BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Menopause merupakan kejadian yang normal pada seorang wanita dan setiap wanita pasti akan mengalami masa menopause. Seiring dengan bertambahnya umur, semua fungsi organ tubuh mulai menunjukkan adanya perubahan-perubahan yang signifikan. Salah satunya adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium. Pada usia sekitar 45 tahun terjadi keluhan haid yang mulai tidak teratur. Biasanya ditandai dengan memendeknya siklus haid dibandingkan dengan siklus haid sebelumnya. Terjadinya menopause dipicu oleh perubahan hormonal (estrogen dan progesterone) dalam tubuh. Hormon merupakan suatu zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar tertentu dalam tubuh, yang efeknya akan mempengaruhi kerja alatalat tubuh yang lain. Secara klinis menopause didiagnosa setelah 12 bulan dari amenorrhoe, dihitung sejak menstruasi terakhir. Usia rata-rata pada saat menopause sekitar usia 51 tahun (Greendale, 1999). Menurut Abernethy (1997), menopause terjadi berkisar pada usia antara 45 tahun sampai dengan usia 58 tahun. Akhir kemampuan wanita untuk melakukan reproduksi dikenal dengan istilah menopause. Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen yang disebabkan hilangnya fungsi folikel-folikel sel telur. Brombeger (1997), mengatakan menopause alami yang terlalu cepat akan meningkatkan faktor resiko yang terkait dengan
Universitas Sumatera Utara
penurunan kadar estrogen, seperti oesteoporosis sehingga meningkatkan risiko kematian dini. Hanafiah (1999), menyebutkan dari pelbagai penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami menopause akan merasakan menopause sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak merasa menopause itu sebagai suatu masalah. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi seorang wanita terhadap menopause, lanjut Hanafiah antara lain pengetahuan, pekerjaan, usia, faktor kultural, sosial ekonomi, gaya hidup dan sebagainya. Writing Group for the Women’s Health Initiative Investigator (2002) menjelaskan turunnya fungsi ovarium karena proses penuaan mengakibatkan estrogen dan progesterone sangat berkurang di dalam tubuh wanita. Hal ini berakibatkan munculnya keluhan-keluhan: (1) vasomotorik (hot flashes, vertigo, dan keringat banyak), (2) keluhan konstitusional (berdebar debar, migran, nyeri otot, nyeri pinggang dan mudah tersinggung), (3) keluhan psikiastenik dan neurotik (merasa tertekan, lelah psikis, lelah somatik, susah tidur, merasa ketakutan, konflik keluarga dan gangguan di tempat kerja), (4) sakit waktu bersetubuh, gangguan haid, keputihan, gatal pada vagina, susah buang air kecil, libido menurun, keropos tulang (osteoporosis), (5) gangguan sirkulasi (miokard infark), kenaikan kolesterol, adesopositas (kegemukan dan gangguan metabolisme karbohidrat). Sementara itu Pramono (Kasdu, 2004 ) mengatakan bahwa, pada lansia berusia 60-78 tahun sering ditemukan osteoporosisi, dan pada golongan ini wanita dua kali lebih banyak dibandingkan pria. Secara kumulatif, selama hidupnya wanita
Universitas Sumatera Utara
akan mengalami kehilangan 40%-50% massa tulangnya, sedangkan pria hanya kehilangan sebanyak 20%-30%. Dengan demikian, wanita yang menopause akan lebih beresiko menderita osteoporosis dan dapat terjadi patah tulang pada masa postmenopause. American Society for Reproductive Medicine menyebutkan pada wanita di atas
50 tahun, terdapat 13-18% yang mengalami osteoporosis. Meningkatnya
kemungkinan terjadi fraktur sebesar 15-20%. Patah tulang pangkal paha akibat osteoporosis diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya menjadi 6,26 juta sampai tahun 2050. Di Amerika Serikat didapatkan 24 juta penderita osteoporosis yang memerlukan pengobatan, 80% diantaranya wanita. Sepuluh juta sudah jelas mengalami osteoporosis, dan 14 juta mengalami massa tulang yang rendah yang merupakan risiko tinggi terjadinya osteoporosis berat. Dari yang menderita osteoporosis kurang lebih 1,5 juta mengalami patah tulang, dan diperkirakan 37.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat komplikasinya (Proverawati, 2009). Burn (1988), mengatakan bahwa kebanyakan wanita menopause sering mengalami depresi dan kecemasan dimana kecemasan yang muncul dapat menimbulkan insomnia. Kartono (1992), mengemukakan perubahan-perubahan psikis yang terjadi pada masa menopause akan menimbulkan sikap yang berbeda-beda antara lain adanya suatu krisis yang dimanifestasikan dalam sintom-sintom psikologis seperti: depresi, mudah tersinggung, dan mudah menjadi marah, dan diliputi banyak kecemasan.
