rostral and distal areas from F85 to P3, whereas in their distribution pattern changed at F-100. At F-150, P-1 and P-3, ACTH-MSH-ir cells were scattered in rostral, medial and distal areas of PI and slightly decreased at P-15. At the adult (P-50), ACTH-MSHir cells still appeared positive reaction, although in the rostral and distal areas were associated with the pars distalis (PD) and pars nervosa (PN) of hypophysis. At the adult (P-100), the rostral and distal areas of PI were disappeared, but in the medial, still exist and forms an invagination to the medial area of PN. The changed of density and distribution pattern of ACTH-MSH-ir cells showed positive correlation with the development of the blood vessels of the PI. The PI blood vessels were densely distributed at the distal area of PI at F-85, and in the rostral and medial areas at the F-100 and F-120. At the P-100, blood vessels still exist in the medial area, whereas in the rostral and distal areas, they were associated with the PD and PN blood vessels. The pigmentation differences during pre and postnatal periods showed the similar pattern with the distribution pattern of ACTH-MSH-ir cells of PI and the epidermal melanocytes and hair follicles. From the results, we concluded that the development of PI showed a closed correlation with the melanogenesis or epidermal and hair follicles pigmentation process that involved the MSH and ACTH in the melanocyte during pre and postnatal periods. Keywords : long-tailed macaque, pars intermedia, hypophysis, ACTH-MSH-ir cells, melanocytes, melanogenesis
RINGKASAN SRI WAHYUNI. Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’. Satwa primata dengan populasi terbanyak dan memiliki penyebaran yang luas di Asia Tenggara adalah Macaca fascicularis/monyet ekor panjang (MEP). Penyebaran MEP di Indonesia mulai dari Pulau Sumatera sampai Pulau Timor, tetapi tidak ditemukan di Pulau Sulawesi. Satwa primata sering digunakan sebagai hewan model dalam penelitian biomedis, karena secara anatomis dan fisiologis satwa ini memiliki banyak kemiripan secara filogenetik dengan manusia. Hipofise merupakan organ endokrin yang terletak di ventral diensefalon otak, yang berhubungan erat dengan hipotalamus. Secara anatomis, hipofise terbagi atas adenohipofise dan neurohipofise. Adenohipofise terdiri atas pars tuberalis (PT), pars distalis (PD) dan pars intermedia (PI). Pada PI, terdapat dua jenis sel granul sekretori yang tergolong basofilik, yaitu melanotrop (sel MSH) dan kortikotrop (sel ACTH). Melanotrop berperan dalam mensintesis dan mensekresikan melanocyte stimulating hormone (MSH), sedangkan kortikotrop merupakan sel penghasil adrenocorticotropic hormone (ACTH). MSH bekerja pada melanosit (sel pigmen) di stratum basale epidermis kulit dan folikel rambut, yaitu pada proses melanogenesis untuk menghasilkan pigmen melanin, yang berperan penting dalam memelihara homeostasis kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan PI kelenjar hipofise serta aksis PI dan melanosit kulit MEP pada masa pre dan postnatal. Monyet ekor panjang yang digunakan pada penelitian ini, dibagi atas dua periode sampling, yaitu sampel periode pertama dan sampel periode kedua. Sampel periode pertama adalah fetus MEP umur 55 hari (F-55), 70 hari (F-70), 85 hari (F-85), 100 hari (F-100), 120 hari (F-120) dan 150 hari (F-150) serta postnatal umur 1 bulan (P-1) dan 3 bulan (P-3). Sedangkan sampel periode kedua adalah anak umur 15 bulan (P-15), dewasa umur 50 bulan (P-50) dan 100 bulan (P-100). Jumlah sampel adalah satu ekor untuk setiap tingkatan umur MEP. Dari kedua periode sampel tersebut diambil jaringan hipofise dan kulit di bagian kepala dan perut (khusus untuk F-55) dengan ukuran 0.5 cm2. Sampel hipofise dan kulit dicuci dengan larutan NaCl fisiologis dan difiksasi di dalam larutan paraformaldehid 4% selama 24 jam. Pada sampel periode pertama, jaringan hipofise dalam keadaan utuh langsung difiksasi, sedangkan pada sampel periode kedua, jaringan hipofise yang berukuran lebih besar pada bidang median dipotong menjadi dua bagian. Selanjutnya, sampel diproses dengan metode histologi standar, meliputi dehidrasi di dalam larutan alkohol konsentrasi bertingkat dan clearing di dalam larutan silol dengan ulangan sebanyak tiga kali. Proses berikutnya adalah infiltrasi jaringan di dalam parafin cair, embedding, blocking dan disayat dengan ketebalan 5–10 µm. Hasil sayatan dilekatkan di atas gelas objek dan diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37oC, selama semalam dan siap diwarnai dengan metode pewarnaan hematoksilin- eosin (HE) dan Masson’s trichrome (MT) untuk mengamati morfologi dan identifikasi sel-sel penyusun PI serta perkembangan buluh darah dan jaringan ikat. Sedangkan dengan metode pewarnaan imunohistokimia (IHK), dapat diketahui perkembangan dan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH dan aksis antara sel tersebut dengan melanogenesis pada melanosit epidermis dan folikel rambut.
Penggunaan antibodi pada pewarnaan imunohistokimia dalam penelitian ini dilakukan secara tidak langsung, yang bertujuan untuk mendeteksi keberadaan sel-sel ir-MSH melalui reaksi yang terjadi antara anti human ACTH rabbit serum dan ACTH. Teknik ini dapat dilakukan, karena ACTH merupakan prekursor MSH, baik di melanotrop PI maupun di melanosit kulit. Dari hasil pengamatan terhadap morfologi PI, ditemukan sel-sel asidofil yang mendominasi PI pada F-70 dan F-85, namun pada tingkatan umur berikutnya sel asidofil menurun diiringi dengan peningkatan sel-sel basofil (melanotrop/sel MSH dan kortikotrop/sel ACTH). Pada P-100 sel-sel tersebut masih eksis di medial PI, sedangkan di rostral dan distal, tidak ditemukan lagi karena PI telah bersatu dengan PD dan PN. Perkembangan PI hipofise MEP berkaitan erat dengan pola penyebaran sel-sel asidofilik dan sel-sel basofilik pada berbagai tingkatan umur di rostral, medial dan distal. Pada F70, seluruh jaringan PI didominasi oleh sel-sel asidofilik, sedangkan sel-sel basofilik belum ditemukan. Dari kondisi tersebut dapat diasumsikan bahwa proses diferensiasi kortikotrop dan melanotrop belum sempurna, sehingga proses sintesis hormon belum terjadi, yang ditandai dengan belum ditemukannya granul sekretori di sitoplasma. Peningkatan sintesis hormon ditunjukkan dengan semakin meningkatnya densitas sel-sel granul sekretori di PI (sel basofil). Sebaliknya, penurunan sintesis ditandai dengan berkurangnya ukuran dan jumlah sel-sel granul sekretori yang berimplikasi pada mengecilnya PI. Faktor penting lainnya yang berperan dalam proses perkembangan PI hipofise MEP adalah perkembangan buluh darah. Dari gambaran pola penyebaran buluh darah pada berbagai tingkatan umur, menunjukkan pola yang sesuai dengan pola penyebaran sel-sel granul sekretori PI. Perkembangan buluh darah di rostral, medial dan distal PI berasal dari PN, hal ini disebabkan oleh posisi PI dan PN yang berdekatan (lobus neurointermedia). Perkembangan buluh darah di PI sejalan dengan perkembangan jaringan ikat, yang juga berasal dari perkembangan jaringan ikat PN. Jaringan ikat PI didominasi oleh jaringan ikat kolagen yang menunjukkan hasil positif dengan pewarna lightgreen pada pewarnaan MT. Pada pengamatan terhadap perkembangan sel-sel ir-ACTH-MSH, ditemukan adanya perbedaan pola distribusi sel dan intensitas pewarnaan pada beberapa kelompok umur. Pada F-70, ditemukan sel-sel ir-ACTH-MSH di bagian rostral PI hipofise, sedangkan pada F-85 sampai P-3, distribusi sel terpadat ditemukan di rostral dan distal. Perubahan pola distribusi sel ditemukan pada F-100, yaitu sel telah tersebar di bagian rostral, medial dan distal PI dan berlanjut hingga P-3. Pada P-15, distribusi sel sedikit menurun dan masih menunjukkan hasil positif hingga P-50, walaupun di bagian rostral dan distal PI telah bersatu dengan PD dan PN. Pada P-100, sel-sel ir-ACTH-MSH hanya tersisa di bagian medial PI dengan intensitas lemah, sedangkan di rostral dan distal tidak ditemukan lagi karena PI telah menghilang di kedua bagian tersebut. Dari pengamatan terhadap distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kulit MEP, dapat diketahui bahwa terjadinya proses melanogenesis (pembentukan pigmen melanin) di melanosit epidermis dan folikel rambut, ditandai dengan reaksi positif antara antibodi human ACTH dengan sel-sel ir-ACTH-MSH di kulit. Dari gambaran tersebut dapat diasumsikan, bahwa pada membran melanosit terdapat reseptor terhadap ACTH dan MSH (melanocortin receptor 1/MC-1R), yang berikatan dengan kedua hormon yang dihasilkan oleh sel-sel ACTH dan MSH di PI hipofise, Ikatan yang terbentuk merupakan tahap awal dari proses melanogenesis di melanosit.
Perubahan pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI menunjukkan kemiripan dengan pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kulit MEP. Menurunnya aktivitas melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel rambut pada F100 ditunjukkan dengan berkurangnya distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kedua bagian tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penurunan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI hipofise pada umur yang sama. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa perkembangan sel-sel penghasil ACTH dan MSH (sel-sel ACTH-MSH) di PI hipofise menunjukkan korelasi yang erat dengan melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel rambut pada proses pigmentasi kulit dan rambut MEP yang melibatkan peran ACTH-MSH pada periode pre dan postnatal. Kata kunci : monyet ekor panjang, pars intermedia, hipofise, sel ir-ACTH-MSH, melanosit, melanogenesis
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
PERKEMBANGAN AKSIS PARS INTERMEDIA HIPOFISE – MELANOSIT KULIT MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)
SRI WAHYUNI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sains Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis
: Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Nama
: Sri Wahyuni
NRP
: B053050051
Program Studi : Sains Veteriner
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. drh. Nurhidayat, MS
Dr. drh. Chairun Nisa’, MSi
Ketua
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Sains Veteriner
Dr. drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 25 Januari 2008
Tanggal Lulus:
PRAKATA Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul ”Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)”. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. drh. Nurhidayat, MS dan Dr. drh. Chairun Nisa’, M.Si, selaku Dewan Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, ketelitian, kesabaran dan dorongan semangat yang dicurahkan dengan sepenuh hati kepada penulis selama pembimbingan hingga selesainya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Penguji Luar Komisi, Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc, yang telah memberikan saran untuk perbaikan penulisan tesis ini. Selanjutnya penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. drh. Koeswinarning Sigit, MS, drh. Savitri Novelina, M.Si, drh. Supratikno, M.Si, Dr. drh. Heru Setijanto dan Dr. drh. Srihadi Agungpriyono, yang telah membimbing dan memberikan bantuan yang tak terhingga kepada penulis selama menjalankan pendidikan S2 di Bagian Anatomi, khususnya di Laboratorium Anatomi FKH IPB. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Rektor Universitas Syiah Kuala dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, yang telah memberikan ijin tugas belajar, dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) atas kesempatan belajar yang diberikan, serta kepada Dr. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, selaku Ketua Program Studi Sains Veteriner yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Program Studi Sains Veteriner. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Studi Satwa Primata IPB beserta staf, yang telah memberikan bantuan berupa sampel hipofise dan kulit monyet ekor panjang yang digunakan pada peneltian ini. Demikian pula terima kasih tak terhingga kepada Dr. drh. Tri Wahyu Pangestiningsih, MP, yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang terkait dengan penggunaan sampel penelitian.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada BPPS-DIKTI dan BBNAD Unsyiah, sebagai Lembaga Pemberi Beasiswa selama penulis menjalankan tugas belajar di SPs IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada drh. Hamny, M.Si, drh. Idawati Nasution, MS, drh. Mustafa Sabri, MP, drh. Farida Athaillah, M.Si, Ika Kartika Syarifah, SKH, Andi A, SKH, drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas M.Si, Sri Nuryati, S.Pi, M.Si, drh. Faisal Jamin, drh. Siti Aisyah, Mad Dia, Ibu Nurtamani, Pak Cholid, Valin, Sari, Reza, Asep, Jun, Ghofur, Any dan Idho, serta seluruh pihak yang telah membantu penulis selama menjalankan studi di SPs IPB. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada suami tercinta, Said Ashim, SE dan anakku tersayang Said Muhammad Muafi, atas segala kasih sayang, doa yang dipanjatkan, kesabaran dan pengorbanan yang tak terhingga selama penulis menjalankan studi di SPs IPB.
Kepada Ayahanda dr. H. Anwar Jakfar, MS dan Ibunda
Trimurti Chaidir, serta saudara-saudaraku: Sri Wartini, Sri Maryam, Sri Haryani, Rahmat Hidayat dan Firman Hidayat; serta keluarga besar Walid H. Said Ismail (Alm) dan Umi Hj. Syarifah Nurbasty, terima kasih atas doa dan dukungan yang tiada henti. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri dan menjadi langkah awal bagi penulis dalam menjalankan tugas dan pendidikan di masa yang akan datang. Bogor, Februari 2008
Sri Wahyuni
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 19 November 1969, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari Ayah dr. H. Anwar Jakfar, MS dan Ibu Trimurti Chaidir. Pendidikan dasar penulis selesaikan di Meulaboh, Aceh Barat pada tahun 1982, pendidikan menengah pertama di Surabaya tahun 1985 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Banda Aceh, lulus tahun 1988. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala hingga memperoleh gelar Dokter Hewan pada tahun 1994. Pada tahun 1994, penulis bekerja sebagai staf kesehatan satwa di Kebun Binatang Medan (KBM), Kepala Bagian Kesehatan Satwa KBM pada tahun 1995 dan Kepala KBM pada tahun 1996 sampai dengan 2001. Selain itu, penulis juga bekerja sebagai konsultan kesehatan satwa milik Universitas Sumatera Utara (USU), Medan dan konsultan kesehatan gajah di Elephant Patrol Unit, Leuser Management Unit di Besitang, Sumatera Utara. Akhirnya, pada tahun 2003, penulis diterima sebagai staf pengajar di Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Penulis menikah dengan Said Ashim, SE dan dikaruniai seorang putra, Said Muhammad Muafi.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL....................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...........
xvi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xvii
PENDAHULUAN Latar Belakang…………………………………………………. ..... Tujuan Penelitian………………………………………………. ..... Manfaat Penelitian……………………………………………... .....
1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Anatomi dan Fungsi Hipofise………………………….............. Perkembangan Hipofise………………………………............... Vaskularisasi Hipofise……………………………….................. Hormon-hormon Hipofise……………………………................. Pars Intermedia Hipofise……………………………….............. Proopiomelanokortin (POMC)………………………………….. Melanosit Stimulating Hormon (MSH)…………………………. Pengaturan Sintesis dan Sekresi MSH………………….......... Fungsi Fisiologis MSH…………………………………………... Struktur dan Fungsi Kulit………………………………………... Hubungan PI dan Melanosit……….......................................... Pembentukan Pigmen Melanin………………………………….
5 7 9 10 12 13 15 17 19 21 23 25 26
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian………………………………….. Materi……………………………………………………………... Metode Pengambilan sampel periode pertama………………... Pengambilan sampel periode kedua .......................... Proses pembuatan blok parafin dan pemotongan preparat………………………………………………….. Pewarnaan hematoksilin-eosin, Masson’s trichrome dan imunohistokimia …………….. …………………… Pengamatan…………………………………………… . Analisis Hasil………………………………………………
29 29 31 32 32 33 34 34
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Anatomi dan perkembangan PI hipofise MEP................... Perkembangan dan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP……………………………………………. Anatomi dan perkembangan struktur kulit MEP............... Aksis sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise – melanosit kulit MEP........................................................................... Pembahasan............................................................................
35 40 42 47 48
SIMPULAN DAN SARAN......................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
56
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis sel adenohipofise dan hormon-hormon yang disekresikan ......
12
2. Densitas sel-sel asidofil dan basofil PI hipofise MEP pada berbagai tingkatan umur (potongan medial).....................................................
36
3. Perkembangan buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise MEP pada berbagai tingkatan umur (potongan medial) dengan pewarnaan Masson’s trichrome...........................................................................
40
4. Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP pada berbagai tingkatan umur (potongan medial)....................................................
42
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Monyet ekor panjang (M. fascicularis) dan peta penyebarannya………………………………….......... ..............
6
Magnetic resonance image (MRI) hipotalamus dan hipofise manusia….................................................................
7
3.
Hipofise dan bagian-bagiannya.............................................
8
4.
Tahapan perkembangan hipofise……....................................
9
5.
Sistem vaskularisasi hipofise…………..................................
11
6.
Sel- sel basofil penyusun PI (melanotrop dan kortikotrop) hipofise kambing……….........................................................
14
7.
Proses pemecahan prohormon POMC……………….............
16
8.
Susunan rantai asam amino hormon-hormon derivat POMC.....................................................................................
17
Pengaturan neurotransmiter pada sintesis dan sekresi MSH.. ........................................................................
20
10.
Struktur umum kulit………………………………….... .............
24
11.
Lapisan epidermis kulit dan bagian-bagiannya………...........
26
12.
Proses melanogenesis di melanosit......................................
27
13.
Pembagian daerah pemotongan hipofise pada babi……......
33
14.
Gambaran tiga dimensi hipofise MEP F-150.........................
36
15.
Perkembangan dan penyebaran sel asidofil dan basofil PI hipofise MEP.........................................................................
37
Perkembangan buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise MEP.......................................................................................
39
17.
Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP...................
41
18.
Struktur kulit MEP..................................................................
43
19.
Perkembangan kulit MEP......................................................
44
20.
Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di epidermis dan folikel rambut kulit kepala MEP........................................................
46
2.
9.
16.
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Daftar singkatan .......................................................................... ...
61
2. Prosedur pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE)..........................
62
3. Prosedur pewarnaan Masson’s trichrome (MT) modifikasi Goldner
63
4. Prosedur pewarnaan imunohistokimia metode ABC (avidin-biotinperoxidase complex method)............................................................
64
PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang/MEP (Macaca fascicularis), merupakan satwa primata dengan populasi terbanyak dan memiliki penyebaran yang luas di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Di Indonesia, penyebaran satwa ini meliputi Pulau Sumatera sampai ke Pulau Timor, tetapi tidak ditemukan di Sulawesi (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Dalam penelitian biomedis, beberapa spesies satwa primata telah banyak digunakan sebagai hewan penelitian, seperti monyet Rhesus (M. mullata), monyet ekor panjang (M. fascicularis), babun savanna (Papio cynocephalus) dan monyet vervet (Cercopithecus aethiops). Monyet ekor panjang sering digunakan sebagai hewan model untuk berbagai penelitian biomedis, demikian pula dengan beruk (M. nemestrina) dan monyet yaki Sulawesi (M. nigra). Pada penelitian aplikasi klinis, MEP digunakan dalam percobaan pembedahan pencangkokan jantung, aterosklerosis dan simian immunodeficiency virus, yaitu penyakit yang mirip dengan HIV pada manusia (Rand 2000). Selain penelitian yang berhubungan dengan kesehatan manusia, aspekaspek dasar dari MEP perlu diteliti, seperti morfologi dan fisiologi serta perkembangan struktur organnya (Whitney 1995). Data tentang proses perkembangan tubuh MEP pada masa pre dan postnatal, hingga saat ini belum banyak dilaporkan, khususnya yang berhubungan dengan hipofise. Untuk itu, diperlukan kajian yang mendalam dari kelenjar ini sebagai penghasil hormon yang berperan penting dalam berbagai proses fisiologis tubuh. Fungsi hormon merupakan aspek penelitian yang luas di bidang biomedis, khususnya yang berhubungan dengan proses metabolisme tubuh makhluk hidup. Pars intermedia (PI) merupakan salah satu bagian dari hipofise yang terletak
di
adenohipofise.
mensekresikan
hormon
Bagian
melanocyte
ini
memiliki
stimulating
peran hormone
penting
dalam
(α-MSH)
dan
corticotropin like intermediate lobe peptide (CLIP) (Brown 1994). α-MSH dihasilkan oleh melanotrop yang terdapat di PI. Hormon ini bekerja pada melanosit yang tersebar di stratum basale epidermis kulit. Proses perubahan warna kulit untuk adaptasi lingkungan pada vertebrata tingkat rendah, berada dibawah
kontrol
α-MSH
(Hadley
1992),
demikian
pula
pada
proses
melanogenesis yang berhubungan dengan proses pigmentasi kulit dan rambut (Tsatmali et al. 2002). Selain itu, α-MSH memiliki peran penting pada beberapa aspek fisiologis tubuh hewan mamalia (Greidanus et al. 2000).
