PENGARUH KEBIJAKAN UTANG, KEBIJAKAN DIVIDEN, RISIKO INVESTASI DAN PROFITABILITAS PERUSAHAN TERHADAP SET KESEMPATAN INVESTASI Subchan & Sudarman*) PENDAHULUAN Dalam melakukan initial public offering (IPO) perusahaan bisanya menggunakan hutang dalam memenuhi kebutuhan dananya. Hal ini dilakukan dengan penerbitan obligasi maupun hutang kepada kreditur. Dampak keputusan pendanaan tersebut sangat penting bagi operasional perusahaan, namun kontroversi mengenai keputusan pendanaan jangka panjang hingga saat ini masih terjadi. Menurut Husnan (2002) pendanaan jangka panjang dan struktur modal perusahaan merupakan dua variabel yang tidak dapat dipisahkan dari perspektif manajemen keuangan. Hubungan kebijakan utang, kebijakan dividen, risiko dan profitabilitas dengan set kesempatan investasi menarik beberapa peneliti. Set kesempatan Investasi merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki (asset-in place) dan pilihan pertumbuhan (growth option) pada masa yang akan datang (Kusuma, 2000). Menurut Kusuma, (2000) set kesempatan investasi merupakan nilai perusahan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen dimasa yang akan datang, yang pada saat ini merupakan pilihanpilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar. Komponen dari nilai perusahaan merupakan hasil dari pilihan–pilihan untuk membuat investasi dimasa yang akan datang adalah merupakan set kesempatan investasi. Set Kesempatan investasi dipengaruhi oleh seberapa besar hutang yang digunakan dalam struktur modal. Karena penggunaan modal saham atau hutang memiliki konsekuensi masing-masing. Penggunaan saham yang terlalu banyak dengan mengabaikan pemanfaatan hutang berdampak pada tingginya kewajiban bagi perusahaan untuk membayarkan dividen. Hal ini menyebabkan hilangnya kesempatan bagi perusahaan untuk memanfaatkan laba untuk kepentingan pertumbuhan apabila pemegang saham tidak menghendaki, Fijrijanti dan Hartono (2004). Demikian juga sebaliknya, apabila perusahaan 100% menggunakan hutang, maka perusahaan akan menanggung beban kewajiban kepada kreditur yang tinggi.Menurut Jaggi dan Gul (1999) dalam Lestari menunjukan hubungan yang positif antara aliran kas bebas dan kebijakan utang perusahaan untuk perusahaan yang memiliki set kesempatan investasi yang rendah dan hubungan yang positif antara kebijakan utang,aliran kas bebas yang tinggi untuk perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang rendah ,lebih jelas pada perusahaan yang size-nya besar. Menurut Fijriyanti dan Hartono (2004) kebijakan pendanaan berimplikasi pada set kesempatan investasi dan sebaliknya. Tindakan perusahaan yang memiliki set kesempatan investasi besar relatif lebih fleksibel untuk bertindak oportunistik dan sulit dideteksi, karena real option (tidak sebagaimana real asset) sulit diobservasi tanpa informasi dari
pihak internal perusahaan. Pengaruh kebijakan hutang terhadap set kesempatan investasi juga dikemukakan oleh Fama et.al (2000) yang menyatakan bahwa keseimbangan financing cost (biaya pendanaan) mendorong perusahaan yang memunyai investasi besar cenderung mempunyai hutang yang tinggi. Semakin besar kesempatan investasi, maka semakin besar perusahaan menggunakan dana eksternal khususnya hutang, apabila retained earning dan internal equity, tidak mencukupi dan sebaliknya semakin tinggi menurut tradeoff theory penggunaan hutang yang tinggi akan memberikan manfaat bagi perusahaan, karena manfaat bersih dari penggunaan hutang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkan. Menurut Jones dan Sharma (2001) dalam Lestari (2004) hubungan antara set kesempatan investasi dan debt equity ratio dan dividend yield adalah negatif yang berarti perusahaan yang memiliki set kesempatan investasi yang tinggi akan memiliki debt equity ratio dan devidend yield yang rendah. Menurut Husnan (2002) bagi perusahaan kebijakan dividen adalah sebuah kebijakan yang sulit ditebak (puzzle). Untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka disamping membuat kebijakan dividen maka perusahaan dituntut untuk tumbuh. Pertumbuhan dapat diwujudkan dengan menggunakan kesempatan investasi sebaik-baiknya. Investasi berhubungan dengan pendanaan dan apabila investasi sebagian besar didanai internal equity maka akan mempengaruhi dividen yang dibagikan. Semakin besar investasi semakin berkurang dividen yang dibagikan. Apabila dana internal equity kurang mencukupi dari dana yang dibutuhkan untuk investasi maka bisa dipenuhinya dari eksternal khususnya dari hutang. Perusahaan yang cenderung menggunakan sumber dana eksternal untuk mendanai tambahan investasi akan membagikan dividen yang lebih besar. Lestari (2004), Fijriyanti dan Hartono (2000), Subekti dan Kusuma (2000) membuktikan perusahaan yang tumbuh memberikan deviden yang lebih kecil dari perusahaan yang tidak tumbuh. Karena, laba yang ditahan yang dihasilkan perusahaan sebagian perusahaan di alokasikan untuk melakukan ekspansi. Menurut Copeland (2010) salah satu bentuk kebijakan dividen adalah kebijakan dividen optimal yaitu kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa yang akan datang (kesempatan investasi). Pendapat lain mengenai hubungan antara kebijakan dividen dan set kesempatan investasi Fijrijanti dan Hartono (2004) yang menyatakan bahwa perusahaan yang membayar dividen tinggi diasumsikan memiliki kesempatan pertumbuhan yang tinggi, karena pembayaran dividen merupakan sinyal dari perusahaan mengenai potensi pertumbuhan di masa yang akan datang. Selain kebijakan dividen dan kebijakan hutang, risiko merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi Set Kesempatan Investasi. Dalam dunia usaha, hampir semua investasi mengandung unsur ketidak pastian atau resiko. Investor tidak tahu secara pasti berapa dan apa yang akan diperolehnya dari investasi yang dilakukannya. Dalam keadaan seperti ini dapat dikatakan bahwa investor menghadapi resiko dalam investasi yang dilakukannya. Karena investor menghadapi kesempatan investasi yang beresiko, pilihan investasi tidak dapat hanya mengandalkan pada tingkat
