Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PENJUMLAHAN PECAHAN KERTAS (PENCAK) DI KELAS IV SEKOLAH DASAR Rita Novita1, Achmad Badrun Kurnia2, Septy Sari Yukan3
Abstak Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika memberi kontribusi yang sangat besar dalam mempelajari dan menguasai konsep/prnsip-prinsip matematika yang bersifat abstrak. Konsep-konsep dalam matematika akan dapat dimengerti dengan baik oleh siswa jika disajikan dengan bantua benda-benda kongkriti dan melalui kegiatan kontektual yang tidak asing bagi mereka. Penelitian ini bertujuan mendekripsikan keefektifan penggunaan alat peraga PENCAK (penjumlahan pecahan kertas) dalam pembelajaran penjumlahan pecahan di kelas IV Sekolah Dasar. Sebanyak 38 orang siswa kelas IV SD Muhammadiyah Palembang dan seorang guru yang mengajar dikelas tersebut dilibatkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat peraga PENCAK memberi kontribusi yang baik terhadap perkembangan pemahaman siswa serta kreatifitas siswa dalam materi penjumlahan pecahan. Alat peraga PENCAK membantu siswa dalam menemukan sendiri konsep-konsep yang diperlukan dalam menguasai penjumlahan pecahan. Kata Kunci : Pembelajaran Pecahan, Alat peraga, Pendekatan Matematika Realistik
1
Rita Novita, Dosen Prodi Pendidikan Matematika – STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, Email:
[email protected] 2 Achmad Badrun Kurnia, Dosen Prodi Pendidikan Matematika – STKIP Jombang 3 Septy Sari Yukan, Dosen Prodi Pendidikan Matematika – Universitas Sriwijaya ISSN 2354-0074
Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 1
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
setiap konsep atau prinsip matematika dapat
Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu upaya
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan sumber daya manusia yang
dimengerti
and training must be a major priority; they are the keys to maintaining competitiveness”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Putra (2007:15), salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia
adalah
meningkatkan
kualitas
pendidikan yang berfokus pada pengembangan kemampuan berfikir siswa. Sementara itu, pemikiran kritis, kreatif, sistematis, dan logis dapat
dikembangkan
melalui
pendidikan
matematika. Hal ini sangat memungkinkan karena matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan yang lainnya serta berpola pikir membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Karena itu wajar apabila matematika tidak mudah dipahami oleh kebanyakan siswa usia sekolah dasar, SMP bahkan sebagian siswa SMA sekalipun. Maka dalam mempelajari konsep/prinsip-prinsip
matematika
diperlukan pengalaman melalui benda-benda nyata (konkret), yaitu media alat peraga yang
untuk berpikir abstrak. Hal ini sesuai dengan Dienes
(dalam
Sukayati
&
Suharjana, 2009) yang mengatakan bahwa ISSN 2354-0074
jika
dalam bentuk-bentuk kongkret. Matematika
sebagai
ilmu
yang
sistematis dan logis memiliki peranan penting dalam perkembangan iptek dan tehnologi sehingga penguasaannya sangat ditekankan pada setiap siswa. Namun kenyataannya berbeda, beberapa studi evalusi baik nasional maupun
internasional
menunjukkann
rendahnya prestasi siswa Indonesia dalam bidang
matematika.
tersebut
dapat
Secara
dilihat
nasional
dari
hal
pencapaian
keberhasilan dalam UN (Ujian Nasional) dari tahun ke tahun belum menggambarkan sesuatu yang
menggembirakan.
