Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS) 2016, 8 Nopember 2016, ISBN xxx-xxx-xxxxx-x-x
STUDI NUMERIK PERILAKU SAMBUNGAN BAUT DAN ADHESIVE PADA STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA RINGAN Indra Komara1, Endah Wahyuni2, dan Priyo Suprobo3 1
Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Email:
[email protected] 2 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Email:
[email protected] 3 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan karena dilatarbelakangi oleh fakta bahwa struktur rangka atap cold-formed steel (CFS) selain memiliki kelemahan akibat pengaruh inersia penampang juga memiliki sensitivitas pada sambungan yang memicu kegagalan struktur. Perlemahan pada struktur rangka atap CFS menyebabkan kekakuan yang relatif lebih rendah, sehingga kegagalan tekuk lentur dan torsi dapat terjadi. Selain itu, perlemahan pada sambungan CFS juga mengurangi kapasitas struktur untuk menahan beban yang bekerja. Hal tersebut menyebabkan deformasi yang berlebihan serta struktur tidak sesuai digunakan sebagai elemen utama penahan beban karena transfer gaya terjadi secara tidak merata. Oleh karena itu, berbagai penelitian dilakukan sebagai upaya peningkatan perilaku struktur CFS khususnya pada daerah sambungan rangka atap sehingga struktur dapat digunakan dengan aman dan kelebihan yang dimiliki jenis struktur ini dapat dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku sambungan CFS yaitu untuk mengetahui kapasitas sambungan dalam memikul beban maksimum melalui permodelan secara numerik. Material yang digunakan pada penelitian ini adalah profil CFS berdasarkan design code, sedangkan 2 jenis adhesive yaitu Sikadur 31 CF Normal dan JB weld diberikan pada sambungan rangka CFS. Studi numerik dilakukan dengan dua buah benda uji yaitu sambungan truss dengan sudut 45˚ dan 90˚ menggunakan dimensi penampang 76 × 44 × 11 × 1 mm. Kemudian, variasi baut yang digunakan adalah 2 baut dan 3 baut, sedangkan untuk variasi adhesive berdasarkan fraksi volume dari luasan area sambungan adalah 100%, 75% dan 50%. Pemilihan variasi jumlah baut dan adhesive yang berbeda dilakukan untuk mengetahui konfigurasi yang optimum dalam mereduksi beban yang terjadi. Studi juga melihat perilaku beban-deformasi dan juga mode kerusakan pada sambungan sesuai dengan variasi model. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan perilaku struktur dalam memikul beban khususnya dalam peningkatan kapasitas sambungan sehingga struktur CFS memiliki kekakuan awal yang baik serta memiliki daktilitas yang cukup signifikan. Kata kunci: cold-formed steel, struktur rangka atap, sambungan baut dan adhesive, kapasitas sambungan
1.