keuntungan yang diharapkan saja, sehingga Set Kesempatan Investasi harus dipertimbangkan terhadap faktor risiko, Lestari (2004). Resiko disinonimkan dengan ketidakpastian, karena resiko mengacu pada adanya variasi nilai antara yang diperkirakan dengan nilai-nilai observasi. Dengan demikian resiko dapat diartikan sebagai adanya ketidakpastian tentang nilai-nilai yang akan terjadi. D’ Saouza dan Saxena (1999) dalam Lestari menunjukan terdapat hubungan yang negatif antara resiko investasi dengan set kesempatan investasi. Menurut Van Horn dan Wachowicz, JR (1997; 94) mendifinisikan resiko sistematis dan resiko tidak sistematis sebagai resiko sistematis (Systematic risk) dan Resiko tidak sistematis (unsystematic risk). Lestari (2004) yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi tidak menyukai pembiayaan yang akan meningkatkan leverage. Hal ini berkaitan dengan leverage akan meningkatkan risiko bagi perusahaan untuk dinyatakan bangkrut oleh debtholder, jika tidak bisa mebayar hutang. Pendapat lain mengenai hubungan risiko dengan set kesempatan investasi dinyatakan oleh Al Najjar dan Belkaoui (1999) dalam Lestari (2004) yang menyatakan bahwa hubungan antara pertumbuhan dengan risiko bisa positif atau negatif tergantung pada nilai relatif parameter penelitian. Hasil penelitian Lestari (2004) membuktikan bahwa risiko sistematik berkaitan dengan set kesempatan tumbuh yang dimiliki perusahaan. Sedangkan profitabilitas berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan aktiva yang dipercayakan kepada manajemen. Semakin tinggi profitabilitas, maka semakin tinggi kas yang tersedia di perusahaan untuk mendanai investasi, dan sebaliknya semakin kecil profitabilitas, maka semakin rendah kemampuan perusahaan dalam melakukan pendanaan internal.Menurut Alhajjar dan Riahi Belkaoui (2001) dalam Lestari menyatakan hubungan antara profitabilitas dengan set kesempatan investasi adalah positif. Hubungan antara profitabilitas dengan set kesempatan investasi dinyatakan oleh Prasetyo (2000) yang menyatakan bahwa nilai perusahaan sebagai kombinasi income generating asset-in-place dan growth ooportunities. Profitabilitas yang tinggi memberikan sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, karena sebagian besar profitabilitas akan ditanamkan kembali dalam bentuk investasi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Hasil penelitian Chandra (2006) juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi cenderung memiliki set kesempatan investasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan dengan profitabilitas rendah. Hasil tersebut mendukung Hasil penelitian Lestari (2004) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi. Penelitian ini akan terfokus pada Apparel and Other Textile Products yang saat ini kepemilikannya identik dengan penanam modal asing. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka penelitian ini diberi judul “Pengaruh Kebijakan Utang, Kebijakan Dividen, Risiko Investasi dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Set Kesempatan Investasi”.
Rumusan Masalah Masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kebijakan utang perusahaan yang tingkat pertumbuhannya tinggi berhubungan negatif dengan set kesempatan investasi? 2. Apakah kebijakan dividen perusahaan yang tingkat pertumbuhannya tinggi berhubungan negatif dengan set kesempatan investasi? 3. Apakah risiko investasi berhubungan negatif terhadap set kesempatan investasi? 4. Apakah profitabilitas perusahaan yang tingkat pertumbuhannya tinggi berhubungan positif dengan set kesempatan investasi? KAJIAN PUSTAKAN 1 Set Kesempatan Investasi Myers dalam Smith dan Watts yang dikutip dari Subekti dan Kusuma (2000), menyatakan bahwa perusahaan adalah kombinasi antara nilai aktiva riil (asset in place) dengan pilihan investasi di masa yang akan datang. Menurut Gaver dan Gaver dalam Subekti dan Kusuma (2000) opsi investasi masa depan tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya. Kemampuan perusahaan yang lebih tinggi ini bersifat tidak dapat diobservasi (unobservable). Berdasarkan pengertian tersebut para peneliti telah mengembangkan proksi pertumbuhan perusahaan menjadi IOS sesuai dengan tujuan dan jenis data yang tersedia dalam penelitiannya. Selanjutnya IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan perusahaan dimasa depan apakah suatu perusahaan masuk dalam klasifikasi yang tumbuh atau tidak tumbuhPertumbuhan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatan size, sementara set kesempatan investasi merupakan opsi untuk berinvestasi dalam proyek yang memiliki net present value yang positif. Set kesempatan investasi juga meningkatkan size perusahaan, sedangkan tidak semua growth opportunities memiliki net present value yang positif (Kallapur dan Trombley, 2001) dalam Lestari (2004). Faktor utama yang menentukan set kesempatan investasi adalah faktor industri seperti rintangan untuk masuk dan daur hidup produk. Faktor ini memungkinkan perusahaan untuk membuat investasi yang dapat meningkatkan rintangan untuk masuk (subsidi modal untuk tenaga kerja yang merupakan hasil dari skala ekonomi (Kallapur dan Trombley, 2001) dalam Lestari (2004). Proksi pertumbuhan dengan nilai set kesempatan investasi yang telah digunakan oleh para peneliti secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pada faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur nilai-nilai set kesempatan investasi tersebut. Klasifikasi nilai set kesempatan
