PERAN SIFAT IMORAL DARI NORMA DESKRIPTIF DAN KELEKATAN TERHADAP NORMA INJUNGTIF DALAM MEMPREDIKSIKAN PERILAKU TIDAK ETIS Andi Farahdiba Jurusan Psikologi, Fakultas Humaniora, BINUS University,
[email protected] (Andi Farahdiba, Juneman Abraham, S.Psi., M.Si.)
ABSTRACT The purpose of this study is to see the role of immoral characteristic of descriptive norm and adherence to social norm in predicting to do unethical behavior of employees in DKI Jakarta. The participants of this study are 208 civil servant and private company in Jakarta. This study uses non-probability method with convenice sampling technique. The design of this study is correlational predictive technique of simple linear regression analysis. The result of this study is that immoral characteristic of descriptive norm and adherence to injunctive norm able to predict to do unethical behavior. Keywords : immoral characteristic of descriptive norm and adherence to injunctive norm , unethical behavior
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat Peran Sifat Imoral Dari Norma Deskriptif Dan Kelekatan Terhadap Norma Injungtif Dalam Memprediksikan Perilaku Tidak Etis pegawai di wilayah DKI Jakarta. Subjek penelitian berjumlah 208 orang pegawai yang bekerja sebagai pegawai negri sipil maupun pegawai swasta di Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode non-probabilitas dengan teknik convenience sampling. Desain penelitian ini adalah korelasional prediktif dengan teknik analisa regresi linear sederhana. Hasil penelitian ini adalah sifat moral dari norma deskriptif, dan kelekatan terhadap norma injungtif mampu memprediksi perilaku tidak etis. Kata-kata kunci: Sifat Imoral Dari Norma Deskriptif, Dan Kelekatan Terhadap Norma Injungtif, Perilaku Tidak Etis.
PENDAHULUAN
Karyawan merupakan bagian terpenting dari sebuah organisasi. Begitu pentingnya peran karyawan untuk tercapainya tujuan dari suatu organisasi (Sierma & Sargih, 2010). Hal ini membuat organisasi harus memiliki aturan-aturan yang jelas untuk mengatur orang-orang yang terlibat didalamnya, aturan tersebut berkaitan dengan etika. Etika memberikan norma untuk mengatur perilaku manusia dan menentukan apa yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan (Bertens, 1997). Aturan mengenai etika, berkaitan dengan perilaku etis dan perilaku tidak etis. Menurut Grifin dan Ebert (2007) perilaku etis merupakan keyakinan seseorang yang mengacu pada norma-norma sosial mengenai perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima oleh masyarakat atau lingkungan. Sedangkan perilaku tidak etis adalah keyakinan seseorang yang mengacu pada norma-norma sosial mengenai perilaku yang dianggap salah atau tidak sesuai dengan keyakinan dan norma-norma sosial yang diyakini. Perilaku etis dapat membuat organisasi terhindar atau mengurangi resiko yang berkaitan dengan kerugian secara finansial atau nonfinasial akibat perilaku tidak etis. Hal serupa juga dikatakan oleh Afiff (2013, dalam MM Unpad) perilaku tidak etis di tempat kerja dapat merugikan organisasi dengan resiko yang besar, dan dapat merusak hubungan baik yang telah terjalin di antara rekan bisnis atau hubungan baik yang telah terjalin di dalam organisasi tersebut. Sacet dan Devore (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2005) memberikan contoh perilaku tidak etis ditempat kerja yaitu : pertama, pencurian atau perilaku lainnya yang terkait dengan pencurian seperti, pencurian uang tunai atau pencurian properti milik organisasi/lembaga. Kedua, perusakan seperti, merusak