PERAN IDENTITAS EGO DAN PERSEPSI KETIDAKPASTIAN PASIEN DALAM MEMPREDIKSIKAN SIKAPNYA TERHADAP OPERASI MEDIS Dwi Putri Utami
[email protected] Dosen Pembimbing : Juneman, S.Psi, M.Si Binus University : Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530. Telp. (62-21) 535 0660 Fax. (62-21) 535 0644
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah identitas ego mampu memprediksikan persepsi ketidakpastian, dan apakah persepsi ketidakastian mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi atau tidak. Penelitian ini juga ingin mengetahui apakah faktor internal diri yang berfokus pada identitas ego serta persepsi ketidakpastian secara bersama mampu memprediksi sikap pasien terhadap operasi medis atau tidak. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian korelasionalprediksi. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi penyebaran kuesioner oleh 100 partisipan yang diharuskan operasi mayor karena memiliki penyakit seperti jantung dan kanker. Karakteristik usia adalah dewasa madya karena di usia tersebut orang rentan terhadap penyakit dan sistem imunitas tubuh menurun. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis uji regresi linear berganda serta uji regresi linear sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel identitas ego dan persepsi ketidakpastian secara simultan mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis secara signifikan. Namun, identitas ego sendiri tidak memprediksikan sikap secara langsung. Selain itu, identitas ego juga mampu memprediksikan persepsi ketidakpastian secara signifikan dan arah prediksi negatif. Hasil juga menunjukkan bahwa persepsi ketidakpastian mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi secara signifikan arah prediksi negatif. Kata Kunci: Operasi, Identitas Ego, Persepsi Ketidakpastian, Sikap
ABSTRACT The purpose of this research is to see whether ego identity capable of predicting uncertainty percecotion, and whether uncertainty perception capable of predicting patiet attitude towards medical operation or not. This research also want to know that self-internal factor focus on ego identity as well as uncertainty perception together capable of predicting patient’s attitude towards medical operation or not. This research utilized qualitative predicting-correlationb design. Data collection method include spread questionnaire to 100 participants who required undergo major operation due to cancer and heart illness. Middle age is one of characteristic of this research because in these age their physic vulnerable towards some illness and immunity system is decline. Analysis technique who used is multiple linear regression and simple linear regression. Result of this research shown that ego identity variable and uncertainty perception together capable of predicting patient’s attitude towards medical operation significantly. However, ego identity independently not capable of predicting patient’s attitude towards medical operation significantly. Furthermore, ego identity also capable of uncertainty perception significantly with negative predictive direction. The result also shown that uncertainty perception capable of predicting patient’s attitude toward operation significantly with negative predictive direction. Keywords: Operation, Ego Identity, Uncertainty Perception, Attitude
PENDAHULUAN Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan fasilitas kesehatan publik di tahun 1970 dan 1980. Namun gaya hidup tidak sehat masih dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Di Indonesia terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes mellitus dan kanker. Bahkan penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi penyebab dari 30 persen kematian di Jawa dan Bali. (Peningkatan Keadaan Kesehatan Indoensia, 2010). Penyakit merupakan suatu fenomena yang kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia makin rentan akibat meningkatnya kemungkinan konsumsi obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Perilaku masyarakat juga sering tidak mendukung hidup bersih dan sehat. Hal ini dapat terlihat dari meluasnya kebiasaan merokok, dan pola makan yang tidak sehat. Lingkungan di Ibu Kota yang tidak sehat serta kemacetan yang melanda dapat menjadi pencetus stres yang menimbulkan penyakit serta tekanan psikologi juga dapat memperparah penyakit (Rekiaddin, 2012). World Health Organization (WHO) atau organisasi kesehatan dunia pada tahun 1975 mendefinisikan kesehatan sebagai suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial (fkm.unair, 2011). Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi dimana penyakit tidak menular meningkat drastis. Tetapi fenomenanya sekarang penyakit dipicu oleh sejumlah faktor seperti stress, kebiasaan merokok, obat – obatan tertentu, atau infeksi virus yang membuat penyakit makin parah dan harus di operasi (Indonesia Policy Briefs). World Health Organization menyatakan bahwa lebih dari 234 juta prosedur operasi besar dilakukan di seluruh dunia setiap tahunnya (William, 2010). Penelitian membuktikan di Negara berkembang tingkat kematian disebabkan karena operasi mayor adalah 5-10 %, dan tingkat kematian dikarenakan obat bius dilaporkan tinggi. Infeksi dan komplikasi pada pasca operasi lainnya juga menjadi perhatian diseluruh dunia
(WHO guidelines, 2009). Banyak sekali penyakit yang memerlukan tindakan pembedahan atau operasi. Misalnya saja penyakit usus buntu, hernia, tumor, kuning, patah tulang, dan batu ginjal. Operasi merupakan jenis pengobatan kanker yang paling tua dan paling penting. Pembedahan atau yang lebih dikenal orang awam dengan istilah operasi menawarkan tingkat kesembuhan yang paling tinggi dibanding pengobatan kanker jenis lainnya, khususnya jika sel-sel kanker belum menyebar ke bagian tubuh lain. Operasi di Indonesia sudah semakin maju ditunjang dengan teknologi peralatan medis kedokteran yang semakin lengkap dan modern. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam dunia kesehatan semakin meningkat dan mudah dengan adanya Teknologi kedokteran terhadap kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Dengan semakin majunya teknik pembedahan, tingkat keberhasilannya pun semakin meningkat. Kini pembedahan diupayakan menimbulkan luka seminimal mungkin, sehingga penderita tetap dapat beraktivitas senormal mungkin. Operasi dipandang mengerikan bagi banyak orang dan menjadi pilihan terakhir dalam penyembuhan. Masyarakat lebih cenderung mendatangi dukun atau pengobatan alternatif untuk penyembuhan berbagai penyakit tanpa operasi. Namun pada akhirnya bila kesanggupan dukun tanpa operasi ini tidak membawa hasil, mereka akan datang lagi ke dokter tetapi dengan keadaan yang sudah terlambat yang semestinya dilakukan operasi sedari dini. Masyarakat Indonesia kini sudah cukup cermat dan pintar dalam memandang ilmiah kedokteran. Meskipun kebudayaan Indonesia sangat kuat akan kepercayaan- kepercayaan ghaib dan pengobatan dukun, namun karena pengaruh modernisasi kini masyarakat Indonesia mulai mengurangi dan menghilangkan kepercayaan tersebut. Ada pernyataan dalam US Congress Library bahwa generasi ini di Indonesia kehilangan minat terhadap kemampuan berhubungan dengan hal yang ghaib. (Walcott, 2004). Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pasien yang dioperasi meningkat dari sekitar 400.000 orang pada tahun 1984 sampai 8,3 juta jiwa di tahun 2000 (Hancox dkk, 2004). Keberhasilan operasi tidak menghilangkan persepsi risiko pada masyarakat. Salah satu persepsi resiko operasi terbesar adalah kematian. Kematian dapat disebabkan kelalaian dokter, penyakit yang tidak bisa disembuhkan, dan pemberian anestesi (obat bius). Sikap terhadap persepsi operasi juga dipengaruhi oleh spesialisasi dokter, apakah dokter yang menangani operasi tersebut ahli dalam bidangnya atau tidak. Persepsi risiko lainnya yaitu takut operasi tidak menyembuhkan, takut tidak sanggup menanggung biaya operasi, efek samping dari operasi, takut menjadi cacat, takut menjadi sorotan sosial, dan takut alat operasi tertinggal di dalam tubuh (Yottabaca, 2011). Persepsi masyarakat tidak hanya mengenai bahaya dan risiko dari operasi, melainkan juga persepsi keuntungan dari operasi itu sendiri. Masyarakat yang