Pengantar
Salah satu permasalahan pada kaum wanita adalah akan datangnya masa menopause, yang secara fisiologis berarti berhentinya produksi hormon esterogen dan progesteron. Wanita umumnya akan mengalami gejala-gejala khas dalam masa transisi ke usia menopause ini seperti timbulnya rasa panas tiba-tiba pada kulit (hot flashes), semakin jarangnya siklus menstruasi, sulit tidur, peningkatan sensitivitas kulit, rasa kering pada vagina, dan atau bertambahnya berat badan. Selain itu, terdapat gejala lain, yaitu timbulnya masalah-masalah psikologis seperti mood yang mudah berubah (mood swings), melambatnya kemampuan berfikir, dan berkurangnya kemampuan mengingat. Namun usia transisi ke menopause tidak hanya berkaitan dengan perubahan fisik yang disebabkan oleh terhentinya produksi hormon esterogen dan progesteron, seperti terhentinya fungsi maternal dan menguatnya tanda-tanda ketuaan pada penampilan. Peran wanita sebagai ibu rumah tangga merupakan sesuatu yang sangat penting di dalam masyarakat kita. Menurunnya fungsi dalam kehidupan sosial dan keluarga ketika anak-anak telah menjadi dewasa dan mandiri merupakan tambahan beban psikologis tersendiri bagi kaum wanita dalam usia menopause ini. Dengan banyaknya masalah yang dialami, baik fisik maupun psikologis, maka tak jarang wanita dalam fase kehidupan tersebut mengalami depresi (Indati, 1993). Rata-rata sejumlah 25% dari kaum wanita pernah mengalami depresi pada suatu masa dalam hidupnya (Kahn dkk, 2001). Jumlah ini jauh lebih tinggi daripada jumlah kasus depresi di kalangan pria.
Berbagai teori digunakan untuk menjelaskan bagaimana olahraga dapat bekerja mengurangi depresi. Mekanisme biologis seperti hipotesis mengenai peningkatan neurotransmiter, hormon endorphin, dan mekanisme thermal, serta mekanisme psikologis seperti pengalihan atau distraksi, dan peningkatan efikasi diri, ditemukan dan dikembangkan dengan harapan bahwa mekanisme-mekanisme ini menjadi kunci untuk memutuskan rantai gejala depresi gangguan mental yang menyebabkan disfungsi kerja kognitif dan afektif ini. Sayangnya, para peneliti yang lalu masih belum berhasil mejelaskan secara pasti bagaimana kerja mekanisme biologis bekerja pada manusia, dikarenakan keterbatasan dalam prosedur penelitian yang boleh dilakukan pada manusia. Pilihan lain jatuh pada hipotesis secara psikologis, yang membuat peneliti memutuskan untuk mengambil topik ini dalam penyelesaian studinya. Hal ini juga dilandasi oleh pemikiran bahwa penyebab depresi pada wanita usia menopause atau klimaterik ini memiliki faktor-faktor biopsikososial, sesuatu yang tidak cukup dipecahkan dengan menjelaskan mekanisme biologis yang terjadi pada subjek. Dengan melihat data yang ada, bahwa olahraga teratur dapat menjadi pengobatan
yang
sama
efektifnya
dengan
antidepresan,
penulis
ingin
mengaitkannya dengan fenomena depresi pada wanita usia menopause. Depresi, atau lebih tepatnya mood depresi, dapat merujuk kepada kata kesedihan, melankolia, atau ketidakbahagiaan. Kata depresi juga merujuk kepada keadaan mood yang relatif menurun yang dapat berlangsung beberapa jam atau beberapa hari. Hal ini berbeda dengan diagnosis medis dari depresi klinis (clinical depression). Namun, apabila mood depresif ini berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu dan disertai dengan gejala-gejala lain yang mengganggu tugas atau