investasi ini telah digunakan oleh Kallapur dan Trombley (1999) Fijriyanti dan Hartono (2004), dalam melakukan studinya. Klasifikasi set kesempatan investasi tersebut adalah sebagai berikut: a. Proksi berdasarkan harga (price-based proxies) Proksi ini percaya pada gagasan bahwa prospek yang tumbuh dari suatu perusahan sebagian dinyatakan dalam harga pasar.perusahan yang tumbuh akan mempunyai nilai pasar yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya (asset-in place). b. Proksi berdasarkan investasi (investment-based proxies) Proksi ini percaya pada gagasan bahwa satu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif pada nilai set kesempatan investasi suatu perusahan. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang investasi pada masa berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan. c. Proksi berdasarkan varian (varian measures) Proksi ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva. 2 Kebijakan Utang Leverage digunakan sebagai alat untuk mengukur seberapa jauh suatu perusahaan bergantung pada kreditor dalam membiayai aktiva perusahaan. Perusahaan yang mempunyai leverage yang tinggi berarti sangat tergantung pada pinjaman luar untuk membiayai aktivanya, sedangkan perusahaan yang mempunyai leverage rendah lebih banyak membiayai investasinya dengan modal sendiri. Dengan demikian semakin tinggi leverage berarti semakin tinggi resiko karena ada kemungkinan, perusahaan tidak dapat melunasi kewajiban utangnya, baik berupa pokok maupun bunganya, Sartono (2001). Untuk memperkecil biaya yang timbul sehubungan dengan konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Pemegang saham menyertakan pihak ketiga untuk menanggung biaya monitoring / pengawasan tersebut. Hal ini dikenal sebagai control hypotesis, yaitu untuk memperkecil tindakan-tindakan akan menguntungkan diri sendiri yang diambil manajer, perusahaan yang memiliki aliran kas bebas yang tinggi dengan tingkat pertumbuhan yang rendah akan lebih cenderung untuk memperbesar utang, dengan logika pemanfaatan aliran kas bebas yang tersedia tersebut akan ditanamkan pada proyek-proyek yang memiliki net present value yang positif dan nantinya akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini tindakan manajer dibatasi oleh debt covenant yang ditetapkan oleh debtholders. 3. Kebijakan dividen Dividen adalah hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan
memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasanya akan mendapatkan hak yang sama (Jogiyanto, 2002). Menurut Brigham et.al (2002) kebijakan dividen adalah teori ketidak relevan dividen karena tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai sahamnya ataupun terhadap biaya modalnya. Dan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan resiko bisnisnya. Nilai perusahaan tergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba yang ditahan. Dividen merupakan suatu mekanisme untuk mentransfer kemakmuran dari bondholder ke shareholder. Pembagian deviden akan membuat pemegang saham mempunyai kepastian pendapatan dan akan mengurangi cost of equity karena akan menjadi alat monitoring bagi manajemen (Copeland dan Wenson, 2010). Kebijakan deviden menyangkut keputusan dalam kaitannya untuk membagikan laba atau menahannya untuk diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Apabila dividen yang dibagikan semakin meningkat, maka semakin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi. Hal ini akan menyebabkan tingkat pertumbuhan masa mendatang rendah dan akan menekan harga saham. Perubahan besarnya dividen yang dibagikan terdapat dua akibat yang saling berlawanan, apabila seluruh laba dibayarkan sebagai dividen maka kepentingan cadangan terabaikan, sebaliknya bila laba ditahan semua maka kepentingan pemegang saham terabaikan (Brigham dan Gapenski, 2002). 4. Risiko
Investasi Dalam konteks manajemen investasi resiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian yang dicapai secara nyata (actual return). Semakin besar penyimpangan berarti semakin besar tingkat risikonya. Apabila risiko dinyatakan sebagai seberapa jauh hasil yang diperoleh bias menyimpang dari hasil yang diharapkan Fijriyanti dan Hartono (2004) menyatakan bahwa perusahan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi tidak menyukai pembiayaan yang akan meningkatkan laverage mereka. Hal ini berkaitan dengan peningkatan leverage akan meningkatkan risiko bagi perusahaan untuk dinyatakan bangkrut oleh debtholders jika tidak bisa membayar hutang tersebut.
5. Profitabilitas Tingkat profitabilitas masa lalu dari suatu perusahaan merupakan penentu atau determinan penting atas struktur modal perusahaan yang bersangkutan. Profitabilitas yang tinggi memberikan sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang. Dengan besarnya jumlah laba ditahan, suatu perusahaan mungkin cenderung memilih pendanaan dari sumber tersebut dari pada peminjaman. Pengembangan Hipotesis 1 Hubungan kebijakan hutang dengan set kesempatan investasi
