Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PERFORMA DAN KUALITAS KARKAS AYAM PEDAGING YANG DIBERI PAKAN TAMBAHAN AMPAS BUAH MERAH (Pandanus conoideus) (Performance and Quality of Broiler Carcasses Fed on Feed Supplement of Pandanus conoideus) I. YUANITA1, S. MURTINI2 dan IMAN RAHAYU H.S.3 1
2
Fakultas Pertanian Program Studi Ilmu Ternak Universitas Palangka Raya Departemen Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 3 Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor
ABSTRACT The experiment was conducted to investigate the effect of red fruit waste (RFW) in broiler diets with different level on performances and carcass quality of chicken. RFW is by-product of red fruit extraction process. The experiment used 200 strain Ross day old chick which were randomly devided into 5 groups and each groups were repeated 4 times and consisted of 10 chicks. The groups were T0 (basal diet as a control), T1 (basal diet + 0.5% red fruit waste), T2 (basal diet + 1.0% red fruit waste), T3 (basal diet + 1.5% red fruit waste) and T4 (basal diet + 2.0% red fruit waste). Diets and water were offered ad libitum. Data were collected during 35 days to obtain the data of performance and carcass quality. The results showed that there was no significant different (P > 0.05) on the performances. The data were analyzed by a Completely Randomized Design and continued with Duncan’s Multiple Range Test for differences. Carcass boiler with RFW treatment contained lower saturated fatty acid, but higher carotenoids and tocopherol than control. Conclusion of this research was diet of T3 containing 1.5% red fruit waste tendency to improve body and carcass weight, carcass percentage, performance index and decreased feed conversion ratio of chicken. Carcass quality of broiler with adding RFW in the diet was better than without RFW in the diet. Key Words: Red Fruit Waste, Broiler, Performance, Carcass Quality ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ampas buah merah (ABM) sebagai pakan tambahan dalam ransum ayam pedaging terhadap performa dan kualitas karkas. ABM merupakan produk samping dari proses ekstraksi buah merah. DOC (day old chicken) sebanyak 200 ekor dibagi kedalam 5 perlakuan dan 4 ulangan yang setiap ulangan terdiri atas 10 ekor. Ransum perlakuan T0 (ransum basal sebagai kontrol), T1 (ransum basal + ABM 0,5%), T2 (ransum basal + ABM 1,0%), T3 (ransum basal + ABM 1,5%) dan T4 (ransum basal + ABM 2,0%). Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari untuk data performa dan kualitas karkas. Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diuji lanjut bila terdapat perbedaan diantara perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berbeda secara signifikan (P>0,05) terhadap performa ayam. Karkas ayam pedaging yang diberi tambahan ABM dalam ransumnya mengandung asam lemak jenuh yang lebih rendah, sedangkan senyawa karotenoid dan tokoferol lebih tinggi dibandingkan karkas tanpa perlakuan ABM. Kesimpulan penelitian ini bahwa perlakuan T3 (ransum basal + ABM 1,5%) cenderung mampu meningkatkan bobot badan, bobot karkas, persentase karkas, indeks performa dan menurunkan konversi ransum ayam percobaan. Kualitas karkas ayam pedaging dengan penambahan ABM dalam ransum lebih baik daripada karkas kontrol. Kata Kunci: Ampas Buah Merah, Ayam Pedaging, Performa, Kualitas Karkas
586
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PENDAHULUAN Pakan tambahan (feed additive) dalam pakan ternak mempunyai tujuan sebagai pemacu pertumbuhan, memperbaiki efisiensi penggunaan pakan dan pencegahan terhadap infeksi patogen. Penggunaan pakan tambahan berupa antibiotika dapat memberikan masalah serius, dengan ditemukannya residu antibiotika pada karkas ternak. Residu antibiotika pada daging yang dikonsumsi akan meningkatkan resistensi bakteri patogen terhadap antibiotika (REVINGTON, 2002). Berbagai alternatif mulai dikembangkan untuk mencari bahan pakan tambahan yang lebih aman, antara lain dengan penggunaan enzim, probiotik, prebiotik, asamasam organik, rempah-rempah dan ekstrak tanaman obat dan dapat dibuktikan bahwa penggunaan tanaman obat ternyata tidak meninggalkan residu dan mempunyai