kehidupan sehari-hari, ini dapat dipandang sebagai gejala dari depresi klinis, dysthimia, atau beberapa jenis gangguan mental, yang dapat disebut juga depresi sub-sindrom atau sub-syndromal depression (Wikipedia 2006). Atkinson dkk (1996) menjabarkan depresi sebagai gangguan afeksi yang memiliki ciri-ciri ketiadaan harapan, ketidakberdayaan yang berlebih-lebihan dan tidak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, atau memusatkan perhatian pada sesuatu yang menarik. Penderita selalu memikirkan kekurangan dan rasa tidak berartinya, tiba-tiba ingin menangis dan mungkin mencoba bunuh diri. Atkinson menyebutkan bahwa depresi merupakan respons normal terhadap berbagai stress kehidupan. Namun depresi dianggap abnormal apabila depresi itu di luar kewajaran dan berlanjut sampai saat-saat di mana kebanyakan orang sudah dapat pulih kembali. Berbeda dengan dua definisi di atas, Burns (1988) mendefinisikan depresi sebagai hal yang disebutkan Atkinson sebagai depresi yang abnormal. Sedangkan hal yang memiliki ciri-ciri yang disebut sebagai depresi yang normal oleh Atkinson didefinisikan sebagai “kesedihan”. Burns juga menambahkan bahwa yang membedakan antara kesedihan dengan depresi adalah pada depresi, terjadi distorsi kognitif dan pikiran negatif yang intensif yang pada gilirannya akan menghambat perkembangan dan kematangan kognitif dan emosional penderitanya. Dalam skalanya, Zung menyebutkan adanya 20 gejala umum dari depresi. Gejala-gejala tersebut adalah: 1)
Gangguan mood pada pagi hari
2)
Perasaan ingin menangis
3)
Problem tidur di malam hari
4)
Selera makan turun
5)
Kehilangan minat terhadap seks
6)
Penurunan berat badan
7)
Masalah pencernaan (konstipasi)
8)
Detak jantung lebih cepat
9)
Perasaan mudah lelah tanpa sebab
10) Kesulitan konsentrasi 11) Kehilangan minat terhadap kegiatan atau hobi 12) Perasaan tidak tenang atau resah 13) Pesimisme terhadap masa depan 14) Perasaan mudah tersinggung 15) Kesulitan membuat keputusan 16) Merasa tidak berguna dan dibutuhkan 17) Kehidupan terasa tidak bermakna 18) Perasaan ingin bunuh diri 19) Kehilangan kemampuan menikmati kegiatan sehari-hari. Secara umum gejala-gejala ini mempengaruhi lima faktor besar dalam depresi, yaitu mood depresif dan kecemasan, faktor kognisi atau pola pikir, aspek fisik yaitu permasalahan pada pencernaan dan nafsu makan, faktor intoleransi atau mudah tersinggung, dan faktor fungsi sosial dan interpersonal. Faktor mood depresif dan kecemasan meliputi aitem 1, 2, 4, 9. faktor kognisi diungkap dalam nomor aitem 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, dan 20. Sedangkan faktor gastrenterological atau permasalahan pencernaan diungkap melalui aitem 5, 7, dan 8. Perasaan mudah tersinggung atau terganggu diungkap pada nomor 2.
Faktor terakhir adalah faktor fungsi sosial dan interpersonal yang diungkap pada nomor 3, 6, 10, dan 19. Menurut Feldman (1997) menopause berarti suatu titik di mana wanita berhenti menstruasi, yang umumnya dalam usia sekitar 4 tahun. Sedangkan Hutton (Indaty, 1990) menyatakan bahwa masa menopause ditandai dengan masa transisi kurang lebih 5 tahun dari berhentinya fungsi reproduksi.
Definisi
menopause ini juga merujuk kepada masa klimaterik atau masa perubahan dalam masa tua (Wikipedia, 2006). Sedangkan Chaplin (1999) menyebutkan definisi menopause yaitu periode kehidupan pada seorang wanita dengan terhentinya menstruasi. Chaplin juga menyebutkan bahwa menopause bersinonim dengan klimaterik (climateric) dan istilah change of life. Namun istilah penyebutan periode ini masih bervariasi, tergantung dari peneliti atau penulis karya ilmiah. Istilah-istilah lain yang digunakan seperti multi-system-illness menurut Brincat dkk (Banger, 2002), second adulthood atau puber ke dua menurut Sies (Banger, 2002). Freize (Indaty 1993) menyebut bahwa secara normal wanita akan mengalami menopause antara usia 40-55 tahun. Sedangkan Rogers (Indaty 1993) menyebut bahwa biasanya menopause terjadi pada usia 47 tahun, namun bisa saja terjadi pada sebelum usia 45 tahun atau sesudah 50 tahun. Kemudian Soeprono (Indaty,1993) menyatakan bahwa biasanya menstruasi akan terhenti pada usia 4555 tahun, bersamaan dengan datangnya masa tua. Senada dengan itu, Diers (Sandelowski,1981) menyebutkan bahwa secara general menopause hadir antara usia 45 sampai dengan 55 tahun. Batasan usia 45 sampai dengan 55 tahun ini juga dinyatakan oleh Suhartono (F.K.UGM 1981) dalam makalah simposiumnya.
