PENYATAAN ALLAH DAN ALKITAB Pdt. Mikha Yudhiswara • “ADAKAH ALLAH ITU?” Syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan, mengikuti atau memasuki percakapan tentang pengetahuan akan Allah adalah keyakinan bahwa Allah itu ada. “Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada” (Ibrani 11:6) Keyakinan akan keberadaan Allah itu, bukan semata-mata pendapat bahwa ada sesuatu, suatu ide atau gagasan, suatu kuasa atau suatu kecenderungan terarah, yang dapat disebut sebagai Allah, tapi sungguh ada suatu Pribadi yang keberadaan dan kesadaran-Nya bersumber pada diri-Nya sendiri, suatu Keberadaan berpribadi yang merupakan asal mula dari segala sesuatu, yang jauh melampaui segala makhluk ciptaan, akan tetapi yang pada saat yang sama hadir terlibat dalam segala bvagian dari ciptaan itu. Apakah keberadaan Allah itu masuk akal? Bagaimana dapat mengetahui bahwa Allah itu ada? Mungkinkah keberadaan Allah dibuktikan secara akali tanpa sedikitpun ruang bagi keraguan? Atau, pada akhirnya hal tersebut hanyalah masalah iman secara pribadi? Dan apabila kita percaya pada-Nya, bukti-bukti apa yang dapat diberikan kepada seseorang yang tidak percaya? Apabila keberadaan Allah diragu-ragukan atau tidak dapat dibuktikan, maka semua percakapan tentang pengetahuan akan Allah sepertinya menjadi tidak diperlukan lagi. • PENYANGKALAN ATAS KEBERADAAN ALLAH Pertanyaan “Adakah Allah itu?” merupakan pertanyaan penting bagi para skeptis dan ateis. •
PARA SKEPTIS Para skeptis adalah orang-orang yang sangsi atau ragu akan adanya Allah, berdasarkan pertimbangan-pertimangan logika atau intelektual mereka. Mereka memiliki berbagai ragam pertanyaan sesuai dengan macammacam bentuk pergumulan orang yang hidup di bumi ini. “Bila Allah ada, mengapa Dia tidak menunjukkan diriNya kepada kita secara nyata bahwa Dia ada?”; “Dalam zaman ilmu pengetahuan dan teknologi serta penelitian yang canggih ini, bagaimana kita dapat mempercayai sesuatu yang tidak dapat kita lihat?”; “Bila saya melihat semua penderitaan yang dialami manusia di seluruh dunia, bagaimana saya dapat percaya bahwa Allah dapat berdiam diri pada saat manusia hidup sengsara dalam keadaan yang tak layak bagi seekor anjing sekalipun?”; “Mengapa Allah yang baik membiarkan sahabat saya – seorang yang mengasihi sesame manusia dan kehidupan – meninggal pada usia muda?”; “Bila Allah berkuasa, mengapa kita mengalami begitu banyak bencana alam seperti gempa bumi, banjir,
badai dan angina rebut?”; “Saya tidak merasakan Allah. Segala sesuatu yang telah saya capai, saya lakukan dengan kekuatan sendiri. Saya tidak membutuhkan tongkat penopang yang bernama Allah. ” Dapat dimengerti bila manusia menjadi ragu-ragu terhadap keberadaan Allah yang tak nampak dan tidak mau tampil dalam forum terbuka untuk menjawab kritik-kritik yang ditujukan kepada-Nya danb pertanyaan-pertanyaan tentang kebradaan-Nya. Karena alasan-alasan ini dan lainnya, mereka yang ragu-ragu membutuhkan bukti-bukti yang kuat dan dapat dipercaya bila mereka memikirkan dengan serius tentang kemungkinan keberadaan Allah. Mereka perlu melihat bahwa orang-orang yang percaya kepada Allah bersikap demikian dengan alasan dan pertimbangan yang baik. Mereka perlu menangkap dengan jelas pendekatan Alkitab. Mereka perlu melihat bahwa mengetahui keberadaan Allah sebenarnya bukanlah sesuatu yang mustahil. •
PARA ATEIS Terlebih lagi bagi para ateis, yaitu orang-orang yang mengingkari adanya Allah. Mereka mengejek orang-orang beriman untuk membuktikan adanya Allah. Mula-mula ateisme hanya mengingkari adanya suatu pribadi yang disebut Allah, tetapi masih tetap mengakui adanya kuasa-kuasa yang supranatural. Tetapi ateisme zaman modern mengingkari pula adanya suatu yang supranatural. Segala sesuatu dapat diterangkan secara psikologis atau secara materialistis. Biasanya ateis dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu ateis teoritis dan ateis praktis.
