III. 3. 1.
KERANGKA TEORI
For matted: Line spacing: M ultiple 2,2 li
Tahapan Produksi dan Pasar Tepung Terigu Rangkaian kegiatan industri tepung terigu Indonesia meliputi kegiatan
pengadaan biji gandum dari
luar negeri (impor), penggilingan biji gandum
menjadi tepung terigu di dalam negeri, dan tataniaga
(kebijakan impor biji
gandum dan tepung terigu, permintaan dan penawaran tepung terigu domestik maupun dunia). gandum
Analisis model yang dilakukan meliputi tahapan sejak biji
ditawarkan di pasar gandum dunia, dikirim ke penggilingan sebagai
indus tri primer untuk diproses menjadi tepung terigu, kemudian tepung terigu dijual ke pasar untuk keperluan rumah-tangga (konsumsi langsung) maupun industri sekunder untuk diproses menjadi bahan makanan, namun tidak mengkaji pasar input untuk usaha tani gandum (antara lain: pengadaan pupuk, pestisida, dan benih)
(antara lain: pengadaan pupuk, pestisida dan benih) dan pasar produk
akhir dari industri makanan (antara lain mie, roti, dan biskuit) (antara lain: mie, roti dan biskuit). Gambar 4 5 menunjukkan bahwa setiap tahapan pengadaan biji gandum dan produksi tepung terigu Indonesia terkait dengan penawaran dan permintaan yang membentuk aliran penawaran produk, baik dalam bentuk biji gandum dan tepung terigu dan aliran permintaan input dari suatu tahapan produksi ke tahapan selanjutnya. 3. 2.
Permintaan Input dan Penawaran Output
For matted: Left: 4 cm, Right: 3 cm, Top: 3 cm, Bottom: 3 cm, Width: 21 cm, H eight: 29,7 cm
39
Permintaan input suatu usaha ekonomi dapat diturunkan dari fungsi produksi suatu usaha ekonomi, dengan asumsi bahwa produsen dimaksud bersifat rasional dan memaksimumkan keuntungan pada berbagai kendala teknologi dan pasar.
Pasarbahwa Produkpermintaan Akhir Varian (1993) ataupun pilihan terhadap Penawaran Output menyatakan Indonesia input yang berdampak kepada biaya produksi yang minimal akan tergantung pada harga dari input dan tingkat atau besarnya produksi yang akan diproduksi, selanjutnya dikenal sebagai derived factor demand.
Penawaran Output Penawaran Output Permintaan Tepung Terigu Industri Makanan dan Minuman
Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah Indonesia Permintaan Input
Permintaan Input Permintaan Tepung Terigu Rumah Tangga Indonesia
Permintaan Tepung Terigu Industri Rumah Tangga Indonesia
Permintaan Input
Permintaan Akhir
Pasar Tepung Terigu Indonesia Penawaran Output Penawaran Output Industri Primer Penggilingan Tepung Terigu Diluar Indonesia
For matted: F ont: 11 pt, Italian (Italy )
40
Industri Primer Penggilingan Tepung Terigu Indonesia
Produsen Biji Gandum Dunia
Permintaan Inputnawaran (Impor)
For matted: Italian (Italy )
Permintaannawara n Input (Impor) For matted: Justified
Penawaran Output Pasar Biji Gandum Dunia
Gambar 45. Tahapan Produksi dan Pasar Produk Industri Tepung Terigu Indonesia Varian (1993) menyatakan bahwa permintaan ataupun pilihan terhadap
For matted: Justified, Indent: F irst line: 1,27 cm, Line spacing: Double
input yang berdampak pada biaya produksi yang minimal akan tergantung pada harga dari input dan tingkat atau besarnya produksi yang akan diproduksi, selanjutnya dikenal sebagai derived factor demand.