Berdasarkan Pecking Order Theory perusahaan cenderung menggunakan dana internal dibandingkan dengan dana eksternal. Perusahaan yang pertumbuhannya tinggi memungkinkan mempunyai kesempatan yang profitable sehingga akan mendanai invetasinya secara internal dibandingkan dengan dana eksternal. Prasetyo (2000) menguji asosiasi IOS dengan kebijakan pendanaan, kebijakan dividen dan kebijakan kompensasi, beta dan reaksi pasar. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Prasetyo menyimpulkan bahwa perusahaan tumbuh memiliki kebijakan pendaan eksternal yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan tidak tumbuh. Subekti dan Kusuma (2000) menguji IOS dengan kebijakan pendanaan dan dividen serta implikasinya pada perubahan harga saham. Peneliti merekomendasikan bahwa perusahaan tumbuh memiliki rasio debt to equity yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan tidak tumbuh. Fijrijanti dan dan Hartono (2002) melakukan analisis korelasi IOS dengan dengan realisasi pertumbuhan, kebijakan pendanaan dan dividen. Peneliti menyimpulkan bahwa IOS berpengaruh negatif terhadap kebijakan pendanaan. Hal ini dapat dimaknai bahwa semakin tinggi IOS maka semakin rendah rasio hutang perusahaan atau semakin rendah IOS, maka semakin tinggi rasio hutang perusahaan. Dengan demikian diajukan hipotesis satu sebagai berikut: H1: Kebijakan hutang berpengaruh negatif dengan set kesempatan investasi. 2. Hubungan kebijakan dividen dengan set kesempatan investasi Teori free cash flow menyatakan bahwa perusahaan tumbuh memberikan dividen yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak tumbuh dikarenakan laba ditahan yang dihasilkan perusahaan sebagian besar digunakan dialokasikan untuk melakukan ekspansi. Secara empirik teori kedua didukung Subekti dan Kusuma (2000) yang menyatakan bahwa perusahaan tumbuh membayarkan dividen lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan tumbuh. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tumbuh menggunakan laba ditahan untuk melakukan ekspansi dan membiayai investasi yan dilakukan. Hasil ini didukung dengan hasil penelitian Fijrijanti dan Hartono (2000) yang menyatakan bahwa perusahaan tumbuh memiliki kebijakan dividen lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan tidak tumbuh. Lestari (2004) menguji pengaruh kebijakan utang, kebijakan dividen, risiko, dan profitabilitas perusahaan terhadap set kesempatan investasi. Dari hasil analisis yang dilakukan, IOS berpengaruh negatif pada kebijakan dividen perusahaan. H2: Kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap set kesempatan investasi. 3. Hubungan risiko investasi dengan set kesempatan investasi Resiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian yang dicapai secara nyata (actual return). Semakin besar penyimpangan berarti semakin besar tingkat risikonya. Apabila risiko dinyatakan sebagai seberapa jauh hasil yang diperoleh bias menyimpang dari hasil yang diharapkan. Peningkatan risiko investasi berdampak pada penurunan set kesempatan investasi, karena
meningkatnya risiko berarti adalah meningkatnya deviasi tingkat pengembalian yang berdampak pada menurunnya IOS berdasarkan proksi harga. Hasil penelitian Lestari (2004) menunjukkan bahwa risiko investasi berhubungan negatif dengan set kesempatan investasi. Hasil penelitian Lestari (2004) membuktikan bahwa risiko berkaitan dengan set kesempatan tumbuh yang dimiliki perusahaan. H3: Risiko berpengaruh negatif terhadap set kesempatan investasi. 4. Hubungan profitabilitas dengan set kesempatan investasi Tingkat profitabilitas masa lalu dari suatu perusahaan merupakan penentu atau determinan penting atas struktur modal perusahaan yang bersangkutan. Profitabilitas yang tinggi memberikan sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang. Dengan besarnya jumlah laba ditahan, suatu perusahaan mungkin cenderung memilih pendanaan dari sumber tersebut dari pada peminjaman. Besarnya laba ditahan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam melakukan membiayai ekspansi, sehingga semakin tinggi profitabilitas, maka semakin tinggi laba ditahan dan semakin tinggi IOS. Hasil penelitian Penelitian Lestari (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi profitabilitas, maka semakin tinggi tingkat pertumbuhan. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi memiliki ketersediaan kas yang lebih besar, sehingga semakin tinggi set kesempatan investasinya. Hasil penelitian Chandra (2006) juga menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi cenderung memiliki set kesempatan investasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaanperusahaan dengan profitabilitas rendah. H4: Hubungan profitabilitas dengan set kesempatan investasi adalah positif. 5. Variabel Kontrol Ukuran Perusahaan Penelitian ini memasukkan ukuran perusahaan sebagai kontrol model. Hal ini didasarkan pada pendapat Riyanto (2001) yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahan besar cenderung lebih stabil sehingga memiliki set kesempatan investasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaanperusahaan kecil. Perusahaan besar juga lebih dipercaya oleh investor sehingga lebih mudah dalam mendapatkan utang untuk melakukan pendanaan guna melakukan ekspansi dan memilih kebijakan ekspansi.
Kerangka Pikir Secara grafis hubungan antar variabel penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian Kebijakan hutang
Kebijakan dividen Risiko Investasi
Set Kesempatan Investasi (IOS)
Profitabilitas Variabel Kontrol Ukuran Perusahaan
METODE PENELITIAN Populasi dan sampel Populasi penelitian ini adalah semua perusahaan yang bergerak di subsektor Apparel and Other Textile Products dan terdaftar (Listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 sebanyak (14 x 3) = 42 pengamatan. Dengan menggunakan teknik sampling proforsional diambil sebagai sampel adalah sebanyak 35 perusahaan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi dan studi pustaka Definisi Operasional 1.Variabel Dependen 1. Set Kesempatan Investasi yang diukur dengan proksi harga dan proksi investasi. - Proksi berdasarkan harga Market to book value of equity adalah rasio atau perbandingkan antara nilai buku ekuitas dibandingkan dengan nilai pasar ekuitas dan dirumuskan sebagai berikut, Lestari (2004): (jumlah saham beredar x harga penutupan saham) total ekuitas {(jumlah saham beredar x harga penutupan) + total utang + inventori – aktiva lancar} total aktiva