Adapun
secara
internasional, keberhasilan siswa Indonesia dapat
dilihat
internasional
dari The
hasil Third
survey
studi
International
Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assesment
intenasional untuk melihat prestasi matematika siswa Indonesia (Zulkardi, 2005). Pada studi PISA, peringkat Indonesia dalam matematika selalu berada pada kategori posisi terendah, misalnya
saja
pada
PISA
2009,
skor
matematika Indonesia adalah 371 dari skor rata-rata 500 dan menempatkan Indonesia pada posisi 61 dari 65 negara (OECD, 2010). Sedangkan Proses pembelajaran di kelas memiliki
dapat digunakan sebagai jembatan bagi siswa
pendapat
hanya
(PISA) yang merupakan indikator secara
serta kemampuan bekerjasama.
suatu
sempurna
pertama-tama disajikan kepada peserta didik
berkualitas, seperti halnya dikemukakan oleh Naisbitt (dalam Tilaar, 2002:116) “Education
secara
andil yang sangat besar dalam menjelaskan keterpurukan prestasi siswa sehingga dinilai sebagai
salah
satu
penyebab
rendahnya
Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 2
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
prestasi siswa. Kondisi ini dikarenakan selama
berbasis
ini penekanan pembelajaran hanya pada
memberikan kontribusi dalam memunculkan
penguasaan sejumlah prosedur dan algoritma
ide matematika. sehingga siswa dalam belajar,
tanpa
dari
siswa dapat menemukan kembali (reinvent)
sebuah pembelajaran tersebut, sehingga siswa
konsep-konsep matematika secara bermakna.
belajar cenderung bersifat pasif dan kurang
Salah
kreatif. Siswa menganggap bahwa algoritma
matematika
yang diberikan guru adalah satu-satunya cara
matematisasi
yang dapat dilakukannya dalam menyelesaikan
(mathematize of everyday experience) dan
masalah matematika. Oleh karena itu, sangat
menerapkan matematika dalam kehidupan
penting
sehari-hari
memperdulikan
bagi
guru
kebermaknaan
untuk
menciptakan
pengalaman
satu
tersebut
pendekatan yang
pembelajaran
berorientasi
pengalaman
adalah
pada
sehari-hari
pembelajaran
Pendekatan
dapat
dengan
pembelajaran yang bermakna dalam suasana
menggunakan
yang menyenangkan. Hal tersebut, salah
Realistik (PMR). Teori ini pada awalnya
satunya dapat dilakukan dengan mengaitkan
berkembang di Netherland sejak tahun 1970
pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-
(Treffers: 1991) yang kemudian berkembang
ide matematika dalam pembelajaran di kelas
ke Indonesia pada tahun 2001 dan dikenal
(Soedjadi, 2000; Price,1996; Zamroni, 2000).
dengan nama PMRI (Pendidikan Matematika
Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000),
Realistik Indonesia).
bila anak belajar matematika terpisah dari
Tulisan
ini
mendiskusikan
sebuah
akan
melihat keefektifan dari alat peraga PENCAK
lupa
dan
tidak
dapat
yang
yang
mengajar
dikelas
penjumlahan pecahan di kelas IV Sekolah
dimana guru berinteraksi dengan siswa maka
Dasar. Adapun yang menjadi masalah utama
dapat dipastikan bahwa keberhasilan proses
dalam penelitian ini dirumuskan dalam sebuah
belajar mengajar sangat bergantung kepada
pertanyaan
apa yang dilakukan serta model apa yang
keefektifan penggunaan alat peraga PENCAK
digunakan oleh guru, sebagaimana pendapat
dalam pembelajaran penjumlahan pecahan di
Sukmadinata (2004: 194) yang menyatakan
kelas IV Sekolah Dasar?. Penelitian ini
bahwa
dilaksanakan
”betapapun
berlangsung
bagusnya
kurikulum
(official) hasilnya sangat bergantung pada apa
dalam
untuk
mengaplikasikan matematika. Proses belajar umumnya
digunakan
bertujuan
tentang
pengalaman mereka sehari-hari maka anak cepat
penelitian
Matematika
penelitian
yaitu
dengan
pembelajaran
bagaimana
menggunakan
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik.