PENDAHULUAN
Sistem struktur Cold-Formed Steel (CFS) atau yang biasa disebut dengan baja ringan merupakan salah satu inovasi yang diterapkan pada konstruksi bangunan dan digunakan sebagai alternatif dalam desain rangka atap. Hal ini dikarenakan struktur baja ringan merupakan solusi yang efektif untuk konstruksi rangka atap bangunan tingkat rendah dan tingkat sedang pada wilayah gempa yang tinggi. Di samping itu, baja ringan memiliki desain yang sederhana, tipis, kuat, ringan dan dapat didaur ulang serta memiliki fleksibilitas yang cukup tinggi sehingga konstruksi lebih cepat dan menghemat waktu (Alica, 2013). Sistem rangka dengan baja ringan juga menjadi solusi yang efisien pada konstruksi perumahan dan konstruksi komersial lainnya. Hal ini dikarenakan sistem baja ringan menggunakan elemen struktural dengan dimensi yang kecil, tidak
memerlukan perancah (scafolding), mobilisasi yang mudah, serta konstruksi yang ramah lingkungan dibandingkan dengan kayu dan beton bertulang (Easterling, dkk., 2005). Perkembangan dunia konstruksi baja yang ramah lingkungan dalam beberapa tahun terakhir menjadi alasan penggunaan struktur baja ringan, sehingga kekuatan material baja ringan yang digunakan harus diperhitungkan layaknya struktur baja konvensional. Saat ini, kuat tarik baja ringan telah mencapai 550 MPa (Zhao, 2014). Akan tetapi pengaruh inersia penampang yang kecil menyebabkan kekakuan yang relatif rendah, sehingga kegagalan tekuk lentur dan torsi dapat terjadi. Gambar 1 menunjukkan detail penampang elemen struktur baja ringan. Selanjutnya, fenomena sensitivitas pada sambungan struktur baja ringan juga dapat memicu perlemahan penampang, sehingga mengurangi kapasitas struktur untuk menahan beban yang bekerja. Proses kegagalan diinisiasi pada kegagalan lokal sambungan atau tekuk pada elemen tertentu yang pada akhirnya akan menyebabkan propagasi kegagalan yang signifikan
Gambar 1. Penampang elemen struktur baja ringan (Yu dkk, 2005) Studi terdahulu terkait upaya dalam mempelajari hubungan sambungan baut pada struktur rangka baja ringan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Bleich (1952), Timoshenko dan Gere (1961), Bulson (1970) dan Allen dan Bulson (1980), secara ekstensif menginvestigasi dan menyimpulkan tegangan kritis elastis untuk tekuk lokal pada penampang C dan Z (Hancock, 1998). LaBoube dan Yu (1998) juga meneliti tentang perilaku struktur rangka baja ringan dan menyimpulkan bahwa penggunaan sistem baja ringan penampang C dengan sambungan self drilling screw (baut) umum digunakan sebagai sistem konstruksi rangka baja ringan. Perilaku dan desain struktur baja ringan terhadap sambungan baut telah diketahui dengan baik, namun perilaku sambungan struktur rangka baja ringan menggunakan perekat adhesive belum dapat dirumuskan secara pasti. Sehinga hal ini menjadi dasar hipotesis dalam penelitian ini, dikarenakan jenis adhesive yang berbeda akan memberikan respons berbeda terhadap pengaruh lingkungan, sehingga tinjauan studi yang dilakukan akan sangat kompleks (Anwar, 2015). Selain itu, pengaruh ketebalan perekat adhesive juga menjadi pertimbangan dalam peningkatan kinerja sambungan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kuat tarik sambungan menurun dengan meningkatnya ketebalan adhesive. Sebaliknya, ketebalan adhesive tidak mempengaruhi kekuatan geser sambungan. Analisa tegangan elastis menggunakan metode elemen hingga menunjukkan bahwa tegangan normal terkonsentrasi pada interface antara substrat dan adhesive (Naito, 2012). Selain itu, kombinasi dari penambahan adhesive pada sambungan akan menghasilkan struktur rangka atap baja ringan yang kaku. Sambungan adhesive akan meningkatkan kekakuan struktur antara 30% sampai dengan 100% sebelum terjadi tekuk (Brandon, 2010).
2.
DASAR TEORI
Sambungan baut Pada umumnya, sambungan elemen struktur baja ringan yang digunakan adalah sambungan baut. Sesuai dalam SNI 7971-2013, sambungan baut digunakan apabila ketebalan pelat tersambung kurang dari 3 mm. Untuk sambungan baut pada pelat dengan ketebalan lebih atau sama dengan 3 mm, harus menggunakan ketentuan sesuai AS 4100 atau NZS 3404. Baut harus dipasang dan dikencangkan agar sambungan mencapai kinerja yang dibutuhkan pada kondisi layannya. Lubang baut standar tidak boleh lebih besar dari yang ditentukan sesuai Tabel 1. Beberapa mode kegagalan yang umum terjadi pada sambungan baut adalah terjadi kegagalan akibat robekan pada pelat (tear-out failure), kegagalan bearing pada pelat, kegagalan tarik pada bagian bersih sambungan (tension failure of net section), kegagalan geser pada baut dan kombinasi kegagalan dari dua atau lebih kombinasi tersebut (Zeynalian dkk, 2016). Kegagalan-kegagalan sambungan CFS tersebut di ilustrasikan pada Gambar 2.