Jumlah saham beredar = jumlah saham yang beredar di pasar (total listed share) Harga penutupan saham = harga penutupan akhir tahun (closing price) Total ekuitas = kekayaan bersih perusahaan Total hutang = hutang jangka pendek + hutang jangka panjang Inventori = nilai persediaan Akiva lancar = total aktiva – non current asset Total aktiva = aktiva lancar + aktiva non lancar Rasio firm value to book value off PPE (VPPE) adalah rasio antara nilai perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan dan dirumuskan sebagai berikut Lestari (2004): {total aktiva – total ekuitas + (lembar saham beredar x harga penutupan saham)} aktivaPPE tetap bersihproperty and equipment) – Aktiva tetap bersih = nilai (plant,
- Tobin Q Tobin Q menggambarkan rasio atau perbandingan antara {(jumlah saham beredar x harga penutupan) + total utang + inventori – aktiva lancar} total aktiva
2. Variabel Independen 1. Kebijakan utang, yang diukur dengan menggunakan debt to equity ratio yang menggambarkan seberapa besar rasio total hutang dibandingkan dengan total ekuitas yang dimiliki, Ang (1998): DER
=
total kewajiban total ekuitas Total kewajiban : semua kewajiban keuangan perusahaan, baik hutang lancar maupun hutang jangka panjang, kepada pihak lain yang belum terpenuhi,dimana kewajiban ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor ( Munawir,2002 ). Total Asset : seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan (aktiva lancar dan aktiva tidak lancar ),baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud (Munawir,2002). 2. Kebijakan dividen, yang diukur dengan dividend yield dan dividend payout ratio. Kebijakan dividen menggambarkan berapa besarnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham, Ang (1998). Dalam penelitian ini kebijakan utang diukur dengan menggunakan variabel dummy. Perusahaan yang membagikan dividen diberikan angka dummy (1) sedangkan perusahaan yang tidak membagikan dividen diberikan nilai dummy (0). 3. Risiko yang diukur dengan standar deviasi tingkat pengembalian. Risiko diambil dari rumus risiko investasi juga dikenal sebagai standar deviasi
tingkat pengembalian yang menjadi proksi penyimpangan tingkat pengembalian investasi, Ang (1998): rit = + rmt Keterangan: Rit = return saham i Rmt = return market = risiko Return saham diartikan sebagai perubahan harga saham saat ini dibandingkan dengan harga saham periode sebelumnya, Ang (1998). 4. Profitabilitas yang diukur dengan return on asset (ROA) menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas asset yang dimiliki, Ang (1998): ROA = EBIT total assets Keterangan: Earning Before Interest and Tax (EBIT) adalah selisih antara total pendapatan dengan total pengeluaran tanpa dikurangi oleh kewajiban pajak.Biaya bunga adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan atas kewajiban yang dimiliki perusahaan (Munawir,2002). Total Asset adalah seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan (aktiva lancar dan aktiva tidak lancar), baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud (Munawir,2002). 3. Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah variabel yang memiliki peran dalam menjelaskan antara hubungan variabel dependen dan independen dalam sebuah penelitian, Indriantoro (1998). Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang diukur dengan kapitalisasi pasar yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Size = Market Capitalization = Log. (jumlah saham beredar x harga penutupan). 4. Metode Analisis Data Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menggunakan metode analisis data yang mendasarkan pada perhitungan dengan menggunakan angka konkret (Umar,2001:170). 1. Statistik Deskriptif Uji statistik deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu data dalam variabel yang dilihat dari nilai ratarata (mean) minimum, maksimum dan standar deviasi (Ghozali: 2001). 2. Logistic Regression Analisis logistic regression digunakan untuk memprediksi besarnya variabel tergantung yang berupa sebuah variabel binary dengan menggunakan data variabel bebas yang sudah diketahui besarnya. Variabel Binary adalah data jenis nominal dengan dua kriteria saja, seperti naikturun, membeli-tidak membeli, gagal-sukses, resiko-tidak resiko (Santoso, 2000). Dalam penelitian ini digunakan kategori tertentu untuk variabel dependen, yaitu jika perusahaan masuk dalam kelompok IOS tinggi diberi kode 1 (1) dan jika masuk dalam kategori IOS rendah diberi kode 0 (y=0). Logistic regression model sebenarnya mirip dengan analisis
diskriminan yaitu kita ingin menguji apakah probabilitas terjadinya variabel variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. regresi logistik dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menilai Kelayakan Model Untuk menilai kelayakan logistic regression model maka digunakan Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test menguji apakah data empiris cocok atau sesuai dengan model ( tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Dasar pengambilan keputusan apakah model layak atau tidak adalah dengan melihat nilai goodness of fit test yang diukur dengan nilai chi-square pada bagian bawah Uji Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test: a) Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test statistic s kurang dari 0.05 (<0.05) maka terdapat perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodnes of Fit model tidak baik karena tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Hal ini berarti logistic regression model tidak layak dipakai untuk analisis selanjutnya. b) Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test statistic sama dengan atau lebih besar dari 0.05 (>0.05) maka tidak terdapat perbedaanf signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodnes of Fit model baik karena dapat memprediksi nilai observasinya. Hal ini berarti logistic regression model dipakai untuk analisis selanjutnya. 