sudi untuk dioperasi berpersepsi jika operasi meningkatkan mobilitas, kapabilitas fungsi organ tubuh, dan kualitas hidup. Masyarakat juga yakin pada operasi yang akan dijalani jika mereka mempersepsikan dokter yang menangani berpengalaman dan direkomendasikan (Dekoven,et al 2012). Ketidakpastian muncul ketika peristiwa yang akan dijalani memiliki banyak kemungkinankemungkinan, yang berhubungan dengan risk atau benefits dari operasi. Salah satu penyebab ketidakpastian pada operasi adalah kurangnya komunikasi antara dokter dan pasien. Terkadang dokter tidak menjelaskan penyakit pasien secara rinci, prosedur operasi yang akan dijalani dan perawatan setelah operasi sehingga ada ketidakpastian akan apa yang terjadi jika operasi dilakukan (Neuman, 2012). Sikap pasien terhadap operasi juga bisa disebabkan oleh beberapa hal. Kapasitas kognitif mengenai apa itu operasi dan akbiat dari operasi menyebabkan sikap pasien terhadap operasi tiap orangnya berbeda. Pencarian informasi mengenai operasi tiap pasien berbeda-beda sehingga persepsi mereka pun berbeda. maka dari itu penelitian ini ingin melihat prediksi persepsi ketidakpastian terhadap sikap pasien terhadap operasi. Kurangnya pengetahuan dan informasi pasien mengenai penyakit, tidak jelasnya diagnosis, prognosis, dan gejala-gejala yang akan muncul setelah operasi juga menjadi penyebab persepsi ketidakpastian mengenai hasil operasi yang akan dijalani (Madeo, al., 2012). Begitu juga kejadian tak terduga pada efek
samping pada treatment operasi dan gangguan hubungan sosial pasien dengan kerabat sekitar membuat ketidakpastian pada pasien yang akan dioperasi (Stewart, et al., 2011). Peran struktur internal dalam diri manusia, menjadi peran yang mendukung dalam mengatasi ketidakpastian. Persepi ketidakpastian seseorang akan mengakibatkan sikap yang positif atau negatif pada seseorang. Struktur internal diri yang diteliti dalam penelitian ini adalah Identitas ego. Identitas ego berarti definisi ego berdasarkan atribut atau trait yang membedakan diri dengan orang lain dan hubungan personal yang dimilikinya. Setiap individu memiliki identitas yang berbeda sesuai dengan latar belakang budaya, nilainilai diri, kepercayaan, tujuan masa depan dan cara kita mendefinisikan diri bergantung pula pada situasi dan konteks sosial. Perkembangan identitas ego terbukti menjadi prediktor yang penting bagi tingkat rasa keingintahuan individu (Jones & Hartmann, 1988 dalam Dumas, 2012). Gagasan “Krisis dan komitmen Identitas” muncul sebagai fenomena modern yang banyak terjadi di abad ini (Baumeister, 2012). Identitas ego tidak hanya terjadi pada remaja, namun identitas ego merupakan suatu struktur internal yang dapat terjadi di masa dewasa. Identitas bias berkembang, dijaga, dan berubah sepanjang rentang usia. Istilah krisis identitas diciptakan oleh Erikson pada tahun 1940an. Erikson bergagasan bahwa hampir setiap individu mengalami krisis identitas pada masa remaja, meskipun di berbagai kasus individu tidak menyadari kalau ia mengalami krisis identitas. Sementara individu di masa middle ages, kebanyakan sudah mengalami fase komitmen pada identitas egonya. Individu yang mengalami krisis identitas, akan mengeksplor hal-hal yang berada di sekitarnya, termasuk mengambil risiko (Bernard, 1981, dalam Baumeister, 2012). Salah satu layanan yang ada di Rumah Sakit adalah layanan pengobatan melalui operasi. Operasi merupakan tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikologisnya misalnya harga diri, gambaran diri, dan identitas ego. Kecemasan selalu dihindari, oleh karena itu, operasi yang dinatakan memiliki tingkat kecemasan tinggi, masyarakat cenderung menghindarinya karena dapat menjadi suatu ancaman berbahaya bagi fisik dan psikologis seperti identitas egonya (Thomas & Hardy, 1997). Dikatakan oleh Mishel (2006) bahwa sikap seseorang pada penyakitnya, ditentukan oleh persepsi ketidakpastian mereka yang didukung dengan pengetahuan masing-masing individu. Oleh karena itu akan diteliti apakah identitas ego dan persepsi ketidakpastian seseorang akan memprediksikan sikap asien terhadapoperasi medis atau tidak.
