PERILAKU LENTUR STRUKTUR RANGKA BAMBU MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT DAN TALI IJUK
RAHMAZUDI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Lentur Struktur Rangka Bambu Menggunakan Sambungan Baut dan Tali IJuk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Rahmazudi NIM E24100021
ABSTRAK RAHMAZUDI. Perilaku Lentur Struktur Rangka Bambu Menggunakan Sambungan Baut dan Tali Ijuk. Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan FENGKY SATRIA YORESTA. Bambu merupakan bahan alternatif sebagai pengganti kayu yang berpotensial untuk dikembangkan sebagai konstruksi. Bambu memiliki sifat fisis dan mekanis yang sama seperti kayu. Namun, bentuk bambu yang silindris berongga dan berbuku menyebabkan masalah saat penyambungan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong dan Tali menggunakan sambungan baut dan ijuk pada tiga tipe kuda-kuda. Penggunaan Stucture Analysis Program (SAP) dilakukan untuk melihat dan membandingkan perilaku lentur kuda-kuda melalui program komputer dengan perilaku aktual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusakan yang secara umum terjadi pada rangka kuda-kuda sambungan baut dan tali ijuk adalah pecah, retak pada bagian titik buhul, tali kendur bahkan putus akibat adanya pergeseran elemen batang, rusaknya plat sambung dan baut geser. Struktur kuda-kuda bambu Andong sambungan baut mampu menahan beban besar dibandingkan dengan tali ijuk. Tipe kuda-kuda memiliki pengaruh terhadap kemampuan menahan beban, ketiga tipe kuda-kuda yang digunakan memiliki stabilitas yang baik dalam menahan beban. Terjadi perbedaan perilaku lentur berdasarkan nilai defleksi antara pengujian aktual dibandingkan SAP. Kata kunci: Bambu, perilaku lentur, sambungan, SAP ABSTRACT RAHMAZUDI. Flexural Behaviour of Bamboo Truss Structure Using Bolts and Fibers Joint. Supervised by NARESWORO NUGROHO and FENGKY SATRIA YORESTA. Bamboo is an alternative material that potentially can be developed as construction. It’s caused bamboo has physical and mechanical properties are similar to wood. However, hollow and nodes were closed to be problems in jointing system. The aims of this research was assess the flexural behaviour of bamboo truss structure using bolts and fibers joint. Use of Stucture Analysis Program (SAP) was conducted to over view and compare the flexural behaviour of the trussess through a computer program and actual behavior testing. The results showed that generally the damage occurs using bolts joint were checks, shake, splits on connected plate, while the damage on fibers joints were checks, shake, slack and break of fibers. The structure of truss bamboo Andong using bolts join have the capable to hold great loads cells than fibers joint. Type of trusses have an influence on load bearing capability, all type of trusses has high stability to hold loads better. The difference of flexural behaviour has occurred between SAP and actual testing based on deflection. Keywords : Bamboo, flexural behaviour, joints, SAP
PERILAKU LENTUR STRUKTUR RANGKA BAMBU MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT DAN TALI IJUK
RAHMAZUDI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Perilaku Lentur Struktur Rangka Kuda-Kuda Bambu Menggunakan Sambungan Baut dan Tali Ijuk. Nama : Rahmazudi NIM : E24100021
Disetujui oleh
Dr Ir Naresworo Nugroho, MS Pembimbing I
Fengky Satria Yoresta, ST, MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April- Juli 2014 ini ialah Konstruksi Bambu, dengan judul Perilaku Lentur Struktur Kuda-Kuda Bambu Menggunakan Sambungan Baut dan Tali IJuk. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Naresworo Nugroho, MS dan Fengky Satria Yoresta, ST, MT selaku pembimbing. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada staff laboran Rekayasa Desain Dan Bangunan Kayu (RDBK), staff laboran Biokomposit dan karyawan Bintang Alam yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian serta Deska Ari Kurniyanti, Nur Islamiah latif, Dewi Wulandari, Syaiful Bahri, Pratiwi Sulistyanti Audria, Rizky Rosilia, Izzatul Idrus (Malaysia) keluarga besar THH 47, teman-teman 7, anggota IFSA LC IPB, Peter Sang-Hoo Lee (SNU) anggota AKECOP, teman-teman UNEP TUNZA Seayen yang telah membantu dan memberikan dukungan semangat kepada penulis. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh kelurga terutama kepada kak Ari Muzakir, MSc atas segala doa, perhatian dan dukungan serta kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Rahmazudi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODOLOGI
2
Bahan
2
Alat
3
Prosedur Penelitian
3
Persiapan Bahan
3
Pengujian Rangka Kuda-Kuda
5
Pengujian Sifat Fisis
5
Identifikasi Perilaku Lentur dan Kerusakan
5
Analisis Struktur Dengan Pemodelan SAP
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Uji Sifat Fisis Bambu
6
Analisis Perilaku Lentur Rangka Kuda-Kuda Bambu
8
Identifikasi Kerusakan
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL 1 Kode contoh uji kuda-kuda bambu untuk pengujian 2 MOE penelitian Idris et al (1981) dalam Haris (2008)
4 6
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Skema model rangka kuda-kuda bambu Plat sambung pada sambungan baut Rangka kuda-kuda dengan sambungannya Set alat pengujian rangka kuda-kuda Rataan kadar air (%) contoh uji kuda-kuda Rataan kerapatan dan BJ contoh uji kuda-kuda Perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong tipe 1 (a), tipe 2 (b) dan tipe 3 (c) Perilaku lentur kuda-kuda bambu Tali tipe 1 (a), tipe 2 (b) dan tipe 3 (c) Rataan beban maksimum kuda-kuda sambungan baut dan tali ijuk Titik-titik kerusakan contoh uji kuda-kuda Pola kerusakan menggunakan program SAP Kerusakan pada rangka struktur kuda-kuda sambungan baut Kerusakan pada rangka struktur kuda-kuda sambungan tali ijuk Rataan diameter dan tebal kuda-kuda
3 4 4 6 7 8 9 11 12 13 14 15 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Diameter dan tebal contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk Diameter dan tebal contoh uji kuda-kuda sambungan baut Identifikasi kerusakan contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk Identifikasi keruskaan contoh uji kuda-kuda sambungan baut Beban maksimum contoh uji kuda-kuda Pengujian sifat fisis contoh uji kuda-kuda bambu Andong Pengujian sifat fisis contoh uji kuda-kuda bambu Tali
21 22 23 24 25 26 27
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin pesat menyebabkan adanya peningkatan kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan untuk perumahan. Kelangkaan bahan baku mengakibatkan harga kayu meningkat di pasar, sedangkan fenomena tersebut tidak disertai dengan tingkat ekonomi yang seimbang. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian bahan alternatif lain yang dapat menggantikan kayu. Bambu merupakan salah satu sumber alternatif untuk mengatasi kelangkaan bahan baku tersebut dengan melihat keunggulan bambu berdasarkan sifat fisis dan mekanisnya dimiliknya (Hakim 2003). Berdasarkan sifat fisis dan mekanisnya bambu memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai bahan komposit dan bahan konstruksi bangunan yang baik, selain itu bambu merupakan material yang menarik karena berperan terhadap penyerapan karbon dioksida dan penghasil oksigen yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pohon cepat tumbuh sehingga lebih ramah terhadap lingkungan (Correal dan Arbelaez 2010), bambu juga memiliki beberapa kelebihan yang dapat menjadi bahan pertimbangan yaitu pertumbuhannya yang cepat, mudah dibentuk, harganya murah dan memiliki sifat mekanis yang baik (Maya et al 2013) serta dapat digunakan sebagai bahan konstruksi pada umur relatif pendek dibandingkan kayu yaitu 3-5 tahun (Masdar et al 2013). Bentuk bambu yang berlubang dan sekat-sekat berupa buku menjadi kendala pada pembuatan model sambungan yang cukup kokoh (Diastiara 2012). Sekat-sekat tersebut mempunyai sifat mekanis khusus yaitu kekuatan pada daerah buku dan ruas yang berbeda (Bachtiar 2008). Sifat mekanis menunjukkan kekuatan bahan dan merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menahan beban, agar suatu bahan dapat dipakai secara optimum, maka sifat mekanis bahan harus dipahami dengan benar. Kekuatan tarik bambu setara dengan kuat tarik baja, sementara kuat geser sejajar seratnya rendah sehingga mudah pecah. Oleh karena itu, buluh bambu cocok jika digunakan sebagai konstruksi rangka batang. Ada beberapa teknik sambungan yang dapat dilakukan pada struktur konstruksi bambu yaitu sambungan dengan menggunakan tali ijuk, pipa, logam (baut), inti kayu, penutup, dan bambu dengan lubang. Tali ijuk sering digunakan sebagai alat sambung pada konstruksi rumah-rumah tradisional. Namun, penggunaan tali ijuk ini membutuhkan keahlian yang tinggi untuk meminimalisir pergeseran antara komponen akibat beban yang datang secara tiba-tiba (Morisco 2006). Penggunaan berbagai teknik sambungan yang biasa digunakan dalam konstruksi akan memiliki perbedaan dalam menerima dan merespon beban sehingga kerusakan yang akan ditimbulkan akan berbeda pula. Penelitian ini dilakukan untuk melihat respon yang terjadi melalui tiga tipe kuda-kuda yang disambung dengan baut dan tali ijuk. Perumusan Masalah Penggunaan teknik sambungan pada struktur akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap beban yang diberikan sehingga akan berdampak pada kerusakan bahan. Oleh karena itu penentuan tipe dan sistem sambung yang tepat
2
pada aplikasi struktur rangka bambu untuk meminimalkan dampak kerusakan perlu dilakukan. Permasalahan-permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah Bagaimana perilaku lentur struktur rangka bambu yang digunakan dengan menggunakan dua tipe dan sistem sambung? Bagaimana kerusakan yang ditimbulkan akibat pembebanan yang diberikan pada struktur rangka? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengkaji perilaku lentur rangka struktur kuda-kuda bambu Andong dan Tali menggunakan sambungan baut dan tali ijuk pada tiga tipe kuda-kuda. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perilaku lentur dan penggunaan alat sambung baut dan tali ijuk (sambungan konvensional) pada struktur rangka kuda-kuda bambu. Selain itu, penelitian yang dilakukan akan memberikan gambaran mengenai potensi pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan yang ramah lingkungan serta tahan terhadap gempa.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan mencakup identifikasi dan analisis perilaku lentur struktur kuda-kuda bambu dengan tiga tipe kuda-kuda dan sistem sambungan, identifikasi kerusakan yang terjadi, pengambilan contoh uji untuk pengujian sifat fisis, kemudian dilanjutkan dengan analisis perilaku lentur dengan program SAP2000 versi 16 Evaluation. Tahap terakhir adalah penilaian tipe kuda-kuda dan sistem sambungan dengan menghubungkan dengan seluruh datadata hasil pengujian.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2014 dibagian Rekayasa Desain dan Bangunan Kayu (RDBK) dan pengujian Sifat Fisis dilakukan dibagian Biokomposit Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bahan Bahan yang digunakan adalah kuda-kuda bambu dengan menggunakan dua jenis bambu yaitu bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan
3
bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz), baut dengan ukuran ¾ inch dan panjang 15 cm, tali ijuk dam kayu lapis dengan tebal 1 cm sebagai plat sambung. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu gergaji, meteran jahit, kaliper untuk mengukur dimensi contoh uji, alat tulis, oven untuk pengujian fisis bahan, Linear Variable Differential Tranducer (LVDT) untuk mengukur defleksi, untuk pengujian sifat mekanis mengunakan Universal Testing Mechine (UTM) merk Baldwin dengan kapasitas 30 serta program analisis struktur Stucture Analysis Program (SAP) 2000 versi 16 Evaluation . Prosedur Penelitian Persiapan bahan Bambu berumur kurang lebih 3 tahun dipotong sesuai dengan ukuran desain awal. Bentuk desain kuda-kuda bambu ditujukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Skema model rangka kuda-kuda bambu Pembuatan kuda-kuda diawali dengan penyambungan terlebih dahulu menggunakan aksen sambung paku pada sambungan baut dan tali ijuk. Penggunaan aksen sambung ini dilakukan untuk menyatukan komponen batang agar tidak lepas. Hal ini dikarenakan bentuk bambu yang silinder menjadi hambatan dalam penyambungan, sehingga perlu dilakukan alat bantu sambung yaitu paku. Bambu dengan sambungan ijuk dipaku kemudian diikat dengan ijuk untuk memperkokoh sambungan pada setiap titik buhulnya. Pada sambungan baut, sistem penyambungan menggunakan plat sambung kayu lapis dengan ukuran menyesuaikan dengan bentuk kuda-kuda yang telah dibuat. Plat sambung berupa kayu lapis ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
4
Gambar 2 Plat sambung pada sambungan baut Bambu dan plat yang digunakan pada rangka kuda-kuda sambungan baut dibor terlebih dahulu. Bor dilakukan untuk mencegah terjadinya pecah ketika baut dipasang dan dikencangkan dengan menggunakan kunci pas (tang). Bentuk rangka kuda-kuda bambu ditunjukkan pada Gambar 3.
(a) (b) Gambar 3 Rangka kuda-kuda dengan (a) sambungan baut dan sambungan (b) tali ijuk Jumlah contoh uji yang digunakan dalam penelitian sebanyak 36 buah dengan rincian sebagai berikut: Tabel 1 Kode contoh uji kuda-kuda bambu untuk pengujian
5
Proses Pengujian Rangka Kuda-Kuda Pengujian sifat fisis Pengujian rangka kuda-kuda bambu merujuk pada ISO 22157-1: 2004, mengenai petunjuk pengujian sifat fisis dan mekanis bambu utuh. Pengujian Sifat Fisis ini meliputi pengujian kadar air (KA), kerapatan dan berat Jenis (BJ). Contoh uji yang digunakan berupa bilah dengan ukuran (2,5 x 2,5 x 1) cm 3 diperoleh dari bagian kuda-kuda yang telah diuji menggunakan UTM Baldwin. 1. Kadar air Contoh uji ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan berat awal, kemudian dioven dengan suhu 103±20C selama 24 jam sampai mencapai berat konstan. Contoh uji kemudian didinginkan selama kurang lebih 15 menit di dalam desikator. Selanjutnya contoh uji ditimbang kembali (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan rumus : KA (%) = Keterangan : KA BA BKT
x 100
= Kadar air (%) = Berat awal (g) = Berat Kering Tanur (g)
2. Kerapatan Pengujian kerapatan dilakukan dengan mengukur contoh uji yang ditimbang untuk menentukan berat kering udara (BKU). Besarnya nilai kerapatan ditentukan dengan rumus :
Keterangan: Massa V
= Kerapatan (g/cm3) = Masa Kering Udara (g) = Volume (cm3)
3. Berat jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan kondisi kering tanur per volume bahan. Berat kering tanur diperoleh dengan cara menimbang contoh uji yang telah di oven pada suhu 103±2ᵒ C selama dua hari.
Keterangan : BJ = berat jenis BKT = berat kering tanur (g) V = volume kering tanur (cm3) Identifikasi perilaku lentur dan kerusakan Identifikasi perilaku lentur dan kerusakan dilakukan ketika rangka kudakuda diuji menggunakan UTM Baldwin dengan empat LVDT. Tiga diletakkan pada contoh uji dan LVDT lainnya pada meja uji. Setting alat pengujian
6
ditunjukkan pada Gambar 4 LVDT 1 (a) LVDT 2 (b), LVDT 3 (c), LVDT 4 (d). Perilaku lentur dan jenis kerusakan yang terjadi akan dibandingkan dengan antar jenis bambu, tipe kuda-kuda dan jenis sambungannya.