Scialli dan Berman (2001) menjelaskan proses biologis selama terjadinya menopause. Ketika seseorang bertambah usia, ovarium menjadi semakin kurang sensitif terhadap FSH atau Follicle-Stimulating Hormone, yaitu hormon yang merangsang kemasakan sel telur dan pelepasan esterogen. Kekurangpekaan terhadap FSH ini terus berlanjut seiring bertambahnya usia hingga pada tahap ketika sel telur tidak lagi matang maka tidak terjadi ovulasi dan juga level hormon esterogen tidak cukup tinggi untuk menyebabkan peluruhan pada dinding rahim. Namun tidak munculnya pendarahan sebenarnya bukan secara otomatis berarti tidak adanya sel telur atau tidak adanya hormon sama sekali, melainkan jumlah esterogen dam progesteron terlalu rendah untuk merangsang peluruhan dinding rahim. FSH sendiri diproduksi oleh kelenjar pituitary sebagai respons dari kadar esterogen dan inhibin (sejenis hormon ovarium yang lain) yang rendah pada masa ketika tidak ada sel telur yang matang. Akan tetapi dalam masa menopause ini, kelenjar pituitary tetap memproduksi FSH dan hal ini mengkibatkan peningkatan level FSH. Untuk menguji secara medis apakah seseorang berada pada masa menopause atau tidak, umumnya dilakukan pengujian terhadap kadar FSH dalam tubuh. Prosedur ini dilakukan untuk menentukan terapi apa yang tepat apabila seseorang mengalami gejala-gejala menopause. Sebagai contoh, apabila kadar FSH tinggi, maka kemungkinan kondisi yang terjadi adalah akibat proses menopause dan terapi hormon atau hormone replacement therapy dapat menjadi alternatif terapi bagi gejala-gejala yang dirasakan. Namun apabila ternyata kadar FSH rendah, maka kemungkinan gejala yang dirasakan adalah gejala psikologis klinis yang lebih serus dan memerlukan penanganan psikiater atau psikolog.
Kuntjoro (2002) menyebutkan gejala-gejala yang secara umum sama pada wanita usia menopause, seperti kekeringan pada vagina, berkeringat di malam hari, sulit tidur, kerapuhan pada tulang, badan menjadi gemuk, dan rawan penyakit. Sedangkan untuk gejala psikologis yang timbul dalam masa menopause, ia menyebutkan antara lain: ingatan menurun, kecemasan, mudah tersinggung, stress, dan depresi. Berbicara mengenai gejala psikologis, Kahn dkk (2001) menyatakan bahwa masalah mood, insomnia, dan hot flash merupakan hal yang umum terjadi pada usia klimaterik. Pada beberapa wanita, gejala-gejala ini dapat berkembang menjadi gangguan suasana hati atau mood disorder yang parah yang dikenal dengan major depression. Namun apabila kita melihat pada gejala-gejala menopause itu sendiri tanpa menilik tingkat keparahan simtom yang terjadi, dapat dilihat bahwa gejala-gejala dari Gangguan Depresi Mayor dan gejala-gejala klimaterik adalah mirip (Banger,2002). Selain itu di samping gejala-gejala fisik, muncul juga gejala-gejala psikologis pada masa menopause ini. Memang tidak semua wanita pada masa ini mengalami depresi klinis. Menurut konteks ini, beberapa gejala depresi muncul namun tidak cukup memenuhi keriteria atau tidak cukup parah untuk menegakkan depresi secara klinis, depresi jenis ini disebut depresi subsindromal (Banger,2002). Namun tentu saja, para wanita yang mengalaminya tetap merasakan betapa mengganggunya keadaan atau gejala yang dialaminya. Konsep bioslogi, sosial, psikologi ini kemudian mendasari penulis untuk memberi batasan definisi terhadap menopase secara lebih umum, yaitu proses secara keseluruhan usia menopause yang disebut juga sebagai klimaterik. Batasan
