138
VI.
PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN 2011-2015
6.1. Hasil Validasi Model Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) atau nilai kedekatan variabel endo gen hasil pe ndugaan terhadap nilai aktual selama periode pengamatan digunakan sebagai alat validasi model sebelum dilakukan simulasi historis dan peramalan.
Sedangkan untuk melihat seberapa dekat garis regresi yang
terestimasi dengan data aktual digunakan koe fisien determinasi atau coefficient of determination (R²). Selain itu validasi juga dilakukan dengan menggunakan kriteria penyimpangan statistik dengan peramalan Theil (Theil Forecast Error Statistic), yang meliputi: (1) proporsi dekomposisi dari Mean Squares Error, yaitu (a) proporsi bias (Um), (b) proporsi regresi (Ur), (c) proporsi distribusi kesalahan non sistimatik (Ud), dan (2) Inequality Coefficient dari U-Theil. Pada dasarnya apabila nilai RMSPE da n U-Theil semakin kecil dan nilai R² membesar kondisi tersebut menggambarkan pendugaan model yang semakin baik. Nilai koefisien U-Theil (U) berkisar antara 1 dan 0.
Jika U = 0, maka pendugaan model
sempurna, jika U=1, maka pendugaan model naif. Hasil validasi mode l terhadap 65 persamaan pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa 32 persamaan (49.23 persen) mempunyai nilai RMSPE dibawah 20 persen. Proporsi dekomposisi diperoleh 28 persamaan (43.08 persen) mempunyai nilai proporsi bias (Um) dibawah 30 persen; dan 46 persamaan (70.77 persen) mempunyai bias proporsi regresi (Ur) dibawah 30 persen dan 21 persamaan (32.31 persen) mempunyai bias proporsi distribusi (Ud) di atas 70
166
persen. Sedangkan berdasarkan penyimpangan peramalan U-Theil didapatkan 50 persamaan (76.92 persen) mempunyai nilai dibawah 20 persen. Adapun nilai (R2 )
koefisien determinasi menunjukkan 50.77
dari
masing- masing
persamaan
perilakunya
persen dari persamaaan struktural atau seba nyak 33
persamaan dari 55 persamaan struktural mempunyai koefisien determinasi (R2 ) lebih besar dari 80 persen. Validasi terhadap mode l dengan menggunakan nilai RMSPE dan U-Theil serta R² menunjukkan bahwa secara keseluruhan model ini cukup valid untuk digunakan sebagai model pendugaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun dalam penelitian ini mempunyai keterandalan yang cukup ba ik untuk analisis simulasi historis maupun peramalan. Berdasarkan RMSPE, hal penting yang ditunjukkan dari Tabel 67 adalah bahwa variabel harga do mstik merupakan variabel yang memegang peranan utama dan sangat krusial dalam model.
Selain karena hubungannya didalam
system, variabe l harga mempengaruhi dan dipengaruhi secara langsung oleh variabel endogen di dalam model.
Hasil selanjutnya diikuti oleh variabel
permintaan tepung terigu dan biji gandum. Kondisi ini diduga karena permintaan dipengaruhi oleh dua variabel dependen. Hasil yang kurang baik diperlihatkan impor tepung dan gandum, hal ini diduga karena adanya faktor residual dari masing- masing persamaan dalam model. 6.2. Hasil Pe ramalan Dampak Kebijakan Hasil peramalan dari model industri penggilingan tepung terigu
di
Indo nesia menunjukka n bahwa permintaan tepung terigu Indonesia cenderung meningkat dari tahun 2011 sampai dengan 2015.
Permintaan tepung terigu
167
Indo nesia tahun 2011 diperkirakan 4 084 201 ton sedangkan tahun 2015 sebesar 4 509 175 ton.
Permintaan tepung terigu Indonesia tersebut dipenuhi dari
produksi tepung terigu dalam negeri dan impor. Produksi tepung terigu dalam negeri tahun 2011 diperkirakan mencapai 3 248 296 ton sedangkan tahun 2015 sejumlah 3 543 229 ton.
Produksi tepung terigu tersebut dibuat dari bahan baku
berupa biji gandum yang dapat dikonversi sebagai tepung terigu pada tahun 2011 diperkirakan mencapa i 4 389 590 ton sedangkan tahun 2015 sebesar 4 788 148 ton. Seiring dengan meningkatnya permintaan tepung terigu, impor tepung terigu tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 135 575 ton sedangkan tahun 2015 sebesar 151 681 ton. Harga impor biji gandum Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan sebesar US$.343/ton dan tahun 2015 sebesar US$.345/ton,
sedangkan harga
impor
tepung terigu pada tahun 2011 diperkirakan sebesar US$.426/ton dan tahun 2015 sebesar US$.441/ton, harga
tepung terigu di tingkat industri tahun 2011
diperkirakan sebesar Rp.3 130,-/kg dan tahun 2015 sebesar Rp.3 421,-/kg, harga tepung terigu di tingkat pedagang besar diperkirakan pada tahun 2011 sebesar Rp.3 199,-/kg dan tahun 2015 sebesar Rp.3 491,-/kg, harga tepung terigu di tingkat pedagang eceran diperkirakan pada tahun 2011 sebesar Rp.3 302,-/kg,dan tahun 2015 sebesar Rp.3 554,-/kg. Berdasarkan hasil peramalan pada Tabel 67 terlihat bahwa impor biji gandum dunia, impor biji gandum Indonesia, produksi tepung terigu Indonesia, impor tepung terigu Indonesia, harga biji gandum dunia, dan harga tepung terigu dunia, serta harga tepung terigu Indonesia
meningkat setiap tahunnya.
168
Kecenderungan ini menunjukkan bahwa walau harga tepung terigu naik, permintaan terhadap tepung terigu tidak menurun tetapi tetap naik. Tabel 67. Hasil Ramalan terhadap Beberapa Variabel Endogen Tahun 2011-2015 Variabel
Satuan
Tahun 2003
Tahun 2011
Tahun 2011
Impor Biji Gandum Dunia Harga Biji Gandum Dunia Permintaan Biji Gandum Indonesia untuk Industri Tepung Impor Biji Gandum Indonesia Harga Impor Biji Gandu m Indonesia Impor Tepung Terigu Dunia Harga Tepung Terigu Dunia Permintaan Tepung Terigu Indonesia Produksi Tepung Terigu Indonesia Impor Tepung Terigu Indonesia Harga Impor Tepung Terigu Indonesia Harga Tepung Terigu Indonesia di Industri Harga Tepung Terigu di Pedagang Besar Harga Tepung Terigu di Pedagang Eceran
Ton $/Ton Ton
109 679 014 131 3 799 887
104 818 716 129 4 389 590
106 496 047 129 4 788 148
Ton $/Ton
3 502 373 124
4 594 511 343
5 015 901 345
Ton $/Ton Ton
8 182 540 207 3 155 199
9 644 408 306 4 084 201
9 905 907 328 4 509 175
Ton Ton $/Ton
2 811 916 121 385 165
3 248 296 135 575 426
3 543 229 151 681 441
Rp/Kg
2 490
3 130
3 421
Rp/Kg
2 556
3 199
3 491
Rp/Kg
2 578
3 302
3 554
Pada Tabel 67 ditunjukkan bahwa harga tepung terigu domestik di tingkat pedagang eceran, semenjak 2003 sampai dengan tahun 2015 diperkirakan terjadi peningkatan 37.86 persen, permintaan tepung terigu meningkat 42.91 persen, produksi tepung terigu meningkat 6.01 persen, impor tepung terigu naik 24.96 persen, impor biji gandum Indo nesia meningkat 43.21 persen.
Selain itu terjadi
kecenderungan perbandingan antara impor tepung terigu Indonesia dengan produksi tepung terigu Indo nesia yang tetap. Pada tahun 2003 perbandingan impor tepung terigu Indonesia dengan produksi tepung terigu Indonesia sebesar 4.32 persen, tahun 2011 menjadi 4.17 persen dan 4.28 persen pada tahun 2015. Dilihat dari sisi produsen tepung terigu domestik, peningkatan impor tepung terigu perlu diwaspadai agar tidak berpengaruh negatif terhadap industri
169
penggilingan tepung terigu sehingga mengganggu industri dalam negeri yang berdampak pada penguasaan pasar dan lapangan pekerjaan. Sedangkan dari sisi konsumen, peningkatan impo r tepung terigu memberikan alternatif pilihan, walau kalau dilihat dari harga domestik belum menguntungka n masyarakat. Cadangan devisa Indonesiapun terlihat aka n berkurang dengan meningkatnya pengeluaran akibat naiknya; impo r biji gandum Indo nesia, harga impor biji gandum Indo nesia, impor tepung terigu Indonesia, dan harga impor tepung terigu Indo nesia. Adapun skenario yang dilakukan pada simulasi peramalan adalah sebagai berikut: 6.2.1. Kuota I mpor Biji Gandum sebesar 90 pe rsen Penerapan simulasi kuota impor biji gandum Indonesia sebesar 90 persen atau 4 324 014 ton berdampak sebagaimana disajikan pada Tabel 68 dan 69. Tabel 68. Dampak Simulasi Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen Variabel Impor Biji Gandum Dunia (MT) Ekspor Biji Gandum Dunia (MT ) Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) Impor Tepung Terigu Dunia (MT) Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) Harga Impor T epung Terigu Indonesia (US$/Ton) Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) Impor Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) Produksi Tepung Terigu (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) Permintaan T epung Terigu Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Makanan (MT) Permintaan T epung Terigu Indonesia (MT)
Dasar 105 604 922.40 104 562 043.40 130.93 7 882 681.25 9 777 205.05 317.99 345.61 434.13 3 276.91 3 346.34 3 429.48 2 636 720.88 853 579.81 424 309.73 4 804 553.67 4 804 553.67 4 588 365.60 3 395 390.48 20 561.47 9 270.06 21 397.85 143 600.40 202 144.80 175 706.00 2 531 760.20 1 387 113.00 4 296 724.05
Hasil Simulasi Nilai (%) 105 133 439.80 104 524 245.65 126.20 7 882 713.68 9 784 862.39 318.41 344.26 434.42 3 278.24 3 347.67 3 430.62 2 372 920.79 768 254.32 381 890.17 4 324 014.21 4 324 014.21 4 129 444.00 3 055 788.55 20 605.30 10 406.54 27 906.03 151 288.40 202 119.20 175 684.80 2 531 453.40 1 386 944.20 4 296 201.43
-0.45 -0.04 -3.61 0.0004 0.08 0.13 -0.39 0.07 0.04 0.04 0.03 -10.00 -10.00 -10.00 -10.00 -10.00 -10.00 -10.00 0.21 12.26 30.42 5.35 -0.01 -0.01 -0.01 -0.01 -0.01
170
Penerapan simulasi kuota impor biji gandum Indonesia sebesar 90 persen dilakukan dalam rangka melihat respon dan arah dampak kebijakan kuota impor biji gandum Indonesia sebesar 90 persen, apakah kegiatan impor tepung terigu lebih menguntungkan daripada impor biji gandum yang kemudian diolah menjadi tepung terigu.
