PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BUAH TERHADAP PERKECAMBAHAN BERBAGAI AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
OLEH YUYUN KURNIA LESTARI A24051313
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
YUYUN KURNIA LESTARI. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah terhadap Perkecambahan Berbagai Aksesi Jarak Pagar. (Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN dan ANDRI ERNAWATI). Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar terhadap viabilitas benih yang diketahui melalui peubah daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, first count germination, kecepatan tumbuh, dan berat kering kecambah normal. Percobaan ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan IPB, Cikabayan dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Bogor pada bulan Februari sampai Mei 2009. Percobaan menggunakan rancangan Split-splot dengan acak lengkap (Split-splot –RAL). Faktor pertama adalah tingkat kemasakan buah yang terdiri dari tiga taraf yaitu buah berwarna hijau, kuning dan hitam. Faktor kedua adalah aksesi jarak pagar yang terdiri dari delapan aksesi yaitu Lokal Sukabumi G-2, Mekar Jaya, Cidolog G-1, Cidolog G-15, Cidolog G-19, Desa Parung Panjang, Curuk Luhur Sigaranten, dan Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang. Aksesi yang digunakan berasal dari koleksi tanaman jarak pagar yang ditanam di kebun percobaan Leuwikopo. Benih yang digunakan berasal dari buah yang masih berada di pohon dan dipanen, setelah itu dilakukan ekstraksi. Penanaman benih dilakukan pada media pasir steril. Hasil percobaan menunjukkan bahwa Perlakuan aksesi Lokal Sukabumi G-2 dan Cidolog G-19 memberikan daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum yang tidak berbeda nyata. Aksesi Lokal Sukabumi G-2 memiliki nilai rata-rata tertinggi untuk first count germination dan kecepatan tumbuh. Interaksi antara tingkat kemasakan buah dan aksesi berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, first count germination, dan kecepatan tumbuh. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
Tingkat
kemasakan
buah
berpengaruh sangat nyata pada semua tolok ukur (DB, FCG, KCT, BKKN, dan PTM). Perlakuan aksesi jarak pagar berpengaruh sangat nyata terhadap DB, PTM, FCG dan KCT. Aksesi jarak pagar tidak berpengaruh nyata pada BKKN. Interaksi
tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar berpengaruh sangat nyata terhadap DB, PTM, FCG dan KCT. Interaksi tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar tidak berpengaruh nyata pada BKKN. Pengaruh tingkat kemasakan buah terhadap viabilitas benih diperoleh bahwa tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki nilai DB (93,17 %) dan PTM (93.83 %) paling tinggi. Tingkat kemasakan buah berwarna hitam memiliki nilai FCG (81.00 %) dan KCT (12.39 %/etmal) paling tinggi. Pengaruh aksesi terhadap viabilitas benih diperoleh bahwa aksesi Lokal Sukabumi G-2 memiliki nilai DB (89.33 %), PTM (90.22 %), FCG (42.67 %), dan KCT (12.05 %/etmal) paling tinggi. Aksesi Lokal Sukabumi G-2 dan Cidolog G-19 memiliki nilai persentase DB (89.33 %) dan PTM (90.22 % dan 89.78 %) yang tidak berbeda nyata. Pengaruh interaksi tingkat kemasakan buah dan aksesi terhadap viabilitas benih diperoleh bahwa nilai DB dan PTM tertinggi (100 %) terdapat pada tingkat kemasakan buah berwarna kuning pada aksesi Cidolog G-1, nilai FCG (97.33 %) tertinggi terdapat pada tingkat kemasakan buah berwarna hitam pada aksesi Lokal Sukabumi G-2, nilai KCT (14.73 %/etmal) tertinggi terdapat pada tingkat kemasakan buah berwarna hitam pada aksesi Lokal Sukabumi G-2, dan nilai BKKN (3.56 g) yang cenderung lebih tinggi terdapat pada tingkat kemasakan hitam pada aksesi Cidolog G-15. Benih yang berasal dari tingkat kemasakan buah berwarna kuning dan hitam dapat dilakukan pemanenan secara serempak. Hal ini dikarenakan nilai persentase DB dan PTM yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Puslitbangbun (>80%). FCG dan BKKN pada tingkat kemasakan buah berwarna hitam untuk semua aksesi memiliki nilai persentase tertinggi.
PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BUAH TERHADAP PERKECAMBAHAN BERBAGAI AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh YUYUN KURNIA LESTARI A24051313
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
: PENGARUH TERHADAP
TINGKAT
KEMASAKAN
PERKECAMBAHAN
BUAH
BERBAGAI
AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Nama
: Yuyun Kurnia Lestari
NRP
: A24051313
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc NIP : 19630628 199002 1 002
Pembimbing II
Ir. Andri Ernawati, M.Agr NIP : 19610411 198603 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 4 Mei 1988. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Surono dan Ibu Sri Wahyuningsih. Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri IV Citeureup, kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Cibinong. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor pada tahun 2005. Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui USMI. Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima
sebagai
mahasiswa
Departemen Agronomi
dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis aktif mengikuti Organisasi Badan Eksekutive Mahasiswa Fakultas Pertanian tahun 2006-2007. Penulis mengikuti Simposium Nasional Bioenergi 2009 sebagai pemakalah.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah terhadap Perkecambahan Berbagai Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas)”. Penelitian tersebut dilaksanakan sebagai syarat penyelesaian tugas akhir Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc dan Ir. Andri Ernawati, M. Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, bimbingan serta nasehat kepada penulis selama masa pelaksanaan tugas akhir ini hingga selesai. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir Maya Melati, M.Sc. selaku pembimbing akademik penulis selama masa perkuliahan atas segala nasehat, bimbingan, dan bantuannya. 3. Kedua orang tua serta adik-adikku tercinta (Restiana dan Alvina) atas dukungan doa, kesabaran, motivasi, limpahan kasih sayang serta nasehatnasehatnya. 4. Mas Ali dan Mbak Fifin atas informasi dan bantuannya. 5. Sahabat-sahabatku Inten, Riszky, Verdha, Dwi, Diah, Isti, Putri, Rani, Esa, Heru, dan teman-teman lain yang telah bersedia membantu memberikan motivasi. 6. Bapak Maman, bapak Milin, dan bapak Nana yang telah membantu dalam kegiatan di lapang. Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan mempunyai kontribusi bagi kemajuan ilmu dan pengembangan jarak pagar. Bogor, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL...................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................
viii
PENDAHULUAN Latar Belakang............................................................................. Tujuan.......................................................................................... Hipotesis......................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Botani, Morfologi, dan Ekologi Jarak Pagar............................... Perkecambahan Benih.................................................................. Media Pengujian Viabilitas Benih............................................... Kemajuan Hasil Penelitian Jarak Pagar.......................................
3 4 9 10
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... Bahan dan Alat............................................................................. Metode Penelitian......................................................................... Pelaksanaan Penelitian.................................................................. Pengamatan..................................................................................
13 13 13 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ............................................................................ Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah terhadap Viabilitas Benih... Pengaruh Aksesi Jarak Pagar terhadap Viabilitas Benih.............. Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Viabilitas Benih.......................................... Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Daya Berkecambah........................................................ Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap First Count Germination............................................... Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Kecepatan Tumbuh........................................................ Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Berat Kering Kecambah Normal................................... Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Potensi Tumbuh Maksimum..........................................
18 23 25 27 31 31 32 33 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.................................................................................. Saran............................................................................................
36 37
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
38
LAMPIRAN............................................................................................
41
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Rekapitulasi Hasil Uji F pada Pengaruh Tingkat Kemasakan (W), Aksesi (A), dan Interaksinya (WxA) terhadap Peubah Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, First Count Germination, Kecepatan Tumbuh, dan Bobot Kering Kecambah Normal........................................................................................... 2.
22
Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, First Count Germination, Kecepatan Tumbuh, dan Bobot Kering Kecambah Normal pada Berbagai Tingkat Kemasakan Buah...............................................................................................
25
3. Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum, First Count Germination, Kecepatan Tumbuh, dan Bobot Kering Kecambah Normal pada Beberapa Aksesi Jarak Pagar……............................
26
4. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah (DB) pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar……...............
28
5. Nilai Rata-Rata First Count Germination (FCG) pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar........................
28
6. Nilai Rata-Rata Kecepatan Tumbuh (KCT) pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi JarakPagar.........................
29
7. Nilai Rata-Rata Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) pada InteraksiTingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar......................................................................................
30
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi...........................................
15
2. Buah Hijau (A), Buah Kuning (B), dan Buah Hitam (C)..............
18
3. Benih dari Buah Hijau (A), Buah Kuning (B), dan Buah Hitam (C).......................................................................................
19
4. Kriteria Kecambah normal.............................................................
20
5. Kotiledon yang Abnormal..............................................................
20
6. Kriteria Kecambah Abnormal........................................................
21
7. Benih Mati : Benih Busuk (A) dan Benih Busuk (B).....................
21
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Sidik Ragam Tingkat Kemasakan dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah Daya Berkecambah Benih Jarak Pagar................
42
2. Sidik Ragam Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah Potensi Tumbuh Maksimum Benih Jarak Pagar......................................................................................
42
3. Sidik Ragam Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah First Count Germination Benih Jarak Pagar.....................................................................................
42
4. Sidik Ragam Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah Kecepatan Tumbuh Benih Jarak Pagar..............................................................................................
43
5. Sidik Ragam Tingkat Kemasakan dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah Berat Kering Kecambah Normal Benih Jarak Pagar.....................................................................................
43
6. Grafik Daya Berkecambah pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar.........................................................
44
7. Grafik First Count Germination pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar....................................
44
8. Grafik Kecepatan Tumbuh pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar.......................................................
44
9. Grafik Berat Kering Kecambah Normal pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar....................................
45
10. Grafik Daya Potensi Tumbuh Maksimum pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar.......................
45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Jarak pagar merupakan sumber energi alternatif dan menjadi bahan bakar hayati. Di Indonesia, tanaman jarak lazimnya tumbuh sebagai tanaman pagar pembatas bahkan tumbuh liar di tepi jalan. Pada tahun 2005, tanaman jarak dikenal sebagai tanaman jarak pagar (Prihandana dan Hendroko, 2007). Indonesia dengan iklim tropis, lahan yang luas, serta keanekaragaman hayati wilayah daratan merupakan keunggulan komparatif bagi pengembangan bahan bakar yang berasal dari tumbuhan. Namun masih banyak keanekaragaman hayati yang belum terjamah untuk diteliti dan dikembangkan baik identitasnya maupun potensinya. Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri (Hambali et al., 2006). Hal tersebut menyebabkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) fosil semakin meningkat. Jumlah pasokan dan cadangan minyak bumi Indonesia yang semakin berkurang dan disertai dengan kenaikan harga minyak bumi dunia yang tajam menyebabkan sering terjadi kelangkaan BBM di masyarakat. Hal ini menyebabkan penderitaan masyarakat bertambah. Ketergantungan terhadap BBM dapat dikurangi, bahkan dihilangkan. Hal ini bukan hanya mimpi dan harapan yang kosong. Masalah ini dapat diatasi dengan cara memanfaatkan sumber energi alternatif yang berasal dari tanaman. Tanaman yang dapat digunakan diantaranya adalah jarak pagar. Jarak pagar menghasilkan minyak nabati yang dapat berfungsi sebagai bahan bakar nabati. Jarak pagar dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Tanaman jarak pagar berpotensi memperbaiki kesuburan tanah, tata air, dan carbon credit. Biodiesel yang dihasilkan dari pengembangan jarak pagar memiliki kandungan sulfur relatif rendah dibandingkan dengan solar dan dapat terbakar sempurna di dalam mesin diesel. Pengembangan jarak pagar sebagai bahan bakar diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan menjadi tambahan pendapatan bagi masyarakat yang mengusahakan tanaman ini. Jarak pagar merupakan tanaman rakyat. Tanaman ini dapat ditanam di pekarangan dan tidak memerlukan lahan yang luas.