• ATEIS TEORITIS Ateis teoritis adalah ateis yang bersifat intelektual dan mendasarkan penyangkalan mereka atas suatu proses pemikiran berdasarkan pertimbangan-pertimbangan logika atau intelek (argument rasional). Mereka berusaha untuk membuktikan melalyui suatu cara yang menurut mereka adalah argument rasional yang konklusif, bahwa Allah tidak ada. Bagi mereka keberadaan Allah adalah mustahil – tidak masuk akal mereka. Prof. Flint membedakan tiga jenis ateisme teoritis, yaitu: (1) ateisme dogmatis yang sama sekali menolak adanya Keberadaan yang Ilahi; (2) ateisme skeptis, yang meragukan kemampuan akan manusia dalam menentukan apakah tuhan ada atau tidak, dan (3) ateisme kristis, yang berpendapat bahwa tidak ada bukti yang dapat sah tentang keberadaan Allah. • ATEIS PRAKTIS Ateis praktis yaitu mereka yang meskipun mengatakan bahwa “Allah ada”, tapi mereka hidup mengabaikan Allah; dalam hidup sehariharinya mereka tidak mengindahkan Tuhan; hidup seolah-olah Tuhan tidak ada. Baik Alkitab maupun pengalaman mengakui adanya ateis praktis. Mazmur 10:4b menyebut orang fasik beranggapan: “Tidak ada
Allah! Itulah seluruh pikirannya.” Mazmur 14:1 juga berkata: “Orang bebal berkata dalam hatinya: Tidak ada Allah”. Paulus mengingatkan jemaat di efesus bahwa keadaan mereka dulu adalah “tanpa Allah di dalam dunia” (Efesus 2:12). Pengalaman juga memberi bukti berlimpah tentang keberadaan ateis praktis dalam dunia ini. Mereka tidaklah harus merupakan orang-orang yang bercitra buruk di mata orang lain, tetapi mungkin mereka malah tergolong orang-orang baik di mata dunia, walaupun mereka tidak acuh terhadap hal-hal rohani. Orang-orang semacam itu mungkin sekali sadar akan kenyataan bahwa mereka tidak harmonis dengan Tuhan, takut untuk bertemu Dia, dan mencoba melupakan Tuhan. Mereka tampaknya secara tersembunyi senang memamerkan keateisan mereka ketika hidup mereka berjalan lancer, tetapi kemudian mereka bertelut berdoa manakala hidup mereka tiba-tiba terancam bahaya. Memang Alkitab berkata betapa sukarnya manusia mempercayai sesuatu yang tidak dapat ia lihat dan sentuh. 1 Kor 2:14 berkata: “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.” Ateisme lahir dari keadaan moral manusia yang telah sesat dan dari keinginan manusia untuk menghindari Allah. Ini terjadi sebagai akibat tindakan sengaja membutakan diri, menindas hati nurani yang paling dasar dalam diri manusia, kerinduan terdalam jiwa, aspirasi tertinggi roh manusia, dan kerinduan hati untuk menggapai Keberadaan yang lebih tinggi dari dirnya sendiri. Mengenai para skeptis dan ateis ini, Alkitab dengan tegas berkata bahwa mereka adalah “bebal ” – bodoh (Maz 14:1). Alkitab juga berkata bahwa mereka buta karena dibutakan oleh iblis: “Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dank arena kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah tumpul …” (Efesus 4:17, 18); “… mereka, yang akan binasa, yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini …” (2 Korintus 4:4).
• ARGUMEN/BUKTI/KAIDAH TENTANG KEBERADAAN ALLAH Adanya kaum ateis menyebabkan munculnya apologetika yaitu pembelaan akan kepercayaan bahwa Allah benar-benar ada dan masuk akal atau berusaha menangkis serangan-serangan dan pandangan-pandangan yang berusaha melemahkan kepercayaan. Mereka menggunakan semesta alam untuk menjadi argument yang membuktikan keberadaan Allah. Mereka juga menggunakan hukum sebab-akibat dan hati sanubari atau kesadaran batin manusia untuk membenarkan keberadaan Allah. Argumen-argumen rasional tertentu tentang keberadaan Allah dikembangkan dan memperoleh dasar pijakan dalam teologi terutama melalui pengaruh Wolf. Sebagian dari argument-argumen pada hakikatnya dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles, dan sebagian lain ditambahkan dalam zaman modern oleh para mahasiswa Filsafat Agama.
Beberapa argument/bukti umum tersebut adalah sbb.: •
Argumen/Bukti Sejarah (Historis) dan Etnologis Pada zaman dan segala suku dan bangsa ada kepercayaan akan Allah; adqa semacam perasaan tentang yang ilahi, yang terungkap dalam suatu kultus eksternal. Manusia di mana-mana dilahirkan dengan kepercayaan kepada suatu Mahluk supra-alami. Setiap suku dan bangsa tahu, bahwa ada suatu Mahluk demikian sebagai yang mencipta dan mengendalikan. Karena gejala ini universal, tentunya ia adalah bagian dari sifat dasar manusia. Dan apabila sifat manusia secara wajar menjurus kepada suatu ibadah religius, gejala ini hanya dapat dijelaskan dengan adanya suatu Keberadaan yang Maha Tinggi, yang telah menjadikan manusia sebagai insane yang religius. Membantah argument ini, dikemukakan bahwa gejala universal ini mungkin bersumber pada kesalahan atau kesalahfahaman dari salah satu nenek moyang awal manusia dan bahwa kultus religius yang muncul paling kuat di antara suku-suku bangsa primitive dan menghilang seiiring dengan kemajuan mereka dalam peradaban.
•
Argumen/Bukti Kausalitas (Kaidah Sebab-Akibat) atau kosmologis atau Alam Kausalitas berasal dari kata bahasa latin causa yang berarti: penyebab, dasar. Argumen atau bukti ini menyatakan bahwa segala hal ada yang menyebabkan. Bumi ini pasti ada mulanya. Sesuatu pada suatu waktu pasti telah membuat alam semesta ini menjadi ada. Alam semesta ini ada yang mengendalikan dan mengatur. Apabila semua kepingan dari sebuah arloji diletakkan di dalam sebuah tabung. Lalu dikocok pelahan-lahan selama jutaan tahun, maka kepingan-kepingan arloji itu tidak mungkin secara kebetulan dapat terpasang tepat dan berperan semestinya. Begitu pula satusatunya jawaban yang tepat atas soal adanya dunia ini, ialah adanya satu Mahluk Mahatinggi yang disebut Allah. Pendapat ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas: “adanya rentetan sebab-musabab menunjukkan kepada adanya sebab pertama, yaitu Tuhan Allah. ” Voltaire berkata: :Bila sebuah jam membuktikan keberadaan seoran gpembuat jam, namun alam semesta tidak dapat membuktikan keberadaan Arsiteknya yang agung, maka saya bersedia disebut orang bodoh. ” Argumen atau bukti ini menyatakan bahwa Allah dengan terang kodrati dari akal budi berdasarkan alam semesat dapat dikenal dengan pasti. Akan tetapi argument ini tidak memberi satu keyakinan umum. Hume mempertanyakan hukum sebab-akibat itu sendiri, dan Kant mengemukakan bahwa jika setiap benda yang ada harus mempunyai penyebab, ini berlaku pula untuk Allah, dan akibatnya kita akan sampai pada mata rantai yang tak pernah habis. Lagi pula argument itu tidak mengharuskan adanya satu penyebab yang berpribadi dan mutlak, dan dengan demikian tidak dapat membuktikan keberadaan Allah.
