PENGEMBANGAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH MATERI PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR Wanda Ari Rebowo Guru SDN 101874 Tumpatan Nibung, Kabupaten Deli Serdang Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan (1) pembelajaran video dengan pembelajaran berbasis masalah yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru dan (2) mengetahui kenaikan hasil belajar siswa dengan menggunaan media pembelajaran video pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini digolongkan kedalam jenis penelitian dan pengembangan pendidikan modifikasi Gall & Borg. Sampel uji coba pada siswa kelas IVA berjumlah 33 siswa dan sampel uji t menggunakan 2 kelas, yaitu kelas kontrol dan kelas perlakuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) lembar validasi ahli media, (2) Tes hasil belajar, (3) Angket guru, dan (4) angket siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Hasil pemberian angket kelayakan video pembelajaran ditinjau dari pendapat guru memperoleh persentase rerata skor 90% yang berada dalam kategori “sangat baik”. (2) hasil pemberian angket kelayakan video pembelajaran ditinjau dari pendapat siswa memperoleh rerata skor 94% yang berada dalam kategori “sangat baik”, (3) hasil belajar siswa kelas eksperimen meningkat sebesar 25,10% dan hasil belajar kelas kontrol meningkat sebesar 11,81% (4) Pengujian hipotesis menerima Ha yaitu penggunaan media video pembelajaran berbasis masalah lebih baik hasil belajar dibanding tidak menggunakan media video. Kata Kunci : Video pembelajaran, pembelajaran berbasis masalah, hasil belajar Abstract This study aims to develop (1) video learning with problem-based learningin accord ance with the needsof students and teachersand (2) find out increasingstudent learning outcomesby the use ofinstructional media video problem-based learning. This research is classified into typesof research and development of educational modifications Gall&Borg. Sampleis limited tostudents in grade IVA, totaling 33 students and samplet test using 2 class, control classis and class room experiment. Data collection techniquesusedin this study were (1) sheet expert validation, (2) Test results of learning, (3) Teacher questionnaire, and (4) Student questionnaire. The results ofthis study indicatethat (1) The results of teacher questionnaire get score of 90% which is inthe category of very good. (2) the results student questionnaire get score of 94% which is inthe category of very good, (3) student learning outcomes experimental class in creased by 25.10% and the control class learning outcomes in creased by 11.81%. (4) the results of hypothesis acceptthe hypothesis (Ha) wordsthe use of video media learning based problems in improving learning outcomes in the fourth grade, compared to not using video media is better or significant. Keywords : Video learning, problem-based learning, learning outcomes
Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
94
A. Pendahuluan Pecahan bagi banyak siswa selalu menjadi tantangan yang cukup berat. Berdasarkan hasil tes NAEP (National Assesment of Educational Progress) oleh Wearne & Kouba (Van de Walle, 2008:35) “Secara konsisten telah menunjukkan bahwa para siswa memiliki pemahaman yang sangat lemah terhadap konsep pecahan”. Sehingga mengakibatkan siswa kesulitan dalam hal perhitungan dengan pecahan, konsep desimal, persen, penggunaan pecahan dalam pengukuran, konsep rasio dan proporsi. Selanjutnya contoh kasus di lapangan saat peneliti aktif mengajar di Sekolah Dasar Negeri No.101874 Tumpatan Nibung. Peneliti juga mengahadapi hal yang sama, seperti yang dikemukakan oleh Wearne & Kouba yakni kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep pecahan. Kesimpulan tersebut diperoleh setelah peneliti melakukan tes diagnosis pada siswa kelas V di SDN No.101874 T.Nibung. Tes ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap konsep pecahan. Hasil tes diagnosis yang peneliti dapatkan, seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 1 Hasil Tes Diagnosis Rentang Nilai 1 80 – 100 2 60 – 79 3 40 – 59 4 20 – 39 5 0 – 19 Jumlah RATA-RATA Nilai Tertinggi Nilai Terendah
No.
