perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI
Penulisan Hukum
Penulisan Hukum (SKRIPSI)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh RAHMANI EKA PUTRI NIM. E 0009277
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2013
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI
Oleh RAHMANI EKA PUTRI NIM. E 0009277
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 30 November 2012 Dosen Pembimbing
Pius Triwahyudi, S.H., M.Si NIP. 19560212 1985031004 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI
Oleh RAHMANI EKA PUTRI NIM. E 0009277
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada: Hari
: Kamis
Tanggal
: 21 Maret 2013
DEWAN PENGUJI 1.
Dr. I. Gusti Ayu Ketut R. H., SH., MM Ketua
:......................................
2.
Waluyo., SH., M.Si Sekretaris
:......................................
3.
Pius Triwahyudi., SH., M.Si Anggota
:......................................
MENGETAHUI Dekan,
Prof.Dr.Hartiwiningsih, commit to userSH.,M.Hum NIP. 195702031985032001 iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Jadilah seorang pemimpi karena bila kamu mempunyai mimpi kamu akan melakukan sesuatu hal agar mimpimu terwujud dan ketika mimpimu itu terwujud kamu akan menjadi seorang pemenang Percayalah bahwa hidup patut dijalani dan mimpi serta keyakinan akan mewujudkannya
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini Penulis persembahkan kepada : 1. Allah SWT 2. Ayahku Rahmat Hadi Santoso dan Ibuku Rini Hastuti 3. Adikku Rizki Amalia Putri 4. Onny Inggit Parsetyo 5. Teman-temanku semua
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Rahmani Eka Putri
NIM
: E 0009277
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: KAJIAN
YURIDIS
LINGKUNGAN PENGENDALIAN
TENTANG
SEBAGAI
MEKANISME
SARANA
DAMPAK
PEMBERIAN
PERLINDUNGAN
LINGKUNGAN
DALAM
IZIN DAN
KEGIATAN
USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Rahmani Eka Putri, E 0009277. 2012. KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM KEGIATAN USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui landasan yuridis dan mekanisme pemberian izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dalam kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif, untuk menelaah mekanisme pemberian izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dalam kegiatan usaha yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara. Wawancara yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian dengan narasumber atau responden. Dalam penelitian ini antara lain pegawai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali yang memahami perizinan lingkungan di Kabupaten Boyolali. Analisa bahan hukum dengan metode silogisme dan intrepretasi dengan logika deduktif. Dalam analisis deduksi ini, premis mayornya adalah Peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan premis minornya yaitu Mekanisme izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian lingkungan sering menghambat kecepatan proses pertumbuhan usaha dan peningkatan pertumbuhan usaha akibat penerapan visi Kabupaten Boyolali yang Pro Investasi. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa landasan yuridis izin lingkungan baru sebatas Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, sedangkan peraturan mengenai tatacara pelaksanaan izin lingkungan belum ada, sehingga perlu segera disusun. Mekanisme izin lingkungan sebagai persyaratan perizinan efektif membuat pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan mengikuti proses dan menempatkan izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian lingkungan hidup pada tahap awal rencana kegiatan. Sedangkan pada tahap pelaksanaannya, faktor ketaatan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan terhadap pedoman dalam Amdal dan UKL-UPL, selanjutnya peraturan lainnya, faktor pengawasan, pemantauan dari pihak eksternal, terutama pemerintah dan masyarakat. Kata kunci: Izin Lingkungan, Lingkungan Hidup, Undang-Undang, dan Peraturan.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Rahmani Eka Putri, E 0009277. 2012. A JURIDICAL STUDY ON THE ENVIRONMENTAL APPROVAL ISSUANCE MECHANISM AS THE MEANS OF PROTECTING AND CONTROLING ENVIRONMENTAL IMPACT IN BUSINESS ACTIVITY IN LIVING ENVIRONMENT AGENCY OF BOYOLALI REGENCY. Faculty of Law of Sebelas Maret University. This research aims to find out the juridical foundation and the mechanism of environmental approval issuance as the means of protecting and controlling environmental impact in business activity in Living Environment Agency of Boyolali Regency. This study was a normative law research that was prescriptive in nature to study the environmental approval issuance mechanism as the means of protecting and controlling environmental impact in business activity included in the legislation. The type and the source of data used included primary and secondary. Techniques of collecting law materials used were document study or library study and interview. The interview was conducted by clarifying the informant or respondent. In this research the informant included the employees of Boyolali Regency’s Living Environment Agency. The analysis on law material was done using syllogism and interpretation method with deductive logic. In this deductive analysis, the major premise was Legislation. Meanwhile the minor premise was the mechanism of environmental approval as a means of protecting and controlling environment frequently hindered the business growth business speed and the improvement of business growth due to the application of Boyolali Regency’s pro-investment vision. Considering the result and discussion in this research, it could be concluded that the juridical foundation of new environment approval was limited only to the Law and Government Regulation, while there was no regulation concerning the implementation of environment approval, so that it should be developed immediately. The environment approval mechanism as the licensing requirement effectively made the business and/or activity initiator potentially resulting in negative impact to the environment attending the process and putting the environment approval as the means of protecting and controlling living environment as the early stage of activity plan. Meanwhile, in practice stage, the factor of the business and/or activity initiator’s compliance with the guidelines in the Amdal and UKL-UPL, then other regulations, surveillance factor, monitoring from the external party, particularly government and society. Keywords: Environment Approval, Living Environment, Law, and Regulation
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul “KAJIAN YURIDIS TENTANG MEKANISME PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN SEBAGAI SARANA PERLINDUNGAN DAN PENGENDALIAN
DAMPAK
LINGKUNGAN
DALAM
KEGIATAN
USAHA DI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI”. Dalam penyusunan penulisan hukum (Skripsi) ini, penulis menyadari bahwa untuk terselesaikannya penulisan hukum (Skripsi) ini, banyak pihak-pihak yang telah memberikan bantuan yang berupa bimbingan, saran-saran, nasehatnasehat, fasilitas, serta dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut: 1.
Ibu Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
2.
Bapak Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si., selaku pembimbing penulisan hukum yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya dengan sabar untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya penulisan hukum ini.
3.
Bapak Mulyanto, S.H., M.Hum., selaku pembimbing akademik selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakartayang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan hukum ini.
5.
Bapak dan Ibu staff karyawan kampus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
Ayahku Rahmat Hadi Santoso dan Ibuku Rini Hastuti yang tidak hentihentinya mendorong dan mendo’akan ku, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan penulis dapat mengejar cita-cita demi masa depan.
7.
Adikku Rizki Amalia Putri yang selalu mendo’akan dan mendukungku.
8.
Onny Inggit Prasetyo yang selalu setia menemaniku, memberi semangat dan dukungan dalam segala hal.
9.
Keluarga besarku yang senantiasa mendo’akan dan mendukungku.
10. Sahabatku Peti Tunjungsari, Vina Arkedina, Valentina Putri, Arsyad Irvana, Umar Hasan, Dewa Putu, Dedy Handoko, Ros Angesti, Fajar Bayu Setyawan, Arya Tri dan semua teman-teman yang telah memberi semangat dan dukungan. 11. Teman-teman senasib seperjuangan dalam mengerjakan penulisan hukum dengan segala informasi dan kesetiaannya dalam mendukung dan membantu. 12. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum (Skripsi) ini banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Untuk itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran membangun sebagai perbaikan serta kesempurnaan penulisan hukum (Skripsi) ini. Akhirnya penulis berharap agar penulisan hukum (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 30 November 2012
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................................
iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .....................................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................................
v
ABSTRAK .................................................................................................................
vi
ABSTRACT ............................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii DAFTAR ISI ..............................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv BAB I
: PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................................
6
E. Metode Penelitian ............................................................................................
6
F. Sistematika Penelitian ..................................................................................... 12 BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 14
A. Kerangka Teori ................................................................................................ 14 1. Tinjauan Umum tentang Birokrasi ............................................... 14 a.
Pengertian Birokrasi .............................................................. 14
b.
Fungsi dan Peran Birokrasi ................................................... 14
c.
Tujuan Birokrasi .................................................................... 14
d.
Tipologi Birokrasi ................................................................. 15
e.
Karakteristik Birokrasi Weber ............................................... 16
f.
Patologi (Penyakit) Birokrasi Pemerintah ............................. 16 commit to user Penampilan Birokrasi Pemerintah Indonesia ........................ 17
g.
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
h.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Boyolali ......................... 18
i.
Konsep Investasi ................................................................... 19
2. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Hidup ................................ 19 a.
Pengertian Lingkungan Hidup .............................................. 19
b.
Pengertian Baku Mutu Lingkungan Hidup ........................... 22
3. Tinjauan Umum tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ........................................................................ 23 a.
Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ..................................................................................... 23
b.
Peran para Pihak dalam Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ............................................ 28
c.
Asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ...... 31
d.
Tujuan dan Ruang Lingkup Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ................................................................. 34
4. Tinjauan Umum tentang Izin Lingkungan .................................. 35 a.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan .............................. 37
b.
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan ............................................................................ 38
c.
Pengertian Usaha ................................................................... 39
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 40
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 43 A. Landasan Yuridis dalam Pemberian Izin Lingkungan Sebagai Sarana Perlindungan dan Pengendalian Dampak Lingkungan dalam Kegiatan Usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali .... 43 1. Amdal ............................................................................................. 47 2. Mekanisme Pemeriksaan UKL-UPL .............................................. 56 B. Mekanisme Izin Lingkungan Mampu Mengendalikan Dampak Lingkungan Dalam Kegiatan Usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali ............................................................................. 62 to user 1. Mekanisme Izin commit Lingkungan ........................................................... 63
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Materi Izin Lingkungan ................................................................... 65 3. Jenis-jenis Izin bidang Lingkungan ................................................. 68 4. Kendala di Kabupaten Boyolali ....................................................... 70 BAB III : PENUTUP ............................................................................................... 75 A. Simpulan ............................................................................................. 75 B. Saran ..................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Halaman Ketentuan Baku Mutu Lingkungan ...................................................... 67
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Jenis Dokumen Lingkungan ................................................................ 45
2.
Tahapan Proses Izin Lingkungan ......................................................... 46
3.
Diagram Alir Penyusunan Amdal ........................................................ 49
4.
Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Amdal ..................................... 51
5.
Skema Penilaian Amdal ....................................................................... 52
6.
Mekanisme Pemeriksaan UKL-UPL ................................................... 57
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Kantor Kesbangpol
2.
Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Badan Lingkungan Hidup (BLH)
3.
Surat Rekomendasi Pemberian Izin Penelitian dari Kantor Kesbangpol
4.
Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
5.
Bagan Struktur Organisasi Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten
Boyolali 6.
Susunan Organisasi dan Penjabaran Tugas Pokok Fungsi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali
7.
Perusahaan di Kabupaten Boyolali yang Memiliki Izin Pembuangan Air Limbah
8.
Daftar Usaha atau Kegiatan yang memiliki Izin TPS LB3
9.
