“PERAN DAN FUNGSI MEDIA WATCH DALAM BISNIS TELEVISI PENYIARAN INDONESIA”
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh:
Nama
: Alisyah Bertiarina
Nim
: 4410401-006
Jurusan
: Broadcasting
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi Program Kelas Reguler Alisyah Bertiarina 4410401-006 Program Studi Broadcasting ABSTRAKSI Peran dan Fungsi Media Watch dalam bisnis Televisi Penyiaran Indonesia (i-vii) + 70 halaman; 3 artikel internet: 1 skripsi; 20 buku (1984-2007) Peran dan fungsi media watch dalam bisnis stasiun televisi sangat penting sebagai pihak penengah dari kepentingan televisi yang hanya mengutamakan rating dan keuntungan dengan pihak khalayak sebagai komunikan. Oleh karena itu, permasalahan yang diteliti adalah bagaimana peran dan fungsi media watch dalam bisnis televisi penyiaran indonesia. Penelitian ini berdasarkan kerangka pemikiran mengenai Eksistensi dan peran media watch muncul seiring dengan berkembangnya sistem dan teknologi komunikasi massa. Sayangnya, di Indonesia efek ditimbulkan oleh massifikasi sistem dan teknologi komunikasi massa belum disadari masyarakat sebagai pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dalam mengolah manajemen konflik media, yang dari sinilah peran dan fungsi media watch mememukan titik tolaknya. Penelitian ini dilakukan dengan tipe penelitian eksploratif dan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan melakukan wawancara mendalam.Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran dan fungsi media watch dalam bisnis stasiun televisi penyiaran indonesia dapat disimpulkan betapa
pentingnya peran dan fungsi media watch menghadapi bisnis televisi penyiaran indonesia yang semakin pesat persaingannya. Karena media watch adalah lembaga yang didirikan oleh masyarakat, berbentuk organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, atau perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan yang melakukan kegiatan berkesimanbungan dalam memantau media pers dan penyiaran, mengamati, menganalisis, mengajukan keberatan, melaporkan hasil pantauan, memberi saran dan melakukan advokasi.
Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi Program Strata I Broadcasting
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Judul
: Peran dan Fungsi Media Watch dalam bisnis Televisi Penyiaran Indonesia.
Nama
: Alisyah Bertiarina
Nim
: 4410401-006
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting
Jakarta, 17 September 2008 Dosen Pembimbing
(Nurprapti W. Widyastuti S.Sos M.Si)
Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi Program Strata I Broadcasting
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI Judul
: Peran dan Fungsi Media Watch dalam bisnis Televisi Penyiaran Indonesia
Nama
: Alisyah bertiarina
Nim
: 4410401-006
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting Jakarta, 17 September 2008
Ketua Sidang Nama : Drs. Riswandi M.Si
(
)
(
)
(
)
Penguji Ahli Nama : Atmadji Soemarkidjo MM Pembimbing Nama : Nurprapti W. Widyastuti S.Sos M.Si
Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu Komunikasi Program Strata I Broadcasting LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI Nama
: Alisyah Bertiarina
Nim
: 4410401-006
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Broadcasting
Judul
: Peran dan Fungsi Media Watch dalam bisnis Tv penyiaran Indonesia. Jakarta, September 2008 Di setujui dan diterima oleh Pembimbing Skripsi
(Nurprapti W. Widyastuti, M.Si) Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
(Dra. Diah Wardhani, M.Si)
Ketua Bidang Studi
(Drs.Riswandi, M.Si)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum WR.WB Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi segala rahmat dan berkah yang tak terhingga pada masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Sembah sujud dan puji syukur hanya milik Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah, dan karunia yang telah dilimpahkanNya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Peran dan Fungsi Media Watch dalam bisnis Televisi Penyiaran Indonesia. Penulisan skripsi ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana (S-1) Ilmu Komunikasi jurusan Broadcasting di Universitas Mercu Buana Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari, bahwa skripsi ini tidak akan dapat penulis selesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, izinkan penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Nurprapti W. Widyastuti M.Si, selaku pembimbing. Yang banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan yang bermanfaat. Terima kasih banyak ya ibu karena sudah membimbing saya. 2. Dra. Diah Wardhani M.Si, selaku dekan FIKOM UMB. 3. Drs. Riswandi M.Si, selaku Kepala Jurusan Program studi Broadcasting Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. 4. Bpk. Riswandi M.Si selaku ketua sidang. 5.
Atmadji soemarkidjo MM selaku penguji ahli, terimakasih atas masukannya pak.
6. Heri Budianto S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing akademik serta semua dosen Univ. Mercu Buana yang selama ini memberikan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis. 7. Kedua Orang Tuaku, papa tong-tong dan mama Ai yang paling penulis hormati dan cintai, terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala dukungan, nasehat, kasih sayang, dan doa yang tak henti-hentinya diberikan untuk penulis. Semoga dengan kelulusan ini penulis berharap bisa membuat papa dan mama bangga dan bahagia. Always remember U never Know how much I love U... 8. Pa tuo, tante Arai, ka yani, om boy, dan om tanteku yang lain mudah-mudahan penulis bisa menjadi seorang yang mereka inginkan. 9. Kk aku yang paling ku sayangi, terima kasih untuk cinta, kasih sayang, kesabaran yang tak terbatas, tempat bertanya, tempat yang selalu bisa jadi sandaran kala hati jiwa dan raga ini tak menentu. Once again thx alot. I always love u... 10. Ma’uwo, Ma’ngaa, Ma’su, semoga lisa bisa jadi yang kalian inginkan. Skripsi ini semoga bisa menjadi jalan buat kalian bangga dan bahagia. Riki semoga kuliahnya cepat kelar dan lulus sesuai dengan waktunya 4 tahun dengan hasil yang baik. Amien... thx ya ki.. 11. Para petugas TU FIKOM, Mas Mawi, Pak Erfan yang selalu siap melayani pelayanan pembuatan surat-surat. 12. The Cherry Pie : Vincent, Astrid, Nova, Evi, Ine, Dara, Rika, Rena, Palupi, Vera, Gina dan Desma. (Mareta dan Virna) Ingat moto kita, karena kita adalah SATU jadi walaupun nantinya kita sudah punya kesibukan masing-masing tapi kita masih tetap saling bersaudara dan saling membantu ya LOVE U ALL...
13. Semua penghuni kontrakan terima kasih karena sudah saling membantu dalam skripsi. (Riki, ade reni, bang iwan, dll) 14. Untuk teman-teman seperjuangan yang sudah lulus, yang masih menyusun skripsi, maupun yang masih kuliah terus lah berjuang kalian pasti bisa! 15. Untuk Uchil makasih ya sudah meminjamkan Laptop 16. A bocor family ramon, om boy, om ndut, kican, aa arief, bang away, om rio, aa fajar, roni, bang tile, dan yang lain yang tak tersebutkan namanya. 17. Semua anak Mercu Buana yang membantu. Terima kasih atas kerjasamanya selama ini. Dan semua teman-temanku yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Penulis berharap dan Memohon kepada Allah SWT atas segala bantuan yang kalian berikan semoga mendapat hadiah yang setimpal. Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini memiliki keterbatasan karena manusia memang tidak ada yang sempurna, dan untuk kedepannya mudah-mudahan menjadi bahan rujukan yang komperhensif dan terus menerus melakukan perbaikan agar menjadi sesuatu yang baik lagi. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki penulis, semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal Alamin. Wassalammualaikum WR.WB
Jakarta, 17 September 2008
Alisyah Bertiarina
DAFTAR ISI ABSTRAKSI .......................................................................................................... i KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI .........................................................................................................vi Bab I
Pendahuluan
1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang Masalah ..................................................................1 Perumusan Masalah ........................................................................9 Tujuan Penelitian ..........................................................................10 Signifikansi Penelitian ..................................................................10 1.4.1 Signifikansi Akademis ......................................................10 1.4.2 Signifikansi Praktis ..........................................................10
Bab II
Kerangka Teori
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
Komunikasi Massa .......................................................................12 Televisi sebagai saluran Media Massa ..........................................16 Khalayak Pemirsa (Komunikan).......................... .........................20 Media watch...................................................................................21 Bagan Alur Pemikiran ...................................................................29
Bab III
Metodologi Penelitian
3.1 3.2 3.3
3.4 3.5 3.6 3.7
Tipe/Sifat Penelitian .....................................................................30 Metode Penelitian ..........................................................................31 Teknik Pengumpulan Data ...........................................................32 3.3.1 Data Primer ......................................................................32 3.3.2 Data Sekunder ...................................................................33 Narasumber ...................................................................................34 Definisi Konsep .............................................................................35 Fokus Penelitian ............................................................................36 Teknik Analisis Data .....................................................................37
Bab IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 4.2
4.3
Hasil Wawancara dengan Narasumber ........................................ 38 Televisi Penyiaran Indonesia ....................................................... 38 Media watch .............................................................................. 46 Komisi Penyiaran Indonesia ...................................................... 54 Pembahasan ..................................................................................61
Bab V
Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan ...................................................................................65
5.2
Saran .............................................................................................68 5.2.1 Media watch ......................................................................68 5.2.2 Komisi Penyiaran Indonesia .............................................68 5.2.3 Pemerintah ........................................................................69 5.2.4 Khalayak (Penonton Televisi) ..........................................69
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Komunikasi sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi setiap orang. Tanpa komunikasi, hidup tidak ada artinya. Begitu juga tanpa media, manusia tidak dapat berkomunikasi. Pemahaman yang logis mengenai komunikasi adalah penyampaian pesan atau informasi searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung (melalui media, seperti surat kabar, majalah, radio, atau televisi) .1. Komunikasi massa adalah suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana komunikasi tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh komunikan, pusat dari komunikasi massa adalah media.2. Komunikasi massa tersebut banyak digunakan oleh stasiun-stasiun televisi karena di dalam komunikasi tersebut terjadi berbagai komunikasi yang menggunakan media antara lain televisi, radio, surat kabar. Berguna untuk menyampaikan suatu informasi bahkan hiburan kepada masyarakat luas sehingga masyarakat luas baik yang ada di Indonesia maupun di luar negeri dapat mengetahui akan adanya suatu informasi dan hiburan3.
1
S. Djuarsa Sendjaja. Teori Komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka, November 2002), hal 1.21
2
Ibid hal 1.31 Ibid. hal 5.1
3
Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode gaya hidup dan norma-norma4. Media juga memainkan suatu peran yang mampu untuk membentuk dan memelihara ideologi serta proposisi budaya, karena isinya merupakan sarana informasi yang efektif untuk proses bertingkah laku dalam kehidupan nyata. Banyak orang memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang bidang yang diminatinya dari berita dan pandangan yang ditampilkan. Salah satu media yang digunakan dalam komunikasi massa adalah televisi. Tele berarti jauh dan Visi berasal dari kata Vision berarti penglihatan. Televisi adalah sistem yang mengirim dan menerima gambar dan suara (visual audio) melalui gelombang radio.5 Media televisi merupakan industri yang padat modal, padat tekhnologi danpadat sumber daya manusia. Gerakan reformasi Indonesia tahun 1998 telah memicu perkembangan industri televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi juga semakin bertambah. Namun sayangnya kemunculan berbagai stasiun televisi di Indonesia tidak diimbangi dengan tersedianya sumber daya manusia yang memenuhi syarat 6. Televisi merupakan perangkat elektronik yang mengeluarkan suara dan gambar (audio visual). Peletak dasar utama teknologi pertelevisian ini adalah Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884. Penemuannya tersebut melahirkan electrischhe telescope atau
4
Denis McQuail Teori Komunikasi Massa.. suatu pengantar Edisi kedua Erlangga. Walton Street Oxford, Oxford Learners Pocket dictionary, 1995, Oxford University 6 Ibid hal. 3
5
televisi elektris yang berfungsi untuk mengirimkan gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat lain.7 Televisi sebagai media yang paling akrab dengan masyarakat karena sifatnya yang audio visual itu, mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan media surat kabar dan radio. Sekarang, televisi tidak hanya dijadikan sebagai alat penyampaian pesan yang informatif saja, tetapi juga sebagai tempat menyampaikan pesan yang bersifat hiburan, contohnya tayangan Life Style. Penonton televisi yang mengikuti yang mengikuti suatu program berita ingin mengetahui tentang semua masalah yang berpengaruh pada hidup mereka. Ada banyak kejadian di masyarakat yang dapat di beritakan selain masalah politik, konflik sosial, kejahatan, korupsi, atau berita kontroversi. Jangan beranggapan bahwa pemirsa hanya tertarik pada masalah politik, banyak yang tidak. Penonton menginginkan suatu program berita dapat menyajikan menu berita yang beragam, jadi harus ada percampuran yang tepat antara berbagai tipe atau jenis berita yang ingin ditayangkan8. Jauh sebelum layar reformasi terkembang, komunikasi massa masyarakat Indonesia berjalan secara linier, satu arah, dan seragam. Inilah yang menjadi salah satu ciri pendefinisi wajah rezim Orde Baru yang TVRI – RRI sentries, dimana seluruh rumusan komunikasi massa berada dalam kalkulasi politik penguasa yang sentralistik dan otoriter. Tak mengherankan bahwa kemudian warna jurnalisme dan entertainment creation stasiun televisi swasta yang ada saat itu terlihat sangat manis, “ramah lingkungan”, dan serba rikuh. (sebagai contoh salah satu produk pemberitaan masa itu adalah Tv Poling, yaitu relay berita ke pusat dalam rangka menjaga “kesatuan dan persatuan bangsa” pola pemberitaan stasiun televisi kita).
7
Morissan, Jurnalistik Televisi, hal 5
8
Opcit Hal. 35
Tangan besi politik penguasa Orde Baru juga terlalu kuat untuk disiasati. Kesaktian Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) terbukti ampuh untuk menciutkan nyali para calon pengusaha media yang ingin ikut berlaga dalam memperebutkan kue bisnis media massa. Sekalipun begitu, pemerintah melalui Departemen Penerangan (DepPen) dapat meyulap SIUPP menjadi kodok hina yang tak memiliki kekuatan hukum seujung kuku pun. Kasus– kasus pembredelan sejumlah majalah masa itu (Tempo, Editor, dan Detik) menjadi legenda bisu tentang kondisi media komunikasi massa yang ketat, tegang, dan cendrung hipokrit. Maka ketika pohon besar rezim Orde Baru mulai tumbang, angin kencang reformasi juga menyapu pola komunikasi massa ditanah air. Stasiun televisi gencar memberitakan prosesi lahirnya era reformasi dan euphoria yang melingkupinya. Berita seputar hujatan dan tuntutan pengadilan terhadap para penguasa Orde Baru menjadi menu harian media massa Indonesia. Tetapi, capaian paling fantastis yang paling dicetak oleh rezim reformasi adalah dibubarkannya DepPen dan dikuburnya SIUPP dalam–dalam tanpa pernah bisa bangkit kembali. Hasilnya, hari–hari Indonesia disesaki oleh bermunculannya para pemain baru bisnis media cetak, mulai dari majalah, tabloid, Koran, sampai jurnal. Dunia broadcasting juga tidak mau ketinggalan. Kedigjayaan TVRI benar – benar tergusur oleh stasiun televisi baru yang sangat kompetitif dan komersial. Sebut saja Trans Tv, TvOne, Global Tv, dan Metro Tv. Ini belum mencatat bermunculannya stasiun televisi lokal seperti Jak Tv, Tv banten, Bali Tv, O channel, Cahaya Tv Banten, Riau Tv yang menemukan momentumnya seiring dengan diberlakukannya UU Otonomi Daerah. Menjamurnya kemunculan stasiun televisi swasta ini, selain membuat TVRI makin mati kutu, juga membawa perubahan sosial pada masyarakat. Ini berhubungan erat dengan program – program tayangan yang sangat variatif dan inovatif. Sejumlah tayangan kuis, misalnya sangat digandrungi pemirsa karena menawarkan pendekatan yang belum pernah ada sebelumnya. Kuis – kuis seperti Tolong dan Lunas (SCTV), Bedah Rumah dan Nikah Gratis
(RCTI), Rezeki Nomplok(Trans 7), diikuti oleh SuperDeal 2 Miliar (ANTV) menjadi programprogram yang ditunggu-tunggu pemirsa. Program lain yang membuat masyarakat menambatkan mimpinya pada televisi adalah ajang kontes calon bintang seperti Akademi Fantasi Indosiar (AFI, Indosiar), Kontes Dangdut Indonesia (KDI, TPI),, Indonesian Idol (RCTI), Dream Band (Trans 7), dan Pildacil (TvOne). Tak pelak, Tingginya kebergantungan masyarakat pemirsanya dan besarnya antusiasme menonton mereka telah menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah program televisi. Itulah yang disebut dengan rating, yang kemudian menjadi dewa tak terbatahkan bagi kesuksesan sebuah program tayangan. Tangan besi rating yang hemogemik telah memaksa sejumlah Production House (PH) untuk mengocok terus andrenalis kreativitas mereka. Sejumlah tayangan dikemas, Termasuk yang kental dengan nuansa mistik dan takhayul. Program-program seperti kisah-kisah Misterius (Kismis, RCTI), O Seram (ANTV), Azab Ilahi (SCTV), Dunia Lain (Trans Tv), dan UkaUka (TPI) sempat menjadi primadona program layar kaca dengan pencapaian rating yang luar biasa. Kini, berbagai program tertentu dalam siaran televisi dinilai sudah memperhatinkan. Kasus yang sedang menjadi perbincangan hangat media massa adalah berjatuhannya anakanak yang menjadi korban Smackdown, sebuah program tayangan olahraga yang ditayangkan oleh TvOne. Sewajarnyalah masyarakat melakukan budaya perlawanan (counter culture) terhadap pengaruh negatif tayangan televisi. Budaya kritis ini bisa dicurahkan melalui lembaga, salah satunya dengan TV watch. Lembaga independen itu berfungsi sebagai kontrol sosial yang mengawasi informasi dan pesan-pesan TV yang membawa pengaruh negatif terhadap masyarakat terutama generasi muda.9
9
Kritisi Televisi, Berita Utama Pikiran Rakyat, Agustus 2008
Masalah ini menjadi penting jika mengingat bahwa di Indonesia, masyarakat pemirsa telah menjadi korban dari pola komunikasi massa yang senjang, Yaitu pola komunikasi yang mengesampingkan peran penting masyarakat sebagai komunikan yang seharusnya mampu melakukan decoding pesan secara mandiri dan kritis. Terpaan badai program tayangan televisi yang begitu keras, tidak diikuti dengan kemampuan masyarakat untuk mengelola manajemen tontonan sehingga efek terpaan media bisa dikontrol. Masyarakat pemirsa membiarkan dirinya berhadapan dengan pedang bermata dua media (Mata pertama memberikan efek entertain sementara mata lainnya menyuntikan jarum hipodermik yang mampu melumpuhkan daya analitik dan kritis pemirsa) Tanpa senjata apapun. Tangan mereka benar-benar kosong untuk menghadapi “pertempuran” yang tidak seimbang itu. Kondisi ini diperparah dengan reduksi peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) oleh pemirsa, Sehingga lembaga ini sekedar menjadi “Tukang Semprit” bagi stasiun-stasiun televisi yang menayangkan program dengan resistensi yang tinggi. Situasi yang sama dihadapi pula oleh Dewan Pers yang tak punya gigi jika harus berhadapan dengan kasuskasus pelanggaran media massa terhadap kode etik jurnalistik. Baik KPI maupun Dewan Pers merasa bahwa diri mereka tak memiliki otoritas lebih selain melayangkan surat teguran atau melakukan langkah persuasif. Kondisi ini berbeda dengan negara-negara yang memiliki sejumlah sejumlah stasiun televisi. Amerika, misalnya, memiliki Federal Communications Commision (FCC) yang terkenal independen dan sangat disegani oleh stasiun televisi di Negara Paman Sam itu. Salah satu kasus besar yang berhasil diusut dan dilansir kepada publik oleh FCC adalah ditemukannya 77 Stasiun Televisi yang menayangkan program berita televisi dengan nama Video News Realease (VNRs). Tak ada yang mengetahui siapa produsen program yang berisi
kampanye hitam (Black campaign) ala George Bush untuk membersihkan namanya dari hujatan atas kebijakan politiknya di Irak.10 Di Malaysia, bahkan organisasi keagamaan seperti jamaah Ishlah Malaysia (JIM) telah menyadari pentingnya membuat lembaga pemantauan media (media watch) dengan meluncurkan Jawat kuasa Media (JIMedia) yang menyerukan mayarakat Malaysia untuk membentuk konsorsium media watch yang berasal dari seluruh organisasi Islam se-Malaysia. Selain itu, JIMedia juga menggelindingkan ide memproduksi tayangan sehat sebagai alternatif program televisi di Malaysia yang sesuai dengan nilai-nilai islam.11 Diduga kuat, masyarakat penonton televisi saat ini, umumnya sedang terkena sihir informasi media siaran televisi yang begitu menggoda dan menghibur, tetapi belum tentu mendidik dan mencerahkan. Bahkan, sangat boleh jadi, televisi dengan kemasan program acara saat ini, telah terposisikan sebagai ‘agama baru’ masyarakat Indonesia. Diantara alas an menjadikan televisi sebagai agama baru adalah karena televisi telah cenderung mengambil alih sejumlah ciri dan fungsi sebuah agama. Semakin menjamurnya media-media di Indonesia baik cetak maupun elektronik membuat seluruh bagian dari media itu terutama penyelenggara media berfikir sempit untuk mendapatkan rating yang tinggi dalam hal ini stasiun televisi menyajikan tayangantayangan yang kurang memperdulikan khalayak (pemirsanya) terhadap efek dari isi pesan yang ditampilkan oleh tayangan tersebut. (contohnya saja kekerasan dari tayangan smackdown ataupun tayangan mistik seperti dunia lain dan uka-uka). Oleh karena itu keberadaan dari media watch dirasa penting dan diharapkan mampu untuk mengkontrol tayangan itu semua agar penonton televisi mendapatkan tayangan yang lebih berkwalitas dan juga mendidik.
10 11
Bush Planted Fake News Stories on American TV, The Independent, 2008 Media Perlu Bertanggung Jawab Mencorak Pandangan Umum, Agustus 2008 www.jim.org.my
1.2.
Rumusan Masalah Bagaimana media watch menjalankan fungsi dan perannya di tengah-tengah industri bisnis Tv Penyiaran yang makin pesat di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui perkembangan content Tv penyiaran saat ini. b. Mengetahui dasar pemikiran pentingnya melahirkan media watch. c. Mengetahui secara jelas peran dan fungsi yang dijalankan oleh media watch dalam industri bisnis TV penyiaran yang makin pesat di Indonesia.
1.4.
