PENGARUH AGENCY COST, RISIKO PASAR, DAN KESEMPATAN INVESTASI TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN (Studi pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2008)
Oleh : Dedeh Sri Sudaryanti
Abstrak: The purpose of this research is to analyse the influence of agency cost which is proxied by the percentage of ownership stock by various clusters namely institutional ownership, insider ownership, and ownership dispersion ( ownership stock by public), market risk (beta), and investment opportunity on dividend policy. Population in this research is all companies which are listed in Indonesia Stock Exchange during the period of 2005 – 2008 with purposive sampling technique. This research uses descriptive and verificative methods with secondary data. Data are analysed by using panel data with regression analysis and statistically hypothesis tested by F-test and t-test. The result of this research indicates that institutional ownership, insider ownership, and ownership dispersion (public), market risk, and investment opportunity significantly influence on dividend policy simultaneously. Whereas in partial, institutional ownership, ownership dispersion ( public), and investment opportunity positively influence on dividend policy at 5% alpha, and insider ownership have positive influential on dividend policy at 10% alpha, while beta is having an effect positively on dividend policy but is not significant.
Key words : agency cost, beta, investment opportunity, dividend
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Secara umum perusahaan-perusahaan yang ada saat ini memiliki karakteristik adanya pemisahan antara pemilik (owner) dan pihak manajerial. Pemilik mempunyai agen atau pihak yang dipercaya untuk mengelola dananya dalam perusahaan yaitu para pengelola atau manajer. Para pengelola atau manajer ini sebagai pihak manajerial yang menjalankan kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan laba perusahaan, kemakmuran pemegang sahamnya dan memaksimumkan nilai perusahaan. Perusahaan yang dikelola oleh para manajer diharapkan oleh pemilik untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi dan memberikan keuntungan tersebut kepada pemilik sebagai konsekuensi modal yang telah diberikan pada perusahaan. Untuk perusahaan yang telah go public dan mencatatkan sahamnya pada bursa 1
efek, hasil yang diberikan oleh perusahaan pada pemilik (pemegang saham) tersebut dikenal dengan sebutan dividen. Para pemilik modal mengharapkan pembayaran dividen yang tinggi, namun terkadang pengelola perusahaan atau manajer memiliki kepentingan lain tentang pembayaran dividen yang berbeda dengan kepentingan para pemilik. Berkaitan dengan hal di atas, perusahaan dihadapkan pada suatu permasalahan keputusan tentang kebijakan dividen yang diberikan kepada pemegang saham. Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa mendatang. Ketika memutuskan berapa banyak laba yang harus didistribusikan kepada para pemegang saham, para manajer keuangan harus senantiasa ingat bahwa sasaran perusahaan adalah memaksimumkan nilai pemegang saham. Sehingga target payout ratio sebaiknya berdasarkan pada preferensi investor untuk dividen versus capital gain. Variasi opini yang berkembang dalam pernyataan tersebut dijelaskan dalam teori kebijakan dividen, bahwa preferensi investor terhadap dividen bertingkat antara pihak yang menginginkan rasio pembayaran dividen yang tinggi (bird-in-the-hand theory), kebijakan dividen yang tidak relevan (dividend irrelevance theory) dan pendapat yang mengatakan bahwa investor mungkin akan lebih menyukai pembayaran dividen yang rendah (teori preferensi pajak). (Brigham dan Houston, 2006: 69). Besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan perusahaan tergantung pada kebijakan dividen dari masing-masing perusahaan dengan pertimbangan manajemen pada RUPS. Selain itu juga harus memperhatikan peraturan yang berlaku yang terkait dengan pembayaran dividen, dalam aturan pencatatan (listing) emiten yang baru, emiten yang mendapatkan laba bersih dan mampu membagikan dividen wajib membagikan dividen minimal satu kali dalam tiga tahun. Akan tetapi, dalam keputusan pembagian dividen juga perlu dipertimbangkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan. Berkaitan dengan kebijakan pembayaran dividen tersebut dalam konteks manajemen keuangan terlihat bahwa terdapat beberapa pihak yang saling berbeda kepentingan, yaitu antara kepentingan pihak pemegang saham, manajer, dan pihak perusahaan sendiri. Manajer disewa oleh pemegang saham untuk menjalankan perusahaan, agar perusahaan mencapai tujuan pemegang saham, yaitu memaksimumkan nilai perusahaan (kemakmuran pemegang saham). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah manajer akan bertindak konsisten dengan tujuan memakmurkan pemegang saham, tujuan yang dibebankan oleh pemegang saham kepada manajer? Sebab selain tujuan yang dibebankan oleh pemegang saham, manajer juga memiliki tujuan sendiri yang bukan tidak mungkin kadangkadang bertentangan dengan tujuan pemegang saham. Misalnya, dalam kebijakan dividen, manajer lebih menyukai dividen dibagikan dalam jumlah yang kecil sebab pembagian dividen akan mengurangi jumlah dana yang dikuasai oleh manajer (free cash flow), dan sebaliknya pemegang saham lebih menyukai dividen yang besar sebab akan menambah kemakmuran mereka. Konflik kepentingan antara pemegang saham dengan manajer ini dikenal dengan teori keagenan 2