Gambar 4 Set alat pengujian rangka kuda-kuda Analisis struktur dengan pemodelan SAP Pemodelan dengan menggunakan SAP digunakan untuk menentukan dan melihat perilaku lentur serta kerusakan pada contoh uji dengan program komputer. Namun, penggunaan program ini tidak dapat menggali kekuatan dan kelemahan material sebenarnya, sehingga tidak dapat menunjukkan perilaku keruntuhan bambu sebagai elemen penyusun sistem struktur maupun kegagalan sambungan secara visual (Kurniady 2004). Nilai Modulus of Elasticity (MOE) dibutuhkan untuk mengidentifikasi perilaku lentur, gaya dalam, dan elemen lainnya. Penelitian ini nilai MOE yang digunakan untuk menganalisis gaya-gaya yang berkerja merujuk pada penelitian Idris et al (1981) dalam Haris (2008). Selain nilai MOE data-data diameter dan tebal juga digunakan untuk analisis struktur, data diameter dan tebal dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 2 MOE berdasarkan penelitian Idris et al (1981) dalam Haris (2008) Bambu MOE (kg/cm2) Andong (Gigantochloa psedoarundina) 96.616-121.395 Tali (Gigantochloa apus Kurz) 57.515-121.334
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis Bambu Kadar air Pengujian kadar air ini dilakukan untuk melihat kandungan air pada material. Bambu memiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap dan melepaskan air yang dapat mengakibatkan kembang susut pada bahan, sehingga jika hal ini tidak ditindak lanjuti maka akan menyebabkan penurunan sifat mekanis bambu.
7
Hasil pengujian diperoleh rataan KA pada contoh uji berkisar antara 7.61- 8.21% ditunjukkan pada Gambar 5. KA tertinggi terdapat pada contoh uji bambu Andong sambungan tali (AT) dan bambu Tali sambungan tali ijuk (TT) masing-masing dengan rataan nilai 8.21 % dan 7.93 %, sedangkan rataan nilai KA terendah adalah bambu Andong sambungan baut (AB) dan bambu Tali sambungan baut (TB) masing-masing dengan rataan nilai 7.6 % dan 6.86%.
Gambar 5 Rataan kadar air (%) contoh uji kuda-kuda Nilai KA pada masing-masing contoh uji tidak jauh berbeda antar jenis bambu dan sambungan yang digunakan. Hal ini karena adanya persamaan umur, lokasi tempat tumbuh dan pengambilan posisi contoh uji (pangkal, tengah dan ujung). Mardikanto et al (2011) menyatakan bahwa dengan berkurangnya air, jaringan sel dan serat pada material akan menyatu/ kokoh. Hal ini dikarenakan perubahan KA akan menyebabkan dinding sel akan mengalami pengerasan dan pengakuan. Semakin kering material KA dibawah titik jenuh serat maka akan menjadi semakin kuat. Hasil pengujian menunjukkan KA yang rendah pada material yang digunakan untuk kuda-kuda bambu AB dan TB berpengaruh terhadap sifat mekanis, sehingga mampu menahan beban yang besar jika dibandingkan dengan KA pada material yang digunakan untuk kuda-kuda TT dan TB. Namun, masing-masing contoh uji telah mencapai kadar air keseimbangan (KAK) sehingga aman untuk digunakan sebagai konstruksi bangunan. Nilai KAK bambu berkisar antara 6-11%. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai KAK adalah kondisi material dan lingkungan dimana benda tersebut ditempatkan (Basri dan Saefudin 2011). Kerapatan dan berat jenis (BJ) Nilai kerapatan hasil pengujian kuda-kuda bambu berkisar antara 0.59- 0.67 3 g/cm , sedangkan BJ hasil pengujian berkisar antara 0.55- 0.63 yang ditunjukkan pada Gambar 6. Nilai kerapatan dan BJ ini diperoleh dari nilai rataan seluruh contoh uji kuda-kuda.
8
Gambar 6 Rataan kerapatan dan BJ contoh uji kuda-kuda Hasil penelitian menunjukkan nilai kerapatan tertinggi adalah contoh uji AB dan TB dengan nilai yang sama yaitu 0.67 g/cm3. Perbedaan kerapatan pada contoh uji dikarenakan pengaruh KA pada masing-masing material. Semakin rendah KA maka kerapatan akan tinggi dan sebaliknya, selain itu dikarenakan adanya variasi rongga serta ketebalan dinding sel. Hasil pengujian menunjukkan BJ tertinggi terdapat pada contoh uji bambu Andong dan Tali sambungan baut masing-masing dengan nilai 0.62 dan 0.63, sedangkan BJ terendah terdapat pada sambungan tali ijuk AT dan TB masingmasing dengan nilai 0.59 dan 0.55. BJ dan kerapatan dapat digunakan sebagai indikator kekuatan suatu material. Semakin meningkat BJ dan kerapatan, maka akan semakin kuat material tersebut dalam menahan beban (Adha 2008, Mardikanto et al 2011). Teori tersebut sesuai dengan hasil pengujian dilapangan yang menunjukkan bahwa sifat material yang digunakan pada struktur kuda-kuda AB dan TB dengan BJ dan kerapatan yang tinggi mampu menahan beban rata-rata yang lebih besar dibandingkan struktur kuda-kuda lainnya. Hasil pembebanan struktur dapat ditunjukkan pada Gambar 9. Analisis Perilaku Lentur Struktur Kuda-Kuda Kuda-kuda bambu Andong Perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong menggunakan sambungan baut dan tali ijuk ditunjukkan pada Gambar 7.a, b dan c
Keterangan : P maks AT1a= 1568.40 kg P maks AT1b= 1341.28 kg P maks AT1c= 1332.32 kg
P maks AB1a= 1098.20 kg P maks AB1b= 1112.20 kg p maks AB1c= 1964.22 kg
(a) AB1-AT1
9
Keterangan : P maks AT2a= 1344.27 kg P maks AT2b= 1046.75 kg P maks AT2c= 1580.35 kg
P maks AB2a= 1906.58 kg P maks AB2b= 1900.52 kg P maks AB2c= 1884.46 kg
(b) AB2-AT2
Keterangan : P maks AT3a= 668.395 kg P maks AT3b= 389.936 kg P maks AT3c= 1089.097 kg
P maks AB3a= 1241.965 kg P maks AB3b= 1655.066 kg P maks AB3c= 1658.054 kg
(c) AB3-AT3 Gambar 7 Perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong tipe 1 (a), tipe 2 (b) dan tipe 3 (c) Grafik diatas menunjukkan perilaku lentur kuda-kuda bambu Andong melalui tiga tipe rangka dengan sambungan baut dan tali ijuk pada nilai defleksi 40 mm. Gambar 7.a menunjukkan bahwa grafik lebih tinggi dibandingkan dengan contoh uji AT1b dan AT1c. Hal ini diduga karena adanya perbedaan sifat fisis material, keberadaan buku pada ujung-ujung batang horizontal dan kekuatan ikat tali ijuk pada sambungannya. Pada grafik AB1c lebih tinggi dibandingkan dengan grafik AB1 a dan AB1b, kondisi yang sama juga terjadi pada bambu Andong sambungan baut tipe 3 (AB3) pada Gambar 7.c. Sambungan baut memiliki ulangan ke-c memiliki grafik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sambungan tali ijuk, tingginya grafik menunjukkan adanya sifat kekakuan yang tinggi pada struktur. Sifat kekakuan merupakan sifat dimana suatu benda apabila menerima beban atau gaya luar, benda tersebut cenderung untuk mempertahankan diri atau menahan terjadinya perubahan bentuk (Mardikanto et al 2011). Hasil penelitian grafik AB1c mampu menahan beban maksimum lebih besar dengan beban maksimum yaitu 1964.23 kg, sehingga dapat disimpulkan pada sambungan baut memiliki sifat kekakuan yang lebih baik dibandingkan dengan sambungan tali ijuk. Kekakuan pada sambungan baut ini dipengaruhi oleh adanya plat sambung dan kekencangan baut.
