i
DAMPAK KEBIJAKAN IMPOR DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN KONSUMEN BAWANG MERAH DI INDONESIA
AYU FITRIANA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Dampak Kebijakan Impor dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Desember 2012
Ayu Fitriana H44080050
DAMPAK KEBIJAKAN IMPOR DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN KONSUMEN BAWANG MERAH DI INDONESIA IMPACT OF IMPORT POLICY AND EXTERNAL FACTOR ON SHALLOT PRODUCERS AND CONSUMERS WELFARE IN INDONESIA
Fitriana, Ayu 1), Bonar M. Sinaga 2), Nia Kurniawati Hidayat 3) 1) Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan NRP: H44080050; Semester : 9 2) Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Gelar: Prof, Dr, Ir, MA. 3) Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Gelar: SP, MSi.
Abstract Shallots are the main priority in the development of commodity vegetable lowland Indonesia. The demand of shallots increase steadily and it can’t filled by nation product. So that, to fulfill the demand of shallots (especially on out of harvest) is needed to import the shallots. Other problem in shallots trade is changing of import policy. Import policy used in research are tariff barrier and non tariff barrier (import quota). Therefore, the researcher investigated how the impact of import policy and the external factor of shallot producers and consumers welfare in Indonesia. The objectives of this research are (1) to identify the factors in which able to influence the production, demand, import, and price of shallots; (2) to analyze the effect of import tariff, import quota, and external factor faced in offering, demand, and price of shallots; and (3) to analyze the effect of import tariff, import quota, and external factors which influence the welfare of producers and consumers of shallot in Indonesia. The estimation of model used time series data 1990 to 2010 by 2SLS method. The application of shallots import tariff can increase the welfare of producers and government revenues, however it gives the impact of decrease consumer welfare. Whereas, the abolition of shallot import tariff can increase the welfare of consumers, but resulted in a decrease producers welfare. Therefore, to anticipate decrease shallot price of world (12 percent) and to increase of shallot producers welfare in Indonesia, the government needs arrange import tariff (more than nine percent) or decrease import quota. Key words: Shallot, Import, The welfare of producers and consumers.
1
iii
RINGKASAN AYU FITRIANA. Dampak Kebijakan Impor dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan NIA KURNIAWATI HIDAYAT. Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat Indonesia. Subsektor pertanian tersebut salah satunya adalah hortikultura. Berdasarkan nilai PDB hortikultura Indonesia pada tahun 2010, sayuran menyumbangkan sebesar Rp 31 244 Milyar (Dirjen Hortikultura, 2012). Bawang merah merupakan komoditas utama dalam prioritas pengembangan sayuran dataran rendah Indonesia (Rukmana, 1994). Komoditas ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan peluang pasar yang besar sebagai bumbu untuk konsumsi rumahtangga, bahan baku industri pengolahan, serta untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Produksi bawang merah di Indonesia mulai tahun 2005 sampai dengan 2010 mengalami peningkatan, namun jumlah produksi tidak berkelanjutan karena bersifat musiman dan mudah rusak. Permintaan bawang merah yang terus meningkat dan berkelanjutan belum mampu dipenuhi oleh produksi Indonesia sehingga untuk memenuhi kebutuhan bawang merah khususnya di luar musim panen perlu dilakukan impor bawang merah. Selain itu, permasalahan dalam perdagangan bawang merah adalah adanya perubahan kebijakan impor bawang merah dari waktu ke waktu diduga menyebabkan semakin melimpahnya pasokan bawang merah impor ke pasar domestik, sehingga harga bawang merah domestik terus berfluktuasi setiap tahunnya. Oleh karena itu, menjadi penting untuk mengkaji bagaimana dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Tujuan dari penelitian adalah: (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, impor, dan harga bawang merah; (2) Menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, dan harga bawang merah; (3) menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model persamaan simultan ekonometrika. Model diestimasi dengan metode Two-Stages Least Squares (2SLS) menggunakan program SAS/ETS versi 9.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) produksi bawang merah nasional dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen, dan perubahan tingkat suku bunga bank persero; (2) permintaan bawang merah rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia, sedangkan permintaan non rumahtangga dipengaruhi oleh harga riil mie instan sebagai output berbahan baku bawang merah dan GDP masyarakat Indonesia; (3) impor bawang merah dipengaruhi oleh permintaan bawang merah di tingkat konsumen dan impor bawang merah tahun sebelumnya; (4) harga riil bawang merah impor dipengaruhi oleh harga riil bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah; (5) harga riil bawang merah di tingkat konsumen dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya, sedangkan harga riil bawang merah di
iv
tingkat produsen dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan, simulasi kebijakan yang berdampak meningkatkan produksi bawang merah dan harga bawang merah domestik adalah penerapan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen, 12.5 persen, 40 persen, penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen. Kebijakan yang berdampak meningkatkan impor bawang merah dan permintaan bawang merah total adalah penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen. Simulasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar 40 persen merupakan simulasi yang meningkatkan kesejahteraan nasional terbesar. Meskipun kebijakan tersebut menurunkan surplus konsumen akibat tingginya harga bawang merah di tingkat konsumen, namun dapat dikompensasi dengan besarnya peningkatan penerimaan pemerintah. Simulasi kebijakan yang meningkatkan surplus konsumen terbesar adalah simulasi kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat dikemukakan adalah: (1) Guna mengantisipasi penurunan harga riil bawang merah dunia (12 persen) dan meningkatkan kesejahteraan produsen bawang merah di Indonesia maka pemerintah disarankan melakukan pembatasan impor bawang merah dengan menerapkan kebijakan tarif impor (lebih besar dari sembilan persen) atau penurunan kuota impor bawang merah (50 persen); (2) agar kesejahteraan konsumen bawang merah di Indonesia tidak menurun dengan penerapan tarif impor bawang merah, maka pemerintah disarankan memberikan kompensasi dengan melakukan transfer dari penerimaan pemerintah kepada konsumen bawang merah; (3) kebijakan penghapusan tarif impor bawang merah sebagai realisasi perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China, menurunkan kesejahteraan produsen bawang merah domestik sehingga pemerintah disarankan melakukan negosiasi tarif impor bawang merah dalam perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China. Kata kunci: Bawang merah, kebijakan impor, kesejahteraan.
v
DAMPAK KEBIJAKAN IMPOR DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN DAN KONSUMEN BAWANG MERAH DI INDONESIA
AYU FITRIANA H44080050
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
vi
Judul Skripsi
: Dampak Kebijakan Impor dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia Nama Mahasiswa : Ayu Fitriana NRP : H44080050
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA NIP. 19481130 197412 1 002
Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi
Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
vii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Ayahanda Suryanto dan Ibunda Yuhana tercinta, yang senantiasa memberikan doa, perhatian, kasih sayang dan motivasi yang tak pernah putus kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan dan kesabarannya membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Novindra, SP, MSi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran bagi kesempurnaan skripsi ini. 4. Hastuti, SP, MP, MSi selaku dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan kritik dan saran bagi kesempurnaan skripsi ini. 5. Dr. Ir. Eka Intan K. Putri dan Nuva, SP, MP selaku dosen pembimbing akademik, atas bimbingan dan perhatiannya selama penulis menjalani kuliah. 6. Dosen dan staf sekretariat Depatemen ESL yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. 7. Seluruh staf sekretariat sekolah Pascasarjana EPN (Mbak Yani, Mbak Lina, Bu Kokom, Pak Husen, Pak Erwin, dan Mas Johan) yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.
viii
8. Keluarga besar Paguyuban Angling Dharma Bojonegoro (Mbak Dita, Fatim, Abdul Kafi, Affan Iqbal, dan Agung) yang telah banyak memberikan motivasi, masukan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 9. Teman sebimbingan Sausan Basmah, Dea Tri, Welda Yunita, Indri Hapsari, Agung Prasetyo, Kak Rena (EPN 2010) yang banyak memberikan masukan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 10. Diani Kurniawati , Hayu Windi, Singgih Widhosari, Yuli, Alya, Ninis, Bang Ferry Albert, Firdaus Albarqoni, dan seluruh teman ESL 45 atas kebersamaannya selama ini. 11. Semua pihak yang selama ini telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.
Bogor, Desember 2012
Ayu Fitriana H44080050
ix
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW atas berkat rahmatnya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Kebijakan Impor dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Sarjana Ekonomi dan Manajemen pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, impor, dan harga bawang merah serta menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, harga, kesejahteraan produsen dan kesejahteraan konsumen bawang merah di Indonesia. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap komoditas bawang merah, terutama pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak keterbatasan dan jauh dari sempurna. Akan tetapi, penulis berharap semoga keterbatasan tersebut tidak mengurangi manfaat dari skripsi ini. Selain itu, penulis
juga
mengharapkan
adanya
penelitian
lanjutan
yang berusaha
mengakomodir keterbatasan penelitian ini. Bogor, Desember 2012
Ayu Fitriana H44080050
x
DAFTAR ISI Halaman
I.
II.
III.
DAFTAR TABEL . ............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR . .......................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xvii
PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................
9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
9
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
11
2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah ..................................................
11
2.2. Penelitian Terdahulu ...................................................................
12
2.2.1. Penelitian tentang Bawang Merah ...................................
12
2.2.2. Penelitian tentang Kebijakan Perdagangan Komoditas Pertanian ..........................................................................
13
2.2.3. Penelitian tentang Pengaruh Kebijakan terhadap Kesejahteraan ..................................................................
13
2.3. Kebaruan Penelitian ....................................................................
18
KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................
19
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................
19
3.1.1. Fungsi Produksi ...............................................................
19
3.1.2. Fungsi Permintaan ...........................................................
22
3.1.3. Harga ...............................................................................
24
3.1.4. Teori Perdagangan Internasional .....................................
25
3.1.5. Permintaan Impor ...........................................................
27
3.1.6. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen.......................
27
3.1.7. Dampak Tarif terhadap Kesejahteraan ...........................
29
3.1.8. Dampak Kuota Impor terhadap Kesejahteraan ...............
31
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional................................................
32
xi
IV.
V.
METODE PENELITIAN...................................................................
35
4.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................
35
4.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data........................................
35
4.3. Spesifikasi Model ........................................................................
37
4.3.1. Luas Areal Panen Bawang Merah ...................................
37
4.3.2. Produksi Bawang Merah .................................................
38
4.3.3. Penawaran Bawang Merah ..............................................
39
4.3.4. Permintaan Bawang Merah .............................................
40
4.3.4.1. Permintaan Bawang Merah Rumahtangga ........
40
Bawang Merah Non 4.3.4.2. Permintaan Rumahtangga .....................................................
41
4.3.4.3. Permintaan Bawang Merah Total ......................
41
4.3.5. Impor Bawang Merah ......................................................
42
4.3.6. Harga Riil Bawang Merah Impor ....................................
43
4.3.7. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen ...........
43
4.3.8. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen .............
44
4.4. Identifikasi Model .......................................................................
45
4.5. Metode Estimasi Model ..............................................................
48
4.5.1. Uji Kesesuaian Model........................................................
48
4.5.2. Uji Estimasi Variabel Secara Individu ..............................
49
4.5.3. Uji Autocorrelation ...........................................................
50
4.5.4. Uji Multicollinearity ..........................................................
51
4.5.5. Uji Heteroscedasticity .......................................................
52
4.5.6. Konsep Elastisitas .............................................................
53
4.6. Validasi Model ............................................................................
54
4.7. Simulasi Model Kebijakan ..........................................................
55
4.8. Analisis Surplus Produsen dan Konsumen .................................
56
GAMBARAN UMUM KERGAAN BAWANG MERAH ...............
58
5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia ................
58
5.2. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia ..............
60
5.3. Perkembangan Impor Bawang Merah ke Indonesia ..................
62
5.4. Perkembangan Harga Bawang Merah di Indonesia ....................
64
xii
VI.
VII.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA ..................................................................................
66
6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model ......................................
66
6.1.1. Hasil Uji Autocorrelation ..................................................
67
6.1.2. Hasil Uji Multicollinearity ................................................
68
6.1.3. Hasil Uji Heteroscedasticity..............................................
68
6.2. Luas Areal Panen Bawang Merah ...............................................
69
6.3. Produksi Bawang Merah .............................................................
72
6.4. Penawaran Bawang Merah ..........................................................
74
6.5. Permintaan Bawang Merah .........................................................
75
6.5.1. Permintaan Bawang Merah Rumahtangga ......................
75
6.5.2. Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga ..............
77
6.5.3. Permintaan Bawang Merah Total ....................................
79
6.6. Impor Bawang Merah..................................................................
79
6.7. Harga Riil Bawang Merah Impor ................................................
82
6.8. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen .......................
84
6.9. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen .........................
85
DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN TARIF IMPOR, KUOTA IMPOR, DAN FAKTOR EKSTERNAL ....................
88
7.1. Validasi Model ............................................................................
88
7.2. Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Penawaran, Permintaan, dan Harga Bawang Merah ............................................................................
89
7.2.1. Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen ............................................................
89
7.2.2. Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 12.5 Persen .........................................................
91
7.2.3. Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 40 Persen ............................................................
92
7.2.4. Penghapusan Tarif Impor Bawang Merah.......................
93
7.2.5. Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen .........................................................................
95
7.2.6. Penerapan Kebijakan Penurunan Kuota Impor Bawang Merah Sebesar 50 Persen ................................................
96
xiii
VIII.
7.2.7. Kombinasi Penerapan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar Sembilan Persen dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen........................
97
7.2.8. Kombinasi Penghapusan Tarif Impor Bawang Merah dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen ................................................
98
7.2.9. Ringkasan Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Penawaran, Permintaan, dan Harga Bawang Merah .......
99
7.3. Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah ..........................................................
102
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................
108
8.1. Simpulan......................................................................................
108
8.2
Saran .........................................................................................
110
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
112
LAMPIRAN ........................................................................................
115
RIWAYAT HIDUP ............................................................................
177
xiv
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Produk Domestik Bruto Subsektor Hortikultura di Indonesia Tahun 2006-2010 ............................................................................
1
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Bawang Merah Indonesia Tahun 2001-2010 ...........................................................................
6
13.
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu ............................................
14
14.
Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Tarif .......
31
15.
Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Kuota .....
32
16.
Hasil Identifikasi Model dari Masing-masing Persamaan ..............
47
17.
Range Statistik Durbin Watson .......................................................
50
18.
Perkembangan Produksi Bawang Merah di 10 Sentra Produksi Tahun 2006-2010 ...........................................................................
58
Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 ..............................
59
Perkembangan Permintaan Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 ......................................................................................
61
Perkembangan Neraca Perdagangan Bawang Merah Indonesia Tahun 2001-2011 .........................................................................
62
Perkembangan Impor Bawang Merah ke Indonesia Berdasarkan Negara Asal Tahun 2006-2010 ......................................................
63
Perkembangan Harga Bawang Merah di Tingkat Konsumen di Indonesia Tahun 2005-2009 ...........................................................
64
14.
Hasil Estimasi Parameter Luas Areal Panen Bawang Merah .........
69
15.
Hasil Estimasi Parameter Produksi Bawang Merah ........................
72
16.
Hasil Estimasi Parameter Permintaan Bawang Merah Rumahtangga ...................................................................................
76
Hasil Estimasi Parameter Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga ...................................................................................
78
18.
Hasil Estimasi Parameter Impor Bawang Merah ............................
80
19.
Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah Impor ..........
82
20.
Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen........................................................................................
84
Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen ........................................................................................
86
Hasil Validasi Model Impor Bawang Merah di Indonesia Tahun 2000-2010........................................................................................
88
2.
19. 10. 11. 12. 13.
17.
21. 22.
xv
23.
Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen ...........................................................................
90
Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 12.5 Persen .........................................................................
91
Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 40 Persen ............................................................................
92
26.
Hasil Simulasi Penghapusan Tarif Impor Bawang Merah ..............
94
27.
Hasil Simulasi Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen ...........................................................................
95
Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Penurunan Kuota Impor Bawang Merah Sebesar 50 Persen ..................................................
96
Hasil Simulasi Kombinasi Penerapan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar Sembilan Persen, dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen .......................................
97
Hasil Simulasi Kombinasi Penghapusan Tarif Impor dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen ........................................................................................
98
Ringkasan Hasil Simulasi Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Penawaran, Permintaan, dan Harga Bawang Merah ......................................................................
100
Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia ............................................................
103
24. 25.
28. 29.
30.
31.
32.
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman
Perkembangan Luas Areal Panen dan Produksi Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 ......................................................
2
Perkembangan Ekspor-Impor Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2011 .......................................................................................
3
3.
Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional .................................
26
4.
Surplus Produsen dan Surplus Konsumen pada Kondisi Keseimbangan Pasar .......................................................................
28
5.
Dampak Pemberlakuan Tarif Impor ................................................
30
6.
Dampak Pemberlakuan Kuota Impor ..............................................
31
7.
Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional ............................
34
8.
Diagram Keterkaitan Antar Variabel dalam Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia ............................................................
36
2.
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman
Peraturan Pemerintah Terkait Penerapan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen Mulai Tahun 2011 ..................................
116
2.
Schedule Perjanjian Perdagangan Indonesia dalam AANZFTA .....
118
3.
Schedule Perjanjian Perdagangan Indonesia dalam Forum WTO...
119
4.
Peraturan Pemerintah Terkait Penerapan Tarif Impor Bawang Merah Menanggapi Perjanjian Perdagangan ACFTA ....................
120
15.
Sumber Data Awal yang Digunakan ...............................................
123
16.
Variabel Data yang Digunakan untuk Estimasi Model ...................
124
17.
Program Estimasi Parameter Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Metode 2SLS ..........................
129
Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Metode 2SLS .............................
133
Program Uji Multicollinearity Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Nilai VIF ................................
141
Hasil Uji Multicollinearity Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Nilai VIF ................................
145
Program Uji Heteroscedasticity Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Metode Park ................
149
Hasil Uji Heteroscedasticity Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Metode Park ...........................
153
Program Validasi Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia ........................................................................................
161
14.
Hasil Validasi Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia…
166
15.
Program Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen ...............................................................
169
Contoh Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen ...............................................................
174
18. 19. 10. 11. 12. 13.
16.
1
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan
perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat Indonesia. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama kedua yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi setelah sektor industri pengolahan. Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar Rp 985 143.60 Milyar dari total PDB Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2012). Subsektor pertanian tersebut salah satunya adalah hortikultura. Berdasarkan nilai PDB hortikultura Indonesia pada tahun 2010, sayuran menyumbangkan sebesar Rp 31 244 Milyar. Peranan sayuran ini jauh lebih besar dibandingkan dengan biofarmaka dan tanaman hias (Tabel 1). Besarnya peran sayuran bagi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi negara, maka diperlukan upaya untuk mengembangkan dan melindungi tingkat harga sayuran di Indonesia. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Subsektor Hortikultura di Indonesia Tahun 2006-2010 (Milyar Rp) No. 1. 2. 3. 4.
Komoditas Buah Sayur Tanaman Hias Biofarmaka Total
2006
Nilai PDB hortikultura 2007 2008 2009
2010
24 694 35 447 3 762 4 734 68 637
42 362 25 587 4 741 4 105 76 795
48 437 30 506 5 494 3 897 88 334
45 482 31 244 6 174 3 665 85 958
dalam
prioritas
47 060 28 205 5 085 3 853 84 202
Sumber: Dirjen Hortikultura (2012)
Bawang
merah
merupakan
komoditas
utama
pengembangan sayuran dataran rendah Indonesia. Bawang merah adalah sayuran yang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran
2
tinggi ± 1 100 meter di atas permukaan air laut (Rukmana, 1994). Komoditas ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan peluang pasar yang besar sebagai bumbu untuk konsumsi rumahtangga, bahan baku industri pengolahan, serta untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Sesuai perannya tersebut maka bawang merah sudah dapat digolongkan sebagai salah satu kebutuhan pokok utama masyarakat
Jumlah
Indonesia. 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0
Tahun Luas Panen (Ha)
Produksi (ton)
Sumber : Kementerian Pertanian (2011) diolah
Gambar 1. Perkembangan Luas Areal Panen dan Produksi Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 Produksi bawang merah di Indonesia dari tahun 2005 hingga 2010 mengalami peningkatan dari sebesar 732 610 Ton menjadi sebesar 1 048 934 Ton (Gambar 1). Hal ini dikarenakan sejak tahun 2008 pemerintah mulai menerapkan enam pilar program pengembangan hortikultura. Program tersebut salah satunya adalah pengembangan Kawasan Hortikultura Pendampingan Intensif (KHPI). KHPI bawang merah dilakukan pada salah satu kawasan yang meliputi Kabupaten Brebes, Tegal, Cirebon, Kuningan, dan Majalengka. Tujuan program ini adalah meningkatkan daya saing bawang merah yang ditandai dengan meningkatnya produktivitas lebih dari 15 Ton/Ha, serta terpenuhinya kebutuhan bawang merah
3
dalam negeri secara berkelanjutan baik untuk konsumsi maupun industri (Dirjen Hortikultura, 2009). Konsumsi bawang merah masyarakat Indonesia untuk kebutuhan rumahtangga selalu meningkat setiap tiga tahun sekali yaitu sebesar 430 450.89 Ton pada tahun 2002, sebesar 447 177.59 Ton pada tahun 2005, dan sebesar 576 975.63 Ton pada tahun 2008 (Badan Pusat Statistik, 2008). Peningkatan ini dipengaruhi oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan meningkatnya daya beli masyarakat. Produksi bawang merah di Indonesia masih bersifat musiman seperti hasil pertanian pada umumnya. Hal ini menyebabkan di luar musim panen kebutuhan bawang merah belum dapat terpenuhi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bawang merah masyarakat Indonesia di luar musim panen perlu adanya impor bawang merah. Pemerintah melakukan impor bawang merah untuk menjaga ketersediaan bawang merah dalam negeri serta menjaga kestabilan harga pasar. 200000
Jumlah (ton)
150000 100000 50000 0 -50000 -100000 -150000 -200000 Tahun Impor
Ekspor
X-M
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) diolah
Gambar 2. Perkembangan Ekspor-Impor Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2011
4
Indonesia merupakan negara net importir bawang merah. Gambar 2 menunjukkan bahwa setiap tahun Indonesia melakukan kegiatan ekspor dan impor bawang merah, tetapi jumlah ekspor tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah impor bawang merah ke Indonesia. Impor bawang merah ke Indonesia berfluktuasi dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 impor bawang merah mengalami peningkatan hingga mencapai nilai sebesar 128 015 Ton. Selanjutnya turun cukup drastis pada tahun 2009 menjadi sebesar 67 330 Ton dan meningkat kembali pada tahun 2011 dengan nilai sebesar 156 381 Ton. Penurunan impor bawang merah pada tahun 2009 diduga karena terjadinya krisis ekonomi dunia di Eropa, sehingga berpengaruh terhadap perdagangan Indonesia termasuk bawang merah. Menurut Stato (2007) masuknya bawang merah impor yang cukup besar menyebabkan fluktuasi harga bawang merah domestik. Hal ini disebabkan melimpahnya pasokan bawang merah di pasar domestik dan harga bawang merah impor yang cenderung lebih murah. Pemerintah membatasi masuknya bawang merah impor dengan beberapa upaya seperti hambatan tarif impor dan hambatan non tarif. Kebijakan tarif impor bawang merah di Indonesia selalu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan perdagangan internasional, sehingga besarnya pasokan bawang merah impor di pasar domestik belum dapat dihindari. Impor bawang merah yang tidak tepat jumlah dan waktu menyebabkan meningkatnya penawaran bawang merah di Indonesia serta jatuhnya harga bawang merah domestik. Harga bawang merah yang semakin rendah dan tidak diikuti dengan penurunan biaya produksi usahatani bawang merah menyebabkan
5
pendapatan petani semakin menurun dan mengalami kerugian. Pendapatan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, namun semakin rendah pendapatan petani dalam usahatani bawang merah menyebabkan tidak adanya insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi bawang merah, sehingga produksi bawang merah dalam negeri akan semakin rendah. Oleh sebab itu, penting untuk mengkaji bagaimana dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. 1.2.
Perumusan Masalah Usaha
bawang
merah
di
Indonesia
dari
segi
ekonomi
cukup
menguntungkan dan memiliki pasar yang cukup luas. Permintaan bawang merah meningkat setiap tahunnya sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan. Permintaan bawang merah yang terus berkelanjutan belum mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri meskipun produksi bawang merah di Indonesia dari tahun 2005 hingga 2010 mengalami peningkatan (Tabel 2). Bawang merah merupakan komoditas musiman dan mudah rusak sehingga untuk menjaga ketersediaan bawang merah dalam memenuhi permintaan perlu dilakukan impor.
6
Tabel 2. Perkembangan Produksi dan Permintaan Bawang Merah Indonesia Tahun 2001-2010 (Ton) Tahun
Produksi
Permintaan
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
861 150 766 572 762 795 757 399 732 610 794 931 802 810 853 615 965 164 1 048 934
903 104 792 685 799 401 801 689 781 422 857 692 901 102 969 316 1 019 735 1 116 275
Permintaan-Produksi 41 954 26 113 36 606 44 290 48 812 62 761 98 292 115 701 54 571 67 341
Sumber: Kementerian Pertanian (2011) dan Badan Pusat Statistik (2010) diolah
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 memperburuk perekonomian bawang merah Indonesia. Ketidakmampuan pemerintah dalam melaksanakan program-program pembangunan sektor pertanian yang telah disusun dalam rangka menghadapi liberalisasi produk pertanian menyebabkan bangsa Indonesia harus meliberalisasi produk pertaniannya jauh lebih cepat daripada yang seharusnya. Meskipun komitmen tarif produk pertanian Indonesia dalam forum WTO masih cukup tinggi, namun Indonesia selama kurun waktu 1998-2004 menurunkan tarif impor bawang merah dari yang sebelumnya sebesar 10 persen menjadi sebesar lima persen untuk menjaga ketersediaan bawang merah dalam negeri. Penurunan tarif impor sebesar lima persen menyebabkan neraca perdagangan bawang merah di Indonesia semakin negatif. Pemerintah menanggapi melimpahnya pasokan impor bawang merah dengan menerapkan kebijakan harmonisasi tarif bea masuk pada tanggal 1 Januari 2005. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa bawang merah yang masuk ke Indonesia dari negara lain kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus
7
dikenakan tarif sebesar 25 persen pada tahun 2005-2010 dan turun menjadi 20 persen mulai tahun 2011 (Kementerian Keuangan, 2012). Mayoritas bawang merah impor yang masuk berasal dari negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia seperti Thailand, Vietnam, Philipina, dan China. Impor bawang merah yang berasal dari ASEAN dan China pada tahun 2010 adalah sebesar 54 903 Ton dan sisanya sebesar 15 669 Ton berasal dari negara-negara di luar anggota ASEAN dan China. Berdasarkan
Permenkeu
Nomor
28/PMK.010/2005,
Permenkeu
Nomor
355/KMK.01/2004 dan beberapa peraturan lainnya, tarif impor bawang merah yang berasal dari Cina dan ASEAN adalah sebesar nol persen pada tahun 2006 (Kementerian Keuangan, 2012). Berdasarkan keterangan Dirjen Hortikultura (2012), bawang merah impor ternyata masuk ke daerah-daerah yang merupakan sentra produksi bawang merah di Indonesia, seperti Brebes, Tegal dan Cirebon.1 Rendahnya harga bawang merah impor menyebabkan bawang merah lokal tidak dapat bersaing di pasar domestik dan harganya menjadi turun. Pada kondisi pasar tersebut, pedagang membebankan penurunan harga kepada petani dengan membeli bawang merah dibawah harga pasar dan dibawah biaya produksi yang dikeluarkan petani. Impor bawang merah diduga akan menurunkan harga domestik, sehingga perlu dikaji apakah perubahan kebijakan impor yang diterapkan oleh pemerintah telah efektif dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan bawang merah, meningkatkan produksi bawang merah, serta mengurangi ketergantungan impor. Selain itu, perlu dikaji faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi,
1
Hasil wawancara dengan staff Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementrian Pertanian pada tanggal 31 Januari 2012.
8
permintaan, dan impor bawang merah di Indonesia agar pemerintah dapat mengantisipasi adanya kecenderungan faktor-faktor tersebut ke depannya. Kecenderungan impor bawang merah Indonesia ke depannya perlu diperhatikan. Hal tersebut terkait dengan tingkat kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia akibat fluktuasi harga bawang merah domestik. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian terkait dampak perubahan kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, harga bawang merah serta kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Sehubungan dengan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan masalahmasalah penelitian sebagai berikut: 1.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi, permintaan, impor, dan harga bawang merah ?
2.
Bagaimana dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, dan harga bawang merah ?
3.
Bagaimana dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia ?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan
dari penelitian adalah: 1.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, impor, dan harga bawang merah.
9
2.
Menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, dan harga bawang merah.
3.
Menganalisis dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia kepada beberapa pihak diantaranya: 1.
Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi pemerintah dalam merumuskan suatu kebijakan yang dapat melindungi kesejahteraan masyarakat, khususnya petani terkait pertanian bawang merah serta mengurangi ketergantungan impor bawang merah di Indonesia.
2.
Akademisi dan peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan studi litelatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Lingkup kajian yang digunakan dalam penelitian meliputi:
1.
Bawang merah yang dianalisis adalah bawang merah konsumsi dengan kode HS 0703102900.
2.
Harga internasional bawang merah menggunakan FOB New Zealand sebagai negara pengekspor bawang merah terbesar di dunia.
3.
Indikator kesejahteraan masyarakat yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep surplus produsen dan surplus konsumen.
10
4.
Data yang digunakan merupakan data resmi pemerintah dan tidak mencakup data bawang merah yang tidak resmi dan tidak tercatat.
5.
Kebijakan impor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hambatan tarif impor dan hambatan non tarif (kuota impor).
6.
Faktor eksternal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penurunan harga riil bawang merah dunia.
7.
Jumlah penawaran dan permintaan bawang merah diasumsikan sama.
8.
Konsumen bawang merah rumahtangga merupakan konsumen yang menggunakan bawang merah untuk konsumsi akhir (final demand).
9.
Konsumen bawang merah non rumahtangga merupakan konsumen yang menggunakan bawang merah sebagai bahan baku untuk produk yang akan dijual kembali (derived demand) seperti restoran, warung makan, industri kecil menengah, dan industri besar.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang
tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan berupa tarif impor maupun non tarif harus dikurangi hingga akhirnya dihapuskan. Hal yang paling diperhatikan dalam perjanjian pertanian WTO adalah larangan pemberian subsidi bagi petani baik subsidi domestik maupun subsidi ekspor, namun di beberapa negara maju masih sarat dengan pemberian subsidi yang mendistorsi pasar. Dengan adanya subsidi, surplus mereka dapat dijual dengan harga murah yang menyebabkan harga pasar dunia menjadi sangat rendah (Saptana dan Hadi, 2008). Indonesia saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 kurang mampu melaksanakan program-program pembangunan sektor pertanian yang telah disusun dalam rangka menghadapi liberalisasi produk pertanian yang telah disepakati dalam WTO. Kondisi tersebut memaksa Indonesia untuk meliberalisasi produk pertaniannya jauh lebih cepat daripada yang seharusnya. Meskipun komitmen tarif produk pertanian Indonesia dalam forum WTO masih cukup tinggi yaitu maksimal sebesar 40 persen untuk bawang merah konsumsi, namun selama kurun waktu 1998-2004 Indonesia menerapkan tarif impor sebesar lima persen untuk bawang merah konsumsi (Kementerian Keuangan, 2012). Indonesia setelah tanggal 1 Januari 2005 melakukan Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk dengan menerapkan tarif yang relatif tinggi untuk beberapa produk pertanian termasuk hortikultura yaitu sebasar 10-40 persen. Program tersebut dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari negara lain,
12
kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus dengan Indonesia seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN China Free Trade Area (AC-FTA), dan ASEAN Korea Free Trade Area (AK-FTA). Keputusan pemerintah tentang harmonisasi tarif diterbitkan dalam Permenkeu Nomor 591/PMK.010/2004 tanggal 21 Desember 2004. Tarif impor yang dikenakan untuk bawang merah konsumsi adalah sebesar 25 persen pada tahun 2005-2010. Berdasarkan Permenkeu Nomor 90/PMK.011/2011 tarif impor tersebut turun menjadi sebesar 20 persen mulai tahun 2011 (Kementerian Keuangan, 2012). Tarif impor bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN dan China pada tahun 2006 telah dihapuskan atau nol persen. Keputusan tersebut tertulis dalam Permenkeu Nomor 28/PMK.010/2005 serta Kepmenkeu Nomor 355/KMK.01/2004 dan 356/KMK.01/2004. Kemudian pemerintah menanggapi adanya AK-FTA dengan menerbitkan Permenkeu Nomor 236/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008. Peraturan tersebut mengemukakan bahwa tarif impor bawang merah dari Korea tahun 2009-2011 adalah sebesar lima persen dan akan turun menjadi nol persen pada tahun 2012 (Kementerian Keuangan, 2012). 2.2.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang dapat dijadikan referensi antara lain penelitian
Tentamia (2002), Tandipayuk (2010), Nainggolan (2006), Saptana dan Hadi (2008), dan Hidayat (2012). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. 2.2.1. Penelitian tentang Bawang Merah Penelitian mengenai bawang merah telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti penelitian oleh Tentamia (2002) dan Tandipayuk (2010). Penelitian tersebut menganalisis tentang perkembangan serta faktor-faktor yang
13
mempengaruhi produksi, penawaran, konsumsi, serta fluktuasi harga bawang merah di Indonesia (Tabel 3). 2.2.2. Penelitian tentang Kebijakan Perdagangan Komoditas Pertanian Penelitian terdahulu mengenai perdagangan komoditas pertanian juga telah banyak dilakukan diantaranya oleh Saptana dan Hadi (2008) serta Arsyad, Sinaga, dan Yusuf (2011). Penelitian tersebut melihat dampak adanya suatu kebijakan perdagangan (ekspor atau impor) terhadap faktor-faktor yang dipengaruhinya dengan menggunakan dua alat analisis yang berbeda. Penelitian Saptana dan Hadi (2008) menggunakan pendekatan Partial Equilibrium Model, sedangkan Arsyad, Sinaga, dan Yusuf (2011) menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares (Tabel 3). 2.2.3. Penelitian tentang Pengaruh Kebijakan terhadap Kesejahteraan Hidayat
(2012) meneliti
mengenai
pengaruh kebijakan
terhadap
kesejahteraan masyarakat. Penelitian tersebut mengkaji dampak adanya perubahan kebijakan yang akan mempengaruhi besarnya kesejahteraan masyarakat. Indikator kesejahteran yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah perubahan surplus produsen dan surplus konsumen (Tabel 3).
14
Tabel 3. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No. 1
Peneliti dan Judul Tujuan Penelitian Mari Komariah 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal dan Tentamia (2002), produksi bawang merah di Jawa Analisis Penawaran Tengah dan luar Jawa Tengah dan Permintaan 2. Menganalisis faktor-faktor yang Bawang Merah di mempengaruhi permintaan, ekspor, Indonesia impor, dan harga bawang merah di Jawa Tengah dan luar Jawa Tengah 3. Menganalisis dampak perubahan faktor ekonomi peningkatan harga pupuk, tarif impor, depresiasi rupiah dan perubahan harga komoditas alternatif terhadap penawaran, permintaan, ekspor, impor, dan harga bawang merah di Jawa Tengah dan Indonesia 4. Menganalisis dampak perubahan faktor ekonomi peningkatan harga pupuk, tarif impor, depresiasi rupiah dan perubahan harga komoditas alternatif terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Jawa Tengah dan Indonesia
Metode Penelitian model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares. Simulasi kebijakan : 1. peningkatan harga pupuk 2. perubahan nilai tukar rupiah 3. peningkatan tarif impor 4. peningkatan dan penurunan harga komoditas alternatif (cabe)
Hasil Produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk, tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabe, dan upah tenaga kerja. Sedangkan permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk, tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita. Perubahan faktor ekonomi yang berdampak pada peningkatan produksi bawang merah adalah depresiasi nilai tukar rupiah, peningkatan tarif impor bawang merah, dan penurunan harga cabe. Penurunan produksi bawang merah dipengaruhi oleh peningkatan harga pupuk, apresiasi nilai tukar rupiah, dan peningkatan harga cabe. Peningkatan permintaan bawang merah domestik dipengaruhi oleh apresiasi nilai tukar rupiah dan penurunan harga cabe. Dengan demikian, faktor ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku ekonomi adalah peningkatan tarif impor bawang merah dan apresiasi nilai tukar rupiah.