Tabel 1. Ukuran maksimum lubang baut (SNI 7971-2013) Dimensi lubang slotpendek (mm)
Dimensi lubang slotpanjang (mm)
df + 1.0
Diameter baut nominal ukuran berlebih db (mm) df + 2.0
(df + 1.0) hingga (df + 6.0)
(df + 1.0) hingga 2.5 df
df + 2.0
df + 3.0
(df + 2.0) hingga (df + 6.0)
(df + 2.0) hingga 2.5 df
Diameter baut nominal df (mm)
Diameter baut nominal db (mm)
< 12 12
Tear-out failure sering terjadi pada sambungan dimana posisi baut pada sambungannya dekat dengan ujung pelat atau jarak antara baut-bautnya sejajar dengan garis gaya yang bekerja. Pelat tersebut robek dari lubang baut menuju ujung pelat, sehingga harus diperhatikan jarak minimum e dalam perencanaannya (lihat Gambar 1a). Akan tetapi, menurut Hancock dkk (2011) apabila jarak antara ujung pelat hingga lubang baut terlalu jauh, maka akan mengakibatkan kegagalan bearing pada pelat seperti diilustrasikan pada Gambar 1b. Kegagalan bearing mengakibatkan tarikan lubang baut pada satu sisi pelat. Dalam hal tersebut, diperlukan nilai e yang dapat memberikan kondisi optimum. Tension failure of net section terjadi ketika tegangan di daerah bersih antara sambungan cukup besar. Kegagalan ini terjadi melintasi lubang baut sesuai garis gaya yang bekerja, sesuai Gambar 2c. Tipe kegagalan ini juga disebabkan oleh jarak antar baut dan jumlah baut pada sambungannya. Lainnya, kegagalan geser pada baut, tipe kegagalan ini terjadi ketika mutu dari baut yang digunakan tidak mampu menahan kapasitas beban atau mutu baut yang digunakan lebih rendah dari mutu pelat yang dipakai. Kegagalan geser ini dapat terjadi pada satu bagian atau bahkan keduanya tergantung dari tipe sambungan dan jumlah baut yang terpasang. Kegagalan geser pada baut bersifat getas sehingga sangat dihindari dalam pelaksanaannya.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2. Mode kegagalan pada sambungan baut (Zeynalian dkk, 2016): (a) kegagalan akibat sobekan pada pelat, (b) kegagalan bearing pada pelat, (c) Kegagalan tarik pada daerah bersih (d) Kegagalan geser baut
Pada struktur rangka CFS, umumnya penampang memiliki ketebalan yang sangat tipis antara 0.5 hingga 2.5 mm. Karenanya, kapasitas momen tahanan lentur harus dipertimbangkan antara lain, titik leleh bahan, tekuk lokal sayap dan badan serta tekuk lateral. Persamaan berikut digunakan untuk menghitung lebar efektif elemen tekuk lokal.