Dengan menggunakan asumsi derived factor demand maka fungsi permintaan terhadap faktor produksi dari produk tepung terigu sebenarnya merupakan turunan permintaan yang tergantung dan diturunkan dari tingkat output perusahaan dan biaya input, modal, tenaga kerja dan input lain yang digunakan dalam proses pengadaan biji gandum hingga industri tepung terigu. 3. 2.1. Permintaan Biji Gandum dan Penawaran Te pung Terigu oleh Pengolah
For matted: Italian (Italy ) For matted: Line spacing: single For matted: S pace Before: 18 pt
Pada industri tepung terigu, biji gandum digunakan sebagai input atau bahan baku utama. Secara teknis, fungsi produksi dari penggilingan tepung terigu sebagai industri primer dinotasikan sebagai berikut:
41
T
=
t
(G,
L)
………………………………………..………………………..…. (1) dimana : T
=
jumlah tepung terigu yang dihasilkan oleh penggilingan
G
=
jumlah biji gandum sebagai input
L
=
himpunan jumlah input lain yang digunakan dalam proses di penggilingan dengan harga masing-masing
Adapun fungsi tujuan (K t ) dari penggilingan tepung terigu dirumuskan
For matted: S pace Before: 18 pt, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
sebagai berikut: Kt
=
P t.t(G,L) – (Pg .G + Pl .L)
Pt
=
harga tepung terigu (output) perunit
Pg
=
harga biji gandum (input) perunit
Pl
=
harga input lain perunit
dimana:
Jika F g dan Fl adalah turunan parsial pertama dari fungsi produksi terhadap input G dan L, maka kondisi keuntungan maksimum perusahaan adalah jika: P t.Fg = P g ………………………………………………………….………. (2) P t.Fl
=
P l……………………………………………..…….……………. (3) Kedua persamaan tersebut dibentuk dari suatu sistim dua persamaan dengan dua variable endogen (G,L) serta tiga variable eksogen (P t , Pg , Pl ), maka untuk menentukan fungsi permintaan input dari perusahaan dapat diselesaikan secara simultan:
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
42
G
=
g(Pt ,
P g,
P l )……………….……………………………...………… (4) L
=
l(Pt ,
P g,
P l )…………………….…………...…………..…………. (5) Persamaan G dan L merupakan derived factor demand terhadap biji gandum yakni jumlah permintaan biji gandum sebagai fungsi dari harga produk (Pt ), harga biji gandum (Pg ), dan harga input lain (Pl ). Dengan mensubstitusikan persamaan 4 dan 5 terhadap persamaan 1, maka akan
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li
diperoleh persamaan penawaran tepung terigu (output) dari penggilingan tepung terigu adalah: T
=
t(Pt ,
P g,
P l )………………………………………………………..(6)
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
For matted: Line spacing: single
3. 2.2. Permintaan Tepung Terigu dan Penawaran Produk oleh Industri Mak anan dan Minuman
For matted: Dutch (N etherlands) For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li
Fungsi produksi dari industri sekunder yang menggunakan tepung terigu
For matted: S pace Before: 18 pt, Line spacing: M ultiple 2,1 li
sebagai bahan baku dan input lain, misalnya adalah: M
=
m(T, R)
dimana: M
=
jumlah makanan (output) yang diproduksi oleh industri sekunder
T
=
jumlah tepung sebagai input
R
=
himpunan jumlah input lain dengan harga masing-masing
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li
43
Pm
=
harga makanan (output) perunit
Pt
=
harga tepung terigu perunit
Pr
=
harga input lain perunit
Adapun fungsi tujuan dari industri sekunder tepung terigu dapat
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li
dirumuskan: Km
=
P m. M(T,R) - (Pt .T +
P r.R)……………………...…………….….…….. (7) Jika Ft dan Fr adalah turunan parsial pertama dari fungsi produksi terhadap input
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
For matted: Justified, Line spacing: M ultiple 2,1 li
T dan R, maka kondisi keuntungan maksimum perusahaan adalah jika: P m.Ft = P t…………………………………...……….………….…….……..……..
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
(8) P m.F r = P r……………………………..……......……………….……………….. .(9) Kedua persamaan tersebut terbentuk dari suatu system dua persamaan dengan dua
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li
variable endogen (T, R) serta tiga variable eksogen (Pm, Pt, Pr), maka untuk menentukan fungsi permintaan input perusahaan dapat diselesaikan secara simultan dari persamaan-persamaan: T
=
t (Pm, Pt ,
P r).………………………….…...…………….………... (10) R
=
r(Pm, Pt ,
P r)…………………………..……………………….…… (11)
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li, Don't adjust space betw een Latin and A sian text For matted: English (U .S .)
44
Persamaan 10 dan 11 merupakan derived factor demand industri sekunder terhadap input yakni jumlah permintaan makanan sebagai fungsi dari harga produk (P m), harga tepung terigu (Pt ), dan harga input lain (P r ).