15
Tabel 3. Lanjutan No. 2.
3.
Peneliti dan Judul Sri Tandipayuk (2010), Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Bawang Merah Indonesia
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis perkembangan produksi, konsumsi, dan harga bawang merah Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga bawang merah Indonesia.
Muhammad Arsyad, B. 1. Menganalisi faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor M. Sinaga, dan S. kakao Indonesia Yusuf (2011), Analisis 2. Menganalisis dampak Dampak Kebijakan rencana pemberlakukan Pajak Ekspor dan pajak ekspor dan subsidi Subsidi Harga Pupuk harga pupuk terhadap terhadap Produksi produksi dan ekspor kakao pasca Putaran Uruguay dan Ekspor Kakao
Metode Penelitian Model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares. Pengolahan data digunakan dengan Eviews 6 dan Microsoft excel.
Hasil Penelitian Produksi bawang merah Indonesia masih berfluktuasi dan tidak responsif terhadap harga bawang merah domestik dalam jangka pendek. Luas areal panen ini dipengaruhi oleh harga bawang merah domestik tahun sebelumnya, harga pupuk tahun sebelumnya, harga cabe merah tahun sebelumnya, trend waktu, dan harga tenaga kerja tahun sebelumnya. Produktivitas dipengaruhi oleh harga bawang merah domestik. Semua faktor endogen tersebut tidak responsif terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut. Konsumsi bawang merah domestik terus meningkat dan sangat responsif terhadap perubahan jumlah penduduk dalam jangka pendek. Harga bawang merah domestik terus berfluktuasi dipengaruhi secara nyata oleh harga impor bawang merah, nilai tukar rupiah, dan harga bawang merah domestik. Model persamaan Penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor simultan dengan metode yang secara potensial mempengaruhi ekspor kakao pendugaan Two-Stages Indonesia adalah harga ekspor kakao Indonesia, Least Squares. pertumbuhan produksi kakao, nilai tukar rupiah, dan trend waktu. Rencana pemberlakukan pajak ekspor berdampak negatif terhadap produksi dan ekspor kakao Indonesia pasca Putaran Uruguay, sementara rencana kebijakan pemberian subsidi harga pupuk
16
Tabel 3. Lanjutan No.
Peneliti dan Judul Indonesia Pasca Putaran Uruguay
Tujuan Penelitian
4.
Saptana dan Prajogo U. Hadi (2008), Dampak Proteksi dan Promosi terhadap Ekonomi Hortikultura Indonesia
Melihat dampak adanya kebijakan proteksi dan promosi terhadap bawang merah, kentang, mangga, dan jeruk baik secara makro maupun mikro.
Metode Penelitian
Hasil Penelitian berdampak positif terhadap peningkatan produksi dan ekspor kakao Indonesia. Implikasinya adalah bahwa kebijakan subsidi harga pupuk masih dapat diharapkan sebagai strategi kunci untuk memacu produksi dan ekspor kakao Indonesia. Pendekatan Partial Dampak kebijakan proteksi berupa peningkatan tarif impor Equilibrium Model dari 5 persen menjadi 25 persen untuk bawang merah dan jeruk berpotensi meningkatkan harga grosir, harga petani, produksi, surplus produsen dan pendapatan usahatani, tetapi mengurangi konsumsi, surplus konsumen, impor, dan penerimaan pemerintah dari pajak. Meskipun demikian peningkatan tarif impor sebesar 25 persen sesungguhnya terlalu tinggi. Kebijakan promosi berupa perbaikan sistem distribusi pupuk berpotensi menurunkan biaya pupuk per Ha per musim pada usahatani kentang di Karo (Sumatera Utara) dan Tabanan (Bali) masing-masing Rp 1.37 Juta dan Rp 0.44 Juta, usahatani bawang merah dan mangga di Majalengka (Jawa Barat) masing-masing Rp 0.21 Juta dan Rp 1.56 Juta, dan usahtani jeruk di Karo (Sumatera Utara) sebesar Rp 4.03 Juta. Sementara pelonggaran impor bibit kentang varietas french fries dan atlantik diharapkan akan meningkatkan produksi dan ekspor hasil olahan kentang
17
Tabel 3. Lanjutan No. 5.
Peneliti dan Judul Nia Kurniawati Hidayat (2012), Dampak Perubahan Harga Beras Dunia terhadap Kesejahteraan Masyarakat Indonesia pada Berbagai Kondisi Transmisi Harga dan Kebijakan Domestik.
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis transmisi harga beras dan integrasi pasar dari pasar dunia ke pasar domestik. 2. Menganalisis dampak perubahan harga beras dunia terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen pada berbagai skenario derajat transmisi harga spasial 3. Menganalisis dampak perubahan harga beras dunia dan kebijakan domestik (harga pokok pembelian, tarif impor, dan kuota impor beras) terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen.
Metode Penelitian Model persamaan simultan dengan metode Two-Stages Least Squares. Simulasi kebijakan: 1. Peningkatan harga dunia 26 persen pada pasar terintegrasi sangat lemah 2. Peningkatan harga dunia 26 persen pada pasar dengan derajat transmisi harga beras dunia dan domestik yang lebih kuat 3. Peningkatan harga pembelian pemerintah 14 persen 4. Peningkatan tarif impor beras 10 persen 5. Penentuan kuota impor beras 1.57 juta Ton 6. Kombinasi penurunan harga dunia 26 persen dan harga pembelian pemerintah 14 persen 7. Kombinasi penurunan harga dunia 26 persen dan peningkatan tarif impor 10 persen
Hasil Penelitian Kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) efektif dalam menstabilkan harga beras domestik dan melindungi petani. Kenaikan HPP dapat meningkatkan kesejahteraan petani meskipun konsumen dirugikan dan penerimaan pemerintah berkurang. Begitu pula dengan kenaikan tarif impor 10 persen, namun kenaikan ini belum mampu melindungi petani dari penurunan harga dunia. Sedangkan kebijakan penetapan kuota impor 1.57 juta Ton dapat menurunkan kesejahteraan petani, namun konsumen diuntungkan.
18
2.3.
Kebaruan Penelitian Penelitian ini memiliki persamaan dan kebaruan dibandingkan penelitian
Tentamia (2002), Tandipayuk (2010), dan Saptana dan Hadi (2008). Persamaan penelitian ini dengan Tentamia (2002) dan Tandipayuk (2010) yaitu menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan Two-Stages Least Squares untuk analsis perdagangan bawang merah di Indonesia, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini lebih fokus membahas tentang dampak kebijakan tarif impor terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Persaman penelitian ini dengan penelitian Saptana dan Hadi (2008) adalah menganalisis dampak adanya kebijakan terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Perbedaannya
alat analisis yang
digunakan dalam penelitian Saptana dan Hadi (2008) adalah Partial Equilibrium Model yang menggunakan data cross section saat proteksi tersebut dilakukan, sedangkan penelitian ini menganalisis dampak perubahan kebijakan tarif secara time series dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2010 menggunakan beberapa simulasi kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup
kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi produksi, fungsi permintaan, harga, teori perdagangan internasional, permintaan impor, surplus produsen dan surplus konsumen, dampak tarif terhadap kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 3.1.1. Fungsi Produksi Produksi adalah suatu proses mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan suatu output yang diinginkan. Fungsi produksi merupakan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan (Lipsey, et al., 1987). Proses produksi mengasumsikan bahwa produsen bertindak rasional yaitu selalu memaksimumkan keuntungan. Fungsi produksi bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: QBM = f (ABM, LBM, NBM) ……………..……………..…………(3.1) dimana: QBM = Produksi bawang merah (Ton) ABM = Luas areal bawang merah (Ha) LBM = Tenaga kerja (HOK) NBM = Input produksi lainnya (Unit) Sehingga persamaan biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut: C = C0 + Pa*ABM + Pl*LBM + Pn*NBM …………………………..(3.2) Dimana C adalah biaya total, C0 adalah biaya tetap sedangkan Pa, Pl, Pn adalah harga lahan, upah tenaga kerja, dan harga input lain.
20
Keuntungan didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dan biaya produksi, jika PBM adalah harga bawang merah maka fungsi keuntungan petani bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: π = PBM*QBM – C π = PBM * f (ABM, LBM, NBM) – (C0 + Pa * ABM + Pl * LBM + Pn*NBM)……………………………………………………….(3.3) Fungsi keuntungan maksimum akan tercapai apabila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol, maka diperoleh: δπ/ δABM = PBM*MPABM – Pa = 0 maka PBM* MPABM = Pa ……..(3.4) δπ/ δLBM = PBM* MPLBM – Pl = 0 maka PBM* MPLBM = Pl …….. (3.5) δπ/ δNBM = PBM* MPNBM – Pm = 0 maka PBM* MPNBM = Pn ..….(3.6) Berdasarkan syarat order pertama, keuntungan petani akan maksimum jika pada suatu tingkat produksi tertentu diperoleh nilai produk marjinal masingmasing input sama dengan harga yang harus dibayarkan untuk memperoleh input tersebut. Selanjutnya fungsi (3.4), (3.5), dan (3.6) dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: MPABM = Pa/PBM ………………………….…………………………(3.7) MPLBM = Pl/PBM …………………………….…………………….….(3.8) MPNBM = Pn/PBM ……………………………….……………………(3.9) Berdasarkan fungsi (3.7), (3.8), dan (3.9) dapat diperoleh fungsi permintaan masing-masing inputnya, yaitu berturut-turut ABMd, LBMd, NBMd adalah permintaan terhadap lahan, tenaga kerja, dan input lain. ABMd = a (Pa, PBM, Pl, Pn) …………..……..………………….…(3.10) LBMd = l (Pl, PBM, Pa, Pn) ……...………..….…………...……….(3.11) NBMd = n (Pn, PBM, Pa, Pl) .……..........……….…………...……...(3.12)
21
Substitusi fungsi permintaan input ke dalam fungsi produksi (3.1) dapat menghasilkan fungsi produksi bawang merah sebagai berikut: QBM = f (PBM, Pa, Pl, Pn) ………………..……………...……….(3.13) Persamaan (3.13) menunjukkan bahwa jumlah produksi bawang merah merupakan fungsi dari harga bawang merah (PBM) dan harga input seperti lahan, tenaga kerja dan input lainnya. Harga lahan tidak tersedia dalam kurun waktu penelitian, sehingga harga lahan tidak diperhitungkan. Produksi bawang merah pada suatu periode waktu merupakan perkalian antara luas areal panen dengan hasil produksi per satuan luas (produktivitas). Fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai berikut: QBM = ABM * YBM …………………..………………….……..(3.14) dimana : QBM
= Produksi bawang merah (Ton)
ABM
= Luas areal panen bawang merah (Ha)
YBM
= Produktivitas bawang merah (Ton/Ha) Henderson dan Quant (1982) dalam Tentamia (2002) mengemukakan
bahwa secara teoritis tingkat produksi dipengaruhi oleh harga output, harga output alternatif, dan harga input. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi adalah luas areal tanam bawang merah, karena data luas areal tanam tidak tersedia maka didekati dengan luas areal panen. Luas areal panen selain dipengaruhi harga output itu sendiri juga dipengaruhi oleh harga output komoditas alternatifnya. Komoditas alternatif yang dipilih dalam penelitian ini adalah komoditas cabe merah karena cabe merah dapat dibudidayakan pada kondisi agroekosistem yang
22
sama dengan bawang merah. Fungsi luas areal panen dapat dirumuskan sebagai berikut: ABMt = a (PBMt, Plt, PPt, PCMt) ………..………………...…….…(3.15) dimana: ABMt
= Luas areal panen bawang merah pada tahun ke-t (Ha)
PBMt
= Harga bawang merah pada tahun ke-t (Rp/Kg)
Plt
= Upah tenaga kerja pada tahun ke-t (Rp/HOK)
PPt
= Harga pupuk pada tahun ke-t (Rp/Kg)
PCMt
= Harga cabe merah pada tahun ke-t (Rp/Kg)
3.1.2. Fungsi Permintaan Permintaan adalah jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Fungsi permintaan merupakan sebuah representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi (Nicholson, 2002). Menurut Koutsoyiannis (1979) fungsi permintaan diturunkan dari fungsi utilitas konsumen yang dimaksimumkan dengan kendala tingkat pendapatan tertentu. Fungsi utilitas konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut: U
= u (Q, R) ………..……………………………………….....(3.16)
dimana: U
= Total utilitas mengkonsumsi bawang merah
Q
= Jumlah konsumsi bawang merah (Ton)
R
= Jumlah konsumsi komoditas lain (substitusi/komplementer) (Unit) Konsumen yang rasional akan selalu memaksimumkan kepuasannya
terhadap konsumsi suatu komoditas pada tingkat harga yang berlaku dan pada
23
tingkat pendapatan tertentu. Tingkat pendapatan merupakan kendala dalam memaksimumkan fungsi utilitas yang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: Y
= PBM * QBM + PR * R …………...………………………(3.17)
dimana: Y
= Tingkat pendapatan konsumen (Rp)
PBM = Harga bawang merah per unit (Rp/Kg) PR
= Harga komoditas lain per unit (Rp/Unit)
Dari persamaan (3.17) dan (3.18) dapat dirumuskan fungsi kepuasan yang akan dimaksimumkan dengan kendala pendapatan sebagai berikut: Z
= U (Q, R) + λ (Y – PBM*QBM – PR*R) ………...………...(3.18)
Dimana λ adalah lagrangian multiplier. Untuk memaksimumkan fungsi Z, maka turunan dari fungsi tersebut sama dengan nol. Dengan memasukkan syarat tersebut maka: δZ/ δQBM = δU/ δQBM – λ PBM = 0 atau MUQBM = λ PBM ….…..(3.19) δZ/ δR = δU/ δR – λ PR = 0 atau MUR = λ PR …………………..…..(3.20) δZ/ δ λ = Y – PBM*QBM – PR*R = 0 …………………………..…..(3.21) Dengan menyelesaikan persamaan (3.20) dan (3.21) maka diperoleh nilai: λ = MUQBM/PBM = MUR /PR atau MUQBM/MUR = PBM/PR ……... (3.22) dimana MUQBM dan MUR masing-masing adalah utilitas marjinal komoditas QBM dan R. Persamaan (3.20), (3.21), dan (3.22) menunjukkan bahwa PBM, PR, dan Y merupakan variabel eksogen yang mempengaruhi permintaan bawang merah. Dengan demikian, fungsi permintaan bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:
24 QBMd = d (PBM, PR, Y) …………………………………….………(3.23) Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang berfungsi sebagai bumbu utama yang tidak dapat digantikan sehingga bawang merah tidak memiliki komoditas substitusi. Oleh karena itu, harga komoditas substitusi tidak termasuk sebagai salah satu faktor yang menentukan jumlah permintaan bawang merah. Menurut Lipsey, et al. (1987) selain dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut dan pendapatan, permintaan suatu komoditas dipengaruhi oleh selera, distribusi pendapatan di antara rumahtangga, dan besarnya populasi. 3.1.3. Harga Harga merupakan sejumlah uang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh satu unit komoditas. Teori harga secara sederhana dikembangkan dalam konteks harga konstan (Lipsey, et al., 1987). Menurut Nicholson (2002) harga barang yang diperdagangkan baik di pasar input maupun output ditentukan oleh penawaran dan permintaan. PerpoTongan kurva permintaan dengan kurva penawaran suatu barang dalam suatu pasar menentukan harga pasar (harga keseimbangan) untuk barang tersebut. Pada kondisi tersebut, kuantitas barang yang diminta oleh pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual. Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai (Nicholson, 2002): 1) pemberi sinyal/informasi bagi produsen mengenai berapa banyak barang yang seharusnya diproduksi untuk mencapai laba maksimum dan 2) penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum. Kenaikan dalam permintaan menyebabkan keseimbangan harga meningkat sehingga
permintaan
mempengaruhi
harga
secara
positif.
Penawaran
25
mempengaruhi harga secara negatif, dimana jika penawaran meningkat maka harga akan cenderung turun. Hal ini disebabkan kuantitas barang yang ditawarkan produsen lebih besar daripada yang dibutuhkan atau yang diinginkan oleh konsumen 3.1.4. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas-batas antar negara (Lipsey, et al., 1987). Meningkatnya taraf hidup dan kebutuhan masyarakat, kemajuan teknologi dan komunikasi, serta terjadinya perubahan politik di dunia menyebabkan tidak ada satu negara atau kelompok manapun yang terisolasi dari negara lain. Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan karena adanya spesialisasi produksi. Menurut Lipsey, et al. (1987) perdagangan internasional memberikan dua sumber manfaat bagi negara-negara yang melakukan perdagangan. Sumber manfaat tersebut antara lain adalah: 1.
Perbedaan dalam hal iklim dan kekayaan alam yang dimiliki masingmasing negara di dunia mengakibatkan adanya keunggulan dalam memproduksi barang-barang tertentu dan kelemahan dalam memproduksi barang yang lain.
2.
Penurunan biaya produksi di masing-masing negara yang disebabkan oleh meningkatnya skala produksi karena adanya spesialisasi. Perdagangan internasional juga dapat terjadi karena adanya perbedaan
permintaan dan penawaran suatu negara. Negara akan cenderung mengimpor suatu barang jika persediaan dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi
26
permintaan serta biaya produksi di dalam negeri relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Teori perdagangan internasional menunjukkan bahwa suatu negara akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang lebih baik dengan melakukan spesialisasi terhadap barang yang memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor barang yang mempunyai kerugian komparatif. Negara pengimpor
Hubungan perdagangan Internasional
SM
P
Negara pengekspor P
P
P3
SD
DX
Sx
ekspor
P2= PW impor
P1
DD
DM O
QsM
QdM
Q O
QD
Q O
QdX
QsX
Keterangan: QD = QdM- QsM = QsX- QdX Sumber: Lindert dan Kindleberger (1993)
Gambar 3. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional Gambar 3. menunjukkan bahwa sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara pengekspor sebesar P1 sedangkan harga di negara pengimpor sebesar P3. Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P3. Ketika harga internasional sama dengan harga P2, maka di negara pengimpor terjadi kelebihan permintaan (excess demand) dan di negara pengekspor akan terjadi kelebihan penawaran (excess supply). Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara pengekspor dan kelebihan permintaan di negara pengimpor akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional, yaitu sebesar P2. Perdagangan
Q
27
menyebabkan besarnya komoditas yang diperdagangkan di pasar internasional sama dengan besarnya komoditas yang ditawarkan negara pengekspor dan besarnya komoditas yang diminta negara pengimpor. 3.1.5. Permintaan Impor Impor merupakan aktifitas perdagangan dimana suatu negara membeli barang dari luar negeri. Pembelian barang ini disebabkan oleh produksi barang dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan konsumsi, suatu negara tidak dapat memproduksi dengan baik akibat adanya keterbatasan teknologi dan iklim, barang tersebut sangat penting dalam proses kehidupan sehingga terpaksa harus diimpor, serta suatu negara mempunyai teknologi tapi tidak mempunyai bahan baku untuk produksi dan diekspor kembali. Permintaaan impor merupakan kelebihan permintaan domestik di negera pengimpor (excess demand). Menurut Lindert dan Kindleberger (1993) kurva permintaan impor oleh suatu negara di pasar internasional adalah selisih antara permintaan dan penawaran akan komoditas bersangkutan di negara tersebut. Permintaan impor bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: Mt = Qd – Qb ………………………………………………………...(3.24) dimana: Mt
= Impor bawang merah (Ton)
Qd
= Permintaan bawang merah (Ton)
Qb
= Produksi bawang merah domestik (Ton)
3.1.6. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen Kebijakan perdagangan dunia, seperti pengenaan tarif dan kuota impor untuk kasus negara pengimpor atau subsidi ekspor untuk negara pengekspor
28
merupakan suatu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam melindungi produsen maupun konsumen domestik. Dampak yang ditimbulkan dari adanya kebijakan tersebut dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan teori ekonomi kesejahteraan (welfare economic) yaitu dengan konsep pengukuran surplus konsumen dan surplus produsen. Surplus konsumen dapat didefinisikan sebagai sejumlah uang yang bersedia dibayarkan oleh pembeli dari mengkonsumsi suatu barang dikurangi dengan sejumlah uang yang sebenarnya dibayarkan. Surplus produsen adalah sejumlah uang yang diterima oleh produsen dari suatu produk yang dihasilkannya dikurangi dengan biaya yang digunakan untuk memproduksi barang itu (Mankiw, 2001). Harga (P)
S
P2
Pe
SK
E
SP P1 0
D Qe
Jumlah (Q)
Sumber: Mankiw (2001)
Gambar 4. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen pada Kondisi Keseimbangan Pasar Surplus produsen dan konsumen secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 4. Jika diasumsikan tidak ada perdagangan ke luar negeri, maka pada keadaan keseimbangan (Pe dan Qe), surplus konsumen adalah P2EPe dan surplus produsen adalah PeEP1. Kelemahan pengukuran surplus konsumen dengan kurva permintaaan biasa adalah tidak mempertimbangkan efek pendapatan akibat perubahan harga, sehingga konsep surplus konsumen kurang menggambarkan kondisi keinginan konsumen untuk membayar atau menerima. Secara matematis,
29
surplus produsen dan konsumen diukur dengan mengintergralkan fungsi penawaran dan fungsi permintaan sebagai berikut (Chiang, 1984 dalam Hidayat, 2012): ∫
( )
……………………….………………………...(3.25)
∫
( )
………………………….………………………(3.26)
dimana: Qd
= Fungsi Permintaan
Qs
= Fungsi Penawaran
SK
= Nilai surplus konsumen (Rp)
SP
= Nilai surplus produsen (Rp)
Pe
= Harga keseimbangan (Rp)
P2
= Harga pada perpotongan kurva permintaan dengan sumbu harga (Rp/Unit)
P1
= Harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga (Rp/Unit)
3.1.7. Dampak Tarif terhadap Kesejahteraan Tarif (tariff) adalah pajak yang dirancang untuk meningkatkan harga barang-barang dari luar negeri (Lipsey, et al., 1987). Menurut Lindert dan Kindleberger (1993) pengenaan tarif hampir selalu menurunkan kesejahteraan dunia meskipun akan membantu kelompok-kelompok yang ada kaitannya dengan produksi barang substitusi impor. Tarif akan bernilai penting apabila Indonesia menjadi negara pengimpor bawang merah setelah menjalin hubungan dagang dengan negara-negara lain.
30 Harga (P) Penawaran dalam negeri
B A P2 C
D
P1 = Pw
E
F
Keseimbangan tanpa perdagangan Harga domestik tarif Harga dunia
G
Permintaan dalam negeri Qs1
Qs2
Q d2
Qd1
Jumlah (Q)
Sumber: Mankiw (2001)
Gambar 5. Dampak Pemberlakuan Tarif Impor Gambar 5 memperlihatkan situasi pasar bawang merah di Indonesia. Jika perdagangan bebas dimungkinkan, maka harga domestik akan sama dengan harga dunia. Penerapan tarif akan memperbesar harga bawang merah impor melebihi harga dunia dan kelebihannya itu sama dengan besaran tarif yang diterapkan. Petani bawang merah dengan adanya tarif dapat menjual bawang merah dengan harga yang sama dengan harga dunia plus tarif ke pasar domestik, sehingga penjual domestik diuntungkan sedangkan pembeli mengalami kerugian. Perubahan harga ini tentu saja mempengaruhi perilaku penjual dan pembeli domestik. Tarif menyebabkan kuantitas permintaan bawang merah domestik turun dari Qd1 menjadi Qd2, sedangkan kuantitas penawaran domestik naik dari QS1 menjadi QS2. Dengan demikian, penerapan tarif menurunkan kuantitas impor dan mendorong pasar domestik mendekati kondisi equilibrium tanpa perdagangan. Guna mengetahui berapa besar dampak adanya kebijakan tarif, maka perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
31
Tabel 4. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Tarif Uraian Sebelum tarif Surplus konsumen A+B+C+D+E+F Surplus produsen G Penerimaan pemerintah Tidak ada Total surplus A+B+C+D+E+F+G Sumber : Mankiw (2001)
Setelah tarif A+B C+G E A+B+C+E+G
Perubahan -(C + D + E + F) +C +E -(D + F)
3.1.8. Dampak Kuota Impor terhadap Kesejahteraan Kuota impor (import quota) adalah pembatasan jumlah barang-barang yang berasal dari luar negeri untuk dijual di dalam negeri (Mankiw, 2010). Kebijakan kuota impor digunakan oleh negara pengimpor untuk menetapkan jumlah maksimum komoditas tertentu yang boleh diimpor setiap tahun. Harga (P)
Penawaran dalam negeri Keseimbangan tanpa perdagangan
Kuota
Penawaran dalam negeri + impor
A B P2 C P1 = Pw
G
0
E‟
D
Keseimbangan setelah adanya kuota E‟‟ F
Harga dunia
Impor dengan kuota
QS1 QS2
Q D2
Q D1
Permintaan dalam negeri Jumlah (Q)
Impor tanpa kuota Sumber: Mankiw (2001)
Gambar 6. Dampak Pemberlakuan Kuota Impor Gambar 6 menunjukkan situasi pasar bawang merah di Indonesia setelah dan sebelum adanya kebijakan kuota impor. Jika perdagangan bebas dimungkinkan, maka harga domestik akan sama dengan harga dunia. Penerapan kuota impor akan mengurangi jumlah impor bawang merah sehingga harga bawang merah impor meningkat melebihi harga. Petani bawang merah dengan adanya kuota impor dapat menjual bawang merah dengan harga yang sama
32
dengan harga dunia setelah adanya kuota impor, sehingga penjual domestik diuntungkan sedangkan pembeli mengalami kerugian. Perubahan harga ini tentu saja mempengaruhi perilaku penjual dan pembeli domestik. Kuota impor menyebabkan jumlah permintaan bawang merah domestik turun dari Qd1 menjadi Qd2, sedangkan kuantitas penawaran domestik naik dari QS1 menjadi QS2. Dengan demikian, penerapan kuota impor menurunkan jumlah impor dan mendorong pasar domestik mendekati kondisi equilibrium tanpa perdagangan. Guna mengetahui berapa besar dampak adanya kebijakan kuota impor, maka perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perubahan Kesejahteraan sebagai Akibat Pemberlakuan Kuota Uraian Surplus konsumen
Sebelum kuota A + B + C + D + E‟ + E‟‟ + F
Setelah kuota A+B
Surplus produsen Penerimaan kuota Total surplus
G Tidak ada A + B + C + D + E‟ + E‟‟ + F +G
C+G D + E‟ A + B + C + E„ + E‟‟ + G
Perubahan -(C + D + E‟ + E‟‟ + F) +C + (D + E‟) -(E‟‟ + F)
Sumber : Mankiw (2001)
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian mengenai dampak kebijakan impor dan faktor eksternal bawang
merah di Indonesia berangkat dari pemahaman bahwa bawang merah merupakan komoditas utama dalam prioritas pengembangan sayuran dataran rendah Indonesia. Bawang merah merupakan sayuran rempah yang digunakan dalam rumahtangga sebagai bumbu/penyedap masakan sehari-hari. Usahatani bawang merah memiliki peluang pasar yang cukup luas, baik sebagai konsumsi rumahtangga dan industri pengolahan, baik pasar domestik maupun ekspor. Seperti yang diilustrasikan pada bagan kerangka pemikiran operasional pada Gambar 7, bahwa permintaan bawang merah terus berkelanjutan setiap waktu, sedangkan produksi bawang merah nasional masih bersifat musiman
33
sehingga belum mampu memenuhi permintaan bawang merah nasional. Oleh karena itu, untuk menjaga ketersediaan bawang merah dalam negeri perlu dilakukan impor. Liberalisasi perdagangan menyebabkan perekonomian bawang merah Indonesia semakin buruk. Penerapan hambatan tarif impor terhadap komoditas bawang merah yang selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun diduga memberikan dampak terhadap tingginya impor bawang merah yang masuk ke Indonesia. Dampak tingginya impor bawang merah terhadap harga domestik dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani bawang merah menjadi perhatian utama pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan analisis pengaruh kebijakan tarif impor bawang merah terhadap harga domestik dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Skenario yang dibangun dalam penelitian ini adalah peningkatan dan penurunan besarnya tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal. Analisis penelitian ini diharapkan dapat menjawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor bawang merah serta pengaruh perubahan kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap variabel endogen dan kesejahteraan sehingga dapat diperoleh rekomendasi kebijakan perdagangan bawang merah yang efektif di Indonesia.
34
Produksi bawang merah bersifat musiman
Permintaan bawang merah berkelanjutan
Impor bawang merah meningkat
Pengaruh terhadap penawaran, permintaan, harga, surplus produsen dan surplus konsumen bawang merah
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, dan impor bawang merah (metode 2SLS)
Simulasi historis dengan menggunakan skenario kebijakan impor dan faktor eksternal
Rekomendasi kebijakan perdagangan bawang merah di Indonesia
Gambar 7. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional
35
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series
tahunan dengan rentang waktu dari tahun 1990 sampai 2010. Data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian (Kementan), Food Agricultural Organization (FAO), World Bank, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Selain itu, penelitian ini juga akan didukung oleh beberapa bahan referensi data yang akan diperoleh dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Direktorat Jenderal Hortikultura, dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). 4.2.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Analysis Software/ Econometric Time Series (SAS/ETS) versi 9.1. Model analisis data yang digunakan adalah persamaan simultan. Masing-masing persamaan dalam penelitian diestimasi dengan menggunakan metode estimasi Two-Stages Least Squares (2SLS). Metode estimasi digunakan untuk mengestimasi parameter produksi, permintaan, impor, dan harga bawang merah Indonesia. Selanjutnya, dilakukan simulasi model yang berguna untuk menganalisis dampak kebijakan tarif impor bawang merah terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia.
33
Tarif impor
GDP riil
Harga riil bawang putih
Suku bunga kredit
Curah hujan
Ekspor bawang merah
Harga bawang merah impor
Harga dunia
Harga riil mie instan
Tren Waktu
Produksi bawang merah
Penawaran bawang merah
Impor bawang merah
Permintaan bawang merah
Permintaan non rumahtangga
Upah riil tenaga kerja
Permintaan rumahtangga
Harga riil bawang merah konsumen
Harga riil cabe merah Harga riil pupuk urea
Harga riil bawang merah produsen
Luas panen bawang merah
GDP riil per Kapita
Keterangan : Variabel eksogen
Variabel endogen
Gambar 8. Keterkaitan Antar Variabel dalam Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia
Jumlah penduduk
37
4.3.
Spesifikasi Model Model adalah sesuatu yang menggambarkan fenomena yang sebenarnya
seperti suatu metode atau proses aktual (Intriligator, et al., 1996). Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika. Menurut Koutsoyiannis (1977) dalam membangun model ekonometrika terdapat empat tahap utama yang harus dilalui yaitu spesifikasi model, estimasi model, validasi model, dan penerapan model. Spesifikasi model merupakan langkah pertama dan paling penting, karena pada tahap ini peneliti harus menspesifikasi model yang didasarkan pada teori ekonomi dan informasi yang berhubungan dengan fenomena yang diteliti. Hal ini merupakan hipotesis penelitian yang digambarkan dalam bentuk persamaan struktural yang mencakup variabel eksogen dan endogen. Beberapa model yang dibangun dalam penelitian dampak kebijakan tarif impor bawang merah adalah: 4.3.1. Luas Areal Panen Bawang Merah Usahatani
bawang
merah
dalam
peningkatan
produktivitasnya
memperhatikan pemupukan, penanggulangan hama, dan penggunaan bibit unggul. Pupuk untuk usahatani bawang merah dapat diberikan dengan dosis penggunaan sebesar 90 Kg/Ha pupuk urea, 125 Kg/Ha pupuk TSP, 115 Kg/Ha pupuk Za, 100 Kg/Ha pupuk KCL dan 10 Ton/Ha pupuk kandang (Dirjen Hortikultura, 2004). Penelitian ini hanya menggunakan pupuk urea karena data harga pupuk KCL, harga pupuk ZA, dan harga pupuk kandang tidak tersedia. Penggunaan input lain seperti pestisida dan bibit juga tidak dimasukkan dalam persamaan karena data tidak tersedia.