Daftar Kasus Pencemaran dari Tahun 2010 – 2012
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lagi. Hakikat pembangunan adalah bagaimana agar kehidupan hari depan lebih baik dari hari ini. Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa pembangunan akan selalu bersentuhan dengan lingkungan (Supriadi, 2010:38). Baik pada tingkat internasional dan nasional, tema yang dominan mengenai gerakan perlindungan lingkungan merupakan suatu prestasi pembangunan yang berkelanjutan (Daniel M.P., 2007:28). Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) telah dilaksanakan bangsa Indonesia beberapa dekade terakhir sebagai upaya sadar dan terencana untuk memadukan 3 aspek ke dalam strategi pembangunan, yaitu aspek lingkungan hidup, aspek sosial, dan aspek ekonomi. Konsep ini disusun berdasar kenyataan bahwa kecenderungan pelaksanaan
pembangunan
yang
lebih
menitikberatkan
pada
aspek
perekonomian daripada aspek sosial, apalagi aspek lingkungan hidup. Dampak pembangunan yang menitikberatkan aspek ekonomi yang menimbulkan ketimpangan sosial dan permasalahan lingkungan hidup, seperti eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, pengabaian kesejahteraan masyarakat sekitar kegiatan pembangunan, pengabaian rasa keadilan, pencemaran sungai, pencemaran (polusi) udara, kerusakan lahan, dan lain-lain yang mengancam kenyamanan, keselamatan, dan kelangsungan hidup manusia. Kondisi ini secara perlahan menyadarkan manusia, bahwa ternyata aspek sosial dan aspek lingkungan hidup merupakan satu kesatuan dengan aspek ekonomi yang selalu dikejar pembangunan. Aspek sosial dan aspek lingkungan hidup selalu bergerak bersama perkembangan ekonomi. Penerapan konsep pembangunan ini telah dituangkan dalam undangundang yang telah beberapa kali mengalami pergantian, mulai Undanguser Undang Nomor 4 Tahuncommit 1982 totentang Ketentuan-ketentuan Pokok
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Implementasi dari konsep tersebut yang selanjutnya dituangkan dalam peraturan perundang-undangan turunannya, menempatkan aspek lingkungan hidup
menjadi
salah
satu
pertimbangan
pembangunan
mulai
dari
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya. Implementasi ketentuan ini pada awal rencana adanya usaha dan/atau kegiatan adalah bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang diperkirakan menimbulkan dampak terhadap lingkungan harus memiliki dokumen yang berisi rencana atau upaya penanganan dampak usaha dan/atau kegiatan pembangunan terhadap lingkungan hidup. Tujuan perencanaan mekanisme exploitasi lingkungan adalah menciptakan dokumen yang sistematis mengenai suatu ranah dan daerah lingkungan, pembangunan dari tujuan-tujuan tertentu, dan tentunya bertujuan mewujudkan harmonisasi kegiatan yang berdampak pada lingkungan (Ivo Pilving, 2010:2). Jadi sebelum usaha dan/atau kegiatan beroperasi harus mempunyai dokumen lingkungan. Bentuk keharusan ini diwujudkan dengan mewajibkan adanya dokumen lingkungan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Tanpa dokumen lingkungan, sebuah usaha dan/atau kegiatan tidak diperbolehkan beroperasi dan pihak yang berwenang tidak dapat mengeluarkan izin operasi. Dokumen lingkungan tersebut dapat berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). Bentuk legitimasi dokumen tersebut berupa keputusan kelayakan lingkungan bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal setelah melalui mekanisme penilaian Amdal dan rekomendasi UKL-UPL bagi usaha dan/atau kegiatan wajib UKLUPL setelah melalui mekanisme pemeriksaan UKL-UPL. Hingga tahun 2009, integrasi aspek lingkungan dalam perizinan hanya to user sebatas keputusan kelayakancommit lingkungan dan rekomendasi UKL-UPL yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
digunakan sebagai salah satu syarat perizinan lain seperti izin gangguan, izin pertambangan, izin mendirikan bangunan, dan lain-lain. Pada tahun 2009, ditetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan adanya istilah
“Izin
Lingkungan” yang didefinisikan sebagai izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKLUPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Amdal atau UKLUPL merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Selama ini Pemerintah Kabupaten Boyolali sudah mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dalam setiap rencana usaha dan/atau kegiatan. Pengintegrasian tersebut dalam bentuk penerapan perizinan yang menyaratkan adanya keputusan kelayakan lingkungan bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal, rekomendasi UKL-UPL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL, dan SPPL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib UKL-UPL. Jadi, instansi pemberi izin usaha dan/atau kegiatan tidak dapat mengeluarkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa ada keputusan kelayakan lingkungan, rekomendasi UKL-UPL, atau SPPL. Adanya mekanisme tersebut, menyebabkan setiap pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan harus melaluinya dan memahami permasalahan lingkungan yang mungkin timbul serta bersedia melakukan upaya pengendalian dampak usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan. Namun disisi lain, mekanisme tersebut sering menjadi penghambat percepatan proses perizinan usaha. Visi Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Boyolali 2010-2015 adalah “Kabupaten Boyolali Yang Lebih Sejahtera, Berdaya Saing dan Pro Investasi”. Visi ini antara lain mengadung pengertian Pro Investasi. Konsep Pro Investasi adalah konsep untuk mempermudah segala layanan dan commit to user perijinan investasi serta dalam rangka pengembangan sistem “one stop
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
service” dan membuka pusat informasi investasi atau “information centre”, serta didukung dengan peningkatan infrastruktur yang memadai. Diharapkan dengan penerapan konsep Pro Investasi secara terpadu dapat meningkatkan jumlah realisasi investasi di Kabupaten Boyolali dan meningkatkan penyediaan lapangan kerja seluas-luasnya. Semangat Pro Investasi ini mendorong terjadinya pertumbuhan investasi dalam bentuk usaha dan/atau kegiatan yang lebih banyak. Sebagaimana umumnya, semakin banyak usaha dan/atau kegiatan yang beroperasi, maka semakin besar pula potensi terjadi permasalahan lingkungan yang berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Kondisi ini akan mendorong peran Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali yang semakin penting dalam mengawal terlaksananya pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di wilayah Kabupaten
Boyolali.
Penerapan
prinsip
kehati-hatian
(precautionary
principle) dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan tantangan bagi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali dalam mewujudkan visi Kabupaten Boyolali yang Pro Investasi. Peran Badan Lingkungan Hidup utamanya bagaimana kebijakan
dan
pengintegrasian
aspek lingkungan
hidup dalam perencanaan usaha yang merupakan awal dari proses investasi yang aplikasinya adalah mekanisme Amdal atau UKL-UPL dan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun jika peran tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, maka akan muncul permasalahan, yaitu gangguan terhadap proses percepatan mewujudkan Kabupaten Boyolali yang Pro Investasi atau sebaliknya akan terjadi peningkatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dikemudian hari yang biasanya sulit diselesaikan. Berdasarkan
uraian
tersebut
di
atas,
penulis
tertarik
untuk
menganalisis secara mendalam, yang hasilnya dituangkan dalam bentuk penulisan hukum (skripsi) dengan judul: “KAJIAN YURIDIS TENTANG commit to user LINGKUNGAN SEBAGAI MEKANISME PEMBERIAN IZIN
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
SARANA
PERLINDUNGAN
LINGKUNGAN
DALAM
DAN
PENGENDALIAN
KEGIATAN
USAHA
DAMPAK
DI
BADAN
LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BOYOLALI”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dalam penelitian ini penulis merumuskan ke dalam dua pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi landasan yuridis dalam pemberian izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dalam kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali? 2. Apakah mekanisme izin lingkungan mampu mengendalikan dampak lingkungan dalam kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah hal-hal tertentu yang hendak dicapai dalam suatu penelitian. Tujuan penelitian akan memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Tujuan obyektif a. Untuk mengetahui landasan yuridis dalam pemberian izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dalam kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali. b. Untuk mengetahui kemampuan mekanisme izin lingkungan dalam mengendalikan dampak lingkungan yang timbul pada kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali. 2. Tujuan subyektif a. Sebagai wahana bagi penulis untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan di bidang Hukum Admnistrasi Negara, khususnya mekanisme
izin
lingkungan sebagai commit to user pengendalian dampak lingkungan.
sarana
perlindungan
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil, oleh karena itu penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum (skripsi) ini akan bermanfaat bagi penulis maupun orang lain. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan hukum (skripsi) ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara khususnya berkaitan dengan izin lingkungan. b. Memperkaya referensi dan literatur dalam kepustakaan yang dapat digunakan sebagai bahan acuan penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Mengembangkan daya penalaran dan membentuk pola pikir dinamis penulis, sehingga dapat mengetahui kemampuan penulis atas ilmu yang telah diperoleh. b. Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
memberikan
jawaban
atas
permasalahan yang diteliti. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan tambahan dan pengetahuan terhadap pihak-pihak terkait dengan masalah yang sedang diteliti, juga kepada berbagai pihak yang berminat pada permasalahan yang sama.
E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna to user menjawab isu hukum yangcommit dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35). Berdasarkan hal tersebut maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian antara lain sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan menjadi penelitian doktrinal dan penelitian non doktrinal. Penelitian doktrinal atau normatif adalah suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam yang mengkaji kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh faktor tertentu. Sehingga jawaban yang diharapkan dalam penelitian hukum ini adalah right, appropriate, inappropriate, atau wrong (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35). Penggunaan jenis penelitian hukum normatif atau doktrinal menekankan pada teori hukum untuk memberikan penjelasan yang detail terhadap masalah yang dirumuskan oleh penulis. Dalam penelitian ini, penulis telah melakukan penelitian data primer di lapangan yaitu Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, ramburambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). Dilihat dari sifatnya, penelitian yang telah dilakukan menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif atau terapan. Sifat ilmu hukum sebagai ilmu terapan merupakan konsekuensi dari sifat preskriptifnya. Suatu penerapan yang salah akan berpengaruh terhadap sesuatu yang bersifat to user substansial (Peter Mahmudcommit Marzuki, 2005:24-25).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Dari penjelasan diatas maka dalam penelitian hukum ini penulis berusaha dan bertujuan untuk menelaah mekanisme pemberian izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dalam kegiatan usaha yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Kemudian dari telaah tersebut telah dilakukan analisa sehingga memperoleh jawaban atau perumusan masalah yang diajukan. 3. Pendekatan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan hukum. Dengan pendekatan hukum tersebut, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang terjadi untuk dicari kebenarannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), pendekatan kasus (Case Approach), pendekatan historis (Historical Approach),
pendekatan
komparatif
(Comparative
Approach),
dan
pendekatan konseptual (Conceptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan UndangUndang (statue approach) dan pendekatan koseptual (conceptual approach). Pendekatan Undang-Undang dilakukan dengan menelah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dalam metode pendekatan perundangundangan perlu memahami hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Pendekatan konsep untuk membahas penerapan izin lingkungan yang belum diterapkan karena belum memiliki Peraturan Bupati atau Peraturan Daerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian ini merupakan penelitian normatif atau penelitian doktrinal, maka bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah norma atau kaidah dasar dalam hukum Indonesia dan beberapa peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia sebagai berikut: 1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. 3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 5) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun 2009 tentang Panduan Penilaian Dokumen Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 6) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup. 7) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 8) Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008 commit to user Hidup. tentang Pengendalian Lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
9) Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Daerah
(RPJMD) Kabupaten Boyolali 2010-2015. 10) Peraturan Bupati Boyolali Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penyusunan
dan
Penilaian
Pemeriksaan
Dokumen
Kajian
Lingkungan Hidup. 11) Peraturan Bupati Boyolali Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Kabupaten Boyolali. 12) Peraturan Bupati Boyolali Nomor 17 Tahun 2011 tentang Izin Pembuangan Air Limbah di Kabupaten Boyolali. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Bahan hukum sekunder terdiri dari buku- buku teks yang ditulis para ahli hukum, pandangan ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum, ensiklopedia hukum, artikel, internet, wawancara dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini. Bahan hukum sekunder memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang memberikan petunjuk kearah mana penulis akan melangkah. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik
pengumpulan
bahan
hukum
dimaksudkan
untuk
memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum antara lain sebagai berikut: a. Studi dokumen atau bahan pustaka Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, buku-buku, peraturan perundang-undangan, majalah dan bahan pustaka lainnya berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
b. Wawancara Wawancara merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dengan
cara
mengadakan
komunikasi
secara
langsung
guna
memperoleh data, baik lisan maupun tertulis atas sejumlah keterangan dan data yang diperoleh kepada narasumber dan responden. Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan cara pengklarifikasian dengan narasumber atau responden. Narasumber atau responden dalam penelitian ini antara lain pegawai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali yang memahami perizinan lingkungan di Kabupaten Boyolali. 6. Teknik Analisa Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan logika deduktif. Logika deduktif atau sering kali disebut sebagai cara berpikir analitik mempunyai pengertian adalah cara berpikir yang bertolak dari pengertian bahwa sesuatu yang berlaku bagi keseluruhan peristiwa atau kelompok/jenis, berlaku juga bagi tiap-tiap unsur di dalam peristiwa kelompok/jenis tersebut. Dalam penggunaannya, logika deduktif ini memerlukan alat yang disebut silogisme, yaitu sebuah argumentasi yang terdiri dari 3 buah proposisi berupa pernyataan yang membenarkan atau menolak suatu gejala. Proposi-proposi tersebut disebut premis mayor, premis minor, dan konklusi. Premis mayor merupakan ketentuan umum, premis minor adalah fakta-fakta yang bersifat khusus dan konklusi adalah upaya untuk menarik kesimpulan hubungan antara premis mayor dan premis minor. Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2005:47). Di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah commitminornya to user adalah fakta hukum. aturan hukum sedangkan premis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Mengutip pendapat dari Von Savigny, interpretasi merupakan suatu rekonstruksi buah pikiran yang tidak terungkapkan di dalam UndangUndang. Untuk kajian akademis, seorang peneliti hukum juga dapat melakukan interpretasi. Bukan tidak mungkin hasil penelitian itu akan digunakan oleh praktisi hukum dalam praktek hukum. Dalam hal demikian, penelitian tersebut telah memberikan sumbangan bagi pengembangan
ilmu
dan
praktek
hukum.
Interpretasi
dibedakan
berdasarkan kehendak pembentuk Undang-Undang, interpretasi sistematis, interpretasi historis, interpretasi teleologis, interpretasi antisipatoris, dan interpretasi modern (Peter mahmud Marzuki, 2005:106-107). Adapun metode interpretasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi berdasarkan kehendak pembentuk Undang-Undang. Dalam analisis deduksi ini, premis mayornya adalah Peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan premis minornya yaitu Mekanisme izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian lingkungan sering menghambat kecepatan proses pertumbuhan usaha dan peningkatan pertumbuhan usaha akibat penerapan visi Kabupaten Boyolali yang Pro Investasi. Dalam hal ini sumber penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan Perundang-Undangan beserta dokumendokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti.