Penelitian tentang PI dan hormon utamanya (α-MSH) masih terbatas pada
vertebrata tingkat rendah, seperti reptil, amfibi dan ikan. Peran α-MSH
yang dikenal dengan intermedin pada hewan-hewan tersebut, adalah sebagai regulator pada proses perubahan warna kulit. Beberapa penelitian tentang peran hormon tersebut, telah menunjukkan adanya korelasi yang erat antara PI, α-MSH dan melanosit pada kulit (Turner dan Bagnara 1976). Pada mamalia, kemajuan riset tentang PI dan MSH meningkat sejak ditemukannya proopiomelanocortin (POMC), yaitu senyawa prekursor atau prohormon yang disekresikan oleh PI dan beberapa lokasi di otak (Bennet dan Whitehead 1983) serta
jaringan kulit
(Slominski dan Wortsman 2000; Tsatmali et al. 2002). Prohormon POMC adalah polipeptida dengan rangkaian asam amino yang disintesis di pars distalis dan PI hipofise serta beberapa nuklei di otak. Pembentukan POMC berawal dari adanya ekspresi gen POMC pada kelompok sel neural plate ektoderm, yang merupakan cikal bakal sel-sel endokrin hipofise dan sel syaraf otak. Prohormon POMC selanjutnya dipecah oleh enzim menjadi beberapa hormon di adenohipofise, yaitu adrenokortikotropik hormon (ACTH), α-MSH, β-MSH, γ-MSH, corticotropin-like intermediate lobe peptide (CLIP), β-lipotropin dan β–endorfin (Souza et al. 2005). Perkembangan hipofise pada masa embrional berasal dari lapisan kecambah ektoderm yang turut membentuk rongga mulut primitif (stomodeum) dan ektoderm syaraf dari diensefalon. Evaginasi stomodeum akan berkembang membentuk adenohipofise, sedangkan ektoderm syaraf akan membentuk neurohipofise (Hadley 1992). Penelitian tentang PI hipofise sangat diperlukan, khususnya yang berhubungan dengan proses perkembangannya. Keberadaan, ukuran dan letak PI hipofise pada berbagai spesies hewan berbeda, demikian pula pada manusia (Hadley 1992; Brown 1994). Pada cetacea (lumba-lumba dan paus) dan aves, PI hipofise tidak ditemukan. Manusia dewasa juga tidak memiliki PI, namun bagian ini ditemukan pada masa kehidupan fetus. Pada saat postnatal, organ ini mengalami rudimenter dan akhirnya menghilang (Brown 1994). Keberadaan PI pada masa fetus berhubungan dengan beberapa aspek fisiologis tubuh fetus, misalnya pada proses perkembangan zona fetus kelenjar adrenal dan sebagai growth promoting yang berhubungan dengan growth hormone (GH) (Hadley 1992).
Sebagai hormon utama yang dihasilkan oleh PI hipofise, α-MSH berhubungan erat dengan melanosit yang sebagian besar tersebar di kulit. Melanosit adalah sel yang berperan pada proses melanogenesis yang menghasilkan pigmen kulit (melanin). Dalam menjalankan fungsi tersebut, melanosit bekerja sama dengan keratinosit yang disebut unit epidermis kulit. Hubungan kedua jenis sel tersebut memungkinkan terjadinya penyebaran pigmen melanin, sehingga warna kulit terbentuk serta membantu melindungi kulit dari radiasi sinar ultra violet (UV) (Tsatmali et al. 2002). Pada manusia belum ada data yang pasti tentang saat menghilangnya PI dari kelenjar hipofise setelah fetus lahir. Menurut Carola et al. (1990), dengan menghilangnya PI pada masa postnatal, hipofise manusia menghasilkan α-MSH dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk itu sekresi hormon tersebut dirangsang oleh ACTH yang dihasilkan oleh pars distalis kelenjar hipofise. Kombinasi kedua hormon ini yang dikenal dengan melanokortin berperan penting pada proses pigmentasi kulit. Slominski et al. (2003) menyatakan, selain menghasilkan pigmen melanin, jaringan kulit juga menghasilkan berbagai senyawa lainnya yang memiliki fungsi spesifik yang saling berhubungan dalam mempertahankan homeostasis kulit. Adapun senyawa yang berhubungan dengan proses melanogenesis dan pigmentasi terdiri atas POMC dan derivatnya, yaitu α-MSH, ACTH dan β-endorphin. Beberapa penelitian tentang perkembangan hipofise telah dilakukan pada fetus manusia (Baker dan Jaffe 1975), fetus tikus (Nemeskeri et al. 1998), fetus babi (Sasaki et al. 1992) dan fetus anjing beagle (Sasaki dan Nishioka 1998). Selanjutnya penelitian tentang aksis hipofise-kelenjar adrenal juga telah diteliti, yaitu pada anjing beagle (Sasaki dan Nishioka 1998) dan pada MEP (Syarifah 2005). Namun demikian, penelitian khusus tentang perkembangan PI serta aksis PI hipofise dan melanosit kulit pada masa pre dan postnatal serta organ lainnya pada MEP belum dilaporkan. Mengingat MEP merupakan salah satu spesies satwa primata yang sering digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian biomedis, diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk menggali berbagai aspek penting, khususnya yang berhubungan dengan anatomi perkembangan organ tubuh MEP. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh banyak informasi yang bermanfaat dan dapat diaplikasikan dalam bidang kesehatan masyarakat.
Keberadaan PI hipofise pada MEP serta perkembangan aksis antara melanotrop PI hipofise dan melanosit kulit pada MEP perlu diteliti, mengingat belum dilaporkannya data lengkap yang mengungkap hubungan kedua organ tersebut berdasarkan hasil sekresinya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan PI hipofise serta aksis PI dan melanosit kulit monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada masa pre dan postnatal. Manfaat Penelitian Data yang diperoleh tentang perkembangan PI hipofise dan hubungannya dengan melanosit kulit monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dapat menjadi informasi dasar bagi penelitian selanjutnya pada mamalia lainnya, khususnya manusia.
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang/MEP dikenal juga sebagai long-tailed macaque, monyet cynomolgus, Macaca irus, monyet jawa dan monyet pemakan kepiting (crab eating monkey).
Monyet ekor panjang merupakan spesies dengan
populasi terbanyak di seluruh dunia, yaitu sekitar 20 juta ekor (Whitney 1995; Soehartono dan Mardiastuti 2002). Monyet ekor panjang memiliki tubuh ramping dan berekor panjang, berkisar 60 cm. Monyet ini memiliki dimorfisme seksual, dengan bobot individu jantan berkisar antara 5-7 kg, lebih besar bila dibandingkan dengan individu betina, yaitu 3-4 kg. Secara morfologis, MEP jantan dan betina dewasa kelihatan sama, yaitu memiliki rambut kepala berwarna abu-abu sampai kecoklatan, sedangkan rambut bayi MEP berwarna hitam.
Hal ini memperlihatkan
perbedaan yang mencolok dengan warna rambut MEP dewasa. Dalam beberapa minggu setelah lahir, warna rambut bayi akan berubah menjadi coklat dan keabuan, yang menyerupai warna rambut MEP dewasa (Soehartono dan Mardiastuti 2002). Menurut Rowe (1996), periode bayi berlangsung antara umur 6-12 bulan dengan masa sapih antara umur 12-24 bulan dan masa puber pada umur 42-54 bulan. Individu betina memasuki masa dewasa kelamin pada umur 51.6 bulan, sedangkan individu jantan pada umur 50.4 bulan.
Siklus estrus MEP betina
adalah 28 hari, dengan lama kebuntingan berkisar antara 160-170 hari. Jarak antara kebuntingan berkisar 12-24 bulan, dengan rata-rata berlangsung selama 13 bulan. Menurut Whitney (1995), masa hidup (life-span) MEP mencapai 22-25 tahun. Penyebaran MEP di alam meliputi kawasan Asia Tenggara, antara 20 LU dan 10 LS serta 92 BT dan 127 BT. Satwa ini menempati wilayah geografis yang luas, mulai dari Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Penyebaran satwa primata ini di Indonesia dimulai dari Pulau Sumatera hingga Pulau Timor (Soehartono dan Mardiastuti 2002), namun tidak ditemukan di Pulau Sulawesi (Gambar 1) (Napier dan Napier 1967).
Gambar 1 Monyet ekor panjang (M. fascicularis) dan peta penyebarannya (merah) (Sumber : Lang 2006).
Monyet ekor panjang sejak tahun 1977 termasuk ke dalam daftar Appendix II pada Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Dari status tersebut, berarti MEP dapat dimanfaatkan dan diperdagangkan, sejauh merupakan hasil penangkaran, karena populasinya masih cukup banyak (Soehartono dan Mardiastuti 2002). Klasifikasi MEP (Whitney 1995) adalah sebagai berikut: Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Primata
Sub ordo
: Anthropoidea
Infra ordo
: Catarrhini
Super famili
: Cercopithecoidea
Famili
: Cercopithecidae
Sub famili
: Cercopithecinae
Genus
: Macaca
Spesies
: Macaca fascicularis
Satwa primata berperan penting sebagai hewan model dalam penelitian biomedis, karena secara anatomi dan fisiologi memiliki banyak kemiripan dengan manusia dibandingkan dengan hewan model lainnya. Kemiripan itu disebabkan oleh hubungan filogenetik, sehingga menyebabkan satwa primata memiliki nilai ilmiah yang tinggi bagi penelitian di bidang biomedis (Vandeberg 1995).
Beberapa spesies primata non manusia yang sering digunakan sebagai hewan model adalah monyet rhesus (M. mullata), MEP (M. fascicularis), babun savanna (Papio cynocephalus) dan monyet vervet (Cercopithecus aethiops) (Soehartono Anatomi dan Fungsi Hipofise Hipofise seringkali disebut dengan istilah ‘the master of endocrine gland’ pada hewan vertebrata, karena menghasilkan sejumlah hormon penting yang berperan dalam proses fisiologi tubuh. Hipofise terletak di ventral hipotalamus, berbentuk ‘ellipsoidal’ dengan ukuran yang bervariasi, tergantung pada spesies hewan.
Organ ini berada di fossa hipofisial atau sella tursica os sphenoid,
dilapisi oleh selaput otak (duramater) dan dihubungkan dengan hipotalamus melalui tangkai hipofise atau infundibulum (Gambar 2) (Dyce et al. 1996). Sebagai kelenjar endokrin utama, organ ini berperan penting sebagai penghubung
dalam
sistem
neuroendokrin,
namun
kelenjar
ini
memiliki
kemampuan yang kecil untuk berfungsi secara bebas (Turner dan Bagnara 1976).
A
B
talamus diensefalon
Infundibulum hipofise
hipotalamus
Gambar 2 Magnetic resonance image (MRI) hipotalamus dan hipofise manusia. A. Menunjukkan posisi hipofise di ventral otak tengah (diensefalon) yang berhubungan erat dengan hipotalamus, B. Skema dari gambar A (Sumber: Lechan dan Tony 2006).
Hipofise terbagi atas dua bagian, yaitu adenohipofise dan neurohipofise (Gambar 3).
Adenohipofise terdiri atas pars distalis (PD) yang merupakan
bagian terbesar dari adenohipofise, pars tuberalis (PT) dan pars intermedia (PI) (Brown 1994). Neurohipofise terdiri atas median eminens, infundibulum dan pars nervosa (PN)
(Kent dan Carr 2001). Gabungan PD dan infundibulum
membentuk batang hipofise (Banks 1993).
Hypophyseal cleft
Gambar 3 Hipofise dan bagian-bagiannya. Pars intermedia (warna hijau), berbatasan langsung dengan pars nervosa, dengan pars distalis dipisahkan oleh hypophyseal cleft (Sumber: KUL 2000).
Secara histologi, hipofise terdiri atas beberapa jenis sel, dimana masingmasing sel tersebut menghasilkan hormon yang berbeda. PD adenohipofise merupakan bagian yang memiliki jenis sel terbanyak yang menghasilkan enam jenis hormon. Sel-sel yang berada di PD terdiri atas dua kelompok, yaitu sel kromofilik dan sel kromofobik.
Berdasarkan afinitas terhadap zat warna, sel
kromofilik dibagi menjadi sel-sel asidofil dan basofil (Banks 1993). Sel-sel asidofil terdiri atas somatotrop dan laktotrop, sedangkan sel-sel basofil terdiri atas tirotrop, gonadotrop, kortikotrop dan melanotrop (Brown 1994). Sel-sel tersebut mensintesis hormon-hormon hipofise yang berperan dalam pengaturan kerja target organ seperti gonad, kelenjar adrenal, kelenjar air susu, uterus, ginjal dan jaringan tubuh lainnya (Frandson dan Whitten 1991).
Diantara sel-sel penghasil hormon, yaitu pada jaringan interstisial adenohipofise, terdapat sel folliculo-stellate. Sel ini memiliki penjuluran sitoplasmik yang menyebar di antara sel-sel sekretori hormon adenohipofise. Sel folliculo-stellate berperan sebagai regulator terhadap lingkungan jaringan interstisial hipofise dan membentuk komunikasi yang bersifat parakrin dengan sel-sel penghasil hormon (Allaerts dan Vankelecom 2005). Perkembangan Hipofise Hipofise merupakan suatu struktur ektodermal yang berasal dari dua sumber jaringan yang berbeda pada masa embrional. Adenohipofise primordial berasal dari penonjolan rongga mulut primitif (stomodeum) yang tergolong ektoderm umum, sedangkan neurohipofise berasal dari diensefalon yang tergolong ektoderm syaraf (Latshaw 1987; Hadley 1992). Perkembangan hipofise terjadi pada awal kebuntingan dan prosesnya berbeda pada setiap spesies hewan. Perkembangan adenohipofise berawal dari evaginasi atap rongga mulut ke arah dorsal yang membentuk kantong Rathke. Pada saat yang bersamaan terjadi penjuluran ektoderm syaraf, berupa evaginasi diensefalon otak ke arah ventral. Akibatnya, otak mengalami perluasan ke arah ventral membentuk neurohipofise (Gambar 4) (Latshaw 1987; Hill 2006).
Gambar 4 Tahapan perkembangan hipofise. Hipofise berasal dari dua jaringan berbeda, stomodeum (merah) dan diensefalon (abu-abu) (Sumber: Bowen 2006).
Perkembangan hipofise pada manusia terjadi pada minggu ke-4 kehamilan, diawali dengan terbentuknya kantong Rathke (yang berasal dari divertikulum atap rongga mulut). Pada minggu ke-5 terjadi elongasi divertikulum diensefalon (infundibulum). Adenohipofise terbentuk pada minggu ke-6, diikuti dengan proliferasi dinding anterior membentuk PD, sedangkan dinding posterior
mengalami
sedikit
perkembangan
membentuk
PI.
PT
terbentuk
dari
pertumbuhan bagian rostral yang mengelilingi sel bakal infundibular. Pada tahap selanjutnya terbentuk neurohipofise yang terdiri atas infundibulum, median eminens dan PN (Hill 2006). Menurut Sasaki dan Nishioka (1998), perkembangan hipofise pada anjing beagle dimulai pada umur kebuntingan 25 hari. Pada umur tersebut, kantong Rathke (adenohipofise primordium) yang berasal dari jaringan epithelium rongga mulut mulai terbentuk. Memasuki usia kebuntingan 38 hari, PI telah terbentuk dan hipofise fetus anjing beagle secara morfologis telah menyerupai hipofise anjing dewasa. Berdasarkan analisis imunohistokimia oleh Sasaki et al. (1992) terhadap hipofise babi, diketahui sel-sel hipofise yang pertama menghasilkan hormon di bagian PD dan PI adalah sel adrenocorticotropichormone (ACTH).
Sel ini
ditemukan pada fetus yang berumur 40 hari, diikuti dengan sel growth hormone (GH) dan luteinizing hormone (LH) pada fetus umur 60 hari dan sel prolactin (PRL) pada fetus umur 105 di bagian PD. Sel imunoreaktif ACTH (sel-ir-ACTH) di PI terlihat lebih banyak dan dengan intensitas lebih kuat dibandingkan dengan PD. Keberadaan sel ir-ACTH sebagai sel pertama yang terbentuk di PD hipofise babi, ditemukan pula pada fetus anjing, manusia dan tikus, sehingga diduga ACTH berperan penting pada awal kehidupan fetus dibandingkan hormon-hormon
adenohipofise
lainnya.
Peran
ACTH
lainnya
adalah
berhubungan dengan perkembangan duodenum, penyimpanan glikogen di hati dan inhibisi adrenal pada aktivitas adenohipofise selama kehidupan fetus (Sasaki dan Nishioka 1998). Vaskularisasi Hipofise Menurut Sasaki et al. (1992), pada fetus babi umur 40 hari dan fetus anjing beagle umur 30 hari, pembuluh kapiler hipofise ditemukan di antara jaringan parenkim kantong Rathke. Sedangkan menurut Sasaki dan Nishioka (1998), pada fetus anjing beagle umur 38 hari, pembuluh kapiler terlihat di PD yang menerima darah dari vena porta hipofise.
Namun, pleksus primer di
median eminens belum ditemukan. Pleksus ini baru terlihat pada fetus umur 52 hari, di mana bagian ini telah berhubungan dengan vena porta hipofise. Sistem portal hipofise merupakan suatu sistem vaskularisasi yang berperan dalam mekanisme neurohumoral yang mengatur fungsi tropik hipofise. Sistem tersebut membawa substansi yang berasal dari nervus terminal median
eminens ke hipofise (Halasz 2000). Hubungan vaskularisasi antara hipotalamus dan adenohipofise relatif kompleks dibandingkan dengan neurohipofise. Aliran darah menuju adenohipofise berasal dari arteri hipofise superior. Dari pembuluh ini darah dibawa ke median eminens hipotalamus membentuk suatu jalinan pembuluh kapiler yang disebut pleksus primer. Pada bagian ini, hormon hipotalamus dilepaskan dan dibawa ke pars tuberalis oleh vena porta hipofise dan bermuara di pleksus sekunder, yaitu jalinan pembuluh kapiler yang terdapat di adenohipofise (Gambar 5). Pada pleksus sekunder ini beberapa hormon hipotalamus merangsang sel-sel hipofise untuk menghasilkan hormon yang selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi darah umum. berasal dari arteri hipofise inferior.
Vaskularisasi neurohipofise
Pada arteri ini dilepaskan pula hormon-
hormon hipotalamus yang berasal dari nuklei supraoptik (SON) dan nuklei paraventrikular (PVN). Sebelum memasuki sirkulasi darah umum, hormonhormon tersebut disimpan di pars nervosa neurohipofise (Brown 1994).
Gambar 5 Sistem vaskularisasi hipofise. Sistem portal hipofise (biru) mengalirkan darah dari hipotalamus dan menyalurkan hasil sintesis hormon-hormon adenohipofise melalui vena hipofise ke organ target (Sumber: Martini 2006)
Hormon-hormon Hipofise Sebagai kelenjar endokrin terbesar, hipofise menghasilkan sejumlah hormon penting,
yang sebagian besar dihasilkan oleh PD adenohipofise
(6 hormon), PI (2 hormon) dan PN (2 hormon). Hormon-hormon PD terdiri atas: growth hormone (GH), adrenocorticotropic hormone (ACTH), thyroid stimulating hormone (TSH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), dan prolactin (PRL). PI menghasilkan melanocyte stimulating hormone (MSH) dan β-endorphin (tabel 1), sedangkan PN melepaskan hormon oxytocin dan vasopressin. Pada dasarnya kedua hormon yang dilepaskan oleh neurohipofise merupakan hormon yang disekresikan oleh sel neurosekretori hipotalamus yang terdapat di nuklei paraventrikular (PVN) dan nuklei supraoptik (SON), kemudian dialirkan melewati infundibulum menuju PN neurohipofise. Hormon oxytocin dan vasopressin berada di akson sel neurosekretori dan disimpan di nervus terminal dan akhirnya dilepaskan ke arteri hipofise anterior sebelum memasuki sirkulasi darah umum (Brown 1994).
Hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-sel
adenohipofise dialirkan melalui vena hipofise ke sirkulasi sistemik menuju organ target seperti gonad, kelenjar adrenal dan tiroid (Fink 2000). Tabel 1 Jenis sel adenohipofise dan hormon-hormon yang disekresikan Tipe sel
Nama Sel
Asidofil
Somatotrop
Growth hormone (GH) a
Laktotrop
Prolaktin (PRL)a
Tirotrop
Tiroid stimulating hormon (TSH)a
Gonadotrop
Luteinizing hormone (LH) dan folikel
Basofil
Jenis Hormon
stimulating hormon (FSH)a
Kromofob
Kortikotrop
Adrenokortikotropik hormon (ACTH)a
Melanotrop
Melanosit stimulating hormon (MSH)b
Sel-sel yang tidak atau memiliki sedikit hormon dan dapat berbentuk asidofil atau basofila, b
Keterangan: a dihasilkan oleh PD, b dihasilkan oleh PI, a, b dihasilkan oleh PD dan PI (Sumber: Aron et al. 1997)
Hubungan antara hipotalamus dan adenohipofise pada proses transmisi sinyal diperantarai oleh chemical messengers (neurohormon) yang berperan sebagai faktor pelepas dan penghambat sekresi hormon adenohipofise. Kedua faktor tersebut disintesis oleh sel-sel syaraf di nuklei hipotalamus dan dibawa ke adenohipofise melalui sistem portal hipofise (Fink 2000).