Signifikasi Penelitian
1.4.1. Signifikasi Akademis Manfaat penelitian ini secara akademis yaitu dapat berguna bagi
mahasiswa
dalam hal mengkritisi suatu program acara di sebuah stasiun televisi, dan juga dapat memperkaya ilmu komunikasi khususnya ilmu Broadcast. 1.4.2. Signifikasi Praktis Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan pembelajaran semua pihak yang berhubungan dengan media penyiaran bagaimana peran dan fungsi media watch dalam bisnis TV penyiaran Indonesia. Dan penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi bahan
pembelajaran semua pihak terutama khalayak agar mengerti dan sadar akan content dari media televisi penyiaran agar yang dicita-citakan dapat terwujud yaitu tayangan yang berkwalitas, baik, menghibur dan juga mencerdaskan.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
Eksistensi dan peran media watch muncul seiring dengan berkembangnya sistem dan teknologi komunikasi massa. Emil Dofivat mengingkatkan bahwa abad kini disebut dengan abad komunikasi massa, saat komunikasi telah mencapai sebuah tingkat dimana orang mampu berbicara dengan jutaan manusia secara serentak dan serempak. Teknologi komunikasi mutakhir telah menciptakan apa yang disebut dengan “publik dunia”.12 Dofivat juga mengingatkan tentang kemungkinan dikontrolnya media massa oleh segelintir orang untuk kepentingannya sendiri, sehingga jutaan manusia kehilangan kebebasan, George Orwell, futuris lainnya, meramalkan sebuah dunia pada tahun 1984. Dalam ramalan tersebut seseorang diktator mengendalikan pikiran dan tingka laku rakyat dengan teknologi komunikasi yang cermat dan rumit.13 Sayangnya, di Indonesia efek ditimbulkan oleh massifikasi sistem dan teknologi komunikasi massa belum disadari masyarakat sebagai pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dalam mengolah manajemen konflik media, yang dari sinilah peran dan fungsi media watch mememukan titik tolaknya. Padahal, di negara-negara maju efek komunikasi massa telah beralih dari ruang kuliah keruang pengadilan, dari polemik ilmiah diantara para
12 13
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung : Remaja Rasadakarya, hal 186 Ibid, hal. 187
profesor ke debat parlementer diantara anggota badan legislatif. Dinegara berkembang efek komunikasi massa telah merebut perhatian berbagai kalangan, mulai dari politisi, tokoh agama, penyair, sampai petani. Politis, baik karena kerakusan atau ketakutan mencoba “melunakan” pengaruh media atau mengendalikannya. Tokoh agama mencemaskan hilangnya warisan rohaniah yang tinggi karena penetrasi media erotika. Penyair mengeluh karena gadis-gadis desa tidak lagi mendendangakan lagu-lagu tradisional yang indah. Petani telah menukarkan kerbaunya dengan radio transistor dan televisi.14
2.1 Komuniksi Massa Proses komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khlayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehigga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.15 Proses konunikasi adalah pengoperan dan penerimaan dari lambing-lambang yang mengandung arti, proses komunikasi melalui media massa adalah proses pengoperan dari lambang-lambang dioperkan melalui saluran-saluran yang dikenal sebagai pres, televisi, radio, telepon.16 Kumunikasi massa menurut Defleur dan Dennis dalam bukunya “Understanding Mass Communication”, bahwa komunikasi massa adalah suatu proses di mana komunikatorkomunikator menggunakan media untuk meyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secaraterus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khlayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui bebagai cara.17
14
Opcit, hal 187 Ibid, hal 189 16 Phil Astrid Susanto, Komunikasi dalam teori dan praktek I, Bandung : Bina Cipta, hal 31 17 Opcit, hal 7.4 – 7.8 15
Karakteristik komunikasi massa dibatasi pada lima jenis media massa dikenal sebagai the big live of mass media, yakni Koran, majalah, radio, televisi, dan film. 18 Berikut ini adalah penjelasan secara konsepsional dari karakteristik komunikasi massa. 19 1. Komunikasi melalui media massa adalah dasarnya ditujukan ke khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar, serta tidak mengenal batas geografis kultural 2. Bentuk kegiatan komunikasi melalui media massa bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. 3. Pola penyampaian pesan media massa. 4. Penyampaian pesan melalui media massa cenderung berjalan satu arah. 5. Kegiatan komunikasi melalui media massa dilakukan secara terencana, terjadwal, dan terorganisasi. 6. Penyampaian pesan melalui media massa. 7. Isi pesan disampaikan melali media massa. Menurut Elizabeth-Noelle Neuman, secara teknis ada empat tanda pokok dari sistem komunikasi massa: (1) bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis; (2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antar peserta komunikasi (para komunikan); (3) bersifat terbuka, Artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim; (4) mempunyai publik yang secara georafis tersebar;
18 19
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Ilmu Komunikasi, (pusat penerbitan Universitas Terbuka), 2004 Ibid
Komunikasi yang dilakukan melalui media massa secara garis besar memiliki dua fungsi pokok : fungsi terhadap masyarakat (societal-funcion) dan fungsi terhadap individu (individualfuncion). Memurut Samuel L. Becker (1985) fungsi komunikasi massa terhadap individu : (1) pengawasan atau pencarian komunikasi; (2) mengembangkan konsep diri; (3) fasilitas dalam hubungan sosial; (4) substitusi dalam hubungan social; (5) membantu melegakan emosi; (6) sarana pelarian dari keterangan dan keterasingan; (7) sebagai bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi.20 De Vito mengatakan bahwa popularitas dan pengaruh yang merasuk dari media massa hanya dapat dipertahankan apabial mereka menjalankan berbagai fungsi pokok.
1. Fungsi Menghibur Bahwa media mendesain program-program mereka untuk menghibur khlayak. Tentu saja sebenarnya mereka memberi hiburan itu untuk mendapatkan perhatian dari khlayak sebanyak mungkin sehingga mereka dapat menjual hal ini kepada para pengiklan 2. Fungsi Menyaksikan
20
Ibid hal 7.22
Meskipun fungsi media massa yang paling jelas adalah menghibur, namun fungsinya yang terpenting adalah menyakinkan (to persuade). Persuasi dapat datang dalam bentuk, misalnya : a) mengukuhkan atau memperkuat sikap kepercayaan, atau nilai seseorang, b) mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang, c) mengerakkan orang untuk melakukan sesuatu, dan d) memperkenakan etika, atu menawarkan sistem nilai tertentu. 3. Fungsi Menginformasikan Menurut De Vito, sebagian besar informasi, kita dapat bukan dari sekolah, melainkan dari media. 4. Fungsi Menganugerakan Status Daftar seratus orang terpenting di dunia bagi kita hampir boleh dipastikan berisi nama-nama orang yang banyak dimuat dalam media. Paul Lazarsfeld dan Robert Merton, dalam karya mereka yang berpengaruh, “mass Comunication, Popular Taste, and Organzed Social Action” (1951), mengatakan : “jika anda benar-benar penting, anda akan menjadi pusat perhatian massa dan jika anda menjadi pusat perhatian massa, berarti anda memang penting”.
5. Fungsi Membius Salah satu fungsi media yang paling menarik dan paling banyak dilupakan adalah fungsi membiusnya (narcotizing). Ini berarti bahwa apabila media menyajikan informasi tentang sesuatu, penerima percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil. 6. Fungsi Menciptakan Rasa Kebersatuan Salah satu fungsi komunikasi massa yang banyak orang tidak menyadarinya adalah kemampuan membuat kita merasa menjadi anggota suatu kelompok.21
21
Sutaryo, Sosiologi Komunikasi, Arti Bumi Intaran, hal 91-95
Dalam komunikasi dua sistem komunikasi yang berlawanan secara teknis ini, baik komunikator dan komunikan memerlukan mediator yang disebut dengan media watch. Secara teknis, media watch berperan sebagai pemuka pendapat (opini leater), dimana setiap (message) yang hendak disampaikan oleh komunikator kepada komunikan, mendapat penilaian dan pengawasan agar pesan yang diterima oleh komunikan tidak menjadi penggangu komunikasi (barrier).
2.2. Televisi Sebagai Saluran Media Massa Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Televisi lahir karena perkembangan teknologi dalam mengirim pesan dan gambar. Bermula dengan ditemukannya Electrise Telescope, untuk mengirim gambar melalui udara dari satu tempat ketempat lain. Sekarang, setelah lebih dari 100 tahun media televisi berkembang dengan pesat dan bahkan telah menggeser media massa lainnya dalam hal keunggulannya. Di Indonesia televisi merupakan media medium terfavorit bagi para pemasang iklan, karena mampu menarik investor untuk membangun industri televisi. Jika pada tahun 1998 televisi swasta hanya ada enam. Maka sejak tahun 2000 jumlah televisi swasta telah menjadi 11. kini penonton televisi Indonesia memiliki semakin banyak pilihan dalam menikmati berbagai acara program televisi. Sama seperti media massa lainnya, televisi memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri keunggulan televisi dapat dilihat dari sisi pragmatis yaitu : 1. Menyangkut isi dan bentuk, media televisi meskipun direkayasa mampu membedakan fakta dan fiksi, realitas dan tidak terbatas.
2. Memiliki khalayak yang tetap merupakan keterlibatan tanpa perhatian sepenuhnya dan intim. 3. Memiliki tokoh berwatak, sementara media lain hanya memiliki bintang yang direkayasa. Televisi juga memiliki kelemahan yaitu : 1. Kecendrungan televisi untuk menetapkan khalayak sebagai objek yang pasif sebagai penerima pesan. 2. Mendorong proses alih nilai dan pengatahuan yang cepat. 3. Sifatnya sangat terbuka dan menjadi sulit dikontrol dampak negatifnya. 4. Pergerakkan penyiaran televisi begitu cepat mendahului perkembangan masyarakat dan budaya khalayak pemirsanya. 5. Kecendrungan para pengelola televisi yang memanfaatkan kelebihan-kelebihan televisi, dan lebih berorientasi pada pertimbangan komersial atau bisnis sehingga mengenyampingkan faktor pendidikan22. Fungsi televisi pada pokoknya mempunyai tiga fungsi : 1. Fungsi Penerangan 2. Fungsi Pendidikan 3. Fungsi Hiburan.23 Berikut ini beberapa alasan mengapa televisi saat ini begitu penting, sampai-sampai seperti ‘agama baru’ 24: 1. Televisi teleh menjadi sesuatu yang sangat dipentingkan dan diutamakan. Nilai pentingnya sebuah televisi dalam rumah tangga teleh menjadi kebutuhan dasar secara berjamaah, sebagaimana layaknya sebuah agama. Disamping itu, televisi tidak hanya sebagai kebutuhan dasar, tapi telah menjadi simbol prestise, sekaligus aksesoris utama.
22
A.Alatas Fahmi, Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa, YPKMD, Jakarta,1997 Efendy, Ilmu dan Filsafat Komunikasi, Bandung-PT. Citra Aditya Bakti, hal 2 24 www.pemantaumedia.com, diakses pada tanggal 3 Agustus. 23
2. Sebagai ‘agama baru’, televisi dengan program acaranya juga sudah dapat mengatur jadwal seseorang menjadi kegiatan yang bersifat rutin dalam sehari semalam, sebagaimana layaknya kewajiban beribadah secara rutin dari sebuah ajaran agama. Bagaimana para penonton mengikuti siaran langsung sepak bola dunia pada dini hari. Mereka rela begadang semalaman dan pada akhirnya kerap meninggalkan kewajiban agama berupa shalat subuh. Dengan kata lain saat itu, mereka telah melakukan ‘perpindahan’ agama. 3. Jika agama mempunyai penyeru yang oleh pengikutnya dijadikan idola dan panutan, maka saat ini pun televisi sudah memiliki ciri tersebut. Televisi telah melahirkan sejumlah ‘nabi’ baru, berikut ajarannya, yang kemudian dengan setia diikuti secara fanatic oleh sejumlah pengikutnya. Umumnya, pengikut ajaran ‘agama baru’ dari televisi tersebut, teleh menganut agama formal sesuai yang tercantum di KTP secara turum-temurun. Dengan demikian sangat boleh jadi mereka telah mempraktikkan secara berbaur kedua ajaran tersebut. Namun, saat jadwal keduanya bertabrakan dan harus memilih salah satunya maka yang paling sering memenangkannya adalah ‘ajaran agama baru’ yang diperkenalkan oleh televisi. Padahal dapat disaksikan dengan seksama bahwa masih banyak ditayangkan isi/program Tv atau content Tv yaitu beberapa program acara yang ditayangkan hanya berupa sinetron-sinetron yang tidak bosan-bosannya memilih setting rumah mewah, dengan gaya hidup aktor dan aktris yang glamor, kemudian memainkan peran yang kental diwarnai konflik perselingkuhan, perebutan harta, persaingan jabatan dalam bisnis eksekutif dan sebagainya. Banyak lagi contoh-contoh tayangan yang tidak sesuai, seperti Sang bintang (pakaian Dewi Persik melorot), Tinju Pro (tarian “bersetubuh”), Midnight Live (peragaan menggunakan narkoba), Dunia Lain (Mistis), Uka-uka (Mistis) sampai tayangan Smackdown (kekerasan) yang sudah memakan banyak korban. 2.3. Khalayak Pemirsa (Komunikan)
Maka dapat diketahui bahwa khalayak pemirsa (komunikan) adalah pihak yang menerima pesan (recever) dengan feedback yang diharapkan positif oleh media massa (komunikator). Mereka adalah para pengonsumsi media cetak (surat kabar, majalah, jurnal, tabloid) dan media elekronik (radio, televisi, internet). Dalam prakteknya, penerima pesan oleh khlayak pemirsa tidak disertai dengan feedback kritis yang dapat menunjukan bahwa posisi khalayak pemirsa adalah posisi dengan posisi tawar tinggi. Menurut John Fiske, source (komunikator) dipandang sebagai pembuat keputusan (decision maker), yakni sumber memutuskan pesan mana yang akan dikirim, atau cukup menyeleksi sesuatu diluar dari serangkaian pesan yang mungkin diterima. Dalam komunikasa massa, pesan (message) adala satuan-satuan ideologi, propaganda, kampanye, perintah, dan ajakan yang disampaikan melalui bahasa tulis (media cetak), bahasa audio (radio), dan bahasa audio visual (televisi). Sebebas apapun media, tetaplah harus dikontrol. Siapa yang mengontrol? yaitu negara. Negara memiliki kewajiban untuk mengontrol segala aktivitas media, agar sesuai dengan tujuan negara itu sendiri. Perangkat hukumnya harus jelas dan adil. Indonesia sendiri mempunyai Depkominfo, tapi hanya sekedar mengatur kebijakan frekuensi, hak siar. Dan untuk melengkapinya, kemudian ada KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), yang dibentuk lebih independen, namun diakui pemerintah. KPI diharapkan dapat memfilter aktivitas media (terutama televisi) agar sesuai dengan tujuan negara, norma, kebudayaan, adat, dan tentunya agama. Namun sampai saat ini, KPI dirasa masih cukup lemah dalam bertindak (memfilter), dan maka daripada itu, sangat dibutuhkan (kekuatan) peran serta masyarakat dalam mengontrol media-media tersebut.25
25
www.google.com / www,pemantaumedia.com (Kontrol Terhadap Media) diakses pada tanggal 3 Agustus 2008
2.4. Media Watch Keberadaan media watch merupakan amanat yang tertuang dalam pasal 17 Undang– undang Pers No. 40 tahun 1999. didalam pasal 17 Undang-undang tersebut menyebutkan antara lain : (1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) dapat berupa : a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers. b. Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kwalitas pers nasional. Sesuai dengan pasal 17 Undang-undang tersebut lembaga pemantau media (media watch) diperlukan dalam rangka mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi. Berdasarkan amanat undang-undang pers itu pula, maka arah dan perkembangan kemerdekaan pers ikut ditentukan oleh fungsi dan peran yang dilakukan masyarakat melalui Media Watch. Dengan mengacu pada pasal 17 Undang-undang tersebut, maka pengertian dari Media Watch adalah lembaga yang dibentuk atau didirikan oleh masyarakat untuk memantau dan menganalisa berbagai produk pers baik cetak maupun elektronik sebagai upaya mengkritisi media dalam rangka membangun kemerdekaan pers. Dengan demikian media watch memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk mengkritisi media. Dalam Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran, bab VI peran serta masyarakat, pasal 52 diatur dalam ayat :
(1)
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional. Organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan, dapat mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan Lembaga Penyiaran. Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang menrugikan. Pada bagian penjelasan Pasal 52 UU No. 32 tahun 2002 dikemukakan : Yang dimaksud dengan pemantau Lembaga Penyiaran adalah melakukan pengamatan terhadap penyelenggaraan siaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyiaran. Melalui ketentuan Pasal 52, UU No. 32 tahun 2002, dan penjelasannya dapat ditemukan pengertian : Lembaga Media Watch adalah organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan yang melakukan pengamatan terhadap penyelenggaraan siaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyiaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa lembaga pemantau media (media watch) adalah lembaga yang didirikan oleh masyarakat, berbentuk organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, atau perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan yang melakukan kegiatan kesinambungan dalam memantau media pers dan penyiaran, mengamati, menganalisis, mengajukan keberatan, melaporkan hasil pantauan, memberi saran dan melakukan advokasi. Secara teoritis peran mediator dalam komunikasi antar personal dibutuhkan untuk menjaga kelancaran proses komunikasi. Mediator dapat mengarahkan komunikan dan komunikator bila terjadi hal yang tidak sejalan dengan tujuan komunikasi. Mediator bertugas mengembalikan pembicaraan “ngawur” yang dilakukan oleh komunikan atau komunikator
ke “jalan yang lurus”. Bila arus komunikasi hanya dikendalikan oleh komunikator, situasi dapat menunjang persuasi yang efektif di satu pihak. Tetapi, bila mediator yang mewakili khalayak dapat mengatur arus informasi, situasi komunikasi akan mendorong belajar yang efektif. Artinya, semua pihak yang terlibat dalam komunikasi, dapat mengetahui tujuan komunikasi. Berdasarkan komposisi diatas, media watch bisa diartikan sebagai lembaga yang berperan sebagai pengontrol proses komunikasi antara komunikan (khalayak) dan komunikator (televisi) agar setiap pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan, bersesuaian dengan nilai-nilai yang menjadi tujuan komunikasi. Pada sisi komunikan, media watch berperan sebagai lembaga yang memberdayakan khalayak pemirsa dalam menerima pesan-pesan dari komunikator, sehingga memiliki posisi tawar yang tinggi sebagai penerima pesan. Sementara pada sisi komunikator, media watch berperan sebagai lembaga yang berdiri sejajar, mitra dialog, dan pemberi masukkan dengan posisi independent, sehingga komunikator dapat selalu memposisikan perannya sebagai penyampai pesan. Dalam kegiatan pemantauan itu, muatan peran media watch terdiri atas:
a. Transformasi budaya kritis masyarakat terhadap isi tayangan media penyiaran, dari pemahaman isi tayangan ke arah gerakan penolakan. b. Pencerdasan mandiri masyarakat, yaitu upaya-upaya masyarakat pada tingkat domestik yang merupakan representasi dari gerakan melek media. c. Representasi kelompok penekan (pressure group) yang berasal dari sel-sel media watch di masyarakat untuk menggantikan peran KPI. d. Rekonstruksi terhadap peran KPI yang gagal di tingkat elite, menjadi gerakan massa yang efektif.
e. Breakdown fungsi eksekusi yang mestinya dimainkan KPI.
Sumber data dari departemen komunikasi dan informasi menerangkan bawa dari 33 provinsi terdapat 36 lembaga media watch di seluruh Indonesia. Berikut ini beberapa anggota media watch dari daerah Jakarta 26: a. Independent Watch b. Jaringan Media Profetik c. Media Watch Consumer Center (MWCC) d. Institut Studi arus Informasi (ISAI) e. Media Watch Society f.
Media Watch dan lembaga Bantuan Konsultasi Bagi Korban Pemberitaan Pers (BAKORPERS)
g. Tim Pengawasan Media Polri (Bahumas) h. Media Rumah Keluarga i.
Lembaga Advokasi dan Penelitian Dampak Media (LAPDM)
j.
Lembaga Pemantau Media Indonusa (LPMI)
k. Unit Media Watch-LPPKM Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP Jakarta) Secara teoritis, pesan mediator dalam komunikasi antar personal dibutuhkan untuk menjaga
kelancaran proses komunikasi. Mediator dapat mengarahkan komunikan dan
komunikator bila terjadi hal yang tidak sejalan dengan tujuan komunikasi. Mediator bertugas mengembalikan pembicaran “ngawur”. Menurut Cassata dan Asante, bila arus komunikasi hanya dikendalikan oleh komunikator, situasi dapat menunjang persuasi yang efektif disatu pihak. Tetapi, bila mediator yang mewakili khalayak dapat mengatur arus informasi, situasi komunikasi akan mendorong belajar efektif. Artinya, semua pihak yang terlibat dalam komunikasi, dapat mengetahui tujuan komunikasi.
26
[email protected], mengakses pada tanggal 3 Agustus 2008
Di Indonesia lembaga independen yang bertugas mengatur siaran media adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang juga memiliki perwakilan di daerah yaitu KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah). Tugas utama KPI adalah mengatur dan mengawasi penyiaran media (televisi dan radio). Sistem pengusulan anggota KPI berdasarkan usulan dari masyarakat dan melalui fit and propertest. Dalam menjalankan tugasnya, sebenarnya KPI pada tanggal 1 September 2004 telah mengeluarkan Surat Keputusan No 009/SK/KPI/8/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Stándar Program Penyiaran (SPP). Yang penulis akui isi dari produk ini sangat baik, karena materi isinya benar-benar menempatkan masyarakat sebagai pihak yang harus dilindung, dihormati dan diakomodir posisinya. Beberapa materi isinya sangat melindungi kepentingan masyarakat. Seperti termaktub pada pasal 32 dikatakan bahwa program atau promo program yang mengandung muatan kekerasan secara dominan, atau mengandung adegan kekerasan eksplisit dan vulgar tidak boleh tayang dimana anak-anak pada umumnya diperkirakan menonton televisi (dari pukul 15.00-pukul 22.00), bahkan masalah tayangan yang populer saat ini yaitu seks dan klenik juga disinggung pada pasal 44 yang isinya: “Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan adegan tarian dan atau lirik yang dapat dikategorikan sensual, menonjolkan seks, membangkitkan hasrat seksual, atau memberikan kesan hubungan seks.” Selanjutnya pada pasal 46 tertulis, “Program yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks harus disajikan dengan cara ilmiah dan santun dan tidak menjadi ajang pembicaraan
mesum.”
