Penyajian Feature secara Menarik dan Kreatif1 Oleh Djony Herfan, M.I.Kom.2
Pengelolaan website kebudayaan memerlukan penyempurnaan dari sisi konten. Untuk itu, kegiatan jurnalistik bagi para admin dan satuan-satuan kerja dapat meningkatkan keterampilan mengelola dan memublikasikan informasi kebudayaan di Indonesia. Nono Adya Supriyatno, Sekretaris Ditjen Kebudayaan RI
1. Pengantar Konten berita online kebudayaan di Indonesia memuat ragam berita klasik. Dalam ragam berita klasik, rancangan dasarnya berlaku rumus 5W1H, seperti yang diperkenalkan oleh Rudyard Kipling menjadi Metode Kipling. Unsur-unsurnya meliputi pertanyaan what (bahan kajian dari peristiwa apa?); who (fokus peristiwanya siapa?); when (waktu peristiwa berlangsung kapan?); where (peristiwa berlangsung di mana?); why (mengapa peristiwa terjadi?); dan how (cara atau proses kejadian berlangsung bagaimana?). Jawaban atas keenam pertanyaan itu dapat mempermudah penulis mengidentifikasi naskah ke dalam format berita lempang atau lurus (straight news). Penulis berita online, cyber (siber), dalam jaring (daring) memiliki ruang dan waktu akses terbatas. Sifat berita yang ditulis selekas-lekasnya atau berita cepat (kesegeraan), yang disebut breaking news mesti disampaikan dalam keadaan aktual dan “segar” (fresh). Ada apa di balik berita, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana penulisannya berorientasi pada kecepatan. Berita cepat-segera itu dapat berunsur apa dan siapa saja. Kata kunci (keyword) tepat dan akurat akan membuat berita online kebudayaan Indonesia mudah diklik oleh pengakses. Keterbatasan waktu akses untuk menghasilkan berita “segar” sampai ke sidang pembaca memerlukan beberapa jam. Bahkan berita cepat berlangsung dalam beberapa menit, sesuai dengan aktualitas dan perkembangan peristiwa. Meski berita cepat ini juga lekas basi, sifat tulisannya tetaplah awet. Karena itu, berita lengkap, meski cepat dianggap tidak layak karena tida cukup lengkap untuk memenuhi rasa ingin tahu dan kebutuhan pengakses. Bentuk tulisan feature jadi prioritas. Dalam teori jurnalistik berlaku prinsip, penulis berita mumpuni belajar dari praktik langsung turun ke lapangan. Penulis berita online kebudayaan Indonesia pun terjun langsung ke lapangan untuk melaporkan peristiwa. Meski belum dianggap mumpuni,
Page 1
tetap melakoni prinsip terjun langsung ke lapangan untuk meliput peristiwa sebagaimana adanya seperti apa adanya. Berdasarkan pengalaman dari pekerja media3 juga berlaku prinsip: sebagus apa pun teori seperti orang belajar berenang, kalau ia tidak langsung terjun ke kolam akan sulit berenang. Belajar naik sepeda pun demikian, mulai bersepeda, ia mesti jatuh-bangun memperbaiki ketidaktepatan pijakan dan kayuhan. Hal itu senada dengan learning by doing seperti yang dipopulerkan oleh kalangan pers, akademisi dan budayawan yang dapat dijadikan rujukan. Jadi, bagaimana merancang berita lempang menjadi berita lengkap dalam format feature? Ya, mulailah menulis selengkap-lengkapnya, setepattepatnya asalkan berunsur kemanusiaan!