Pars Intermedia Hipofise Perkembangan pars intermedia Pada masa perkembangan embrional, PI berasal dari hubungan antara infundibulum dan perluasan adenohipofise (Hadley 1992). Pada anjing beagle, PI terbentuk dari dinding atas dan bagian dorsal dinding anterior kantong Rathke. Bagian ini terlihat jelas saat fetus berumur 38 hari (Sasaki dan Nishioka 1998). Proliferasi sel-sel di bagian kaudal kantong Rathke yang membentuk PI pada periode fetus relatif sedikit bila dibandingkan dengan bagian hipofise lainnya (Lathsaw 1987).
PI termasuk bagian adenohipofise yang berhubungan erat
dengan PN membentuk lobus neurointermedia dan terpisah dari PD oleh celah hipofise (hypophyseal cleft). Hal ini ditemukan pada beberapa spesies ikan bertulang seperti Cyprinus caprio, Parasilurus asotus dan Fugu rubripes serta pada elasmobrachii (Fujita et al. 1988) dan sebagian besar spesies mamalia termasuk fetus manusia (Bowen 2006). Menurut Hadley (1992) dan Bowen (2006), pada setiap spesies hewan, PI memiliki ukuran dan letak yang bervariasi. cetacea
Pada hewan tertentu seperti
(lumba-lumba dan paus) serta aves, PI tidak ditemukan di hipofise.
Pada manusia, PI berkembang dengan baik pada periode fetus, mengalami rudimenter setelah fetus lahir dan akhirnya menghilang pada saat dewasa. Pada veretebrata tingkat rendah seperti reptil, amfibi dan ikan, PI berkembang dengan baik. Hal ini berhubungan erat dengan kemampuan adaptasi hewan-hewan tersebut dengan lingkungan, terutama kemampuan dalam mengubah warna kulit dan beberapa fungsi fisiologis lainnya. Vaskularisasi pars intermedia Menurut Bennet dan Whitehead (1983), vaskularisasi PI relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bagian hipofise lainnya. Vaskularisasi berasal dari sistem portal hipofise yang selanjutnya memasuki jaringan parenkim PI. Sistem portal hipofise juga berperan sebagai jalur sekresi produk sel serta faktor regulasi dari dan menuju hipofise. Struktur pars intermedia Sel-sel yang menyusun PI terdiri atas tiga jenis sel, yaitu sel-sel basofil (melanotrop dan kortikotrop), kromofob (sel yang sedikit menyerap zat warna) dan sel-sel koloid (colloid-filled cysts). Sel utama yang ditemukan dengan jumlah terbesar di jaringan PI adalah melanotrop yang merupakan sel granular sekretori. Sel tersebut telah ditemukan pada PI hipofise sapi, anjing, kelinci dan tikus. Selain melanotrop, ditemukan juga kortikotrop dalam jumlah sedikit dan sel-sel
folliculo-stellate yang tersebar di jaringan interstitial PI dan mendapat inervasi syaraf dari neuron yang berasal dari hipotalamus (Bennet dan Whitehead 1983, Bowen 2006). Menurut Fujita et al. (1988), sel-sel endokrin PI memiliki granul sekretori yang mengandung prekursor peptida kortikotropin dan β-lipotropin serta sel-sel imunoreaktif MSH (sel-sel ir-MSH).
PI
PN
Gambar 6 Sel-sel basofil PI (melanotrop dan kortikotrop) hipofise kambing. PI berbatasan langsung dengan PN membentuk lobus neurointermedia (Sumber: Charlotte 2002).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada hipofise ikan teleost (Poecilla latipinna), ditemukan dua tipe sel penyusun PI. Sel tipe pertama adalah sel pars intermedia positive hematoxylin (PIPbH) yang bereaksi positif terhadap hematoksilin, sedangkan sel tipe kedua adalah sel pars intermedia positive periodic acid Schiff (PIPAS) yang bereaksi positif terhadap periodic acid Schiff. Sel PIPbH diketahui sebagai sel yang mensekresikan MSH (Hadley 1992). Fungsi pars intermedia Menurut Tsatmali et al. (2002), melanotrop PI yang tergolong basofilik (Gambar 6), merupakan sel utama penghasil hormon α-MSH, yaitu hormon yang bertanggung jawab dalam proses pigmentasi kulit dan sebagai regulator yang bekerja pada melanosit kulit dalam memproduksi pigmen melanin. Pada vertebrata tingkat rendah, hormon ini berperan dalam proses perubahan warna kulit saat beradaptasi dengan lingkungan. Pada manusia dewasa, fungsi PI tidak diketahui secara pasti, hal ini disebabkan PI mengalami rudimenter setelah fetus dilahirkan. Namun demikian, PI diduga berperan penting pada masa fetal, yaitu
berhubungan erat dengan pertumbuhan tubuh fetus. Walaupun PI yang merupakan sumber penghasil MSH tidak ditemukan pada manusia dewasa, namun peran MSH sebagai regulator pigmentasi kulit pada melanosit tetap berlangsung. Pars distalis merupakan sumber MSH pada manusia, yang bekerja sama dengan ACTH yang dikenal dengan melanokortin. Hormon inilah yang berperan penting sebagai faktor regulasi terhadap melanosit kulit. Sekresi α-MSH oleh melanotrop PI dirangsang oleh regulator dari hipotalamus, yaitu melanocyte stimulating hormon releasing factor (MRF) dan dihambat oleh melanocyte stimulating hormone inhibiting factor (MIF). Defisiensi α-MSH menyebabkan kepucatan pada kulit, sedangkan kelebihan hormon tersebut
akan
meningkatkan
pigmentasi
(kehitaman)
pada
kulit
(Carolla et al. 1990). Proopiomelanocortin (POMC) Pada pertengahan tahun 1970, molekul POMC ditemukan di jaringan hipofise dan jaringan syaraf lainnya. Prohormon POMC merupakan molekul peptida berukuran besar, sebagai prekursor dari beberapa hormon peptida penting, yaitu ACTH, MSH dan endorphin (END). Proses perubahan molekul POMC menjadi hormon dengan peptida yang lebih kecil merupakan suatu fenomena spesifik (Gambar 7). Pembentukan ACTH dari POMC berlangsung di PD, sedangkan pembentukan MSH dan END berlangsung di melanotrop PI. Perubahan POMC tidak hanya menghasilkan α-MSH, β-MSH dan variasi γ-MSH, ACTH serta α, β, dan γ-END, tetapi juga menghasilkan corticotropin like intermediate lobe peptide (CLIP) dan fragmen-fragmen lainnya. α, β dan γ-MSH secara struktural dibentuk dari ACTH pada melanotrop PI (Hadley 1992; Greidanus et al. 2000). Secara garis besar, proses perubahan POMC berlangsung dalam dua tahap. Pertama, ACTH dan β-lipotropin (β-LPH) pada PD dan PI yang berasal dari prekursor POMC berhenti membelah. Kedua, seluruh ACTH yang terdapat di PI
dikonversikan
menjadi
α-MSH
dan
CLIP,
sedangkan
β-lipotropin
dikonversikan menjadi β-endorfin dan γ-lipotropin (Gambar 7) (Brown 1994).
Gambar 7 Proses pemecahan prohormon POMC. α-MSH berasal dari pemecahan rantai asam amino ACTH di PI (Sumber: KUL 2000).
Menurut Gantz dan Fong (2003), pembentukan prohormon POMC berawal dari ekspresi gen POMC yang sebagian besar terdapat di susunan syaraf pusat,
nuklei arkuatus di hipotalamus dan nuklei traktus solitarius di
batang otak.
Selain itu, gen POMC diekspresikan pula oleh melanosit dan
keratinosit kulit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada ikan barfin flounder, ditemukan tiga jenis gen POMC, yaitu POMC-A, B dan C di PD dan PI. Perbedaan jumlah peptida yang berasal dari ketiga gen POMC di PD dan PI hipofise, telah berhasil diidentifikasi.
Peptida-peptida yang berasal dari gen
POMC-A lebih banyak ditemukan di PD dibandingkan di PI, sedangkan POMC-C ditemukan dalam jumlah sedikit di PD. Adapun jenis peptida yang ditemukan di PD adalah: ACTH-A, des-acetyl (Ac)-α-MSH-A/B (susunan asam amino α-MSHA dan α-MSH-B identik), β-MSH-A, CLIP-A dan N-terminal peptide (N-POMC)-A. Sedangkan di PI ditemukan peptida-peptida des-Ac-α-MSH A/B, α-MSH A/B, β-MSH A/B, N-β-lipotopin-A, CLIP-A, N-Ac-β-END-A dan N-POMC-A. Secara spesifik, ACTH-A dihasilkan di PD, tetapi proses perubahan des-Ac-α-MSH, CLIP-A dan β-MSH A menjadi peptida yang lebih kecil terjadi di PI (Takahashi et al. 2006).
γ-MSH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Try – Val - Met – Glu – His – Phe – Arg – Trp – Asp – Arg 12 11 Gly – Phe
β -MSH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Asp – Glu – Gly – Pro – Try – Lys – Met – Glu – His – Phe – Arg – Trp – Gly – Ser –Pro 18 17 16 Asp – Lys – Pro
α-MSH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Ac – Ser – Try – Ser - Met – Glu – His – Phe – Arg – Trp – Gly – Lys – Pro – Val – NH2
ACTH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Ser – Try – Ser - Met – Glu – His – Phe – Arg – Trp – Gly – Lys – Pro – Val – Gly – Lys 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 Ala – Ser – Glu – Asp – Glu – Ala – Gly – Asn – Pro – Try – Val – Lys – Val – Pro – Arg – Arg – Lys 33 34 35 36 37 38 39 Glu – Ala – Phe – Pro – Leu – Glu – Phe
CLIP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Arg – Pro – Val – Lys – Val – Try – Pro – Asn – Gly – Ala – Glu – Asp – Glu – Ser – Ala – Glu 22 21 20 19 18 17 Phe – Glu – Leu – Pro – Phe – Ala
Gambar 8 Susunan rantai asam amino hormon-hormon derivat POMC. γ-MSH, β-MSH, α-MSH, ACTH dan CLIP. Rantai asam amino 1-13 α-MSH dan ACTH identik (Sumber: Hadley 1992).
Melanosit Stimulating Hormon (MSH) Terdapat tiga jenis MSH yang berhasil diisolasi dari ekstrak jaringan hipofise, yaitu α-MSH (13 asam amino), β-MSH (18 asam amino) dan γ-MSH (12 asam amino).
PI hipofise terutama menghasilkan α-MSH, sedangkan β-MSH
dan γ-MSH dihasilkan di PD dan di beberapa lokasi jaringan tubuh lainnya. Ketiga jenis hormon tersebut berasal dari pemecahan prohormon POMC yang memiliki fungsi spesifik (Bicknel 2002). Carola et al. (1990) menyatakan bahwa, pada manusia kehadiran MSH secara tidak langsung meningkatkan aktivitas melanosit, yaitu sel yang menentukan warna kulit, mata dan rambut. α-MSH yang sebagian besar berasal dari PI, dihasilkan melalui stimulasi ACTH. Secara normal, jumlah α-MSH yang disekresikan tidak cukup untuk merangsang melanosit. Oleh karena itu diperlukan kombinasi ACTH dan α-MSH dalam mengatur fungsi melanosit pada
proses pigmentasi kulit.
Menurut Tsatmali et al. (2002), walaupun PI pada
manusia menghilang setelah dilahirkan, namun α-MSH masih dihasilkan oleh jaringan tubuh lainnya, terutama kulit. Proses sintesis hormon α-MSH di kulit, tetap dimulai dari pemecahan POMC yang terjadi pada melanosit dan keratinosit kulit. Selain itu, sel-sel Langerhans kulit juga menghasilkan α-MSH dalam jumlah yang lebih rendah. Pada hewan-hewan mamalia, karakteristik kimiawi α-MSH memiliki struktur identik pada susunan asam aminonya, tetapi sedikit berbeda pada hewan poikiloterem. Perbedaan α-MSH antara ikan hiu (Squallus acanthias) dan ikan salmon (Onchorhychus keta) terletak pada rantai asam amino, yaitu pada N-terminal serin yang tidak terasetilasi. Sedangkan pada hiu kodok, asam amino valin seperti yang terdapat pada α-MSH manusia, posisinya diganti dengan metionin. Jenis MSH lainnya yaitu β-MSH, pada manusia hormon ini memiliki rantai asam amino berjumlah 22, lebih panjang dibandingkan α-MSH. Sedangkan pada mamalia lainnya, β-MSH memiliki rantai asam amino yang lebih pendek, yaitu 18 buah (Gambar 8) (Hadley 1992). Fungsi β-MSH pada manusia, berhubungan erat dengan fungsi ACTH, yaitu pada proses fisiologis tubuh (Greidanus et al. 2000). Menurut Donohue dan Jacobowitz (1980), melalui teknik imunofluorosen, diketahui bahwa jaringan otak tikus juga menghasilkan α-MSH.
Hormon ini
ditemukan pada nuklei arkuatus dan varikositas serabut syaraf yang menyebar di bagian batang otak. Selain itu, serabut syaraf yang mengandung α-MSH juga terdapat pada beberapa nuklei di hipotalamus, area preoptik, septum, amigdala, korpus mamilaris dan substansi abu-abu. Namun demikian, konsentrasi α-MSH yang lebih tinggi ditemukan di median eminens, medial preoptik, hipotalamus anterior, nuklei arkuatus, nuklei periventrikular dan nuklei paraventrikular. Penyebaran α-MSH di otak, diduga lebih berperan sebagai neurotransmiter dari pada neuromodulator. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara α-MSH dengan sistem neuronal di otak. Pada manusia, α-MSH dihasilkan oleh melanosit kulit disamping produk lokal lainnya. Proses pembentukan hormon ini tidak terlepas dari pemecahan prohormon POMC yang dihasilkan melanosit pada lapisan epidermis kulit. Proses pemecahan prohormon POMC sebagian besar berlangsung di melanosit, dan
sebagian
kecil
(Slominski et al. 2003)
di
keratinosit
dan
sel-sel
Langerhans
kulit
Pengaturan Sintesis dan Sekresi MSH Dopamin merupakan senyawa yang mirip dengan katekolamin yang berperan dalam mengontrol sekresi MSH. Senyawa ini telah berhasil diisolasi dari lobus neurointermedia (PI dan neurohipofise) bersama-sama dengan norepinefrin dan epinefrin. Dopamin dianggap sebagai senyawa yang mampu menghambat sekresi MSH oleh hipofise. Senyawa ini dilepaskan dari neuron dopaminergik yang berasal dari nukleus arkuatus menuju PI melalui tangkai hipofise (Fink 2000). Selanjutnya dopamin berinteraksi dengan reseptor dopaminergik yang terletak di membran melanotrop PI, konsentrasi dopamin yang tinggi mengakibatkan melanotrop berada pada posisi hiperpolar. Keadaan ini akhirnya menghambat sekresi MSH oleh melanotrop.
Selain mengontrol
sekresi MSH, dopamin juga berperan pada proses sekresi hormon derivat POMC lainnya, yaitu ACTH, γ-LPH, β dan γ-endorfin (Hadley 1992). Pada vertebrata tingkat rendah, kontrol dopamin terhadap sekresi MSH berhubungan dengan fungsi mata dalam menerima rangsangan cahaya dari lingkungan. Rangsangan ini diteruskan ke hipotalamus oleh sistem syaraf, dan selanjutnya akan ditentukan apakah terjadi penghambatan atau peningkatan sekresi MSH oleh sel-melanotrop PI (Turner dan Bagnara 1976). Menurut Brown (1994), beberapa neurotransmiter lain juga berperan sebagai faktor penghambat dan pelepas MSH. Senyawa tersebut adalah GABA sebagai faktor penghambat; noradrenalin (NA) dan adrenalin (A) sebagai faktor penghambat dan pelepas; sedangkan asetilkolin dan serotonin (5 HT) diduga berperan sebagai faktor pelepas, namun perannya terbatas. Dopamin dan beberapa neurotransmiter tersebut bekerja langsung pada melanotrop PI (Gambar 9). Pada bagian lain, PI juga mendapat inervasi langsung dari neuron sekretori (neuron peptidergik) yang berasal dari nukleus paraventrikularis (PVN) hipotalamus. Aktivitas hambatan dan peningkatan sekresi MSH dilakukan oleh MIF dan MRF. Kedua faktor ini diduga merupakan derivat oksitosin (c-terminal tripeptida dari oksitosin), yaitu Pro-Leu-Gly-NH2 yang menunjukkan aktivitas MIF, sedangkan H-Cys-Tyr-Ile-Gly-Asn-OH berperan sebagai MRF (Bennet dan Whitehead 1983).
Gambar 9 Pengaturan neurotransmiter pada sintesis dan sekresi MSH. Faktor pelepas terdiri atas: MRF, NA, 5 HT, Ach; factor penghambat terdiri atas: MIF, A dan GABA. NA= noradrenalin A= adrenalin, 5 HT= 5-hidroksitriptamin (serotonin), Ach= asetilkolin, GABA= gamma amino butyric acid, sekresi dirangsang (+), sekresi dihambat (-), peran terbatas (0) (Sumber: Brown 1994).
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap peningkatan dan penghambatan sekresi MSH telah ditemukan pada vertebrata tingkat rendah dan
mamalia. Pada amfibi dan ikan, kondisi stres akan merangsang dan
meningkatkan sekresi MSH dari PI, sedangkan intensitas cahaya yang tinggi akan menghambat sekresi MSH. Pada peristiwa ini, terdapat faktor lain yang ikut berperan, yaitu melatonin, hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal (epifise). Senyawa ini memiliki peran antagonis terhadap MSH (Bennet dan Whitehead 1976; Fujita et al. 1988). Faktor penghambat sekresi MSH lainnya adalah neuropeptida Y (NPY) yang disintesis oleh nuklei arkuatus dan median eminens yang berfungsi sebagai molekul neurotransmiter. Selanjutnya senyawa ini disekresikan oleh akson terminal nuklei arkuatus ke nuklei paraventrikular (PVN) dan bagian otak lainnya (Greidanus et al. 2000).
Fungsi NPY sebagai faktor penghambat sekresi MSH
telah ditemukan pada katak bercakar Afrika (Xenopus leavis). Senyawa ini terdapat pada nuklei suprasiasmatik di hipotalamus yang dikenal dengan
suprachiasmatic melanotrope inhibiting neurons (SMINs). Selain menghasilkan NPY, SMINs juga menghasilkan dopamin dan GABA (Kramer et al. 2002). Berbeda dengan aksi neurotransmiter lainnya (dopamin, GABA) yang bekerja langsung pada melanotrop PI, NPY bekerja secara tidak langsung. Selain melanotrop, PI juga memiliki sel folliculo-stellate yang berhungan erat dengan fungsi melanotrop. Sel folliculo-stellate ini memiliki reseptor khusus terhadap NPY. Melalui reseptor inilah NPY bekerja secara tidak langsung untuk menghambat sekresi MSH dari melanotrop (Hadley 1992). Fungsi Fisiologis MSH Proses pigmentasi kulit pada sebagian besar vertebrata merupakan fungsi utama MSH disamping proses fisiologis lainnya. Pada kulit mamalia dan vertebrata lainnya, sel penghasil pigmen (melanosit, melanofor) terletak di stratum basale epidermis (Turner dan Bagnara 1976). Produk utama melanosit adalah melanin, yaitu pigmen endogenous yang didistribusikan pada jaringan tubuh hewan dengan konsentrasi berbeda. Komponen utama penyusun pigmen melanin adalah dihydroxyindoxylic acid. Secara kimia, melanin tidak identik dengan neurotransmiter dan hormon, tetapi memiliki prekursor yang sama dengan prekursor katekolamin, yaitu dopamin (Fujita et al. 1988). Proses pembentukan pigmen melanin (melanogenesis), diawali dengan bergabungnya melanin dengan struktur subseluler yang disebut premelanosom. Apabila struktur ini telah dipenuhi oleh melanin, maka premelanosom berubah menjadi melanosom (granul melanin) (Hadley 1992).
Melanin terdiri atas
eumelanin yang membawa warna coklat dan hitam dan phaeomelanin yang membawa warna merah. Hewan yang memiliki variasi warna kulit menghasilkan satu atau beberapa jenis melanin pada lokasi kulit yang berbeda (Turner dan Bagnara 1976). Pada rambut dan bulu hewan, melanosit terletak di dalam folikel rambut untuk mensintesis melanin dan bertanggung jawab pada proses pigmentasi rambut dan bulu. MSH dan hormon steroid berperan dalam produksi eumelanin dan phaeomelanin pada melanosit. Walaupun peran MSH dalam poses pigmentasi melanin pada kulit dan rambut pada sebagian mamalia telah terbukti, namun perannya dalam pigmentasi bulu burung (aves) belum diketahui dengan jelas. Hal ini diduga berkaitan dengan absennya PI hipofise pada aves (Kent dan Carr 2001).
Sintesis hormon-hormon yang berasal dari POMC terjadi pada tahap yang berbeda. MSH dan CLIP ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi pada periode fetus manusia dan beberapa spesies primata. Konsentrasi ini menurun pada periode postnatal dan akhirnya menghilang pada waktu dewasa. Kehadiran hormon-hormon tersebut berhubungan erat dengan aspek fisiologis tubuh fetus, seperti perkembangan hubungan kelenjar hipofisa dan kelenjar adrenal (Hadley 1992). Kortek adrenal manusia memiliki zona fetus yang luas selama masa prenatal dan menghilang pada masa postnatal, sebaliknya zona kortek mengalami hipertropi dan berkembang sebagai zona kortek definitif.