be dengan be b
= lebar efektif = lebar penampang 1
2 = e cr
0.22 b1
(1)
e cr
= tegangan maksimum penampang yang menyebabkan first yield atau tegangan maksimum dalam mendukung beban = tegangan tekuk penampang, dimana nilainya adalah sebagai berikut dengan E adalah modulus ealstisitas sebesar 29500 ksi / 203400 MPa dengan v adalah poisson rasio 0.3 dan nilai k adalah faktor tekuk (k = 4 untuk elemen dengan pengaku dan k = 3 untuk elemen tanpa pengaku)
k
2E
t
12 1 v 2 b
(2)
2
Spesifikasi sesuai AISI-1996 parameter batas kelangsingan yang disyaratkan adalah b = be dan = 0.673 adalah: b = be untuk ≤ 0.673 dan b ≤ b untuk 0.673 (3)
dengan
=
=
1 0.22
(4)
1.052 b e k t E
(5)
Sehingga berdasarkan persamaan-persamaan di atas, didapat
be 253 55.3 1 t b t
(6)
Sambungan Adhesive Penggunaan adhesive dalam sambungan elemen struktur di dunia teknik sipil adalah salah satu alternatif inovasi dalam peningkatan kinerja sambungan. Hal tersebut dipertimbangkan karena beberapa keunggulan yang dimiliki oleh sambungan adhesive yaitu, lebih kaku, sederhana, distribusi beban yang lebih merata, memiliki karakteristik redaman yang baik serta mengurangi kegagalan lokal akibat elongation lubang baut (Brandon, 2010). Faktor lain yang menjadi pertimbangan untuk penggunaan sambungan adhesive adalah faktor kegagalan sambungan yang lebih rendah dibandingkan penggunaan sambungan baut. Hal ini disebabkan oleh kecilnya konsentrasi tegangan di sekitar sambungan, sehingga kekakuan antar penampang dan struktur secara keseluruhan lebih baik. Gambar 3 mengilustrasikan distribusi kekakuan dan tegangan dari sambungan baut dan adhesive. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa sambungan adhesive memberikan perkuatan dalam membentuk ikatan menerus antar permukaan sedangkan sambungan baut hanya memberikan perkuatan pada beberapa titik lokal saja. Selain itu, sambungan baut juga mengakibatkan konsentrasi tegangan yang besar di sekitar sambungan, sehingga kegagalan struktur biasanya diawali pada daerah puncak tegangan yang berindikasi pada kegagalan signifikan pada struktur (Brandon, 2010).
(a)
dimana x adalah jarak antar sambungan
(b)
Gambar 3. Kekakuan dan distribusi tegangan: (a) sambungan baut, (b) Sambungan adhesive Di samping memiliki beberapa kelebihan, sambungan adhesive juga memiliki beberapa kekurangan yang harus diperhatikan khususnya sebagai sambungan untuk elemen struktural. Kekurangan dari sambungan
adhesive diantaranya adalah rentan terhadap perubahan suhu, umumnya 70° C hingga 180° C, yang berpengaruh terhadap penurunan kekuatan ikatan sambungan. Selain itu sambungan adhesive juga rentan terhadap pengaruh oksidasi dan pelarutan, sehingga harus menunggu proses pengerasan sambungan sebelum dapat diberikan beban layan. Waktu pengikatan normal untuk sambungan adhesive adalah ± 15 menit pada suhu 15° C hingga 35° C dengan kondisi kelembaban kurang dari 70 % (Anwar, 2014).
3. METODA PENELITIAN Model Benda Uji Struktur Rangka Atap Baja Ringan Benda uji yang difokuskan pada penelitian ini adalah prototipe struktur rangka atap untuk bangunan tingkat sedang dan menengah (AISI-1995 dan SNI 7971-2013). Prototipe disederhanakan menjadi truss connection dalam bentuk model numerik dengan skala full scale. Hal ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Anwar dkk (2016). Akan tetapi, karena penelitian yang dilakukan oleh Anwar dkk (2016) berbasis pada peningkatan hubungan sambungan menggunakan adhesive akibat pengaruh temperatur (material property of adhesive), maka perlu dilakukan modifikasi desain sambungan adhesive dengan berbagai konfigurasi yaitu baut dan adhesive, rasio jumlah baut dan adhesive dan fraksi volume adhesive berdasarkan luasan area pada sambungan rangka. Model benda uji dari bagian struktur rangka atap yang akan diteliti dapat dilihat pada gambar 4. Dengan detail sudut sambungan rangka atap 45˚ dan 90˚. Ukuran penampang baja ringan yang digunakan adalah profil C 76 × 44 × 11 × 1 mm dengan bentang penampang memanjang dan melintang masing-masing adalah 1.0 m dan 0.8 m. Mutu baja ringan dan baut yang digunakan adalah 550 MPa dengan nilai modulus elastisitas 168.9 GPa, tegangan leleh, Fy 592.3 MPa dan regangan leleh serta regangan ultimit berurutan 0.45% dan 2.86%. Selanjutnya digunakan dimensi baut dengan diameter nominal 5 mm, sedangkan jenis adhesive Sikadur CF Normal dan JB weld yang disesuaikan dengan penelitian Anwar dkk. (2016).