yang dilakukan guru didalam kelas (actual)”. Selanjutnya dalam Widjaya (2008), Freudental
mengusulkan
untuk
Pembelajaran
dengan
Pendekatan
Matematika Realistik
menghubungkan matematika dengan realita
PMRI adalah suatu pendekatan dalam
melalui problem situation karena aktifitas
pembelajaran matematika yang diadopsi dari
ISSN 2354-0074
Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 3
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
Realistik Matematics Education (RME) yaitu
matematik yang lebih tinggi. Selanjutnya
suatu metode pembelajaran yang berkembang
PMRI juga sangat menekankan pada proses
di Netherland sejak tahun 1970. Lebih dari 10
pembelajaran dimana aktivitas siswa dalam
tahun kiprahnya di dunia pendidikan Indonesia
mencari, menemukan dan membangun sendiri
khususnya pendidikan matematika, PMRI
pengetahuan yang dia perlukan benar-benar
telah
menjadi pengalaman belajar tersendiri bagi
memberikan
pengaruh
besar
bagi
pembelajaran matematika khususnya dalam
setiap individu.
sudut pandang yang menyatakan bahwa
Sejalan
dengan
jangkauan
activities) dan harus dikaitkan dengan realita.
nusantara dan semakin sulit pemantauan
Berbeda
yang
terhadap pelaksanaanya di lapangan, maka
menekankan matematika hanya sebagai suatu
PMRI mempunyai standar khusus yaitu ”Many
kumpulan
teori
experiences
kehidupan.
Hal
pandangan
yang
terpisah
dengan
to
the
seruluh
slowly
developed ideas of good standards for variour
dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans
aspects of PMRI: teachers, lessons, textbook,
Freudenthal
bahwa
schools, lecturers, etc (Hadi, Zulkardi dan
activities
Kess Hoogland, dalam Sembiring, 2010)”.
“.Berdasarkan
yang as
dikarenakan
contributed
di
PMRI
“mathematics
ini
lain
PMRI
luasnya
matematika sebagai aktifitas insani (human
dengan
penerapan
semakin
berpendapat human
pemikiran
tersebut,
PMRI
Dari standar ini diharapkan implementasi
mempunyai ciri antara lain bahwa dalam
PMRI yang dilakukan diberbagai daerah di
proses pembelajaran siswa harus diberikan
seluruh Indonesia mempunyai keragaman dan
kesempatan untuk menemukan kembali (to
tidak menyimpang dari tujuan yang ingin
reinvent) matematika melalui bimbingan guru,
disampaikan
dan bahwa penemuan kembali (reinvention)
matematika.
ide dan konsep matematika tersebut harus
PMRI
Dalam
dalam
pembelajaran
pembelajaran
menurut
dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan
Gravemeijer (1994:90) mengemukakan ada
persoalan “dunia riil” (Hadi, 2005).
tiga (3) prinsip PMRI yaitu:
Menurut pandangan PMRI, konsep
1. Guided
Reinvention
(menemukan
matematika muncul dari proses matematisasi,
kembali)
yaitu dimulai dari penyelesaian yang berkait
Mathematizing
dengan konteks (context link solution), siswa
progresif).
secara perlahan mengembangkan alat dan
Prinsip menemukan kembali dapat
pemahaman metematik ke tingkat yang lebih
diinspirasikan
formal.
Model-model
yang
muncul
dari
penyelesaian masalah secara informal.