Dengan kata lain, dengan dilakukannya pembatasan impor biji
gandum diharapkan kebutuhan tepung terigu domestik dapat dipenuhi dari impor tepung
terigu.
Selanjutnya
dilakukan
analisis
apakah
kebijakan
ini
menguntungkan konsumen atau produsen tepung terigu domestik. Analisis makro terhadap simulasi peramalan penerapan kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen sepanjang masa simulasi, menunjukkan: 1.
Dampak langsung dari penerapan kebijakan ini adalah turunnya impor biji gandum Indo nesia menjadi 4 324 014 ton. Penurunan ini berdampak pada turunnya impor biji gandum dunia menjadi 101 133 439 ton, atau turun sebesar 0.45 persen. Sebagai negara yang termasuk lima besar pengimpor biji gandum dunia adalah sangat wajar ketika turunnya impor biji gandum dari Indonesia mempengaruhi impor biji gandum dunia.
2.
Harga biji ga ndum dunia turun sebesar 3.61 persen menjadi US$.126.20/ton. Penurunan harga biji gandum dunia sebesar 3.61 persen yang lebih besar daripada penurunan impor biji gandum 0.45 persen sesuai de ngan elastisitas harga biji gandum dunia terhadap impor biji gandum yang elastis. Dalam mod el, elastisitas impor biji gandum dunia dari harga biji gandum dunia sebesar 2.02, artinya terjadi penurunan harga biji gandum dunia sebesar 2.02 sebagai respon penurunan impor biji gandum sebesar 1 persen. Dampak
171
penurunan yang lebih besar dari nilai elastisitas diduga karena dampak proses transmisinya yang tidak sempurna. 3.
Harga biji gandum dunia yang turun menyebabkan harga impor biji gandum Indo nesia turun 0.39 persen menjadi US$.344.26/ton. Kondisi ini sesuai dengan teori bahwa harga produk suatu komoditi dapat dihitung melalui transmisi harga, dalam hal ini adalah harga biji gandum dunia atau melalui kekuatan permintaan dan penawaran biji gandum Indonesia. Dalam model, harga biji gandum Indo nesia dipe ngaruhi oleh harga biji gandum dunia, sehingga ketika harga biji gandum dunia turun maka akan berdampak pada turunnya harga biji gandum Indonesia. Penurunnya harga biji gandum dunia yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pe nur unan di harga impor biji gandum Indo nesia menunjukkan bahwa perubahan harga di pasar dunia tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik.
Transmisi harga
biji gandum yang tidak sempurna ini, terjadi pula pada tata niaga jagung dan kedelai, dimana perkembangan harga di tingkat petani tidak mengikuti perkembangan harga di pasar dunia (Kustiari dan Nuryanti, 2008). 4.
Permintaan biji gandum Indo nesia sama de ngan impo r biji gandum Indonesia sebesar 4 324 014 ton atau turun 10 persen.
Permintaan biji
gandum Indo nesia diprok si dari impor biji gandum Indo nesia karena seluruh permintaan biji gandum Indonesia dipenuhi dari impor. Impor biji gandum yang dibatasi berdampak pada turunnya sumber bahan baku tepung terigu, dan selanjutnya menyebabkan terjadi penurunan produksi tepung terigu Indo nesia sebesar 10 persen menjadi 3 055 788 ton.
172
5.
Produksi tepung terigu Indonesia
yang
berkurang berdampak pada
menurunnya penawaran tepung terigu domestik. Penawaran tepung terigu di pasar domestik yang berkurang mendorong harga tepung terigu di tingkat industri naik 0.304 persen menjadi Rp.3 278,-/kg, harga tepung terigu di tingkat pedagang besar naik 0.04 persen menjadi Rp.3 347,-/kg, harga tepung terigu di tingkat pedagang eceran naik menjadi Rp.3 430,-/kg atau naik 0.03 persen. Pada model, elastisitas produksi dari harga tepung terigu di tingkat industri tepung terigu sebesar - 0.015 yang berarti bersifat inelastis. Sehingga adalah wajar bila digabung dengan pengaruh variabel lainnya dalam persamaan harga tepung terigu di tingkat industri tepung terigu, perubahan produksi tepung terigu turun 10 persen direspon dengan kenaika n harga yang sangat kecil atau 0.04 persen. Adapun elastisitas harga tepung terigu ditingkat industri dari harga tepung terigu ditingkat pedagang besar = 1, artinya terjadi perubahan harga tepung terigu ditingkat pedagang besar sebesar satu persen sebagai respon dari kenaikan harga tepung terigu di tingkat industri sebesar 1 persen.
Sedangkan elastisitas harga tepung
terigu di tingkat pedagang eceran inelastis terhadap harga tepung terigu di tingkat pedagang besar, sehingga wajar ketika terjadi kenaikan harga ditingkat pedang besar 0.04 persen hanya menyebabkan terjadinya kenaikan harga tepung terigu ditingkat pedagang eceran sebesar 0.03 persen. 6.
Naiknya harga tepung terigu do mestik menyebabkan permintaan tepung terigu Indonesia turun setara 0.01 persen menjadi sebesar 4 296 201 ton, terdiri dari; permintaan tepung terigu untuk industri makanan turun sebesar 0.01 persen menjadi 1 386 944 ton, permintaan tepung terigu untuk industri
173
kecil dan menengah turun 0.01 persen menjadi 2 531 453 ton, permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sebesar 175 684 ton atau turun 0.01 persen, permintaan tepung terigu untuk digunakan sendiri turun sebesar 0.01 persen menjadi 202 119 ton.
Sebagai barang normal, harga komoditi
yang naik akan berdampak pada menurunnya permintaan barang tersebut. Selain itu penurunan permintaan ini juga sesuai denga n elastisitas dari masing- masing permintaan yang inelatis terhadap harga tepung terigu, artinya perubahan satu persen harga tepung terigu yang direspon kurang dari satu persen permintaan. Kondisi elastisitas permintaan terhadap harga yang inelastis ini sesuai dengan temuan Djanuwardi (1990) menyatakatan bahwa koefisien elastisitas harga dari permintaan terigu < 1, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. 7.
Permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor.
Produksi yang menurun menyebabkan terjadi peningkatan impor
tepung Indonesia sebesar 5.35 persen menjadi 151 288 ton. Impor tepung terigu Indonesia tersebut berasal dari Jepang sebesar 10 406 ton atau naik 12.26 persen, dari Australia sebesar 20 605 ton naik 0.21 persen, dari Singapura sebesar 27 906 ton atau naik 30.42 persen. 8.
Impor tepung terigu dunia naik setara sebesar 0.08 persen menjadi sebesar 9 784 862 ton. Impor tepung terigu dunia sebagai penjumlahan dari impor tepung terigu negara pengimpor tepung terigu akan meningkat sejalan dengan meningkatnya salah satu negara pengimpor tepung terigu. Ketika impor tepung terigu Indonesia meningkat maka impor tepung terigu dunia naik. Selanjutnya meningkatnya impor tepung terigu dunia menyebabkan
174
harga tepung terigu dunia naik 0.13 persen menjadi US$.318.41/ton da n berdampak pada naiknya harga impor tepung terigu Indonesia sebesar 0.07 persen menjadi US$.434.42/ton 9.
Konsumen tepung terigu mengalami pe nurunan surplus ko nsumen rata-rata sebesar Rp.8 022 084 652,-/tahun, yang diperoleh dari gabungan penurunan surplus konsumen
tepung terigu di industri makanan, industri kecil
menengah, ind ustri rumahtangga da n ko nsumen rumahtangga. Sedangkan produsen memperoleh tambahan surplus produsen yang merupakan gabungan antara surplus prod usen tepung terigu da n surplus ko nsumen biji gandum sebesar Rp.78 952 362 531,-/tahun.
Adapun Pemerintah tidak
memperoleh pendapatan dari pe nerapa n kebijakan kuota impor biji gandum. Secara keseluruhan terjadi penambahan surplus produsen dan konsumen sebesar Rp.70 930 277 879,-/tahun. Tabel 69. Dampak Simulasi Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 Persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Prod usen Tepung Terigu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
10.
Komponen Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandu m Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1 + 2) Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri M akanan Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil M enengah Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7)
Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) Kehilangan Devisa Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8)
Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9)
Satuan Rp Rp Rp Rp
Nilai 4 290 034 054.95 74 662 328 476.32 78 952 362 531.27 -5 714 295 444.20
Rp
-1 844 748 038.00
Rp
- 233 674 882.00
Rp Rp $ USA Rp Rp Rp
- 229 366 288.00 - 8 022 084 652.20 .00 18 833 548 081 074.70 -2 042 140 980 571.94 70 930 277 879.07 70 930 277 879.07
Indo nesia akan kehilangan devisa sebesar Rp.18 833 548 081 074,-/tahun atau turun Rp.2 042 140 980 571,-/tahun bila dibandingka n tanpa kebijakan.
175
Kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen menyebabkan terjadinya peningkatan impor tepung terigu Indo nesia. Hal ini sesuai kaidah barang substitusi yang mempunyai tanda yang berbeda dengan barang pokok, ketika permintaan barang pokok dibatasi maka permintaan barang substitusinya naik.
Artinya pemenuhan kebutuhan tepung terigu domestik Indo nesia yang
berkurang karena berkurangnya penawaran tepung terigu dari produksi domestik akibat impor biji gandum yang dibatasi, dipenuhi dengan meningkatkan impor tepung terigu. Dilihat pengaruhnya terhadap harga biji gandum dunia, dampak dari kuota impor biji gandum menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan kemampuannya mempengaruhi harga biji gandum dunia. Ketika kebijakan kuota impor diterapkan 90 persen, terjadi penurunan harga biji gandum dunia sebesar 3.61 persen. Konsumen tepung terigu di tingkat pengecer, pedagang besar da n industri mengalami kerugian karena naiknya harga. Kerugian konsumen ini juga ditunjukkan dengan turunnya surplus konsumen. Harga yang meningkat juga merugikan industri sekunder yang membeli tepung terigu sebagai bahan baku. Harga yang meningkat akan mengurangi daya beli konsumen, selanjutnya akan mengurangi produksi industri terkait dan berdampak pada lapangan pekerjaan. Ditinjau dari sisi produsen industri penggilingan tepung terigu, penerapan kebijakan ini berdampak pada produksi tepung terigu yang turun dengan harga jua l yang naik, namun produsen secara keseluruhan memperoleh tambahan surplus produsen. Secara keseluruhan, masyarakat memperoleh tambahan surplus
176
produsen dan konsumen. Dari sisi devisa Indonesia, kebijakan ini menguntungkan Indo nesia ka rena terjadi penghematan dari kemungkinan kehilangan devisa. Disisi ketahanan pangan, turunnya impor biji gandum walau diikuti peningkatan impor tepung terigu namun secara keseluruhan terjadi penghematan devisa, sehingga kebijakan ini dapat digunakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor. Ketakutan akan terjadi kekurangan pangan dapat dijawab dengan kondisi bahwa pada saat ini rasio pangan di luar biji gandum Indo nesia telah mendekati ideal, sehingga berkurangnya penawaran tepung terigu akibat adanya kuota impor biji gandum diharapkan tidak mempengaruhi kondisi pangan nasional. Kendala dari penerapan simulasi kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen ini adalah: (1) impor biji gandum dilakukan oleh masingmasing industri pengolahan biji gandum menjadi tepung terigu beberapa yang bergabung di asosiasi,
dan hanya
(2) pengenaan kuota pada impor biji
gandum melanggar kaidah perdagangan bebas, namun sebagai upaya mengurangi kerugian negara karena kehilangan cadangan devisa diperkenankan untuk melakukan pengaturan, dan (3) kemungkinan terjadinya penyeludupan karena harga tepung terigu domestik meningkat. 6.2.2. Pelaranga n Impor Tepung Terigu Simulasi pelarangan impor tepung terigu dilakukan dalam rangka melihat arah dan respon dari alternatif kebijakan, apakah kegiatan pelarangan impor tepung terigu lebih menguntungkan.