Hal ini
membuktikan bahwa zona fetus adrenal lebih responsif terhadap α-MSH dibandingkan dengan ACTH, sedangkan zona kortek adrenal lebih responsif terhadap ACTH. Selain itu, α-MSH dan ACTH dibawah pengaruh corticotropin releasing hormone (CRH) diduga berperan pada respon fisiologis fetus terhadap stres (Hadley 1992). Pada proses pertumbuhan dan perkembangan fetus, α-MSH lebih berperan dibandingkan hormon koriogonadotropin dan oksitosin. Berdasarkan penelitian pada anak yang mengalami craniofaringioma, yaitu suatu gangguan dimana somatotropin hormone (STH)/growth hormone (GH) gagal disekresikan, konsentrasi STH meningkat secara signifikan setelah pemberian α-MSH. Hal ini disebabkan STH dan α-MSH berasal dari nukleus arkuatus di hipotalamus, sehingga dalam kondisi ini α-MSH bertindak sebagai STH releasing hormon. Dengan fungsi tersebut, α-MSH disebut juga sebagai growth promoting pada periode kehidupan fetus (Hadley 1992). Dari beberapa penelitian yang berhubungan dengan sekresi aldosteron, ditemukan adanya korelasi antara melanotropin (MSH) dan aldosteron. Jenis melanotropin tersebut adalah β-MSH yang secara langsung merangsang sekresi aldosteron dan bekerja pada reseptor adrenocortical. Hormon MSH lainnya, yaitu γ-MSH dan α-MSH memiliki kemampuan yang sama dengan β-MSH dalam mengontrol zona glomerulosa adrenal dalam menghasilkan hormon aldosteron (Hadley 1992; Bicknell 2002). Melanotropin mempengaruhi aktivitas susunan syaraf pusat (SSP) pada manusia dan hewan laboratorium. Efek tersebut berupa sikap bangkit (bangun), peningkatan motivasi, konsentrasi, memori dan learning (Greidanus et al. 2000). Hal ini dibuktikan melalui pemeriksaan imunositokimia yang memperlihatkan
aktivitas α-MSH pada neuron spesifik di otak.
Potensi aksi melanotropin
terhadap SSP semakin meningkat bila hormon ini diinjeksikan langsung ke dalam ruang ventrikel otak. Dapat disimpulkan, α-MSH dan melanotropin lainnya juga bertindak sebagai neurotransmiter dan neuromodulator di otak (Hadley 1992; Brown 1994). Peran melanotropin sebagai termoregulator ditemukan pada kadal Arizona (Urosaurus ornatus) yang mampu mengubah warna kulit menjadi gelap akibat peningkatan pencahayaan dan kenaikan temperatur lingkungan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan melanosit kulit beradaptasi pada kondisi tersebut dan kemampuan dalam menyerap energi.
Proses ini berlangsung dibawah
kontrol α-MSH. Pada penelitian lebih lanjut, secara imunositokimia, α-MSH dan ACTH ditemukan pada area preoptik hipotalamus anterior yang merupakan pusat regulasi suhu tubuh (Samson et al 1980; Chang 1997). Struktur dan Fungsi Kulit Kulit merupakan organ tubuh terbesar yang berfungsi sebagai barrier biologis dalam mempertahankan kondisi homeostasis internal dari pengaruh lingkungan eksternal. Beberapa kondisi lingkungan yang mempengaruhi homeostasis kulit adalah radiasi sinar ultra violet (UV), temperatur, energi mekanis, agen biologis dan kimia serta kelembaban udara (Slominski dan Wortsman 2000). Kulit terdiri atas dua bagian utama, yaitu epidermis yang tersusun atas struktur epitelial dan dermis tanpa struktur epitelial (Gambar 10). Lapisan subkutan terletak di profundal lapisan dermis. Pada tubuh hewan, struktur dan ketebalan epidermis dan dermis bervariasi, sesuai dengan lokasi anatomis tubuh. Ketebalan lapisan epidermis berkisar antara 0.1-1.6 mm (Slominski dan Wortsman 2000). Sel-sel penyusun epidermis terdiri atas keratinosit, melanosit yang disebut unit epidermis kulit dan sel Langerhans (Gambar 11), sedangkan dermis terdiri atas jaringan ikat kolagen dan elastin, fibroblast, makrofag, jaringan adipose, syaraf, folikel rambut, pembuluh darah dan kelenjar eksokrin kulit. Kelenjar tersebut adalah kelenjar sebaseus, kelenjar apokrin (keringat) dan kelenjar serominus. Rambut yang merupakan bagian dari kulit, terdiri atas kolum (bagian yang mengandung keratin), batang rambut yang menjulur dari kulit dan akar rambut yang terdapat di bagian dermis (Anonim 2006).
Gambar 10 Struktur umum kulit. Secara umum terdiri atas lapisan epidermis, dermis dan hipodermis (Sumber: Anonim 2000).
Melanosit Melanosit pada vertebrata berasal dari neural crest lapisan ektoderm umum. Selanjutnya melanosit yang masih berbentuk melanoblas bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi melanosit pada lapisan epidermis kulit dan rambut serta jaringan tubuh lainnya. Pada manusia, melanosit tersebar di stratum basale epidermis, rambut, retina, iris, pleksus koroideus mata dan leptomeningen yang menyelubungi susunan syaraf pusat, membrana labirin telinga, substansia nigra dan lokus seruleus batang otak.
Melanosit pada hewan poikiloterem diinervasi
oleh syaraf otonom, yaitu melanin aggregating nervus dan melanin dispersing nervus.
Sedangkan melanosit pada epidermis manusia tidak diinervasi oleh
syaraf otonom, sehingga sel tersebut tidak sensitif terhadap hormon spesifik (Fujita et al. 1980). Sebagai organ terbesar dan multifungsi, kulit manusia menghasilkan pigmen melanin dan substansi lainnya yang berhubungan dengan fungsi hipotalamus, hipofise dan adrenal. Substansi tersebut terdiri atas CRH, urokortin dan POMC. Pemecahan POMC di melanosit kulit menghasilkan ACTH, α-MSH dan β-endorfin. Selain hormon, kulit juga menghasilkan vitamin D, katekolamin
dan asetilkolin yang berfungsi sebagai respon kulit terhadap stres yang berasal dari lingkungan. Sistem neuroendokrin kulit saling berhubungan melalui jalur humoral dan neuronal untuk merangsang sistem vaskular, imun atau perubahan pigmen untuk menetralisir agen-agen berbahaya, sehingga sistem neuroendokrin kulit berperan penting dalam memelihara struktur dan integritas fungsional kulit (Slominski dan Wortsman 2000; Kauser et al. 2005). Hubungan PI dan Melanosit Kulit Secara fungsional, hubungan PI dengan melanosit kulit beragam pada berbagai spesies hewan dan manusia, yang disebabkan adanya variasi perkembangan dan fungsi PI hipofise. Pada vertebrata tingkat rendah (reptil, amfibi dan ikan), hubungan PI dan melanosit terlihat jelas. Aktivitas melanosit kulit berupa perubahan warna kulit dapat berlangsung dengan peran α-MSH yang disekresikan PI (Fujita et al. 1988). Sedangkan pada manusia dewasa, hubungan tersebut tidak erat, namun pada masa prenatal, PI fetus berkembang dengan baik dalam menghasilkan α-MSH yang berperan sebagai growth promoting yang berhubungan erat dengan sintesis growth hormone dalam proses pertumbuhan tubuh fetus (Hadley 1992). Menurut Carola et al. (1990), dengan menghilangnya PI hipofise pada manusia dewasa, sekresi α-MSH yang berasal dari hipofise tidak cukup untuk merangsang aktivitas melanosit kulit, oleh karena itu diperlukan adanya kombinasi antara ACTH dan α-MSH dalam mengatur fungsi melanosit kulit. Proses sintesis α-MSH dan ACTH di
melanosit dan keratinosit kulit
menurut Gantz dan Fong (2003), diawali dari radiasi sinar UV yang diterima oleh reseptor kedua hormon tersebut yang terdapat di keratinosit. Pada kondisi ini, keratinosit yang mensintesis ACTH dan α-MSH bersifat parakrin, yaitu merangsang melanosit untuk menghasilkan pigmen melanin. Sedangkan melanosit yang juga mensintesis ACTH dan α-MSH bersifat otokrin dalam menghasilkan pigmen melanin serta bersifat parakrin dalam melindungi sel tersebut dari gangguan sistem imunitas kulit. Sejauh mana kontribusi α-MSH yang berasal dari PI hipofise pada proses pigmentasi kulit manusia, secara pasti belum diketahui. Hal ini disebabkan rendahnya konsentrasi α-MSH di dalam aliran darah dan serum ACTH.
Menurut Slominski dan Wortsman (2000), kemampuan kulit melalui melanosit,
keratinosit
dan
Langerhans
dalam
menghasilkan
produk
neuroendokrin yang sama dengan hipofise dan adrenal, disebabkan ketiga jaringan tersebut berasal dari sumber yang sama pada masa embrional. Jaringan hipofise, adrenal dan kulit berasal dari sel-sel epitel luar ektoderm. Proses fisiologis yang melibatkan peran hipofise, kelenjar adrenal dan jaringan kulit pada proses pigmentasi merupakan proses yang kompleks. Proses tersebut diawali dengan adanya stimulus dari lingkungan yang diterima lapisan epidermis kulit. Rangsangan diteruskan ke susunan syaraf pusat berupa sinyal neuronal dan sinyal humoral untuk menghasilkan produk neuroendokrin yang mengontrol fungsi kulit.
Gambar 11 Lapisan epidermis kulit dan bagian-bagiannya. Melanosit dengan granul melanosom terletak di membran basal (stratum basale), keratinosit di lapisan superfisial berhubungan erat dengan melanosit (Sumber: Anonim 2006).
Pembentukan Pigmen Melanin Pigmen melanin merupakan produk akhir dari proses melanogenesis, yaitu suatu proses yang sangat kompleks, melibatkan berbagai komponen yang memiliki fungsi regulator, reseptor dan sekresi produk hormonal, dan neurotransmitter. Proses tersebut berlangsung di melanosit yang terletak pada
epidermis, yaitu di bagian stratum basale. Pigmen melanin berperan penting pada proses kamuflase, mimikri, komunikasi sosial dan perlindungan kulit dari radiasi sinar UV yang mempengaruhi homeostasis kulit (Slominski et al. 2003). Melanogenesis diawali dengan terjadinya ikatan antara α-MSH dan ACTH (melanokortin) dengan reseptor MC-1R pada membran melanosit. Ikatan yang diperantarai oleh protein G tersebut mengaktifkan adenilat siklase (AC), senyawa ini selanjutnya meningkatkan c-AMP intrasel yang berhubungan dengan enzim tirosinase. Tirosinase mengubah tirosin menjadi L-dihidroksifenilalanin (L-DOPA). Tahap selanjutnya adalah oksidasi L-DOPA menjadi dopakuinon, yang merupakan
prekursor
melanin,
baik
eumelanin
maupun
phaeomelanin
(Gambar 12) (Slominski et al. 2003). Pigmen melanin yang dihasilkan melanosit, selanjutnya disekresikan ke keratinosit melalui granul-granul melanin yang disebut melanosom.
Formasi, maturasi dan perjalanan melanosom menuju
keratinosit merupakan tahapan penting dalam proses pigmentasi kulit. Gangguan pada sebagian atau keseluruhan dari tahapan tersebut akan mengakibatkan kegagalan proses pigmentasi, seperti pada Hermansky-Pudlak Syndrome (HPS) yang mempelihatkan penurunan derajat pigmentasi pada kulit, rambut dan mata, nystagmus dan fotofobia (Lin dan Fisher 2007).
Gambar 12 Proses melanogenesis di melanosit. Reseptor MSH di membran melanosit, berikatan dengan MSH dan AC yang diperantarai oleh Gs, menghasilkan cAMP dan PKA. PKA meningkatkan sintesis dan aktivitas tirosinase yang berperan dalam melanogenesis di granul melanosom. Granul melanosom ditransfer ke keratinosit melalui dendrit melanosit. Gs= protein G, AC= adenilat siklase, cAMP= adenosin monofosfat siklik, PKA= protein kinase (Sumber: Chang 2001).
Perjalanan melanosom yang mengandung melanin dari melanosit ke keratinosit tidak berlangsung secara eksositosis, tetapi menyerupai aliran akson pada sel syaraf yang disebut cytocrinia.
Pada manusia dengan ras kulit
berwarna hitam, pigmen melanin tersebar di ruang ekstra seluler keratinosit, namun demikian proses sintesis pigmen tersebut tidak berlangsung di keratinosit (Fujita et al. 1980). Penyebaran melanosom di keratinosit terjadi apabila kulit menerima rangsangan sinar UV, sehingga melanosom menyebar mengelilingi inti keratinosit (Lin dan Fisher 2007). Menurut Kauser et al. (2005), proses sintesis pigmen melanin tidak hanya berlangsung di melanosit, namun juga berlangsung di folikel rambut. Proses tersebut diregulasi oleh derivat POMC, yaitu α-MSH, ACTH dan β-endorfin.
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Proses sampling monyet ekor panjang (MEP) yang digunakan pada penelitian ini terbagi atas dua periode sampling.
Periode sampling pertama,
telah dilakukan pada bulan Agustus 2002 sampai September 2005, yang meliputi kegiatan persiapan hewan penelitian dengan metode perfusi jaringan yang dilakukan di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) Institut Pertanian Bogor. Sedangkan periode sampling kedua, dilakukan untuk melengkapi sampel MEP periode sebelumnya, yang dimulai dari bulan November 2006 sampai Juni 2007. Adapun kegiatan pada periode tersebut meliputi proses pembuatan preparat histologi dari jaringan hipofise dan kulit, pewarnaan histokimia, serta pengamatan hasil penelitian. Kegiatan ini dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Hewan penelitian Penelitian ini menggunakan organ hipofise dan jaringan kulit yang diambil di bagian kepala dan perut MEP. Hewan yang digunakan terdiri atas dua periode sampel. Sampel periode pertama adalah pemanfaatan hasil sampling MEP yang diperoleh dari Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor.
Adapun
tingkatan umur MEP periode pertama terdiri atas: fetus MEP umur 55 hari (F-55) kebuntingan yang khusus digunakan untuk pengambilan kulit perut, fetus umur 70 hari (F-70), 85 hari (F-85), 100 hari (F-100), 120 hari (F-120) dan 150 hari (F-150), serta anak umur 1 bulan (P-1) dan 3 bulan (P-3), dengan jumlah satu ekor untuk setiap tingkatan umur. Pelaksanaan sampling dilakukan dibawah pengawasan dan persetujuan Komisi Kesejahteraan Hewan (Animal Care and Use Committee/ACUC) PSSP, LPPM-IPB nomor 02-0030IR. Sampel periode kedua adalah pengambilan sampel MEP untuk melengkapi tingkatan umur MEP dari sampel periode pertama, yang terdiri atas: MEP anak umur 15 bulan (P-15), dewasa umur 50 bulan (P-50) dan 100 bulan (P-100), dengan jumlah satu ekor untuk setiap tingkatan umur. Sampel prenatal (fetus) dan postnatal (anak) dari sampel periode pertama, berasal dari induk MEP yang ditangkap dari alam, yang terlebih dahulu
dikarantina untuk pemeriksaan status kesehatan dan ditempatkan pada kandang individual.
Untuk menentukan umur fetus secara akurat, seluruh induk MEP
dikawinkan dengan metode time mating. Siklus menstruasi MEP betina diamati melalui teknik usap vagina sebelum dikawinkan. Pada penelitian ini hanya indukinduk yang memiliki siklus menstruasi yang teratur saja yang dijadikan sebagai indukan fetus. Induk betina yang terpilih, selanjutnya dipindahkan ke kandang kawin. Masa subur induk betina ditandai dengan adanya sekresi lendir vagina yang encer dan bening, kondisi ini biasanya terlihat pada hari ke-11 siklus menstruasi.
Saat betina memasuki masa subur, MEP jantan dimasukkan ke
kandang kawin untuk disatukan dengan induk betina selama 3 hari. Penentuan hari ke-0 kebuntingan dihitung mulai dari hari ke-2 penggabungan dengan standar deviasi satu hari. Proses sampling untuk sampel periode pertama dilakukan oleh PSSP IPB. Sampel periode kedua, merupakan hasil tangkapan dari alam, kemudian di tempatkan di kandang individu dan diperiksa status kesehatan serta ditentukan kisaran umurnya. Penentuan kisaran umur MEP, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap pertumbuhan dan pergantian gigi (Fortman et al. 2002). Bahan penelitian Untuk keperluan perfusi, fiksasi, dehidrasi dan parafinisasi jaringan, secara berurutan digunakan paraformaldehid 0.2% dalam phosphate buffered saline (PBS) 0.1 M pH 7.4; normal bufer formalin 10%, alkohol bertingkat, silol dan parafin histoplast dengan titik leleh 56-57oC. Bahan untuk pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) adalah pewarna hematoksilin delafield, pewarna eosin dalam alkohol dan Entelan®. Untuk pewarnaan Masson’s trichrome (MT) modifikasi Goldner digunakan bahan pewarna ponceau 2R, orange G dan lightgreen. Sedangkan untuk pewarnaan imunohistokimia digunakan larutan PBS, aquades, larutan 3% hidrogen peroksida, larutan 10% normal goat serum (Vector Laboratories, Inc), anti human ACTH rabbit serum (1:750) (Gift. NIIDK, USA), 0.02 anti rabbit IgG goat serum (Vector Laboratories, Inc), larutan 0.03% 3.3-Diaminobenzidine (DAB) dan 2% silan (3-aminopropyltrihexysilane/APES) dalam aseton. Sedangkan untuk pewarnaan latar belakang digunakan pewarna hematoksilin.
Alat penelitian Adapun alat-alat yang digunakan untuk perfusi dan fikasasi jaringan terdiri atas 1 set pompa perfusi, jarum kupu-kupu, skalpel, gunting, tang arteri, needle holder, pinset, spuit suntik, benang cat gut, tampon, gouce dan wadah penyimpanan jaringan. Untuk proses parafinisasi dan pemotongan jaringan digunakan gelas piala, inkubator, sliding microtome dan gelas objek. Untuk pewarnaan HE alat yang digunakan adalah rak, gelas objek dan gelas penutup, sedangkan kotak lembab, mikropipet dan timer digunakan untuk pewarnaan imunohistokimia. Selanjutnya untuk pengamatan hasil penelitian digunakan mikroskop cahaya dan mikrofotografi. Metode Pengambilan sampel periode pertama Induk MEP yang positif bunting terlebih dahulu dibius dan dilakukan laparotomi medianus untuk mengambil sampel fetus dari uterus. Selanjutnya, fetus dibius secara intraumbilikal dengan pentobarbital (0.1 ml/kg bobot badan), sedangkan anak MEP (P-1 dan P-3) dibius dengan anastetikum yang sama dengan dosis 20 mg/kg bobot badan secara intraperitonial. Dalam
keadaan
terbius,
fetus
MEP
dikorbankan
dengan
cara
mengeluarkan darah secara intrakardial dengan teknik perfusi. Perfusi dilakukan dengan menggunakan paraformaldehid 0.2% dalam PBS 0.1M, pH 7.4 pada suhu 37oC dengan kecepatan antara 15-20 ml/menit sebagai pre-rinse, dilanjutkan dengan larutan fiksatif 2% paraformaldehid dalam PBS 0.1M, pH 7.4 dengan suhu 4oC selama 20 menit pada kecepatan yang sama. Perfusi intrakardial terhadap sampel MEP, dilakukan dalam kondisi hewan terbius, yaitu dengan cara membuka rongga dada, aorta torakalis dijepit dengan penjepit arteri, kemudian jarum kupu yang telah dihubungkan dengan pompa perfusi dimasukkan ke dalam ventrikel kiri jantung. Setelah jantung membesar akibat terisi larutan pre-rinse, atrium kanan disayat agar darah dan larutan perfusi dapat keluar dari jantung. Apabila larutan perfusi yang keluar telah jernih, maka larutan perfusi diganti dengan larutan fiksatif paraformaldehid 4% dalam PBS, suhu 4oC selama 20 menit. Setelah proses perfusi selesai, selanjutnya diambil jaringan hipofise dan kulit, yaitu kulit di bagian kepala dan perut (khusus F-55, untuk pengamatan terhadap perkembangan kulit), dengan ukuran 0.5 cm2 untuk setiap tingkatan umur MEP. Seluruh sampel jaringan, selanjutnya difiksasi dengan larutan paraformaldehid 4%.
Sebagai stopping
point, sampel organ dimasukkan ke dalam larutan alkohol 70%.