aktivitas
matematik
siswa
akan
dapat
Strategi siswa secar informal sering
kelas
ditafsirkan sebagai prosedur secara
berpikir
formal. Pembelajaran dimulai denga
mendorong terjadinya sehingga
mengarah
ISSN 2354-0074
interaksi pada
level
di
melalui
Progressive (matematisasi
melalui
prosedur
Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 4
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
suatu maslah yang kontektualatau realistic
yang selanjutnya
aktivitas
siswa
Peranan Alat Peraga
melalui
Piaget
(dalam
Hudoyo,
1998)
diharapkan
menyatakan bahwa taraf berpikir anak seusia
menemukan kembali sifat, teorema,
SD adalah masih konkret operasional, artinya
definisi,
atau
untuk memahami suatu konsep anak masih
Masalah
kontektual
prosedur-prosedur. yang
harus diberikan kegiatan yang berhubungan
kemungkian
dengan benda nyata atau kejadian nyata yang
solusi. Perbedaan penyelesaian atau
dapat diterima akal mereka. Hal serupa juga
prosedur siswa dalam memecahkan
disampaikan Dienes (dalam Hudoyo, 1998)
masalah
sebagai
yaitu setiap konsep atau prinsip matematika
horizontal
dapat dimengerti secara sempurna hanya jika
mempunyai
berbagai
dapat
langkah
dipilih
digunakan
matematisasi
maupun vertical.
pertama-tama disajikan kepada peserta didik dalam bentuk konkret. Sehingga dapatlah
2.
Didactical
Phenomenology
(fenomena didaktik)
dimengerti bahwa Dienes menekankan betapa pentingnya memanipulasi obyek-obyek dalam
Situasi yang berisiskan venomena
pembelajaran matematika.
mendidik yang dijadikan bahan dan area
aplikasi
dalam
pengajaran
matematika haruslah berangkat dari keadaan sebelum
yang
nyata
bagi
mencapai
siswa
tingkatan
matematika secara formal. 3. Self
Developed
Pengalaman
belajara
anak
sangat
penting dalam membentuk suatu pemahaman terlebih bila ditunjang dengan alat bantu belajar
yang
berfungsi
materi-materi
matematika
mengkonkretkan yang
bersifat
abstrak. Siswa Sekolah Dasar (SD) yang Model
berumur antara tujuh sampai dengan 12 tahun
(mengembangkan model sendiri)
pada dasarnya perkembangan intelektualnya
Kegiatan
termasuk dalam tahap operasional kongkret,
ini
berperan
sebagai
jembatan antara pengetahuan siswa
sebab
berfikir
dari situasi real ke situasi abstrak atau
manipulasi fisik dari obyek-obyek. Dengan
dari informal ke formal matematika.
kata lain penggunaan media (termasuk alat
Siswa menbuat model sendiri dalam
peraga) dalam pembelajaran matematika di SD
menyelesaikan masalah, dengan suatu
memang sangat diperlukan, karena sesuai
proses generalisasi dan formalisasi,
dengan
model tersebut akhirnya menjadi suatu
menggunakan media/alat peraga, siswa lebih
model sesuai penalaran matematika.
menghayati
tahap
logiknya
berpikir
matematika
didasarkan
anak.
secara
atas
Dengan
nyata
berdasarkan fakta yang jelas dan dapat dilihatnya. Sehingga penggunaan alat peraga akan berfungsi sangat baik untuk lebih mudah ISSN 2354-0074
Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 5
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
memahami topik yang disajikan dan memberi
merumuskan
pengalaman
mengumpulan data, (5) menganalisis data, dan
belajar
bermakna
dan
menyenangkan bagi siswa. Sebagai
media
(6) yang
hipotesis
penelitian,
menginterpretasikan
(4)
kesimpulan.
berfungsi
Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah
menurunkan tingkat keabstakan dari suatu
6 Palembang pada semester genap 2009/2010.
konsep, alat peraga juga memiliki tujuan-
subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD
tujuan khusus dalam pembelajaran (Sukayati
yang berjumlah 38 orang.