2 Masyarakat dapat langsung memanfaatkan tanaman tersebut. Biji yang telah dikeringkan dan dipres sehingga dapat menghasilkan minyak dan kulit biji dapat digunakan sebagai bahan pembakaran. Apabila setiap rumah terutama di daerah yang jauh dari pusat kota memiliki beberapa tanaman jarak pagar di pekarangan rumahnya, diharapkan mereka dapat mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan terhadap BBM. Program pengembangan jarak pagar secara komersial di Indonesia masih relatif baru dimulai. Hal ini disebabkan teknologi budidaya dan produksi jarak pagar masih sangat sedikit, sehingga penelitian-penelitian jarak pagar dipandang sangat penting dalam upaya pengembangan teknologi ke arah yang lebih baik. Sumber benih jarak pagar pada saat ini masih mengandalkan pengumpulan dari petani. Hal ini disebabkan belum adanya varietas maupun klon unggul jarak pagar di Indonesia. Mutu benih sangat berpengaruh terhadap produksi jarak pagar. Menurut Sutopo (2004) mutu benih dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai akan mempunyai viabilitas yang rendah.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan tingkat kemasakan buah pada beberapa aksesi jarak pagar terhadap viabilitas benih.
Hipotesis 1. Tingkat kemasakan buah mempengaruhi viabilitas benih. 2. Aksesi berpengaruh terhadap viabilitas benih. 3. Terdapat interaksi antara tingkat kemasakan dengan aksesi terhadap viabilitas benih.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani, Morfologi, dan Ekologi Jarak Pagar Jarak pagar telah lama dikenal masyarakat di berbagai daerah Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an. Masyarakat dianjurkan untuk melakukan penanaman jarak sebagai pagar pekarangan (Hambali et al.,
2006). Jatropha L. termasuk famili Euphorbiacae. Genus
Jatropha memiliki 175 spesies, dari jumlah ini lima spesies sudah ada di Indonesia, yaitu J. curcas L dan J. gossypiifolia yang sudah digunakan sebagai tanaman obat sedangkan J. integerrima jacq, J. multifida dan J. podagrica Hook digunakan sebagai tanaman hias. J curcas L menarik minat para ilmuan di dunia karena sifat minyaknya yang dapat digunakan untuk substitusi minyak diesel (solar) (Hasnam, 2006). Jarak pagar diintroduksi ke Asia Tenggara pada abad ke 17-18 oleh pelautpelaut Portugis. Variasi jarak pagar di Indonesia mungkin hanya disebabkan oleh perbedaan wilayah yang melahirkan ekotipe-ekotipe tertentu (Hasnam, 2006). Jatropha curcas adalah tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah. Di Meksiko, Jatropha curcas disebut pinoncillo, dengan berbagai nama lokal cuauixtli, kusekeey, axti, dan codice florentino. Tanaman jarak pagar tumbuh menyebar di berbagai daerah di Indonesia. Hal tersebut terbukti dengan adanya berbagai nama daerah seperti nawai (Aceh), jirak (Sumatera Barat), jarak kosta, jarak kusta, jarak budge, dan kalake pagar (Sunda), jarak gundul, jarak cina, jarak iri, dan jarak pager (Jawa), kalekhe paghar (Madura), jarak pageh (Nusa Tenggara), paku kase (Timor), kuman nema (Alor), lulunan (Roti), jarak kosta, jarak wolanda, tondoutomene, dan bindalo (Sulawesi), bintalo (Gorontalo), balacai (Manodo), peleng kaliki (Bugis), tangan tangan kali (Makassar), muun mav, ai huwa kamala, ai hua kamaalo, jai huakamalo, balacai,dan
kadoto
(Maluku),
malate
dan
makamale
(Seram),
balacai
(Halmahera), serta balacai hisa (Ternate atau Tidore) (Prihandana dan Hendroko, 2007). Pohon jarak pagar berupa perdu (Hambali et al., 2006). Tinggi tanaman bisa mencapai 5-10 m, batang berwarna abu-abu, jika dipotong akan mengeluarkan cairan lateks berwarna putih. Daun berlekuk 5-7, dengan susunan
4 pada batang (filotaksis) membentuk spiral dengan posisi berselang-seling. Daun berwarna hijau muda sampai hijau tua. Panjang tangkai daun bervariasi 6-23 mm. Rangkaian bunga terbentuk di ujung cabang (terminal) dan berbentuk cyme (Hasnam dan Mahmud, 2005). Tanaman jarak pagar bersifat monocious (berumah satu), bunga berkelamin satu (uniseksual) kadang-kadang ditemukan bunga hermafrodit. Pada bunga jantan (androecium) 10 tangkai sari disusun dalam dua lingkaran (masing-masing 5 tangkai sari). Pada bunga betina (gynoecium) tiga tangkai putik tumbuh dan membesar menjadi putik yang bercabang (Hasnam dan Mahmud, 2005). Buah tanaman jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda serta abu-abu kecoklatan atau kehitaman ketika masak. Buah biji jarak terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang terisi satu biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna cokelat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-50% dan mengandung toksin sehingga tidak dapat dimakan (Hambali et al., 2006). Jarak pagar termasuk spesies tanaman yang tahan kekeringan. Tanaman ini dibudidayakan di daerah tropis sebagai tanaman pagar (Hasnam dan Mahmud, 2005). Menurut Prihandana dan Hendroko (2007) tanaman jarak pagar akan tumbuh dan berproduksi optimal jika ditanam di lahan kering dataran rendah yang beriklim kering, dengan ketinggian 0-500 m dpl, curah hujan 300-1.000 mm per tahun, dan temperatur lebih dari 20oC. Jarak pagar dapat tumbuh di lahan marginal yang miskin hara, tetapi berdrainase dan aerasi baik. Produksi optimum akan diperoleh dari tanaman yang ditanam di lahan subur. Jenis tanah yang baik bagi tanaman jarak pagar adalah yang mengandung pasir 60%-90% dan pH tanah 5,5-6,5.
Perkecambahan Benih Sadjad (1993) menyatakan bahwa benih bukan objek pasca panen karena benih merupakan komoditi pratanam, yang prosedur produksinya harus dipersiapkan sejak benih sumber yang ditanam yang harus jelas identitas genetikanya, sampai menghasilkan benih bermutu.
5 Benih jarak pagar temasuk benih ortodoks. Benih jarak pagar harus dikeringkan sampai kadar air 5-7 % dan disimpan di tempat yang kedap udara (tight container). Benih jarak pagar memiliki kadar minyak yang tinggi (30-40 %), benih jarak pagar tidak dapat disimpan lama, kecuali dengan perlakuan khusus. Benih segar hasil panen biasanya menunjukkan masa dormansi (Hasnam dan Mahmud, 2005). Hambali et al. (2006) menyatakan bahwa biji jarak pagar yang akan dijadikan benih dijemur di tempat yang teduh. Penjemuran tidak boleh dilakukan di bawah sinar matahari langsung. Hal ini dikarenakan terpaan sinar matahari langsung berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup (viability) biji. Hasil penelitian Herlina (2009) menyatakan metode pengeringan dengan sinar matahari selama 7 jam merupakan metode pengeringan yang efektif dan efisien pada musim kemarau (suhu berkisar antara 28-42oC) untuk mendapatkan kadar air aman simpan (5-14%) secara cepat. Berdasarkan hasil penelitian terbaru diperoleh bahwa biji yang digunakan untuk benih dapat dikeringkan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari langsung selama 7 jam untuk mendapatkan kadar air aman simpan dengan waktu yang lebih cepat dan pengeringan di bawah sinar matahari langsung selama 7 jam tidak berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup benih jarak pagar. Tanaman jarak pagar dipanen untuk dua tujuan, yaitu sebagai benih atau untuk diambil minyaknya. Biji yang akan digunakan untuk benih hendaknya berasal dari buah yang dipanen setelah berwarna kuning dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada tempat yang teduh. Biji yang baik untuk dikecambahkan adalah biji yang akan keluar minyak bila ditekan dengan kuku (Mahmud et al., 2006). Menurut Hasnam dan Mahmud (2005) pemanfaatan terbesar jarak pagar terdapat pada bijinya. Biji jarak pagar mengandung 20-30% minyak yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat biodiesel. Perkecambahan merupakan muncul dan berkembangnya struktur dasar dari embrio benih yang menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan tanaman normal pada keadaan yang menguntungkan (Copeland dan McDonald, 1995). Kuswanto (1996) menambahkan benih dikatakan berkecambah jika sudah dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya dalam keadaan normal dalam jangka waktu tertentu.
6 Proses perkecambahan merupakan rangkaian kompleks dari perubahanperubahan
morfologi,
fisiologi
dan
biokimia.