Dengan kata lain, dengan dilakukannya
pelarangan impor tepung terigu diharapkan kebutuhan tepung terigu domestik dapat dipenuhi dari industri penggilingan tepung terigu dalam negeri. Selanjutnya
177
dilakukan analisis apakah kebijakan ini menguntungkan konsumen atau produsen tepung terigu domestik. Dampak pelarangan impor tepung terigu terhadap kinerja industri tepung terigu Indonesia sebagaimana disajikan pada Tabel 70 dan 71. Tabel 70. Dampak Simulasi Pelarangan Impor Tepung Terigu Variabel Impor Biji Gandum Dunia (MT) Ekspor Biji Gandum Dunia (MT ) Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) Impor Tepung Terigu Dunia (MT) Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) Harga Impor T epung Terigu Indonesia (US$/Ton) Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) Impor Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) Produksi Tepung Terigu (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) Permintaan T epung Terigu Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Makanan (MT) Permintaan T epung Terigu Indonesia (MT)
Dasar 105 604 922.40 104 562 043.40 130.93 7 882 681.25 9 777 205.05 317.99 345.61 434.13 3 276.91 3 346.34 3 429.48 2 636 720.88 853 579.81 424 309.73 4 804 553.67 4 804 553.67 4 588 365.60 3 395 390.48 20 561.47 9 270.06 21 397.85 143 600.40 202 144.80 175 706.00 2 531 760.20 1 387 113.00 4 296 724.05
Hasil Nilai 106074 652.85 104599 140.50 135.55 7882 021.73 9634 165.67 310.36 346.93 428.87 3 274.45 3 343.89 3 427.36 2754 547.72 1122 859.55 515 701.51 5283 052.04 5283 052.04 5066 864.00 3749 479.29 0.00 0.00 0.00 0.00 202 190.80 175 744.80 2532 317.40 1387 418.60 4297 672.06
(%) 0.44 0.04 3.53 -0.01 -1.46 -2.40 0.38 -1.21 -0.08 -0.07 -0.06 4.47 31.55 21.54 9.96 9.96 10.43 10.43 -100 -100 -100 -100 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
Analisis makro terhadap simulasi peramalan kebijakan pelarangan impor tepung terigu terhadap kinerja industri tepung terigu Indonesia menunjukkan: 1.
Impor tepung terigu Indo nesia yang dilarang berdampak pada turunnya impor tepung terigu dunia rata-rata tahun 2011 – 2015 setara 1.46 persen menjadi 9 634 165 ton.
2.
Turunnya volume impor tepung terigu dunia menyebabkan harga tepung terigu dunia turun setara 2.40 persen menjadi US$.310/ton. Dampak ini
178
sesuai dengan kaidah ekonomi ketika permintaan terhadap suatu komoditi turun akan berdampak pada turunnya harga komoditi dimaksud. Selain itu sebagai produk yang tidak tahan lama, permintaan yang turun akan direspon langsung oleh prod usen de ngan menurunkan harga sehingga produk segera terjual. Turunnya harga tepung terigu dunia yang lebih besar dari turunnya impor tepung terigu dunia diduga karena adanya pengaruh diluar pengaruh elastisitas impor tepung terigu dunia dari harga tepung terigu dunia yang ine lastis. 3.
Harga impor tepung terigu Indonesia turun setara 1.21 persen dari US$.434.55/ton menjadi US$.428.87/ton, diikuti harga tepung terigu Indo nesia di tingkat industri turun 0.08 persen menjadi Rp.3 274.45,-/kg, turun di tingkat pedagang besar menjadi Rp.3 343.89,-/kg (0.07 persen), dan turun 0.06 persen di tingkat pedagang eceran menjadi Rp.3 427.36,-/kg. Penurunan harga tepung terigu di tingkat domestik selain disebabkan oleh turunnya harga tepung terigu dunia juga karena adanya perubahan pola permintaan yang tadinya berupa impor tepung terigu menjadi permintaan dalam bentuk impor biji gandum yang harganya lebih murah, sehingga harga jual tepung terigu di tingkat lok al menjadi tur un. Turunny a harga di tingkat domestik merupakan konsekuensi ketika harga domestik merupakan transmisi dari harga di tingkat dunia sehingga ketika harga dunia turun maka harga di tingkat domestik akan ikut turun.
4.
Permintaan tepung terigu Indo nesia naik 0.02 persen dari 4 296 724 ton menjadi 4 297 672 ton. Permintaan tepung terigu Indonesia merupakan penjumlahan dari permintaan tepung terigu untuk digunakan sendiri sebesar
179
202 190 ton atau naik 0.02 persen, permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sejumlah 175 744 ton atau naik 0.02 persen, permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan menengah sebesar 2 532 317 ton atau naik 0.02 persen, permintaan untuk industri makanan dan minuman naik 0.02 persen menjadi 1 387 418 ton. Sebagai barang normal ada lah suatu kondisi yang logis ketika permintaan barang normal meningkat sejalan dengan turunny a
harga barang normal. Turunnya harga tepung terigu
domestik menyebabkan permintaan tepung terigu Indonesia naik. Adapun permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam ne geri dan impor serta stock. 5.
Impor biji gandum Indo nesia seba gai ba han baku industri penggilingan tepung terigu naik menjadi 5 283 052 ton atau naik 9.96 persen. Impo r biji gandum Indo nesia dipenuhi dari Amerika Serikat sebesar 515 701 ton atau naik 21.54 persen, impor dari Kanada sejumlah 1 122 859 ton atau naik sebesar 31.55 persen, impor dari Australia sebesar 2 754 547 ton atau naik 4.47 persen. Kenaikan impor biji gandum ini sesuai dengan harapan, ketika impor tepung terigu dilarang maka impor biji gandum sebagai bahan substitusi akan meningkat, sehingga produsen penggilingan tepung terigu domestik dapat meningkatkan produksi tepung terigunya.
6.
Impor biji gandum dunia naik setara 0.44 persen menjadi 106 074 652 ton, naiknya impor berdampak pada naiknya harga biji gandum dunia sebesar 3.53 persen menjadi US$.135.55/ton.
Impor biji gandum dunia sebagai
penjumlahan impor dari negara pengimpor biji gandum negara akan meningkat dengan meningkat impor biji gandum Indo nesia.
180
7.
Produksi tepung terigu Indo nesia na ik 10.43 persen jadi 3 749 479 ton. Produksi tepung dimaksud merupakan hasil da ri pe ngolahan biji gandum sebesar 5 066 864 ton atau naik 10.43 persen.
Permintaan biji gandum
untuk diolah menjadi tepung terigu tersebut dipenuhi dari impor biji gandum dan stock. 8.
Konsumen tepung terigu memperoleh tambahan surplus konsumen rata-rata sebesar Rp.14 827 119 171,-/tahun, sedangkan produsen mengalami pengurangan surplus produsen sebesar Rp.89 460 991 953,-/tahun. Sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan surplus produsen dan konsumen sebesar Rp.74 633 872 781,-/tahun. Tabel 71. Dampak Simulasi Pelarangan Impor Tepung Terigu terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
9.
Komponen Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+2) Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri M akanan Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil M enengah Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu(4+5+6+7)
Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) Kehilangan Devisa Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8)
Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9)
Indo nesia
Satuan Rp Rp Rp Rp
Nilai
-8 788 189 817.10 -80 672 802 136.13 -89 460 991 953.23 10 571 107 215.30
Rp
3 398 801 210.00
Rp
430 527 230.00 426 683 516.00
Rp Rp $ USA Rp Rp Rp
14 827 119 171.30 .00 22 208 634 292 422.20 1 332 945 230 775.49 - 74 633 872 781.93 - 74 633 872 781.93
mempunyai kemungkinan pertambahan kehilangan devisa
sebesar Rp.1 332 945 230,-/tahun bila dibandingkan tanpa diterapkannya kebijakan yang menyebabkan kehilangan sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/ tahun.
181
Penerapan kebijakan pelarangan impor tepung terigu Indonesia telah mendorong peralihan pemenuhan permintaan tepung terigu Indo nesia dari impor tepung terigu ke penggunaan tepung terigu produksi dalam negeri yang dihasilkan oleh industri penggilingan tepung terigu do mestik. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya impor biji gandum Indonesia sebesar 9.96 persen menjadi 5 283 052 ton (sebagai bahan baku tepung terigu lokal). meningkatnya produksi tepung terigu
Selanjutnya berdampak pada
Indonesia sebesar 10.43 persen menjadi
sebesar 3 749 479 ton, sehingga tujuan untuk meningkatkan peran industri penggilingan tepung terigu Indo nesia dilihat dari sisi produksi tepung terigu Indo nesia terpenuhi. Perubahan pemenuhan kebutuhan tepung terigu dari impor tepung terigu yang be rharga US$.428.87/ton ke impor biji gandum yang berharga lebih rendah (US$.346.93/ton) berdampak pada turunnya harga tepung terigu domestik. Harga tepung terigu yang turun menguntungkan konsumen tepung terigu Indonesia yang membeli tepung terigu di tingkat industri, pedagang besar dan pedagang eceran, selain itu keuntungan konsumen juga ditunjukka n dengan bertambahnya surplus konsumen. Dilain pihak pengusaha mengalami kerugian dengan turunnya surplus produsen.
Di tingkat produsen dan konsumen, secara keseluruhan terjadi
penurunan surplus produsen dan konsumen, karena penurunan surplus produsen yang lebih besar dari penambahan surplus konsumen.