Pengambilan sampel periode kedua Sampel periode kedua, terdiri atas seekor anak MEP umur 15 bulan (P-15) dan dua ekor MEP dewasa (P-50 dan P-100), masing-masing dibius dengan menggunakan anastetikum zoletil® dosis 10 mg/kg bobot badan secara intramuskular. Dalam kedaan terbius, hewan dikorbankan dengan cara membuka rongga dada untuk mengeluarkan darah dari jantung. Setelah darah keluar seluruhnya, dibuka tulang tengkorak untuk mengambil jaringan hipofise. Selain hipofise, diambil pula jaringan kulit kepala berukuran 0.5 cm2. Jaringan hipofise dan kulit yang diperoleh, dibilas dengan larutan NaCl fisiologis sebelum dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehid 4% selama 24 jam. Sebelum dimasukkan ke dalam alkohol 70% sebagai stopping point, jaringan dimasukkan ke dalam larutan asam pikrat tanpa larutan asam asetat glasial selama 3 jam. Proses pembuatan blok parafin dan pemotongan preparat Jaringan hipofise dan kulit dimasukkan ke dalam tissue cassette sebagai tahap awal untuk proses dehidrasi. Sampel jaringan direndam secara berurutan di dalam larutan alkohol 70%, 80%, 90% dan 95 % masing-masing selama 6 jam pada suhu kamar, diikuti dengan perendaman dalam larutan alkohol 100% (1, 2, 3), masing-masing selama 1 jam pada suhu kamar. Proses penjernihan (clearing) dilakukan dengan larutan silol (1, 2, 3), masing-masing selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan proses infiltrasi larutan paraffin dengan tiga kali pemindahan masing-masing selama 30 menit pada suhu 67oC. Proses selanjutnya adalah pembuatan blok parafin dengan cara merendam jaringan ke dalam parafin cair dan didinginkan dalam suhu kamar. Blok parafin jaringan hipofise dari sampel periode pertama dan kedua, disayat dengan menggunakan sliding microtom dengan ketebalan 10 µm secara serial dengan berpedoman kepada teknik pembagian daerah pemotongan hipofise babi (Sasaki et al. 1992). Teknik pemotongan ini dimaksudkan untuk menujukkan gambaran hipofise secara utuh tanpa harus mewarnai seluruh sayatan.
Sedangkan pemotongan blok jaringan kulit dari sampel periode
pertama dan kedua, dilakukan dengan penyayatan blok secara transversal, dengan ketebalan 5 µm untuk pewarnaan HE dan MT, serta 10 µm untuk pewarnaan IHK. Selanjutnya, sayatan jaringan yang diperoleh diletakkan pada gelas
objek
yang
sebelumnya
telah
dilapisi
(coating)
dengan
silan
(aminopropyltriehoxysilane/APES), dan ditetesi dengan aquades di atas hot-plate dengan suhu 37oC. Setelah kering, gelas objek diinkubasikan pada suhu 37oC selama satu malam. Sedangkan untuk keperluan pewarnaan HE dan MT, gelas objek tidak dilapisi dengan silan.
1
3 2
Gambar 13 Pembagian daerah pemotongan hipofise pada babi. Potongan a, b dan c adalah daerah medial, paramedial dan lateral. 1: neurohipofise, 2: pars intermedia, 3: adenohipofise (Sasaki et al. 1992).
Pewarnaan hematoksilin-eosin, Masson’s trichrome dan imunohistokimia Sayatan jaringan hipofise dan kulit pada gelas objek selanjutnya memasuki tahap deparafinisasi dan rehidrasi. Setelah kedua tahap tersebut, dilakukan proses pewarnaan dengan metode hematoksilin-eosin (HE) (Humason 1967), Masson,s trichrome (MT) modifikasi Goldner (Kiernan 1990) dan imunohistokimia (IHK) metode avidin-biotin-peroxidase complex (ABC method) (Hsu et al. 1981). Metode pewarnaan HE dan MT digunakan untuk mengamati morfologi dan identifikasi sel-sel penyusun PI dan perkembangan buluh darah dan jaringan ikat secara histologis, sedangkan dengan metode pewarnaan IHK dapat diketahui perkembangan dan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI serta aksis antara sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise dengan melanogenesis pada melanosit di epidermis dan folikel rambut kulit MEP. Pewarnaan IHK diawali dengan proses deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian jaringan dibilas tiga kali dengan aquades masing-masing 5 menit. Aquades yang berada disekitar jaringan pada gelas objek dikeringkan menggunakan kertas tisu, selanjutnya jaringan dilingkari dengan pena parafin, gelas objek diletakkan pada posisi mendatar di dalam kotak lembab. Jaringan diteteskan 3% hidrogen peroksida dalam aquades selama 15 menit pada suhu kamar.
Selanjutnya jaringan pada gelas objek diinkubasikan dengan 10%
normal goat serum (Vector Laboratories, Inc) selama 30 menit pada suhu kamar. Tahap berikutnya, jaringan pada gelas objek diinkubasikan dengan anti human ACTH rabbit serum dengan pengenceran 1 : 750 selama 1 malam pada suhu
4oC. dan diinkubasikan dengan antibodi sekunder, yaitu 0.02% anti rabbit IgG goat serum (Vector Laboratories, Inc) selama 30 menit pada suhu 37oC. Sebagai marker digunakan campuran 10 µl avidin dan 10 µl biotin (Vector Laboratories, Inc) dalam 1 ml PBS. dan diinkubasikan di dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 30 menit.
Untuk visualisasi hasil pewarnaan, jaringan diinkubasikan
dengan larutan 0.03% 3.3-diaminobenzidine (DAB) selama 20 menit sambil diamati di bawah mikroskop, selanjutnya dibilas dengan PBS. Untuk pewarnaan latar belakang, digunakan pewarna hematoksilin. Selanjutnya dilakukan dehidrasi dan clearing jaringan, lalu ditutup dengan gelas penutup (cover glass) dengan menggunakan bahan perekat Entelan®. Pengamatan Pengamatan hasil pewarnaan terhadap jaringan hipofise, meliputi: anatomi dan perkembangan PI hipofise MEP, perkembangan buluh darah dan jaringan ikat, serta perkembangan dan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise.
Sedangkan
pengamatan
terhadap
kulit
meliputi:
anatomi
dan
perkembangan struktur kulit MEP, perkembangan melanogenesis di epidermis dan folikel rambut serta aksis sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise - melanosit kulit MEP. Untuk mendeteksi sel-sel ir-MSH di PI hipofise dan melanosit kulit MEP, dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui reaksi yang terjadi antara anti human ACTH rabbit serum dengan ACTH. Teknik ini dapat dilakukan, karena ACTH merupakan prekursor α-MSH, baik di sel-sel melanotrop PI maupun di melanosit kulit. Analisis Hasil Pengamatan kepadatan (densitas) sel dan intensitas warna yang dihasilkan pada pewarnaan HE dan IHK, buluh darah dan jaringan ikat pada pewarnaan MT, dilakukan dengan metode skoring. Adapun kriteria pemberian skor terhadap densitas sel-sel asidofil dan basofil, buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise serta sel-sel ir-ACTH-MSH, berkisar antara negatif (-) untuk sel yang tidak teramati, positif satu (+) untuk densitas jarang, sampai dengan positif empat (++++) untuk densitas terpadat. Sedangkan kriteria skor untuk intensitas pewarnaan pada distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise, berkisar antara negatif (-) untuk warna yang tidak dihasilkan, positif satu (+) untuk intensitas sangat lemah sampai dengan positif empat (++++) untuk intesitas sangat kuat. Adapun data mengenai anatomi dan perkembangan struktur kulit MEP serta aksis sel-sel ir-ACTH-MSH PI - melanosit kulit MEP diolah secara deskriptif.
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Proses sampling monyet ekor panjang (MEP) yang digunakan pada penelitian ini terbagi atas dua periode sampling.
Periode sampling pertama,
telah dilakukan pada bulan Agustus 2002 sampai September 2005, yang meliputi kegiatan persiapan hewan penelitian dengan metode perfusi jaringan yang dilakukan di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) Institut Pertanian Bogor. Sedangkan periode sampling kedua, dilakukan untuk melengkapi sampel MEP periode sebelumnya, yang dimulai dari bulan November 2006 sampai Juni 2007. Adapun kegiatan pada periode tersebut meliputi proses pembuatan preparat histologi dari jaringan hipofise dan kulit, pewarnaan histokimia, serta pengamatan hasil penelitian. Kegiatan ini dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Hewan penelitian Penelitian ini menggunakan organ hipofise dan jaringan kulit yang diambil di bagian kepala dan perut MEP. Hewan yang digunakan terdiri atas dua periode sampel. Sampel periode pertama adalah pemanfaatan hasil sampling MEP yang diperoleh dari Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor.
Adapun
tingkatan umur MEP periode pertama terdiri atas: fetus MEP umur 55 hari (F-55) kebuntingan yang khusus digunakan untuk pengambilan kulit perut, fetus umur 70 hari (F-70), 85 hari (F-85), 100 hari (F-100), 120 hari (F-120) dan 150 hari (F-150), serta anak umur 1 bulan (P-1) dan 3 bulan (P-3), dengan jumlah satu ekor untuk setiap tingkatan umur. Pelaksanaan sampling dilakukan dibawah pengawasan dan persetujuan Komisi Kesejahteraan Hewan (Animal Care and Use Committee/ACUC) PSSP, LPPM-IPB nomor 02-0030IR. Sampel periode kedua adalah pengambilan sampel MEP untuk melengkapi tingkatan umur MEP dari sampel periode pertama, yang terdiri atas: MEP anak umur 15 bulan (P-15), dewasa umur 50 bulan (P-50) dan 100 bulan (P-100), dengan jumlah satu ekor untuk setiap tingkatan umur. Sampel prenatal (fetus) dan postnatal (anak) dari sampel periode pertama, berasal dari induk MEP yang ditangkap dari alam, yang terlebih dahulu
dikarantina untuk pemeriksaan status kesehatan dan ditempatkan pada kandang individual.
Untuk menentukan umur fetus secara akurat, seluruh induk MEP
dikawinkan dengan metode time mating. Siklus menstruasi MEP betina diamati melalui teknik usap vagina sebelum dikawinkan. Pada penelitian ini hanya indukinduk yang memiliki siklus menstruasi yang teratur saja yang dijadikan sebagai indukan fetus. Induk betina yang terpilih, selanjutnya dipindahkan ke kandang kawin. Masa subur induk betina ditandai dengan adanya sekresi lendir vagina yang encer dan bening, kondisi ini biasanya terlihat pada hari ke-11 siklus menstruasi.
Saat betina memasuki masa subur, MEP jantan dimasukkan ke
kandang kawin untuk disatukan dengan induk betina selama 3 hari. Penentuan hari ke-0 kebuntingan dihitung mulai dari hari ke-2 penggabungan dengan standar deviasi satu hari. Proses sampling untuk sampel periode pertama dilakukan oleh PSSP IPB. Sampel periode kedua, merupakan hasil tangkapan dari alam, kemudian di tempatkan di kandang individu dan diperiksa status kesehatan serta ditentukan kisaran umurnya. Penentuan kisaran umur MEP, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap pertumbuhan dan pergantian gigi (Fortman et al. 2002). Bahan penelitian Untuk keperluan perfusi, fiksasi, dehidrasi dan parafinisasi jaringan, secara berurutan digunakan paraformaldehid 0.2% dalam phosphate buffered saline (PBS) 0.1 M pH 7.4; normal bufer formalin 10%, alkohol bertingkat, silol dan parafin histoplast dengan titik leleh 56-57oC. Bahan untuk pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) adalah pewarna hematoksilin delafield, pewarna eosin dalam alkohol dan Entelan®. Untuk pewarnaan Masson’s trichrome (MT) modifikasi Goldner digunakan bahan pewarna ponceau 2R, orange G dan lightgreen. Sedangkan untuk pewarnaan imunohistokimia digunakan larutan PBS, aquades, larutan 3% hidrogen peroksida, larutan 10% normal goat serum (Vector Laboratories, Inc), anti human ACTH rabbit serum (1:750) (Gift. NIIDK, USA), 0.02 anti rabbit IgG goat serum (Vector Laboratories, Inc), larutan 0.03% 3.3-Diaminobenzidine (DAB) dan 2% silan (3-aminopropyltrihexysilane/APES) dalam aseton. Sedangkan untuk pewarnaan latar belakang digunakan pewarna hematoksilin.
Alat penelitian Adapun alat-alat yang digunakan untuk perfusi dan fikasasi jaringan terdiri atas 1 set pompa perfusi, jarum kupu-kupu, skalpel, gunting, tang arteri, needle holder, pinset, spuit suntik, benang cat gut, tampon, gouce dan wadah penyimpanan jaringan. Untuk proses parafinisasi dan pemotongan jaringan digunakan gelas piala, inkubator, sliding microtome dan gelas objek. Untuk pewarnaan HE alat yang digunakan adalah rak, gelas objek dan gelas penutup, sedangkan kotak lembab, mikropipet dan timer digunakan untuk pewarnaan imunohistokimia. Selanjutnya untuk pengamatan hasil penelitian digunakan mikroskop cahaya dan mikrofotografi. Metode Pengambilan sampel periode pertama Induk MEP yang positif bunting terlebih dahulu dibius dan dilakukan laparotomi medianus untuk mengambil sampel fetus dari uterus. Selanjutnya, fetus dibius secara intraumbilikal dengan pentobarbital (0.1 ml/kg bobot badan), sedangkan anak MEP (P-1 dan P-3) dibius dengan anastetikum yang sama dengan dosis 20 mg/kg bobot badan secara intraperitonial. Dalam
keadaan
terbius,
fetus
MEP
dikorbankan
dengan
cara
mengeluarkan darah secara intrakardial dengan teknik perfusi. Perfusi dilakukan dengan menggunakan paraformaldehid 0.2% dalam PBS 0.1M, pH 7.4 pada suhu 37oC dengan kecepatan antara 15-20 ml/menit sebagai pre-rinse, dilanjutkan dengan larutan fiksatif 2% paraformaldehid dalam PBS 0.1M, pH 7.4 dengan suhu 4oC selama 20 menit pada kecepatan yang sama. Perfusi intrakardial terhadap sampel MEP, dilakukan dalam kondisi hewan terbius, yaitu dengan cara membuka rongga dada, aorta torakalis dijepit dengan penjepit arteri, kemudian jarum kupu yang telah dihubungkan dengan pompa perfusi dimasukkan ke dalam ventrikel kiri jantung. Setelah jantung membesar akibat terisi larutan pre-rinse, atrium kanan disayat agar darah dan larutan perfusi dapat keluar dari jantung. Apabila larutan perfusi yang keluar telah jernih, maka larutan perfusi diganti dengan larutan fiksatif paraformaldehid 4% dalam PBS, suhu 4oC selama 20 menit. Setelah proses perfusi selesai, selanjutnya diambil jaringan hipofise dan kulit, yaitu kulit di bagian kepala dan perut (khusus F-55, untuk pengamatan terhadap perkembangan kulit), dengan ukuran 0.5 cm2 untuk setiap tingkatan umur MEP. Seluruh sampel jaringan, selanjutnya difiksasi dengan larutan paraformaldehid 4%.
Sebagai stopping
point, sampel organ dimasukkan ke dalam larutan alkohol 70%.
Pengambilan sampel periode kedua Sampel periode kedua, terdiri atas seekor anak MEP umur 15 bulan (P-15) dan dua ekor MEP dewasa (P-50 dan P-100), masing-masing dibius dengan menggunakan anastetikum zoletil® dosis 10 mg/kg bobot badan secara intramuskular. Dalam kedaan terbius, hewan dikorbankan dengan cara membuka rongga dada untuk mengeluarkan darah dari jantung. Setelah darah keluar seluruhnya, dibuka tulang tengkorak untuk mengambil jaringan hipofise. Selain hipofise, diambil pula jaringan kulit kepala berukuran 0.5 cm2. Jaringan hipofise dan kulit yang diperoleh, dibilas dengan larutan NaCl fisiologis sebelum dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehid 4% selama 24 jam. Sebelum dimasukkan ke dalam alkohol 70% sebagai stopping point, jaringan dimasukkan ke dalam larutan asam pikrat tanpa larutan asam asetat glasial selama 3 jam. Proses pembuatan blok parafin dan pemotongan preparat Jaringan hipofise dan kulit dimasukkan ke dalam tissue cassette sebagai tahap awal untuk proses dehidrasi. Sampel jaringan direndam secara berurutan di dalam larutan alkohol 70%, 80%, 90% dan 95 % masing-masing selama 6 jam pada suhu kamar, diikuti dengan perendaman dalam larutan alkohol 100% (1, 2, 3), masing-masing selama 1 jam pada suhu kamar. Proses penjernihan (clearing) dilakukan dengan larutan silol (1, 2, 3), masing-masing selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan proses infiltrasi larutan paraffin dengan tiga kali pemindahan masing-masing selama 30 menit pada suhu 67oC. Proses selanjutnya adalah pembuatan blok parafin dengan cara merendam jaringan ke dalam parafin cair dan didinginkan dalam suhu kamar. Blok parafin jaringan hipofise dari sampel periode pertama dan kedua, disayat dengan menggunakan sliding microtom dengan ketebalan 10 µm secara serial dengan berpedoman kepada teknik pembagian daerah pemotongan hipofise babi (Sasaki et al. 1992). Teknik pemotongan ini dimaksudkan untuk menujukkan gambaran hipofise secara utuh tanpa harus mewarnai seluruh sayatan.
Sedangkan pemotongan blok jaringan kulit dari sampel periode
pertama dan kedua, dilakukan dengan penyayatan blok secara transversal, dengan ketebalan 5 µm untuk pewarnaan HE dan MT, serta 10 µm untuk pewarnaan IHK. Selanjutnya, sayatan jaringan yang diperoleh diletakkan pada gelas
objek
yang
sebelumnya
telah
dilapisi
(coating)
dengan
silan
(aminopropyltriehoxysilane/APES), dan ditetesi dengan aquades di atas hot-plate dengan suhu 37oC. Setelah kering, gelas objek diinkubasikan pada suhu 37oC selama satu malam. Sedangkan untuk keperluan pewarnaan HE dan MT, gelas objek tidak dilapisi dengan silan.
1
3 2
Gambar 13 Pembagian daerah pemotongan hipofise pada babi. Potongan a, b dan c adalah daerah medial, paramedial dan lateral. 1: neurohipofise, 2: pars intermedia, 3: adenohipofise (Sasaki et al. 1992).
Pewarnaan hematoksilin-eosin, Masson’s trichrome dan imunohistokimia Sayatan jaringan hipofise dan kulit pada gelas objek selanjutnya memasuki tahap deparafinisasi dan rehidrasi. Setelah kedua tahap tersebut, dilakukan proses pewarnaan dengan metode hematoksilin-eosin (HE) (Humason 1967), Masson,s trichrome (MT) modifikasi Goldner (Kiernan 1990) dan imunohistokimia (IHK) metode avidin-biotin-peroxidase complex (ABC method) (Hsu et al. 1981). Metode pewarnaan HE dan MT digunakan untuk mengamati morfologi dan identifikasi sel-sel penyusun PI dan perkembangan buluh darah dan jaringan ikat secara histologis, sedangkan dengan metode pewarnaan IHK dapat diketahui perkembangan dan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI serta aksis antara sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise dengan melanogenesis pada melanosit di epidermis dan folikel rambut kulit MEP. Pewarnaan IHK diawali dengan proses deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian jaringan dibilas tiga kali dengan aquades masing-masing 5 menit. Aquades yang berada disekitar jaringan pada gelas objek dikeringkan menggunakan kertas tisu, selanjutnya jaringan dilingkari dengan pena parafin, gelas objek diletakkan pada posisi mendatar di dalam kotak lembab. Jaringan diteteskan 3% hidrogen peroksida dalam aquades selama 15 menit pada suhu kamar.
Selanjutnya jaringan pada gelas objek diinkubasikan dengan 10%
normal goat serum (Vector Laboratories, Inc) selama 30 menit pada suhu kamar. Tahap berikutnya, jaringan pada gelas objek diinkubasikan dengan anti human ACTH rabbit serum dengan pengenceran 1 : 750 selama 1 malam pada suhu
4oC. dan diinkubasikan dengan antibodi sekunder, yaitu 0.02% anti rabbit IgG goat serum (Vector Laboratories, Inc) selama 30 menit pada suhu 37oC. Sebagai marker digunakan campuran 10 µl avidin dan 10 µl biotin (Vector Laboratories, Inc) dalam 1 ml PBS. dan diinkubasikan di dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 30 menit.
Untuk visualisasi hasil pewarnaan, jaringan diinkubasikan
dengan larutan 0.03% 3.3-diaminobenzidine (DAB) selama 20 menit sambil diamati di bawah mikroskop, selanjutnya dibilas dengan PBS. Untuk pewarnaan latar belakang, digunakan pewarna hematoksilin. Selanjutnya dilakukan dehidrasi dan clearing jaringan, lalu ditutup dengan gelas penutup (cover glass) dengan menggunakan bahan perekat Entelan®. Pengamatan Pengamatan hasil pewarnaan terhadap jaringan hipofise, meliputi: anatomi dan perkembangan PI hipofise MEP, perkembangan buluh darah dan jaringan ikat, serta perkembangan dan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise.