F. Sistematika Penelitian Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan memberikan gambaran mengenai sistematika penelitian hukum yang sesuai dengan aturan dalam penelitian hukum, maka penulis menjabarkannya dalam bentuk sistematika penelitian hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
menjabarkan tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun penulis menyusun sistematika penelitian hukum sebagai berikut: Bab I
: PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian 4. Manfaat Penelitian 5. Metode Penelitian Hukum 6. Sistematika Penelitian Hukum
Bab II
: TINJAUAN PUSTAKA 1. Kerangka Teori 2. Kerangka Pemikiran
Bab III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian 2. Pembahasan Bab IV
: PENUTUP 1. Simpulan 2. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Birokrasi Istilah birokrasi tentu tidak asing lagi di kalangan masyarakat terutama dalam penyediaan pelayanan publik atau bahkan birokrasi diidentifikasi dengan sesuatu yang lama, berbelit-belit, dan rigid (kaku). Hal tersebut karena birokrasi terikat oleh peraturan atau perundang-undangan yang berlaku. Meskipun begitu, birokrasi merupakan alat pemerintah untuk menyediakan pelayanan publik dan perencana, pelaksana, dan pengawas kebijakan. a. Pengertian Birokrasi Pengertian birokrasi (pemerintahan) adalah suatu organisasi pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, yang memiliki fungsi, peran, dan kewenangan dalam melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi, misi, tujuan, dan program yang telah ditetapkan (Taliziduhu Ndraha, 2003). b. Fungsi dan peran birokrasi meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) melaksanakan pelayanan publik; 2) pelaksana pembangunan yang profesional (merit system); 3) perencana,
pelaksanan,
dan
pengawas
kebijakan
(manajemen
pemerintahan); 4) alat pemerintah untuk melayani kepentingan (abdi) masyarakat dan negara yang netral dan bukan merupakan bagian dari kekuatan atau mesin politik (netralitas birokrasi). c. Tujuan Birokrasi 1) Sejalan dengan tujuan pemerintahan; 2) Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi commit to user pemerintah dan negara;
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
3) Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan professional; 4) Menjalankan mamajemen pemerintahan, mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi, represif, preventif, antisipatif, resolusi, dan lain-lain. d. Tipologi Birokrasi 1) Berdasarkan perspektif Otoriter a) Birokrasi Tradisional Sumber legitimasinya adalah waktu, artinya orang yang berkuasa adalah orang-orang yang lebih lama di dalam birokrasi tersebut. b) Birokrasi Kharismatik Sumber legitimasinya adalah kepribadian yang luar biasa bagi seorang pemimpin yang dilihat secara personal. c) Birokrasi Legal-Rasional Sumber legitimasinya adalah aturan-aturan yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. 2) Berdasarkan Perspektif Keterbukaan a) Birokrasi Terbuka Aksesibilitas masyarakat dapat masuk dengan luas, masyarakat dapat ikut serta dalam proses pembuatan kebijakan dan masyarakat juga dapat menyampaikan aspirasinya ke birokrasi langsung. b) Birokrasi Tertutup Berdasarkan kepentingan dan peraturan yang berada dalam birokrasi tersebut, kebijakan yang diputuskan hanya dilakukan dalam birokrasi dan berjalan hanya berdasarkan aturan-aturan yang didalamnya. c) Birokrasi Campuran Birokrasi yang mendapatkan aspirasi dari masyarakat tapi tidak bisa masuk secara langsung ke dalam birokrasi untuk menentukan kebijakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
e. Karakteristik Birokrasi Weber Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya
manakala
ia
menjalankan
tugas-tugas
atau
bebas
menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya. 1) Jabatan-jabatan dan tingkatan hirarki disusun dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan. Ada yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil. 2) Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam dalam hirarki itu secara spesifik itu berbeda satu dengan yang lainnya. 3) Setiap jabatan mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas masing-masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan secara kontrak. 4) Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya melalui ujian kompetitif. 5) Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hirarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu. 6) Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan penilaian obyektif (merit system). 7) Setiap pejabat tidak dibenarkan menjalankan jabataannya dan sumberdaya instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarga. 8) Setiap pejabat berada dibawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin. f. Patologi (Penyakit) Birokrasi Pemerintahan 1) Budaya feodalistik; 2) Menunggu petunjuk/arahan; 3) Loyalitas pada atasan, bukan organisasi; commit to user 4) Belum berorientasi prestasi;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
5) Budaya melayani rendah; 6) Belum didukung teknologi menyeluruh; 7) Ekonomi biaya tinggi; 8) Jumlah pegawai relatif banyak, kurang bermutu/asal jadi. g. Penampilan Birokrasi Pemerintah Indonesia Tidak mudah mengindentifikasi penampilan birokrasi Indonesia. Namun perlu dikemukakan lagi, bahwa organisasi pada prinsipnya berintikan rasionalitas dengan kriteria-kriteria umum, seperti efektivitas, efisiensi, dan pelayanan yang sama kepada masyarakat. Ada beberapa aspek pada penampilan birokrasi di Indonesia,antara lain: 1) Sentralisasi yang cukup kuat Sentralisasi sebenarnya merupakan salah satu cirri umum yang melekat pada birokrasi yang rasional. Di Indonesia, kecenderungan sentralisasi yang sangat kuat merupakan salah satu aspek yang menonjol dalam penampilan birokrasi pemerintah. Hal ini disebabkan karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang dalam lingkungan yang kondusif terhadap hidup dan berkembangnya nilainilai sentralistik tersebut. 2) Menilai tinggi keseragaman dan struktur birokrasi Sama seperti sentralisasi, keseragaman dalam struktur juga merupakan salah satu cirri umum yang sering melekat pada setiap organisasi birokrasi. Di Indonesia, keseragaman atau kesamaan bentuk susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit birokrasi demikian menonjol dalam stuktur birokrasi pemerintah. 3) Pendelegasian wewenang yang kabur Dalam
birokrasi
Indonesia,
nampaknya
pendelegasian
wewenang masih menjadi masalah. Meskipun struktur birokrasi pada pemerintah Indonesia sudah hierarkis, dalam praktek perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanankan. Dalam kenyataannya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
tertinggi dalam birokrasi. Sementara hubungan antar jenjang dalam birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi. 4) Kesulitan menyusun uraian tugas dan analisis jabatan Meskipun perumusan uraian tugas dalam birokrasi merupakan kebutuhan yang sangat nyata, jarang sekali birokrasi kita memilikinya secara lengkap. Kalaupun ada sering tidak dijalankan secara konsisten. Di samping hambatan yang berkaitan dengan keterampilan teknis dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah adanya keengganan merumuskannya dengan tuntas. Kesulitan lain yang dihadapi birokrasi di Indonesia adalah kesulitan dalam merumuskan jabatan fungsional. Secara mendasar, jabatan fungsional akan berkembang dengan baik jika didukung oleh rumusan tugas yang jelas serta spesialisasi dalam tugas dan pekerjaan yang telah dirumuskan secara jelas pula. Selain itu, masih banyak lagi aspek-aspek lain yang menonjol
dalam
birokrasi
di
Indonesia,
diantaranya
adalah
perimbangan dalam pembagian penghasilan, yaitu selisih yang sangat besar antara penghasilan pegawai pada jenjang tertinggi dan terendah (http://birokrasidiindonesiairvan.blogspot.com/2010/11/birokrasi-diindonesia.html). h. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Boyolali Penerapan mekanisme izin lingkungan dengan prinsip kehatihatian sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dalam usaha dapat memperlambat dan mengganggu rencana percepatan pertumbuhan usaha dan investasi. Mekanisme izin lingkungan yang merupakan bagian dari sistem birokrasi yang pada beberapa tahun terakhir mengalami perubahan yang semula berfungsi sebagai provider menjadi enabler. Selain itu pemerintah dan pemerintah daerah juga berkomitmen membangun ketatakelolaan pemerintahan yang baik (good governance) yang antara lain ditandai dengan meningkatnya kualitas pelayanan publik. Dalam hal ini, para pengusaha merupakan masyarakat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
atau publik yang membutuhkan pelayanan dari pemerintah untuk berinvestasi atau berusaha di wilayah Kabupaten Boyolali. i. Konsep Investasi Konsep Pro Investasi adalah konsep untuk mempermudah segala layanan dan perijinan investasi serta dalam rangka pengembangan sistem “one stop service” dan membuka pusat informasi investasi atau “information centre”, serta didukung dengan peningkatan infrastruktur yang memadai. Diharapkan dengan penerapan konsep Pro Investasi secara terpadu dapat meningkatkan jumlah realisasi investasi di Kabupaten Boyolali dan meningkatan penyediaan lapangan kerja seluasluasnya. Capaian kinerja di bidang penanaman modal dalam 3 (tiga) tahun terakhir menunjukkan adanya kenaikan yang cukup signifikan yaitu tahun 2007 sebesar 0,75%, tahun 2008 sebesar 3,61% dan tahun 2009 sebesar 13,89%. Dalam rangka menciptakan iklim usaha dan iklim investasi yang kondusif, terdapat serangkaian langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain adalah membuat kebijakan peraturan daerah yang mendukung kemudahan investasi, mempermudah pengurusan atau perijinan usaha, mengurangi birokrasi dalam pengurusan perijinan usaha, pengurusan IMB, bahkan menggratiskan biaya perijinan investasi. 2. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Hidup a. Pengertian Lingkungan Hidup Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa, “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, committermasuk to user manusia dan perilakunya, yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. “Lingkungan hidup adalah semua benda, daya, dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia dan makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya” (N.H.T Siahaan, 2004:4). Pengertian dan definisi lingkungan hidup menurut para ahli antara lain
sebagai
berikut
(http://carapedia.com/pengertian_definisi_
lingkunganhidup menurut_para_ahli/info951.html): a) Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. b) S.J. Mcnaughton dan Larry L. Wolf Lingkungan hidup adalah semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengarui kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme. c) Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, S.H. Lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. d) Prof. Emil Salim Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. e) Sri Hayati Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
f)
Jonny Purba Lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai. Berdasarkan dari definisi tersebut nampak bahwa lingkungan
hidup merupakan satu-kesatuan dengan kehidupan manusia. Dalam ilmu ekologi komponen lingkungan hidup merupakan komponen ekosistem yang saling tergantung atau saling mempengaruhi (interdependence). Salah satu rusak maka akan terganggu proses ekologis yang akan mempengaruhi kondisi komponen lainnya. Kondisi ini disadari oleh manusia
setelah
banyak
permasalahan
lingkungan
hidup
yang
menimbulkan kerugian bagi manusia pada akhir-akhir ini. Dalam perspektif hukum
yang berlaku di
Indonesia, masalah-masalah
lingkungan hanya dikelempokkan ke dalam dua bentuk, yakni pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan (Takdir Rahmadi, 2011 :1). Dengan adanya hal seperti ini sehingga dapat ditegaskan bahwa lingkungan hidup merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. “Manusia dan lingkungan hidup memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Terlebih manusia mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dari ketersediaan sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber utama dan terpenting bagi pemenuhan kebutuhan” (N.H.T. Siahaan, 2004:2-3). Pentingnya lingkungan hidup bagi kehidupan manusia inilah yang membawa konsekuensi logis, bahwa manusia hidup berdampingan dengan lingkungan, dan banyaknya pencemaran terhadap lingkungan sebisa mungkin harus dikurangi dan bahkan dihindari demi kenyamaman hidup setiap makhluk hidup. Peran hukum lingkungan secara garis besar untuk mengendalikan perilaku manusia agar tidak melakukan tindakan yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan berkurangnya sumber daya alam (Moestadji, 1994). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
b. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Hidup Definisi mengenai baku mutu lingkungan hidup dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan bahwa, “Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup”. Baku mutu lingkungan hidup merupakan salah satu instrumen dalam pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan hidup yang dimaksud adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Dan adapun yang dimaksud dengan kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 pada Bab V Paragraf ke 3 (tiga) Pasal 20 mengenai Baku Mutu Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa dalam penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan hidup antara lain meliputi: 1) baku mutu air. 2) baku mutu air limbah. 3) baku mutu air laut. 4) baku mutu udara ambien. 5) baku mutu emisi. 6) baku mutu gangguan. 7) baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Disamping
itu
juga
menyebutkan
bahwa
setiap
orang
diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan: 1) memenuhi baku mutu lingkungan hidup. 2) mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Baku mutu lingkungan hidup diperlukan untuk menetapkan apakah sudah terjadi kerusakan lingkungan yang artinya apabila suatu lingkungan hidup keadaannya telah berada diatas batas ukuran atau kadar baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan oleh pemerintah, maka lingkungan hidup tersebut telah mengalami pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
3. Tinjauan Umum tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup a. Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagai suatu kesatuan ruang, maka lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara maupun wilayah administratif. Akan tetapi lingkungan hidup yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan harus jelas batas wilayah wewenang
perlindungan
dan
pengelolaannya.