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. Model skematis dari potongan sambungan rangka atap baja ringan : (a) potongan struktur rangka atap pada knot connection, (b) model uji rangka 45˚, (c) model uji rangka 90˚ (satuan dalam mm)
Model Uji Pengujian numerik dilakukan sesuai dengan ruang lingkup/batasan penelitian yang dilakukan. Model uji yang digunakan terdiri dari 2 tipe model uji di mana salah satu model uji digunakan sebagai spesimen kontrol yaitu model uji sambungan baut sedangkan model uji yang lain dikembangkan dengan penggunaan adhesive pada sistem sambungannya. Di samping itu, rasio jumlah baut dan adhesive serta fraksi volume adhesive juga diperhitungkan untuk meningkatkan perilaku hubungan sambungan pada struktur rangka atap baja ringan agar dapat memenuhi persyaratan sebagai struktur rangka yang kokoh, aman dan memiliki durability yang tinggi serta ramah lingkungan. Benda uji sambungan pada center knot connection yang dirancang dengan ukuran penampang sama dengan detail susunan baut yaitu 2 baut dan 3 baut dengan masing-masing fraksi volume adhesive berdasarkan luasan area sambungan adalah 100%, 75% dan 50% pada kedua benda uji secara berturut-turut. Selain itu dua tipe adhesive juga digunakan sebagai bahan konfigurasi yaitu Sikadur CF Normal dan JB weld. Pemilihan variasi susunan jumlah baut, fraksi volume adhesive dan jenis adhesive yang berbeda dilakukan untuk mengetahui konfigurasi yang optimum dalam mereduksi beban yang terjadi pada daerah kritis sambungan rangka atap baja ringan akibat beban gravitasi dan akibat pembebanan maksimum.
Beban Gravitasi dan Beban Statis (Displacement Control) Salah satu beban yang diperhitungkan dalam perancangan benda uji adalah beban gravitasi statis. Beban gravitasi yang dirancang meliputi berat sendiri rangka CFS, superimposed dead load sebagai beban merata pada rangka, dan beban hidup tereduksi sebagai beban merata pada rangka dalam hal ini minimal 25% dari beban hidup yang diambil (SNI 03-1726-2012). Selain itu dipertimbangkan juga beban tambahan lain yang biasa membebani struktur rangka atap yaitu beban hidup atap Lr dan beban hujan (AISI ASD). Pengujian model uji dengan beban statis untuk struktur rangka CFS dilakukan dengan mengacu pada ASTM E73-83. Beban statis diberikan dalam bentuk displacement control, pada kondisi elastis dan inelastis sampai struktur mengalami kegagalan (failure). Pembebanan dilakukan dengan displacement control seperti terlihat pada contoh Gambar 5.