Tahap
pertama
suatu
perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari benih. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahanbahan yang telah diuraikan di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh. Daun belum berfungsi sebagai organ untuk fotosintesis sehingga pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan makanan (Sutopo, 2004). Menurut Sadjad (1993) periode pembangunan benih dimulai dari proses pembentukan embrio dan struktur penunjang lain (kulit benih dan jaringan cadangan makanan), pengisian cadangan makanan (tercapai berat kering maksimum), kandungan air benih terus berkurang, cadangan makanan tersimpan secara efisien, kulit biji mengeras, dan vigor maksimum. Menurut Kuswanto (1996) proses awal perkecambahan adalah proses imbibisi, yaitu masuknya air ke dalam benih sehingga kadar air di dalam benih itu mencapai persentase tertentu (antara 50%-60%). Proses perkecambahan dapat terjadi jika kulit benih permeable terhadap air dan tersedia cukup air dengan tekanan osmosis tertentu. Bersamaan dengan proses imbibisi akan terjadi peningkatan laju respirasi yang akan mengaktivkan enzim-enzim yang terdapat di dalamnya sehingga terjadi proses perombakan cadangan makanan (katabolisme) yang akan menghasilkan energi ATP dan unsur hara yang diikuti oleh pembentukan senyawa protein (anabolisme/ sintetis protein) untuk pembentukan sel-sel baru pada embrio. Kedua proses ini terjadi secara berurutan dan pada tempat yang berbeda. Akibat terjadinya proses imbibisi, kulit benih akan menjadi lunak dan retak-retak. Pembentukkan sel-sel baru pada embrio akan diikuti proses deferensiasi sel-sel sehingga terbentuk plumula yang merupakan bakal batang dan daun serta radikula yang merupakan bakal akar. Kedua bagian ini akan bertambah
7 besar sehingga akhirnya benih akan berkecambah. Menurut Bewley dan Black (1985) perkecambahan biasanya menghasilkan kurva sigmoid. Pada awalnya, benih akan sedikit berkecambah, kemudian akan meningkat secara cepat dan akhirnya akan relatif melambat. Benih jarak akan berkecambah tanpa perlakuan pendahuluan. Tidak dianjurkan membuang kulit biji sebelum tanam, walaupun cara ini dapat mempercepat perkecambahan, tetapi beresiko dihasilkannya tanaman yang abnormal. Jika kelembaban cukup, perkecambahan terjadi dalam 7-10 hari, kulit biji akan pecah, bakal akar tunggang terbentuk bersama dengan empat akar samping. Setelah terbentuk daun pertama, kotiledon akan gugur dan tanaman akan tumbuh dengan pola membentuk cabang (sympodial) (Hasnam dan Mahmud, 2005). Menurut Adikadarsih dan Hartono (2007) benih jarak pagar yang dipanen pada saat buah berwarna kuning menghasilkan vigor dan daya berkecambah (sebagai komponen mutu benih) yang paling baik. Sehingga warna kuning pada kulit buah jarak dapat digunakan sebagai standar untuk melakukan panen. Panen yang paling efektif dilakukan adalah dengan panen individu pada buah jarak yang telah berwarna kuning. Kecambah normal adalah kecambah yang memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman normal jika ditanam dengan lingkungan yang mendukung, memiliki hipokotil, epikotil yang berkembang baik, tanpa kerusakan terutama pada jaringan pendukung (contact tissue) dan di kotiledon, plumula normal. Kecambah abnormal digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu kecambah rusak, kecambah yang berubah bentuk, dan kecambah yang membusuk. Kecambah rusak adalah kecambah tanpa kotiledon, mengalami penyempitan, terbelah, terputus atau patah, dan tanpa akar primer. Kecambah yang berubah bentuk adalah kecambah yang lemah dan pertumbuhan bagian-bagiannya tidak seimbang, kecambah yang pertumbuhannya spiral, plumula dan radikula tidak berkembang, pucuk membusuk, koleoptil tidak berdaun, sukulen atau transparan dan tidak berkembang lebih lanjut. Kecambah membusuk adalah kecambah yang bagian-bagiannya membusuk sehingga tidak dapat berkembang lebih lanjut atau menghambat pertumbuhannya, kecuali dapat dipastikan bahwa sumber penyakit bukan berasal dari benih (seed born disease) (Kuswanto, 1997).
8 Benih yang dipanen sebelum mencapai tingkat kemasakan fisiologis, benih tidak mempunyai viabilitas yang tinggi. Pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan berkecambah. Diduga pada tingkat tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2004). Menurut Sadjad (1993) pada Momen Periode Viabilitas Masak Fisiologi (MPV MF) ada kalanya benih belum tepat untuk dipanen, karena kadar air benih masih terlalu tinggi yang bisa mengakibatkan kerusakan fisik apabila dipanen. Oleh karena itu, benih ditunggu setelah kadar airnya menurun dan aman untuk dipanen. Copeland dan McDonald (1985) menyatakan bahwa kemasakan benih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih. Benih yang dipanen pada umur yang berbeda akan menghasilkan viabilitas benih yang berbeda. Benih yang telah mencapai masak fisiologi mempunyai perkecambahan maksimum karena embrio sudah terbentuk sempurna dan berat kering cadangan makanan sudah maksimum. Benih yang dipanen sebelum masak fisiologis akan mempunyai viabilitas yang rendah karena embrio belum sempurna dan cadangan makanan belum maksimum. Benih yang lewat masak fisiologis mengalami penurunan viabilitas karena terjadi perubahan biokimia benih dan mengalami deraan cuaca selama di lapang. Waktu panen harus disesuaikan agar benih benar-benar masak, yang biasanya ditunjukkan oleh kadar air. Benih yang memiliki daya berkecambah tinggi pada saat panen, dapat mengalami kemunduran yang cepat pada saat penyimpanan, disamping banyak yang hilang di saat pembersihan. Sebaiknya, jika pemanenan terlalu lambat, sebagian benih mungkin rontok dan sisanya mungkin terlalu kering untuk dirontok dan ditangani selanjutnya sehingga mengalami kerusakan. Menurut Sumanto (2006) panen buah jarak pagar untuk benih dapat dilakukan sampai masak, kulit berwarna hitam namun harus segera dilakukan penyemaian. Sadjad (1993) menyatakan bahwa tidak semua benih begitu selesai diproses lalu ditanam. Benih perlu melampaui suatu periode sebelum ditanam. Pada periode penyimpanan, benih dapat mengalami kemunduran viabilitas. Viabilitas benih tidak dapat ditingkatkan atau dikembalikan ke viabilitas semula, namun hanya dapat dipertahankan agar viabilitasnya tidak menurun. Pada
9 umumnya benih akan mengalami kemunduran setelah benih dipanen dan disimpan karena benih merupakan benda hidup yang masih tetap melakukan aktivitas biologis (metabolisme). Kuswanto (1996) menyatakan bahwa kondisi benih dalam kondisi puncak adalah pada saat benih masak fisiologi. Setelah itu, kondisinya cenderung menurun. Bila benih dipanen pada masak fisiologi maka akan diperoleh benih dengan kondisi puncak tetapi jika dipanen terlambat maka kondisi benih yang diperoleh sudah menurun sehingga jika benih diuji viabilitasnya maka hasilnya tidak akan maksimum
Media Pengujian Viabilitas Benih Untuk uji daya kecambah, media yang dapat digunakan adalah kertas, blotter, kertas kimpal, absorbent cotton, kertas touching, kertas filter dan kertas merang. Apabila contoh benih dengan substrat kertas tidak dapat berkecambah atau menghasilkan kecambah yang tidak dapat dinilai maka pengujian harus dilakukan pada media pasir atau tanah, yang terlebih dahulu harus disterilkan. Media pasir yang dianjurkan yaitu, pasir yang tidak mengandung bahan beracun, lolos dalam saringan dengan diameter 0,8 mm dan tertahan dalam saringan dengan diameter 0,05 mm. Pasir memiliki pH 6,0-7,5 (Sutopo, 2004). Pasir tidak banyak mengandung unsur hara dan secara kimia, pasir merupakan bagian dari media yang tidak bereaksi (George, 2002). Media tanam berupa campuran tanah dengan kompos, memiliki kemampuan menahan air yang besar dibandingkan media pasir. Hal ini disebabkan media tersebut memiliki kandungan bahan organik yang mampu merangsang granulasi, menurunkan plastisitas dan kohesi, dan meningkatkan kemampuan menahan air (Soepardi, 1983). Hasil penelitian Suminar (2004) menunjukkan media tanah campur kompos merupakan media terbaik untuk perkecambahan benih mengkudu karena media ini diduga memiliki kendungan hara dan daya menahan air yang lebih tinggi dibandingkan media pasir dan arang sekam, sehingga kelembapan media cukup tinggi. Menurut Kuswanto (1996) untuk menguji viabilitas dibutuhkan media perkecambahan yang fungsi utamanya adalah menyediakan air selama waktu pengujian. Pasir dapat dipakai untuk media perkecambahan. Untuk itu, pasir harus
10 dicuci dahulu untuk menghilangkan tanahnya dan kemudian disterilkan, diayak untuk mendapatkan butiran pasir dengan ukuran tertentu dan homogen. Menurut Sumanto (2006) media pembibitan campuran tanah, air, dan pupuk kandang (1:1:1) menghasilkan bibit jarak pagar tertinggi, dimeter batang terbesar, jumlah daun terbanyak, berat basah dan berat kering tertinggi.
Kemajuan Hasil Penelitian Jarak Pagar Santoso et al. (2008) menyatakan bahwa kandungan minyak biji yang diperoleh dari tanaman asal stek, biji, dan biji yang kemudian dipangkas berkisar 46,39%-48,47%. Kandungan minyak tersebut diperoleh dari biji-biji yang berkembang dan dipanen pada musim penghujan, sedangkan kandungan minyak dari biji yang berkembang dan dipanen pada musim kemarau berkisar 47,15%51,19%. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan yang kering dapat meningkatkan kandungan minyak biji jarak pagar. Hasil penelitian Raden et al. (2008) mengenai karakteristik daun jarak pagar dan hubungannya dengan fotosintesis menginformasikan bahwa daun jarak pagar memiliki filotaksi 5/13 dengan sudut antar daun 138o. Kandungan klorofil a, b, dan total tertinggi dicapai pada umur daun minggu ke-9 berturut-turut (0,45 g/cm2, 0,19 g/cm2, 0,62 g/cm2). Total kerapatan stomata daun bagian atas tertinggi dicapai pada minggu ke-6 yaitu 42,14 per mm2 dan bagian bawah minggu ke-9. daun mulai berfotosintesis sejak umur 1 minggu hingga umur 14 minggu, setelah itu daun mengalami senescence. Laju fotosintesis maksimum ditemukan pada daun umur 6 minggu. Daun ke-11 sampai 13 atau umur 6 minggu setelah terbentuk dapat dijadikan referensi untuk mengevaluasi laju fotosintesis. Menurut Santoso dan Purwoko (2008) untuk memperoleh benih jarak pagar yang berhasil berkecambah dan terus tumbuh menjadi bibit yang baik dalam jumlah banyak, penanaman benih pada saat pembibitan sebaiknya dilakukan pada kedalaman 2-3 cm dengan posisi benih telungkup. Hasil penelitian Mardjono et al. (2006) menunjukkan dari 12 (NTB1, NTB2, Jateng, NTT 1, NTT 2, NTT 3, Jatim 1, Jatim 2, Jatim 3, Jatim 4, Jatim 5, dan Lampung) genotipa jarak pagar yang diuji terdapat 11 genotipa telah berkuncup bunga pada umur sekitar dua bulan sedangkan satu genotipa lainnya sekitar 3 bulan. Pada umur 4 bulan dari 12 genotipa yang diuji terdapat 11
11 genotipa dapat dipanen, hanya satu genotipa yaitu Jatim 3 baru bisa dipanen sekitar 5 bulan. Hasil penelitian Rahmasyahraini (2008) menunjukkan periode pengujian daya berkecambah yang direkomendasikan untuk benih jarak pagar yaitu hari ke-8 setelah pengecambahan (first count) dan hari ke-22 setelah pengecambahan (final count). Keadaan benih utuh dan dikecambahkan pada media pasir adalah perlakuan yang optimum untuk perkecambahan benih jarak pagar. Hasil penelitian Utomo (2008) menunjukkan benih mencapai masak fisiologis 52-57 hari setelah antesis (kuning sampai kuning kecoklatan atau hitam) memiliki daya berkecambah (88 %), potensi tumbuh maksimum (90 %) dan kecepatan tumbuh maksimum (7,07 %KN/etmal)dan kadar air sudah mulai turun, yang merupakan saat panen yang tepat untuk benih. Warna buah berdasarkan umur hari setelah antesis (HSA) yaitu hijau (42 HSA), hijau kekuningan (47 HSA), kuning (52 HSA), dan kuning kecoklatan/hitam (57 HSA). Hasil penelitian Herlina (2009) menunjukkan pemanenan buah jarak pada saat tingkat kemasakan buah berwarna kuning dan coklat kehitaman dapat dilakukan secara serempak, karena nilai persentase viabilitas total (PTM) dan viabilitas potensial (DB) yang dihasilkan telah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Puslitbangbun (>80 %). Hasil penelitian Prakoso (2009) menunjukkan pemberian naungan 55 % dapat menurunkan kekuatan tumbuh bibit jarak pagar paska ditransportasikan dan menurunkan jumlah tunas bibit sebesar 29.50 % dibandingkan dengan kontrol. Penundaan tanam bibit jarak pagar selama 3 dan 4 hari meningkatkan kekuatan tumbuh bibit paska ditransportasikan dibandingkan penundaan tanam 2 hari. Inokulasi Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman bakteri (RPPT)
P.