atau menghancurkan barang miliki organisasi/lembaga, dan sabotase produk yang dihasilkan dari organisasi/lembaga. Ketiga, penyalahgunaan informasi seperti, mengungkapkan rahasia kepada pihak yang tidak memiliki keterkaitan dengan organisai atau pihak pesaing, dan memalsukan informasi, data atau laporan yang diperuntukan kepada organisasi/lembaga tempat kerja. Keempat, penyalahgunaan waktu seperti, membuang-buang waktu kerja, memalsukan jam kerja, dan melakukan urusan pribadi ketika jam kerja berlangsung. Kelima, kehadiran rendah seperti absen dan/atau terlambat tanpa keterangan yang jelas, dan penyalahgunaan ijin sakit. Keenam, tindakan verbal yang tidak pantas, seperti berdebat dengan rekan kerja dan menggangu rekan kerja secara lisan di lingkungan kerja. Ketujuh, tindakan fisik yang tidak pantas, seperti melakukan penyerangan kepada rekan kerja dan pelecehan seksual secara fisik kepada rekan kerja di lingkungan kerja. Seperti yang sudah dijelaskan diatas mengenai perilaku etis dan perilaku tidak etis yang mengacu pada norma-norma sosial. Norma sosial merupakan aturan-aturan yang mengatur tentang bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku (Hafiyah H., dalam Sarwono, S. W., dan Meinarno, E. A., 2009). Norma sosial dibagi menjadi dua yaitu : norma injungtif dan norma deskriptif. Menurut Cialdini dan kawan-kawan, dalam Aronson, Wilson, & Skert. (2010) norma injungtif adalah persepsi seseorang mengenai perilaku apa yang diterima dan tidak diterima oleh orang lain dalam situasi tertentu. Norma injungtif memotivasi perilaku dengan menekankan social rewards dan punishments yang didapatkan dari orang lain. Norma deskriptif adalah persepsi seseorang mengenai apa yang biasanya akan orang lain lakukan jika berada dalam situasi tertentu, bagaimana perilaku itu diterima atau tidak oleh orang lain. Norama deskriptif memotivasi perilaku dengan menginformasikan seseorang mengenai perilaku apa yang efektif, atau perilaku apa yang adaptif dalam konteks tertentu dan memberikan keputusan mengenai bagaimana berperilaku dalam situasi tertentu. Contoh perilaku tidak etis seperti yang dikutip dalam Tribunnews.Co (2014) pada hari-hari biasa banyak mobil dinas digunakan bukan oleh pejabat terkait. Tetapi digunakan oleh istri pejabat untuk pergi arisan atau berbelanja ke mal, atau digunakan untuk mengantar anak pergi sekolah atau les. Pada contoh tersebut apabila seseorang mengetahui peraturan atau informasi terkait mengenai penggunaan kendaran dinas, akan mengingatkan seseorang tersebut akan hal penolakan masyarakat apabila mengetahui penggunaan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi, dan sanksi yang akan didapat apabila kedapatan menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi. Hal ini dikatakan sebagai norma injungtif (kelekatan terhadap norma injungtif). Sebaliknya situasi dalam contoh tersebut memberikan informasi kepada seseorang mengenai kendaraan dinas dapat dipakai oleh pejabat atau pegawai terkait, meskipun digunakan bukan untuk kepentingan yang berkaitan dengan pekerjaan. Hal ini dikatakan sebagai norma deskriptif.
