bab
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
lima
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA) Pendahuluan Pada awalnya, kegiatan peternakan berkembang pada dua tipe wilayah yang masing-masing tipe memiliki keunggulan dan kelemahan relatif. Tipe wilayah pertama adalah wilayah yang memiliki keunggulan relatif pada aspek sosial ekonomi (terutama akses ke pasar), namun lemah dalam aspek biofisik. Termasuk dalam tipe ini adalah wilayah sekitar perkotaan seperti DKI Jakarta. Tipe wilayah kedua, adalah wilayah yang memiliki keunggulan relatif pada aspek biofisik (ketersediaan bahan baku dan kesesuaian agroklimat), namun lemah dalam aspek sosial ekonomi. Kedalam tipe ini termasuk wilayah pedesaan seperti wilayah BOSUCI (Bogor-Sukabumi-Cianjur). Adanya faktor keunggulan yang dimiliki kedua tipe wilayah tersebut dapat menjelaskan mengapa kegiatan peternakan masih tetap berkembang di DKI Jakarta dan BOSUCI dan enggan melakukan realokasi ke wilayah lain. Sebagai contoh adalah kegiatan usaha sapi perah. Kegiatan usaha sapi perah masih tetap berkembang di Pasar Minggu, 47
bab_5.indd 47
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:47 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
Jakarta, karena ada keunggulan dalam hal akses terhadap pasar, meskipun dilihat dari agroklimat, daerah Pasar Minggu tergolong bersuhu panas yang kurang sesuai untuk produksi sapi perah yang optimum. Sebaliknya di dataran tinggi Bogor-Sukabumi juga berkembang kegiatan usaha sapi perah karena didukung oleh agroklimat yang sesuai, namun lemah dalam akses pasar. Dengan makin tersedianya infrasruktur pembangunan antar wilayah (terutama jaringan transportasi dan sumberdaya listrik) dan berkembangnya teknologi budidaya peternakan maka perbedaan keungggulan dan kelemahan kedua tipe wilayah tersebut makin menyempit Dengan tersedianya fasilitas transportasi, keunggulan akses terhadap pasar yang semula hanya dimiliki wilayah DKI Jakarta, dewasa ini juga secara relatif telah dimiliki wilayah BOSUCL Demikian juga dengan kemajuan teknologi budidaya peternakan yang mampu memanipulasi pengaruh lingkungan, maka keunggulan biofisik yang semula hanya dimiliki wilayah BOSUCIr kini juga telah dimiliki oleh wilayah DKI Jakarta. Implikasi penting dari perkembangan tersebut adalah kegiatan peternakan dapat dikembangkan dalam kisaran biofisik-sosial ekenomi wilayah yang luas, Kegiatan peternakan tidak perlu terpolarisasi pada kedua tipe wilayah, tapi juga dapat dikembangkan pada wilayah-wilayah lain seperti wilayah antara BOSUCI dengan DKI Jakarta. Hal ini berarti, secara teknis kegiatan peternakan dapat dikembangkan sesuai dengan tuntutan perubahan tata ruang wilayah yang sedang berlangsung. Selanjutnya, makin intensifnya kegiatan peternakan makin mendorong perkembangan teknologi pakan, pembibitan dan teknologi pasca panen (pengolahan), Perkembangan teknologi ini telah membangkitkan kegiatan industri pakan, industri pembibitan, industri pengolahan produk peternakan, dan kegiatan pemasaran. Dengan demikian, kegiatan peternakan tidak lagi terbatas pada usaha peternakan saja, tapi dewasa ini telah tumbuh menjadi suatu sistem agribisnis modern.