usia yang akan dipakai dalam penelitian ini berupa usia kalender, yaitu 45 sampai dengan 55 tahun mengingat bukan hanya faktor hormonal yang mengakibatkan kecenderungan depresi pada wanita usia menopause, melainkan faktor psikologi dan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, olah raga berarti “gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh (seperti sepak bola, berenang, lempar lembing)”. Sedangkan dalam bahasa inggris, dalam hal ini exercise, yang dapat diterjemahkan secara kasar sebagai latihan atau olah raga) mengandung arti kegiatan yang bertujuan untuk melatih diri (secara fisik). Definisi lainnya mengandung arti kegiatan (fisik) yang dilakukan dengan tujuan kesenangan dan latihan. Kegiatan fisik, dalam hal ini kegiatan yang memberikan hasil penguatan dan kebugaran tubuh secara awam kita sebut sebagai olah raga. Chaplin (1999) menyebutkan bahwa definisi exercise adalah kegiatan jasmaniah bagi otot-otot. Sarafino (1998) mendefinisikan olah raga sebagai tingkatan spesial dalam aktivitas fisik di mana seseorang menggunakan tubuhnya dalam cara yang terstruktur dan repetitif dengan tujuan kesehatan dan perkembangan kondisi tubuh. Merujuk dari kata exercise inilah kata olahraga dalam penelitian ini didefinisikan, dan penulis memberi kesimpulan bahwa batasan olahraga yang dipakai adalah berbeda dengan kegiatan fisik yang dilakukan sehari-hari. Olahraga haruslah merupakan kegiatan fisik yang disengaja dengan tujuan meningkatkan kebugaran, kekuatan otot-otot, dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik. Berbeda dengan kegiatan sehari-hari yang walaupun memiliki aspek kegiatan fisik, olahraga bukanlah sesuatu yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan tugastugas sehari-hari di rumah, sekolah, atau di tempat kerja, kecuali bagi orang-orang
yang bekerja dalam bidang olah raga dan melakukan kegiatan fisik ini sebagai rangkaian pekerjaannya. Ada beberapa tipe latihan olah raga, masing-masing dengan bentuk aktivitas dan tujuan fisik sendiri-sendiri. Sarafino (1998) membagi olah raga dalam dua kategori besar, yaitu: (1) kelompok isotonik, isometrik, dan isokinetik. (2) kelompok aerobik. Haskell dan Ribisl (Sarafino,1998) menyatakan bahwa olah raga yang ideal tentu tidak sama untuk setiap orang. Kita perlu mengetahui bahwa setiap program olah raga didesain untuk keadaan individu yang berbeda-beda, seperti keadaan usia, keadaan kesehatan, kemampuan fisik, tujuan, dan hal lain seperti fasilitas. Hampir semua orang perlu mulai berolah raga dengan program yang ringan dan sederhana dan meningkatkannya menuju ke arah lebih bugar. Sedangkan orang yang sudah tua atau sudah tidak fit lagi harus mengalami kemajuan kebugaran yang lebih lambat daripada yang lain. Telah banyak penelitian yang menemukan bahwa kegiatan olahraga yang dilakukan secara teratur membantu mengatasi berbagai aspek dari depresi, baik aspek biologis, sosial, kognitif, behavioral, maupun afektif. Olah raga telah terbukti secara klinis meningkatkan produksi hormon anti stress
yaitu
serotonin,
meningkatkan
kemampuan
kardiovaskular
dan
meningkatkan kebugaran secara umum. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa olah raga merupakan terapi yang baik bagi penderita depresi. Bahkan merupakan unsur wajib dalam pengobatan depresi dalam arti klinis. Penelitian yang dilakukan oleh Tkachuk dan Martin (1999), telah menemukan bukti bahwa olah raga (dalam penelitian ini adalah senam aerobik) yang teratur adalah merupakan tritmen yang
