PENGARUH ENZIM MANANASE DALAM RANSUM YANG MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DAN KOLESTEROL KUNING TELUR PUYUH
ARTIKEL ILMIAH
BETRIYA ELSA E10012120
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2017
1
PENGARUH ENZIM MANANASE DALAM RANSUM YANG MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DAN KOLESTEROL KUNING TELUR PUYUH
Oleh BETRIYA ELSA E10012120 Telah diuji di hadapan Tim Penguji Pada hari Juli 2017, dan dinyatakan LULUS Ketua Sekretaris Penguji Utama Anggota Penguji
: Ir. Berliana, MS : Prof. Dr. Ir. Hj. Zubaidah,MS : Dr. Ir. Agus Budiansyah, MS : 1. Dr. Drh. Sri Wigati. MAgrSc 2. Dr. Ir. Noferdiman, MP
Menyetujui: Pembimbing Utama,
Pembimbing Pendamping,
Ir. Berliana, MS
Prof. Dr. Ir. Hj. Zubaidah, MS
NIP. 196003201985032002
NIP. 195204151979032001
Tanggal:
Tanggal:
Mengetahui: Pembantu Dekan I,
Ketua Jurusan/Program Studi
Dr.sc.agr.Ir.Teja Kaswari, M.Sc
Ir.Darmawan, M.P.
NIP. 196612151992031002
NIP. 195706151987101001
Tanggal:
Tanggal: 2
PENGARUH ENZIM MANANASE DALAM RANSUM YANG MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DAN KOLESTEROL KUNING TELUR PUYUH Disajikan oleh: Betriya Elsa (E10012120), dibawah bimbingan : Ir. Berliana, MS1) dan Prof.Dr.Ir.H.Zubaidah,MS2 Program Studi Peternakn Fakultas Peternakan Universitas Jambi Jln. Jambi – Ma. Bulian KM 15 Mendalo Darat, Jambi 36361 ABSTRAK Enzim mananase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis substrat manan menjadi manooligosakarida dan sedikit manosa, glukosa dan galatosa.Bungkil inti sawit merupakan salah satu sumber bahan pakan yang sangat berlimpah, namun penggunaan terhadap unggas terkendala kandungan serat kasar yang tinggi oleh sebab itu perlu dilakukan pengolahan agar dapat digunakan oleh unggas. Salah satunya dengan suplementasi enzim mananase untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan protein bungkil inti sawit. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan enzim mananase pada ransum yang mengandung Bungkil Inti Sawit terhadap kandungan lemak dan kolesterol kuning telur puyuh. Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan produksi ternak unggas dan laboratorium terpadu departemen ilmu nutrisi dan teknologi pakan yang dilakukan selama 2 bulan, dari tanggal 17 agustus 2016 sampai 19 oktober 2016. Penelitian inimengguankan puyuh betina umur 3minggu sebanyak 200 ekor. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 3. Faktor A adalah level penggunaan enzim (0% dan 0,10%) dan faktor B adalah level BIS (0%, 10% dan 20%), setiap perlakuan terdiri atas 4 ulangan. Peubah yang diamati yaitu konsumsi ransum, kandungan lemak dan kolesterol kuning telur puyuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian enzim mananase pada level 0,1% dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit sampai level 20% tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, kandungan lemak, dan kolesterol kuning telur puyuh. Disimpulkan bahwa enzim mananase pada level 0,1% dapat digunakan dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit sampai level 20%. Kata kunci : Bungkil inti sawit, enzim mananase Keterangan : 1 Pembimbing Utama 2 Pembimbing Pendamping PENDAHULUAN Salah satu penyebab tinginya harga pakan di Indonesia adalah sebagian besar bahan dasar pakan masih diimpor. Untuk menekan biaya produksi perlu diupayakan penggunaan bahan lokal yang belum umum digunakan diantaranya, harga murah , mudah didapat, nilai gizinya cukup baik serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satunya adalah pemanfaatan hasil sampingan limbah industri perkebunan kelapa sawit yaitu bungkil inti sawit (BIS) sebagai bahan baku penyusun ransum ternak unggas.