•
Argumen/Bukti Ontologis Ontologis berasal dari kata Yunani ontos yang berarti: yang sedang berada. Argumen atau bukti ini menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
kesadaran atau pengertian tentang Allah. Kesadaran ini tidak bisa dari dirinya sendiri tetapi diciptakan oleh Allah. Keberadaan Allah tertulis dalam di dalam hati dan suara hati manusia. Kaum ateis boleh jadi menuding suara hati mereka tidak memberitahukan Allah kepada mereka. Orang jujur menemukan suara hatinya membisikkan kepadanya, bahwa Allah ada. Pendapat ini misalnya dikemukakan Plato. Berbagai bentuk argument ini telah dikemukakan oleh Anselmus, Descartes, Samuel Clarke dll. Dalam bentuk yang paling sempurna argument ini disusun oleh Anselmus. Kant menekankan bahwa argument ini tidak dapat dipertahankan, akan tetapi Hegel menghargainya sebagai argument terpenting tentang keberadaan Allah. Para Idealis modern menyarankan, lebih baik argument itu disusun berbeda, yang oleh Hocking disebut sebagai “laporan pengalaman”. Berdasarkan anjuran tadi kita dapat berkata, “Saya mempunyai ide tentang Allah, karena itu saya mempunyai pengalaman tentang Allah”. •
Argumen/Bukti Teleologis (Kaidah Rencana dan Tujuan) Teleologis berasal dari kata yunani telos yang berarti: tujuan. Argumen ini juga merupakan argument sebab akibat. Argumen ini menyatakan bahwa hasil penelitian atas alam semesta, juga penelitian atas benda-benda besar maupun kecilmenunjukkan, bahwa masing-masing benda itu dirancang oleh suatu daya cipta yang begitu tinggi, khusus untuk tujuan tertentu dalam kehidupan. Misalnya macam-macam jenis burung dan ragamnya cara bela diri bintang lainnya bukanlah kejadian yang kebetulan, tapi semuanya itu adalah hasil rencana dari Yang Mahatinggi. Segala sesuatu mempunyai tujuan yang diberikan oleh kebijaksanaan Allah. Kant menegaskan bahwa argument ini tidak dapat membuktikan keberadaan Allah, maupun keberadaan seorang Pencipta, tetapi hanya membuktikan adanya seorang perancang agung yang telah merancang dunia. Hegel menganggap argument ini sebagai suatu argument yang sah, namun bertaraf rendah. Para teolog sosial pada masa kini menolak argument ini bersamaan dengan argument-argumen lain sebagai sampah, tetapi kelompok Teis Baru mempertahankannya.
•
Argumen/Bukti Kaidah Moral. Argumen atau bukti moral (kesadaran etis) menyatakan bahwa setiap manusia secara alamiah memiliki daya pikir dan moral, yang menyatakan bahwa Sang Pencipta adalah pribadi yang hidup, bermoral dan penuh hikmat. Ia suci adanya, menyukai segala yang benar, dan membenci segala yang jahat. Itu sebabnya tiap orang mempunyai kesadaran yang diciptakan oleh Allah untuk berbuat baik. Seringkali manusia menyangkal adanya keberadaan Allah bukan karena mereka tidak menemukan Dia, tapi karena mereka takut berhadapan dengan Dia dan takut mempertanggungjawabkan segala perbuatannya kepada Dia setelah mati. Ateisme adalah salah satu alat Iblis menina-bobokkan manusia supaya tidak menerima keselamatan Allah. “ Bila tidak ada Allah, maka saya tidak bertanggungjawab kepada siapun dan saya dapat hidup dan mati sesuka saya”. Tetapi pada suatu saat yang tenang suara hati berbisik “Allah ada. ” Dalam perkiraan Kant, argument ini jauh lebih tinggi di atas argument-argumen yang lain. Argumen inilah satu-satunya yang diandalkan
Kant untuk upayanya membuktikan keberadaan Allah. Teologia modern juga mengunakan argument ini secara luas, terutama dalam argument bahwa kesadaran manusia akan Kebaikan yang Tertinggi dan upayanya mencari suatu ideal moral menuntut dan mengharuskan keberadaan Allah yang memungkinkan hal itu menjadi kenyataan. Walaupun argument ini benar menunjukkan pada keberadaan satu keberadaan yang kudus dan benar, argument ini tidak menjadikan kepercayaan akan satu Allah, Pencipta atau keberadaan yang kesempurnaan-kesempurnaanNya tidak terbatas suatu keharusan. •
Argumen/Bukti dari Kehidupan Kaidah kehidupan ini menyatakan bahwa hidup datang dari Hidup. Dan hidup asali pasti bersumber dari khalik yang memiliki hidup yang kekal; yakni hidup yang sudah ada sebelum hidup jasmani dijadikan. Di manakah hidup demikian dapat ditemukan? Satu-satunya hanyalah pada Allah, yakni Pemilik kehidupan yang kekal.