(agency theory) (Brigham dan Houston, 2006 : 26). Sedangkan dari sisi perusahaan, kebijakan dividen terutama akan berkaitan dengan pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan. Bagian laba yang dibagikan akan mengurangi dana internal yang dapat digunakan untuk memperbesar skala usaha perusahaan dengan investasi. Teori keagenan Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi kepemilikan dengan fungsi pengelolaan akan rentan terhadap konflik keagenan. Penyebab konflik antara manajemen dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan 1) aktivitas pencarian dana (financing decision), dan 2) pembuatan keputusan yang berkaitan dengan cara untuk menginvestasikan dana tersebut. Selain itu, agency problem akan terjadi apabila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100%, sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai perusahaan dalam pengambilan keputusan. Konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham (prinsipal) dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat menyejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut. Dampak dari adanya mekanisme pengawasan akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost, yang meliputi monitoring cost, bonding cost, dan residual losses. Penelitian ini menggunakan beberapa variabel sebagai proksi agency costs yang terkait dalam teori agensi yaitu institutional ownership (kepemilikan institsional), insider ownership (kepemilikan manajerial), dan dispersion of ownership (penyebaran kepemilikan). Kepemilikan institusional dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi agency cost antara pemegang saham dengan manajer. Kepemilikan institusional didefinisikan sebagai proporsi kepemilikan saham pada akhir tahun yang dimiliki oleh lembaga, seperti asuransi, koperasi, bank, atau institusi lain. Peningkatan aktivitas investor institusional dalam melakukan pengawasan terjadi karena adanya suatu kenyataan bahwa kepemilikan saham oleh institusional yang signifikan telah meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan tindakan secara kolektif. Jumlah agency costs banyak dipengaruhi oleh insider ownership, yaitu kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan. Penambahan jumlah kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manajemen, akan dapat menyelaraskan keinginan antara pihak manajemen dengan pemegang saham termasuk juga didalamnya kebijakan pembayaran dividen. Mekanisme pengawasan lain yang perlu dipertimbangkan yaitu proporsi kepemilikan saham pemegang saham di perusahaan. Rozeff (1982) berpendapat bahwa monitoring manajer oleh pemegang saham diartikan dengan kepemilikan yang menyebar (dispersion ownership), semakin banyak jumlah pemegang saham, maka kepemilikannya semakin menyebar. Bahwa ketika jumlah pemegang saham bertambah, maka masalah agency costs menjadi semakin tinggi, kebutuhan untuk memantau tindakan manajer juga tinggi. Jika dividen dapat mengurangi masalah ini maka diharapkan terdapat hubungan antara jumlah pemegang saham umum dengan rasio pembayaran dividen. Aturan baru pencatatan (listing) emiten di BEI
3
menyatakan bahwa emiten harus menjaga jumlah saham publik sebanyak minimal 20 persen modal disetor dan minimal harus 100 juta saham. Selain agency cost, yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah risiko pasar (market risk). Risiko yang dihadapi perusahaan terdiri dari dua komponen, yakni risiko yang dapat didiversifikasi dan risiko yang tidak dapat didiversifikasi atau tidak dapat dieliminasi. Risiko yang tidak dapat dieliminasi disebut dengan risiko pasar (systematic risk), yakni risiko yang tetap ada setelah didiversifikasi. Risiko pasar (market risk) berasal dari faktor-faktor yang secara sistematis mempengaruhi sebagian besar perusahaan seperti inflasi, resesi, dan tingkat suku bunga yang tinggi. Karena kebanyakan saham akan dipengaruhi secara negatif oleh faktor-faktor ini, maka risiko pasar tidak dapat dieliminasi oleh diversifikasi. (Brigham dan Houston, 2006 : 238) Dalam keputusan pembagian dividen perlu dipertimbangkan pula kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan. Setiap entitas bisnis dalam menjalankan usahanya selalu memiliki harapan untuk tetap going concern. Pertumbuhan yang selalu meningkat serta bertambahnya nilai aset perusahaan diharapkan tercapai sesuai dengan ekspektasi atau peramalan perusahaan. Pertumbuhan perusahaan menurut Smith dan Watts (1992) dalam Adam dan Goyal (2007) dapat diproksikan dengan berbagai macam kombinasi nilai set kesempatan investasi (IOS : Investments Opportunity Set). Perusahaan dengan pertumbuhan tinggi membutuhkan lebih banyak dana karena terdapat banyak kesempatan invesatasi. Perusahaan harus menentukan dari mana dana yang akan digunakan untuk membiayai investasi tersebut, apakah dibiayai dari hutang, atau dari modal sendiri (ekuitas), atau kombinasi dari keduanya. Bila kebijakan pendanaan yang diambil adalah kebijakan leverage rendah maka biasanya perusahaan harus membayarkan dividen rendah pula agar perusahaan dapat menahan diri dari penerbitan saham baru yang membutuhkan biaya penerbitan dan pemasaran sekuritas. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka masalah pokok yang diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah: Apakah agency cost, risiko pasar, dan kesempatan investasi mempunyai pengaruh (simultan dan parsial) terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di BEI selama periode 2005 - 2008. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh agency cost, risiko pasar, dan kesempatan investasi terhadap kebijakan dividen secara simultan dan parsial. 2. Diharapkan dapat menambah bukti empiris yang bisa memberikan dukungan teori yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen, dan pada bidang akademik dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan riset manajemen keuangan dan pasar modal, dan dapat menjadi salah satu acuan untuk penelitian berikutnya. 3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
4
a. Manajer, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan dividen . b. Investor atau calon investor dalam memilih saham-saham perusahaan yang bisa memberikan return berupa dividen yang realistis sebelum mereka menginvestasikan dananya pada suatu saham atau portfolio saham. TINJAUAN PUSTAKA Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Jensen dan Meckling (1976) Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Dalam manajemen keuangan, hubungan keagenan utama terjadi di antara (1) pemegang saham dan manajer dan (2) manajer dan pemilik utang (Brigham dan Houston, 2006 : 26). Masalah keagenan (agency problem) sebenarnya muncul ketika prinsipal kesulitan untuk memastikan bahwa agen bertindak untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Demsey dan Laber (1993) dalam Meythi (2005), masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh insider ownership. Insider ownership adalah pemilik perusahaan sekaligus menjadi pengelola perusahaan. Semakin besar insider ownership, perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer semakin kecil, mereka akan bertindak lebih hati-hati karena mereka akan ikut menanggung konsekuensi dari tindakan yang dilakukan. Shareholder dispersion atau penyebaran pemegang saham juga berperan di dalam masalah keagenan. Pemegang saham yang semakin menyebar kurang efektif dalam monitoring dan sulit untuk melakukan kontrol terhadap perusahaan (Jensen dan Meckling : 1976). Akibatnya masalah keagenan muncul terutama karena adanya asymmetric information. Sebaliknya pemegang saham yang semakin terkonsentrasi pada satu atau beberapa pemegang saham saja akan mempermudah monitoring dan kontrol terhadap kebijakan yang diambil pengelola perusahaan sehingga dapat mengurangi asymmetric information dan mengurangi masalah keagenan. (Moh’d et. al. (1995) dalam Meythi (2005). Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Akibat dari munculnya mekanisme pengawasan tersebut menyebabkan timbulnya suatu biaya yang disebut agency cost, yang meliputi monitoring cost, bonding cost dan residual losses. Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Manos (2002), agency cost diproksikan dengan ukuran prosentase kepemilikan saham oleh berbagai kelompok yaitu institutional ownership, insider ownership, dan ownership dispersion (publik), berdasarkan proseetase kepemilikan saham dari setiap kelompok tersebut. Risiko Pasar Risiko adalah variabilitas atas antisipasi terhadap return yang diukur dengan standar deviasi. Risiko yang dihadapi perusahaan terdiri dari dua 5
komponen, yakni risiko yang dapat didiversifikasi dan risiko yang tidak dapat didiversifikasi atau tidak dapat dieliminasi. Risiko yang dapat didiversifikasi disebabkan disebabkan oleh kejadian acak seperti perkara hukum, pemogokan, program pemasaran yang berhasil dan gagal, dan peristiwa-peristiwa lain yang khusus bagi suatu perusahaan tertentu. Karena bersifat acak, pengaruh berbagai peristiwa ini pada suatu portofolio dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi - peristiwa merugikan yang terjadi pada satu perusahaan akan dihilangkan oleh peristiwa menguntungkan di perusahaan lain. Risiko pasar (market risk), di lain pihak, berasal dari faktor-faktor yang secara sistematis mempengaruhi sebagian besar perusahaan seperti inflasi, resesi, dan tingkat suku bunga yang tinggi. Karena kebanyakan saham akan dipengaruhi secara negatif oleh faktor-faktor ini, maka risiko pasar tidak dapat dieliminasi oleh diversifikasi. (Brigham dan Houston, 2006 : 238) D’Souza dan Saxena (1999) menggunakan beta sebagai indikator risiko pasar. Beta merupakan pengukur risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar (Jogiyanto, 2008 : 357). Reni dan Achmad (2006) menyatakan : peningkatan beta mencerminkan semakin tingginya risiko pasar. Semakin tinggi tingkat risiko yang harus ditanggung perusahaan, maka akan semakin sulit bagi perusahaan tersebut untuk memperoleh dana eksternal. Sehingga, perusahaan harus membiayai kebutuhan investasinya dengan menggunakan dana internal, sehingga dividen yang dibagikan menjadi semakin kecil. Sesuai teori risk dan return, semakin tinggi tingkat risiko suatu perusahaan maka semakin besar return yang diinginkan oleh investor. Apabila risiko yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan return yang tinggi pula, maka tidak akan pernah ada investor yang mau berinvestasi di perusahaan tersebut. Dalam penelitian ini risiko pasar yang diukur dengan beta (systematic risk) dihitung dengan rumus (Jogiyanto, 2008 : 365): ̅ )( ̅ ) ∑ ( ∑
