Doktrin Allah
Program Pembinaan Doktrin Dasar
“Allah Kristen di Zaman Modern” Doktrin Allah Penyataan Diri Allah
Peristiwa Allah menyatakan diri-Nya dan kebenaran-Nya kepada umat manusia disebut “wahyu”. Wahyu merupakan inisiatif Allah, bukan penemuan manusia Karena Dia Allah, kita tidak dapat mengetahui dirinya kecuali jika Dia yang menyatakan diri-Nya Wahyu ada dua jenis, wahyu umum dan khusus, kedua jenis wahyu ini membentuk suatu kesatuan
Dapatkah Kita Mengenalnya? [Sifat Allah Yang Dapat Dikenal]
Kita hanya dapat mengetahui Allah secara terbatas melalui pernyataan diri-Nya. Allah telah menyatakan dirinya melalui Yesus Kristus (Yoh. 14:9 “Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.”)
Kesederhanaan atau Kesatuan Allah
Kita menggambarkan Allah dalam dengan berbagai macam sifat yang disebut “atributatribut.” Atribut-atribut bukanlah sesuatu yang ditambahkan kepada diri-Nya seolah-olah sifatsifat itu berasal dari luar diri-Nya. Atribut-atribut itu merupakan gambaran Allah sebagaimana Ia adanya, bukan sifat-sifat yang dikumpulkan ataupun dikembangkan-Nya. Hakikat Allah tidak tersusun dari dari komponen yang berbeda. Setiap atribut setara benarnya dengan keseluruhan Allah, dan tidak ada atribut-atribut-Nya yang berkontradiksi. Kesatuan esensi ketuhanan tersebut disebut kesederhanaan atau kesatuan Allah (the simplicity or the unity of God). Jadi ketika kita sedang membicarakan, jangan berpikir bahwa itu terpisah dari keseluruhan Allah, kita hanya sedang menekankan sifat tertentu untuk tujuan kita.
1
Doktrin Allah
Millard Erickson mengkategorikan atribut-atribut Allah ke dalam 5 kelompok, yaitu atribut keberadaan, ketidakterbatasan, kesucian moral, integritas, dan kasih.
1. Berada atau Tidak Berada [Atribut-Atribut Keberadaan Allah] Yesus mengatakan bahwa Allah adalah roh (Yoh. 4:24). Ia bukanlah substansi dasar sebagai asal dari seluruh substansi lainnya – ciptaaan bukanlah perluasan dari diri Allah. Kita menggunakan “mata” atau “tangan-Nya” hanya untuk mengasosiasikan tindakan-Nya dengan tubuh jasmani kita. Allah juga berpribadi (pada Kel. 3:14, Musa menanyakan nama Allah, Allah menjawab “Aku adalah Aku,” hal ini menunjukkan kepribadian-Nya). Ia memiliki sifat-sifat berpribadi seperti memiliki kesadaran diri, pemikiran, kehendak, dan ketetapan hati. Allah juga hidup, sumber kehidupan, dan memiliki hidup dalam diri-Nya sendiri. Allah tidak menerima hidup dari sumber manapun. Allah adalah Roh yang berpribadi, sumber dari seluruh kehidupan.
2. Lebih Besar Daripada Yang Besar [Atribut-Atribut Ketidakterbatasan Allah] Hubungan Allah yang tidak terbatas dengan ruang disebut “omnipresence” (I RajaRaja 8:27). Sebagai roh, Allah sama sekali tidak menempati ruang, tapi Allah selalu hadir dimana-mana, tidak terbatas, dan tidak dibatasi oleh ruang. Karena hubungan Allah dengan waktu tidak terbatas, kita menyebut-Nya “kekal” (Maz. 90:2). Waktu tidak berlaku bagi Allah, Ia sudah ada dahulu dan juga sekarang sebelum Ia menciptakan waktu, dan secara simultan hadir pada masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Karena Ia diluar waktu, Ia melihat seluruh kejadian di saat bersamaan. Hubungan Allah yang tidak terbatas dengan pengetahuan dan kebijaksanaan adalah “omniscience”. Ia mengetahui segala sesuatu dan bagaimana menerapkannya. Ini termasuk seluruh rincian alam semesta dan bagaimana menggunakannya untuk menggenapi rencana-Nya secara sempurna. Hubungan Allah yang tak terbatas dengan kuasa adalah “omnipotence”. Ia dapat melakukan segala sesuatu (Luk. 1:37) Kuasa Allah yang tak terbatas itu meliputi mengenakan pembatasan bagi diri-Nya sendiri, tapi tidak membatasi kemahakuasaan-Nya, tetapi menyatakan bahwa Ia selalu
2
Doktrin Allah
bertindak kosisten dengan natur-Nya (maksudnya adalah Ia tidak dapat berdosa, yang akan melanggar kekudusan, kebenaran, dan keadilan-Nya). Sifat yang sebelumnya dibicarakan bersifat tidak berubah. Hal ini disebut kekostanan Allah.