Lingkungan
yang
dimaksud adalah lingkungan hidup Indonesia. Secara hukum Lingkungan Hidup Indonesia meliputi ruang tempat negara berdaulat serta yurisdiksinya. Dalam hal ini lingkungan hidup Indonesia tidak lain adalah wilayah yang menempati posisi silang antar dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberi kondisi alam dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya sebagai tempat rakyat dan bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam segala aspeknya.
Dengan
demikian wawasan commit to user
dalam
menyelenggarakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah wawasan Nusantara (Siswanto Sunarso, 2005:43). Pengertian perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Dalam
pasal
tersebut
mengandung
pengertian
bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diharapkan Indonesia memiliki cakupan luas yang meliputi berbagai upaya yang bersifat persuasif, preventif, kuratif, dan jika perlu bersifat represif. Lilin
Budiati
dalam
bukunya
Good
Governance
dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai berikut: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan usaha pencegahan, penaggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan hidup, yang mana telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan lainnya (Lilin Budiati, 2012:25). Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia pada umumnya mengandung dua aspek, yaitu formal dan informal. Secara formal tanggung jawab Pemerintah menjadi dominan dan sebagian besar bertumpu pada landasan hukum dan peraturan yang disiapkan untuk mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pada saat ini landasan hukum yang digunakan sebagai dasar dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di dalamnya dirumuskan mengenai commit to user Pengertian, Asas, Tujuan, Dan Ruang Lingkup, Perencanaan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Pemanfaatan,
Pengendalian,
Pemeliharaan,
Pengelolaan
Bahan
Berbahaya Dan Beracun Serta Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun, Sistem Informasi, Tugas Dan Wewenang Pemerintah Dan Pemerintah Daerah, Hak, Kewajiban, Dan Larangan, Peran Masyarakat, Pengawasan Dan
Sanksi
Administratif,
Penyelesaian
Sengketa
Lingkungan,
Penyidikan Dan Pembuktian, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ruang lingkup Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi: 1) Perencanaan Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan: a) Inventarisasi lingkungan hidup yang terdiri atas inventarisasi lingkungan hidup tingkat nasional; tingkat pulau atau kepulauan; dan tingkat wilayah ekoregion. Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi potensi dan ketersediaan; jenis yang dimanfaatkan; bentuk penguasaan; pengetahuan pengelolaan bentuk kerusakan; dan konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan. b) Penetapan
wilayah
ekoregion
yang
dilaksanakan
dengan
mempertimbangkan kesamaan; karakteristik bentang alam; daerah aliran sungai; iklim; flora dan fauna; sosial budaya; ekonom; kelembagaan masyarakat; dan hasil inventarisasi lingkungan hidup. c) Penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terdiri atas RPPLH nasional; RPPLH provinsi; dan RPPLH kabupaten/kota. Penyusunan RPPLH harus memperhatikan keragaman karakter dan fungsi ekologis; sebaran penduduk; sebaran potensi sumber daya alam; kearifan lokal; aspirasi commit toiklim. user RPPLH memuat rencana tentang masyarakat; dan perubahan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
pemanfaatan
dan/atau
pencadangan
sumber
daya
alam;
pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan Iklim. RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah. 2) Pemanfaatan Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. Dalam hal RPPLH belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup; keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat. 3) Pengendalian Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengendalian dampak lingkungan meliputi: a) Pencegahan Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: (1)
KLHS
(2)
tata ruang
(3)
baku mutu lingkungan hidup
(4)
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
(5)
amdal
(6)
UKL-UPL
(7)
perizinan
(8)
instrumen ekonomi lingkungan hidup
(9)
peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup commit to user hidup (10) anggaran berbasis lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
(11) analisis risiko lingkungan hidup (12) audit lingkungan hidup dan (13) instrumen
lain
sesuai
dengan
kebutuhan
dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan b) Penanggulangan Penanggulangan
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup dilakukan dengan: (1) pemberian
informasi
peringatan
pencemaran
dan/atau
kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; (2) pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; (3) penghentian
sumber
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup; (4) cara
lain
yang
sesuai
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi. c) Pemulihan Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan: (1) penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; (2) remediasi; (3) rehabilitasi; (4) restorasi; (5) cara
lain
yang
sesuai
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi. 4) Pemeliharaan Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam; pencadangan sumber daya alam; pelestarian fungsi atmosfer. Pelestarian fungsi atmosfer meliputi: a) Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; commit toozon; user b) Upaya perlindungan lapisan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
c) Upaya perlindungan terhadap hujan asam. 5) Pengawasan Pengawasan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati atau Walikota yang sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Gubernur atau Bupati atau Walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional. 6) Penegakan Penegakan lingkungan hidup dilakukan melalui penetapan sanksi administratif dan sanksi pidana. Dalam hal penyelesaian sengketa lingkungan hidup diselesaikan melalui pengadilan dan luar pengadilan. b. Peran para Pihak dalam Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada dasarnya pihak-pihak yang berkepentingan dan memiliki kewajiban dalam pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ialah pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha. 1) Pemerintah Pemerintah pusat merupakan pihak yang paling berperan dan pihak
yang
paling
bertanggung
jawab
dalam
pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah pusat bertanggung
jawab
untuk
merancang,
merumuskan
dan
mengimplementasikan kebijakan pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. Dalam hal ini telah pemerintah pusat menetapkan suatu kebijakan nasional tentang lingkungan hidup berupa aturan hukum nasional, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Disamping itu pemerintah pusat juga bertanggung jawab sebagai pengawas serta penegak hukum lingkungan. Disamping pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan. “Dengan
adanya
desentralisasi
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan hidup maka dalam pelaksanaannya akan lebih efisien karena merantai pengawasan dan pelaksanaan menjadi lebih pendek serta adanya rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi” (Dr. Lilin Budiati, 2012:8). Dalam lingkup pemerintahan daerah juga harus dibentuk suatu lembaga yang mengurusi lingkungan hidup, baik berupa kantor atau badan agar dalam koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat semakin mudah. 2) Masyarakat Dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Disamping itu masyarakat juga berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Anggota masyarakat, baik perorangan maupun kelompok dan lembaga swadaya masyarakat seperti organisasi lingkungan hidup atau korban pencemaran dan perusakan lingkungan hidup juga dapat melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup tersebut kepada kantor lingkungan hidup. Selain itu, sesuai Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. 3) Pelaku usaha Bagi setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan sesuai dengan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk: a) Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu. b) Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. c) Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Sesuai Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)”. Dokumen AMDAL merupakan dasar keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup yang ditetapan berdasarkan penilaian Komisi Penilai AMDAL, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Selain daripada itu, sesuai Pasal 34 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL wajib memiliki UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup)”. Sedangkan untuk setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL dan UPL wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Disamping itu untuk setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib to user memilik AMDAL ataucommit UKL dan UPL diwajibkan untuk memiliki izin
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
lingkungan sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Izin lingkungan tersebut diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan AMDAL atau UKL dan UPL. c. Asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan
dan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
dilaksanakan
berdasarkan asas: 1) Asas Tanggung jawab negara Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab negara” adalah: a) Negara
menjamin
pemanfaatan
sumber
daya
alam
akan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. b) Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. c) Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam
yang
menimbulkan
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup. 2) Asas Kelestarian dan keberlanjutan Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. 3) Asas Keserasian dan keseimbangan Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” commitlingkungan to user adalah bahwa pemanfaatan hidup harus memperhatikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem. 4) Asas Keterpaduan Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait. 5) Asas Manfaat Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya. 6) Asas Kehati-hatian Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan
merupakan
alasan
untuk
menunda
langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. 7) Asas Keadilan Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi maupun lintas gender. 8) Asas Ekoregion Yang dimaksud dengan “asas ekoregion” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
9) Asas Keanekaragaman hayati Yang dimaksud dengan “asas keanekaragaman hayati” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. 10) Asas Pencemar membayar Yang dimaksud dengan “asas pencemar membayar” adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. 11) Asas Partisipatif Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. 12) Asas Kearifan lokal Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. 13) Asas Tata kelola pemerintahan yang baik Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yang baik” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan. 14) Asas otonomi daerah commit to user Yang dimaksud dengan “asas otonomi daerah” adalah bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup
dengan
memperhatikan
kekhususan
dan
keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. d. Tujuan dan Ruang Lingkup Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan: a) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup b) Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia c) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem d) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup e) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup f) Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan g) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia h) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana i) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan j) Mengantisipasi isu lingkungan global Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 ruang lingkup Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi Perencanaan, Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan, Pengawasan dan Penegakan hukum yang secara rinci telah diuraikan pada angka 3 Tinjauan Umum tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini menunjukkan ruang lingkup perlindungan dan commit to user pengelolaan lingkungan hidup sangat luas.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
4. Tinjauan Umum tentang Izin Lingkungan Menurut Helmi ada beberapa pengertian izin, namun pengertian izin menurut peraturan, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu di Daerah, izin sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu (Helmi, 2012:79). Sedangkan Izin lingkungan menurut Pasal 1 Angka 35 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Izin bidang lingkungan hidup merupakan alat pemerintah yang bersifat yuridis preventif, dan digunakan sebagai instrumen administrasi untuk mengendalikan perilaku dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Helmi, 2011:134). Sebelum pemberlakukan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009, istilah izin lingkungan belum ada. Pengertian izin lingkungan lebih dekat pada perizinan lingkungan, yang menurut Helmi didefinisikan sebagai perizinan usaha di bidang lingkungan hidup, yaitu persetujuan yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup (Helmi, 2011: 136). Yang termasuk perizinan di bidang lingkungan hidup antara lain Amdal dan UKL-UPL, izin pembuangan air limbah dan izin pengumpulan sementara limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Perizinan merupakan bagian dari 13 instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang merupakan lingkup pengendalian (selain penanggulangan dan pemulihan).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menyebutkan bahwa: a. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKLUPL wajib memiliki izin lingkungan. b. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL. c. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. d. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Ketentuan diatas menegaskan pertama, setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. Kedua, Amdal atau UKL-UPL merupakan instrumen penting dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan yakni instrumen pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup. Ketiga, Amdal atau UKLUPL merupakan syarat wajib untuk penertiban izin suatu usaha dan/atau kegiatan di bidang lingkungan hidup. Sistem
perizinan
lingkungan
sebagai
instrumen
pencegahan
kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup hakikatnya merupakan pengendalian aktivitas pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu, pengaturan dan penyelenggaraan perizinan lingkungan harus didasarkan norma keterpaduan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Helmi, 2012:7). Rencana usaha yang wajib Amdal adalah rencana usaha yang menimbulkan dampak penting bagi lingkungan. Sedangkan rencana usaha yang tidak menimbulkan dampak penting, secara teknologi dapat dikelola dampaknya. Kriteria dampak penting sebagai berikut: a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana Usaha dan/atau Kegiatan b. Luas wilayah penyebaran dampak c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung d. Banyaknya komponen lingkungan commit to hidup user lain yang akan terkena dampak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
e. Sifat kumulatif dampak f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak dan/atau g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara teknis, penentuan jenis rencana usaha yang wajib Amdal dituangkan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Amdal. Dengan melihat daftar pada lampiran peraturan tersebut, dapat diketahui suatu rencana usaha dapat diketahui wajib Amdal. a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Penyusunan dokumen Amdal yaitu antara lain: 1) Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disusun oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan. 2) Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan rencana tata ruang. 3) Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada Pemrakarsa. Dokumen Amdal dinilai oleh komisi penilai Amdal yang dibentuk oleh
Menteri,
kewenangannya
Gubernur, untuk
atau
Bupati/Walikota
menghasilkan
surat
sesuai
keputusan
dengan
kelayakan
lingkungan. Menurut Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, pengertian keputusan kelayakan lingkungan hidup adalah keputusan yang menyatakan kelayakan lingkungan hidup dari suatu rencana usaha dan/atau rencana kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
b. Upaya
Pengelolaan
Lingkungan
dan
Upaya
Pemantauan
Lingkungan Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012,
Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan
Upaya Pemantauan
Lingkungan, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Menurut Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan¸ Penyusunan UKL-UPL adalah sebagai berikut: 1) UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) disusun oleh Pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan. 2) Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan rencana tata ruang. 3) Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, UKL-UPL tidak dapat diperiksa dan wajib dikembalikan kepada Pemrakarsa. Berdasarkan penjelasan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 UKL-UPL merupakan instrumen untuk merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup
yang
mungkin
ditimbulkan
oleh
aktivitas
pembangunan. Mengingat fungsinya sebagai salah satu instrumen dalam perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, UKL-UPL tidak dilakukan setelah Usaha dan/atau Kegiatan dilaksanakan. UKL-UPL yang dimaksud dalam ayat ini dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain detail rekayasa. Dokumen UKL-UPL akan diperiksa oleh tim pemeriksa UKLUPL untuk mendapatkan rekomendasi UKL-UPL. Menurut Pasal 1 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan,
pengertian
Rekomendasi
UKL-UPL
adalah
surat
persetujuan terhadap suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKLUPL.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
c. Pengertian Usaha Dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, kata usaha biasanya bersama dengan kata kegiatan dalam bentuk kata majemuk “usaha dan/atau kegiatan” yang didefinisikan sebagai segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup (Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan). Sehingga usaha ini mengandung pengertian sama dengan usaha dan/atau kegiatan dalam peraturan di bidang lingkungan hidup.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
B. Kerangka Pemikiran
Interpretasi
Premis Mayor (Peraturan Perundang-undangan) 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan 3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 4. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup 5. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penyusunan dan Penilaian Pemeriksaan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup 6. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Boyolali 2010-2015.