Di tingkat kesejahteraan
rakyat, masyarakat mengalami penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat sebesar penurunan surplus produsen dan konsumen, karena tidak adanya tambahan atau pengurangan penerimaan pemerintah. Disisi penerimaan devisa Indo nesia, kebijakan ini merugikan Indo nesia karena terjadi penambahan
182
kehilangan devisa. Sehingga apabila kebijakan pelarangan impor tepung terigu yang akan dikembangkan, produsen dalam hal ini industri penggilingan tepung terigu harus mendapatka n insentif yang dapat mengurangi biaya produksi, sedangkan dari sisi ketahanan pangan kebijakan ini meningkatkan ketergantungan terhadap pangan impor. Kendala dari penerapan simulasi kebijakan pelarangan impor tepung terigu adalah: (1) impor tepung terigu dilakuka n oleh pe laku industri yang tidak terintegrasi dengan penggilingan tepung terigu domestik sehingga apabila dilakukan kebijakan pelarangan impor tepung terigu maka akan menyebabkan terganggunya industri yang tidak bergabung dengan industri penggilingan tepung terigu do mestik,
(2) pengenaan kuota impor tepung terigu cenderung telah
ditinggalkan dalam perdagangan internasional dan digantikannya dengan penerapan hambatan teknis, namun sebagai upaya untuk menjaga kemandirian pangan masih dipraktekkan dalam perdagangan internasional,
dan (3)
kemungkinan terjadinya penyeludupan untuk memenuhi kebutuhan industri makanan yang tidak terintegrasi dengan industri penggilingan tepung terigu. 6.2.3. Penge naa n Tarif Bea mas uk Impor Biji Gandum sebesar 5 persen Simulasi pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen dilakukan dalam rangka melihat arah dan respon dari pemilihan kebijakan, apakah kegiatan
pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen akan
mendor ong terjadinya pe ruba han pemenuhan kebutuhan tepung terigu dari impor biji gandum menjadi impor tepung terigu.
Dengan kata lain, dengan
dilakukannya pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen diharapkan kebutuhan tepung terigu domestik dapat dipenuhi dari impo r tepung
183
terigu. Selanjutnya dilakukan analisis apakah kebijakan ini menguntungkan konsumen atau produsen tepung terigu domestik. Penerapa n kebijaka n pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen berdampak sebagaimana disajikan pada Tabel 72 dan 73. Tabel 72. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea masuk Impor Biji Gandum sebesar 5 persen Variabel Impor Biji Gandum Dunia (MT) Ekspor Biji Gandum Dunia (MT ) Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) Impor Tepung Terigu Dunia (MT) Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) Harga Impor T epung Terigu Indonesia (US$/Ton) Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) Impor Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) Produksi Tepung Terigu (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) Permintaan T epung Terigu Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Makanan (MT) Permintaan T epung Terigu Indonesia (MT)
Dasar 105 604 922.40 104 562 043.40 130.93 7 882 681.25 9 777 205.05 317.99 345.61 434.13 3 276.91 3 346.34 3 429.48 2 636 720.88 853 579.81 424 309.73 4 804 553.67 4 804 553.67 4 588 365.60 3 395 390.48 20 561.47 9 270.06 21 397.85 143 600.40 202 144.80 175 706.00 2 531 760.20 1 387 113.00 4 296 724.05
Hasil Nilai 105 583 365.33 104 560 261.18 130.71 7 882 682.52 9 777 525.69 318.01 362.82 434.14 3 291.30 3 360.69 3 441.84 2 631 229.12 843 865.11 417 527.11 4 782 564.59 4 782 564.59 4 566 376.60 3 379 118.55 20 533.66 9 322.06 21 695.65 143 922.20 201 875.60 175 480.00 2 528 517.80 1 385 332.60 4 291 206.00
(%) -0.02 -0.002 -0.17 0.000016 0.0033 0.006 5.00 0.0023 0.44 0.43 0.36 -0.21 -1.14 -1.60 -0.46 -0.46 -0.48 -0.48 -0.1353 0.56 1.3917 0.22 -0.13 -0.13 -0.13 -0.13 -0.13
Analisis makro terhadap simulasi kebijakan, menunjukkan: 1.
Impor biji gandum Indonesia turun 0.46 persen menjadi 4 782 564 ton. Impor biji gandum diperoleh dari impor dari Amerika Serikat 417 527 ton atau turun 1.60 persen, dari Kanada 843 865 ton atau turun 1.14 persen, dari Australia 2 631 229 ton atau turun 0.21 persen. Impo r biji gandum relatif inelatis terhadap peruba han harga impo r biji gandum, hasil ini ditunjukk an
184
dengan pengenaan tarif sebesar 5 persen direspo n de ngan peruba han yang sangat kecil atau tuun 0.46 persen. Kebijakan ini menunjukkan transmisi pengenaan tarif bea masuk terhadap impor biji gandum tidak secara sempurna terjadi. 2.
Permintaan biji gandum Indonesia turun 0.46 persen menjadi 4 782 564 ton. Jumlah permintaan biji gandum Indo nesia sama nilainya de ngan impo r biji gandum Indo nesia karena seluruh kebutuhan atau permintaan gandum Indo nesia dipenuhi dari impor. Dari total permintaan biji gandum tersebut yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk produksi tepung terigu sebesar 4 566 376 ton atau turun 0.48 persen sehingga produksi tepung terigu turun 0.48 persen menjadi 3 379 118 ton.
3.
Harga bahan baku yang naik menyebabkan harga tepung terigu di tingka t industri naiknya sebesar 0.44 persen menjadi Rp.3 291,-/kg, diikuti denga n naiknya harga di tingkat pedagang besar menjadi Rp.3 360,-/kg,- atau naik setara 0.43 persen da n di tingkat pedagang eceran naik setara 0.36 persen menjadi Rp.3 441,-/kg.
4.
Harga tepung terigu yang naik di semua tingkatan berdampak pada turunnya permintaan tepung terigu menjadi 4 291 206 ton atau turun 0.13 persen. Permintaan tepung Indonesia merupakan agregat dari permintaan tepung terigu untuk industri maka nan da n minuman 1 385 332 ton atau turun sebesar 0.13 persen, permintaan untuk industri kecil dan menengah sebesar turun 0.13 persen menjadi 2 528 517 ton, permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga turun 0.13 persen menjadi 175 480 ton, permintaan
185
tepung terigu untuk penggunaan sendiri sebesar 201 875 ton atau turun sebesar 0.13 persen. 5.
Permintaan yang menurun dipenuhi dari impor tepung terigu Indo nesia sebesar 143 922 ton atau naik 0.22 persen, dan produksi tepung terigu yang turun menjadi 3 379 118 ton.
Hambatan tarif pada impor biji gandum
menyebabkan terjadi peralihan pemenuhan kebutuhan tepung terigu dari impor biji gandum menjadi impor tepung terigu.
Impor tepung terigu
Indonesia berasal dari impor tepung terigu dari Jepang sebesar 9 322 ton atau naik 0.56 persen, da ri Australia sebesar 20 533 ton atau naik sebesar 0.13 persen, dari Singapura naik sebesar 0.13 persen menjadi 21 695 ton, dan negara lain. 6.
Impor tepung terigu Indo nesia yang naik menyebabkan impor tepung terigu dunia naik 0.003 persen menjadi 9 777 525 ton.
Selanjutnya berdampak
pada harga tepung terigu dunia yang na ik 0.006 persen menjadi US$.318.01/ton. 7.
Impor biji gandum Indo nesia yang turun berdampak pada impor biji gandum dunia turun 0.02 persen menjadi 105 583 365 ton.
Impor yang turun
menyebabkan harga biji gandum dunia turun 0.17 persen menjadi US$.130.71/ton. 8.
Konsumen tepung terigu mengalami pe nurunan surplus ko nsumen rata-rata sebesar Rp.86 687 868 867,-/tahun, sedangkan produsen juga mengalami pengurangan surplus produsen sebesar Rp.950 875 405 914,-/tahun. Selain itu pemerintah memperoleh pendapatan dari pajak yang diterima sebesar
186
Rp.997 325 267 708,- sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan kesejahteraan masyarakat Indonesia sebesar Rp.40 238 007 073,-/tahun. Tabel 73. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Biji Gandum Sebesar 5 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen da n Prod usen Tepung Terigu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
9.
Komponen Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+ 2) Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri M akanan Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil M enengah Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Satuan Rp Rp Rp Rp
Nilai 48 742 592 470.85 -999 617 998 384.99 -950 875 405 914.14 -61 790 156 709.75
Rp
-19 892 297 180.00
Rp
-2 519 759 550.00
Rp
-2 485 655 428.00
Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7)
Rp $ USA Rp Rp Rp Rp
Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) Kehilangan Devisa Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8)
Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9)
- 86 687 868 867.75 997 325 267 708.29 21 782 639 640 230.50 906 950 578 583.79 -1 037 563 274 781.89 - 40 238 007 073.61
Indo nesia bertambah kehilangan devisa sebesar Rp.906 950 578 583.-/tahun dibandingkan tanpa diterapkan kebijakan yang menyebabkan kehilangan devisa sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/tahun. Kebijakan pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen
direspon industri tepung terigu dengan mengurangi impor biji gandum yang menyebabkan konsumen di semua tingkatan mengalami da mpak negatif dengan naiknya harga tepung terigu di tingkat industri, pedagang besar dan pedagang eceran, turunnya surplus ko nsumen da n surplus produsen, sehingga secara keseluruhan terjadi pengurangan surplus produsen dan konsumen. Sementara itu pemerintah memperoleh masukan sesuai tarif yang ditetapkan, namun secara keseluruhan terjadi penurunan kesejahteraan masyarakat.
Turunnya surplus
produsen disaat harga tepung terigu domestik naik dikarenakan pada saat yang
187
sama produsen tepung terigu juga berperan sebagai konsumen biji gandum dengan harga impor biji gandum yang meningkat. Secara keseluruhan hanya pemerintah yang memperoleh keuntungan berupa pendapatan dari tarif yang dikenakan dikalikan jumlah impor biji gandum apabila kebijakan ini diterapkan, sedangkan konsumen dan produsen tepung terigu mengalami kerugian. Dari sisi devisa Indonesia, kebijakan ini merugikan Indo nesia karena bertambahnya kehilangan devisa.
Sedangkan dari sisi ketahanan pangan,
kebijakan ini dapat mengurangi ketergantungan pada impor biji gandum Indo nesia yang turun 0.46 persen, menjadi 4 782 564 ton, namun impor tepung terigu naik 0.22 persen, menjadi 143 922 ton. 6.2.4. Penge naa n Tarif Bea M asuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen Simulasi pengenaan tarif bea masuk impor tepung terigu sebesar 5 persen dilakukan dalam rangka
memilih alternatif kebijakan, apakah kegiatan
pengenaan tarif bea masuk impor tepung terigu sebesar 5 persen akan mendorong terjadinya perubahan pemenuhan kebutuhan tepung terigu dari impor tepung terigu menjadi impor tepung terigu.
Dengan kata lain, dengan dilakukannya
pengenaan tarif bea masuk impor tepung terigu sebesar 5 persen diharapkan kebutuhan tepung terigu domestik dapat dipenuhi dari impor biji gandum. Selanjutnya dilakukan analisis apakah kebijakan ini menguntungkan konsumen atau produsen tepung terigu domestik. Dampak penerapan kebijakan Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen terhadap kinerja industri tepung terigu Indonesia dapat dilihat pada Tabel 74 dan Tabel 75.