Dengan
mensubstitusikan persamaan 10 dan 11 terhadap persamaan 6, akan diperoleh persamaan produk industri tepung terigu (output) sebagai berikut: M
=
m(Pm,
P t,
P r)…………...……...…………..…………….….…… (12) 3. 3.
Intervensi Kebijak an dan Liberalisasi Perdagan gan Campur tangan (intervensi) pemerintah seringkali dilakukan apabila terjadi
kegagalan pasar dan atau membangun tujuan-tujuan tertentu, namun yang harus diperhatikan adalah tidak semua campur tangan pemerintah memberikan hasil yang baik. Banyak faktor yang menyebabkan intervensi tidak memberikan hasil yang diharapkan. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi pemerintah dalam menentukan kebijakan adalah adanya konflik antara tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Sebagai contoh, pemerintah memberikan subsidi harga bahan bakar minyak tanah agar dapat terjangkau rakyat kecil dan berpenghasilan rendah. Dalam kasus ini, masalah efisiensi diabaikan agar rakyat dapat menjangkau bahan bakar minyak. Rahardja, dkk (2004) menyebutkan tujuan dilakukannya campur tangan
For matted: Sw edish (S w eden)
pemerintah adalah sebagai berikut:;
For matted: Sw edish (S w eden)
a.1. Menjamin agar kesamaan hak bagi setiap individu dapat tetatp terwujud dan
For matted: Indent: Left: 0 cm, H anging: 0,96 cm
eksploitasi dapat dihindarkan;
For matted: Bullets and N umbering
45
b.2. Menjaga agar perekonomian dapat tumbuh dan mengalami perkembangan
For matted: Bullets and N umbering
yang teratur dan stabil; c.3.
Mengawasai kegiatan-kegiatan
perusahaan,
terutama
perusahaan-
perusahaan besar yang dapat mempengaruhi pasar, agar mereka tidak menjalankan praktek-praktek monopoli yang merugikan; d.4.
Menyediakan
barang
publik untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
For matted: Indent: Left: 0 cm, H anging: 0,96 cm, Line spacing: M ultiple 2,1 li
e.5. Mengawasi agar eksternalitas kegiatan ekonomi yang merugikan masyarakat dapat dihindari atau dikurangi Pengaruh negatif dari perdagangan bebas dan ketatnya persaingan dagang antar
negara menyebabkan
kepentingan domestiknya.
masing-masing
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li
negara berusaha melindungi
Selanjutnya pengaruh negatif tersebut mendorong
timbulnya intervensi kebijakan berupa praktek-praktek proteksionisme, yakni praktek melindungi produksi domestik dari serbuan barang impor.
Disisi lain,
terdapat upaya untuk meminimalkan adanya intervensi dalam perdagangan. Houck (1986) mengatakan kebijakan proteksi dilakukan dalam rangka: (1) melindungi industri domestik, (2) melindungi keamanan nasional, (3) melindungi kesehatan nasional, (4) masyarakat dari perdagangan internasional yang tidak adil, (5) melindungi program nasional, (6) menjaga neraca perdagangan, (7) menciptakan penerimaan negara, dan (8) melindungi negara dari kelesuan akonomi.
For matted: Indonesian
46
Dalam rangka membatasi intervensi negara pada perdagangan dunia, maka dibentuklah GATT. Adapun konsep GATT dan WTO yang diterapkan selama ini, dilaksanakan
dalam
rangka
membatasi
keinginan
negara-negara
untuk
memberlakukan tarif terhadap komoditi impor, sehingga upaya membuat kebijakan yang dapat melindungi kepentingan negara dari dan melalui proteksi dapat berjalan dengan saling menguntungkan. Berkaitan dengan kondisi tersebut, analisis tentang kebijakan perdagangan yang terkait dengan upaya penghapusan dan pengenaan pajak, tarif, subsidi maupun hambatan non tarif sangat diperlukan. 3. 3.1. Intervensi Kebijak an, Pas ar Biji Gandum dan Tepung Terigu Dunia
For matted: S pace Before: A uto, Line spacing: single For matted: S pace Before: 18 pt
Setiap eksportir dan importir biji gandum maupun tepung terigu mempunyai kepentingan masing-masing sehingga proses pembentukan harga biji gandum dan tepung terigu dunia tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan kedua komoditi tersebut saja melainkan juga ditentukan oleh kebijakan perlindungan atau intervensi dari pemerintah. Mekanisme pembentukan harga biji gandum dan tepung terigu dunia secara teoritis dapat dianalisa. Analisa pembentukan harga akibat penerapan beberapa kebijakan seperti: (1) jika negara importir memberlakukan tarif, sedangkan negara eksportir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 6, (2) jika negara eksportir memberlakukan tarif, sedangkan negara importir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 7, dan (3) jika negara importir maupun eksportir saling memberlakukan tarif, kondisi ini disajikan
pada
Gambar
For matted: Indent: F irst line: 0 cm
47
8.