Jumlah Keterangan Siswa 3 Sangat Baik 14 Baik 15 Cukup 6 Kurang 0 Sangat Kurang 38 57 91 20
Berdasarkan tabel diatas nilai rata-rata seluruh siswa masih tergolong rendah yakni hanya 57. Jika batas kelulusan minimal adalah 60 maka sebanyak 21 orang siswa dari 38 siswa mengalami kegagalan. Kemudian peneliti mencoba mencari penyebab mengapa Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
banyak siswa mendapat nilai yang rendah. Dari hasil penafsiran lembar jawaban siswa. Siswa banyak mengalami kesalahan saat menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Mereka tidak memahami aturan bahwa dalam operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan, penyebutnya harus disamakan terlebih dahulu dan hanya pembilangnya saja yang dilakukan penjumlahan atau pengurangan. Siswa juga belum memahami satu kesatuan dari bilangan pecahan. Jika siswa diberikan soal, contoh : “Seorang ibu membeli 1 buah donat kemudian diberikan 1/3 bagian kepada adik, berapa donat yang dimiliki ibu sekarang”. Kebanyakan siswa bingung atau kurang memahami 1 bisa diubah bentuknya menjadi 3/3 untuk memudahkan penghitungan. Selain itu siswa juga masih kesulitan dalam memahami secara utuh antara simbol pecahan, contoh: “2/3” dengan benda nyata dari “2/3” itu sendiri. Untuk itu perlu adanya refleksi yang dilakukan guru, tentang pelaksanaan proses belajar mengajar dalam upaya mengatasi kesulitan siswa. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di sekolah, guru dalam membelajarkan siswa khususnya pada mata pelajaran matematika lebih banyak menggunakan metode ceramah dan latihan. Aktivitas siswa lebih banyak memperhatikan guru dalam menjawab soal matematika setelah itu siswa diperintahkan mengingat kembali dan mencoba melakukan hal yang sama untuk menjawab soal lain, tetapi mengandung bobot materi yang sama. Guru belum memaksimalkan penggunaan media yang konkrit dalam mengajarkan konsep pengertian pecahan. Selain itu guru tidak mengajak siswa untuk bernalar, jarang mendesain kelas agar siswa bekerja bersama temannya (berkelompok), kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya. Padahal menurut Sudradjat (2008:2) tujuan guru membelajarkan matematika adalahuntuk “Pertama: membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, 95
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama; dan kedua: mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain”. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mewujudkan hal tersebutadalah pembelajaran berbasis masalah. Dengan metode pemecahan masalah siswa dilatih fokus dalam menyelesaikan masalah yang sering dialami atau kontekstual bagi peserta didik. Metode pemecahan masalah ini juga mengasah kepekaan siswa dalam melihat situasi yang dialaminya, berpikir lebih kritis, dan melatih siswa untuk melihat segala sesuatu secara menyeluruh tidak terpisah-pisah. Pada akhirnya, pembelajaran yang kita lakukan tersebut akan menghasilkan generasi yang rasional, tidak emosional, dan sebagai pencipta solusi terhadap masalah bangsa. Kunci keefektifan pembelajaran PBM adalah guru dapat memunculkan permasalahan atau pengalaman yang dekat dengan siswa dan mudah dimengerti sesuai dengan tipe belajar siswa seperti auditor, visual, dan kinestetik. Menurut Rusman (2012 : 238) dalam mendesain masalah harus memiliki ciri-ciri: Pertama, masalah nyata dalam kehidupan, Kedua, menantang atau ada motivasi untuk menyelesaikan masalah, Ketiga, masalah diselesaikan secara kolaboratif, Keempat, presentasi masalah menggunakan video klip, audio, jurnal, majalah, atau website. Penggunaan video bisa dimanfaatkan untuk memudahkan guru dalam menampilkan masalah yang autentik, sehingga meningkatkan keefektifan pembelajaran berbasis masalah. Menurut Uno (2010:141) ada beberapa fungsi media pembelajaran dalam bidang matematika di antaranya adalah: “(1) Dengan adanya media pembelajaran, anak-anak akan lebih banyak mengikuti pelajaran dengan gembira; (2) Konsep abstrak matematika dapat disajikan Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
dalam bentuk konkret; (3) Anak akan menyadari adanya hubungan antara pembelajaran dengan benda-benda yang ada di sekitarnya; dan (4) Konsep abstrak matematika dalam bentuk model konkret dapat dijadikan objek penelitian, alat penelitian, dan menemukan relasi-relasi baru”. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan peneliti diatas, penelitian ini berfokus pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan : 1) pembelajaran berpusat pada siswa (Learner Centered), 2) Learning By Doing, 3) pembelajaran yang mendorong siswa dapat menyelesaikan masalahnya di kemudian hari, selanjutnya dalam melakasanakan pembelajaran guru sebaiknya menggunakan media yang 1) memanfaatkan teknologi, 2) sesuai dengan materi yang diajar, 3) dapat menimbulkan masalah yang akan diselesaikan siswa, maka guru bisa menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dengan memanfaatkan media video yang sesuai untuk mengajarkan pokok bahasan pecahan pada pelajaran matematika. Untuk itu perlunya dikembangkan, media pembelajaran video dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas IV sekolah dasar materi pecahan. Kemudian, berapa persentase kenaikan hasil belajar siswa jika menggunakan media video pembelajaran berbasis masalah tersebut. B. Kajian Pustaka Miarso (2004:545) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain.Sedangkan menurut Kemp dalam Rusmono (2012:6) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan proses yang kompleks, yang terdiri atas fungsidan bagianbagian yang saling berhubungan satu sama lain serta diselenggarakan secara logis untuk mencapai keberhasilan belajar. Dan menurut Gagne, Briggs, dan Wager dalam Rusmono (2012:6), pembelajaran adalah serangkaian 96
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.Berdasarkan pengertian pembelajaran diatas dapat kita ambil poin-poin inti dari pembelajaran: (1) pembelajaran merupakan proses yang disengaja dan direncanakan, (2) dalam proses tersebut terdapat interaksi antar pembelajar dan antara pendidik dengan pembelajar, (3) interaksi yang terjadi dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan pembelajar, (4) agar interaksi berjalan maksimal dan tercapainya tujuan pembelajaran, pendidik mempersiapkan kondisi lingkungan dan sumber belajar. Jika indikator-indikator pembelajaran tersebut diramu menjadi satu kesatuan kalimat utuh, maka yang disebut pembelajaran merupakan suatu upaya yang telah direncanakan untuk menciptakan kondisi sehingga peserta didik dapat berinteraksi agar memperoleh pengetahuan dan tercapainya tujuan pembelajaran. Sumarmo (1987) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan hal yang sangat penting sehingga menjadi tujuan umum pengajaran matematika bahkan sebagai jantungnya matematika, dan sebagai fokus dari matematika sekolah dan bertujuan untuk membantu dalam mengembangkan berpikir secara matematis. Lebih lanjut pemecahan masalah menurut Wahyudin (2008) ialah keikutsertaan dalam suatu tugas yang metode pemecahannya tidak diketahui sebelumnya, agar menemukan suatu pemecahan, para siswa mesti menarik pengetahuan yang mereka miliki, dan lewat proses ini, mereka seringkali akan membangun pemahamanpemahaman matematis yang baru. Memecahkanmasalah bukan saja merupakan suatu sasaran belajar matematika tetapi sekaligus alat utama dalam pelaksanaan pembelajaran. Para siswa mesti sering mendapatkan kesempatan untuk merumuskan, dan memecahkan masalahmasalah yang kompleks yang menuntut usaha yang sangat besar dan mereka pun kemudian mesti didorong untuk merefleksi Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
pada pemikiran mereka sendiri.Menurut Ibrahim, Nur dan Ismail (Rusman, 2012:243) bahwa langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut; Tabel 2. Langkah-langkah Berbasis Masalah Fa Indikator se 1 Orientasi siswa pada masalah
2 Mengorganisa si siswa untuk belajar
3 Membimbing penga laman individual/ kelompok
4 Mengembang kan dan menyajikan hasil karya
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Tingkah Laku Guru Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Hasil belajar adalah kemampuan yang didapati seseorang setelah ia melalui kegiatan belajar, seperti yang diungkapkan olehNana Sudjana (2008:22) ”Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman 97
belajarnya”.Seperti pernyataan (Abdur rahman, 1999) berikut ini bahwa:Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Anak yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.Dari dua kutipan tentang pengertian hasil belajar dari para ahli, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku atau kemampuan yang peserta didik peroleh setelah melakukan kegiatan belajar. Menurut Kamus Besar Babasa Indonesia (Depdikbud, 1999), video diartikan sebagai rekaman gambar hidup atau program televisi lewat tayangan pesawat televisi. Atau, dengan kata lain video merupakan tayangan gambar bergerak yang disertai dengan suara. Dari hasil penelitian American Hospital Association dalam Prastowo (2011:303), ditemukan bahwa bahan ajar video memiliki sejumlah kelebihan serta keterbatasan tertentu. Adapun kelebihankelebihannya, antara lain bermanfaat untuk menggambarkan gerakan, keterkaitan, dan memberikan dampak terhadap topik yang dibahas; dapat diputar ulang. Selain itu, gerakan mulut dapat direkam dengan video; dapat dimasukkan teknik film lain, seperti animasi; dapat dikombinasikan antara gambar diam dengan gerakan; dan proyektor standar dapat ditemukan di mana-mana. Sedangkan keterbatasan yaitu ongkos produksinya mahal dan tidak kompatibel untuk beragam format video. Namun, untuk dua keterbatasan ini, kalau kita amati dari kondisi sekarang, kelihatannya sudah tidak relevan lagi. Sebab, saat ini kita bisa menemukan berbagai alat perekam video denganharga murah, misalnya dengan menggunakan peralatan telekomunikasi (terutama hand phone) atau peralatan digital multimedia player (misalnya MP5, MP6, dan Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