3. Moralitas Sempurna [Atribut-Atribut Moral Allah] Moralitas Allah tampak dalam tiga kualitas, yaitu kekudusan, kebenaran, dan keadilan. Kekudusan, Allah menyatakan kekudusan-nya secara langsung (I Petrus 1:16). Kekudusan memiliki dua sisi, yaitu keunikan (hanya Dia satu-satunya) dan kesucian (tidak tercemari). Kebenaran, Allah juga merupakan standar benar dan salah, dan Ia tidak pernah menyimpang dari standar itu (Maz. 19:10). Keadilan, Allah menuntut hukum-Nya dipatuhi, dan Ia menjaganya dengan sama rata (Kis. 10:34). 4. Siapakah Yang Dapat Kita Percayai? [Atribut-Atribut Integritas Allah] Kebenaran dapat dibagi menjadi tiga bagian yang berhubungan dengan siapakah kita, apa yang kita katakana, dan apa yang kita lakukan. Hanya Allah yang memiliki ketiganya dengan sempurna, yang kita sebut integritas-Nya. Kebenaran-Nya merupakan keaslian-Nya atau keotentisitasan-Nya, perkataan-Nya yang benar, bukti kebenaran-Nya adalah kesetiaan-Nya. Keaslian-Nya, Ia adalah apa yang tampak dari-Nya. Ia benar dan penuh dengan kebenaran, bukan karena sesuatu diluar diri-Nya, melainkan karena Ia adalah standard an definisi dari kebenaran. Perkataan-Nya yang benar, Allah selalu membicarakan kebenaran dan akurat, oleh karena itu dapat dipercayai (Titus 1:2). Bukti kekebenarannya adalah kesetiaan-Nya, Ia menepati janji-Nya (1 Tes. 5:24). Penggenapan dari sebagian janji-Nya belum akan tiba hingga kekekalan, namun Ia menepati keseluruhannya. 5. Kasih Sejati [Atribut-Atribut Kasih Allah] Sifat kemahabelaskasihan Allah disebut “omnibenevolence”. Kita menemukan kasih yang otentik hanya di dalam Sang Trinitas. Ketiga pribadi terus-menerus mengasihi terhadap setiap yang lainnya dan kita secara sempurna, menggambarkan empat sifat yang saling tumpang-tindih, yaitu anugrah, kebaikan, belas kasihan, dan kesabaran. Anugrah, berarti Allah berhubungan dengan kita berdasarkan anugrah-Nya, bukan karena perbuatan-perbuatan kita.
3
Doktrin Allah
Kebaikan, adalah kepedulian Allah, yang tidak mementingkan diri-Nya, dan ditujukan-Nya kepada kita. Dan kebaikan Allah juga bukan respons atas perbuatanperbuatan kita, tapi merupakan inisiatif Allah sendiri. Belas kasihan, berbicara mengenai keharuan Allah terhadap orang-orang yang membutuhkan. Jika anugrah berhubungan dengan kesalahan kita, belas kasih berhubungan dengan kemalangan kita (Maz. 103:13). Kesabaran, mengacu pada kesabaran Allah, Ia terus-menerus menahan penghakiman-Nya dan menawarkan pengampunan, mengharapkan kita berbalik kepada-Nya (Maz. 86:16).