2. Menilai Ketepatan Prediksi Ketepatan prediksi digunakan untuk mengetahui seberapa kuat kebenaran suatu model secara keseluruhan. Uji ketepatan prediksi ini dapat dilihat pada Classification Table yaitu dengan melihat prosentasenya atau nilai ketepatan prediksi model melebihi cut-valuenya (>0.5) atau mendekati 100% maka semakin kuat kebenaran prediksi suatu model. 3. Menguji Kemampuan Model IOS Setelah memperoleh model prediksi dari pengujian-pengujian diatas, maka langkah selanjutnya adalah menguji kemampuan model yang ada apakah dapat menjawab hipotesis yang diajukan. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen dalam memprediksi IOS dengan cara membandingkan tindakan perataan laba dengan probabilitas prediksi model yang telah ada. 4. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) Overall Model Fit digunakan untuk mengetahui apakah model diktakan fit atau tidak terhadap data. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi Likelihood. Likelihood dari model adalah probabilitas bahwa model menggambarkan data input. Untuk itu penilaiannya dilakukan dengan membandingkan angka -2 Log Likelihood pada awal (Block Number = 0) dengan membandingkan angka -2 Log Likelihood pada awal (Block Number = 1). Jika angka -2 Log Likelihood pada awal (Block Number = 0) lebih besar dari angka -2
Log Likelihood pada akhir (Block Number = 1), atau dengan kata lain mengalami penurunan maka menunjukkan model lebih baik. 5. Estimasi Parameter dan Intepretasinya Estimasi parameter logistic regresion model dapat dilihat pada tampilan output Variable In The Equation yaitu pada kolom koefisien regresi variabel independen (B). sehingga hasil akhir dari pengujian ini akan didapat persamaan logistic regression untuk model terbaik untuk memprediksi IOS. Signifikansi yang berada dibawah 0.05 menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari variabel tersebut terhadap IOS. Persamaan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: IOS = α1+ β1DER + β2Div + β3Beta Koreksi + β4ROA + β5size + e
Keterangan: DER Div RISK ROA Size α1 β1 – β5 e
= = = = = = =
Proksi Kebijakan utang Proksi kebijakan dividen Beta koreksi, proksi koreksi Proksi untuk profitabilitas Variabel kontrol ukuran perusahaan Intersep Koefisien regresi = residu estimasi
5. Kriteria Pengambilan Keputusan Tingkat nyata atau level of significanse () adalah probabilitas menolak Ho yang benar. Dengan kata lain tingkat nyata ( ) adalah resiko kita menolak Ho ketika Ho adalah benar. berkisar antara 0 hingga 1. Dalam penelitian ini , taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% ( = 0,05 ),berarti tingkat kepercayaan 95 %. Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: 1. Bila nilai propabilitas taraf signifikansi ( =5% ) maka Ho ditolak dan Ha dapat diterima, yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. 2. Bila nilai probabilitas taraf signifikansi ( = 5% ) maka Ho tidak bisa ditolak dan Ha tidak dapat diterima, yang berarti bahwa variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. HASIL PENELITIAN 1. Pengelompokkan Perusahaan Berdasarkan IOS Variabel-variabel prediktor IOS dalam penelitian ini meliputi kebijakan hutang, kebijakan dividen, risiko investasi, profitabilitas dan ukuran perusahaan. Sebelum analisis deskriptif statistik dilakukan analisis faktor untuk mengelompokkan sampel ke dalam perusahaan tumbuh dan perusahaan tidak tumbuh. IOS dikelompokkan menjadi 2 yaitu IOS rendah (perusahaan tidak tumbuh) dan IOS tinggi (perusahaan tumbuh). Untuk membedakan perusahaan ke dalam dua kelompok pertumbuhan maka dilakukan analisis faktor dengan prosedur sebagai berikut:
a. Mencari Nilai KMO dan Bertlet Test of Sphericity
KMO dan Bartlet Test of Sphericity merupakan uji parameter untuk mengetahui apakah sampel penelitian telah memenuji jumlah minimum yang ditetapkan dalam analisis faktor. Berikut adalah hasil analisis faktor untuk mengelompokkan perusahaan tumbuh dan perusahaan tidak tumbuh: Tabel 4.2 Hasil Analisis Faktor KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
.546 2.375 3 .498
Sumber: hasil analisis data sekunder Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa nilai KMO sebesar 0,546 > 0,05 dan nilai signifikasi Bartlet Test sebesar 0.000 < 5% yang menunjukkan bahwa data telah memenuhi rasio kecukupan sampel yang disyaratkan. b. Nilai MSA variabel Dalam analisis faktor nilai MSA dijadikan sebagai parameter untuk menilai apakah sebuah variabel berkorelasi dengan variabel-variabel lainnya dalam membentuk sebuah faktor. Sebuah variabel dianggap layak membentuk faktor apabila memiliki nilai MSA lebih dari 5,00. Untuk mengetahui apakah variabel–variabel dianggap tepat digunakan sebagai proksi IOS dapat dilihat nilai MSA dalam antiimage correlation. Berikut hasil pengujian variabel-variabel digunakan sebagai proksi IOS Tabel 4.3 Hasil Uji MSA Faktor MSA MBVE 0.579 PPE 0.533 Tobin’s Q 0.544 Sumber: hasil analisis data sekunder Dari hasil analisis diketahui bahwa semua variabel memiliki nilai MSA > 0,05 sehingga layak dianalisis lebih lanjut Sehingga secara individual masingmasing variabel tepat untuk digunakan sebagai variabel yang memprediksi IOS. Dari analisis yang dilakukan didapatkan nilai fac yang kemudian dilakukan rating dari nilai tertinggi hingga nilai terendah. 40% perusahaan dengan nilai tertinggi dikelompokkan ke dalam perusahaan tumbuh, 20% berikutnya dikeluarkan dari klasifikasi karena dianggap berada diantara tumbuh dan tidak tumbuh dan 40% terakhir diklasifikasikan ke dalam perusahaan tidak tumbuh. Sehingga didapatkan jumlah sampel tumbuh sebesar 35 x 40% = 14 perusahaan tumbuh dan 14 perusahaan tidak tumbuh.