38
Luas areal panen bawang merah dipengaruhi oleh harga bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya, harga cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya, harga pupuk urea, pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian, serta luas areal panen tahun sebelumnya. Persamaan struktural dari luas areal panen bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: ABMt = a0 + a1 PPBMRt-1 + a2 PPCMRt-1 + a3 PPURt + a4 TUTKRt + a5 ABMt-1 + ε1 …………………………………...…………(4.1) dimana: ABMt
= Luas areal panen bawang merah pada tahun ke-t (Ha)
PPBMRt-1 = Harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) PPCMRt-1 = Harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) PPURt
= Harga riil pupuk urea pada tahun ke-t (Rp/Kg)
TUTKRt = Pertumbuhan upah riil tenaga kerja sektor pertanian (%) ABMt-1
= Luas areal panen bawang merah pada tahun sebelumnya (Ha)
a0
= Intersep
ai
= Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n)
ε1
= Variabel pengganggu
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: a1 > 0; a2, a3, a4 < 0; dan 0 < a5 < 1. 4.3.2. Produksi Bawang Merah Produksi bawang merah secara struktural dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen bawang merah, perubahan suku bunga kredit bank persero, curah hujan, trend waktu, dan produksi bawang
39
merah tahun sebelumnya. Persamaan produksi bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: QBMt = b0 + b1 PPBMRt + b2 ABMt + b3 DCIRt + b4 CHt + b5 T + b6 QBMt-1 + ε2 ….……………………...............................…(4.2) dimana: QBMt
= Produksi bawang merah pada tahun ke-t (Ton)
PPBMRt = Harga riil bawang merah di tingkat produsen pada tahun ke-t (Rp/Kg) ABMt
= Luas areal panen bawang merah pada tahun ke-t (Ha)
DCIRt
= Perubahan tingkat suku bunga kredit bank persero pada tahun ke-t (%)
CHt
= Curah hujan pada tahun ke-t (mm/Thn)
T
= Tren waktu (Thn)
QBMt-1
= Produksi bawang merah pada tahun sebelumnya (Ton)
b0
= Intersep
bi
= Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n)
ε2
= Variabel pengganggu
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: b1, b2, b5 > 0; b3, b4 < 0; dan 0 < b6 < 1. 4.3.3. Penawaran Bawang Merah Penawaran bawang merah merupakan persamaan identitas dari produksi bawang merah ditambah dengan impor bawang merah dikurangi ekspor bawang merah, dengan asumsi bawang merah impor dan ekspor homogen. Persamaan penawaran bawang merah Indonesia tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: QSBMt = QBMt + MBMt – XBMt …………….……………………...(4.3)
40
dimana: QSBMt
= Penawaran bawang merah pada tahun ke-t (Ton)
QBMt
= Produksi bawang merah pada tahun ke-t (Ton)
MBMt
= Impor bawang merah pada tahun ke-t (Ton)
XBMt
= Volume ekspor bawang merah pada tahun ke-t (Ton)
4.3.4. Permintaan Bawang Merah 1. Permintaan Bawang Merah Rumahtangga Permintaan bawang merah rumahtangga secara struktural dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen, pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen, jumlah penduduk, dan pertumbuhan GDP per kapita. Persamaan struktural permintaan bawang merah rumahtangga dapat dinyatakan sebagai berikut: QDRTt = c0 + c1 PKBMRt + c2 TPKBPRt + c3 POPt + c4 TGDPkapt + ε3 ………………………………………………………..(4.4) dimana: QDRTt
= Permintaan bawang merah rumahtangga pada tahun ke-t (Ton)
PKBMRt
= Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun ke-t (Rp/Kg)
TPKBPRt = Pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen pada tahun ke-t (%) POPt
= Jumlah penduduk Indonesia pada tahun ke-t (Jiwa)
TGDPkapt = Pertumbuhan GDP riil per kapita pada tahun ke-t (%) c0
= Intersep
ci
= Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n)
ε3
= Variabel pengganggu
41
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: c1, c2 < 0 dan c3, c4 > 0. 4.3.4.2.Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga Permintaan bawang merah non rumahtangga secara struktural dipengaruhi oleh pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen, harga riil mie instan, pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen, dan GDP riil. Persamaan permintaan bawang merah non rumahtangga tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: QDNRTt = d0 + d1 TPKBMRt + d2 PKMIRt + d3 TPKBPRt + d4 GDPt + ε4 ………………………….…………………………….(4.5) dimana: QDNRTt
= Permintaan bawang merah non rumahtangga pada tahun ke-t (Ton)
TPKBMRt = Pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun ke-t (%) PKMIRt
= Harga riil mie instan (Rp/Bungkus)
TPKBPRt = Pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen pada tahun ke-t (%) GDP
= GDP riil pada tahun ke-t (000 Rp)
d0
= Intersep
di
= Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n)
ε4
= Variabel pengganggu
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: d1, d3 < 0 dan d2, d4 > 0. 4.3.4.3.Permintaan Bawang Merah Total Permintaan bawang merah total merupakan persamaan identitas dari permintaan bawang merah rumahtangga ditambah dengan permintaan bawang
42
merah non rumahtangga. Persamaan permintaan bawang merah total tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: QDBMt = QDRTt + QDNRTt ………………………………….…......(4.6) dimana: QDBMt = Permintaan bawang merah total pada tahun ke-t (Ton) QDRTt
= Permintaan bawang merah rumahtangga pada tahun ke-t (Ton)
QDNRTt = Permintaan bawang merah non rumahtangga pada tahun ke-t (Ton) 4.3.5. Impor Bawang Merah Impor bawang merah Indonesia utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri diluar musim panen. Impor bawang merah terjadi karena adanya sinyal harga yang memberikan insentif ekonomi bagi aktivitas perdagangan. Persamaan impor bawang merah Indonesia dirumuskan sebagai berikut: MBMt = e0 + e1 PMBMRt + e2 PKBMRt + e3 QBMt + e4 QDRTt + e5 MBMt-1 + ε5 ………………………………………………...(4.7) dimana: MBMt
= Impor bawang merah pada tahun ke-t (Ton)
PMBMRt = Harga riil bawang merah impor pada tahun ke-t (Rp/Kg) PKBMRt = Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun ke-t (Rp/Kg) QBMt
= Produksi bawang merah pada tahun ke-t (Ton)
QDRTt
= Permintaan bawang merah rumahtangga pada tahun ke-t (Ton)
MBMt-1 = Impor bawang merah pada tahun sebelumnya (Ton) e0
= Intersep
ei
= Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n)
43 ε5
= Variabel pengganggu
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: e1, e3 < 0; e2, e4 > 0; dan 0< e5< 1. 4.3.6. Harga Riil Bawang Merah Impor Harga riil bawang merah impor dipengaruhi oleh harga riil bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah. Persamaan harga bawang merah impor dapat dirumuskan sebagai berikut: PMBMRt = f0 + f1 PWBMRt + f2 TRFt + ε6 ……………..…..............(4.8) dimana: PMBMRt = Harga riil bawang merah impor pada tahun ke-t (Rp/Kg) PWBMRt = Harga riil bawang merah dunia pada tahun ke-t (Rp/Kg) TRFt
= Tarif impor bawang merah tahun sebelumnya (%)
f0
= Intersep
fi
= Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n)
ε6
= Variabel pengganggu
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: f1, f2 > 0. 4.3.7. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen Harga riil bawang merah di tingkat konsumen dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti rasio penawaran bawang merah dengan permintaan bawang merah rumahtangga dan harga bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya. Persamaan harga konsumen bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: PKBMRt = g0 + g1 (QSBMt /QDRTt) + g2 PKBMRt-1 + ε7………….(4.9)
44
dimana: PKBMRt
= Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun ke-t (Rp/Kg)
QSBMt
= Penawaran bawang merah pada tahun ke-t (Ton)
QDRTt
= Permintaan bawang merah rumahtangga pada tahun ke-t (Ton)
PKBMRt-1 = Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun sebelumnya (Rp/Kg) g0
= Intersep
gi
= Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n)
ε7
= Variabel pengganggu
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: g1 < 0 dan 0 < g2 < 1. 4.3.8. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen Harga riil bawang merah di tingkat produsen dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya. Persamaan harga bawang merah di tingkat produsen dapat dirumuskan sebagai berikut: PPBMRt = h0 + h1 PKBMRt + h2 PPBMRt-1 + ε8……………………(4.10) dimana: PPBMRt
= Harga riil bawang merah di tingkat produsen pada tahun ke-t (Rp/Kg)
PKBMRt
= Harga riil bawang merah di tingkat konsumen pada tahun ke-t (Rp/Kg)
PPBMRt-1 = Harga riil bawang merah di tingkat produsen pada tahun sebelumnya (Rp/Kg)
45
h0
= Intersep
hi
= Parameter yang diduga (i= 1, 2, 3, 4, …, n)
ε8
= Variabel pengganggu
Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: h1 > 0 dan 0 < h2 < 1. 4.4.
Identifikasi Model Masalah identifikasi terjadi karena kumpulan koefisien struktural yang
berbeda kemungkinan cocok dengan sekumpulan data yang sama. Menurut Koutsoyiannis (1977) masalah identifikasi muncul hanya untuk persamaan yang di dalamnya terdapat koefisien-koefisien yang harus diestimasi secara statistik. Masalah identifikasi tidak muncul dalam persamaan definisi, identitas atau dalam pernyataan tentang kondisi equilibrium karena dalam hubungan-hubungan tersebut tidak memerlukan pengukuran. Dalam teori ekonometrika, terdapat dua kemungkinan situasi dalam suatu identifikasi, yaitu Koutsoyiannis (1977): 1. Persamaan Underidentified Suatu persamaan disebut underidentified apabila bentuk statistiknya tidak tunggal. Selain itu, persamaan tersebut tidak dapat diduga menggunakan seluruh parameter yang ada dengan teknik ekonometrik manapun. 2. Persamaan Identified Suatu persamaan dinyatakan dapat diidentifikasi (identified) apabila memiliki bentuk statistik tunggal. Pada persamaan identified, koefisien yang terdapat didalamnya secara umum dapat diduga secara statistik. Jika persamaan exactly identified (identifikasi tepat), maka metode yang sesuai untuk pendugaan adalah Indirect Least Squares (ILS), sedangkan jika persamaan
46
overidentified (terlalu diidentifikasikan), maka metode ILS tidak dapat digunakan karena tidak akan menghasilkan persamaan tunggal dari parameter struktural. Metode yang dapat digunakan untuk pendugaan persamaan overidentified adalah Two-Stages Least Squares (2SLS) atau Maximum Likelihood Methods. Dalam persamaan identified terdapat dua kondisi yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Order Condition (kondisi ordo) Order Condition adalah suatu kondisi yang yang bertujuan untuk mengetahui apakah persamaan yang ada dapat diidentifikasi. Kondisi tersebut antara lain: (1) apabila (K-M) = (G-1), maka persamaan tersebut exactly identified; (2) apabila (K-M) > (G-1), maka persamaan tersebut overidentified; (3) apabila (K-M) < (G-1), maka persamaan tersebut underidentified. dimana: K
= Jumlah total dari variabel pada seluruh model
M = Jumlah variabel endogen dan predetermined variable pada setiap persamaan khusus G
= Jumlah persamaan struktural atau jumlah semua variabel endogen dalam model
2. The Rank Condition of Identifiability (Kondisi tingkat dari identifiabilitas) The
Rank
Condition
of
Identifiability
digunakan
untuk
mengidentifikasi persamaan setelah dilakukan uji Order Condition, sehingga menghasilkan kesimpulan yang dapat diidentifikasi, selanjutnya
47
dilihat apakah persamaan tersebut exactly identified atau overidentified. Langkah-langkah The Rank Condition of Identifiability adalah: 1. Jadikan persamaan simultan yang ada menjadi persamaan yang ruas kanannya nol. 2. Susun matriks koefisien dari semua variabel yang ada untuk persamaanpersamaan tersebut. 3. Jika ingin mengidentifikasi persamaan ke-i, maka coret baris dan kolom pada persamaan yang semua koefisien dalam persamaan tersebut tidak sama nol. 4. Dari matriks sisanya, cari semua determinasi yang mungkin dapat dihitung. 5. Jika paling sedikit ada satu determinasi yang tidak sama dengan nol, maka untuk melihat apakah persamaan tersebut exactly identified atau overidentified dapat digunakan order condition (K-M) ≥ (G-1). Tabel 6. Hasil Identifikasi Model dari Masing-masing Persamaan Variabel ABM QBM QDRT QDNRT MBM PMBMR PKBMR PPBMR
K 30 30 30 30 30 30 30 30
M 6 7 5 5 6 3 3 3
G 10 10 10 10 10 10 10 10
K-M 24 23 25 25 24 27 27 27
G-1 9 9 9 9 9 9 9 9
Keterangan Overidentified Overidentified Overidentified Overidentified Overidentified Overidentified Overidentified Overidentified
Berdasarkan hasil identifikasi pada Tabel 6, terlihat bahwa model yang telah dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 10 variabel endogen (G) dan 20 predetermined variable. Dengan demikian jumlah variabel yang terdapat dalam model adalah sebanyak 30 variabel. Jumlah variabel endogen dan eksogen dalam
48
satu persamaan tertentu maksimal adalah tujuh variabel, sehingga diperoleh hasil K-M > G-1. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa persamaan struktural yang terdapat dalam penelitian ini adalah overidentified. 4.5.
Metode Estimasi Model Hasil
identifikasi
yang
menghasilkan
kesimpulan
overidentified
memungkinkan persamaan untuk diestimasi dengan metode Two-Stages Least Squares (2SLS), Three-Stages Least Squares (3SLS), Limited Information Maximum Likelihood (LIML) atau Full Information Maximum Likelihood (FIML). Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Two-Stages Least Squares (2SLS). Beberapa alasan digunakan metode 2SLS ini adalah (Koutsoyiannis, 1977): 1.
Metode ini lebih cocok digunakan jika jumlah contoh kecil.
2.
Metode ini menghindari estimasi yang bias dan tidak konsisten.
3.
Metode ini merupakan salah satu metode yang cocok untuk digunakan dalam estimasi parameter model ekonometrika simultan, terutama untuk persamaan simultan.
4.
Metode ini lebih efisien digunakan pada kondisi tidak semua persamaan dalam sistem akan diestimasi parameternya.
4.5.1. Uji Kesesuaian Model Pengujian terhadap estimasi persamaan secara keseluruhan dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik-F. Uji Statistik-F adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara
49
bersama-sama mampu menjelaskan keragaman variabel endogennya dengan baik (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis: H0 : β1 = β2 …… = βi = 0 H1 : minimal ada satu βi ≠ 0 dimana: i = banyaknya variabel bebas dalam suatu persamaan Apabila P-value uji statistik-F < taraf α sebesar 10 persen maka tolak H0. Tolak H0 berarti seluruh variabel penjelas dalam satu persamaan secara bersamasama mampu menjelaskan variabel endogennya dengan baik. 4.5.2. Uji Estimasi Variabel Secara Individu Uji statistik-t adalah uji statistik yang digunakan untuk mengatahui dan menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis: H0 : βi = 0 H1 : uji satu arah → βi > 0; βi < 0 uji dua arah → βi ≠ 0 Kriteria uji : Jika
H1 : βi > 0, bila P-value uji statistik-t < α maka tolak H0 H1 : βi < 0, bila P-value uji statistik-t < α maka tolak H0 H1 : βi ≠ 0, bila P-value uji statistik-t < α/2 maka tolak H0 Penelitian ini menggunakan uji satu arah dengan taraf α sebesar 10 persen,
sehingga apabila P-value uji statistik-t < taraf α sebesar 10 persen maka tolak H0.
50
Tolak H0 berarti suatu variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 4.5.3. Uji Autocorrelation Autocorrelation adalah adanya korelasi/hubungan antara kesalahan (error term) pada tahun sekarang dengan kesalahan pada tahun sebelumnya. Guna mengetahui ada atau tidaknya masalah autocorrelation pada setiap persamaan maka perlu dilakukan uji autocorrelation dengan menggunakan statistik DW (Durbin-Watson statistic). Tabel 7. Range Statistik Durbin Watson Nilai DW 4 – dl < DW < 4 4 – du < DW < 4 – dl 2 < DW < 4 – du du < DW < 2 dl < DW < du 0 < DW < dl
Hasil Tolak H0, terjadi masalah autocorrelation negatif masalah autocorrelation tidak dapat disimpulkan Terima H0, tidak terjadi masalah autocorrelation Terima H0, tidak terjadi masalah autocorrelation masalah autocorrelation tidak dapat disimpulkan Tolak H0, terjadi masalah autocorrelation positif
Sumber: Pindyck dan Rubinfeld (1998)
Apabila model mengandung persamaan simultan dan variabel lag, maka untuk mengetahui apakah terdapat autocorrelation atau tidak dalam persamaan digunakan statistik dh (durbin-h statistic). Nilai Durbin-h diperoleh dari perhitungan sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfeld, 1998): (
)√
(β)
……………………………………….(4.11)
dimana: h
= Angka durbin h statistik
T
= Jumlah periode pengamatan sampel
var(β)
= Kuadrat dari standar error koefisien “lagged endogenous variabel”
DW
= Nilai statistik durbin Watson
51
Suatu persamaan tidak mengalami masalah autokorelasi pada kondisi normal yaitu taraf 5 persen, bila nilai h hitung berada diantara -1.96 sampai 1.96. Namun, nilai durbin-h statistic tidak akan diperoleh hasilnya jika hasil kali T* var(β) lebih besar dari satu. Hal ini berarti terdapat angka negatif sehingga tidak dapat dihitung nilai akarnya. 4.5.4. Uji Multicollinearity Multicollinearity adalah suatu hubungan linier antara dua atau lebih variabel bebas dalam satu persamaan tertentu. Jika terjadi korelasi yang sempurna diantara sesama variabel penjelas maka koefisien parameter menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error setiap koefisien estimasi menjadi tidak terhingga. Multicollinearity sempurna jarang terjadi, tetapi umumnya memiliki derajat interkorelasi diantara variabel bebas yang disebabkan saling ketergantungan berbagai variabel ekonomi sepanjang waktu (Sitepu dan Sinaga, 2006). Salah satu cara untuk menentukan masalah multicollinearity dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF). VIF merupakan suatu cara untuk mendeteksi Multicollinearity dengan melihat sejauh mana sebuah variabel penjelas dapat diterangkan oleh semua variabel penjelas lainnya di dalam persamaan regresi. VIF yang tinggi menunjukkan bahwa multicollinearity telah menaikkan sedikit varian pada koefisien estimasi, akibatnya menurunkan nilai t. Semakin tinggi nilai VIF maka semakin berat dampak dari multicollinearity. Pada umumnya, masalah multicollinearity yang serius terjadi apabila nilai VIF dari suatu variabel lebih besar dari 10 (Sarwoko, 2005).
52
4.5.5. Uji Heteroscedasticity Salah satu asumsi penting dari estimasi metode kuadran terkecil adalah varian residual bersifat konstan atau homoscedasticity. Heteroscedasticity adalah suatu keadaan dimana asumsi tersebut tidak tercapai. Dampak adanya heteroscedasticity adalah tidak efisiennya proses estimasi, sementara hasil estimasi tetap konsisten dan tidak bias. Masalah heteroscedasticity akan mengakibatkan hasil uji statistik-F dan uji statistik-t menjadi tidak berguna. Salah satu cara untuk mendeteksi terjadinya masalah heteroscedasticity adalah dengan menggunakan metode park. Metode park mengandung prosedur dua tahap (Sitepu dan Sinaga, 2006). Tahap pertama, melakukan estimasi suatu model
persamaan
regresi
tanpa
mempersoalkan
apakah
ada
masalah
heteroscedasticity atau tidak. Misalkan spesifikasi model yang ditentukan adalah sebagai berikut: PPBMR = β0 + β1 PKBMR + β2 LPPBMR + ε………………………(4.12) Estimasi persamaan (4.12) dengan menggunakan metode OLS, sehingga akan menghasilkan nilai estimasi residual error έ = (Ŷ-Y). Karena umumnya nilai ζ2 tidak diketahui, maka hal ini ditaksir dengan menggunakan ε2 sebagai proxy sehingga model regresi untuk menaksir ζ2 adalah: Ln έ2 = γ0 + γ1 Ln PKBMR + γ2 Ln LPPBMR + v ………………….(4.13) dimana v adalah error term. Persamaan (4.13) merupakan tahap kedua dari metode park. Apabila koefisien parameter γi berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 5 persen, maka hal ini mengindikasikan adanya masalah heteroscedasticity pada data yang digunakan dan sebaliknya.
53
4.5.6. Konsep Elastisitas Nilai elastisitas dapat digunakan untuk melihat derajat kepekaan variabel endogen pada suatu persamaan terhadap perubahan dari variabel penjelas. Nilai elastisitas jangka pendek (short-run) diperoleh dari perhitungan sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfeld, 1998): Esr (Yt, Xi) = ai (Xi)/(Yt) ……………………………………………(4.14) dimana: Esr (Yt, Xi) = Elastisitas jangka pendek variabel penjelas Xi terhadap variabel endogen Yt ai
= Parameter estimasi variabel penjelas Xi
Xi
= Rata-rata variabel penjelas Xi
Yt
= Rata-rata variabel endogen Yt
Nilai elastisitas jangka panjang (long-run) dapat diperoleh dari perhitungan sebagai berikut: (
)
……………………………………………………….(4.15)
dimana: Elr (Yt, Xi) = Elastisitas jangka panjang variabel penjelas Xi terhadap variabel endogen Yt ai lag
= Parameter estimasi dari lag-variabel endogen
Kriteria uji: 1. Jika nilai elastisitas lebih dari satu (E > 1), maka dikatakan elastis karena perubahan satu persen variabel penjelas mengakibatkan perubahan variabel endogen lebih dari satu persen.
54
2. Jika nilai elastisitas antara nol dan satu (0 < E < 1), maka dikatakan inelastis (tidak
responsif)
karena
perubahan
satu
persen
variabel
penjelas
mengakibatkan perubahan variabel endogen kurang dari satu persen. 3. Jika nilai elastisitas sama dengan nol (E = 0), maka dikatakan inelastis sempurna. 4. Jika nilai elastisitas tak hingga (E = ~), maka dikatakan elastis sempurna. 5. Jika nilai elastisitas sama dengan satu (E = 1), maka dikatakan unitary elastis. 4.6.
Validasi Model Validasi model dilakukan untuk mengetahui apakah model cukup valid
digunakan untuk simulasi kebijakan. Simulasi kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini berupa simulasi kebijakan perdagangan bawang merah ke Indonesia. Kriteria statistik yang digunakan untuk validasi estimasi model ekonometrika adalah Root Mean Squares Percent Error (RMSPE), dan Theil’s Inequality Coefficient (U) (Pindyck dan Rubinfeld, 1998). Kriteria-kriteria itu dapat dirumuskan sebagai berikut: √ ⁄ ∑ √ ⁄ √ ⁄
∑
(
∑
(
) ………………...…………….....(4.16)
( )
) √ ⁄
∑
…………………….…………...(4.17) (
)
dimana: RMSPE = Akar tengah kuadrat persen galat U
= Koefisien pertidaksamaan Theil = Nilai dugaan dari model = Nilai aktual
T
= Jumlah periode pengamatan dalam simulasi
55
Statistik RMSPE berguna untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil pendugaan yang menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen). Nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi historis maupun peramalan. Semakin kecil nilai RMSPE dan U semakin baik pendugaan model. Nilai U berkisar antara 0 dan 1. Jika U = 0, maka pendugaan model sempurna. 4.7.
Simulasi Model Kebijakan Simulasi kebijakan historis pada periode tahun 2000-2010 dilakukan
dengan tujuan melihat dan mengetahui dampak kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal (harga riil bawang merah dunia) terhadap penawaran, permintaan, harga, kesejahteraan produsen dan kesejahteraan konsumen bawang merah Indonesia. Skenario simulasi kebijakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Penetapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen. Alternatif kebijakan ini berdasarkan tarif impor bawang merah ketika diterapkan Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk MFN (Most Favourable Nations) tahap II mulai tahun 2011 (Lampiran 1).
2.
Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah menjadi sebesar 12.5 persen. Alternatif kebijakan ini berdasarkan pada rencana penerapan tarif impor bawang merah pada tahun 2025 dalam perjanjian AANZ-FTA (ASEAN, Australia, New Zealand Free Trade Area) (Lampiran 2).
3.
Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah menjadi 40 persen. Alternatif kebijakan ini sengaja dibuat untuk melihat kecenderungan perilaku variabel-variabel endogen ketika kebijakan tarif impor bawang
56
merah dinaikkan sesuai standar maksimum komitmen tarif impor bawang merah pada forum WTO (Lampiran 3). 4.
Penghapusan tarif impor bawang merah menjadi sebesar nol persen. Alternatif kebijakan ini berdasarkan tarif impor bawang merah yang berasal dari negara yang telah melakukan perjanjian FTA dengan Indonesia seperti negara-negara anggota ASEAN dan Cina (Lampiran 4).
5.
Penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen. Alternatif kebijakan ini dibuat untuk melihat kecenderungan perilaku faktor ekonomi di Indonesia dengan adanya kebijakan yang diterapkan baik di negara pengekspor maupun pengimpor bawang merah dunia.
6.
Penerapan kebijakan penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen. Alternatif kebijakan ini dibuat untuk melihat efektivitas kebijakan non tarif dalam melindungi produsen bawang merah dalam negeri.
7.
Kombinasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen. Alternatif kebijakan ini dilakukan untuk melihat efektivitas kebijakan tarif dalam melindungi pasar domestik.
8.
Kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen. Alternatif kebijakan ini dilakukan untuk melihat efektivitas kebijakan tarif dalam melindungi konsumen bawang merah di Indonesia.
4.8.
Analisis Surplus Produsen dan Konsumen Surplus ekonomi terdiri dari surplus produsen, surplus konsumen, dan
penerimaan pemerintah dari adanya tarif impor. Analisis surplus ekonomi
57
digunakan untuk mengetahui perubahan dan distribusi tingkat kesejahteraan pelaku ekonomi komoditas bawang merah. Perubahan surplus ekonomi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Sinaga, 1989; Hadi dan Wiryono, 2005; dan Hadi dan Nuryanti, 2005): ∆SP = (PPBMRs – PPBMRb) * (QBMb + ½ *(QBMs - QBMb) ………….....(4.19) ∆SK = (PKBMRb – PKBMRs) * (QDBMs + ½ *(QDBMb – QDBMs) ……...(4.20) ∆PP = (MBMs * PMBMRs * TRFs) – (MBMb * PMBMRb * TRFb) ..……....(4.21) dimana: ∆SP = Perubahan surplus produsen ∆SK = Perubahan surplus konsumen ∆PP = Perubahan penerimaan pemerintah b
= Nilai simulasi dasar
s
= Nilai simulasi kebijakan
58
V. 5.1.
GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH
Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan
hampir di sebagian besar wilayah Indonesia. Budidaya bawang merah dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim seperti kelembaban, temperatur, cahaya, curah hujan, dan angin. Lokasi yang cocok untuk pertumbuhan bawang merah berkisar antara 0-1 100 mdpl. Bawang merah memerlukan tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, gembur, drainase baik, sirkulasi udara baik, tidak ternaungi, dan tidak tergenang air (Dirjen Hotikultura, 2004). Tabel 8. Perkembangan Produksi Bawang Merah di 10 Sentra Produksi Tahun 2006-2010 (Ton)
1
Jawa Tengah
253 411 268 914
379 903 406 725 506 357
Rata-rata Pertumbuhan (%) 19.7368
2
Jawa Timur
232 953 228 083
181 517 181 490 203 739
-2.5656
3
Jawa Barat
112 964 116 142
116 929 123 587 116 396
0.8416
4
85 682 20 037
90 180 18 170
68 748 133 945 104 324 20 737 21 985 25 058
13.5511
5
Nusa Tenggara Barat Sumatera Barat
6
Sulawesi Selatan
12 088
10 701
10 517
13 246
23 276
22.1189
7
DI Yogyakarta Bali
15 564 9 668
16 996 7 759
19 763 11 554
19 950 10 981
-2.5187
8
24 511 9 915
9
Sulawesi Tengah
8 659
8 369
5 773
6 490
10 301
9.1932
10
Sumatera Utara
8 666
11 005
12 071
12 655
9 413
3.9742
No
Propinsi
2006
2007
2008
2009
2010
6.2015
5.4287
Sumber: Kementerian Pertanian (2012) diolah
Sentra produksi bawang merah terletak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Tenggara, dan Sumatra Utara. Rata-rata pertumbuhan produksi bawang merah di sentra-sentra produksi tersebut dari tahun 2006 sampai dengan 2010 cenderung meningkat lambat, kecuali di Propinsi Jawa Timur dan DI Yogyakarta (Tabel 8). Produksi bawang merah nasional sebesar 75 persen masih berasal dari pulau Jawa.
59
Propinsi Jawa Tengah merupakan penghasil terbesar bawang merah yang menyumbangkan sebesar 22 persen dari total produksi nasional (Badan Litbang Perdagangan, 2006). Menurut Adiyoga dan Soetiarso (1997), usahatani bawang merah di daerah sentra produksi khususnya Brebes (Jawa Tengah) dan Nganjuk (Jawa Timur) masih memiliki keunggulan kompartif. Keunggulan komparatif tersebut bukan disebabkan oleh adanya insentif ekonomi berupa proteksi terhadap harga input dan output. Meskipun demikian, intervensi pemerintah berupa usaha perbaikan infrastruktur fisik dan kelembagaan pasar masih diperlukan untuk mengurangi fluktuasi harga bawang merah. Tabel 9. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata pertumbuhan (%)
Luas Areal Panen (Ha) 82 147 79 867 88 029 88 707 83 614 89 188 93 694 91 339 104 009 109 634 3.44
Produksi (Ton) 861 150 766 572 762 795 757 399 732 610 794 931 802 810 853 615 965 164 1 048 934 2.46
Produktivitas (Ton/Ha) 10.48 9.59 8.67 8.54 8.76 8.91 8.57 9.35 9.28 9.57 -0.85
Sumber: Kementerian Pertanian (2011) diolah
Produksi bawang merah selama kurun waktu 2001–2010 menunjukkan perkembangan yang relatif meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2.46 persen (Tabel 9). Produksi bawang merah merupakan hasil perkalian antara luas areal panen dan produktivitas. Produksi bawang merah dipengaruhi oleh luas lahan, pupuk P dan K, bibit, tingkat pendidikan petani, dan status garapan.
60
Penambahan lahan sulit untuk dilakukan karena intensitas tanam sudah maksimal setiap tahunnya. Implikasinya produksi hanya mungkin di tingkatkan dengan menambah luas tanam pada musim hujan, sehingga perlu diciptakan dan pemasyarakatan teknologi yang terkait dengan pengembangan bawang merah pada musim hujan. Selain itu, penggunaan pupuk P dan K dapat di tingkatkan dengan memperhatikan dosis, waktu, dan cara pemberian yang tepat sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman (Purmiyanti, 2002). Luas areal panen bawang merah di Indonesia berkembang dengan kecepatan yang berfluktuasi dari 82 147 Ha di tahun 2001 turun menjadi 79 867 Ha pada tahun 2002 dengan jumlah produksi sebesar 766 572 Ton. Luas panen tersebut meningkat tajam menjadi 104 009 Ha pada tahun 2009 dengan jumlah produksi sebesar 965 164 Ton. Walaupun demikian pertumbuhan luas panen bawang merah mengalami peningkatan yaitu dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.44 persen. Sementara produktivitas lahan menunjukkan kecenderungan menurun dengan nilai rata-rata pertumbuhan sebesar negatif 0.85 persen (Tabel 9). Tandipayuk (2010) mengemukakan bahwa perkembangan luas areal panen bawang merah dipengaruhi oleh harga bawang merah domestik tahun sebelumnya, harga pupuk tahun sebelumnya, harga cabe merah tahun sebelumnya, trend waktu, dan harga tenaga kerja tahun sebelumnya, namun tidak responsif terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut. 5.2.
Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah merupakan sayuran rempah yang berfungsi sebagai
bumbu/penyedap masakan. Selain itu, bawang merah dapat digunakan sebagai obat tradisional seperti untuk penurun panas, sakit perut, penurun kolesterol, dan
61
anti radang karena mengandung vitamin dan mineral cukup tinggi (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2004). Bardasarkan data Kementerian Pertanian, permintaan bawang merah Indonesia diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pengembangan pengolahan komoditas bawang merah, namun besarnya pendapatan per kapita tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Hutabarat, et al. (1999) yang menyebutkan bahwa besar kecilnya tingkat konsumsi bawang merah tidak selalu dipengaruhi besar kecilnya pendapatan seseorang atau wilayah (kota atau desa) karena bawang merah termasuk kebutuhan pokok yang permintaannya relatif tetap setiap hari. Tabel 10. Perkembangan Permintaan Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 (Ton) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Proporsi (%)
Permintaan rumahtangga 422 461.6370 444 623.5210 454 770.4318 453 929.7992 495 293.6183 441 443.6102 644 848.8834 593 251.6639 551 513.8719 558 417.3600 506 055.4397 56.5904
Permintaan non rumahtangga 480 642.3630 348 061.4791 344 630.5683 347 759.2008 286 128.3817 416 248.3898 256 253.1166 376 064.3362 468 221.1281 557 857.6400 388 186.6603 43.4096
Permintaan total 903 104.0000 792 685.0000 799 401.0000 801 689.0000 781 422.0000 857 692.0000 901 102.0000 969 316.0000 1 019 735.0000 1 116 275.0000 894 242.1000
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010)
Berdasarakan Tabel 10 dapat dilihat bahwa permintaan bawang merah untuk konsumsi lebih banyak digunakan oleh rumahtangga daripada non rumahtangga. Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan bawang merah sebagai konsumsi akhir lebih besar karena bawang merah dapat dikonsumsi secara langsung maupun diolah. Permintaan bawang merah konsumsi total dari tahun
62
2001 sampai dengan tahun 2005 mengalami penurunan yakni sebesar 903 104 Ton menjadi 781 422 Ton. Permintaan bawang merah mulai meningkat kembali pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 yakni sebesar 857 692 Ton menjadi 1 116 275 Ton. 5.3.
Perkembangan Impor Bawang Merah ke Indonesia Ketergantungan Indonesia terhadap bawang merah impor cukup tinggi dan
nilainya akan terus meningkat selama kebutuhan konsumsi dalam negeri belum terpenuhi. Meningkatnya impor bawang merah selain didorong oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk juga didorong oleh semakin meningkatnya industri pengolahan berbahan baku bawang merah. Impor bawang merah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti harga impor bawang merah tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah, GDP tahun sebelumnya, dan impor tahun sebelumnya, namun tidak responsif terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Tandipayuk, 2010). Tabel 11. Perkembangan Neraca Perdagangan Bawang Merah Indonesia Tahun 2001-2011 (Ton) Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Ekspor 5 992 6 816 5 402 4 637 4 259 15 701 9 357 12 314 12 759 3 232 13 791
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) diolah
Impor 47 946 32 929 42 008 48 927 53 071 78 462 107 649 128 015 67 330 70 573 156 381
Ekspor – Impor -41 954 -26 113 -36 606 -44 290 -48 812 -62 761 -98 292 -115 701 -54 571 -67 341 -142 590
63
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa neraca perdagangan bawang merah Indonesia setiap tahun mengalami defisit. Impor bawang merah ke Indonesia cukup berfluktuasi dari tahun 2001 sampai dengan 2011. Impor bawang merah mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai tahun 2008 yakni sebesar 32 929 Ton menjadi sebesar 128 015 Ton. Kemudian tahun 2009 mengalami penurunan cukup besar yaitu menjadi sebesar 67 330 Ton. Selanjutnya meningkat kembali sampai dengan tahun 2011 yaitu sebesar 156 381 Ton. Tabel 12. Perkembangan Impor Bawang Merah ke Indonesia Berdasarkan Negara Asal Tahun 2006-2010 Impor (Kg)
Negara Asal 2006 Malaysia Burma
2 705 114
2007 4 764 915
2008
2009
2010
11 040 147
5 518 854
3 774 383
1 538 750
318 010
923 125
2 992 000
56 000
15 769 503
11 875 927
7 903 185
4 240 560
4 426 900
37 527
181 696
0
0
0
Thailand
40 470 846
81 955 442
75 043 479 28 720 827
27 161 367
Vietnam ASEAN
11 716 036 72 237 776 (92.66%) 1 128 915 (1.45%) 4 597 473 (5.89%)
1 371 280 100 467 270 (93.33%) 4 678 442 (4.35%) 2 503 451 (2.33%)
27 540 320 12 828 541 122 450 256 54 300 782 (95.79%) (85.17%) 4 120 340 3 141 306 (3.22%) (4.93%) 1 259 877 6 312 711 (0.99%) (9.90%)
18 767 570 54 186 220 (76.78%) 716 995 (1.02%) 15 669 541 (22.20%)
Total 77 964 164 107 649 163 Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) diolah
127 830 473 63 754 799
70 572 756
Philippines Singapore
China Non ASEAN
Tabel 12 menunjukkan bahwa impor bawang merah ke Indonesia mayoritas berasal dari negara anggota ASEAN. Pada tahun 2010 sebesar 76.781 persen impor bawang merah berasal dari negara Thailand, Vietnam, Malaysia, Philipina, dan Burma. Impor bawang merah yang berasal dari China adalah sebesar 1.016 persen. Besarnya impor bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN dan China ini diduga karena pada tahun 2006 tarif impor untuk bawang merah yang berasal dari ASEAN telah dihapuskan. Sementara sisanya
64
sebesar 22.203 persen impor bawang merah berasal dari negara-negara di luar ASEAN dan China seperti India, Bulgaria, Jepang, dan Perancis. 5.4.