Penerapan Konkret 1. Kebijakan mekanisme izin lingkungan karena adanya pertumbuhan usaha di Kabupaten Boyolali. 2. Kebijakan Boyolali yang Pro Investasi dikaitkan dengan mekanisme izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan hidup. 3. Pertumbuhan usaha di Kabupaten Boyolali tidak terganggu oleh mekanisme izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan hidup.
Premis Minor (Fakta Hukum) 1. Mekanisme izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan sering menghambat kecepatan proses pertumbuhan usaha. 2. Peningkatan pertumbuhan usaha akibat penerapan visi Kabupaten Boyolali yang Pro Investasi.
Kesimpulan 1. Peraturan Perundang-undangan tingkat nasional dan daerah yang menjadi landasan hukum 2. Perlunya mekanisme izin lingkungan sebagai sarana perliindungan dan pengendalian dampak lingkungan hidup yang baik dan tidak menghambat pertumbuhan usaha. to user Gambar commit 1. Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Keterangan : Dari Kerangka Pemikiran ini, penulis ingin memberikan gambaran guna menjawab perumusan masalah yang telah disebutkan di awal penelitian hukum ini. Kajian yuridis tentang mekanisme pemberian izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dalam kegiatan usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali diinterpretasikan terhadap peraturan Perundang-Undangan (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup, Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup, dan Peraturan Bupati Boyolali Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penyusunan dan Penilaian Pemeriksaan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup). Penerapan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
dalam
bentuk
mekanisme
Izin
Lingkungan bagi semua usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Adanya mekanisme ini, semua pelaku usaha dan/atau kegiatan akan membuat dokumen lingkungan dan menyatakan kesanggupan untuk mengendalikan dampak usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan. Dokumen lingkungan tersebut berupa Amdal atau UKL-UPL tergantung jenis usaha dan besarannya. Hasil penilaian dokumen Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL yang menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan dan rekomendasi UKL-UPL sebagai dasar diterbitkannya Izin Lingkungan sebagai dasar instansi yang berwewenang mengeluarkan
izin
usaha dan/atau kegiatan. commit to user
Mekanisme
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
membutuhkan waktu ini sering menyebabkan sebuah proses perizinan usaha dan/atau kegiatan sering tidak berjalan lancar. Pemerintah Kabupaten Boyolali mempunyai visi mewujudkan Boyolali yang Pro Investasi memicu pertumbuhan usaha dan/atau kegiatan yang semakin besar, sehingga potensi terjadinya permasalahan lingkungan juga semakin besar, mengingat dampak dari usaha dan/atau kegiatan adalah peningkatan volume limbah dan peningkatan gangguan atau polusi. Peningkatan pertumbuhan usaha dan/atau kegiatan ini menyebabkan beban tanggung jawab Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali selaku instansi yang bertugas dalam perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan. Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali harus dapat menerapkan mekanisme Izin Lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan, namun juga mendukung peningkatan pertumbuhan usaha dan/atau kegiatan. Sehingga kebijakan mewujudkan Boyolali yang Pro Investasi tidak menimbulkan peningkatan permasalahan lingkungan hidup.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Landasan Yuridis dalam Pemberian Izin Lingkungan Sebagai Sarana Perlindungan dan Pengendalian Dampak Lingkungan dalam Kegiatan Usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali Istilah “Izin Lingkungan” pertama kali muncul dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH) pada Pasal 36 sampai dengan Pasal 41. Izin Lingkungan bagian dari instrumen pencegahan (Paragraf 7) dan termasuk dalam pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Bab IV). Pada Pasal 36 menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan yang diterbitkan
berdasarkan
keputusan
kelayakan
lingkungan
hidup
atau
rekomendasi UKL-UPL oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 ini, tidak ada instrumen izin lingkungan dalam pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Instrumen yang paling dekat izin lingkungan adalah keputusan kelayakan lingkungan bagi rencana usaha dan/atau wajib Amdal dan rekomendasi UKL-UPL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL. Fungsi izin lingkungan sebagaiamana tersebut dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, adalah merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Aplikasinya, instansi yang berwenang memberikan izin usaha dan/atau kegiatan wajib mensyaratkan izin lingkungan atau instansi yang berwenang memberikan izin usaha dan/atau kegiatan tidak boleh memberikan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak memiliki izin lingkungan yang diterbitkan oleh Bupati. Fungsi ini sama dengan keputusan kelayakan Amdal dan rekomendasi UKL-UPL yang ditandatangani commit to lingkungan user oleh kepala instansi yang membidangi hidup (Pasal 47 ayat (2)
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan). Untuk memahami Izin Lingkungan harus memahami Amdal dan UKL-UPL lebih dahulu, karena izin lingkungan merupakan kelanjutan proses dari Amdal dan UKL-UPL yang selama ini telah berjalan. Guna memperoleh izin lingkungan pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan mengajukan permohonan izin lingkungan kepada pejabat yang berwenang, dalam hal ini Bupati untuk Amdal dan UKL-UPL yang merupakan kewenangan kabupaten, bersamaan dengan pengajuan dokumen Amdal atau UKL-UPL. Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan harus mengetahui lebih dahulu jenis dokumen apa yang harus disusun, Amdal atau UKL-UPL. Dokumen Amdal disusun oleh pemrakarsa jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak penting, sedang UKL-UPL disusun oleh pemrakarsa jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak menimbulkan dampak penting. Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria: 1. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan. 2. Luas wilayah penyebaran dampak. 3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung. 4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak. 5. Sifat kumulatif dampak. 6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak, dan/atau 7. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ternyata penentuan dampak tersebut tidak mudah dilakukan, oleh karena itu Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan peraturan mengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal. Peraturan tersebut memuat daftar jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal. Sedangkan jenis rencana usaha dan/atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
kegiatan yang tidak ada dalam daftar tersebut hanya wajib menyusun UKLUPL. Dengan demikian semua pihak akan dengan mudah mengetahui jenis dokumen yang harus disusun oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan. Peraturan tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan atau penggantian dan yang terakhir adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Amdal. Selain itu, berdasar Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup, usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL (dampak terhadap lingkungan sangat kecil), hanya wajib untuk membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL). Namun untuk SPPL tidak berhubungan dengan izin lingkungan.
Batas antara UKL-UPL dan SPPL
belum diatur oleh ketentuan menteri. Pemerintah Kabupaten Boyolali mengatur hal tersebut dalam Peraturan Bupati Boyolali Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penyusunan dan Penilaian/ Pemeriksaan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup. Berikut gambaran jenis dokumen lingkungan yang berlaku di Kabupaten Boyolali. Usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal Usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL
Batas Amdal
Batas UKL-UPL
SPPL
Gambar 1. Jenis Dokumen commit to user Lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Skema di atas dalam pelaksanaannya berbeda-beda untuk setiap daerah sehingga menimbulkan perbedaan pembebanan tanggung jawab bagi pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan untuk daerah yang berbeda walaupun jenis usaha dan/atau kegiatannya sama. Untuk menjamin bahwa UKL-UPL dilakukan secara tepat, maka perlu dilakukan pemisahan untuk menetapkan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKLUPL. Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan sebelum mengajukan izin lingkungan harus menyusun dokumen Amdal atau UKL-UPL. Penyusunan Amdal harus dilaksanakan dengan bekerja sama dengan lembaga yang mempunyai syarat kompetensi, sebagaimana Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2008 tentang Persyaratan Kompetensi Dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Sedangkan penyusun UKL-UPL tidak ada persyaratan khusus. Dokumen Amdal dan UKL-UPL yang sudah disusun oleh pemrakarsa disampaikan kepada kepala instansi yang membidangi pengendalian dampak lingkungan selaku ketua komisi penilai Amdal dan ketua tim pemeriksa UKL-UPL untuk selanjutnya dilakukan proses penilaian dan pemeriksaan UKL-UPL. Pemrakarsa menyusun Amdal
Komisi Penilai Amdal menilai Amdal
Pemrakarsa menyusun UKL-UPL
Tim Pemeriksa UKLUPL memeriksa UKL-UPL
Menteri Lingkungan Hidup/ Gubernur/Bupati/ Walikota menerbitkan Izin Lingkungan
Gambar 2. Tahapan Proses Izin Lingkungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Guna memahami proses Izin Lingkungan yang dimulai dari penyusunan dokumen Amdal atau UKL-UPL oleh pemrakarsa hingga penerbitan Izin Lingkungan oleh pejabat yang berwenang, perlu uraian pembahasan secara rinci mengenai mekanisme Amdal dan UKL-UPL yang merupakan kunci dari Izin Lingkungan : 1. Amdal Dalam pembahasan mengenai izin lingkungan di tingkat pusat, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 ini sudah sangat sesuai. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang bagaimana penyusunan Amdal terdapat dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13. Guna memahami mekanismenya menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 perlu memahami dokumen-dokumen yang menjadi bagian dari dokumen Amdal, yaitu : a. KA-ANDAL (Kerangka Acuan ANDAL) Ruang lingkup kajian analisis dampak Lingkungan Hidup yang merupakan hasil pelingkupan. b. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup) Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. c. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) Upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Penyusunan Amdal menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2006 melalui 2 tahapan, yaitu penyusunan KA-ANDAL dan penyusunan ANDAL, RKL-RPL. KA-ANDAL yang telah disusun oleh pemrakarsa segera disampaikan kepada Kepala Instansi yang membidangi lingkungan hidup selaku ketua Komisi Penilai Amdal untuk commit to user
dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
penilaian. Setelah KA-ANDAL disetujui, maka pemrakarsa baru menyusun ANDAL dan RKL-RPL yang juga disampaikan kepada Kepala Instansi yang membidangi lingkungan hidup selaku ketua Komisi Penilai Amdal untuk dilakukan penilaian. Dari aspek mekanismenya, penyusunan Amdal dapat dilihat pada diagram alir penyusunan Amdal :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Pengumpulan data dan informasi tentang: 1. Rencana usaha dan/atau kegiatan 2. Rona lingkungan hidup 3. Kegiatan lain di sekitar rencana usaha dan/atau kegiatan 4. Saran, tanggapan dan pendapat masyarakat
Proyeksi perubahan rona lingkungan hidup sebagai akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan
Penentuan besaran dan sifat penting dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh rencana usaha dan/atau kegiatan
Evaluasi dampak penting terhadap lingkungan hidup
Rekomendasi/saran tindak lanjut untuk pengambil keputusan, perencanaan dan pengelola lingkungan hidup berupa: 1. Alternatif komponen usaha dan/atau kegiatan 2. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Gambar 3. Diagram Alir Penyusunan Amdal Dalam penyusunan dokumen-dokumen Amdal terdapat hak dan kewajiban pelibatan masyarakat. Berikut prosedur keterlibatan masyarakat dalam proses Amdal sebagaimana Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Masyarakat Berkepentingan
Insatansi yang
Pemrakarsa
Bertanggungjawab
Pengumuman Persiapan Penyusunan Amdal
Pengumuman Rencana usaha dan/atau kegiatan
Saran, Pendapat dan Tanggapan Penyusunan KAAndal
Konsultasi Saran, Pendapat dan Tanggapan
Penilaian KA-Andal Oleh komisi (maks 30 hari) Penyusunan Andal, RKL-RPL
Saran, Pendapat dan Tanggapan
Penilaian Andal, RKL, RPL Oleh komisi (maks 75 hari) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
Gambar 4. Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Amdal Hak masyarakat adalah: a. Memperoleh informasi berkaitan dengan Amdal. b. Memberikan saran, pendapat dan/atau tanggapan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib menyusun Amdal dan dokumen KAANDAL, ANDAL, dan RKL-RPL. c. Duduk sebagai anggota Komisi Penilai Amdal khususnya bagi warga masyarakat yang terkena dampak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Kewajiban Pemerintah (Instansi yang Bertanggungjawab): a. Mengumumkan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan memulai penyusunan Amdal. b. Mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat yang disampaikan. c. Menyampaikan rangkuman hasil, saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat serta respon dan sikap atas saran, pendapat, dan tanggapan warga masyarakat tersebut kepada Komisi Penilai Amdal. d. Menyediakan informasi tentang proses dan hasil keputusan penilaian dokumen KA-ANDAL, ANDAL, dan RKL-RPL kepada warga masyarakat yang berkepentingan. e. Memfasilitasi terlaksananya dengan baik hak warga masyarakat atas informasi dan berperan serta dalam proses Amdal. Waktu penyusunan dokumen Amdal pun dibagi menjadi waktu untuk menyusun KA-ANDAL dan waktu untuk menyusun ANDAL, RKLRPL. Waktu penyusunan KA-ANDAL termasuk di dalamnya waktu untuk penyampaian pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan kepada masyarakat paling cepat 10 hari sesuai dengan batas waktu penyampaian tanggapan bagi masyarakat sejak diumumkan rancana usaha dan/atau kegiatan yang akan menyusun Amdal. Namun waktu 10 hari untuk menyusun KA-ANDAL juga tidak wajar, mengingat proses penyusunanya meliputi survei pengumpulan data, uji kualitas lingkungan untuk menentukan rona awal lingkungan, dan penyusunannya dokumen. Waktu wajar yang diperlukan paling cepat 30 hari. Sedangkan waktu penyusun ANDAL dan RKL-RPL tidak ada ketentuan, namun secara umum waktu wajar yang diperlukan 30 hari. Sedangkan skema penilaian Amdal berdasar Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun 2009
tentang Panduan
Penilaian Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Gambar 5. Skema Penilaian Amdal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Kerangka Acuan disusun oleh pemrakarsa sebelum penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka Acuan yang telah disusun tersebut kemudian akan diajukan kepada tiga jenis, yang pertama kepada Menteri melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal Pusat, kemudian yang kedua Gubernur melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal Provinsi, dan yang ketiga
Bupati/Walikota
melalui
sekretariat
Komisi
Penilai
Amdal