fluorescens P-24 dan bakteri Kitinolitik dengan konsentrasi 10 7 cfu pada benih jarak pagar dengan cara dikocok menggunakan shaker selama 12 jam menurunkan daya berkecambah benih jarak pagar hingga 0 %. Aplikasi mikoriza dan RPPT di lapang secara tunggal maupun kombinasinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman jarak pagar hingga umur 2 bulan selain jumlah tunas. Hasil penelitian Mayyasari (2009) menunjukkan perlakuan benih dengan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) tidak berpengaruh terhadap
12 perkecambahan dan pertumbuhan jarak pagar. Perkecambahan benih jarak pagar yang direndam dalam larutan PGPR sebelum ditanam berpengaruh negatif dibandingkan dengan benih jarak pagar tanpa perlakuan PGPR. Peningkatan viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan bibit tanaman jarak pagar oleh PGPR diduga akibat kemampuan PGPR dalam memproduksi hormon tumbuh. Peningkatan perkecambahan dan pertumbuhan bibit tidak selalu sejalan dengan tingginya konsentrasi auksin, giberelin, dan sitokinin. Hasil penelitian Napiah (2009) menunjukkan benih jarak pagar dengan tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki daya simpan hingga lima bulan, sedangkan benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna coklat hingga kehitaman hanya mampu mencapai tiga bulan masa simpan. Benih jarak pagar yang disimpan dalam kemasan plastik memiliki daya simpan hingga enam bulan. Benih jarak pagar yang disimpan dalam kemasan kaleng memiliki daya simpan hingga lima bulan. Benih jarak pagar yang disimpan dalam kemasan kain terigu, kain blacu, dan goni memiliki daya simpan hingga tiga bulan.
13
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai Mei 2009. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan IPB, Cikabayan dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi benih dari delapan aksesi jarak pagar koleksi IPB di Leuwikopo dengan tiga tingkat kemasakan yang berbeda dan pasir steril sebagai media perkecambahan. Peralatan yang digunakan meliputi polybag, label, spidol, plastik, dan gunting untuk perkecambahan. Alumunium foil, kertas karton, oven, cawan, timbangan untuk pengukuran kadar air benih dan bobot kering kecambah normal. Drum, saringan pasir, karung, dan cangkul untuk pengukusan pasir. Bahan lain yang digunakan meliputi Ditane M-45, Furadan, ember, dan keranjang.
Metode Penelitian Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split-Plot Design) dengan Rancangan Acak Lengkap. Faktor pertama sebagai petak utama adalah perlakuan tingkat kemasakan buah (Tk) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu : 1. (Tk1) Buah hijau 2. (Tk2) Buah kuning 3. (TK3) Buah hitam Faktor kedua sebagai anak petak adalah aksesi jarak pagar (A) yang terdiri dari delapan taraf, yaitu : 1. (A1) Aksesi jarak pagar Lokal Sukabumi G-2, Kabupaten Sukabumi 2. (A2) Aksesi jarak pagar Mekar Jaya, Kabupaten Sukabumi 3. (A3) Aksesi jarak pagar Cidolog G-1, Kabupaten Sukabumi 4. (A4) Aksesi jarak pagar Cidolog G-15, Kabupaten Sukabumi 5. (A5) Aksesi jarak pagar Cidolog G-19, Kabupaten Sukabumi 6. (A6) Aksesi jarak pagar Desa Parung Panjang, Kabupaten Bogor
14 7. (A7) Aksesi jarak pagar Curuk Luhur Sigaranten, Kabupaten Sukabumi 8. (A8) Aksesi jarak pagar Dinas Kehutanan Desa
Parung Panjang,
Kabupaten Bogor Percobaan terdiri dari 24 satuan percobaan dan diulang sebanyak tiga kali sehingga seluruhnya terdapat 72 satuan percobaan. Model aditif linier yang akan digunakan adalah Yijk = μ + Tki + δik + Aj+( TkA )ij+ ijk Keterangan : Yijk
= nilai pengamatan yang mendapat perlakuan tingkat kemasakan ke-i, aksesi ke-j, dan ulangan ke-k
μ
= rataan umum
Tki
= pengaruh perlakuan tingkat kemasakan taraf ke-i
δik
= galat a
Aj
= pengaruh perlakuan aksesi taraf ke-j
(TkA)ij = pengaruh interaksi perlakuan tingkat kemasakan taraf ke-i dan aksesi taraf ke-j
ijk
= galat b Apabila hasil analisis ragam menunjukan pengaruh yang nyata, dilakukan
analisis uji lanjut dengan metode Ducan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.
Pelaksanaan Penelitian Benih yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari aksesi jarak pagar yang telah ditanam sebelumnya. Benih jarak pagar yang digunakan adalah benih yang berasal dari delapan aksesi jarak pagar. Setiap aksesi diambil buah yang memiliki tiga tingkat kemasakan yang berbeda berdasarkan warna buah. Warna buah yang dipanen adalah buah berwarna hijau, kuning, dan hitam (Gambar 1). Pemanenan buah berdasarkan warna dilakukan pada waktu yang berbeda. Buah yang telah terkumpul kemudian dikupas dan diambil bijinya. Biji yang telah terkumpul kemudian dicuci, direndam, dan diaduk dengan larutan Ditane M-45 dengan dosis 1 gram/liter selama 1 menit. Benih yang telah direndam kemudian ditiriskan dan dijemur. Benih dikumpulkan hingga jumlah benih yang digunakan lengkap dan mencukupi.
15
Gambar 1. Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Media yang digunakan berupa pasir steril. Pasir disterilkan dengan menggunakan pengukusan atau perebusan. Pengukusan atau perebusan dapat menyeterilkan pasir dengan cara, uap air yang dihasilkan dari perebuasan akan memberikan uap panas pada pasir, uap panas tersebut dapat mematikan inokuluminokulum yang ada di pasir. Pasir yang telah dikukus kemudian dikering anginkan. Pasir yang telah kering telah dapat digunakan. Pasir tersebut dimasukkan ke dalam polybag. Benih yang telah siap, langsung dikecambahkan pada media pasir steril yang telah disiapkan. Setiap polybag ditanam satu benih jarak pagar. Satu ulangan terdiri dari 25 benih jarak pagar.
Pengamatan 1. Daya Berkecambah (DB) Sebanyak 25 butir dari setiap satuan percobaan ditanam pada media pasir. Pengamatan daya berkecambah dihitung berdasarkan pengamatan kecambah normal yang diamati pada 7 dan 14 HST. Tipe perkecambahan jarak pagar adalah epigeal, maka kriteria kecambah normalnya adalah : kecambah tumbuh sehat, hipokotil tumbuh normal dengan panjang 2-4 kali panjang benih, dan minimal sudah tumbuh satu plumula. Daya Berkecambah dihitung dengan rumus:
DB
Σ KN hitungan I KN hitungan II 100% Σ Benih yang ditanam
Keterangan : KN I
= Kecambah Normal Pengamatan I
KN II
= Kecambah Normal Pengamatan II
16 2. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase jumlah benih yang tumbuh dengan kriteria minimal tumbuh radikula pada akhir pengamatan hari ke-14, dengan rumus :
PTM
Kecambah Abnormal Kecambah Normal 100% Benih yang ditanam
3. First Count Germination (FCG) First Count Germination ditentukan dengan menghitung persentase jumlah kecambah normal pada pengamatan pertama perkecambahan yaitu 7 HST. First Count Germination dihitung dengan rumus : (Copeland dan McDonald,2001)
FCG
Σ Benih berkecambah normal pada pengamatan pertama 100% Σ benih yang ditanam
4. Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan tumbuh (KCT), dihitung berdasarkan total pertambahan persentase kecambah normal selama kurun waktu perkecambahan. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus :
tn
KCT 0
N t
Keterangan : t
= waktu pengamatan
N
= pertambahan %KN setiap waktu pengamatan
tn
= waktu akhir pengamatan
5. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN) Bobot kering kecambah normal didapatkan dari kecambah yang telah normal. Kecambah normal yang dicabut dan ditimbang adalah kecambah normal yang tumbuh pada pengamatan pertama (7 HST) dan pengamatan
17 kedua (14 HST). Bagian kecambah normal yang digunakan untuk pengukuran BKKN adalah radikula, hipokotil, dan plumula, sedangkan kotiledon dibuang. Kecambah dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60oC selama 3x24 jam, kemudian ditimbang.
18 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Aksesi yang digunakan berasal dari koleksi jarak pagar IPB yang ditanam di kebun Leuwikopo. Delapan aksesi yang digunakan yaitu aksesi Lokal Sukabumi G-2, Mekar Jaya, Cidolog G-1, Cidolog G-15, Cidolog G-19, Desa Parung Panjang, Curuk Luhur Sigaranten, dan Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang. Aksesi Lokal Sukabumi G-2, Mekar Jaya, Cidolog G-1, Cidolog G-15, Cidolog G-19, dan Curuk Luhur Sigaranten berasal dari Kabupaten Sukabumi. Aksesi Desa Parung Panjang dan Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang berasal dari Kabupaten Bogor. Aksesi tersebut dipilih dan digunakan karena keterbatasan bahan tanam. Pada saat akan dilaksanakan penelitian tersebut, aksesi-aksesi tersebutlah yang memiliki buah dan siap untuk digunakan sebagai bahan penelitian. Penelitian dilakukan di dalam rumah kaca Kebun Percobaan IPB, Cikabayan. Setiap benih yang ditanam mendapatkan perlakuan dan kondisi lingkungan yang homogen. Suhu harian dan kelembaban rumah kaca berkisar 46.20 oC dan 50.38 %. Buah yang dipanen adalah buah yang berwarna hijau, kuning, dan hitam (Gambar 2). Pemanenan buah dilakukan secara bertahap.Hal ini dilakukan karena jarak pagar berbuah tidak serempak. Buah yang dipanen adalah buah yang masih berada di pohon. Buah berwarna hijau (Gambar 2A) memiliki kulit buah yang keras sehingga memerlukan alat untuk membukanya. Buah berwarna kuning (Gambar 2B) memiliki kulit buah tidak keras dan mudah dibuka dengan tangan. Buah berwarna hitam (Gambar 2C) memiliki kulit buah yang tipis, mengkerut, dan kering.