• PENYATAAN UMUM (ALAMI/TIDAK LANGSUNG) Berbagai argument/bukti tersebut di atas merupakan “bukti-bukti filosofis ” (philosophical proofs) mengenai Allah, yaitu hasil pemikiran atau akal budi manusia membuktikan adanya Allah. Argumen itu hanya merupakan sisa-sisa dari bukti-bukti adanya “penyataan yang tidak langsung ”, yaitu penyataan Allah dengan perantaraan Firman dan KaryaNya di dalam alam semesta, di dalam sejarah dan juga di dalam hati sanubari manusia. •
PENCIPTAAN Tak seorangpun dapat menyangkal bahwa alam semesta yang kompleks ini adalah suatu keajaiban yang agung dan menakjubkan. Dalam kitab Ayub dikisahkan Ayub ketika dicobai Iblis. Ayub bergumul, bagaimana Allah yang baik dapat mengizinkan ketidakadilan seperti penyakit dan penderitaan? Ayub dikenal sebagai orang yang saleh, namun kekayaan dan anak-anaknya diambil, dan ia sendiri dijangkiti bisul. Setelah berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang Allah dalam waktu yang lama. Ayub akhirnya mendengar sendiri dari Allah. Dari dalam badai Allah berbicara kepadanya bahwa untuk melihat Dia, Ayub harus dapat memandang melampaui kesulitan-kesulitan yang menekan dan melihat alam semesta serta dunia sekitarnya (Ayub 38). Beberapa bukti alam semesta akan menuntun kepada suatu kesimpulan: keajaiban penciptaan bumi (ayat 4-6), keajaiban langit (ayat 7), keajaiban keseimbangan laut-darat (ayat 8), keajaiban fajar yang baru (ayat 12), keajaiban dasar samudera raya (ayat 16), keajaiban siklus hidup-mati (ayat 17), keajaiban asalnya terang (ayat 19), keajaiban badai elektrik (ayat 24), keajaiban angin (ayat 24), keajaiban siklus hidrologis (ayat 25-30), keajaiban hewan memelihara anaknya (pasal 39:13). Inti perkataan Allah kepada Ayub adalah “dalam sengsaramu engkau bertanya di mana Aku ketika engkau menderita. Lihatlah kembali dunia di sekelilingmu dan engkau akan melihat Aku di sana dan diingatkan akan kebijaksanaan dan kuasaKu. ” Dengan perantaraan karya penciptaan yang luar biasa, Ayub merasakan keberadaan Allah. Tertegun, merasa rendah dan dipenuhi rasa hormat saat merenungkan Allah dan karya-karyaNya, Ayub
membuka mulutnya dan berkata: “Hanya darikata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkiataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu” (Ayub 42:5-6). Ayat-ayat lain yang sangat jelas tentang hal ini misalnya: “Langit menceritakan kemuliaan Allah” (Maz 19:1-4). Kis 14:17 juga menyatakan hujan dan musim-musim subur adalah saksi mengenai kehadiran Allah. Lihat juga Kis. 17:22-31. Rom 1:18-23 menyatakan hal-hal yang tidak tampak dari Allah, yaitu kekuatan dan keilahianNya, terlihat melalui hal-hal yang sudah diciptakan olehNya. Alkitab menyatakan bahwa Allah adalah sumber dari segala sesuatu. Ibrani 11:3 menegaskan hal ini dengan mengatakan “karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan ileh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.” Berdasarkan semua itu, A.H. Strong pernah berkata: “Alam semesta adalah sumber teologi. Alkitab menegaskan bahwa Allah telah menampakkan diriNya melalui alam semsta. ” •
AKAL BUDI Dalam Kis 17 dapat dilihat kecenderungan manusia untuk beribadah – sesuatu yang menyaksikan tentang keberadaan Allah dan menunjukkan kecenderungan manusia untuk menyalah artikan pengetahuan yang ia miliki. Ketika Paulus tiba di Atena, ia melihat bahwa kota itu penuh dengan berhala. Ayat 22 menuliskan “Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: ‘Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat bribadah kepada dewa-dewa, sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepadakamu” (ayat 22-23). Kemudian Paulus menggunakan kesempatan ini untuk memperkenalkan satu-satunya Allah yang sejati kepada penyembahpenyembah berhala itu. Yang menarik untuk disimak adalah bahwa orangorang Atena juga penyembah allah yang tidak dikenal. Mereka tidak perlu diyakinkan tentang keberadaan Allah, mereka hanya perlu diarahkan kepada Allah yang benar. Sebelumnya dalam Roma 2:14-15 Paulus mengajukan pertanyaan tentang pengetahuan batin yang mendasar dalam hati semua orang. Ketika ia berbicara tentang orang yang bukan Yahudi, ia menjelaskan bahwa Taurat Tuhan tidak dinyatakan kepada orang-orang bukan Yahudi, namun hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka. Paulus mengimplikasikan bahwa semua orang, hingga taraf tertentu, mengerti apa yang benar dan salah karena Allah telah memberikan pengetahuan ini kepada mereka. Juga orang-orang yang tak pernah terdidik dalam peraturan-peraturan PL, khususnya 10 Perintah Allah, memiliki pengetahuan batin tentang ide-ide yang mendasar ini. Hal ini adalah pengetahuan yang diberikan oleh Allah. Adanya kesadaran universal tentang perilaku yang baik inilah yang menjadi bukti dari keberadaan Allah. Roma 1:18-32 memberikan bukti kuat bahwa setiap orang memiliki pengetahuan batin tentang Allah. Paulus mengatakan bahwa “apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka. ” Namun walaupun semua manusia memiliki kesaksian batin bahwa Allah ada, sebagian orang