10
Pada grafik 7.b rangka kuda-kuda AB2a pada sambungan baut mengalami keruntuhan secara tiba-tiba saat defleksi 31.6 mm pada beban 598.69 kg, kemudian mengalami kenaikan pada saat sebelum LVDT dilepaskan. Turunnya grafik AB2a pada Gambar 7.b dipengaruhi oleh kondisi materialnya yaitu diameter, tebal dan keberadaan buku. Selain itu, diduga karena adanya deformasi berupa pergeseran batang-batangyang menghasilkan bunyi-bunyi batang yang terdesak. Sambungan tali ijuk (AT) pada tipe dua dan tiga mengalami kondisi yang sama yaitu mengalami kenaikan secara seragam pada ketiga ulangannya dengan slope grafik yang lebih landai. Hal ini mengindikasikan sifat ketidak kakuan struktur. Kuda-kuda bambu Tali Perilaku lentur kuda-kuda bambu Tali menggunakan sambungan baut dan tali ijuk ditunjukkan pada Gambar 8 a, b dan c
Keterangan: P maks TB1a= 1037.55 kg
P maks TT1a= 1323.35 kg P maks TT1b= 1341.28 kg P maks TT1c= 1580.45 kg
P maks TB1b= 1089.06 kg
(a) TB1-TT1
Keterangan: P maks TB2a= 1909.61 kg
P maks TT2a= 501.21 kg P maks TT2b= 1581.35 kg P maks TT2c= 1580.35 kg
(b)TB2-TT2
11
Keterangan: P maks TB3a = 1964.23 kg P maksTB3b = 1245.01 kg P maks TB3c = 1180.54 kg
P maks TT3a= 501.28 kg P maks TT3b= 668.39 kg P maks TT3c= 668.39 kg
(c)TB3-TT3 Gambar 8 Perilaku lentur kuda-kuda bambu Tali tipe 1 (a), tipe 2 (b) dan tipe 3 (c) Grafik di atas menunjukkan perilaku lentur rangka kuda-kuda bambu Tali pada tiga tipe kuda-kuda yang menggunakan sambungan baut dan tali ijuk. Hasil analisis diperoleh bahwa struktur dengan sambungan baut memiliki sifat kekakuan lebih tinggi dibandingkan dengan sambungan tali, baik pada tipe1, 2 dan 3. Kekakuan struktur ini ditinjau berdasarkan kemiringan grafik, grafik pada sambungan baut lebih tinggi (curam). Rangka kuda-kuda sambungan tali ijuk memiliki kekakuan yang rendah dibandingkan dengan sambungan baut. Hal ini diduga karena pengaruh sifat fisis material, keberadaan buku dan tebal buluh bambu dan kekuatan ikat dalam titik buhul. Artiningsih (2012) menyatakan bahwa penyambungan memakai tali sangat tergantung pada keterampilan pelaksana. Kekuatan sambungan hanya didasarkan pada kekuatan gesek antar tali dan bambu atau antara bambu yang satu dengan yang lainnya. Hal ini yang menyebabkan sambungan tali memilki nilai elastisitas (kekakuan) yang lebih rendah. Perbandingan perilaku lentur bambu Andong dan Tali secara umum Ditinjau berdasarkan material yang digunakan bambu Tali lebih elastis (kaku) jika dibandingkan dengan bambu Andong. Berdasarkan sifat anatominya bambu Tali mempunyai serabut yang panjang, kuat dan lentur sehingga mampu menahan beban lebih besar. Selain itu, nilai MOE bambu Tali menurut hasil penelitian Haris (2008) termasuk tinggi yaitu 234.63 kg/cm2, sedangkan bambu Andong adalah 202.53 kg/cm2. Secara fisiologi sel serabut berfungsi sebagai bahan penguat, sehingga semakin panjang dan banyak jumlah serabut, maka sifat mekanis bambu akan semakin meningkat. Namun, berdasarkan struktur kudakuda hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu Andong dengan sambungan baut mampu menahan beban maksimum lebih besar dibandingkan dengan bambu Tali yang ditunjukkan pada Gambar 9. Bedasarkan grafik tersebut terlihat adanya perbedaan yang berbanding terbalik antara struktur dan sifat material yang digunakan. Perbedaan tersebut diduga karena pengaruh kekakuan sambungan
12
akibat proses pengencangan baut, selain itu keberadaan buku pada ujung batang horizontal yang dekat dengan tumpuan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa hampir semua contoh uji kuda-kuda bambu Andong dengan sambungan baut terdapat buku pada ujungnya. Oleh karena itu, keberadan buku tersebut diduga berpengaruh terhadap kemampuan menahan beban. Bachtiar (2008) menyatakan bentuk bambu yang berupa tabung dengan sekat-sekat yang disebut buku mempunyai sifat mekanis yang khusus terutama untuk pengujian tekan.
Gambar 9 Rataan beban maksimum kuda-kuda sambungan baut dan tali ijuk Ditinjau berdasarkan jenis sambungan dan rataan beban maksimum yang mampu ditahan, struktur kuda-kuda dengan sambungan baut mampu menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan sambungan tali ijuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur dengan sambungan baut mampu menahan rataan beban maksimum yaitu 1602.14 kg untuk bambu Andong dan 1576.96 kg untuk bambu Tali. Besarnya beban yang mampu ditahan oleh struktur mengindikasikan adanya sifat kekakuan yang tinggi. Selain itu, kekakuan pada struktur dapat dilihat pada grafik yang curam (slope besar) dan grafik naik turun yang merupakan upaya untuk melakukan mempertahankan bentuk dan kestabilan struktur. Berdasarkan tipe kuda-kuda yang digunakan dalam penelitian, ketiga tipe tersebut memiliki stabilitas yang baik. Hal ini dikarena pola susun batang dengan bentuk segitiga yang dapat mendistribuskan gaya dan menahan keruntuhan struktur. Schodek 1998 menyatakan bahwa pola susunan batang yang tidak segitiga secara umum merupakan pola yang harus dipadang dengan hati-hati karena daerah yang tidak segitiga pada batang akan berubah bentuk apabila mengalami pembebanan dan rawan tejadi keruntuhan. Sebagai pembantu dalam menentukan kestabilan rangka batang bidang digunakan persamaan aljabar yang menghubungkan banyak titik hubung (joint) pada rangka batang. Apabila n adalah banyak batang yang diperlukan dan j adalah banyaknya titik hubung, maka persamaan aljabar untuk kestabilan struktur adalah n= 2j-3 (Schodek 1998). Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan aljabar, diperoleh batang untuk keseimbangan pada tipe 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 5, 9 dan 7. Kerusakan tipe kuda-kuda Kerusakan yang terjadi pada tipe kuda-kuda yang digunakan tidak jauh berbeda antara tipe 1, 2 dan 3 baik pada sambungan baut maupun tali ijuk. Lokasi
13