2. Langkah-Langkah Feature Langkah awal menulis feature dengan memakai kail. Mulailah memakai kail atau mata pancing untuk memberi penjelasan lebih lengkap dari judul utama (pengumpan). Judul atau tema dapat diperoleh dari narasumber atau siaran pers kementerian kebudayaan. Langkah kedua menyingkat uraian pemancing sebagai daya tarik pengakses untuk mengeksplorasi dan membaca lebih lanjut. Langkah ketiga, meringkas isi (summary) atau mengalimatkan dengan pertanyaan pemancing atas keingintahuan dan kebutuhan pembaca melalui rima, aliterasi, dan kontras. Dasar ketiga langkah ini disebut deck (geladak); standfirst, taiching (eye catcher), blurb sebagai kail atau mata pancing yang memperkuat judul atau tema utama. Masalah paling besar media online (media cyber) terletak pada judul utama. Secara teknis, judul tambahan atau deck (eye catcher) sama dengan standfirst berjarak satu grid dari judul utama. Bagaimana proses penulisan feature? Prosesi penulisan feature dilakukan dengan meringkas isi. Ringkasan bersifat sementara sebagai pengantar saat menulis deck. Sebelum melanjutkan tulisan, penulis terlebih dahulu memantapkan tujuan. Ada tiga pemantapan menuju deck. Pertama, menghasilkan kejernihan tulisan. Kedua, menghasilkan tulisan enak dibaca. Ketiga, menghasilkan tulisan bersih dari kesalahan pemakaian kata, frase, bahasa, ejaan, tanda baca, kelancaran transisi paragraf, kenyamanan dan kejelasan teks gambar/ilustrasi/foto. Namun, deck memiliki tujuan utama bagi penulis, yakni mencapai kenikmatan (dalam konteks konvergensi media, feature video budaya pun dapat menambah kenikmatan pengakses). Fokus pada tema atau judul utama dapat menjadi pegangan. Penulis ketika menulis memberi perhatian pada judul utama atau fokus pada tema. Kemudian merumuskan
Page 2
berdasarkan angle (sudut pandang). Keutamaan ini mirip penulis yang hendak memilih mutiara dalam lumpur, nutgraph (kalimat pokok pikiran dalam paragraf), pemilihan kata (bahasa gaul, dialek betawi atau bahasa asing) dan tone (chaty, netral) yang pas. Selain itu, penulis perlu merepresentasikan informasi rasional, argumentasi masuk akal, transisi antarparagraf mengalir lancar (smooth), memperhitungkan jumlah lembaran akses, membaca bahasanya enak dengan memperhatikan in-house style atau gaya selingkung dari web www.kebudayaanindonesia.net. Dengan demikian, sejumlah tulisan yang berhasil diakses karena memiliki fakta menarik (compelling fact) dengan realita kemanusiaannya. Konkret melalui kata atau istilah tertentu. Melibatkan pembaca (engagement) melalui human interest dengan menyentuh kebudayaan Indonesia. Mengutip ucapan narasumber dan menghibur demi kenikmatan pembaca tanpa bermaksud mengajari dan menggurui. 3. Teras Berita Feature Rumah tinggal rancangan arsitektur jika tanpa teras dapat diibaratkan ketika seseorang bertamu ke rumah tetangga tanpa memberi salam takzim. Fungsi teras sebagai kesempatan tamu berorientasi pada keadaan sekitar rumah tidak tercipta. Padahal, tamu perlu mempersiapkan diri saat hendak menemui tuan rumah. Si tamu dapat melihat-lihat keadaan di sekeliling teras. Bersiap diri menemui tuan rumah jauh lebih tenang dan nyaman ketimbang si tamu langsung menyelonong masuk ke dapur membuat mi instan. Keadaan ini dapat membuat si tamu dianggap tidak memiliki etika sopan santun. Dalam feature, teras berita bermanfaat sebagai persiapan pembaca untuk mulai membaca tulisan lebih lanjut. Teras berita menjadi bagian penting dari tulisan menarik. Ditulis dengan kalimat pendek-pendek, mudah ditangkap karena singkat padat. Kalimat sederhana, tidak berbelit-belit. Secara teknis, teras berita ditulis dengan 25 kata, ini jauh lebih baik. Lazimnya sifat bahasa Indonesia dianggap efektif antara 30 dan 45 kata. Seiring perkembangan rumah vertikal di kota besar---seperti apartemen atau minimalis berlahan sempit ibarat penghuni gang kelinci yang bersesakan---demikian pula teras berita bisa “berbahaya”, jika tidak berhubungan dengan judul utama atau tema. (Tentang teras berita konon ditetapkan oleh kantor berita Antara, 1977 sebagai kata Inggris “lead“, sebutan lain “intro”.) Jadi, teras berita bila terlalu banyak pengalimatan akan menjadi kalimat panjang! Meski demikian, jika pengalimatan perlu panjang, tak apalah!