Tapi tetap saja, menjadi ”wasit” penyiaran bukan tugas mudah, KPI mempunyai beban berat menanggung pelik dan kompleksnya regulasi penyiaran. Bahkan masih banyak stasiun televisi saat ini yang tidak mengikuti P3 dan SPP yang dikeluarkan KPI. Tentu saja sosok yang
ada di KPI diharapkan memiliki pemahaman yang komprehensif tidak hanya pemahaman teoritis, namun juga praktis. Selain KPI saat ini telah banyak muncul sejumlah LSM yang mengabdikan dan memfokuskan pada peran fungsi pengawas materi sajian media. Mereka mendirikan lembaga pengawasan/pemantau yang dikenal sebagai media watch. Peran lembaga ini seperti anjing penjaga (watch dog) yang siap melindungi majikannya jika terjadi sesuatu yang membahayakan. Lembaga media watch belum begitu dikenal di Indonesia. Namun ada dua lembaga cukup populer yang memerhatikan isi siaran televisi, yaitu MARKA (Media Ramah Keluarga), berkedudukan di Jakarta. Dan KIDIA yang didirikan oleh Yayasan Buah Hati Kita, berkedudukan di Jakarta. Kedua lembaga ini aktif memberikan informasi mengenai acara yang layak dan tidak layak untuk ditonton. Biasanya lembaga ini mengeluarkan panduan tersebut masyarakat dapat memilih tayangan yang aman bagi anggota keluarga atau masyarakat penonton televisi. Pada masa akan datang diharapkan lebih banyak media watch yang muncul, sehingga dengan demikian siaran televisi kita menjadi semakin sehat dan tentu saja mencerdaskan.27
27
www.google.com / www.harainglobal.co.id (Penulis adalah staf pengajar di Universitas Muslim Nusantara Medan)
2.5. Bagan Alur Pemikiran
KHALAYAK PEMIRSA
PESAN
MEDIA MASSA
FEED BACK KOMUNIKAN
KOMUNIKATOR
K
K
O
O
N
N
T
T
R
R
O
O
L
L
MEDIA WATCH
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tipe/Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian eksploratif, yaitu suatu penelitian yang bermaksud mengadakan penjajakan atau pengenalan terhadap gejala tertentu. Dalam penelitian ini belum diperlukan rujukan teori dan belum digunakan hipotesis.28 Bermaksud untuk mengungkap lebih dalam sejauh mana peran media watch di tengah maraknya bisnis Broadcast di Indonesia. Menurut Kirk dan Miller, tipe penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan yang dilakukan kepada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.29 Menurut Lofland, Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, Selebihnya adalah data dan tambahan seperti dokumen dan lain-lain.30 Selain itu, titik berat penelitian kulitatif diarahkan pada latar dan individu secara holistic (utuh). Karenanya, penelitian ini tidak memperbolehkan adanya hipotesis ataupun variable, melainkan pengisolasian individu atau organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu keutuhan.31
28
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian & Teknik penyusunan Skripsi, PT. Rineka Cipta Jakarta, 2006 hal 97 29 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1989 hal 3 (dikutip dalam skripsi “Peranan Lembaga Ombudsman dalam Menilai Karya Foto Jurnalistik pada Kasus Foto Jurnalistik pada kasus majalah Aceh vs Tabloid Modus) 30 Lofland, John Lyn Lofland, Nalyzing Sosial Setting : A Guideto to Qualitative (Bervation and Analisis), Belmont, California : Wadsworth Publishing Company, 1984, hal.47 31 Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2001, hal. 3
3.2
Metodelogi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, Yaitu mengungkap atau memperoleh informasi mengenai peran media watch dalam industri bisnis Broadcast di Indonesia. Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan
untuk meneliti, menguraikan, dan
menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi, atau suatu peristiwa secara sistematis. Robert K. Yin menyatakan, secara umum studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “How” atau “Why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bila mana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.32
3.3
Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan sejumlah data yang diinginkan dalam melakukan penelitian ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
3.3.1
32
Data Primer
Robert K.Yin, Studi Kasus (desain dan metode), terjemehan M.Jauzi Mudzakir, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta 1996 hal 1 (dikutip dalam skripsi “Peranan Lembaga Ombudsman dalam Menilai Karya Foto Jurnalistik” pada Kasus Foto Jurnalistik pada kasus majalah Aceh vs Tabloid Modus)
Mengumpulkan informasi dengan melakukan wawancara mendalam mengenai peran dan fungsi media watch dalam bisnis televisi broadcast di Indonesia, informasi yang dimaksud adalah segala informasi tentang perkembangan bisnis televisi di Indonesia dan sejauh mana peran dan fungsi media watch itu sendiri. Wawancara mendalam adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin mendapatkan informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan–pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Maksud diadakannya wawancara menurut Lincon dan Guba adalah mengkonstruksi kebulatan–kebulatan demikian sebagai yang dialami di masa lalu, memproyeksikan kebulatan–kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota33 Bentuk wawancara yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah wawancara tidak berstruktur, atau sering juga disebut dengan wawancara mendalam. Wawancara tidak berstruktur sebenarnya mirip dengan percakapan informal, hanya saja wawancara ini bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk informasi dari semua responden, dan susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri semua responden. Wawancara tidak berstruktur atau wawancara mendalam adalah metode yang selaras dengan perspektif interaksionalisme simbolik, karena memungkinkan pihak yang diwawancarai mendefinisikan diri dan lingkungannya, serta menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang sedang diteliti, tidak sekedar menjawab pertanyaan. Dalam konteks ini pula, jelas terlihat bahwa tujuan wawancara mendalam sejajar dengan tujuan pengamatan berperan serta yang juga penulis gunakan dalam penulisan ini. Wawancara mendalam mungkin dilakukan karena metode pengamatan
33
Opcit, hal 186
berperan serta dianggap menyita terlalu banyak waktu, atau perilaku yang diamati sulit, atau tidak mungkin diamati karena terlalu pribadi.34
3.3.2
Data Sekunder Adalah data-data yang dijadikan pelengkapan guna melancarkan proses penelitian, data sekunder ini dilakukan melalui studi keperpustakaan untuk mendapatkan informasi dari literature-literatur yang berhubungan dengan judul, seperti dokumen-dokemen, buku-buku, majalah dan catatan perkuliahan.
3.4
Nara Sumber Penelitian ini menggunakan nara sumber seperti Pengamat Pertelevisisan, Pejabat KPI, dan Pakar Komunikasi Massa yang peduli pada masalah pemantauan terhadap media. Nara sumber yang perlu di wawancarai, seperti: a. Bimo Nugroho Sekundatmo Yakni narasumber dari anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Yang bertanggung jawab atas seluruh penyiaran di Indonesia. Dalam hal ini dalam bidang penyiaran broadcast pertelevisian di Indonesia. b.
34
Nina Ade Armando
Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Op.cit Hal 83
Yakni narasumber yang merupakan pakar komunikasi Universitas Indonesia. Penulis memilih narasumber ini dikarenakan keahliannya dibidang komunikasi dalam hal ini komunikasi massa dan komunikasi dalam bisnis televisi penyiaran di Indonesia serta pengetahuan tentang media watch diIndonesia. c.
Azimah Soebakjo Yakni narasumber dari media watch itu sendiri yaitu Media Rumah Keluarga dan perwakilan masyarakat tolak pornografi, yang cenderung menolak siaran-siaran yang seharusnya tidak boleh ditayangkan televisi. Yang biasa kita kenal dengan sensor.
d.
Afdal Makkuraga Yakni narasumber dari media watch yaitu Media Watch Comsumer Center atau Media Watch Habibie Center.
e.
Gufroni Sakaril Yakni narasumber dari perwakilan dari media televisi penyiaran “INDOSIAR”
3.5
Definisi Konsep Definisi konsep dalam penelitian ini adalah mengenei peran dan fungsi media watch dalam bisnis televisi penyiaran di Indonesia (kajian terhadap tayangan audio visual di televisi). Adapun definisi konsepnya sebagai berikut :
1. Peran adalah perangkat tingkah yang di harapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat35 2. Fungsi adalah kegunaan suatu hal, dalam konteks ini maksudnya adalah sejauh mana kegunaan media watch dalam dunia pertelevisian Indonesia. 3. Lembaga Pemantau Media (Media Watch) adalah lembaga yang didirikan oleh masyarakat, berbentuk organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, atau perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan yang melakukan kegiatan kesinambungan dalam memantau media pers dan penyiaran, mengamati, menganalisis, mengajukan keberatan, melaporkan hasil pantauan, memberi saran dan melakukan advokasi. Lembaga media watch yang berperan sebagai pengontrol proses komunikasi antara komunikan (khalayak) dan komunikator (media massa) agar setiap pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan, bersesuaian dengan nila-nilai yang menjadi tujuan komunikasi. 4. Bisnis televisi penyiaran di Indonesi maksudnya adalah perkembangan televisi di Indonesia yang di mulai dari TVRI-RRI sentris hingga kini ada beragamnya televisi swasta nasional (RCTI, SCTV, TPI, Antv, Indosiar, Global Tv, TvOne, Trans Tv, Trans7, Metro Tv) dan menjamurnya televisi-televisi lokal (Cahaya Tv banten, Jak Tv, O Channel, Dai Tv, Nusantara Tv, Bali Tv, Riau Tv) 5. Televisi berupa Audio dan visual, jika di definisikan satu persatu audio sendiri dapat diartikan sebagai suara, visualnya sendiri diartikan sebagai gambar. Jadi dapat diartikan audio dan visual yang di maksudkan disini yaitu televisi yang dapat menampilkan gambar dan suara dalam penyajiannya.
3.6
35
Fokus Penelitian
Badudu Zain, Kamus umum bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, hal 412 Jakarta 1994
Untuk menjelaskan arah penelitian dari peran dan fungsi media watch dalam bisnis televisi broadcast di Indonesia, maka fokus penelitian ini adalah : 1) Transformasi budaya kritis masyarakat terhadap isi tayangan media penyiaran, dari pemahaman isi tayangan ke arah gerakan penolakan. 2) Pencerdasan mandiri masyarakat, yaitu upaya-upaya masyarakat pada tingkat domestik yang merupakan representasi dari gerakan melek media. 3) Rekonstruksi terhadap peran KPI yang gagal di tingkat elite, menjadi gerakan massa yang efektif. 4) Breakdown fungsi dan peran media watch dalam bisnis TV broadcast di indinesia. 3.7
Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari dokumen dan melalui wawancara mendalam diolah atau dianalisa dengan pendekatan eksploratif kualitatif. Data yang diperoleh dalam pendekatan kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, kalimat-kalimat, dan narasi-narasi.36 Setelah dilakukan wawancara menggunakan alat perekam, data yang diperoleh kemudian dicatat ke dalam suatu catatan atau transkip wawancara.37 Analisa ini memaparkan dan menjelaskan secara rinci mengenai peran dan fungsi media watch dalam bisnis televisi penyiaran di Indonesia dengan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan.
36 37
Rachmat Kriyantono, Riset Komunikasi, Jakarta Kencana Prenada Media Group 2006 hal 39 Ibid hal 105
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Wawancara dengan Nara sumber Pada bab ini, penulis akan menganalisa data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yaitu Bimo Nugroho Sekundatmo, anggota KPI yang mengurusi bidang sistem penyiaran (perizinan), Afdal Mankuraga Putra selaku anggota dari Media Watch Consumer Center. (Media Watch Habibie Center), Azimah Soebakjo merupakan perwakilan dari Media Watch (Media Rumah Keluarga dan Masyarakat Tolak Pornografi),
Nina Ade Armando merupakan pakar komunikasi dari Universitas
Indonesia dan penulis juga melakukan wawancara dengn bapak Gufroni sebagai perwakilan dari media televisi penyiaran (INDOSIAR). Berdasarkan hasil wawancara dan data kepustakaan maka penulis akan membahas Peran dan Fungsi Media Watch dalam bisnis televisi penyiaran Indonesia.
4.2.
Televisi Penyiaran Indonesia Salah satu media yang digunakan dalam komunikasi massa adalah televisi. Tele berarti jauh dan Visi berasal dari kata Vision berarti penglihatan. Televisi adalah sistem yang mengirim dan menerima gambar dan suara (visual audio) melalui gelombang radio.
Dengan munculnya 11 stasiun TV maka bisnis broadcast saling berkompetisi untuk mendapatkan penonton dan memperoleh rating yang tinggi untuk mendapatkan iklan yang banyak. Kenapa iklan menjadi penting dalam bisnis broadcast karena industri ini hidup dari iklan. Berikut pendapat Azimah Soebakjo mengenai bisnis broadcast di Indonesia : ”...kompetitif ya, tapi saya nggak punya datanya, tapi saya kadang-kadang aja baca. Kemarin katanya RCTI paling tinggi, itu e…. kompetisi itu sangat ketat di broadcast, bahkan mengkritik seandainya 11 stasiun itu sendiri-sendiri. Sekarang sudah merger (gabung) gitu, GLOBAL, RCTI, TPI itu MNC, itu satu induk. LATIVI sama ANTV, TRANS 7 sama TRANS TV, SCTV katanya juga akan gabung, tapi sama Tv kabel, terus INDOSIAR ama apa. Jadi memang menurut pengamatan media ini adalah hukum alam...”.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Nina Ade Armando, sehubungan dengan perkembangan bisnis broadcast di Indonesia, “...bisnis di bidang ini cerah sekali … banyangkan….jadi sebelas stasiun Tv ini harus berebut harus bikin acara yang makin heboh dan menarik perhatian dan makin gila-gilaan karena itu begitulah acaranya….” . Media televisi merupakan industri yang padat modal, padat tekhnologi dan padat sumber daya manusia. Gerakan reformasi Indonesia tahun 1998 telah memicu perkembangan industri televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi juga semakin bertambah. Namun sayangnya kemunculan berbagai stasiun televisi di Indonesia tidak diimbangi dengan tersedianya sumber daya manusia yang memenuhi syarat.
Menurut Nina Armando, persaingan yang sangat ketat pada akhirnya merugikan masyarakat karena mereka menjadi jor-joran dalam membuat program yang heboh dalam rangka menarik perhatian khalayak pemirsa. Hal ini juga di katakan oleh Afdal Makuraga Putra sehubungan dengan persaingan di industri televisi :
“....kondisi persaingan ini lama kelamaan menjadi tidak sehat..., Coba saat TPI berhasil menjadi Tv No.1 di tahun 2004, karena program religius itu. Semua stasiun Tv berlombalomba membuat hal yang sama, namanya saja yang diganti. Rahasia Illahi, Insya Allah, Astagfirullah di stasiun-stasiun Tv yang berbeda dan itu terjadi hingga saat ini. Dulu yang menggarap itu Cuma TPI. Karena ratingnya tinggi terus diikutin oleh yang lainnya”.
Televisi merupakan perangkat elektronik yang mengeluarkan suara dan gambar (audio visual). Peletak dasar utama teknologi pertelevisian ini adalah Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884. Penemuannya tersebut melahirkan electrischhe telescope atau televisi elektris yang berfungsi untuk mengirimkan gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat lain. Televisi sebagai media yang paling akrab dengan masyarakat karena sifatnya yang audio visual itu, mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan media surat kabar dan radio. Sekarang, televisi tidak hanya dijadikan sebagai alat penyampaian pesan yang informatif saja, tetapi juga sebagai tempat menyampaikan pesan yang bersifat hiburan. Televisi penyiaran swasta di Indonesia antara lain : RCTI, TPI, Global Tv, TvOne, Antv, Indosiar, SCTV, Trans Tv, Trans 7 dan Metro Tv. Bpk Gufron dari Indosiar menjelaskan bahwa Lembaga penyiaran swasta merupakan lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Sumber pembiayaan lembaga penyiaran swasta diperoleh dari siaran iklan dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran tersebut.
Dengan hadirnya banyak stasiun televisi swasta itu maka kompetisinya akan semakin kuat, setiap stasiun televisi berlomba-lomba untuk menjadi nomer satu dengan menayangkan beraneka ragam tayangan-tayangan yang tidak hanya menarik dan bermutu akan tetapi banyak juga kita saksikan beberapa program acara yang ditayangkan hanya berupa sinetron-sinetron yang tidak bosan-bosannya memilih setting rumah mewah, dengan
gaya hidup aktor dan aktris yang glamor, kemudian memainkan peran yang kental diwarnai konflik perselingkuhan, perebutan harta, persaingan jabatan dalam bisnis eksekutif dan sebagainya. Banyak lagi contoh-contoh tayangan yang tidak sesuai, seperti Sang bintang (pakaian Dewi Persik melorot), Tinju Pro (tarian “bersetubuh”), Midnight Live (peragaan menggunakan narkoba), Dunia Lain (Mistis), Uka-uka (Mistis) sampai tayangan Smackdown (kekerasan) yang sudah memakan banyak korban. Sebagai gambaran singkat, dari tahun 2006 terdapat sekitar 180 judul sinetron dengan 3.641 episode dan 4.020 jam tayang. Yang kesemuanya hanya menggambarkan tema seputar seks, kekerasan dan mistik, serta glamornya kehidupan elite kota.
Fenomena content dalam industri broadcast saat ini adalah lebih ditonjolkannya kepentingan bisnis sehingga nampak program acara menjadi jor-joran sementara pemerintah sebagai wasit dan pemegang regulasi tidak menjalankan perannya dengan baik. Hal ini menjadi terlihat bahwa pihak industri media bahkan seringkali mengesampingkan masalah moral dan hanya berpikir jangka pendek dalam mencari keuntungan semata, hal ini juga di katakan oleh Azimah Soebakjo mengenai rendahnya content industri broadcast di Indonesia. ”....dia nggak perduli persoalan moral, persoalan apakah dia nggak peduli soal norma ataupun soal apa… bisnis, karena memang alam bawah sadar kita itu memang sering salah, seneng terus ada misalnya dorongan seksual. Nah Tv kita seneng bikin film yang sebenarnya selera rendah, tapi tetep laku tanpa harus bikin yang kreatif, yang susah-susah.....” Rating menjadi ’dewa’ karena merupakan satu-satunya acuan bagi pengiklan yang digunakan sebagai indikator dalam menilai banyaknya penonton pada satu program acara. Rating merupakan indikator kuantitatif untuk melihat banyaknya share penonton pada satu program acaraa di televisi. Pengiklan dan biro iklan (Advertising agency) menjadikan share sebagai pedoman untuk menentukan harga “space” iklan pada waktu siar televisi pada suatu
program acara tertentu. Oleh karena itu rating tidak pernah berbicara mengenai kualitas program. Sehingga unsur kualitas seringkali tidak terpikirkan.
Nina Ade Armando juga sependapat dengan Azimah. Beliau menyebutkan bahwa : “…bisa-bisanya O channel itu menayangkan orang beradegan mesum dikolam renang bajunya terbuka bulan febuari yang lalu…. tayangan itu muncul jam 8 bayangin………”. Indikasi bahwa industi broadcast semakin ngawur terlihat dengan banyaknya kemasan tayangan yang tidak pada tempatnya baik dari content, jam tayang maupun berbagai hal yang menyimpang. Nina lebih lanjut mengatakan : “…..ok,masalah itu kalau kita ngomong tayangan tidak sehat adalah jelas kekerasannya kemudian sex, dan materi-materi dewasa yang muncul yang bareng tayangannya,kemudian miestik yang muncul dibanyak,kemudian ( tidak terdengar jelas),kemudian tentang sosialisme hal-hal yang diangkat hanya sepele membuat kita terpaku masalah itu misalnya gossip misalnya infotaiment yang lainnya adalah soal jam tayang yang sembarangan yang jam tanyangnya tidak diatur sehingga dijam pagi.jam siang,jam sore,dimana anak-anak aman menonton TV yang tampil sinetron yang bermuatan dewasa miestik,seks dan sebagainya….”.
Berikut ini 3 program dari stasiun televisi Indosiar yang baru-baru ini mendapatkan surat teguran dari KPI, tayangannya adalah Bleach, Naruto dan Detective Conan. Menurut KPI pusat program Bleach banyak mengandung cerita mistis (roh orang yang baru meninggal) dan kekerasan yang ekspresif (pertarungan dengan tanggan kosong maupun senjata baik melawan sesama manusia maupun makhluk gaib) sebagai tema utama dengan menyertai setting kehidupan anak SMA. Karena itu KPI pusat menilai program acara ini dipindahkan menjadi lebih malam karena tidak pantas ditampilkan pada jam tayang pagi, ketika anak-anak banyak menonton televisi. Sedangkan program film kartun Detective Conan dinilai dari tema ceritanya tidak tepat bagi anak-anak. Pemeran dalam film ini hampir seluruhnya orang dewasa. Hampir
setiap episode menampilkan secara detail tentang rekonstruksi pembunuhan (misalnya : orang
ditikam, digantung, dikekik)
dan
close-up
korban
pembunuhan
(dengan
penggambaran sangat eksplisit menampilkan wajah mayat, luka dan darah). KPI mengharuskan program ini dipindahkan menjadi lebih malam serta menampilkan klasifikasi R dan BO (remeja dan bimbingan orang tua) sekaligus. Dalam program kartun Naruto, KPI pusat menganggap tayangan ini menampilkan kekerasan sacara eksplisit, baik yang bersifat fisik maupun mistis (dengan kekuatan gaib). Kekerasan berupa pertarungan baik dengan tangan kosong, senjata ataupun kekuatan gaib (misalnya orang dibanting, dikekik, disetrum dan lainnya) . kadang kekerasan disertai dengan tampilan darah. Program ini seharusnya dipindahkan jam tayangnya menjadi lebih malam, dengan menampilkan klasifikasi R dan BO sekaligus.
Bpk Gufron dari Indosiar menanggapi, “Ada memang 3 program ini mendapatkan teguran dari KPI. kami juga berterima kasih kepada KPI karena telah memberikan masukan kepada stasiun televisi khususnya Indosiar supaya mungkin kedepannya lagi, lebih baik lagi tapi memang adegannya ya, adegan yang mungkin tidak sesuai. Tapi kita berterima kasih lah, makanya indosiar kedepannya berusaha lebih teliti lah lebih cermat lagi didalam mengedit apa namanya tayangan-tayangan kartun. Sebenarnya sih jika dilihat secara keseluruhan cerita dari bleach maupun naruto memiliki pesan-pesan nilai moral yang cukup bagus:”.
Dari uraian tadi dapat simpulkan bahwa pihak stasiun televisi berterima kasih dengan adanya teguran dari pihak KPI karena dengan adanya teguran itu media televisi merasa ada pihak yang mau memperhatikan media televisi dengan cita-cita bersama yaitu nantinya content televisi akan lebih baik dan baik lagi. Tetapi pihak televisi juga mengingatkan jangan sampai teguran-teguran yang ada jadi mengurang atau sampai-sampai
menghapuskan kreativitas yang ada. Apalagi sampai terjadi pembredelan seperti jaman terdahulu. Berikut ini kutipan dari bpk gufron mengenai hal diatas, “peran dan fungsi dari media watch dan KPI memberikan masukan-masukan kepada stasiun televisi mengenai content (isi siaran) tayangan stasiun televisi tersebut. Stasiun televisi (indosiar) berterima kasih atas teguran ataupun masukan-masukan dari media watch ataupun juga KPI. Stasiun televisi membutuhkan adanya pandangan dari pihak luar untuk sama-sama menjaga content televisi yang dimaksudkan untuk menjadikan media penyiaran khususnya televisi lebih berkwalitas dan lebih baik lagi. Akan tetapi harus diingatkan juga bahwa jangan sampai membatasi apalagi mematikan kreativitas, yang paling parah lagi jika sampai terjadi pembredelan media”.