48
bab_5.indd 48
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:47 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
Sistem agribisnis modern membutuhkan prasyarat wilayah pengembangan. Agar ekonomis, agribisnis hilir membutuhkan prasyarat wilayah di sekitar konsumen. Sementara itu agribisnis hulu mengikuti wilayah pengembangan agribisnis budidaya. Hal ini menguntungkan bagi agribisnis sebagai satu sistem, karena dapat rnemanfaatkan potensi setiap wilayah mulai dari tipe wilayah pedesaan hingga ke wilayah perkotaan, melalui pengembangan sub-sistemnya yang sesuai. Dalam hubungannya dengan tata ruang wilayah, agribisnis peternakan masih tetap dapat memanfaatkan potensi setiap wilayah, tanpa harus merelokasi keseluruhan sistem agribisnis, tapi cukup merelokasi subsistem yang tidak sesuai dengan tuntutan tata ruang. Dengan kata lain, dengan melihat peternakan sebagai suatu kegiatan ekonomi yang memiliki fleksibilitas wilayah yang tinggi, agribisnis berbasis peternakan mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi perubahan tata ruang wilayah.
Perubahan Tata Ruang Kota dan Implikasinya Salah satu fenomena pembangunan wilayah selama ini adalah makin cepatnya pertumbuhan dan perkembangan perkotaan sebagai- mana terjadi di DKI Jakarta, Pertumbuhan dan perkembangan perkotaan ini dicirikan oleh pertumbuhan penduduk yang cepat (terutama akibat urbanisasi), pertumbuhan intensitas dan keragaman kegiatan perkotaan baik yang bersifat kegiatan ekonomi maupun kegiatan non-ekonomi. Perubahan kegiatan ekonomi perkotaan ditandai oleh makin intensif dan beragamnya kegiatan ekonomi sekunder (industri) dan ekonomi tertier (jasa) dan makin terdesaknya kegiatan ekonomi primer. Konsekuensi Iogis dari pertumbuhan dan perkembangan perkotaan ini adalah meningkatnya permintaan ruang di perkotaan untuk menampung pertumbuhan penduduk dan kegiatan perkotaan, Dengan penyediaan ruang yang relatif tetap, maka alternatif nyata yang ditempuh untuk memenuhi peningkatan permintaan ruang tersebut adalah merubah tata ruang perkotaan.
49
bab_5.indd 49
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:47 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
Perubahan tata ruang perkotaan ini ditandai oleh makin besarnya pangsa peruntukan ruang untuk pembangunan perumahan (real estate, rumah susun/apartement), pembangunan pusat-pusat perbelanjaan (shopping centre), perhotelan, taman, jalan raya, kawasan industri, dan Iain-lain. Sementara itu pangsa peruntukan ruang perkotaan untuk sektor ekonomi primer makin kecil dan terdesak. Bahkan dalam kebijaksanaan tata ruang perkotaan yang berlangsung, secara praktis tidak lagi menyediakan peruntukan ruang bagi kegiatan ekonomi primer, Implikasi penting dari perubahan peruntukan ruang perkotaan tersebut adalah kegiatan ekonomi primer termasuk kegiatan budidaya peternakan harus direlokasikan ke luar perkotaan. Relokasi budidaya peternakan ke Iuar perkotaan ini perlu dipandang sebagai suatu proses rasionalisasi pendayagunaan wilayah. Kegiatan budidaya yang memerlukan basis agrobiofisik, lebih sesuai dikembangkan di luar wilayah perkotaan. Oleh sebab itu, relokasi budidaya peternakan yang kini sedang berlangsung di DKI Jakarta, tidak perlu diributkan, apalagi disesalkan. Sebaliknya perlu kita dukung, agar berlangsung dengan baik dan wilayah tujuan relokasi budidaya peternakan tersebut dapat direncanakan jauh kedepan agar tidak direlokasi terus-menerus. Rencana penataan wilayah pengembangan agribisnis berbasis peternakan untuk DKI Jakarta, perlu dikaitkan dengan rencana tata ruang yang lebih luas mulai dari rencana tata ruang Jabotabek, Jawa Barat dan Nasional bahkan sampai Internasional. Relokasi budidaya peternakan ke luar perkotaan, bukan berarti kegiatan peternakan akan hilang di DKI Jakarta, Dengan melihat peternakan sebagai suatu sistem agribisnis, kegiatan peternakan masih tetap ada dan makin penting di DKI Jakarta. Meskipun DKI Jakarta tidak lagi “membutuhkan”budidaya peternakan, tetapi produk-produk agribisnis berbasis peternakan (daging, telur, susu, kulit) masih tetap dibutuhkan bahkan makin dibutuhkan. Sebagai gambaran, menurut data Dinas Peternakan DKI Jakarta (1995), kota Jakarta membutuhkan daging 372.5 ton,
50
bab_5.indd 50
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:47 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
telur 300 ton, dan susu 614 ton setiap harinya. Atau dalam satu tahun dibutuhkan sekitar 35.4 ribu ton daging, 109.5 ribu ton telur, dan 224.1 ribu ton susu. Jumlah kebutuhan DKI Jakarta ini menyerap sekitar 30 persen produksi daging nasional, 30 persen produksi telur nasional, dan 60 persen produksi susu nasionaL Kebutuhan daging, telur, dan susu ini tidak akan mungkin terpenuhi tanpa kehadiran agribisnis hilir di luar usaha ternak di DKI Jakarta yang didukung oleh subsistem agribisnis yang lain di luar DKI Jakarta.