3
Bungkil inti sawit atau palm kernel cake merupakan hasil ikutan pada proses pemisahan minyak inti sawit dengan jumlah mencapai 45–46 % dari inti sawit atau 4–5% dari tandan buah segar. Luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi pada tahun 2014 adalah 688.810 Ha dengan produksi 1.857.260 ton (Kementerian Pertanian Direktorat Perkebunan, 2014). Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit tiap tahunnya di Provinsi Jambi. Berdasarkan data tersebut,bungkil inti sawit mempunyai peluang cukup besar dalam penyediaan bahan pakan ternak dan khususnya ternak unggas mengingat bungkil inti sawit masih mengandung nutrisi yang cukup baik terutama kandungan protein dan energinya yang cukup tinggi. Puspitawati (2012) melaporkan bahwa bungkil inti sawit memiliki kandungan zat – zat makanan yaitu SK 19,26%, PK 15,40%, LK 6,49%, Ca 0,56%, P 0,64% dan ME 2446 kkal/kg. Penggunaan bungkil inti sawit terkendala oleh tingginya serat kasar, dimana serat kasar sulit dicerna oleh unggas karena unggas tidak memiliki enzim pemecah serat. Serat kasar pada bungkil inti sawit terdiri dari selulosa (21,39%), hemiselulosa (50,37%) dan lignin (17,52%) (Sembiring, 2006). Kandungan dari hemiselulosa adalah manan dan xilan. Komposisi manan adalah 56% dari total hemiselulosa. Manan merupakan salah satu bentuk polisakarida yang banyak ditemukan di alam dalam bentuk glukomanan dan galaktomanan (De Vries, 2003, melauiSigres, 2015). Manan merupakan komponen utama penyusun hemiselulosa yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 subfamili : manan, glukomanan galaktomanan, galaktoglukomanan (Petkowiez, 2001, melalui Sigres, 2015). Enzim mananase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis substrat manan menjadi manooligosakarida dan sedikit manosa, glukosa dan galatosa (Dhawan dan Kaur, 2007; Songsiriritthigul et al., 2010, melalui Sigres, 2015). Hidrolisis subtrat manan dengan enzim mananase dapat menghasilkan produk yang bermanfaat. Oligosakarida berupa manooligosakarida yang berpotensi sebagai prebiotik. Pada industri pangan, enzim mananase dapat digunakan untuk produksi prebiotik. Enzim mananase dapat dimanfaatkan sebagai campuran dalam pakan ternak (ungga) sehingga meningkatkan nilai gizi dan konversi bahan pakan kaya manan (Downie, 1994, melalui Sigres, 2015). Penambahkan enzim diharapkan terjadi secara langsung dalam saluran pencernaan untuk mengurangi sifat viskositas digesta dalam saluran pencernaan ayam (Smits et al., 1997). Chiang et al., (2005) juga menyatakan enzim pencerna serat (β-mannanase, β-galaktosidase, dan selulase) dapat menurunkan sifat viskositas digesta akibat mengkonsumsi pakan berserat. Serat kasar dapat mengurangi absorbsi lemak sehingga deposisi lemak kedalam tubuh ayam dapat ditekan (Sutardi, 1992). Serat memiliki kemampuan untuk mengikat kolesterol sehingga kandungan kolesterol pada feses meningkat (Adrizal dan Ohtani., 2002). Pemanfaatan enzim mananse dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit dapat menurunkan serat kasar. Walaupun demikian, penggunaan enzim mananase dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit diharapkan tidak mempengaruhi kandungan lemak dan kolesterol kuning telur. MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini bertempat di kandang percobaan produksi ternak unggas Fakultas Peternakan Universitas Jambi, dan berlangsung selama 2 bulan, dimulai pada tanggal 17 Agustus 2016 sampai 19 Oktober 2016. Analisis Kandungan Lemak dan Kolesterol kuning telur puyuh di lakukan di laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut pertanian Bogor (IPB).