Sedangkan
pengamatan
terhadap
kulit
meliputi:
anatomi
dan
perkembangan struktur kulit MEP, perkembangan melanogenesis di epidermis dan folikel rambut serta aksis sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise - melanosit kulit MEP. Untuk mendeteksi sel-sel ir-MSH di PI hipofise dan melanosit kulit MEP, dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui reaksi yang terjadi antara anti human ACTH rabbit serum dengan ACTH. Teknik ini dapat dilakukan, karena ACTH merupakan prekursor α-MSH, baik di sel-sel melanotrop PI maupun di melanosit kulit. Analisis Hasil Pengamatan kepadatan (densitas) sel dan intensitas warna yang dihasilkan pada pewarnaan HE dan IHK, buluh darah dan jaringan ikat pada pewarnaan MT, dilakukan dengan metode skoring. Adapun kriteria pemberian skor terhadap densitas sel-sel asidofil dan basofil, buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise serta sel-sel ir-ACTH-MSH, berkisar antara negatif (-) untuk sel yang tidak teramati, positif satu (+) untuk densitas jarang, sampai dengan positif empat (++++) untuk densitas terpadat. Sedangkan kriteria skor untuk intensitas pewarnaan pada distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise, berkisar antara negatif (-) untuk warna yang tidak dihasilkan, positif satu (+) untuk intensitas sangat lemah sampai dengan positif empat (++++) untuk intesitas sangat kuat. Adapun data mengenai anatomi dan perkembangan struktur kulit MEP serta aksis sel-sel ir-ACTH-MSH PI - melanosit kulit MEP diolah secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Anatomi dan perkembangan PI hipofise MEP Secara makroskopis pars intermedia (PI) hipofise MEP terletak di medial hipofise yang berbatasan dengan pars distalis (PD) dan pars nervosa (PN). Posisi PI dan PD dipisahkan oleh hypophyseal cleft (HC), sedangkan pada F-70 sampai dengan P-3, PI dan PN membentuk satu kesatuan yang disebut lobus neurointermedia. Di bagian rostral, PI berhubungan langsung dengan pars tuberalis (PT) adenohipofise dan bagian rostral dari PN, di bagian medial berbatasan dengan bagian caudal anterior PD, sedangkan di bagian distal berhubungan dengan bagian caudal dari PD dan caudal dari PN. Selanjutnya, bagian rostral dan distal PI akan bersatu dengan bagian caudal PD, seperti yang diamati pada P-15. Secara tiga dimensi terlihat bahwa sebagian besar jaringan PN dikelilingi oleh PI sedangkan PI dikelilingi oleh PD yang pisahkan oleh HC pada MEP di bawah umur P-15 (Gambar 14). Sedangkan pada P-15, P-50 dan P-100, HC telah menghilang. Perkembangan
PI
hipofise
MEP,
berhubungan
erat
dengan
perkembangan dan penyebaran sel-sel penyusun PI pada berbagai tingkatan umur (Tabel 2), yang dapat menunjukkan eksistensi PI pada periode pre dan postnatal serta dewasa (Gambar 15). Pada potongan medial dan paramedial F-70, PI berukuran kecil dan belum berkembang serta masih terlihat seperti garis tipis memanjang di bagian medial PI.
Pada umur tersebut, HC masih
membentuk celah yang luas diantara PD dan PI, terutama di bagian medial sampai distal PI, sedangkan di rostral, HC sedikit menyempit. Adapun jenis sel yang terlihat pada F-70, masih didominasi oleh sel-sel asidofil, sedangkan sel-sel basofil (melanotrop dan kortikotrop) belum teridentifikasi (Gambar 15A). Pada F-100, F-120 dan F-150, terjadi perubahan bentuk dari PI yang ditandai dengan terjadinya perubahan ukuran PI, terutama di bagian medial dan distal. Keadaan ini berkorelasi positif dengan peningkatan jumlah dan ukuran selsel penyusun PI. Sel-sel basofil mulai mendominasi bagian rostral dan medial di daerah yang berbatasan langsung dengan PN, sedangkan di distal masih didominasi oleh sel-sel asidofil. Selanjutnya, pada F-100 dan F-120, terjadi penyempitan HC terutama di rostral, sedangkan pada F-150, HC mulai menyempit di distal PI (Gambar 15B dan 15C).
A
B PD
hc
hc
PD
PN
PN
C
r PD
hc
m
PN
PI d
Gambar 14 Gambaran tiga dimensi hipofise MEP F-150. A. Potongan lateral dengan bagian terbesar PD, sebagian kecil PN, PI belum teramati; B. potongan paramedial, seluruh bagian hipofise telah teramati, namun PI masih berbentuk garis lurus; C. potongan medial, menunjukkan bagian PI (rostral, medial dan distal). PD= pars distalis, PI= pars intermedia, PN= pars nervosa, hc= hypophyseal cleft, r= rostral, m= medial, d= distal. Pewarnaan HE. Bar: 100 μm (A, B, C).
Tabel 2 Densitas sel-sel asidofil dan basofil PI hipofise MEP pada berbagai tingkatan umur (potongan medial) Umur MEP F-70 F-85 F-100 F-120 F-150 P-1 P-3 P-15 P-50 P-100
Rostral A ++ ++ ++ ++ + ++ + + -
B + ++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++ + -
Zona Pars Intermedia Medial A B ++ ++ ++ +++ ++ +++ +++ +++ ++ ++++ +++ ++++ + ++++ + +++ ++ ++ ++
A +++ ++ +++ ++ ++ ++ + + + -
Distal B ++ +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++ +
Keterangan: F= fetus, P= postnatal, A= asidofilik, B= basofilik, - tidak ditemukan, + jarang, ++ kurang padat, +++ padat, ++++ sangat padat
A
A’
PD
PI
PN
hc B
B’
PD
PI
PN
hc
C’
C
PD
hc PN PI D’
D PD
PI
PN
Gambar 15 Perkembangan dan penyebaran sel-sel asidofil dan basofil PI hipofise MEP. Pada F-70 (A), F-100 (B), F-150 (C) dan P-100 (D). Inset: A’ memperlihatkan bagian rostral PI F-70 yang didominasi oleh sel-sel asidofil (kepala panah); penyebaran sel-sel basofil (tanda panah) di bagian rostral (B’), distal (C’), dan medial (D’). PD= pars distalis, PI= pars intermedia, PN= pars nervosa, hc= hypophyseal cleft. Pewarnaan HE. Bar: 100 μm (A, B, C, D), 30 μm (A’, B’) dan 50 μm (C’, D’).
Pada MEP P-1 mulai teramati penurunan jumlah sel-sel asidofil dan terus berlanjut pada P-3 dan P-15. Sedangkan penurunan jumlah sel basofil mulai teramati pada P-15, ditandai dengan ditemukannya sel-sel basofil berinti gelap (sel inaktif) serta menghilangnya granul-granul di sitoplasma sel. Pada P-100, populasi kedua jenis sel semakin berkurang dan hanya tersisa di bagian medial PI yang menjulur ke jaringan parenkim PN, sedangkan bagian rostral dan distal PI sudah menghilang dan bersatu dengan PD dan PN (Gambar 15D). Perkembangan PI hipofise pada MEP P-1 dan P-3 masih berlangsung, terutama teramati dari peningkatan jumlah sel-sel basofil. Posisi PI masih terpisah dari PD pada P-1 dan P-3, ditandai masih eksisnya HC di bagian medial PI. Tetapi pada P-15, HC menghilang sehingga PD, PI dan PN telah bersatu. Pada umur tersebut, ditemukan penjuluran jaringan parenkim PI di bagian medial dan distal ke jaringan parenkim PN, sedangkan di rostral, PI bersatu dengan bagian caudo-anterior PD. Perkembangan buluh darah dan jaringan ikat di PI hipofise Jaringan ikat dan buluh darah di PI mulai ditemukan pada F-85, yaitu di bagian distal yang berbatasan langsung dengan PN. Perkembangan semakin meningkat pada F-120 dan F-150, pada kedua umur fetus tersebut buluh darah dan jaringan ikat yang berasal dari PN mulai memasuki jaringan parenkim PI, yaitu di bagian rostral dan distal. Sedangkan perkembangan buluh darah dan jaringan ikat di medial dapat diamati pada P-1 dan stabil hingga P-100. Pada P-50, buluh darah dan jaringan ikat yang berasal dari PN semakin padat dan ukuran buluh darah di distal PI semakin membesar. Peningkatan kepadatan buluh darah dan jaringan ikat dapat diamati di rostral dan distal PI pada P-15 dan P-50 dan stabil di medial pada P-100. Pada P-50, buluh darah dan jaringan ikat PI telah bersatu dengan buluh darah dan jaringan ikat PD dan PN. Bersatunya jaringan parenkim PI dengan PN dan PD ditunjukkan dengan adanya beberapa penjuluran dari jaringan PI, yaitu ke arah PD di bagian medial dan ke arah PN di bagian distal, sedangkan di rostral tidak terlihat adanya penjuluran jaringan PI, karena jaringan PI telah menghilang, sehingga PT adenohipofise dan bagian anterior PN bersatu (Gambar 16).
A
A’ r PD
bd
bd
PN
m hc PI
d
bd B’
B
bd PN
r PD
B’’
m
bd
hc d C
r
C’ bd
PD m C’’
PI d
bd PN ahp
Gambar 16 Perkembangan buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise MEP. Pada F-100 (A), P-3 (B), dan P-50 (C). Inset: memperlihatkan penyebaran buluh darah (bd) dan jaringan ikat (tanda panah) di distal PI F-100 (A’); di bagian medial dan distal P-3 (B’, B’’); di rostral dan distal P-50 (C’, C’’). PD= pars distalis, PI= pars intermedia, PN= pars nervosa, hc= hypophyseal cleft, ahp= arteri hipofise posterior. Pewarnaan MT. Bar: 100 μm (A, B, C), 30 μm (A’, B’, C’) dan 50 μm (C’’).
Tabel 3 Perkembangan buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise MEP pada berbagai tingkatan umur (potongan medial) dengan pewarnaan Masson’s trichrome Umur MEP F-70 F-85 F-100 F-120 F-150 P-1 P-3 P-15 P-50 P-100
Rostral bd + ++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ -
ji + + +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ -
Zona Pars Intermedia Medial bd ji + + + + ++ ++ ++ ++ ++ +++ ++ +++ ++++ +++ ++++ ++++ +++ +++
bd ++ ++ ++ ++ ++ +++ +++ ++++ -
Distal ji + ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ ++++ +
Keterangan: F= fetus, P= postnatal, bd= buluh darah, ji= jaringan ikat, - tidak ditemukan, + jarang, ++ kurang padat, +++ padat, ++++ sangat padat
Perkembangan dan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP Densitas sel-sel ir-ACTH-MSH telah teramati pada F-70, terutama di rostral dan distal PI, sedangkan di medial masih jarang. Selain itu, distribusi sel belum merata dan intensitasnya masih lemah. Pada F-85, pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH masih menyerupai pola distribusi pada F-70, namun pada umur tersebut telah ditemukan peningkatan jumlah sel terutama di rostral dan distal PI dengan intensitas kuat di bagian rostral PI yang berbatasan dengan bagian caudo- anterior PD dan PN, sedangkan di distal, intensitasnya masih lemah. Pada F-100, densitas dan intensitas sel-sel ir-ACTH-MSH semakin meningkat, namun masih memiliki pola distribusi yang sama dengan F-70 dan F-85. Pada daerah yang berbatasan langsung dengan PN, intensitas sel-sel ir-ACTH-MSH lebih kuat dibandingkan dengan daerah PI yang berhadapan dengan HC. Pada potongan paramedial, PI telah mengelilingi PN. Pada F-120, ditemukan perubahan pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di jaringan PI. Sel-sel tersebut tersebar merata di seluruh bagian PI (potongan medial), yaitu di rostral, medial. Pola distribusi sel kembali berubah pada F-150, yang ditandai dengan bersatunya PI dengan PT dan PN di bagian rostral dan terjadi penurunan densitas sel-sel ir-ACTH-MSH dan intensitas pewarnaan, sedangkan di medial dan distal densitasnya sama. Peningkatan densitas sel dan intensitas pewarnaan ditemukan di distal PI yang bersatu dengan PN dan masih terpisah dengan PD oleh HC. Kondisi demikian juga dapat diamati pada P-1 dan P-3, namun intensitas warna di medial yang berhadapan dengan HC telah sama dengan daerah yang berhubungan dengan PN.
A
A’ r m d
B
B’ r m d
C
C’ r m d
D
D’ r m d
E
E’
r
m
Gambar 17 Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP. Pada F-70 (A), F-85 (B), F120 (C), P-1 (D) dan P-50 (E). Inset: memperlihatkan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH (tanda panah) di rostral F-70 (A’); di distal F-85 (B’); di rostral F-100 (C’) dengan densitas dan intensitas mulai meningkat; di distal F-120 (D’) dengan densitas dan intensitas semakin meningkat; serta di medial P-50 (E’) dengan densitas dan intensitas menurun. r= rostral, m= medial, d= distal. Bar: 100 μm (A, B, C, D, E), dan 30 μm (A’, B’, C’, D’, E’).
Tabel 4 Distribusi dan sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP pada berbagai tingkatan umur (potongan medial) Umur MEP
Rostral d i ++ +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ +++ +++ +++ ++++ +++ ++++ +++ ++ ++ ++ ++ -
F-70 F-85 F-100 F-120 F-150 P-1 P-3 P-15 P-50 P-100
Keterangan: F= fetus, +jarang/sangat lemah, padat/sangat kuat
Zona Pars Intermedia Medial d i + + ++ ++ +++ +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ + ++ ++ ++ ++ ++
d ++ +++ +++ ++++ ++++ ++++ ++++ +++ +++ -
Distal i ++ ++ ++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++ + -
P= postnatal, d= densitas, i= intensitas, - tidak ditemukan, ++ kurang padat/lemah, +++ padat/kuat, ++++ sangat
Pada P-15 dan P-50, terjadi perubahan pola distribusi sel-sel ir-ACTHMSH, yaitu di rostral dan medial PI. Di kedua bagian tersebut densitas sel mulai menurun dan intensitasnya melemah, sedangkan di bagian distal, densitas sel masih padat tetapi intensitasnya melemah. Pada P-100, walaupun HC yang terletak diantara PI dan PD telah menghilang dan bagian PI semakin mengecil, namun sel-sel ir-ACTH-MSH masih eksis di medial, namun densitas sel dan intensitas di bagian medial semakin berkurang, sedangkan di rostral dan distal yang telah bersatu dengan PD dan PN sel-sel ir-ACTH-MSH tidak ditemukan lagi (Tabel 4 dan Gambar 17). Anatomi dan perkembangan struktur kulit MEP Kulit MEP terdiri atas dua lapisan utama, yaitu lapisan epidermis, dan dermis serta hipodermis di profundalnya. Pada lapisan epidermis, ditemukan beberapa lapis sel epitel, yang didominasi oleh keratinosit, sedangkan melanosit ditemukan di stratum basale. Pada sitoplasma melanosit, ditemukan granulgranul berwarna gelap (melanosom), namun densitas granul tersebut lebih rendah dibandingkan dengan granul keratinosit. Selain itu, di dorsal stratum basale ditemukan keratinosit dengan jumlah lebih banyak dibandingkan melanosit (Gambar 18). Granul melanosom keratinosit lebih banyak di permukaan epidermis dan telah menyebar di ruang intersel. Selain di epidermis, melanosit dan keratinosit ditemukan pula di folikel rambut MEP yang terletak di lapisan dermis. Keberadaan kedua sel tersebut dapat diamati dari terbentuknya akumulasi pigmen melanin di bagian akar rambut yang menyebar ke batang rambut MEP.
Pada F-70, epidermis sudah terbentuk dan tersusun atas beberapa lapis sel, namun sel-sel tersebut belum dapat diidentifikasi karena bentuk dan susunan sel belum teratur. Secara umum, epidermis telah mulai bergelombang dan membentuk papila dermis. Selanjutnya, di dermis ditemukan beberapa bakal folikel rambut, namun akar dan batang rambut belum ditemukan. Sel-sel bakal keratinosit dan melanosit di epidermis dan folikel rambut belum berisi granul melanosom. Gambaran perkembangan struktur kulit pada F-70 tidak ditemukan pada kulit perut F55, yang hanya tersusun oleh selapis sel epitel yang disebut sel basal (Gambar 19A dan19B).
A
A’
e
sk
d sb f
h
ji fbr
B
B’
e
fbr
sb
sk
d
h
Gambar 18 Struktur kulit MEP. Kulit kepala MEP P-100 (A dan B) yang terdiri atas epidermis, dermis dan hipodermis. Inset: A’ dan B’ memperlihatkan lapisan epidermis dengan melanosit (tanda panah) dan keratinosit (kepala panah) di stratum basale. e= epidermis, d= dermis, h= hipodermis, sk= stratum korneum, sb= stratum basale, f= folikel rambut, ji= jaringan ikat dan fbr= sel fibroblas. Pewarnaan MT dan HE. Bar: 50 μm (A, B), 30 μm (A’, B’).
A
A’
h
e
sb
d
h e
B
B’ pd
er
sb
d
f h C
C’ e
sb d
h
f
Gambar 19 Perkembangan kulit MEP. Kulit perut F-55 (A), kulit kepala F-70 (B), dan kulit kepala P-100 (C). Inset: lapisan epidermis yang terdiri atas selapis sel epitel (sel basal) (tanda panah), papila dermis dan folikel rambut belum terbentuk (A’); epidermis telah tersusun atas beberapa lapis sel epitel (kepala panah), papila dermis dan folikel telah terbentuk (B’); serta struktur epidermis dan folikel rambut MEP dewasa (C’). e= epidermis, d= dermis, h= hipodermis, ep= epidermal ridge, pd= papila dermis, f= folikel rambut. Pewarnaan HE. Bar: 100 μm (B), 50 μm (A), 30 μm (A’, B’).
Perkembangan yang signifikan dari kulit kepala MEP ditemukan pada F-85 dan F-100. Sel-sel di lapisan epidermis telah bergranul dengan bentuk dan posisi sel yang mulai teratur, sel-sel tersebut diduga sebagai melanosit dan keratinosit. Sebagian besar folikel rambut telah tersebar di lapisan dermis dan sebagian kecil di epidermis. Penyebaran granul-granul melanin mulai teramati di bagian dorsal lapisan epidermis, demikian pula pada folikel rambut terutama di lapisan dermis. Gambaran tersebut juga ditemukan pada F-120, F-150 dan P-1.
Perkembangan struktur kulit kepala masih berlangsung hingga P-3 dan P-15. Secara umum, pada kedua umur MEP tersebut aktivitas melanosit dan keratinosit di epidermis dan folikel rambut di dermis dan hipodermis masih berlangsung yang ditandai dengan masih ditemukannya granul-granul melanin pada sel-sel di epidermis dan sel-sel di folikel rambut. Namun pada P-50 dan P-100, ditemukan penurunan jumlah folikel rambut yang berisi pigmen melanin. Sedangkan di melanosit dan keratinosit epidermis, masih ditemukan granulgranul melanosom, baik di sitoplasma maupun pada ruang intersel di lapisan superfisial epidermis yang berbatasan dengan stratum korneum. Perkembangan melanogenesis di epidermis dan folikel rambut Melanogenesis diamati dengan adanya reaksi imuno-positif ACTH-MSH di epidermis kulit. Pada F-70, melanogenesis mulai berlangsung, yaitu pada selsel epidermis dengan intensitas lemah (Gambar 20A), tetapi belum ditemukan di folikel rambut. Pada F-85, melanogenesis pada melanosit dan keratinosit di epidermis dan folikel rambut dapat diamati dengan terbentuknya pigmen melanin (Gambar 20B). Melanogenesis ditandai dengan teramatinya granul-granul berwarna coklat di sitoplasma sel lapisan epidermis dan folikel rambut yang menghasilkan akumulasi pigmen melanin di akar rambut. Pada folikel rambut yang belum berisi pigmen, sitoplasma sel menunjukkan hasil positif (granul kecoklatan). Selanjutnya pada F-100 dan F-120 ditemukan peningkatan melanogenesis secara signifikan dan bertahan hingga F-150, P-1 dan P-3. Pada rentang umur tersebut, melanogenesis pada epidermis masih mirip dengan melanogenesis pada tingkatan umur sebelumnya. Namun di folikel rambut ditemukan
adanya
perbedaan
aktivitas,
yaitu
pada
F-150
dan
P-1,
melanogenesis menunjukkan penurunan yang ditandai dengan berkurangnya jumlah folikel
berisi pigmen melanin. Sedangkan pada P-3, aktivitas tersebut
mulai teramati kembali (Gambar 20D). Pada P-15, melanogenesis di epidermis masih berlangsung, namun di folikel cenderung menurun, sedangkan pada P-50 dan P-100, terjadi penurunan melanogenesis, baik di epidermis maupun di folikel rambut (Gambar 20E).
A’
A e f
B
B’ e pm
f C
C’
e
f
D’
D
pm
f
E
E’ e f
Gambar 20 Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di epidermis dan folikel rambut kulit kepala MEP. Pada F-70 (A), F-85 (B), F-100 (C), P-3 (D) dan P50 (E). Inset: melanogenesis di epidermis (tanda panah) dan di folikel rambut (kepala panah) menunjukkan peningkatan aktivitas (A’, B’, C’, D’) dan mulai menurun terutama di folikel rambut pada P-50 (E’). e= epidermis, f= folikel rambut, pm= pigmen melanin. Bar: 100 μm (D), 50 μm (A, B, C, E) dan 30 μm (A’, B’, C’, D’, E’).