A
B
Gambar 2. Buah Hijau (A), Buah Kuning (B), dan Buah Hitam (C)
C
19 Buah yang telah dipanen kemudian diekstraksi. Buah yang telah diekstraksi kemudian direndam di larutan Ditane-45. Benih kemudian ditempatkan dalam keranjang plastik dan diberi jaring kawat dibagian atas keranjang agar benih aman dari gangguan tikus. Pengeringan dengan keringangin dilakukan di teras Unit Pengelolaan Benih IPB selama 14 hari. Benih yang berasal dari tingkat kemasakan buah berwarna hijau, kuning, dan hitam memiliki ciri fisik yang berbeda (Gambar 3). Benih yang berasal dari buah yang berwarna hijau (Gambar 3A) memiliki kulit berwarna hitam kecoklatan, mengkilap, bagian tengah terdapat semburat coklat, permukaan kulit sangat halus, dan plumula berwarna sangat putih. Benih yang berasal dari buah berwarna kuning (Gambar 3B) memiliki kulit berwarna hitam, mengkilap, permukaan kulit halus, dan plumula berwarna putih hingga putih kusam. Benih yang berasal dari buah berwarna hitam (Gambar 3C) memiliki kulit berwarna hitam, kusam, permukaan kulit sangat kasar, pecah-pecah atau retak-retak, dan plumula berwarna coklat kehitaman hingga hitam.
A
B
C
Gambar 3. Benih dari Buah Hijau (A), Buah Kuning (B), dan Buah Hitam (C) Kadar air benih yang berasal dari buah berwarna hijau setelah dikeringkan memiliki kisaran 7.14-10.47 %. Kadar air benih yang berasal dari buah berwarna kuning setelah dikeringkan memiliki kisaran 6.02-10.06 %. Kadar air benih yang berasal dari buah berwarna hitam setelah dikeringkan memiliki kisaran 7.7310.72 %. Media pengecambahan benih adalah pasir steril. Sebelum digunakan pasir dicuci dan direbus untuk menghilangkan tanah dan gulma yang dibawa pasir. Benih ditanam di dalam polybag. Setiap polybag ditanam satu benih, sehingga tidak terjadi kompetisi antara benih jarak pagar. Penggunaan pasir steril bertujuan
20 agar pengecambahan benih terhindar dari pengaruh cendawan dan gulma. Benih ditanam dengan posisi terlungkup dengan kedalaman 3 cm. Perhitungan daya berkecambah berdasarkan kriteria kecambah normal secara umum, yaitu hipokotil dan radikula memiliki panjang dua sampai empat kali panjang benih dan semua struktur tumbuh menunjukkan pertumbuhan yang baik (Gambar 4). Percobaan ini berlangsung selama 14 hari setelah tanam (HST).
Gambar 4. Kriteria Kecambah Normal
Kecambah abnormal dihitung pada saat 14 HST. Kriteria kecambah abnormal seperti kotiledon sobek, kotiledon menempel, batang yang meliuk liuk, batang kecil, dan batang pendek (Gambar 5 dan 6).
Gambar 5. Kotiledon yang Abnormal
21
Gambar 6. Kriteria Kecambah Abnormal Benih yang tidak tumbuh pada pengamatan kedua yaitu 14 HST, benih tersebut termasuk benih mati (Gambar 7). Benih mati dikarenakan embrio benih tersebut busuk dengan ciri embrio berwarna coklat, lunak, dan berbau (Gambar 7A). Benih mati dikarenakan embrio busuk dengan ciri embrio lembek, berwarna putih, dan berbau (Gambar 7B).
A
B
Gambar 7. Benih Mati : Benih Busuk (A) dan Benih Busuk (B) Selama pengecambahan tidak terdapat gangguan yang berasal dari gulma, hama, penyakit dan cendawan. Hal tersebut dikarenakan, media yang digunakan adalah pasir steril sehingga mengurangi kesempatan gulma dan cendawan untuk tumbuh. Parameter viabilitas total dapat diukur melalui tolok ukur Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), parameter viabilitas potensial dapat diukur melalui tolok ukur Daya Berkecambah (DB) dan Berat Kering Kecambah Normal (BKKN) dan vigor
22 kekuatan tumbuh salah satunya dapat diukur melalui tolok ukur Kecepatan Tumbuh (KCT) dan First Count Germination (FCG). Potensi tumbuh maksimum menggambarkan potensi benih untuk menjadi kecambah normal atau masih dapat tumbuh normal jika kondisinya masih optimum. Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam keadaan yang optimum. Bobot kering kecambah normal menggambarkan tingginya viabilitas benih. Kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. First count germination menggambarkan bahwa benih yang memiliki first count berarti benih dapat berkecambah dengan cepat di kondisi yang suboptimum. Rekapitulasi hasil uji F pengaruh tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar terhadap peubah daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, first count germination, kecepatan tumbuh, dan berat kering kecambah normal disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Tingkat Kemasakan (Tk), Aksesi (A), dan Interaksinya (TkxA) terhadap Peubah Daya Berkecambah, First Count Germination, Kecepatan Tumbuh, Bobot Kering Kecambah Normal, dan Potensi Tumbuh Maksimum Perlakuan
Tolok Ukur TK
A
TKxA
Daya Berkecambah (%)
**
**
**
First Count Germination (%)
**
**
**
Kecepatan Tumbuh (%/etmal)
**
Berat Kering Kecambah Normal (g)
**
** tn
** tn
Potensi Tumbuh Maksimum (%)
**
**
**
Keterangan : * : Berpengaruh nyata pada taraf 5 % tn : Tidak berpengaruh nyata
** : Berpengaruh nyata pada taraf 1 %
Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 1) menunjukan bahwa tingkat kemasakan buah berpengaruh sangat nyata pada semua tolok ukur. Perlakuan aksesi jarak pagar berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah, first count germination, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum. Aksesi jarak pagar tidak berpengaruh nyata pada berat kering kecambah normal.
23 Interaksi tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah, first count germination, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum. Interaksi tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar tidak berpengaruh nyata pada berat kering kecambah normal.
Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah terhadap Viabilitas Benih Perlakuan tingkat kemasakan buah berpengaruh sangat nyata terhadap peubah daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, first count germination, kecepatan tumbuh, dan berat kering kecambah normal (Lampiran 1-5). Pengaruh tingkat kemasakan buah terhadap peubah daya berkecambah, first count germination, kecepatan tumbuh, berat kering kecambah normal, dan potensi tumbuh maksimum disajikan pada Tabel 2. Standar mutu benih jarak pagar untuk daya berkecambah minimum yang ditetapkan oleh Puslitbang Perkebunan adalah 80 %. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum dari tingkat kemasakan buah warna kuning paling tinggi yaitu 93.17% dan 93.83 %. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Adikadarsih dan Hartono (2007) benih jarak pagar yang dipanen pada saat buah berwarna kuning menghasilkan daya berkecambah yang paling baik. Benih yang berasal dari tingkat kemasakan berwarna hitam memiliki daya berkecambah 83.83 %. Berdasarkan standar mutu benih jarak pagar, benih yang berasal dari tingkat kemasakan hitam memenuhi syarat standar minimal mutu benih jarak pagar (DB>80 %). Benih yang berasal dari tingkat kemasakan hitam dapat digunakan sebagai bahan tanam tetapi benih yang tersebut harus segera dikecambahkan. Berdasarkan penelitian Napiah (2009) daya berkecambah yang berasal dari tingkat kemasakan hitam akan menurun setelah disimpan lebih dari 3 bulan (Db<80 %), sedangkan benih yang berasal dari tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki daya simpan hingga lima bulan. Nilai rata-rata first count germination dan kecepatan tumbuh dari tingkat kemasakan buah warna hitam yaitu 81.00 % dan 12.39 %/etmal. Weis dalam Justice dan Bass (2002) mengatakan bahwa pada benih oats, pemanenan yang dilakukan pada masa benih mencapai masak fisiologi memiliki kecepatan dan keserempakan tumbuh yang lebih tinggi dari benih yang dipanen setelah lewat
24 masak. First count germination pada buah warna hitam memiliki rata-rata nilai paling tinggi yaitu 81.00 % karena pada saat perhitungan kecambah normal pada pengamatan pertama, benih yang berasal dari buah berwarna hitam lebih cepat berkecambah dan memiliki persentase kecambah yang lebih banyak dibandingkan benih dari buah berwarna hijau dan kuning. Kecepatan tumbuh pada buah berwarna hitam dan kuning tidak berbeda nyata tetapi benih dari tingkat kemasakan buah berwarna hitam memiliki nilai rata-rata tertinggi 12.39 %/etmal. Hal ini menunjukkan bahwa benih tersebut mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Nilai rata-rata bobot kering kecambah normal benih dari tingkat kemasakan buah berwarna hitam cenderung lebih tinggi yaitu 2.97 g. Benih yang memiliki daya berkecambah tinggi berarti memiliki berat kering kecambah normal yang tinggi pula. Tetapi pada kasus ini benih yang berasal dari buah yang berwarna hitam memiliki berat kering kecambah normal yang paling tinggi 2.97 g dengan daya berkecambah 83.83 %. Benih yang berasal dari buah berwarna kuning yang memiliki daya berkecambah paling tinggi 93.17 % memiliki berat kering kecambah normal 2.40 g. Hal ini dikarenakan benih yang berasal dari buah berwarna hitam lebih cepat berkecambah sehingga bobot kering kecambah normal lebih besar. Berat kering kecambah normal merupakan salah satu indikator viabilitas (Sutopo,2004). Hal ini mengindikasikan bahwa benih dengan tingkat kemasakan buah berwarna hitam memiliki viabilitas yang lebih tinggi dari buah yang berwarna kuning dan hijau. Tingkat kemasakan buah berwarna hijau menunjukkan daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum rendah. Nilai rata-rata daya berkecambah 70.67 %, potensi tumbuh maksimum 77.00 %, kecepatan tumbuh 8.63 %/etmal, dan berat kering kecambah normal 1.91 %. Hal ini dikarenakan benih yang berasal dari tingkat kemasakan buah yang berwarna hijau belum mencapai masak fisiologinya. Menurut Sutopo (2004) benih yang dipanen sebelum mencapai tingkat masak fisiologis, benih mempunyai viabilitas yang rendah. Pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan berkecambah. Diduga pada tingkat tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio belum sempurna.
25 Tabel 2. Daya Berkecambah, First Count Germination, Kecepatan Tumbuh, Bobot Kering Kecambah Normal, dan Potensi Tumbuh Maksimum pada Berbagai Tingkat Kemasakan Buah Peubah Tingkat Kemasakan Hijau
DB
FCG
KCT
BKKN
PTM
(%)
(%)
(%/etmal)
(g)
(%)
70.67c
9.50b
8.63b
1.91c
77.00c
a
b
a
(3.20) Kuning
93.17
11.00
11.45
2.40b
93.83a
(5.33) Hitam
b
83.83
a
81.00
a
12.39
2.97a
84.83b
(8.69) Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama (pada kolom yang sama) tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5 %. Nilai BKKN telah mengalami transformasi pada X0.5. Nilai dalam kurung adalah nilai pengamatan.