Menurut Afdal Mankuraga Putra hal yang lebih besarnya lagi media televisi itu kan menggunakan ranah publik yang terbatas dan dipergunakan bebaik-baiknya untuk kepentingan publik dalam hal ini khalayak sebagai penonton televisi tersebut, berikut ini yang dikatakannya
“content media belum terlalu memberikan fokus kepada kepentingan publik. Pendidikan misalnya, moral, kemudian kesehatan, media tidak menyentuh itu. banyak TV media yang sama sekali tidak memberikan nilai pendidikan, bahkan membodohi. Kita bisa lihat misalnya, sinetron-sinetron takhayul, siluman-siluman. Nah ini menunjukkan bahwa sinetron atau content semacam ini sama sekali tidak memberikan nilai-nilai pendidikan”.
Oleh karena itu televisi diharapkan memiliki fungsi pokoknya, yaitu 1)
Fungsi Penerangan
2)
Fungsi Pendidikan
3)
Fungsi Hiburan Pada kenyataannya masih terdapat media televisi yang menyajikan content tayangan yang tidak sesuai seperti ada unsur kekerasan, vulgar, mistis yang tidak memberikan fungsi-fungsi dari televisi, kenyataan diatas disebabkan oleh bisnis televisi yang
bertujuan utama mencari keuntungan, dan adanya konglomerasi media. Seperti MNC. Yang akan merugikan masyarakat sebagai komunikan.
4.3
Media watch Berikut ini latar belakang dari keberadaan media watch, merupakan amanat yang tertuang dalam pasal 17 Undang–undang Pers No. 40 tahun 1999. didalam pasal 17 Undangundang tersebut menyebutkan antara lain :
1.
Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2.
Kegiatan sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) dapat berupa : a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers. b. Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kwalitas pers nasional. Sesuai dengan pasal 17 Undang-undang tersebut lembaga pemantau media (media watch) diperlukan dalam rangka mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi. Berdasarkan amanat Undang-undang pers itu pula, maka arah dan perkembangan kemerdekaan pers ikut ditentukan oleh fungsi dan peran yang dilakukan masyarakat melalui Media Watch. Dengan mengacu pada pasal 17 Undang-undang tersebut, maka pengertian dari Media Watch adalah lembaga yang dibentuk atau didirikan oleh masyarakat untuk memantau dan menganalisa berbagai produk pers baik cetak maupun elektronik sebagai upaya mengkritisi media dalam rangka membangun kemerdekaan pers. Dengan demikian
media watch memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk mengkritisi media. Dalam Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran, bab VI peran serta masyarakat, pasal 52 diatur dalam ayat : 1
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berperan serta mengembangkan penyelenggaraan penyiaran nasional. Organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan, dapat mengembangkan kegiatan literasi dan/atau pemantauan Lembaga Penyiaran. Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap program dan/atau isi siaran yang menrugikan. Pada bagian penjelasan Pasal 52 UU No. 32 tahun 2002 dikemukakan : Yang dimaksud dengan pemantau Lembaga Penyiaran adalah melakukan pengamatan terhadap penyelenggaraan siaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyiaran. Melalui ketentuan Pasal 52, UU No. 32 tahun 2002, dan penjelasannya dapat ditemukan pengertian : Lembaga Media Watch adalah organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan yang melakukan pengamatan terhadap penyelenggaraan siaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyiaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa lembaga pemantau media (media watch) adalah lembaga yang didirikan oleh masyarakat, berbentuk organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, atau perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan yang melakukan kegiatan kesinambungan dalam memantau media pers dan penyiaran, mengamati, menganalisis,
mengajukan keberatan, melaporkan hasil pantauan, memberi saran dan melakukan advokasi. Gufron, yang merupakan perwakilan industri televisi penyiaran swasta (Indosiar) mengtakan, “Media watch itu ada dengan semangat kebebasan pers, bahwa setiap orang maupun anggota masyarakat di ikut serta dalam perkembangan kemerdekaan pers dengan bersamasama melakukan pemantauan media (media watch) yang kegiatannya memantau dan mengawasi kegiatan media tersebut dengan tujuan menjaga dan membuat media terutama televisi akan semakin baik lagi dimasa datang”
Secara teoritis peran mediator dalam komunikasi antar personal dibutuhkan untuk menjaga kelancaran proses komunikasi. Mediator dapat mengarahkan komunikan dan komunikator bila terjadi hal yang tidak sejalan dengan tujuan komunikasi. Mediator bertugas mengembalikan pembicaraan “ngawur” yang dilakukan oleh komunikan atau komunikator ke “jalan yang lurus”. Bila arus komunikasi hanya dikendalikan oleh komunikator, situasi dapat menunjang persuasi yang efektif di satu pihak. Tetapi, bila mediator yang mewakili khalayak dapat mengatur arus informasi, situasi komunikasi akan mendorong belajar yang efektif. Artinya, semua pihak yang terlibat dalam komunikasi, dapat mengetahui tujuan komunikasi. Berdasarkan komposisi diatas, media watch bisa diartikan sebagai lembaga yang berperan sebagai pengontrol proses komunikasi antara komunikan (khalayak) dan komunikator (televisi) agar setiap pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan, bersesuaian dengan nilai-nilai yang menjadi tujuan komunikasi. Pada sisi komunikan, media watch berperan sebagai lembaga yang memberdayakan khalayak pemirsa dalam menerima pesan-pesan dari komunikator, sehingga memiliki posisi tawar yang tinggi sebagai penerima pesan.
Sementara pada sisi komunikator, media watch berperan sebagai lembaga yang berdiri sejajar, mitra dialog, dan pemberi masukkan dengan posisi independent, sehingga komunikator dapat selalu memposisikan perannya sebagai penyampai pesan. Azimah Soebakjo, selaku anggota dari lembaga media watch dari masyarakat anti pornografi menjelaskan, “Fungsi media watch antara lain dapat dijabarkan sebagai berikut yang Pertama: media watch itu adalah kunci pengawasan; masyarakat ikut ngontrol. Yang Kedua: adalah fungsi pembelajaran atau melek media atau membangkitkan masyarakat supaya kenal media”.
Dari pernyataan diatas media watch hanya melakukan 2 fungsinya saja. Itu pun belum memaksimalkan dengan baik, dapat dilihat dari masih banyaknya content tayangan televisi yang tidak sesuai. Masih banyak yang harus dilakukan seperti fungsi pembelajaran atau melek media agar masyarakat ikut berperan serta dalam bisnis televisi ini.
Dalam kegiatan pemantauan itu, muatan peran media watch terdiri atas:
a. Transformasi budaya kritis masyarakat terhadap isi tayangan media penyiaran, dari pemahaman isi tayangan ke arah gerakan penolakan. b. Pencerdasan mandiri masyarakat, yaitu upaya-upaya masyarakat pada tingkat domestik yang merupakan representasi dari gerakan melek media. c. Rekonstruksi terhadap peran KPI yang gagal di tingkat elite, menjadi gerakan massa yang efektif. d. Breakdown fungsi eksekusi yang mestinya dimainkan KPI.
Berikut ini beberapa anggota media watch dari daerah Jakarta : a. Independent Watch b. Jaringan Media Profetik c. Media Watch Consumer Center (MWCC)
d. Institut Studi arus Informasi (ISAI) e. Media Watch Society f.
Media Watch dan lembaga Bantuan Konsultasi Bagi Korban Pemberitaan Pers (BAKORPERS)
g. Tim Pengawasan Media Polri (Bahumas) h. Media Rumah Keluarga i.
Lembaga Advokasi dan Penelitian Dampak Media (LAPDM)
j.
Lembaga Pemantau Media Indonusa (LPMI)
k. Unit Media Watch-LPPKM Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP Jakarta)
Tingkat kemampuan lembaga pemantau media (media watch) ditentukan oleh : a) Sumber daya manusia yang dimiliki, mulai yang berpendidikan menengah, sampai yang paling tinggi adalah yang memiliki personel berpendidikan tinggi di bidang komunikasi massa. b) Jenis media yang dipantau, mulai dari yang hanya memantau 1 media saja, sampai pada yang paling tinggi dengan memantau berbagai media cetak dan elektronika tentang isu atau penyimpangan tertentu. c) Obyektivitas pemantau, mulai dari yang melakukan pemantauan sederhana, sampai dengan yang paling tinggi dengan mengaplikasikan metodologi penelitian ilmiah. d) Sarana dan prasarana, mulai dari yang memiliki peralatan sederhana dalam mengakses media sampai dengan lembaga pemantau media yang memiliki labolatorium, ruang diskusi, dan perkantoran yang lengkap untuk menampung para pemantau yang terstruktur dengan baikdalam organisasi.
e) Jangkauan piblikasi atau sosialisasi, mulai dari lembaga yang hanya menyampaikan terbatas kepada pers dan lembaga siaran serta masyarakat tertentu termasuk ke Dewan Pers dan KPI, sampai kepada lembaga pemantau yang melakukan kampaye nasional keberbagai kalangan untuk melaksanakan saran atas hasil pantauannya. Media Watch belum menjalankan peran dan fungsinya dengan baik karena beberapa kendala, beberapa narasumber mengatakan, Azimah Soebakjo mengatakan, “khalayak atau masyarakat adalah konsumen media adalah raja, jadi bukan lagi orang yang nerima disuapin apa aja. Tapi kita adalah raja yang bisa menentukan apa yang ingin kita lihat, apa yang ingin kita tonton, apa yang ingin kita peroleh nah penyadaran itu yang ingin kita sampaikan . kata kuncinya sih kecil masyarakat adalah raja, tapi sebenarnya apakah mental mereka mampu nerima sampai jadi raja, itu kan sebuah proses yang panjang”.
Selain masyarakat atau khalayak yang tidak menempatkan statusnya sebagai RAJA, Afdal Mankuraga Putra juga mengatakan kendala mengapa media watch belum bisa menjalankan peran dan fungsinya dengan optimal dikerenakan konglomerasi media. Berikut ini kutipannya,
Afdal Mankuraga Putra dari anggota perwakilan media watch consumer center mengatakan, konglomerasi media juga menjadikan kendala berikut kutipannya: “Kita mengacu pada sektor kepemilikan, ada 2 personal kepemilikan. Yang pertama adalah Proud Media Ownership dan Konglomerasi Media, ini terjadi di Indonesia. Proud Media Ownership dan Konglomerasi Media, ini dua-duanya terjadi. Ada yang namanya group MNC, Trans corporated dan grup lainnya nah inilah menggabungkan seluruh media di bawah kendalinya dia”. Diantara beberapa kendala yang ada, bu Azimah Soebakjo mengatakan kendala yang paling utama adalah dana karena sifat media watch yang independent sehingga hanya mendapatkan dana untuk operasional dari sponsor dan anggotanya sendiri. Kendala yang lain kurang jelasnya kewenangan dari KPI sdebagai badan regulator.
Seperti yang ditambahkan oleh Azimah Soebakjo “Sebetulnya dana! Jadi kendala buat gitu, membiayai pemantauan, juga membuat realist cum down”.
“masalahnya mas, KPI itu badan regilator mestinya dapat menyadarkan diri kebadan ini kan, maafnya ini kaya macan ompong yang cuma stempel diatas kertas, sebenarnya mereka bagus, undang-undang penyiaran bagus dan undang-undang ini diamanatkan berdirinya KPI”.
Untuk lebih jelasnya, Azimah Soebakjo juga menjelaskan, “KPI membuat aturan tidak ada aturan pedoman isi siaran seperti apa namanya (P3SPS) peraturan tentang pendoman penyiaran , kalau anda melihat maka peraturannya sangat bagus banget , relatiflah karena kita engga puas sepenuhnya, kalau itu diterapkan maka sinetron yang isinya percintaan anak remaja atau isi bahasa kasar seharusnya itu tidak ada di televisi, seharusnya televisi harus bersih,kalau mengikuti standar pedoman itu ,masalahnya diterapkan atau tidak ,kita pun tahu engga artinya tidak ditegakkan stasiun televisi cuek pada semua itu oleh karena itu lah keberadaan dari media watch sangat dibutuhkan. Untuk pembelajaran kepada masyarakat dan juga sebagai lembaga penengah ke stasiun televisi dan pemerintah”. Jadi dapat disimpulkan fungsi media watch berada pada tataran teknis, praktis, dan operasional, yaitu upaya-upaya terstruktur, terkoodinasi, dan terukur dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya mengawasi isi media penyiaran. Upaya-upaya itu berbentuk gerakan advokasi, literasi, dan mediasi, yang diselenggarakan secara berkala dengan silabus materi serta kurikulum yang telah dipersiapkan sebagai proses pembekalan bagi masyarakat. Secara teknis, upaya-upaya itu akan melibatkan berbagai kalangan yang bertindak sebagai mentor bagi masyarakat binaan.
Tetapi pada akhirnya kondisi di Indonesia seringkali terjadi penyimpangan. Katakanlah salah satunya adalah tidak diberdayakannya lembaga media watch, lembaga KPI, LSF, Dewan Pers dan sebagainya. Sebagaimana maksud dibentuknya media watch, menurut Afdal makuraga dari Habibie center mengatakan : “Media Watch itu sebenarnya hanya mengadu, memantau , menyampaikan ke Televisinya bahwa ini lo yang melanggar dan harapan kita itu membawa perubahan, tetapi iklimnya tidak mendukung. Coba kalau di Amerika, kalau ada pelanggaran
PTC langsung bertindak, ya kan? Baik sekali kondisinya. Kondisi di Indonesia apa, kita melaporkan ke televisi e.... ke KPI, KPI tidak bisa bertindak apa-apa, hanya sekedar pengaduan. Coba seperti Smack Down, seandainya tidak ada korban mereka tidak akan mengambil keputusan. Paranoid, seandainya tidak ada korban maka mereka tidak akan di hentikan programnya, yang membuat orang panik, disitu yang polisi saja tidak terlibat, coba kasus itu. Tapi tidak pernah, misalnya ini karena desakan masyarakat. Hanya 1 kalau tidak salah satu tugas kita yang berhasil, saat kita menurunkan sinetron di SCTV judulnya apa....”
Media Watch belum bisa mengoptimalkan kinerjanya disebabkan oleh beberapa kendala seperti belum disadarinya keberadaan dari media watch itu sendiri di sebagian masyarakat, pendanaan, KPI sebagai badan regulator yang harusnya lebih berkerjasama dengan media watch, pemerintah yang harus menjaga stasiun televisi agar lebih memprioritaskan
kepentingan
masyarakat
yang
lebih
parah
belum
sadar
dan
berpengetahuannya masyarakat untuk memposisikan sebagai RAJA dan memiliki cita-cita agar content televisi lebih baik dan mencerdaskan.
4.4.
Komisi Penyiaran Indonesia
Visi dan Misi KPI Visi Terwujud sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Misi
1) Membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang. 2) Membantu mewujudkan infrastruktur bidang penyiaran yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis antara pusat dan daerah, antar wilayah Indonesia, juga antara Indonesia dan dunia internasional. 3) Membangun iklim persaingan usaha di bidang penyiaran yang sehat dan bermartabat. 4) Mewujudkan program siaran yang sehat, cerdas dan berkwalitas untuk pembentukan identitas, watak, moral, kemajuan bangsa, persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai dan budaya Indonesia. 5) Menetapkan perencanaan dan pengaturan serta pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas penyiaran.
Berikut ini adalah kewenangan, tugas dan kewajiban KPI dalam rangka melakukan pengaturan penyiaran. Wewenang : 1.
Menetapkan standar program siaran.
2.
Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran (diusulkan oleh asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI).
3.
Mengawasi pelaksanaan peraturan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.
4.
Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pediman perilaku penyiaran serta standar program siaran.
5.
Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarakat.
Tugas dan kewajiban :
1)
Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia.
2)
Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran.
3)
Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait.
4)
Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang.
5)
Menampung, meneliti dan menindak lanjuti aduan, sanggahan serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran.
6)
Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun juga dari kepentingan kekuasan.
Proses
demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).
Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan oleh KPI. Pelayanan informasi yang sehat berdasarkan Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan) adalah jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip Diversity of Ownership juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia. Dengan wewenang, tugas dan tanggung jawab yang ada pada KPI saat ini KPI belum dapat memaksimalkan kinerjanya karena beberapa hal. Beberapa narasumber berpendapat akan hal itu, berikut ini pendapat mereka. Bimo Nugroho Sekundatmo yang merupakan anggota Komisi Penyiaran Indonesia mengatakan, “Secara operasional KPI dibagi menjadi dua ada KPID yang bertanggung jawab atas penyiaran yang berada didaerah sedangkan KPI pusat bertanggung jawab untuk daerah yang berada dijakarta baik asional maupun lokal. Namun kendala pendanaan menjadi salah satu penghambat, sehingga apa itu namanya untuk mengawasi secara optimal KPI belum mempunyai peralatan untuk merekam dan memantau secara continue setiap hari. Dan pengawasan dilakukan hanya menunggu pengaduan yang datang kepada KPI”.
Dari pernyataandiatas dimaksudkan bahwa kinerja dari KPI terbagi dua, yang pertama KPI pusat yang berada dijakarta tugasnya mengawasi daerah jakarta dan nasional. Yang kedua KPI Daerah yang mengawasi khusus daerahnya. Hal itu dimaksudkan agar pengawasannya lebih diperkecil sehingga pengawasan bisa lebih fokus dan memantau lebih baik agar tercipta tayangan-tayangan yang baik dan berkwalitas sehingga tidak akan ada tayangan yang tidak sesuai(tayangan kekerasan atau vulgar).
Azimah Soebakjo dari lembaga media watch Media Rumah Keluarga berpendapat terhadap kinerja dan kendala yang ada pada KPI, “Fungsinya memang sebagai pengontrol terhadap muatan media dan tidak berubah karena sebenarnya diundang-undang dia diharapkan begitu. Tapi pada kenyataannya KPI tidak punya fungsi seperti itu, tapi hanya sampai pada tahap terminal, hanya memberikan warning dan sebagainya, jadi tidak berfungsi seperti yang ada, ini dikarenakan Depkominfo masih ingin ikut berperan. Walaupun rumor yang ada di kita kan terjadi ya. Misalnya berkoalisilah”.
Azimah Soebakjo juga menambahkan, “inilah uniknya Indonesia, jadi KPI itu kan dia berharap untuk punya power, karena di UU ini memang salahnya waktu bikin UU tidak mencantumkan hal itu. Ya tahulah yang jelas bahwa KPI yang mengawasi televisi siaran berarti dia bisa mengeksekusi dong, dan karena ini tidak di masukkan ke UU akhirnya jadi perdebatan antara Depkominfo dengan KPI. ketika itu, Depkominfo itu sakit lagi. Nah ketika depkominfo, ini agak melenceng sedikit tapi nyambung ya, nah ketika depkominfo muncul kembali setelah dibredel oleh Gusdur. mereka seperti cari-cari kewenangan baru, supaya pekerjaannya jelas, salah satu yang dicari kewenangannya dipilih dan di kembalikan lagi kemudian ributlah antara KPI dengan Depkominfo sampai ke MK. Dipertanyakan bagaimana UU ini eksekusinya bukan di tangan KPI tapi depkominfo. Tapi KPI kalah, karena menurut MA, KPI adalah sebuah lembaga yang hadir karena UU ini, sesuai dengan pasal 32 tahun 2004 UU tentang penyiaran, bahwa KPI tidak berhak melakukan gugatan terhadap isi UU ini. Karena, orang dia juga ada karena UU ini kok. Jadi kalau dia memprotes UU ini, berarti dia melukai diri sendiri dong. Jadi karena kekalahan itu, mulai saat itu mulai tahun lalu ya fungsi perijinan berada di tangan Depkominfo. KPI hanya asal pasal itu jalan dan kalau ada pelanggaran coba menegurnya berkali-kali tapi tidak ada perubahan ya. Kira-kira begitu yang terjadi”.
Dari pernyataan diatas bisa disimpulkan bahwa pemerinta tidak memberikan wewenang yang besar kepada KPI jadi stasiun televisi sebagai yang diawasi oleh KPI bisa dikatakan kurang takut pada kerja dari KPI. Karena KPI secara umum hanya memberikan teguran saja KPI tidak punya kewenangan untuk menarik izin penyelengaraan siaran. Bimo Nugroho Sekundatmo juga menambahkan,
“pemerintahnya sendiri tidak mau melepaskan kewenangan penyiaran kepada KPI, mereka membuat peraturan pemerintah yang membatasi ruang gerak KPI dan juga kendala pendanaan menjadi salah satu kendala terbesar dalam KPI melakukan pekerjaannya”.
Afdal Mankuraga Putra dari anggota perwakilan media watch consumer center mengatakan,
“Pertama persoalan regulasi, di negara-negara maju yang disebut Broadcasting Authority itu bersifat independent membuat regulasi sendiri, mengawasi regulasi itu, kemudian mengeksekusi kalau terjadi pelanggaran terhadap regulasi, itu yang terjadi di Amerika. Kita disini, pemerntah kita enggan berbagi seperti itu. Amanat Undangundang itu mengatakan bahwa betul KPI adalah lembaga yang meregulasi, mengawasi hal itu, tapi ketika KPI membuat aturan sesuai dengan amanat Undangundang dia tidak boleh sendiri, harus bersama dengan pemerintah, itu menurut Undang-undang. Nah ada sekelompok orang yang melakukan Yudisial Review terhadap Undang-undang penyiaran, ternyata keputusan mahkamah konstitusi itu mengatakan bahwa dalam membuat regulasi itu KPI tidak usah di ikutkan. Jadi yang membuat regulasi itu pemerintah. ketika hal itu terjadi, ketika KPI tidak mempunyai wewenang untuk membuat regulasi ya sudah tidak bisa lagi berbuat macam-macam. Karena tidak ada payung hukum”.