MP7). Dari sisi format videonya, untuk saat ini juea lebih kompatibel, bahkan dengan peralatan dan software yang tersedia di pasaran maupun di internet, kita bisa mengubah-ubah formatnya ke berbagai jenis format video yang kita inginkan. Caranya yakni dengan menjalankan software konversi videoyang kita inginkan. Beberapa contoh format video digital, antara lain mpeg, am, flv, 3gp, dan sebagainya. Langkah-langkah yang dapat kita tempuh untuk menyusun sebuah program video/film, menurut Diknas dalam (Prastowo, 2011) adalah sebagai berikut. Pertama, Judul diturunkan dari kompetensi dasar atau materi pokok sesuai dengan banyak sedikitnya materi. Kedua pembuatan sinopsis yang menggambarkan secara singkat dan jelas tentang materi yang akan dibahas dalam sebuah program video.Ketiga, informasi pendukung dijelaskan secara gamblang, padat, dan menarik dalam bentuk story board atau naskah. Kita bisa menggunakan berbagai sumber belajar untuk memperkaya materi, misalnya buku, majalah, video, internet, atau jurnal hasil penelitian. Sebuah story board umumnya ditulis dalam dua kolom, di mana kolom pertama berisi gambar atau bagan yang dilengkapi dengan perintah-perintah pengambilan gambar, sedangkan kolom kedua berupa narasi yang menjelaskan garnbar. Kejelasan sebuah story board akan memudahkan dalam memproduksi sebuah program video/film.Keempat, pengambilan gambar dilakukan atas dasar story board. Agar hasilnya maksimal dan bagus, sebaiknya dikerjakan oleh orang yang menguasai alat rekam gambar. Kelima, proses editing dilakukan oleh orang yang mengetahui alat edit didampingi oleh orang. yang menguasai substansi atau isi materi video/film. Keenam, agar hasilnya memuaskan, sebelum digandakan sebaiknya dilakukan penilaian terhadap program secara keseluruhan, baik secara substansi, edukasi, maupun sinematografi.Ketujuh program video atau film biasanya tidak interaktif, 98
namun tugas-tugasnya dapat diberikan pada akhir penayangan melaluipresenter. Tugastugas dapat juga ditulis dalam lembar kertas lain, misalnya berupa lembar tugas praktik yaitu mempraktikkan apa yang telah dilihat dalam program video. Tugas dapat diberikan secara individu ataupun kelompok. Kedelapan, penilaian dapat dilakukan terhadap jawaban tertulis dari pertanyaan dalam program video/film atau hasil karya dari tugas yang diberikan. C. Metodologi Penelitian Penelitian ini digolongkan kedalam jenis penelitian dan pengembangan pendidikan. Menurut (Gall, 2003: 271) langkah-langkah yang seharusnyaditempuh dalam penelitian pengembangan (research and development) meliputi: (1) studi pendahuluan, (2) perencanaan, (3) pengembangan model hipotetik, (4) penelaahan model hipotetik, (5) revisi, (6) uji coba terbatas, (7) revisi hasil uji coba, (8) uji coba lebih luas, (9) revisi model akhir, dan (10) diseminasi dan sosialisasi. Namun tahapan pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi. Penelitian pengembangan ini dilakukan dalam 3 tahapan yaitu: 1) tahap studi pendahuluan dilakukan dengan menerapkan pendekatan deskriptif kualitatif, 2) tahap pengembangan desain media pembelajaran video, dilanjutkan dengan validasi ahli (expert judgement), revisi dan perbaikan, dilanjutkan dengan uji coba terbatas serta evaluasi dan perbaikan, 3) tahap evaluasi yang meliputi implementasi model yang dibuat dengan metode eksperimen kuasi (pretestposttest control group design). Tahapan lengkap tahapan penelitian pengembangan (Ketang, W. 2012):
Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
1.TahapStudiPenda Studi litera
Studilapangantentangpe mbuatan media Pengertian Media audio visual, kelebihan &
Menganalisiskom petensi, materi esensial,analisis konsepdanketera
Desk ripsi Deskripsihas il, memetakanh asil
2.TahapPengemb
Judge ment
Perancangan Media Pembelajaran DraftdesainM edia Pembelajaran
Revi
Uji coba terbatas
Evaluasidan penyempurna
Media Pembelajaran
3.TahapPenguj Media Pembelajaran
1. Tes awal 2. Implementasimedia
Gambar 1. Tahapan lengkap tahapan penelitian pengembangan (Ketang, W, 2012). Adapun langkah mengumpulkan data yang akan dilakukan pada penelitian pengembangan media video dengan PBM adalah sebagai berikut:
99
Tabel 2. Langkah Mengumpulkan Data Penelitian No. Kegiatan Metode Instrumen 1.
Validasi - Angket desain media video dengan PBM oleh pakar media pembelajaran
Angket Rubrik Seleksi Video (From Smaldino,dkk; 2011:430)
2.
Uji coba - Angket terbatas Siswa kepada 33 siswa dan 1 guru observer
Angket kelayakan video pembelajaran ditinjau dari penilaian siswa
- Angket Guru
3.