independen, murah, namun efektif untuk orang-orang dengan depresi ringan sampai sedang, dan merupakan pilihan yang lebih disukai daripada psikoterapi individu, psikoterapi kelompok, atau terapi kognitif. Oleh raga yang teratur juga merupakan unsur yang penting dalam tritmen perilaku yang efektif, yang mengurangi rasa sakit yang dilaporkan oleh penderita rasa sakit kronis. Penelitian senada dilakukan oleh Dimeo dkk (2001) yang membuktikan bahwa latihan program aerobik yaitu jalan kaki secara signifikan telah mengurangi gejala-gejala depresi pada pasien depresi klinis tingkat sedang dan berat. Sedangkan menurut Suhartono (1988) menyatakan bahwa dengan latihan jasmani, kadar LH juga dapat dikurangi, sehingga hot flash yang disebabkan oleh kenaikan LH yang pulsatif juga dapat dikurangi. Fontaine (ACT, 2004) dalam sebuah review literatur menemukan bahwa aktifitas fisik terlihat dapat memperbaiki gejala-gejala depresi, kecemasan, dan dalam tingkat tertentu, gangguan panik. Ia juga menemukan level energi dan rasa percaya diri yang meningkat. Patterson dan Chang (ACT, 2004) menemukan bahwa manfaat psikologis yang paling umum ditemukan dalam latihan aerobik adalah perbaikan kondisi mood. Mereka juga menyajikan bukti bahwa olahraga tidak harus berat atau berintensitas tinggi untuk memperoleh menfaat kesehatan mental. Penemuan ini didukung oleh Byrne dan Byrne (ACT, 2004) yang meneliti manfaat olahraga untuk depresi dan kecemasan dan berkesimpulan bahwa perbaikan mood berhubungan dengan olahraga. Olah raga non aerobik (angkat beban) ditemukan memiliki efek positif yang sama besarnya untuk mengatasi gejala-gejala depresi seperti halnya olahraga aerobik (lari), mengisyaratkan bahwa manfaat positif terhadap mood yang dihasilkan oleh olahraga tidak tergantung dari peningkatan kapasitas aerobik. Spencer R.L dkk
(Elavski 2004) menyebutkan bahwa endorphin, sejenis opium alami yang dihasilkan kelenjar endogen yang menimbulkan sensasi perasaan senang pada otak, memiliki efek thermoragulator dan disinyalir memiliki peran dalam mekanisme terjadinya hot flash. Kadar endorphine ini dapat ditingkatkan dengan obat-obatan antidepresan ataupun dengan kegiatan fisik atau olahraga. Kadar endorphin juga menurun terkait dengan penurunan esterogen, efek dari aktifitas fisik pada wanita usia menopause menjadi sesuatu yang dapat diharapkan sebagai terapi. Dari faktor-faktor yang dikemukakan di atas, faktor-faktor dalam penelitan yang merupakan mekanisme dari olahraga dalam membantu menyembuhan depresi merupakan sintesa dari beberapa teori yang sekarang banyak bermunculan. Teori yang digunakan untuk menjelaskan dinamika psikologis dari olahraga dalam penyembuha depresi adalah teori efikasi diri dari Bandura. Meningkatnya efikasi diri dalam diri seseorang disinyalir akan menurunkan kadar depresi yang dideritanya melalui meningkatnya rasa percaya akan kemampuan diri orang tersebut dalam kebermaknaan diri fisik, kontrol terhadap tubuh, dan pembelajaran suatu keahlian yang baru. Hal inilah yang kemudian mengantarkan peneliti pada hipotesis bahwa terdapat perbedaan kecenderungan depresi pada wanita usia menopause yang melakukan kegiatan olahraga secara teratur dan yang tidak melakukan kegiatan olahraga secara teratur.
Metode Penelitian Karakteristik Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu dengan range usia antara 45 sampai dengan 55 tahun, masih bersuami, belum pernah mengalami operasi pengangkatan ovarium, serta tidak sedang mengikuti program terapi hormon seperti terapi esterogen ataupun pil KB. Subjek diambil dengan menggunakan metode quota sampling. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala yang diadaptasi dari Zung Self-rated Depression Scale, berupa 20 pernyataan mengenai suasana hati ataupun keadaan fisik yang mungkin terjadi pada orang-orang yang mengalami depresi, yang mengacu pada aspek-aspek depresi dari Zung (1965). . Setelah melalui uji coba dengan Cornbach Alpha, terdapat empat aitem yang gugur , menyisakan aitem yang shahih sebanyak 16 aitem. Metode Analisa Metode T-test digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Sedangkan penghitungan statistika dilakukan dengan program SPSS 11.0 for Windows.