& Suharjana, 2009), yaitu: 1) Memberikan kemampuan
berpikir
secara
kreatif,
2)
Pembahasan
Mengembangkan sikap yang menguntungkan
Sebelum memulai pembelajaran, alat
kea rah berpikir matematikan, 3) Menunjang
peraga dan perangkat pembelajaran yang akan
matematika di luar kelas, yang menunjukkan
digunakan dalam pembelajaran penjumlahan
penerapan
keadaan
pecahan telah dipersiapkan dengan maksimal.
sebenarnya, 4) Memberikan motivasi dan
Adapun gambaran alat peraga yang digunakan
memudahkan
dalam pembelajaran tersebut adalah botol air
matematika
abstraksi,
permasalahan-permasalahan
dalam
5)
Menjadikan menarik
mineral dan kertas pecahan berwarna. Agar
bagi anak yang sedang melakukan kegiatan
lebih memudahkan kertas-kertas berwarna
belajar.
tersebut
Merujuk
pada
lebih
tujuan
tersebut,
dinamakan
dengan
PENCAK
diharapkan penggunaan alat peraga dapat
(Penjumlahan Pecahan Kertas) (Gambar 1).
memberikan suatu kontribusi yang sangat
Secara lebih jelas deskripsi dari PENCAK
besar bagi kecercapaiannya suatu tujuan
tersebut adalah potongan-potongan kertas yang
pembelajaran.
memiliki warna berbeda, dimana setiap warna tersebut merepresentasikan nilai pecahan yang berbeda-beda pula. Kertas dengan warna yang
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian
sama memiliki ukuran dan nilai pecahan yang
kualitatif yang mendeskripsikan tentang suatu
sama. Sebagai contoh: setiap potongan kertas
hal secara mendalam. Bogdan dan Taylor
yang
(Moleong,
bahwa
pecahan ½, potongan kertas yang berwarna
dasarnya
merah menunjukkan nilai peacahan 1/3,
2006)
“Penelitian
mengemukakan
kualitatif
pada
berwarna
menunjukkan
potongan
tertulis atau lisan dari perilaku pelaksana yang
menunjukkan nilai pecahan ¼ dan potongan
dapat diamati dalam suatu situasi social”.
kertas yang berwarna kuning menunjukkan
Menurut
(2010),
nilai pecahan 1/6. Hal ini sengaja dibuat agar
penelitian kualitatif terdiri dari enam langkah
siswa dapat dengan mudah membedakan
yaitu: (1) mengidentifikasi masalah yang akan
setiap nilai pecahan berdasarkan warna.
diteliti,
(2)
&
Wallen,
mengidentifikasi
ISSN 2354-0074
subjek,
yang
berwana
nilai
menghasilkan diskrepsi/uraian berupa aspirasi
Fraenkel
kertas
biru
hijau
(3) Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 6
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
Gambar 1. Alat peraga PENCAK
Pembelajaran
dengan
penerapan
Guru
: “siapa yang dapat menunjukkan hasil tersebut di depan kelas?”
Siswa
: “saya buk! “(jawab beberapa siswa)
realistik pada materi penjumlahan pecahan diawali
dengan
kontekstual
memberikan
kepada
siswa.
masalah Masalah
kontekstual tersebut langsung dihadirkan di awal pembelajaran. Adapun masalah tersebut bisa diilustrasikan sebagai berikut: Guru
:
” Ibu Septi mempunyai ¼ air dalam botol, dia sangat haus tapi air itu tidak cukup untuk meredakan rasa hausnya, kemudian Ibu Rita memberikan air yang dimilikinya sebanyak ½ botol kepada buk Septy. Tiba-tiba pak Badrun datang dan memberikan lagi air sebanyak ¾ botol kepada buk Septy. Eemm, kirakira berapa banyak air yang dimiliki oleh ibu Septy sekarang?”
Dua orang siswa dimintakan maju ke depan kelas, salah satu menunjukkan jawaban dengan menuangkan air dalam botol-boltol tersebut
dan
salah
seorang
yang
lain
menuliskan proses tersebut sesuai dengan jumlah air yang ada di dalam botol. Pada tahap ini siswa dapat dengan mudah menentukan hasil akhir air dalam botol hanya dengan cara melihat proses menuangkan air ke dalam botol (Gambar 2), akan tetapi ketika siswa dituntun untuk melihat proses tersebut dalam bentuk angka yang telah dituliskan oleh temannya di papan tulis, beberapa dari siswa mulai menunjukkan kesulitan
misalnya
bagaiman
cara
mendapatkan hasil dari ½ + ¼ = 3/4. Untuk mengatasi hal tersebut, dengan menggunakan media PENCAK guru berusaha menjelaskan
Siswa
ISSN 2354-0074
:
” 1 ½ botol” (para siswa menjawab)
proses
tersebut
sehingga
siswa
dapat
Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 7
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
melakukan
penjumlahan
pecahan
dengan
memahaminya.