Implementasi Model kepada siswa kelas IV SDN No.101874
Angket kelayakan video pembelajaran ditinjau dari penilaian guru
Tes Pre test dan Tertulis Post Test - Subjektif Tes
Teknik analisis data hasil validasi ahli desain media pembelajaran, terdiri dari 10 kategori yakni : (1) Selarasdengan Standar, Hasil, & Tujuan; (2) Informasi yang Akurat &Terbaru; (3) Bahasa yang Sesuai Usia; (4) Tingkat Ketertarikan & Keterlibatan; (5) Kualitas teknis (6) Mudah Digunakan (Pengguna Mungkin Adalah Para Siswa atau Guru); (7) Bebas Bias; (8) Panduan& Arahan Pengguna; (9) Melaju dengan Sesuai; (10) Penggunaan Alat Bantu Belajar Kognitif (Tinjauan, Petunjuk, Rangkuman). Selanjutnya, skorhasil penilaian validator untuk masing-masing perangkat dianalisis berdasarkan persentaserata-rataskor. Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
RPP dinilai dengan 14 indikator penilaian yang terdiri dari tiga aspek yakni: (1)Format, (2) bahasa, dan (3) Isi. Selanjutnya, skor hasil penilaian validator untuk masing-masing aspek dianalisis berdasarkan persentase rata-rata skor. Kategori penilaian lembar validasi Angket Penilaian Dan Tanggapan Guru dan Siswa terhadap media pembelajaran terdiri dari 4 kategori yakni : (1) Content / Isi; (2) Purpose /Tujuan; (3) Appropriateness / Kelayakan; dan (4) TechincalQuality (Kualitas Teknik). Selanjutnya, skor hasil penilaian guru dan siswa untuk masing-masing perangkat dianalisis berdasarkan rata-rata skor. Deskripsi rata-rata dikategorikan berdasarkan angka skala penilaian yakni sebagai beikut: 1 (tidak baik), 2 (kurang baik), 3 (cukup baik), 4 (baik), dan 5 (sangat baik). Berdasarkan penilaian guru dan siswa akan didapat kekurangan dan kelebihan terhadap media video yang dikembangkan. Kategori yang mendapat penilaian kurang dari 4 atau lebih rendah dari skala “baik” akan mendapat revisi. Analisis test hasil belajar diambil melaluites awal (pre test) dan tes akhir post test), kemudian data dijumlahkan, dan dihitung rata-ratanya. Setelah data terkumpul maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Uji normalitas; bertujuan untuk mengetahui normalitas data. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji liliefors (sudjana, 2005), (2) Uji hipotesis, untuk menguji hipotesis digunakan Uji-t dengan statistik sebagai berikut: Ho : μ1 = μ2 Ha : μ 1 ≠ μ2 Keterangan : μ1 : Rata-rata hasil post test menggunakan media video pembelajaran berbasis masalah μ2 : Rata-rata hasil post test tidak menggunakan media video pembelajaran berbasis masalah Uji-t yang digunakan adalah uji beda dua mean sampel independen, karena data 100
yang digunakan berasal dari dua kelompok yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kriteria pengujian adalah : Ho diterima jika -t tabel< t hitung< t tabel . Untuk harga-harga t lainnya Ho ditolak, dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan dk = (n1 + n2 - 2). Rumus yang digunakan adalah : − = 1 1 +
S =
(
)
(
)
Keterangan : : Rata-rata kelompok 1 : Rata-rata kelompok 2 S1 : Simpangan Baku Kelompok 1 S2 : Simpangan Baku Kelompok 2 n1 : Jumlah sampel kelas 1 n2 : Jumlah sampel kelas 2 D. Hasil Penelitian Pada tahap pengembangan media terdapat beberapa langkah yakni: (1) langkahlangkah persiapan sebelum produksi video pembelajaran, (2) Pembuatan RPP dengan menggunakan Media Video dan PBM, (3) Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran; hasil penilaian ahli diketahui bahwa kedua validator memberikan penilaian dengan presentase rerata skor 80%, persentase tersebut masuk kedalam kriteria baik dan pada kriteria validitas butir berada direntang 80%- 100% yakni RPP dinyatakan Valid dan dapat dilaksanakan. Selain itu kedua validator juga menyampaikan secara lisan bahwa RPP sebaiknya direvisi terlebih dahulu sebelum digunakan. (4) Pembuatan Pre Test dan Post Test. (5) Validasi Pre Test dan Post Test; keduavalidatormemberikanpenilaian Pre Testdenganpresentase rerata skor 90%, persentase tersebut masuk kedalamkriteria baik dan pada kriteria validitas butir berada direntang 80% - 100% yakni Pre Test dinyatakan Valid dan dapat dilaksanakan. Selain itu kedua validator juga Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
menyampaikan secara lisan bahwa soal nomor 4 dan 5 sebaiknya direvisi terlebih dahulu sebelum digunakan. Hasil validasi ahli/validator terhadap Post Test adalah sebagai berikut: presentase rerata skor 77%, persentase tersebut masuk kedalam kriteria baik dan pada kriteria validitas butir berada direntang 60% - 79% yakni Post Test dinyatakan Kurang Valid dan dapat dilaksanakan dengan revisi. Selain itu kedua validator juga menyampaikan secara lisan bahwa soal nomor 1,2,3,4 dan 5 sebaiknya direvisi terlebih dahulu sebelum digunakan. Dari penilaian paravalidator diperoleh kritik, saran, dan masukanyang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan melakukan revisi Pre Test dan Post Test. (6)Perancangan Story Board untuk materi penjumlahan dan pengurangan pecahan. dalam penelitian ini, dibuat dua buah video pembelajaran. Video pertama tentang penjumlahan pecahan dan video kedua membahas pengurangan pecahan sekaligus operasi campuran. StoryBoard yang disusun menggunakan kompetensi dasar kelas IV semester II mata pelajaran