Hasil Penelitian Hasil perolehan penghitungan data secara deskriptif yang telah diambil dapat dilihan dalam tabel berikut ini:
38
16
35
961
25,2895
Std. Deviation 5,15127
38
16
41
1035
27,2368
5,87452
N NilaiTingkat Depresi Kelompok Olah Raga NilaiTingkat Depresi Kelompok Tidak Olah Raga
Min
Maks
Sum
Mean
Sedangkan hasil penghitungan dengan T-test dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel Data Deskripsi Penelitian Group Statistics
zsds
olahraga Berolah Raga Tidak Berolah Raga
N 38 38
Mean 25,2895 27,2368
Std. Deviation 5,15127 5,87452
Std. Error Mean ,83565 ,95297
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Nilai Skala Depresi
Equal variances ,000 assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
,990
-1,536
74
,129
-1,9474
1,26746
-4,47284
,57811
-1,536
72,758
,129
-1,9474
1,26746
-4,47356
,57882
Dapat dilihat dati tabel di atas, nilai signifikansi test (0,129) > 0,05. sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang berolah raga dengan yang tidak berolah raga. Dengan demikian, hipotesis penelitian ditolak
Pembahasan Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, hipotesis yang diajukan peneliti tidak terbukti secara signifikan. Memang terdapat perbedaan mean skor skala ukur depresi antara subjek yang berolah raga dengan yang tidak berolah raga, di mana mean skor subjek yang berolah raga lebih tinggi daripada yang tidak berolah raga sebanyak 0,0852. Namun perbedaan ini terlalu kecil untuk dinyatakan signifikan. Penelitian ini kemudian juga masih belum mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tkachuck dan Martin (1999) serta Dimeo dkk (2001) bahwa olah raga yang teratur dapat mengurangi gejala-gejala depresi.
Beberapa aspek yang bukan merupakan aspek kesehatan fisik nampaknya berperan cukup penting dalam menentukan tingkat depresi yang dialami oleh wanita usia menopause. Tidak hanya peran aktifitas fisik, aspek lain seperti pemahaman spiritual, konsep diri, intelegensi, dan kecerdasan emosional merupakan beberapa dari aspek-aspek yang layak diteliti untuk menentukan faktor-faktor yang berperan penting terhadap depresi pada wanita dalam rentang usia ini. Peneliti menyadari beberapa kelemahan dalam penelitian ini, seperti kelemahan alat test self-reported yang masih bersifat subjektif dalam menilai kuat atau lemahnya gejala depresi yang dirasakan seseorang. Kekurangan lain dalam penelitian ini adalah terdapat social desirability serta pengharapan seseorang akan perasaan-perasaan yang terdapat dalam dirinya akan mengaburkan konsep pemberian jawaban dari aitem-aitem pernyataan dengan harapan akan kondisi yang lebih baik. Walaupun peneliti telah mengadakan pendekatan semaksimal mungkin secara personal terhadap masing-masing subjek, namun nampaknya hal ini belum cukup untuk membuka penilaian diri yang subjektif dan tanpa perasaan takut dinilai.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, olah raga, yang merupakan aktifitas fisik yang berperan penting dalam pembangunan efikasi diri dan rasa percaya diri, ternyata belum dapat disebut sebagai faktor yang menentukan tinggi atau rendahnya kecenderungan depresi pada wanita usia menopause. Hasil penelitian
menunjukkan terdapatnya perbedaan namun sangat kecil, yaitu di bawah nilai ambang batas signifikansi hipotesis.