toksisitas yang rendah bila dibandingkan dengan antibiotika dan bahan-bahan kimia anorganik yang lain (WENK, 2000). Salah satu bahan pakan tambahan yang dapat diberikan dan mulai diteliti pada ayam pedaging yaitu ampas buah merah (Pandanus conoideus), yang merupakan hasil samping proses ekstraksi buah merah dalam pembuatan sari atau minyak buah merah. Zat aktif yang terkandung dalam ampas buah merah diantaranya senyawa tokoferol dan karotenoid. Karoten dan tokoferol yang berperan sebagai antioksidan mampu menghambat terjadinya autooksidasi dan menangkal radikal bebas (SURONO et al., 2008). Hasil samping (waste) dari ekstraksi buah merah yaitu ampas buah merah masih memiliki nilai nutrisi yang masih dapat dimanfaatkan terutama untuk pakan ternak dan dapat dimanfaatkan sebagai feed additive pada pakan ayam yang mampu meningkatkan kekebalan tubuh ayam. Hal ini dibuktikan analisis laboratorium PAU IPB yaitu ampas buah merah mengandung zat aktif karotenoid (70,34 ppm) dan tokoferol (9,924 ppm). Sampai saat ini belum dilaporkan percobaan ampas buah merah yang diberikan pada ayam pedaging, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam upaya meningkatkan performa serta kualitas karkas ayam pedaging. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian ampas buah
merah (ABM) sebagai pakan tambahan terhadap performa dan kualitas karkas ayam pedaging. MATERI DAN METODE Ayam Penelitian menggunakan 200 ekor day old chick broiler strain Ross. Jumlah ayam tersebut dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing 10 ekor. Kandang dan peralatan Kandang yang digunakan adalah dengan sistem litter, setiap petak kandang sebesar 1 x 1 x 1 meter. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan berupa nampan yang digunakan sampai umur 1 minggu, selanjutnya sampai umur 35 hari menggunakan tempat pakan gantung dan tempat air minum ukuran 1 liter yang digunakan selama pemeliharaan ayam. Lampu dengan kekuatan 40 watt digunakan sebagai pemanas pada setiap petak kandang hingga ayam berumur 2 minggu, setelah itu lampu digunakan sebagai penerang pada malam hari pada kandang utama. Peralatan lain yang digunakan adalah tirai plastik, tempat penampung air, ember, plastik tempat ransum, timbangan elektrik dan timbangan komersial skala 5 kg. Ampas buah merah Kandungan zat aktif yang terkadung dalam ABM seperti tertera pada Tabel 1. ABM berasal dari produk samping dari proses ekstraksi buah merah dalam pembuatan sari atau minyak buah merah. Proses pembuatannya yaitu buah merah matang dipisahkan dari empulurnya (bagian kayu di tengah buah) kemudian dipotong-potong dan dicuci sampai bersih. Daging buah dikukus atau direbus di atas api sedang selama 1-2 jam, setelah itu dipisahkan dari biji buah dengan cara dikucek dan diperas. Air ditambahkan hingga ketinggian 5 cm di atas permukaan bahan dan diperoleh sari buah merah yang menyerupai santan, kemudian masak kembali dengan api sedang selama 5 – 6 jam sambil
587
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
diaduk sampai muncul minyak berwarna kehitaman di permukaan bahan. Setelah didiamkan selama satu hari, akan terbentuk tiga lapisan, yaitu air di lapisan bawah, ampas di lapisan tengah dan minyak di lapisan atas (BUDI dan PAIMIN, 2005).
dan mineral. Ransum pada penelitian ini terdiri dari ransum basal ayam pedaging yang diproduksi oleh pabrik pakan ternak PT. Shinta Prima Feeding ditambah dengan ampas buah merah (ABM) sebagai feed edditive pada beberapa konsentrasi, yaitu: T0 = Ransum basal (kontrol) T1 = Ransum basal + ABM 0,5% T2 = Ransum basal + ABM 1,0% T3 = Ransum basal + ABM 1,5% T4 = Ransum basal + ABM 2,0%
Tabel 1. Kandungan zat aktif ABM Zat aktif
Ampas buah merah (ABM)
Total karotenoid (ppm)
70,3401
Total tokoferol (ppm)
9,9237
Ransum dianalisa di laboratorium dan diberikan secara ad libitum. Hasil analisa kelima ransum percobaan ditunjukkan secara lengkap seperti pada Tabel 2. Vaksinasi yang diberikan selama penelitian ini adalah vaksinasi ND strain La-Sota, vaksin ND I diberikan pada umur 4 hari (tetes mata) dan vaksin ND II pada umur 21 hari (injeksi intra-muskular). Pada umur 14 dilakukan pula vaksin IBD melalui tetes mata.