Harga
Harga
S
Harga
XS
S
PT PW PT*
MD
D M1
M3 M2
Q
D
MDt QT
QW
M4
X2 X1
(a) Pasar Domestik
(b) Pasar Dunia
X4 X3
(c) Pasar Negara Asing
Gambar 56. Proses Pembentukan Harga Tepung Terigu/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif
Mekanisme pembentukan harga biji gandum dan tepung terigu dunia secara teoritis dapat dianalisa.
For matted: Justified For matted: F ont: (Default) Times N ew Roman, 12 pt
For matted: Line spacing: M ultiple 1,9 li
Analisa pembentukan harga akibat penerapan
beberapa kebijakan seperti: (1) jika negara importir memberlakukan tarif, sedangkan negara eksportir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 5, (2) jika negara eksportir memberlakukan tarif, sedangkan negara importir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 6, dan (3) jika negara importir maupun eksportir saling memberlakukan tarif, kondisi ini disajikan pada Gambar 7. Gambar 56 memperlihatkan bahwa ketika negara importir dan eksportir membebaskan pasar dari tarif, maka harga gandum di negara importir dan eksportir sebesar Pw.
Ketika negara importir melakukan proteksi dengan
mengenakan tarif sebesar t, maka negara eksportir tidak akan mengirimkan biji
For matted: Line spacing: M ultiple 1,9 li, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
48
gandum ke negara importir sampai harga di negara importir meningkat minimal sebesar t. Jika tidak ada biji gandum yang dikirimkan ke negara importir, maka akan terjadi ekses permintaan demand di negara importir dan ekses penawaransupply di negara eksportir. Sehingga harga di negara importir menjadi meningkat dan di negara eksportir turun.
Pengenaan tarif, kemudian akan
menyebabkan perbedaan antara harga di dua pasar. Peningkatan harga di negara importir menjadi P T dan penurunan harga di neagara eksportir menjadi P T * = P T – t.
Di negara importir penawaransupply cenderung pada harga yang tinggi,
ketika permintaan menjadi berkurang, sehingga impor diperlukan. eksportir harga rendah
menyebabkan
For matted: F ont: N ot Italic
Di negara
berkurangnya supply penawaran dan
meningkatnya permintaan, serta bagian kecil untuk ekspor. Sehingga volume biji gandum yang diperdagangkan berkurang dari Q w (volume pada perdagangan pasar bebas) menjadi Q T (volume pada perdagangan yang dikenakan tarif). Pada
For matted: S panish (International S ort)
volume perdagangan Q T, permintaan impor sama dengan penawaransupply negara
For matted: S panish (International S ort)
ekportir, ketika
P T - P T *= t. Peningkatan harga di negara importir dari
For matted: S panish (International S ort)
P w menjadi P T lebih rendah dari tarif yang ditetapkan, sebab bagian dari tarif
For matted: S panish (International S ort)
ditunjukkan pada penurunan di tingkat harga ekspor dan tidak melalui negara
For matted: S panish (International S ort)
impor.
For matted: S panish (International S ort) For matted: S panish (International S ort) For matted: S panish (International S ort) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden)
49
Harga
Harga
S
For matted: Line spacing: M ultiple 1,9 li
Harga
XS
S
PT PW PT*
MD MDt
D M1
M3 M2
Q M4
Pasar Domestik
QT
QW
D X2
Pasar Dunia
X1
X4 X3
Pasar Negara Asing
Gambar 6. Proses Pembentukan Harga Tepung Terigu/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif
Gambar 6. Proses Pembentukan Harga Tepung Terigu/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif Gambar 67 memperlihatkan bahwa ketika negara importir dan eksportir membebaskan pasar dari tarif tertentu, maka harga biji gandum di negara importir dan eksportir sebesar P w.