Contoh lain dari norma injungtif yang pada kenyataannya menghasilkan perilaku tidak etis, seperti yang dikutip dalam Detikfinance (2010) Arif menjelaskan mengenai pemberian Surat Peringatan Pertama (SP-1) apabila ada pegawai dalam jangka waktu 1 bulan tidak masuk atau pulang lebih awal lebih dari 5 kali, atau karena tidak melaksanakan tugas. Pegawai yang terlambat 12 kali berturut-turut dalam 1 bulan, akan dipotong remunerasinya sebesar 12,5%, ditambah dengan denda akibat diterimanya SP, remunerasi akan dipotong 25%, totalnya remunerasi yang dipotong adalah 37,5%. Pemotongan dengan total 37,5% hanya berlaku pada pegawi pajak. contoh tersebut dapat memberikan gambaran mengenai hukuman atau sanksi yang tidak sebanding dengan perilaku pegawai yang terlambat. Hukuman yang diberikan dapat diabaikan oleh pegawai dan memilih untuk terlambat dengan alasan-alasan tertentu yang mana alasan tersebut lebih menguntungkan (reward) bagi pegawai tersebut, contohnya seperti pegawai harus mengantar anak kesekolah, karena lokasi sekolah jauh dari rumah atau searah dengan tempat kerja apabila harus menggunakan ojek atau taksi akan mengeluarkan uang lebih. Seperti yang sudah dijelaskan diatas mengenai norma deskriptif, dimana kebiasaan yang dibayangkan dimiliki oleh orang lain dalam situasi yang sama yaitu tidak mendukung moral (imoral) dapat menghasilkan perilaku yang tidak etis. Menurut Bertnes, K.. (1997) imoral adalah : bertentangan dengan moralitas yang baik, secara moral buruk, tidak etis, tidak bermoral, atau tidak berakhlak. Contoh yang telah dijabarkan diatas dapat menggambarkan bahwa, penggunaan kendaraan dinas oleh pejabat atau pegawai terkait memberikan informasi mengenai perilaku yang biasa dilakukan adalah tidak mendukung moralitas, sehingga akan menghasilkan perilaku yang tidak etis dari orang yang berada dalam situasi yang sama, yaitu menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi. Contoh lain dari perilaku tidak etis yang memperlihatkan perilaku yang biasa dilakukan (norma deskriptif) dalam sebuah situasi yang mendukung moral tetapi pada kenyataannya perilaku yang mucul adalah tidak etis. Dikutip dari Metrotvnews.com (2013) guyonan calon hakim agung Muhammad Daming Sunusi dan anggota komisi III DPR RI yang mentertawakan candaan mengenai kasus pemerkosaan. Sebagai calon hakim agung dan seseorang yang dipilih oleh rakyat seharusnya dapat berperilaku yang bermoral dan beretika, dalam menanggapi suatu kasus yang sedang diperbincangkan ketika rapat berlangsung, bukan melakukan hal sebaliknya yaitu mentertawakan dan mengatakan hal yang tidak pantas apabila diucapkan oleh seorang calon ketua hakim agung dan anggota DPR. Status dan jabatan yang mereka miliki berkaitan dengan suatu hal yang mulia dikarenakan berkaitan dengan hak-hak rakyat yang harus diperjuangkan, dan berkaitan dengan pemutusan sebuah kasus yang harus dilakukan seadil-adilnya dan memiliki moral dan etika yang baik yang selalu dipegang teguh keduanya, namun contoh diatas memperlihatkan hal tersebut belum mampu mengurangi perilaku orang-orang tersebut dalam hal berperilaku tidak etis. Jadi dari semua uraian di atas, maka penulis berniat untuk melihat sifat imoral dari norma deskriptif (kebiasaan) apa yang dilakukan dalam situasi tertentu yang dapat mempengaruhi kecenderungan berperilaku tidak etis, dan kelekatan terhadap norma injungtif dalam memprediksikan kecenderungan berperilaku tidak etis.
Rumusan Permasalahan Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan mengenai pertanyaan penelitian ini adalah : 1.
Apakah sifat yang tidak mendukung moral (imoral) dari norma deskriptif mampu memprediksikan perilaku tidak etis ?
2.
Apakah kelekatan terhadap norma injungtif mampu memprediksikan perilaku tidak etis ?
Tujuan Penelitian Tujuan dalam penilitian ini adalah untuk mengetahui bahwa : 1.
Sifat yang tidak mendukung moral (imoral) dari norma deskriptif mampu memprediksikan perilaku tidak etis.
2.
