bab
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN
tujuh
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN Banyak pihak berpendapat bahwa dengan direlokasinya usaha peternakan dari wilayah perkotaan (urban area) ke wilayah pedesaan (rural area), maka kegiatan peternakan tidak ada Iagi di wilayah perkotaan. Pendapat yang demikian adalah sangat keliru. Kalau kita masih melihat kegiatan peternakan hanya terbatas pada kegiatan usaha peternakan (on-farm), memang pendapat tersebut ada benarnya. Namun, bila kegiatan peternakan dilihat sebagai suatu sistem agribisnis peternakan, pendapat diatas jelas salah. Karena peternakan sebagai suatu sistem agribisnis, sebagian subsistemnya terkonsentrasi di sekitar konsumen produk peternakan, yakni wilayah perkotaan. Peternakan sebagai suatu sistem agribisnis terdiri dari 4 (empat) subsistem, yaitu: Pertama, subsistem agribisnis hulu peternakan yakni kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sapronak, seperti industri pembibitan,
67
bab_7.indd 67
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:43:58 AM
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN
industri pakan, industri obat-obatan, dan lain-lain. Kedua, subsistem agribisnis budidaya (on-farm agribusiness) yakni kegiatan yangmenggunakan sapronak untuk menghasilkan komoditi peternakan primer, yang selama ini kita sebut sebagai usaha peternakan, Ketiga, subsistem agribisnis hilir peternakan yakni kegiatan ekonomi yang mengolah komoditi peternakan primer menjadi produk olahan (ready to cook, ready to eat, beserta perdagangannya). Kedalam subsistem ini termasnk industri pengolahan dan pemanfaatan telur, susu, daging, dan industri jasa restoran dan makanan (food service industries). Dan keempat, subsistem penyedia jasa bagi agribisnis peternakan seperti lembaga perbankan, asuransi, penyuluhan/ penelitian dan pengembangan, transportasi dan kebijakan pemerintah. Konsentrasi perkembangan subsistem agribisnis peternakan mengikuti faktor keunggulan wilayah (local comparative advantage) yang relevan dengan kebutuhan subsistem agribsisnis peternakan itu sendiri. Subsistem agribisnis hulu dan agribisnis budidaya (on-farm) peternakan terkonsentrasi pada wilayah pedesaan, yang memiliki keunggulan dari aspek biofisik. Sementara itu subsistem agribisnis hilir pada umumnya berkembang di wilayah perkotaan karena faktor dukungan pasar dan faktor lain yang menguntungkan bagi subsistem agribisnis tersebut Dengan begitu, kegiatan peternakan tetap ada dan bahkan penting di wilayah perkotaan. Karena itu, fungsi-fungsi yang diperankan pemerintah seperti kegiatan penyuluhan juga diperlukan dan penting. Berikut ini akan diuraikan bagaimana paradigma pembangunan dan implikasinya bagi aspek penyuluhan baik dari segi paradigmanya maupun teknis pelaksanaannya di wilayah perkotaan.
Paradigma Baru Pembangunan Peternakan Dimasa lalu pelaksanaan pembangunan peternakan (dan umumnya pertanian) di Indonesia, menganut paradigma
68
bab_7.indd 68
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:43:58 AM
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN
pembangunan yang berorientasi pada peningkatan produksi primer. Secara historis, paradigma pembangunan yang demikian kita adopsi dari pernikiran Dr. A, T. Mosher dalam bukunya Getting Agriculture Moving (1966) yang menjadi referensi arsitek pembangunan pertanian pada awal Orde Baru. Dengan “jurus” pembangunan ala Mosher yang dikenal sebagai 5 (lima) syarat mutlak dan 5 (lima) syarat pelancar pembangunan pertanian,, pembangunan peternakan identik dengan pembangunan usahatani ternak (on-farm) dengan orientasi peningkatan produksi hasil ternak primer. Bentuk implementasi dari “jurus” Mosher tersebut dalam pembangunan peternakan di Indonesia, diwujudkan dalam program BIMAS Ayam Ras (sejak awal tahun 1970-an), Intensifikasi Ayam Buras, Intensifikasi Sapi Potong, dan lain-lain (sejak awal tahun 1980-an). Paradigma pembangunan peternakan dengan orientasi peningkatan produksi primer yang demikian dalam teori ekonomi berakar pada pemikiran ekonomineoklasik Jean Baptis Say (Say’s Law) yang menyatakan bahwa penawaran akan menciptakan sendiri permintaannya (supply creates its own demand). Secara implisit pemikiian ini beranggapan bahwa pasar (konsumen) adalah homogen, apapun yang dihasilkan akan sesuai dengan permintaan pasar, tidak mungkin terjadi kelebihan penawaran (excess supply), sehingga yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan produksi. Kegiatan pengolahan hasil ternak akan dengan sendirinya berkembang (kegiatan budidaya menentukan agribisnis hilir), Dengan begitu, paradigma pembangunan yang demikian dalam teori pembangunan ekonomi dikenal sebagai pendekatan penawaran (supply side approach). Pada perkembangan lebih lanjut termasuk dewasa ini, paradigma lama tersebut ternyata memperlemah kedudukan peternakan itu sendiri. Peningkatan produksi yang mengabaikan selera konsumen yang berkembang berarti juga membatasi daya serap pasar. Akibatnya yang terjadi adalah kelebihan penawaran yang semu, dalam arti komoditi yang dihasilkan berlebihan, karena apa yang dihasilkan tidak memenuhi (match) apa yang diinginkan konsumen. Dengan kata lain terjadi kelebihan