Agribisnis Hilir Peternakan Di Perkotaan Dengan direlokasinya budidaya peternakan ke luar DKI Jakarta (diperkirakan juga diikuti oleh realokasi agribisnis hulu peternakan), akan merubah pola agribisnis peternakan di DKI Jakarta. Bila dimasa lalu pola ini mencakup hingga ke hilir, maka dimasa yang akan datang tidak memungkinkan lagi. Oleh sebab itu kita harus memberi perhatian pada agribisnis luar usaha ternak, yang mencakup kegiatan pengolahan produk ternak sampai pada pemasaran hasil ternak dan hasil olahan ke konsumen. Dalam suatu sistem agribisnis, nilai tambah komoditi yang paling besar terdapat pada agribisnis hilir di luar usaha budidaya ternak, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan. Selama ini kegiatan agroindustri hilir dan pemasaran ini teiah berkembang dengan baik di DKI Jakarta. Menurut Dinas Peternakan DKI Jakarta (1995), agroindustri hilir peternakan yang sudah ada di DKI Jakarta antara lain: Rumah Potong Ternak (RPT) baik untuk ternak ruminansia maupun monogastrik (ternak babi dan unggas), industri bakso, industri pengolahan susu, industri pengolahan tulang, industri pengolahan kulit, industri pengolahan bulu, dan Iain-lain. Selain itu juga telah berkembang kegiatan pemasaran hasil-hasil ternak dan produk olahan. Di masa yang akan datang, agroindustri hilir dan pemasaran
51
bab_5.indd 51
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:48 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
ini perlu dikembangkan lebih lanjut Sebagai kegiatan ekonomi yang langsung berorientasi pada konsumen, pengembangan agroindustri hilir dan pemasaran ini harus tetap mengacu pada perubahan perilaku konsumen yang terus berubah dan tidak pernah puas. Bila dimasa lalu konsumen hasil ternak lebih menyukai ay am hid up, maka dewasa ini lebih menyukai dalam bentuk karkas segar. Dewasa ini perilaku konsumsi ini juga sedang dalam proses perubahan. Sebagian konsumen telah menuntut kualitas karkas segar menurut potongan (cutting) seperti daging sayap (chicken wings), daging paha (drum stick), daging dada (chicken brest) dan Iain-lain, Hal yang sama juga berlaku bagi daging lainnya seperti daging sapi/karkas, daging babi maupun dagingdomba/kambing. Sementara itu, konsumen lainnya telah menuntut hasil olahan lanjutan (preserve foods) seperti pengalengan {canning), fermentasi (pickling atau fermenting), pengasapan (smoking), penggaraman (salting), pengeringan, pemasakan, pendinginan atau pembekuan, dan Iain-lain. Dalam komoditi susu misalnya kita mengenal susu pasteurisasi (pasteurized milk), susu kental manis (condensed milk), susu bubuk (dry milk), susu asam (yoghurt), dan lain-lain. Di masa yang akan datang tuntutan konsumen ini akan terus berubah. Pengamatan akan kecenderungan tuntutan konsumen akan produk-produk peternakan menunjukan bahwa konsumen makin “menyerahkan” sebagian kegiatan penyediaan makan di dapur kepada industri pengolahan. Ha! ini tercermin dari pola konsumsi hasil ternak yang tidak lagi hanya terbatas pada tuntutan produk yang siap untuk dimasak (ready to cook) tapi juga menuntut produk yang siap konsumsi (ready to eat). Hal ini disamping alasan efisiensi, juga merupakan konsekuensi dari semakin besarnya waktu keluarga yang tersalurkan pada kegiatan di rumah tangga, sehingga semakin sedikit waktu yang tersedia untuk kegiatan dapur. Perubahan tuntutan konsumen tersebut harus diterjemahkan dalam bentuk teknologi pengolahan produk ternak pada agroindustri hilir. Sampai pada taraf tertentu, agroindutri hilir