Pengaruh Aksesi Jarak Pagar terhadap Viabilitas Benih Perlakuan aksesi jarak pagar memberikan hasil yang berpengaruh sangat nyata
terhadap daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, first count
germination dan kecepatan tumbuh (Lampiran 1-5). Perlakuan aksesi jarak pagar memberikan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering kecambah normal. Aksesi yang berasal dari Kabupaten Sukabumi yaitu aksesi Lokal Sukabumi G-2 (A1), Mekar Jaya (A2), Cidolog G-1 (A3), Cidolog G-15 (A4), Cidolog G-19 (A5), dan Curuk Luhur Sigaranten (A7) memiliki daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan aksesi yang berasal dari kabupaten Bogor yaitu aksesi Desa Parung Panjang (A6) dan aksesi Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang (A8). Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum terbaik diperoleh dari aksesi Lokal Sukabumi G-2 (A1), dengan masing-masing nilai yaitu 89.33 % dan 90.22 %. Nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai rata-rata daya berkecambah dan potensi tumbuh yang diperoleh dari aksesi Cidolog G-19 (A5) yaitu 89.33 % dan 89.78 %. Nilai ratarata daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum terendah diperoleh dari aksesi Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang (A8) yaitu 70.22 % dan 74.22 %.
26 Nilai rata-rata first count germination dan kecepatan tumbuh terbaik diperoleh dari aksesi Lokal Sukabumi G-2 (A1), dengan masing-masing nilai yaitu 42.67 % dan 12.05 %/etmal. Nilai rataan first count germination terendah diperoleh dari aksesi Cidolog G-15 (A4) yaitu 24.89 %. Nilai rataan kecepatan tumbuh terendah diperoleh dari aksesi Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang (A8) yaitu 9.28 %. Nilai rata-rata bobot kering kecambah normal terbaik diperoleh dari aksesi Cidolog G-15 (A4) yaitu 2.58 g. Aksesi Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang memiliki nilai rataan bobot kering kecambah normal terendah (A8) yaitu 2.10 g. Berdasarkan standar minimal mutu benih jarak pagar, aksesi lokal Sukabumi G-2 (A1) dan Cidolog G-19 (A5) memenuhi standar tersebut (DB>80 %). Aksesi lokal Sukabumi G-2 (A1) memiliki nilai rata-rata daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, first count germination, dan kecepatan tumbuh tertinggi. Cidolog G-19 (A5) memiliki nilai rata-rata daya berkecambah tertinggi. Tabel 3. Daya Berkecambah, First Count Germination, Kecepatan Tumbuh, Bobot Kering Kecambah Normal, dan Potensi Tumbuh Maksimum pada Beberapa Aksesi Jarak Pagar Peubah Aksesi
DB (%)
FCG (%)
KCT (%/etmal)
BKKN (g)
PTM (%)
A1
89.33a
42.67a
12.05a
90.22a
A2
85.33ab
37.33ab
11.32abc
A3
84.44ab
33.33b
10.89abc
A4
82.67ab
24.89c
10.46bcd
A5
89.33a
30.67bc
11.49ab
A6
76.44bc
36.44ab
10.18cd
A7
82.67ab
33.78b
10.94abc
A8
70.22c
31.56bc
9.28d
2.54ab (6.09) 2.45ab (5.73) 2.46ab (5.99) 2.58a (6.96) 2.42ab (5.56) 2.46ab (6.07) 2.41ab (5.50) 2.10b (4.03)
88.89ab 86.22ab 86.67ab 89.78a 81.70ab 84.00ab 74.22c
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama (pada kolom yang sama) tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%. Nilai BKKN telah mengalami transformasi pada X0.5. Nilai dalam kurung adalah nilai pengamatan. A1 = Lokal Sukabumi G-2 A5 = Cidolog G-19 A2 = Mekar Jaya A6 = Desa Parung Panjang A3 = Cidolog G-1 A7 = Curuk Luhur Sigaranten A4 = Cidolog G-15 A8 = Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang
27 Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Viabilitas Benih Viabilitas benih ditunjukkan oleh daya berkecambah (DB), berat kering kecambah normal dan vigor. Uji vigor menggunakan parameter kecepatan tumbuh dan first count germination. Potensi tumbuh maksimum menggambarkan potensi benih untuk menjadi kecambah normal atau masih dapat tumbuh normal jika kondisinya masih optimum. Sadjad (1993) menyatakan bahwa tolok ukur kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Interaksi antara tingkat kemasakan buah dan aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah, first count germination, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum (Lampiran 1,2,3,dan 5). Interaksi antara tingkat kemasakan buah dan aksesi
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering
kecambah normal (Lampiran 4). Daya berkecambah merupakan tolok ukur dari parameter viabilitas potensial. Daya Berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam keadaan yang optimum (Sadjad, 1993). Tabel 4 menunjukkan kombinasi tingkat kemasakan buah berwarna kuning dan aksesi Cidolog G-1 memiliki nilai rata-rata daya berkecambah 100 %. Tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki daya berkecambah dengan nilai ratarata tertinggi untuk semua aksesi kecuali aksesi Lokal Sukabumi G-2 yang memiliki nilai rata-rata sama dengan tingkat kemasakan hitam 97.33 %. Interaksi tingkat kemasakan buah kuning untuk semua aksesi memiliki nilai rata-rata daya berkecambah lebih besar dari 80 %. Nilai tersebut lebih tinggi dari pada nilai standar mutu benih jarak pagar yang ditetapkan oleh Puslitbangbun yaitu diatas 80%. Interaksi tingkat kemasakan buah berwarna hitam untuk aksesi Lokal Sukabumi G-2, Mekar Jaya, Cidolog G-1, Cidolog G-19, Desa Parung Panjang, dan Curuk Luhur Sigaranten memiliki nilai rata-rata daya berkecambah lebih besar dari 80 %. Interaksi tingkat kemasakan buah berwarna hitam untuk aksesi Cidolog G-15 dan aksesi Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang memiliki daya berkecambah kurang dari 80 % yaitu 74.67 % dan 73.33 %. Interaksi tingkat kemasakan buah berwarna hijau hanya aksesi Mekar Jaya danCidolog G-19 yang memiliki daya berkecambah lebih besar dari 80 %.
28 Tabel 4. Nilai Rata-Rata Daya Berkecambah (%) pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar Aksesi
Tingkat Kemasakan
A1
A2 de
86.67
A3
abcd
Hijau
73.33
Kuning
97.33ab
89.33abcd
Hitam
97.33ab
80.00bcde
64.00
A4 ef
100.00a 89.33abcd
78.67
A5 cde
86.67
abcd
A6 45.33
A7
g
77.33
cde
A8 53.33fg
94.67abc
97.33ab
93.33abcd
89.33abcd
84.00abcd
74.67de
84.00abcd
90.67abcd
81.33bcde
73.33de
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%. A1 = Lokal Sukabumi G-2 A5 = Cidolog G-19 A2 = Mekar Jaya A6 = Desa Parung Panjang A3 = Cidolog G-1 A7 = Curuk Luhur Sigaranten A4 = Cidolog G-15 A8 = Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang
First Count Germination merupakan tolok ukur dari parameter vigor kekuatan tumbuh. Tabel 5 menunjukkan kombinasi tingkat kemasakan buah berwarna hitam dan aksesi Lokal Sukabumi G-2 memiliki nilai first count germination tertinggi yaitu 97.33 %. Aksesi Cidolog G-15 dan Cidolog G-19 pada tingkat kemasakan buah berwarna kuning tidak memiliki first count germination. Nilai rata-rata first count germination untuk Interaksi tingkat kemasakan buah berwarna hitam pada semua aksesi menghasilkan nilai rata-rata tertinggi. Interaksi tingkat kemasakan buah berwarna hijau dan kuning memiliki nilai ratarata first count germination lebih rendah bila dibandingkan tingkat kemasakan buah berwarna hitam. Hal ini menunjukkan bahwa benih yang memiliki first count berarti benih tersebut dapat berkecambah dengan cepat di kondisi yang suboptimum. Tabel 5. Nilai Rata-Rata First Count Germination (%) pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar Tingkat Kemasakan Hijau
Aksesi A1 8.00
A2 efg
10.67
defg
A3 13.33
defg
A4 9.33
defg
A5 8.00
efg
A6 4.00
A7 fg
Kuning
22.67de
24.00d
0.00g
0.00g
4.00fg
17.33def
Hitam
97.33a
77.33bc
86.67ab
65.33c
80.00b
88.00ab
A8
defg
9.33defg
8.00efg
12.00defg
13.33
80.00b
73.33bc
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%. A1 = Lokal Sukabumi G-2 A5 = Cidolog G-19 A2 = Mekar Jaya A6 = Desa Parung Panjang A3 = Cidolog G-1 A7 = Curuk Luhur Sigaranten A4 = Cidolog G-15 A8 = Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang
29 Tabel 6 menunjukkan kombinasi tingkat kemasakan buah berwarna hitam dan aksesi Lokal Sukabumi G-2 memiliki nilai KCT tertinggi yaitu 14.73 %/etmal. Tingkat kemasakan hijau pada aksesi Desa Parung Panjang memiliki nilai KCT terendah yaitu 5.54 %/etmal. Interaksi tingkat kemasakan buah berwarna hijau untuk semua aksesi jarak pagar memiliki nilai KCT terendah. Kecepatan tumbuh merupakan salah satu indikator vigor, tingginya nilai KCT menggambarkan semakin tinggi pula vigor benih tersebut (Sutopo, 2004). Benih yang berasal dari buah berwarna hitam mulai menunjukkan kecambah normal pada 6 HST. Benih yang berasal dari tingkat kemasakan buah berwarna hijau memiliki nilai KCT terendah untuk semua aksesi. Benih yang berasal dari buah berwarna hijau untuk semua aksesi kecuali aksesi Lokal Sukabumi mulai menunjukkan kecambah normal pada 7 HST, aksesi Lokal Sukabumi menunjukan adanya satu kecambah normal pada 6 HST. Hal ini diduga benih yang berasal dari tingkat kemasakan buah berwarna hijau belum memiliki cukup energi yang tersimpan dalam cadangan makanan. Sehingga benih tidak mampu berkecambah. Benih yang berasal dari tingkat kemasakan buah berwarna kuning menunjukan adanya kecambah normal pada 7 HST. Sehingga benih yang berasal dari tingkat kemasakan hitam memiliki vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemasakan lain. Menurut Sadjad (1993) tolok ukur kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor benih karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Tabel 6. Nilai Rata-Rata Kecepatan Tumbuh (%/etmal) pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar Tingkat Kemasakan Hijau
Aksesi A1 9.03
A2 gh
defg
10.62
A3 7.76
hi
A4 9.37
fgh
A5 defg
10.46
A6 j
5.54
A7 9.64
efgh
A8 6.62ij
Kuning
12.40bcd
11.34bcdefg
11.73bcdef
11.35bcdefg
11.74bcdef
11.62bcdefg
11.03bcdefg
10.42defg
Hitam
14.73a
12.00bcde
13.17abc
10.65defg
12.28bcd
13.38bcd
12.17bcd
10.80cdefg
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%. A1 = Lokal Sukabumi G-2 A5 = Cidolog G-19 A2 = Mekar Jaya A6 = Desa Parung Panjang A3 = Cidolog G-1 A7 = Curuk Luhur Sigaranten A4 = Cidolog G-15 A8 = Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang
30 Lampiran 7 menunjukkan interaksi tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar tidak berpengaruh nyata pada berat kering kecambah normal. Nilai rata-rata berat kering kecambah normal untuk interaksi tingkat kemasakan buah berwarna hitam pada semua aksesi memiliki nilai yang cenderung lebih tinggi dari pada interaksi tingkat kemasakan buah berwarna hijau dan kuning pada semua aksesi. Berat kering kecambah normal pada tingkat kemasakan buah berwarna hijau untuk semua aksesi memiliki nilai rata-rata yang lebih rendah. Hal tersebut dikarenakan persentase benih tidak berkecambah lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Tingginya nilai berat kering kecambah normal menggambarkan tingginya viabilitas benih (Justice dan Bass, 2002). Potensi tumbuh maksimum (PTM) merupakan salah satu parameter viabilitas total (Sutopo, 2004). Besarnya nilai PTM menunjukkan bahwa kondisi viabilitas benih yang tinggi. Tabel 7 menunjukkan kombinasi tingkat kemasakan buah berwarna kuning dan aksesi Cidolog G-1 memiliki potensi tumbuh maksimum tertinggi yaitu 100 %. Tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki potensi tumbuh maksimum dengan nilai rata-rata tertinggi untuk semua aksesi kecuali aksesi Lokal Sukabumi G-2 yang memiliki nilai rata-rata sama dengan tingkat kemasakan hitam yaitu 97.33 %. Interaksi tingkat kemasakan buah kuning untuk semua aksesi memiliki potensi tumbuh maksimum lebih besar dari 80 %. Hasil ini sejalan dengan pengaruh tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar terhadap tolok ukur daya berkecambah yang menunjukkan berpengaruh nyata terhadap potensi tumbuh maksimum. Tabel 7. Nilai Rata-Rata Potensi Tumbuh Maksimum (%) pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar Tingkat Kemasakan
Aksesi A1
A2 efg
90.67
abcd
A3 68.00
A4 ghi
89.33
abcde
A5 88.00
abcdef
A6 61.33
i
A7 80.00
defg
A8 62.67hi
Hijau
76.00
Kuning
97.33ab
93.33abcd
100.00a
96.00abc
97.33ab
93.33abcd
89.33abcde
84.00bcdf
Hitam
97.33ab
82.67cdef
90.67abcd
74.67fgh
84.00bcdef
90.67abcd
82.67cdef
76.00efg
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%. A1 = Lokal Sukabumi G-2 A5 = Cidolog G-19 A2 = Mekar Jaya A6 = Desa Parung Panjang A3 = Cidolog G-1 A7 = Curuk Luhur Sigaranten A4 = Cidolog G-15 A8 = Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang
31 Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Daya Berkecambah Daya berkecambah merupakan tolok ukur dari parameter viabilitas potensial. Daya Berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam keadaan yang optimum (Sadjad, 1993). Pengaruh faktor tunggal tingkat kemasakan terhadap nilai tengah persentase daya berkecambah menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai tengah persentase daya berkecambah pada tingkat kemasakan buah berwarna kuning lebih tinggi yaitu 93.17 % dibandingkan tingkat kemasakan buah berwarna hitam 83.83 % dan tingkat kemasakan buah berwarna hijau 70.67 %. Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Justice dan Bass (2002) yang menyatakan bahwa daya berkecambah benih semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur benih. Daya berkecambah yang semakin menurun disebabkan karena perubahan katabolik yang terus berlangsung sejalan dengan semakin tuanya benih. Pengaruh faktor tunggal aksesi jarak pagar terhadap nilai tengah persentase daya berkecambah menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai tengah persentase daya berkecambah tertinggi ada pada aksesi Lokal Sukabumi G-2 dan Cidolog G-19 yaitu 89.33 % dan terendah adalah aksesi Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang yaitu 70.22 %. Hal ini dikarenakan perbedaan lokasi asal aksesi jarak pagar. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Kabupaten Sukabumi memiliki DB>80 %, sedangkan aksesi jarak pagar yang berasal dari Kabupaten Bogor DB<80 %. Interaksi antara tingkat kemasakan dan aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah. Nilai tengah persentase daya berkecambah tertinggi adalah 100 % dan terendah adalah 45.33 % (Lampiran 6). Kombinasi tingkat kemasakan buah berwarna kuning dan aksesi Cidolog G-1 memiliki nilai rata-rata daya berkecambah tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar berpengaruh terhadap viabilitas potensial (daya berkecambah).
Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap First Count Germination First Count Germination merupakan tolok ukur dari parameter vigor kekuatan tumbuh. Benih yang memiliki first count germination berarti benih
32 tersebut dapat berkecambah dengan cepat di kondisi suboptimum. Pengaruh faktor tunggal tingkat kemasakan terhadap nilai tengah persentase first count germination menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai tengah persentase first count germination pada tingkat kemasakan buah berwarna hitam lebih tinggi yaitu 81.00 % dibandingkan tingkat kemasakan buah berwarna kuning 11.00 % dan tingkat kemasakan buah berwarna hijau 9.50 %. Pengaruh faktor tunggal aksesi jarak pagar terhadap nilai tengah persentase first count germination menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai tengah persentase first count germination tertinggi ada pada aksesi Lokal Sukabumi G-2 yaitu 42.67 % dan terendah adalah aksesi Cidolog G-15 yaitu 24.89 %. Interaksi antara tingkat kemasakan dan aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap tolok ukur first count germination. Nilai tengah persentase daya berkecambah tertinggi adalah 97.33 % dan terendah adalah 0 % (Lampiran 7). Kombinasi tingkat kemasakan buah berwarna hitam dan aksesi Lokal Sukabumi G-2 memiliki nilai first count germination tertinggi. Pada semua aksesi dengan tingkat kemasakn hitam memiliki persentase paling tinggi pada perhitungan pertama (7HST) dari pada tingkat kemasakan kuning dan hijau. Benih yang berasal dari tingkat kemasakan buah berwarana hitam lebih cepat berkecambah dan memiliki kecambah normal lebih banyak. Benih yang berasal dari buah yang berwarna hitam adalah benih yang telah lewat masak. Benih dari buah berwarna hitam memiliki cukup energi yang tersimpan dalam cadangan makanan sehingga mampu untuk berkecambah dan permukaan kulit pecah-pecah atau retak-retak, hal tersebut memungkinkan benih dapat berimbibisi lebih cepat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar berpengaruh terhadap vigor kekuatan tumbuh (first count germination).
Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Kecepatan Tumbuh Tolok ukur kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum (Sadjad, 1993). Benih yang kurang vigor akan berkecambah normal untuk jangka waktu yang lebih lama.
33 Pengaruh faktor tunggal tingkat kemasakan terhadap nilai tengah persentase kekuatan tumbuh menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai tengah persentase kekuatan tumbuh pada tingkat kemasakan buah berwarna hitam lebih tinggi yaitu 12.39 %/etmal dibandingkan tingkat kemasakan buah berwarna kuning 11.45 %/etmal dan tingkat kemasakan buah berwarna hijau 8.63 %/etmal. Pengaruh faktor tunggal aksesi jarak pagar terhadap nilai tengah persentase kekuatan tumbuh menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai tengah persentase kekuatan tumbuh tertinggi ada pada aksesi Lokal Sukabumi G-2 yaitu 12.05 %/etmal dan terendah adalah aksesi Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang yaitu 9.28 %/etmal. Interaksi antara tingkat kemasakan dan aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap tolok ukur kekuatan tumbuh. Nilai tengah persentase daya berkecambah tertinggi adalah 14.73 %/etmal dan terendah adalah 5.54 %/etmal (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar berpengaruh terhadap vigor kekuatan tumbuh (kecepatan tumbuh).
Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Berat Kering Kecambah Normal Berat kering kecambah normal merupakan tolok ukur dari parameter viabilitas
potensial.
Tingginya
nilai
berat
kering
kecambah
normal
menggambarkan tingginya viabilitas benih (Justice dan Bass, 2002). Pengaruh faktor tunggal tingkat kemasakan terhadap nilai tengah persentase berat kering kecambah normal menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai tengah persentase berat kering kecambah normal pada tingkat kemasakan buah berwarna hitam cenderung lebih tinggi yaitu 2.97 g dibandingkan tingkat kemasakan buah berwarna kuning 2.40 g dan tingkat kemasakan buah berwarna hijau 1.91 g. Pengaruh faktor tunggal aksesi jarak pagar terhadap nilai tengah persentase berat kering kecambah normal menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Nilai tengah persentase berat kering kecambah normal yang cenderung lebih tertinggi ada pada aksesi Cidolog G-15 yaitu 2.58 g dan terendah adalah aksesi Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang yaitu 2.10 g.
34 Interaksi antara tingkat kemasakan dan aksesi jarak pagar tidak berbeda nyata terhadap tolok ukur berat kering kecambah normal. Nilai tengah persentase berat kering kecambah normal yang cenderung lebih tinggi adalah hitam dan terendah adalah hijau untuk semua aksesi (Lampiran 9) . Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar tidak berpengaruh besar terhadap viabilitas potensial (berat kering kecambah normal). Walaupun interaksi tidak berpengaruh nyata, tetapi pada semua aksesi pada tingkat kemasakan hitam, berat kering kecambah normal memiliki rata-rata berat tertinggi. Hal ini disebabkan karena benih yang berasal dari tingkat kemasakan hitam memiliki kekuatan tumbuh yang lebih cepat, sehingga benih lebih cepat tumbuh. Benih yang lebih cepat tumbuh (berkecambah) akan memiliki bobot yang lebih berat dari pada benih yang terlambat berkecambah.
Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Potensi Tumbuh Maksimum Potensi tumbuh maksimum (PTM) merupakan salah satu parameter viabilitas total (Sutopo, 2004). Besarnya nilai PTM menunjukkan bahwa kondisi viabilitas benih yang tinggi. Pengaruh potensi tunggal tingkat kemasakan terhadap nilai tengah persentase potensi tumbuh maksimum menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai tengah persentase potensi tumbuh maksimum pada tingkat kemasakan buah berwarna kuning lebih tinggi yaitu 93.83 % dibandingkan tingkat kemasakan buah berwarna hitam 84.83 % dan tingkat kemasakan buah berwarna hijau 77.00 %. Tingkat kemasakan buah berwarna hijau memiliki potensial tumbuh paling rendah. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutopo (2004) yang menyatakan bahwa benih yang dipanen sebelum masak fisiologisnya tercapai maka tidak mempunyai viabilitas yang tinggi, bahkan tidak berkecambah. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup, dan pembentukan embrio belum sempurna. Pengaruh faktor tunggal aksesi jarak pagar terhadap nilai tengah persentase potensial tumbuh maksimum menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai tengah persentase potensi tumbuh maksimum tertinggi ada pada aksesi Lokal Sukabumi G-2 yaitu 90.22 % dan terendah adalah aksesi Dinas Kehutanan Desa Parung Panjang yaitu 74 .22 %. Hal ini dikarenakan perbedaan lokasi asal
35 aksesi jarak pagar. Aksesi jarak pagar yang berasal dari Kabupaten Sukabumi memiliki DB>80 %, sedangkan aksesi jarak pagar yang berasal dari Kabupaten Bogor memiliki DB yang rendah yaitu 81.70 % dan 74.22 %. Interaksi antara tingkat kemasakan dan aksesi jarak pagar berpengaruh nyata terhadap tolok ukur potensi tumbuh maksimum. Nilai tengah persentase potensi tumbuh maksimum tertinggi adalah 100 % dan terendah adalah 61.33 % (Lampiran 10). Kombinasi tingkat kemasakan buah berwarna kuning dan aksesi Cidolog G-1 memiliki potensi tumbuh maksimum tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar berpengaruh terhadap viabilitas total (PTM).