Saran Terkait dengan terbatasnya penelitian ilmiah yang dapat dilakukan ini, penulis
ingin
mengemukakan
beberapa
saran
yang
mungkin
dapat
menyempurnakan penelitian dalam bidang ini. Kepada para ibu yang mendekati ataupun berada dalam usia menopause agar selalu menjaga kesehatan dan selalu memelihara aktivitas baik yang bersifat fisik, kognisi, spiritual, maupun menjaga tali silaturahmi dengan keluarga dan sahabat yang dapat memberi dukungan emosional dalam masa-masa ini. Apabila semuanya dijaga secara optimal, maka permasalahan-permasalahn emosional yang dihadapi akan lebih mudah untuk diatasi. Selain itu, evaluasi secara berkesinambungan terhadap perubahan-perubahan emosional juga perlu dilakukan, untuk mencegah adanya gejala-gejala depresi semenjak dini. Apabila diperlukan, mintalah bantuan profesional untuk menganalisa perubahan yang terjadi. Kepada keluarga, kerabat, serta teman-teman dari para ibu yang sedang menghadapi masa usia menopause hendaknya memiliki kepekaan dalam menanggapi perubahan-perubahan emosional yang terjadi. Perubahan-perubahan tersebut hendaknya dipahami sebagai perubahan mood atau kondisi suasana hati saja, bukan perubahan kepribadian secara menyeluruh, apalagi menandakan kekurangan kepribadian dari ibu yang bersangkutan. Permasalahan sudut pandang dalam menghadapi masalah emosional dari orang-orang yang dekat dengan subjek dapat
menjadi
masalah
yang
cukup
serius,
serta
dapat
mencetuskan
ketidaknyamanan secara emosional yang pada gilirannya dapat menjadi penyebab gangguan emosional yang lebih serius. Dukungan, pengertian, serta bantuan walaupun hal-hal kecil akan sangat berarti untuk menjalin komunikasi yang positif dan hubungan yang sehat dalam keluarga dan lingkungan di sekitar subjek. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema yang sama, peneliti menyarankan pendekatan yang lebih personal kapada subjek yang akan diteliti agar subjek mampu lebih membuka diri terhadap perasaan-perasaan yang dirasakannya. Selain itu, variasi jenis penelitian lainnya juga dapat menjadi alternatif bagi tema ini, seperti penelitian eksperimen, atau dengan penentuan kriteria intensitas olah raga yang lebih intensif. Semua ini bertujuan agar dapat tepat diketahui seberapakah intensitas olah raga yang diperlukan bagi para wanita usia menopause uantuk menjaga kesehatannya, bukan hanya kesahatan fisik, namun juga kesehatan secara mental. Bagi peneliti lain yang tertarik pada tema menopause, peneliti menyarankan untuk merambah barbagai variabel yang memungkinkan untuk mempelajari depresi dalam usia menopause, mengingat walaupun tema depresi telah menjadi tema yang banyak diulas dalam penelitian-penelitian psikologi, namun wanita usia menopause yang mengalami depresi dengan aspek-aspek yang sangat variatif, masih belum mendapat banyak perhatian.
Daftar Pustaka
Atkinson, R.L; Atkinson, R.C; Hilgard E.R. 1996. Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Airlangga. Banger, M. 2002. Affective Syndrome During Perimenopause. Maturitas 41 Suppl 1. S13-S18. Irlandia: Elsevier Science Ireland Ltd.
Burns, David D. 1988. Terapi Kognitif. Jakarta: Penerbit Airlangga. Chaplin,C.P.1999.Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Dr Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Pers. Craft, L.L; Perna, F.M. 2003. The Benefits of Exercise for the Clinically Depressed. Primary Care Companion J Clin Psychiatry 2004, 6. hal 104111. Culbertson,Frances M.1997. Depression And Gender : An International Review. American Psychologist : Depression And Gender. Vol 52. no 1. hal 25-31. Darajat, Z. 1974. Menghadapi Masa Menopause. Jakarta: Bulan Bintang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. I990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dimeo, F; Bauer, M; Varahram, I; Proest G; Halter, U. 2001. Benefits from Aerobic Exercise in Patients with Major Depression: a Pilot Study. British Journal of Sports Medicine 2001 vol. 35. hal 114-117. Doyne, E. J.; Chambless, D.L.; Beutler, L.E. 1983. Aerobic Exercise as a Treatment for Depression in Women. Artikel : Behavior Therapy vol 14. hal 434-440. Elavsky,S; McAuley. E. 2004. Physical Activity, Symptoms, Esteem, and Life Satisfaction During Menopause. Maturitas 52 (2005) hal 374-385. Feldman,Robert S. 1997. Essentials Of Understanding Psychology: third edition. McGraw-Hill. Hasanat, Nida Ul. 1996.Pelatihan Ekspresi Wajah Positif untuk Mengurangi Depresi.Thesis.Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Goldbery, L. Dan Elliot, D.L. 2000. The Healing Power of Exercise : Your Guide to Prevention & treating Diabetes, Depression, Heart desease, High Blood Pressure, Arthritis, and More. New York: John Wiley & Sons Inc. Goleman, Daniel. 1996. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hornby, A.S. 1984. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford: Oxford University Press