METODE PENELITIAN Subjek Penelitian dan Teknik Sampling Partisipan dalam penelitian ini adalah individu yang memiliki penyakit yang diharuskan melakukan operasi mayor yaitu kanker dan jantung, , karena penyakit tersebut harus dilakukan operasi dan faktor kemudahan dalam mencari sampel karena adanya Rumah Sakit khusus Jantung dan rumah singgah kanker. Karakteristik usia partisipan adalah usia dewasa madya yang menurut Hurlock (2008) usia dewasa madya (40-60 tahun). Penelitian mengambil partisipan pada usia tersebut karena pada usia tersebut terjadinya proses penuaan atau munculnya penyakit degeneratif akibat proses penuaan tersebut. Sebelum melakukan penelitian, dilakukan uji alat ukur yang dilakukan di dua tempat, pertama Rumah Singgah Kanker Cancer Information Support Centre (CISC) untuk pasien berpenyakit kanker, kedua bertempat di Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita bagi pasien berpenyakit jantung. Untuk uji coba alat ukur dilakukan oleh 50 partisipan. Sampel untuk penelitian dilakukan di tempat yang sama dan populasi yang sama sebanyak 100 partisipan. Teknik nonprobability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan kemudahan.
Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian noneksperimental dan korelasional-prediktif. Penelitian korelasi tidak bisa ditentukan secara pasti sebab dan akibat nya. Penelitian ini hanya ingin melihat apakah
variabel bebas (prediktor) mampu memprediksikan variabel terikat (kriteria) dan ingin me,ihat arah prediksinya.
Alat Ukur Penelitian Setiap alat ukur menggunakan skala likert terkecuali skala sikap yaitu memakai skala semantic differential. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen berupa pernyataan (Sugiyono, 2012). Alat Ukur Identitas Ego Untuk mengukur identitas ego, peneliti menggunakan adaptasi dari alat ukur Ego Identity Process Questionnaire (EIPQ) yang dibuat oleh Marcia (1964) kemudian di perbaharui oleh Balistreri (1995). Alat ukur EIPQ mengukur dimensi eksplorasi dan komitmen yang telah dijelaskan di tinjauan pustaka dalam empat daerah ideologis (politik, agama, pekerjaan, nilai) dan empat daerah interpersonal (keluarga, pertemanan, pacaran, dan peran gender). Meskipun awal mula alat ukur ini diberikan kepada mahasiswa, Marcia menekankan dimensi eksplorasi pada alat ukur EIPQ adalah eksplorasi masa lalu dan terus-menerus sehingga dapat digunakan untuk orang dewasa. Subjek menandakan jawaban mereka dari masing-masing pernyataan pada 6 poin skala Likert. Dalam memberikan respon terhadap pernyataan-pernyataan dalam skala ini, subjek menunjukkan apakah ia: Sangat Sesuai (diberikan poin 6), Setuju (diberikan poin 5), Agak Sesuai (diberikan poin 4), Agak Tidak Sesuai (diberikan poin 3), Tidak Sesuai (diberikan poin 2) dan Sangat Tidak Sesuai (diberikan poin 1).
Alat Ukur Persepsi Ketidakpastian Persepsi ketidakpastian diukur menggunakan alat ukur Mishel Uncertainty in Illness ScaleCommunity (MUIS-C) berjumlah 23 item yang diadaptasi dari skala Mishel Uncertainty in Illness-A (MUISA) yang terdiri dari 33 item. Instrumen asli yaitu MUIS-A digunakan untuk mengukur persepsi ketidakpastian pasien yang sedang menjalani perawatan inap di Rumah Sakit. Sedangkan MUIS-C diberlakukan bagi pasien yang tidak sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit atau rawat jalan. Persepsi ketidakpastian menurut Mishel, 1981 (dalam Albertsen, 2009) terdiri dari empat dimensi yaitu ambiguity, complexity, lack of information dan unpredictability. Alat ukur MUIS-C berisi 23 item dan masing – masing item pernyataan ditandakan dengan enam poin skala Likert, dari mulai Sangat Sesuai (diberikan poin 6), Sesuai (diberikan poin 5), Agak Sesuai (diberikan poin 4), Agak Tidak Sesuai (diberikan poin 3), Tidak Sesuai (diberikan poin 2) dan Sangat Tidak Sesuai (diberikan poin 1). Semakin tinggi nilai MUIS-C, semakin tinggi persepsi ketidakpastian yang hadir. Berikut adalah blue print item kuesioner dari skala MUIS-C. Alat Ukur Sikap Pasien terhadap Operasi Medis Alat ukur yang digunakan dalam mengukur variabel ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Sikap terhadap operasi medis diukur dengan menggunakan skala sikap (attitude scale). Metode pengungkapan sikap ini ditunjukkan dengan self-report berupa daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu yang disebut sebagai skala sikap. Teori Thurstone menganggap sikap merupakan hanya afeksi positif atau negatif tanpa adanya komponen-komponen lain sehingga, sesuai dengan teori ini, pada perancangan skalanya aspek sikap tidak perlu diuraikan secara khusus. Dalam hal ini derajat afeksi positif atau negatif akan tampak dari respon individu setelah dikenai skala sikap. Skala sikap dibuat berdasarkan komponen-komponen sikap menurut Mar’at (1984) yang telah dijelaskan di tinjauan pustaka (Azwar, 2012). Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct assessment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun dengan menggunakan item ganda (Ajzen, 1988). Salah satu bentuk pengungkapan langsung dengan menggunakan item ganda adalah teknik diferensi semantic. Osgood, Suci, dan Tannebaum (1975) mengembangkan suatu cara pengukuran arti atau makna kata yang kemudian mereka sebut sebagai teknik diferensi semantik. Keunikan dari teknik ini adalah cara partisipan memberikan respon terhadap item dalam skala diferensi semantik, yang dalam hal ini partisipan tidak diminta untuk
memberikan respon setuju atau tidak setuju, akan tetapi diminta langsung memberikan bobot penilaian mereka terhadap suatu stimulus menurut kata sifat yang ada pada setiap kontinum dalam skala (Azwar, 2012).
Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Peneliti menggunakan uji validitas isi (expert judgment) yang dilakukan pada tanggal 26 dan 28 November 2013, uji korelasi butir total (corrected item total correlation) dan uji reliabilitas melalui teknik Alpha Cronbach. Kedua analisis tersebut menggunakan program computer Statitiscal Packages for Social Science (SPSS) versi 20. Dalam pengujian alat ukur tiap variabel, menggunakan expert judgement dan validitas konstruk. Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli yaitu dosen pembimbing. Ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun itu (Sugiyono, 2012). Setelah data ditabulasikan, maka pengujian konstruksi dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam suatu faktor, dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach 0 sampai 1. Item dinilai reliabel apabila nilai Alpha Cronbach yang didapatkan lebih dari 0,60.
Prosedur Penelitian Dalam proses pembuatan alat ukur identitas ego, peneliti adaptasi dari alat ukur orisinil EIPQ (Ego Identity Personal Questionnaire) dengan bantuan expert judgement. Proses kedua adalah pembuatan alat ukur persepsi ketidakpastian menggunakan skala MUIS-C yang diadaptasi dari MUIS-A. Proses terakhir adalah pembuatan alat ukur sikap sesuai dengan teori Ajzen dan Fishbein, 1980 yang membuat pertanyaan sikap pada teknik pengukuran langsung (direct) peneliti menanyakan langsung keseluruhan sikap yang ada pada responden mengenai suatu perilaku. Item pernyataan pengukuran sikap direct menggunakan dua kutub jawaban yang berlawanan seperti baik dan buruk. Dalam pembuatan alat ukur sikap langsung ini tidak diperlukan pembuatan elisitasi beliefs. Pada saat penelitian, pertama-tama peneliti membuat alat ukur dari masing-masing variabel sesuai dengan teori dan indikator yang ada. Sebelum dilakukan uji alat ukur, semua item dilakukan uji validitas isi yang di evaluasi oleh expert judgement. Setelah item dievaluasi oleh ahli, pilot study dilakukan kepada sampel uji. Data yang didapatkan di uji validitas dan reliabilitasnya. Setelah uji validitas dan reliabilitas pada data yang didapatkan dari hasil uji alat ukur, item yang tidak valid dan reliabel dihapus. Peneliti menyusun itemitem kembali setelah penghapusan untuk di penelitian berikutnya. Peneliti menyebarkan kuesioner di rumah singgah kanker Cancer Information Support Centre (CISC) dan Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita. Pasien yang bersedialah yang akan dijadikan subjek penelitian, dan pasien yang lemah tidak mampu mengisi kuesioner meminta peneliti mengisi dan membacakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis yang pertama adalah uji regresi linear berganda antara kedua variabel bebas yaitu identitas ego (komitmen) dan persepsi ketidakpastian dalam memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis. Data ini ingin melihat apakah identitas ego (komitmen) dan persepsi ketidakpastian secara bersama-sama