Page 3
Tamu yang mampir ke rumah menggunakan bahasa percakapan yang dimengerti bersama. Antara tamu dan tuan rumah terjadi kesamaan makna. Demikian pula bahasa teras berita. Rumah kebudayaan Indonesia mudah dipahami ketika bahasa teras berita itu jernih; mudah ditangkap; clarity, lugas; tidak berbelit, hemat kata, memberi perhatian pada bentukan kata dan pilihan kata (gaul atau tidak gaul), serta nada (tone; chatty; netralitas) sesuai dengan kepentingan pembaca. Jadi, penulis teras berita tak perlu berandai-andai memakai kata dan istilah muluk-muluk dan indah-indah. Kata dan istilah sehari-hari saja mampu memberi kesan mendalam. Kata dan istilah menjadi mudah dicari oleh pengakses melalui mesin pencari Internet. Meskipun tidak semua kalimat harus pendek, ritme bahasa juga perlu mendapat perhatian khusus! 4. Tema Utama Feature Kedatangan siaran pers (press release) sering mendadak tiba di meja redaksi. Petugas hubungan masyarakat juga kerap tergesa-gesa ketika mempersiapkan siaran pers. Padahal, tema acara atau materi pertemuan cukup jelas mengemukakan “product review” yang siap diluncurkan. Ketergesa-gesaan mempersiapkan siaran pers berdampak pada isi yang kurang lengkap. Unsur promosi perusahaan jadi lebih banyak mengemuka sebagai bahan berita. Daya tarik siaran pers menurun. Jika keadaannya demikian, penulis feature perlu menelaah lebih lanjut. Konsep siaran pers ditinjau lagi: acaranya apa, siapa, di mana, kenapa dan bagaimana? Yang terpenting dalam siaran pers, apakah si pemilik data (produsen, perusahaan atau lembaga) memiliki argumentasi akurat? Jika ditelaah lebih jauh, apakah penyampaian isi pernyataan disusun secara rasional? Argumentasi masuk akal. Transisi antarparagraf mengalir lancar. Keakuratan siaran pers juga menjadi cermin bagi penulis feature. Akurasi data dan fakta memerlukan kecermatan, ketelitian dan ketepatan. Rumah kebudayaan Indonesia yang kokoh, misalnya tahan gempuran terhadap budaya Barat manakala keakuratan menjadi landasan bagi penulis feature. Akurasi penulisan feature dapat menyertai kekokohan bangunan tulisan dengan memeriksa nama (names make news), institusi, ejaan, kutipan, pengertian dan data. Periksa konseptual penulisannya! Kelogisan kalimat juga menjadi petunjuk kalimat logis yang tidak salah nalar. Ketidaktepatan penulis akan mengikuti tata cara pikirannya. Kalimat logis adalah kalimat bermakna yang dapat diterima akal sehat. Untuk itu, gunakan data dan fakta akurat sehingga pesan yang disampaikan bernalar. Jika tidak demikian akan lahir kalimat tidak logis alias salah nalar.