69
bab_7.indd 69
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:43:58 AM
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN
produksi pada segmen pasar tertentu, sementara pada segmen pasar Iainnya justru kekurangan. Sehingga/ kita terus mengimpor produk-produk peternakan atau produk yang mengandung produk peternakan, untuk memenuhi kebutuhan segmen pasai yang kekurangan. Terjadinya kelebihan penawaran semu inilah salah satu penyebab mengapa harga komoditas primer peternakan yang diterima pelaku usahaternak cenderung rendah. Sehingga pendapatan peternak tetap rendah dan investasi pada kegiatan agribisnis budidaya juga relatif rendah. Menghadapi masa depan, paradigma pembangunan peternakan tersebut perlu dirubah kepada paradigma baru, yakni paradigma agribisnis. Esensi dari pembangunan peternakan dengan paradigma agribisnis adalah “menghasilkan apa yang dituntut pasar (konsumen)” atau pendekatan sisi permintaan (demand side approach). Artinya, preferensi konsumen yang berkembang atau dikembangkan merupakan cetak biru (blue print) dari diferensiasi teknologi pengolahan, teknologi budidaya, teknologi pembibitan, teknologi pakan, dan Lain-lain. Dengan kata lain, bila dimasa lalu kegiatan budidaya yang menentukan subsistem agribisnis hilir, maka dengan paradigma agribisnis, subsistem agribisnis hilir-lah yang menjadi penggerak utama (prime mover) bagi kegiatan budidaya dan subsistem agribisnis hulu. Pembangunan peternakan dengan paradigma agribisnis akan sangat relevan dengan tuntutan perubahan lingkungan ekonomi dunia yang makin kompetitif (liberalisasi perdagangan). Menghadapi lingkungan ekonomi yang makin kompetitif, memerlukan kemampuan bersaing. Secara operasional kemampuan bersaing (competitive advantage) diartikan sebagai: “the ability todeliver goods and services at the time, place, and form sought by buyer’s, in both tlie domestic and international markets, at prices as good or better than tJtose of other potential suppliers, while earning at least opportunity cost on resources employed” (Sharpies and Milham, 1990; Cook and Bredahl, 1991). Dengan konsep kemampuan bersaing yang demikian berarti
70
bab_7.indd 70
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:43:58 AM
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN
kemampuan menghasilkan suatu produk peternakan yang sesuai dengan selera konsumen merupakan syarat utama (necessary conditions) bagi suatu peternakan yang berdaya saing. Karena mutu produk akhir peternakan merupakan resultante dari teknologi bibit, teknologi pakan, teknologi budidaya, teknologi pengolahan, maka diperlukan pengembangan teknologi tersebut secara simultan dan konsisten. Pembangunan peternakan yang mampu mengakomodir pengembangan teknologi yang demikian adalah pembangunan sistem agribisnis berbasis peternakan.
Impiikasi Bagi Aspek Penyuluhan di WilayahPerkotaan Dengan berubahnya paradigma pembangunan peternakan dari pendekatan peningkatan produksi ke pendekatan agribisnis, maka kegiatan penyuluhan pembangunan peternakan juga mengalami perubahan, baik paradigmanya, cakupan, maupun metodenya. Bila dimasa Ialu paradigma penyuluhan pembangunan peternakan terbatas untuk meningkatkan kemampuan petemak pada kegiatan budidaya dalam meningkatkan produksinya, maka dimasa yang akan datang berubah kepada upaya meningkatkan kemampuan seluruh pelaku agribisnis berbasis peternakan baik yang berada pada subsistem agribisnis hulu, budidaya ternak, agribisnis hilir maupun pada lembaga penyediaan jasa, agar mampu meningkatkan kontTibusinya bagi pencapaian agribisnis berbasis peternakan yang berdaya saing. Dalam hal ini, aspek yang disuluh bukan hanya kemampuan teknis dan manajerial saja, tapi yang lebih penting lagi adalah aspek kemampuan kerjasama tim (teamwork) dalam agribisnis berbasis peternakan. Kenyataan bahwa subsistem agribisnis hilir peternakan dan konsumen produk peternakan terkonsentrasi di wilayah perkotaan dan mengingat peranan subsistem agribisnis hilir peternakan sebagai penggerak utama menyebabkan kegiatan penyuluhan di wilayah perkotaan menjadi sangat penting bagi pengembangan agribisnis berbasis peternakan secara keseluruhan.