Aksis sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise – melanosit kulit MEP Perkembangan sel-sel ACTH-MSH di PI hipofise dan sel-sel ir-ACTHMSH di epidermis dan folikel rambut pada berbagai tingkatan umur, menunjukkan adanya korelasi positif. Sel-sel ir-ACTH-MSH di PI dapat diamati pada F-70, densitas dan intensitasnya semakin meningkat pada F-85, F-100, F-120, F-150, P-1 dan P-3 (Tabel 4). Pola distribusi yang cenderung meningkat pada rentang umur tersebut mirip dengan pola melanogenesis di epidermis dan folikel rambut kulit MEP. Pada tingkatan umur selanjutnya, yaitu P-15, P-50 dan P-100 terjadi perubahan pola distribusi sel-sel ACTH-MSH di PI. Densitas sel dan intensitas pewarnaan mulai menurun pada P-15, dan semakin jelas teramati pada P-50. Pada P-100, sel-sel ACTH-MSH hanya ditemukan di medial PI dengan densitas dan intensitas yang semakin menurun (Tabel 4). Perubahan pola distribusi selsel ir- ACTH-MSH di PI, menunjukkan perubahan pola melanogenesis di kulit kepala MEP. Seiring dengan berkurangnya densitas dan intensitas sel-sel ir-ACTH-MSH di PI, terlihat pula penurunan melanogenesis di epidermis dan folikel rambut, yaitu pada P-50 dan P-100. Namun pada rentang umur tersebut, densitas sel-sel
ir-ACTH-MSH di epidermis masih dapat diamati (Gambar 20).
Pembahasan Pars intermedia (PI) hipofise MEP terletak di bagian medial hipofise yang berbatasan dengan pars distalis dan pars nervosa. Posisi PI dan pars distalis dipisahkan oleh hypophyseal cleft, sedangkan PI dengan pars nervosa membentuk satu kesatuan yang disebut lobus neurointermedia. Dari potongan medial, PI hipofise MEP memanjang dari dorsal ke ventral yang terbagi atas zona rostral, medial dan distal. Gambaran bentuk PI hipofise MEP tersebut mirip dengan PI hipofise kambing (Charlotte 2002) dan kucing (Caceci 2007), namun belum ada data yang menjelaskan tentang eksistensi PI hipofise pada kedua hewan tersebut. Secara umum, perkembangan bentuk PI hipofise MEP pada masa pre dan postnatal mirip dengan pada babi, dengan posisi PI yang mengelilingi pars nervosa pada sisi anterior dan sebagian sisi lateral (Sasaki et al. 1992), tetapi berbeda dengan anjing beagle, yaitu dengan seluruh bagian pars nervosa dikelilingi oleh PI (Sasaki dan Nishioka 1998). Eksistensi PI hipofise MEP bertahan lebih lama pada MEP dewasa P-100 bila dibandingkan dengan manusia, sedangkan PI hipofise manusia mengalami rudimenter pada postnatal
dan
menjadi
bagian
non
fungsional
pada
masa
dewasa
(Carolla et al. 1990), yang ditandai dengan ditemukannya sel-sel PI di antara selsel pars distalis. Gabungan antara sel-sel PI dan pars distalis tersebut diduga berperan
sebagai
penghasil
proopiomelanocortin
(POMC)
dan
ACTH.
Sedangkan sisa hypophyseal cleft, selanjutnya membentuk sel-sel koloid di perbatasan pars distalis dengan pars nervosa (Aron et al. 1997). Perkembangan PI hipofise MEP pada F-70 telah memperlihatkan bentuk yang mirip dengan PI hipofise MEP anak dan dewasa serta telah berhubungan dengan hipotalamus dan terpisah dari atap stomodeum. Hal ini menunjukkan bahwa signaling molecules Bmp-2 dan Prop-1 yang berperan dalam pembentukan adenohipofise dari kantong Rathke, serta BMP-4 dan FGF-8 yang membentuk penjuluran diensefalon ke arah ventral (Kioussi et al. 1998) telah bekerja dengan sempurna. Perkembangan bentuk PI hipofise MEP menunjukkan adanya korelasi positif dengan perkembangan sel-sel granul sekretori PI, yaitu sel melanotrop (sel MSH) dan kortikotrop (sel ACTH). Perkembangan secara signifikan dari selsel PI hipofise MEP, ditunjukkan pada F-85 dan F-100, meskipun sebenarnya sel-sel ir-ACTH-MSH telah ditemukan pada F-70. Dari gambaran tersebut diduga bahwa sel-sel granul sekretori PI MEP telah ada sebelum F-70, karena pada PI
hipofise babi, sel-sel ir-ACTH telah terdeteksi pada hipofise babi umur 40 hari (Sasaki et al. 1992) dan pada hipofise fetus tikus umur 18 hari (Chatelain dan Dupouy 1981). Sel-sel MSH PI hipofise MEP diduga terdeteksi bersamaan atau setelah sel-sel ACTH, karena antibodi ACTH yang digunakan dapat untuk mendeteksi keberadaan sel MSH (melanotrop) melalui prekursornya, yaitu ACTH. Sehingga hasil yang diperoleh tidak spesifik dalam mengidentifikasi sel ACTH atau sel MSH di hipofise MEP, walaupun pada tahapan perkembangan selanjutnya, jaringan parenkim PI hipofise didominasi oleh sel-sel MSH (Perry et al. 1981; Kioussi et al. 1998). Distribusi sel-sel MSH dan ACTH di PI hipofise MEP dengan distribusi sel-sel asidofil dan basofil pada F-70 tidak ditemukan adanya kesesuaian. Hal ini diduga karena pada umur tersebut, seluruh sel-sel di PI hipofise MEP dominan menyerap warna eosin (asidofilik), sedangkan sel basofil belum ditemukan. Kondisi tersebut menunjukkan gambaran yang berbeda pada pewarnaan imunohistokimia terhadap antibodi ACTH pada F-70, yaitu telah ditemukannya sel-sel ir-ACTH-MSH yang tergolong basofilik di rostral PI. Perbedaan tersebut diduga berkaitan dengan belum sempurnanya diferensiasi kortikotrop dan melanotrop di PI hipofise MEP, sehingga sintesis hormon pada kedua sel tersebut belum optimal. Proses granulasi sel yang belum sempurna menjadikan sitoplasma sel lebih cepat menyerap warna eosin, sehingga sel lebih asidofilik. Peningkatan sintesis hormon di PI hipofise MEP, ditunjukkan dengan peningkatan densitas granul sekretori (Trautmann dan Fiebiger 1957), sehingga sitoplasmanya menyerap warna hematoksilin (basofilik). Sebaliknya, penurunan sintesis hormon, ditandai dengan berkurangnya sel-sel granul sekretori dengan sitoplasma tanpa granul, akibatnya ukuran PI hipofise MEP mengecil. Kondisi demikian ditemukan pula pada PI hipofise tikus dewasa dengan potensi proliferasi sel-sel melanotrop yang telah menurun (Saland 1981). Dari gambaran perkembangan dan anatomi PI hipofise MEP yang dihubungkan dengan penyebaran sel MSH dan ACTH, diduga bahwa eksistensi PI hipofise MEP berbeda dengan manusia dan mamalia lainnya dan bila diekstrapolasikan dengan manusia, eksistensi PI hipofise MEP lebih lama. Perkembangan dan eksistensi PI hipofise MEP sejalan dengan perkembangan buluh darah dan jaringan ikatnya. Keberadaan sistem portal hipofise sebagai sistem yang membawa faktor pelepas (melanocyte stimulating hormone releasing factor/MRF) dan faktor penghambat (melanocyte stimulating
releasing
factor/MIF)
serta
neurotransmiter
(dopamin)
dari
hipotalamus
(Brown 1994; Martini 2006), juga mengalami tahapan perkembangan seiring dengan pertambahan umur MEP.
Dari pengamatan terhadap perkembangan
buluh darah dan jaringan ikat di PI hipofise MEP, ditemukan kondisi jaringan parenkim PI yang relatif avaskular dibandingkan dengan pars distalis dan pars nervosa, terutama di medial, yaitu pada F-85 sampai dengan F-150.
Pola
distribusi buluh darah pada berbagai tingkatan umur (Tabel 3), menunjukkan pola yang sesuai dengan pola distribusi sel-sel granul sekretori PI hipofise MEP. Belum teramatinya buluh darah dan jaringan ikat di PI MEP F-70, diduga belum sempurnanya proses perkembangan sistem portal hipofise yang berperan sebagai
jalur
sekresi
dari
dan
menuju
PI
hipofise.
Kondisi
tersebut
mengakibatkan rendahnya konsentrasi faktor-faktor dan neurotransmiter yang berasal dari hipotalamus, sehingga perannya sebagai regulator sintesis hormon di sel-sel sekretori hormon PI masih terbatas.
Pada F-85 dan F-100,
perkembangan buluh darah di rostral, medial dan distal PI MEP berasal dari pars nervosa, hal ini berkaitan dengan posisi PI yang berdekatan dengan pars nervosa (lobus neurointermedia) (Perryman 1988). Aliran darah di PI hipofise berasal dari long portal vessel (LPV) di bagian rostral dan short portal vessel (SPV) di medial dan distal. SPV menghubungkan pars nervosa dan pars distalis yang sebagian besar terdapat di bagian posterior hipofise dan menembus jaringan parenkim PI di bagian distal sebelum mencapai pars distalis (Sasaki dan Iwama 1988), seperti yang diamati pada P-50 dengan bagian distal PI yang lebih vaskular. Perkembangan buluh darah di PI hipofise MEP sejalan dengan perkembangan jaringan ikat, hal ini disebabkan jaringan ikat berperan sebagai stabilisator bagi posisi buluh darah di jaringan interstisial suatu organ tubuh (Martini 2006). Jaringan ikat yang ditemukan di PI hipofise MEP tersusun atas serabut kolagen yang bersatu dengan serabut kolagen pada tunika eksterna dari vena dan arteri PI hipofise. Pada pewarnan Masson’s trichrome, serabut kolagen jaringan ikat yang mengandung protein fibrosa (Martini 2006), akan bereaksi dengan campuran larutan asam fosfotungstat dan pewarna light green, membentuk warna hijau (Kiernan 1990). Jaringan ikat PI hipofise MEP semakin meningkat seiring dengan peningkatan umur MEP, terutama di rostral dan distal. Pada MEP dewasa (P-100), jaringan tersebut telah bersatu dengan jaringan ikat pars distalis dan pars nervosa. Dari pengamatan terhadap perkembangan buluh
darah dan jaringan ikat pada berbagai tingkatan umur MEP, ditemukan bahwa perkembangan buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise MEP berlangsung dengan pola distribusi yang berbeda di bagian rostral, medial dan distal. Perbedaan distribusi tersebut berhubungan dengan eksistensi ketiga bagian PI tersebut, sehingga pada P-100, hanya bagian medial PI yang masih bertahan. Dari hasil pengamatan terhadap perkembangan sel-sel ir-ACTH-MSH di PI hipofise MEP, menunjukkan bahwa sel-sel tersebut telah ditemukan pada F-70, namun intensitas sel dalam memperlihatkan hasil reaksi antigen-antibodi masih
lemah. Perkembangan sel dengan pola distribusi yang berubah-ubah
ditemukan pada F- 85 sampai F-100 dan definitif (stabil) pada F-120 sampai P-3. Namun pada P-15, densitas sel mulai menurun terutama di bagian rostral dan distal yang akhirnya hanya tersisa di medial PI hipofise MEP P-100. Perkembangan sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise, sejalan dengan perkembangan distribusi sel-sel basofil yang merupakan kortikotrop dan melanotrop (Perryman 1988) atau sel sel ir-ACTH-MSH serta perkembangan buluh darah dan jaringan ikatnya. Reaksi positif yang terbentuk, menunjukkan adanya sel-sel ir-ACTHMSH di PI hipofise MEP, yang mensintesis MSH dari ACTH. Namun demikian, belum ada referensi yang menjelaskan bagaimana mekanisme proses sintesis MSH di PI hipofise MEP yang melibatkan peran kortikotrop dan melanotrop, apakah secara bersamaan atau pun secara terpisah. Dari pengamatan terhadap derajat intensitas warna, secara umum terlihat bahwa sel-sel ir-ACTH-MSH yang berada di perbatasan PI dengan pars nervosa, menunjukkan intensitas yang lebih kuat dibandingkan dengan sel-sel ir-ACTHMSH di daerah yang berhadapan dengan hypophyseal cleft. Hal ini diduga berhubungan erat dengan perkembangan sistem vaskularisasi PI yang sebagian besar berasal dari pars nervosa. Aktivitas sel-sel PI dalam mensintesis hormon, tidak terlepas dari peran hipotalamus, yaitu melalui sekresi faktor-faktor penghambat dan pelepas serta neurotransmiternya, yang memasuki jaringan parenkim PI melalui sistem vaskularisasi yang berasal dari SPV di bagian posterior pars nervosa (Sasaki dan Iwama 1988, Lechan dan Toni 2004). Dari gambaran pola distribusi sel ir-ACTH-MSH di PI hipofise MEP dan intensitas pewarnaannya, menunjukkan korelasi positif dengan sekresi ACTH dan MSH. Adanya sekresi kedua hormon yang cenderung menurun akibat penurunan densistas sel-sel ir-ACTH-MSH, diduga berpengaruh terhadap melanogenesis pada proses pigmentasi kulit MEP.
Secara umum, kulit kepala MEP terdiri atas dua lapisan utama, yaitu epidermis dan dermis. Dari superfisial, epidermis tersusun atas stratum korneum yang ditemukan pada kulit kepala P-50 dan P-100, stratum lusidum (tidak teramati) dan stratum basale (stratum germinativum). Stratum basale merupakan lapisan epidermis yang berbatasan dengan dermis, sedangkan batas antara dermis dan hipodermis kulit kepala MEP sulit dibedakan. Pada epidermis kulit kepala MEP, keratinosit terletak lebih superfisial dibandingkan melanosit yang terletak di stratum basale. Melanosit memiliki nukleus lebih besar dari pada nukleus keratinosit, namun granul melanosom lebih banyak ditemukan di sitoplasma keratinosit. Perbedaan kepadatan granul melanosom di antara melanosit dan keratinosit disebabkan perbedaan fungsi dari kedua sel tersebut. Granul melanosom yang dibentuk di sitoplasma melanosit ditransfer secara langsung ke sitoplasma keratinosit melalui dendrit (processus) melanosit (Bloom dan Fawcett 1969), sehingga akumulasi granul melanosom lebih banyak ditemukan di sitoplasma keratinosit. Pada pewarnaan HE, processus sitoplasma melanosit tidak dapat diamati, namun pewarnaan dengan DOPA technique yang menggunakan 1, 3, 4-dihydroxyphenylalanine (DOPA), processus (dendrit) tersebut dapat diamati (Bloom dan Fawcett 1969). Selain itu, identifikasi terhadap melanosit dan keratinosit lebih mudah dilakukan, yaitu melanosit berwarna hitam (reaksi positif) dan memiliki processus sitoplasma yang tersebar diantara sel-sel keratinosit. Rasio antara melanosit dan keratinosit bervariasi, yaitu dari 1 : 4 sampai 1 : 10, sesuai dengan lokasi di tubuh hewan (Martini 2006). Perbedaan distribusi melanosit dan keratinosit di epidermis kulit MEP, disebabkan proses proliferasi melanosit berlangsung lebih lambat dibandingkan keratinosit yang lebih aktif berproliferasi dalam kondisi normal (Yamaguchi et al. 2007) . Perkembangan epidermis dan folikel rambut kulit kepala MEP terjadi dalam waktu yang berbeda. Perkembangan epidermis berlangsung lebih awal dari pada folikel rambut. Proses diferensiasi dan migrasi sel-sel epidermis berawal dari
proliferasi sel-sel basal yang terdapat di stratum basale (F-55).
Pada umur tersebut, folikel rambut belum terbentuk yang ditandai dengan belum adanya penjuluran epidermis ke ventral (epidermal ridge) dan penjuluran dermis ke dorsal (dermal papilla). Selanjutnya, epidermal ridge berkembang menjadi bakal folikel rambut pada F-70, dan menjadi folikel rambut dengan akar dan batang rambut seperti pada MEP F-85. Perkembangan melanosit berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkim di dermis menjadi melanoblast yang selanjutnya bermigrasi menuju stratum basale epidermis dan berdiferensiasi kembali menjadi
melanosit (F-70). Belum ditemukannya melanosit di epidermis F-55, diduga karena gen-gen yang berperan dalam proses diferensiasi melanoblas (HOX dan Wnt) serta epithelial mesenchymal interactions (EMI) belum berfungsi secara sempurna (Yamaguchi et al. 2007). Perkembangan melanosit epidermis MEP diduga terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan dengan melanosit di folikel rambut. Hal tersebut mirip dengan perkembangan melanosit pada manusia, yaitu pada minggu ke-11 di epidermis dan minggu ke-9 sampai dengan minggu ke-12 di folikel rambut (Tortora dan Derickson 2006). Melanosit di epidermis dan folikel rambut MEP yang telah mencapai tahap maturasi pada F-85, memperlihatkan aktivitas pembentukan pigmen melanin (melanogenesis). Melanogensis berhubungan erat dengan keberadaan hormon ACTH dan MSH di melanosit dan keratinosit epidermis dan folikel rambut. Ditemukannya sel ir-ACTH-MSH di kulit MEP menunjukkan bahwa pada membran sel melanosit dan keratinosit terdapat reseptor ACTH dan MSH, yaitu reseptor melanokortin 1 (MC-1R) (Tsatmali et al. 2002), yang akan berikatan dengan ACTH dan MSH yang dihasilkan oleh sel-sel melanotrop dan kortikotrop PI. Belum dapat dibuktikan, apakah melanosit dan keratinosit epidermis dan folikel rambut MEP dapat mensintesis ACTH dan MSH dari prohormon POMC, seperti
yang
(Tsatmali
berlangsung
di
melanosit
dan
keratinosit
kulit
manusia
et al. 2002).
Melanogenesis di matriks folikel rambut kulit kepala MEP ditemukan pada F-85 sampai dengan P-3, namun aktivitas tersebut tidak berlangsung di setiap folikel rambut pada setiap tingkatan umur MEP. Pada rentang umur tertentu (P-1 dan P-15), tidak ditemukan melanogenesis di folikel rambut yang ditandai dengan tidak ditemukannya akumulasi pigmen melanin di matriks folikel rambut. Hal ini diduga berkaitan dengan siklus pertumbuhan rambut yang terjadi secara bergantian. Folikel rambut yang masih aktif akan mengalami dua fase yang berhubungan dengan pertumbuhan rambut, yaitu fase pertumbuhan dan fase istirahat (Tortora dan Derrickson 2006). Kedua fase tersebut berlangsung secara bergantian dalam rentang waktu yang berbeda. Pada fase pertumbuhan, sel-sel matriks
akan
berdiferensiasi
dan
mengalami
keratinisasi.
Sedangkan
peningkatan ukuran batang rambut terjadi akibat proliferasi sel-sel di dasar akar rambut dan akan berhenti apabila batang rambut telah mencapai ukuran tertentu. Pada fase tersebut juga berlangsung penyaluran pigmen melanin yang dihasilkan oleh melanosit di folikel rambut.
Dari penjelasan tersebut, diduga
folikel rambut yang ditemukan pada P-1 dan P-15 berada pada fase istirahat.
Adanya aksis antara PI hipofise dengan melanosit kulit MEP dapat dijelaskan dari pengamatan terhadap distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise dengan melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel rambut kulit MEP pada masa pre dan postnatal. Peningkatan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI hipofise MEP pada F-85 sampai P-3, sejalan dengan peningkatan melanogensis di epidermis dan folikel rambut pada tingkatan umur yang sama. Demikian pula dengan penurunan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI hipofise MEP dewasa (P-100), memperlihatkan penurunan melanogenesis di epidermis dan folikel rambut. Aksis PI hipofise dan kulit, dapat terjadi karena ACTH dan MSH yang dihasilkan oleh kortikotrop dan melanotrop di PI hipofise MEP berikatan dengan reseptor ACTH dan MSH (MC-1R) di membran melanosit untuk menghasilkan pigmen melanin (melanogenesis) (Tsatmali et al. 2002). Mengecilnya jaringan PI hipofise MEP dewasa (P100), menyebabkan penurunan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI, sehingga sintesis ACTH dan MSH menjadi berkurang. Penurunan konsentrasi kedua hormon tersebut tidak cukup untuk mengaktifkan enzim tirosinase yang berada di sitoplasma melanosit yang berperan dalam melanogenesis. Selain itu, penurunan melanogenesis di folikel rambut pada MEP dewasa diduga disebabkan adanya pengaruh dari faktor lainnya yang terdapat di melanosit epidermis dan folikel rambut kulit MEP, yaitu agouti signaling protein (ASP) yang memiliki peran antagonis dengan ACTH dan MSH. Ikatan antara ACTH dan MSH dengan reseptor MC-1R akan dihalangi oleh ASP, sehingga melanogenesis tidak terjadi (Yamaguchi et al. 2007). Perubahan warna rambut MEP dari hitam pada masa pre dan postnatal menjadi
coklat
keabuan
pada
MEP
dewasa,
disebabkan
menurunnya
melanogensis di melanosit folikel rambut, sehingga terjadi penurunan sintesis pigmen melanin. Penurunan melanogenesis tersebut, diduga berhubungan erat dengan penurunan sintesis ACTH dan MSH yang berasal dari PI hipofise MEP. Namun demikian, melanogensis di melanosit epidermis kulit MEP diduga tetap berlangsung walaupun aktivitasnya menurun.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Eksistensi PI hipofise MEP berbeda dengan manusia dan mamalia lainnya dan bila diekstrapolasikan dengan manusia, eksistensi PI hipofise MEP lebih lama. 2. Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise menunjukkan korelasi positif dengan melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel rambut kulit pada berbagai tingkatan umur MEP. 3. Penurunan melanogenesis di melanosit folikel rambut kulit diduga merupakan salah satu penyebab perubahan warna rambut MEP dari hitam pada pre dan postnatal menjadi keabuan pada umur dewasa (tua). Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari: 1. Waktu menghilangnya PI hipofise MEP dan hubungannya dengan melanogenesis pada melanosit di epidermis dan folikel rambut kulit dengan menggunakan MEP berumur lebih tua. 2. Proses perkembangan aksis PI hipofise – melanosit di epidermis dan folikel rambut, dikaitkan dengan proses fisiologi tubuh MEP dengan metode yang lebih spesifik.