dapat memprediksi sikap pasien terhadap operasi medis. Nilai signifikansinya adalah 0,000 yang nilainya <0,05. Dapat disimpulkan bahwa nilai identitas ego (komitmen) dan persepsi ketidakpastian secara bersama signifikan dalam memprediksi sikap pasien terhadap operasi medis. Karena nilai signifikan jauh dibawah 0,05, maka identitas ego (komitmen) dan persepsi ketidakpastian secara bersama benar-benar memprediksikan secara signifikan sikap pasien terhadap operasi medis. Karena nilai signifikan <0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya identitas ego (komitmen) dan persepsi ketidakpastian secara bersama mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis. Signifikan persepsi ketidakpastian adalah 0,000 yang berarti persepsi ketidakpastian secara signifkan dapat memprediksi sikap pasien terhadap operasi medis. Sedangkan nilai signifikan dari identitas ego (komitmen) adalah 0,461 yang nilainya >0,05. Hal tersebut dapat
menandakan bahwa identitas ego (komitmen) secara independent tidak dapat memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis, karena nilainya tidak signifikan. Nilai R variable Identitas Ego (komitmen) sebesar = 0,645. Karena nilai R sebesar 0,645 yang berarti tergolong kuat, dapat disimpulkan bahwa identitas ego, khususnya komitmen kuat dalam memprediksikan persepsi ketidakpastian. Nilai KD yang diperoleh adalah 0,416 x 100% = 41,6% yang dapat ditafsirkan bahwa variabel identitas ego (komitmen) memiliki prediksi sebesar 41,6% terhadap persepsi ketidakpastian dan 58,4% lainnya diprediksikan oleh faktor lain diluar identitas ego khususnya komitmen. Signifikansi yang tertera di table tersebut adalah 0.000 yang artinya p< 0.05 dan bisa diartikan bahwa variable identitas ego (komitmen) signifikan dan layak digunakan menjadi variablel bebas. Dengan nilai signifikansi 0,000 yaitu dibawah 0,05, maka hipotesis Ho ditolak dan hipotesis Ha atau alternatif diterima, artinya variabel bebas mampu memprediksikan variabel terikat. Hipotesis yang terbukti adalah bahwa identitas diri (komitmen) mampu memprediksikan sikap terhadap operasi medis, dan arah prediksinya negatif signifikan. Dari hasil data pada table tersebut tertulis bahwa nilai beta adalah -0.645 yang berarti nilai beta negatif. Dapat dikatakan bahwa identitas ego (komitmen) sebagai variabel bebas berkorelasi prediksi negatif terhadap persepsi ketidakpastian sebagai variabel terikat. Nilai R dari variabel persepsi ketidakpastian (uncertainty) sebesar = 0,342 yang dapat diinterpretasikan bahwa korelasi prediktif antara dua variabel tergolong rendah. Nilai KD yang diperoleh adalah 0,117 x 100% = 11,7% yang dapat ditafsirkan bahwa variabel persepsi ketidakpastian memiliki kontribusi prediksi sebesar 11,7% terhadap sikap pasien terhadap operasi medis dan 88,3% lainnya diprediksikan oleh faktor lain diluar persepsi ketidakpastian. Dengan nilai signifikansi 0,001 yaitu p<0,05, maka hipotesis Ho ditolak dan hipotesis Ha atau alternatif diterima, artinya variabel bebas mampu memprediksikan variabel terikat. Hipotesis yang terbukti adalah bahwa persepsi ketidakpastian mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis, dan arah prediksinya negatif signifikan. Nilai beta adalah -0.342 yang arahnya negatif. Dapat dikatakan bahwa persepsi ketidakpastian sebagai variabel bebas signifikan memprediksikan arah negatif terhadap sikap pasien terhadap operasi medis sebagai variabel terikat. Disimpulkan bahwa semakin tinggi persepsi ketidakpastian, semakin negatif sikap pasien terhadap operasi medis. Nilai beta juga digunakan untuk melihat seberapa kuat pengaruh variable X terhadap variable Y. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan dari analisis pertama bahwa identitas ego (komitmen) dan persepsi ketidakpastian secara bersama mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis. Namun, Identitas ego (komitmen) tidak mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis secara independen. Kesimpulan dari analisis kedua adalah bahwa Ha diterima, dan dapat disimpulkan bahwa identitas ego (komitmen) mampu memprediksikan persepsi ketidakpastian.Kesimpulan dari analisis ketiga adalah bahwa Ha diterima, dan dapat disimpulkan bahwa persepsi ketidakpastian mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis.