188
Tabel 74. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen Variabel Impor Biji Gandum Dunia (MT) Ekspor Biji Gandum Dunia (MT ) Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) Impor Tepung Terigu Dunia (MT) Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) Harga Impor T epung Terigu Indonesia (US$/Ton) Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) Impor Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) Produksi Tepung Terigu (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) Permintaan T epung Terigu Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Makanan (MT) Permintaan T epung Terigu Indonesia (MT)
Dasar 105 604 922.40 104 562 043.40 130.93 7 882 681.25 9 777 205.05 317.99 345.61 434.13 3 276.91 3 346.34 3 429.48 2 636 720.88 853 579.81 424 309.73 4 804 553.67 4 804 553.67 4 588 365.60 3 395 390.48 20 561.47 9 270.06 21 397.85 143 600.40 202 144.80 175 706.00 2 531 760.20 1 387 113.00 4 296 724.05
Hasil Nilai 105 606 098.94 104 562 136.72 130.94 7 882 679.64 9 776 853.29 317.97 345.62 455.82 3 277.95 3 347.37 3 430.37 2 637 015.86 854 253.94 424 538.47 4 805 751.52 4 805 751.52 4 589 563.40 3 396 276.89 20 462.85 9 267.21 21 146.14 143 247.20 202 125.40 175 689.80 2 531 528.80 1 386 985.60 4 296 329.57
(%) 0.00111 0.0001 0.008 -0.00002 -0.004 -0.01 0.0029 5.00 0.03 0.03 0.03 0.0112 0.079 0.0539 0.0249 0.0249 0.0261 0.0261 -0.480 -0.031 -1.18 -0.246 -0.01 -0.01 -0.01 -0.01 -0.01
Hasil analisis simulasi peramalan memperlihatkan bahwa pengenaan tarif impor tepung terigu sebesar 5 persen, menyebabkan: 1.
Harga tepung terigu Indo nesia di tingkat industri naik 0.03 persen menjadi Rp.3 277,-/kg dan harga tepung terigu Indonesia di pedagang naik 0.03 persen menjadi Rp.3 347,-/kg, serta harga di tingkat pedagang eceran naik 0.03 persen menjadi Rp.3 430,-/kg. Sesuai dengan kaidah eko nomi, harga dapat dihitung dari transmisi harga atau dari kekuatan permintaan dan penawaran atau gabunga n dari keduanya.
Sehingga adalah wajar ketika
harga impor tepung terigu meningkat karena dikenakan tarif akan meningkatkan harga tepung terigu di tingkat domestik.
189
2.
Harga yang meningkat menyebabkan permintaan tepung terigu Indonesia turun sebesar 0.01 persen menjadi 4 296 329 ton.
Permintaan tersebut
merupakan penjumlahan dari permintaan tepung terigu untuk industri makanan dan minuman sebesar 1 386 985 ton atau turun 0.01 persen, permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan menengah turun 0.01 persen menjadi 2 531 528 ton, permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sebesar 175 689 ton atau turun 0.01 persen da n permintaan untuk penggunaan rumahtangga menjadi 202 125 ton atau turun sebesar 0.01 persen. 3.
Permintaan tepung terigu Indo nesia dipenuhi dari impor tepung terigu Indonesia sebesar 143 247 ton atau turun 0.24 persen, dan produksi tepung terigu sebesar 3 396 276 ton atau naik 0.02 persen, serta stock. Impor tepung terigu berasal dari Jepang sebesar 9 267 ton atau turun 0.03 persen, dari Australia sebesar 20 462 ton atau turun 0.48 persen, dari Singapura turun 1.18 persen menjadi 21 146 ton.
4.
Impor tepung terigu Indonesia yang turun diikuti dengan turunnya impor tepung terigu dunia menjadi 9 776 853 atau turun 0.004 persen. Selanjutnya menyebabkan harga tepung terigu dunia turun 0.01 persen menjadi US$.317.97/ton.
5.
Naiknya harga tepung terigu di tingkat industri menyebabka n permintaan biji gandum untuk industri penggilingan tepung terigu naik 0.03 persen menjadi 3 589 563 ton.
Selanjutnya dikonversi menjadi produksi tepung
terigu Indonesia sebesar 3 396 276 ton atau naik 0.03 persen.
Permintaan
bahan baku tepung terigu tergantung pada harga jual tepung terigu. Ketika
190
harga tepung terigu sebagai harga output naik, maka permintaan biji gandum sebagai bahan baku naik. 6.
Permintaan biji gandum dipenuhi dari impor biji gandum Indonesia yang naik 0.0003 persen menjadi 5 242 877 ton. Impor biji gandum Indo nesia dipasok dari impor biji gandum dari Amerika Serikat sebesar 424 538 ton atau naik 0.05 persen, impo r biji gandum dari Kanada naik 0.08 persen menjadi 854 253 ton atau impor biji gandum dari Australia naik menjadi 2 637 015 ton atau naik 0.01 persen.
7.
Naiknya impo r biji gandum Indo nesia menyebabkan impor biji gandum dunia naik 0.01 persen menjadi 105 606 098 ton. Lebih lanjut berdampak pada naiknya harga biji gandum dunia sebesar 0.008 persen menjadi US$.130.94/ton, Naiknya harga biji gandum dunia menyeba bka n harga impor biji gandum Indonesia naik 0.003 persen menjadi US$.345.62/ton karena harga impor biji gandum Indo nesia ditransmisika n da ri harga biji gandum dunia.
8.
Konsumen tepung terigu mengalami pe nurunan surplus ko nsumen rata-rata sebesar Rp.6 257 111 279,-/tahun, sedangkan produsen memperoleh tambahan surplus produsen sebesar Rp.2 949 426 692,-/tahun. Sehingga terjadi pe nurunan surplus konsumen dan produsen Rp3 307 684 586,-/th. Selanjutnya
kebijakan
ini
menyebabkan
pemerintah
penerimaan sebesar Rp.37 647 903 932,-/tahun.
memperoleh
Sehingga secara
keseluruhan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia sebesar Rp.34 340 219 345,-/tahun.
191
Tabel 75. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Tepung Terigu sebesar 5 persen terhadap Kesejahteraan Kons umen da n Produsen Tepung Terigu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
9.
Komponen Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+2) Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri M akanan Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil M enengah Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Satuan Rp Rp Rp Rp
Nilai 3 531 667 032.40 - 582 240 339.94 2 949 426 692.46 -4 468 387 882.40
Rp
-1 428 660 779.00
Rp
- 180 968 837.00
Rp
- 179 093 781.00
Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7)
Rp $ USA Rp Rp Rp Rp
Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) Kehilangan Devisa Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8)
Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9)
- 6 257 111 279.40 37 647 903 932.86 20 917 077 625 705.20 41 388 564 058.56 - 3 307 684 586.94 34 340 219 345.92
Indo nesia mengalami tambahan kehilangan devisa Rp.41 388 564 058,- / tahun bila dibandingkan tanpa diterapkan kebijakan pengenaan tarif bea masuk impor tepung terigu yakni sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/tahun. Kebijakan pengenaan tarif bea masuk tepung terigu sebesar 5 persen
berdampak negatif terhadap konsumen tepung terigu Indonesia dengan naiknya harga di semua tingkatan seperti harga tepung terigu di tingkat industri, pedagang besar dan pedagang eceran. Naiknya harga tepung terigu juga berdampak negatif bagi industri makanan dan minuman yang membeli tepung terigu sebagai bahan baku pada tingkat industri. Kerugian konsumen ini juga diperlihatkan dengan terjadinya penurunan surplus konsumen. Produsen
tepung terigu Indo nesia
memperoleh dampak positif bila dilihat dari naiknya produksi tepung terigu dan harga jual di semua tingkatan, sehingga produsen memperoleh kenaikan surplus produsen. Ditingkat produsen dan konsumen, terjadi penurunan surplus produsen dan konsumen, karena penurunan surplus konsumen yang lebih besar dari tamba han s urplus prod usen. Sedangkan Pemerintah memperoleh penerimaan dari
192
kebijakan penerapan tarif bea masuk tepung terigu. Secara keseluruhan masyarakat memperoleh kenaikan kesejahteraan.
Dari sisi devisa Indonesia,
kebijakan ini menguntungkan Indo nesia karena kemungkinan terjadi penurunan kehilangan devisa. Pengenaan tarif terhadap impor tepung terigu ini efektif untuk melindungi industri penggilingan tepung terigu Indonesia dengan meningkatnya produksi tepung terigu Indonesia dan berkurangnya impor tepung terigu, namun masyarakat dirugikan de ngan naiknya harga tepung terigu domestik, selain itu kebijakan ini efektif menambah penerimaan negara dari tarif yang diterapkan. Sehingga apabila kebijakan ini yang akan diterapkan perlu dipikirkan insentif yang dapat diterima masyarakat karena membeli tepung terigu yang lebih mahal apabila dibandingkan tanpa kebijakan. Kendala dari penerapan simulasi kebijakan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen adalah: (1) pengenaan tarif bea masuk tepung terigu akan berdampak pada industri sekunder yang tidak mempunyai industri penggilingan tepung terigu, sementara industri sekunder yang mempunyai industri penggilingan tepung terigu tidak terpengaruh, dan (2) kemungkinan terjadinya penyeludupan tepung terigu untuk memenuhi kebutuhan industri makanan yang tidak terintegrasi dengan industri penggilingan tepung terigu. 6.2.5. Penambahan Kuota I mpor Biji Gandum sebesar 10 persen Dampak penerapan simulasi penambahan kuota impor biji gandum Indo nesia sebesar 10 persen terhadap kinerja industri tepung terigu Indo nesia disajikan pada Tabel 76 dan 77.
Kebijakan ini dilakukan dalam rangka; (1)
193
mengetahui arah dan respon dari alternatif kebijakan, dan (2) melindungi konsumen tepung terigu dalam negeri. Tabel 76. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen Variabel Impor Biji Gandum Dunia (MT) Ekspor Biji Gandum Dunia (MT ) Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) Impor Tepung Terigu Dunia (MT) Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) Harga Impor T epung Terigu Indonesia (US$/Ton) Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) Impor Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) Produksi Tepung Terigu (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) Permintaan T epung Terigu Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Makanan (MT) Permintaan T epung Terigu Indonesia (MT)
Dasar 105 604 922.40 104 562 043.40 130.93 7 882 681.25 9 777 205.05 317.99 345.61 434.13 3 276.91 3 346.34 3 429.48 2 636 720.88 853 579.81 424 309.73 4 804 553.67 4 804 553.67 4 588 365.60 3 395 390.48 20 561.47 9 270.06 21 397.85 143 600.40 202 144.80 175 706.00 2 531 760.20 1 387 113.00 4 296 724.05
Hasil Nilai 106 076 130.81 104 599 812.15 135.65 7 882 648.69 9 769 552.50 317.57 346.96 433.84 3 275.61 3 345.04 3 428.36 2 900 287.00 938 937.79 466 740.70 5 284 803.44 5 284 803.44 5 046 996.40 3 734 777.38 20 517.86 8 134.27 14 893.61 135 916.60 202 169.60 175 726.80 2 532 062.00 1 387 278.60 4 297 237.44
(%) 0.45 0.04 3.60 -0.0004 -0.08 -0.13 0.39 -0.07 -0.04 -0.04 -0.03 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 -0.21 -12.25 -30.40 -5.35 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Analisis makro terhadap simulasi peramalan penerapan kebijakan penamba han kuota impor biji gandum
sebesar 10 persen sepanjang masa
simulasi, menyebabkan: 1.