Kelekatan terhadap norma injungtif mampu memprediksikan perilaku tidak etis.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, karakteristik subjek adalah Pegawai Negri Sipil dan Pegawai Swasta baik Laki-laki atau Perempuan yang bekerja di wilayah DKI Jakarta dengan rentang usia 18-55 tahun. Peneliti mengambil rentang usia tersebut karena merupakan usia produktif bekerja. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non-probabilitas khususnya convenience sampling . Metode non probabilitas yaitu tidak ada jaminan bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel (Shaughnessy & Zechmeister, 2012). Convenience sampling yaitu pemilihan responden berdasarkan ketersedian dan kesedian responden dalam memberikan respon sample (Shaughnessy & Zechmeister, 2012). Desain penelitian yang digunakan adalah Kuantitatif, non eksperimental, dan korelasional prediktif. Metode kuantitatif akan diperoleh data tentang gambaran suatu fenomena, fakta, sifat, serta hubungan fenomena tertentu secara komprehensif dan integral (Sugiyono, 2011). Korelasi prediktif karena ingin melihat hubungan satu arah yang bersifat meramalkan skor variabel dependent berasarkan skor-skor independent. Non experimental karena tidak ada manipulasi, tidak ada pengacakan subjek, tidak ada kontrol terhadap variabel. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur kuisioner untuk mengukur sifat moral dari norma deskriptif dikonstruk sendiri oleh peneliti berdasarkan teori norma deskriptif dari Cialdini, dkk (1990-1991) dan teori mengenai imoral dari Bertnes (1997), mengambil beberapa poin pada kode etik pegawai yang kemudian di modifikasi oleh peneliti, dan hasil wawancara. Alat ukur untuk mengukur kelekatan terhadap norma injungtif dikonstruk oleh peneliti berdasarkan teori norma injungtif, dan norma deskriptif dari Cialdini, dkk (1990-1991), mengambil beberapa poin pada kode etik pegawai yang kemudian di modifikasi oleh peneliti, dan hasil wawancara. Alat ukur yang mengukur perilaku tidak etis dikonstruk sendiri oleh peneliti berdasarkan teori unethical behavior dari Kaptein Muel (2008), dan mengambil beberapa poin pada kode etik pegawai yang kemudian di modifikasi oleh peneliti, dan hasil wawancara. Bentuk dari instrumen ini adalah kuesioner.
HASIL DAN BAHASAN Uji hipotesa dalam penelitian ini berfokus pada apakah sifat imoral dari norma deskriptif mampu memprediksikan perilaku tidak etis, dan keletekatan terhadap norma injungtif mampu memprediksikan perilaku tidak etis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linear sederhana untuk memprediksi nilai suatu variabel dependen y berdasarkan nilai variabel independen x. Selain itu dapat digunakan untuk melihat prediksi variabel independen x terhadap variabel dependen y (Uyanto, 2009). Beriku ini adalah hasil uji analisa regresi liner sederhana untuk mengetahui apakah sifat imoral dari norma deskriptif mampu memprediksikan perilaku tidak etis, dan keletekatan terhadap noram injungtif mampu memprediksikan perilaku tidak etis. Tabel 1 Hasil Uji Regesi Liner Sederhana Sifat Imoral dari Norma Deskriptif
R ,748 a.
R Square ,559
Predictors: (Constant), SIFAT_IMOAL
Tabel 2 ANOVA Hasil Uji Regesi Liner Sederhana Sifat Imoral dari Norma Deskriptif
Model 1
F
Sig.
Regression 261,287 Residual Total a. Predictors: (Constant), SIFAT_IMORAL b. Dependent Variable: PL_TIDAKETIS
,000b
Tabel 3 Coeficients Hasil Uji Regersi Liner Sederhana Sifat Imoral dari Norma Deskriptif
Model
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 11,125 ,606 1 SIFAT_IMORAL 1,441 ,089 Dependent Variable: PL_TIDAKETIS Keterangan
: Sifat_Imoral
Standardized Coefficients Beta ,748
T
Sig.
18,357 ,000 16,164 ,000
=
Collinearity Statistics Tolerance VIF 1,000
variabel yang mengukur sifat imoral deskriptif. : KL_Injungtif = variabel yang mengukur kelekatan terhadap norma Injungtif. : PL_Tidak Etis = variabel yang mengukur kecendrungan perperilaku tidak etis.