Page 4
Kejernihan memaknai perkataan atau pengalimatan dengan jelas. Pengakses akan mengerti kalimat sulit yang ditulis oleh penulis dengan tidak berbelit-belit.Karena itu, penulis perlu memperbaiki kalimat yang menyulitkan pembaca untuk menangkap pesan. Hindari subjek kalimat aktif pada kata depan. Hindari terlalu banyak informasi dan terlalu panjang sehingga tidak ada subjek. Kelugasan dalam feature artinya pengisahan kalimat mudah dicerna. Kalimat memudahkan pembaca menangkap pesan. Untuk itu, penulis perlu menjauhkan pengalimatan pasif berlebihan. Hal itu dapat terjadi jika penulis tidak yakin terhadap isi tulisan; penulis tidak terbuka atau menyembunyikan sesuatu; kemudian gaya penyampaian tulisan menjadi lamban. 5. Kebahasaan Feature Bahasa asing tidak diharamkan dalam feature. Yang terpenting, kata, frase atau kalimat mengikuti kaidah akurasi dalam penggunaan bahasa asing. Hemat kata juga perlu mendapat perhatian sejak awal. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat variasi kata untuk menghindari kata yang tidak diperlukan. Ragam hemat kata, misalnya dapat diawali oleh penulis dengan menghindari pemakaian “sejak dari”, “seperti misalnya”, “demi untuk”, “pun juga”, “adalah merupakan”, “agar supaya”, “hanya saja”, “banyak tokoh-tokoh”, “kelompok-kelompok kebudayaan”. Itu kata lewah atau mubazir. Ada sejumlah cara untuk mendeteksi sejak dini kebahasaan. Namun, ada yang terpenting bagi penulis untuk mengembangkan diri melalui sistem pendeteksi diri, seperti membenahi naskah mengenai ejaan, kalimat rancu, pilihan kata salah. Sistem deteksi diri dapat juga dimulai dengan menghindari pemeriksaan arti kata dan istilah. Selain itu, penulis dapat menghindari interupsi dengan membuka kamus, Internet, dan membuka in-style book kebudayaan Indonesia, ketika menulis feature. Interupsi pada saat menulis dapat mengganggu kreativitas diri. Jika feature siap dipublikasikan, luangkan waktu sejenak untuk memeriksa kembali draf kata per kata. Periksa lagi kata atau kalimat yang menimbulkan kesangsian makna. Periksa draf ketiga kali untuk menemukan kata, kalimat atau paragraf yang terlewatkan pada pemeriksaan draf pertama. Diamkan draf semalaman, selagi memungkinkan. Kalau waktu memadai, sebelum memublikasikan tulisan, penulis dapat memeriksa ulang draf dengan kesegaran pikiran untuk menemukan kesalahan baru. Deskripsikan detail bahasa. Catat kesalahan eja kata-kata atau kesalahan pakai kata ke dalam cloud computing atau notes sebagai referensi tercepat. Gunakan sinonim kata ketika waktu terbatas dan tidak sempat memeriksa ketepatan kata. Bahasa online merupakan
Page 5
bahasa untuk berkomunikasi di dunia maya, dunia virtual yang berada dalam kebudayaan (subculture) yang berbeda. Ada cara bijak untuk membuat feature lebih terasa lapang, lega dan nyaman sehingga pengakses asyik menikmati tulisan. Sebut saja sebagai “seni menyingkirkan”. Upaya ini sebagai langkah mudah menuliskan kalimat dan paragraf berdasarkan bahan terkumpul. Kesulitan baru muncul manakala penulis memilih dan membuang kalimat serta paragraf menurut bahan yang terkumpul. Karena itu, singkirkan saja tulisan yang tidak berkaitan dengan pokok pembahasan. Langkah terakhir feature dengan mencermati ragam paragraf, seperti posisi (pembuka, isi, penutup), pola pernalaran (deduktif, induktif, gabungan), dan corak (deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi). Suatu paragraf baik jika memiliki gagasan pokok hanya satu, kalimatnya terjalin dengan padu secara logis dan gramatis, sudut pandang terjaga, dan gagasan diuraikan secara tuntas. Paragraf pembuka memuat ketentuan bahwa setiap ganti alur pikiran, buatlah