matematika yakni menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan. Penulis naskah pada penelitian ini adalah peneliti sendiri, kemudian penelaah materi atau validator media adalah dosen pasca sarjana prodi teknologi pendidikan dan guru senior di kabupaten Deli Serdang. Tim media yang ikut terlibat dalam produksi media video ini adalah guru kelas IV SDN 101874, kepala sekolah SDN 101874, Tata usaha SDN 101874, dan siswa siswi SDN 101874. Durasi video pembelajaran kurang lebih sekitar 10 menit. Dalam durasi tersebut, pada menit pertama terdapat dua orang tokoh boneka yang bernama Snacky dan Ducky. Mereka adalah boneka sekaligus pembuka dan pengantar yang menjelaskan tujuan pembelajaran serta memberikan petunjuk bagaimana siswa menyaksikan video pembelajaran. Setelah itu, akan terlihat percakapan antara dua orang siswa/siswa. Kemudian mereka akan mendapatkan kesulitan mengenai operasi hitung pecahan. 101
Dalam video ini juga tampak interaksi yang ditimbulkan antara pemain dalam video dengan penonton, yakni sesekali pemeran bertanya pada penonton, seperti meminta tolong untuk membantu permasalahan mereka. Setelah itu diakhir sesi akan dijelaskan kembali cara memecahkan permasalahan mereka dengan animasi. Langkah selanjutya adalah menghasilkan produk awal Media Video Berbasis Masalah. Hal yang dilakukan setelah storyboard atau papan cerita selesai disusun.Kemudian dilanjutkan dengan (1) Menggelar rapat antara pihak-pihak yang terlibat seperti siswa, juru sorot, dan peneliti sebagai Director. Pada saat rapat dijelaskan jadwal pelaksanaan pengambilan gambar, pembagian tugas dan peran, dan penghitungan biaya produksi, serta penyiapan alat dan bahan yang digunakan untuk merekam gambar dan suara. (2) Production, yakni tahap pengambilan gambar. Pada tahap ini ditentukan jadwal pengambilan gambar dan meminta ijin untuk pengambilan gambar dari kepala sekolah. Pengambilan gambar pada saat bulan Maret hingga bulan Mei. Pada saat pengambilan gambar dipersiapkan hal pendukung yakni: seting latar, narasi, dan cara pengambilan gambar dilakukan sesuai dengan papan cerita yang telah disusun. (3) Editing dan organizing. Editing adalah tahapan memotong bagian yang kurang sesuai dan menambahkan gambar yang dirasa diperlukan, sedangkan organizing adalah menempatkan gambar dan suara narasi sesuai tahapan-tahapan didalam storyboard. Tahapan terakhir adalahFollow up, yakni kegiatan tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan video pembelajaran yang telah diproduksi, seperti pembuatan petunjuk cara penggunaan media, syarat-syarat penggunaan media, evaluasi untuk pengembangan media dimasa yang akan datang dan pengajuan hak cipta. (4) Validasi Media Video oleh Pakar Media Pembelajaran Validasi media video dilakukan oleh Dosen Ahli Desain Media Pembelajaran Program Pasca Sarjana di Universitas Negeri Medan dan guru senior di Deli Serdang. Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
Media yang divalidasi dimaksudkan pada media video pembelajaran berbasis masalah mata pelajaran matematika materi pecahan. Validator pertama memberi nilai 26 atau persentase sebesar 87% dan validator kedua memberi skor 22 persentase sebesar 73% dan rata-rata persentase kedua validator adalah 80%. (5) Revisi Media Video Pembelajaran Berbasis Masalah Revisi berdasarkan penilaian, komentar, maupun saran dari validasi ahli/validator terhadap video pembelajaran. Setelah produk awal di revisi tahap selanjunya adalah Uji Coba Terbatas.Waktu pelakasanaan uji coba terbatas pada tanggal 7 Juni 2014 – 13 Juni 2014. Sumber data penelitian ini bersumber dari subyek penelitian yakni adalah siswa kelas IV pada Semester II tahun ajaran 2013/2014 Sekolah Dasar Negeri Nomor: 101874 Tumpatan Nibung.Populasipenelitianseluruhsiswa kelas IV SDN No. 101874 Tumpatan Nibung. Sampeluji coba terbatas berjumlah 33 siswa. Hasil pemberian angket guru dan siswa pada saat uji coba produk dapat diketahui bahwa guru memberikan penilaian dengan presentase rerata skor 81%, persentase tersebut berada direntang 80% - 89% yakni berada dalam kategori “Baik”. Berdasarkan penilaian dari guru, didapat kriteria yang perlu diperhatikan. Pada kriteria Appropriateness (Kelayakan), guru ditanya mengenai materi pelajaran yang ditayangkan dalam video apakah materi sesuai perkembangan usia siswa (tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah), guru menilai dengan angka 3(tiga). Beliau berkomentar bahwa “tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama, kebanyakan siswa di SDN 101874 memiliki kemampuan sedang dan lambat”. Beliau juga menambahkan bahwa “orang tua disekitar kurang memperhatikan pendidikan anaknnya di rumah dan siswa disini belum membudidaya dalam membaca sehingga pengetahuannya masih terbatas”. Guru penilai juga memberi saran agar kedalaman materi sedikit diturunkan dan durasi video jangan terlalu cepat agar siswa dapat mengikuti alur 102
Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. o. 2
Desember 2014 201