(
̅
)
Dimana: Ri = Return sekuritas ke-i (indeks harga saham individual) ̅ = Rata-rata indeks harga saham individual RM = Return pasar (indeks harga saham gabungan atau IHSG) ̅ = Rata-rata IHSG Kesempatan Investasi Munculnya istilah set kesempatan investasi / Investment Opportunity Set (IOS) dikemukakan oleh Myers (1977) yang dikutip oleh Gaver dan Gaver (1993) yang memandang nilai suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi assets in place (aset yang dimiliki) dengan investment options (pilihan investasi) pada masa depan. Gaver dan Gaver (1993) juga mengutip dari Kole (1991) yang menyatakan nilai investment options ini tergantung pada discretionary expenditures yang dikeluarkan manajer di masa depan, sedangkan assets in place tidak memerlukan investasi semacam itu. Pilihan-pilihan investasi di masa yang akan datang ini
6
kemudian dikenal dengan set kesempatan investasi atau investment opportunity set (IOS). Apabila kondisi perusahaan sangat baik, manajemen cenderung lebih memilih investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan, bahkan untuk mengatasi masalah underinvestment. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami pertumbuhan lambat cenderung membagikan dividen lebih tinggi untuk mengatasi masalah overinvestment (Michell : 2007). Adam dan Goyal (2007) menyatakan meskipun investment opportunities memainkan peranan penting di dalam literatur keuangan korporat, akan tetapi tidak ada konsensus tentang bagaimana mengukur nilai investment opportunities perusahaan. Masalahnya adalah investment opportunities perusahaan umumnya tidak dapat diobservasi dari pihak luar. Oleh karena itu para peneliti menggunakan variabel-variabel proksi. Atas dasar skala relatif, market-to-book asset ratio nampaknya menjadi variabel terbaik untuk proksi kesempatan investasi. Rasio ini menguraikan tentang sebuah a firm’s mix of assets in place dan investment opportunities. Nilai buku atas asset adalah sebuah proksi untuk asset yang dimiliki (asset in place) dan nilai pasar atas asset adalah proksi yang menunjukkan asset in place dan investment opportunities. Oleh karena itu rasio yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki banyak investment opportunities relatif terhadap assetnya. Sesuai dengan hasil penelitian Adam dan Goyal (2007) bahwa market-tobook asset ratio merupakan variabel terbaik untuk proksi investment opportunities, maka dalam penelitian ini variabel kesempatan investasi akan diberi simbol M/B ASS dengan menggunakan proksi market-to-book asset ratio, diperoleh dengan cara: (∑ )
Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Van Horne dan Wachowicz (2007 : 270) menyatakan kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividen-payout ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Akan tetapi dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen saat ini. Jadi, aspek utama dari kebijakan dividen perusahaan adalah menentukan aloksai laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba ditahan perusahaan. Kebijakan dividen yang menggambarkan besarnya dividen yang dibagikan kepada investor, diukur dengan dividend payout ratio, yakni berapa besar persentase dividen yang dibagi dari Earning After Tax (EAT) : 7
Teori-teori tentang Kebijakan Dividen Brigham dan Houston (2006: 70-72) menyatakan terdapat tiga teori dari preferensi investor terhadap kebijakan dividen: 1. Teori Irelevansi Dividen (dividend irrelevance theory) Teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. 2. Teori The Bird-In-The-Hand Bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari capital gain, karena komponen dividend yield, D1/P0, risikonya lebih kecil daripada komponen g dalam persamaan total required of return, ks=D1/P0+g. 3. Teori Preferensi Pajak Litzenberg menyatakan bahwa investor lebih menyukai laga ditahan dibandingkan dividen sebab preferensi pajak yang ditetapkan atas capital gain. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan harus mempertahankan pembayaran dividen pada level rendah jika mereka ingin memaksimalkan harga saham. Brigham dan Houston (2006 : 75-78) juga menambahkan dua isu teoritis lainnya tentang kebijakan dividen: 1. Hipotesis kandungan informasi atau pengisyaratan (information, or signaling content): teori ini berdasarkan asumsi bahwa bahwa manajer mempunyai informasi yang lebih baik mengenai prospek masa depan daripada pemegang saham. Teori ini yang menyatakan bahwa investor menganggap perubahan dividen sebagai isyarat dari prakiraan manajemen atas laba. 2. Pengaruh klientele (clientele effect) Teori ini menyatakan bahwa individual dan institusional yang membutuhkan current income akan berinvestasi di perusahaan yang memiliki pembayaran dividen tinggi. Pengaruh clientele menyatakan kecenderungan suatu perusahaan untuk menarik sekelompok investor yang menyukai kebijakan dividennya. Keown et.al (2005 : 155-160) menambahkan teori dividen yang lain: 1. The Residual Dividend Theory Teori ini menyatakan bahwa dividen dibayar hanya jika tidak semuanya digunakan untuk tujuan investasi, berarti, hanya ketika ada residual earnings setelah pendanaan investasi baru. 2. Asimetris Informasi (information asymmetry) Bahwa manajemen sering kali memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan yang tidak dimiliki oleh pemegang saham. Investor menggunakan kebijakan dividen sebagai signal tentang kondisi finansial perusahaan, khususnya earning power. 3. The Clientelle Effect
8
Teori ini menyatakan bahwa individual dan institusional yang membutuhkan current income akan berinvestasi di perusahaan yang memiliki pembayaran dividen tinggi. 4. Agency Cost Teori ini diturunkan dari konflik kepentingan antara manajer (agen) dan pemegang saham luar (principal). Konflik ini mengarah pada biaya keagenan. Teori keagenan mengatakan bahwa mekanisme dividen menyediakan insentif bagi manajer untuk menurunkan biaya yang berkaitan dengan hubungan principal/agen. Salah satu cara untuk mengurangi biaya keagenan adalah meningkatkan dividen. Membayar dividen yang lebih besar akan menurunkan arus kas internal yang mungkin digunakan manajemen untuk kepentingannya sendiri dan akan memaksa perusahaan untuk mencari lebih banyak pendanaan eksternal. Jadi, pembayaran dividen sebagai alat untuk memonitor dan mempertanggungjawabkan kinerja manajemen. 5. Expectation theory Bagaimana harga pasar merespon tindakan manajemen tidak ditentukan oleh tindakan itu sendiri; tetapi juga dipengaruhi oleh ekspektasi investor tentang keputusan akhir yang dibuat oleh manajemen. METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang sebagai penelitian deskriptif dan verifikatif melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang menggunakan data sekunder. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memperoleh deskriptif tentang agency cost, risiko pasar, kesempatan investasi, dan kebijakan dividen. Penelitian verifikatif bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel melalui suatu pengujian hipotesis. Data sekunder yang diambil berupa data times series dan cross sectional selama periode tahun 2005 – 2008 yaitu: laporan keuangan, catatan atas laporan keuangan, dan data lain yang bersumber dari: Indonesian Capital Market Directory tahun 2008, jsx statistic, fact book dari www.jsx.com dan annual report yang telah dipublikasi melalui www.idx.co.id. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2005 – 2008. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling, dimana sampel yang dipilih memenuhi kriteria yang ditentukan : a) Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2005 sampai dengan 2008 dan mempublikasikan laporan keuangan tahunannya secara rutin selama periode tersebut. b) Perusahaan membayar dividen secara kontinyu pada periode 2005-2008. c) Perusahaan tersebut memiliki data-data lain secara lengkap yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Dari 393 perusahaan yang terdaftar di BEI selama tahun 2005-2008, terdapat 34 perusahaan yang memenuhi kualifikasi untuk dijadikan sampel berdasarkan kriteria yang ditentukan (lampiran 1). Dari sampel sebanyak 34 perusahaan, terdapat 136 observasi (34 sampel x 4 tahun periode penelitian) yang akan digunakan dalam penelitian ini. Model regresi data panel yang digunakan: DPR = 0 + 1 INSTit + 2 INSHit + 3 PUBLIKit + 4 BETAit + 5 M/B ASSit + eit 9
Keterangan : DPR = Kebijakan Dividen (dividend payout ratio) INST = Persentase kepemilikan saham oleh institusional INSH = Persentase kepemilikan saham oleh komisaris dan direktur (insider ownership) perusahaan PUBLIK = Persentase kepemilikan saham oleh publik. BETA = Risiko pasar M/B ASS = market to book asset, merupakan proksi dari kesempatan investasi perusahaan i = perusahaan 1,2,3,…, n t = tahun 2005 - 2008 = Intersep (konstanta) 0 = Parameter yang dicari (i = 1,2,3) i e = Variabel pengganggu (error). Analisis Statistik untuk Pengujian Hipotesis Analisis statistik dilakukan dengan regresi panel data yang memenuhi asumsi klasik: tidak terdapat multkolinear, tidak terdapat heteroskedastis, dan tidak terdapat autokorelasi. (Gujarati, 1999). HASIL PENELITIAN Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Eviews 5.1 dengan Common effect model sebagai estimasi data panel. Metode Generalized Least Square (cross-section weighted) digunakan untuk mengatasi masalah adanya heteroskedastis. Berikut output Eviews 5.1 hasil pengolahan data: Tabel Output Regresi Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C INST? INSH? PUBLIK? BETA? MBASS?