paragraf baru. Isi paragraf sesuai dengan kalimat topik. Kalimat topik atau pokok pikiran utama pada paragraf pembuka (permulaan) dapat memudahkan pembaca. Paragraf isi menjadi ringan ketika feature sesuai dengan jatah halaman. Konsisten dengan pokok pikiran (tema). Namun, menjadi berat ketika feature tidak masuk akal, tidak akurat, terlalu panjang, bertele-tele (out of topic), apalagi ada masalah unsur suku, agama, ras dan antargolongan atau SARA dalam kebudayaan Indonesia. Tidak mengherankan jika majalah TIME menulis ulang (rewrite) semua artikel demi menjaga kekhasan nada (in-house style; langgam; gaya selingkung). Paragraf penutup akan mengesan sebagai pesan terakhir paling diingat oleh pengakses. Karena itu, penulis feature dapat menyampaikan pesan pada akhir kisah atau cerita dengan menyesuaikan tulisan sesuai kebutuhan pembaca; menyentuh hati pembaca dengan kepedulian; menyentuh atau membangun keterlibatan pembaca (engagement4). Dengan demikian, kreativitas feature memerlukan pertanyaan terus-menerus, mencari hal yang tidak lumrah atau aneh dalam kehidupan sehari-hari, energetik dan jujur. Membaca feature mirip membaca novel. Untuk itu, diperlukan sejumlah kebiasaan yang perlu dibina, seperti mempunyai catatan harian, membaca aktif, menjelajahi Internet kebudayaan Indonesia, memelihara jejaring kerja, memeriksa iklan atau promosi budaya Nusantara, mengumpulkan rekan sejawat (grup blackberry messenger, whatsapp, path, instagram, google+, linkedIn, facebook, twitter). Siapa yang dapat
Page 6
memperkirakan kalau breaking news sekarang bukan bersumber dari televisi, melainkan berawal dari Twitter, toh apa pun pertama kali ada dari media sosial. 6. Pengalaman Menulis Feature Ketika menyebut feature, saya membayangkan, bagaimana memeriksa cerita anak dari Nusantara plus bahasa yang pantas? Peristiwa ini terjadi pada 2008, saat saya diminta membuat cerita anak dari penelitian cerita rakyat Nusantara. Saya diminta menyusun feature anak dari Nusantara. Bahan cerita berasal dari penelitian tesis. Tentang penelitian itu, saya harus mengubah bahasa laporan menjadi bahasa kisahan yang layak dibaca oleh murid sekolah dasar di Tanah Air. Kemudian saya mulai mengukur beberapa kosakata murid kelas 6 yang membaca kisah atau cerita rakyat Nusantara. Kosakata yang dipakai oleh murid kelas 4, 5, dan 6 tidak banyak. Saya mengukur tatkala saya kelas 6 SD, kosakata yang saya miliki minim. Kata “tulang punggung” bermakna “orang tua” sebagai pendukung untuk bersekolah, belum saya pahami. Dalam bahasa kiasan “tulang punggung” bermakna seseorang atau sesuatu yang menjadi pokok kekuatan yang membantu. (KBBI, 2008) Hal itu menunjukkan bahwa perbendaharaan kata murid kelas 6 berkisar pada kata konkret, belum mengenal kata abstrak. Untuk mendapatkan cerita dengan bahasa yang layak baca bagi murid kelas 6, saya membaca laporan secara keseluruhan terlebih dahulu. Hal itu saya lakukan bukan hanya ilustrasi cerita seluruhnya dapat saya tangkap, melainkan juga pengisahannya membuat saya berhasil menulis cerita. Untuk menyusun feature anak, perlu saya pelajari kosa kata yang berlaku dari kurikulum SD terbitan Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Kalimat dan kosa kata tertentu juga saya dapatkan yang tidak berhubungan langsung dengan hasil penelitian. Saya membangun sendiri kalimatkalimat baru yang inti atau ide pokok atau tema tidak bergeser dari penelitian. Berdasarkan bacaan bebas pada awal cerita, saya berhasil membuat kalimat-kalimat lain yang tidak sama dengan kalimat pada cerita asli. Judul cerita juga saya ubah. Alinea pun saya ubah dengan bebas untuk mendapatkan efek keindahan dalam cerita. Ketika mengubah judul, saya berpegangan pada asas manfaat. Judul yang mempromosikan diri atau mengiklankan diri, meringkas tulisan, dan mempercantik penampilan wajah tulisan menjadi titik tolak pengubahan. Untuk mempercantik penampilan, misalnya saya mewujudkan dengan memilih jenis huruf, jumlah kata, dan struktur. Itulah pengalaman saya membuat naskah berdasarkan penelitian untuk memopulerkan feature anak. Dengan demikian, uraian itu memperlihatkan bahwa upaya saya bermaksud agar sebuah cerita dapat diubah sedemikian rupa. Tujuannya