Perkembangan Harga Bawang Merah di Indonesia Harga
bawang
merah
ditentukan
oleh
mekanisme
pasar
yaitu
keseimbangan penawaran dan permintaan. Fluktuasi harga sering terjadi pada komoditas bawang merah yang disebabkan oleh naik turunnya jumlah bawang merah yang ditawarkan di pasar domestik. Perkembangan harga bawang merah mempunyai pola tertentu dimana pada saat panen raya harga bawang merah turun dan sebaliknya (Tabel 13). Tabel 13. Perkembangan Harga Bawang Merah di Tingkat Konsumen di Indonesia Tahun 2005-2009 (Rp/Kg) Bulan
Harga Lokal
Januari *) Februari *) Maret April Mei Juni Juli *) Agustus *) September *) Oktober *) Nopember Desember
2005 7 780.58 7 553.76 7 753.27 7 844.60 7 899.08 8 072.91 8 205.32 8 042.63 8 008.66 8 478.63 8 857.43 9 030.65
2006 9 609.07 9 784.04 10 184.68 10 321.23 10 511.19 10 491.58 10 293.63 9 674.53 9 036.64 8 707.75 8 609.00 8 763.82
2007 9 199.57 8 916.05 8 660.74 8 543.84 8 837.74 8 929.00 8 683.83 8 441.46 8 507.85 8 920.98 10 256.06 15 730.04
2008 14 910.00 14 182.00 14 888.00 15 022.00 15 842.00 15 936.00 15 514.00 14 781.00 14 123.00 13 781.00 13 430.00 13 609.00
2009 13 093.00 13 632.00 14 423.00 14 198.00 13 976.00 13 591.00 14 523.00 15 034.00 14 426.00 13 741.00 13 926.00 14 035.00
Rata-rata
8 127.29
9 665.60
9 468.93
14 668.17
14 049.83
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) *) pada saat panen raya
Harga bawang merah terendah terjadi pada bulan Agustus sampai dengan Oktober dan harga tertinggi terjadi pada bulan Maret sampai dengan Mei, namun pada tahun-tahun tertentu kecenderungan seperti ini tidak terjadi. Hal ini diduga karena adanya hari besar pada saat panen raya sehingga meskipun penawaran
65
bawang merah domestik meningkat tidak menyebabkan penurunan harga bawang merah di tingkat konsumen. Stato (2007) mengemukakan bahwa fluktuasi harga bawang merah di Pasar Induk Keramat Jati (PIKJ) dipengaruhi oleh pasokan impor bawang merah, harga impor bawang merah, dan harga pupuk. Faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap fluktuasi harga bawang merah adalah harga impor bawang merah. Upaya yang harus dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah khususnya di PIKJ ialah dengan mengatur pola tanam antar wilayah sentra produksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang musim panennya cenderung bersamaan yaitu pada periode Juni sampai dengan September, memberikan bimbingan pelatihan kepada petani guna meningkatan produksinya misalnya melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dan melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah.
66
VI.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA
6.1.
Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian ini
merupakan model simultan dinamis yang dibangun dari 10 persamaan, terdiri dari delapan persamaan struktural dan dua persamaan identitas. Hasil estimasi model dalam penelitian ini dihasilkan setelah melalui beberapa tahapan respesifikasi model. Data yang digunakan adalah data time series tahunan dengan periode pengamatan dari tahun 1990 sampai dengan 2010. Secara keseluruhan estimasi model yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik dilihat dari kriteria ekonomi (kesesuaian tanda), kriteria statistik, dan kriteria ekonometrika. Setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter dan tanda sesuai hipotesis dan logis dari sudut pandang ekonomi. Sebagian besar (75 persen) persamaan struktural memiliki nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) diatas 0.5 dan hanya dua persaman (25 persen) yang memiliki nilai adj R2 dibawah 0.5 yaitu dengan nilai sebesar 0.1041 dan 0.1956. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum masing-masing keragaman variabel endogen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan struktural. Berdasarkan uji statistik-F diperoleh hasil bahwa sebagian besar (25 persen) persamaan struktural memiliki P-value uji statistik-F lebih kecil dari taraf α sebesar 10 persen yang berarti variabel penjelas dalam setiap persamaan struktural secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogennya. Hasil uji statistik-t menunjukkan bahwa dengan pengujian satu arah
67
secara individual ada beberapa variabel penjelas yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada taraf nyata α sebesar 10 persen, namun yang diutamakan dalam penelitian ini adalah kelogisan serta kesesuaian tanda dan besaran dengan kriteria ekonomi. 6.1.1. Hasil Uji Autocorrelation Pendeteksian masalah autocorrelation pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan statistik DW dan statistik Durbin-h. Nilai statistik DW yang diperoleh pada persamaan permintaan bawang merah rumahtangga, permintaan bawang merah non rumahtangga, dan harga riil bawang merah impor adalah sebesar 2.2943, 2.4255, dan 1.4688. Hasil nilai tersebut menunjukkan bahwa masalah autocorrelation pada ketiga persamaan tersebut tidak dapat disimpulkan (Pindyck dan Rubinfeld, 1998). Nilai statistik Durbin-h yang diperoleh pada persamaan produksi bawang merah nasional dan harga bawang merah di tingkat produsen adalah sebesar 1.2560 dan 1.5670. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa persamaan produksi bawang merah nasional dan harga bawang merah di tingkat produsen tidak mengalami masalah autocorrelation, sedangkan persamaan luas areal panen bawang merah, impor bawang merah, dan harga riil bawang merah di tingkat konsumen tidak dapat dideteksi dengan menggunakan statistik Durbin-h, karena syaratnya tidak terpenuhi. Syarat yang dimaksud adalah hasil kali banyaknya contoh pengamatan (T) dengan kuadrat dari standar error koefisien “lagged endogenous variabel” (var(β)) harus lebih kecil dari satu, sedangkan hasil yang diperoleh pada ketiga model tersebut adalah lebih besar dari satu. Hal ini mengindikasikan beberapa persamaan tidak dapat disimpulkan masalah autocorrelation, namun masalah autocorrelation hanya akan mengurangi
68
efisiensi estimasi parameter dan tidak menimbulkan bias estimasi parameter regresi (Pindyck dan Rubinfeld, 1998). 6.1.2. Uji Multicollinearity Masalah multicollinearity dalam model diidentifikasi dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF yang diperoleh dari hasil output regresi menggunakan SAS/ETS menunjukkan bahwa seluruh variabel penjelas yang terdapat dalam masingmasing persamaan struktural yang dibangun pada penelitian ini lebih kecil dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun tidak memiliki masalah multicollinearity yang serius (Lampiran 10). 6.1.3. Uji Heteroscedasticity Berdasarkan uji heteroscedasticity menggunakan metode park diperoleh hasil
bahwa
sebagian
besar
(75
persen)
persamaan
struktural
yang
ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural menghasilkan nilai probability-t yang tidak berpengaruh nyata pada taraf α sebesar lima persen (Lampiran 12). Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam model yang dibangun tidak terdapat masalah heteroscedasticity pada data yang digunakan. Sementara dua persamaan lainnya tidak dapat dideteksi masalah heteroscedasticity karena sebagian besar data yang terdapat dalam variabel bebasnya bernilai negatif sehingga data tidak dapat ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1998) masalah heteroscedasticity, hanya akan mengurangi efisiensi estimasi parameter tetapi tidak menimbulkan bias estimasi parameter regresi dan hasil yang tidak konsisten.
69
6.2.
Luas Areal Panen Bawang Merah Koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan luas areal panen
bawang merah sebesar 0.5382 menyatakan bahwa 53.8200 persen keragaman luas areal panen bawang merah dapat diterangkan oleh variabel-variabel penjelas dalam persamaan, sementara sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Variabel-variabel penjelas secara bersamasama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen dalam persamaan luas areal panen bawang merah yaitu dengan nilai prob-F sebesar 0.0055 (Tabel 14). Tabel 14. Hasil Estimasi Parameter Luas Areal Panen Bawang Merah Pr > │t│
Elastisitas
Variabel
Koefisien
Intersep LPPBMR
35 327.9000 12.6265
0.0166 0.0009
-
-
0.5519
1.2151
LPPCMR
-4.2498
0.1469
-0.2726
-0.6002
PPUR
-20.4409
0.0941
-0.2166
-0.4769
TUTKR
-38.9533
0.4408
-0.0025
-0.0056
LABM
0.5458
0.0440
-
-
R-Sq
0.6597
F value
5.4300
Adj R-Sq
0.5382
Pr > F
0.0055
DW stat
2.3132
DH stat
SR
Nama Variabel
LR
Intercept Harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) Harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) Harga riil pupuk urea di tingkat produsen (Rp/Kg) Pertumbuhan upah riil tenaga kerja sektor pertanian (%) Luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya (Ha)
-
Hasil estimasi parameter luas areal panen bawang merah di Indonesia menunjukkan bahwa dari lima variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan, terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata yaitu harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya, harga riil pupuk urea di tingkat produsen, dan luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya. Harga riil cabe merah tahun sebelumnya dan pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian
70 tidak berpengaruh nyata terhadap luas areal panen bawang merah pada taraf α sebesar 10 persen. Harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya berpegaruh positif terhadap luas areal panen bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 12.6265. Berdasarkan uji statistik t, harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya berpegaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen sehingga fluktuasi harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya mempengaruhi keputusan petani untuk menambah atau mengurangi luas arealnya. Respon luas areal panen bawang merah terhadap perubahan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya bersifat inelastis dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.5519, namun bersifat elastis dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 1.2151. Artinya, jika terjadi peningkatan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya sebesar satu persen, maka akan meningkatkan luas areal panen bawang merah sebesar 1.2151 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus (Tabel 11). Luas areal panen bawang merah dipengaruhi secara negatif oleh harga riil pupuk urea di tingkat produsen dengan koefisien dugaan sebesar 20.4409. Berdasarkan uji statistik t, harga riil pupuk urea di tingkat produsen berpegaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen yaitu dengan nilai prob-t sebesar 0.0941. Respon luas areal panen bawang merah terhadap perubahan harga riil pupuk urea di tingkat produsen bersifat inelastis baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga meskipun harga pupuk meningkat, tingkat penurunan luas areal panen tidak sebesar tingkat kenaikan harga input. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea untuk usahatani bawang merah masih cukup intensif.
71
Harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya memberikan pengaruh negatif terhadap luas areal panen bawang merah. Artinya, jika terjadi peningkatan harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya sebesar Rp 1/Kg, maka akan menurunkan luas areal panen bawang merah sebesar 4.2498 Ha, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t, harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap luas areal panen bawang merah pada taraf α sebesar 10 persen. Hal ini diduga pada sebagian besar sentra produksi bawang merah, usahatani bawang merah merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat di daerah sentra produksi bawang merah seperti di Kabupaten Brebes, sehingga perubahan harga komoditas kompetitornya kurang mempengaruhi keputusan petani untuk mengurangi luas areal panen bawang merah. Menurut Tentamia (2002), sebagian besar petani bawang merah di Jawa Tengah menanam cabe merah hanya sebagai tumpang sari sehingga meskipun harga cabe merah relatif tinggi, petani tetap menetapkan bawang merah sebagai prioritas utama. Pertumbuhan upah riil tenaga kerja sektor pertanian tidak berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 10 persen terhadap luas areal panen bawang merah. Hal ini dikarenakan petani yang banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga adalah petani golongan lahan luas dengan modal besar sehingga tingkat upah bukan merupakan kendala (Tentamia, 2002). Variabel luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 10 persen terhadap luas areal panen bawang merah. Kondisi ini menunjukkan bahwa luas areal panen bawang merah memerlukan tenggat
72
waktu
yang relatif lambat untuk menyesuaikan diri dalam merespon
perkembangan situasi ekonomi bawang merah domestik dan dunia. 6.3.
Produksi Bawang Merah Hasil estimasi persamaan produksi bawang merah dapat dilihat pada Tabel
15. Berdasarkan Tabel 15, nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan produksi bawang merah adalah sebesar 0.8599 yang artinya bahwa sebesar 85.99 persen keragaman produksi bawang merah dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel penjelas di dalam persamaan, yaitu harga riil bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen bawang merah, perubahan tingkat suku bunga bank persero, curah hujan, teknologi (yang didekati dengan tren waktu), dan produksi bawang merah tahun sebelumnya, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Tabel 15. Hasil Estimasi Parameter Produksi Bawang Merah Variabel
Koefisien
Pr > │t│
Elastisitas SR LR -
Intersep
-199 755.0000
0.1154
PPBMR
50.6841
0.0276
0.2486
0.2605
ABM
7.6541
0.0004
0.7928
0.8306
DCIR
-9 999.1700
0.0630
0.0036
0.0038
-8.8737
0.4179
-0.0246
-0.0258
4 590.9200
0.2005
0.0607
0.0636
LQBM
0.0455
0.4089
-
-
R-Sq
0.9042
F value
20.4500
Adj R-Sq
0.8599
Pr > F
<0.0001
DW stat
1.7194
DH stat
1.2558
CH T
Nama Variabel Intercept Harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg) Luas areal panen bawang merah (Ha) Perubahan tingkat suku bunga bank persero (%) Curah hujan (mm/Thn) Tren waktu (Teknologi) Produksi bawang merah tahun sebelumnya (Ton)
Nilai prob-F yang diperoleh adalah sebesar <0.0001, yang berarti bahwa variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen dalam persamaan produksi bawang merah. Hasil uji statistik-t
73
menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah pada taraf α sebesar 10 persen adalah harga riil bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen bawang merah, dan perubahan tingkat suku bunga kredit bank persero, sedangkan variabel curah hujan, tren waktu, dan produksi bawang merah tahun sebelumnya tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi bawang merah nasional. Koefisien dugaan variabel harga riil bawang merah di tingkat produsen adalah sebesar 50.6841. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga riil bawang merah di tingkat produsen sebesar Rp 1/Kg akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 50.6841 Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t, harga riil bawang merah di tingkat produsen berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen. Respon produksi bawang merah terhadap perubahan harga riil bawang merah di tingkat produsen bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai elastisitas sebesar 0.2486 dan 0.2605. Hal ini berarti dalam jangka pendek maupun jangka panjang perubahan harga tidak akan menyebabkan tingkat produksi berubah sebesar perubahan harga yang terjadi. Luas areal panen bawang merah berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 10 persen terhadap produksi bawang merah dengan koefisien dugaan sebesar 7.6541. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi kenaikan luas areal panen bawang merah sebesar satu Ha, maka akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 7.6541 Ton, ceteris paribus. Respon produksi bawang merah terhadap perubahan luas areal panen bawang merah bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai elastisitas masing-
74
masing sebesar 0.7928 dan 0.8306. Hal ini berarti dalam jangka pendek apabila luas areal panen bawang merah meningkat sebesar satu persen maka produksi bawang merah akan meningkat sebesar 0.7928 persen, ceteris paribus. Selanjutnya, perubahan tingkat suku bunga kredit bank persero berpengaruh negatif terhadap produksi bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 9 999.170. Berdasarkan uji statistik-t perubahan tingkat suku bunga kredit bank persero berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen. Hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan perubahan pada tingkat suku bunga kredit sebesar satu persen, maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 9 999.170 Ton, ceteris paribus. Curah hujan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi bawang merah. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi budidaya bawang merah di Indonesia saat ini semakin membaik. Produksi bawang merah yang rendah akibat gagal panen yang disebabkan oleh hama penyakit khususnya jamur karena curah hujan yang tinggi pada siang hari, saat ini sudah dapat diantisipasi dengan menggunakan fungisida dan pestisida baik kimia maupun organik serta perawatan teratur dari petani setelah tanaman tersebut terkena air hujan secara langsung. Selain itu, teknologi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah. Hal ini mengindikasikan bahwa petani bawang merah di Indonesia membutuhkan waktu yang relatif lambat untuk mengadopsi perkembangan teknologi. 6.4.
Penawaran Bawang Merah Penawaran bawang merah merupakan persamaan identitas dari produksi
bawang merah ditambah impor bawang merah dan dikurangi ekspor bawang
75
merah. Secara matematis persamaan identitas dari total penawaran bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: QSBMt = QBMt + MBMt - XBMt Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap perubahan kebijakan atau perubahan faktor lain yang mempengaruhi produksi bawang merah atau impor bawang merah maka akan mempengaruhi total penawaran bawang merah. Selanjutnya perubahan total penawaran bawang merah akan memberikan pengaruh kepada variabel endogen lain baik secara langsung maupun tidak langsung. 6.5.
Permintaan Bawang Merah
6.5.1. Permintaan Bawang Merah Rumahtangga Berdasarkan hasil estimasi parameter pada Tabel 16, nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan permintaan bawang merah rumahtangga adalah sebesar 0.8400. Hal ini menunjukkan bahwa 84.00 persen keragaman permintaan bawang merah rumahtangga dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel penjelas, sedangkan sisanya 16.00 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam persamaan. Nilai prob-F yang diperoleh adalah sebesar <0.0001, yang berarti bahwa variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen dalam persamaan permintaan bawang merah rumahtangga.
76
Tabel 16. Hasil Estimasi Rumahtangga Variabel
Koefisien
Parameter Pr > │t│
Permintaan Elastisitas SR
Intersep
-1 136 282.0000
<0.0001
-
PKBMR
-11.7770
0.1099
-0.1457
-
TPKBPR
-298.1050
0.3736
0.0036
-
0.0075
<0.0001
3.2536
-
283.2656
0.1881
0.0099
-
TGDPkap R-Sq
0.8737
F value
25.9400
Adj R-Sq
0.8400
Pr > F
<0.0001
DW stat
2.2943
Merah
Nama Variabel
LR -
POP
Bawang
Intercept Harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) Laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%) Jumlah penduduk Indonesia (Jiwa) Laju pertumbuhan GDP riil per kapita (%)
Variabel yang berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 10 persen terhadap permintaan bawang merah rumahtangga adalah jumlah penduduk Indonesia. Jumlah penduduk mempunyai dampak positif terhadap permintaan bawang merah rumahtangga dengan koefisien dugaan sebesar 0.0075. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan jumlah penduduk sebanyak satu jiwa, maka akan meningkatkan permintaan bawang merah rumahtangga sebesar 0.0075 Ton, ceteris paribus. Tingkat konsumsi bawang merah per kapita per tahun relatif tetap, sehingga peningkatan permintaan bawang merah tiap tahunnya akan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Respon permintaan bawang merah rumahtangga terhadap perubahan jumlah penduduk Indonesia bersifat elastis dalam jangka pendek yaitu dengan nilai elastisitas sebesar 3.2536. Artinya, jika terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan bawang merah rumahtangga sebesar 3.2536 persen pada jangka pendek, ceteris paribus.
77
Harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen sebagai komoditas komplementer bawang merah berdampak negatif terhadap permintaan bawang merah rumahtangga, sedangkan pertumbuhan GDP riil per kapita penduduk Indonesia berdampak positif terhadap permintaan bawang merah rumahtangga. Berdasarkan uji statistik-t ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang merah rumahtangga pada taraf α sebesar 10 persen. Hutabarat, et al. (1999) dan Tentamia (2002) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa meskipun harga bawang merah berfluktuasi tinggi, tetapi karena konsumsinya relatif kecil maka permintaan bawang merah tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat harga dan GDP per kapita penduduk di Indonesia. 6.5.2. Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga Berdasarkan hasil estimasi parameter di Tabel 15 menunjukkan bahwa permintaan bawang merah non rumahtangga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen, harga riil mie instan, laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen, dan GDP total masyarakat Indonesia. Berdasarkan uji statistik-t dapat dijelaskan bahwa hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen yaitu harga riil mie instan dan GDP riil.
78
Tabel 17. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga Variabel Intersep TPKBMR
PKMIR TPKBPR
Elastisitas
Koefisien
Pr > │t│
-263 070.0000
0.1699
-933.3900
0.1433
-0.0003
-
781.0029
0.0216
1.3049
-
-655.8640
0.3668
0.0094
-
0.0122
-
SR
Nama Variabel
LR
Intercept
GDP
8.38E-08
R-Sq
0.3649
F value
0.2688 2.1500
Adj R-Sq
0.1956
Pr > F
0.1241
DW stat
2.4255
Laju pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen (%) Harga riil mie instan (Rp/bungkus) Laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%) GDP riil (000 Rp)
Harga riil mie instan berpengaruh positif dan nyata terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga pada taraf α sebesar 10 persen. Respon harga riil mie instan bersifat elastis terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 1.3049. Hal ini berarti bahwa jika harga riil mie instan naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan bawang merah non rumahtangga sebesar 1.3049 persen dalam jangka pendek, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan konsumen non rumahtangga merupakan produsen produk olahan berbahan baku bawang merah, sehingga peningkatan dan penurunan permintaan bawang merah sangat dipengaruhi oleh harga jual produk olahan tersebut. Dalam penelitian ini produk olahan berbahan baku bawang merah yang digunakan adalah mie instan. GDP riil mempengaruhi permintaan bawang merah non rumahtangga secara nyata dan positif pada taraf α sebesar 10 persen. Nilai koefisien dugaan variabel GDP adalah sebesar 8.38E-8. Hal ini berarti bahwa terjadinya peningkatan GDP sebesar Rp 1 000 maka akan meningkatkan permintaan bawang merah non rumahtangga sebesar 8.38E-8 Ton, ceteris paribus. GDP bersifat
79
inelastis terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.2688. Selanjutnya, laju pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga pada taraf α sebesar 10 persen, seperti yang terjadi pada permintaan bawang merah rumahtangga. 6.5.3. Permintaan Bawang Merah Total Permintaan bawang merah total merupakan persamaan identitas dari permintaan bawang merah rumahtangga ditambah permintaan bawang merah non rumahtangga. Secara matematis persamaan identitas dari total permintaan bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: QDBMt = QDRTt - QDNRTt Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap perubahan kebijakan atau perubahan faktor lain
yang mempengaruhi
permintaan bawang merah
rumahtangga atau permintaan bawang merah non rumahtangga maka akan mempengaruhi total permintaan bawang merah. 6.6.
Impor Bawang Merah Nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan impor
bawang merah sebesar 0.6060. Hal ini berarti bahwa sebesar 60.60 persen keragaman dari variabel endogen mampu diterangkan oleh variabel-variabel penjelas di dalam persamaan, sedangkan sisanya dapat diterangkan oleh faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan uji statistik-F diperoleh nilai prob-F sebesar 0.0020, artinya bahwa variabel
penjelas
secara bersama-sama
menjelaskan variabel endogennya dengan baik (Tabel 18).
mampu
80
Tabel 18. Hasil Estimasi Parameter Impor Bawang Merah Pr > │t│
Elastisitas
Variabel
Koefisien
Intersep PMBMR
8 551.8440 -13.2816
0.4427 0.2582
0.4044
-0.6708
PKBMR
4.0641
0.2263
0.3533
0.5860
QBM
-0.0223
0.3776
-0.2338
-0.3879
QDRT
0.1077
0.0520
0.6221
1.0318
LMBM
0.3971
0.0781
-
-
R-Sq
0.7097
F value
6.8500
Adj R-Sq
0.6060
Pr > F
0.0020
DW stat
1.6592
DH stat
SR
Nama Variabel
LR
Intercept Harga riil bawang merah impor (Rp/Kg) Harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) Produksi bawang merah nasional (Ton) Permintaan bawang merah rumahtangga (Ton) Impor bawang merah tahun sebelumnya (Ton)
-
Harga riil bawang merah impor memiliki hubungan negatif terhadap impor bawang merah. Koefisien dugaan harga riil bawang merah impor adalah sebesar -13.2816. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan harga riil bawang merah impor sebesar Rp 1/Kg maka akan menurunkan impor bawang merah sebesar 13.2816 Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t, harga riil bawang merah impor tidak berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen atau pada selang kepercayaan sebesar 90 persen, namun harga riil bawang merah impor akan menjadi nyata pada selang kepercayaan sebesar 74 persen. Harga riil bawang merah di tingkat konsumen berpengaruh positif terhadap impor bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 4.0641. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan harga riil bawang merah di tingkat konsumen sebesar Rp 1/Kg maka akan meningkatkan impor bawang merah sebesar 4.0641 Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t harga riil bawang merah impor tidak berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen atau pada selang kepercayaan sebesar 90 persen, namun harga riil bawang merah di tingkat konsumen akan menjadi nyata pada selang kepercayaan sebesar 77 persen.
81
Produksi bawang merah berpengaruh negatif terhadap impor bawang merah ke Indonesia dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0.0223. Artinya, jika terjadi peningkatan produksi bawang merah nasional sebesar satu Ton maka akan menurunkan impor bawang merah sebesar 0.0223 Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t produksi bawang merah tidak berpengaruh nyata terhadap impor bawang merah pada taraf α sebesar 10 persen atau pada selang kepercayaan sebesar 90 persen, namun harga riil bawang merah di tingkat konsumen akan menjadi nyata pada selang kepercayaan sebesar 62 persen. Berdasarkan uji statistik-t, permintaan bawang merah rumahtangga berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen terhadap impor bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0.1077. Respon impor bawang merah terhadap perubahan permintaan bawang merah rumahtangga bersifat inelastis dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.6221, namun bersifat elastis dalam jangka panjang dengan nilai elastisitas sebesar 1.0318. Artinya, jika permintaan bawang merah rumahtangga naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan impor bawang merah sebesar 1.0318 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Variabel impor bawang merah tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap impor bawang merah. Artinya, impor bawang merah tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya impor bawang merah saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa impor bawang merah relatif lamban dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi, karena variabel dirinya sendiri yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut.
82
6.7.
Harga Riil Bawang Merah Impor Nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan harga riil
bawang merah impor adalah sebesar 0.6702. Artinya, sebesar 67.02 persen keragaman dari variabel endogen mampu diterangkan oleh variabel-variabel penjelas yang terdapat di dalam persamaan yakni harga riil bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah, sedangkan sisanya dapat diterangkan oleh faktorfaktor lain di luar persamaan. P-value untuk uji statistik-F yang diperoleh dari persamaan harga riil bawang merah impor sebesar kurang dari 0.0001 yakni nyata pada taraf α sebesar 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dalam persamaan harga riil bawang merah impor secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel endogennya dengan baik. Berdasarkan uji statistik-t, semua variabel penjelas yang terdapat dalam model berpengaruh nyata terhadap harga riil bawang merah impor pada taraf α sebesar 10 persen yakni harga riil bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah. Tabel 19. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah Impor Variabel
Koefisien
Pr > │t│
Elastisitas
952.1662 0.5268
<0.0001 <0.0001
-
LR -
0.5168
-
TRF
22.9802
0.0281
0.0734
-
R-Sq
0.7049
F value
20.3000
Adj R-Sq
0.6702
Pr > F
<0.0001
DW stat
1.4688
Intersep PWBMR
SR
Nama Variabel Intercept Harga riil bawang merah dunia (Rp/Kg) Tarif impor bawang merah (%)
Harga riil bawang merah dunia berpengaruh nyata dan positif terhadap harga riil bawang merah impor pada taraf α sebesar 10 persen. Nilai koefisien dugaan variabel harga riil bawang merah dunia sebesar 0.5268 artinya jika harga
83
riil bawang merah dunia naik sebesar Rp 1/Kg maka akan meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar Rp 0.5268/Kg, ceteris paribus. Respon harga riil bawang merah impor terhadap perubahan harga riil bawang merah dunia bersifat inelastis dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.5168. Hal ini berarti bahwa jika harga riil bawang merah dunia naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar 0.5168 persen dalam jangka pendek, ceteris paribus. Harga riil bawang merah dunia dari waktu ke waktu memiliki kecenderungan menurun dikarenakan bertambahnya negara yang menjadi produsen bawang merah sehingga ketersediaan bawang merah di pasar internasional selalu surplus, sedangkan kondisi pasar bawang merah di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bawang merah dalam negeri. Tarif impor bawang merah berpengaruh positif dan nyata terhadap harga riil bawang merah impor. Nilai koefisien dugaan variabel tarif impor bawang merah sebesar 22.9802 artinya jika tarif impor bawang merah naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar Rp 22.9802/Kg, ceteris paribus. Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, harga riil bawang merah impor juga tidak responsif terhadap tarif impor bawang merah dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.0734. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan tarif impor bawang merah sebesar satu persen, maka akan meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar 0.0734 persen dalam jangka pendek, ceteris paribus.
84
6.8.
Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen Nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan harga riil
bawang merah di tingkat konsumen adalah sebesar 0.1041. Hal ini berarti bahwa sebesar 10.41 persen keragaman variabel harga riil bawang merah di tingkat konsumen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan, sedangkan sisanya sebesar 89.59 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Hasil estimasi parameter harga riil bawang merah di tingkat konsumen menunjukkan bahwa dari dua variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan, terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen yaitu harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya. Rasio penawaran bawang merah dengan permintaan bawang merah rumahtangga tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga riil bawang merah di tingkat konsumen. Tabel 20. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen Elastisitas
Koefisien
Pr > │t│
Intersep RQSDRT
3 633.5220 -189.3980
0.0275 0.4151
-
-
-0.0577
-0.1119
LPKBMR
0.4843
0.0359
-
-
R-Sq
0.1984
F value
2.1000
Adj R-Sq
0.1041
Pr > F
0.1526
DW stat
1.9483
DH stat
Variabel
SR
Nama Variabel
LR
Intercept Rasio penawaran dengan permintaan rumahtangga Harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya (Rp/Kg)
-
Respon harga riil bawang merah di tingkat konsumen terhadap rasio penawaran bawang merah dengan permintaan bawang merah rumahtangga bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai
85
elastisitas masing-masing sebesar 0.0577 dan 0.1119. Hal ini berarti bahwa jika rasio penawaran bawang merah dengan permintaan bawang merah rumahtangga meningkat sebesar satu persen maka akan menurunkan harga riil bawang merah di tingkat konsumen sebesar 0.0577 persen dalam jangka pendek dan turun sebesar 0.1119 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Variabel harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga riil bawang merah di tingkat konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tenggat waktu yang relatif lambat bagi harga riil bawang
merah
di
tingkat
konsumen
untuk
kembali
pada
tingkat
keseimbangannya, atau dengan kata lain harga riil bawang merah di tingkat konsumen relatif tidak stabil. 6.9.
Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen Hasil estimasi pada persamaan harga riil bawang merah di tingkat
produsen (Tabel 21) menunjukkan bahwa keragaman variabel endogen sebesar 74.01 persen mampu dijelaskan dengan baik oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen, dan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya. Nilai prob-F yang diperoleh dari persamaan harga riil bawang merah di tingkat produsen adalah sebesar <0.0001, yang berarti bahwa variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen dalam persamaan harga riil bawang merah di tingkat konsumen.
86
Tabel 21. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen Pr > │t│
Elastisitas
Variabel
Koefisien
Intersep PKBMR
607.2693 0.3808
0.1301
-
-
<0.0001
0.5228
0.7398
LPPBMR
0.2933
0.0234
-
-
R-Sq
0.7674
F value
28.0500
Adj R-Sq
0.7401
Pr > F
<0.0001
DW stat
1.4455
DH stat
1.5672
SR
Nama Variabel
LR
Intercept Harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) Harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)
Harga riil bawang merah di tingkat konsumen berpengaruh positif dan nyata secara statistik terhadap harga riil bawang merah di tingkat produsen dengan nilai koefisien sebesar 0.3808. Artinya, jika terjadi kenaikan harga riil bawang merah di tingkat konsumen sebesar Rp 1/Kg maka akan meningkatkan harga riil bawang merah di tingkat produsen Rp 0.3808/Kg, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan produsen bawang merah di Indonesia hanya sebagai price taker yang tidak memiliki posisi tawar yang kuat di pasar, sehingga ketika pasokan bawang merah di pasar melimpah baik karena musim panen raya maupun banyaknya impor bawang merah yang masuk ke pasar maka harga bawang merah di tingkat petani akan turun. Menurut Kementerian Perdagangan (2012), kondisi seperti ini sebagian besar karena peran tengkulak yang pandai menekan harga sehingga untuk menjaga stabilitas harga bawang merah di tingkat petani perlu dilakukan upaya menciptakan nilai tambah pada komoditas bawang merah yang dijual serta dilakukan penyuluhan secara intensif kepada petani agar tetap survive dan tidak mudah terpangaruh oleh isu-isu yang dibuat oleh para tengkulak. Variabel harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga riil bawang merah di tingkat produsen. Artinya,
87
harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya harga riil bawang merah di tingkat produsen saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tenggat waktu yang relatif lambat bagi harga riil bawang merah di tingkat produsen untuk kembali pada tingkat keseimbangannya, atau dengan kata lain harga riil bawang merah di tingkat produsen relatif tidak stabil.
88
VII.
DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN TARIF IMPOR, KUOTA IMPOR, DAN FAKTOR EKSTERNAL
7.1.
Validasi Model Hasil validasi model tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat
pada Tabel 22. Indikator validasi statistik yang digunakan adalah Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) yang berguna untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil estimasi menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen) dan Theil’s Inequality Coefficient (U) untuk mengevaluasi kemampuan model bagi analisis simulasi historis. Suatu estimasi model pada umumnya dikatakan valid jika nilai RMSPE dan U-Theil semakin kecil. Tabel 22. Hasil Validasi Model Impor Bawang Merah di Indonesia Tahun 2000-2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Variabel ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR
10. PPBMR Rata-rata
RMSPE 12.4947 12.5425 12.3436 7.6741 20.6874 7.7296 34.8239 8.8799 20.0712 12.4869 14.9734
U theil 0.0643 0.0683 0.0645 0.0429 0.0962 0.0376 0.1597 0.0436 0.0888
Nama Variabel Luas areal panen bawang merah Produksi bawang merah Penawaran bawang merah Permintaan bawang merah rumahtangga Permintaan bawang merah non rumahtangga Permintaan bawang merah total Impor bawang merah Harga riil bawang merah impor Harga riil bawang merah di tingkat konsumen 0.0671 Harga riil bawang merah di tingkat produsen 0.0733
Hasil validasi menunjukkan bahwa nilai RMSPE berkisar antara 7.6741 persen sampai dengan 34.8239 persen. Nilai statistik U-Theil pada model persamaan ini berkisar antara 0.0376 sampai dengan 0.1597. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum model memiliki daya prediksi yang baik. Model yang
89
dibangun juga memiliki daya prediksi yang cukup valid untuk melakukan simulasi historis. 7.2.
Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Penawaran, Permintaan, dan Harga Bawang Merah Simulasi kebijakan yang dilakukan terdiri dari delapan skenario kebijakan
antara lain penerapan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen, penerapan tarif impor bawang merah sebesar 12.5 persen, penerapan tarif impor bawang merah sebesar 40 persen, penghapusan tarif impor bawang merah menjadi sebesar nol persen, penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen, penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen, kombinasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen, serta kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen. 7.2.1. Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen Alternatif kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen merupakan sebuah kebijakan harmonisasi tarif tahap II yang diterapkan untuk negara-negara MFN atau negara-negara yang tidak melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia. Tarif impor bawang merah negara MFN awalnya adalah sebesar 25 persen, dan mulai turun menjadi 20 persen pada tahun 2011. Alternatif ini digunakan untuk melihat dampak kebijakan tarif impor sebesar 20 persen terhadap variabel endogen yang ada jika kebijakan tersebut diterapkan.