Indati, Aisah. 1993. Sikap terhadap Menopause Antara Wanita Suku Jawa dan Wanita Suku Cina. Laporan Penelitian.Yogyakarta:Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Kahn,D.A.;Moline,M.L.;Ross,R.W.;Altshuler,L.L.;Cohen,L.S. 2001. Depression During the Transmission to Menopause: A Guideline for Patients and Families. Artikel: A Postgraduate Medicine Special Report Maret 2001. Khandwala, S.S. 1998. Primary Care of the Perimenopausal Woman. Elsevier vol.5 no.1 hal 43-49. Elsevier Science Inc. Kuntjoro, Zainudin Sri, Drs.H,Mpsi. 2002. Menopause. Artikel.http://www.epsikologi.com/usia/270902.htm. Laventhal,Fern dan Chang,Meg.1991. Dance/Movement Therapy With Battered Women : A Paradigm of Action. American Journal of Dance Therapy. Vol 13. no 2. hal 131-145. Loh,F.H.; Khin,W.K; Saw, S.M; Lee, J.J.M; Gu, K. 2004. The Age of Menopause Transition in a Multiracial Population: a Nation-wide Singapore Study. Maturitas Vol 52 th 2005 hal 169-180. Maciejewski, P; Prigerson, M.G; Mazure C.M. 2000. Self Efficacy as a Mediator Between Stressful Life Events and Depressive Symptoms. The British Journal of Psyciatry vol 176. hal 373-378. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. Murphy, M.H. 1994. Chapter 9 Sport and Drugs and Runner’s High (Psychophysiology). Psychology in Sport. Hal 173-190. London: Taylor and Francis Ltd. Rathus, Spencer A. 1981. Psychology. Canada: Holt, Rinehart and Winston. Sandelowski, M. 1981. Women, Health, and Choice. New Jersey : Prentice Hall Inc. Sarafino, E.P. 1998. Health Psychology: Biopsichosocial Interactions. USA: John Wiley & Sons.Inc.
Scheneider,H.P.G, MD, PhD, Fram. 2002. The Quality Of Life In The Postmenopausal Woman. Best Practice and Research clinican Obstetrics and Gynecology. Vol 16. no 3. hal 395-409. http://www.idealibrary.com. Schildkraut, J.J. 1965. The Cathecolamine Hypothesis of Affective Disorder : a Review of Supporting Evidence. Am J Psychiatry 122 (5). Hal 509-522
Schaie, K.W; Wilis S.L. 1991. Adult Development and Aging. New York: Harper Collins Publishers. Schmidt, P.J; Haq, M.A; Rubinow D.R. 2004. A longotudinal Evaluation of the Relationship Between Reproductive Status and Mood in Perimenopausal Women. Am J Psychiatry 2004 vol 161. hal 2238-2244. http://ajp.psychiatryonline.org Sherril, C. 1993. Adapted Physical Activity, Recreation, and Sport : Cross Disciplinary and Lifespan. USA: Brown & Benchmark. Scialli, T; Brman A.F. 2001. Perimenopause: An Invented “Desease”. Network News. Nov/Dec.Vol.26, Iss.6. Washington: National Women’s Health Network. Stanley,H.P.Jr. 2004. Exercise and Depression Research reveals Exercise Helps Depression. Artikel: http://www.depression-help-for-you.com/exerciseand-depression.html Suhartono, E. 1988. Hubungan Latihan Jasmani dengan Menstruasi dan Menopause. Kumpulan Makalah Seminar Wanita dan Olah Raga. Surabaya: Fakultas Non Gelar Kesehatan Universitas Airlangga. Tkachuk,G.A. dan Martin,G.L. 1999. Exercise Therapy for Patients With Psychiatric Disorders: Research and Clinical Implications. Professional Psychology: Research and Practice. Vol 16. no 3. hal 275-282. Zung, W.W. 1965. A Self-rating Depression Scale. Archives of General Psychiatry 12: 63-70. ________Impact of Sport and Physical Recreation on the ACT > Final Report March 2004. ACIL Tasman Pty Ltd. (tidak diterbitkan) www.aciltasman.com.au ________Kompas Cyber Media. 2001. Menopause, Menyenangkan. http://www.kcm.co.id
Menakutkan
atau
________Kumpulan Makalah Simposium-Forum dan Panel-Forum Kesehatan Olahraga. 1981. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. ________Kumpulan Makalah Seminar Wanita dan Olahraga. 1988. Surabaya: Fakultas Non-gelar Kesehatan Universitas Airlangga. ________Panduan Kesehatan Keluarga. 1996-1997. Jakarta : Eisai Human Helth Care Company.
________Wikipedia. 2006. http://en.wikipedia.org/wiki/clinical_depression ________Wikipedia. 2006. http://en.wikipedia.org/wiki/menopause