Ketika negara eksportir dengan alasan tertentu
melakukan proteksi dengan mengenakan tarif sebesar t sedangkan negara importir tidak melakukan pembalasan, maka harga yang terjadi di negara eksportir menjadi lebih mahal dari harga domestik sebelumnya, yang mengakibatkan jumlah ekspor berkurang dari X 1X 4 menjadi X 2 X 3 karena insentif bagi produsen menjadi berkurang.
Pajak ekspor ini akan menyebabkan terjadinya distorsi
domestik yakni turunnya jumlah ekspor.. Keadaan ini memungkinkan terjadinya pasar gelap dan menyebabkan terjadinya distorsi bagi negara pasangan dagang
For matted: Justified For matted: F ont: (Default) Times N ew Roman, 12 pt
For matted: Justified For matted: F ont: (Default) Times N ew Roman, 12 pt For matted: Line spacing: M ultiple 1,9 li, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
50
dengan naiknya harga dunia. Hal ini menyebabkan turunnya volume perdagangan bersamaan dengan turunnya volume ekspor, dari X 1 X 4 menjadi X 2 X 3 dan sebagai akibatnya maka negara importir akan mengalami kenaikan harga impor. Kondisi ini tidak mencerminkan liberalisasi perdagangan dan menyebabkan distorsi di pasar domestik maupun pasangan dagang.
Harga
XST
Harga
S
Harga XS S
PT*
PW
PT
MD
D M1
M3 M2
Q
QT
QW
D
Q
M4
X4
X2 X1
X3
GambarPasar 67. Proses Pembentukan Harga Tepung/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Dom estik Pasar Dunia Eksportir Memberlakukan Tarif
Gambar 78 memperlihatkan bahwa ketika negara importir dan eksportir membebaskan pasar dari tarif, maka harga gandum di negara importir dan eksportir sebesar P w.
Jika dengan alasan tertentu negara eksportir dan importir
melakukan proteksi dengan mengenakan tarif sebesar t, maka kejadian pada kedua proses dalam Gambar 6 dan Gambar 7 akan terjadi serentak, dan kerugian akan dirasakan oleh kedua belah pihak, karena tindakan masing-masing menciptakan distorsi dalam pasar domestiknya maupun dunia. Baik tarif, subsidi maupun pajak ekspor dan berbagai bentuk restrik perdagangan atau proteksi lainnya, hakekatnya adalah intervensi pemerintah untuk kepentingan domestiknya.
Q
For matted: F ont: Italic For matted: F ont: Italic For matted: F ont: Italic For matted: F ont: Italic For matted: Justified
51
Harga
Harga
S
XS1
Harga
XS
D PT Pw*
S
PW
PT
MD MD1
D
Q
QT*
QW
Pasar Domestik
Q
Q
Pasar Dunia
Pasar Negara Asing
Gambar 78. Proses Pembentukan Harga Tepung/ Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir maupun Eks portir Memberlakukan Tarif
For matted: Justified
Asumsi yang
For matted: F ont: N ot Bold
digunakan
dalam
penelitian
ini adalah
Indonesia
For matted: Line spacing: Double
memberlakukan tarif impor bea masuk biji gandum atau tepung terigu, sedangkan negara eksportir tidak memberlakukan pembalasan atas perlakuan Indonesia. Selain kebijakan tarif, intervensi bisa dilakukan dengan pengenaan kuota terhadap impor biji gandum atau tepung terigu dalam periode waktu
For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden)
For matted: F ont: N ot Bold For matted: Indent: F irst line: 1,27 cm, Line spacing: M ultiple 2,1 li, N o bullets or numbering, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
tertentu. Pada Gambar 8 diperlihatkan kurva permintaan dan penawaran suatu komoditi
yang ditunjukkan oleh kurva D dan S, sedangkan kuota impor
digambarkan pada garis horisontal Q.
Diasumsikan bahwa Q4 – Q1 adalah
For matted: Subscript For matted: Subscript
bagian dari jumlah barang yang diimpor dari perdagangan bebas. Oleh karena adanya penetapan kuota impor sebesar Q3 – Q2 , maka harga di tingkat domestik
For matted: Subscript For matted: Subscript
meningkat menjadi Pq. For matted: N o bullets or numbering
52
Harga S
Pq* PW
D
Q1
Q2
Q3
Q4
Sumber : Krugman, and Obstf eld, 2000. Gambar 88. Pengaruh Kuota Impor roses Pembentukan Harga Tepung/Biji Gandu m Dunia, Jika Negara I ti Ek ti M b l k k T if
For matted: Justified For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden)
Secara keseluruhan dampak dari sebuah kebijakan tarif dan quota
For matted: Line spacing: M ultiple 2,1 li, N o bullets or numbering
adalah sama, yakni harga di tingkat domestik meningkat, permintaan domestik turun, harga dan impor dunia turun (Houck, 1986).