Pemberian Angket Guru memberikan penilaian denganpresentase rerata skor 90%, persentase tersebut berada direntang 90% 100% yakni berada dalam kategori “Sangat Baik”. Berikutnya adalah tanggapan dari 30 siswa/ siswi kelas eksperiment. Siswa memberikan penilaian dengan presentase rerata skor 94%, persentase tersebut berada direntang 90% -100% 100% yakni berada dalam kategori “Sangat Baik”. Hasil tes awal dan tes akhir siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah sebagai berikut:
Nilai Siswa
video. Berikutnya adalah tanggapan dari 13 siswa laki-laki laki dan 20 siwa perempuan IVB. Sehingga total siswa/siswi yang memberikan pendapatnya adalah sebanyak 33 orang. Siswa memberikan penilaian dengan presentase rerata skor 85%, persentase tersebut berada direntang 80% - 89% yakni berada dalam kategori “Baik”. Berdasarkan pendapat dari siswa, didapat kriteria yang perlu diperhatikan. Berdasarkan pendapat siswa pada bagian kriteria nomor 8 yakni pencahayaan dalam video sesuai dan nyaman dipandang andang (tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap) siswa rata-rata rata memberi pendapat dengan nilai 2,9. Kemudian pada kriteria nomor 10 yakni suara terdengar jelas dan bersih siswa rata-rata rata memberi pendapat dengan nilai 2,1. Hasil pre test dan post test diketahui bahwa hasil pre test 13 orang (36,36%) telah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 20 orang (63,63%) tidak mencapai ketuntasan belajar. Kemudian hasil dari post test menunjukkan bahwa 21 orang (66,67%) telah mencapai ketuntasan belajar, belaj sedangkan 12 orang (33,33%) tidak mencapai ketuntasan. Evaluasi dan perbaikan produk dilakukan untuk mengurangi kelemahan dalam pemakaian media video. Tahap uji-tt media video pembelajaran berbasis masalah, produk hasil pengembangan akan diuji hasil post pos test kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pelaksanaan uji-t menggunakan kelas experiment dan kelas kontrol. Kelas eksperimen dilaksanakan dengan menggunakan media video berbasis masalah dan kelas kontrol dengan metode ceramah dan tidak menggunakan media video v berbasis masalah (seperti biasa guru mengajarkan ngajarkan pecahan). Waktu pelaksanaan pelak pengambilan data untuk uji-tt pada tanggal 14 Juli 2014 – 19 Juli 2014. Sumber data penelitian ini bersumber dari subyekpenelitian yakniadalahh siswa kelas IV pada Semester II tahun ajaran 2013/2014 Sekolah Dasar Negeri Nomor: 101874 Tumpatan Nibung dan 101868 Desa Sena. Implementasimodelmenggunakan lmenggunakan 2kelas, yakni kelas eksperiment dan kontrol. kontrol Hasil
80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Kelas Kontrol
Pre Test
Kelas Eksperime n 58,87
Post Test
78,60
65,73
57,97
Gambar 2. Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata rata Pre Tes Dan Post Tes Persentase kenaikan enaikan untuk kelas eksperimen sebesar25,10% r25,10% yakni dari 58,87 menjadi 78,60 dan kelas kontrol sebesar 11,81% % yakni dari 57,97 menjadi 65,73. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik di bawah ini: Kelas Kontrol Kelas Eksperimen 0
50
100
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Persentase Kenaikan
25,10
11,81
Post Test
78,60
65,73
Pre Test
58,87
57,97
Gambar 3. Persentase Kenaikan Rata Rata-rata 103
Hasil uji T-test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang meliputi uji normalitas, dan uji beda rerata (uji-t) seperti pada Tabel 4.25. Setelah diperoleh data peningkatan hasil belajar berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji statistic parametric (ujit dengan α=0,05). Rangkuman hasil penghitungan dapat dilihat dari tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Rangkuman Hasil Penghitungan Aspek
Pre Test Eksp. Kontrol 30 30
Post Test Eksp. Kontrol 30 30
N Rerata (%) 58,87 57,97 78,60 65,73 St. Deviasi 17,29 17,48 17,08 16,81 0,088 0,081 0,135 0,107 Uji (Normal) (Normal) (Normal) (Normal) Normalita s t hitung = 2,940 t tabel = 2,002 UjiKesimpulan : t t(α=0,05) hitung> t table : Terima Ha
Dengan membandingkan hasil post test kelas kontrol dan hasil post test kelas eksperimen dengan banyak siswa berjumlah 30 orang. Diketahui thitung(2,940535 ) >ttabel(2,0021) yang berarti keputusannya adalah menolak hipotesis (Ho) dan menerima hipotesis (Ha) atau dengan kata lain penggunaan media video pembelajaran berbasis masalah berbeda secara signifikan (dapat digeneralisasikan) dengan tidak menggunakan media video / ekspositori. Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari (Hamalik,2005:70). Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah para siswa memulai dengan pengetahuan terbatas, tetapi melalui kolaborasi dengan rekan, penelitian dan konsultasi dengan ahli, mereka mengembangkan, menjelaskan, dan mempertahankan solusi atau posisi mengenai masalah tersebut. Teknik tersebut menggunakan materi yang berpusat pada masalah dan berdasar Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