kebupaten/kota. Untuk melakukan penilaian sebagaimana dalam bagan diatas, Komisi Penilai Amdal menugaskan tim teknis untuk menilai Kerangka Acuan. Pemrakarsa menyampaikan perbaikan Kerangka Acuan kepada Komisi Penilai Amdal. Kerangka Acuan yang telah diperbaiki dinilai oleh tim teknis. Tim teknis menyampaikan hasil penilaian akhir Kerangka Acuan kepada Komisi Penilai Amdal. Jangka waktu penilaian dilakukan paling lama 30 (tigapuluh) hari kerja terhitung sejak Kerangka Acuan diterima dan dinyatakan lengkap secara administrasi. Dalam hal hasil penilaian tim teknis menyatakan Kerangka Acuan dapat disepakati, Komisi Penilai Amdal menerbitkan persetujuan Kerangka Acuan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Kerangka Acuan diatur dengan Peraturan Menteri. Pemrakarsa menyusun Andal dan RKL-RPL berdasar Kerangka Acuan yang telah diterbitkan persetujuannya atau konsep Kerangka Acuan. Pengajuan Andal dan RKL-RPL yang telah disusun diajukan sama kepada tiga jenis seperti diatas. Jangka waktu penilaian ANDAL, RKL dan RPL hingga penyampaian hasil akhir penilaian yang berupa rekomendasi kelayakan lingkungan membutuhkan waktu 75 hari. Selanjutnya jangka waktu penetapan keputusan kelayakan lingkungan paling lama 10 hari sejak diterimanya hasil penilaian. Jadi waktu untuk menilai Amdal secara keseluruhan dapat mencapai 115 hari. Jadi waktu penyusunan Amdal hingga memperoleh Izin Lingkungan membutuhkan waktu yang wajar adalah 175 hari atau (kurang lebih 6 bulan). Waktu tersebut dapat lebih cepat, jika penyusun cepat dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
menyusun dokumen dan komisi penilaian Amdal cepat melakukan proses penilaian, artinya tidak menggunakan waktu maksimal sebagaimana ketentuan. Namun dapat pula lebih lama jika penyusunan lambat dalam menyusun dokumen dan komisi penilai menggunakan waktu maksimal. Sedangkan unsur yang terlibat dalam penilaian Amdal dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, sebagai berikut: a. Komisi penilai pusat, dengan keanggotaan dari unsur-unsur Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Dalam Negeri, instansi di bidang kesehatan, instansi di bidang pertahanan keamanan, instansi di bidang penanaman modal, instansi di bidang pertanahan, instansi di bidang ilmu pengetahuan, departemen dan/atau lembaga pemerintah non departemen yang membidangi usaha dan/atau lembaga pemerintah non departemen yang terkait, wakil provinsi yang bersangkutan, dan/atau wakil kabupaten/kota yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli di bidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu. b. Komisi penilai provinsi, dengan keanggotaan dari unsur-unsur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi, instansi lingkungan hidup provinsi, instansi di bidang penanaman modal daerah, instansi di bidang pertanahan di daerah, instansi di bidang pertahanan keamanan di daerah, instansi di bidang kesehatan daerah provinsi, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan,
wakil
instansi
terkait
di
provinsi,
wakil
dari
kabupaten/kota yang bersangkutan, pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi daerah yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli di bidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
kegiatan yang dikaji, warga masyarakat yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu. c. Komisi penilai kabupaten/kota, dengan keanggotaan dari unsurunsur wakil dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, wakil dari instansi di bidang lingkungan hidup daerah, wakil dari instansi di bidang penanaman modal daerah, wakil dari instansi di bidang pertanahan daerah, wakil dari instansi di bidang kesehatan daerah, wakil dari instansi-instansi terkait lainnya di daerah, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli dibidang rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil dari organisasi lingkungan yang terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil dari masyarakat yang terkena dampak, dan anggota-anggota lain yang dipandang perlu. Uraian di atas menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam penilaian Amdal cukup banyak, hal ini menunjukkan banyaknya hal dan permasalahan yang menjadi pertimbangan dalam keputusan kelayakan lingkungan dalam Amdal ini. Sedangkan dari aspek biaya, pemrakarsa bertanggung jawab terhadap biaya penyusunan dokumen Amdal yang melibatkan konsultan Amdal yang telah memiliki lisensi dan biaya jasa penilaian Amdal oleh komisi penilai Amdal sebagaimana Pasal 69 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Sekilas tampak bahwa biaya penyusunan dan penilaian Amdal hingga keluarnya Izin Lingkungan cukup besar hingga ratusan juta rupiah. Berdasar informasi dari Badan Lingkungan Hidup, keseluruhan dana untuk penyusunan dan penilaian Amdal hingga keluarnya Izin Lingkungan kurang lebih 400 sampai dengan 600 juta rupiah. Di Kabupaten Boyolali, biaya tersebut dapat lebih besar lagi mengingat hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Boyolali belum memiliki komisi penilai Amdal kabupaten. Sesuai ketentuan Pasal 17
Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2008 tentang Tata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, maka penilaian Amdal usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal di wilayah Kabupaten Boyolali dilakukan oleh komisi penilai Amdal Provinsi Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan penambahan mekanisme dan penambahan pihak yang terlibat yang mengandung konsekuensi penambahan biaya. 2. Mekanisme Pemeriksaan UKL-UPL Dalam pembahasan mengenai izin lingkungan di tingkat pusat, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 ini sudah sangat sesuai. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur tentang bagaimana penyusunan penyusunan UKL-UPL terdapat dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 19. Selain itu secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup. Berikut gambaran mengenai mekanisme pemeriksaan UKL-UPL :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Pemrakarsa usaha dan atau kegiatan menyusun UKL-UPL Pemrakarsa usaha dan atau kegiatan mengajukan kepada Kepala Instansi Lingkungan Hidup
Kepala Instansi Lingkungan Hidup memerintahkan Unit kerja yang menangani pemeriksaan UKL-UPL pada Instansi Lingkungan Hidup melakukan pemeriksaaan UKL-UPL
Unit kerja yang menangani pemeriksaan UKL-UPL melakukan pemeriksaaan UKL-UPL berkoordinasi dengan instansi yang membidangi usaha dan atau kegiatan
Unit kerja yang menangani pemeriksaan UKLUPL mencermati UKL-UPL dan hasil pemeriksaaan UKL-UPL
Jika sudah sesuai ketentuan
Jika belum memenuhi ketentuan Pemrakarsa usaha dan atau kegiatan memperbaiki UKL-UPL sesuai hasil pemeriksaan UKL-UPL
Kepala Instansi Lingkungan Hidup menerbitkan rekomendasi UKLUPL Gambar 6. Mekanisme Pemeriksaan UKL-UPL Waktu yang dibutuhkan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan untuk menyusun UKL-UPL tidak sama tergantung kompleksitas dampak usaha commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
dan/atau kegiatan terhadap lingkungan dan faktor non teknis lainnya. Waktu normal atau rata-rata penyusunan UKL-UPL sekitar 2 minggu (14 hari). Sedangkan waktu penyusunan yang dibutuhkan oleh kepala instansi yang membidangi
lingkungan
hidup
mulai
penerimaan
UKL-UPL
dari
pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan hingga menerbitkan rekomendasi UKLUPL paling lama 14 hari. Waktu total yang diperlukan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan mulai menyusun UKL-UPL hingga memperoleh rekomendasi UKL-UPL adalah 1 bulan. Pihak-pihak
yang
terlibat
dalam
pemeriksaan
UKL-UPL,
sebagaimana pasal 7 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup, bahwa pemeriksa UKLUPL adalah unit kerja yang menangani UKL-UPL di Badan Lingkungan Hidup dan instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan. Jika usaha dan/atau kegiatan rumah sakit maka instansi yang membidangi adalah Dinas Kesehatan, jika usaha dan/atau kegiatan industri maka instansi yang membidangi Dinas Perindustrian. Hal ini menunjukkan bahwa pihak yang terlibat relatif sedikit. Sedangkan dari segi biaya, meliputi biaya penyusunan dan pemeriksaan. Biaya penyusunan, UKL-UPL tidak menyaratkan harus disusun oleh personil yang memiliki syarat tertentu, sehingga dapat disusun oleh pemrakarsa sendiri dengan biaya sedikit. Sedangkan pemeriksaannya hanya melibatkan sedikit pihak, sehingga biayanya pun relatif kecil. Ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang
diterbitkan
pemerintah pusat mengenai izin lingkungan yang meliputi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup dan aturan lainnya yang disusun berdasar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
amanat ketentuan lama yang masih relevan belum lengkap karena masih ada ketentuan pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang menyebutkan bahwa tata cara pemberian izin lingkungan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri (Menteri Lingkungan Hidup). Oleh karena itu pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kabupaten Boyolali masih menunggu Peraturan Menteri tersebut untuk menerapkan mekanisme izin lingkungan secara utuh. Berikut beberapa peraturan yang terkait dengan Izin Lingkungan di tingkat pemerintah daerah : a. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup Dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008, hal yang berkaitan dengan izin lingkungan terdapat dalam pasal 63 sampai dengan pasal 66. Peraturan Daerah ini sudah mengatur mengenai Amdal dan UKL-UPL yang merupakan bagian dari izin lingkungan yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012, tetapi belum sampai pada istilah Izin Lingkungan. Hal ini dikarenakan istilah izin lingkungan muncul ketika Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diundangkan. Agar Kabupaten Boyolali dapat melaksanakan izin lingkungan secara penuh, harus mengeluarkan terlebih dahulu Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati. Selama ini di Kabupaten Boyolali menggunakan 3 (tiga) macam dokumen lingkungan yaitu Amdal, UKL-UPL atau SPPL. Usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL ada 154 dan usaha dan/atau kegiatan yang wajib SPPL ada 1268. Dalam penyusunannya Amdal itu dikeluarkan komisi penilai Amdal, padahal Kabupaten Boyolali belum mempunyai komisi penilai Amdal. Tetapi usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal itu wilayahnya berada di Kabupaten Boyolali. Apabila Kabupaten Boyolali mendapatkan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang mengharuskan menggunakan Amdal, maka akan ditangani Komisi Amdal Provinsi Jawa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Tengah. Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal di Kabupaten Boyolali ada 11 jenis usaha dan/atau kegiatan. b. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penyusunan dan Penilaian Pemeriksaan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Peraturan ini berisi pedoman penyusunan dan penilaian/ pemeriksaan dokumen kajian lingkungan hidup, meliputi: 1) Jenis-jenis dokumen kajian lingkungan hidup dan daftar yang digunakan untuk mentukan jenis dokumen tersebut, meliputi Amdal, UKL-UPL, DPPL, dan SPPL; 2) Cara penyusunan dokumen kajian lingkungan hidup meliputi Amdal, UKL-UPL, DPPL, dan SPPL; 3) Mekanisme penilaian Amdal; 4) Mekanisme pemeriksaan UKL-UPL; 5) Mekanisme penilaian DPPL. Sebagian besar materi peraturan ini sama dengan materi peraturan perundang-undangan diatasnya, sehingga peraturan ini lebih dianggap sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur dokumen lingkungan yang terdiri dari Amdal, UKL-UPL, SPPL, dan DPPL. Dilihat dari lingkupnya, peraturan ini mengatur semua hal yang berkaitan dengan dokumen lingkungan. Namun tidak menyinggung izin lingkungan, apalagi mengaturnya. c. Keputusan Bupati Boyolali tentang Tim Pemeriksa UKL-UPL Tim Pemeriksa UKL-UPL bertugas melaksanakan pemeriksaan UKL-UPL sebagaimana diamanatkan peraturan-perundangan. Tim ini dibentuk setiap tahun menyesuaikan tahun anggaran. Anggota tim pemeriksa terdiri dari beberapa personil dari Badan Lingkungan Hidup sebagai anggota tetap dan dinas yang membidangi usaha dan/atau kegiatan sebagai anggota tidak tetap (menyesuaikan jenis usaha dan/atau kegiatan). Berdasar uraian tersebut di atas, baik secara aturan maupun praktek pelaksanaan, belum dapat melaksanakan commit to usermekanisme izin lingkungan secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
utuh. Mekanisme yang berhubungan erat dengan mekanisme izin lingkungan yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali hanya
mekanisme
pemeriksaan
UKL-UPL
dengan
menerbitkan
rekomendasi UKL-UPL. Sedangkan mekanisme Amdal masih dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, karena Pemerintah Kabupaten Boyolali belum mempunyai komisi penilai Amdal kabupaten. Jadi adanya ketentuan izin lingkungan, hingga saat ini, belum merubah mekanisme yang ada. Sedangkan jika dilaksanakan, mekanisme izin lingkungan menambah proses atau langkah, namun dari aspek waktu, penerapan izin lingkungan akan mempercepat waktu di banding ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yaitu waktu penilaian KA-ANDAL yang semula 75 hari (pasal 16 ayat (2)) menjadi 30 hari (pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan). Sedangkan jangka waktu penyusunan UKL-UPL hingga penerbitan Izin Lingkungan tidak berubah seperti semula. Selain itu, pengajuan izin lingkungan dilakukan bersama-sama dengan pengajuan penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL sehingga tidak akan menambah jangka waktu penyelesaian Amdal. Secara umum, penerapan izin lingkungan tidak mempengaruhi upaya mewujudkan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Boyolali yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Boyolali 2010-2015, dengan mewujudkan Boyolali yang lebih sejahtera, berdaya saing, dan Pro Investasi. Dengan adanya Peraturan Daerah ini maka diharapkan pemerintah Kabupaten Boyolali akan mempermudah dalam pemberian pelayanan perizinan. Pelayanan izin tersebut sangat sesuai dengan konsep visi Pembangunan Kabupaten Boyolali yang Pro Investasi bersistem one stop service. Hal tersebut tercantum dalam visi Pembangunan Daerah Kabupaten Boyolali, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Konsep pro investasi adalah konsep untuk mempermudah segala layanan dan perizinan investasi serta dalam rangka pengembangan sistem “one stop service” dan membuka pusat informasi investasi atau “information centre”, serta didukung dengan peningkatan infrastruktur yang memadai. Diharapkan dengan penerapan konsep pro investasi secara terpadu dapat meningkatkan jumlah realisasi investasi di Kabupaten Boyolali dan meningkatan penyediaan lapangan kerja seluas-luasnya. Adanya konsep tersebut maka diharapkan pemerintah Kabupaten Boyolali tidak berbelit-belit dalam memberikan izin lingkungan. Prinsip good
governance
diharapkan
dalam
pemberian
izin
lingkungan
mekanismenya tidak terlalu rumit yang berarti sederhana. Waktu yang diperlukan tidak terlalu lama yaitu sesuai dengan Pro Investasi ini waktunya cepat dan biaya yang murah tidak terlalu mahal, pelayanan yang diberikan adalah
pelayanan
yang
prima,
akan
tetapi
pelaksanaannya
tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian. Izin lingkungan yang dikawatirkan akan memperumit perizinan dan merugikan bagi sebuah perusahaan adalah salah besar. Karena mekanisme izin lingkungan ini akan melindungi para pengusaha bahwa mereka telah memenuhi ketentuan di bidang lingkungan hidup. Izin lingkungan sebagai syarat pemberian izin usaha dan/atau kegiatan bukan ancaman bagi bisnis atau investasi, namun akan menjamin kepastian hukum bagi suatu perusahaan (Helmi, 2012:195).