Asam lemak jenuh 0
Asam laurat Asam miristat
0
Asam palmitat
3081,3
Asam stearat
173,5
Asam lemak tidak jenuh Asam oleat (mg AL/100 g)
5162,9
Asam linoleat (mg AL/100 g)
438,0
Asam palmitoleat (mg AL/100 g)
103,3
Asam linolenat (mg AL/100 g)
201,0
Prosedur penelitian Sebanyak 200 ekor anak ayam umur sehari (DOC) dibagi secara acak kedalam 5 perlakuan. Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan, sehingga setiap unit percobaan terdiri dari 10 ekor DOC yang telah ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal dan ditempatkan pada satu petak kandang ukuran 1 x 1 x 1 meter. Selama penelitian ayam dipelihara dalam kandang litter selama 35 hari.
Sumber: Hasil analisis laboratorium PAU IPB
Ransum percobaan dan vaksinasi Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, minyak, kalsium fosfat, CaCO3, asam amino, vitamin Tabel 2. Analisa kandungan nutrisi ransum percobaan Nilai Nutrisi
Jenis ransum percobaan T0
T1
T2
T3
T4
BK (%)
85,59
85,83
85,93
85,27
84,75
Abu (%)
4,62
4,66
4,58
4,78
5,50
PK (%)
20,65
20,81
20,70
20,36
19,32
SK (%)
4,65
4,14
4,62
4,03
3,51
LK (%)
5,46
6,75
6,23
6,07
7,34
Beta-N (%)
52,21
51,47
51,80
52,03
51,08
Ca (%)
0,53
0,63
0,60
0,55
0,55
P (%)
0,90
0,90
0,87
0,89
0,88
NaCl (%)
0,10
0,14
0,15
0,07
0,10
EB (kal/g)
3917
3917
3892
3880
3891
Sumber: Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB
588
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Vaksinasi yang digunakan selama penelitian ini adalah vaksinasi ND strain LaSota, vaksin ND I diberikan pada umur 4 hari (tetes mata) dan vaksin ND II diberikan pada umur 21 hari (injeksi intra-muskular). Pada umur 14 dilakukan pula vaksin IBD melalui tetes mata. Setiap minggu dilakukan penimbangan ayam untuk mengukur pertambahan bobot badan. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum dan dilakukan penimbangan sisa pakan untuk mengukur pakan yang dikonsumsi. Pada akhir penelitian ayam dipotong untuk mengetahui persentase karkas dan kualitas karkas berupa kandungan asam lemak serta zat aktif karotenoid dan tokoferol. Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot karkas dan persentase karkas. Sedangkan kualitas karkas meliputi kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh serta kandungan zat aktif karotenoid dan tokoferol dalam karkas dengan menggunakan gas chromatography. Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 (lima) perlakuan dan
4 (empat) ulangan, sehingga model matematis yang digunakan adalah: Yij = µ + τi + εij i = 1, 2, 3, 4, 5 ; j = 1,2,3,4 Yij = Respon pengamatan satuan percobaan yang memperoleh ransum ke-i dan ulangan ke-j M = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Perlakuan galat
Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam dan apabila ada perbedaan diantara perlakuan, diuji lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (STEEL dan TORRIE, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan Indeks Performa Hasil pengamatan terhadap performa ayam berupa konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, indeks performa, bobot karkas, dan persentase karkas ayam pedaging umur 5 minggu dengan pemberian ampas buah merah (ABM) selama penelitian tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Performa ayam pedaging selama penelitian Peubah
Perlakuan T0
T1
T2
Konsumsi ransum kumulatif (g/ekor)
3148,5 ± 275,4
2987,3 ± 117,2
2990,8 ± 138,4
3097,4 ± 105,5 2961,5 ± 128,9
Pertambahan bobot badan (g/ekor)
1639,6 ± 200,9
1596,3 ± 117,3
1593,8 ± 167,9
1639,8 ± 70,7
1507,2 ± 95,6
1,92 ± 0,072
1,87 ± 0,123
1,88 ± 0,161
1,88 ± 0,029