Dampak langsung dari penerapan kebijakan ini adalah naiknya impor biji gandum dunia menjadi 106 076 130 ton, atau naik 0.45 persen.
2.
Harga biji gandum dunia naik 3.60 persen menjadi US$.135.65/ton. Hal ini disebabkan oleh naiknya impor biji gandum dunia.
Naiknya harga biji
194
gandum dunia menyebabkan harga impor biji gandum Indonesia naik 0.39 persen menjadi US$.346.96/ton. 3.
Permintaan biji gandum untuk dikonversi menjadi tepung terigu naik sebesar 10 persen menjadi 5 284 803 ton. Meningkatnya permintaan biji gandum bahan baku tepung terigu berdampak pada meningkatnya produksi tepung terigu Indonesia sebesar 10 persen menjadi 3 734 777 ton.
4.
Naiknya produksi tepung terigu domestik menyebabkan turunnya harga tepung terigu di tingkat domestik. Harga tepung terigu di tingkat industri turun 0.04 persen menjadi Rp.3 275/kg, harga tepung terigu di tingkat pedagang besar turun 0.04 persen menjadi Rp.3 345/kg, harga tepung terigu di tingkat pedagang eceran turun 0.03 persen menjadi sebesar Rp.3 428/kg.
5.
Turunny a harga tepung terigu domestik menyebabkan permintaan tepung terigu Indonesia secara keseluruhan naik 0.01 persen menjadi 4 297 237 ton, yang terdiri dari; dari permintaan tepung terigu unt uk industri maka nan naik sebesar 0.01 persen menjadi 1 387 278 ton, permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan menengah naik 0.01 persen menjadi 2 532 062 ton, permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sebesar 175 726 ton (naik 0.01 persen), permintaan tepung terigu untuk digunaka n sendiri naik sebesar 0.01 persen menjadi 202 169 ton.
6.
Permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor.
Produksi yang meningkat menyebabkan terjadi penurunan impor
tepung Indonesia sebesar 5.35 persen menjadi 135 916 ton. Impor tepung terigu Indonesia tersebut berasal dari Jepang sebesar 8 134 ton atau turun
195
12.25 persen, dari Australia sebesar 20 517 ton turun 0.21 persen, dari Singapura sebesar 14 893 ton atau turun 30.40 persen. 7.
Turunnya impor tepung terigu Indonesia berdampak pada turunnya impor tepung terigu dunia sebesar 0.08 persen menjadi 9 769 552 ton. Selanjutnya menyebabkan harga tepung terigu dunia turun 0.13 persen menjadi US$.317.57/ton, da n harga impor tepung terigu Indonesia turun 0.07 persen menjadi US$.433.84/ton
8.
Konsumen tepung terigu memperoleh tambahan surplus konsumen rata-rata sebesar Rp.7 843 245 956,-/tahun, seda ngka n prod usen mengalami pengurangan surplus produsen sebesar Rp.87 155 208 677,-/tahun. Sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan kesejahteraan masyarakat Indo nesia sebesar Rp.79 311 962 721,-/tahun. Tabe l 77. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen da n Produsen Tepung Terigu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
9.
Komponen Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+ 2) Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri M akanan Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil M enengah Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Satuan Rp Rp Rp Rp
Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7)
Rp $ USA Rp Rp Rp Rp
Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) Kehilangan Devisa Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8)
Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9)
Nilai -4 634 609 109.00 -82 520 599 568.76 -87 155 208 677.76 5 586 074 968.50
Rp
1 803 354 540.00
Rp
228 431 320.00
Rp
225 385 128.00 7 843 245 956.50 22 932 409 542 173.30 2 056 720 480 526.64 - 79 311 962 721.26 - 79 311 962 721.26
Indonesia mempunyai kemungkinan penambahan kehilangan devisa sebesar Rp.2 056 720 480 526,-/tahun bila dibandingkan tanpa diterapkan kebijakan
196
yang menyebabkan kehilangan devisa sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/ tahun. Penamba han kuota impor biji gandum Indonesia sebesar 10 persen yang berdampak meningkatnya bahan baku untuk produksi tepung terigu sehingga produksi tepung terigu Indo nesia meningkat, menyebabkan konsumen tepung terigu di tingkat pengecer, pedagang besar dan industri mendapat keuntungan berupa
turunnya
harga
tepung terigu
domestik.
Kebijakan
ini
akan
menguntungkan konsumen seperti yang ditunjukkann de ngan meningkatnya surplus ko nsumen, namun merugikan industri penggilingan tepung terigu sebagaimana diperlihatkan dengan menurunnya surplus produsen.
Ketika
penawaran tepung terigu dari produksi domestik meningkat, importir tepung terigu mengurangi kegiatan importirnya.
Ditinjau dari sisi ketaha nan pangan,
kebijakan ini tidak baik karena meningkatkan keterga ntungan pangan nasional pada pihak asing. Data FAO (2011) menunjukkan bahwa seluruh kebutuhan biji gandum Indonesia dipenuhi oleh impor (100 persen).
Ketika kebijakan ini akan
diterapkan maka perlu dipikirkan intervensi yang dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan prod usen dan meningkatnya ketergantungan pangan impor. 6.2.6. Penambahan Kuota Impor Tepung Te rigu sebesar 50 Pe rsen Penerapan kebijakan penambahan kuota impor tepung terigu sebesar 50 persen dilakukan dalam rangka melihat arah dan respon alternatif kebijakan, apakah akan menunguntungkan konsumen tepung terigu atau produsen penggilingan tepung terigu domestik.
197
Dampak penerapan Simulasi Penambahan Impor Tepung Terigu sebesar 50 persen pada industri tepung terigu Indonesia terhadap kinerja industri tepung terigu Indo nesia dapat dilihat pada Tabel 78 dan 79. Tabel 78. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 Persen Variabel Impor Biji Gandum Dunia (MT) Ekspor Biji Gandum Dunia (MT ) Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) Impor Tepung Terigu Dunia (MT) Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) Harga Impor T epung Terigu Indonesia (US$/Ton) Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) Impor Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) Produksi Tepung Terigu (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) Permintaan T epung Terigu Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Makanan (MT) Permintaan T epung Terigu Indonesia (MT)
Dasar 105 604 922.40 104 562 043.40 130.93 7 882 681.25 9 777 205.05 317.99 345.61 434.13 3 276.91 3 346.34 3 429.48 2 636 720.88 853 579.81 424 309.73 4 804 553.67 4 804 553.67 4 588 365.60 3 395 390.48 20 561.47 9 270.06 21 397.85 143 600.40 202 144.80 175 706.00 2 531 760.20 1 387 113.00 4 296 724.05
Hasil Nilai 105 370 266.05 104 543 989.25 128.73 7 883 026.35 9 848 725.12 321.75 345.00 436.72 3 278.32 3 347.75 3 430.69 2 577 935.07 719 233.18 378 748.26 4 565 859.76 4 565 859.76 4 349 671.80 3 218 756.98 30 843.67 13 905.09 32 099.45 215 395.20 202 117.40 175 683.20 2 531 432.60 1 386 933.00 4 296 166.66
(%) -0.22 -0.02 -1.68 0.004 0.73 1.18 -0.18 0.60 0.04 0.04 0.04 -2.23 -15.74 -10.74 -4.97 -4.97 -5.20 -5.20 50.00 50.00 50.00 50.00 -0.01 -0.01 -0.01 -0.01 -0.01
Analisis makro terhadap simulasi peramalan kebijakan, menunjukkan: 1.
Impor tepung terigu Indonesia yang dibebaskan hingga meningkat 50 persen lebih besar dari tahun sebelumnya berdampak pada naiknya impor tepung terigu dunia rata-rata tahun 2011 – 2015 setara 0.73 persen menjadi 9 848 725 ton. Volume impor tepung terigu Indonesia (215 395 ton) yang masih rendah menyebabkan rendahnya pengaruh terhadap
impor tepung
terigu dunia, sehingga ketika impor tepung terigu naik cukup besar tetapi
198
pengaruhnya terhadap kenaikan impor tepung terigu dunia sangat kecil. Naiknya volume impor tepung terigu dunia menyebabkan harga tepung terigu dunia
naik menjadi US$.327.07/ton atau naik 2.66 persen
Permintaan barang normal yang meningkat berdampak pada peningkatan harga komoditi dimaksud. 2.
Harga impor tepung terigu Indonesia naik setara 1.18 persen dari US$.317.99/ton menjadi US$.321.75/ton, harga tepung terigu Indo nesia di tingkat industri naik 0.04 persen menjadi Rp.3 278,-/kg, naiknya harga di tingkat pedagang besar menjadi Rp.3 347,-/kg atau naik 0.04 persen, dan naik sebesar 0.04 persen di tingkat pedagang eceran menjadi Rp.3 430,-/kg. Harga suatu ko mod iti dapat dibe ntuk melalui transmisi harga di atasnya, atau dari kekuatan permintaan dan penawaran atau gabungan antara transmisi harga di atasnya dengan kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam kasus naiknya impor tepung terigu sebesar 50 persen, yang berdampak pada harga tepung terigu dunia naik, produksi tepung domestik turun, permintaan turun ternyata kekuatan harga tepung terigu dunia masih lebih menentukan sehingga menyebabkan harga di tingkat do mestik naik.
3.
Naiknya harga tepung terigu domestik menyebabkan permintaan tepung terigu Indonesia turun 0.01 persen menjadi 4 296 166 ton.
Permintaan
tepung terigu Indonesia merupakan penjumlahan dari permintaan tepung terigu untuk digunakan sendiri sebesar 202 117 ton atau turun 0.01 persen, permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sejumlah 175 683 ton atau turun 0.01 persen, permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan
199
menengah sebesar 2 531 432 ton atau turun 0.01 persen, permintaan untuk industri makanan dan minuman 1 386 933 ton atau turun 0.01 persen. Permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor serta stock. 4.
Produksi tepung terigu Indonesia turun 5.20 persen jadi 3 218 756 ton. Produksi tepung dimaksud merupakan hasil dari pengolahan biji gandum sebesar 4 349 671 ton atau turun 5.20 persen.
