Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PERTUMBUHAN AYAM BURAS PERIODE GROWER MELALUI PEMBERIAN TEPUNG BIJI BUAH MERAH (Pandanus conoideus LAMK) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF (The Growth Rate of Growers in Native Chickens Fed on Seed Powder of Pandanus conoideus as an Alternative Feed) USMAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Jl. Jahim Sentani, Jayapura 99352
ABSTRACT The aim of this research was to evaluate the growth of native chicken using seed of buah merah (Pandanus conoideus) as alternative feed. This research was conducted in Jayapura Regency between August and October 2007. The experiment was designed by Randomized Completely Block Design with three replication. The treatments were consisted of ratio feeding source between maize : rice bran : commercial feed 512 : buah merah seed powder at 50 : 20 : 30 : 0% (R1), 50 : 20 : 29 : 1% (R2), 50 : 20 : 27 : 3% (R3), 50 : 20 : 25 : 5% (R4), 0 : 0 : 100 : 0% (R5), respectively. The parameter recorded during the trial were live weight, feed consumption, mortality, and feed conversion. The result showed that R5 treatment were significantly increased live weight of native chicken (1.59 g/head). Meanwhile all treatments of feed combination were not significantly affected on feed consumption. Treatments on feed combination (R4) were significantly affected on feed conversion. However not significantly with feed combination R2 and R3. The mortality of chicken during the trial at 0 percent on all the treatments. Key Words: Buah Merah Seed Powder, Alternative Feeding, Native Chicken ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan ayam buras melalui pemberian tepung biji buah merah sebagai pakan alternatif. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sereh, Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura selama 12 minggu pada bulan Agustus – Oktober 2007. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas perbandingan persentase pakan antara jagung : dedak padi : pakan pabrik 512 : tepung biji buah merah, secara berturut-turut 50 : 20 : 30 : 0% (R1), 50 : 20 : 29 : 1% (R2), 50 : 20 : 27 : 3% (R3), 50 : 20 : 25 : 5% (R4), 0 : 0 : 100 : 0% (R5). Variabel yang diamati yaitu pertambahan bobot badan (PBB), konsumsi ransum, konversi ransum, dan persentase mortalitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan pada perlakuan pakan komersil 100% (R5) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan konsumsi ransum tidak memperlihatkan adanya perberbedaan diantara perlakuan yang dicobakan. Konversi ransum tertinggi diperoleh pada perlakuan R4 (6,8), namun tidak berbeda nyata dengan R2 dan R3. Persentase mortalitas sebesar 0% pada semua perlakuan. Kata Kunci: Tepung Biji Buah Merah, Pakan Alternatif, Ayam Buras
PENDAHULUAN Ayam buras atau ayam lokal saat ini masih merupakan komoditas ternak unggas yang penting bagi masyarakat terutama yang banyak bermukim di wilayah pedesaan. Ayam buras selain adaptif terhadap lingkungan juga sangat strategis untuk memenuhi kebutuhan protein
hewani dan dapat meningkatkan pendapatan petani – peternak. Kendala utama dalam pengembangan usaha ternak ayam buras diantaranya sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan belum memenuhi standar kebutuhan, persentase tingkat mortalitas yang terjadi masih sangat tinggi, dan rendahnya perhatian
599
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