-406.8666 4.481682 3.322913 4.302488 0.268931 1.582598
189.4243 1.896633 1.882422 1.902244 0.562413 0.746629
-2.147911 2.362967 1.765233 2.261796 0.478173 2.119657
0.0336 0.0196 0.0799 0.0254 0.6333 0.0359
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.661315 0.648288 20.18968 50.76741 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
52.99407 34.04365 52991.03 1.146760
Berdasarkan output regresi tersebut diperoleh estimasi model empiris sebagai berikut: 10
DPR = -406.8666 + 4.481682 INST + 3.322913 INSH + 4.302488 PUBLIK + 0.268931 BETA + 1.582598 M/B ASS Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai R2 sebesar 0,661315 yang berarti bahwa variabel independen yang digunakan dalam model ini dapat menerangkan 66% terhadap variabel dependennya, sedangkan sisanya sebesar 34% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Probabilitas F hitung menunjukkan hasil tersebut adalah signifikan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal yang ditetapkan dalam penelitian ini. Berdasarkan estimasi model di atas: 1. Kenaikan Institutional Ownership memberikan kontribusi yang positif terhadap kenaikan Dividend Payout Ratio sebesar 4,481682 Jadi setiap kenaikan Institutional Ownership sebesar 1 % akan meningkatkan Dividend Payout Ratio sebesar 4,48 %. Berdasarkan probabilitas t-Statistic < 0,05 menunjukkan pengaruh yang signifikan. 2. Variabel Insider Ownership memberi kontribusi yang positif terhadap Dividend Payout Ratio sebesar 3,322913. Jadi setiap kenaikan Insider Ownership sebesar 1% akan menurunkan Dividend Payout Ratio sebesar 3,32%. Berdasarkan probabilitas t-Statistic, menunjukkan pengaruh yang signifikan pada α = 0,1. 3. Variabel kepemilikan saham oleh publik memberi kontribusi yang positif terhadap kenaikan Dividend Payout Ratio sebesar 4,302488. Jadi setiap kenaikan kepemilikan saham oleh publik sebesar 1 % akan meningkatkan Dividend Payout Ratio sebesar 4,30 %. Berdasarkan probabilitas t-Statistic < 0,05 menunjukkan pengaruh yang signifikan. 4. Variabel Beta memberi kontribusi yang positif terhadap Dividend Payout Ratio sebesar 0,268931. Jadi setiap penurunan beta sebesar satu akan meningkatkan Dividend Payout Ratio sebesar 0,27 %. Berdasarkan probabilitas t-Statistic > 0,05 menunjukkan pengaruh tidak signifikan. 5. Variabel Kesempatan Investasi memberi kontribusi yang positif terhadap Dividend Payout Ratio sebesar 1,582598. Jadi setiap kenaikan sebesar 1 dari kesempatan investasi akan meningkatkan Dividend Payout Ratio sebesar 1,58 %. Berdasarkan probabilitas t-Statistic < 0,05 menunjukkan pengaruh yang signifikan. PEMBAHASAN 1. Uji t atas pengaruh Institutional Ownership terhadap Kebijakan Dividen menunjukkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan diantara keduanya. Berdasarkan hal ini dapat dinyatakan bahwa tax-based hypothesis berlaku di pasar modal Indonesia dimana investor lebih menyukai dividen dibandingkan dengan capital gain karena adanya pembebasan pajak. Di Indonesia dividen tidak termasuk obyek pajak penghasilan dalam hal penerima dividen adalah Perseroan Terbatas, BUMN, dan BUMD, yang kepemilikan sahamnya pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor. Jadi pembebasan pajak berlaku di Indonesia. Institutional ownership di Indonesia diartikan sebagai kepemilikan saham oleh lembaga, seperti asuransi, koperasi, bank, atau institusi lain. Sedangkan di luar negeri, institutional ownership diartikan sebagai fund management atau 11
2.
3.
4.