dari
1,000
norma
Berdasarkan tabel dari uji regresi linear ini, dapat terlihat bahwa sifat imoral dari norma deskriptif berkontribusi secara signifikan sebesar 55,9% terhadap kecenderungan berperilaku tidak etis, sedangkan 44,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini mengindikasikan bahwa sifat imoral dari norma deskriptif mampu memprediksikan kecenderungan berperilaku tidak etis, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang diperoleh dari sifat imoral dari norma deskriptif sebesar 0.000 yang artinya < 0.05 karena angka tersebut dibawah 0.05 maka H0 ditolak, yang artinya sifat imoral dari norma deskriptif memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku tidak etis. Angka Coefficients dari sifat imoral memiliki hubungan yang searah (positif) (β = 0,748) yang artinya semakin tinggi norma deskriptif yang tidak mendukung moralitas (pilihan jawaban B) dalam suatu situasi tertentu, makan semakin tinggi kecenderungan seseorang untuk berperilaku tidak etis dalam situasi tersebut. Semakin seseorang mempersepsikan bahwa semakin tinggi sifat imoral dari norma di tempat kerjanya, maka semakin tinggi kecenderungan berperilaku tidak etis. Menurut Cialdini dan kawan-kawan (1990-1991) dalam Smith, dkk. (2008) norma deskriptif adalah persepsi seseorang mengenai apa yang biasanya orang lain lakukan dalam situasi tertentu. Norma deskriptif memotivasi perilaku dengan menginformasikan seseorang mengenai perilaku apa yang efektif atau perilaku apa yang adaptif dalam konteks tertentu, dan memberikan keputusan mengenai bagaimana berperilaku dalam situasi tertentu. Jadi apabila suatu situasi atau lingkungan dimana kebiasaannya adalah berperilaku yang tidak mendukung moralitas, maka orang tersebut cenderung memutuskan untuk berperilaku seperti apa yang di informasikan sehingga perilaku tidak etisnya meningkat. Tabel 4 Hasil Uji Regesi Liner Sederhana Kelekatan terhadap Norma Injungtif Model Summary Model
R
R Square
1
,831
,690
a. Predictors: (Constant), KL_INJUNGTIF b. Dependent Variable: PL_TIDAKETIS Tabel 5 ANOVA Hasil Uji Regesi Liner Sederhana Kelekatan terhadap Norma Injungtif
1
Model Regression Residual Total
F 458.104
Sig. .000b
Tabel 6 Coeficients Hasil Uji Regersi Liner Sederhana Kelekatan terhadap Norma Injungtif Model
Unstandardized Coefficients B Std. Error (Constant) 9.964 .516 1 KL_INJUNGTIF .903 .042 a. Dependent Variable: PL_TIDAKETIS Keterangan
: Sifat_Imoral
Standardized Coefficients Beta .831
T
19.302 21.403
Sig. Collinearity Statistics
.000 .000
Tolerance
VIF
1.000
1.000
= variabel yang mengukur sifat imoral deskriptif. : KL_Injungtif = variabel yang mengukur kelekatan terhadap norma Injungtif. : PL_Tidak Etis = variabel yang mengukur kecendrungan perperilaku tidak etis.
dari
norma
Kelekatan terhadap norma injungtif berkontribusi secara signifikan sebesar 69,0% terhadap kecenderungan berperilaku tidak etis, sedangkan 39,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Kelekatan terhadap norma injungtif mampu memprediksikan kecenderungan berperilaku tidak etis, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang diperoleh dari kelekatan terhadap norma injungtif sebesar 0.000 yang artinya < 0.05 karena angka tersebut dibawah 0.05 maka H0 ditolak, yang artinya kelekatan terhadap norma injungtif memiliki hubungan yang signifikan dengan kecenderungan berperilaku tidak etis. Angka Coefficents dari kelekatan terhadap norma injungtif memiliki hubungan yang searah (positif) (β = 0,831) yang artinya semakin seseorang lekat dengan norma injungtif, semakin tinggi kecenderungan seseorang untuk berperilaku tidak etis. Semakin seorang karyawan lekat terhadap norma injungtif, semakin tinggi pula kencenderungan berperilaku tidak etis. Menurut Smith, dkk. (2008), norma injungtif menggambarkan persepsi mengenai apa yang orang harus lakukan. Norma injungtif memotivasi perilaku dengan menekankan social rewards atau punishments yang didapatkan dari orang lain. Hasil penelitian ini dapat dimaknai bahwa norma injungtif tidak dibarengi atau diikuti dengan sanksi penegakan terhadap reward atau