1,96 ± 0,071
Indeks performa
289,46 ± 46,43
295,15 ± 35,08
281,53 ± 42,61
Bobot karkas (g/ekor)
1192,6 ± 124,9
1192,2 ± 73,8
1163,6 ± 144,1
1252,9 ±47,3
1136,4 ± 76,6
Persentase karkas (%)
65,40 ± 1,831
67,05 ± 1,859
65,65 ± 2,288
68,55 ± 1,063
67,47 ± 1,513
Konversi ransum
T3
T4
301,56 ± 18,00 261,89 ± 23,93
T0 (ransum basal tanpa penambahan ABM); T1 (ransum basal + ABM 0,5%); T2 (ransum basal + ABM 1,0%); T3 (ransum basal + ABM 1,5%) dan T4 (ransum basal + ABM 2,0%)
589
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan T0, T1, T2, T3 dan T4 tidak berpengaruh (P > 0,05) terhadap konsumsi ransum. Konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata ini disebabkan karena ransum setiap perlakuan memiliki kandungan nutrisi yang tidak berbeda dan telah memenuhi standar kebutuhan. NRC (1994) merekomendasikan kebutuhan energi metabolis untuk ayam pedaging sebesar 3200 kkal/kg. Pemberian ampas buah merah dalam ransum menyebabkan kecenderungan terhadap penurunan konsumsi pakan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penurunan palatabilitas ransum, yang disebabkan rasa pahit dari ABM sehingga kurang disukai oleh ayam. Tabel 3 menunjukkan pertambahan bobot badan tertinggi terlihat pada perlakuan T3 (ransum basal + ABM 1,5%) yaitu 1639,8 ± 70,7 g/ekor dan nilai terendah pada perlakuan T4 (ransum basal + ABM 2%) yaitu 1507,2 + 95,6 g/ekor. Konsekuensi tinggi rendahnya konsumsi adalah terhadap tinggi rendahnya pertambahan bobot badan, dimana semakin tinggi konsumsi ransum maka kesempatan nutrien untuk diserap lebih tinggi sehingga pertambahan bobot badan akan semakin tinggi demikian pula sebaliknya. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan, hal ini dapat disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam ransum kontrol maupun ransum perlakuan yang tidak berbeda. Namun, pertambahan bobot badan ayam yang diberi penambahan ABM dalam ransumnya yang paling tinggi terdapat pada perlakuan T3 (ransum basal + ABM 1,5%), dimana kandungan zat aktif ABM berupa senyawa karotenoid merupakan sumber vitamin A yang menurut WAHJU (2004) vitamin A diperlukan untuk pertumbuhan, memelihara membran mucous yang normal, reproduksi, pertumbuhan yang baik dari matriks tulang dan tekanan cairan cerebrospinal yang normal. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan T0, T1, T2, T3 dan T4 tidak berpengaruh (P > 0,05) terhadap konversi ransum. Namun demikian dapat dilihat bahwa dengan pemberian ABM sampai 1,5% dalam ransum dapat menurunkan nilai konversi ransum dan dengan perkataan lain mampu memperbaiki efisiensi ransum yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, ABM mengandung zat
590
antioksidan yang fungsinya adalah meningkatkan kekebalan tubuh serta menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan terutama dalam saluran pencernaan, sehingga mampu meningkatkan aktivitas saluran pencernaan. Aktivitas saluran pencernaan yang meningkat, memungkinkan penyerapan nutrisi pakan lebih baik. Hal ini akan berpengaruh pada proses pembentukan daging dan kecepatan pertumbuhan ayam pedaging. Antioksidan ini akan sangat membantu dalam menekan pembentukan molekul radikal bebas yang mungkin terbentuk selama proses pencernaan, serta mengurangi keaktifan zat-zat yang merugikan tubuh. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan T0, T1, T2, T3 dan T4 tidak berpengaruh (P > 0,05) terhadap indeks performa. Namun demikian dapat dilihat bahwa dengan pemberian ABM sampai 1,5% dalam ransum memiliki indeks performa yang baik. Menurut ARIFIEN (1997), nilai indeks performa dapat digolongkan sebagai berikut: ≤ 120 (prestasi sangat jelek), 121 – 140 (prestasi jelek), 141 – 160 (prestasi cukup), 161 – 180 (prestasi baik), 181 – 200 (prestasi sangat baik) dan > 200 (prestasi istimewa). Nilai indeks performa semua ransum perlakuan memiliki prestasi yang istimewa. Secara umum data menunjukkan perlakuan T3 (ransum basal + ABM 1,5%) memberikan nilai pertambahan bobot badan, konversi ransum dan indeks performa yang terbaik. Bobot karkas, persentase karkas dan kualitas karkas Pemberian ampas buah merah seperti yang tertera pada Tabel 3 memperlihatkan pengaruh tidak nyata (P > 0,05) terhadap bobot karkas dan persentase karkas. Bobot karkas tertinggi terlihat pada perlakuan T3 (ransum basal + ABM 1,5%) yaitu 1252,9 ± 47,3 g/ekor dan bobot karkas terendah pada perlakuan T4 (ransum basal + ABM 2,0%) yaitu 1136,4 ± 76,6 g/ekor. Produksi karkas erat hubungannya dengan bobot hidup yaitu peningkatan bobot hidup diikuti oleh peningkatan bobot karkas. Nilai persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot hidup. Tabel 3 menunjukkan bobot karkas tertinggi terlihat pada perlakuan T3 (ransum
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Perbedaan yang terlihat yang terdapat diantara perlakuan ABM dan perlakuan kontrol (T0) terletak juga pada perlemakan di bagian gizzard, terlihat pada perlakuan T0 lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan ABM, sedangkan lemak subkutan tidak berbeda. Hasil analisis (Tabel 4) menunjukkan bahwa pada karkas dengan penambahan ABM dalam ransum mengandung 0,0579 ppm karotenoid dan 0,0294 ppm tokoferol, sedangkan karkas pada perlakuan tanpa ABM 0,0118 ppm karotenoid dan tidak terdeteksi adanya tokoferol.
basal + ABM 1,5%) yaitu 68,55 ± 1,063% dan persentase karkas terendah pada perlakuan T0 (ransum basal tanpa penambahan ABM) yaitu 65,40 ± 1,831%. Pemberian ABM dalam ransum mampu meningkatkan persentase karkas, hal ini mengindikasikan bahwa ABM cenderung mengurangi pemanfaatan bahan makanan untuk pertumbuhan bulu, kaki, kepala dan organ dalam dimana bagian-bagian tersebut dihilangkan serta meningkatkan pemanfaatan bahan makanan untuk mendapatkan karkas.
0,06
0,0541 Karkas tanpa ABM Karkas ABM
0,05 0,04 0,0295
0,03 0,02
0,0114
0,01 0 0 Total karotenoid (ppm)
Total tokoferol (ppm)
Gambar 1. Perbandingan zat aktif karkas ayam pedaging hasil penelitian
400
356,9
Karkas tanpa ABM Karkas ABM
350 300 250 200
192,7
196,4 168,9
145,6
150
179,1 187,3 174,5
94
100 22,5
50
47,4 0
0 Asam laurat
Asam miristat
Asam Asam palmitat stearat
Asam Oleat
Asam Linoleat
Gambar 2. Perbandingan asam lemak jenuh dan tidak jenuh karkas ayam hasil penelitian
591
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 4. Kandungan senyawa aktif dalam karkas Senyawa aktif
Karkas A
Karkas B
0,0114
0,0541
ttd
0,0295
Asam laurat (mg AL/100 g)
192,7
22,5
Asam miristat (mg AL/100 g)
196,4
0
Asam palmitat (mg AL/100 g)
356,9
145,6
Asam stearat (mg AL/100 g)
94,0
47,4
Asam oleat (mg AL/100 g)
168,9
179,1
Asam linoleat (mg AL/100 g)
Total karotenoid (ppm) Total tokoferol (ppm) Asam lemak jenuh
Asam lemak tidak jenuh 187,3
174,5
Asam palmitoleat (mg AL/100 g)
0
0
Asam linolenat (mg AL/100 g)
0
0
A = karkas ayam yang diberi ransum basal (kontrol); B = karkas ayam yang diberi ransum basal + ABM 2,0% (T4); ttd = tidak terdeteksi Sumber: Hasil Analisis Laboratorium PAU IPB