kerusakan yang sering terjadi pada sambungan baut dan tali ijuk pada batang horizontal adalah titik buhul 1, 3 dan 4 untuk semua tipe, sedangkan kerusakan pada batang vertikal terjadi pada titik buhul 4 (tipe 1), 6 (tipe 2) dan 5 (tipe 3). Lokasi kerusakan ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 10 Titik-titik kerusakan contoh uji kuda-kuda Kerusakan yang terjadi pada batang horizontal dan vertikal diduga karena batang dekat dengan tumpuan dan gaya pada elemen batang akibat pembebanan. Pada saat terjadi pembebanan pada struktur kuda-kuda, beban akan diteruskan melalui elemen-elemen batang dan akan tertahan oleh sambungan. Pada saat beban tertahan oleh adanya sambungan akan menyebabkan timbulnya tegangan tarik maupun tekan pada elemen batang sehingga mengakibatkan terjadinya deformasi pada titik buhul tersebut. selain itu, adanya pengaruh dari tumpuan. Ketika struktur mengalam pembebanan maka akan menyebabkan tegangan tarik pada bagian cembung dan tegangan tekan pada bagian cekung. Hal ini terjadi karena terdapat tumpuan (disangga) pada kedua ujungnya batang yang mengakibatkan lokasi titik buhul 1 dan 3 (tipe 1 dan 2) serta titik buhul 1 dan 4 (tipe 3) menerima tekanan yang besar sehingga rawan terhadap kerusakan. Faktor lain yang juga mempengaruhi terjadinya kerusakan adalah beban maksimum yang mampu ditahan oleh struktur. Saat terjadi pembebanan masing-masing sambungan berperan dalam menahan kestabilan struktur. Oleh karena itu, jika salah satu komponen mengalami kerusakan maka komponen lain akan menahan beban yang didistribusikan pada elemen tersebut sampai pada titik leleh. Perbandingan perilaku lentur dengan program SAP Pemodelan dengan menggunakan program SAP ini dilakukan untuk melihat perilaku lentur pada struktur berupa perubahan bentuk (deformasi) melalui program komputer serta membandingkannya dengan pengujian aktual. Contoh uji yang digunakan dalam analisis ini adalah AB1a, AT2a dan TB3a dengan melihat perilaku lentur dan pola kerusakan yang terjadi. Pola deformasi menggunakan SAP ditunjukkan pada Gambar 11.a, b dan c sebagai berikut:
14
(a) AB1a
(b) AT2a
(c) TB3a Gambar 11 Pola deformasi menggunakan program SAP Hasil pengujian menggunakan SAP diperoleh pola deformasi yang terjadi pada masing-masing contoh uji kuda-kuda. Pada Gambar a diperoleh defleksi berupa lendutan sebesar 0.25 mm dari titik awal (normal). Defleksi pada gambar b dengan pola kerusakan lepasnya batang pada batang diagonal adalah 0.47 mm, sedangkan pada Gambar c defleksi adalah 0.30 mm, nilai defleksi tersebut akibat pembebanan pada masing-masing contoh uji sebesar 200 kg. Pada pengujian aktual dengan contoh uji yang sama dengan pengujian SAP pada pembebanan 200 kg tercatat defleksi pada AB1a adalah 23.09 mm, AT2a adalah 5.61 mm dan TB3a adalah 5.69 mm. Hasil identifikasi menunjukkan terjadinya perbedaan perilaku lentur ditinjau berdasarkan nilai defleksinya antara pengujian aktual dengan pengujian SAP. Hal ini dikarenakan tidak semua data pada hasil pengujian dapat dimasukkan pada program SAP. Data tersebut diantaranya adalah sifat fisis, keberadaan dan lokasi buku, jenis sambungan dan semua data diameter serta tebal bambu diasumsikan sama pada seluruh elemen batang, sehingga penggunaan program SAP tidak dapat menggambarkan kondisi material sebenarnya.
15
Identifikasi Kerusakan Jenis dan faktor penyebab kerusakan Jenis kerusakan yang terjadi pada masing-masing contoh uji relatif sama untuk setiap tipe, jenis sambung serta jenis bambu yang digunakan. Kerusakan yang terjadi pada sambungan baut diantaranya adalah pecah, retak, baut bergeser dan rusak pada plat sambung, sedangkan kerusakan pada sambungan tali ijuk diantaranya adalah pecah dan retak pada ujung batang horizontal serta kendur dan putus pada tali ijuk. Kerusakan pada rangka kuda-kuda sambungan baut berupa plat sambung hancur (a) posisi baut bergeser (b) pecah pada titik buhul (c) ditunjukkan pada Gambar 12, sedangkan kerusakan pada contoh uji rangka kuda-kuda bambu smabungan tali ijuk berupa pecah ujung (dengan buku) (a) pecah ujung (tanpa buku) (b) dan sambungan putus (c) ditunjukkan pada Gambar 13. Hasil identifikasi kerusakan pada masing-masing contoh uji disajikan pada Lampiran 4.
(a)
(b)
(c)
Gambar 12 Kerusakan rangka struktur kuda-kuda sambungan baut
(a) (b) (c) Gambar 13 Kerusakan pada rangka struktur kuda-kuda sambungan tali ijuk Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada contoh uji dipengaruhi oleh faktor internal meliputi kadar air, berat jenis, kerapatan dan teknik sambung, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kerusakan adalah pembebanan atau gaya luar. Kerusakan yang terjadi pada contoh uji seperti pecah dan retak merupakan reaksi yang ditimbulkan akibat adanya gaya luar yang bekerja (beban). Gaya yang bekerja pada struktur tersebut didistribusikan pada seluruh elemen batang yang akan berkumpul pada setiap titik buhul, sedangkan titik buhul ini harus pada
16
kondisi yang seimbang agar dapat mempertahankan struktur (Schodek 1998). Namun, gaya yang didistribusikan pada elemen batang tertahan oleh adanya sambungan sehingga menyebabkan gaya tarik dan tekan yang mengakibatkan terjadinya deformasi pada alat sambung. Kondisi pecah dan retak pada material diduga karena batas kemampuan dalam menahan beban maksimum. Selain itu karena pengaruh sifat fisis, keberadaan buku, tebal buluh dan posisi contoh uji dekat dengan tumpuan. Ditinjau berdasarkan kerusakan pada alat sambung, kendur dan putusnya tali ijuk serta geser pada sambungan baut disebabkan oleh desakan antar elemen batang yang menimbulkan tegangan tarik dan tekan sehingga mengakibatkan terjadinya deformasi. Pengaruh diameter, tebal dan keberadaan buku Hasil pengukuran diameter dan tebal contoh uji AB, TB, AT dan TT ditunjukkan pada Gambar 14. Contoh uji AT memiliki diameter terbesar yaitu 10.24 cm, sedangkan tebal buluh bambu terbesar ditunjukkan pada contoh uji AB yaitu 1,03 cm. Ukuran diameter dan tebal buluh bambu berpengaruh terhadap kapasitas pembebanan atau gaya luar yang diterima. Semakin besar diameter dan tebal buluh bambu maka akan semakin kuat dan kokoh struktur. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa contoh uji material AB dan TB yang digunakan untuk struktur kuda-kuda dengan tebal buluh bambu masing-masing dengan rataan nilai 1.03 cm dan 1.02 cm mampu menahan beban yang lebih besar jika dibandingkan dengan contoh uji TT dan TB. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tebal buluh bambu yang digunakan akan menghasilkan kekakuan yang tinggi, selain itu juga dipengaruhi oleh sifat fisik material lainnya yaitu kerapatan dan berat jenis. Ditinjau berdasarkan sifat anatominya batang bambu terdiri dari 50% parenkim, 40% serat dan 10% penghubung (sel pembuluh dan sel pembuluh tapis) (Chaowana 2013). Parenkim dan sel serat lebih banyak pada bagian luarnya, kisaran serat pada ruas penghubungnya antar buku memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya makin berkurang (Dransfield dan Wijaya 1995). Janssen (1981) dalam Noermalicha (2001) menyatakan kekuatan mekanis sangat bergantung pada lapisan sklerenkim, yang dimaksud dengan lapisan skelerenkim adalah jaringan yang berdinding tebal dan kuat terdiri dari sel-sel dewasa yang telah mati.
