PENGENDALIAN HARGA SEMBAKO DI DAERAH Oleh
H. Abdul Azis.SH.MH
Abstraksi Kota Mataram, menjelang beberapa hari masuknya Bulan Suci Ramadhan selalu diikuti pula dengan kenaikan harga sembako dan barang lainnya, pada saat itu dibarengi dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sembako serta faktor psikologi masyarakat yang takut kehabisan stok menjadi pemicu kenaikan harga barang sembako.Kenaikan pendapatan konsumen dan meningkatnya kebutuhan akan hasil produksi pada waktu tertentu sementara penawaran akan produk yang diminta tersebut relatif tetap, dapat memicu kenaikan harga diatas normal, demikianlah hukum permintaan dan penawaran barang. Mengantisipasi kenaikan harga tersebut dibutuhkan peran pemerintah menstabilkan harga dengan cara mengatur distribusi barang, menjaga stok barang sesuai kebutuhan masyarakat, menjaga kondisi psikologis masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga tercapainya stabilitas harga barang. Kata Kunci : pemerintah, permintaan, penawaran, peran daerah.
1. Telah dikoreksi oleh Tim Editor Website BKD dan Diklat Provinsi NTB 2. Widyaiswara Madya pada BKD dan Diklat Provinsi NTB
1
BAB I PENDAHULAUN
A. LATAR BELAKANG Kenaikan harga sembako menjelang puasa dan Idul Fitri sudah tidak bisa dihindari lagi, apalagi dengan kenaikan harga BBM memberi peluang besar para pedagang menaikkan harga barangnya terlebihlebih pada menjelang bulan Suci Ramadhan, Pemerintah Kota dalam hal ini Dinas Koperindag Kota Mataram harus lebih awal bisa mengantisipasi kenaikan harga sembako dengan mempersiapkan persediaan barang yang cukup sampai dengan
Idul Fitri, sambil terus memantau harga
pasar yang ada pada 17 pasar tradisional di Kota Mataram. Walaupun BPS Kota Mataram mempublikasikan bahwa inflasi bulan Mei 2015 sebesar
- 0,04 persen, namun pedagang yang ada pada 6 kecamatan
yang ada di Kota Mataram ini rawan untuk menaikkan harga sembako menjelang bulan Ramadhan. Kenyataan ini kadang-kadang Pemerintah
terus berlanjut walaupun
tidak bisa mengendalikan lonjakan harga
disetiap komoditi/barang tersebut karena pedagang yang memegang kunci utama dalam alur transaksi di pasar bagi para pedagang, khususnya di pasar tradisional momentum bulan puasa sangat ditunggutunggu, sebab sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran bahwa dengan naiknya pendapatan konsumen/masyarakat ditambah semakin
meningkatnya
dengan
kebutuhan akan sembako di bulan suci
Ramadhan tentu permintaan konsumen akan
sembako
bertambah
banyak, sementara penawaran barang sembako relatif tetap, maka akan
2
mengakibatkan harga-harga cendrung menjadi naik. Disinilah peranan pemerintah daerah untuk selalu menjaga perubahan atau lonjakan harga sembako sebagai langkah dalam melindungi masyarakat .