Nama-Nama Allah
Dalam kebudayaan kuno, sebuah nama lebih dari sekadar identifikasi, nama itu menggambarkan keseluruhan orang itu, menggambarkan naturnya. Dalam hal-hal tertentu nama adalah pribadi orang itu sendiri, terutama dalam Perjanjian Lama (Kej. 21:33). Jadi ketika kita sedang membaca nama-nama Allah di dalam Alkitab, Allah sedang memberitahu kita sesuatu mengenai diri-Nya sendiri. Nama El atau Elohim adalah kata generik dari ”Allah” dan tercantum lebih dari 2.500 kali di dalam Perjanjian Lama yang memiliki akar kata yang berarti kekuatan, kuasa, atau kebesaran. Bentuk jamak Elohim menunjuk kepada Trinitas. Alkitab sering menggabungkan El dengan nama-nama lain untuk memberikan gambaran yang lebih rinci, seperti El Shaddai (Allah yang mahakuasa), El Elyon (Allah yang mahatinggi), El Olam (dihubungkan dengan Allah yang diluar waktu, pengharapan dan rasa aman). Nama Allah yang sangat umum dalam Perjanjian Lama adalah Yahwe, tercantum sekitar 6800 kali. Nama ini adalah nama sebenarnya untuk Allah Israel dan tidak pernah digunakan untuk allah orang-orang kafir. Para ahli memperdebatkan arti sebenarnya dari kata ini Seperti El, Yahweh sering digabungkan dengan sifat-sifat Allah dan membentuk namanama lain. Di dalam Perjanjian Baru, kata Yunani Theosm secara sederhana berarti “Allah”, merupakan kata yang sepadan dengan El, muncul sekitar 1.000 kali. Yahwe sering diterjemahkan Kurios, yang berarti “Tuan”, namun nama ini juga digunakan untuk tuan-tuan manusia dan penguasa-penguasa.
Sifat Transenden dan Imanen Allah
Allah bersifat independen terhadap alam semesta dan jauh dari kita, disebut transenden (Yeremia 23:24), tetapi Allah juga aktif di dalam semesta dan dapat kita jangkau, disebut imanen (Maz. 113:5-6), dan kedua sisi ini harus dipegang secara berimbang.
4
Doktrin Allah
Penekanan yang berlebihan terhadap imanensi akan menyamakan Allah dengan alam semesta – Allah Panteisme (kepercayaan bahwa alam semesta sesungguhnya adalah Allah), sementara terlalu menekankan transendensi mengurangi hubungan Allah dengan alam semesta – Allah Deisme (kepercayaan bahwa Allah menciptakan alam semesta dan kemudian mengabaikannya) – dan keterlibatannya dengan dunia dan kita menjadi terhilang. Di dalam Yesaya 57:15 Allah memberlakukan keseimbangan antara imanensi dan transendensi-Nya. Konsekuensi praktis dari hal ini adalah kemudahan-Nya dijangkau tatkala kita membutuhkan-Nya dan mengapa kita memuja-Nya.
Trinitas
Trinitas merupakan terminology Kristen untuk merangkum pengajaran Alkitab mengenai Allah Alkitab, yang menyatakan diri-Nya dalam ketunggalan dan kemajemukan. Hanya ada satu Allah, tetapi kesatuan Allah itu berada dalam tiga pribadi yang hakikat keilahian-Nya sama. Allah adalah tiga pusat kesadaran pribadi yang sepenuhnya ilahi, setiap pribadi setara dan sekekal pribadi lainnya, bersama-sama membentuk satu keberadaan satu Allah. Perjanjian Lama menekankan ketunggalan Allah untuk mempertahankan Israel dari politeisme bangsa-bangsa sekitarnya (Ulangan 6:4). Beberap ayat dalam Perjanjian Lama menunjukkan kompleksitas dalam diri Allah (Yesaya 6:8 – lihat versi bahasa Inggris seperti KJV atau NIV). Perjanjian Baru membenarkan kesatuan Allah tetapi memperkenalkan tiga kepribadian (Mat. 28:19).