peternak. Hal ini mengakibatkan perkembangan populasi dan produktivitas ayam buras dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang masih kecil bila dibandingkan dengan potensi biologisnya (RASYAF, 1998). Demikian pula akan berdampak terhadap peningkatan pertumbuhan maupun produksi telurnya (SCOTT et al., 1976). Hasil penelitian KETAREN et al. (1992) menunjukkan bahwa rendahnya produktivitas ayam buras diakibatkan oleh mutu pakan rendah, jumlah pakan tidak mencukupi kebutuhan, kandang dan sarananya tidak memadai, kurangnya perhatian peternak terhadap ternaknya, ayam tidak pernah divaksin, dan rendahnya pengetahuan dan keterampilan peternak. Untuk mengatasi berbagai faktor penyebab rendahnya produktivitas ayam buras, sebaiknya faktor pakan harus mendapatkan perioritas utama untuk diperhatikan tanpa mengabaikan faktor yang lain, karena pakan bagi ternak unggas adalah merupakan salah satu komponen yang memiliki input terbesar yaitu mencapai 60 – 80% dari total biaya produksi (SINURAT, 1991). Oleh karena itu, pemanfaatan bahan pakan lokal di dalam menyusun ransum ayam buras menjadi sangat penting untuk terus dikaji sesuai dengan potensi wilayah. Buah Merah (P. conoideus Lamk) merupakan salah satu tanaman khas Papua yang sangat bermanfaat sebagai obat terhadap berbagai jenis penyakit manusia, bahkan dapat digunakan sebagai minyak goreng, dan penyedap makanan terutama pada nasi, sagu dan ubi jalar bagi masyarakat Papua (HEYNE, 1987). Selain itu limbah dari buah merah dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif ternak ayam buras (TIRAJOH, 2003). Kandungan gizi tepung biji buah merah (P. conoideus Lamk) yang digunakan yaitu: Air (8,76%), Protein (4,57%), Lemak (1,30%), Serat Kasar (54,60%), Abu (5,49%), Ca (1,24%), P (0,03%), dan Energi (3661 Kkal/kg) (LABORATORIUM BALAI PENELITIAN TERNAK, 2005). Hasil penelitian pada ayam buras periode bertelur menunjukkan bahwa pemberian tepung biji buah merah pada level 6% dalam ransum dapat meningkatkan produksi telur 21,74%, bobot telur 9,7% dan daya tetas 33,94% (USMAN dan ATEKAN, 2004). Penelitian pemanfaatan tepung biji buah merah sebagai pakan alternatif diharapkan
600
dapat meningkatkan pertumbuhan ayam buras pada periode grower. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sereh, Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura pada bulan Agustus – Oktober 2005. Dalam penelitian ini digunakan bibit ayam buras berumur kurang lebih 3 bulan sebanyak 60 ekor dengan standar keseragaman 75%, sedangkan jenis bahan pakan yang digunakan dilakukan berdasarkan kondisi ketersediaan di daerah antara lain: jagung kuning, dedak padi, pakan pabrik, dan tepung biji buah merah. Formula ransum yang telah disusun terbagi ke dalam lima kelompok perlakuan pakan, seperti terlihat pada Tabel 1. Parameter yang diamati meliputi pertambahan bobot badan (g/ekor), konsumsi pakan (g/ekor), konversi pakan, dan tingkat mortalitas ayam buras. Untuk mengetahui pertambahan bobot badan ayam buras dilakukan penimbangan bobot badan setiap 2 minggu sekali. Pertambahan bobot badan (PBB) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: PBB = Bt – Bt – 1 (ANANG, 2007) ∆ dimana: PBB = Pertambahan bobot badan (g/ekor) Bt = Pertambahan bobot badan waktu t (g/ekor) Bt-1 = Pertambahan bobot badan sebelumnya (g/ekor) ∆ = Interval waktu penimbangan Selain itu pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari, dan air minum dilakukan ad libitum. Jumlah pemberian dikurang sisa ransum merupakan jumlah konsumsi ransum yang dihitung dalam waktu tertentu (konsumsi ransum kumulatif). Sedangkan untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum atau konversi ransum (FCR) digunakan rumus sebagai berikut: FCR =
Jumlah kumulatif ransum Bobot badan ayam
SUMBER: ANANG (2007)
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 1. Formula ransum ayam buras periode grower Formula ransum