5.
manajer investasi yang mampu memantau pasar modal lebih efektif sebab melakukan aktivitas di pasar modal secara aktif. Jika pemilik institusional bersifat efektif di dalam monitoring manajemen, perusahaan dengan institutional ownership yang tinggi secara relatif lebih sedikit memperhatikan agency cost, dan karenanya akan membayar lebih sedikit dividen. Karena pengertian yang berbeda ini pula lah di Indonesia ketika institutional ownership tinggi, akan membayar lebih banyak dividen sebab institusional ownership bukan lembaga yang secara efektif dapat memantau kegiatan manajemen di pasar modal. Selain itu, tipe kepemilikan large shareholder di Indonesia juga merupakan institusional sehingga manajer mendistribusikan dividen lebih tinggi (Kouki dan Guijani : 2009). Pengaruh pengujian pengaruh Insider Ownership terhadap kebijakan dividen menunjukkan terdapat pengaruh yang positif akan tetapi tidak signifikan pada α = 0,05 (signifikan pada α = 0,1). Hasil ini menunjukkan bahwa perilaku manajer mengarah kepada bird-in-the-hand theory, sebagai dampaknya perusahaan memiliki sumber dana internal relatif rendah. Berdasarkan hasil pengujian pengaruh penyebaran kepemilikan saham (kepemilikan saham oleh publik) terhadap kebijakan dividen menunjukkan terdapat pengaruh yang positif signifikan pada α = 0,05. Bahwa meningkatnya penyebaran kepemilikan saham akan meningkatkan aksi kolektif pemantauan pengelolaan perusahaan sehingga dibutuhkan dividen sebagai alat pemantauan pasar modal. Berdasarkan hasil pengujian pengaruh Beta terhadap kebijakan dividen menunjukkan terdapat pengaruh yang positif akan tetapi tidak signifikan. Berdasarkan teori risk and return, semakin tinggi tingkat risiko suatu perusahaan maka akan semakin besar return yang diinginkan oleh investor. Apabila risiko yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan return yang tinggi pula, maka tidak akan pernah ada investor yang mau berinvestasi di perusahaan tersebut. Return perusahaan bisa berupa dividen ataupun capital gain. Namun berdasarkan pada bird-in-the-hand theory, investor lebih menyukai dividen dibandingkan dengan capital gain. Dengan demikian semakin tinggi risiko pasar maka dividend payout makin tinggi. Berdasarkan pengujian pengaruh variabel Kesempatan Investasi terhadap Dividen Payout Ratio menunjukkan terdapat pengaruh yang positif signifikan antara Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Dividen. Rasio dividen yang tinggi ketika kesempatan investasi juga tinggi adalah merupakan cara manajemen untuk menggambarkan kondisi perusahaan yang bagus dan profitable sehingga dapat ditindaklanjuti pihak eksternal sebagai informasi yang bagus sehingga memungkinkan perusahaan memperoleh dana dari pihak eksternal untuk membiayai peluang investasi tersebut.
KESIMPULAN 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara institutional ownership, insider ownership, kepemilikan saham oleh publik, beta, dan kesempatan investasi
12
terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2005 – 2008. 2. Berdasarkan Uji t, pengaruh masing-masing variabel independen terhadap Kebijakan Dividen menunjukkan: a. Variabel institusional ownership, kepemilikan saham oleh publik, dan kesempatan investasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kebijakan deviden pada α = 5%. b. Variabel insider ownership berpengaruh positif dan signifikan pada α = 10%. c. Variabel risiko pasar (beta) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan. SARAN-SARAN 1. Secara simultan variabel penelitian yaitu Institutional Ownership, Insider Ownership, kepemilikan saham oleh Publik, Risiko Pasar, dan Kesempatan Investasi secara signifikan mempengaruhi Kebijakan Dividen, sehingga bagi manajemen variabel-variabel ini bisa dijadikan pertimbangan ketika akan membuat kebijakan dividennya. 2. Terdapat pengaruh positif signifikan antara Institutional Ownership bisa dijadikan pegangan bagi investor terutama bagi tipe penghindar risiko untuk memilih saham-saham yang memiliki kepemilikan saham institusional tinggi karena perusahaan tersebut akan membayarkan dividen yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang memiliki kepemilikan saham institusionalnya rendah. 