Rencana Allah
Allah memiliki rancana dan mengarahkan sejarah menuju maksud-Nya. Tujuan utamanya adalah kemuliaan diri-Nya. Alkitab mengatakan bahwa rencana-rencana Allah itu bersifat kekal, artinya keputusankeputusan Allah tidak dibuat berdasarkan respons terhadap peristiwa yang terjadi sepanjang waktu (ingat, Ia tidak mengenal waktu dan Ia memandang dari luar waktu tadi). Rencana Allah tidak dipengaruhi kebutuhan internal ataupun kekuatan eksternal (Yes. 40:13-14; Yes. 14:24). Bagaimana dengan misteri kemahakuasaaan Allah dan keinginan kita (freewill)? Terdapat dua sistem teologis yang dikenal sebagai Calvinisme dan Armenianisme. Penganut ajaran Calvin memulainya dengan rencana Allah, keputusan manusia dan tingkah lakunya adalah konsekuensi dari rencana itu. Oleh sebab itu rencana Allah tidak bergantung pada manusia. (Mirip seperti doktrin predestinasi).
5
Doktrin Allah
sementara penganut ajaran Armenian menempatkan kebebasan manusia di pusatnya. Keputusan Allah merupakan respons dari pengetahuan awal-Nya terhadap apa yang akan manusia pilih. Rencana Allah merupakan respons terhadap inisiatif manusia. Kita dapat memecahkan paradoks ini dengan memahami bagaimana kita memahami kebebasan manusia. Jika kita uji lagi lebih dalam, kita akan menemukan bahwa keingingan kita tidak sebebas yang kita bayangkan. Kita bebas memilih apa yang kita inginkan, tapi kita tidak menetapkan apa yang kita inginkan itu. Faktor-faktor seperti keturunan, lingkungan, dan pengalaman membentuk kesukaan kita jauh sebelum kita memilihnya. Jika faktor duniawi dapat memengaruhi kita, maka Allah pun dapat lebih memengaruhi kita, membuat kita memilih apa seperti yang dikehendaki-Nya tanpa melanggar kebebasan kita.
Penciptaan
Alkitab mengatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan. Ia memulainya dari nol, bahkan menciptakan “nol” itu sendiri. Karena Ia menciptakan segala sesuatu, maka tidak ada yang berasal dari sumber lain. Selain diri-Nya, tidak ada yang ada sebelum diciptakan-Nya (Yoh. 1:3; Kol. 1:16). Sebelum Allah menciptakan, belum ada dimensi tinggi, lebar, atau panjang yang kita sebut “ruang,” pergantian momen atau yang kita sebut sebagai “waktu” Proses penciptaan mengarah kepada beberap kesimpulan teologis : tidak ada pencipta lain selain Allah; alam semesta tidak bersifat kekal; tidak ada satupun material ataupun spiritual yang terlepas dari Allah; alam semesta bukan merupakan pecahan diri Allah; Allah menganggap ciptaan-Nya baik, karena itu kejahatan bukanlah bagian dati perbuatan-Nya; realitas material tidak lebih rendah daripada yang spiritual.
Providensia
Bagaimana kejahatan hadir bersama-sama dengan Allah yang mahatahu (omniscience), mahakuasa (omnipotence), dan mahakasih (omnibenevolence)? Apakah Ia sumber kejahatan? TIDAK. Jadi darimana asalnya? Dan mengapa Ia membiarkannya? Allah tidak membuat alam semesta dan kemudian menelantarkannya Jika Allah mahatahu, Ia mengetahui kejahatan; jika Ia mahakuasa, Ia mampu menghentikan kejahatan; jika Ia mahakasih, Ia ingin menghentikannya. Oleh karena kejahatan itu tetap ada, apakah berarti Ia bukanlah salah satu dari ketiga itu? Kejahatan adalah akibat dari dosa – keputusan yang dibuat oleh makhluk yang diciptakan Allah dengan pilihan, diberi kebebasan, bukan seperti robot. Jadi Allah hanya memberi ijin agar dosa dapat terjadi, bukan menciptakan dosa itu sendiri.