90
Tabel 23. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen Variabel
Satuan
Nilai Dasar
ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
Ha Ton Ton Ton Ton Ton Ton Rp/Kg Rp/Kg Rp/Kg
92 129.1000 832 033.0000 893 921.0000 490 760.0000 410 766.0000 901 526.0000 69 817.6000 2 013.7000 6 564.4000 4 420.4000
Nilai Simulasi 92 184.0000 832 607.0000 886 358.0000 490 701.0000 410 759.0000 901 459.0000 61 680.4000 2 410.7000 6 569.5000 4 423.0000
Perubahan Unit Persentase 54.9000 0.0596 574.0000 0.0690 -7 563.0000 -0.8460 -59.0000 -0.0120 -7.0000 -0.0017 -67.0000 -0.0074 -8 137.2000 -11.6549 397.0000 19.7150 5.1000 0.0777 2.6000 0.0588
Hasil simulasi pada Tabel 23 menunjukkan bahwa dengan penerapan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen menyebabkan terjadi peningkatan harga riil bawang merah impor sebesar 19.7150 persen. Peningkatan harga riil bawang merah impor mengakibatkan penurunan impor bawang merah ke Indonesia menjadi sebesar 11.6549 persen, sehingga penawaran bawang merah juga ikut menurun sebesar 0.8460 persen. Penawaran bawang merah yang semakin rendah serta meningkatnya harga riil bawang merah impor menyebabkan peningkatan harga riil bawang merah domestik baik di tingkat konsumen maupun di tingkat produsen masing-masing sebesar 0.0777 persen dan 0.0588 persen. Akibat meningkatnya harga riil bawang merah di tingkat konsumen menyebabkan permintaan bawang merah baik rumahtangga maupun non rumahtangga mengalami penurunan masing-masing sebesar 0.0120 persen dan 0.0017 persen, sehingga permintaan bawang merah nasional menurun sebesar 0.0074 persen. Adanya peningkatan harga riil bawang merah yang diuntungkan adalah produsen. Peningkatan harga riil bawang merah di tingkat produsen sebesar
91
0.0588 persen menjadi sebuah insentif bagi petani untuk meningkatkan luas areal penennya sebesar 0.0596 persen, sehingga produksi bawang merah juga ikut meningkat sebesar 0.0690 persen. 7.2.2. Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 12.5 Persen Perubahan tarif impor bawang merah menjadi sebesar 12.5 persen berdampak terhadap seluruh variabel endogen yang terdapat didalam model khususnya harga riil bawang merah. Hasil simulasi pada Tabel 24 menunjukkan bahwa dampak kebijakan tersebut terutama pada harga riil bawang merah impor. Impor bawang merah akibat penerapan tarif impor sebesar 12.5 persen turun sebesar 6.5433 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya harga riil bawang merah impor sebesar 11.1536 persen. Tabel 24. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 12.5 Persen Variabel ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
Satuan Ha Ton Ton Ton Ton Ton Ton Rp/Kg Rp/Kg Rp/Kg
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
92 129.1000 832 033.0000 893 921.0000 490 760.0000 410 766.0000 901 526.0000 69 817.6000 2 013.7000 6 564.4000 4 420.4000
92 158.2000 832 339.0000 889 659.0000 490 727.0000 410 761.0000 901 489.0000 65 249.2000 2 238.3000 6 567.2000 4 421.8000
Perubahan Unit Persentase 29.1000 0.0316 306.0000 0.0368 -4 262.0000 -0.4768 -33.0000 -0.0067 -5.0000 -0.0012 -37.0000 -0.0041 -4 568.4000 -6.5433 224.6000 11.1536 2.8000 0.0427 1.4000 0.0317
Akibat penurunan impor yang lebih kuat dibandingkan dengan peningkatan produksi bawang merah nasional maka menyebabkan penawaran bawang merah turun sebesar 0.4768 persen. Penurunan penawaran bawang merah menyebabkan harga riil bawang merah baik di tingkat konsumen maupun produsen meningkat masing-masing sebesar 0.0427 persen dan 0.0317 persen.
92
Peningkatan harga riil bawang merah di tingkat produsen tersebut hanya dapat meningkatkan luas areal panen bawang merah sebesar 0.0316 persen dan produksi bawang merah sebesar 0.0368 persen. Peningkatan harga riil bawang merah di tingkat konsumen menyebabkan konsumen mengurangi konsumsinya meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Penurunan permintaan bawang merah baik rumahtangga maupun non rumahtangga masing-masing adalah sebesar 0.0067 persen dan 0.0012 persen 7.2.3. Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 40 Persen Komitmen tarif impor bawang merah di Indonesia dalam forum WTO masih cukup tinggi yaitu maksimum sebesar 40 persen. Alternatif kebijakan ini dibuat untuk melihat seberapa besar respon perekonomian bawang merah di Indonesia ketika diterapkan tarif impor maksimum. Hasil simulasi penerapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 40 persen dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 40 Persen Variabel
Satuan
Nilai Dasar
ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
Ha Ton Ton Ton Ton Ton Ton Rp/Kg Rp/Kg Rp/Kg
92 129.1000 832 033.0000 893 921.0000 490 760.0000 410 766.0000 901 526.0000 69 817.6000 2 013.7000 6 564.4000 4 420.4000
Nilai Simulasi 92 252.7000 833 320.0000 877 555.0000 490 629.0000 410 752.0000 901 381.0000 52 163.7000 2 870.3000 6 575.5000 4 426.1000
Perubahan Unit Persentase 123.6000 0.1342 1 287.0000 0.1547 -16 366.0000 -1.8308 -131.0000 -0.0267 -14.0000 -0.0034 -145.0000 -0.0161 -17 653.9000 -25.2857 856.6000 42.5386 11.1000 0.1691 5.7000 0.1289
Penerapan tarif impor sebesar 40 persen mampu meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar 42.5386 persen. Hal tersebut menyebabkan impor
93
bawang merah menurun sebesar 25.2857 persen. Penawaran bawang merah merupakan penjumlahan produksi bawang merah dan impor bawang merah dikurangi ekspor bawang merah, sehingga penurunan impor menyebabkan penurunan penawaran bawang merah sebesar 1.8308 persen. Penurunan jumlah bawang merah yang ditawarkan menyebabkan harga riil bawang merah di tingkat konsumen meningkat sebesar 0.1691 persen dan harga riil bawang merah di tingkat produsen juga meningkat sebesar 0.1289 persen. Peningkatan harga bawang merah di tingkat produsen tersebut menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0.1547 persen. Dari sisi konsumen peningkatan harga riil bawang merah di tingkat konsumen menyebabkan permintaan bawang merah baik rumahtangga maupun non rumahtangga menurun masing-masing sebesar 0.0267 persen dan 0.0034 persen. 7.2.4. Penghapusan Tarif Impor Bawang Merah Globalisasi perdagangan dunia secara tidak langsung mengharuskan setiap negara untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun non tarif. Indonesia saat ini telah melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara anggota ASEAN dan China, sehingga tarif impor untuk komoditas bawang merah yang termasuk dalam Early Harvest Package (EHP) telah diturunkan menjadi nol persen mulai tahun 2006. Penghapusan tarif impor bawang merah ini kemungkinan besar akan segera diikuti oleh negara-negara lainnya. Hasil simulasi penghapusan tarif impor bawang merah dapat dilihat pada Tabel 26.
94
Tabel 26. Hasil Simulasi Penghapusan Tarif Impor Bawang Merah Variabel ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
Satuan Ha Ton Ton Ton Ton Ton Ton Rp/Kg Rp/Kg Rp/Kg
Nilai Dasar 92 129.1000 832 033.0000 893 921.0000 490 760.0000 410 766.0000 901 526.0000 69 817.6000 2 013.7000 6 564.4000 4 420.4000
Nilai Simulasi 92 115.3000 831 893.0000 895 161.0000 490 772.0000 410 766.0000 901 537.0000 71 197.1000 1 951.1000 6 563.4000 4 419.8000
Perubahan Unit Persentase -13.8000 -0.0150 -140.0000 -0.0168 1 240.0000 0.1387 12.0000 0.0024 0.0000 0.0000 11.0000 0.0012 1 379.5000 1.9759 -62.6000 -3.1087 -1.0000 -0.0152 -0.6000 -0.0136
Penghapusan tarif impor bawang merah menjadi nol persen berdampak terhadap seluruh variabel endogen yang terdapat di dalam model. Penghapusan tarif pada komoditas bawang merah akan menurunkan harga riil bawang merah impor sebesar 3.1087 persen. Akibatnya adalah impor bawang merah menjadi meningkat sebesar 1.9759 persen dan penawaran bawang merah meningkat sebesar 0.1387 persen. Adanya keterkaitan antara penawaran bawang merah dengan harga riil bawang merah domestik menyebabkan harga riil bawang merah di tingkat konsumen turun sebesar 0.0152 persen dan harga riil bawang merah di tingkat produsen turun sebesar 0.0136 persen. Penurunan harga riil bawang merah di tingkat produsen menjadi disinsentif bagi petani bawang merah untuk meningkatkan hasil usahataninya, sehingga menyebabkan penurunan luas areal panen dan produksi bawang merah masing-masing sebesar 0.0150 persen dan 0.0168 persen. Sementara itu, penurunan harga riil bawang merah di tingkat konsumen menyebabkan peningkatan permintaan bawang total sebesar 0.0012 persen.
95
7.2.5. Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen Kebijakan yang diterapkan di New Zealand sebagai negara rujukan harga dunia bawang merah sangat mempengaruhi besar kecilnya harga riil bawang merah impor. Kebijakan yang menyebabkan penurunan harga riil bawang merah dunia akan berdampak meningkatkan impor bawang merah ke Indonesia. Hasil simulasi penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen dapat dilihat pada Tabel 27. Penurunan harga riil bawang merah dunia akan berdampak pada penurunan harga riil bawang merah impor sebesar 5.9492 persen. Penurunan harga riil bawang merah impor tersebut akan diikuti oleh peningkatan impor bawang merah sebesar 3.5749 persen. Hal ini tentu saja berdampak pada peningkatan penawaran bawang merah sebesar 0.2583 persen. Tabel 27. Hasil Simulasi Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen Variabel ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
Satuan Ha Ton Ton Ton Ton Ton Ton Rp/Kg Rp/Kg Rp/Kg
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
92 129.1000 832 033.0000 893 921.0000 490 760.0000 410 766.0000 901 526.0000 69 817.6000 2 013.7000 6 564.4000 4 420.4000
92 111.1000 831 846.0000 896 230.0000 490 779.0000 410 768.0000 901 546.0000 72 313.5000 1 893.9000 6 562.9000 4 419.5000
Perubahan Unit Persentase -18.0000 -0.0195 -187.0000 -0.0225 2 309.0000 0.2583 19.0000 0.0039 2.0000 0.0005 20.0000 0.0022 2 495.9000 3.5749 -119.8000 -5.9492 -1.5000 -0.0229 -0.9000 -0.0204
Adanya keterkaitan antara penawaran bawang merah dengan harga riil bawang merah domestik menyebabkan harga riil bawang merah merah di tingkat konsumen turun sebesar 0.0229 persen dan harga riil bawang merah di tingkat produsen turun sebesar 0.0204 persen. Penurunan harga di tingkat produsen menjadi disinsentif bagi petani bawang merah untuk meningkatkan produksinya
96
sehingga produksi bawang merah mengalami penurunan sebesar 0.0225 persen dan luas areal panennya turun sebesar 0.0195 persen. 7.2.6. Penerapan Kebijakan Penurunan Kuota Impor Bawang Merah Sebesar 50 Persen Kebijakan domestik yang ingin dilihat dampaknya dalam penelitian ini terhadap variabel endogen yang dibangun dalam model adalah penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen. Hasil simulasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen berdampak meningkatkan luas areal panen bawang merah sebesar 0.2892 persen dan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0.3312 persen. Tabel 28. Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Penurunan Kuota Impor Bawang Merah Sebesar 50 Persen Variabel ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
Satuan Ha Ton Ton Ton Ton Ton Ton Rp/Kg Rp/Kg Rp/Kg
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
92 129.1000 832 033.0000 893 921.0000 490 760.0000 410 766.0000 901 526.0000 69 817.6000 2 013.7000 6 564.4000 4 420.4000
92 395.5000 834 789.0000 860 206.0000 490 488.0000 410 735.0000 901 223.0000 34 908.8000 2 013.7000 6 587.5000 4 432.3000
Perubahan Unit Persentase 266.4000 0.2892 2 756.0000 0.3312 -33 715.0000 -3.7716 -272.0000 -0.0554 -31.0000 -0.0075 -303.0000 -0.0336 -34 908.8000 -50.0000 0.0000 0.0000 23.1000 0.3519 11.9000 0.2692
Kebijakan tersebut menyebabkan impor bawang merah yang masuk ke Indonesia menjadi terbatas, sehingga menurunkan penawaran bawang merah nasional sebesar 3.7716 persen. Rendahnya bawang merah yang ditawarkan di dalam negeri berdampak pada penurunan harga bawang merah baik di tingkat konsumen maupun produsen masing-masing sebesar 0.3519 persen dan 0.2692 persen. Hal ini tentu saja berdampak pada penurunan permintaan bawang merah baik rumahtangga maupun non rumahtangga. Permintaan bawang merah
97
rumahtangga turun sebesar 0.0554 persen dan permintaan bawang merah non rumahtangga turun sebesar 0.0075 persen. 7.2.7. Kombinasi Penerapan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar Sembilan Persen dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen Kombinasi Penerapan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen digunakan untuk melihat seberapa besar minimal kebijakan tarif impor yang dapat diterapkan guna melindungi petani bawang merah dalam negeri ketika terjadi penurunan harga bawang merah dunia. Hasil kombinasi kebijakan tersebut menunjukkan bahwa penerepan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen masih dapat meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar 1.2067 persen meskipun harga riil bawang merah dunia mengalami penurunan sebesar 12 persen. Peningkatan harga riil bawang merah impor tersebut berdampak pada penurunan impor bawang merah sebesar 0.5831 persen dan penurunan penawaran bawang merah sebesar 0.0461 persen (Tabel 29). Tabel 29. Hasil Simulasi Kombinasi Penerapan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar Sembilan Persen dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen Variabel ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
Satuan Ha Ton Ton Ton Ton Ton Ton Rp/Kg Rp/Kg Rp/Kg
Nilai Dasar
Nilai Simulasi
92 129.1000 832 033.0000 893 921.0000 490 760.0000 410 766.0000 901 526.0000 69 817.6000 2 013.7000 6 564.4000 4 420.4000
92 128.2000 832 028.0000 893 509.0000 490 758.0000 410 764.0000 901 523.0000 69 410.5000 2 038.0000 6 564.6000 4 420.4000
Perubahan Unit Persentase -0.9000 -0.0010 -5.0000 -0.0006 -412.0000 -0.0461 -2.0000 -0.0004 -2.0000 -0.0005 -3.0000 -0.0003 -407.1000 -0.5831 24.3000 1.2067 0.2000 0.0030 0.0000 0.0000
98
Adanya penurunan bawang merah yang ditawarkan berdampak pada peningkatan harga bawang merah di tingkat konsumen sebesar 0.0030 persen, namun tidak merubah harga bawang merah ditingkan produsen. Peningkatan harga bawang merah di tingkat konsumen menyebabkan permintaan bawang merah baik rumahtangga maupun non rumahtangga mengalami penurunan masing-masing sebesar 0.0004 persen dan 0.0005 persen. Sementara itu, produksi bawang merah juga mengalami penurunan sebesar 0.0006 persen. 7.2.8. Kombinasi Penghapusan Tarif Impor Bawang Merah dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen Simulasi sebelumnya menunjukkan bahwa penghapusan tarif impor dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen akan berdampak pada penurunan luas areal panen dan produksi bawang merah di Indonesia, sehingga ketika kedua kondisi tersebut terjadi pada waktu yang bersamaan maka terjadi penurunan luas areal panen dan produksi bawang merah yang lebih besar yaitu sebesar 0.0345 persen dan 0.0397 persen (Tabel 30). Kombinasi kebijakan penghapusan tarif impor dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen berdampak negatif terhadap harga riil bawang merah impor dan harga riil bawang merah domestik. Tabel 30. Hasil Simulasi Kombinasi Penghapusan Tarif Impor dan Penurunan Harga Riil Bawang Merah Dunia Sebesar 12 Persen
ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
Satuan
Nilai Dasar
Ha Ton Ton Ton Ton Ton Ton Rp/Kg Rp/Kg Rp/Kg
92 129.1000 832 033.0000 893 921.0000 490 760.0000 410 766.0000 901 526.0000 69 817.6000 2 013.7000 6 564.4000 4 420.4000
Nilai Simulasi 92 097.3000 831 707.0000 897 470.0000 490 790.0000 410 767.0000 901 558.0000 73 693.0000 1 831.2000 6 561.9000 4 419.0000
Perubahan Unit Persentase -31.8000 -0.0345 -326.0000 -0.0392 3 549.0000 0.3970 30.0000 0.0061 1.0000 0.0002 32.0000 0.0035 3 875.4000 5.5507 -182.5000 -9.0629 -2.5000 -0.0381 -1.4000 -0.0317
99
Kombinasi kebijakan tersebut mampu menurunkan harga riil bawang merah impor sebesar 9.0629 persen. Hal tersebut menyebabkan impor bawang merah meningkat sebesar 5.5507 persen. Adanya peningkatan impor bawang merah berdampak pada peningkatan penawaran bawang merah sebesar 0.3970 persen. Peningkatan jumlah bawang merah yang ditawarkan di Indonesia menyebabkan harga riil bawang merah di tingkat konsumen menurun sebesar 0.0381 persen dan harga riil bawang merah di tingkat produsen juga menurun sebesar 0.0317 persen. Penurunan harga bawang merah di tingkat konsumen tersebut menyebabkan peningkatan permintaan bawang merah total sebesar 0.0035 persen. 7.2.9. Ringkasan Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Penawaran, Permintaan, dan Harga Bawang Merah Hasil simulasi masing-masing faktor ekonomi dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap variabel-variabel endogen yang dibangun dalam model. Berdasarkan hasil simulasi dapat dikemukakan bahwa penerapan setiap alternatif kebijakan baik kebijakan domestik maupun kebijakan yang terjadi di negara rujukan direspon pada arah yang sama baik dalam produksi, permintaan, penawaran, impor maupun harga riil bawang merah domestik, meskipun dengan besar perubahan yang berbeda. Kebijakan yang berdampak pada peningkatan luas areal panen dan produksi bawang merah adalah penerapan tarif impor sebesar 20 persen, 12.5 persen, dan 40 persen, serta penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen. Penghapusan tarif impor bawang merah, penurunan harga riil bawang
36
Tabel 31. Ringkasan Hasil Simulasi Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Penawaran, Permintaan dan Harga Bawang Merah (%) Variabel
Satuan
Nilai Dasar
Perubahan S1 0.0596 0.0690 -0.8460 -0.0120 -0.0017 -0.0074 -11.6549 19.7150 0.0777 0.0588
S2 0.0316 0.0368 -0.4768 -0.0067 -0.0012 -0.0041 -6.5433 11.1536 0.0427 0.0317
S3 0.1342 0.1547 -1.8308 -0.0267 -0.0034 -0.0161 -25.2857 42.5386 0.1691 0.1289
S4 -0.0150 -0.0168 0.1387 0.0024 0.0000 0.0012 1.9759 -3.1087 -0.0152 -0.0136
S5 -0.0195 -0.0225 0.2583 0.0039 0.0005 0.0022 3.5749 -5.9492 -0.0229 -0.0204
S6 0.2892 0.3312 -3.7716 -0.0554 -0.0075 -0.0336 -50.0000 0.0000 0.3519 0.2692
S7 -0.0010 -0.0006 -0.0461 -0.0004 -0.0005 -0.0003 -0.5831 1.2067 0.0030 0.0000
92 129.1000 ABM Ha 832 033.0000 QBM Ton 893 921.0000 QSBM Ton 490 760.0000 QDRT Ton 410 766.0000 QDNRT Ton 901 526.0000 QDBM Ton 69 817.6000 MBM Ton 2 013.7000 PMBMR Rp/Kg 6 564.4000 PKBMR Rp/Kg 4 420.4000 PPBMR Rp/Kg Keterangan : S1 Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen S2 Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 12.5 persen S3 Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 40 persen S4 Penghapusan tarif impor bawang merah S5 Penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen S6 Penerapan kebijakan penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen S7 Kombinasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen dan penurunan harga riil bawang merah dunia 12 persen S8 Kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga dunia 12 persen
S8 -0.0345 -0.0392 0.3970 0.0061 0.0002 0.0035 5.5507 -9.0629 -0.0381 -0.0317
101
merah dunia, kombinasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen, serta kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen berdampak menurunkan luas areal panen dan produksi bawang merah. Apabila dibandingkan dengan dampaknya terhadap produksi, maka beberapa kebijakan tersebut memberikan dampak yang berlawanan arah seperti terhadap penawaran bawang merah nasional, permintaan bawang merah, dan impor bawang merah. Kebijakan yang dapat meningkatkan penawaran bawang merah, permintaan bawang merah, dan impor bawang merah adalah penghapusan tarif impor bawang merah, penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen, serta kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen. Kebijakan yang dapat meningkatkan penawaran dan permintaan bawang merah adalah penerapan tarif impor sebesar 20 persen, 12.5 persen, dan 40 persen, penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen, serta kombinasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen. Kebijakan yang dapat menurunkan harga riil bawang merah domestik baik di tingkat konsumen maupun produsen adalah penghapusan tarif impor bawang merah, penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen, serta kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen. Sebaliknya peningkatan harga riil bawang merah domestik baik di tingkat konsumen maupun produsen dipengaruhi oleh
102
penerapan tarif impor sebesar 20 persen, 12.5 persen, 40 persen, penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen, serta kombinasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen. 7.3.
Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Kosumen Bawang Merah Analisis distribusi kesejahteraan yang dilakukan mencakup surplus
produsen, surplus konsumen rumahtangga dan non rumahtangga, serta penerimaan pemerintah. Kesejahteraan bersih dalam penelitian ini merupakan penjumlahan dari perubahan surplus produsen, perubahan surplus konsumen, dan perubahan penerimaan pemerintah (Tabel 32). Penerapan kebijakan tarif impor sebesar 20 persen dapat meningkatkan surplus produsen sebesar Rp 2.1640 Milyar, sedangkan surplus konsumen rumahtangga dan non rumahtangga mengalami penurunan masing-masing sebesar Rp 2.5027 Milyar dan Rp 2.0949 Milyar. Peningkatan surplus produsen disebabkan oleh peningkatan harga riil bawang merah di tingkat produsen yang menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan produksinya. Adanya tarif impor sebesar 20 persen menyebabkan pemerintah memperoleh penerimaan yang lebih tinggi yaitu meningkat sebesar Rp 26.1800 Milyar. Hal ini disebabkan persentase peningkatan harga riil bawang merah impor lebih tinggi dibandingkan respon penurunan impor bawang merah. Kebijakan penerapan tarif impor sebesar 20 persen efisien karena net surplus masih bernilai positif, kerugian konsumen masih dapat tertutupi oleh surplus produsen dan tambahan penerimaan pemerintah.
35
Tabel 32. Dampak Perubahan Kebijakan Tarif Impor, Kuota Impor, dan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Bawang Merah di Indonesia (Milyar Rp) No
Skenario Simulasi
1
Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 12.5 persen Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 40 persen Penghapusan tarif impor bawang merah Penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen Penerapan kebijakan penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen Kombinasi penerapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen Kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen
2 3 4 5 6 7
8
Perubahan Perubahan surplus konsumen surplus Non Rumahtangga Total produsen rumahtangga 2.1640 -2.5027 -2.0949 -4.5976
Perubahan penerimaan pemerintah 26.1800
Net surplus 23.7464
1.1651
-1.3741
-1.1501
-2.5242
14.7400
13.3809
4.7463
-5.4467
-4.5594
-10.0061
56.1958
50.9360
-0.4992 -0.7488
0.4908 0.7362
0.4108 0.6162
0.9016 1.3524
-3.4563 -0.0735
-3.0539 0.5301
9.9176
-11.3334
-9.4883
-20.8217
-2.1456
-13.0497
0
-0.0982
-0.0822
-0.1804
9.2424
9.0620
-1.1646
1.2269
1.0269
2.2538
-3.4563
-2.3671
104
Penerapan kebijakan tarif impor sebesar 12.5 persen berdampak positif terhadap harga bawang merah domestik dan produksi bawang merah nasional, sehingga surplus produsen bawang merah mengalami peningkatan sebesar Rp 1.1651 Milyar, sedangkan surplus konsumen bawang merah baik rumahtanggamaupun non rumahtangga mengalami penurunan masing-masing sebesar Rp 1.3741 Milyar dan Rp 1.1501 Milyar. Penerapan tarif impor sebesar 12.5
persen
mengakibatkan
penerimaan
pemerintah
meningkat
sebesar
Rp 14.7400 Milyar. Dengan demikian penerapan tarif impor sebesar 12.5 persen berdampak positif bagi petani, penerimaan pemerintah, dan net surplus sehingga kebijakan tersebut masih dapat dikatakan efisien. Penerapan kebijakan tarif impor sebesar 40 persen dapat meningkatkan surplus produsen sebesar Rp 4.7463 Milyar. Peningkatan surplus produsen disebabkan oleh peningkatan harga riil bawang merah di tingkat produsen yang menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan produksinya. Di sisi lain, konsumen rumahtangga dan non rumahtangga mengalami kerugian akibat peningkatan harga riil bawang merah di tingkat konsumen yakni masing-masing sebesar Rp 5.4467 Milyar dan Rp 4.5594 Milyar. Adanya tarif impor sebesar 40 persen menyebabkan pemerintah memperoleh penerimaan yang lebih tinggi yakni meningkat Rp 56.1958 Milyar. Kebijakan tersebut masih efisien karena kerugian yang diterima konsumen dapat ditutupi dengan keuntungan yang diperoleh produsen serta tambahan penerimaan pemerintah, terlihat dari nilai net surplus sebesar Rp 50.9360 Milyar. Kebijakan penghapusan tarif impor bawang merah yang masuk ke Indonesia memberi keuntungan bagi konsumen bawang merah akibat terjadinya
105
penurunan harga riil bawang merah di tingkat konsumen sehingga surplus konsumen bawang merah mengalami peningkatan sebesar Rp 0.9016 Milyar. Sebaliknya surplus produsen dan penerimaan pemerintah mengalami penurunan masing-masing sebesar Rp 0.4992 Milyar dan Rp 3.4563 Milyar. Hal ini disebabkan penerimaan pemerintah dari adanya tarif impor bawang merah telah dihilangkan. Kebijakan dihapuskannya tarif impor bawang merah tidak efisien karena kerugian yang diterima produsen dan turunnya penerimaan pemerintah lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh konsumen, terlihat dari nilai net surplus yang negatif sebesar Rp 3.0539 Milyar. Adanya penurunan harga riil bawang merah yang terjadi di dunia dapat mempengaruhi perubahan surplus produsen maupun surplus konsumen bawang merah di Indonesia. Penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen dapat menurunkan surplus produsen dan penerimaan pemerintah masing-masing sebesar Rp 0.7488 Milyar dan Rp 0.0735 Milyar. Sementara surplus konsumen baik rumahtangga maupun non rumahtangga mengalami peningkatan masingmasing sebesar Rp 0.7362 Milyar dan Rp 0.6162 Milyar. Peningkatan surplus konsumen disebabkan adanya penurunan harga riil bawang merah di tingkat konsumen akibat meningkatnya penawaran bawang merah nasional. Penerapan kebijakan penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen mampu meningkatkan surplus produsen bawang merah sebesar Rp 9.9176 Milyar. Peningkatan surplus produsen dikarenakan dibatasinya impor bawang merah yang masuk ke Indonesia sehingga bawang merah yang ditawarkan di dalam negeri turun dan harga riil bawang merah di tingkat domestik mengalami peningkatan. Di sisi lain, surplus konsumen dan penerimaan pemerintah
106
mengalami penurunan masing-masing sebesar Rp 20.8217 Milyar dan Rp 2.1456 Milyar. Secara nasional, kebijakan tersebut belum efisien untuk diterapkan di Indonesia karena keuntungan yang diterima produsen belum mampu menutupi kerugian yang diterima oleh konsumen dan pemerintah, sehingga net surplus bernilai negatif sebesar Rp 13.0497 Milyar. Kombinasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen tidak berpengaruh terhadap surplus produsen bawang merah di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa guna melindungi produsen bawang merah domestik ketika terjadi penurunan harga riil bawang merah di tingkat dunia sebesar 12 persen maka pemerintah dapat menerapkan tarif impor bawang merah minimal sebesar sembilan persen. Di sisi konsumen, kombinasi tersebut menyebabkan penurunan surplus konsumen baik rumahtangga maupun non rumahtangga masing-masing sebesar Rp 0.0982 Milyar dan Rp 0.0822 Milyar. Sementara penerimaan pemerintah mengalami peningkatan sebesar Rp 9.2424 Milyar. Secara nasional kombinasi kebijakan tersebut efisien untuk diterapkan di Indonesia karena net surplus bernilai positif sebesar Rp 9.0620 Milyar. Kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen menyebabkan peningkatan surplus konsumen bawang merah sebesar Rp 2.2538 Milyar. Sementara surplus produsen dan penerimaan pemerintah mengalami penurunan masing-masing sebesar Rp 1.1646 Milyar dan Rp 3.4563 Milyar. Secara nasional kebijakan tersebut tidak efisien karena net surplus yang diperoleh bernilai negatif sebesar Rp 2.3671 Milyar.
107
Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa kebijakan yang cenderung berpihak kepada produsen bawang merah adalah penerapan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen, 12.5 persen, 40 persen, serta penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen. Kebijakan yang berpihak terhadap produsen bawang merah cenderung menguntungkan secara nasional dan efisien karena kerugian konsumen bawang merah mampu tertutupi oleh kelebihan surplus produsen dan penerimaan pemerintah, kecuali penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen. Kebijakan yang cenderung berpihak kepada konsumen bawang merah cenderung menurunkan kesejahteraan nasional. Besarnya surplus konsumen bawang merah belum mampu menutupi kerugian yang diterima oleh produsen dan pemerintah seperti penghapusan tarif impor bawang merah.
108
VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, impor, dan harga bawang merah Indonesia antara lain: a.
Produksi bawang merah dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen, dan perubahan tingkat suku bunga bank persero.
b.
Permintaan bawang merah rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah penduduk
Indonesia,
sedangkan
permintaan
non
rumahtangga
dipengaruhi oleh harga riil mie instan dan GDP riil masyarakat Indonesia. c.
Impor bawang merah dipengaruhi oleh permintaan bawang merah rumahtangga dan impor bawang merah tahun sebelumnya.
d.
Harga riil bawang merah impor dipengaruhi oleh harga riil bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah.
e.
Harga riil bawang merah di tingkat konsumen dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya, sedangkan harga riil bawang merah di tingkat produsen dipengaruhi oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya.
2.
Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah berdampak pada peningkatan harga impor, penurunan impor bawang
merah, penurunan
109
penawaran, penurunan permintaan, dan peningkatan harga bawang merah domestik. Hal ini menyebabkan kesejahteraan produsen bawang merah dan penerimaan pemerintah meningkat, sedangkan kesejahteraan konsumen bawang merah mengalami penurunan. Penerapan tarif impor sebesar sembilan persen telah mampu melindungi petani bawang merah dari adanya penurunan harga dunia. Secara nasional penerapan kebijakan tarif berdampak pada peningkatan kesejahteraan bersih. 3.
Kebijakan penghapusan tarif impor bawang merah dapat menurunkan harga impor, meningkatkan impor, meningkatkan penawaran dan permintaan, serta menurunkan harga bawang merah domestik. Kebijakan tersebut menyebabkan
penurunan
kesejahteraan
produsen
bawang
merah,
berkurangnya penerimaan pemerintah, dan peningkatan kesejahteraan konsumen. Secara nasional penghapusan tarif impor bawang merah berdampak pada penurunan kesejahteraan bersih. 4.
Kebijakan penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen mampu menekan pasokan impor bawang merah ke Indonesia, menurunkan penawaran bawang merah, meningkatkan harga riil bawang merah domestik, dan meningkatkan produksi bawang merah. Kebijakan tersebut dapat
meningkatkan
kesejahteraan
produsen,
namun
menurunkan
kesejahteraan konsumen dan penerimaan pemerintah. Secara nasional penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen berdampak pada penurunan kesejahteraan bersih.
110
8.2. Saran Berdasarakan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1.
Guna mengantisipasi penurunan harga riil bawang merah dunia (12 persen) dan meningkatkan kesejahteraan produsen bawang merah di Indonesia maka pemerintah disarankan melakukan pembatasan impor bawang merah dengan menerapkan kebijakan tarif impor (lebih besar dari sembilan persen) atau penurunan kuota impor bawang merah (50 persen).
2.
Agar kesejahteraan konsumen bawang merah di Indonesia tidak menurun dengan penerapan tarif impor bawang merah, maka pemerintah disarankan memberikan kompensasi dengan melakukan transfer dari penerimaan pemerintah kepada konsumen bawang merah.
3.
Kebijakan penghapusan tarif impor bawang merah sebagai realisasi perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China, menurunkan kesejahteraan produsen bawang merah domestik melakukan
negosiasi
tarif
impor
sehingga pemerintah bawang
merah
dalam
disarankan perjanjian
perdagangan bebas ASEAN-China. 4.
Pada penelitian lanjutan komoditas bawang merah disarankan pengembangan spesifikasi model sebagai berikut: a.
Perlu memasukkan variabel input produksi (pupuk, benih, pestisida, dan tenaga kerja) agar dapat dianalisis dampak perubahan jumlah dan harga input produksi terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia.
111
b.
Bawang merah merupakan bahan baku industri olahan, maka perlu memasukkan produk yang menggunakan bahan baku bawang merah seperti bawang goreng, mie instan, dan bumbu masak instan agar dapat dianalisis dampak perubahan kebijakan tarif impor, kuota impor, dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen produk olahan bawang merah Indonesia.
112
DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W. dan T. A. Soetiarso. 1997. Keunggulan Komparatif dan Insentif Ekonomi Usahatani Bawang Merah. Jurnal Hortikultura, 7 (1): 614-621. Arsyad, M., B. M. Sinaga, dan S. Yusuf. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Ekspor dan Subsidi Harga Pupuk terhadap Produksi dan Ekspor Kakao Indonesia Pasca Putaran Uruguay. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 8 (1): 63-71. Badan Litbang Perdagangan. 2006. Prospek dan Pengembangan Bawang Merah. Laporan Current Issue. Departemen Perdagangan, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2004-2011. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=11 ¬ab=1 diakses pada tanggal 15 Februari 2012. . 2008. Perkembangan Pengeluaran/Konsumsi Rumahtangga 1993-2008 Berdasarkan Hasil Susenas 1993-2008. BPS, Jakarta. . 2011. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Impor Jilid/volume I. BPS, Jakarta. . 2011. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor Jilid/volume I. BPS, Jakarta. __________________. 2010. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2010 Buku I. BPS, Jakarta. __________________. 2010. Statistik Harga Konsumen Perdesaan di Indonesia Kelompok Makanan Tahun 2005-2009. BPS, Jakarta. Chiang, C. A. 1984. Fundamental Methods of Matematical Economics. Third Edition. Mc Graw-Hill Book Company, New York. Dirjen Bina Produksi Hortikultura. 2004. Profil Komoditas Sayuran. Departemen Pertanian, Jakarta. ____________________________. 2009. Profil Pengembangan Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Tegal, Cirebon, Kuningan dan Majalengka. Departemen Pertanian, Jakarta. ___________________________. 2012. Nilai Produk Domestik Hortikultura tahun 2006-2010. Departemen Pertanian, Jakarta.