4
Materi dan peralatan Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak puyuh betina umur 3 minggu sebanyak 200 ekor yang didatangkan dari kerinci. Enzim Mannanase yang mengandung β-mannanase dari Bacillus lentus(159.7 MU/kg) produk Elanco Animal Health, IN, USA. Ransum yang digunakan adalah ransum yang disusun sendiri. Bahan–bahan yang digunakan untuk menyusun ransum adalah Bungkil inti sawit, jagung kuning, dedak, dan konsentrat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang baterai terdiri dari 24 unit kandang dengan ukuran 1m x 0,4m x 0,5m yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum dan lampu pijar, tiap unit kandang di isi 7 ekor puyuh. Pada sekeliling kandang dipasang tirai hitam. Sebelum puyuh masuk, tiap unit kandang diberi label perlakuan, penentuan perlakuan pada unit kandang dilakukan secara acak. Timbangan yang digunakan merk kris chef dengan ketelitian 0,1 gram yang digunakan untuk menimbang pakan, bobot puyuh dan telur. Analisis lemak kuning telur menggunakan metode pengujian Karl Fischen, analisis kandungan Kolesterol kuning telur puyuh menggunakan metode LiebermannBurchard. Metode Penelitian Perlakuan pada penggunaan enzim mananase dalam ransum yang mengansung bungkil inti sawit dimana level enzim mananase yang digunakan adalah 0% dan 0,10%, sedangkan level bungkil inti sawit yang digunakan adalah 0%, 10% dan 20%. Ransum yang akan digunakan disesuaikan dengan kebutuhan dari ternak puyuh berdasarkan kebutuhan nutrisi dengan rekomendasi NRC (1994). Komposisi Bahan pakan penyusun ransum dan kandungan nutrisi ransum dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Komposisi Bahan Penyusun dan Kandungan Nutrien Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit (%) Bahan Jagung halus Dedak Kosentrat Bungkil Inti Sawit Total Komposisi Nutrisi* Energi Metabolis (Kkal/Kg) Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar Ca P
R0 38 10 52 0 100
R1 35 6 49 10 100
R2 30 3 47 20 100
2792 21,05 4,63 5,5 4,26 0,92
2792,5 20,93 4,88 6,64 4,05 0,94
2765,6 21,05 5,19 7,89 3,92 0,95
Penggunaan enzim mananase (0% dan 0,10%) pada setiap ransum, sehingga kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut: E0R0 : Enzim mannanase 0 % dalam ransum tanpa BIS E0R1 : Enzim mannanase 0 % dalam ransum dengan BIS 10% E0R2 : Enzim mannanase 0 % dalam ransum dengan BIS 20% E1R0 : Enzim mannanase 0,10% dalam ransum tanpa BIS E1R1 : Enzim mannanase 0,10% dalam ransum dengan BIS 10% E1R2 : Enzim mannanase 0,10% dalam ransum dengan BIS 20% 5
Koleksi telur dilakukan selama 2 hari terakhir penelitian, terutama pada produksi hari terakhir. Telur yang digunakan sebanyak 2 butir dari setiap ulangan yang memiliki berat rata– rata untuk dijadikan sampel dalam analisis kandungan lemak dan kolesterol kuning telur puyuh. Analisis kandungan lemak dan kolesterol telur dilakukan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 3. Faktor A adalah level Enzim dalam ransum 0% dan 0,10% dan Faktor B adalah level Bungkil Inti Sawit 0%, 10% dan 20%, dengan 4 ulangan, sehingga diperoleh 24 unit percobaan. Model persamaan analisis ragam (ANOVA) dua arah yaitu sebagai berikut: Yijk = µ + Ai + Bj + (A x B) ij + Eijk µ = nilai tengah umum dari pengamatan i = 1, 2, 3, 4, 5, 6 (banyaknya perlakuan) j = 1, 2, 3, (banyaknya ulangan) Bi = Pengaruh taraf pemakaian BIS Eij = Pengaruh taraf pemakaian enzim B x E = Interaksi antara pemakaian BIS dan enzim Eijk = Galat percobaan Peubah Yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, kandungan kolesterol, dan lemak yang ada pada telur puyuh. 