Saran Saran Teoritis Saran bagi penelitian selanjutnya agar mencari sampel pasien yang berpenyakit kanker lebih banyak dan seimbang dengan pasien penyakit jantung kemudian agar membedakan lama sakit untuk tiap-tiap partisipan.Saran kedua adalah bagi penelitian payung, sebaiknya tidak menyatukan kuesioner jadi satu agar subjek tidak kelelahan dalam menjawab kuesioner juga hasil yang didapat lebih valid dan reliabel. Saran terakhir adalah untuk melakukan back-translation untuk penelitian yang adaptasi dari luar. Saran Praktis Diharapkan bagi dokter agar memberikan informasi mengenai risiko dan segala prosedur operasi kepada pasien agar tidak terjadi persepsi ketidakpastian yang menyebabkan sikap pasien menjauhi operasi. Kemudian diharapkan bagi masyarakat agar selalu mengontrol dan lebih mengenali diri sendiri agar identitas ego semakin matang untuk pemahaman yang mendalam tentang diri agar dapat menyelesaikan berbagai kompleksitas di kehidupan.
REFERENSI Albertsen, P. C. (2009). Measuring Illness Uncertainty in Men Undergoing Sctive Surveillance (AS) for Prostate Cancer. Journal of Patient Care. Univercity of Connecticut School of Medicine and Dentistry, paper 25. Azwar, S. (2012). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya (2nd edition). Yogyakarta: Pustaka Belajar. Bartoszuk, K dan Pittman, J. (2009). Profiles of Identity Exploration and Commitment Across Domains. Vol. 19, No. 4, h. 444-450 Baumeister, R. F. (2012). Public Self and Private Self. United States: Springer. Berman, A. M., Schwartz, S. J., Kurtines, W. M., dan Berman, S. L. (2001). The Role of Style and Competence. Journal Process of Exploration in Identity Formation. Vol. 24, h. 513-528 Crocetti, E., Rubini, M., dan Meeus, W. (2008). Development and Validation of a Three-Dimensional Model. Journal Capturing the Dynamics of Identity Formation in Various Ethnic Groups. Vol. 31, No. 2, h. 207-222. Davis, L. L. (2011). Uncertainty as a Precursor to Delay in Seeking Care for Women Experiencing Symptoms of Acute Coronary Syndromes. Chapel Hill: UMI Dissertation Publishing Dekoven, M et al. (2012). Patient/Caregiver Perceived Benefits and Barriers to Elective Orthopedic Surgery (EOS) in Patients with Congenital Hemophilia with Inhibitors. Journal of Medical Economics. Vol 12 No. 2 Dumas, T.M., Ellis, W.E., dan Wolfe, D.A. (2012). Identity Development as a Buffer of Adolescence Risk Behaviors in the Context of Peer Group Pressure and Control. Vol. 35, No. 4, h. 917-927 Erikson, E. H. (1994). Identity and the Life Cycle. New York: Norton & Company inc. Fatmah. (2006). Respons Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut. Makara Kesehatan. Vol. 10, No. 1, h. 47-53 Fearon, J. D. (1999). What is Identity? Stanford University. Fuad01 Files Wordpress. (2010). Kondisi Pasca Indonesia Sehat. Diperoleh 11 Maret 2011, dari http://fuad01.wordpress.com/ Fkm10.unair. (2011). Pengertian Sehat. Diperoleh 17 Oktober 2011, dari http://zainal-a-fkm10.web.unair.ac.id/artikel_detail-35770-Kesehatan-Pengertian%20Sehat.html Geise, A. C. (2008). Personal Growth and Personality Development: Well-being and Ego Development. Thesis. Columbia: Master of Art Universitas Missouri. Gerbode, F. (1962). A Definition of Surgery. Journal of Annals of Surgery. Boston: Excelsior Surgical Society Meeting. Volume 158 Number 5 Hagger, M dan Chatzisarantis, N. (2005). The Social Psychology of Exercise and Sport. New York: McGrawHill Hancox, J. G. (2004). Why are these Differences in the Perceived Safety of Officed-Based Surgery? Journal of Dermatology Surgery. 30, 1377-1379 Hurlock, E.B. (2008). Developmental Psychology (5th edition). New York: Tata McGraw-Hill