Bruto
113
Hadi, P. U. dan B. Wiryono. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi terhadap Ekonomi Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 23 (2): 176-190. Hadi, P. U. dan S. Nuryanti. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi terhadap Ekonomi Gula di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 23 (1): 82-99. Henderson, J. M. and R. E. Quant. 1982. Microeconomic Theory: A Mathematical Appoach. Fourth Edition. McGraw-Hill Book Co., Singapore. Hidayat, N. K. 2012. Dampak Perubahan Harga Beras Dunia terhadap Kesejahteraan Masyarakat Indonesia pada Berbagai Kondisi Transmisi Harga dan Kebijakan Domestik. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hutabarat, B., H. Mayrowani, B. Santoso, M. H. T. Kalo, B. Winarso, B. Rahwanto, C. Muslim, Waluyo, dan V. Darwis. 1999. Sistem Komoditas Bawang Merah dan Cabe Merah. Laporan Hasil Penelitian PSE. Pusat Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Intriligator, M. D., R. G. Bodkin, and C. Hsiao. 1996. Econometric Models, Techniques, and Applications. Second Edition. Prentice-Hall International, Inc, New Jersey. Kementerian Keuangan. 2012. Harmonisasi Tarif Bea Masuk, Tarif Bea Masuk CEPT for AFTA, dan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area. http://www.tarif.depkeu.go.id/tarif. diakses pada tanggal 12 Februari 2012. Kementrian Pertanian. 2011. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Bawang Merah Nasional Tahun 1990-2010. http://www.deptan.go.id/tampil.php? page=inf_basisdata. diakses pada tanggal 12 Oktober 2011. __________________. 2012. Produksi Bawang Merah per Propinsi di Indonesia Tahun 1990 - 2010. http://www.deptan.go.id/tampil.php?page=inf_ basisdata. diakses pada tanggal 12 Februari 2012. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd, London. ______________. 1979. Modern Microeconomics. Second Edition. The Macmillan Press Ltd, London. Lindert, P. H. dan C. P. Kindleberger. 1993. Ekonomi Internasional. Terjemahan. Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Lipsey, R. G., P. O. Steiner, and D. D. Purvis. 1987. Economics. Eight Edition. Harper & Row Publishers. Inc, New York.
114
Mankiw, G. 2001. Principles of Economics. Second Edition. Harcourt College Publishers, Cambridge. Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan. Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Pindyck, R. S. and D. L. Rubinfeld. 1998. Econometric Model and Economic Forecasts. Fourth Edition. McGraw-Hill, International Editions, Singapore. Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2009. Konsumsi Pangan. Departemen Pertanian, Jakarta. Purmiyanti, S. 2002. Analisis Produksi dan Daya Saing Bawang Merah di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rukmana, R. 1994. Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Saptana dan P. U. Hadi. 2008. Perkiraan Dampak Kebijakan Proteksi dan Promosi terhadap Ekonomi Hortikultura Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 26 (1): 21-46. Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Penerbit Andi, Yogyakarta. Sinaga, B. M. 1989. Econometric Model of the Indonesian Hardwood Products Industry: A Policy Simulation Analysis. Ph.D Dissertation. University of the Philippens, Los Banos. Sitepu, R. K. dan B. M. Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi, dan Peramalan Menggunakan Program SAS. Penerbit Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Stato, H. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Bawang Merah dan Peramalannya (Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta). Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tandipayuk, S. 2010. Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Bawang Merah Indonesia. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tentamia, M. K. 2002. Analisis Penawaran dan Permintaan Bawang Merah di Indonesia. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
115
LAMPIRAN
116
Lampiran 1. Peraturan Pemerintah Terkait Penerapan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen Mulai Tahun 2011
Sumber: Kementerian Keuangan (2012)
117
Lampiran 1. Lanjutan
Sumber: Kementerian Keuangan (2012)
83
Lampiran 2. Schedule Perjanjian Perdagangan Indonesia dalam AANZFTA Annex 1 Schedule of Tariff Commitments Indonesia
HS Code 07 0701 0701.10.00.00 0701.90.00.00 0702.00.00.00 0703 0703.10 0703.10.11.00 0703.10.19.00 0703.10.21.00 0703.10.29.00 0703.20 0703.20.10.00 0703.20.90.00 0703.90 0703.90.10.00 0703.90.90.00
Description EDIBLE VEGETABLES AND CERTAIN ROOTS AND TUBERS Potatoes, fresh or chilled. - Seed - Other Tomatoes, fresh or chilled. Onions, shallots, garlic, leeks and other alliaceous vegetables, fresh or chilled. - Onions and shallots: -- Onions: --- Bulbs for propagation --- Other -- Shallots: --- Bulbs for propagation --- Other - Garlic: -- Bulbs for propagation -- Other - Leeks and other alliaceous vegetables: -- Bulbs for propagation -- Other
Sumber: Kementerian Keuangan (2012)
(%) 2025 and subsequent years
Base Rate (2005 MFN)
2020
2021
2022
2023
2024
0 25 5
0 25 4
0 25 4
0 25 4
0 25 4
0 25 4
0 18.75 4
0 5
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 25
0 25
0 25
0 25
0 25
0 25
0 12.50
0 5
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 5
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
84
Lampiran 3. Schedule Perjanjian Perdagangan Indonesia dalam Forum WTO Schedule XXI - INDONESIA PART I - MOST-FAVOURED-NATION TARIFF SECTION I - Agricultural Products SECTION I - A Tariffs Tariff item Number 1 0603.90.100 0603.90.900 0604.10.100 0604.10.900 0604.91.000 0604.99.000 0701.10.000 0701.90.000 0702.00.000 0703.10.100 0703.10.200 0703.20.000 0703.90.000
Description of products
2 Orchids not fresh Other than orchids not fresh Moses and lichens fresh Moses and lichens other than fresh Other moses and lichens fresh Oth. Moses & lichens oth. Than fresh Potatoes, fresh or chilled seed Potatoes, fresh/chilled other than seed Tomatoes, fresh or chilled Onions fresh or chilled Shallots fresh or chilled Garlic fresh or chilled Leeks & other alliaceous vegetables
Sumber: Kementerian Keuangan (2012)
Base rate of duty Ad valorem Other U/B (%) 3 70 70 70 70 70 70 60 90 90 90 70 60 70
Bound rate of duty Ad valorem Other (%) 4 60 60 60 60 60 60 50 50 50 40 40 50 50
Implementation period from/to
Other duties and charges
5 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004 1995-2004
6
120
Lampiran 4. Peraturan Pemerintah Terkait Penerapan Tarif Impor Bawang Merah Menanggapi Perjanjian Perdagangan ACFTA
Sumber: Kementerian Keuangan (2012)
121
Lampiran 4. Lanjutan
Sumber: Kementerian Keuangan (2012)
122
Lampiran 4. Lanjutan
Sumber: Kementerian Keuangan (2012)
83
Lampiran 5. Sumber Data Awal yang Digunakan Variabel Keterangan ABM (Ha) Luas Areal Panen Bawang Merah Nasional QBM (Ton) Produksi Bawang Merah Nasional MBM (Ton) Impor Bawang Merah XBM (Ton) Volume Ekspor Bawang Merah PMBM (US$/Kg) Harga Impor Bawang Merah PWBM (US$/Kg) Harga Bawang Merah Dunia (New Zealand) PKBM (Rp/Kg) Harga Bawang Merah di Tingkat Konsumen PPBM (Rp/Kg) Harga Bawang Merah di Tingkat Produsen PPCM (Rp/Kg) Harga Cabe Merah di Tingkat Produsen PKBP (Rp/Kg) Harga Bawang Putih di Tingkat Konsumen PKMI Harga Mie Instan (Rp/Bungkus) IHK Indeks Harga Konsumen (constant thn 2000=100) NTRP (Rp/US$) Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar POP (Jiwa) Jumlah Penduduk Indonesia PPU (Rp/Kg) Harga Pupuk Urea di Tingkat Produsen PPT (Rp/Kg) Harga Pupuk TSP di Tingkat Produsen UTK (Rp/HOK) Upah Tenaga Kerja Sektor Pertanian CH (mm/Thn) Curah Hujan GDPkap (Rp) GDP per Kapita (constant thn 2000) TRF (%) Tarif Impor Bawang Merah CIR (%) Suku Bunga Kredit Bank Persero
Sumber Kementerian Pertanian Kementerian Pertanian Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Impor/Jilid I (BPS) Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor/Jilid I(BPS) Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Impor/Jilid I (BPS) Food Agricultural Organization (http://faostat.fao.org) Statistik Harga Konsumen Pedesaan di Indonesia (BPS) Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian di Indonesia (BPS) Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian di Indonesia (BPS) Statistik Harga Konsumen Pedesaan di Indonesia (BPS) Harga Konsumen Beberapa Barang Kelompok Makanan (BPS) Food Agricultural Organization (http://faostat.fao.org) Nilai Tukar Valuta Asing (BPS) World Bank (http://databank.worldbank.org) Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian di Indonesia (BPS) Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian di Indonesia (BPS) Statistik Upah Buruh Tani di Pedesaan (BPS) Statistik Indonesia (BPS) World Bank (http://databank.worldbank.org) Badan Kebijakan Fiskal (Kementerian Keuangan) Indikator Ekonomi Indonesia (BPS)
84
Lampiran 6. Variabel Data yang Digunakan untuk Estimasi Model TH 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
T 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
MBM 12 089 13 637 16 594 22 253 15 214 31 616 42 057 43 084 43 017 71 551 56 711 47 946 32 929 42 008 48 927 53 071 78 462 107 649 128 015 67 330 70 573
XBM 4 062 10 376 7 843 5 337 6 843 4 159 7 171 3 189 176 8 603 6 753 5 992 6 816 5 402 4 637 4 259 15 701 9 357 12 314 12 759 3 232
ABM 70 081 70 989 68 913 75 123 84 630 77 210 96 292 88540 79 498 104 289 84 038 82 147 79 867 88 029 88 707 83 614 89 188 93 694 91 339 104 009 109 634
QBM 495 183 509 013 528 311 561 267 636 864 592 548 768 567 605 736 599 304 938 293 772 818 861 150 766 572 762 795 757 399 732 610 794 931 802 810 853 615 965 164 1 048 934
PPBM 930.14 856.52 957.28 1 312.58 1 221.03 1 473.29 1 629.51 1 767.58 4 511.13 4 804.72 4 352.06 5 544.13 5 240.99 5 407.31 5 117.82 6 497.05 7 566.48 7 490.61 11 557.74 10 953.06 11 756.83
PKBM 1 376.53 1 282.14 1 382.92 1 976.95 2 056.71 2 539.53 2 788.66 2 514.83 8 221.14 8 518.31 6 205.75 8 246.17 8 966.00 7 004.82 6 634.87 8 123.64 9 667.41 9 470.09 14 668.13 14 049.81 18 893.50
PKBP 5 262.92 5 684.88 5 590.84 5 959.76 6 040.24 6 440.01 6 692.21 6 758.49 10 862.01 9 336.72 6 579.42 8 580.11 8 938.40 6 650.05 6 421.91 7 755.15 10 036.47 9 806.14 9 223.00 10 673.00 10 030.00
IHK 28.78 31.46 33.82 37.11 40.26 44.07 47.55 50.70 80.04 96.43 100.00 111.48 124.73 132.95 141.26 156.03 176.47 187.78 207.22 216.06 227.16
PPCM 1 407.10 1 637.07 1 462.91 1 836.75 2 187.37 1 907.80 2 747.51 3 225.08 4 983.82 7 242.93 6 859.58 5 811.38 6 731.36 8 610.70 8 636.51 9 487.92 10 906.61 11 965.58 15 114.27 15 546.06 16 343.10
POP 184 345 939 187 451 800 190 512 441 193 525 648 196 488 446 199 400 339 202 257 039 205 063 468 207 839 287 210 610 776 213 395 411 216 203 499 219 026 365 221 839 235 224 606 531 227 303 175 229 918 547 232 461 746 234 951 154 237 414 495 239 870 000
85
Lampiran 6. Lanjutan TH 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
T 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
PMBM 0.321 0.357 0.418 0.411 0.392 0.369 0.372 0.334 0.267 0.253 0.228 0.260 0.275 0.294 0.291 0.290 0.384 0.410 0.420 0.430 0.463
NTRP 1 849.99 1 957.63 2 037.12 2 096.29 2 170.61 2 256.16 2 342.27 2 955.54 10 828.11 8 049.30 8 475.95 10 472.73 9 387.50 8 621.58 9 087.06 9 751.84 9 269.51 9 198.61 9 884.39 10 483.76 9 132.07
PKMI 230 227 225 253 308 336 347 353 613 766 776 826 857 900 933 967 942 953 1 201 1 439 1 325
Keterangan : * Tarif Impor Bawang Merah ACFTA
PPU 201.86 228.12 248.59 278.84 301.72 333.10 387.92 447.96 572.56 1 088.40 1 352.81 1 494.80 1 533.47 1 597.27 1 626.77 1 668.78 1 813.62 1 862.46 2 166.06 2 294.43 2 422.79
UTK 1 337.67 1 514.33 1 677.33 1 850.00 2 045.00 2 355.00 2 599.00 2 847.33 3 871.00 5 320.33 6743.00 7 568.33 9 195.33 10 530.67 12 072.00 15 750.00 20 696.33 24 218.33 30 004.33 30 436.67 32 021.67
GDPkap 1 095 194.08 1 241 137.42 1 362 833.28 1 482 077.03 1 623 616.28 1 802 671.84 1 986 244.96 2 589 053.04 8 131 910.61 6 012 827.10 6 551 909.35 8 283 929.43 7 660 200.00 7 276 613.52 7 960 264.56 8 922 933.60 8 843 112.54 9 226 205.83 10 398 378.28 11 416 814.64 10 447 088.08
CH 2 296.74 1 717.49 1 961.71 2 115.94 1 586.69 2 605.70 2 352.78 2 507.23 2 173.88 2 952.74 3 060.59 2 515.63 2 026.00 2 556.36 2 506.80 2 524.53 1 657.64 2 391.40 2 392.18 2 206.24 2 373.72
CIR 19.26 23.25 22.16 19.37 16.77 16.86 17.02 18.49 25.09 26.22 19.55 19.15 18.85 16.18 14.32 15.59 15.36 13.47 14.61 13.63 13.26
PWBM 0.318 0.318 0.281 0.264 0.347 0.440 0.283 0.238 0.322 0.259 0.157 0.231 0.257 0.031 0.333 0.273 0.347 0.478 0.400 0.381 0.401
TRF 15 15 15 10 10 10 10 10 5 5 5 5 5 5 5 5 0* 0* 0* 0* 0*
86
Lampiran 6. Lanjutan TH 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
T 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
PPBMR PKBMR 3231.89 4782.94 2722.56 4075.46 2830.51 4089.06 3536.99 5327.27 3032.86 5108.56 3343.06 5762.49 3426.94 5864.69 3486.35 4960.21 5636.09 10271.29 4982.59 8833.67 4352.06 6205.75 4973.20 7396.99 4201.86 7188.32 4067.17 5268.76 3622.97 4696.92 4163.97 5206.46 4287.68 5478.21 3989.03 5043.18 5577.52 7078.53 5069.45 6502.73 5175.57 8317.26
PPCMR 4889.15 5203.65 4325.57 4949.47 5433.11 4329.02 5778.14 6361.10 6226.66 7511.07 6859.58 5212.93 5396.74 6476.64 6113.91 6080.83 6180.43 6372.12 7293.82 7195.25 7194.53
PKBPR 18286.73 18070.18 16531.16 16059.71 15003.08 14613.14 14074.05 13330.36 13570.73 9682.38 6579.42 7696.54 7166.19 5001.91 4546.16 4970.29 5687.35 5222.14 4450.82 4939.83 4415.39
PKMIR NTRPR 799.16 6428.04 721.55 6222.60 665.28 6023.41 681.75 5648.85 765.02 5391.48 762.42 5119.49 729.75 4925.91 696.25 5829.46 765.86 13528.37 794.35 8347.29 776.00 8475.95 740.94 9394.26 687.08 7526.25 676.94 6484.82 660.48 6432.86 619.75 6249.97 533.80 5252.74 507.51 4898.61 579.57 4769.99 666.01 4852.24 583.28 4020.10
PPUR 701.38 725.11 735.03 751.38 749.42 755.84 815.81 883.55 715.34 1128.69 1352.81 1340.86 1229.43 1201.40 1151.61 1069.52 1027.72 991.83 1045.29 1061.94 1066.55
PPTR 739.47 788.04 819.45 878.28 930.40 1075.85 1129.61 1210.13 935.319 1540.62 1927.45 1869.17 1666.39 1595.41 1524.55 1423.14 1362.26 1383.43 1426.00 1449.68 1456.86
UTKR 4647.91 4813.50 4959.58 4985.17 5079.48 5343.77 5465.82 5616.03 4836.33 5517.29 6743.00 6788.95 7372.18 7920.77 8545.94 10094.21 11727.96 12897.18 14479.46 14087.14 14096.53
PMBMR 2063.40 2221.46 2517.78 2321.67 2113.46 1889.09 1832.43 1947.04 3612.07 2111.86 1932.51 2442.50 2069.72 1906.53 1871.96 1812.49 2017.05 2008.43 2003.39 2086.46 1861.30
PWBMR 2044.11 1978.78 1692.58 1491.29 1870.84 2252.57 1394.03 1387.41 4356.13 2161.95 1330.72 2170.07 1934.24 2042.72 2142.14 1706.24 1822.70 2341.53 1907.99 1848.70 1612.06
87
Lampiran 6. Lanjutan TH 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
T 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
LMBM LABM
LQBM
12089 13637 16594 22253 15214 31616 42057 43084 43017 71551 56711 47946 32929 42008 48927 53071 78462 107649 128015 67330
495183 509013 528311 561267 636864 592548 768567 605736 599304 938293 772818 861150 766572 762795 757399 732610 794931 802810 853615 965164
70081 70989 68913 75123 84630 77210 96292 88540 79498 104289 84038 82147 79867 88029 88707 83614 89188 93694 91339 104009
LPPBMR LPKBMR LPKBPR LGDPkap LPPCMR LUTKR 3231.90 2722.57 2830.51 3537.00 3032.86 3343.07 3426.94 3486.35 5636.09 4982.60 4352.06 4973.21 4201.87 4067.18 3622.98 4163.97 4287.69 3989.04 5577.52 5069.45
4782.94 4075.46 4089.06 5327.27 5108.57 5762.49 5864.69 4960.22 10271.29 8833.67 6205.75 7396.99 7188.33 5268.76 4696.92 5206.46 5478.22 5043.18 7078.53 6502.74
18286.73 18070.18 16531.16 16059.71 15003.08 14613.14 14074.05 13330.36 13570.73 9682.38 6579.42 7696.55 7166.20 5001.92 4546.16 4970.29 5687.35 5222.14 4450.83 4939.83
1095194 1241137 1362833 1482077 1623616 1802672 1986245 2589053 8131911 6012827 6551909 8283929 7660200 7276614 7960265 8922934 8843113 9226206 10398378 11416815
4889.16 5203.66 4325.58 4949.47 5433.11 4329.02 5778.15 6361.10 6226.66 7511.08 6859.58 5212.94 5396.74 6476.65 6113.91 6080.83 6180.43 6372.13 7293.83 7195.25
4647.92 4813.51 4959.58 4985.18 5079.48 5343.77 5465.83 5616.04 4836.33 5517.30 6743.00 6788.96 7372.19 7920.77 8545.94 10094.21 11727.96 12897.18 14479.46 14087.14
LCIR 19.26 23.25 22.16 19.37 16.77 16.86 17.02 18.49 25.09 26.22 19.55 19.15 18.85 16.18 14.32 15.59 15.36 13.47 14.61 13.63
LQDRT
LQDNRT
357446.78 201510.69 222137.51 349313.79 263098.03 284344.88 365073.96 328716.74 351248.40 289168.60 398409.23 422461.64 444623.52 454770.43 453929.80 495293.62 441443.61 644848.88 593251.66 551513.87
145763.22 310763.32 314924.49 228869.21 382136.97 335660.12 438379.04 316914.26 290896.60 712072.40 424366.77 480642.36 348061.48 344630.57 347759.20 286128.38 416248.39 256253.12 376064.34 468221.13
88
Lampiran 6. Lanjutan TH 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
T 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
QSBM 503210 512274 537062 578183 645235 620005 803453 645631 642145 1001241 822776 903104 792685 799401 801689 781422 857692 901102 969316 1019735 1116275
QDRT 357446.78 201510.69 222137.51 349313.79 263098.03 284344.88 365073.96 328716.74 351248.40 289168.60 398409.23 422461.64 444623.52 454770.43 453929.80 495293.62 441443.61 644848.88 593251.66 551513.87 558417.36
QDNRT 145763.22 310763.32 314924.49 228869.21 382136.97 335660.12 438379.04 316914.26 290896.60 712072.40 424366.77 480642.36 348061.48 344630.57 347759.20 286128.38 416248.39 256253.12 376064.34 468221.13 557857.64
QDBM 503210 512274 537062 578183 645235 620005 803453 645631 642145 1001241 822776 903104 792685 799401 801689 781422 857692 901102 969316 1019735 1116275
RQSDRT 1.41 2.54 2.42 1.66 2.45 2.18 2.20 1.96 1.83 3.46 2.07 2.14 1.78 1.76 1.77 1.58 1.94 1.40 1.63 1.85 2.00
GDP DCIR 2.02E+11 2.33E+11 3.99 2.60E+11 -1.09 2.87E+11 -2.79 3.19E+11 -2.60 3.59E+11 0.09 4.02E+11 0.16 5.31E+11 1.47 1.69E+12 6.60 1.27E+12 1.13 1.40E+12 -6.67 1.79E+12 -0.40 1.68E+12 -0.30 1.61E+12 -2.67 1.79E+12 -1.86 2.03E+12 1.27 2.03E+12 -0.23 2.14E+12 -1.89 2.44E+12 1.14 2.71E+12 -0.98 2.51E+12 -0.37
TUTKR
TGDPkap
3.56 3.03 0.52 1.89 5.20 2.28 2.75 -13.88 14.08 22.22 0.68 8.59 7.44 7.89 18.12 16.18 9.97 12.27 -2.71 0.07
13.33 9.81 8.75 9.55 11.03 10.18 30.35 214.09 -26.06 8.97 26.44 -7.53 -5.01 9.40 12.09 -0.89 4.33 12.70 9.79 -8.49
TPKBMR TPKBPR -14.79 0.33 30.28 -4.11 12.80 1.77 -15.42 107.07 -14.00 -29.75 19.20 -2.82 -26.70 -10.85 10.85 5.22 -7.94 40.36 -8.13 27.90
-1.18 -8.52 -2.85 -6.58 -2.60 -3.69 -5.28 1.80 -28.65 -32.05 16.98 -6.89 -30.20 -9.11 9.33 14.43 -8.18 -14.77 10.99 -10.62
129
Lampiran 7. Program Estimasi Parameter Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Metode 2SLS options nodate nonumber; DATA OLAHfix; INPUT TH T MBM XBM POP QRT PMBM NTRP PWBM TRF PKMI; /*meriilkan data nominal*/ PPBMR = (PPBM/IHK)*100; PKBMR = (PKBM/IHK)*100; PPCMR = (PPCM/IHK)*100; PKBPR = (PKBP/IHK)*100; PKMIR = (PKMI/IHK)*100; NTRPR = (NTRP/IHK)*100; PPUR = (PPU/IHK)*100; PPTR = (PPT/IHK)*100; UTKR = (UTK/IHK)*100; PMBMR = PMBM*NTRPR; PWBMR = PWBM*NTRPR; /*create data*/ YBM = QBM/ABM; QSBM = QBM+MBM-XBM; QDRT = QRT*POP/1000; QDNRT = QSBM-QDRT; QDBM = QSBM; RQBD = QBM/QDBM; RQBDRT = QBM/QDRT; RQSDRT = QSBM/QDRT; GDP = GDPkap*POP/1000; /*membuat variabel lag*/ LMBM = LAG(MBM); LXBM = LAG(XBM); LABM = LAG(ABM); LYBM = LAG(YBM); LQBM = LAG(QBM); LPPBMR = LAG(PPBMR); LPKBMR = LAG(PKBMR); LPKBPR = LAG(PKBPR); LGDPkap = LAG(GDPkap); LPPCMR = LAG(PPCMR); LPMBMR = LAG(PMBMR); LPWBMR = LAG(PWBMR); LNTRPR = LAG(NTRPR); LPPUR = LAG(PPUR); LPPTR = LAG(PPTR); LUTKR = LAG(UTKR); LQDBM = LAG(QDBM); LCIR = LAG(CIR); LQDRT = LAG(QDRT); LQDNRT = LAG(QDNRT); LPKMIR = LAG(PKMIR); LGDP = LAG(GDP);
ABM PPT
QBM PPU
PPBM UTK
PKBM IHK GDPkap
PPCM CH
PKBP CIR
130
Lampiran 7. Lanjutan /*membuat perubahan variabel*/ DCIR = CIR-LCIR; /*membuat pertumbuhan atau laju*/ TUTKR = ((UTKR-LUTKR)/LUTKR)*100; TGDPkap = ((GDPkap-LGDPkap)/LGDPkap)*100; TPKBMR = ((PKBMR-LPKBMR)/LPKBMR)*100; TPKBPR = ((PKBPR-LPKBPR)/LPKBPR)*100; /*mendeskripsikan variabel*/ label ABM = 'luas areal panen bawang merah (ha)' QBM = 'produksi bawang merah nasional (Ton)' QSBM = 'penawaran bawang merah nasional (Ton)' QDBM = 'permintaan bawang merah nasional (Ton)' QDRT = 'permintaan bawang merah rumahtangga (Ton)' QDNRT = 'permintaan bawang merha non rumahtangga (Ton)' MBM = 'impor bawang merah (Ton)' XBM = 'volume ekspor bawang merah (Ton)' PMBM = 'harga bawang merah impor (US$/Kg)' PWBM = 'harga bawang merah dunia (US$/Kg)' PPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen (Rp/Kg)' UTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/HOK)' NTRPR = 'nilai tukar rupiah terhadap dollar riil (Rp/US$)' POP = 'jumlah penduduk indonesia (jiwa)' RBM = 'penerimaan pemerintah dari perdagangan bawang merah (Rp Milyar)' GDPkap = 'gross domestic product per kapita (constant 2000)(Rp)' TGDPkap = 'laju pertumbuhan gross domestic product per kapita (constant 2000)(%)' TUTKR = 'laju pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian(%)' GDP = 'gross domestic product (constant 2000)(000 Rp)' CH = 'curah hujan (mm/th)' CIR = 'suku bunga kredit bank persero (%)' TRF = 'tarif impor bawang merah (%)' T = 'tren waktu' PMBMR = 'harga riil bawang merah impor (Rp/Kg)' PWBMR = 'harga riil bawang merah dunia (Rp/Kg)' PKBPR = 'harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PKMIR = 'harga riil mie instan (Rp/bungkus)' DPKBPR = 'perubahan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' TPKBPR = 'laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%)' LABM = 'luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya (ha)' LYBM = 'produktivitas bawang merah tahun sebelumnya (Ton/ha)' LQBM = 'produksi bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' LMBM = 'impor bawang merah tahun sebelumnya (Ton)' LPMBMR = 'harga riil bawang merah impor tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPWBMR = 'harga riil bawang merah dunia tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya (Rp/Kg)'
131
Lampiran 7. Lanjutan LPPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LUTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian tahun sebelumnya (Rp/HOK)' LQDBM = 'permintaan bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen(%)' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen' TMBM = 'laju pertumbuhan impor bawang merah' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' DUTKR = 'perubahan upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/Kg)' DPKBMR ='perubahan harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' RQBDRT = 'QBM/QDRT' ; DATALINES; 1990 1 12089 4062 70081 495183 930.14 1376.53 28.78 1407.10 5262.92 184345939 1.939 0.321 1849.99 212.82 201.86 1337.67 1095194.08 2296.74 19.26 0.318 15 230 1991 2 13637 10376 70989 509013 856.52 1282.14 31.46 1637.07 5684.88 187451800 1.075 0.357 1957.63 247.92 228.12 1514.33 1241137.42 1717.49 23.25 0.318 15 227 1992 3 16594 7843 68913 528311 957.28 1382.92 33.82 1462.91 5590.84 190512441 1.166 0.418 2037.12 277.14 248.59 1677.33 1362833.28 1961.71 22.16 0.281 15 225 1993 4 22253 5337 75123 561267 1312.58 1976.95 37.11 1836.75 5959.76 193525648 1.805 0.411 2096.29 325.93 278.84 1850.00 1482077.03 2115.94 19.37 0.264 10 253 1994 5 15214 6843 84630 636864 1221.03 2056.71 40.26 2187.37 6040.24 196488446 1.339 0.392 2170.61 374.58 301.72 2045.00 1623616.28 1586.69 16.77 0.347 10 308 1995 6 31616 4159 77210 592548 1473.29 2539.53 44.07 1907.80 6440.01 199400339 1.426 0.369 2256.16 474.13 333.10 2355.00 1802671.84 2605.70 16.86 0.440 10 336 1996 7 42057 7171 96292 768567 1629.51 2788.66 47.55 2747.51 6692.21 202257039 1.805 0.372 2342.27 537.13 387.92 2599.00 1986244.96 2352.78 17.02 0.283 10 347 1997 8 43084 3189 88540 605736 1767.58 2514.83 50.7 3225.08 6758.49 205063468 1.603 0.334 2955.54 613.54 447.96 2847.33 2589053.04 2507.23 18.49 0.238 10 353 1998 9 43017 176 79498 599304 4511.13 8221.14 80.04 4983.82 10862.01 207839287 1.690 0.267 10828.11 748.63 572.56 3871.00 8131910.61 2173.88 25.09 0.322 5 613 1999 10 71551 8603 104289 938293 4804.72 8518.31 96.43 7242.93 9336.72 210610776 1.373 0.253 8049.30 1485.62 1088.40 5320.33 6012827.10 2952.74 26.22 0.259 5 766
132
Lampiran 7. Lanjutan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
2008
2009
2010
11 56711 6753 84038 772818 4352.06 6205.75 100 6859.58 6579.42 213395411 1.867 0.228 8475.95 1927.45 1352.81 6743.00 6551909.35 3060.59 19.55 0.157 5 776 12 47946 5992 82147 861150 5544.13 8246.17 111.48 5811.38 8580.11 216203499 1.954 0.260 10472.73 2083.76 1494.80 7568.33 8283929.43 2515.63 19.15 0.231 5 826 13 32929 6816 79867 766572 5240.99 8966.00 124.73 6731.36 8938.40 219026365 2.030 0.275 9387.50 2078.50 1533.47 9195.33 7660200.00 2026.00 18.85 0.257 5 857 14 42008 5402 88029 762795 5407.31 7004.82 132.95 8610.70 6650.05 221839235 2.050 0.294 8621.58 2121.10 1597.27 10530.67 7276613.52 2556.36 16.18 0.315 5 900 15 48927 4637 88707 757399 5117.82 6634.87 141.26 8636.51 6421.91 224606531 2.021 0.291 9087.06 2153.58 1626.77 12072.00 7960264.56 2506.80 14.32 0.333 5 933 16 53071 4259 83614 732610 6497.05 8123.64 156.03 9487.92 7755.15 227303175 2.179 0.290 9751.84 2220.54 1668.78 15750.00 8922933.60 2524.53 15.59 0.273 5 967 17 78462 15701 89188 794931 7566.48 9667.41 176.47 10906.61 10036.47 229918547 1.920 0.384 9269.51 2403.98 1813.62 20696.33 8843112.54 1657.64 15.36 0.347 0 942 18 107649 9357 93694 802810 7490.61 9470.09 187.78 11965.58 9806.14 232461746 2.774 0.410 9198.61 2597.81 1862.46 24218.33 9226205.83 2391.40 13.47 0.478 0 953 19 128015 12314 91339 853615 11557.74 14668.13 207.22 15114.27 9223.00 234951154 2.525 0.420 9884.39 2954.96 2166.06 30004.33 10398378.28 2392.18 14.61 0.400 0 1201 20 67330 12759 104009 965164 10953.06 14049.81 216.06 15546.06 10673.00 237414495 2.323 0.430 10483.76 3132.19 2294.43 30436.67 11416814.64 2206.24 13.63 0.381 0 1439 21 70573 3232 109634 1048934 11756.83 18893.50 227.16 16343.10 10030.00 239870000 2.328 0.463 9132.07 3309.41 2422.79 32021.67 10447088.08 2373.72 13.26 0.401 0 1325;
RUN; proc syslin 2SLS DATA=OLAHfix; endogenous ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR; instruments POP PPUR PKMIR XBM PKBPR GDP PPCMR PWBMR CH DCIR TGDPkap TRF LQDRT LQDNRT LABM LQBM LMBM LPKBMR LPPBMR RQBDRT RQSDRT; /*persamaan struktural*/ luas_BM: model ABM = LPPBMR LPPCMR PPUR TUTKR LABM/DW; prod_BM: model QBM = PPBMR ABM DCIR CH T LQBM/DW; prmnt_RT: model QDRT = PKBMR TPKBPR POP TGDPkap/DW; prmnt_NRT: model QDNRT = TPKBMR PKMIR TPKBPR GDP/DW; impt_BM: model MBM = PMBMR PKBMR QBM QDRT LMBM/DW; hrg_impt: model PMBMR = PWBMR TRF/DW; hrg_kons: model PKBMR = RQSDRT LPKBMR/DW; hrg_prod: model PPBMR = PKBMR LPPBMR/DW; /*persamaan identitas*/ identity QSBM = QBM+MBM-XBM; identity QDBM = QDRT+QDNRT; run;
133
Lampiran 8. Hasil Estimasi Parameter Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Metode 2SLS The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
LUAS_BM ABM luas areal panen bawang merah (ha) Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 14 19
1.4768E9 7.6181E8 2.2386E9
2.9536E8 54414983
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
7376.65118 86987.5000 8.48013
F Value
Pr > F
5.43
0.0055
R-Square Adj R-Sq
0.65969 0.53815
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept LPPBMR
1 1
35327.90 12.62651
14952.12 3.294411
2.36 3.83
0.0331 0.0018
LPPCMR
1
-4.24977
3.895386
-1.09
0.2937
PPUR
1
-20.4409
14.77627
-1.38
0.1882
TUTKR
1
-38.9533
256.5524
-0.15
0.8815
LABM
1
0.545814
0.297653
1.83
0.0880
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.313204 20 -0.21802
Variable Label Intercept harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) harga riil pupuk urea di tingkat produsen (Rp/Kg) laju pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian(%) luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya (ha)
134
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PROD_BM QBM produksi bawang merah nasional (Ton)
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 13 19
3.83E11 4.059E10 4.236E11
6.384E10 3.122E9
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
55875.0713 742935.050 7.52086
F Value
Pr > F
20.45
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.90419 0.85997
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PPBMR
1 1
-199755 50.68411
158883.8 24.04882
-1.26 2.11
0.2308 0.0551
ABM
1
7.654096
1.725061
4.44
0.0007
DCIR
1
-9999.17
6114.657
-1.64
0.1260
CH T LQBM
1 1 1
-8.87366 4590.920 0.045520
41.93288 5286.477 0.193699
-0.21 0.87 0.24
0.8357 0.4009 0.8179
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.719407 20 0.101222