52
bab_5.indd 52
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:48 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
adalah satu-satunya alat agribisnis peternakan untuk memenuhi tuntutan konsumen yang beragam dan tidak pernah puas itu. Oleh sebab itu pengembangan teknologi pengolahan hasilhasil ternak yang terus menerus harus menjadi kegiatan rutin dari agroindustri hilir peternakan. Sepanjang konsumen tetap memiliki sifat tidak pernah puas maka kegiatan pengembangan teknologi pengolahan ini akan tetap dibutuhkan. Di samping agroindustri yang menghasilkan produl-produk bahan pangan, pengembangan agroindustri produk sampingan (by-product) juga potensial untuk dikembangkan. Agroindustri kulit, agroindustri bulu, agroindustri tulang dan tanduk, agroindustri tepung darah, dan agroindustri isi rumen untuk bahan pakan ternak, mempunyai prospek uang dikembangkan lebih lanjut. Pengembangan agroindustri produk sampingan ini, di samping akan menghasilkan produk yang bernilai ekonomi juga untuk menghindari pencemaran limbah agroindustri di perkotaan. Pengembangan agroindustri produk utama melalui agroindustri produk sampingan perlu ditempatkan pada suatu kawasan tertentu (misalnya satu kawasan dengan rumah potong ternak). Hal ini ditunjukan agar pemanfaatan infrastruktur, biaya investasi infrastruktur awal dapat efisian. Selain itu, dengan penempatan agroindustri seperti ini, pembangunan instalasi pengolahan limbah bersama juga dapat dibangun secara efisien.Salah satu agribisnis yang selama ini masih kurang mendapat perhatian dalam pengembangannya adalah agribisnis hewan kesayangan seperti anjing, ayam berkisar, ayam pelung, burung berkicau, kuda lomba, dan Iain-Iain. Karakteristik bisnis ini adalah bahwa produk utama yang dikonsumsi adalah jasa (keindahan, kesenangan, rasa aman, dll.) yang disajikan oleh hewan yang bersangkutan; dan terintegrasi dengan rumah tangga skala kecil sehingga sesuai dikembangkan di perkotaan. Bisnis hewan kesayangan ini mempunyai prospek untuk dikembangkan, karena semakin maju suatu masyarakat, konsumsi estetika dan rekreasi akan semakin meningkat. Selain itu, semakin intensifnya kegiatan manusia di perkotaan, akan
53
bab_5.indd 53
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:48 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
menimbulkan stres, sehingga akan membutuhkan “penghalau stres”, yang antara lain dapat dipenuhi dari pemeliharaan hewan kesayangan. Untuk mengembangkan bisnis hewan kesayangan ini, akan dibutuhkan pengadaan bibit, pakan, obat-obatan, dan jasa yang dibutuhkan dalam pemeliharaan, seperti salon hewan kesayangan, rumah sakit/klinik hewan kesayangan, dan pelatihan hewan kesayangan. Kegiatan penyediaan sarana produksi bagi bisnis hewan kesayangan ini merupakan bisnis yang memiliki prospek untuk dikembangkan dimasa depan. Kegiatan penyediaan sarana produksi bagi bisnis kesayangan ini hendaknya diintegrasikan dan dilokalisasikan pada Kebun Binatang Rangunan. Hal ini dimaksudkan agar, disamping untuk