Jadi KPI di berikan kewenangan untuk memberikan eksekusi, untuk memberikan sangsi misalnya, tapi pemberian sangsi itu harus berdasarkan pada peraturan pemerintah dan yang berhak menyusun peraturan pemerintah itu adalah pemerintah bukan KPI. Itu yang terjadi, aturan itu kewenangan itu ditarik ke pemerintah bukan lagi ke KPI. Persoalannya, itu yang menyebabkan KPI tidak memiliki gigi untuk bertindak, karene hanya sekedar teguran, karena tidak ada sangsinya ya percuma. Padahal sangsi itu berupa sangsi administrasi, sangsi denda sampai kepada pencabutan ijin siaran. Pihak KPI juga mengeluhkan keadaan pertelevisian saat ini yang kurang sesuai dengan tujuan utama untuk masyarakat. Beberapa jenis sanksi yang ada jika terjadi pelanggaran. Berikut ini jenis-jenis sanksi tersebut : 1. Teguran tertulis 2. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah
3. Pembekuan kegiatan siaran sementara 4. Denda administratif 5. Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran Tetapi sanksi itu harus dengan persetujuan dari Depkominfo atau pemerintah. Oleh karena itu kinerja KPI belum optimal seperti yang diharapkan. Persoalan dari Kewenangan yang masih ditangan pemerintah, pendanaan sampai kepada masyarakat yang belum bisa menempatkan statusnya sebagai Raja yang seharusnya mampu melihat mana yang benar dan yang tidak benar. Seperti mengawasi tayangan kekerasan dan pornografi sampai tayangan mistis yang harusnya tidak boleh ada dalam tayangan di dalam televisi. Aspek yang saat ini masih ada dalam isi siaran media penyiaran adalah kejahatan, kekerasan, kebohongan, sara, bias gender, gaya hidup konsumtif, sensualitas, mistis, pelecehan, erotisme, eksploitasi anak, pembodohan, promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, dan/atau kelompok lain, promosi yang menipu, bersifat fitnah, bohong, cabul, perjudian, dan penyalah gunaan narkotika.
4.4.
Pembahasan Dari hasil wawancara dari kelima narasumber tersebut, diketahui bahwa Media Watch dapat diartikan, lembaga pemantau media (media watch) adalah lembaga yang didirikan oleh masyarakat, berbentuk organisasi nirlaba, lembaga swadaya masyarakat, atau perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan yang melakukan kegiatan kesinambungan dalam memantau media pers dan penyiaran, mengamati, menganalisis, mengajukan keberatan, melaporkan hasil pantauan, memberi saran dan melakukan advokasi.
Pantauan media yang dilakukan masyarakat adalah suatu keniscayaan seiring dengan tingkat perkembangan masyarakat dewasa ini, kehidupan bersama antara masyarakat dan media seolah tak terpisahkan sejak informasi dipandang perlu untuk mengantarkan partisipan kepada tujuannya sendiri ataupun bersama. Bila pers menggunakan haknya dengan mengembangkan kebebasan pers melalui pencarian, pengolahan, dan penyajian informasi di media massa. Maka buat masyarakat berarti menjaga hak yang sama dalam memperoleh informasi yang benar, akurat, dan sehat sehingga tidak saling melanggar hak masing-masing. Upaya masyarakat sehubungan dengan kegiatan komunikasi massa adalah melalui lembaga pemantau media (media watch), sebagaimana ditentukan dalam undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers dan undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Peran dan Fungsi Media Watch di Indonesia belum optimal. Sehingga keberadaan lembaga ini tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Media Watch mempunyai fungsi sebagai berikut yang Pertama: media watch itu adalah kunci pengawasan; masyarakat ikut ngontrol. Yang Kedua: adalah fungsi pembelajaran atau melek media atau membangkitkan masyarakat supaya kenal media. Media Watch juga sebagai akses yang dapat menjembatani kepentingan publik (Khalayak) dengan istitusi pemerintah (Depkominfo) dan lembaga penyiaran televisi (Antv, RCTI, SCTV, TPI, Indosiar, Metro Tv, Trans Tv, Trans 7, TvOne, Global Tv). Keberadaan media watch merupakan amanat yang tertuang dalam pasal 17 Undang–undang Pers No. 40 tahun 1999. didalam pasal 17 Undang-undang tersebut menyebutkan antara lain : (1)
Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
(2)
Kegiatan sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) dapat berupa : a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers. b. Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kwalitas pers nasional. Lembaga penyiaran harus menyadari bahwa mereka menggunakan frekuensi yang
dikekola oleh pemerintah dalam hal ini oleh Depkominfo yang seharusnya pada penyelenggaraannya ditujukan untuk masyarakat atau rakyat karena frekuensi itu terbatas dan dapat menguasai hajad hidup orang banyak. Contoh jika dalam isi siarannya mengatakan bahwa harga beras besok akan naik menjadi Rp10.000,- per liter maka kira-kira akan terjadi kekhawatiran pada masyarakat sehingga masyarakat segera berbondongbondong membeli beras sebanyak-banyaknya dan akan menimbulkan rasa tidak percaya pada pemerintah. KPI sebagai regulator juga diharapkan lebih mampu mengawasi siaran-siaran yang ada pada televisi penyiaran di Indonesia, lebih berperan serta dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesadaran dalam mengawasi isi siaran tersebut karena masyarakatlah yang seharusnya berperan sebagai “RAJA”. Aktivitas yang dilakukan oleh lembaga pemantau media (media watch), sejatinya adalah manifestasi dari masyarakat yang melek media. Kegiatan mengakses media secara kritis adalah salah satu indikator melek media. Namun demikian masih banyak aktivitas yang menjadi penanda bagi masyarakat dengan tingkat kesadaran dan melek media yang tinggi. Untuk pemberdayaan melek media merupakan tanggung jawab kita bersama karena jika itu dapat terjadi maka akan memberikan gambaran aktivitas berinteraksi dengan media secara baik hingga masyarakat sehat dan cerdas. Karena televisi seharusnya mengutamakan
khalayak karena menggunakan ranah publik maka tanggung jawab kita bersama untuk mengawasi dan menciptakan content tayangan televisi yang lebih baik dari waktu kewaktu. Keadaan yang tidak sesuai dengan porsinya dan kurang bekerja optimal oleh KPI, Media Watch dan Pertelevisian di Indonesia diduga karena ketidak perdulian dari berbagai pihak seperti pemerintah dan masyarakat sendiri untuk berperan serta lebih baik lagi dalam mengawasi bisnis pertelevisian Indonesia. Dan kurangnya kesadaran akan hukum dirasa kuat hubungannya dengan keadaan yang kurang baik ini.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap kelima narasumber yakni KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), Media Watch (Media Watch Consumer Center), Media Watch (Masyarakat tolak Pornografi & Media Rumah Keluarga), Pakar Komunikasi Universitas Indonesia dan Pihak Industri penyiaran Indonesia (Indosiar). Maka kesimpulan yang dapat diambil penulis dari penelitian ini tentang Peran dan Fungsi Media Watch Dalam Bisnis Televisi Penyiaran Indonesia adalah :
5.1
Kesimpulan Dapat ditarik beberapa kesimpulan, berikut ini beberapa kesimpulan tersebut : 1.
Perkembangan media penyiaran televisi Indonesia baru dimulai setelah orde baru sekitar tahun 1990 karena sebelumnya di Indonesia hanya ada TVRI sentries, baru
setelah itu hadir RCTI, TPI, Antv, SCTV, Indosiar, Metro Tv, Global Tv, TvOne, trans Tv dan Trans 7 yang mulai meramaikan bisnis media televisi penyiaran Indonesia. 2.
Isi siaran seharusnya dilarang bersifat menghasut, fitnah, kekerasan, cabul, sara, memperolok dan melecehkan agama serta martabat manusia. Isi siaran juga harus mengikuti P3SPS yang ditetapkan KPI. Isi siaran harus netral, tidak mengutamakan golongan tertentu, memberi perlindungan dan pemberdayaan pada anak-anak dan remaja, mengandung nilai informasi, pendidikan, hiburan dan bermanfaat.
3.
Peran Media Watch Indonesia dinilai masih belum optimal karena dapat dilihat bahwa yang dilakukan oleh media watch masih terdapat kendala-kendala secara operasional untuk melakukan peran dan fungsinya.
4.
Peran dan Fungsi Media Watch dalam melakukan pengawasan hanya dapat mengadukan kepada KPI, hanya sebatas pengaduan terhadap pelanggaranpelanggaran dari stasiun televisi yang tidak sesuai dengan acuan yang ada. Bukan lembaga yang memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi.
5.
Keberadaan media watch dibutuhkan karena banyaknya stasiun televisi yang hadir di Indonesia, media watch dimaksudkan untuk mengawasi content siaran televisi yang menayangkan adegan kekerasan, pornografi, dan tidak mendidik seperti mistis tidak ada lagi agar tercipta tayangan-tayangan yang berkwalitas dan semakin baik dari masa ke masa.
6.
Media watch hadir Sesuai dengan pasal 17 Undang-undang tersebut lembaga pemantau media (media watch) diperlukan dalam rangka mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi. Berdasarkan amanat Undang-undang pers itu pula, maka arah dan perkembangan kemerdekaan pers ikut ditentukan oleh fungsi dan peran yang dilakukan masyarakat melalui Media Watch.
7.
KPI seharusnya diberikan kekuasaan dalam memberikan sanksi yang lebih tegas jangan hanya berupa surat teguran. Tetapi diberikan kekuatan untuk mencabut izin
penyelengaraan penyiaran agar stasiun televisi lebih takut dan segan terhadap lembaga KPI. 8.
Media Watch perlu diperbanyak karena untuk saat ini, keberadaan media watch dengan stasiun televisi penyiaran tidak tidak berimbang. Tidak mampu mengawasi dengan baik.
9.
Media Watch juga akan lebih baik kinerjanya jika SDM (sumber daya manusia), dana (keuangan), mesin/peralatan pendukung dalam melakukan pengawasan, dan kendala-kendala yang ada didukung oleh sponsor, stasiun televisi, atau bahkan pemerintah.
10.
Kesadaran masyarakat yang baik dan tersebar rata, kemampuan Media Watch dalam menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, KPI yang baik, peran dan kesadaran yang harus ditanamkan oleh media televisi penyiaran bahwa jangan hanya mencari keuntungan semata tetapi juga harus menampilkan isi siaran yang berkwalitas dan bermutu baik dan peran pemerintah yang baik pasti akan menjadikan stasiun televisi di Indonesia jauh lebih baik dari pada sekarang. Tidak akan terjadi korban dari tayangan seperti Smackdown.
5.2
Saran
5.2.1
Media watch
1.
Sebagai bahan masukan dan saran kepada lembaga Media Watch Indonesia agar berkerja sama dengan lembaga-lembaga yang lain seperti : kepolisian. Agar kinerja dari media watch bias lebih maksimal lagi.
2.
Media Watch harus diperbanyak agar pengawasan menjadi lebih baik lagi karena saat ini media watch tidak sebanding dengan keberadaan stasiun televisi yang ada.
3.
Media Watch memberi penyuluhan dan pembelajaran kepada masyarakat untuk belajar mengawasi content televisi. Karena menurut penulis masyarakat belum cukup mengerti apaapa saja yang seharusnya boleh atau tidak boleh ditayangkan dalam content tayangan dalam televisi.
Media
Watch
sebaiknya
lebih
memperbanyak
kegiatan-kegiatan
untuk
menyadarkan masyarakat. Contohnya : datang langsung pada kegiatan masyarakat RT/RW untuk memberikan pengetahuan bahwa tayangan mana yang seharusnya boleh dan tidak boleh ditampilkan pada isi siaran televisi.
5.2.2
KPI (Komisi Penyiaran Indonesia)
1.
KPI harus mendukung dan membantu kinerja dari media watch, KPI berkerja sama dengan media watch dalam mengawasi penyelengaraan stasiun televisi.
5.2.3
Pemerintah
1.
Pemerintah harus benar-benar memberi perhatian yang lebih pada media televisi penyiaran karena isi siaran yang saat ini sudah benar-benar memperhatikan. Sampai adanya jatuh korban karena program acara televisi. (smackdown)
2.
Pemerintah memberikan kewenangan yang lebih kepada KPI agar KPI lebih mempunyai kekuasaan untuk memberikan izin dan mencabut izin tersebut.
5.2.4
Khalayak (Penonton televisi)
1.
Belajar untuk mempesisikan sebagai raja karena memang masyarakat atau penonton televisi yang posisinya berada paling tinggi. Media televisi menayangkan program acara yang dimaksudkan untuk menarik pengiklan, pengiklan mengiklankan dengan tujuan agar barang/jasanya dapat dipromosikan dan penonton televisi membeli barang/jasa yang ditayangkan oleh pengiklan.
2.
Masyarakat harus lebih belajar untuk mengetahui mana tayangan atau adegan yang boleh ditayangkan dan tidak boleh ditayangkan pada media televisi.
3.
Setelah masyarakat memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang tayangan televisi maka masyarakat diharapkan ikut dalam pengawasan isi tayangan media televisi dan hal-hal yang bersangkutan dalam televisi. Contohnya membantu dalam penerapan UU penyiaran. Dengan mengadukan kepada media watch atau KPI atau pun kepolisian jika ada penyimpangan terhadap pelaksanaan media penyiaran televisi. Agar tercipta masyarakat yang melek atau sadar media sehingga cita-cita bersama akan adanya tayangan-tayangan yang baik dan bermutu tinggi dapat diwujudkan oleh penyelengara stasiun televisi.
Transkrip Wawancara dengan : Narasumber
: Bpk. Bimo Nugroho Sekundatmo
Lembaga
: Komisi Penyiaran Indonesia
keterangan P
: Pertanyaan
J
: Jawaban
P
:
Apakah
peran
dari
Komisi
Penyiaran
Indonesia
sudah
memaksimalkan
kinerjanya sebagai pemantau media ? J
:
Belum, karena pemerintahnya sendiri tidak mau melepaskan kewenangan penyiaran
kepada KPI, mereka membuat peraturan pemerintah yang membatasi ruang gerak KPI dan juga kendala pendanaan menjadi salah satu kendala terbesar dalam KPI melakukan pekerjaannya. P J
:
Bagaimana pendapat bapak mengenai content tayangan televisi saat ini ?
Content tayangan televisi saat ini belum memberikan fokus utamanya kepada kepentingan publik, e… masih ada beberapa stasiun televisi yang menayangkan kekerasan dan pornografi. Dan juga… masih tidak tepat dalam hal waktu penayanggannya.
P
:
Menurut bapak bagaimana KPI mengawasi penyiaran, sedangkan perkembangan
industri televisi semakin banyak dengan hadirnya televisi lokal ?
J
:
Secara operasional KPI dibagi menjadi dua ada KPID yang bertanggung jawab atas
penyiaran yang berada didaerah sedangkan KPI pusat bertanggung jawab untuk daerah yang berada dijakarta baik nasional maupun lokal. Namun….. e….. kendala pendanaan menjadi salah satu penghambat, sehingga apa itu namanya untuk mengawasi secara optimal KPI belum mempunyai peralatan untuk merekam dan memantau secara continue setiap hari. Dan…. Pengawasan dilakukan hanya menunggu pengaduan yang datang kepada KPI. P
:
Apa yang telah dilakukan KPI dalam menyikapi content yang disiarkan industri
broadcast terutama televisi ? J
:
e… jika ada yang melanggar maka kita akan sikapi dengan pertama –tama
memberikan surat teguran. P
: Apakah pedoman perilaku penyiaran sudah benar-benar ditaati oleh media penyiaran khususnya televisi ?
J
: Seharusnya sudah berjalan, namun kembali… lagi kepada e…. masalah pendanaan yang belum baik dan terutama wewenang yang belum diberikan dari pemerintah kepada KPI sehingga kinerja KPI menjadi terhambat.
P
: Langkah-langkah apa yang dilakukan oleh KPI agar media televisi menerapkan pedoman dari KPI tersebut ?
J
:
Salah satunya adalah dengan memberikan surat teguran kepada media televisi yang melakukan pelanggaran.
P J
: Bagaimana tindak lanjut KPI dalam menangani pelanggaran penyiaran terutama televisi ? : Permasalahannya adalah KPI sebagai regulasi penyiaran sudah membuat sanksi namun KPI saat ini belum mempenyai kewenangan dalam hal perizinan, yang saat ini masih dipegang oleh pemerintah. Ya…. Padahal undang-undang telah secara jelas e… menunjuk KPI sebagai lembaga regulatornya. Em…….. selama masalah itu masih belum jelas, ya… yang paling efektif dalam menangani pelanggaran dengan mengancam dalam tanda kutip “kalau anda terus melakukan pelanggaran kami bisa mencabut izin anda”.
P
: apakah KPI juga melakukan kontrol terhadap media watch ?
J
: Iya….. karena mungkin pengaduan-pengaduan dari pelanggaran-pelanggaran
yang terjadi
pada televisi khususnya banyak diadukan oleh media watch. P
: menurut bapak apa saja peran media watch ?
J
: Media watch berperan e…. sama-sama mengawasi dalam hal ini jika ada pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh media terutama televisi agar kwalitas penyairan televisi akan semakin apa itu namanya …. Bermutu. Kwalitasnya baik, sesuai dengan apa yang diharapkan.
P
: Bagaimana proses penindakan pelanggaran sehingga hal tersebut dapat dikaterogikan pelanggaran ?
J
: Jika tidak mengikuti peraturan yang telah dibuat oleh KPI yaitu P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran)
P J
: Dari pelanggaran yang terjadi sanski apa yang paling sering diberikan ? : Ya… hanya surat teguran. Akan tetapi banyak juga ya… yang mengikuti
surat teguran
untuk mengganti ataupun menghentikan acara tersebut. P
: Apa yang dilakukan KPI ketika ada aduan dari media watch tentang
adanya
pelanggaran yang dilakukan stasiun televisi ? J
: kami akan a…. memproses pengaduan itu, jika e…benar ada pelanggaran yang terjadi maka kami KPI akan memberikan surat teguran kepada stasiun televisi yang melanggar.
Transkrip wawancara dengan :
Narasumber
: Bpk. Afdal Makuraga Putra
Lembaga
:Media Watch Habibie Center
Keterangan : A : Afdal Makuraga Putra Y : penanya
A
: Content ya. Jadi yang pertama yang perlu dipertanyakan yaitu content. Apakah content penyiaran itu memperhatikan nilai-nilai pendidikan, memperhatikan misalnya kepentingan publik. Sepanjang itu sepanjang itu dipenuhi saya pikir tidak jadi persoalan. Kalau tidak dipenuhi maka itu yang jadi persoalan. Nah dalam pengamatan saya, content media belum terlalu memberikan fokus kepada kepentingan publik. Pendidikan misalnya, moral, kemudian kesehatan, media tidak menyentuh itu. banyak Tv media yang sama sekali tidak memberikan nilai pendidikan, bahkan membodohi. Kita bisa lihat misalnya, sinetron-sinetron takhayul, siluman-siluman. Nah ini menunjukkan bahwa sinetron atau content semacam ini sama sekali tidak memberikan nilai-nilai pendidikan.
Y
:
Selain itu Pak, selain bahwa content program-program Tv yang memang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, faktor apalagi yang perlu kita waspadai dari semakin pesatnya bisnis Broadcast ini?
A
: Kita mengacu pada sektor kepemilikan, ada 2 personal kepemilikan. Yang pertama adalah Proud Media Ownership dan Konglomerasi Media, ini terjadi di Indonesia. Proud Media Ownership dan Konglomerasi Media, ini dua-duanya terjadi. Ada yang namanya group MNC, nah inikan menggabungkan seluruh media di bawah kendalinya dia
Y
: Monopoli
A
: Monopolinya, sehingga kalau begini persoalannya kemudian adalah tidak tercipta gen sebagai e.... pluralisme wacana. Ada sekelompok orang yang karena dia
memiliki media banyak, maka mereka berusaha menentukan dengan Tv media itu berusaha menentukan isi dari media untuk menentukan opini publik, sementara kalau kita berbicara Demokrasi. Demokrasi itu adalah kemajemukan, termasuk kemajemukan wacana, kemajemukan ide. Itu persoalan yang harus kita lihat. Di negara-negara demokrasi persoalan ini tidak tercipta, ada konglomerasi media tetapi itu diatur sedemikian rupa, sehingga berusaha tidak terciptanya monopoli pada perluasan informasi media, sehingga membentuk opini publik. Di Australia misalnya, disana Proud Media Ownership itu dilarang sama sekali. Sehingga tidak tercipta kepemilikan silang, itu contohnya Y
: Apakah pemerintah tidak mengatur itu pa?
A
: Ada dalam undang-undang di atur tapi tidak jelas, jadi berada di wilayah abu-abu misalnya. undang-undang menyatakan begini “di batasi, konglomerasi media di batasi, kepemilikan silang dibatasi”. tetapi pembatasanya di dalam peraturan pemerintah jg tidak tegas. Misalnya seperti ini, Konglomerasi media misalnya kalau yang pertama punya 100% maka yang kedua seharusnya tidak 100%, tapi maksimal hanya 49%, kalau yang ke tiga juga tidak harus 29% tapi itupun hanya 21%, nah makin ke bawah amakin banyak makin sedikit. Nah di Indonesia, ini tidak di kontrol, bisa saja MNC itu memiliki 100% kesemua TV e.... Global TV, RCTI, TPI. Itu diatas 70% kepemilikan MNC di 3 stasiun TV itu.
Y
: Jadi bapak menyebut content, kemudian situasi broadcast yang cenderung monopolistis, apakah itu yang kemudian menjadi alasan bagi masyarakat untuk melahirkan media watch?
A
: Aaa.... tidak. Begini lahirnya media watch di negara-negara demokrasi kan pemerintah tidak melakukan kontrol terhadap media, karena tidak ada interfensi negara terhadap media, maka yang mengontrol itu adalah masayarakat. Di dalam Undangundang pers itu di akomodasi pasal 17 Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999 bahwa : “ masyarakat boleh membentuk, jadi peran serta masayarakat dilibatkan dalam mengawasi jalannya pers melalui pembentukan Media Watch”, tapi yang hanya boleh dipantau itu hanyalah masalah etika. Di dalam Undang-undang penyiaran tidak eksplisit membuat Media Watch, tapi peran serta masyarakat juga diterima dalam bentuk pemantauan-pemantauan, jadi bukan karena ada (tidak terdengar dengan jelas) persaingan antar media itu baru lahir, itu memang sudah kodratnya (pembicaraan terpotong)
Y
: Media watch harus ada apapun yang terjadi ?
A
:Media Watch harus ada apapun yang terjadi, karena itu tadi alasannya di negara demokrasi, hubungan antara pers dengan media dengan pemerintah dengan negara diametral terpisah. Jadi pemerintah tidak mengontrol media, siapa yang mengontrol? Ya masyarakat sebagai konsumen yang mengontrol media. Nah di negara-negara maju jalan betul itu media watchnya. saya punya contoh, di Amerika ada yang namanya PTC (Parent Teacher Council), PTC ini yang selalu memantau
isi siaran Tv di Amerika. Mereka tersebar di cabang-cabang di setiap negara-negara bagian, itu yang memantau terus menerus dan kalau ada pelanggaran, kalau ada yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan regulasi penyiaran di Amerika, itu dilaporkan ke PTC disana. Kita juga di indonesia selalu melakukan itu, saya di Media World Service Center juga selalu melakukan hal yang sama, setiap saat mengadu kedewan pers, setiap saat mengadu ke Komisi Penyiaran Indonesia. Persoalannya di Indonesia memang KPI kita itu apa ya.... macan ompong. Jadi ada lembaga tapi tidak punya gigi untuk menindak stasiun Tv, itu persoalannya. Y
: Apa yang menyebabkan KPI jadi macan ompong?