Variable Label Intercept harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg) luas areal panen bawang merah (ha) perubahan suku bunga kredit bank persero (%) curah hujan (mm/th) tren waktu produksi bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)
135
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PRMNT_RT QDRT permintaan bawang merah rumahtangga (Ton)
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 15 19
2.539E11 3.67E10 2.906E11
6.347E10 2.447E9
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
49466.8471 405678.811 12.19360
F Value
Pr > F
25.94
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.87369 0.84001
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PKBMR
1 1
-1136282 -11.7770
155535.5 9.194622
-7.31 -1.28
<.0001 0.2197
TPKBPR
1
-298.105
907.5010
-0.33
0.7471
POP
1
0.007494
0.000795
9.42
<.0001
TGDPkap
1
283.2656
310.5078
0.91
0.3761
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.294275 20 -0.1549
Variable Label Intercept harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%) jumlah penduduk indonesia (jiwa) laju pertumbuhan gross domestic product per kapita (constant 2000)(%)
136
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PRMNT_NR QDNRT permintaan bawang merah non rumahtangga (Ton)
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 15 19
8.746E10 1.522E11 2.396E11
2.186E10 1.015E10
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
100728.499 381842.489 26.37959
F Value
Pr > F
2.15
0.1241
R-Square Adj R-Sq
0.36493 0.19558
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept TPKBMR
1 1
-263070 -933.390
266897.5 844.5650
-0.99 -1.11
0.3399 0.2865
PKMIR
1
781.0029
353.3820
2.21
0.0431
TPKBPR
1
-655.864
1891.515
-0.35
0.7336
GDP
1
8.376E-8
3.349E-8
2.50
0.0244
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.425463 20 -0.31469
Variable Label Intercept laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen(%) harga riil mie instan (Rp/bungkus) laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%) gross domestic product (constant 2000)(000 Rp)
137
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
IMPT_BM MBM impor bawang merah (Ton)
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 14 19
1.184E10 4.8437E9 1.669E10
2.3684E9 3.4598E8
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
18600.5109 51632.2000 36.02502
F Value
Pr > F
6.85
0.0020
R-Square Adj R-Sq
0.70971 0.60603
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PMBMR
1 1
8551.844 -13.2816
58210.23 19.94722
0.15 -0.67
0.8853 0.5163
PKBMR
1
4.064106
5.259362
0.77
0.4525
QBM
1
-0.02233
0.070216
-0.32
0.7551
QDRT
1
0.107669
0.061915
1.74
0.1040
LMBM
1
0.397107
0.264947
1.50
0.1561
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.659218 20 0.158157
Variable Label Intercept harga riil bawang merah impor (Rp/Kg) harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) produksi bawang merah nasional (Ton) permintaan bawang merah rumah tangga (Ton) impor bawang merah tahun sebelumnya (Ton)
138
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HRG_IMPT PMBMR harga riil bawang merah impor (Rp/Kg)
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 17 19
2148421 899526.9 3047948
1074211 52913.35
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
230.02901 2128.96548 10.80473
F Value
Pr > F
20.30
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.70487 0.67015
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PWBMR
1 1
952.1662 0.526771
194.7033 0.084031
4.89 6.27
0.0001 <.0001
TRF
1
22.98019
11.21422
2.05
0.0562
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.468842 20 0.255872
Variable Label Intercept harga riil bawang merah dunia (Rp/Kg) tarif impor bawang merah (%)
139
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HRG_KONS PKBMR harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 17 19
9903962 40012182 49916144
4951981 2353658
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1534.16354 6133.79334 25.01166
F Value
Pr > F
2.10
0.1526
R-Square Adj R-Sq
0.19841 0.10411
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept RQSDRT LPKBMR
1 1 1
3633.522 -189.398 0.484276
1763.700 868.9670 0.252103
2.06 -0.22 1.92
0.0550 0.8301 0.0717
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.948314 20 -0.04414
Variable Label Intercept QSBM/QDRT harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya (Rp/Kg)
140
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HRG_PROD PPBMR harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg)
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 17 19
11427386 3463343 14890729
5713693 203726.0
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
451.36021 4123.92630 10.94491
F Value
Pr > F
28.05
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.76742 0.74005
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PKBMR
1 1
607.2693 0.380760
521.2602 0.073435
1.17 5.18
0.2601 <.0001
LPPBMR
1
0.293327
0.136764
2.14
0.0467
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.44552 20 0.254841
Variable Label Intercept harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)
141
Lampiran 9. Program Uji Multicollinearity Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Nilai VIF options nodate nonumber; DATA OLAHfix; INPUT TH T MBM XBM POP QRT PMBM NTRP PWBM TRF PKMI; /*meriilkan data nominal*/ PPBMR = (PPBM/IHK)*100; PKBMR = (PKBM/IHK)*100; PPCMR = (PPCM/IHK)*100; PKBPR = (PKBP/IHK)*100; PKMIR = (PKMI/IHK)*100; NTRPR = (NTRP/IHK)*100; PPUR = (PPU/IHK)*100; PPTR = (PPT/IHK)*100; UTKR = (UTK/IHK)*100; PMBMR = PMBM*NTRPR; PWBMR = PWBM*NTRPR; /*create data*/ YBM = QBM/ABM; QSBM = QBM+MBM-XBM; QDRT = QRT*POP/1000; QDNRT = QSBM-QDRT; QDBM = QSBM; RQBD = QBM/QDBM; RQBDRT = QBM/QDRT; RQSDRT = QSBM/QDRT; GDP = GDPkap*POP/1000; /*membuat variabel lag*/ LMBM = LAG(MBM); LXBM = LAG(XBM); LABM = LAG(ABM); LYBM = LAG(YBM); LQBM = LAG(QBM); LPPBMR = LAG(PPBMR); LPKBMR = LAG(PKBMR); LPKBPR = LAG(PKBPR); LGDPkap = LAG(GDPkap); LPPCMR = LAG(PPCMR); LPMBMR = LAG(PMBMR); LPWBMR = LAG(PWBMR); LNTRPR = LAG(NTRPR); LPPUR = LAG(PPUR); LPPTR = LAG(PPTR); LUTKR = LAG(UTKR); LQDBM = LAG(QDBM); LCIR = LAG(CIR); LQDRT = LAG(QDRT); LQDNRT = LAG(QDNRT); LPKMIR = LAG(PKMIR); LGDP = LAG(GDP);
ABM PPT
QBM PPU
PPBM UTK
PKBM IHK GDPkap
PPCM CH
PKBP CIR
142
Lampiran 9. Lanjutan /*membuat perubahan variabel*/ DCIR = CIR-LCIR; /*membuat pertumbuhan atau laju*/ TUTKR = ((UTKR-LUTKR)/LUTKR)*100; TGDPkap = ((GDPkap-LGDPkap)/LGDPkap)*100; TPKBMR = ((PKBMR-LPKBMR)/LPKBMR)*100; TPKBPR = ((PKBPR-LPKBPR)/LPKBPR)*100; /*mendeskripsikan variabel*/ label ABM = 'luas areal panen bawang merah (ha)' QBM = 'produksi bawang merah nasional (Ton)' QSBM = 'penawaran bawang merah nasional (Ton)' QDBM = 'permintaan bawang merah nasional (Ton)' QDRT = 'permintaan bawang merah rumahtangga (Ton)' QDNRT = 'permintaan bawang merha non rumahtangga (Ton)' MBM = 'impor bawang merah (Ton)' XBM = 'volume ekspor bawang merah (Ton)' PMBM = 'harga bawang merah impor (US$/Kg)' PWBM = 'harga bawang merah dunia (US$/Kg)' PPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen (Rp/Kg)' UTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/HOK)' NTRPR = 'nilai tukar rupiah terhadap dollar riil (Rp/US$)' POP = 'jumlah penduduk indonesia (jiwa)' RBM = 'penerimaan pemerintah dari perdagangan bawang merah (Rp Milyar)' GDPkap = 'gross domestic product per kapita (constant 2000)(Rp)' TGDPkap = 'laju pertumbuhan gross domestic product per kapita (constant 2000)(%)' TUTKR = 'laju pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian(%)' GDP = 'gross domestic product (constant 2000)(000 Rp)' CH = 'curah hujan (mm/th)' CIR = 'suku bunga kredit bank persero (%)' TRF = 'tarif impor bawang merah (%)' T = 'tren waktu' PMBMR = 'harga riil bawang merah impor (Rp/Kg)' PWBMR = 'harga riil bawang merah dunia (Rp/Kg)' PKBPR = 'harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PKMIR = 'harga riil mie instan (Rp/bungkus)' DPKBPR = 'perubahan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' TPKBPR = 'laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%)' LABM = 'luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya (ha)' LYBM = 'produktivitas bawang merah tahun sebelumnya (Ton/ha)' LQBM = 'produksi bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' LMBM = 'impor bawang merah tahun sebelumnya (Ton)' LPMBMR = 'harga riil bawang merah impor tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPWBMR = 'harga riil bawang merah dunia tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya (Rp/Kg)'
143
Lampiran 9. Lanjutan LPPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LUTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian tahun sebelumnya (Rp/HOK)' LQDBM = 'permintaan bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen(%)' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen' TMBM = 'laju pertumbuhan impor bawang merah' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' DUTKR = 'perubahan upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/Kg)' DPKBMR ='perubahan harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' RQBDRT = 'QBM/QDRT' ; DATALINES; 1990 1 12089 4062 70081 495183 930.14 1376.53 28.78 1407.10 5262.92 184345939 1.939 0.321 1849.99 212.82 201.86 1337.67 1095194.08 2296.74 19.26 0.318 15 230 1991 2 13637 10376 70989 509013 856.52 1282.14 31.46 1637.07 5684.88 187451800 1.075 0.357 1957.63 247.92 228.12 1514.33 1241137.42 1717.49 23.25 0.318 15 227 1992 3 16594 7843 68913 528311 957.28 1382.92 33.82 1462.91 5590.84 190512441 1.166 0.418 2037.12 277.14 248.59 1677.33 1362833.28 1961.71 22.16 0.281 15 225 1993 4 22253 5337 75123 561267 1312.58 1976.95 37.11 1836.75 5959.76 193525648 1.805 0.411 2096.29 325.93 278.84 1850.00 1482077.03 2115.94 19.37 0.264 10 253 1994 5 15214 6843 84630 636864 1221.03 2056.71 40.26 2187.37 6040.24 196488446 1.339 0.392 2170.61 374.58 301.72 2045.00 1623616.28 1586.69 16.77 0.347 10 308 1995 6 31616 4159 77210 592548 1473.29 2539.53 44.07 1907.80 6440.01 199400339 1.426 0.369 2256.16 474.13 333.10 2355.00 1802671.84 2605.70 16.86 0.440 10 336 1996 7 42057 7171 96292 768567 1629.51 2788.66 47.55 2747.51 6692.21 202257039 1.805 0.372 2342.27 537.13 387.92 2599.00 1986244.96 2352.78 17.02 0.283 10 347 1997 8 43084 3189 88540 605736 1767.58 2514.83 50.7 3225.08 6758.49 205063468 1.603 0.334 2955.54 613.54 447.96 2847.33 2589053.04 2507.23 18.49 0.238 10 353 1998 9 43017 176 79498 599304 4511.13 8221.14 80.04 4983.82 10862.01 207839287 1.690 0.267 10828.11 748.63 572.56 3871.00 8131910.61 2173.88 25.09 0.322 5 613 1999 10 71551 8603 104289 938293 4804.72 8518.31 96.43 7242.93 9336.72 210610776 1.373 0.253 8049.30 1485.62 1088.40 5320.33 6012827.10 2952.74 26.22 0.259 5 766
144
Lampiran 9. Lanjutan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
2008
2009
2010
11 56711 6753 84038 772818 4352.06 6205.75 100 6859.58 6579.42 213395411 1.867 0.228 8475.95 1927.45 1352.81 6743.00 6551909.35 3060.59 19.55 0.157 5 776 12 47946 5992 82147 861150 5544.13 8246.17 111.48 5811.38 8580.11 216203499 1.954 0.260 10472.73 2083.76 1494.80 7568.33 8283929.43 2515.63 19.15 0.231 5 826 13 32929 6816 79867 766572 5240.99 8966.00 124.73 6731.36 8938.40 219026365 2.030 0.275 9387.50 2078.50 1533.47 9195.33 7660200.00 2026.00 18.85 0.257 5 857 14 42008 5402 88029 762795 5407.31 7004.82 132.95 8610.70 6650.05 221839235 2.050 0.294 8621.58 2121.10 1597.27 10530.67 7276613.52 2556.36 16.18 0.315 5 900 15 48927 4637 88707 757399 5117.82 6634.87 141.26 8636.51 6421.91 224606531 2.021 0.291 9087.06 2153.58 1626.77 12072.00 7960264.56 2506.80 14.32 0.333 5 933 16 53071 4259 83614 732610 6497.05 8123.64 156.03 9487.92 7755.15 227303175 2.179 0.290 9751.84 2220.54 1668.78 15750.00 8922933.60 2524.53 15.59 0.273 5 967 17 78462 15701 89188 794931 7566.48 9667.41 176.47 10906.61 10036.47 229918547 1.920 0.384 9269.51 2403.98 1813.62 20696.33 8843112.54 1657.64 15.36 0.347 0 942 18 107649 9357 93694 802810 7490.61 9470.09 187.78 11965.58 9806.14 232461746 2.774 0.410 9198.61 2597.81 1862.46 24218.33 9226205.83 2391.40 13.47 0.478 0 953 19 128015 12314 91339 853615 11557.74 14668.13 207.22 15114.27 9223.00 234951154 2.525 0.420 9884.39 2954.96 2166.06 30004.33 10398378.28 2392.18 14.61 0.400 0 1201 20 67330 12759 104009 965164 10953.06 14049.81 216.06 15546.06 10673.00 237414495 2.323 0.430 10483.76 3132.19 2294.43 30436.67 11416814.64 2206.24 13.63 0.381 0 1439 21 70573 3232 109634 1048934 11756.83 18893.50 227.16 16343.10 10030.00 239870000 2.328 0.463 9132.07 3309.41 2422.79 32021.67 10447088.08 2373.72 13.26 0.401 0 1325
; RUN; proc reg DATA=OLAHfix; luas_BM: model ABM = LPPBMR LPPCMR PPUR TUTKR LABM/VIF; prod_BM: model QBM = PPBMR ABM DCIR CH T LQBM/VIF; prmnt_RT: model QDRT = PKBMR TPKBPR POP TGDPkap/VIF; prmnt_NRT: model QDNRT = TPKBMR PKMIR TPKBPR GDP/VIF; impt_BM: model MBM = PMBMR PKBMR QBM QDRT LMBM/VIF; hrg_impt: model PMBMR = PWBMR TRF/VIF; hrg_kons: model PKBMR = RQSDRT LPKBMR/VIF; hrg_prod: model PPBMR = PKBMR LPPBMR/VIF; run;
145
Lampiran 10. Hasil Uji Multicollinearity Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Nilai VIF The SAS System The REG Procedure Model: luas_BM Dependent Variable: ABM luas areal panen bawang merah (ha) Number of Observations Read 21 Number of Observations Used 20 Number of Observations with Missing Values 1 Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 14 19
1476775693 761809756 2238585449
295355139 54414983
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
7376.65118 86988 8.48013
Variable
DF
Intercept LPPBMR LPPCMR PPUR TUTKR LABM
1 1 1 1 1 1
R-Square Adj R-Sq
Parameter Estimates Parameter Estimate Error t Value 35328 12.62651 -4.24977 -20.44095 -38.9532 0.54581
14952 3.29441 3.89539 14.77627 25655 0.29765
F Value
Pr > F
5.43
0.0055
0.6597 0.5382
Standard Pr > |t|
2.36 3.83 -1.09 -1.38 -0.15 1.83
0.0331 0.0018 0.2937 0.1882 0.8815 0.0880
Parameter Estimates Variable
Label
Intercept LPPBMR
Intercept harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) harga riil pupuk urea di tingkat produsen (Rp/Kg) laju pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya (ha)
LPPCMR PPUR TUTKR LABM
DF
Variance Inflation
1 1
0 2.87042
1
4.59613
1
3.39406
1
1.53328
1
3.14781
Lampiran 10. Lanjutan The SAS System The REG Procedure Model: prod_BM Dependent Variable: QBM produksi bawang merah nasional (Ton) Parameter Estimates
146
Variable
Label
Intercept PPBMR
Intercept harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg) luas areal panen bawang merah (ha) perubahan suku bunga kredit bank persero (%) curah hujan (mm/th) tren waktu produksi bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)
ABM DCIR CH T LQBM
DF
Variance Inflation
1 1
0 2.75846
1
2.13376
1
1.67478
1 1 1
1.62125 5.95276 4.51911
The SAS System The REG Procedure Model: prmnt_RT Dependent Variable: QDRT permintaan bawang merah rumahtangga (Ton) Parameter Estimates Variable
Label
Intercept PKBMR
Intercept harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg) jumlah penduduk indonesia (jiwa) laju pertumbuhan gross domestic product per kapita (constant 2000)(Rp)
TPKBPR POP TGDPkap
DF
Variance Inflation
1 1
0 1.72457
1
1.17037
1
1.31533
1
1.72064
147
Lampiran 10. Lanjutan The SAS System The REG Procedure Model: prmnt_NRT Dependent Variable: QDNRT permintaan bawang merha non rumahtangga (Ton) Parameter Estimates Variable
Label
Intercept TPKBMR
Intercept laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen harga riil mie instan (Rp/bungkus) laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg) gross domestic product (constant 2000)(000 Rp)
PKMIR TPKBPR GDP
DF
Variance Inflation
1 1
0 1.21317
1
1.56201
1
1.22623
1
1.52539
The SAS System The REG Procedure Model: impt_BM Dependent Variable: MBM impor bawang merah (Ton) Parameter Estimates Variable
Label
Intercept PMBMR
Intercept harga riil bawang merah impor (Rp/Kg) harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) produksi bawang merah nasional (Ton) permintaan bawang merah rumah tangga (Ton) impor bawang merah 1 tahun sebelumnya (Ton)
PKBMR QBM QDRT LMBM
DF
Variance Inflation
1 1
0 3.50528
1
3.99078
1
6.03679
1
3.21979 3.59517
148
Lampiran 10. Lanjutan The SAS System The REG Procedure Model: hrg_impt Dependent Variable: PMBMR harga riil bawang merah impor (Rp/Kg) Parameter Estimates Variable
Label
Intercept PWBMR
Intercept harga riil bawang merah dunia (Rp/Kg) tarif impor bawang merah (%)
TRF
DF
Variance Inflation
1 1
0 1.02198
1
1.02198
The SAS System The REG Procedure Model: hrg_kons Dependent Variable: PKBMR harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) Parameter Estimates Variable
Label
Intercept RQSDRT LPKBMR
Intercept QSBM/QDRT harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya (Rp/Kg)
DF
Variance Inflation
1 1 1
0 1.25156 1.25156
The SAS System The REG Procedure Model: hrg_prod Dependent Variable: PPBMR harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg) Parameter Estimates Variable
Label
Intercept PKBMR
Intercept harga riil di tingkat harga riil di tingkat sebelumnya
LPPBMR
bawang merah konsumen (Rp/Kg) bawang merah produsen tahun (Rp/Kg)
DF
Variance Inflation
1 1
0 1.32131
1
1.32131
149
Lampiran 11. Program Uji Heteroscedasticity Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Metode Park options nodate nonumber; DATA OLAHfix; INPUT TH T MBM XBM POP QRT PMBM NTRP PWBM TRF PKMI; /*meriilkan data nominal*/ PPBMR = (PPBM/IHK)*100; PKBMR = (PKBM/IHK)*100; PPCMR = (PPCM/IHK)*100; PKBPR = (PKBP/IHK)*100; PKMIR = (PKMI/IHK)*100; NTRPR = (NTRP/IHK)*100; PPUR = (PPU/IHK)*100; PPTR = (PPT/IHK)*100; UTKR = (UTK/IHK)*100; PMBMR = PMBM*NTRPR; PWBMR = PWBM*NTRPR; /*create data*/ YBM = QBM/ABM; QSBM = QBM+MBM-XBM; QDRT = QRT*POP/1000; QDNRT = QSBM-QDRT; QDBM = QSBM; RQBD = QBM/QDBM; RQBDRT = QBM/QDRT; RQSDRT = QSBM/QDRT; GDP = GDPkap*POP/1000; /*membuat variabel lag*/ LMBM = LAG(MBM); LXBM = LAG(XBM); LABM = LAG(ABM); LYBM = LAG(YBM); LQBM = LAG(QBM); LPPBMR = LAG(PPBMR); LPKBMR = LAG(PKBMR); LPKBPR = LAG(PKBPR); LGDPkap = LAG(GDPkap); LPPCMR = LAG(PPCMR); LPMBMR = LAG(PMBMR); LPWBMR = LAG(PWBMR); LNTRPR = LAG(NTRPR); LPPUR = LAG(PPUR); LPPTR = LAG(PPTR); LUTKR = LAG(UTKR); LQDBM = LAG(QDBM); LCIR = LAG(CIR); LQDRT = LAG(QDRT); LQDNRT = LAG(QDNRT); LPKMIR = LAG(PKMIR); LGDP = LAG(GDP);
ABM PPT
QBM PPU
PPBM UTK
PKBM IHK GDPkap
PPCM CH
PKBP CIR
150
Lampiran 11. Lanjutan /*membuat perubahan variabel*/ DCIR = CIR-LCIR; /*membuat pertumbuhan atau laju*/ TUTKR = ((UTKR-LUTKR)/LUTKR)*100; TGDPkap = ((GDPkap-LGDPkap)/LGDPkap)*100; TPKBMR = ((PKBMR-LPKBMR)/LPKBMR)*100; TPKBPR = ((PKBPR-LPKBPR)/LPKBPR)*100; /*mendeskripsikan variabel*/ label ABM = 'luas areal panen bawang merah (ha)' QBM = 'produksi bawang merah nasional (Ton)' QSBM = 'penawaran bawang merah nasional (Ton)' QDBM = 'permintaan bawang merah nasional (Ton)' QDRT = 'permintaan bawang merah rumahtangga (Ton)' QDNRT = 'permintaan bawang merha non rumahtangga (Ton)' MBM = 'impor bawang merah (Ton)' XBM = 'volume ekspor bawang merah (Ton)' PMBM = 'harga bawang merah impor (US$/Kg)' PWBM = 'harga bawang merah dunia (US$/Kg)' PPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen (Rp/Kg)' UTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/HOK)' NTRPR = 'nilai tukar rupiah terhadap dollar riil (Rp/US$)' POP = 'jumlah penduduk indonesia (jiwa)' RBM = 'penerimaan pemerintah dari perdagangan bawang merah (Rp Milyar)' GDPkap = 'gross domestic product per kapita (constant 2000)(Rp)' TGDPkap = 'laju pertumbuhan gross domestic product per kapita (constant 2000)(%)' TUTKR = 'laju pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian(%)' GDP = 'gross domestic product (constant 2000)(000 Rp)' CH = 'curah hujan (mm/th)' CIR = 'suku bunga kredit bank persero (%)' TRF = 'tarif impor bawang merah (%)' T = 'tren waktu' PMBMR = 'harga riil bawang merah impor (Rp/Kg)' PWBMR = 'harga riil bawang merah dunia (Rp/Kg)' PKBPR = 'harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PKMIR = 'harga riil mie instan (Rp/bungkus)' DPKBPR = 'perubahan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' TPKBPR = 'laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%)' LABM = 'luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya (ha)' LYBM = 'produktivitas bawang merah tahun sebelumnya (Ton/ha)' LQBM = 'produksi bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' LMBM = 'impor bawang merah tahun sebelumnya (Ton)' LPMBMR = 'harga riil bawang merah impor tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPWBMR = 'harga riil bawang merah dunia tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya (Rp/Kg)'
151
Lampiran 11. Lanjutan LPPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LUTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian tahun sebelumnya (Rp/HOK)' LQDBM = 'permintaan bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen(%)' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen' TMBM = 'laju pertumbuhan impor bawang merah' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' DUTKR = 'perubahan upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/Kg)' DPKBMR ='perubahan harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' RQBDRT = 'QBM/QDRT' ; DATALINES; 1990 1 12089 4062 70081 495183 930.14 1376.53 28.78 1407.10 5262.92 184345939 1.939 0.321 1849.99 212.82 201.86 1337.67 1095194.08 2296.74 19.26 0.318 15 230 1991 2 13637 10376 70989 509013 856.52 1282.14 31.46 1637.07 5684.88 187451800 1.075 0.357 1957.63 247.92 228.12 1514.33 1241137.42 1717.49 23.25 0.318 15 227 1992 3 16594 7843 68913 528311 957.28 1382.92 33.82 1462.91 5590.84 190512441 1.166 0.418 2037.12 277.14 248.59 1677.33 1362833.28 1961.71 22.16 0.281 15 225 1993 4 22253 5337 75123 561267 1312.58 1976.95 37.11 1836.75 5959.76 193525648 1.805 0.411 2096.29 325.93 278.84 1850.00 1482077.03 2115.94 19.37 0.264 10 253 1994 5 15214 6843 84630 636864 1221.03 2056.71 40.26 2187.37 6040.24 196488446 1.339 0.392 2170.61 374.58 301.72 2045.00 1623616.28 1586.69 16.77 0.347 10 308 1995 6 31616 4159 77210 592548 1473.29 2539.53 44.07 1907.80 6440.01 199400339 1.426 0.369 2256.16 474.13 333.10 2355.00 1802671.84 2605.70 16.86 0.440 10 336 1996 7 42057 7171 96292 768567 1629.51 2788.66 47.55 2747.51 6692.21 202257039 1.805 0.372 2342.27 537.13 387.92 2599.00 1986244.96 2352.78 17.02 0.283 10 347 1997 8 43084 3189 88540 605736 1767.58 2514.83 50.7 3225.08 6758.49 205063468 1.603 0.334 2955.54 613.54 447.96 2847.33 2589053.04 2507.23 18.49 0.238 10 353 1998 9 43017 176 79498 599304 4511.13 8221.14 80.04 4983.82 10862.01 207839287 1.690 0.267 10828.11 748.63 572.56 3871.00 8131910.61 2173.88 25.09 0.322 5 613 1999 10 71551 8603 104289 938293 4804.72 8518.31 96.43 7242.93 9336.72 210610776 1.373 0.253 8049.30 1485.62 1088.40 5320.33 6012827.10 2952.74 26.22 0.259 5 766
152
Lampiran 11. Lanjutan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
2008
2009
2010
11 56711 6753 84038 772818 4352.06 6205.75 100 6859.58 6579.42 213395411 1.867 0.228 8475.95 1927.45 1352.81 6743.00 6551909.35 3060.59 19.55 0.157 5 776 12 47946 5992 82147 861150 5544.13 8246.17 111.48 5811.38 8580.11 216203499 1.954 0.260 10472.73 2083.76 1494.80 7568.33 8283929.43 2515.63 19.15 0.231 5 826 13 32929 6816 79867 766572 5240.99 8966.00 124.73 6731.36 8938.40 219026365 2.030 0.275 9387.50 2078.50 1533.47 9195.33 7660200.00 2026.00 18.85 0.257 5 857 14 42008 5402 88029 762795 5407.31 7004.82 132.95 8610.70 6650.05 221839235 2.050 0.294 8621.58 2121.10 1597.27 10530.67 7276613.52 2556.36 16.18 0.315 5 900 15 48927 4637 88707 757399 5117.82 6634.87 141.26 8636.51 6421.91 224606531 2.021 0.291 9087.06 2153.58 1626.77 12072.00 7960264.56 2506.80 14.32 0.333 5 933 16 53071 4259 83614 732610 6497.05 8123.64 156.03 9487.92 7755.15 227303175 2.179 0.290 9751.84 2220.54 1668.78 15750.00 8922933.60 2524.53 15.59 0.273 5 967 17 78462 15701 89188 794931 7566.48 9667.41 176.47 10906.61 10036.47 229918547 1.920 0.384 9269.51 2403.98 1813.62 20696.33 8843112.54 1657.64 15.36 0.347 0 942 18 107649 9357 93694 802810 7490.61 9470.09 187.78 11965.58 9806.14 232461746 2.774 0.410 9198.61 2597.81 1862.46 24218.33 9226205.83 2391.40 13.47 0.478 0 953 19 128015 12314 91339 853615 11557.74 14668.13 207.22 15114.27 9223.00 234951154 2.525 0.420 9884.39 2954.96 2166.06 30004.33 10398378.28 2392.18 14.61 0.400 0 1201 20 67330 12759 104009 965164 10953.06 14049.81 216.06 15546.06 10673.00 237414495 2.323 0.430 10483.76 3132.19 2294.43 30436.67 11416814.64 2206.24 13.63 0.381 0 1439 21 70573 3232 109634 1048934 11756.83 18893.50 227.16 16343.10 10030.00 239870000 2.328 0.463 9132.07 3309.41 2422.79 32021.67 10447088.08 2373.72 13.26 0.401 0 1325;
RUN; Title1 'model luas areal panen bawang merah'; proc syslin ols data=OLAHfix out=m_park; luas_panen: model ABM = LPPBMR LPPCMR PPUR TUTKR LABM/noprint; output residual=e predicted=p; run; data OLAHfix1; set m_park; e2=e**2; ln_e2=log(e2); ln_LPPBMR=log(LPPBMR); ln_LPPCMR=log(LPPCMR); ln_PPUR=log(PPUR); ln_TUTKR=log(TUTKR); ln_LABM=log(LABM); RUN; proc syslin ols data=OLAHfix1; model ln_e2=ln_LPPBMR ln_LPPCMR ln_PPUR ln_TUTKR ln_LABM; RUN;
153
Lampiran 12. Hasil Uji Heteroscedasticity Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia dengan Menggunakan Metode Park model luas areal panen bawang merah The SYSLIN Procedure Ordinary Least Squares Estimation Model Dependent Variable
ln_e2 ln_e2
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 12 17
40.76042 121.9249 162.6853
8.152085 10.16040
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
3.18754 15.67758 20.33183
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
0.80
0.5691
0.25055 -0.06172
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept ln_LPPBMR ln_LPPCMR ln_PPUR ln_TUTKR ln_LABM
1 1 1 1 1 1
-9.08419 3.535071 -1.10286 4.232493 0.352803 -2.02298
77.85897 6.928122 10.11898 7.451340 0.545719 11.02976
-0.12 0.51 -0.11 0.57 0.65 -0.18
0.9090 0.6191 0.9150 0.5805 0.5301 0.8575
Lampiran 12. Lanjutan model produksi bawang merah The SYSLIN Procedure Ordinary Least Squares Estimation Model Dependent Variable
ln_e2 ln_e2
154
Analysis of Variance Source Model Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var
DF
Sum of Squares
Mean Square
6 1 7
70.26595 3.470615 73.73657
11.71099 3.470615
1.86296 19.90298 9.36020
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
3.37
0.3942
0.95293 0.67053
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept ln_PPBMR ln_ABM ln_DCIR ln_CH ln_T ln_LQBM
1 1 1 1 1 1 1
-285.892 0.646871 24.22370 1.809258 -7.10402 -3.01840 6.484145
230.7237 7.496590 8.937511 0.776416 8.587736 4.566455 11.45597
-1.24 0.09 2.71 2.33 -0.83 -0.66 0.57
0.4323 0.9452 0.2250 0.2581 0.5600 0.6282 0.6721
155
Lampiran 12. Lanjutan model permintaan bawang merah rumahtangga The SYSLIN Procedure Ordinary Least Squares Estimation Model Dependent Variable
ln_e2 ln_e2
Analysis of Variance
Source Model Error Corrected Total
DF
Sum of Squares
Mean Square
3 0 3
1.886102 0 1.886102
0.628701 .
F Value .
Pr > F .
Root MSE . R-Square 1.00000 Dependent Mean 19.04023 Adj R-Sq . Coeff Var . WARNING: The model is not of full rank. Least Squares solutions for the parameters are not unique. Certain statistics will be misleading. A reported degree of freedom of 0 or B means the estimate is biased. The following parameters have been set to zero. These variables are a linear combination of other variables as shown. Intercept = -0.007805 * ln_PKBMR +0.002579 * ln_TPKBPR +0.0545 * ln_POP +0.005018 * ln_TGDPkap
Parameter Estimates Variable Intercept ln_PKBMR ln_TPKBPR ln_POP ln_TGDPkap
DF
Parameter Estimate
Standard Error
0 0 0 0 0
0 1.492258 1.247881 0.131469 0.227862
. . . . .
t Value . . . . .
Pr > |t| . . . . .
156
Lampiran 12. Lanjutan model permintaan bawang merah non rumahtangga The SYSLIN Procedure Ordinary Least Squares Estimation Model Dependent Variable
ln_e2 ln_e2
Analysis of Variance
Source Model Error Corrected Total
DF
Sum of Squares
Mean Square
3 0 3
1.778120 1.07E-12 1.778120
0.592707 .
F Value
Pr > F
.
.
Root MSE . R-Square 1.00000 Dependent Mean 22.50266 Adj R-Sq . Coeff Var . WARNING: The model is not of full rank. Least Squares solutions for the parameters are not unique. Certain statistics will be misleading. A reported degree of freedom of 0 or B means the estimate is biased. The following parameters have been set to zero. These variables are a linear combination of other variables as shown. Intercept = +0.0125 * ln_TPKBMR -0.0375 * ln_PKMIR +0.007976 * ln_TPKBPR +0.0421 * ln_GDP
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
Intercept ln_TPKBMR ln_PKMIR ln_TPKBPR ln_GDP
0 0 0 0 0
0 0.130288 -4.84627 -0.60377 1.940030
. . . . .
t Value . . . . .
Pr > |t| . . . . .