mencapai skala ekonomi juga dimaksudkan untuk mendayagunakan Kebun Binatang Rangunan. Kemudian untuk meningkatkan mobilitas pelayanan Kebun Binatang Rangunan ini diperlengkapi dengan klinik hewan keliling yang mampu menjangkau konsumen. Subsistem terakhir dari agribisnis hilir peternakan di perkotaan adalah kegiatan pemasaran. Subsistem pemasaran ini sangat penting peranannya dalam sistem agribisnis. Sebagai barisan terdepan dari sistem agribisnis, subsistem tersebut akan menentukan jangkauan pasar bagi produk-produk agribisnis berbasis peternakan. Sementara itu, sebagai subsistem yang Iangsung berhadapan dengan konsumen, subsistem ini berperan dalam mengkomunikasikan konsumen dengan subsistem agribisnis yang lebih hulu secara timbal balik dengan hal “apa” yang dibutuhkan dan “apa” yang dihasilkan. Oleh sebab itu subsistem pemasaran ini penting dikembangkan di masa yang akan datang. Di masa lalu kegiatan pemasaran produk agribisnis berbasis peternakan masih relatif terbatas pada kegiatan mendistribusikan produk ke konsumen akhir. Selain itu kegiatan pemasaran ini masih terbatas pada sekedar menjual barang daripada menjual suatu ‘paket komoditi”, yang bukan hanya menjual barang secara fisik tapi juga menjual jasa yang melekat pada produk-produk
54
bab_5.indd 54
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:48 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
peternakan. Hal ini menyebabkan lambatnya perkembangan pemasaran dan penciptaan pasar bagi produk-produk peternakan.Untuk mengembangkan subsistem pemasaran ini, produk-produk peternakan perlu dilihat dengan suatu paket komoditi yang bukan hanya berisi barang secara fisik, tapi juga sarat dengan nilai-nilai yang dibutuhkan konsumen. Dalam hal ini perlu diperhatikan aspek penampilan dari suatu produk, pengetahuan yang baik tentang nilai-nilai suatu produk, caracara penyajian produk dan bagaimana mengkomunikasikan suatu produk kepada konsumen. Dalam upaya pengembangan atau penciptaan pasar, perlu mempelajari karakteristik dari konsumen dan bagaimana menciptakan suatu nilai mengenai produk (value) bagi mereka. Dengan cara ini kita akan mampu menciptakan kebutuhan bagi konsumen dan tidak sekedar mengikuti kebutuhan konsumen. Selain itu, pemanfaatan segmen pasar pun perlu dikembangkan lebih lanjut, terutama segmen pasar pada golongan masyarakat berpendapatan menengah ke atas. Golongan masyarakat menengah-keatas merupakan konsumen terbesar dari produkproduk peternakan dan sangat potensial dalam memulai perubahan pola konsumsi. Dalam mempelajari perilaku dan nilai-niiai yang mereka konsumsi, kita dapat menciptakan suatu paket produk yang baru bagi mereka. Sebagai contoh, untuk masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, kegiatan konsumsi pangan, tidak lagi sekedar makan, tapi juga sebagai suatu rekreasi. Fenomena seperti ini mulai berkembang di perkotaan seperti di DKI Jakarta. Menikmati daging panggang gurih gaya Afrika Selatan dari Black Steer, sambil menyaksikan barang-barang khas milik bintang Hollywood di Hotel Planet Hollywood Jakarta baru-baru ini merupakan salah satu fenomena untuk itu. Kita mungkin dapat menjual suatu paket komoditi seperti menyajikan daging panggang sapi Bali muda sambil menikmati tarian-tarian Bali.