3. Saran untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini: Penelitian ini menggunakan periode waktu 4 tahun yaitu periode 2005 – 2008, dengan menggunakan lima variabel independen. Untuk itu dalam penelitian mendatang bisa digunakan periode waktu yang lebih lama dan menggunakan variabel independen yang lebih banyak sehinga dapat lebih menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. DAFTAR PUSTAKA Adam, Tim & Goyal, Vidhan K. 2007. The Investment Opportunity Set and Its Proxy Variables. Work paper melalui [04/03/2009] Brigham, Eugene F. & Houston, Joel F. 2006. Fundamentals of Financial Management. Tenth Edition (Manajemen Keuangan. Edisi Kesepuluh), Buku I. Terjemahan dari : Ali Akbar Yulianto. Jakarta : Salemba Empat. Brigham, Eugene F. & Houston, Joel F. 2006. Fundamentals of Financial Management. Tenth Edition (Manajemen Keuangan. Edisi Kesepuluh), Buku II. Terjemahan dari : Ali Akbar Yulianto. Jakarta : Salemba Empat. D’Souza, Juliet & Saxena, Atul K. 1999. Agency Cost, Market Risk, Investment Opportunities and Dividend Policy – An International Perspective. Managerial Finance, Volume 25, Number 6, pp. 35-45. 13
Gaver, Jennifer J, & Gaver, Kenneth M. 1993. Additional Evidence on The Association Between The Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend, and Compensation Policies, Journal of Accounting and Economics, Vol. 16, pp 125–160. Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics, 4th. Singapore: McGraw-Hill, International Edition. Indonesian Capital Market Directory, Annual Report, Bursa Efek Indonesia. 2008. Jensen, Michael C. & Meckling , William H. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, and Ownership Structure . Journal of Financial Economics, p.3-24. Jogiyanto. 2008. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Kelima. Yogyakarta BPFE. Keown, Arthur J., Martia, Jhon D. , Petty J. William,, Scott, David F., Jr. 2005. Financial Management, Principal and Application, 9th, Jilid 2. Terjemahan dari : Zuliani Dalimunthe. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia. Kouki, Monder & Guizani, Moncef. 2009. Ownership Structure and Dividend Policy Evidence from the Tunisisan Stock Market. Eouropean Journal of Scientific Research, Volume 25, No. 1, pp.42-53. Manos, Roni. 2002. Dividend Policy and Agency Theory: Evidence of Indian Firms Working Paper Series, paper No.41. Melalui [13/09/2008] Meythi. 2005. Konflik Keagenan: Tinjauan Teoritis dan Cara Menguranginya. Jurnal Ilmiah Akuntansi, Volume 4, No. 2, pp. 1-17 Michell Suharli. 2007. Pengaruh Profitability dan Investment Opportunity Set terhadap Kebijakan Dividen Tunai (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2003). Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.9, No. 1, pp. 9-17. Reni Yendrawati & Achmad Friady Dhailami. 2006. Pengaruh Insider Ownership dan Risiko Pasar terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Keuangan dan perbankan, Tahun X, No. 2, pp. 327-344.
14
Rozeff, Michael S. 1982. Growth, Beta and Agency Cost As Determinants of Dividend Payout Ratios The Journal of Financial Research, Volume V, No.3, pp.249-259, 1982 Van Horne, James C. & Wachowicz, Jhon M., JR. 2007. Fundamentals of Financial Management (Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan). Terjemahan : Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary. Jakarta : Salemba Empat.
Biodata Penulis Dedeh Sri Sudaryanti, S.E. adalah dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Sedang menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Uiversitas Padjadjaran Bandung.
15
Lampiran 1: Rincian Sampel yang digunakan: No.
Nama Perusahaan
1 Bakrie Sumatera Plantations Tbk. 2 International Nickel Indonesia Tbk. 3 Fast Food Indonesia Tbk. 4 Multi Bintang Indonesia Tbk. 5 Mayora Indah Tbk. 6 Gudang Garam Tbk. 7 Colorpak Indonesia Tbk. 8 Lautan Luas Tbk. 9 Trias Sentosa Tbk. 10 Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. 11 Citra Tubindo Tbk. 12 Lion Mesh Prima Tbk. 13 Lion Metal Works Tbk. 14 Supreme Cable Manufacturing Tbk. 15 Sumi Indo Kabel Tbk. 16 Astra Graphia Tbk. 17 Metrodata Electronics Tbk. 18 Hexindo Adiperkasa Tbk. 19 Tunas Ridean Tbk. 20 United Tractors Tbk. 21 Merck Tbk. 22 Unilever Indonesia Tbk. 23 Berlian Laju Tanker Tbk. 24 Rig Tenders Tbk. 25 Tigaraksa Satria Tbk. 26 Bank Central Asia Tbk. 27 Bank Danamon Tb. 28 Bank International Indonesia Tbk. 29 Bank Mandiri (persero) Tbk. 30 Adira Dinamika Multifinance Tbk. 31 BFI Finance Indonesia Tbk. 32 Mandala Multifinance Tbk. 33 Pembangunan Jaya Ancol Tbk. 34 Summarecon Agung Tbk. Sumber: ICMD (data diolah)
Kode UNSP INCO FAST MLBI MYOR GGRM CLPI LTLS TRST INTP CTBN LMSH LION SCCO IKBI ASGR MTDL HEXA TURI UNTR MERK UNVR BLTA RIGS TGKA BBCA BDMN BNII BMRI ADMF BFIN MFIN PJAA SMRA
16