157
Lampiran 12. Lanjutan model impor bawang merah The SYSLIN Procedure Ordinary Least Squares Estimation Model Dependent Variable
ln_e2 ln_e2
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 14 19
41.09249 69.38252 110.4750
8.218497 4.955894
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
2.22618 17.66055 12.60540
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
1.66
0.2092
0.37196 0.14766
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept ln_PMBMR ln_PKBMR ln_QBM ln_QDRT ln_LMBM
1 1 1 1 1 1
-122.668 5.192267 -5.04198 10.50865 0.031090 0.205065
91.48958 5.320955 3.609933 6.240398 3.222995 1.890773
-1.34 0.98 -1.40 1.68 0.01 0.11
0.2013 0.3457 0.1843 0.1143 0.9924 0.9152
158
Lampiran 12. Lanjutan model harga bawang merah impor The SYSLIN Procedure Ordinary Least Squares Estimation Model Dependent Variable
ln_e2 ln_e2
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 13 15
4.163766 70.79757 74.96134
2.081883 5.445967
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
2.33366 9.73283 23.97719
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
0.38
0.6897
0.05555 -0.08976
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept ln_PWBMR ln_TRF
1 1 1
-5.91139 1.937189 0.494121
17.90209 2.237008 1.367586
-0.33 0.87 0.36
0.7465 0.4022 0.7237
159
Lampiran 12. Lanjutan model harga bawang merah di tingkat konsumen The SYSLIN Procedure Ordinary Least Squares Estimation Model Dependent Variable
ln_e2 ln_e2
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 17 19
5.343356 109.9608 115.3041
2.671678 6.468282
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
2.54328 12.84381 19.80161
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
0.41
0.6681
0.04634 -0.06585
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept ln_RQSDRT ln_LPKBMR
1 1 1
-5.98260 0.191397 2.157846
21.85556 3.060559 2.593744
-0.27 0.06 0.83
0.7876 0.9509 0.4170
160
Lampiran 12. Lanjutan model harga bawang merah di tingkat produsen The SYSLIN Procedure Ordinary Least Squares Estimation Model Dependent Variable
ln_e2 ln_e2
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
2 17 19
3.925365 86.54111 90.46648
1.962682 5.090654
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
2.25625 10.70776 21.07114
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
0.39
0.6859
0.04339 -0.06915
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept ln_PKBMR ln_LPPBMR
1 1 1
-8.39999 0.879146 1.385102
21.76575 2.483719 2.856956
-0.39 0.35 0.48
0.7043 0.7277 0.6340
Lampiran 13. Program Validasi Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia options nodate nonumber; DATA OLAHfix;
161
INPUT TH POP PWBM
T QRT TRF
MBM XBM PMBM NTRP PKMI;
/*meriilkan data nominal*/ PPBMR = (PPBM/IHK)*100; PKBMR = (PKBM/IHK)*100; PPCMR = (PPCM/IHK)*100; PKBPR = (PKBP/IHK)*100; PKMIR = (PKMI/IHK)*100; NTRPR = (NTRP/IHK)*100; PPUR = (PPU/IHK)*100; PPTR = (PPT/IHK)*100; UTKR = (UTK/IHK)*100; PMBMR = PMBM*NTRPR; PWBMR = PWBM*NTRPR; /*create data*/ YBM = QBM/ABM; QSBM = QBM+MBM-XBM; QDRT = QRT*POP/1000; QDNRT = QSBM-QDRT; QDBM = QSBM; RQBD = QBM/QDBM; RQBDRT = QBM/QDRT; RQSDRT = QSBM/QDRT; GDP = GDPkap*POP/1000; /*membuat variabel lag*/ LMBM = LAG(MBM); LXBM = LAG(XBM); LABM = LAG(ABM); LYBM = LAG(YBM); LQBM = LAG(QBM); LPPBMR = LAG(PPBMR); LPKBMR = LAG(PKBMR); LPKBPR = LAG(PKBPR); LGDPkap = LAG(GDPkap); LPPCMR = LAG(PPCMR); LPMBMR = LAG(PMBMR); LPWBMR = LAG(PWBMR); LNTRPR = LAG(NTRPR); LPPUR = LAG(PPUR); LPPTR = LAG(PPTR); LUTKR = LAG(UTKR); LQDBM = LAG(QDBM); LCIR = LAG(CIR); LQDRT = LAG(QDRT); LQDNRT = LAG(QDNRT); LPKMIR = LAG(PKMIR); LGDP = LAG(GDP);
Lampiran 13. Lanjutan /*membuat perubahan variabel*/ DCIR = CIR-LCIR;
ABM PPT
QBM PPU
PPBM UTK
PKBM IHK GDPkap
PPCM CH
PKBP CIR
162
/*membuat pertumbuhan atau laju*/ TUTKR = ((UTKR-LUTKR)/LUTKR)*100; TGDPkap = ((GDPkap-LGDPkap)/LGDPkap)*100; TPKBMR = ((PKBMR-LPKBMR)/LPKBMR)*100; TPKBPR = ((PKBPR-LPKBPR)/LPKBPR)*100; /*mendeskripsikan variabel*/ label ABM = 'luas areal panen bawang merah (ha)' QBM = 'produksi bawang merah nasional (Ton)' QSBM = 'penawaran bawang merah nasional (Ton)' QDBM = 'permintaan bawang merah nasional (Ton)' QDRT = 'permintaan bawang merah rumahtangga (Ton)' QDNRT = 'permintaan bawang merha non rumahtangga (Ton)' MBM = 'impor bawang merah (Ton)' XBM = 'volume ekspor bawang merah (Ton)' PMBM = 'harga bawang merah impor (US$/Kg)' PWBM = 'harga bawang merah dunia (US$/Kg)' PPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen (Rp/Kg)' UTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/HOK)' NTRPR = 'nilai tukar rupiah terhadap dollar riil (Rp/US$)' POP = 'jumlah penduduk indonesia (jiwa)' RBM = 'penerimaan pemerintah dari perdagangan bawang merah (Rp Milyar)' GDPkap = 'gross domestic product per kapita (constant 2000)(Rp)' TGDPkap = 'laju pertumbuhan gross domestic product per kapita (constant 2000)(%)' TUTKR = 'laju pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian(%)' GDP = 'gross domestic product (constant 2000)(000 Rp)' CH = 'curah hujan (mm/th)' CIR = 'suku bunga kredit bank persero (%)' TRF = 'tarif impor bawang merah (%)' T = 'tren waktu' PMBMR = 'harga riil bawang merah impor (Rp/Kg)' PWBMR = 'harga riil bawang merah dunia (Rp/Kg)' PKBPR = 'harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PKMIR = 'harga riil mie instan (Rp/bungkus)' DPKBPR = 'perubahan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' TPKBPR = 'laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%)' LABM = 'luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya (ha)' LYBM = 'produktivitas bawang merah tahun sebelumnya (Ton/ha)' LQBM = 'produksi bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' LMBM = 'impor bawang merah tahun sebelumnya (Ton)' LPMBMR = 'harga riil bawang merah impor tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPWBMR = 'harga riil bawang merah dunia tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya (Rp/Kg)'
Lampiran 13. Lanjutan LPPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)'
163
LPPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LUTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian tahun sebelumnya (Rp/HOK)' LQDBM = 'permintaan bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen(%)' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen' TMBM = 'laju pertumbuhan impor bawang merah' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' DUTKR = 'perubahan upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/Kg)' DPKBMR ='perubahan harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' RQBDRT = 'QBM/QDRT' ; DATALINES; 1990 1 12089 4062 70081 495183 930.14 1376.53 28.78 1407.10 5262.92 184345939 1.939 0.321 1849.99 212.82 201.86 1337.67 1095194.08 2296.74 19.26 0.318 15 230 1991 2 13637 10376 70989 509013 856.52 1282.14 31.46 1637.07 5684.88 187451800 1.075 0.357 1957.63 247.92 228.12 1514.33 1241137.42 1717.49 23.25 0.318 15 227 1992 3 16594 7843 68913 528311 957.28 1382.92 33.82 1462.91 5590.84 190512441 1.166 0.418 2037.12 277.14 248.59 1677.33 1362833.28 1961.71 22.16 0.281 15 225 1993 4 22253 5337 75123 561267 1312.58 1976.95 37.11 1836.75 5959.76 193525648 1.805 0.411 2096.29 325.93 278.84 1850.00 1482077.03 2115.94 19.37 0.264 10 253 1994 5 15214 6843 84630 636864 1221.03 2056.71 40.26 2187.37 6040.24 196488446 1.339 0.392 2170.61 374.58 301.72 2045.00 1623616.28 1586.69 16.77 0.347 10 308 1995 6 31616 4159 77210 592548 1473.29 2539.53 44.07 1907.80 6440.01 199400339 1.426 0.369 2256.16 474.13 333.10 2355.00 1802671.84 2605.70 16.86 0.440 10 336 1996 7 42057 7171 96292 768567 1629.51 2788.66 47.55 2747.51 6692.21 202257039 1.805 0.372 2342.27 537.13 387.92 2599.00 1986244.96 2352.78 17.02 0.283 10 347 1997 8 43084 3189 88540 605736 1767.58 2514.83 50.7 3225.08 6758.49 205063468 1.603 0.334 2955.54 613.54 447.96 2847.33 2589053.04 2507.23 18.49 0.238 10 353 1998 9 43017 176 79498 599304 4511.13 8221.14 80.04 4983.82 10862.01 207839287 1.690 0.267 10828.11 748.63 572.56 3871.00 8131910.61 2173.88 25.09 0.322 5 613 1999 10 71551 8603 104289 938293 4804.72 8518.31 96.43 7242.93 9336.72 210610776 1.373 0.253 8049.30 1485.62 1088.40 5320.33 6012827.10 2952.74 26.22 0.259 5 766
Lampiran 13. Lanjutan
164
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
2008
2009
2010
11 56711 6753 84038 772818 4352.06 6205.75 100 6859.58 6579.42 213395411 1.867 0.228 8475.95 1927.45 1352.81 6743.00 6551909.35 3060.59 19.55 0.157 5 776 12 47946 5992 82147 861150 5544.13 8246.17 111.48 5811.38 8580.11 216203499 1.954 0.260 10472.73 2083.76 1494.80 7568.33 8283929.43 2515.63 19.15 0.231 5 826 13 32929 6816 79867 766572 5240.99 8966.00 124.73 6731.36 8938.40 219026365 2.030 0.275 9387.50 2078.50 1533.47 9195.33 7660200.00 2026.00 18.85 0.257 5 857 14 42008 5402 88029 762795 5407.31 7004.82 132.95 8610.70 6650.05 221839235 2.050 0.294 8621.58 2121.10 1597.27 10530.67 7276613.52 2556.36 16.18 0.315 5 900 15 48927 4637 88707 757399 5117.82 6634.87 141.26 8636.51 6421.91 224606531 2.021 0.291 9087.06 2153.58 1626.77 12072.00 7960264.56 2506.80 14.32 0.333 5 933 16 53071 4259 83614 732610 6497.05 8123.64 156.03 9487.92 7755.15 227303175 2.179 0.290 9751.84 2220.54 1668.78 15750.00 8922933.60 2524.53 15.59 0.273 5 967 17 78462 15701 89188 794931 7566.48 9667.41 176.47 10906.61 10036.47 229918547 1.920 0.384 9269.51 2403.98 1813.62 20696.33 8843112.54 1657.64 15.36 0.347 0 942 18 107649 9357 93694 802810 7490.61 9470.09 187.78 11965.58 9806.14 232461746 2.774 0.410 9198.61 2597.81 1862.46 24218.33 9226205.83 2391.40 13.47 0.478 0 953 19 128015 12314 91339 853615 11557.74 14668.13 207.22 15114.27 9223.00 234951154 2.525 0.420 9884.39 2954.96 2166.06 30004.33 10398378.28 2392.18 14.61 0.400 0 1201 20 67330 12759 104009 965164 10953.06 14049.81 216.06 15546.06 10673.00 237414495 2.323 0.430 10483.76 3132.19 2294.43 30436.67 11416814.64 2206.24 13.63 0.381 0 1439 21 70573 3232 109634 1048934 11756.83 18893.50 227.16 16343.10 10030.00 239870000 2.328 0.463 9132.07 3309.41 2422.79 32021.67 10447088.08 2373.72 13.26 0.401 0 1325
; RUN; proc simnlin data=OLAHfix SIMULATE STAT THEIL; endogenous ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR; exogenous POP PKMIR PPUR XBM PPCMR PWBMR UTKR CH TRF GDP; LABM=LAG(ABM); LQBM=LAG(QBM); LMBM=LAG(MBM); LPKBMR=LAG(PKBMR); LPPBMR=LAG(PPBMR); LPPCMR=LAG(PPCMR); LPKBPR=LAG(PKBPR); LCIR=LAG(CIR); LGDPkap=LAG(GDPkap); DCIR=CIR-LCIR; TGDPkap=(GDPkap-LGDPkap)/LGDPkap; TPKBPR=(PKBPR-LPKBPR)/LPKBPR; TPKBMR=(PKBMR-LPKBMR)/LPKBMR;
Lampiran 13. Lanjutan
165
RQBDRT=QBM/QDRT; RQSDRT=QSBM/QDRT; parm g0 35327.9 g1 12.62651 g2 -4.24977 g3 -20.4409 g4 -38.9533 g5 0.545814 a0 -199755 a1 50.68411 a2 7.654096 a3 -9999.17 a4 -8.87366 a5 4590.920 a6 0.045520 b0 -1136282 b1 -11.7770 b2 -298.105 b3 0.007494 b4 283.2656 h0 -263070 h1 -933.390 h2 781.0029 h3 -655.864 h4 8.376E-8 c0 8551.844 c1 -13.2816 c2 4.064106 c3 -0.02233 c4 0.107669 c5 0.397107 d0 952.1662 d1 0.526771 d2 22.98019 e0 3633.522 e1 -189.398 e2 0.484276 f0 607.2693 f1 0.380760 f2 0.293327; ABM = g0 + g1*LPPBMR + g2*LPPCMR + g3*PPUR + g4*TUTKR + g5*LABM; QBM = a0 + a1*PPBMR + a2*ABM + a3*DCIR + a4*CH + a5*T +a6*LQBM; QDRT = b0 + b1*PKBMR + b2*TPKBPR + b3*POP + b4*TGDPkap; QDNRT = h0 + h1*TPKBMR + h2*PKMIR + h3*TPKBPR + h4*GDP; MBM = c0 + c1*PMBMR + c2*PKBMR + c3*QBM + c4*QDRT + c5*LMBM; PMBMR = d0 + d1*PWBMR + d2*TRF; PKBMR = e0 + e1*RQSDRT + e2*LPKBMR; PPBMR = f0 + f1*PKBMR + f2*LPPBMR; QSBM = QBM + MBM - XBM; QDBM = QDRT+QDNRT; range th = 2000 to 2010; run;
Lampiran 14. Hasil Validasi Model Perdagangan Bawang Merah di Indonesia The SAS System
166
The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Exogenous Parameters Range Variable Equations Number of Statements Program Lag Length
19 11 8 38 TH 11 28 1
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Data Set Options DATA=
OLAHFIX
Solution Summary Variables Solved Simulation Lag Length Solution Range First Last Solution Method CONVERGE= Maximum CC Maximum Iterations Total Iterations Average Iterations
11 1 TH 2000 2010 NEWTON 1E-8 5.172E-9 2 22 2
Observations Processed Read Lagged Solved First Last
Variables Solved For
12 1 11 11 21
ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
167
Lampiran 14. Lanjutan The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TH = 2000 To 2010 Descriptive Statistics Variable
Actual Mean Std Dev
Predicted Mean Std Dev
N Obs
N
ABM
11
11
90387.8
9178.3
92129.1
3455.9
QBM
11
11
828982
98108.2
832033
34290.7
QSBM
11
11
887745
108347
893921
29780.0
QDRT
11
11
496269
79125.8
490760
66544.6
QDNRT
11
11
391476
88786.3
410766
57486.8
QDBM
11
11
887745
108347
901526
68082.9
MBM
11
11
66692.8
28798.2
69817.6
10861.6
PMBMR
11
11
2001.1
171.1
2013.7
158.8
PKBMR
11
11
6216.6
1171.6
6564.4
316.1
PPBMR
11
11
4498.2
604.3
4420.4
188.6
Label luas areal panen bawang merah (ha) produksi bawang merah nasional (Ton) penawaran bawang merah nasional (Ton) permintaan bawang merah rumah tangga (Ton) permintaan bawang merha non rumah tangga (Ton) permintaan bawang merah nasional (Ton) impor bawang merah (Ton) harga riil bawang merah impor (Rp/Kg) harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg)
Statistics of fit Variable ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
N
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Error
Mean Abs % Error
RMS Error
RMS % Error
R-Square
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
1741.3 3051.0 6175.7 -5509.6 19290.1 13780.5 3124.8 12.6214 347.8 -77.8733
3.0808 1.7098 2.0572 -0.5598 8.2845 2.2220 16.3627 1.0301 8.7451 -0.2035
9285.6 93370.6 97029.7 29871.6 68187.3 59399.8 19398.5 152.3 1027.7 494.5
10.1274 10.8668 10.7477 5.6902 18.2734 6.8347 30.5552 7.6536 17.5681 10.6384
11773.8 113930 115361 42745.7 78400.7 67508.1 22795.8 175.6 1144.4 601.4
12.4947 12.5425 12.3436 7.6741 20.6874 7.7296 34.8239 8.8799 20.0712 12.4869
-.8101 -.4834 -.2470 0.6790 0.1423 0.5730 0.3108 -.1596 -.0495 -.0894
168
Lampiran 14. Lanjutan The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TH = 2000 To 2010 Theil Forecast Error Statistics
Variable ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
N
MSE
Corr (R)
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
1.3862E8 1.298E10 1.331E10 1.8272E9 6.1467E9 4.5573E9 5.1965E8 30843.1 1309568 361689
-0.83 -0.52 -0.31 0.83 0.47 0.78 0.62 0.38 0.22 0.04
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC) 0.02 0.00 0.00 0.02 0.06 0.04 0.02 0.01 0.09 0.02
0.81 0.50 0.27 0.00 0.04 0.06 0.08 0.26 0.00 0.07
0.17 0.50 0.73 0.98 0.90 0.90 0.90 0.74 0.91 0.92
0.21 0.29 0.42 0.08 0.14 0.32 0.56 0.00 0.51 0.43
0.76 0.71 0.58 0.90 0.79 0.63 0.42 0.99 0.40 0.55
Inequality Coef U1 U 0.1297 0.1366 0.1291 0.0852 0.1957 0.0755 0.3161 0.0875 0.1812 0.1326
0.0643 0.0683 0.0645 0.0429 0.0962 0.0376 0.1597 0.0436 0.0888 0.0671
Theil Relatif Change Forecast Error Statistics
Variable
Relatif Change Corr N MSE (R)
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC)
ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
0.04 0.00 0.01 0.03 0.05 0.06 0.13 0.01 0.11 0.01
0.0161 0.0164 0.0151 0.00856 0.0417 0.00597 0.1163 0.00800 0.0381 0.0187
0.21 -0.03 0.05 0.87 0.74 0.57 0.47 0.66 0.55 0.52
0.52 0.49 0.48 0.12 0.01 0.07 0.33 0.14 0.10 0.05
0.44 0.51 0.50 0.85 0.94 0.87 0.54 0.85 0.80 0.94
0.03 0.00 0.00 0.35 0.07 0.05 0.02 0.00 0.03 0.11
0.93 0.99 0.99 0.63 0.88 0.90 0.85 0.99 0.86 0.88
Inequality Coef U1 U 1.4651 1.3884 1.3883 0.4893 0.6919 0.8713 1.1888 0.8107 0.9370 0.8739
0.6315 0.7019 0.6729 0.2870 0.3744 0.4642 0.5208 0.4114 0.4885 0.5113
Lampiran 15. Program Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen options nodate nonumber; DATA OLAHfix;
169
INPUT TH T QRT PMBM PKMI;
MBM NTRP
XBM PPT
/*meriilkan data nominal*/ PPBMR = (PPBM/IHK)*100; PKBMR = (PKBM/IHK)*100; PPCMR = (PPCM/IHK)*100; PKBPR = (PKBP/IHK)*100; PKMIR = (PKMI/IHK)*100; NTRPR = (NTRP/IHK)*100; PPUR = (PPU/IHK)*100; PPTR = (PPT/IHK)*100; UTKR = (UTK/IHK)*100; PMBMR = PMBM*NTRPR; PWBMR = PWBM*NTRPR; /*create data*/ YBM = QBM/ABM; QSBM = QBM+MBM-XBM; QDRT = QRT*POP/1000; QDNRT = QSBM-QDRT; QDBM = QSBM; RQBD = QBM/QDBM; RQBDRT = QBM/QDRT; RQSDRT = QSBM/QDRT; GDP = GDPkap*POP/1000; /*membuat variabel lag*/ LMBM = LAG(MBM); LXBM = LAG(XBM); LABM = LAG(ABM); LYBM = LAG(YBM); LQBM = LAG(QBM); LPPBMR = LAG(PPBMR); LPKBMR = LAG(PKBMR); LPKBPR = LAG(PKBPR); LGDPkap = LAG(GDPkap); LPPCMR = LAG(PPCMR); LPMBMR = LAG(PMBMR); LPWBMR = LAG(PWBMR); LNTRPR = LAG(NTRPR); LPPUR = LAG(PPUR); LPPTR = LAG(PPTR); LUTKR = LAG(UTKR); LQDBM = LAG(QDBM); LCIR = LAG(CIR); LQDRT = LAG(QDRT); LQDNRT = LAG(QDNRT); LPKMIR = LAG(PKMIR); LGDP = LAG(GDP);
Lampiran 15. Lanjutan /*membuat perubahan variabel*/ DCIR = CIR-LCIR;
ABM PPU
QBM UTK
PPBM PKBM GDPkap
IHK CH
PPCM CIR
PKBP PWBM
POP TRF
170
/*membuat pertumbuhan atau laju*/ TUTKR = ((UTKR-LUTKR)/LUTKR)*100; TGDPkap = ((GDPkap-LGDPkap)/LGDPkap)*100; TPKBMR = ((PKBMR-LPKBMR)/LPKBMR)*100; TPKBPR = ((PKBPR-LPKBPR)/LPKBPR)*100; /*mendeskripsikan variabel*/ label ABM = 'luas areal panen bawang merah (ha)' QBM = 'produksi bawang merah nasional (Ton)' QSBM = 'penawaran bawang merah nasional (Ton)' QDBM = 'permintaan bawang merah nasional (Ton)' QDRT = 'permintaan bawang merah rumahtangga (Ton)' QDNRT = 'permintaan bawang merha non rumahtangga (Ton)' MBM = 'impor bawang merah (Ton)' XBM = 'volume ekspor bawang merah (Ton)' PMBM = 'harga bawang merah impor (US$/Kg)' PWBM = 'harga bawang merah dunia (US$/Kg)' PPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen (Rp/Kg)' PPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen (Rp/Kg)' UTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/HOK)' NTRPR = 'nilai tukar rupiah terhadap dollar riil (Rp/US$)' POP = 'jumlah penduduk indonesia (jiwa)' RBM = 'penerimaan pemerintah dari perdagangan bawang merah (Rp Milyar)' GDPkap = 'gross domestic product per kapita (constant 2000)(Rp)' TGDPkap = 'laju pertumbuhan gross domestic product per kapita (constant 2000)(%)' TUTKR = 'laju pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian(%)' GDP = 'gross domestic product (constant 2000)(000 Rp)' CH = 'curah hujan (mm/th)' CIR = 'suku bunga kredit bank persero (%)' TRF = 'tarif impor bawang merah (%)' T = 'tren waktu' PMBMR = 'harga riil bawang merah impor (Rp/Kg)' PWBMR = 'harga riil bawang merah dunia (Rp/Kg)' PKBPR = 'harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' PKMIR = 'harga riil mie instan (Rp/bungkus)' DPKBPR = 'perubahan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (Rp/Kg)' TPKBPR = 'laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%)' LABM = 'luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya (ha)' LYBM = 'produktivitas bawang merah tahun sebelumnya (Ton/ha)' LQBM = 'produksi bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' LMBM = 'impor bawang merah tahun sebelumnya (Ton)' LPMBMR = 'harga riil bawang merah impor tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPWBMR = 'harga riil bawang merah dunia tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPKBMR = 'harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya (Rp/Kg)'
Lampiran 15. Lanjutan LPPCMR = 'harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)'
171
LPPUR = 'harga riil pupuk urea di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LPPTR = 'harga riil pupuk TSP di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg)' LUTKR = 'upah riil tenaga kerja sektor pertanian tahun sebelumnya (Rp/HOK)' LQDBM = 'permintaan bawang merah nasional tahun sebelumnya (Ton)' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen(%)' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' TGDP = 'tren Gross Domestic Product per kapita (constant 2000) (Rp)' TPKBMR = 'laju pertumbuhan harga rill bawang merah di tingkat konsumen' TMBM = 'laju pertumbuhan impor bawang merah' DCIR ='perubahan suku bunga kredit bank persero (%)' DUTKR = 'perubahan upah riil tenaga kerja sektor pertanian (Rp/Kg)' DPKBMR ='perubahan harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg)' RQSDRT = 'QSBM/QDRT' RQBDRT = 'QBM/QDRT' ; DATALINES; 1990 1 12089 4062 70081 495183 930.14 1376.53 28.78 1407.10 5262.92 184345939 1.939 0.321 1849.99 212.82 201.86 1337.67 1095194.08 2296.74 19.26 0.318 15 230 1991 2 13637 10376 70989 509013 856.52 1282.14 31.46 1637.07 5684.88 187451800 1.075 0.357 1957.63 247.92 228.12 1514.33 1241137.42 1717.49 23.25 0.318 15 227 1992 3 16594 7843 68913 528311 957.28 1382.92 33.82 1462.91 5590.84 190512441 1.166 0.418 2037.12 277.14 248.59 1677.33 1362833.28 1961.71 22.16 0.281 15 225 1993 4 22253 5337 75123 561267 1312.58 1976.95 37.11 1836.75 5959.76 193525648 1.805 0.411 2096.29 325.93 278.84 1850.00 1482077.03 2115.94 19.37 0.264 10 253 1994 5 15214 6843 84630 636864 1221.03 2056.71 40.26 2187.37 6040.24 196488446 1.339 0.392 2170.61 374.58 301.72 2045.00 1623616.28 1586.69 16.77 0.347 10 308 1995 6 31616 4159 77210 592548 1473.29 2539.53 44.07 1907.80 6440.01 199400339 1.426 0.369 2256.16 474.13 333.10 2355.00 1802671.84 2605.70 16.86 0.440 10 336 1996 7 42057 7171 96292 768567 1629.51 2788.66 47.55 2747.51 6692.21 202257039 1.805 0.372 2342.27 537.13 387.92 2599.00 1986244.96 2352.78 17.02 0.283 10 347 1997 8 43084 3189 88540 605736 1767.58 2514.83 50.7 3225.08 6758.49 205063468 1.603 0.334 2955.54 613.54 447.96 2847.33 2589053.04 2507.23 18.49 0.238 10 353 1998 9 43017 176 79498 599304 4511.13 8221.14 80.04 4983.82 10862.01 207839287 1.690 0.267 10828.11 748.63 572.56 3871.00 8131910.61 2173.88 25.09 0.322 5 613 1999 10 71551 8603 104289 938293 4804.72 8518.31 96.43 7242.93 9336.72 210610776 1.373 0.253 8049.30 1485.62 1088.40 5320.33 6012827.10 2952.74 26.22 0.259 5 766
Lampiran 15. Lanjutan
172
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
2008
2009
2010
11 56711 6753 84038 772818 4352.06 6205.75 100 6859.58 6579.42 213395411 1.867 0.228 8475.95 1927.45 1352.81 6743.00 6551909.35 3060.59 19.55 0.157 5 776 12 47946 5992 82147 861150 5544.13 8246.17 111.48 5811.38 8580.11 216203499 1.954 0.260 10472.73 2083.76 1494.80 7568.33 8283929.43 2515.63 19.15 0.231 5 826 13 32929 6816 79867 766572 5240.99 8966.00 124.73 6731.36 8938.40 219026365 2.030 0.275 9387.50 2078.50 1533.47 9195.33 7660200.00 2026.00 18.85 0.257 5 857 14 42008 5402 88029 762795 5407.31 7004.82 132.95 8610.70 6650.05 221839235 2.050 0.294 8621.58 2121.10 1597.27 10530.67 7276613.52 2556.36 16.18 0.315 5 900 15 48927 4637 88707 757399 5117.82 6634.87 141.26 8636.51 6421.91 224606531 2.021 0.291 9087.06 2153.58 1626.77 12072.00 7960264.56 2506.80 14.32 0.333 5 933 16 53071 4259 83614 732610 6497.05 8123.64 156.03 9487.92 7755.15 227303175 2.179 0.290 9751.84 2220.54 1668.78 15750.00 8922933.60 2524.53 15.59 0.273 5 967 17 78462 15701 89188 794931 7566.48 9667.41 176.47 10906.61 10036.47 229918547 1.920 0.384 9269.51 2403.98 1813.62 20696.33 8843112.54 1657.64 15.36 0.347 0 942 18 107649 9357 93694 802810 7490.61 9470.09 187.78 11965.58 9806.14 232461746 2.774 0.410 9198.61 2597.81 1862.46 24218.33 9226205.83 2391.40 13.47 0.478 0 953 19 128015 12314 91339 853615 11557.74 14668.13 207.22 15114.27 9223.00 234951154 2.525 0.420 9884.39 2954.96 2166.06 30004.33 10398378.28 2392.18 14.61 0.400 0 1201 20 67330 12759 104009 965164 10953.06 14049.81 216.06 15546.06 10673.00 237414495 2.323 0.430 10483.76 3132.19 2294.43 30436.67 11416814.64 2206.24 13.63 0.381 0 1439 21 70573 3232 109634 1048934 11756.83 18893.50 227.16 16343.10 10030.00 239870000 2.328 0.463 9132.07 3309.41 2422.79 32021.67 10447088.08 2373.72 13.26 0.401 0 1325
; RUN; /*scenario simulasi kebijakan*/ TRF = (TRF*0)+20; /*TRF = (TRF*0)+20;*/ /*TRF = (TRF*0)+12.5;*/ /*TRF = (TRF*0)+40;*/ /*TRF = (TRF*0);*/ /*PWBMR = PWBMR*0.88;*/ /*MBM=MBM*0.5;*/ /*TRF = (TRF*0)+9;*/
Lampiran 15. Lanjutan
173
proc simnlin data=OLAHfix SIMULATE STAT THEIL; endogenous ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR; exogenous POP PKMIR PPUR XBM PPCMR PWBMR UTKR CH TRF GDP; LABM=LAG(ABM); LQBM=LAG(QBM); LMBM=LAG(MBM); LPKBMR=LAG(PKBMR); LPPBMR=LAG(PPBMR); LPPCMR=LAG(PPCMR); LPKBPR=LAG(PKBPR); LCIR=LAG(CIR); LGDPkap=LAG(GDPkap); DCIR=CIR-LCIR; TGDPkap=(GDPkap-LGDPkap)/LGDPkap; TPKBPR=(PKBPR-LPKBPR)/LPKBPR; TPKBMR=(PKBMR-LPKBMR)/LPKBMR; RQBDRT=QBM/QDRT; RQSDRT=QSBM/QDRT; parm g0 35327.9 g1 12.62651 g2 -4.24977 g3 -20.4409 g4 -38.9533 g5 0.545814 a0 -199755 a1 50.68411 a2 7.654096 a3 -9999.17 a4 -8.87366 a5 4590.920 a6 0.045520 b0 -1136282 b1 -11.7770 b2 -298.105 b3 0.007494 b4 283.2656 h0 -263070 h1 -933.390 h2 781.0029 h3 -655.864 h4 8.376E-8 c0 8551.844 c1 -13.2816 c2 4.064106 c3 -0.02233 c4 0.107669 c5 0.397107 d0 952.1662 d1 0.526771 d2 22.98019 e0 3633.522 e1 -189.398 e2 0.484276 f0 607.2693 f1 0.380760 f2 0.293327; ABM = g0 + g1*LPPBMR + g2*LPPCMR + g3*PPUR + g4*TUTKR + g5*LABM; QBM = a0 + a1*PPBMR + a2*ABM + a3*DCIR + a4*CH + a5*T +a6*LQBM; QDRT = b0 + b1*PKBMR + b2*TPKBPR + b3*POP + b4*TGDPkap; QDNRT = h0 + h1*TPKBMR + h2*PKMIR + h3*TPKBPR + h4*GDP; MBM = c0 + c1*PMBMR + c2*PKBMR + c3*QBM + c4*QDRT + c5*LMBM; PMBMR = d0 + d1*PWBMR + d2*TRF; PKBMR = e0 + e1*RQSDRT + e2*LPKBMR; PPBMR = f0 + f1*PKBMR + f2*LPPBMR; QSBM = QBM + MBM - XBM; QDBM = QDRT+QDNRT; range th = 2000 to 2010; run;
174
Lampiran 16.
Contoh Hasil Simulasi Penerapan Kebijakan Tarif Impor Bawang Merah Sebesar 20 Persen The SAS System The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Exogenous Parameters Range Variable Equations Number of Statements Program Lag Length
19 11 8 38 TH 11 28 1
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Data Set Options DATA=
OLAHFIX
Solution Summary Variables Solved Simulation Lag Length Solution Range First Last Solution Method CONVERGE= Maximum CC Maximum Iterations Total Iterations Average Iterations
11 1 TH 2000 2010 NEWTON 1E-8 4.619E-9 2 22 2
Observations Processed Read Lagged Solved First Last
Variables Solved For
12 1 11 11 21
ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR RBM
175
Lampiran 16. Lanjutan The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TH = 2000 To 2010 Descriptive Statistics Variable
Actual Mean Std Dev
Predicted Mean Std Dev
N Obs
N
ABM
11
11
90387.8
9178.3
92184.0
3436.7
QBM
11
11
828982
98108.2
832607
34099.5
QSBM
11
11
887745
108347
886358
30604.9
QDRT
11
11
496269
79125.8
490701
66533.3
QDNRT
11
11
391476
88786.3
410759
57482.5
QDBM
11
11
887745
108347
901459
68082.7
MBM
11
11
66692.8
28798.2
61680.4
9512.3
PMBMR
11
11
2001.1
171.1
2410.7
149.1
PKBMR
11
11
6216.6
1171.6
6569.5
315.1
PPBMR
11
11
4498.2
604.3
4423.0
187.9
Label luas areal panen bawang merah (ha) produksi bawang merah nasional (ton) penawaran bawang merah nasional (ton) permintaan bawang merah rumah tangga (ton) permintaan bawang merha non rumah tangga (ton) permintaan bawang merah nasional (ton) impor bawang merah (ton) harga riil bawang merah impor (Rp/kg) harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/kg) harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/kg)
Statistics of fit Variable ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
N
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Error
Mean Abs % Error
RMS Error
RMS % Error
R-Square
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
1796.2 3625.2 -1387.3 -5568.9 19283.1 13714.2 -5012.4 409.6 352.8 -75.2767
3.1399 1.7785 1.2072 -0.5717 8.2827 2.2145 2.9188 20.9799 8.8290 -0.1450
9295.9 93459.2 95621.4 29871.7 68185.6 59397.4 16497.1 409.6 1027.9 495.0
10.1430 10.8841 10.5099 5.6901 18.2728 6.8340 22.2796 20.9799 17.5858 10.6578
11761.4 113800 116316 42753.2 78397.8 67497.9 23904.0 443.1 1145.7 600.8
12.4919 12.5422 12.2649 7.6739 20.6866 7.7272 27.3984 22.9199 20.1192 12.4872
-.8063 -.4800 -.2678 0.6789 0.1424 0.5731 0.2421 -6.381 -.0519 -.0871
176
Lampiran 16. Lanjutan The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TH = 2000 To 2010 Theil Forecast Error Statistics
Variable ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
N
MSE
Corr (R)
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
1.3833E8 1.295E10 1.353E10 1.8278E9 6.1462E9 4.556E9 5.714E8 196316 1312605 360926
-0.83 -0.51 -0.33 0.83 0.47 0.78 0.58 0.39 0.22 0.04
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC) 0.02 0.00 0.00 0.02 0.06 0.04 0.04 0.85 0.09 0.02
0.81 0.50 0.30 0.00 0.04 0.06 0.08 0.03 0.00 0.07
0.17 0.50 0.70 0.98 0.90 0.90 0.87 0.11 0.90 0.92
0.22 0.29 0.41 0.08 0.14 0.32 0.59 0.00 0.51 0.44
0.76 0.71 0.59 0.90 0.79 0.64 0.36 0.14 0.40 0.55
Inequality Coef U1 U 0.1295 0.1364 0.1301 0.0852 0.1957 0.0755 0.3314 0.2207 0.1814 0.1325
0.0643 0.0682 0.0653 0.0429 0.0962 0.0376 0.1778 0.1002 0.0889 0.0670
Theil Relatif Change Forecast Error Statistics
Variable
Relatif Change Corr N MSE (R)
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC)
ABM QBM QSBM QDRT QDNRT QDBM MBM PMBMR PKBMR PPBMR
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
0.04 0.01 0.00 0.03 0.05 0.05 0.00 0.84 0.11 0.01
0.0161 0.0163 0.0152 0.00857 0.0417 0.00596 0.0899 0.0495 0.0382 0.0186
0.21 -0.02 0.04 0.87 0.74 0.57 0.45 0.70 0.55 0.52
0.52 0.49 0.49 0.12 0.01 0.07 0.28 0.03 0.10 0.05
0.44 0.51 0.50 0.85 0.94 0.87 0.72 0.12 0.79 0.94
0.03 0.00 0.00 0.35 0.07 0.05 0.00 0.00 0.03 0.11
0.93 0.99 1.00 0.63 0.88 0.90 1.00 0.16 0.86 0.88
Inequality Coef U1 U 1.4643 1.3877 1.3895 0.4894 0.6919 0.8711 1.0449 2.0169 0.9386 0.8732
0.6308 0.7007 0.6824 0.2871 0.3744 0.4642 0.5214 0.6518 0.4886 0.5108
177
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 4 Maret 1990, dari pasangan Suryanto dan Yuhana. Penulis merupakan putri semata wayang dalam keluarga. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1994 di Taman Kanak-kanak Kartika V Bojonegoro dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Kadipaten II Bojonegoro pada tahun 1996 hingga 2002. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri I Bojonegoro dan lulus pada tahun 2005. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri I Bojonegoro dan lulus pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2008 penulis diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI hingga sekarang. Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kampus seperti Himpunan Profesi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (REESA) sebagai Bendahara I pada periode 2009-2010 dan Bendahara Umum pada periode 2010-2011, Koperasi Mahasiswa IPB sebagai staff LSO Event Organizer periode 2008-2010, serta aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Bojonegoro (Paguyuban Angling Dharma) sebagai Bendahara Umum periode 2009-2010. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis dan berhasil didanai oleh Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Gagasan Tertulis pada tahun 2010 serta PKM Kewirausahaan pada tahun 2011. Selain itu, penulis merupakan salah satu penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).