Gambar 2: Siswa melakukan aktifitas di depan kelas
Penggunaan
media
PENCAK
selama
melakukan
diskusi
menggunakan
memahami konsep kesamaan dua pecahan
menemukan bahwa bentuk pecahan yang
yang
senilai dengan
menyamakan
diperkenalkan penyebut.
dengan
Gambar
3
menunjukkan bagaimana siswa pada kelompok D
menggunakan
menyelesaikan
PENCAK
masalah
dalam
pecahan
diberikan guru di LKS yaitu
yang . Pada
PENCAK
dan
pembelajarn sangat membantu siswa dalam
biasanya
media
kelompok
bukan
mereka
melainkan
.
Berdasarkan kondisi tersebut, dapat dilihat bahwa penggunaan media yang sesuai dalam pembelajaran akan dapat membantu siswa dalam menemukan sendiri konsep-konsep matematika yang seharusnya mereka kuasai
awalnya siswa mengalami kendala dalam
maupun dalam pembuktian tentang suatu
menyelesaikannya
konsep yang telah mereka kuasai.
dengan
menuliskan
, namun jawaban tersebut
Tahap selanjutnya dari pembelajaran hari ini adalah presentasi kelompok. Semua
kemudian diganti menjadi
.
siswa bersemangat untuk menampilkan hasil
meskipun jawaban akhir belum sempurna tapi
karyanya di depan kelas (Gambar 4). Dengan
tahapan yang dilakukannya sudah benar.
menggunakan
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa di kelompok D, guru memperoleh informasi jika jawaban yang pertama sekali dituliskan siswa adalah jawaban tebak-tebakan agar LKS mereka cepat selesai namun setelah ISSN 2354-0074
bahasanya
sendiri,
mereka
menjelaskan hasil kerja kepada teman-teman yang lain, tetapi tidak semua kelompok memiliki kesempatan ini karena waktu yang terbatas. Dengan alasan yang sama pula, di akhir pembelajaran guru hanya memiliki Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 8
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
kesempatan untuk merangkum materi hari itu,
memahami
materi
hari
tidak ada latihan maupun tes yang dilakukan
menggunakan media PENCAK.
ini
dengan
dan
kurang
untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa
Gambar 3: Siswa melakukan aktifitas bersama kelompoknya
Gambar 4: Siswa melakukan aktifitas bersama kelompoknya
Berdasarkan deskripsi pembelajaran dengan
menggunakan
penerapan
realistik
melalui media PENCAK, banyak aspek yang
digunakannya
kurang
jelas
menarik untuk siswa. Dari
segi
proses
pelaksanaan,
mesti direfisi dan diperbaiki diantaranya media
pembelajaran hari ini telah melalui tiga aspek
pembelajaran, dan pengelolaan waktu. Media
penting yang diharapkan dari pembelajaran
pembelajaran termasuk alat peraga dan LKS.
dengan menggunakan PMRI yaitu:
Salah satu yang menyebabkan pengelolaan
1. Context, lingkungan sekitar, dimana
waktu terganggu adalah alat peraga yang tidak
matematika
dirancang dengan bagus, sehingga ketika siswa
permasalahan
mempresentasikan hasil kerjanya di depan
siswa.
kelas, mereka membutuhkan penambahan
2. Number
dimulai yang
sense,
dekat
kebermaknaan
Adapun dari segi LKS, observer melihat
konsep, serta hubungannya.
dari
segi
bahasa
yang
dengan
menciptakan
waktu untuk menempel kertas-kertas tersebut.
kekurangannya
dari
dengan
bilangan
dan
3. Tahap matematika formal, algoritma, prosedur.
ISSN 2354-0074
Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 9
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
kita dapat memperhatikan tahapan pebelajaran
Formal notation
hari
ini
dalam
gunung
es
berikut,
pecahan
seperti
2/3 + 1/4=. .