Allah di Zaman Modern
6
Doktrin Allah
Beberapa Teologi Berdasarkan Pemikiran Antiteisme Klasik Era Pascamodern Yang Muncul Terkait Doktrin Allah
Teologi sekular, mengatakan bahwa Allah sudah mati dan Religionless Christianity Teologi proses, adalah paham teisme terbuka : apakah Allah ambil resiko tidak tahu masa depan dan masalah teodisi? Dan dapat berubah kehendak dan pikiran-Nya karena doa manusia Teologi religionum, berbicara mengenai pluralisme agama dan Ketuhanan Yang Maha Esa dan publik, prayer, dan ekumenisme dan munculnya etika global Limited godism injili, mengatakan bahwa Allah dilokalisir dalam suatu tempat, ruang dan wahyu berdasarkan cerita Alkitab Yahwisme baru Indonesia
Allah Dalam “Teisme-Terbuka” 1. Clark Pinnock (The most Moved Mover) Allah transenden tetapi tidak terisolasi dari dunia, artinya dalam karakternya Allah tidak berubah tetapi tidak dalam relasi-Nya dengan kita (berubah) Allah memerintah dunia karakter dinamis, membiarkan dunia manusia mempengaruhi-Nya tanpa kehilangan ketuhanan-Nya. Kesatuan Trinitas sebagai model kasih dengan manusia dalam kebebasan yang sesungguhnya untuk tujuan itu, yaitu mengasihi yang relasional menyediakan kemerdekaan. Lukas 15 dimana Allah mengontrol manusia tanpa membuka ruang sedikitpun bagi makhluk untuk membalas kasih-Nya Kuasa Allah tergantung pada situasi yang terjadi di masa depan 2. John Sanders (The God who risk) God as a personal : tidak memaksa kehendaknya seperti boneka Konsep relasional Allah sebagai agen personal : kasih dan kuasa-Nya dengan dunia Kasih-Nya harus dinyatakan dalam relasi give and take antara Allah dan orang percaya Allah ambil resiko untuk tidak berhasil di dunia masa depan kerena hakekat manusia hakekat manusia dalam kebebasannya Pra pengetahuan Allah 3. James Boyd (open view of the future) Allah yang frustasi dan menghadapi ketidakpastian masa depan Allah mahatahu dalam dua hal, yaitu kemungkinan tindakan bebas manusia dan keridakpastian
7
Doktrin Allah
Prapengetahuan Allah tidak menyeluruh dan lengkap atas waktu, Firman-Nya pada masa depan bisa terjadi, bisa juga tidak terjadi Sentral permasalahan tentang hakekat masa depan : sebagian realitas telah tetap namun sebagian lagi belum
4. John Rice (Divine foreknowledge and freewill theism) Omniscience, Allah sempurna namun realitas yang mana? Tidak termasuk masa depan, hanya masa kini dan masa lalu Kalaupun Allah tahu keseluruhan masa depan namun Allah tidak tahu secara spesifik isi dari keputusan-keputusan bebas manusia
Konsep dan Pemahaman Open Teisme 1. Sifat-Sifat Allah Tentang Ketidakberubahan Allah Clark Pinnock menuliskan: “Dalam kasus tentang Allah, kita dapat mengatakan bahwa Allah tidak dapat berubah, tetapi di dalam pengalamannya Allah berubah; Sifat Allah tidak berubah, tetapi aktifitas-Nya dan hubungan-Nya selalu dinamis [berubah]” (Pinnock., Most, Moved, Mover, pp. 81). Rice menuliskan: Alkitab mengatakan kepada kami, bahwa Allah merumuskan rencana-rencana dan tujuan-tujuan-Nya, bahwa Dia seringkali mengubah pikiranNya ... Allah menyesal ... (Rice., Biblical Support for A New Perspektif, in the Pinnock., Openess of God, pp. 26) Contoh: Keluaran 32:14; Bilangan 14:11, dst. Kesimpulan: Allah bisa berubah, Allah bisa juga menyesal atas rencana yang telah dibuat-Nya.
Tentang Ketidakterbatasan Allah Sanders menuliskan: “Donald Bloesch menyatakan dengan tepat bahwa Allah tidak mutlak dalam ketidakterbatasan-Nya (sebagaimana dipahami oleh teolog-teolog lama), karena jika demikian, maka ini akan membuang kemungkinan untuk bersekutu dengan Allah di dalam struktur yang terbatas” (Sanders., The God Who Risk, pp. 29) Kesimpulan: Pada prinsipnya Allah itu terbatas.