tidak mau mengakuinya, mereka “menindas kebenaran ”. Baik penyataan Allah melalui penciptaan maupun akal budi ini disebut “umum ” (general revelation), karena diperuntukkan bagi manusia pada umumnya, tanpa terkecuali. Disebut juga “penyataan alami ” (natural revelation). Usaha pembuktian dengan menggunakan sisa-sisa penyataan umum atau alami ini menghasilkan Teologi Natural (Natural theology) yaitu disiplin teologi yang menyangkut pengetahuan akan Allah yang diperoleh melalui budi saja. Teologi ini menyatakan bahwa bisa saja orang membuat pernyataan-pernyataan tentang eksistensi dan sifat Allah berdasarkan nalar manusia semata, tanpa perlu penyataan Allah mengenai diri-Nya sebagaimana disaksikan dalam Alkitab. Teologi ini dikembangkan oleh St. Thomas Aquino (1225-1274) dan menghadapi tantangan sejak masa Pencerahan ketika keabsahan argument mengenai adanya Allah diserang. Konsili Vatikan I (1869-1870) mengajarkan bahwa “dari hal-hal yang diciptakan, Allah dapat diketahui dengan pasti melalui cahaya kodrati akal budi manusia. ” Konsili menegaskan suatu kemungkinan ( “dapat ”), tetapi tidak menunjukkan jalan-jalan untuk mengetahui Allah dan tidak menyatakan bahwa ada orang yang telah mengalami kemungkinan ini tanpa “penyataan Allah yang khusus ”. Karl Barth (1886-1968) dan tokoh-tokoh teologi dialektis yang lain bahkan, atas dasar pendapat bahwa dosa telah menyebabkan akal manusia dari dirinya sendiri tidak mampu mengenal Allah, dengan tegas mengesampingkan teologi natural. Manusia bisa cukup mengenal Allah sampai suatu tingkat tertentu melalui penyatan umum/alami, sehingga mereka “tidak dapat berdalih ” (Roma 1:20 ketka mereka menolak Allah. Meskipun demikian, tanpa penyataan lebih lanjut dari Allah, yaitu “penyataan khusus ” mereka tidak mungkin mengetahui kekudusan-Nya, kebencianNya pada dosa, kasih dan anugerahNya dan ketetapan-ketetapan-Nya untuk menyediakan keselamatan. Pengenalan yang benar tentang Allah hanya dapat diperoleh melalui penyataan khusus, di bawah pengaruh pencerahan Roh Kudus. • PENYATAAN KHUSUS: DASAR IMAN KRISTEN TENTANG KEBERADAAN ALLAH Iman Kristen bukan hasil pemikiran atau olah akal budi (refleksi) manusia untuk membuktikan keberadaan Allah. Sebab iman Kristen mulai dengan fakta positip bahwa Allah ada, karena mengalami adanya “penyataan Allah yang khusus ” (special revelation), yaitu penyataan Allah dengan perantaraan Firman dan Karya-Nya yang berpusat pada Yesus Kristus. Allah telah menyatakan Diri, sehingga tidak perlu dibuktikan, melainkan justru langsung mengungkapkan siapa dan bagaimana Allah yang telah menyatakan Diri itu. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa mula-mula bukan Israel yang mencari Allah, melainkan sebaliknya, Allahlah yang mencari Israel dan yang memperkenalkan dan menyatakan diri-Nya kepada Israel. Allah bersabda: “Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak menanyakan Aku; Aku telah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Aku. Aku telah berkata: ‘Ini Aku, ini Aku!’ kepada bangsa yang tidak
memanggil nama-Ku” (Yesaya 65:1). Dengan karya-karya-Nya yang besar di dalam sejarah umat Israel, tuhan Allah telah menyatakan diri-Nya atau memperkenalkan diri-Nya kepada umatNya. Israel mengenal Allah, hal itu bukan karena Israel mengunakan akalnya untuk menjelajahi alam semesta, juga bukan karena Israel mehyelami lubuk hatinya melainkan karena Allah memperkenalkan diri-Nya atau menyatakan diriNya kepada Israel. Nabi Amos, untuk menunjukkan otoritas misinya, berkata: “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi” (Amos 3:7). Itu sebabnay tidak ada seorangpun penulis Alkitab merasa harus membuktikan bahwa Allah ada. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa hanya orang bodoh yang menyangkal adanya Allah (Maz 14:1). Para pencari keberadaan Allah harus dengan tulus dan seperti anak-anak dengan iman sederhana, mempercayai dan meyakini Allah sepenuhnya berdasarkan penyataan Allah dalam Alkitab dan alam semesta. “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada” (Ibrani 11:6). Betapa sukarnya manusia mempercayai apa yang tidak dilihatnya sendiri. Manusia memiliki kecenderungan cara berpikir seperti Thomas: “Sebelum aku melihat …, sekali-kali aku tidak akan percaya” ketika mendengar murid-murid lain yang berkata: “Kami telah melihat Tuhan!” (Yohanes 20:25). Namun Yesus menunjukkan kepada Thomas sikap yang lebih agung: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya. ” (Yoh 20:29). Bukti terkuat tentang keberadaan Allah di luar Alkitab adalah persekutuan dengan Dia melalui doa setiap hari. Kita tahu dan percaya bahwa Allah ada sebab kita berbicara dengan Dia, dan Dia mendengar dan menjawab doa kita.