55
bab_5.indd 55
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:48 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
Peningkatan Profesionalisme Untuk mengembangkan agribisnis hilir peternakan di perkotaan, dibutuhkan peningkatan profesionalisme dari setiap pelaku agribisnis hilir. Untuk memenuhi tuntutan konsumen akan karkas segar dalam bentuk potongan-potongan daging seperti daging paha (drum stic) atau daging sirloin tidak akan mungkin terpenuhi, bila tukang jagal di RPT hanya memiliki kemampuan menjagal ternak. Bagaimana mungkin memenuhi kebutuhan konsumen yang demikian, apalagi untuk menciptakan kebutuhan konsumen akan suatu produk. Hal ini tidak akan dapat dilaksanakan bila agribisnis hilir tidak memiliki kemampuan menganalisis perilaku dan nilai-nilai yang berkembang pada konsumen. Demikian juga, aparat pemerintah yang terlibat dalam agribisnis hilir, tidak akan dapat menciptakan iklirn yang kondusif bagi perkembangan agribisnis hilir, tanpa adanya kemampuan aparat dalam melihat apa yang dibutuhkan oleh agribisnis hilir agar dapat berkembang. Oleh karena itu peningkatan profesionalisme dari pelaku agribisnis hilir perlu mendapat prioritas utama. Bila dimasa lalu, masalah kemampuan pelaku agribisnis hilir ini dipandang di luar pengembangan agribisnis hilir, maka dimasa yang akan datang harus dilihat sebagai bagian dari pengembangan agribisnis hiiir. Pelaku-pelaku agribisnis hilir seperti industriawan, pedagang, tukang jagal, dan aparat pemerintah yang selama ini dilihat sebagai sesuatu yang saling terpisah, di masa yang akan datang perlu dilihat sebagai bagian dari sistem. Peningkatan kemampuan bisnis dan manajerial setiap pelaku agribisnis hilir ini perlu dijadikan sebagai kegiatan bersama dan rutin. Pendek kata/ segala hal yang menjadi kebutuhan agribisnis hilir peternakan untuk berkembang, harus diupayakan pemenuhannya di dalam sistem itu sendiri. Sebab tidak ada lembaga lain di luar subsistem agribisnis hilir yang bertugas untuk menyediakan hal-hal yang dibutuhkan oleh subsistem ini. Untuk itu, perlu ada lembaga bersama yang beranggotakan pelaku-pelaku agribisnis hilir dan dinas/ lembaga pemerintah yang terkait, yang berfungsi sebagai wadah koordinasi dan untuk memenuhi kebutuhan bersama. Lembaga bersama ini 56
bab_5.indd 56
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:48 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
perlu diperlengkapi dengan alat-alat organisasi seperti penelitian pasar, perkembangan teknologi proses dan produk, pelatihan, dan Iain-lain yang dibutuhkan yang didukung oleh sumberdaya dana dan manusia yang memadai.
Kesimpulan Dari uraian yang dikembangkan di depan, dapat diambil beberapa kesimpulan penting sebagai berikut: Pertama, relokasi budidaya peternakan yang sedang berlangsung di DKI Jakarta perlu dilihat sebagai suatu proses rasionalisasi pendayagunaan potensi wilayah baik untuk kepentingan perkotaan maupun kepentingan peternakan. Sebagai bagian dari penataan wilayah pengembangan agribisnis berbasis peternakan, relokasi budidaya peternakan di DKI Jakarta, perlu dikaitkan dengan rencana tata ruang wilayah yang lebih Iuas mulai dari tata ruang Jabotabek, Jawa Barat, Nasional bahkan Internasional. Kedua, dengan direlokasikannya budidaya peternakan dari DKI Jakarta, maka kita perlu memberi perhatian yang besar bagi pengembangan agribisnis hilir yang di dalamnya termasuk subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran. Perhatian pada agribisnis hilir ini yang di masa lalu tidak jelas siapa pembinanya, diperlukan kerjasama antar lembaga/dinas pemerintah untuk pengembangannya dimasa yang akan datang. Disamping mengembangkan agribisnis hilir yang konvensional, terbuka juga kesempatan untuk mengembangkan agribisnis hewan kesayangan di perkotaan. Ketiga, untuk mengembangkan agribisnis hilir ini diperlukan peningkatan profesionalisme baik pada pelaku langsung dari agribisnis hilir maupun pelaku tak langsung seperti aparat dinas/ lembaga pemerintah yang terkait. Peningkatan kemampuan profesionalisme ini harus menjadi bagian dari kegiatan rutin pengembangan agribisnis hilir Iuar usaha peternakan.
57
bab_5.indd 57
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:48 AM
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DI PERKOTAAN (KASUS DKI JAKARTA)
58
bab_5.indd 58
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:42:48 AM