Gambar 14 Rataan diameter dan tebal kuda-kuda
17
Buku pada bambu menjadi kendala dalam pembuatan sambungan, terutama sambungan yang dapat menahan beban tarik yang mengakibatkan penurunan kekuatan . Hal ini disebabkan karena serat pada buku tidak semua lurus melainkan terdapat serat yang belok, serat yang belok akan membentuk buku, sehingga buku pada buluh bambu ini akan menurunkan kekuatan sebesar 25% (Widodo et al 2013). Namun, lain halnya buku yang terdapat pada bambu utuh, dimana buku pada bambu utuh memiliki berat jenis yang tinggi sehingga dapat menahan beban yang besar dan mempertahanakan bentuk kesilindrisan serta kekuatan pada bambu, sehingga contoh uji kuda-kuda yang memiliki buku pada kedua ujung horizontalnya dapat menahan beban lebih besar dibandingkan dengan contoh uji bambu tanpa buku pada kedua sisinya Kerusakan pada sambungan baut dan tali ijuk Selain diameter dan tebal buluh bambu faktor lain yang berpengaruh terhadap kerusakan struktur adalah teknik dan sistem sambungan. Sambungan merupakan titik pertemuan satu elemen struktur dengan elemen lainnya dan merupakan titik perlemahan pada suatu struktur. kekuatan struktur bambu sangat dipengaruhi oleh teknik sambungan bambu, karena pada titik sambungan terdapat beberapa macam material yang mana memiliki sifat fisik yang berbeda dan kekuatan rekat adhesi antar material (Suwarno 2009). Kegagalan struktur pada sambungan dapat berakibat fatal yakni runtuh atau rusaknya beberapa komponen (Kurniady 2007). Kerusakan sambungan baut terjadi pada pelat sambung dan baut itu sendiri, sedangkan sambungan tali ijuk kerusakan yang terjadi yaitu kendor dan putus, hal ini terjadi karena adanya respon akibat beban luar berupa geser dan perpindahan (displacement) pada komponen batang (Mardikanto et al 2011). Penyambungan memakai tali sangat tergantung pada keterampilan pelaksana. kekuatan sambungan hanya didasarkan pada kekuatan gesek anatar tali dan bambu atau bambu yan satu dengan bambu yang lain. Perubahan temperatur dan kelembaban akan mengakibatkan kembang susut pada bambu maupun tali. Hal ini menjadikan tali kendor sehingga kekuatan sambungan akan turun dan dapat mengakibatkan bangunan runtuh. Oleh karena itu sambungan bambu yang memakai tali perlu dicek secara berkala dan tali harus disetel agar tidak kendor.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil pengujian menunjukkan bahwa Struktur kuda-kuda dengan sambungan baut mampu menahan beban rata-rata 1602.14 kg untuk bambu Andong dan 1576.97 kg untuk bambu Tali, sedangkan struktur kuda-kuda dengan sambungan tali ijuk mampu menahan beban rata-rata 1151.21 kg untuk bambu Andong dan 1082.90 kg untuk bambu Tali, sehingga sambungan baut lebih baik digunakan sebagai konstruksi bambu. Jenis kerusakan yang terjadi pada contoh uji kuda-kuda sambungan baut yaitu pecah dan retak pada ujung batang horizontal
18
(titik buhul), plat sambung hancur dan baut bergeser, sedangkan kerusakan yang terjadi pada contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk adalah pecah dan retak pada ujung batang horizontal (titik buhul) dan kendur, putus pada tali ijuk. Tipe kuda-kuda bambu memiliki pengaruh terhadap kemampuan menahan beban, ketiga tipe kuda-kuda memiliki stabilitas yang baik dengan pola batang seluruhnya segitiga. Sifat fisik material berupa ukuran diameter, tebal buluh dan keberadaan buku berpengaruh terhadap kekuatan struktur. Saran Pengisian pada ujung-ujung batang horizontal yang berongga dengan kayu atau beton perlu dilakukan sehingga struktur mampu menahan beban yang lebih besar serta meniminalisir kerusakan berupa pecah ujung pada batang horizontal. Selain itu perlu dikaji lebih lanjut teknik dan sistem sambungan yang lain untuk konstruksi bambu.
DAFTAR PUSTAKA Adha A. 2008. Pengaruh buku bambu terhadap sifat fisis dan mekanis bambu lapis dari bambu andong (Gigantochloa verticillata (Willd.)Murno) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor). Atiningsih NKA. 2012. Pemanfaatan bambu pada konstruksi bangunan berdampak positip bagi lingkungan.ejournal.undip.ac.id [Internet]. [diunduh 2014 Okt 10];vol 8, no 01 (2012). Tersedia pada: http: //ejournal.undip.ac.id/index.php/metana/article/view/5117. Bachtiar G. 2008. Pemanfaatan buluh bambu Tali sebagai komponen pada konstruksi rangka batang ruang [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Basri E, Saefudin.2011. Sifat kembang susut dan kadar air keseimbangan (KAK) bambu Tali (Gigantochloa apus Kurtz) pada berbagai umur dan tingkat kekeringan. Bogor (ID): Pusat penelitian bagian Hasil Hutan Bogor. Chanowana P. 2013. Bamboo: An alternative raw material for wood and woodbased composites. Journal of Material Science Research: Vol.2.No.2. Correal D. JF, Arbelaez J. 2010. Influence of age and height position on colombian Guadua angustifolia bamboo mechanical properties.Maderas Ciencia Y Technologia. Vol 12 (2):105-113. Diastiara DL. 2012. Sambungan tradisional pada bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dransfield EA. Wijaya. 1995. Plant Resources of South Asia ((PROSEA) No 7:Bamboos. Lieden (NL): Bachhyus Publishers. Hakim AR. 2003. Pengaruh sambungan terhadap sifat mekanis laminasi bambu lengkung untuk tujuan penggunaan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Haris A. 2008.Pengujian sifat fisis dan mekanis buluh bambu sebagai bahan konstruksi menggunakan ISO 22157-1:2004. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
19
Idris AA, Anita F, Purwito. 1980. Penelitian bambu untuk bahan bangunan. dalam: Pengujian sifat fisis dan mekanis buluh bambu sebagai bahan konstruksi menggunakan ISO 22157-1:2004. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Iremonger MJ. 1990. Dasar Analisis Tegangan. Sandy S, Penerjemah. Depok [ID]: Penerbit UI-Press.. [ISO] International Standar Organization 22157-1. 2004. Laboratory manual on testing methods for determination of physical and mechanical properti of bamboo. Published Switzerland. Janssen JJA. 1981. The relationship between the mechanical properties and the biological and chemical composition of bamboo. Dalam: Rekayasa rancangan bangun laminasi lengkung bambu. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kurniady WR. 2007. Pemanfaatan material bambu sebagai material bangunan sederhana didaerah rawan gempa [skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Noermalicha. 2001. Rancangan bangun laminasi bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult f)backer ex Heyne). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID): IPB Press. Masdar A, Zufrimar, Noviarti, Putri D. 2013. Penggunaan ranting bambu ori (Bambusa arundinacea) sebagai connector pada struktur truss bambu. Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS)-Surakarta. Maya C, Narasimhamurthy, Pandey CN. 2013. A Study on anatomical and physical properties of cultivated bamboo (Oxytenanthera monostigama). International Journal CURR SCI 2013, 5: 62-66. Morisco. 2006. Pemberdayaan bambu untuk kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan [Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik UGM]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Ristinah S, Anggraini R, Satryawan W. 2012. Pengaruh variasi model terhadap respon beban dan lendutan pada rangka kuda-kuda beton komposit tulang bambu. Jurnal Rekayasa Sipil/ Volume 6, No 1-2012 ISSN 1978-5658. Schodek DL. 1991. Struktur. Suryoatmono B, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit PT. Refika Aditama. Terjemahan dari : Structures. Suwarno. 2009. Rancangan alat uji beban dinamik untuk sistem sambungan konstruksi bambu: a kaldorian approach. JIEB. Widodo AB, Panunggal E, Widjaja S, Rasyid DM, Soegiono. 2013. Effect of bamboo node for construction application. The Journal for Technology and Science, vol.18, No.3.