PENYATAAN ALLAH UMUM P E N C I P T
KHUSUS A K A L B U
F I R M A N
K R I S T U S
A A N
D I
MANUSIA
• APAKAH ALLAH DAPAT DIKENAL? Hosea berkata “Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi” (Hosea 6:3). Juga Ibrani 11:6 mengatakan bahwa “Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”. Tetapi bagaimana kita dapat mengenal atau mencari Allah? Bukankah Allah adalah pribadi yang tak terjangkau pengertian manusia? Zofar bertanya: “Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa?” (Ayub 11:7). Juga bagaimana kita dapat menjawab pertanyaan Yesaya: “Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?” (Yesaya 40:18). Allah dalam ke-Mahasempurnaan-Nya (kepenuhan-Nya) memang tidak mungkin dapat kita dikenal. Allah melampaui ruang-waktu yang diamati indra manusia. Tidak mengherankan jika astronot Rusi yang pertama kembali dari angkasa luar melaporkan bahwa ia tidak menemukan Allah di sana. Dari hakikat Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, kita jangan berharap dapat melihat-Nya secara langsung dengan menggunakan indra apa pun. “Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah” (Yohanes 1:18a). Lagi firmanNya: “Engkau tidak tahan memandang Wajah-Ku, sebab tidak ada seorang yang memandang Aku dapat hidup” (Keluaran 33:20,23). Juga dalam 1 Timotius 1:17 dikatakan “Allah yang … tak nampak … ” Selanjutnya dikatakan: “Dialah satusatunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia” (1 Tim 6:16). Jelaslah kalau manusia tidak dapat melihat Allah secara sempurna (bnd Rom 11:3336). Allah dalam totalitas-Nya memang masih merupakan misteri (bandingkan 1 Korintus 13:12). Jadi tidak mungkin manusia dapat memperoleh pengenalan yang lengkap menyeluruh dan sempurna tentang Allah. Memiliki pengenalan sedemikian tantang Allah sama artinya dengan memahami Allah sepenuhnya, dan hal ini sama sekali tidak mungkin, sebab “finitum non posit capere infinitum” (yang fana tak mungkin memahami yang kekal). Tetapi bukan berarti Allah tidak memperkenalkan diri-Nya sama sekali. Allah dalam rencana penyelamatanNya telah “menyatakan diri-Nya ” kepada manusia.
Terhadap pertanyaan: “Apakah Allah dapat dikenal?”, iman Kristen menjawab dengan tegas: “Tentu! ”. Karena Allah telah menyatrakan atau memperkenalkan diri-Nya. Dalam Roma 1:19, rasul Paulus mengatakan: “Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakanNya kepada mereka.” Manusia dengan demikian (hanya) dapat mengenal Allah sejauh yang dinyatakanNya atau diperkenalkan-Nya kepada manusia. Dalam Keluaran 3:14, Allah memperkenalkan Diri-Nya sebagai “AKU ADALAH AKU ” (Ehyeh asyer Ehyeh) artinya kita hanya dapat mengenal Allah sejauh yang telah Ia nyatakan atau perkenalkan. Di luar itu Allah masih merupakan misteri. • PENYATAAN ALLAH (WAHYU) Kata penyataan merupakan terjemahan dari kata kerja Latin revelare (kata bendanya revelation, bahasa Inggrisnya adalah revelation). Dalam bahasa Indonesia lebih sering diterjemahkan dengan kata “wahyu ” (seperti halnya dengan kitab terakhir dalam PB yang diterjemahkan nama “Wahyu ”). Namun pemakaian kata wahyu ini dapat menimbulkan salah pengertian. Sebab kata ini berasal dari kata kerja Arab, yang terutama berarti: “mengilhami/membisikkan mengenai sesuatu”; “perasaan yang meyakinkan hati dan mendorong untuk diikuti tanpa diketahui darimana datangnya”. Kata ini dapat menimbulkan kerancuan dengan pengertian “wahyu ” dalam agama Islam, yaitu “ilham yang lebih tinggi ”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ada dua arti dari kata “ilham ”: (1) “Petunjuk yang datang dari Tuhan yang terbit di hati ”; (2) “Sesuatu yang menggerakkan hati (untuk mengarang syair dsb.) ”. Syeh Muhamad Abduh mengeartikan wahyu sebagai “pengetahuan yang didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan penuh bahwa pengetahuan itu datang dari Allah. ” Hampir semua agama menyatakan bahwa Allah telah menyatakan atau memperkenalkan diriNya pada manusia melalui cara “wahyu ” tersebut. Agamaagama non-Kristen umumnya menyatakan bahwa cara Tuhan memperkenalkan diriNya kepada mereka adalah dengan cara “bisikan illahi, ” yaitu: “Tuhan memperkenalkan diriNya dan kehendakNya dengan membisikkan kehendakNya di dalam hati sanubari manusia; kepada imam/pendeta (dalam agama suku murba), nabi (dalam agama Islam), guru/kyai (dalam kebatinan), rsi (dalam agama Hindu) dsb. Misalnya dalam agama Hindu diyakini bahwa dewa tertinggi Siwa dan Wismu memperkenalkan diriNya/kehendakNya dengan bisikan. Kemudian dibukukan dalam kitab “Weda” yang disebut “Sruti ” yang artinya “apa yang didengar ”. Dalam Parisada Hindu Darma diyakini bahwa Weda berasal dari Sang hyang Widhi Wasa yang didengar oleh para Maharesi dalam keadaan samadhi. Menurut kitab “Purana” sebab yang menjadikan para rsi menerima “bisikan ilahi ” adalah karena kekacauan. Dalam Kebatinan Pangestu diyakini bahwa r. Soenarto Mertowedojo sedang solat dhaim kemudian terlena dan mendengar “bisikan ilahi ” yang kemudian ditulis dalam kitab Serat Sangka Jati. Demikian pula dalam agama Islam, panggilan Muhammad dalam S. 53:1-10; S. 96: 1-5; S. 74:15. Berbeda dengan pengertian wahyu (penyataan) dalam iman Kristen. Kata wahyu (penyataan) dalam Alkitab berasal darikata ibrani gillah, kata Yunani-nya apokalypto. Di samping itu dalam PB juga digunakan kata Yunani phaneroun. Kata gillah/apokalypto berarti “mengambil tutup/selubung sehingga nampak apa yang tertutup/diselubungi ” (menyingkapkan, menanggalkan, membuka selubung, menunjukkan yang tersembunyi, memberitakan tentang yang tidak dikenal).