For matted: F ont: N ot Bold
3. 3.2. Intervensi Kebijakan Fiskal Biji Gandum dan Tepung Terigu Indonesia
For matted: Sw edish (S w eden)
Penerapan kebijakan fiskal terhadap perdagangan biji gandum dan tepung terigu yang diterapkan oleh
For matted: Line spacing: single For matted: S pace Before: 12 pt
pemerintah dapat memberikan dampak yang
merugikan atau menguntungkan produsen dan konsumen.
Kebijakan yang
diberikan pada periode 2003-2004 adalah pengenaan tarif bea masuk tepung terigu impor sebesar 5 persen%. Pengenaan tarif bea masuk sebesar 5 persen% Gambar 88. Pengaruh Kuota Impor For matted: Justified Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 2000roses Pembentukan terhadapSumber tepung :terigu impor diharapkan dapat mempengaruhi pasar tepung terigu Harga T / Biji G d D i Jik N I ti Ek ti M b l k k
sehingga dapat melindungi industri penggilingan tepung terigu domestik dari masuknya tepung terigu impor.
53
Selain itu sejak tahun 2007, pemerintah memberikan kebijakan
For matted: Justified, Indent: F irst line: 1,27 cm, S pace Before: 12 pt
pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap biji gandum dan tepung terigu dari seharusnya sebesar 10 persen%.
Harga XS1
PwT *
PW
D Q Q1T*
Q2T
Q3T*
Q4T*
Sumber : Nic holoson, 2002. Gambar 98. Pengaruh Pengenaan Tarif Bea Mas uk Tepung Terigu
P
b t k
H
T
/Biji G d
D
i
Jik
For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Justified For matted: Sw edish (S w eden)
Harga
SM C
PtM Pd S1 Pw D
54
MR Qt ds
QM
Q tsd
Q Qd
Q sd For matted: Justified, Indent: Left: 0 cm
Gambar 9. Pasar Tepung Terigu Indonesia Pada Gambar 99 terlihat bahwa keinginan pemerintah untuk melindungi industri penggilingan biji gandum ternyata merugikan konsumen karena harga tepung terigu menjadi lebih tinggi dan permintaan tepung terigu yang berkurang (Q3 ).. Dalam kondisi ini konsumen akan lebih mampu membeli tepung terigu
For matted: Subscript
pada harga P ww, yakni ketika perdagangan tidak dikenakan tarif bea masuk, tetapi ini akan meningkatkan impor tepung terigu sehingga merugikan produsen tepung terigu domestikdomestik (Q4 ). . Dalam era perdagangan bebas, upaya untuk meningkatkan surplus produsen tidak ada pilihan lain kecuali menggeser penawaran tepung terigu menjadi S 1 dengan tingkat harga dunia.
3. 4.
Tingk at Intervensi dari Kebijakan Dengan diterapkannya tarif bea masuk terhadap tepung terigu impor, maka
akan ada perbedaan antara harga tepung terigu dunia dengan harga tepung terigu domestik. Dalam kasus proteksi impor, Sudaryanto (1987) memformulasikan intervensi kebijakan sebagai variable eksogen.
Namun oleh karena tidak
tersedianya data effective protection rate (EPR), maka tingkat intervensi sebagai
For matted: S pace Before: A uto, A fter: A uto, Don't adjust space betw een Latin and A sian text
55
tingkat proteksi dari tarif dan non tarif diukur dengan nominal protection rate (NPR) sebagai berikut: NPR
=
(Pd /P w-1 ) * 100% atau
NPR
=
(Pd -P w)/P w * 100%
dimana P d dan P w diukur dalam nilai mata uang yang sama. Jika NPR bertanda positif berarti pemerintah memberlakukan proteksi untuk mengurangi impor, dan jika NPR bertanda negatif pemerintah memberlakukan proteksi untuk mengurangi ekspor. NPR dipergunakan sebagai ukuran besaran proteksi pemerintah atau tingkat intervensi terhadap harga tepung terigu suatu negara, diberi notasi PT.., sebagai variable eksogen, dengan rumus: PX
=
(1
+
PT..)