20
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Diameter dan tebal contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk No Kode DL1 DL2 DD1 DD2 Σ DL ΣDD tebal 1 AT1a 8.28 8.4 9.2 8.3 8.34 8.75 0.6 2 AT1b 11.4 12 7.25 9.7 11.70 8.475 1.3 3 AT1c 9.75 10.6 8.15 8 10.18 8.075 0.9 4 AT2a 7.32 8.3 9.5 9 7.81 9.25 0.6 5 AT2b 11 9.5 9.25 10.5 10.25 9.875 0.8 6 AT2c 13.2 12 9.4 10.15 12.58 9.775 1 7 AT3a 9.14 8.85 6.5 6 9.00 6.25 1 8 AT3b 11.02 10.2 8 8 10.61 8 0.5 9 AT3c 12.5 11 9.5 9.6 11.73 9.55 0.8 Σ 10.24 8.67 0.83 No Kode DL1 DL2 DD1 DD2 Σ DL ΣDD tebal 10 TT1a 8.18 10.16 6 5.75 9.17 5.87 0.6 11 TT1b 7.85 8.65 5.2 6.6 8.25 5.9 0.9 12 TT1c 8 7.5 5.2 6.5 7.75 5.85 0.7 13 TT2a 11.15 9.75 5.5 5 10.45 5.25 0.7 14 TT2b 7.75 7.75 5.75 4.75 7.75 5.25 1.2 15 TT2c 7.5 7.45 4.5 5.65 7.48 5.07 1.5 16 TT3a 8.44 19.75 6 6 14.09 6 1 17 TT3b 8.60 9.2 5.7 6 8.90 5.85 0.9 18 TT3c 10.9 9.9 8.85 8.05 10.38 8.45 1.2 Σ 9.36 5.94 0.97
22
Lampiran 2 Diameter dan tebal contoh uji kuda-kuda sambungan baut No Kode DL1 DL2 DD1 DD2 Σ DL1 Σ DL2 tebal 1 AB1a 9.85 9.3 7.5 7.8 9.6 7.65 1.2 2 AB1b 10 9.05 7.75 7.5 9.5 7.63 0.9 3 AB1c 8.5 10.6 7.55 8.45 9.6 8.00 0.7 4 AB2a 9.4 8.7 7.5 7.3 9.1 7.40 1.2 5 AB2b 9.05 9.4 7.35 7.1 9.2 7.23 1.1 6 AB2C 9.25 10.05 7.75 6.75 9.7 7.25 1.15 7 AB3a 10.35 10.45 8.35 7.75 10.4 8.05 1.2 8 AB3b 10.15 9.05 7.9 7.5 9.6 7.70 1 9 AB3c 7.45 7 4.8 5.7 7.2 5.25 0.9 Σ 9.3 7.35 1.03 No Kode DL1 DL2 DD1 DD2 Σ DL1 ΣDL2 tebal 10 TB1a 6.7 6 4.55 4.95 6.4 4.75 0.95 11 TB1b 7.65 7.7 5.9 6.45 7.7 6.18 0.85 12 TB1c 9.05 9.95 7.3 7.45 9.5 7.38 1.2 13 TB2a 9.4 8.85 7.3 7.2 9.1 7.25 0.95 14 TB2b 9.7 10.35 7.8 7.8 10.0 7.80 1.05 15 TB2c 7.25 7.45 5.2 6.15 7.4 5.68 1.05 16 TB3a 9.05 8.45 7.15 6.4 8.8 6.78 0.95 17 TB3b 7.3 8.3 6 6.75 7.8 6.38 1.4 18 TB3c 8.45 8.15 7.25 6.65 8.3 6.95 0.8 Σ 8.3 6.57 1.02
23
Lampiran 3 Identifikasi kerusakan contoh uji kuda-kuda sambungan tali ijuk Kode contoh uji keterangan AT1a Terdapat 4 retak pada ujung batang horizontal AT1b Tali ijuk kendur, komponen antar sambungan bergeser namun tidak pecah, rangka kuda-kuda melengkung. AT1c Terdapat 6 retak dan pecah pada ujung 1 dan 2, tali kendur dan bunyi akibat pergeseran pada titik 6 AT2a Terdapat 4 pecah pada ujung batang horizontal AT2b Terdapat 9 retak dan belah pada ujung 1 dan 2 batang horizontal. AT2c Tali kendur, belah pada ujung horizontal yang tidak ada buku AT3a Tali kendur akibat pergeseran batang pada setiap titik buhul, jumlah retak 1 pada ujung yang tidak memiliki buku. AT3b 4 retak pada ujung batang horizontal dan tali kendur AT3c Tali kendur pada ujung 1 dan 2, terdapat buku pada ujung 1 dan retak,pecah pada ujung 2 dengan panjang retak 31 cm TT1a Retak pada kedua ujung batang horizontal, 3 retak pada ujung 1 dan 2 retak pada ujung 2. TT1b Pecah dan bergeser pada titik sambungan sehingga menyebabkan tali kendur namun tidak putus. TT1c 6 retak pada ujung batang horizontal yang tidak terdapat buku dan tali kendur. TT2a 6 Retak pada ujung yang tidak memiliki buku terdiri dari 2 pada ujung 2 dan 4 pada ujung 2 TT2b Kedua sisi terdapat buku, pecah ujung1 batang horizaontal, terdapat bunyi bergeser antar sambungan sehingga tali ijuk mengalami kendur pada setiap titik buhul. TT2c Tali pada setiap titik buhul kendur akibat pergeseran sambungan, retak pada ujung 2 yang tidak terdapat buku. TT3a Tali pada titik buhul kendur dan terdapat 4 retak pada ujung batang horizontal. TT3b Tidak ada masalah pada tali pada setiap titik buhul, terdapat 2 retak pada ujung batang horizontal. TT3c Terdapat buku pada kedua ujung horizontal, tali kendur pada titik buhul 1 dan 2 batang horizontal, namun tidak sampai pecah, diduga terjadi pergeseran pada setiap titik buhul.
24
Lampiran 4 Identifikasi kerusakan contoh uji kuda-kuda sambungan baut Kode contoh uji Keterangan AB1a Ujung horizontal tidak ada buku dan terjadi 10 pecah pada titik sambung 1,3 dan 4 AB1b Terdapat buku pada salah ujung horizontal 1, plat sambung melengkung dan pecah dan terjadi 3 pecah pada bagian yang tidak berbuku pada ujung horizontal 2 AB1c Terdapat buku pada kedua ujung horizontal dan terjadi pecah sebanyak 17 pada ujung-ujung tersebut AB2a Tidak terdapat buku pada kedua ujung batang horizontal, plat pada ujung 1 dan 2 hancur dan terjadi 7 kerusakan yang terdiri dari 5 pecah-retak pada ujung 1 dan 2 pecah-retak pada ujung 2. AB2b Kedua ujung horizontal memiliki buku, tidak sampai terjadi pecah AB2c Ujung 1 pada batang horizontal memiliki buku sedangkan ujung lainnya tidak terdapat buku.tidak terdapat kerusakan namun terdapat bunyi-bunyi pada titik buhul yang bergeser AB3a Kedua ujung tedapat buku, terjadi 8 pecah yang terdapat 4 pecah pada titik buhul 5 dan 4 pada ujung 2 batang horizontal. AB3b Terdapat buku dikedua ujung horizontal, terjadi 12 pecah pada titik 1 dan2 serta 1 pada titik 4 AB3c Terdapat buku pada kedua ujung horizontal, tidak terdapat pecah pada bambu namun baut pada plat sambung bergeser 1 cm TB1a Terdapat buku pada ujung 2, ujung 2 dan 1 pecah pada ujung 2, TB1b Terdapat 1 buku pada ujung 1, ujung 2 tidak ada kerusakan pada sambungan dan 3 baut melengkung TB1c Ujung 1 terdapat buku, tidak ada pecah namun baut bergeser dan bengkok TB2a Tebal ujung 2 lebih besar dari ujung 1, terjadi bentuk silindris namun kembali kebentuk semula TB2b Tidak terdapat buku pada kedua ujungnya, plat pada titik 1 dan 3 hancur, pecah 5 pada titik 1 dan 2 pecah 2 pada titik 3 TB2c Ujung 1 terdapat buku, 3 pecah pada titik 6 TB3a Ujung 2 terdapat buku dan terjad pecah sebanyak 2 pada titik 5 dan pecah 2 pada titik 1 pada aksen sambung TB3b Ujung 1 terdapat buku, ujung 2 sudah terdapat bubuk, 5 pecah pada titik 4 TB3c Tidak ada buku pada kedua ujung, 14 retak dan retak pada titik1,3 dan 5, 5 baut bergeser pada ujung 2