Karkas perlakuan T0 mengandung asam lemak jenuh lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ABM, sedangkan kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat dan linoleat) tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa ABM mampu mengikat lemak jenuh dari metabolism pakan sehingga tidak menghasilkan depo lemak jenuh dalam karkas. Dalam peroksidasi lipida, asam-asam lemak tidak jenuh terlebih dahulu mengalami pengurangan hidrogen sehingga terjadi pembentukan radikal bebas (WAHJU, 2004). Hal ini memungkinkan asam lemak pada karkas perlakuan kontrol lebih mudah mengalami oksidasi, sedangkan untuk perlakuan ABM oksidasi asam lemak dapat dihambat oleh tokoferol yang bekerja sebagai antioksidan. Dapat dikatakan bahwa ransum dengan penambahan ABM dapat meningkatkan kualitas karkas berupa kandungan karotenoid dan tokoferol serta menurunkan kandungan asam lemak jenuh dalam karkas. KESIMPULAN Penambahan ampas buah merah dalam ransum tidak mempengaruhi performa, namun mampu meningkatkan kualitas karkas berupa kandungan zat aktif karotenoid dan tokoferol
592
yang lebih tinggi serta jumlah asam lemak jenuh yang rendah. Penambahan ampas buah merah 1,5% dalam ransum ayam pedaging merupakan jumlah yang optimal yang memberikan penampilan produksi yang lebih baik berupa pertambahan bobot badan, indeks performa, bobot karkas dan persentase karkas yang terbaik. DAFTAR PUSTAKA ARIFIEN, M. 1997. Kiat menekan konversi pakan pada ayam broiler. Poultry Indonesia. Edisi Januari: 11 – 12. BUDI, I.M. dan F.R. PAIMIN. 2005. Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta. NRC
(NATIONAL RESEARCH COUNCIL). 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington DC.
REVINGTON, B. 2002. Feeding Poultry In The PostAntibiotic Era. New-Life mills Limited. 1400 Bishop street. Suite 201. Onario. NIR 6W8, Cambridge. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi ke-2. Penerjemah: B. SUMANTRI. PT Gramedia Pustaka Utama
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
SURONO, I.S., T. NISHIGAKI, A. ENDARYANTO dan P. WASPODO. 2008. Indonesian biodiversity, from microbes to herbal plants as potential functional foods. J. The Faculty of Agriculture Shinshu Univ. 44: 23 – 27.
WENK, C. 2000. Herbs, spices and botanicals: “old fashioned” or the new feed additives for tomorrow’s feed formulation? Concepts for their successful use. Proc. of Altech’s 16th. Annual Symposium pp. 79 – 96.
WAHJU, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakrata.
DISKUSI Pertanyaan: 1. Nilai PBB sangat kecil perbedaannya tetapi ada dalam saran. Sebaiknya tidak perlu disarankan. 2. Buah merah merupakan limbah, apakah dilakukan pengukuran tokoferol dan betakaroten, berapa penurunannya? Bagaimana pengamatan servisual terhadap warna karkas? 3. Ada 2 alasan yang disampaikan ketika data konsumsi menunjukkan penurunan dengan penambahan ampas buah merah yaitu kandungan energi yang dikonsumsi dan palabilitas yang menurun karena buah merah. Mohon konfirmasi, makalah dari 2 hal tersebut yang berpengaruh lebih kuat ataukah kedua-duanya berinteraksi mempengaruhi konsumsi? Jawaban: 1. Meluruskan, tidak ada dalam saran. PBB walau tidak nyata karena konsumsi kontrol lebih tinggi jadi tetap T3 disarankan penggunaannya. 2. Ya limbah ada penurunan gizi, hasil analisa masih terkandung kedua senyawa tersebut tetapi sedikit. Walau demikian masih mampu menangkal/bekerja terhadap radikal bebas (Penurunan total karoten buah merah (12.000 ppm) menjadi > 0,34 ppm pada ampas. Warna karkas pada penambahan buah merah ada perbedaan dengan kontrol, yaitu lebih kemerahan, terutama level 2%. 3. Penurunan konsumsi karena unggas punya sensitifitas terhadap rasa pahit dari buah merah sehingga konsumsi menurun seiring penambahan buah merah.
593