Building stone;
1/3
Number relations
1/2
3/4
Model matherial
Mathematical world education
Gambar 4: Tahapan pembelajaran PENCAK
Sedangkan dari sisi lain, misalnya
menjumlahkan
keaktifan siswa, kerjasama dalam kelompok
menyamakan penyebut atau mencari
dan keberanian dalam mengeluarkan pendapat
pecahan yang senilai agar dapat
dan memprentasikan hasil kerja di peroleh
dijumlahkan.
adanya peningkatan. Hal ini berdasarkandari
penggunaannya, alat peraga PENCAK
guru kelas yang mengajar di kelas tersebut, dia
belum dapat digunakan secara optimal
melihat bahwa siswa belajar dengan gembira
karena
hari ini dan aktif dari biasanya.
keterbatasn diantaranya penggunaaan
masih
Namun
memiliki
dalam
beberapa
kertas yang tipis dan tanpa pelekat Penutup
menghambat siswa ketika presentasi di
Dari semua kegiatan yang dilakukan
depan kelas sehingga banyak waktu
dalam pembelajaran dengan menggunakan
tersita untuk menempel bagian-bagian
penerapan realistik di peroleh:
kertas PENCAK. PENCAK
2. LKS yang digunakan juga masih perlu
memberi kontribusi yang baik dalam
direvisi baik dari segi tampilan agar
mengembangkan pemahaman siswa
lebih menarik juga dari bahasa yang
terhadap
digunakan agar lebih komunikatif.,
1. Media
pembelajaran
penjumlahan
pecahan.
Melalui alat peraga PENCAK siswa dapat belajar dan menemukan sendiri
3. Siswa sangat aktif bekerja dalam kelompoknya
konsep-konsep yang diperlukan untuk ISSN 2354-0074
Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 10
Rita, Achmad, Septy, Pembelajaran Penjumlahan …
4. Siswa
berani
menngeluarkan
pendapatnya dan mempresemtasikan
hasil
kerja
kelompoknya
masing-
masing
Daftar pustaka Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD Beta Press. Hadi, S. 2005. Pendidikan Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip Hudojo, H. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud. Jawapos. 2009. Sinergi Katrol Mutu Pendidikan. [Online]. Tersedia http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=51006. [ 8 Februari 2009].
:
Soedjadi. 2000. “Nuansa Kurikulum Matematika Sekolah Di Indonesia”. Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Prosiding Konperensi Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000) Sukayati & Suharjana. 2009. Pemanfaatan Alat Peraga Matematika dalam Pembelajaran di SD. Yogyakarta: PPPPTK Matematika Treffers. 1991. “Didactical Background of a Mathematics Program for Primary Education”. Dalam Realistic Mathematics Education in Primary School. Freudenthal Institute. Utrecht Van den Heuvel-Panhuizen. 2000. Realistic Mathematics Education Work in Progress. http://www.fi.nl/ ……2000. Mathematics Education in the Netherlands a Guided Tour. http://www.fi.uu.nl/en/indexpulicaties.html. Widjaya, Ariadi. (2008). Design Research in Mathematics Education: Indonesian Traditional Games as Means to Support Second Graders’ Learning of Linear Measurement. Utrecht-the Netherlands. Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing Zulkardi. 2005. Pendidikan Matematika di Indonesia: Beberapa Permasalahan dan Upaya Penyelesaiannya. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Pendidikan Matematika Pada FKIP Unsri
ISSN 2354-0074
Volume 1. Nomor 1. April 2014 | 11