kenyataan yang sering kali disajikan oleh media. Misalnya, kasus tertulis, situasi berbasis komputer, dan sketsa video. Menurut Smaldino, dkk (2011:411) keuntungan video pembelajaran yakni gambar dalam video bergerak. Gambar-gambar bergerak memiliki keuntungan yang jelas daripada gambar diam dalam menampilkan konsep di mana gerakan sangatlah penting sekali untuk belajar (seperti kemampuan motorik). Selanjutnya tayangan dalam video memungkinkan diulang sehingga para siswa dapat mengamati dan menganalisis interaksi manusia. Video juga dapat digunakan untuk menyajikan situasi takterselesaikan, yang membuat para pemirsa mendiskusikan berbagai cara mengatasi masalah tersebut. Dari hasil pengembangan dalam penelitian ini, didapat umpan balik yang positif dari guru dan siswa. Berdasarkan respon guru yang mengamati penggunaan media video pembelajaran berbasis masalah, rata-rata menyatakan bahwa materi yang ditayangkan akurat, bahasa sesuai usia siswa, menarik karena memiliki animasi dan boneka, serta pemain dalam video sering mengajak berbicara/berinteraksi dengan penonton. Saat menggunakan media video ini, siswa merasa senang karena menggunakan animasi yang variatif, terdapat boneka yang mengajak siswa untuk belajar bersama, selain itu video menggunakan pemeran yang merupakan temannya sendiri. Dengan menyimak video, siswa dilatih kemampuan mendengar dan mengamati permasalahan keseharian yang mungkin pernah dialami siswa, permasalahan tersebut dirumuskan dan dicari solusinya. Siswa akan diberi penjelasan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga siswa menjadi percaya diri dan berani untuk menyelesaikan masalah berikutnya. Hal tersebut didukung dari hasil kenaikan ratarata dari nilai pre test dan post test antara kelas kontrol dan eksperimen, menunjukkan kelas eksperimen mengalami kenaikan sebesar 25,10 % sedangkan kelas kontrol sebesar 11,81%.
104
D. Penutup Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengembangan media video pembelajaran berbasis masalah materi pecahan untuk siswa kelas IV SD, disimpulkan bahwa: 1) Media video pembelajaran berbasis masalah, telah dikembangkan dengan karakteristik: tokoh dilakonkan oleh siswa, terdapat boneka sebagai pemberi informasi SK, dan KD yang akan dipelajari, animasi, teks, serta persoalan pecahan keseharian siswa. 2) Peningkatan hasil belajar siswa kelas IV yang memperoleh pembelajaran dengan media video pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ceramah. Rata-rata kelas eksperimen meningkat dari 58,87 menjadi 78,60 atau meningkat sebesar 25,10% sedangkan rata-rata kelas kontrol meningkat dari 57,97 menjadi 65,73 atau meningkat sebesar 11,81%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal, keefektifan dalam meningkatkan hasil belajar materi pecahan, lebih baik dengan menggunakan media video pembelajaran berbasis masalah dari pada pembelajaran yang tidak menggunakan media video pembelajaran berbasis masalah. 3) Respon guru yang mengamati penggunaan media video pembelajaran berbasis masalah, memberikan skor pada angket sebesar 90%. Rata-rata menyatakan bahwa materi yang ditayangkan akurat, bahasa sesuai usia siswa, mudah digunakan, menarik karena memiliki animasi dan boneka, pemain dalam video sering mengajak berbicara/berinteraksi dengan penonton. 4) Respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan media video berbasis masalah ini adalah mereka merasa senang karena menggunakan animasi yang variatif, terdapat boneka yang mengajak siswa untuk belajar bersama, selain itu video menggunakan pemeran yang merupakan temannya sendiri. 5) Keunggulan media video pembelajaran berbasis masalah adalah tingkat daya tarik siswa terhadap media ini. Hal ini terlihat dari hasil angket Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
siswa tentang penilaian video yang telah mereka saksikan, yakni sebesar 94% persen. Penilaian terhadap aspek animasi, penggunaan boneka, teks, gambar, dan pemeran mendapat persentase 94%, 94%, 97%, 99%, dan 97%. 6) Kelemahan media video pembelajaran berbasis masalah adalah belum mengakomodir semua tipe kognitif siswa. Pada siswa yang tergolong lambat, sedikit sekali pesan yang didapatnya, sehingga guru perlu melakukan pemutaran ulang video atau memberikan penjelasan secara personal. Daftar rujukan Depdikbud.1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. Ke-10. Jakarta: Balai Pustaka Gall, M.D., Gall, J.P. & Borg, W. R.(2003). Educational Research:An Introduction. Boston:Pearson Education. Hamalik, O. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Ketang, W. 2012. Pengembangan Model Perkuliahan Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis Untuk Mahasiswa Calon Guru. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: PPs UPI. Miarso,Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pranada Media. Prastowo, Ai. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta:DIVA Press Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:Rajawali Pers Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu perlu. Bogor:Ghalia Indonesia
105
Smaldino, S. E., Lowther, Deborah L., Russell, James D. 2011.Instructional Technology and Media For Learning: Teknologi pembelajaran dan media untuk belajar.Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sudradjat.2008.Peranan matematika dalam perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi. Bandung:UNPAD Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. Bandung: UPI. Uno, H. 2008. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara Van De Walle, J. A. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga Wahyudin, (2008). Pembelajaran dan ModelModel Pembelajaran. FMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan
Pelangi Pendidikan, Vol. 21 No. 2
Desember 2014
106