36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Tingkat kemasakan buah berpengaruh sangat nyata pada semua tolok ukur (DB, FCG, KCT, BKKN, dan PTM). Perlakuan aksesi jarak pagar berpengaruh sangat nyata terhadap DB, FCG, KCT, dan PTM. Aksesi jarak pagar tidak berpengaruh nyata pada BKKN. Interaksi tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar berpengaruh sangat nyata terhadap DB, FCG, KCT, dan PTM. Interaksi tingkat kemasakan buah dan aksesi jarak pagar tidak berpengaruh nyata pada BKKN. Pengaruh tingkat kemasakan buah terhadap viabilitas benih diperoleh bahwa tingkat kemasakan buah berwarna kuning memiliki nilai DB (93,17 %) dan PTM (93.83 %) paling tinggi. Tingkat kemasakan buah berwarna hitam memiliki nilai FCG (81.00 %) dan KCT (12.39 %/etmal) paling tinggi. Pengaruh aksesi terhadap viabilitas benih diperoleh bahwa aksesi Lokal Sukabumi G-2 memiliki nilai DB (89.33 %), PTM (90.22 %), FCG (42.67 %), dan KCT (12.05 %/etmal) paling tinggi. Cidolog G-19 memiliki nilai persentase DB sebesr 89.33 %. Pengaruh interaksi tingkat kemasakan buah dan aksesi terhadap viabilitas benih diperoleh bahwa nilai DB dan PTM tertinggi (100 %) terdapat pada tingkat kemasakan buah berwarna kuning pada aksesi Cidolog G-1, nilai FCG (97.33 %) tertinggi terdapat pada tingkat kemasakan buah berwarna hitam pada aksesi Lokal Sukabumi G-2, nilai KCT (14.73 %/etmal) tertinggi terdapat pada tingkat kemasakan buah berwarna hitam pada aksesi Lokal Sukabumi G-2, dan nilai BKKN (3.56 g) yang cenderung lebih tinggi terdapat pada tingkat kemasakan hitam pada aksesi Cidolog G-15. Benih yang berasal dari tingkat kemasakan buah berwarna kuning dan hitam dapat dilakukan pemanenan secara serempak. Hal ini dikarenakan nilai persentase DB dan PTM yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Puslitbangbun (>80%). Benih yang berasal dari buah yang berwarna hijau memiliki kulit berwarna hitam kecoklatan, mengkilap, bagian tengah terdapat semburat coklat, permukaan kulit sangat halus, dan plumula berwarna sangat putih. Benih yang berasal dari buah berwarna kuning memiliki kulit berwarna hitam, mengkilap, permukaan
37 kulit halus, dan plumula berwarna putih hingga putih kusam. Benih yang berasal dari buah berwarna hitam memiliki kulit berwarna hitam, kusam, permukaan kulit sangat kasar, pecah-pecah atau retak-retak, dan plumula berwarna coklat kehitaman hingga hitam. Saran Biji jarak pagar yang berasal dari buah yang berwarna kuning dan hitam dapat dipanen secara serentak. Aksesi Lokal Sukabumi G-2 memiliki viabilitas benih terbaik dari tujuh aksesi lainnya. Pada penelitian sejenis disarankan untuk menggunakan aksesi yang berbeda yang berasal dari daerah yang secara geografi berjauhan dan tingkat kemasakan yang lebih beragam.
38
DAFTAR PUSTAKA Adikadarsih, S. dan J. Hartono. 2007. Pengaruh kemasakan buah terhadap mutu benih jarak pagar. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropa curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol. 2:143-148. Bewley, J. D. And M. Black. 1985. Seed: Physiology of Development and Germination. Plenum Press. New York. 367 p. Copeland, L. O. and M. B. McDonald. 1995. Principle of Seed Science and Technology. Thirth edition. Champman and Hall. 409 p. George, A. 2002. Horticulture, Principles and Practices. Second edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. 787 p. Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I.K. Reksowardojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T.H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakoso, dan W. Purnama. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Depok. 147 hal. Hasnam dan Z. Mahmud. 2005. Panduan Umum Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 24 hal. Hasnam. 2006. Variasi Jatropha curcas L. Infotek Jarak Pagar. 1(2):5. Herlina, R. 2009. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Metode Pengeringan terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 40 hal. Justice, O. L. dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. R. Rennie (Penerjemah). Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hal. Terjemahan dari: Principles and Practices of Seed Storage. Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi, dan Sertifikasi Benih. Andi. Yogyakarta. 191 hal. Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Andi. Yogyakarta. 140 hal. Mahmud, Z., A. A. Rivaie, dan D. Allorerung. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 35 hal.
39 Mardjono, R., H. Sudarmo, dan Sudarmadji. 2006. Uji Daya Hasil Beberapa Genotipa Terpilih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropa curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Vol. 2:103-106. Mayyasari, M. 2009. Upaya Meningkatkan Kualitas Bibit Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Melalui Modifikasi Komposisi Media Tanam dan Aplikasi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal. Napiah, A. 2009. Pengaruh Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan terhadap Daya Simpan Benih Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.26 hal. Prakoso, R. Y. 2009. Respon Perlakuan Paska Transportasi serta Pemberian Mikoriza dan Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman terhadap Pertumbuahn Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal. Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2007. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. PT.Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan. 83 hal. Raden, I., B. S. Purwoko, Hariyadi, M. Ghulamahdi, dan E. Susanto. 2008. Karakteristik daun jarak pagar (Jatropha curcas. L) dan hubungannya dengan fotosintesis. Bul. Agron. 36(2):167-174. Rahmasyahraini. 2008. Studi Periode Pengujian Daya Berkecambah serta Pengaruh Perlakuan Benih dan Jenis Media Perkecambahan pada Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 44 hal. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT.Grasindo. Jakarta. 144 hal. Santoso, B. B. dan B. S. Purwoko. 2008. Pertumbuhan bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas. L) pada berbagai kedalaman dan posisi tanam benih. Bul. Agron. 36(1):70-77. Santoso, B. B., Hasnam, Hariyadi, S. Susanto, dan B. S. Purwoko. 2008. Potensi hasil jarak pagar pada tahun pertama budidaya di lahan kering Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Bul. Agron. 36(2):160-166.
40 Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal. Sumanto. 2006. Pengaruh Media dan Waktu Panen Buah terhadap Pertumbuhan Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Vol. 2:103-106. Suminar, M. 2004. Pengaruh Perlakuan Pra Perkecambahan dan Jenis Media Perkecambahan terhadap Viabilitas Benih Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hal. Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. 238 hal. Utomo, B. P. 2008. Fenologi Pembungaan dan Pembuahan Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 39 hal.
41
LAMPIRAN
42 Lampiran 1. Sidik Ragam Tingkat Kemasakan dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah Daya Berkecambah Benih Jarak Pagar db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hitung
Pr>F
Warna Buah
2
6133.78
3066.89
41.41**
0.0001
Galat (a)
6
900
150
Aksesi
7
2633.78
376.25
5.08**
0.0003
Warna Buah*Aksesi
14
4223.56
301.68
4.07**
0.0002
Galat (b)
42
3110.67
74.06
Umum
71
17001.78
Sumber Keragaman
kk = 10.42 % Lampiran 2. Sidik Ragam Tingkat kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah First Count Germination Benih Jarak Pagar db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hitung
Pr>F
Warna Buah
2
80116
40058
690.66**
0.0001
Galat (a)
6
572
95.33
Aksesi
7
1733.11
247.59
4.27**
0.0012
Warna Buah*Aksesi
14
2404.89
171.78
2.96**
0.0033
Galat (b)
42
2436
58
Umum
71
87262
Sumber Keragaman
kk = 22.51 Lampiran 3. Sidik Ragam Tingkat kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah Kecepatan Tumbuh Benih Jarak Pagar db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hitung
Pr>F
Warna Buah
2
184.38
92.19
66.43**
0.0001
Galat (a)
6
16.24
2.71
Aksesi
7
46.4
6.63
4.78**
0.0005
Warna Buah*Aksesi
14
69.35
4.95
3.57**
0.007
Galat (b)
42
58.29
1.39
Umum
71
374.66
Sumber Keragaman
kk = 10.88 %
43 Lampiran 4. Sidik Ragam Tingkat Kemasakan dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah Berat Kering Kecambah Normal Benih Jarak Pagar db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hitung
Pr>F
Warna Buah
2
13.61
6.81
38.33**
0.0001
Galat (a)
6
1.22
0.2
Aksesi
7
1.36
0.19
1.09tn
0.3851
Warna Buah*Aksesi
14
1.91
0.14
0.77tn
0.6933
Galat (b)
42
7.46
0.18
Umum
71
25.57
Sumber Keragaman
kk = 17.37 % * : Berpengaruh nyata pada taraf 5 % tn : Tidak berpengaruh nyata
** : Berpengaruh nyata pada taraf 1 %
Lampiran 5. Sidik Ragam Tingkat kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar terhadap Peubah Potensi Tumbuh Maksimum Benih Jarak Pagar db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hitung
Pr>F
Warna Buah
2
3405.78
1702.89
34.76**
0.0001
Galat (a)
6
502.67
83.78
Aksesi
7
1769.78
252.83
5.16**
0.0003
Warna Buah*Aksesi
14
3036.89
216.92
4.43**
0.0001
Galat (b)
42
2057.33
48.98
Umum
71
10772.44
Sumber Keragaman
kk = 8.21 %
Daya Berkecambah
44
120 100 80 60 40 20 0
Hijau Kuning Hitam
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
Aksesi
First Count Germination
Lampiran 6. Grafik Daya Berkecambah pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar
120 100 80 60 40 20 0
Hijau Kuning Hitam
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
Aksesi
Kecepatan Tumbuh
Lampiran 7. Grafik First Count Germination pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar
16 14 12 10 8 6 4 2 0
Hijau Kuning Hitam
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
Aksesi
Lampiran 8. Grafik Kecepatan Tumbuh pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar
Berat Kering Kecambah Normal
45
14 12 10 8 6 4 2 0
Hijau Kuning Hitam
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
Aksesi
Potensi Tumbuh Maksimum
Lampiran 9. Grafik Berat Kering Kecambah Normal pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar
120 100 80 60 40 20 0
Hijau Kuning Hitam
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
Aksesi
Lampiran 10. Grafik Daya Potensi Tumbuh Maksimum pada Interaksi Tingkat Kemasakan Buah dan Aksesi Jarak Pagar