A
: Pertama persoalan regulasi, di negara-negara maju yang disebut Broadcasting Authority itu bersifat independent membuat regulasi sendiri, mengawasi regulasi itu, kemudian mengeksekusi kalau terjadi pelanggaran terhadap regulasi, itu yang terjadi di Amerika. Kita disini, pemerntah kita enggan berbagi seperti itu. Amanat Undang-undang itu mengatakan bahwa betul KPI adalah lembaga yang meregulasi, mengawasi hal itu, tapi ketika KPI membuat aturan sesuai dengan amanat Undangundang dia tidak boleh sendiri, harus bersama dengan pemerintah, itu menurut Undang-undang. Nah ada sekelompok orang yang melakukan Yudisial Review terhadap Undang-undang penyiaran, ternyata keputusan mahkamah konstitusi itu mengatakan bahwa dalam membuat regulasi itu KPI tidak usah di ikutkan. Jadi yang membuat regulasi itu pemerintah. ketika hal itu terjadi, ketika KPI tidak mempunyai wewenang untuk membuat regulasi ya sudah tidak bisa lagi berbuat macam-macam.
Y
: Itu artinya dengan kondisi yang bapak sebutkan tadi, jadi KPI tidak mempunyai fungsi mengeksekusi?
A
: Karena tidak ada payung hukum. jadi begini ceritanya, KPI di berikan kewenangan untuk memberikan eksekusi, untuk memberikan sangsi misalnya, tapi pemberian sangsi itu harus berdasarkan pada peraturan pemerintah dan yang berhak menyusun peraturan pemerintah itu adalah pemerintah bukan KPI. Itu yang terjadi, nah aturan itu kewenangan itu ditarik ke pemerintah bukan lagi ke KPI persoalannya, itu yang menyebabkan KPI tidak memiliki gigi untuk bertindak, kan hanya sekedar teguran, karena tidak ada sangsinya ya percuma. Padahal sangsi itu berupa sangsi administrasi, sangsi denda sampai kepada pencabutan ijin siaran.
Y
: Saya coba membandingkan KPI dengan KPK, KPK itu punya fungsi mengeksekusi
A
: Ya
Y
: Kenapa KPI tidak bisa seperti KPK pak?
A
: Di Undang-undang, pangkalnya di Undang-undang. bukan hanya KPK, kan KPU juga begitu sama akan KPK, KPU, KPI sama-sama komisi independent negara kan, tetapi Undang-undang yang mengatur 3 ini berbeda-beda. KPU misalnya, tidak ada lagi amanat disana untuk membuat peraturan pemerintah. sehingga KPU berhak mengeluarkan regulasi sesuai dengan Undang-undang pemilu misalnya, KPK juga begitu, tidak di perlukan lagi peraturan pemerintah untuk e.... mengatur secara menyeluruh itu Undang-undang menentukan
Y
: Sementara KPI tidak?
A
: Sementara KPI tidak begitu.
Y
: Lalu apakah ini ada kaitannya dengan bisnis dengan kepentingan bisnis pak, apakah ini ada kaitannya dengan hal seperti itu?
A
: Tentu saja. Jadi begini, bila kita lihat sejarah lahirnya Undang-undang itu kan ada pergulatan tiap kelompok-kelompok kepentingan publik, pemerintah dan bisnis. Masing-masing ini kan memiliki kepentingan pada industri penyiaran di Indonesia. Publik butuh tayangan yang berkualias, baik, mendidik, yang berkenaan dengan moral. Pemerintah juga punya kepentingan, bisnis apalagi. Ketiganya ini bertarung di dalam membentuk Undang-undang penyiaran. Akhirnya apa, tercipta kompromikompromi. Pada awalnya e.... industri kalah, karena mereka sama sekali tidak ada akomodasi dalam KPI, ok. Orang industri tidak boleh masuk dalam KPK. Kalah orang industri, yang menang adalah kekuatan pemerintah dan publik. Belakangan, ketika itu sudah selesai Undang-undang di buat, sudah di Undang-undangkan, sudah ketuk palu. Ya... namanya bisnis kan melobby pemerintah. Udah ijin jangan lewat KPI lah pemerintah aja yang urus ijin, sangsi tidak perlu KPI lah pemerintah aja yang urus sangsi. Akhirnya kemudian pemerintah tergoda, tadinya berkoalisi dengan publik akhirnya berbalik mengakomodasi kepentingan industri. Ijin, ijin itu harusnya di keluarkan oleh KPI, tapi sekarang di tarik oleh pemerintah. Jadi KPI yang hanya sekedar ya.... ini ini ini ferivikasi ini pada akhirnya pemerintah juga yang mengeluarkannya.
Y
: Itu ada di mana pak, DepkomInfo?
A
: Depkom Info. Ya ya DepkomInfo yang mengeluarkan itu.
Y
: Celakanya pak. Ok lah pak itu untuk kepentingan bisnis, tetapi kenepa kecenderungan untuk siaran program-program Tv broadcast di Indonesia itu yang
(tidak jelas) yang misalnya membuat masyarakat resah. Seperti Smackdown, kenapa kecenderungannya justru begitu? A
: Industri penyiaran itu tunduk pada rating, rating itu dewa. Semakin tinggi ratingnya pasti produser akan terus atau pemilik stasiun Tv akan terus mempertahankan program itu. Tapi kalau ratingnya redah akan di buang, nah itu kenyataanya. Nah kenapa seperti itu, itulah cerminan penonton kita, itu yang di inginkan. Tapi persoalannya apakah benar itu yang diinginkan? sebenarnya stasiun televisi juga sepakat untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik. Tapi mengapa itu terjadi, karena kondisi persaingan ini, kondisi persaingan. Coba saat TPI berhasil menjadi Tv No.1 di tahun 2004, karena program religius itu. Semua stasiun Tv berlombalomba membuat hal yang sama, namanya saja yang diganti. Rahasia Illahi, Insya Allah, Astagfirullah di stasiun-stasiun Tv yang berbeda dan itu terjadi hingga saat ini. Dulu yang menggarap itu Cuma TPI. Karena ratingnya tinggi terus diikutin, sebelumnya kebelakang lagi ada cerita-cerita seram (klenik) itu yang membuat pertama kali RCTI, karena ratingnya tinggi maka semua TV membuat film-film hantu itu, di SCTV ada hantu the series misalnya, dan di Trans Tv ada Paranoid. Banyak sekali, ibaratnya madu. Kalau ada manis-manis disini maka semut langsung ngerubung. Nah karena demikian, para pengelola stasiun Tv itu tidak berfikir untuk menciptakan sesuatu yang beragam, masih keseragaman. Cobalah sekarang masih banyak terjadi semuaanya cinta, semuanya cinta. Judulnya aja yang beda, nanti disini ada bawang merah-bawang putih, disini cinderella, disini anak tiri, lalu apa. Karena Itu tadi keuntungannya sesaat, ya karena persaingannya semakin tinggi.
Y
: Dengan kondisi itu pak, lalu apa peran dan fungsi dari media watch?
A
: Nah Media Watch itu sebenarnya hanya mengadu, memantau , menyampaikan ke televisinya bahwa ini jika ada yang melanggar dan harapan kita itu membawa perubahan, tetapi iklimnya tidak mendukung. Coba kalau di Amerika, kalau ada pelanggaran PTC langsung bertindak, ya kan? Baik sekali kondisinya. Kondisi di Indonesia apa, kita melaporkan ke televisi e.... ke KPI, KPI tidak bisa bertindak apaapa, hanya sekedar pengaduan. Coba seperti Smack Down, seandainya tidak ada korban mereka tidak akan mengambil keputusan. Paranoid, seandainya tidak ada korban maka mereka tidak akan di hentikan programnya, yang membuat orang panik, disitu yang polisi saja tidak terlibat, coba kasus itu. Tapi tidak pernah, misalnya ini karena desakan masyarakat. Hanya 1 kalau tidak salah satu tugas kita yang berhasil, saat kita menurunkan sinetron di SCTV judulnya apa.... saya lupa tapi
ada satu, hanya 4 kali tayang kita protes, akhirnya sinetron itu diturunkan. Hanya itu, selebihnya jalan terus Y
: Jadi.... jadi ini mentok ya pak, jadi kondisinya seperti yang dikatakan oleh Azimah, hidup enggan matipun tak mau?
A
: Enggak juga, gak seperti itu. E....Butuh proses memang, tidak ada sesuatu yang langsung berjalan mulus. Di Amerika juga baru 10 tahun terakhir 20 tahun terakhir inilah baru terjadi Media Watch. Awal-awalnya, mereka juga butuh prifatisasi, butuh proses. Jadi memang yang dibutuhkan willingness, goodwill dari legislatif untuk mengusulkan Undang-undang penyiaran itu di rubah, diperbaiki. Tetapi dengan syarat, KPI tetap di pertahankan, fungsi dan perannya di perkuat. Tapi kalau kemudian Undang-undang penyiaran diganti dan fungsi KPI di hilangkan, saya menolak. Saya mau Undang-undang di pertegas, dibuat yang baru, kemudian peran KPI juga di pertegas.
Transkrip wawancara dengan :
Narasumber Lembaga
: Nina Ade Armando : Pakar Komunikasi UI
Keterangan : Y : Penanya N : Narasumber ( Nina Ade Armando)
Y
: bahwa kita tau bisnis media televisi diindonesia sangat pesat
N
: ya
Y
: apa yang harus kita waspadain makin pesatnya atau makin kuatnya bisnis
pertelevisian
diindonesia N
: ok, utama kita tumbuhkan budaya kritis sebagai anggota masyarakat, gini
bisnis
pertelevisian naturenya itu industri cari untung, inikan televisi akan membuat tayangantayangan yang bisa ditonton orang, sebanyak mungkin akan mendatangkan iklan dan sebanyak mungkin mendatangkan rating, yang harus kita waspadain adalah apakah bagaimana budaya kritis untuk melihat itu dan memperbudayakan masyrakat sebaiknya harus lebih kritis lagi untuk melihat isi pertelevisian apa itu manfaat atau (engga jelas) tidak,terutama kalangan anak-anak remaja karena sangna rentan kena media televisi. Y N
: apakah artinya kita perlu lembaga media wacth,bu : eh, media wacth merupakan salah satu, karena media watch dapat menjadi spesial grup untuk televisi, KPI, Pemerintah untuk menegakkan peraturan regilator terutama televisi untuk menyadarkan masyrakat menumbuhkan budaya kritis sebenarnya seperti apa itu sebenarnya, media wacth bukanlah salah satu jawaban untuk ini masyarakat sendiri yang harus lebih cerdas untuk sama media wacth tetap diperlukan gitu yah, karena ini (civil sosiality) bagaimana masyrakat memperbudayakan, masyarakat sendiri harus cerdas, misalnya mempunyai inisiatif kesadaran bahwa dia tidak hidup sendiri dia harus melihat kontek masyarakatnya, secara jangan berpikir individual, karena dirinya, keluarganya saja tapi juga masyarakat secara keseluruhannya, padahal banyak yang harus dilakukan masyarakat, misalnya tayangan televisi yang benar menurut dia tidak benar tingkatkan budaya kritisnya dan dibuat bukan Cuma ngomel-ngomel tapi harus dibuat acaranya jelas tayangan , sinetron candy isinya begini aja , anak saya tidak boleh menonton tapi harusnya please tulis surat membaca ke KPI
Y
: jadi, eh apa mau curigai. mewaspadain tayangan media massa untuk dapat melahirkan media watch merupakan sesuatu yang penting
N
: ya, apa namanya bahwa kita tidak hanya melihat televis tapi banyak sekali media mengepung anak-anak kita, sehingga dampaknya jelas ada, ada orang-orang pelajari bahwa dampak ini luar biasa tapi yang bisa dilakukan, ada beberapa orang yang menyadari ini berpendapat bahwa ini tidak bisa diamkan saja media-media ini, seolah-olah engga ada kelompok yang menekan jadi masyarakat tidak mungkin berjuang sendiri, maka harus dibantu dengan lembaga semacam ini yang bisa mengkaji lebih mendalam, kalau mau protek ada daftarnya dan punya standar penilain sendiri yang dapat membantu masyarakat lagi, supaya itu tadi
yang kelompok-kelompok menekan, itu dasarnya untuk melihat dampak media luar biasa dan harus melakukan sesuatu Y
: bukan kita punya KPI
N
: masalahnya, KPI itu badan regilator mestinya dapat menyadarkan diri kebadan ini kan, maafnya ini kaya macan ompong yang cuma stempel diatas kertas, sebenarnya mereka bagus, undang-undang penyiaran bagus dan undang-undang ini diamantkan berdirinya KPI. KPI membuat aturan tidak ada aturan pedoman isi siaran seperti apa namanya peraturan tentang pendoman penyiaran, kalau anda melihat maka peraturannya sangat bagus banget, relatiflah karena kita engga puas sepenuhnya, kalau itu diterapkan maka sinetron yang isinya percintaan anak remaja atau isi bahasa kasar seharusnya itu tidak ada di televisi, seharusnya televisi harus bersih, kalau mengikuti standar pedoman itu, masalahnya diterapkan atau tidak, kita pun tau engga artinya tidak ditegakkan stasiun televisi cuek pada semua itu, bisa-bisanya O channel itu menayangkan orang beradegan mesum dikolam renang bajunya terbuka bulan febuari yang lalu tayangan itu muncul jam 8 bayangin, saya engga tau apa sudah lewat LSF, bukan hanya KPI tapi juga lembaga sensor film semua tayangan televisi harus disensorkan, itu bagaimana undang-undang ada, aturan ada, pedoman penyiaran ada, apakah itu sudah ditegakkan, pertama apakah dipedulikan oleh stasiun televisi tampak tidak, apakah ditegakkan tampaknya tidak, masalahnya negara kita adalah penegakkan hukumkan, itu yang terjadi diindonesia, kami melihat bahwa peran KPI itu melemah industri lebih kuat, paling lemah adalah masyarakat yang paling tidak berdaya karena masyarakat ini kena dampaknya, sehingga ada korbanya misalnya smackdown ada korban anak-anak, sekarang ini memandang dari kecil harus pacaran karena nonton sinetron yang isinya pacaran terus, adalah masyarakat yang kasar misalnya kita menonton hal-hal yang kasar misalnya Karena menonton hal-hal yang kasar sering ditampikan ditelevisi
Y
: eh, saya coba bandingkan KPI dan KPK,bukan KPI dan KPK kan sama posisinya ,tetapi KPK punya peran ekskusi tapi sementara KPK tidak
N
: karena KPI dikebiri,mas
Y
: oleh
N Y
: dalam hal ini diiperbuat oleh pemerintah, anda harus konfirmasi hal ini Tanya orang KPI nya : belum bu, apa-apa kepentingan pemerintah menekan atau membatasi ruang KPI
N
: itu saya engga tau kalau Undang-undang penyiaran berbunyi bahwa kepentingan KPI harus membuat standar pedoman siaran yang mengatur siaran,pertama yang harus diselamatkan adalah rakyat, apa masyarakat dari dampak ini, kedua adalah lembaga penyiaran, sekarang yang dilakukan di mana undang-undang yang tidak dijalankan, seperti yang dibela lembaga penyiaran bukan masyarakat, anda Tanya lagi oi ke Depkom info, kenapa begitu ?
Y
: ok, kalau begitu bisa dikatakan KPI belum menjalankan peran fungsi media watch,bu
Y
: artinya gini bu,kalau nanti kemudian media wacth apa
N
: KPI itu regilator mas, KPI itu menerapkan fungsi pengawasan yah kalau mau dibilang media wacth itu seperti lembaga yang ininya masyarakat,eh dia tidak difungsikan untuk itu lembaga negara regilatornya ,jadi media watchnya harus melihat justru dia harus mengawasi itu,nah media wacth sebenarnya harus ada fungsi pengawasan dari KPI ,tapi kalau yang kita sebut media wacth biasanya LSM ini yang hilang kalau ada hal-hal yang menyimpang KPI seharusnya ekskusi,karena itu KPI harus bekerjasama dengan,KPI juga bekerja untuk pengaduan masyarakat juga kan, sesungguhnya tidak semata tidak harus seperti itu tapi KPI harus berperan aktif ,jadi jangan nunggu orang mengadu dong gitu loh, kalau pengaduan datang dari LSM jadi bisa kerjasama dengan LSM tapi KPI juga bisa menjalankan fungsi pemantauan,kemudian ekskusinya bisa mulai dari teguran sebenarnya undang-undang bahkan dapat mencabut ijin siaran
Y
: ya, saya mendapatkan informasi bahwa di KPI ada desk khusus untuk media watch bahkan ada anggarannya bu,
N
: saya tidak tau namanya media watch atau tidak, tapi lebih ke pemantuan media jadi memang dia mengawasi isi media, kemudian apa namanya dia punya TV mas kemudian dia mencatat adegan yang bermasalah ,saya tau memang yah saya tidak tau apa dijalankan atau tidak
Y
: jika melahirkan media watch adalah bentuk peran serta masyarakat, misalnya kemudian kita mengenal market didalamnya GPMA, MPP kemudian,
N Y
: atau media watch Habibie center : ok, betul bu ..eh dengan situasi ibu ceritkan tadi sebetulnya peran dan fungsi, saya menekankan peran fungsi media watchnya yang dijalankan media watch dalam broadcast diindonesia yang makin pesat
N : bahwa industri broadcast harus tau, dia harus tau dia berjalan tanpa rambu. Rambu-rambu ini ada nyemprit kalau dia salah kita berharap tadi lembaga semacam KPI untuk melakukannya tapi sejauh ini tidak, kami ingin memberiahukan tuh bahwa eh….anda salah seharusnya tidak begitu ,jadi perannya adalah memantau itu semuanya apa isi siaran baik atau tidak, apakah berdampaknya seperti apa dan kalau itu memang buruk maka kami harap ada perubahan itu kita juga tau bahwa itu tidak serta merta kita bilang eh jelek ,eh ga boleh Y
: ya
N
: tuh kan itu juga susah, itu yang kesatu, yang kedua adalah kami berfungsi untuk menyadarkan masyarakat itu sebabnya kami banyak menulis, sebabnya kami ngomong kebanyakkan kekomonitas, bisa ngomong ke komonitas besar ke komonitas kecil kedaerah-daerah kami ngomong dan kedepannya adalah minimal lembaga yang ingin kami jalankan, kami ingin memberikan pendidikkan media letter pendidikkan melek media kebanyak orang bahwa kami menganggap bahwa kalau masyarakat mempunyai budaya kritis terhadap media ,kalau masyarakat melek media terhadap dampak media kaya apa .eh….seharusnya konsumsi media kaya apa dia harus bijak menggunakan menggunakan media bagi dirinya dan anakanaknya terus orang yang punya pengetahuan itu Insya Allah untuk dirinya akan proteksi dari hal-hal negatif dari media, kami berusaha memberi pendidikkan katakanlah begitu tentang penyadaran pendidikkan melek media ini,rencananya kita hanya ngomong dikomonitas-komonitas itu,masyarakat atau penulis tapi kita juga belajar sedikit berusaha sedikit demi sedikit memasukkan ke kurikulum itu yang kami lakukan.
Transkrip wawancara dengan : Narasumber : Bpk. Gufron Lembaga Keterangan :
: Indosiar
P = pertanyaan J = jawaban
P
: Bagaimana pendapat bapak mengenai content dari industri
penyiaran saat ini ?
J
: Content industri broadcast saat ini saya rasa hiburan ya… em… ada beberapa media yang konsentrasi dibidang pemberitaan tetapi tidak banyak, seperti ada beberapa stasiun televisi yang lebih banyak menayangkan program berita. keseluruhannya kebanyakan hiburan. Ini disebabkan oleh karena kebutuhan mayoritas penonton televisi adalah hiburan.
P
: Banyak yang menghujat content televisi saat ini sudah banyak melanggar etika penyiaran. Bagaimana pendapat bapak mengenai hal itu ?
J
: e… mungkin istilahnya bukan banyak ya…. Ada beberapa yang content dari televisi itu masih belum sesuai dengan harapan, ada beberapa yang melanggar etika dan sebagainya. Ya… ini memang proses, tidak serta merta di industri broadcast juga kita tergolong masih baru dari yang lain. E… jadi bertahap kalau toh disana sini masih kurang e…. bagus atau kurang sesuai dengan etika tapi kedepannya diharapkan akan lebih baik lagi lah.
P
: Apakah salah satu program pernah diadukan oleh media watch kepada KPI karena melanggar etika penyiaran ?
J
: Saya rasa sih….. Ada ya… karena KPI juga beberapa kali menegur beberapa stasiun televisi mengenai beberapa acara, baik itu yang tayangan kekerasan, pornografi em…. Yang kasar dan ya…. em…. Tapi lagi-lagi itu merupakan proses belajar dari dunia penyiaran untuk e…. berusaha lebih baik lagi.
P
: Bagaimana tanggapan bapak bahwa baru-baru ini ada 3 program dari stasiun televisi yang bapak kelola mendapatkan teguran dari KPI (Bleach, naruto, dan detective conan) ?
J
: Ada memang 3 program ini mendapatkan teguran dari KPI e… kami juga berterima kasih kepada KPI karena telah e… memberikan masukan kepada stasiun televisi khususnya Indosiar e… supaya mungkin kedepannya lagi, lebih baik lagi tapi memang adegannya ya.. adegan yang mungkin tidak sesuai. Tapi kita berterima kasih lah, makanya indosiar kedepannya berusaha lebih teliti lah lebih cermat lagi didalam e…. mengedit apa
namanya…. Tayangan-tayangan kartun. Sebenarnya sih jika dilihat secara keseluruhan cerita dari bleach maupun naruto memiliki pesan-pesan nilai moral yang cukup bagus. P
: Lembaga penyiaran pada dasarnya adalah industri dan profit oriented. Bagaimana menyeimbangkan antara kepentingan profit dengan idealisme ?
J
: Ini musti seimbang lah ya… antara profit dengan idealisme karena jika hanya profit saja kita tidak bisa exis e…. demikian juga jika Cuma idealisme saja maka e… biaya produksi, biaya penyiaran itu e… apa namanya cukup besar untuk dunia televisi e… solusinya adalah kombinasi antara kepentingan profit dan idealisme. Profit penting namun e…. idealisme tetap harus kita junjung tinggi juga. Kalau tanpa televisi tanpa idealisme tentu saja nanti akan menyesatkan bahkan nanti lambat laun akan ditinggalkan penonton.