1. Konsumsi ransum (gr/ekor/hari) Konsumsi ransum yaitu selisih antara jumlah pakan yang di berikan dengan sisa ransum dalam satu waktu. Konsumsi dihitung mulai umur 7-12 minggu. 2. Kadar lemak (%) Telur yang digunakan sebanyak 2 butir yang diambil pada 2 hari terakhir penelitian. Metode analisis yang digunakan untuk melihat kadar lemak pada telur yaitu dengan metode Dekstruksi Lemak Karl Fischer 3. Kadar kolesterol (mg/gram) Telur yang digunakan sama dengan telur pada analisis kandungan lemak kuning telur. Metode analisis yang digunakan untuk melihat kadar kolesterol pada telur yaitu dengan metode Liebermann – Burchard Analisis data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA), sesuai dengan rancangan acak lengkap faktorial.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh enzim mananase dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit terhadap kandungan lemak dan kolesterol kuning telur puyuh disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Konsumsi ransum, Kandungan Lemak dan Kolesterol kuning telur puyuh Perlakuan Enzim (%) 0% 0,10% Bis (%) 0% 10% 20% Enzim x BIS (%) 0% x 0% 0% x 10% 0% x 20% 0,10% x 0% 0,10% x 10% 0,10% x 20%
Parameter Konsumsi Ransum (gr/ekor/hari) 21,69 ± 0,63 20,85 ± 1,63
Lemak Kuning Telur (%) 9,25 ± 0,84 9,03 ± 0,63
Kolesterol kuning telur (mg/gram) 6,46 ± 0,88 6,31 ± 0,88
21,56 ± 0,86 21,49 ± 1,51 20,76 ± 1,40
9,25 ± 0,84 9,19 ± 0,76 8,99 ± 0,64
6,49 ± 0,73 6,48 ± 0,83 6,21 ± 1,11
22,01 ± 0,03 22,00 ± 0,09 21,06 ± 0,81 21,11 ± 1,09 20,97 ± 2,15 20,46 ±1,91
9,30 ± 0,97 9,35 ± 0,82 9,10 ± 0,93 9,20 ± 0,82 9,02 ± 0,80 8,88 ± 0,30
6,56 ± 0,81 6,61 ± 0,77 6,22 ± 1,25 6,41 ± 0,76 6,34 ± 0,97 6,19 ± 1,12
Konsumsi ransum Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan level enzim 0% dan 0,10% dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum pada ternak puyuh. Begitupula pada penggunaan level BIS 0%, 10% dan 20% dalam ransum menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Artinya penggunaan BIS tidak berdampak negatif terhadap konsumsi ransum hingga level 20% di dalam ransum. Hal ini diduga ransum yang digunakan mempunyai kandungan nutrisi yang relatif sama dengan kontrol. Menurut Nort dan Bell (1990) faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan harian unggas adalah suhu lingkungan, kandungan energi dan kapasitas tembolok. Wahju (1992) menyatakan bahwa terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap konsumsi harian ransum yaitu kandungan energi metabis ransum dan suhu lingkungan. Pada interaksi antara enzim mananase dan BIS terlihat bahwa konsumsi ransum puyuh tidak berbeda nyata (P>0,05) Hal tersebut dikarenakan tidak adanya sinergis kerja antara enzim mannanase dengan BIS yang mengandung mengandung manan. Kondisi ini diduga karena manan yang ada dalam BIS rendah, sehingga kerja enzim mannanase tidak tampak. Konsumsi ransum pada ternak puyuh sesuai dengan pendapat Sunarno (2004) yang menyatakan konsumsi ransum puyuh fase layer berkisar 21– 24 g/ekor/hari. Lemak kuning telur puyuh Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan level enzim 0%, dan 0,10% dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan lemak pada kuning telur. Penambahan enzim dalam ransum ditujukan untuk meningkatkan kecernaan 7