2. Statistik Diskriptif Variabel Berikut adalah nilai–nilai deskriptif variabel penelitian yang meliputi nilai minimum, maksimum, mean dan standar deviasi. Tabel 4.4 Nilai Statistik Diskriptif Variabel IOS Pertumbuhan rendah
DER N Mean
Pertumbuhan tinggi
N Mean
Total
N Mean
14
Risk 14
Profitabilitas 14
Ukuran 14
16.617543
.892786
.018804
11.403955
14
14
14
14
-.897496
.854764
1.163352
11.131812
28
28
28
28
7.860024
.873775
.591078
11.267883
Sumber: data sekunder yang diolah Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa pada variabel kebijakan hutang (DER) nilai hutang perusahaan dengan pertumbuhan tinggi memiliki tingkat utang yang lebih rendah (meskipun bernilai negatif) akibat kerugian yang berakumulasi. Pada variabel risiko, risiko perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi adalah lebih rendah yang mengindikasikan bahwa risiko pasar perusahaan yang tumbuh mendapatkan respond pasar yang lebih baik dan lebih selektif dari investor di pasar saham. Pada variabel profitabilitas, nilai ROA perusahaan pertumbuhan tinggi adalah lebih tinggi yang mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan dengan pertumbuhan tinggi adalah lebih profit. Sedangkan pada variabel ukuran perusahaan dengan IOS tinggi memiliki ukuran kapalisasi relatif lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan dengan IOS rendah. 3. Analisis Regresi Logistik Untuk menguji apakah kebijakan hutang, kebijakan dividen, risiko investasi, profitabilitas dan ukuran perusahaan berhubungan dengan IOS digunakan analisis regresi logistik. Pemilihan alat analisis ini didasarkan pada alasan statistik yang menyatakan bahwa untuk menguji berhubungan variabel independent terhadap variabel dependen dengan pengukuran dummy digunakan regresi logistic. Analisis dengan menggunakan regresi logistik dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Uji Kemampuan Prediksi Pengujian ini diperlukan untuk memastikan tidak adanya kelemahan atas kesimpulan dari model yang diperoleh. Model regresi logistik yang baik adalah apabila tidak terjadi perbedaan antara data hasil pengamatan dengan data yang diperoleh dari hasil prediksi. Pengujian mengenai tidak adanya perbedaan antara prediksi dan observasi, dilakukan dengan uji Hosmer Lameshow dengan menggunakan pendekatan Chi Square. Apabila hasil uji tidak signifikan berarti tidak terdapat perbedaan antara data estimasi model regresi logistik dengan
data observasi. Hasil pengujian Hosmer Lameshow test diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Fit Model Step 1
Chi-square
df
4.902
7
Sig. .672
Sumber: data sekunder yang diolah Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai signifikasi uji Lemeshow Test adalah sebesar 0,672 > 0,05% yang menunjukkan adanya perbedaaan antara data estimasi dengan data observasi. Hal ini menunjukkan bahwa model kurang tepat dalam memprediksi perataan laba. Dilihat dari klasifikasi tabel tabulasi silang antara hasil prediksi dan hasil observasi diketahui adanya perbedaan antara data hasil observasi dengan data prediksi. Tabulasi silang sebagai konfirmasi ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara data hasil observasi dengan data prediksi. Tabel 4.6 Hasil Uji Klasifikasi Model Classification Table(a)
Kategori Pertumbuhan rendah Pertumbuhan tinggi
Observed IOS Pertumbuhan rendah Pertumbuhan tinggi
Percentage Correct
10
4
71.4
6
8
57.1
Total
64.3
Sumber: data sekunder yang diolah Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jumlah perusahaan IOS rendah adalah sebanyak 14 perusahaan dan 10 perusahan atau 71,4% perusahaan tepat diprediksi oleh model. Untuk perusahaan IOS tinggi berjumlah berjumlah 14 dan sebanyak 8 perusahaan (atau sebanyak 57,1%) tepat diprediksi oleh model. Secara keseluruhan dari 28 perusahaan terdapat 64,3% data observasi tepat meprediksi model. b. Koefisien Determinasi (Negelkerke R2) Negelkerke R2 memiliki fungsi yang sama seperti halnya R2 dalam model regresi linier sederhana atau berganda. Berdasarkan uji yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.7 Nilai Negelkerke R2 Model Summary Step 1
-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 29.457a .284
Nagelkerke R Square .379
a. Estimation terminated at iteration number 9 because parameter estimates changed by less than .001.
Sumber: data sekunder yang diolah Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa nilai Negelkerke R2 adalah sebesar 0,379 yang menunjukkan bahwa hanya sebesar 37,9 % variasi tingkat pertumbuhan dapat dijelaskan oleh profitabilitas, kebijakan dividen, ukuran perusahaan, dan risiko. Sedangkan lainnya sebesar (100% – 37,9% ) = 62,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. 4. Uji Hipotesis Hasil pengujian dengan menggunakan alat uji logistic regresion ditunjukkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.9 Hasil uji regresi logistik Model Variabel DER
B
S.E.
Wald
df
Sig.
-.032
.109
.087
1
.008
Div
-.905
1.418
.407
1
.005
Risk
-1.334
2.009
.441
1
.035
9.973
6.858
2.115
1
.015
-1.331
.966
1.896
1
.169
Profitabilitas Ukuran Constant
15.939 11.259 2.004 1 .157 a Variable(s) entered on step 1: DER, Div, Risk, Profitabilitas, Ukuran.
Sumber: data sekunder yang diolah 5. Uji Hipotesis 1 (kebijakan hutang berpengaruh negatifdengan set kesempatan investasi) hubungan kebijakan utang dengan set kesempatan investasi adalah positif. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Subekti dan Kusuma (2000) dan Fijrijanti dan dan Hartono (2002) yang menyatakan adanya hubungan negatif kebijakan hutang dengan set kesempatan investasi. Adanya hubungan positif mengindikasikan bahwa seberapa besar proporsi hutang yang digunakan dalam perusahaan dalam modal mereka berdampak positif pada set kesempatan investasi, semakin tinggi tingkat hutang dalam struktur modal maka semakin tinggi set kesempatan investasi. Hasil ini mendukung pecking order theory yang menyatakan bahwa penggunaan hutang hanya akan dilakukan apabila perusahaan tidak memiliki dana internal, karena hutang identik dengan risiko.
6. Uji Hipotesis 2 (kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap set kesempatan investasi.) Koefisien regresi logistik pada variabel kebijakan dividen adalah negatif sebesar -0.905 yang menunjukkan bahwa perusahaan tumbuh cenderung tidak membagikan dividen dibandingkan dengan perusahaan dengan IOS rendah, hal ini terjadi akibat perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi memerlukan kas yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan investasinya dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang rendah. Nilai probabilitas sebesar 0,005< 0,05 menunjukkan bahwa hubungan kebijakan dividen dengan set kesempatan investasi adalah signifikan secara statistik, dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil penelitian tidak mendukung hasil penelitian Subekti dan Kusuma (2000) dan Fijrijanti dan Hartono (2000) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen berhubungan dengan set kesempatan investasi. Adanya hubungan negatif juga mendukung pecking order theory bahwa perusahaan lebih memilih internal kas, dalam melakukan investasi sehingga cenderung tidak membagikan dividen, apabila perusahaan memilih kebijakan ekspansif. 7. Uji hipotesis 3 (risiko berpengaruh negatif terhadap set kesempatan investasi). Pada variabel risiko didapatkan nilai koefisien regresi sebesar -1,334 yang mengindikasikan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan rendah cenderung lebih berisiko dibandingkan dengan perusahaanperusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Nilai probabilitas sebebesar 0,0353 < 0,05 mengindikasikan bahwa hubungan risiko sistematik dengan set kesempatan investasi adalah signifikan secara statistik dengan demikian Ho ditolak dan Ha ditolak. Hasil ini mendukung hasil penelitian D’Saouza dan Saxena (1999) dalam Lestari dan Al Najjar dan Belkaoui (1999) dalam Lestari (2004) yang menyatakan bahwa risiko berhubungan dengan set kesempatan investasi. Adanya hubungan antara risiko dengan set kesempatan investasi mengindikasikan bahwa besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian yang dicapai secara nyata (actual return) berkaitan dengan set kesempatan investasi. Risiko yang melekat pada perusahaan dengan set kesempatan rendah adalah risiko yang berkaitan dengan penurunan penjualan dan kemampuan menghasilkan kas akibat menurunnya daya saing perusahaan. 8.