B. PERAN PEMERINTAH DAERAH Mengingat luas Kota Mataram tidak begitu luas yaitu 61,30 Km² dengan jumlah penduduk 413.210 jiwa, dengan kepadatan penduduk 6.741 jiwa/km2, tidak terlalu sulit memantau pasar-pasar tradisional yang jaraknya cukup dekat antara pasar yang satu dengan pasar lainnya. Karena dampak kenaikan sembako ini akan sangat terasa bagi Ibu-ibu rumah tangga karena para pembeli yang mayoritas adalah ibu rumah tangga mengeluh dengan keadaan ini atau mereka berharap pemerintah mengantisipasi dengan melakukan operasi pasar murah atau cara lain yang lebih bijaksana. Kebutuhan rumah tangga naik membuat mereka semakin bingung bila harga sembako berfluktuatif atau bahkan tidak terkendali karena kebingungan ini akan bertambah manakala gaji sang suami yang rencananya akan menerima kenaikan gaji bulan Juli 2014 ini, tetapi kemungkinan harga-harga sembako terus melaju membuat masyarakat terpuruk. Selain itu warga miskin yang jumlahnya 49.633 jiwa atau 11,87 persen semakin miskin, apabila harga tidak diantisipasi lebih awal oleh pemerintah. Data dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan
Kota Mataram hasil pantauan tanggal 12 Maret 2015,
secara umum masih normal belum ada kenaikan yang berarti, kecuali masih ada beberapa barang yang sudah mulai mengalami kenaikan seperti beras C4 Super, beras C4 medium dari harga Rp. 8.000/kg
3
menjadi Rp. 8.500/kg atau naik 2,56 persen, dan komoditi lainnya ratarata kenaikan menjacapi naik 14 persen. Kenaikan harga tersebut bukan saja karena kekurangan stok atau kelangkaan komoditi/barang tersebut, namun kenaikan harga tersebut bisa pula disebabkan oleh karena faktor psikologis masyarakat yang takut kehabisan stok dan ada permainan harga dikalangan pedagang yang selalu memanfaatkan peluang hari besar keagamaan untuk mencari untung diatas harga normal, sehingga perlu diantisipasi dengan operasi pasar murah. Selain langkah memantau harga di beberapa pasar perlu juga koordinasi dengan distributor serta mengontrol persediaan barang yang ada untuk melakukan operasi pasar murah untuk menjaga lonjakan harga yang tidak diharapkan karena akan terjadi di masing-masing pasar atau masing-masing pedagang di pasar memberikan harga yang berbeda kepada konsumen. Jadi pemerintah tidak akan bisa mengontrol kenaikan harga kalau hanya memantau beberapa pasar saja. Momentum bulan puasa dan Idul Fitri juga dijadikan peluang besar untuk pedagang mencari untung, meskipun stok barang stabil atau mencukupi, namun hal ini tidak jadi jaminan harga sembako tidak naik. Pemerintah Daerah harus mengambil langkah-langkah strategis seperti memantau harga pasar lebih dini, walaupun untuk sementara informasi dari kenaikan harga sembako dan komoditi lainnya belum sampai menimbulkan permasalahan dimasyarakat. C. REGULASI PEMERINTAH Dalam perkembangannya, konsep pemerintahan mengalami transformasi paradigma dari yang serba negara ke orientasi pasar (market or public interest), dari pemerintahan yang kuat, besar dan 4
otoritarian ke orientasi small and less government, egalitarian dan demokratis,
transformasi sistem pemerintahan dari yang
serta
sentralistik ke desentralistik. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi penyusunan dan penerapan yang
demokratis
dalam
era
maksud
untuk
membangun
dengan
kebijakan
globalisasi. Pemerintahan peradaban
negara dibentuk
dan menjaga
sistem ketertiban sosial sehingga masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar dalam konteks kehidupan
bernegara.