25
Lampiran 5 Beban maksimum contoh uji kuda-kuda Kuda-kuda bambu Andong Kode AB 1
AB2
AB3
AT1
AT2
AT3
Ulangan Beban (kg) a 1098.21 b 1110.20 c 1964.23 a 1906.59 b 1900.53 c 1884.47 a 1241.97 b 1655.06 c 1658.05 a 1568.40 b 1341.28 c 1332.32 a 1344.27 b 1046.76 c 1580.35 a 668.39 b 389.936 c 1089.09
Kuda-kuda bambu Tali Kode TB1
TB2
TB3
TT1
TT2
TT3
Ulangan Beban (kg) a 1037.56 b 1089.06 c 1909.61 a 1969.63 b 1890.44 c 1906.59 a 1964.23 b 1245.00 c 1180.54 a 1323.36 b 1341.29 c 1580.45 a 501.28 b 1581.35 c 1580.35 a 501.28 b 668.39 c 668.39
Lampiran 6 Pengujian sifat fisis contoh uji kuda-kuda bambu Andong Uji KA Bambu Berat Awal BKT kode Urutan 1 2 3 1 2 3 Volume AB1 a 4.36 4.29 4.3 3.76 3.71 3.7 5.7 b 2.87 2.94 2.87 2.5 2.55 2.5 3.9 c 3.14 3.19 3.15 2.73 2.78 2.73 3.9 AB2 a 3.42 3.38 3.39 2.95 2.97 2.95 5.2 b 4.62 4.7 4.67 4.05 4.06 4.02 6.0 c 3.66 3.66 3.38 2.95 3.18 3.16 6.0 AB3 a 3.53 3.55 3.53 3.09 3.09 3.09 4.6 b 2.35 2.36 2.39 2.04 2.05 2.06 4.2 c 4.4 4.53 4 3.46 3.81 3.91 5.7 AT1 a 3.52 3.67 3.7 3.18 3.07 3.18 6.5 b 4.45 4.47 4.53 3.87 3.94 3.96 5.4 c 3.34 3.33 3.34 2.9 2.92 2.92 4.2 AT2 a 3.47 3.52 4.17 3.05 3.02 3.04 5.6 b 2.67 2.61 2.68 2.35 2.27 2.31 6.0 c 6.19 6.51 6.35 5.39 5.5 5.54 5.3 AT3 a 2.73 2.74 2.76 2.37 2.37 2.38 5.7 b 3.95 3.99 3.89 3.48 3.38 3.43 6.2 c 3.02 3.08 3.06 2.54 2.56 2.56 5.2 Σ
Σ BB 4.02 2.71 2.95 3.18 4.35 3.33 3.31 2.21 4.02 3.39 4.20 3.13 3.38 2.48 5.91 2.56 3.69 2.80 3.42
ΣBKT 3.72 2.52 2.75 2.96 4.04 3.10 3.09 2.05 3.73 3.14 3.92 2.91 3.04 2.31 5.48 2.37 3.43 2.55 3.17
KA 8.0 7.5 7.5 7.4 7.7 7.6 7.2 7.7 7.8 7.7 7.1 7.3 11.3 7.4 8.0 7.8 7.5 9.8 7.9
Kerapatan 0.71 0.69 0.76 0.61 0.72 0.56 0.72 0.52 0.71 0.52 0.77 0.75 0.60 0.41 1.12 0.45 0.59 0.54 0.65
BJ 0.66 0.65 0.70 0.57 0.67 0.52 0.67 0.49 0.66 0.48 0.72 0.70 0.54 0.39 1.04 0.42 0.55 0.49 0.61
26
2
27
Lampiran 7 Pengujian sifat fisis contoh uji kuda-kuda bambu Tali Uji KA Bambu Berat Awal BKT Urutan 1 2 3 1 2 3 Volume TT1 a 3.72 3.77 3.63 3.16 3.27 3.21 5.3 b 2.47 2.56 3.01 2.14 2.17 2.5 6.4 c 3.91 3.94 3.93 3.42 3.41 3.4 5.1 TT2 a 3.98 3.6 4.06 3.5 3.1 3.41 7.7 b 5.13 5.19 5.02 4.34 4.49 4.46 7.4 c 6.18 6.02 5.88 5.35 5.2 5.08 9.6 TT3 a 3.44 3.43 3.48 2.97 3 2.96 8.0 b 5.3 5.23 3.48 2.95 4.58 4.57 6.6 c 3.38 3.49 3.5 3.03 3.04 2.94 4.0 TB1 a 4.44 4.52 4.46 3.9 3.96 3.92 8.4 b 3.1 3.1 2.47 2.7 2.59 2.21 4.1 c 2.78 2.88 2.78 2.42 2.44 2.4 3.6 TB2 a 6.3 6.18 6.17 5.33 5.41 5.43 8.8 b 5.73 5.85 5.79 4.99 5.03 4.95 7.0 c 3.12 3.07 3.11 3.09 2.72 2.57 3.6 TB3 a 2.46 2.5 2.36 2.16 2.14 2.05 4.5 b 3.4 4.15 3.4 2.96 3.01 4.03 5.2 c 4.37 4.36 3.57 3.78 3.77 3.58 5.5 Σ
Σ BB 3.46 2.48 3.67 3.61 4.77 5.62 3.21 4.35 3.23 4.20 2.70 2.62 5.80 5.39 2.95 2.28 3.49 3.91 3.76
ΣBKT 3.21 2.27 3.41 3.34 4.43 5.21 2.98 4.03 3.00 3.93 2.50 2.42 5.39 4.99 2.79 2.12 3.33 3.71 3.50
KA 7.7 9.0 7.6 8.1 7.7 7.8 8.0 7.9 7.5 7.0 7.8 8.1 7.7 8.0 5.5 7.6 4.8 5.3 7.39
Kerapatan 0.66 0.39 0.72 0.47 0.65 0.59 0.40 0.66 0.81 0.50 0.66 0.72 0.66 0.77 0.83 0.51 0.67 0.71 0.63
BJ 0.61 0.36 0.67 0.43 0.60 0.54 0.37 0.61 0.75 0.47 0.61 0.66 0.61 0.71 0.79 0.47 0.64 0.68 0.59
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan pada tanggal 08 Maret 1992 dari ayah Sukirman dan ibu Ani Siswati. Penulis adalah putra ketujuh dari tujuh bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Sungai Lilin dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada jalur Gunung Sawal-Pangandaran dan Praktek Pengolahan Hutan (P2H) di Hutan pendidikan Hutan Gunung Walat Sukabumi dan sekitarnya serta Cianjur, serta telah melaksanakan Praktek kerja Lapang (PKL) di Perum perhutani Unit 3 Pabrik Pengolahan Minyak Kayu Putih di Indramayu, Jawa Barat. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi baik organisasi dalam kampus maupun diluar kampus. Penulis pernah menjabat sebagai staff dan ketua Departemen Human Resources Development (HRD) IFSA LC-IPB (International Forestry Student Association Local Committee IPB) dan volunteer serta fasilitator kegiatan lingkungan di DeTara Foundation (NGO) seperti Global Exploration Indonesia-Belanda 2010-2014 dan pertukaran budaya Indonesia –Korea Selatan dan pengabdian masyarakat serta panitia kegiatan internasional lain yang diadakan oleh Fakultas Kehutanan IPB dan IFSA LC-IPB seperti INafor-Gafor, SEAFYM dan AKECOP Publication Meeting. Penulis pernah terpilih sebagai perwakilan Indonesia pada agenda international seperti 6th UNEP TUNZA SEAYEN 2013 (South East Asean youth Environmental Network) di Bali , 1st ASEAN+3 Youth Leader for Climate Change Forun (AYCC 2013) dan ASEAN+3 Future Leader for Water di Chiang Mai,Thailand dan 7th UNEP TUNZA SEAYEN 2014 di Singapura serta terpilih sebagai delegasi Indonesia untuk agenda UNEP TUNZA International 2013 di Nairobi Kenya, perwakilan ASEAN Youth Observator pada agenda Asia Pasific Water Summit 2013 dan 5th NARBO (Network Asian River Basin Organization)General Meeting Capacity Building for IWRM Process 2013 di Chiang Mai, Thailand. Penulis juga ditunjuk sebagai National Advisor UNEP TUNZA SEAYEN Indonesia 2013-2015.
28
29