Indonesia Policy Briefs. (2010). Peningkatan Keadaan Kesehatan di Indonesia. Indonesia Environmental and Climate Change Policy Brief Kang, Y. (2002). Uncertainty in Patients Newly Diagnosed with Atrial Fibrillation. Journal Korean Academy of Nursing. Vol, 32, No. 7 Ko, N.Y., dan Hsu, S. T. (2005). Informational Needs, Health Locus of Control and Uncertainty among Woman Hospitalized with Gynecological Disease. Chang Gung Med, Vol. 28 No. 8 Kroger, J. dan Marcia, J. E. (2011). The Identity Statuses: Origins, Meanings, and Interpretations. Springer Science + Business Media. p. 31-54 Kumru, A., dan Thompson, R. A. (2003). Ego Identity Status and Self-Monitoring Behavior in Adolescence. Journal of Adolescence Research. Vol, 18, No. 5 Madeo, A. C, O’Brien, K. E., Bernhardt, B. A., dan Biesecker, B. B. (2012). Factors Associated with Perceived Uncertainty among Parents of Children with Undiagnosed Medical Conditions. Journal of Medical Genetics. Vol. 158A, No. 8, h. 1877-1884. Marcia, J. E., Waterman, A. S., Matteson, Archer, S. L., & Orlofsky, J. L. (2012). Ego Identity. Journal of a handbook for Psychosocial Research. New York: Springer-Verlag. Meeus, W., et al. (2010). Five-Wave Longitudinal Study in Early-to-Middle and Middle-to-Late Adolescence. On the Progression and Stability of Adolescence Identity Formation. Vol, 81, No. 5, h. 1565-1581 Mishel, M. H. (2006). What do We Know about Uncertainty in Illness? Vol. 29, No. 1, h. 19-26 Neuman, M. D dan Bosk, C. L. (2012). Refining Surgery’s Hazards in Medical Thought. What we Talk about When we Talk About Risk. Vol. 90, No. 1, h. 135-159. Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kharisma Putra Utama. Rahayuningsih, S. U. (2008). Psikologi Umum 2 Bab I. Jakarta: Universitas Gunadarma. Rekiaddin, L. O. (2012). Konsep Sehat, Sakit, dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya. Diperoleh 18 OKtober 2012, dari http://kesmas-ode.blogspot.com/2012/10/konsep-sehat-sakit-dan-penyakitdalam.html Santrock, J. W. (2007). Adolescent: Development Psychology (11th edition). New York: McGraw-Hill Sarwono, S.W dan Meinarno, E. A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Sawitri, D. R. (2009). Pengaruh Status Identitas dan Efikasi Diri Keputusan Karir terhadap Keraguan Mengambil Keputusan Karir pada Mahasiswa tahun Pertama di Universitas Diponegoro. Skripsi. Semarang: Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Schwartz, S. J., dkk. (2000). Ego Idenity Status, Identity Style, and Personal Expressiveness: An Empirical Investigation of Three Convergent Construct. Vol. 15, No. 4, h. 504-521 Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuanitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sutton, S. (2003). Psychosocial Theories. Health Behavior. United States: University of Cambridge. Available Online 2002. Thomas, B dan Hardy, S. (1997). Mental Health Nursing. UK: Mosby
Walcott, E. (2004). Seni Pengobatan Alternatif Pengetahuan dan Persepsi. Program Tugas Studi Lapangan. Malang: Universitas Muhammadiyah. Walgito, B. (2011). Teori-Teori Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset World Health Organization. (2009). Safe Surgery Safe Lives. WHO Guideliness for Safe Surgery. Swutzerland: WHO Press. William, M.P. (2010). Measuring Morbodity following Major Surgery. Doctor of Medicine. Yottabaca (2011). Alasan Mengapa orang Takut dioperasi. Diunduh dari http://www.yottabaca.com/2011/11/8-alasan-mengapa-orang-takut-dioperasi.html?m=0)