Fenomena
demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan,
sementara
fenomena
globalisasi
ditandai dengan saling ketergantungan antara bangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi dan aktivitas dunia usaha. Kedua fenomena tersebut, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut
redefinisi
peran
pelaku-pelaku
penyelenggaraan
pemerintahan. Upaya mewujudkan good local governance idealnya dimulai dengan mewujudkan
good governance pada Pemerintah
Pusat sebagai pilots pemerintahan. Selain itu format kebijakan otonomi daerah saat ini perlu penyelenggaraan
dievaluasi,
otonomi
untuk
daerah
saat
mengetahui
apakah
ini dapat menunjang
terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih dari KKN. Pemerintah sebelumnya memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat mengalami pergeseran peran dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang dinilai cenderung
menghambat
aktivitas
bisnis, harus mulai menyadari 5
pentingnya
regulasi yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya,
masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries),
sebagai
pemilik
kepentingan yang juga berfungsi sebagai pelaku. Terjadinya
krisis
ekonomi
mulai
di
menyadari
Indonesia
kedudukannya
antara
lain
disebabkan
oleh
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk. Sehubungan itu, sebuah lembaga
konsep
baru yang semula
donor internasional,
dengan
diperkenalkan lembaga-
yaitu konsep tata kepemerintahan
yang baik (good governance), sekarang menjadi salah satu kata kunci dalam
wacana
untuk
membenahi
sistem
penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia. Konsep ini pertama diusulkan oleh Bank Dunia (World Bank), United Nations Development Program (UNDP), Asian Development Bank (ADB), dan kemudian banyak pakar di negara-negara
berkembang
bekerja
gagasan-gagasan baik menyangkut berdasarkan
kondisi
kearifan lokal. Tata UNDP
adalah
lokal
keras
untuk
mewujudkan
tata-pemerintahan
tersebut
dengan mengutamakan unsur-unsur
kepemerintahan
yang
baik
dalam
dokumen
penggunaan wewenang ekonomi, politik dan
administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan dan
lembaga-lembaga
mencakup seluruh mekanisme, proses,
dimana
warga
dan
kelompok-kelompok
6
masyarakat mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan antara warga dan kelompok
masyarakat Konseptualisasi
di
good
governance lebih menekankan pada terwujudnya demokrasi, karena itu penyelenggaraan negara yang demokratis menjadi syarat mutlak bagi terwujudnya good govemance, yang berdasarkan pada adanya tanggungjawab, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Idealnya, ketiga hal itu akan ada pada diri setiap aktor institusional dimaksud dengan memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai moral yang menjiwai setiap langkah governance. Good governance
menunjuk
pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata- mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah, tetapi menekankan pada pelaksanaan fungsi
pemerintahan
secara
bersama-sama
oleh
pemerintah,
masyarakat madani, dan pihak swasta. Good governance juga berarti implementasi banyak,
kebijakan
bukan
hanya
sosial politik untuk kemaslahatan rakyat untuk
kemakmuran
orang-per-orang atau
kelompok tertentu. Fenomena demokrasi dan globalisasi berdampak pada reformasi politik di Indonesia,
khususnya
pada
sistem
pemerintahan yang mengalami transformasi dari sistem sentralistik menjadi desentralistik. Sistem pemerintahan desentralistik menuntut adanya Pemerintah
pendelegasian Daerah,
wewenang
dari
Pemerintah
ke
dan selanjutnya kebijakan desentralisasi ini
dituangkan dalam Undang-Undang
Nomor 22 tahun
1999
dan
kemudian direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dengan wujud
7
otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pemerataan pembangunan, peningkatkan daya saing daerah, keadilan,
keistimewaan
dan
kekhususan
serta
potensi
dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip
otonomi
daerah
merupakan
otonomi
seluas-
luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan Pemerintah
yang ditetapkan
yang
menjadi
dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pemerintah daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah dalam rangka pelayanan umum, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan otonomi daerah memiliki konsekuensi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu secara politik, desentralisasi merupakan langkah menuju demokratisasi, karena Pemerintah lebih dekat dengan rakyat, sehingga kehadiran pemerintah lebih dirasakan oleh rakyat dan keterlibatan rakyat dalam perencanaan, pelaksanaan pemerintahan