Uraian
R1
R2
R3
R4
R5
--------------------------------------- (%) ------------------------------------Umur 12 – 24 minggu Jagung kuning
50
50
50
50
0
Dedak padi
20
20
20
20
0
Pakan pabrik 512
30
29
27
25
100
Tepung biji buah merah
0
1
3
5
0
100
100
100
100
100
Protein
13,78
13,55
13,09
12,63
23,00
Serat kasar
5,35
-
-
-
5,00
-
-
-
5,00
0,29
0,27
0,26
0,90
Jumlah Kandungan gizi
Lemak Ca
0,30
P Energi (Kkal/kg)
0,56
0,55
0,54
0,53
0,60
2920,50
2926,11
2937,33
2948,55
3100,00
Kriteria nilai hasil perhitungan FCR yaitu bila nilai FCR semakin rendah berarti lebih baik dan efisien dalam memanfaatkan ransum. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis sidik ragam, dan jika ditemukan ada perbedaan antar perlakuaan digunakan uji LSD. Proses pengolahan data digunakan program ”SPSS 11,0” for windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan bobot badan Rataan pertambahan bobot badan ayam buras setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2, terlihat bahwa pertambahan bobot badan ayam buras tertinggi diperoleh pada perlakuan R5 (1.597,8 g/ekor/12 mg) kemudian berturut-turut diikuti oleh R1 (1.150,0 g/ekor/12 mg), R3 (1.075,6 g/ekor/12 mg), R4 (1.062,2 g/ekor/12 mg), dan terendah R2 (1.029,9 g/ekor/12 mg). Hasil analisis statistik (Anova) menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata (P < 0,05) antara perlakuan. Dari hasil uji LSD diperoleh bahwa antara perlakuan R5 dengan R1, R2, R3, dan R4 terdapat perbedaan
yang nyata. Tetapi antara perlakuan R1, R2, R3, dan R4 tidak terdapat adanya perbedaan yang nyata. Ini berarti dengan pemberian tepung biji buah merah dalam ransum ayam buras pada periode pertumbuhan (grower) tidak memberikan adanya pengaruh negatif yang nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam buras. Terjadinya perbedaan pertambahan bobot badan ayam buras antara perlakuan R5 (pakan pabrik 512) dengan R1 (0% tepung biji buah merah), R2 (1% tepung biji buah merah), R3 (3% tepung biji buah merah), dan R4 (5% tepung biji buah merah), diduga penyebab utamanya adalah keseimbangan kandungan gizi dari formula ransum yang digunakan, dimana kandungan gizi berupa energi dan protein pada perlakuan R5 memiliki imbangan energi dan protein yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Menurut SCOTT et al. (1976), WAHYU (1978), SIREGAR et al. (1980) dalam USMAN et al. (2002), bahwa keseimbangan antara energi dan protein serta zat-zat makanan lainnya yang terkandung didalam ransum sangat berperan terhadap kecepatan pertumbuhan. Pertumbuhan yang cepat sering digambarkan dengan melihat pertambahan bobot badan ayam buras selama penelitian (Gambar1).
601
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Pada Gambar 1, terlihat bahwa grafik pertambahan bobot badan ayam buras periode grower pada perlakuan R5 lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini terlihat dengan jelas pada minggu ke 2 sampai minggu ke 6 (penimbangan ke 1 – ke 6). Interval penambahan bobot badan pada perlakuan R5 pada minggu ke 6 sampai minggu ke 12 yaitu antara 250 – 350 g/ekor, sedangkan perlakuan R1, R2, R3, dan R4 yaitu antara 150 – 220 g/ekor. Pada perlakuan R4
terlihat mengalami pertambahan bobot badan yang cenderung menurun bila dibandingkan dengan perlakuan R1, R2, dan R3. Tetapi selama 12 minggu penelitian perlakuan R4 masih memiliki pertambahan bobot badan yang sedikit lebih tinggi dengan perlakuan R2, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, hal ini berarti pemberian tepung biji buah merah sampai pada taraf 5% dalam formula ransum masih dalam batas yang wajar.