Phaneroun berarti “terbuka” (munculnya apa yang tersembunyi). Hubungan pengertian kedua kata tersebut adalah sbb.: Karena adanya tindakan apokalyptein maka hasilnya adalah phaneroun. Berdasarkan etimologi tersebut penyatan (wahyu) berarti :sesuatu yang semula tertutup atau tidak diketahui, karena diselubungi menjadi dapat diketahui, karena selubungnya telah disingkapkan”. Penyataan dapat berarti perbuatan mengungkapkan atau membuka atau menyingkapkan. Tetapi istilah itu dapat pula berarti apa yang diungkapkan atau dibukakan atau disingkapkan. Seringkali yang ditekankan ialah pengertian yang aktif: penyataan terdapat dalam komunikasi Allah dengan manusia: penglihatan yang diberikanNya, firman yang diucapkanNya dan perbuatan yang dilakukanNya. Allah sendiri membuka selubung-Nya. Allah keluar dari tempat “persembunyianNya ”, memperkenalkan Diri kepada umat manusia. Ia menyingkapkan selubung yang menutupi Diri-Nya. Allah menyatakan diri-Nya yang membuat Ia dikenal oleh manusia. Allah yang “tersembunyi ” yang mendiami “terang yang tidak terhampiri ” (1 Tim 6:16), muncul dari “ketersembunyian-Nya” yang kekal. Ia datang kepada manusia dengan menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang hidup, yang berfirman, yang bertindak. Allah tampil dalam sejarah. Penyataan Allah yang khusus tersebut diberikan dalam bentuk atau cara yang “manusiawi” atau anthropomorphism (antropomorfisme) (Yunani: anthropos – manusia; dan morphe – bentuk), artinya berbicara tentang Tuhan seolah-olah Ia adalah manusia. Bahasa antropomorfis (anthropomorphic) adalah semacam cara berbicara yang dipakai Allah untuk membuat orang-orang mengerti Allah dengan lebih baik. Allah yang tidak dapat dikenal oleh manusia karena Ia sama sekali berbeda dengan manusia, tetapi Ia berkenan untuk menciptakan manusia menurut gambar dan rupaNya. Gambar dan rupa yang diciptakan-Nya inilah yang dipakai Allah untuk menyatakan diriNya kepada manusia. Allah dikatakan mempunyai mata (Maz 11:4), telinga (Maz. 86:1), mulut (Ayub 11:5; Yes 58:14); tangan (Yos 4:24; Maz 31:6) dsb. Ia bersorak-sorak (Yes 65:19), berjalan (Kej 3:8), bergirang (Yes 65:19), jemu (Maz 95:10), menyesal (Kej 6:6) dsb. Dengan cara demikian manusia dapat menangkap penyataan Allah. Allah menyatakan Diri-Nya, “membuka” Diri, berkomunikasi dengan cara yang dapat diamati; menggunakan cara yang dapat didengar, dapat dilihat dan menggunakan alat-alat indra lainnya dalam berkomunikasi, sehingga manusia “mendengar suaraNya”, “melihat ” sejumlah penampakan diriNya atau “merasakan” gempa bumi pada saat keheadiranNya. Cari ini disebut propositional revelation, artinya Allah berkomunikasi dengan cara yang biasa dipakai manusia, yakni dengan membuat penyataan yang dapat dimengerti oleh manusia.
• • • •
Penyataan Allah yang khusus tidak sekedar “bisikan illahi ” dan diterima secara “ subyektif ” atau selalu hanya diterima secara perorangan. Di dalam Alkitab dapat dilihat berbagai bentuk penyataan Allah, seperti: Penampakan-penampakan Allah (theofani), misalnya penampakan dengan tanda-tanda semak-duri, tiang awan, tiang api, awan yang padat, suara guntur, malaikat Tuhan dsb. (Kel 3:2; 13:21; 14:19; 19:16-20 dsb.). Perbuatan-perbuatan/karya/mijizat Allah, misalnya tulah-tulah di Mesir, hujan manna, laut Tiberau yang terbelah menjadi dua, air yang keluar dari batu karang dsb. (Kel 7:14 dst.; 14:31 dsb.); Suara Tuhan, misalnya Yes 6:8 dsb; Tulisan Tuhan, misalnya dalam loh batu (Kel 32:15-19), di dinding (Daniel 5:1-17) dsb.;
• Impian, seperti dalam Kej 28:12-15 dsb.; • Penglihatan, seperti dalam II Raj 6:8-17; dsb. Yesus Kristus adalah puncak penyataan/pewahyuan Diri Allah (Yoh 1:14, 18). Dengan kata lain Penyataan Allah yang paling sempurna diberikan dalam Yesus Kristus. Ia sekaligus adalah Pewahyu (pelaku), pewahyuan (proses aktif penyingkapan), dan isi wahyu itu sendiri. Injil Yohanes adalah tulisan PB yang paling kaya memuat ajaran mengenai wahyu (melalui kata-kata seperti kemuliaan, cahaya, tanda, kebenaran, saksi, sabda “Akulah Dia”, dan terutama penjelmaan Sang Sabda). Alkitab menyatakan bahwa penggenapan semua penyataan terdahulu terjadi dalam Diri, karya dan perkataan Yesus Kristus (Ibrani 1:1-3). Dengan Kristus dan zaman rasuli, penyataan/pewahyuan dasar sudah sempurna dan kita hanya menunggu penyataan/pewahyuan terakhir dan mulia, parusia (Titus 2:13; 1 Yoh 3:2). Tentu penyataan Allah tentang diriNya tersebut tidak adekwat (adequate) atau tepat persis, hanya yang dapat ditangkap manusia. Manusia diciptakan “menurut gambar dan rupa” Allah, dan gambar dan eupa ini dipakai untuk menyatakan Diri dan Kehendak Allah kepada manusia. Jadi penyataan Allah tidak adekwat, artinya terbatas pada “gambar dan rupa”. TEtapi tidak berarti bahwa penyatan ini sama sekali berbeda dari Yang dinyatakanNya. Sebuah gambar –kalau baik- benar-benar menunjuk kepada apa yang digambarkan, meskipun memang terbatas. Penyataan Allah ini oleh rasul Paulus dalam 1 Kor 13:12 dikatakan dengan istilah “samarasamar ”: “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samara-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.” Memang gambar dan peta Allah ini rusak karena dosa tapi tidak hilang. Penyataan Allah tidak dapat ditangkap manusia kalau Roh Kudus tidak bekerja dahulu dalam hati orang. Luther berulang kali mengatakan tentang Allah sebagai Deus Absconditus (Allah yang tersembunyi), yang dibedakan dari Allah sebagai Deus Revelatus (Allah yang dinyatakan). Dalam beberapa tulisannya, Luther bahkan mengatakan bahwa Allah yang dinyatakan (penyataan Allah) masih juga Allah yang tersembunyi ditinjau dari kenyataan bahwa kita tidak dapat sepenuhnya mengenal Dia bahkan melalui penyataan khusus-Nya sekalipun. Dalam penyataan khusus ini, Allah menyatakan Diri-Nya dalam rangka mau menyelamatkan dan memperbaharui manusia dan ciptaan lainnya yang sesuai dengan maksud dan rencana Allah. Penyataan itu tidak terjadi dalam satu waktu tertentu saja dan diterima oleh seorang atau beberapa orang saja, tetapi meliputi sejarah yang panjang, berabad-abad dan melibatkan banyak saksi primer yang dipilih dan dikuduskan oleh Allah dan diberi kuasa untuk memberikan kesaksian tentang apa yang telah mereka lihat, dengar, atau alami, sampai beberapa generasi. Meskipun meliputi waktu yang panjang dan melibatkan begitu banyak manusia dalam memberikan kesaksian penyataan Allah secara tertulis dalam bentuk kitakitab, namun kumpulan dari kitab-kitab tersebut merupakan satu buku (Alkitab) yang memiliki satu “benang merah ” dan satu kesaksian serta satu maksud atau tujuannya. Inilah bukti yang terkuat bahwa penyataan Allah dalam iman Kristen dan kesaksianNya (Alkitab) bukan karangan manusia tetapi karya Allah sendiri yang memimpin/mendorong/mengilhami alatNya, yaitu manusia untuk terlibat dalam sejarah penyelamatan danb pembaharuan dari Allah. Alkitab secara utuh menyampaikan penyataan Allah yang mencapai kepenuhannya
dalam Kristus. Penuturan kembali karya-karya Allah yang ajaib dalam Alkitab itu karena peristiwa penyataan dalam kurun waktu sejarah tertentu tidak dimaksudkan hanya untuk mereka yang menerima penyataan itu pada kurun waktu itu, tetapi untuk manusia sepanjang waktu. Itu sebabnya Allah berulang kali mengingatkan umat-Nya akan hal-hal yang telah dilakukanNya untuk mereka. Tanpa penyataan Allah melalui tulisan (Alkitab), sedikit sekali atau bahkan tidak ada orang yang mengerti penyataanNya melalui karyaNya. Penyatan Allah, baik melalui karya maupun tulisan, memiliki tujuan tertentu, yaitu agar ada dampaknya bagi mereka yang menerimanya. Mereka harus memperhatikannya, mempelajarinya dan menanggapinya. Tujuan Allah yang bersesinambungan menurut Alkitab adalah penyelamatan, yaitu untuk menghapuskan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa dan memulihkan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa dan memulihkan manusia pada keadaannya semula. Setiap penyataan Allah bersifat menyelamatkan, karena tindakantindakanNya yang “negative” sekalipun (artinya yang bersifat mengadili atau menghukum) bertujuan mewujudkan kehendakNya yang penuh kemurahan. Proses bagaimana manusia dapat mengenal (penyataan) Allah dapat digambarkan dalam skema sbb.:
ALLAH | | | V PENYATAAN ALLAH Mencapai kepenuhannya dalam YESUS KRISTUS
(Yesus Kristus adalah Firman –Penyataan Allah- yang menjadi manusia, merangkum segala perbuatan Allah sebelum dan sesudahnya)
| | | V SAKSI PRIMER (Saksi mata/telinga dari Penyataan Allah, yang dipilih dan dikuduskan oleh Allah berdasarkan anugerahNya, diberi kuasa untuk menyaksikan apa yang telah mereka lihat, dengar dan alami)
| | | V MENYAKSIKAN/MENYAMPAIKAN PENYATAAN ALLAH
Ada yang mula-mula dalam bentuk tradisi lisan kemudian tertulis, maupun langsung tetulis, selanjutnya kumpulan kitab-kitab tertulis tersebut dikumpulkan menjadi jadilah
ALKITAB (KITAB SUCI) Yaitu alat penyataan Allah
yang dituangkan ke dalam tulisan dengan dorognan atau ilham Roh Kudus, itu sebabnya menjadi
PENYATAAN ALLAH MELALUI TULISAN | | | V MENGENAL DAN BERSEKUTU DENGAN ALLAH