B. Mekanisme Izin Lingkungan dalam Pengendalian Dampak Lingkungan pada Kegiatan Usaha di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali Tujuan dan sasaran Amdal adalah untuk menjamin suatu usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup. Melalui studi Amdal diharapkan usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif terhadap lingkungan hidup (www.indomedia.com). Studi Amdal diperlukan to user bagi kegiatan-kegiatan yangcommit menimbulkan dampak penting terhadap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
lingkungan yang pada umumnya terdapat pada rencana-rencana kegiatan berskala besar, kompleks serta berlokasi di daerah yang memiliki lingkungan sensitif. Pengelolaan lingkungan dalam usaha menghindari kerusakan akibat satu proyek pembangunan baru dapat dilakukan setelah diketahui dampak lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang akan dibangun. Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam pengelolaan lingkungan, maka harus selalu dilakukan pemantauan sejak awal pembangunan secara berkala. Hasil pemantauan ini dapat dipakai untuk memperbaiki bahkan mengubah pengelolaan lingkungan hidup. Pemantauan secara berkala ini penting untuk menilai aktivitas pengelolaan lingkungan agar bermanfaat dalam menjaga kualitas lingkungan dari proyek pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak besar terutama dampak negatif. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) merupakan salah satu upaya untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan yang timbul dari suatu kegiatan. Dengan dilaksanakannya studi Amdal, sebelum dilaksanakannya suatu kegiatan yang berdampak penting pada lingkungan, dapat dijadikan acuan apakah kegiatan tersebut boleh dilaksanakan atau tidak. Amdal juga menjamin aspek keberlanjutan dan kelanggenan hidup proyek pembangunan dan menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Peran Izin Lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan dapat dilihat dari : 1) mekanisme penilaian Amdal atau pemeriksaan UKL-UPL; dan 2) materi Amdal atau UKL-UPL. 1. Mekanisme Izin Lingkungan Sebagaimana pada pembahasaan terdahulu, Izin Lingkungan diperoleh dari dua jalur yang berbeda. Dua jalur itu adalah penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL. Amdal atau UKL-UPL merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan izin lingkungan. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
dan setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki UKL-UPL. Mekanisme izin lingkungan yang menunjukkan fungsinya sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan, terlihat pada keterlibatan pihak yang berkepentingan dalam mekanisme tersebut. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin banyak pula aspek yang perlu dipertimbangkan dalam proses ini. Hal ini sesuai dengan demokrasi di bidang lingkungan hidup yang diharapkan menghasilkan rumusan atau putusan yang lebih baik dan mempunyai legitimasi lebih kuat. Semakin banyak pihak yang mengetahui, semakin banyak pula pihak yang peduli dan cenderung ikut memantau hasilnya. Hal ini akan berdampak pada peningkatan penaatan terhadap hasil keputusan yang berupa kelayakan Amdal dan rekomendasi UKL-UPL. Ketentuan lain yang dapat memperkuat peran izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan adalah pencantuman izin lingkungan sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Berkaitan dengan hal tersebut semua dinas/instansi yang berwenang mengeluarkan izin usaha tidak dapat mengeluarkan bahkan memproses izin usaha sebelum ada izin lingkungan yang diperoleh melalui proses Amdal dan UKL-UPL. Hal ini juga memaksa pemrakarsa untuk melalui mekanisme Amdal atau pemeriksaan UKL-UPL. Kewajiban ini akan mendorong aspek lingkungan hidup menjadi maindstream bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Selain itu, mekanisme ini dapat mendorong peningkatan pemahaman pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan serta kepeduliannya terhadap permasalahan lingkungan, sehingga akan mengupayakan pengelolaan lingkungan akibat usaha dan/atau kegiatan dan terhindar adanya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
2. Materi Izin Lingkungan Pada prinsipnya Amdal atau UKL-UPL berisi informasi rencana usaha dan/atau kegiatan, perkiraan dampak lingkungan, rencana atau upaya pengelolaan lingkungan, dan rencana atau upaya pemantauan lingkungan. Dokumen yang berisi hal-hal tersebut, disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan guna memastikan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan berjalan sudah diketahui dan disetujui melalui mekanisme Amdal atau UKL-UPL. Isi dokumen yang telah disepakati melalui mekanisme Amdal dan UKL-UPL tersebut merupakan pedoman bagi
pemrakarsa
usaha
dan/atau
kegiatan
melakukan
pengelolaan
lingkungan dan pemantauan lingkungan. Artinya, pemrakarsa yang telah memiliki izin lingkungan, sudah mempunyai buku pedoman untuk mengelola dan memantau lingkungan akibat usaha dan/atau kegiatan. Dalam dokumen Amdal dan UKL-UPL berbagai cara pengelolaan lingkungan dan cara pemantauan lingkungan agar usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan dampak negatif yang berlebihan terhadap lingkungan. Peran pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan adalah melaksanakan semua rencana yang sudah tertuang dalam dokumen, dan peran lain yang tidak kalah pentingnya adalah peran pemerintah sebagai pengawas dan pembina serta peran masyarakat sebagai pemantau. Dalam hal ini, dokumen Amdal dan UKL-UPL memuat tolok ukur yang digunakan sebagai ukuran standar dalam pemantauan yang telah ditetapkan dengan peraturan perundangan. Tolok ukur tersebut lebih dikenal dengan baku mutu. Baku mutu lingkungan ada di dalam dokumen Amdal dan UKL-UPL. Jadi di dalam dokumen Amdal dan UKL-UPL pengusaha itu melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dengan standar baku mutu. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tidak lepas dari baku mutu lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan hidup menurut Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang meliputi: a. baku mutu air; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
b. baku mutu air limbah; c. baku mutu air laut; d. baku mutu udara ambien; e. baku mutu emisi; f. baku mutu gangguan; dan g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Baku mutu lingkungan merupakan instrumen teknis
untuk
menentukan terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat pelaksanaan suatu izin usaha dan/atau kegiatan. Agar lingkungan hidup mampu mendukung kegiatan pembangunan yang berkesinambungan, usaha untuk memelihara dan mengembangkan mutu lingkungan hidup Indonesia penting (Daud Silalahi, 2001:116). Sebagai contoh, sesuai Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah, baku mutu air limbah rumah sakit adalah : TSS
:
30 mg/L
pH
:
6,0-9,0
BOD5
:
30 mg/L
COD
:
80 mg/L
NH3-N Bebas
:
0,1 mg/L
Phosphat (PO4-P)
:
2 mg/L
Baku mutu tersebut mengandung arti bahwa pemrakrasa kegiatan rumah sakit harus melakukan pengelolaan air limbah yang keluar akibat kegiatan pelayanan kesehatan sehingga kadar parameter TSS, pH, BOD5, COD, NH3-N Bebas, dan Phosphat (PO4-P) tidak melebihi angka-angka tersebut di atas. Jika melampaui maka pemrakarsa kegiatan rumah sakit bertanggungjawab terhadap pelanggaran baku mutu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Berikut beberapa ketentuan baku mutu lingkungan yang sering digunakan :
Tabel 1. Ketentuan baku mutu lingkungan No.
Dasar hukum peraturan Perundang-
Baku Mutu
Undangan
Baku mutu udara ambien 1.
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara Ambien di Provinsi Jawa Tengah
Baku mutu air limbah
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perubahan
2.
atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Baku
3.
mutu
air Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
permukaan
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Baku tingkat kebisingan 4.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Kebisingan
Baku tingkat kebauan 5.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan
Baku mutu emisi sumber Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 6.