Page 7
cerita rakyat Nusantara mudah dipahami dan enak dibaca. Jadi, dua masalah itu yang menjadi persoalannya. Upaya untuk membentuk bahasa mudah dipahami memiliki beberapa syarat, seperti pemakaian kata-kata konkret, kekhususan kata, kependekan kalimat, dan kehematan. Kata-kata konkret lawannya kata abstrak. Kata konkret memudahkan pembaca untuk mengidentifikasi sesuatu. Kalimat-kalimat pendek juga membantu untuk mewujudkan kepopuleran sebuah feature anak. Agar enak membaca isi feature anak diperlukan bahasa yang teratur, lancar, dan hubungan kalimat terasa lebih hidup. Keteraturan berbahasa dapat dilihat dari keruntutan feature anak yang disajikan secara terpadu.Selain itu, kelancaran bacaan ditandai dengan kelincahan bahasa yang cepat beralih, dan hubungan kalimat lebih terasa baik. Agar feature anak menarik bagi pembaca, artinya menarik minat untuk membaca, maka tulisan kreatif, selain dapat dinikmati karena enak dibaca dan mudah dipahami juga disusun dengan bahasa yang benar tata bahasanya, sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar. Ia juga harus baik, meski tidak perlu indah seperti bahasa yang dipergunakan oleh sastrawan yang mengarang karya sastra. Kalimatnya disederhanakan agar tidak melelahkan pembaca sehingga menjadi lebih singkat. Jadi, agar tulisan menarik dan kreatif harus enak dibaca karena teratur dan lancar bahasanya. Dalam perbaikan naskah, bahasa dan substansi naskah diteliti kembali dengan seksama. Apakah tidak ada kata yang sama, yang sering dipakai? Apakah kata yang sama dapat ditukar dengan kata lain agar kalimat yang membentuk alinea terasa bervariasi? Apakah kata memiliki “daya hidup” yang menggambarkan suatu aksi? Apakah ada kata yang terlalu umum, padahal yang ingin dinyatakan merupakan hal yang istimewa? Jadi, kalimat pada feature anak tidak bersifat bombastis, seperti kata “setinggi gunung” atau “tersohor di seluruh dunia”. Kata-kata itu tidak dipercaya oleh anak, kecuali ragam sastra. 7. Penutup Para admin dan satuan-satuan kerja di kementerian kebudayaan, tentu kini tahu menyajikan feature secara menarik dan kreatif. Rancangannya memudahkan pengembangan, perubahan dan penyajian feature yang dapat dinikmati terus-menerus. Sifat feature tidak mudah kedaluwarsa. Namun, penulis yang fasih atau mahir menyajikan feature memerlukan “jam terbang”. Semakin banyak “jam terbang” yang
Page 8
dimiliki, semakin mahir atau fasih pula penulis menyajikan feature berdaya tarik tinggi. Hal ini bukan hanya logis dan alamiah, melainkan juga istimewa dan unik. Jadi, bukan hal yang aneh jika pembaca aktif mengakses www.kebudayaanindonesia.net.***
BSD City, Tangerang Selatan, 23 November 2014
-------------------1
Makalah ini untuk workshop pengelolaan website kebudayaan di Novotel Hotel, 27 November 2014. Editor, tutor, dosen, kepala bidang bisnis dan seminar Forum Bahasa Media Massa. 3 Feature Writing for Newspaper oleh Daniel R. Williamson. 1979. Jakarta: Biro Pendidikan Majalah Berita Mingguan Tempo. 4 25 Tahun LPDS, Berbakti untuk Jurnalisme dan Publik. Atmakusumah (Peny.). 2013. Jakarta: Lembaga Pers Dr. Soetomo 2
Page 9