P
: Menurut bapak apa peran media watch ?
J
: e… Media watch saya rasa cukup berperan dalam memberikan apa namanya.. e… penilaian-penilaian terhadap content tayangan-tayangan televisi di Indonesia, dengan penilaian-penilaian masukan terhadap tayangan. Media watch bermaksud agar lambat laun mutu atau kwalitas akan semakin baik.
P
: Apakah media watch itu sendiri telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga pemantau media ?
J
: Sejauh ini sudah menjalankan ya… e…. fungsinya sebagai pemantau media e… itu dibuktikan dari jurnal-jurnalnya yang cukup berbobot dan kemudian masukan-masukan yang diberikan kepada lembaga- lembaga terkait. Kami berterima kasih juga kepada lembaga media watch. Kami butuh e… apa namanya e… pandangan dari pihak luar mengenai content media khususnya televisi.
P
: Menurut bapak apa yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan peran dari media watch ?
J
: ya…. Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan, mungkin menjalin hubungan dengan beberapa pihak yang dimainkan oleh lembaga ini agar lebih cukup bermakna lebih bermanfaat lagi untuk masa mendatang.
P
: Seberapa penting keberadaan media watch itu sendiri ?
J
: Sejauh ini kami berpendapat cukup penting karena tidak banyak lembaga-lembaga sepeti media watch e…. sementara televisi banyak sekali e… kalau itu hanya diserahkan pada
suatu lembaga negara seperti KPI mungkin cukup melelahkan juga mungkin media watch bisa memberikan pandangan yang… istilahnya melengkapi. P
: Bagaimana pendapat bapak melihat tindakan KPI jika menangapi adanya pelanggaran pada media televisi ?
J
: e….. kami menghormati apa yang dilakukan oleh KPI, ya…. Baik berupa teguran atau masukkan yang diberikan oleh KPI merupakan pelajaran yang berharga untuk media penyiaran agar lebih hati-hati atau lebih meningkatkan kwalitas program penyiaran di Indonesia.
P
: Apakah dalam penyiaran terdapat pelanggaran sehingga dibutuhkan sebuah pedoman sebagai bahan acuan ?
J
: Bagaimana pun pedoman harus ada, karena kita akan tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh di dunia penyiaran sehingga pedoman itu e… apa nama nya acuan e…. KPI, masyarakat atau pihak mana saja termasuk stasiun televisi dalam menyiarkan program-program acaranya kalau tidak pakai pedoman kan kita binggung ini sudak keluar rel atau belum ya… ini melanggar atau tidak.
P
: Menurut bapak pedoman pedoman seperti apa yang baik sebagai bahan acuan (P3SPS) ?
J
: Didalam pedoman itu harus menyangkut hal-hal yang sifatnya terukur, tidak sifatnya abstrak karena mungkin kalau sifatnya abstrak akan terjadi perbedaan persepsi antara pihak satu dengan pihak yang lainnya. Sehinnga menimbulkan terjadi perbedaan pendapat. Kalau sifatnya terukur Kemudian bisa dipahami bersama itu akan jauh lebih baik dan mudah dalam penerapannya.
P
: Menurit bapak apakah setuju dengan pemberian sanksi terhadap pelanggaran penyiaran ?
J
: ya… e… sebuah pedoman kalau tanpa sanksi tidak akan efektif. e… sanksi itu diperlukan untuk menegakan pedoman tadi, hanya saja itu harus dilihat dari seberapa parah e… etika yang dilanggar ya.. seberapa tingkat, kalau tingkatnya berat bisa program itu dihentikan atau kalau hanya sekedar mungkin ada beberapa adegan ya.. tentu saja ada teguran, mulai dari teguran ya… atau mungkin sanksi administrasi apa ya.. itu tentu saja harus dilihat dari tingkat pelanggarannya.
P
: Sanksi seperti apa yang patut diberikan jika ada pelanggaran yang dilakukan media televisi ?
J
: Sanksi yang rendah sampai yang berat dari teguran, sampai pada pencabutan izin. Sanksi yang sesuai dengan tingkat kesalahannya namun sanksi itu diharapkan benar-benar adil, Tidak membunuh kreatifitas apalagi terjadi pembredelan pencabutan izin karena ini memang apa namanya tidak hanya kelangsungan hidup pers di Indonesia. Yang paling penting bagaimana membuat media penyiaran kedepannya lebih baik. Dengan program atau kwalitas program yang baik, mendidik secara maksimal.
Transkrip wawancara dengan :
Narasumber
: Azimah Soebakjo
Lembaga
: Media Watch Rumah Keluarga dan Masyarakat Tolak Pornografi
Keterangan : Y : Penanya N : Narasumber (Azimah Soebakjo) N= Ibu Azimah Y= Penanya N:
Jadi… em… kalau misalnya broadcast, kita harus melihat dulu medianya. Kalo di sini, media broadcast itu kan penyiaran. Kalau penyiaran itu kan, kenapa dia lebih attitude, lebih kedepannya kan aturan dalam artian tidak e... kalau di negara lain itu ada etikanya tertentu. Kan itu sampai ada peraturan praktek bond-nya. Itu karena memang medianya bukan media cetak atau media-media yang lain. Karena namanya itu broadcast, tumbu penyiaran, seri-serial ya... termasuk, yang dilakukan adalah diisi pada serialnya. Identifikasi sosial dengan yang bukan adalah, yang bukan menu adalah Tv kable; kayal Astro, Indovision, Cable Vision. Jadi kan tidak bisa itu, itu cable jadi orang harus bayar dulu, penangkaran dulu, baru dia bisa .... (tidak jelas/bising)
Y:
Kalau publik itu penting?
N:
Kalau publik itu namanya frekuensi. Nah, sehingga e... kalau menggunakan ranah publik frekuensi, itu harus bisa mengoptimalkan e... hadirnya pengamat-pengamat yang benar-benar bermanfaat untuk masyarakat. Sehingga, keitika kemudian, ketika Perpi hadir dengan beragam program pembodohan, tidak mendidik segala macam, itu sebenarnya harus ada lembaga yang mengontrol. Lembaga yang mengontrol ini ada dua, dia ada yang namanya LSF dan ada yang namanya KPI. LSF itu adalah sebelum tayang, istilahnya ‘sensor’. Jadi dia mensensor program-program khususnya film, agar dia tdk bermuatan sara’-lah sama cabul. Nah, kalau misalnya kita lihat ditelevisi; apakah kartun Flexstone, kekerasan --- ada korban, kita lapor; itu laporan di KPI. Nah e... misalnya adalah..., iya...belom tertutup kalo kita bikin lembaga! Jadi, ketika penegasannya tidak cukup e... serius gitu!
Kaya’ LSF itu kaitannya misalnya tegangan-tagangan yang..., program-program TV yang kejar tayang. Jadi e... di-dur sampai tadi malem. Ini dikasih separo, separo sinetronnya terus sampai LSF itu sudah OK, sore langsung tayang. Nah, kalo kita melihat misalnya sinetron-sinetron yang bermasalah; itu biasanya, masalah itu muncul ketika di separoh terakhir. Karena sinetron terakhir itu yang tidak diberikan dengan .... (tidak jelas/bising). Jadi ada permainan itu, dari PH dan broadcast-nya. Ini yang tidak terselesaikan. Terus kemudian e... ketika sudah tayang, kita proses. Proses itu ke...’ harusnya KPI sidah konfirm masyarakat. Dia harusnya e... Y:
Pro Aktif
N:
Pro Aktif, karena dia punya section visi yang fun... opo? E... itu 24 jam dan dia punya rekamannya. Rekamanya itu 2 pekan. Kalo sudah dua pekan, e... tidak ada masalah bisa feel. Jadi, dia e... pergi lagi! Nah, masyarakat ini jg kebanyakan tidak tahu kalo misalnya dia melihat tayangan buruk; dia langsung lapor ke siapa? KPI yang tidak pro aktif, masyarakatnya juga tidak tahu! Nah, e... pada hal sebenarnya masyarakat bisa lapor ke KPI, bisa juga lapor ke polisi; karena di sini hukumannya adalah hukum pidana.
Y:
Jadi hukum disini pidana?
N:
Pidana. Kemudian, tidak harus menunggu orang melalu,itu bisa! Dan e... apa? Pidana itu bisa fotoholistik. Jadi yang penting kita punya buktinya. Kalo untuk big gesh-nya itu KPI; jadi yang dijalankan oleh KPI. Jadi e... sebenarnya, kalo kita balikin di sini, masalah media watch itu masuk ke peran kita masyarakat. E... balik ke UU Penyiaran amupun di UU Pers. Nah, padahal sudah di elemen ada 2,ada dua bentuk. Yang Pertama: media watch itu adalah kunci pengawasan; masyarakat ikut ngontrol. Yang Kedua: adalah fungsi pembelajaran atau melek media atau membangkitkan masyarakat supaya kenal media. Saat ini, ketika UU ini hadir, e... atau yang bertemu di masyarakat itu langsung ke media watch.
Y:
Baik saya ingin tanya, tentang media ranah watcher itu tahun 2000; itu termasuk media watch apakah iya..., e... permasalahan di Armando daniya..., sama e... Mbak Nina; itu lebih kepada...
N:
Iya... Media ranah keluarga itu ingin mengharapkan isi media itu sesuai dengan kepentingan keluarga; e... proporsial gitu dan eliminir yang... dan mengkritisi kira-kira yang asusis-asusis atau sparatis. Tapi ini seringkali timbulnya dari swadaya masyarakat. Kalo kaitannya media watch, karena sangat-sangat berkomender dengan akuts; itunya... arahnya pengen di China kaena dia habis dari... kalo tidak di Jakarta, Afganist... (tidak jelas/bising). Habis terkungkung oleh rezim e... Soeharto, gitu! Pengennya di buka-buka. Jadi yang kuasanya erbebaskan, berekspresi, segala macam itu justru yang suportnya di ana. Tapi kalo yang pembatasan, yang e... mengurangi dari segala macam; itu gak...
Y:
Acuh!
N:
Gak dilirik! Jadi arisnotupang, atau masyarakat ya... tekatung-katung, untuk memilih mediamedia yang dinilai kurang atau dalam hal ini ..... (tidak jelas/bising) itu akhirnya merekapun juga goyang. Trus kemudian Habibi center, saya juga e... kemudian di Habibi Center dan bukan media-media e... sampai sekarangpun masih ada. Tapi itu juga e... karena mungkin... karena juga, trus juga kebijakan dari e... geliat tamu Habibi Center juga lagi pro ke situ --- itu makin lama pengurusnya juga pengelolaanya media watchnya itu bagaimana tinggalkritik. Tadinya ada satu tim, 10 orang --- sekarang ada dua.
Y:
Kalo emang, dengan itu justru kuat!
N:
Kuat juga, dia malahbertahan lama, dari tahun dua ribu... tiga.
Y:
Itu lebih ke dukungan pusat atau dukungan dana itu?
N:
Sebetulnya dana! Jadi buat gitu, membiayai pemantauan, juga membuat realist cum down. AB itu paling tahu, paling tahu itu yang mendukung esai; trus dia dua ribu satu. Cuma bertemu sampai kalo tidak salah dua ribu tida tau dua ribu empat. Tapi kalo kemungkinan tidak, dia dapat dari Asia Foundation, e... iya habis buat bayar hootner dan operasional e... kedepannya jadi lebih seru! Majalahnya masih ada, tapi lebih pada majalah minguan. Sebelumnya in... isi milk gengsi pemerintah. Seharusnya pemerintah memfasilitasi masyarakat untuk dia bisa berkembang. Membangun lembaga-lembaga pantau dan juga media pers.
Jadi kalo, saya pendekatannya adalah kita meliterasi masyarakat dulu, membuat mereka fiktif pada dilema. Setelah itu ketika mereka fiktif baulah kita organisir sehingga menjadi sebuah lembaga masyarakat giu lho! Yang ada ini sekarang enggak gitu, dibiarkan saja konspirator sambil kembang sendiri. Tapi kalo dia sudah sampai pada titik tertentu baru diadakan workshop. Desk-nya di Depkominfo itu ada. Di... Y:
Em...
N:
Di media watch itu ada, bandonnya juga ada! Kantornya, Depkominfo sudah di fasilitasi, mungkin akan bergabung dengan dewan pers.
Y:
Itu namanya Dewan Pers Watch?
N:
Dulu pemilihan ketuanya juga ada, ketua pertama itu ada Armanda. Keua sekjennya kalo tidak salah Inndose de Charce. Itu tahun 2001. Tapi ketika itu dananya belum keluar, anggarannya belum jelas dai pemerintah. Nah, tahun kemaren kita denger dananya sudah di kas. Bahkan lembaga-lembaga pantau yang eks; apalagi yang emang dianungguin pantauan segala macem --- itu difasilitasi bisa mengajukan misalnya 1 set komputer ke... ke yang tadi atau dewan pers
Y:
Jadi istilahnya udah ada itu?
N:
Jadi yang ini, jadi sekedar e... kalo di pemerintah itu disertasinya sekedar proyek saja, itu yang terlihat. Belum sampai pada tahun yang esensial membuat masyarakat melek media dan dia bisa ikut menjadi lebih shock gitu! e... terbukti misalnya, tahun... setiaptahun itu ada pertemuan media watch, kapasitas waktu e... paling tidak e... tiga kali, di beberapa daerah. Yang pasti itu e... pernah di Matraman, trus yang rutin tiap tahun MTV diundang itu di Solo. Di Solo itu tiapbulan kalo tidak Nopember ya Desember, itu sudah ada pertemuan media watch. Ini saya juga punya kliping makalah-makalah; bagaimana me... apa? Membuat media watch itu berdaya dipanggung...
Y:
Pengembaraan...
N:
Contoh,
Y:
Dewan Pers
N:
He...eh. jadi kita bisa melihat Dewan pers itu bukan sebuah lembaga yang terdiri dari 9 orang, yang dipilih menjadi ini ya, badan untuk melihat masyarakat Bukan, tetapi di dewan pers itu juga ada kesekretariatan. Kesekretariatan dewan pers itu PNS; dan dia statusnya adalah pegawai yang dikritisi dari politiknya. Dan mereka ini sebenarnya juga ditugaskan untuk bisa membenahi e... media watch gitu! Jadi akhirnya andai cuma pertemuan-pertemuan seremonial setisp tshun, e... untuk terus beberapa kali pertemuan; tapi MTV yang selalu dirubah itu cuma sekali setahun di Solo. Trus e... ready-nya jelas, bagaimana kita bikin organisasi asosiasi media watch, e... trus kebetulan aku banyak stock gitu! Trus dilihat, kita mo kontrak kesekretariatannya, e... apa?
Y:
Kesekretariatannya!
N:
Ya udah, kita Cuma memfasilitasi. Silakan Saja, mo nempatin di sini, mo apa gitu lho...!
Y:
Jadi, e... pertemuan itu, e... lembaga-lembaga...
N:
Lembaga-lembaga LSM media watch?
Y:
Ya, yang semangatnya!
N:
Ya... gak tahu, kebanyakan memantau, tapi banyak yang sebenarnya saya lihat; ada juga sih yang nakal gitu --- yang hanya sekedar samploes juga gitu! Tapi misalnya yang ada di Bogor, dia e... mantau ini; trus e... apakah photo DPRD dalam wajah Bat-Man! Itu ada yang seperti itu. Atau bikin lembaga pemantau seperti ini agar dapat kucuran dana yang dari Depkominfo; itu ada juga. Kita jadi e... ya.., memang dari masyarakatnya juga eh dari oknum-oknum yang media watch-nyaini juga; mmbuat image media watch jadi buruk. Sementara yang sungguhsungguh basa e... melihat isi lembaga, ketika masih tidak mahu...
Y:
Jadi semua ini programnya e... belum sampai pada ingkat pidana masyarakat e... secara sadar baik praktis maupun marjinal; e... dari situ seperlunya pentingnya mewaspadai programprogram yang seperti itu khan Bu...?
N:
Itu sudah ada. Itu sudah ada e... tapi yang itu akhirnya bekerja sendiri-sendiri. Saya diMTV sendiri, nanti e... Mas Yusuf nanti wawancara Mbak Nina Armanda, dia punya lembaga namanya YPMA --- Yayasan Pengembangan Media Anak. Jadi dia lebih watcher --- tayangantayangan anak dan remaja. Trus punya buletinnya, sebulan sekali e... dia dapat sending dari recheck. Kalo MTV khan lebih kepada kita melakukan pornografi --- kasarnya.
Nah, kalo yang Habibi Center, Masjid Pak Akbar itu; dia lebih kepada...sebenarnya jurnalistik. Ya... kalopun ada mistik hold of soft, dan beberapa sebagiannya itu tulisan-tulisan mentok saja. Itu lebih kepada jembatan kapital itu; polisi, ‘perbudakan’ dalam tanda kutip dan segala macem. Jadi hasilnya berdiri sendiri dan gedung Pusidi inipun akhirnya juga, ya... nyari petanding sendiri, bertugas e... kalo mengadakan gerakan diprediksi lemah. Paling juga cukup serius adalah yang di gaya YPMA, kita punya kegiatan satu tahun sekali: “Kabitan Kapitri”. Untuk dijalur lebih banyak dibandingkan, anda melihat, bisnis itu banyak, e,,, apa? Pembodohannya terus juga anak Indonesia terlalu banyak aktif jok di depan tv, ini 5 – 7 jam sepekan. Trus e.. apa? Ya... kondisi ini kemudian ingin menyadarkan orang tua-orang tua dengan kampanye pada tahap disiplin, pada tahap dari anak --- 23-27 Juli. Dan yang lainya e... tapi kalo misalnya punya peranan yang bermanfaat, kita protes, datang, kepentingan gitu, akibat pergaulan bebas. Jadi, just incase-incase gitu! Kita gabungin... Jadi itu cukup menjadi dalih nanti, sebab untuk yang kedepannya kita bisa menyaingi broadcast, itu kaya... ya David Mawanbolias lah Y:
Iya... titik pembulatan-pembulatan lah
N:
hem..eh
Y:
Iya, yang saya maksud tadi dari Mbak Azimah adalah, apakah kemudian, lembaga-lembaga prevest, advance, itu mampu merujuk e... siapa saja, semua kalangan; bahwa MTV dengan kata lain yang memberi ranah ini; itu sudah mempunyai semacam masyarakat padepokan, yang memiliki kesadaran; untuk pentingnya me... me... memopang sahid program bea siswa...
N:
Kalo... di PMA di puanya yang namanya HIS.
Y:
Jadi mungkin dia komunitas tertentu!
N:
Kalo MTV, karena kita belum punya milis, kita masih belum cap data dengan baik; kita punya website. Biasanya kita, caranya adalah e... dari data yang kita kirimkan, di center vital --- seperti itu! Tapi kebanyakan mereka itu adalah masyarakat yang bukan ingin lepas sendiri! Jadi, kita setiap kali datang bisa berlaku untuk komunitas, bercerita, pentingnya mereka berjuang, kenapa? Proses dalam bidang, kalopun misalnya mereka tidak sempet, bingunga ato apa, bisa hubungi kita.
Nah, dan juga misalnya kita kirim surat diberbagai media masa misalnya; mereka melihat tayangan bermasalah --- mereka eks santai. Jadi, sejauh dini, e... masyarakat itu banyak white board atau aduan sekitar tentang... apa e... Y:
Dalam skenario...
N:
E-mail... seperti itu! Jadi e... belum sampai ada sebuah masyarakat development yang kemudian mereka sadar untuk membentengi keluarganya dari... pengaruh TV tersebut.
Y:
Karena gini Bu..., output dari penelitian Unit-kom, tidak nganti masuk ke kanita. E... penelitian ini adalah, kita ingin untuk melahirkan program, dengan mengadopsi e... apa? Feng sui “Kick Andy”.
N:
Iya...
Y:
Jadi nanti, advokasinya, penyuluhan di sini tu menggunakan e... apa? trik “Kick Andy”. Dengan masyarakat, koordinasi dengan gateway; disitu nanti dirangkum penyuluhan secara berkala. Tentu saja ini berat, ini memang berat! Ya...
N:
Karena, sebegitu akrab gitu. Kalo Posyandu kan fiktif, jelas diginiin segala macem...
Y:
Iya, makanya aku....
N:
Take over, he...he...e
Y:
Bukan..., saya sudah memikirkan, memikirkan konsepnya itu; Hm... e... kita akan mengundang masyarakat, lalu mungkin ada hardisk-nya, itu terutama yang menarik minat untuk mengikuti acara, ya... Nah, itu nanti kita akan memberikan penyuluhan secara bertahap. Untuk mengarahkan kesadaran, menggali kesadaran masyarakat untuk pentingnya e... membentengi quadrant, dari rancangan atau book note. Aku ada disini untuk perwakilan tokoh masyarakat, pejabat-pejabat yang men-duwur barang kali, kita sama-sama berperan; dan lebih penting dari itu adalah e... kita punya ukuran. Punya tolak ukur, apakah e... kemudian program ini efektif atau tidak? Kemudaian e... ukuran keberhasilannya sampai batas apa? Nah itu, itu output nanti yang akan jadi tolak ukur dari kuis yang dihubungi. Makanya, Bu... Nurprapti bilang, dia tertarik sama penelitian ini. Karena salah satu yang saya e... kuis dalam kantong dalam literasi ini adalah kita membayangkan, kita punya e... program semacam posyandu, yang bisa dikatakan sahid atau segala macem terhadap masyarakat; itu masyarakat, ada real-nya gitu lho bahwa memang antusiatif masyarakat, e... apa? PH, khan
logika PH dalam membuat jalur alternatif saya juga akan... akan tanyakan dalam dua belas pertanyaan itu Bu... N:
Iya..., he...e
Y:
khan logika, logika PH, dalam membuat pra program penuh. Saya terus sengaja di... dicinema dengan gaji berapa duit; logikanya adalah dia bikin saja. Dia bikin saja, nati kaya pola... pola... apa? Sinetron yang ada di Wald Disney, e...
N:
Saya bisa ngasih kode sebentar?
Y:
Misalnya begitu Ibu, ternyata kagak ada rahasia apa-apa, itu untuk tayangan anak-anak; dia akan terus bikin! Jangan berfikir, sampai misalnya nanti ada suara-suara uang memulai mengancam, dia harus sebagai persamaan kita. Selama itu tidak ada, tidak ada proter masyarakat, dia akan terus...
N:
Ya itu..., langsung di KPI-nya.
Y:
Waduh...
N:
Nunggu reformasi saja. Kalo yang entertainmen bukan, sejauh ini kita menggabainya dengan “Nyok pelatihan media illustrasi dan bahaya pornografi” kita sudah buka dari tahun 2006 itu di development ke-25 SMA. Trus kita development di Depkominfo.