71
bab_7.indd 71
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:43:58 AM
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN
Dalam upaya membangun suatu agribisnis berbasis peternakan yang berdaya saing, terdapat paling sedikit 3 (tiga) peranan strategis dari kegiatan penyuluhan peternakan di wilayah perkotaan. Pertama, pembinaan konsumen produk-produk peternakan dalam rangka memperluas dan memperbesar pasar produkproduk peternakan. Dalam halini peranan penyuluh peternakan adalah membina konsumen agar menghargai mutu produkproduk peter nakan, meluruskan persepsi konsumen yang keliru tentang nilai gizi produk peternakan, menyampaikan informasi mutu produk-produk peternakan selengkap mungkin sehingga konsumen memperoleh informasi yang lengkap dalam mengambil keputusan konsumsi dan menciptakan nilai (value) di kalangan konsumen, dan lain-lain, Kedua, pembinaan pelaku-pelaku ekonomi subsistem agribisnis hilir peternakan seperti para pedagang, industri pengolahan, dan industri jasa restoran dan makanan (food service industies), agar mampu menyampaikan dan menyajikan produk-produk peternakan sesuai dengan atribut-atribut produk yang dituntut konsumen masing-masing segmen pasar. Sasaran pokok penyuluhan disini adalah memampukan pelaku-pelaku subsistem agribisnis agar mampu menyampaikan produkproduk peternakan pada waktu, tempat, bentuk yang sesuai dengan nilai (value) konsumen. Ketiga, mengkomunikasikan informasi perubahan pasar produk-produk peternakan yang terjadi pada subsistem agribisnis hilir peternakan kepada penyuluh-penyuluh peternakan yang berada pada subsistem agribisnis budidaya maupun pada subsistem agribisnis hulu peternakan. Dengan begitu, kegiatan penyuluhan pada kegiatan budidaya dan agribisnis hulu dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Sebagai contoh, bila konsumen telah menuntut daging ay am yang bebas atau seminimum mungkin residu obat-obatan/ antibiotika, maka infromasi seperti ini perlu dikomunikasikan kepada penyuluh peternakan yang membina agribisnis budidaya,
72
bab_7.indd 72
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:43:58 AM
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN
sehingga kegiatan penyuluhan pada kegiatan budidaya ini dapat memberi perhatian yang serius pada pembinaan petemak dalam menggunakan antibiotika/obat-obatan. Informasi yang sama juga perlu disampaikan kepada penyuluh yang membina industri pembibitan DOC dan industri obat-obatan, agar industri pembibitan dan mengadopsi bioteknologi transgenic atau industri obat-obatan mengembangkan antibiotika/obatobatan yang memiliki waktu paruh yang singkat, sehingga ayam hidup yang dihasilkan mengandung residu obat-obatan/ antibiotika seminimum mungkin. Tentu saja, sesuai dengan kondisi wilayah perkotaan, metode penyuluhan peternakan juga perlu disesuaikan. Barangkali penyampaian pesan pembangunan peternakan di wilayah perkotaan akan lebih efektif dengan memanfaatkan media televisi, radio (melalui iklan layanan masyarakat, dialog jarak jauh dengan konsumen), media cetak, brosur, pamflet, dan Iain-lain. Seiain itu, karena subsistem agribisnis hilir peternakan menyangkut kepentingan lintas sektoral, seperti Departemen Kesehatan, Departemen Perdagangan dan Industri, PHRI, dan lain-lain, maka pelaksanaan kegiatan penyuluhan perlu bekerjasama dengan instansi tersebut.
Catatan Penutup Pembangunan petemakan dengan pendekatan agribisnis, menempatkan subsistem agribisnis hilir petemakan yang terkonsentrasi di perkotaan menjadi penggerak utama bagi agribisnis berbasis peternakan secara keseluruhan. Oleh sebab itu, kegiatan layanan pemerintah seperti kegiatan penyuluhan yang bertujuan untuk memampukan subsistem agribisnis hilir peternakan, menjadi sangat penting. Untuk meningkatkan kemampuan penyuluh peternakan di wilayah perkotaan, diperlukan peningkatan pendidikan/ pengetahuan para penyuluh baik melalui pendidikan formal maupun informal seperti bentuk-bentuk pelatihan khususnya tentang aspek perilaku konsumen dan komunikasi media. 73
bab_7.indd 73
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:43:58 AM
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN
Selain itu, pertemuan teknis penyuluhan secara reguler antara penyuluh peternakan yang membina subsistem agribisnis hilir, budidaya/ dan subsistem agribisnis hulu sangat penting guna mengembangkan suatu sistem penyuluhan agribisnis berbasis peternakan yang simultan dan konsisten mulai dari hulu hingga ke hilir.
74
bab_7.indd 74
Agribisnis Berbasis Peternakan
3/8/2010 8:43:58 AM