Permintaan biji gandum
untuk diolah menjadi tepung terigu tersebut dipenuhi dari impor biji gandum dan stock. 5.
Impor biji gandum Indonesia sebagai bahan baku industri penggilingan tepung terigu turun 4.97 persen menjadi 4 565 859 ton. Impor biji gandum Indonesia dipenuhi dari impor dari Amerika Serikat 378 748 ton atau turun 10.74 persen, impor dari Kanada 716 233 ton atau turun 15.74 persen, impor dari Australia turun 2.23 persen menjadi 2 577 935 ton.
Penambahan
impor tepung terigu ternyata diantisipasi dengan mengurangi impor biji gandum yang harganya lebih murah diba ndingka n dengan harga impo r tepung terigu, sehingga harga jual tepung terigu di tingkat loka l menjadi naik. 6.
Impor biji gandum Indonesia yang turun berdampak pada turunnya impor biji gandum dunia sebesar 0.22 persen menjadi 105 370 266 ton, turunnya impor biji gandum dunia berdampak pada turunnya harga biji gandum dunia sebesar 1.68 persen menjadi US$.128.73/ton.
200
7.
Konsumen tepung terigu mengalami pe nurunan surplus ko nsumen rata-rata sebesar Rp.8 504 859 379,-/tahun, sedangkan produsen mengalami pengurangan
surplus
produsen
sebesar
Rp.29.967.122.397,-/tahun.
Sehingga secara keselur uhan terjadi penurunan surplus produsen dan konsumen sebesar Rp.38.471.981.777,-/tahun. Selanjutnya terjadi juga penurunan kesejahteraan masyarakat Indonesia sebesar Rp.38.471.981.777,/tahun. Tabe l 79. Dampak Simulasi Penamba ha n Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
8.
Komponen Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+ 2) Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri M akanan Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil M enengah Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Satuan Rp Rp Rp Rp
Nilai 4 662 973 959.30 -34 630 096 357.05 -29 967 122 397.75 -6 057 987 950.55
Rp
-1 955 702 430.00
Rp
- 247 729 386.00
Rp
- 243 439 613.00
Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7)
Rp $ USA Rp Rp Rp Rp
Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) Kehilangan Devisa Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8)
Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9)
Indonesia
- 8 504 859 379.55 20 226 774 921 374.40 - 648 914 140 272.22 - 38 471 981 777.30 - 38 471 981 777.30
mempunyai kemungkinan berkurangnya kehilangan devisa
sebesar Rp.648 914 140 272,-/tahun bila dibandingkan tanpa diterapkan kebijakan, yakni sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/tahun. Penerapan kebijakan penamba han kuota impor tepung terigu Indonesia ternyata direspon oleh industri penggilingan tepung terigu dengan mengurangi impor biji gandum Indonesia sehingga harapan terjadinya penawaran tepung terigu domestik yang berlimpah tidak terjadi.
Hal ini ditunjukkan dengan
201
turunnya produksi tepung terigu Indonesia sebesar 5.20 persen menjadi 3 218 756 ton. Secara keseluruhan,
penawaran tepung terigu domestik
turun sehingga
berdampak pada naiknya harga tepung terigu lokal. Keadaan ini menunjukkan bahwa industri penggilingan tepung terigu tidak mau dirugikan akibat kebijakan pemerintah yang ingin meningkatkan penawaran tepung terigu lokal.
Produsen
melakukan kebijakan pengurangan produksi tepung terigu domestik, sehingga harga tepung terigu domestik tetap dapat dikontrol oleh produsen penggilingan tepung terigu, dalam hal ini terjadi kenaikan harga tepung terigu lokal. Dilihat dari sisi harga tepung terigu domestik yang naik, kebijakan penambahan alokasi impor tepung terigu ini berdampak merugikan konsumen tepung terigu Indonesia yang membeli tepung terigu di tingkat industri, pedagang besar dan pedagang eceran hal ini ditunjukkan pula de ngan berkurangnya surplus konsumen. Sedangkan prod usen tepung terigu do mestik mengalami kerugian dengan turunnya surplus produsen. Di tingkat kesejahteraan rakyat, masyarakat mengalami kerugian dengan turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Dari sisi devisa Indo nesia, kebijakan ini menguntungkan Indonesia karena kemungkinan berkurangnya kehilangan devisa. Kebijakan ini secara keseluruhan merugikan konsumen dan produsen, tapi menguntungkan dari sisi cadangan devisa dan ketahanan pangan sehingga apabila kebijakan penambahan kuota impor tepung terigu sebesar 50 persen yang diterapkan harus dicari intervensi yang dapat mengkonpensasi kerugian konsumen dan produsen.
202
Kendala dari penerapan simulasi kebijakan penambahan kuota impor tepung terigu adalah penamba han kuota impor tepung terigu sulit dilakukan ketika tepung terigu seba gai ba han baku maka nan merupaka n ko mod iti yang tidak tahan lama dan mudah rusak.
Saat ini konsumen utama tepung terigu impor adalah
industri makanan yang belum tergabung pada industri penggilingan tepung terigu, sehingga industri makanan dimaksud harus mengimpor bahan bakunya. 6.2.7. Simulasi Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelaranga n Impor Tepung Terigu Penerapan kebijakan gabungan simulasi kuota impor biji gandum sebesar 90 persen dan pelarangan impor tepung terigu berdampak pada industri tepung terigu Indo nesia sebagaimana disajikan pada Tabel 80 dan 81. Tabel 80. Dampak Simulasi Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu Variabel Impor Biji Gandum Dunia (MT) Ekspor Biji Gandum Dunia (MT ) Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) Impor Tepung Terigu Dunia (MT) Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) Harga Impor T epung Terigu Indonesia (US$/Ton) Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) Impor Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) Produksi Tepung Terigu (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) Permintaan T epung Terigu Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Rumahtangga (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) Permintaan T epung Terigu Industri Makanan (MT) Permintaan T epung Terigu Indonesia (MT)
Dasar 105 604 922.40 104 562 043.40 130.93 7 882 681.25 9 777 205.05 317.99 345.61 434.13 3 276.91 3 346.34 3 429.48 2 636 720.88 853 579.81 424 309.73 4 804 553.67 4 804 553.67 4 588 365.60 3 395 390.48 20 561.47 9 270.06 21 397.85 143 600.40 202 144.80 175 706.00 2 531 760.20 1 387 113.00 4 296 724.05
Hasil Nilai 105 133 983.72 104 523 254.00 125.99 7 882 021.73 9 634 165.67 310.36 344.18 428.87 3 276.87 3 346.30 3 429.45 2 372 932.80 768 191.78 381 872.95 4 323 946.46 4 323 946.46 4 129 376.80 3 055 739.07 0.00 0.00 0.00 0.00 202 143.40 175 704.60 2 531 744.20 1 387 104.20 4296696.26
(%) -0.45 -0.04 -3.77 -0.01 -1.46 -2.40 -0.41 -1.21 -0.001 -0.001 -0.001 -10.00 -10.00 -10.00 -10.00 -10.00 -10.00 -10.00 -100.0 -100.0 -100.0 -100.0 -0.001 -0.001 -0.001 -0.001 -0.001
203
Penerapan kebijaka n gabungan ini dilakukan dalam rangka memilih alternatif kebijakan yang menguntungkan produsen dan konsumen tepung terigu sehingga secara keseluruhan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Analisis makro terhadap simulasi peramalan pe nerapa n kebijaka n kuota impor biji gandum sebesar 90 persen dan pelarangan impor tepung terigu sepanjang masa simulasi, menyebabkan: 1.
Dampak langsung dari penerapan kebijakan ini adalah turunnya impor biji gandum Indo nesia menjadi 4 323 946 ton. Penurunan ini berdampak pada turunnya impor biji gandum dunia menjadi 105 133 983 ton atau turun sebesar 0.45 persen. Sebagai negara yang termasuk lima besar pengimpor biji gandum dunia adalah sangat wajar ketika turunnya impor biji gandum dari Indonesia mempengaruhi impor biji gandum dunia.
2.
Harga biji gandum dunia turun sebesar 3.77 persen menjadi US$.125.99/ton. Harga biji gandum dunia yang turun menyebabk an harga impor biji gandum Indo nesia turun 0.41 persen menjadi US$.344.18/ton.
3.
Permintaan biji gandum Indo nesia sama de ngan impo r biji gandum Indonesia sebesar 4 323 946 ton atau turun 10 persen.
Permintaan biji
gandum Indonesia diproksi dari impor biji gandum Indonesia karena seluruh permintaan biji gandum Indonesia dipenuhi dari impor. Impor biji gandum yang dibatasi berdampak pada turunnya sumber bahan baku tepung terigu dan selanjutnya menyebabkan terjadi penurunan produksi tepung terigu Indo nesia sebesar 10 persen menjadi 3 055 739 ton. 4.
Produksi tepung terigu Indonesia
yang
berkurang berdampak pada
menurunnya penawaran tepung terigu domestik. Penawaran tepung terigu
204
di pasar domestik yang berkurang ternyata berdampak pada turunnya harga tepung terigu di tingkat industri sebesar 0.001 persen menjadi Rp.3 276,-/kg, harga tepung terigu di tingkat pedagang besar turun 0.001 persen menjadi Rp.3 346,-/kg, harga tepung terigu di tingkat pedagang eceran naik menjadi Rp.3 429,-/kg atau turun 0.001 persen. Kelangkaan tepung terigu ditingkat domestik karena kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen da n pelarangan impor tepung terigu ternyata tidak menyebabka n harga tepung terigu ditingkat domestik menjadi meningkat. Turunnya harga tepung terigu ditingkat domestik dikarenakan variabel pembentuk harga ditingkat industri tidak hanya dipengaruhi oleh produksi tetapi juga dipengaruhi oleh variabel harga impor tepung terigu, variabel impor biji gandum dan permintaan tepung terigu. Ternyata turunnya harga impor biji gandum dan turunnya harga impor tepung terigu mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan dengan turunnya produksi.
Sehingga harga tepung terigu ditingkat
domestik menjadi turun, karena harga tepung terigu domestik merupakan transmisi dari harga tepung terigu ditingkat industri. 5.
Turunnya harga tepung terigu domestik menyebabkan permintaan tepung terigu Indonesia turun setara 0.001 persen menjadi sebesar 4 296 696 ton, terdiri dari; permintaan tepung terigu untuk industri makanan turun sebesar 0.001 persen menjadi 1 387 104 ton, permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan menengah turun 0.001 persen menjadi 2 531 744 ton, permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sebesar 175 704 ton atau turun 0.001 persen, permintaan tepung terigu untuk digunakan sendiri turun sebesar 0.001 persen menjadi 202 143 ton. Sebagai barang normal, harga
205
komoditi yang naik akan berdampak pada menurunya permintaan barang tersebut. 6.
Permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri dan impor. Oleh karena impor tepung terigu dilarang maka permintaan tepung terigu hanya dipenuhi dari produksi tepung terigu.
7.