*
PT..)
*
PW…………………………..…………………..(13) PM
=
(1
+
PW…………………………..……………………. (14) dimana: PX
=
harga ekspor
PM
=
harga impor
Sedangkan dalam kasus proteksi ekspor, Sinaga (1989) mengukur tingkat intervensi melalui pendekatan: I
=
P w.E
P d …………………….….…………..………….…….… (15 ) dimana: I
=
tingkat intervensi dalam suatu pasar produk (Rp/satuan)
–
56
Pw
=
harga ekspor FOB dari produk (US$/satuan)
Pd
=
harga domestik di pedagang besar (Rp/satuan)
E
=
nilai tukar (Rp/US$)
Persamaan 15 menunjukkan bahwa tingkat intervensi dapat diformulasikan sebagai variable endogen yang merupakan fungsi dari harga dunia, nilai tukar dan variable lain. Lebih lanjut pengukuran tingkat intervensi dilakukan tersendiri terhadap masing-masing produk untuk setiap sektor industri. Adapun persamaan perilaku tingkat intervensi kebijakan diformulasikan sebagai berikut: I
=
f(Pw, E, Z, X)……………………………………………….
Z
=
variabel kebijakan terhadap produk
X
=
bukan variabel kebijakan terhadap produk
(16) dimana:
3.5.
Dampak Ek onomi dari Kebijak an
Harga
S
For matted: Left, Indent: F irst line: 0 cm For matted: Indent: F irst line: 0 cm
Pd A
B
Pw
D
C D
For matted: Justified
Q Qs
Q sd
Q dd
Qd
For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden)
Sumber : Nicholson, 2002. Gambar 108. Dampak PPengenaan Tarif Bea Masuk terhadap Surplus Produs en dan Konsumenroses Pembent ukan Harga Tepung/Biji
For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden)
57
Gambar 10.
Dampak Pengenaan Bea Masuk terhadap Surplus Produsen dan
Konsumen
For matted: Justified, Indent: Left: 0 cm, S pace Before: A uto, A fter: A uto, Line spacing: 1,5 lines
Harga XS1
B Q
Pw*
For matted: Subscript
E2 Q
R
PW A QC
For matted: Subscript
E1 Q
F
D Q Q2T*
Q4T
Q3T*
For matted: Subscript
Q1T*
*
For matted: Left, Indent: Left: 0 cm
Pada Gambar 100 di atas terlihat bahwa pada kondisi perdagangan bebas, harga tepung terigu domestik (Indonesia) akan sama dengan harga dunia yakni P w, dan impor akan mencapai sebesar Q 1d – Q2s ,
namun karena adanya
pengenaan tarif bea masuk, maka harga domestik akan meningkat menjadi P Rd * (harga dunia ditambah tarif bea masuk). Selain itu, pengenaan tarif bea masuk mendorong peningkatan produksi domestik
(dari Q 2s ke Q4sd ) dan menurunkan
konsumsi dalam negeri (dari Q 1d ke Q 3dd ). Kondisi in menyebabkan terjadinya perubahan surplus konsumen menjadi: ∆ CS = )
- (PR E2 E1 P- A – B – C – DW
For matted: Subscript For matted: Subscript For matted: Subscript For matted: Subscript For matted: Indent: F irst line: 1,27 cm
58
sedangkan produsen surplus berubah sebagai berikuti: ∆ PS =
+ (AP R BAP W )
Dari keadaan tersebut, pemerintah akan memperoleh penerimaan sebesar sejumlah tarif bea masuk yang diterapkan dikali dengan jumlah tepung terigu yang di impor (dalam Gambar 100 sebesar segi empat BE 2 FCD).
Perubahan
For matted: Subscript
kesejahteraan yang terjadi sebesar ∆ CS ditambah ∆ PS ditambah dengan penerimaan pemerintah (-PR E2 E1 PW + P R BAP W + BE2 FC - A – B – C – D + A
For matted: F ont: N ot Italic For matted: F ont: N ot Italic
+ D = - ABC– E2 E1 F - B – C). Segitiga B ABC dan C E2 E1 F menggambarkan kehilangan yang terjadi akibat diterapkannya tarif bea masuk. Selanjutnya Gambar 11 menggambarkan
For matted: F ont: N ot Italic For matted: Subscript For matted: Subscript
kondisi perdagangan bebas,
impor tepung terigu mencapai sebesar Qd – Qs , namun karena adanya pengenaan kuota, maka impor tepung terigu menjadi
Q dd - Qsd , dan harga domestik
meningkat menjadi P d . Selain itu, pengenaan kuota mendorong peningkatan produksi domestik (dari Qs ke Qsd ) dan menurunkan konsumsi dalam negeri (dari Q d ke Q dd ).