tidak bergerak
10 Tahun 2000 tentang Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Tingkat Provinsi Jawa Tengah
Dari uraian diatas, mekanisme izin lingkungan yang merupakan kewajiban bagi setiap pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan
yang
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan efektif menempatkan commit to user izin lingkungan sebagai sarana perlindungan dan pengendalian dampak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
lingkungan pada tahap awal rencana kegiatan. Sedangkan bukan jaminan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin lingkungan tidak mencemari atau merusak lingkungan. Karena izin lingkungan dengan dokumen Amdal dan UKL-UPL yang memastikan bahwa semua rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan mempunyai pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Sedangkan pada tahapan pelaksanaan kegiatan masih ada beberapa faktor yang mempengaruhi sebuah usaha dan/atau kegiatan tidak mencemari lingkungan, yaitu: a. faktor ketaatan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan terhadap pedoman dalam Amdal dan UKL-UPL dan peraturan lainnya; b. faktor pengawasan dan pemantauan dari pihak internal dan eksternal, pihak internalnya pemerintah dan pihak eksternalnya masyarakat; c. faktor penegakan hukum, yaitu penegakan aturan terhadap penaatanpenaatan dibidang lingkungan hidup. 3. Jenis – Jenis Izin bidang Lingkungan Berdasarkan penjelasan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jenis-jenis izin lingkungan adalah izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air limbah ke sumber air. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 saat ini, izin-izin tersebut diintegrasikan dalam satu sistem perizinan, yakni izin lingkungan. Selain ketiga jenis izin di atas, terdapat beberapa izin yang juga termasuk dalam kategori izin lingkungan, yakni tentang keputusan kelayakan lingkungan dan izin lokasi. Izin bidang lingkungan ini, berarti bahwa usaha dan/atau kegiatan sudah beroperasi. Sehingga izin bidang lingkungan ini merupakan proses tindak lanjut dari izin lingkungan pada saat ini (Surat Keputusan Kelayakan Amdal dan rekomendasi UKL-UPL). Izin-izin itu mengatur tentang teknisnya saja, atau tata cara pengendalian dampak lingkungan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Pada dasarnya di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali memiliki 2 (dua) perizinan di bidang lingkungan yaitu yang pertama izin pembuangan air limbah dan yang kedua izin tempat penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). a. Izin Pembuangan Air Limbah Dasar hukum izin pembuangan air limbah yaitu Peraturan Bupati Boyolali Nomor 17 Tahun 2011 tentang Izin Pembuangan Air limbah di Kabupaten Boyolali. Sampai sekarang berlaku 5 tahun dan terdapat 12 usaha dan/atau kegiatan. Di dalam izin lingkungan (Amdal/UKL-UPL) memuat rencana pengusaha untuk mengolah air limbah. Secara teknis diatur dalam Peraturan Bupati diatas. Dalam hal ini mengenai tata cara perizinan yang terdiri dari tata cara pengajuan permohonan izin dan tata cara pemrosesan. Selain itu secara teknis mengatur tentang masa berlaku izin, berakhirnya izin, dan pembinaan dan pengawasan. b. Izin Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Di dalam izin lingkungan (Amdal-UKL-UPL) ada kesediaan pengusaha untuk mengolah limbah B3. Di dalam Peraturan Bupati ini mengatur secara teknis. Secara teknis yang dimaksud adalah tentang perizinan, tentang rekomendasi, pembinaan, pengawasan pengelolaan limbah B3 dan pemulihan akibat pencemaran limbah B3, dan pembiayaan. Selain itu menurut lampiran II di dalam Peraturan Bupati ini persyaratan teknisi terdiri dari lokasi tempat penyimpanan sementara limbah B3, lokasi tempat pengumpulan limbah B3, tempat penyimpanan, pengemasan, dan cheklist verifikasi lapangan. Dasar hukum izin tempat penyimpanan sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yaitu Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata laksana perizinan dan pengawasan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Kabupaten Boyolali. Di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
dalam Peraturan Bupati ini mengatur secara teknis. Dasar pembuatan Peraturan Daerah yaitu Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan Dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), serta pengawasan pemulihan akibat pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) oleh Pemerintah Masa berlaku 3 tahun dan terdapat 19 perizinan. Kedudukan izin lingkungan di dalam izin usaha tetap sangat penting karena izin lingkungan merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan. Ketika tidak ada izin lingkungan, maka pemerintah atau instansi yang berwenang memberikan izin dilarang menerbitkan izin usaha. Sehingga pengusaha dilarang menjalankaan usahanya. 4. Kendala di Kabupaten Boyolali Kabupaten
Boyolali
belum
menerapkan
izin
lingkungan
sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mekanisme pemberian izin dibidang lingkungan Kabupaten Boyolali mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup. Hal tersebut dikarenakan di Kabupaten Boyolali belum mempunyai Peraturan Daerah yang khusus mengatur izin lingkungan. Peraturan Daerah yang khusus mengatur izin lingkungan belum dibuat. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Boyolali menunggu aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Apabila terlanjur sudah membuat Peraturan Daerah tentang izin lingkungan namun tidak sesuai dengan peraturan diatasnya, maka Peraturan Daerah tersebut bisa batal demi hukum. Selain itu Pemerintah Kabupaten Boyolali itu membuat aturan untuk mengendalikan dampak lingkungan yang terjadi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Aturan yang dibuat itu bersifat memaksa dan pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur. Kepala
Bidang
Pengendalian
Pencemaran
dan
Kerusakan
Lingkungan di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali mengatakan bahwa, “apabila izin lingkungan di Kabupaten Boyolali sudah di sahkan maka akan semakin menyulitkan para pengusaha ataupun perusahaan di Boyolali
untuk
memperoleh
izin
lingkungan”.
Pendapat
tersebut
mengandung arti bahwa izin lingkungan akan menghambat visi Pro Investasi di Kabupaten Boyolali karena perusahaan wajib memiliki izin lingkungan yang dinilai akan mempersulit. Penulis kurang setuju dengan pendapat yang diutarakan oleh Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali. Izin lingkungan sebagai syarat pemberian izin usaha dan/atau kegiatan bukan menjadi ancaman untuk investasi, namun akan menjamin kepastian hukum bagi perusahaan. Perusahaan akan terlindungi dengan memenuhi kebutuhan lingkungan. Perasaan khawatir terhadap mekanisme izin lingkungan harus segera dilupakan. Selain itu, agar proses izin lingkungan tidak terkesan menghambat investasi di Kabupaten Boyolali, maka pemerintah daerah harus segera menyusun regulasi dan rencana teknis, termasuk peningkatan SDM, agar proses izin lingkungan dapat dilaksanakan dengan cepat dan mudah namun tidak mengurangi proses dan kualitas hasilnya. Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, izin lingkungan bukan birokrasi perizinan, tetapi merupakan instrumen pengendalian dan pengawasan risiko lingkungan dari berbagai kegiatan. Izin lingkungan justru menghindarkan pengusaha dari pengeluaran biaya tinggi karena cukup mengurus satu izin satu kali saja. Perusahaan tidak bisa “main-main” dengan
Undang-Undang
ini,
karena
pelanggaran
izin
lingkungan
mengakibatkan sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif bisa berupa teguran tertulis, paksaan, hingga pembekuan, dan pencabutan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
izin lingkungan. Tanpa izin lingkungan perusahaan tidak akan bisa menjalankan usahanya. Sedangkan sanksi pidana bisa berupa penjara belasan
tahun
dan
denda
hingga
puluhan
miliar
rupiah
(www.MenLH.go.id). Dalam pemberian izin dibidang lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Boyolali selama ini menggunakan mekanisme pemeriksaan UKL-UPL dan SPPL. Pada kenyataan di lapangan bahwa usaha dan/atau kegiatan di wilayah Kabupaten Boyolali hanya mencakup 2 (dua) mekanisme tersebut dan belum pernah sampai pada kasus rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan. Apabila ada usaha dan/atau kegiatan yang mengharuskan dengan mekanisme penilaian Amdal, maka kasus tersebut akan di bawa kepada penilaian Amdal provinsi. Proses pemeriksaan UKL-UPL di Kabupaten Boyolali yaitu mulai dari Pemrakarsa mengajukan surat permohonan untuk pemeriksaan dokumen, setelah itu masuk ditindak lanjuti dengan pemeriksaan dokumen dengan menghadirkan tim pemeriksa. Kemudian ada koreksi dari tim pembahas kemudian ditindaklanjuti dari pemrakarsa, dikembalikan lagi ke Badan Lingkungan Hidup (BLH). Apabila sudah betul atau sesuai baru diterbitkan rekomendasi. Dari awal sampai terbit rekomendasi dibatasi waktu 14 hari kerja. Dalam proses perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sering memperoleh berbagai kendala. Kendala-kendala yang sering terjadi dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antara lain (Lilin Budiati, 2012:27): a. b. c. d. e. f.
Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM); Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA); Lemahnya implementasi peraturan perundang-undangan; Lemahnya penegakan hukum lingkungan; Kurangnya pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup; Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Solusi dari belum terbentuknya Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang izin lingkungan untuk memaksimalkan perizinan di bidang lingkungan tanpa merubah aturan-aturan yang telah ditetapkan. Maksudnya perizinan dapat ditempuh dengan waktu yang lebih singkat, pelayanan yang prima dan proses kehati-hatian. Pemaksimalan perizinan juga merupakan salah satu upaya pendukung visi Pro Investasi Kabupaten Boyolali. Proses perizinan yang memuaskan akan menjadi daya tarik investasi di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan laporan dari Badan Lingkungan Hidup, mekanisme izin lingkungan hanya merupakan sebuah proses awal dari usaha dan/atau kegiatan. Penaatan terhadap proses awal ini belum dapat menjamin sebuah usaha dan/atau kegiatan tidak akan menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Hal tersebut dikarenakan terdapat proses selama operasional usaha dan/atau kegiatan, dimana pengusaha diwajibkan mengendalikan dampak lingkungan dengan melakukan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan sebagaimana tertuang dalam dokumen Amdal atau UKL-UPL. Dalam hal ini tingkat ketaatan pengusaha dalam mengendalikan dampak lingkungan dan peran pengawasan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali dan/atau masyarakat lebih menentukan terjadi atau tidaknya pencemaran lingkungan. Proses awal itu berperan untuk mengurangi potensi terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Akibat usaha dan/atau kegiatan sehingga belum dapat memastikan sebuah usaha dan/atau kegiatan menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Sebagai ilustrasi dari kasus itu, jumlah kasus pada 3 tahun terakhir yaitu dari tahun 2010 sampai dengan 2012 terdapat 27 kasus. Kasus pengaduan masalah lingkungan pada tahun 2010 sebanyak 7 masalah, kasus pengaduan masalah lingkungan pada tahun 2011 sebanyak 13 masalah, dan kasus pengaduan masalah lingkungan pada tahun 2012 sebanyak 7 masalah. Dari keseluruhan kasus tersebut semua perusahaan telah memiliki perizinan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
di bidang lingkungan. Perusahaan yang bermasalah tersebut dikarenakan 3 alasan yaitu yang pertama dikarenakan pelaksana atau pemrakarsa tidak menaati ketentuan di dalam izin lingkungan, disini konteksnya Amdal atau UKL-UPL, selanjutnya yang kedua dikarenakan pengawasnya yang tidak efektif dan yang ketiga penegakan hukumnya, mungkin disebabkan oleh karena kurangnya penegakan aturan terhadap pelanggaran-pelanggaran dibidang lingkungan hidup.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. SIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan yang penulis uraikan dimuka, maka dapat penulis simpulkan: 1. Landasan yuridis dalam pemberian Izin Lingkungan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali baru sebatas undang-undang dan peraturan
pemerintah,
sedangkan
peraturan
mengenai
tata
cara
pelaksanaan izin lingkungan belum ada. Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali belum menerapkan izin lingkungan sebagai persyaratan izin usaha, namun sudah menerapkan mekanisme Amdal dan UKL-UPL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan dengan keputusan kelayakan lingkungan dan rekomendasi UKL-UPL sebagai persyaratan perizinan. Secara substansi tidak ada perbedaan yang prinsip, karena izin lingkungan diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan setelah pemrakarsa yang bersangkutan memiliki keputusan kelayakan lingkungan dan rekomendasi UKL-UPL. Dalam hal ini pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan harus mengetahui lebih dahulu jenis dokumen apa yang harus disusun, Amdal atau UKL-UPL. Dari sisi mekanisme, waktu dan biaya, penerapan izin lingkungan tidak merubah secara signifikan terhadap mekanisme Amdal dan UKL-UPL yang selama ini sudah berjalan, sehingga tidak akan berpengaruh signifikan pada kecepatan pelayanan bagi pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan mulai dari pengajuan permohonan hingga terbitnya izin lingkungan. 2. Mekanisme izin lingkungan sebagai persyaratan perizinan sebagai bentuk kegiatan usaha Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Boyolali secara umum telah efektif membuat pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan mengikuti commit to user sebagai sarana perlindungan dan proses dan menempatkan izin lingkungan
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
pengendalian dampak lingkungan hidup pada tahap awal rencana kegiatan. Sedangkan pada tahap pelaksanaannya, adanya izin lingkungan belum dapat menjamin usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan pencemaran atau
kerusakan
lingkungan.
Masih
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi efektivitas perlindungan dan pengendalian lingkungan hidup, yaitu: d. faktor ketaatan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan terhadap pedoman dalam Amdal dan UKL-UPL dan peraturan lainnya; e. faktor pengawasan dan pemantauan dari pihak internal dan pihak eksternal, pihak internalnya pemerintah dan pihak eksternalnya masyarakat; f. faktor penegakan hukum, yaitu penegakan aturan terhadap penaatanpenaatan dibidang lingkungan hidup.
B. SARAN Dari hasil
penelitian
dan pembahasan diatas,
penulis
akan
memberikan saran terkait dengan penelitian hukum ini. Saran-saran tersebut antara lain: 1. Agar mekanisme izin lingkungan segera dapat diterapkan dan tidak menimbulkan permasalahan dalam kecepatan pelayanan izin lingkungan, sebaiknya: a. Pemerintah pusat yang diikuti oleh pemerintah daerah Kabupaten Boyolali untuk segera menerbitkan peraturan hukum tentang tata cara pemberian izin lingkungan. b. Pemerintah Kabupaten Boyolali menyusun regulasi yang dapat mempercepat mekanisme izin lingkungan dan menyiapkan sumber daya manusia yang mampu melaksanakan izin lingkungan dengan baik sehingga tidak menghambat izin usaha (investasi). 2. Agar izin lingkungan dapat berperan secara efektif dalam perlindungan dan pengendalian dampak lingkungan akibat usaha dan atau kegiatan, commit to usermelalui proses yang benar sesuai maka pemberian izin lingkungan harus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
dengan ketentuan dan memuat materi yang jelas dan cukup sebagai bahan pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan bagi semua pihak yang berkepentingan.
commit to user