dan pengawasan
pembangunan
semakin nyata. Secara sosial, desentralisasi
dan akan
mendorong masyarakat ke arah swakelola dengan memfungsikan pranata sosial yang merupakan modal sosial dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat. Secara ekonomi, desentralisasi diyakini dapat mencegah eksploitasi Pemerintah Pusat terhadap daerah, serta dapat menumbuhkan inovasi masyarakat dan mendorong motivasi masyarakat untuk lebih produktif. Secara administrasi, desentralisasi akan mampu meningkatkan kemampuan daerah dalam melakukan
8
perencanaan,
pengorganisasian,
meningkatkan
akuntabilitas
pertanggung jawaban publik. Penyelenggaraan
otonomi
atau daerah
secara faktual memberikan dampak yang positif, khususnya dalam rangka pemerataan dan peningkatan pembangunan di daerah, akan tetapi pada kenyataannya otonomi belum mampu untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. Disisi lain beberapa fakta menunjukkan otonomi daerah juga menjadi sumber rasa ketidakadilan rakyat karena tindakan kesewenang-wenangan dan penyelewengan para penguasa di daerah. Berdasarkan Korupsi
Laporan
Tahunan
Komisi
Pemberantasan
(KPK) Indonesia, menyebutkan bahwa pada tahun 2007
terdapat 17 (tujuh belas) kasus tindak pidana
korupsi
yang
baru
ditangani, diantaranya 9 (sembilan) kasus tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada Pemerintah Daerah. Selain itu yang menjadi perhatian adalah semua tindak pidana korupsi yang
terjadi di
daerah tersebut terkait dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Menurut Legowo dalam Agus (2006) terdapat tiga hal yang
menjadi
penyebab
terjadinya desentralisasi korupsi pada era
otonomi daerah. Pertama, program otonomi daerah hanya terfokus pada pelimpahan wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan dan
administrasi
disertai
dari
pemerintah
pusat
ke
daerah,
tanpa
pembagian kekuasaan kepada masyarakat. Kedua, tidak ada
institusi negara yang mampu mengontrol secara efektif penyimpangan wewenang di daerah. Ketiga, legislatif gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga control, justru sebaliknya terjadi kolusi 9
yang erat antara pihak eksekutif dan legislative di daerah, sementara kontrol dari kalangan civil society masih lemah. Upaya
mewujudkan
good local governance bukanlah suatu hal yang mudah seperti membalik
telapak
dibutuhkan
tangan,
perjuangan
dan
dan tentunya waktu
untuk
panjang.
mewujudkan
Sekalipun
itu
memiliki
kelemahan, penyelengaraan desentralisasi merupakan sarana yang mendekatkan
Bangsa
Indonesia
pada
kondisi yang ideal untuk
membangun good local governance.
10
BAB II PENUTUP
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat penulis berikan adalah bahwa hukum permintaan dan penawaran akan tetap berlaku pada transaksi barang dan jasa, oleh karena itu peran Pemerintah Daerah melalui instansi yang terkait harus mampu sebagai penengah antara penjual dan pembeli dengan cara membuat regulasi yang adil dan saling menguntungkan bagi produsen dan konsumen. Tidak kalah pentingnya pemerintah daerah secara kontinyu selalu mengadakan control dan segera menerapkan operasi pasar agar para sepikulan tidak mudah mempermainkan harga semabako di saat –saat masyarakat sedang membutuhkan terutama di hari-hari besar tertentu.
11
DAFTAR PUSTAKA Lalolo Krina, 2003, Indikator Dan Tolok Ukur Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi, Sekretariat Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang Baik, BAPPENAS, Jakarta Arief Furkan, 2 0 0 4 , Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Burhanuddin, 2004, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, Bumi Aksara, Malang KPK, Annual Report Tahun 2013, hal, 57. KPK, Jakarta, 2008 Raharja, Pratama, Mandala Manurung, 2008, Pengantar Ilmu Ekonomi, Edisi Ketiga, LPFE UI, Jakarta ___________,2014, Harga Sembilan Bahan Pokok dan Komoditas Strategis Lainnya di Kota Mataram, Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mataram, Mataram ___________,2014, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi NTB Tahun 2013-2018, Bappeda Provinsi NTB, Mataram Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan kemudian direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Akses Internet : Website BKD dan Diklat Provinsi NTB : http:///bkddiklat.ntbprov.go.id
12