Tabel 2. Pertambahan bobot badan ayam buras Perlakuan ransum
Uraian
R1
R2
R3
R4
R5
---------------------------------------------- (g/ekor) ------------------------------------------N1
1.076,7
983,3
1.026,7
1.083,3
1.553,3
N2
1.220,0
973,0
1.093,3
1.113,3
1.583,3
N3
1.153,3
1.133,3
1.106,7
990,0
1.656,7
Jumlah
3.450,0
3.089,6
3.226,7
3.186,6
4.793,3
Rataan
1.150,0b
1.029,9b
1.075,6b
1.062,2b
1.597,8a
Pertambahan bobot badan (g/ekor)
Huruf yang sama pada bari s yang sama tidak berbeda nyata (P < 0,05)
2250 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 250 0
P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
R1= (0% Buah Merah)
400.0
520.0
696.7
913.3
1153.3
1336.7
1550.0
R2= (1% Buah Merah)
452.2
626.7
792.2
968.9
1170.0
1327.8
1482.2
R3= (3% Buah Merah)
435.0
653.0
850.0
1032.2
1190.0
1351.0
1511.0
R4= (5% Buah Merah)
440.0
597.8
828.9
1027.8
1230.0
1382.2
1502.2
R5= (Pakan Pabrik)
485.6
698.9 944.4 1284.4 1564.4 Periode Penimbangan (1 kali/2 minggu)
1753.3
2083.3
Gambar 1. Grafik pertambahan bobot badan ayam buras periode grower (umur 12 – 24 minggu)
602
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Konsumsi ransum
Konversi ransum
Rataan konsumsi ransum selama 12 minggu penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3, terlihat bahwa konsumsi ransum tertinggi pada perlakuan R2 (6.852.2 g/ekor/12 mg), kemudian berturut-turut diikuti oleh R5 (6.851,1 g/ekor/12 mg), R3 (6.835,6 g/ekor/12 mg), R1 (6.833,3 g/ekor/12 mg), dan R4 (6.830,0 g/ekor/12 mg). Hasil analisis statistik (Anova) menunjukkan bahwa konsumsi ransum tidak berbeda nyata (P > 0,05) antara perlakuan R1, R2, R3, R4, dan R5. Tidak terjadinya perbedaan konsumsi ransum sangat erat kaitannya dengan cara pemberian ransum, dimana pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari dengan jumlah ransum yang diberikan sama pada semua perlakuan. Namun tingkat konsumsi ransum pada ayam dapat disebabkan oleh beberapa faktor menurut STURKIE (1976) dalam USMAN et al. (2002) bahwa konsumsi ransum bukan hanya dipengaruhi oleh kadar energi, palatabilitas, kecepatan pertumbuhan dan bentuk fisik dari ransum, akan tetapi kapasitas tembolok juga erat hubungannya dengan keambaan ransum yang pada gilirannya turut menentukan konsumsi ransum. Oleh sebab itu, meskipun kebutuhan energi sudah terpenuhi tetapi kapasitas tembolok belum mencapai rasa kenyang, ternak akan terus mengkonsumsi ransum yang masih ada. Selanjutnya dilaporkan oleh SCOTT et al. (1976), WAHYU (1978), SIREGAR et al. (1980) dalam USMAN et al. (2002) bahwa konsumsi ransum selain dipengaruhi temperatur juga dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan dan bobot badan ayam.
Nilai konversi ransum (FCR) ayam buras periode grower selama 12 minggu penelitian disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Konversi pakan ayam buras Perlakuan pakan
Uraian
R1
R2
R3
R4
R5
N1
5,4
5,8
6,3
5,8
4,0
N2
4,7
6,8
6,4
7,5
4,1
N3
4,9
5,7
5,9
7,1
4,3
Jumlah
15,0
18,3
18,6
20,4
12,4
Rataan
5,0a
6,1b
6,2b
6,8b
4,1a
Huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata (P < 0,05)
Pada Tabel 4, terlihat bahwa nilai konversi ransum tertinggi di peroleh pada perlakuan R4 (6,8), kemudian berturut-turut diikuti oleh R3 (6,2), R2 (6,1), R1 (5,0), dan terendah R5 (4,1). Hasil analisis statistik (Anova) menunjukkan bahwa nilai konversi ransum ayam buras berbeda nyata (P < 0,05) antara perlakuan. Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa antara perlakuan R5 dengan R2, R3, dan R4 berbeda nyata, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan R1. Antara perlakuan R2 dengan R3 dan R4 tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung biji buah merah pada taraf 1% sampai 5% dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai konversi ransum ayam buras. Nilai konversi ransum R5 lebih rendah, hal ini berarti R5 lebih efisien dalam memamnfaatkan ransum dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Tabel 3. Konsumsi pakan ayam buras Uraian
Perlakuan pakan R1
R2
R3
R4
R5
---------------------------------------- (g/ekor) ---------------------------------------N1
6,843.3
6,846.7
6,826.7
6,780.0
6,853.3
N2
6,813.3
6,860.0
6,823.3
6,856.7
6,856.7
N3
6,843.3
6,850.0
6,856.7
6,853.3
6,843.3
Jumlah
20,499.9
20,556.7
20,506.7
20,490.0
20,553.3
Rataan
6,833.3a
6,852.2a
6,835.6a
6,830.0a
6,851.1a
Huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata (P < 0,05)
603
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Nilai konversi ransum sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan ayam buras. Nilai konversi ransum yang tinggi terjadi disebabkan karena konsumsi ransum mengalami peningkatan tampa diimbangi dengan pertambahan bobot badan ayam buras. Nilai konversi ransum yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian pemanfaatan daun gamal dan lamtoro yaitu 3,46 dan 3,53 (USMAN et al., 2002).
HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta KETAREN, P.P., M. RANGKUTI dan A. ROESYAT. 1992. Gelar Teknologi Budidaya Ayam Buras di Kecamatan Lainea, Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. LABORATORIUM BALAI PENELITIAN TERNAK, 2005. Hasil Analisis Proximat Tepung Biji Buah Merah. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. RASYAF, M. 1998. Memelihara Ayam Buras. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Mortalitas Tingkat mortalitas merupakan salah satu faktor yang juga turut menentukan tingkat produktivitas dan keberhasilan dalam usaha ayam buras. Namun selama 12 minggu pelaksanaan penelitian berlangsung tidak terjadi mortalitas terhadap ayam buras. Hal ini kemungkinan tidak terjadinya mortalitas pada semua perlakuan diduga akibat dari pemberian vitamin dan obat pencegahan penyakit ND (tetelo) pada awal penelitian. KESIMPULAN DAN SARAN Pemberian pakan komersial 100% (R5) memberikan pertambahan bobot badan tertinggi pada ayam buras, namun jika pakan dikombinasikan dengan tepung biji buah merah (P. conoideus Lamk), maka perlakuan R2 dengan tambahan tepung biji buah merah 1% memberikan pertambahan bobot badan ayam buras yang tertinggi, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan R1, R3, dan R4. Pemanfaatan tepung biji buah merah pada ayam buras priode grower sebaiknya diberikan tidak melebihi 3% dari total ransum, karena pemberian sampai 5% memberikan pertumbuhan yang cenderung menurun. Karena kandungan serat kasar yang tinggi, kemungkinan memiliki potensi yang cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai pakan alternatif pada ternak ruminansia besar.
SCOTT, M.L., M.C. NESHEIM dan R.J. YOUNG. 1976. Nutrition of the Chicken 2nd Ed. SCOTT M.L. and Associates, Ithaca, New York. SINURAT, A.P. 1991. Penyusunan ransum ayam buras. Wartazoa 2(1 – 2): SIREGAR, A.P., M. SABRANI dan P. SUROPRAWIYO. 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Margie Group, Jakarta. TIRAJOH, S., A. HANAFIAH, D. TUNGKOYE dan USMAN, 2003. Pemanfaatan Limbah Buah merah (Pandanus conoideous) sebagai Pakan Untuk Meningkatkan Produktivitas Ayam Buras. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Jayapura. USMAN, H.T. UHI, S. TIRAJOH dan B.M.W. TIRO. 2002. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Gamal (Gliricidiae sepium) Terhadap Penampilan Ayam Buras. Pros. Seminar Regional Peran Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan dan Agribisnis Pada Era Otonomi Khusus Papua, Jayapura. USMAN, H.T. UHI, S. TIRAJOH dan B.M.W. TIRO. 2002. Penampilan Pertumbuhan Ayam Buras Dengan Teknik Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus Terrestris). Prosiding Seminar Regional Peran Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan dan Agribisnis pada Era Otonomi Khusus Papua. Jayapura. USMAN dan ATEKAN. 2004. Pengkajian Teknologi Budidaya Buah Merah dan Pemanfaatan Limbah Buah Merah Sebagai Pakan Ayam Buras. Laporan Proyek. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Papua, Jayapura.
DAFTAR PUSTAKA ANANG, A. 2007. Panen ayam kampung dalam 7 minggu. Cetakan 1. Penebar Swadaya, Jakarta.
604
WAHYU, J. 1978. Cara Pemberian dan Penyusunan Ransum Unggas. Fakultas Peternakan Institut Peranian Bogor, Bogor.