DAFTAR PUSTAKA Allaerts W, Vankelecom H. 2005. History and perspectives of pituitary folliculostellate cell research [ulas balik]. Eur J Endocrinol 153:1-12 [Anonim] 2006. The skin. http://pedagogie. Cegep-fxg.qc.ca/profs/intro/tissue. bmb.psu.edu/tissues/tissnote.htm.[10 Desember 2006]. Aron DC, Findling JW, Tyrrell JB. 1997. Hypothalamus & Pituitary. Di dalam Greenspan FS, Strewler GJ. Stamford, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Stamford: Appleton & Lange. Baker BL, Jaffe RB. 1975. The genesis of cells types in the adenohypophysis of the human fetus as observed with immunocytochemistry. Am J Anat 143:132-162. Banks WJ. 1993. Applied Veterinary Histology. St. Louis: Mosby Inc. Bennet GW, Whitehead SA. 1983. Mammalian Neuroendocrinology. London: Croom helm. Bicknell AB. 2002. Identification of the adrenal protease that cleaves pro-γ-MSH: the dawning of new era in adrenal physiology? [commentary]. J Endocrinol 72:405-410. Bloom W, Fawcett DW. 1969. A Textbook of Histology. 9thEd. Philadelphia: Saunders. Bowen R. 2006. Histology of Adenohypophysis. http://arbl.cvmbs.colostate.edu/ hbooks/pathphys/endocrine/hypopit/histo_adreno.html [4 Juli 2006]. Brown RE. 1994. An Introduction to Neuroendocrinology. Cambridge: Cambridge Univ Pr. Carola R, Harley JP, Noback CR. 1990. Human Anatomy and Physiology. New York: McGraw-Hill. Caceci T. 2007. Pars Intermedia. http://education.vetmed.vt.edu/Curriculum/VM 8304/lab_companion/Histo-Path.htm [8 Mei 2007]. Chang G. 1997. Lizard are living thermometers. http://www.exn.ca/stories/1997 /02/13/01.asp. [7 Oktober 2006]. Charlotte L. 2002. Pituitary Gland (Hypophysys). http://www.cvm.okstate.edu/ instruction/ mm.curr/ histology/ HistologyReference/ HR.Endoframe.htm [10 November 2006]. Chatelain A, Dupouy JP. 1981. Adrenocorticotrophic hormone in the anterior and neurointermediate lobes of the fetal rat pituitary gland. J Endocrinol 89:181-186.
O’Donohue TL, Jacobowitz DM. 1980.Studies of alpha-MSH-containing nerves in the brain. Prog Biochem Pharmacol 16:69-83. Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 1996. Text Book of Veterinary Anatomy. 2 2dEd. Philadelphia: WB. Saunders. Fink G 2000. Neuroendocrine Regulation of Pituitary Function. Di dalam Conn PM, Freeman ME. New Jersey, editor. Neuroendocrinology in Physiology and Medicine. New Jersey: Humana Pr. Fortman JD, Hewett TA, Bennet BT. 2002. The Laboratory Nonhuman Primate. Florida: CRC Pr. Frandson RD, Whitten EH. 1981. Anatomy and Physiology of Farm Animals. 3rdEd. Philadelphia: Lea&Febiger. Fujita T, Kanno T, Kobayashi S. 1988. The Paraneuron. Tokyo: Springer-Verlag. Gantz I, Fong TM. 2003. The melanocortin system [ulas balik]. Am J Physiol Endocrinol Metab 3:468-474. Greidanus W van TjB, Croiset G, Wied D de. 2000. Neuroendocrine Regulation of Learning and Memory. Di dalam Conn PM, Freeman ME. New Jersey, editor. Neuroendocrinology in Physiology and Medicine. New Jersey: Humana Pr. Hadley ME. 1992. Endocrinology. 3rdEd . New Jersey: Prentice-Hall Inc. Halasz B. 2000. The Hypothalamus as An Endocrine Organ. Di dalam Conn PM, Freeman ME. New Jersey, editor. Neuroendocrinology in Physiology and Medicine. New Jersey: Humana Pr. Hill M. 2006. Endocrine Development-Pitutary. UNSW Embriology. http:// embryology.med.unsw.edu.au/Notes/endocrine7.htm [5 September 2006]. Hsu S, Raine L, Fanger H. 1981. Use of avidin-biotin-peroxidase complex (ABC) in immunoperoxidase techniques: a comparison between ABC and unlabelled antibody (PAP) procedures. J Histochem Cytochem 29:577580. Humason GL. 1967. Animal Tissue Technique. Freeman.
2ndEd. San Francisco: WH
Ikeda H, Suzuki J, Sasano, Niizuma H. 1988. The development and morphogenesis of the human pituitary gland. Anat Embryol 178:327-336. Kauser S, Thody AJ, Schallreuter KU, Gummer CL, Tobin DJ. 2005. A fully functional proopiomelanocortin/melanocortin-1 receptor system regulates the differentiation of human scalp hair follicle melanocytes. J Endocrinol 146:532-543. Kent GC, Carr RK. 2001. Comparative Anatomy of the Vertebrates. 9thEd. New York: McGraw-Hill.
Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods: Theory & Practice. 2ndEd. England: Pergamon Pr. Kioussi C, Carriere C, Rosenfeld MG. 1998. A model for the development of the hypothalamic-pituitary axis: transcribing the hypophysis. Mech Dev 81: 23-35. Kramer BMR et al. 2002. Evidence that brain-derived neurothropic factor acts as an autocrine factor on pituitary melanothrope cells of Xenopus leavis. J. Endocrinol 43: 1337-1345. [KUL]
Khatolieke Universiteit Leuven. 2000. Research med.kuleuven. be/farmaco/research.htm. [6 Juli 2006].
Project.
http://
Lang
KA. 2006. Long Tailed Macaque (Macaca fascicularis) Behavior.http://pin. primate.wisc.edu/factsheets/entry/longtailedmacaque. [7 Desember 2006].
Latshaw WK. 1987. Developmental Anatomy: A Clinically Oriented Approach. Philadelphia: BC. Decker. Lechan RM, Toni R. 2004. Functional Anatomy of the Hypothalamus and Pituitary. http;//www.endotext.org/neuroendo/neuroendo3b/neuroendo frame3bhtm [19 Oktober 2006]. Lin JY, Fisher DE. 2007. Melanocyte biology and skin pigmentation [ulas balik]. Nature 445: 843-850. Martini FH. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 7thEd. San Francisco: Pearson. Napier JR, Napier PH. 1967. The Natural History of the Primates. Cambridge: MIT Pr. Nemeskeri A, Setalo G, Halasz B. 1988. Ontogenesis of three parts of the fetal rat adenohypophysys: a detail immunohistochemical analysis. Neuroendocrinology 48: 1161-1172. Pangestiningsih TW. 2006. Kajian Imunohistokimia Perkembangan Neuron Katekolaminergik Pada Area Postrema Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Perry
RA, Robinson OM, Ryan GB. 1981. Electron microscopicimmunocytochemical localization of adrenocorticotropin and melanocyte stimulating hormone in the pars intermedia cells of rats and mice. J Cell Tiss 142:305-328.
Perryman EK. 1988. Melanotropins: Pars Intermedia Structure and Function. Di dalam Hadley ME. The Melanotropic Peptides. Vol. I: Source, Chemistry, Secretion and Metabolism. Arizona editor. Florida: CRC Pr.
Rand MS. 1996. Nonhuman Primates as Models for Biomedical Research. http:// www.Primate.Wisc.Edu/pin/geninfo.html. [4 Desember 2006]. Rowe N. 1996. The Pictoral Guide to Living Primates. New York: Pogonias Pr. Saland LC. 1981. Mitosis in pituitary MSH/endorphin cells of adult rat pars intermedia: light and electron microscopic observation. Endocrinology 200:315-319. Samson WK, Lipton JM, Zimmer JA, Glyn JR. 1980. The effect of fever on central alpha-MSH concentration in the rabbit. Brain Res.186:145-155. Sasaki F, Iwama Y. 1988. Correlation of spatial differences in concentrations of prolactin and growth hormone cells with vascular pattern in the female mouse adenohypophysis. Endocrinol 122:1622-1630. Sasaki F, Ichikawa Y, Yamauchi S. 1992. Immunohistological analysis in the distribution of cell in the fetal porcine adenohypophysis. Anat Rec 233:135-142. Sasaki F, Nishioka S. 1998. Fetal development of the pituitary gland in the beagle. Anat Rec 251:143-151. Soehartono T, Mardiastuti A. 2002. CITES*Implementation in Indonesia. Jakarta: Nagao Natural Evirontment Foundation. Souza
et al. 2005. Identification of neuronal enhancers of proopiomelanokortin gene by transgenic mouse analysis phylogenetic footprinting. Mol Cell Biol 25:3076-3086.
the and
Slominski A, Wortsman J. 2000. Neuroendocrinology of the skin. Endocrinol Rev 21:457-487. Slominski A, Tobin DJ, Shibahara S, Wortsman J. 2003. Melanin pigmentation in mammalian skin and its hormonal regulation. Physiol Rev 84: 1155-1288. Syarifah IK. 2006. Studi Imunohistokimia Perkembangan Aksis Sel-sel Hormon Adrenokortikotropika/ACTH-Kelenjar Adrenal Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Pada Masa Pre dan Postnatal. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Takahashi A, Amano M, Amiya N, Yamanome T, Yamamori K, Kawauchi H. 2006. Expression of three proopiomelanocortin subtype genes and mass spectrometric identification of POMC-derived peptides in pars distalis and pars intermedia of barfin flounder pituitary. J Gen Comp Endocrinol 145:280-286. Toni R, Lechan RM. 2004. Functional Anatomy of The Hypothalamus and Pituitary. http://www.endotext.org/neuroendo3b/neuroendoframe3bhtm. [5 Februari 2007]. Tortora GJ, Derrickson B. 2006. Priciples of Anatomy and Physiology. 11stEd. Hoboken: Wiley.
Tsatmali M, Ancans J, Thody AJ. 2002. Melanocyte function and its control by melanocortin peptide. J Hystochem and Cytochem 50:125-134. Trautmann A, Fiebiger J. 1957. Fundamentals of The Histology of Domestic Animals. New York: Comstock Univ Pr. Turner CD, Bagnara JT. 1976. Endokrinologi Umum. Ed ke-6. Harsojo, penerjemah; Moeljono E, editor. Surabaya: Airlangga Univ Pr. Terjemahan dari: General Endocrinology. Vandeberg JL. 1995. Genetics of Nonhuman primates. Di dalam Bennet BT, Abee CR. Hendrickson R. San Diego, editor. Nonhuman primates in biomedical research, biology and management. San Diego: Academic Pr. Whitney RA. 1995. Taxonomy. Di dalam Bennet BT, Abee CR, Hendrickson R. San Diego, editor. Nonhuman primates in biomedical research, biology and management. San Diego: Academic Pr. Yamaguchi Y, Brenner M, Hearing VJ. 2007. The regulation of skin pigmentation. [Ulas balik]. J Biol Chem 282:27557-27561.
Lampiran 1 Daftar singkatan Singkatan
Kata
A ABC AC Ach ACTH APES BMP-4 CLIP CRH DAB END FGF-8 FSH FS GABA GH HC HE 5-HT IHC IHK ir L-DOPA LH MC-1R MEP MSH MIF MRF MT NA NO NPY PBS PI PD PIPAS PIPbH PN POMC PRL PVN SON STH TSH UV
Adrenalin Avidin-biotin-peroxidase-complex Adenilate cyclase Acetylcholine Adrenocorticothropichormone Aminopropyltrihexysilane Bone morphogenetic factor-4 Corticotropin-like intermediate lobe peptide Corticotropin releasing hormone Diaminobenzidine Endorphin Fibroblast growth factor-8 Follicle stimulating hormone Folliculo stelate Gamma amino butiric acid Growth hormone Hypophyseal cleft Hematoksilin-eosin 5-hydroxytriptamine Immunohistochemical Imunohistokimia immunoreactive L-dihidroksiphenilalanine Luteinizing hormone Melanocortin 1 receptor Monyet ekor panjang Melanocte stimulating hormone Melanocyte stimulating hormone inhibiting factor Melanocyte stimulating hormone releasing factor Masson’s trichrome Noradrenalin Nitric oxide Neuropeptida Y Phosphate buffered saline Pars intermedia Pars distalis Pars intermedia positive periodic acid Schiff Pars intermedia positive hematoxylin Pars nervosa Proopiomelanocortin Prolactin Paraventricular nuclei Supraoptic nuclei Somatothropin hormone Thyroid stimulating hormone Ultra violet
Lampiran 2 Prosedur pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) Pewarnaan HE adalah pewarnaan standar yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai struktur umum sel dan jaringan. Adapun prosedur pewarnaan HE (Kiernan 1990) adalah : 1. Proses deparafinisasi dilakukan dengan xylol I, II, III masing-masing selama 3-5 menit. 2. Proses rehidrasi dilakukan dengan menggunakan alkohol bertingkat dengan konsentrasi 100% (III, II, I), 95%, 90%, 80%, 70% masing-masing selama 3-5 menit. 3. Preparat ditempatkan di dalam air mengalir (air kran) selama 10-15 menit dan selanjutnya ditempatkan di dalam aquadest selama 5-10 menit. 4. Preparat diwarnai dengan pewarna hematoksilin selama 10-15 detik. 5. Preparat diamati (dikontrol) di bawah mikroskop. Jika warna ungu yang dihasilkan kurang kontras, maka preparat direndam dalam air kran atau dicelupkan kembali dalam pewarna hematoksilin selama 2-3 detik. Tetapi jika warna ungu terlalu pekat, preparat dapat dicelupkan dalam larutan pemucat, yaitu 0.5% HCl dalam 70% alkohol. 6. Preparat direndam kembali di dalam air mengalir/air kran selama 10 menit dan dilanjutkan dengan aquadest selama 5 menit. 7. Preparat diwarnai dengan pewarna eosin selama 1-2 menit. 8. Preparat didehidrasi dengan alkohol bertingkat, yang dimulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, 100% /alkohol absolut I (1 celup), II (2 celup) dan III (5 menit). 9. Preparat dijernihkan kembali dengan xylol I (1 celup), II (1 celup) dan III (5 menit). 10. Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan gelas penutup (cover glass) dengan bahan perekat Entellan® atau balsam Canada. Hasil : inti berwarna biru keunguan (menyerap warna hematoksilin), sedangkan sitoplasma, jaringan ikat kolagen, keratin dan eritrosit berwarna merah (menyerap warna eosin).
Lampiran 3 Prosedur pewarnaan Masson’s trichrome (MT) modifikasi Goldner Pewarnaan MT modifikasi Goldner adalah pewarnaan yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang struktur jaringan ikat, yaitu jaringan ikat kolagen. Adapun prosedur pewarnaan MT modifikasi Goldner (Kiernan 1990) adalah : 1. Proses deparafinisasi dilakukan dengan xylol I, II, III masing-masing selama 3-5 menit. 2. Proses rehidrasi dilakukan dengan menggunakan alkohol bertingkat dengan konsentrasi 100% (III, II, I), 95%, 90%, 80%, 70% masing-masing selama 3-5 menit. 3. Preparat didiamkan di dalam air mengalir (air kran) selama 10-15 menit dan selanjutnya ditempatkan di dalam aquades selama 5-10 menit. 4. Untuk preparat yang difiksasi dalam larutan selain Bouin, terlebih dahulu direndam di dalam larutan Bouin dan dimasukkan ke dalam inkubator suhu 37oC selama 1 jam. 5. Preparat direndam di dalam air kran kemudian direndam kembali dalam aquades selama 3 kali, masing-masing selama 15 menit. 6. Preparat diwarnai dengan pewarna hematoksilin selama 10-15 detik. 7. Preparat diamati (dikontrol) di bawah mikroskop. Jika warna ungu yang dihasilkan kurang kontras, maka preparat direndam dalam air kran atau dicelupkan kembali dalam pewarna hematoksilin selama 2-3 detik. Tetapi jika warna ungu terlalu pekat, preparat dapat dicelupkan dalam larutan pemucat, yaitu 0.5% HCl dalam 70%alkohol. 8. Preparat diwarnai dengan pewarna acid fuchsin + Ponceau 2R, selama 10-15 menit dan direndam dalam larutan 1% asam asetat di dalam aquadest serta diamati dibawah mikroskop. 9. Preparat diwarnai dengan larutan pewarna orange G + asam fosfotungstat selama 5 menit dan direndam didalam larutan 1% asam asetat dalam aquades serta diamati dibawah mikroskop. 10. Preparat diwarnai dengan larutan pewarna light green selama beberapa detik dan direndam dalam larutan 1% asam asetat dalam aquades serta diamati dibawah mikroskop. 11. Preparat didehidrasi dengan alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 5 menit. 12. Preparat dijernihkan kembali dengan xylol I, II, III masing-masing selama 5 menit. 13. Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan gelas penutup (cover glass) dengan bahan perekat Entellan® atau balsam Canada. Hasil :
jaringan ikat kolagen berwana hijau, sitoplasma dan otot berwarna merah, keratin dan eritrosit berwarna orange, sedangkan inti sel berwarna biru keunguan.
Lampiran 4 Prosedur pewarnaan imunohistokimia metode ABC (avidinbiotin-peroxidase complex method) Pewarnaan imunohistokimia merupakan metode pewarnaan bahan aktif pada suatu jaringan dengan menggunakan prinsip antigen-antibodi yang berikatan dengan bahan penanda. Adapun prosedur pewarnaan imunohistokimia metode ABC (Hsu et al. 1981) adalah : 1. Proses deparafinisasi dilakukan dengan xylol I, II, III masing-masing selama 3-5 menit. 2. Proses rehidrasi dilakukan dengan menggunakan alkohol bertingkat dengan konsentrasi 100% (III, II, I), 95%, 90%, 80%, 70% masing-masing selama 3-5 menit. 3. Preparat dibilas dengan distillate water (DW) sebanyak 3 kali, masingmasing selama 5 menit, lalu dikeringkan cairan disekitar sayatan. 4. Sayatan jaringan pada gelas objek dilingkari dengan parafin pen. 5. Preparat direndam didalam larutan 3% hidrogen peroksida (H2O2) dalam DW selama 15 menit pada suhu ruang. 6. Preparat dibilas dengan DW sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit. 7. Preparat dibilas dengan larutan Phosphat buffered saline (PBS) sebanyak 3 kali, masing-masing selama 5 menit. 8. Preparat diinkubasi dengan larutan 10% skim milk atau 10% normal goat serum selama 30 menit pada inkubator suhu 37OC. 9. Preparat dibilas dengan PBS sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit. 10. Preparat diinkubasi dengan antibodi primer (AB I) selama 30 menit di dalam inkubator suhu 37oC atau overnight di dalam refrigerator. 11. Preparat dibilas dengan PBS, sebanyak 3 kali masing-masing 5 menit. 12. Preparat diinkubasi dengan antibodi sekunder (AB II) selama 30 menit pada inkubator suhu 37oC, pada waktu yang bersamaan diinkubasi 10 μl avidin dan 10 μl biotn dalam 1 ml PBS. 13. Preparat dibilas dengan PBS sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit. 14. Preparat diinkubasi dengan campuran avidin dan biotin selama 30 menit pada inkubator suhu 37oC. 15. Preparat dibilas dengan PBS sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit. 16. Preparat diinkubasi dengan larutan diaminobenzidine (DAB) sambil diamati dibawah mikroskop. 17. Dilakukan counterstaining terhadap preparat dengan pewarna hematoksilin. 18. Preparat didehidrasi dengan alkohol bertingkat, yang dimlai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, alkohol absolut I, II, III, masingmasing selama 5 menit. 19. Preparat dijernihkan kembali dengan xylol I, II, III masing-masing selama 5 menit. 20. Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan gelas penutup (cover glass) dengan bahan perekat Entellan®. Hasil :
reaksi positif antara antigen-antibodi ditunjukkan dengan terbentuknya warna coklat pada sitoplasma, sedangkan inti sel berwarna biru keunguan.