punishment yang tegas untuk perilaku tidak etis dari pegawai. Sanksi sosial lebih berpengaruh bagi pegawai ketimbang sanksi formal atau sanksi yang diberikan perusahaan atau lembaga yang berkaitan. Hasil penelitian ini diperkuat dari pernyataa Cialdini dkk dalam Smith dan Louis (2008) berpendapat bahwa norma injungtif memberikan efek terhadap perilaku lebih kuat dan lebih lekat dibandingkan efek dari norma deskriptif. Hal ini dikarenakkan norma injungtif dapat melampaui seluruh situasi atau dapat berlaku dalam berbagai situasi, sedangkan norma deskriptif hanya dapat mempengaruhi dalam situasi yang spesifik atau tertentu ketika perilaku itu muncul.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa antara sifat imoral dari norma deskriptif mampu memprediksikan kecenderungan berperilaku tidak etis. Angka Coefficients dari sifat imoral memiliki hubungan yang searah (positif) (β = 0,748) yang artinya semakin tinggi norma deskriptif yang tidak mendukung moralitas dalam suatu situasi tertentu, makan semakin tinggi kecenderungan seseorang untuk berperilaku tidak etis dalam situasi tersebut. Kelekatan terhadap norma injungtif mampu memprediksikan perilaku tidak etis. Angka Coefficents dari kelekatan terhadap norma injungtif memiliki hubungan yang searah (positif) (β = 0,831) yang artinya semakin seseorang lekat dengan norma injungtif, semakin tinggi kecenderungan seseorang untuk berperilaku tidak etis. Saran Teoritis Semua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dikonstruk sendiri oleh peneliti, sehingga masih banyak kekurangan yang dihadapi oleh peneliti. Bagi penelitian selanjutnya apabila ingin mengadaptasi alat ukur ini sebaiknya ditinjau kembali secara teoritis dan disesuaikan dengan penelitan yang akan diteliti. Saran Praktis Perilaku tidak etis seseorang tidak hanya disebabkan diri keputusan yang diambil orang tersebut tetapi dapat disebabkan dari kebiasaan, dan sejauh mana seseorang mempersepsikan mengenai perilaku apa yang seharusnya dan apa yang banyak dilakukan dalam situasi tertentu.
REFRENSI Anderson, N., Ones, D.S., Sinangil, H.K., & Viswesvaran C.. (2005). Handbook of industrial, work & organizational psychology, vol 1. Londo : SAGE. Aronson, E., Wilson, T. D., & Skert, R. M.. (2010). Psychology social, 7th ed. United State:Person. Bertnes, K.. (1997). Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Grifin, R. W., dan Ebert, R. J.. (2007). Bisnis, 8 ed. Jakarta : Erlanga. Hafiyah, N. dalam Sarwono, S. W., Meinarno, E. A.. (2009). Pengaruh soial, 13 ed. Jakarta: Salemba Humanika. Hida, R., E., I.. (2010, 29 November). Telat masuk kerja, remunerasi pegawai pajak. Dipotong 37,5%. Diperoleh pada 22 September 2014 dari http://finance.detik.com/read/2010/10/29/150755/1478794/4/telat-masuk-kerja-remunerasi-pegawai-pajak-dipotong-375.
Kaptein, Muel. (2008). Developing a measure of unethical behavior in workplace: A stakeholder perspective. Journal of management, 34:978. Metrotvnews.com. (2013, 15 Januari ). Daming dan anggota komisi iii yang tertawa tidak bermoral. Diperoleh pada 30 September 2014 dari http://news.metrotvnews.com/read/2013/01/15- /122989/daming-dan-anggotakomisi-iii-yang-tertawa-tidak-bermoral. MM. Unpad. (2013). Etika dan teknostres dalam perilaku organisasi masa kini. Diperoleh pada 1 Mei 2014 dari http://mm.fe.unpad.ac.id/etika-dan-teknostres-dalam-perilaku-organisasi-masakini/?lang=en. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Shaughnessy, J.J., Zechmeister, E.B., & Zechmeister, J.S. (2012). Research methods in psychology, 9th ed. New York: McGraw-Hill. Sierma R. dan Saragih E. H.. (2010). Komik Manajemen: Riwayat Kerja si Dudi. MEDIA.
Jakarta : ELEX
Sugiyono. (2011). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan r&d. Bandung: Alfabeta.
Tempo.Co. (2013, 22 Agustus). Etika pemakaian mobil dinas. Diperoleh pada 30 September 2014 dari http://www.tempo.co/read/kolom/2013/08/22/785/Etika-Pemakaian-Mobil-Dinas.
RIWAYAT HIDUP
Andi Farahdiba, Jakarta 2 Juli 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di BINUS University dalam bidang Psikologi pada tahun 2014.