Y:
Saya baca di...
N:
Iya...
Y:
E....
N:
Dan itu, e... tahun ini kita e... ingin lebih dari itu ya. Kalopun hal itu tidak ditinggalin, gitu lho. Jadi ke SMA itu penting! Kita melihat, mereka nanti cikal bakalnya jadi e... komuniatas market gitu. Nah, yang tahun ini ke... kita ke OKP : Organisasi Penggunaan dan e... Ke... e... Tokoh-tokoh Masyarakat. Nah mungkin masuknya proposal agak telat ya, sebenarnya yang ditokoh-tokoh masyarakat itu, kita bisa difasilitasi untuk kegiatan kota. Tapi tahun 2007 ini belum di satu kota ibukota. Kita berharap, itu bisa kelar gitu. Jadi kita kumpulin tokoh-tokoh masyarakat, kita berharap nanti mereka juga membuat pioner di segmen masing-masing; perempuan pemuda, sama. Itu di Pontianak, cerita-cerita itu seperti itu. Untuk OKP, sebenarnya kita dua tahap. Pertama kita kumpulin e... perwakilan dari OKP, teus kemudian setelah kita mengumpulkan perwakilan OKP, kita jauhlah, kita dateng ke OKP tersebut. Ato bikin pelatihan yang lebih
intensif di... misal di HMI; kumpulin seluruh pengurus HMI, kader-kadernya kumpulin, kita training. Nanti mereka diharapkan bisa jelas sendiri, jadi gak perlu mencoret namanya media award SOner, gak perlu! Namanya cukup HRI, tetep. Tapi dia juga ikut, punya salah satu bagian e... di organ, diorganisasinya itu tetap, atau di media. Itu adapnya juga bisa lebih berisi kemedia, tidak hanya menerima aja! Jadi, e... apa? E... kalo program Kick Andi ini, e... pertama juga agak susah juga gitu ya, karena e... tadi itu ya, tidak terlalu akrab. Terus yang kedua, biasanya masyarakat itu lebih mendelma. Kalo saya hitung, e... Mas Yunus ya, cari dulu brand mark ya, e... contoh-contoh dari negara lain, saya usulkan misalnya “Caren Televisi Carcow”. Dia e... bentuknya sebuah badan, dewan orang tua, e... yang mantau tv, tapi dari sisi random. Jadi YPMA-nya Mbak Nina itu niru itu! Jadi hasil pantauan dia itu, kasih ini, e... kasih rekomendasi. Tayangan, program tv ini buruk karena ini, jadi dia kasih warna kaya spot light jg: merah – kuning – hijau. Kalo hijau itu aman, kalau kuning itu hati-hati, kalo merah itu jangan ditonton. Y:
Sangat terhibur...
N:
Nah, kalo saya e... lebih melihat kebinarijis itu adalah ketika posyandu-posyandu media itu diadakan, banyak yang sudah didelivery, di ke... breaf; itu juga udah ke bantuan secara rutin, gitu! Anunya bisa rutin, nanti kita bisa bedah. Jadi bentuknya seperti itu; jadi real gitu! Tidak, tidak hanya hanya e... soal, e... konsep-konsep kita harus kritis bahwa nilai-nilai yang itu aja gitu lho. Tapi berlanjut ke hadapan mereka: “Ini lho sinetron Hard Cheries berbahaya di sini, bisa buat anak begini”. “Ini lho, misalkan sinetronnya Si Enthong itu berbahaya karena beginibegini!”. Itu lebih real gitu! Bisa saja ke real juga, atau kadang juga di... disebutkan disitu baru ngeh gitu! Ini metodenya juga audio visual --- kita kasih, sampai dampaknya, akibatnya, media gitu ya! Opo tv, terus VCD porno, playstation sama HP. Habis, semua ngomong --- berkaca-kaca selama ini kita sedang lalai gitu. Sehingga di media, tv segala macem sudah ..... (tidak jelas/bising).
Y:
Oke, Bu... E... saya punya dua belas penawaran, terkait dengan e... kemungkinan. (membaca sambil ngremeng) (tidak jelas/bising). Hm...m, tadi Ibu udah memberikan gambaran tentang orang tua, tentang pentingnya media watch, kenapa media watch? ..... (ngremeng, tidak jelas/bising)Kita lebih mengutip ke persoalan ini Bu, ke... kesesuaian diri ..... (ngremeng, tidak jelas/bising). Nah, sebetulnya apa yang perlu kita waspadai dari makin kuatnya iklim televisi di Indonesia?
N:
Khususnya e... memunculkan budaya baru. Budaya baru... yang jauh dari nilai-nilau human. Terutama tv itu ya, itukan media audio visual. Semua orang bisa melihat, yang penting dia punya panca indra yang baik ya; e... mulai dari balita bahkan dari bayi sampai kakek-kakek dia bisa penggunanya. Dan dari segala, e... sekmen ekonomi, dari latar belakang pendidikan dia bisa. Jadi yang paling parah, atau yang paling berbahaya adalah dia bisa memunculkan budaya baru. Nah kalo seandainya isinya adalah muatan yang baik, itu akan jadi baik. Cuman masalahnya muatannya banyak yang buruk. Tapi misalnya e... gak usahlah kita bicara masalah pornografi, pornoaksi, itu jelas pasti buruk. Kita bicara sistemnya e... budaya hidup input. Misalkan yang disini, misalnya e... Mas Yusuf bilang e... kontes-kontes remaja jadi penyanyi, itu khan; e... Indonesian Idol, KDI, API segala macem. Itu khan membuat opini anak-anak, dari usia dini, itu tidak berfikir untuk mempunyai cita-cita menjadi Doktor; jadi in feel love, jadi... apalah gitu ya. Makin lama... terus kemudian batu jadinya juga sedikit. Copeber itu bajunya Cuma lima juta; yang penting menjadi artis, kaya’ si Ichsan. Dia milih SMA udah punya mobil, dia sudah punya uang dimana-mana gitu; udah kenal segala macem! Itu adalah sesuatu misalnya, yang aku lihat kemudian e... kalo bisa dibilang ya kita kawaitr kalo kedepannya lebih ke mobile fashion.
Y:
Hm...m...
N:
Kalo soal pornografi, kalo kita konferm; konfermnya itu adalah dulu jamannya e.. orde baru, itu khan adegan ciuman aja dikawatirkan, difoto? Sekarang, itu adalah adegan ciuman yang sudah biasa, trus e... apa cerita tentang penyimpangan sex, homosex, lebisan itu bahkan menjadi... jadi keadaan sehari-hari. Itu e... catatannya, apa? ..... (ngremeng, tidak jelas/bising) Padahal, di UU, ketika kasus pornografi masuk ke pengadilan, itu pasti akan di tanya perwakilan dari anggota masyarakat? Ini, kok masyarakatnya selalu toleran ditunutt demikian, itu apanya? Kemudian bisa jadi, iya... kalo dulu di konversi di tahun ‘70an, itu dibilang pornografi, karena dia peke bikinidi apa? Kalender. Tahun ’99kan sampai tanpa berpakaian, tapi bebas. Jadi masyarakat kita dibawa ke sebuah budaya yang nasional; budaya jahiliyah baru ya.. gitu!
Y:
Artinya ini penting kaga’, kita membuat media watch?
N:
Kalo saya lebih ke yang pertama deh, me... interest masyarakat. Membuat masyarakat melek media.
Y:
Jadi ini belom... belom...
N:
Belum sampe ke media watch. Jadi, individu-individu masyarakat itu, tergugah dulu, bahwa mereka sekarang sedang di jajah, mereka sekarang sedang diimnfantri oleh yang namanya media. Saya rasa banyak yang belum sadar, banyak ibu-ibu yang (rekaman tidak terdengar jelas) atau ada ekspresi yang lain, jual aja deh TV nya, biar kita gak punya TV, jadi kesadaran ini dulu. Jadi misalnya saya ketika apa…. Audience kita depkominfo (gak jelas), maka saya tidak (tidak jelas) ada 11 TV nasional, sedangkan di luar negeri itu hanya ada satu TV nasional TV milik pemerintah. Semua ini terjadi ini sudah parah, bayangkan budaya Jakarta yang (tidak jelas) ini dipaksakan sampai ke daerah-daerah, aceh, papua, itu sebenarnya pemborosan juga ya. Gak bisa seorang masyarakat yang biasa kehidupan sehari-harinya dia di sini yang otaknya sudah di isi dengan (tidak jelas) e…. apa ya lompat gitu. Jadi di usulkan juga kepeda Depkominfo supaya diperbanyak kegiatan-kegiatan seperti medialisasi dulu, nanti saat masyarakat sudah tergugah, nanti masyarakatnya sendiri yang akan meminta itu
Y:
jadi media watch itu ada saat masyarakat sudah menyadari
N:
ya
Y:
sudah aware
N:
ya
Y:
terhadap hal ini sehingga mencegah keluarga dari hal buruk, jadi kita bisa katakanlah memulai warming up atau pemanasan menuju media watch itu dengan tadi ya medialisasi masyarakat, memberi masyarakat tentang informasi-informasi seputar tayangan TV media begitu?
N:
iya-ya, bahkan sekarang yang saya lakukan sedah masuk ke TK dan SD. mulai dari percontohan untuk TK dan SD sampai mereka mentrain guru-gurunya sampai turunan berikutnya. Jadi dari usia dini anak-anak sudah dicoba terbiasa untuk kritisi media, karena sebenarnya banyak tayangan-tayangan media yang tidak mereka mengerti, tapi mereka telan mentah-mentah. Dulu seorang anak ya pernah terjadi di Amerika, seorang anak yang biasa menonton film orang dewasa dia biasanya akan cepat puber, lebih cepat marah (pemarah) dan sudah berbohong ya, karena dia juga melihat orang dewasa melakukan hal itu. Padahal psikologisnya seharusnya mulai dari tahap mengenal baik buruk dulu, bukan hal yang abu-abu dulu kan. Sekarang sinetron banyak yang…. marahan sama mertua wah yang konfliknya kait mengkait
Y:
padahal (tidak jelas)
N:
jadi intinya terlalu dewasa. Nah seperti si entong padahal judul awalnya kata PH nya kampung jande, itu sebenarnya bukan (tidak jelas) jadi si entong ya jadi di perbanyak fersi anak-anaknya.
Jadi dari kata-katanya verbal filancenya, terlalu instan juga ya tiba-tiba si entong bisa begini bisa begini Y:
ibu melihat peran dari media watchnya sudah ada dan juga ada KPI sebagai media watch, tapi kenapa itu tidak jalan bu ?
N:
KPI bukan media watch ya, KPI bukan milik negara
Y:
ya
N:
Fungsinya memang sebagai pengontrol terhadap muatan media ya dan tidak berubah kan karena e….sebenarnya di undang-undang dia di harapkan begitu. Tapi pada kenyataannya dia tidak punya fungsi sepert itu, tapi hanya sampai pada tahap terminal, hanya memberikan warning dan sebagainya, jadi tidak berfungsi seperti (tidak jelas) ini nggak. Karena Depkominfo masih ingin ikut berperan. Kalau soal ijin pemerintah (tidak jelas) walaupun rumor yang ada di kita kan terjadi ya …. Misalnya berkoalisilah
Y:
itu bisa
N:
Ya…. Sebenarnya tinggal kuat-kuatan nego aja, dulu waktu bang ade masih disana. Paling gak kalau stasiun ini ga denger-denger teguran kita dia akan mikir berpuluh-puluh kali. Jadi saat dia dengerin tegurannya KPI dia akan keluar banyak badget untuk menyogok. Jadi e…. tetap aja sampai saat ini pun kalau di pidanakan sebenarnya e…. masih cukup menggetarkan media. Cuma KPI yang baru ini sangat apa ya…. kompromi sekali dengan station dengan broadcst. Bahkan ketika (tuidak jelas ) sampe cape sekali kata ketuanya, di bilang how are you performance, dia bilang queit . padahal di luar banyak sekali omongan masyarakat, protes, tapi KPI (diam) sampe kami kesel gitu, tapi waktu astro, astro itu mengambil liga inggris, itu melanggar hak informasi untuk masyarakat, saya marah. Saya bilang gini, kita nih masyarakat lagi melaporkan tentang tayangan pornografi di TV, gak di gubris. Nah ini malah soal bola, kalau orang gak nonton itu orang gak jadi sakit, gak jadi mentalnya rusak. Gak jadi akayak gitu kan? Nah sementara kalau orang nonton pornografi baru kemudian dari KPI muncul, ya kami sedang proses, kami sedang menunggu karena sedang menunggu back up kalau sudah di setujui (tidak jelas) padahak kita dapat bukti siarnya itu dari KPK, jadi sangat kompromi
Y:
tadi ibu membandingkan KPI dengan KPK, kenapa KPI tidak bisa seperti KPK bu, ini lebih ke alasan politik atau apa?
N:
inilah uniknya Indonesia, jadi KPI itu kan dia berharap untuk punya (gak jelas), karena di UU ini memang salahnya waktu bikin UU tidak mencantumkan hal itu. Ya tahulah yang jelas bahwa KPI yang mengawasi TV siaran berarti dia bisa mengeksekusi dong, dan karena ini tidak di
masukkan ke UU akhirnya jadi perdebatan antara Depkominfo dengan KPI. ketika itu, apa…. Depkominfo deppen itu (gak jelas) sakit lagi. Nah ketika depkominfo, ini agak melenceng sedikit tapi nyambung ya, nah ketika depkominfo muncul kembali stelah dibredel oleh gusdur. mereka seperti cari-cari kewenangan baru, supaya pekerjaannya jelas ya, salah satu yang dicari kewenangannya dipilih dan di kembalikan lagi (tidak jelas) kemudian ributlah antara KPI dengan Depkominfo sampai ke MK. (gak jelas) dipertanyakan bagaimana UU ini kok eksekusinya bukan di tangan KPI tapi depkominfo. Tapi KPI kalah, karena menurut MA, KPI adalah sebuah lembaga yang hadir karena UU ini, sesuai dengan pasal 32 tahun 2004 UU tentang penyiaran, bahwa KPI tidak berhak melakukan gugatan terhadap isi UU ini. Wong orang dia juga ada karena UU ini kok. Jadi kalau dia memprotes UU ini, berarti dia melukai diri sendiri dong. Jadi karena kekalahan itu, mulai saat itu mulai tahun lalu ya fungsi perijinan berada di tangan Depkominfo. KPI hanya…. Hanya asal pasal itu jalan dan kalau ada pelanggaran coba menegurnya berkali-kali tapi tidak ada perubahan ya… Y:
artinya kalau masyarakat sudah menjadi media watch, apakah masyarakat bisa e…. apa meminta KPI untuk ya memberikan peluang (tidak jelas)
N:
(tidak jelas) agak sulit ya, karena masyarakat pun akhirnya tidak (suara menghilang) Legitimasi bahwa apa…. KPI juga menganggap bahwa yang kami lihat itu hanya kebetulan saja. Sehingga saat kita melaporkan ini ke polisi, KPI aja ngomong gitu kok, kalau buat KPI ya…. laporan masyarakat juga penting ya untuk, Dia punya ini kan, dia punya kunjungan rutin ke stasiun-stasiun TV, itu ya…. Biar keliatan ada kerjaan he… (bu Azimah tertawa), memberikan masukan juga kepada stasiun TV tentang tanggapan-tanggapan masyarakat yang masuk. Jadi ada pilihan walaupun masih ada kelemahan KPI, saya pikir untuk kedepannya, kalau masyarakat sudah sadar semua, dia proaktif, dia bersuara kalau ada keburukan disekitarnya yang berkaitan dengan media, dia lapor ke KPI. Akhirnya orang KPI atau orang media dengar juga, ini bisa jadi pertimbangan. Dan ketika kami melapor pada KPI, kami juga terbuka dengan media massa, kenapa? TV atau apapun dia juga kan media. Dia juga akan mempertimbangkan itu, karena ujung-ujungnya TV media itu juga akan terus berjalan, karena pemasang iklan. Kalau citranya sudah buruk, iklan tidak akan mau. Kalau di luar negeri, akhirnya gerakan masyarakat yang lain selain mereka yang memang sudah sadar. Akhirnya dia bikin gerakan media, dia bikin gerakan boikot. Tapi boikotnya bukan pada stasiun, tapi pada pengiklan yang beriklan di program itu, ya…. Jadi itu lebih efektif. Karena kalau kita urut-urut seperti puisi ismail yang apa… pemimpin takut mahasiswa, mahasiswa takut pemimpin. Itu ujung-ujungnya broadcast kita juga takut pada masyarakat, karena iklan itu juga nantinya kan di jual ke masyarakat. Kalau masyarakat nolak produknya rugi kan iklan e….jadi bila produk itu matidia juga tidak akan bisa
beriklan e…. logika ini yang seharusnya kita bangun. Jadi kami sebenarnya sedang menggodok sebuah penyadaran masyrakat e…. kata kuncinya e…. khalayak atau masyarakat adalah konsumen media atau apa… adalah raja, jadi bukan lagi orang yang nerima disuapin apa aja. Tapi kita adalah raja yang bisa menentukan apa yang ingin kita lihat, apa yang ingin kita tonton, apa yang ingin kita peroleh nah penyadaran itu yang ingin kita sampaikan . kata kuncinya sih kecil masyarakat adalah raja, tapi e… sebenarnya apakah mereka bisa dari mental nerima sampai jadi raja, itu kan sebuah proses butuh peruses yang panjang Y:
Artinya masyarakat bisa (gak jelas)
N:
Urusannya dengan (gak jelas)
Y:
Jadi dalamkonteks ini, menurut ibu peran dan fungsi media watch dan TV broadcast itu apa?
N:
Kalau saya untuk saat ini yang penting media watch di jalankan adalah 2 hal terus memantau media, dia terus menyadarkan masyarakat. karena sumber daya, sumber amunisi itu di masyarakat
Y:
Jadi peran pemantau dan peran penyadap
N:
(gak jelas) peran pantau dan penyadap
Y:
advokasi
N:
ya advokasi, itu yang saat yang kemarin-kemarin banyak lembaga pantau yang hidup segan mati tak mau. Karena mereka menjalankan peran pantau saja, dia tidak mau mengakomodasi menjadikan masyarakat sebagai lembaga back up dia, begitu. E…
Y:
Bagaimana kita mengidentifikasi e… tayangan yang bermasalah di stasiun TV baik yang di studio maupun yang di luar studio, bagaimana caranya bu?
N:
Kita ambil contoh, tahun lalu (tidak jelas) jadi yang kita pantau, kita ke 4 stasiun TV yaitu LATIVI, RCTI, TPI & TV 7. nah bentuknya adalah semua tayangan dan kita berusaha untuk menjadi penonton awam dan penonton ahli. Penonton awam, ketika kita melihat ini mengarah ke sex itu di catat, mulai dari slogan. Slogan itu munhkin tidak ada kata-kata sexnya ya, gak menyebutkan alat vital. Tapi masalahnya konteksnya, waktu itu bercandaan antara tukul dengan (tidak terdengar) ya itu juga termasuk
Y:
jadi ada simbol, ada di tengarai
N:
ya
Y:
jadi kata-katanya memang tidak sex, tapi jadi symbol atau semacam apa… alat motivator atau memunculkan apa… apa jadi sex
N:
ya, jadi kata-yang berasal dari sex itu, dia tidak menyebutkan organ-organ sex, tapi dia apresiasinya misalnya, ini kacangku itu juga termasuk. Juga pakaian ya, pakaian yang minim apalagi bikini, itu juga termasuk. Dan tayangan yang fenomenal dan sebagainya.
Y:
jadi kalau ada batasannya, diabisa mengasosiasi kriterianya bu, dia mengarah pada mengasosiasi itu bisa di kategorikan dia tayangan (gak jelas)
N:
iya
Y:
gitu
N:
jadi gak hanya soal sex perempuan dengan laki-laki, tapi yang lebih parah kalau laki dengan laki. Sederhananya adalah kalau orang-orang yang menganggap nonton bintang-bintang itu gak masalah (gak jelas)
Y:
ya
N:
(tidak jelas) itu tahun lalu kita menganggap pakaiannya adalah (tidak jelas), jadi sex dengan kekerasan seperti cat women bawa cambuk (dipotong) (gak jelas) dia gak perduli persoalan moral, persoalan apakah dia gak peduli soal norma ataupun soal apa… bisnis, karena memang alam bawah sadar kita itu memang sering salah, seneng trus ada misalnya dorongan seksual. Nah TV kita seneng bikin film yang sebenarnya selera rendah, tapi tetep laku tanpa harus bikin yang kreatif, yang susah-susah
Y:
tapi mereka menyadari kalau ini bisa jadi masalah
N:
mereka gak perduli
Y:
gak, tapi artinya mereka menyadari kan?
N:
ya jelaslah, seperti pak heru darmawan cerita, bahkan Phnya itucerita sama broadcast, karena kebanyakan penonton kita berfikir rendah, kita punya tuh tayangan back upan dari metro TV yang hunting (gak jelas) itupun yang mencet pembantu. Jadi ketika saya harus benar-benar ekstra… kalau lagi adegan sex (gak jelas) pendidikannya rendah atau anak-anak itu kalau marah bener-bener segala macem tayangan-tayangan sex, jadi kalau kita nonton tayangan-tayangan yang bagus kan paling-paling juga ….
Y:
kalau ini ada kaitannya dengan bisnis, bagaimana ibu melihat peta. Baik (tak terdengar)
N:
kompetitif ya, tapi saya gak punya datanya, tapi saya kadang-kadang aja baca. Kemarin katanya RCTI paling tinggi, itu e…. kompetisi itu sangat ketat di broadcast, bahkan mengkritik seandainya 11 stasiun itu sendiri-sendiri. Sekarang sudah merger (gabung) gitu, GLOBAL, RCTI, TPI itu MNC, itu satu induk. LATIVI sama ANTV, TRANS 7 sama TRANS TV, SCTV katanya juga
akan gabung, tapi sama TV kabel, trus INDOSIAR ama apa. Jadi memang menurut pengamatan media ini adalah hokum alam. Jadi bukan hanya yang kuat yang besar, tapi kelemahannya juga buat masyarakat bahaya juga. Ini jadi monopolistic. Kayak MNC, ini sebenarnya kalau di kode etik gak boleh. Jadi dia punya TV, dia punya TV kabel juga, dia punya radio, Itu gak boleh. Akhirnya dia memainkan monopoli ke masyarakat, itu bahaya. Kalau missal menyangkut hajat hidup orang banyak, missal harga gula mahal, gak ada dimana-mana bagaimana kalau dia bohong dan masyarakat percaya nah itulah, kalau dari bisnis ini masuk ke media dan persoalannya kan akan jadi kompleks. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak,dalam pengertian informasinya.