Tentang Kekekalan Allah Pinnock menuliskan: “Allah merupakan agen sementara. Dia berada di atas waktu di dalam arti bahwa Dia ada di atas pengalaman dan diukur dengan waktu, tetapi
8
Doktrin Allah
Dia tidak melampaui waktu (sebelum atau sesudahnya) atau sebelum peristiwa itu terjadi secara berurutan. Alkitab menyatakan bahwa Allah secara sementara bersifat kekal [kekal di dalam waktu], bukan memiliki kekekalan yang melampaui waktu. Lebih tepat, Allah itu terbatas jika dihubungkan dengan ciptaan, dan diri-Nya dengan segala tindakan-Nya di dalam ruang yang sementara.” (Pinnock., Most, Moved, Mover, pp. 96-97) Kesimpulan: Allah itu tidak kekal – dibatasi di dalam ruang yang sementara 2.
Providensi Allah Pinnock menyatakan: “...Allah berkarya di dalam cara-Nya untuk menopang struktur segala ciptaan-Nya, dan oleh karena Allah telah memberikan kebebasan kepada ciptaan-Nya, maka dengan sukacita [Dia] menerima masa depan yang terbuka serta tidak tertutup dalam hubungan-Nya dengan dunia bersifat dinamis dan bukan statis....Kami melihat alam semesta sebagai konteks pilihan yang sesungguhnya, penuh dengan pilihan dan kejutan. Keterbukaan Allah berarti bahwa Allah terbuka untuk mengubah realitas sejarah, Allah peduli dengan kami dan membiarkan kami melakukan sesuatu yang memberikan dampak bagi Dia. (Pinnock., The Openness of God, pp. 103-104). Contoh: Yesaya 5:3-7, Allah gagal membangun sejarah Israel – Kejatuhan Israel ke dalam dosa merupakan suatu realitas yang bersifat dinamis. Kesimpulan: Allah tidak berkuasa penuh atas dunia ciptaan-Nya. Allah juga bergantung pada manusia untuk realitas dunia ciptaan-Nya
3. Pra-Pengetahuan Allah Sanders menyatakan: Allah perlu tahu, apabila Abraham adalah orang yang tepat di mana Allah dapat membuat kolaborasi terhadap penggenapan proyek ilahi. Apakah ia [Abraham] akan setia? atau Allah harus menemukan orang lain untuk mencapai tujuan-Nya (Sanders, The God Who Risk, pp. 52-53) Pinnock menyatakan: Allah mengekspresikan kefrustasian: “... Sekalipun Aku tidak pernah memerintahkannya kepada mereka dan sekalipun hal itu tidak pernah timbul dalam hati-Ku, yakni hal melakukan kejijikan ini...” – Allah tidak mengantisipasi hal ini. Di dalam kitab Yunus, pertobatan bukan hal yang diketahui Allah yang akan terjadi selanjutnya, Dia merencanakan untuk menghancurkan mereka [bangsa Ninewe] tetapi merubah pikiran-Nya ketika mereka bertobat....Allah belajar hal-hal ini dan [saya menambahkan] menikmati untuk mempelajari hal-hal itu...Allah senang dengan hal-hal yang spontan di dalam dunia ini dan menikmatinya untuk mengetahui lebih lanjut ... (Pinnock, The Openness of God, pp. 122-124) Dasar Kitab Suci: Keluaran 4:8-9; Hosea 8:4; Yeremia 38:17-18, Yunus 3:10, dst.
9
Doktrin Allah
Kesimpulan: Pengetahuan Allah tidak sempurna terbatas pada masa kini. Pengetahuan Allah tidak dapat menjangkau masa depan.
Kesimpulan: 1. Open Teisme tidak dapat dipertanggung jawabkan baik secara teologis dan moral. 2. Open Teisme seharusnya tidak mempengaruhi keyakinan iman yang benar dari setiap orang Kristen, yang sudah mewarisi iman yang benar di dalam tradisi reformasi.
10