Gambar 5. Grafik hubungan beban dan defleksi (Zeynalian dkk, 2016)
Permodelan Numerik Traction and Separation Model dengan ABAQUS Pada TSM, traksi meningkat seiring kemiringan (kekakuan sambungan) sampai mencapai nilai kritis. Pada titik ini, kerusakan terjadi sampai akhirnya mengalami kegagalan (separation) seiring dengan turunnya traksi. Indikasi kerusakan total pada material adalah pada saat traksi mendekati nol. Penggunaan metode TSM pada elemen kohesif dalam ABAQUS, memerlukan spesifikasi beberapa parameter sebagai berikut:
Tebal konstitusi elemen Pada elemen kohesif, ada tiga pilihan untuk mendefinisikan tebal konstitutif dalam ABAQUS, yaitu; analysis default, nodal coordinates dan specify. ABAQUS menggunakan nilai 1 untuk tebal konstitutif berdasarkan tebal aktual lapisan kohesif, dengan syarat modifikasi kekakuan interface (Kc) menjadi:
Kc
Ec
(7)
t adh
Kriteria pertumbuhan retak ABAQUS menyediakan dua kriteria pertumbuhan kerusakan, yaitu berdasarkan traksi dan berdasarkan separation yang mana keduanya mempertimbangkan interaksi komponen peel dan shear. Tabel 2. Kriteria pertumbuhan hukum traction-separation dalam ABAQUS Criterion Criterion law Description Maximum nominal stress Traction-based t n t s t t max , , 1 criterion mode-independent
Tn
Maximum nominal strain criterion
Ts Tt
n s t max , , 1 n s t
Quadratic nominal stress criterion
t n Tn
ts tt 1 Ts Tt
Quadratic nominal strain criterion
n n
s t 1 s t
Separation-based Mode-independent
2
2
2
Traction-based Mode-independent
2
2
2
Separation-based Mode-independent
Notasi n, s, t melambangkan sumbu normal, geser pertama dan geser kedua untuk kasus 3D. Mode independent mengasumsikan kerusakan dimulai ketika komponen traksi dan regangan dari peel (˂tn, Ɛn>) atau shear (ts, tt, Ɛs, Ɛt) melebihi nilai kritis (Tn, Ts, Tt, Ɛn, Ɛs, Ɛt). Sedangkan mode dependent mempertimbangkan bahwa traksi atau regangan pada semua arah berkontribusi pada pertumbuhan awal kerusakan.
Kriteria perambatan retak Kriteria perambatan kerusakan mengatur degradasi material mengikuti pertumbuhannya sampai terjadi kerusakan. Kriteria evolusi menggambarkan kecepatan degradasi kekakuan. Skalar variabel kerusakan, D (atau SDEG dalam ABAQUS) digunakan untuk mencatat besarnya kerusakan yang terjadi pada material, dengan nilai antara 0 dan 1.
Kriteria kekuatan adhesive Hubungan antara parameter ketebalan substrat dan panjang sambungan dinyatakan dalam bentuk empiris sederhana dengan menurunkan rumus kombinasi Linear Drucker - Prager bahan dan kriteria kegagalan geser maksimum, sebagai berikut (Broughton, 2001) : -
Pengaruh ketebalan substrat (t) :
P t 3.878 3.085t -
Pengaruh panjang sambungan (l) :
P l 5.999 131.5 l -
(8)
(9)
Pengaruh ketebalan adhesive (ta) :
P ta 9.367 2.68ta
(10)
4.
HASIL YANG DIHARAPKAN
Kekakuan Awal Model uji harus sudah mencapai kekuatan nominalnya sebelum defleksi benda uji tersebut melewati nilai yang mewakili batasan lendutan ijin. Pada design code yang dibahas, hal tersebut dapat diartikan bahwa kekuatan atau gaya statis yang dihasilkan harus sama dengan atau lebih besar dari kekuatan nominalnya.
Kapasitas Sambungan Penggunaan material adhesive mampu meningkatkan kapasitas sambungan aksial tarik dan lentur dibandingkan dengan sambungan baut minimum dengan nilai lebih besar dari 25 %. Kegagalan sambungan tidak terjadi secara getas dengan durability dan serviceability yang tinggi. Struktur dengan sambungan menggunakan material adhesive harus memiliki distribusi tegangan yang seragam dibandingkan dengan sambungan baut. Selain itu, penggunaan adhesive sebagai alternatif kombinasi sambungan rangka CFS juga diharapkan akan menghilangkan tegangan residu di sekitar lubang baut.
Daktilitas Nilai daktilitas dari struktur rangka CFS disesuaikan dengan rasio Fu/Fy untuk elemen truss harus tidak kurang dari 1.08 dan total perpindahan defleksi yang terjadi tidak boleh kurang dari 10% untuk panjang ukur 50 mm. Kemudian nilai rasio tegangan leleh minimum adalah 75%.