Impor tepung terigu yang dilarang menyababkan impor tepung terigu dunia turun setara sebesar 1.46 persen menjadi sebesar 9 634 165 ton. Impor tepung terigu dunia sebagai penjumlahan dari impor tepung terigu negara pengimpor tepung terigu akan menurun sejalan dengan menurunnya salah satu negara pengimpor tepung terigu seterus paribus. Ketika impor tepung terigu Indonesia turun maka impor tepung terigu dunia turun. Selanjutnya turunya impor tepung terigu dunia menyebabkan harga tepung terigu dunia turun 2.40 persen menjadi US$.310.36/ton, dan berdampak pada turunnya harga impor tepung terigu Indonesia sebesar 1.21 persen menjadi US$.428.87/ton.
8.
Konsumen tepung terigu mendapat kenaikan surplus ko nsumen rata-rata sebesar Rp.240 503 483,-/tahun, yang diperoleh da ri gabungan kenaikan surplus konsumen
tepung terigu di industri makanan, industri kecil
menengah, ind ustri rumahtangga da n ko nsumen rumahtangga. Sedangkan produsen tepung terigu memperoleh tambahan surplus prod usen yang merupaka n gabungan surplus produsen tepung terigu dan surplus konsumen biji gandum sebesar Rp.27 673 309 712,-/tahun.
Sehingga secara
206
keseluruhan terjadi penambahan surplus produsen dan konsumen sebesar Rp.27 913 813 195,/ tahun. Tabel 81. Dampak Simulasi Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
11.
Komponen Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+ 2) Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri M akanan Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil M enengah Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Satuan Rp Rp Rp Rp
Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7)
Rp $ USA Rp Rp Rp Rp
Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) Kehilangan Devisa Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8)
Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9)
Nilai -51 412 866 081.00 79 086 175 793.78 27 673 309 712.77 171 868 406.20
Rp
55 484 344.00
Rp
7 028 212.00
Rp
6 122 521.00 240 503 483.20 18 032 711 970 668.10 -3 089 354 417 213.30 27 913 813 195.97 27 913 813 195.97
Indo nesia akan menghemat devisa sebesar Rp.3 089 354 417 213,-/tahun bila dibandingkan tanpa menerapkan kebijakan yang menyebabkan terjadinya kehilangan devisa sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/tahun. Kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen dan pelarangan
impor tepung terigu menyebabkan terjadinya penurunan harga tepung terigu ditingkat domestik namun tidak menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan tepung terigu domestik. Konsumen tepung terigu di tingkat pengecer, pedagang besar, da n industri memperoleh keuntungan karena turunnya harga. Keuntungan konsumen ini juga ditunjukkan dengan naiknya surplus ko nsumen. Ditinjau dari sisi prod usen industri penggilingan tepung terigu, penerapan kebijakan ini berdampak pada produksi tepung terigu yang turun de ngan harga jual tepung terigu yang turun, da n harga biji gandum seba gai ba han baku yang turun namun
207
produsen secara keseluruhan memperoleh tamba han surplus prod usen, karena walaupun harga tepung terigu turun yang menyebabkan terjadinya pengurangan surplus produsen, produsen juga memperoleh tambahan surplus produsen dari harga biji gandum (ba han baku) yang turun. Secara keseluruhan, masyarakat memperoleh tambahan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Harga tepung
terigu yang turun juga menguntungkan industri makanan dan minuman yang berbahan baku tepung terigu. Selain itu, dari sisi devisa Indonesia, kebijakan ini menguntungkan Indonesia karena terjadi penghematan dari kemungkinan kehilangan devisa. Disisi ketahanan pangan, dengan turunnya impor biji gandum dan pelarangan impor tepung terigu kebijakan ini dapat digunakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor. Ketakutan akan terjadi kekurangan pangan dapat dijawab dengan kondisi bahwa pada saat ini rasio pangan Indonesia di luar pangan yang berasal dari biji gandum telah mendekati ideal. Penerapan kebijakan gabungan ini menguntungkan konsumen, produsen, mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor dan mengurangi kemungkinan kehilangan devisa, namun tidak memberikan penerimaan negara dari kegiatan impornya.
Sehingga upaya yang harus dilakukan untuk menerapkan kebijakan
ini adalah memastikan bahwa kebijakan ini berjalan. Kendala dari penerapan simulasi kebijakan kuota impor biji gandum
sebesar 90 persen dan pelarangan
impor tepung terigu ini adalah: (1) impor biji gandum dilakukan oleh masingmasing industri pengolahan biji gandum menjadi tepung terigu beberapa yang bergabung di asosiasi,
dan hanya
(2) pengenaan kuota pada impor biji
208
gandum dan pelarangan impor tepung terigu melanggar kaidah perdagangan bebas, namun sebagai upaya mengurangi kerugian negara karena kehilangan cadangan devisa diperkenankan untuk melakukan
pengaturan, dan (3)
kemungkinan terjadinya penyeludupan untuk memenuhi kebutuhan tepung terigu. 6.3. Rangkuman : Dampak Kebijakan terhadap Kesejahte raan Saat ini, pengusaha industri makanan dan minuman berhasil menjadikan pangan be rba han baku tepung terigu sebagai salah satu pilihan pola makan, antara lain dengan dikenalnya pola makan berbahan dasar tepung terigu, seperti mie, roti, biskuit dan berbagai pangan yang berbahan baku tepung terigu. Keberhasilan ini menyebabkan pangan berbahan baku tepung terigu menjadi salah satu komoditi pangan alternatif yang dimanfaatkan oleh Indo nesia unt uk mencukupi kebutuhan pangannya. Secara ekonomis dan politis ketergantungan yang terlalu tinggi terhadap pasokan komoditas pangan, termasuk biji gandum, dari luar negeri sangat membahayakan kestabilan ekonomi dan politik Indonesia (Herawan, 2009). 5 Hasil peramalan menunjukkan bahwa perkembangan industri pengolahan tepung terigu di Indonesia selama sepuluh tahun mengarah pada industri yang mempunyai ketergantungan pada
impor (biji gandum dan tepung terigu).
Peningkatan permintaan tepung terigu menyebabkan meningkatnya impor biji gandum dan tepung terigu.
Peningkatan impor biji gandum merupakan
konsekuensi karena tanaman b iji gandum sebagai bahan baku tepung terigu belum dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, sehingga seluruh kebutuhan biji gandum harus dipenuhi dari impor biji gandum. 5
Herawan, K. T. 2009. Dalam Meretas Jalan Mengurangi Ketergantungan Akan Gandum Impor. Berita Daerah. 8 April 2009. www.beritadaerah.com
209
Ketergantungan terhadap bahan baku impor kebijakan proteksi.
mendorong diterapkannya
Adapun kebijakan tarif/kuota da lam industri tepung terigu
Indo nesia sebagai kebijakan yang sifatnya proteksi dilakukan dalam rangka: (1) melindungi industri penggilingan tepung terigu domestik, (2) melindungi dari ke mungkinan ganggu an keamanan nasional akibat dari ketergantungan impor biji gandum/tepung terigu, (3)
melindungi program nasional pemanfaatan produk
dalam negeri, (4) melindungi konsumen tepung terigu, (5) menjaga neraca perda gangan, dan (6) menciptakan penerimaan negara. Ditinjau dari sisi konsumen tepung terigu Indonesia, kebijakan yang paling menguntungkan konsumen tepung terigu Indonesia adalah kebijakan Pelarangan Impor Tepung Terigu Indonesia diikuti oleh kebijakan Peningkatan Impor Biji Gandum sebesar 10 persen. Sehingga apabila kebijakan tunggal yang akan dipilih dan hanya melihat dari sisi konsumen maka kebijakan terbaik adalah kebijakan Pelarangan Impor Tepung Terigu. Pada saat kebijakan Pelarangan Impor Tepung Terigu Indonesia tersebut diterapka n konsumen tepung terigu domestik memperoleh keuntungan berupa harga tepung terigu yang turun, selain itu keuntungan konsumen juga ditunjukka n dengan bertambahnya surplus konsumen. Dilain pihak pengusaha mengalami kerugian dengan turunnya surplus prod usen. Di tingkat produsen dan konsumen, secara keseluruhan terjadi penurunan surplus produsen dan konsumen, karena penurunan surplus produsen yang lebih besar dari penamba han surplus ko nsumen. Dilihat dari sisi produsen tepung terigu Indonesia, kebijakan yang paling menguntungkan produsen adalah kebijakan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen, da n diikuti Pengenaan Tarif Bea masuk Tepung Terigu sebesar 5 persen.
210
211
Pada saat kebijakan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen diterapka n, produksi tepung terigu turun de ngan harga jual yang naik, na mun prod usen secara keseluruhan memperoleh tambahan surplus produsen.
Secara keseluruhan,
masyaraka t memperoleh tamba han surplus prod usen da n ko nsumen. Hasil simulasi terhadap tujuh kebijakan menunjukkan bahwa simulasi gabungan kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu memberikan dampak
terbaik pada kesejahteraan masyarakat,
khusus produsen dan konsumen dengan penambahan surplus produsen dan surplus konsumen sebagaimana disajikan pada Tabel 82.
Konsumen tepung
terigu di tingkat pengecer, pedagang besar, da n ind ustri memperoleh keuntungan karena turunnya harga. Keuntungan konsumen ini juga ditunjukkan dengan naiknya surplus ko nsumen.
Ditinjau dari sisi produsen industri penggilingan
tepung terigu, penerapan kebijakan ini berdampak pada produksi tepung terigu yang turun dengan harga jual tepung terigu yang turun, dan harga biji gandum sebagai bahan baku yang turun namun produsen secara keseluruhan memperoleh tamba han surplus prod usen. Selain itu sebagai upaya untuk menjaga ketahanan pangan kebijakan gabungan ini dapat diterapkan, sehingga ketergantungan pada pangan berbahan baku tepung terigu dapat dikurangi. Adapun ketakutan akan kelangkaan tepung terigu dapat ditanggulangi dengan kenyataan bahwa tepung terigu merupakan barang mewah dan dapa t disubstitusi dengan beras. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djanuwardi (1990), bahwa beras merupakan barang substitusi dari tepung terigu.
Berdasarkan perhitungan matematis, efek substitusi antara beras
dan tepung terigu menunjukkan bahwa apabila target konsumsi tepung terigu
212
diturunka n sebesar 50 400 ton, akan berakibat naiknya konsumsi beras 46 487 ton, sedangkan apabila target konsumsi tepung terigu dinaikkan 80 031 ton akan menurunka n konsumsi beras 63 031 ton (Djanuwardi, 1990). Sedangkan simulasi kebijakan Peningkatan Impor Biji Gandum sebesar 10 persen merupakan kebijakan yang memberikan dampak terburuk bila dilihat dari kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya harga impor biji gandum dan turunnya harga tepung terigu domestik menyebabkan konsumen mendapat tambahan surplus konsumen sedangkan produsen mengalami penurunan surplus produsen, namun secara keseluruhan terjadi penurunan kesejahteraan masyarakat.