Kondisi in menyebabkan terjadinya perubahan surplus konsumen
menjadi: ∆ CS =
- A –B–C–D
sedangkan produsen surplus berubah: ∆ PS =
A
For matted: P ortuguese (Brazil)
Dari keadaan tersebut, terdapat nilai kuota (dalam Gambar 12 sebesar C). Perubahan kesejahteraan yang terjadi sebesar ∆ CS ditambah ∆ PS (- A – B – C –
For matted: P ortuguese (Brazil) For matted: P ortuguese (Brazil)
D + A = - B – C - D). Nilai B dan C serta D menggambarkan kehilangan yang terjadi akibat diterapkannya kuota.
59
For matted: F ont: N ot Bold For matted: Justified
Harga XS1
Pwd *
AQ
QC B Q
PW
D Q
D Q QsT*
Qsd
Qdd
QdT*
Sumber : Houck, 1986. Gambar 118. Dampak PPengenaan Kuota Impor terhadap Surplus Produs en dan Konsu men
For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Justified For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Indent: F irst line: 1,27 cm For matted: F ont: 11 pt For matted: F ont: 11 pt For matted: F ont: 11 pt, S ubscript For matted: F ont: 11 pt For matted: F ont: 11 pt, S ubscript For matted: F ont: 11 pt
Surplus konsumen dikenal sebagai tambahan nilai yang diterima oleh
For matted: F ont: 11 pt For matted: F ont: 11 pt, S ubscript
individu-individu dari mengkonsumsi suatu barang dibandingkan dengan harga
For matted: F ont: 11 pt For matted: F ont: 11 pt, S ubscript
yang mereka bayar dalam penelitian ini dihitung dengan persamaan: ∆ CS
= DTIDNB (RPTP S – RPTP B) + 0.5 (DTIDN S – DTIDN B ) (RPTP S – RPTP B )
For matted: F ont: 11 pt For matted: F ont: 11 pt, S ubscript For matted: F ont: 11 pt For matted: F ont: 11 pt, S ubscript
dimana:
For matted: F ont: 11 pt
∆ CS
= Perubahan surplus konsumen
DTIDN B
= Permintaan tepung terigu sebelum perlakuan
For matted: F ont: 11 pt, S ubscript For matted: F ont: 11 pt For matted: Subscript For matted: F ont: 12 pt
60
DTIDN S
= Permintaan tepung terigu setelah perlakuan
RPTP B
= Harga tepung terigu sebelum perlakuan
RPTP S
= Harga tepung terigu setelah perlakuan
For matted: F ont: 12 pt For matted: F ont: 12 pt For matted: F ont: 12 pt
Surplus produsen dikenal sebagai tambahan nilai lebih yang diterima oleh produsen dari suatu produk yang melebihi biaya oportunitas yang muncul karena memproduksi barang itu, dalam penelitian ini dihitung dengan persamaan: ∆ PS
= QTIDNB (RPTP S – RPTP B) + 0.5 (QTIDN S – QTIDN B ) (RPTP S – RPTP B ) For matted: Sw edish (S w eden)
dimana: ∆ PS
= Perubahan surplus produsen
DTIDN B
= Produksi tepung terigu sebelum perlakuan
DTIDN S
= Produksi tepung terigu setelah perlakuan
RPTP B
= Harga tepung terigu sebelum perlakuan
RPTP S
= Harga tepung terigu setelah perlakuan
For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden)
Kesejahteraan masyarakat pada penelitian ini merupakan penjumlahan dari
For matted: Sw edish (S w eden) For matted: Sw edish (S w eden)
surplus konsumen, surplus produsen dan pendapatan pemerintah dari tarif impor yang ditetapkan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan surplus konsumen adalah penjumlahan dari surplus konsumen tepung terigu industri makanan, surplus konsumen tepung terigu industri kecil menengah, surplus konsumen tepung terigu industri rumagtangga, surplus konsumen tepung terigu untuk penggunaan sendiri, sedangkan surplus produsen adalah penjumlahan dari surplus produsen tepung terigu dan surplus konsumen biji gandum.