5.
DAFTAR PUSTAKA
AISI S100, (2007), “North American Spesification fot the design of Cold-Formed Steel Structural Members”, American Iron and Steel Institute and Canadian Standards Association. AS/NZS, (1996), “Cold-Formed Steel structure”, Standards Australia and The Australian Institute of Steel Construction. Alica HC., (2013), “Lateral load behaviour of cold-formed steel wall panels”, Atilim University, Natural and applied sciences department of civil engineering. Anwar SNR, 2016, “Kinerja Aksial dan Lentur sambungan adhesive pada struktur baja ringan”, Disertasi, Jurusan teknik sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Anwar SNR, Suprobo P, Wahyuni E, (2015), “Axial and flexural performance of adhesive connection on cold-formed steel structure”, Internasional Journal of Tehcnology, Vol.4, p.699-708. Anwar SNR, Wahyuni E, Suprobo P, (2014), “Tensile performance of adhesive joint on the cold-formed steel structure”, Internasional Journal of Engineering Trend and Technology, Vol.10, p.5. Brandon J., (2010). Wood Joint and Adhesive.Builder’s Guide to Safe Aircraft Materials. Broughton W.R., Crocker L.E. Urquhart J.M., (2001), Strength of Adhesive Joints: A Parametric Study, NPL Materials Centre National Physical Laboratory NPL Report MATC(A)27 Easterling WS., Murray T., Charney F., Roberts C., Setareh M., (2005), “Experimental and analutical studies of the behaviour of cold-formed steel roof truss elements”. Virginia Polytechnic Institute and State University, Nuthaporn Nuttayasakul. Hancock JG, Murray TM., Ellifritt DS., (2001) “Cold-Formed Steel Structure to the AISI Specification”, New York, Marcel Dekker, Inc. Hancock JG, (1998), “Design for distorsional buckling of flexural members”, Thin-walled Struct., 27(1), 3-12. Laboube, RA, Yu, WW, (1998), “Recent Research and Developments in Cold-Formed Steel Framing”. Thin-Walled Structure, 32, p.19-39. Lin, YC., and Chen X., (2005), “Moisture Sorption-Desorption-Resorption Characteristics and Its Effect on the Mechanical Behaviour of the Epoxy System”, Polymer Journal, Vol. 45, pp. 11994-12003 Moen CD, Igusa T, Schafer BW, (2008). “Prediction of residual stresses and strains in cold-formed steel members”. Thin-Wall Structures, 46, p 1274-1289. Naito K, Onta M., Kogo Y., (2012). The Effect of Adhesive Thickness on Tensile and Shear Strength of Polymide Adhesive. International Journal of Adhesion and Adhesive, Volume 36, pp. 77-85. Schafer, BW., Pekoz T, (1999), “Laterally braced cold-formed steel flexural members with edge stiffened flanges”, J. Struct. Engg., 125(2), p.118-127. SNI 7971, 2013, “Struktur Baja Canai Dingin”. Badan Standarisasi Nasional.
Young B., Chen J., (2008), “Column Tests of Cold-Formed Steel Non-Symmetric Lipped Angle Sections”, Journal of Constructional Steel Research, Vol. 64, p.808-815 Yu C. Dan Schafer B.W, (2005), Distortional Buckling of Cold-Formed Steel Member in Bending, Final Report of AISI, Baltimore Zeynalian M., Shelley A., Ronagh HR., (2016), “ An experimental study into the capacity of cold-formed steel truss connections”. J. Constructional steel research., 127, p. 176-186. Zeynalian M., Ronagh HARI., (2011), “A numerical study on seismic characteristics of knee-braced cold formed steel sheat walls”. Thin-Walled structures., 49, p. 1517-1525. Zhao X., (2014), “Investigations on structural interaction of cold-formed steel roof purlin-sheet system”, University of Birmingham, School of Civil Engineering College of Engineering and Physical Sciences.