bahan kering, protein kasar dan energi metabolisme. Penggunaan level bungkil inti sawit 0%, 10%, dan 20% dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) pada kandungan lemak kuning telur puyuh. Kandungan serat dalam ransum yang disuplementasi BIS masih dalam batas normal dan masih dapat ditoleransi oleh puyuh. Menurut Sutardi (1992) serat kasar dapat mengurangi absorbsi lemak sehingga deposisi lemak kedalam tubuh ayam dapat ditekan. Begitupula pada interaksi antara enzim mananase dan BIS menunjukkan tidak ada pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan lemak pada kuning telur puyuh. Kandungan lemak dalam ransum perlakuan masih dalam batas kebutuhan puyuh, dimana lemak yang dikonsumsi oleh ternak sebagian akan dideposit kedalam kuning telur. Menurut Zarehdaran et. al (2004) Komposisi pakan memiliki pengaruh sangat besar dalam pembentukan lemak dalam tubuh ternak. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Matsura (2001) yang menyatakan faktor yang mempengaruhi kadar lemak telur diantaranya adalah komposisi pakan yang diberikan.. Rata – rata kandungan kolesterol kuning telur puyuh hasil penelitian yaitu 8,88 – 9,35%. Sedangkan kontrol 9,30 mg/gr, walaupun pada perlakuan E0R1 menunjukkan kandungan lemak kuning telur lebih tinggi dari kontrol. Standar kandungan lemak kuning telur puyuh dari USDA (2016) yaitu 11,09%. Hasil penelitian Latif dkk (2011) pada perlakuan kontrol menghasilkan kandungan lemak pada kuning telur puyuh yaitu 8, 46%. Begitupula pada penelitian Mawaddah (2011) pada perlakuan kontrol menghasilkan kandungan lemak sebesar 4,62%. Menurut daftar komposisi bahan makanan (1989) kuning telur puyuh memiliki kandungan lemak 8,2%. Kolesterol kuning telur puyuh Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan level enzim 0%, dan 0,10% dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan kolesterol pada kuning telur puyuh, begitu pula pada penambahan level bungkil inti sawit 0%, 10% dan 20% dalam ransum yang menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05) Hal yang sama terlihat pula pada interaksi antara enzim mananase dengan bungkil inti sawit dalam ransum yang menunjukkan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kandungan kolesterol pada kuning telur puyuh. Ini di karenakan komposisi dari ransum yang diberikan masih dalam batas kebutuhan dari ternak puyuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Piliang dan Djojosoebagio (1990) kadar lemak dalam pakan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi kolesterol dalam telur. Pendapat ini didukung pula oleh Zarehdaran et al. (2004) menyatakan bahwa komposisi pakan memiliki pengaruh sangat besar dalam pembentukan lemak dalam tubuh ternak. Rata –rata kandungan kolesterol kuning telur puyuh hasil penelitian berkisar 6,19 – 6,61 mg/gr. Sedangkan kontrol 6,56 mg/gr, walaupun pada perlakuan E0R1 menunjukkan kandungan kolesterol lebih tinggi dari kontrol. Namun hasil penelitian yang diperoleh terbilang lebih rendah dibandingkan dengan standar kandungan kolesterol dari USDA (2016) dimana standar kandungan kolesterol telur puyuh yaitu 8,44 mg/gram. Hasil penelitian Nastiti dkk (2014) pada perlakuan kontrol menghasilkan kandungan kolesterol 10,62 mg/gr. Begitu pula pada penelitian Aviati dkk (2014) pada perlakuan kontrol kandungan kolesterol yang diperoleh yaity 8,69 mg/gr. Michalska dan Stepinska (1996) menyatakan bahwa kandungan kolesterol kuning telur puyuh yaitu 14,3 – 18,2 mg/gram kuning telur. Menurut Dwiloka (2003) nilai kolesterol kuning telur puyuh sekitar 21,39 mg/gram.
8
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Enzim mananase pada level 0,1% dapat digunakan dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit sampai level 20%. Saran Saran yang dapat berikan untuk penelitian ini adalah perlu penelitian lebih lanjut dengan menaikkan level enzim mannanase dan level BIS terhadap kandungan lemak dan kolesterol kuning telur puyuh.