Uji hipotesis 4 (hubungan profitabilitas dengan set kesempatan investasi adalah positif) Pada variabel profitabilitas didapatkan nilai koefisien regresi positif sebesar 9,973 yang menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi memiliki tingkat profitabilitas yang lebih tinggi juga. Profitabilitas yang tinggi memberikan sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, dimana sebagian dari profitabilitas tersebut akan ditanamkan lagi dalam bentuk investasi untuk meningkatakan nilai parusahaan. Nilai probabilitas sebesar 0,015 < 0,05
menunjukkan bahwa hubungan profitabilitas dengan set kesempatan investasi adalah signifikan secara statistik, dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil ini mendukung hasil penelitian Lestari (2004) dan Chandra (2006) yang menyatakan bahwa profitabilitas berhubungan positif terhadap set kesempatan investasi. Dengan demikian disimpulkan bahwa profitabilitas yang tinggi memberikan sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang. Dari hasil ini juga disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menyisihkan laba ditahan, sehingga memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melakukan investasi dan tumbuh dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang rendah. Pada variabel control diketahui bahwa ukuran perusahaan tidak dapat memprediksi IOS yang mengindikasikan bahwa baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar memiliki kesempatan investasi yang relatif sama. Hal ini terjadi karena kebijakan ekspansi bukan ditentukan oleh ukuran tetapi lebih berkaitan dengan kebijakan manajemen dan kemampuan perusahaan untuk berekspansi. Simpulan penelitian Berdasarkan hasil uji penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1. Kebijakan utang berpengaruh negatif terhadap set kesempatan investasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan tumbuh lebih memilih dana internal dengan menggunakan laba ditahan, untuk membiayai investasinya. 2. Kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap set kesempatan investasi artinya bahwa perusahaan yang membagikan dividen memiliki kesempatan investasi yang lebih rendah, karena sebagian besar proporsi laba nya telah dibagikan kepada pemegang saham. 3. Risiko berpengaruh negatif terhadap set kesempatan investasi, artinya bahwa perusahaan-perusahaan dengan risiko yang lebih tinggi cenderung berhati-hati dalam melakukan ekspansi. 4. Profitabilitas berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi, artinya bahwa perusahaan dengan tingkat kemampuan menghasilkan laba yang tinggi (dengan asset yang dimiliki), memiliki kemampuan yang lebih besar dalam melakukan ekspansi. 5. Variabel kontrol ukuran perusahaan tidak berhubungan dengan set kesempatan investasi, artinya bahwa perusahaan (baik besar maupun kecil) memiliki kesempatan investasi yang relatif sama. Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan pada nilai R2 modal relatif rendah yaitu hanya mampu menjelaskan 37,9 % variasi tingkat pertumbuhan Sedangkan lainnya sebesar (100% – 37,9% ) = 62,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Rekomendasi penelitian a. Berdasarkan keterbatasan penelitian ini, maka disarankan kepada peneliti – peneliti selanjutnya untuk menambahkan variabel – variabel lain diluar dalam model penelitian yang berhubungan dengan IOS. b. Bagi investor, khususnya investor jangka panjang yang lebih memilih capital gain dibandingkan dengan dividen, diharapkan lebih memilih perusahaan-perusahaan dengan tingkat risiko pasar yang lebih kecil, profitabilitas tinggi, hutang rendah dan memiliki laba ditahan yang lebih tinggi (dibandingkan membagikan dividen). Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi sehingga peningkatan harga saham di masa yang akan datang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan IOS rendah. DAFTAR PUSTAKA Brigham dan Gapenski; 2002; Intermediate Financial Management Six Edition; Harcourt Brace College Publisher. Fama, F Eugene dan Kenneth R. French, (2000) Testing Tradeoff and Pecking Order Prediction, About Dividend and Debt, Working Paper, Graduate Scholl of Business. Fijriyanti, Tettet dan Jogiyanto Hartono, 2004, Analisis Korelasi Pokok IOS dengan Realisasi Pertumbuhan, Kebijakan Pendanaan dan Dividen, SNA III, 2000 Ghozali, Imam,200,Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Undip. Husnan, Suad, 2002,”Dasar – dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, Liberty, Yogyakarta. Jogiyanto, 2002, “Teori Portofolio dan Analisa Investasi”, Edisi pertama, Yogyakarta, BPFE. Lestari, Holidya, 2004, Pengaruh Kebijakan Utang, Kebijakan Dividen, Risiko dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Set Kesempatan Investasi; SNA VII Denpasar Bali, 2-3 Desember 2004 Subekti Imam dan Indra Kusuma, 2000, Asosiasi antara Set Kesempatan Investasi dengan Kebijakan Dividen Perusahaan, serta Implikasinya pada Perubahan Harga Saham, SNA III, 2000. Weston, Fred and Thomas Copeland, 2010, Manajemen Keuangan, Jakarta: Erlangga. Yuniningsih; 2002; Interdependensi Antara Kebijakan Dividen Payout Ratio, Financial Leverage dan Investasi Pada pserusahaan Manufaktur Yang Listed di Bursa Efek Jakarta; Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol 9. No.2 September 2002 Hal 154-182.