9
DAFTAR PUSTAKA Bambang. 2003. Efek Kolesterolemix Berbagai Telur. Jurnal Media Gizi dan Keluarga Vol. 27 Hal 58-65 Chiang, C. C.,B.Yu. dan P.W.S. Chiou.2005.Effect ofxylanase Supplementation to wheatbased diet on the performans and nutrient availability of broiler chickens. Asianaustralas.J.Anim.Sci.21:1053-1058 De Vries R.P. 2003. Regulation of Aspergillus genes encoding plant cell wall polysaccharidedegrading enzymes; relevance for industrial production. Appl.Microbiol. Biotechnol.61:10-20. Dhawan S. Kaur J. 2007. Microbial mananases: an overview of production and applications.Critical Reviews in Biotechnology. 27:197–216. 2007. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata. Jakarta. Downie, B., H.W.M. Hilhorst., and J.D. Bewley. 1994. A New Assay for Quantifying Endoβ-D-Mananase Activitying Using Congo Red Dye. Phytochemistry 36:829-835. Latif A.S., Nuraini, Mirzah dan A. Djulardi. 2011. Pengaruh Campuran Ampas Sagu Ampas Tahu Fermentasi Dengan kapang Monascus Purpureus dalam ransum Terhadap Kualitas Telur Puyuh. Jurnal. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang. Matsura H.2001.Saponins in Garlic as Modifiers of The Risk of Cardiovascular Disease Jou Nutr. 131:1000S-1005S. Michalska E, Tepinska M. 1996. Egg Yolk HDL-Cholesterol content and its relation to total plasma and yolk cholesterol and some production traits in three lines of japanese quail.anim Sci Papers Rep. 14:141-146. National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington. D. C. North, M, O. & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed.Van Nostrand Reinhold, New York. Petkowiez C.L.O.2001.Linier Mananasenin the Endosperm of Schizolobium amazonicum. Carbohyd Polym 44, 107-112. Pilliang WG, Djojosoebagio S. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume I. Ed Ke-2. Bogor (10). IPB Pr. Puspitawati, M. 2012. Pengaruh Penggantian Ransum Komersil Dengan Bungkil Inti Sawit Fermentasi oleh Jamur Pleurotus ostreatus Terhadap Bobot Karkas, Lemak abdomen Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi. Schrezenmeir J, M. de Vrese. 2001. Probiotics, Prebiotics, and Synbiotics Approaching a Definition. American Journal of Critical Nutrition, Vol. 73, No. 2, 361S-364S. 10
Sembiring, P. 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit dengan Phanerochaete chrysosporium dan Implikasinya terhadap Performans Ayam Broiler. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung. Sigres, D. P dan Sutrisno, A. 2015. Enzim Mananase dan Aplikasi di Bidang Industri. Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 3 No. 3 p.899-908 Songsiriritthigul C et al. 2010. Efficient recombinant expression and secretion of a thermostable GH26 mannan endo-1.4-ß-mannosidase from Bacillus licheniformis in Escherichia coli.Microbial Cell Factories 9:20. Sutardi. 1992. Pengawetan Pangan: Pendinginan dan Pengeringan. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Wang, C.H., P. Lai., M. E. Chen, and H. L. Chen.2008. Antioxidative capacity produced by Bifidobacterium- and Lactobacillus acidophilus-mediated fermentations of konjac glukomanan and glucomanan oligosaccharides. Journal of the Science of Food and Agriculture,88(7),1294-1300. Wyman C.E, S.R. Decker., M.E. Himmel., J.W. Brady., C.E. Skopec., L. Viikari. 2005. Polysaccharides: Structural Diversity and Functional Versatility.CRC Press Boca Raton, FL. 2005;953-1033. Zarehdaran. S., Vereijken. A.L.J., Van Arendonk.J.A.M., Van der Waijt.E.H. 2004. Estimation of genetic parameters for fat deposition and carcass traits in broilers. Poultry Science 83(4),521-525,2004.
11