Universitas Sumatera Utara
Muhammad (1991), mengatakan perubahan fisik yang terjadi sehubungan dengan menopause mengandung arti yang lebih dalam bagi kehidupan wanita. Berhentinya siklus menstruasi dirasakan sebagai hilangnya sifat inti kewanitaannya karena sudah tidak dapat melahirkan anak lagi. Akibat yang lebih jauh lagi adalah timbulnya perasaan tak berharga, tidak berarti dalam hidup sehingga muncul rasa khawatir akan adanya kemungkinan bahwa orang-orang yang dicintainya akan berpaling dan meninggalkannya. Perasaan itulah yang seringkali dirasakan wanita pada masa menopause, sehingga sering menimbulkan kecemasan. Varney (2007), menyebutkan bahwa beberapa gejala spikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, merasa tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Menurut Blackburn dan Davidson
dalam Zainuddin (2000), gejala-gejala
kecemasan dalam menghadapi menopause adalah suasana hati yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, pikiran yang tidak menentu, motivasi untuk mencapai sesuatu dan reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendalikan. Hanafiah (1999), mengatakan keluhan-keluhan pada masa menopause dapat dikurangi dengan gizi yang baik, gaya hidup yang teratur, cukup istirahat, selalu memelihara kesehatannya serta mempunyai pengetahuan tentang menopause. Dalam penatalaksanaan menopause unsur yang terpenting adalah merubah pola hidup dengan memodifikasikan gaya hidup seperti perbaikan nutrisi, olah raga dan menghilangkan stres dan depresi sehingga mereka dapat meningkatkan kwalitas hidup yang baik dalam keseharian dan menjaga dalam kehidupan seksual.
Universitas Sumatera Utara
Kurangnya pengetahuan yang benar tentang menopause akan menimbulkan efek negatif berupa gangguan psikologis seperti kecemasan pada ibu yang menopause (Rostiana, 2002). Kuntjoro (2002), mengatakan pengetahuan yang berupa informasi serta dukungan sangat mempengaruhi ibu dalam menghadapi kecemasan pada masa menopause. Ibrahim (1992), menjelaskan bahwa wanita yang mengalami menopause yang sebelumnya telah mengetahui informasi tentang menopause akan lebih mudah (lebih siap) menerima kedatangan menopause, karena sudah diantisipasi sebelumnya. Menurut Hawari (2004), kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause sangat tergantung pada pandangan masing-masing wanita terhadap menopause, termasuk pengetahuannya tentang menopause tersebut. Meski menopuase adalah sesuatu yang alami, menurut Melani dalam Varney (2007), untuk mencegah berbagai keluhan yang mungkin terjadi di masa menopause yang disebabkan oleh kekurangan hormon estrogen, adalah pengaturan menu makanan yang tepat sedini mungkin, selain itu olah raga juga dapat mengatasi keluhan menopause, karena dengan berolah raga, dapat menyehatkan jantung dan tulang, mengatur berat badan, menyegarkan tubuh dan dapat memperbaiki suasana hati, sehingga stres dan depresi akibat menopause dapat diatasi. Wanita yang tidak siap menghadapi menopause akan mengalami: menurunnya kemampuan berfikir dan ingatan, gangguan emosi berupa rasa takut bila disebut tua, rasa takut menjadi tua dan tidak menarik, sukar tidur atau cepat bangun, mudah tersinggung dan mudah marah, sangat emosional dan spontan, merasa tertekan dan
Universitas Sumatera Utara
sedih tampa diketahui sebabnya. Rasa takut kehilangan suami, anak, dan ditinggalkan sendiri. Keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang (Manuaba, 2004). Kondisi yang demikian dapat menimbulkan stress, baik pada masa perimenopause, premenopause maupun pada masa postmenopause. Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Epidemiologi dan Psikiatri, University of Pittsburgh, O’Hara mendapatkan hasil 28,9% mengalami stress (tidak siap) diawal perimenopause, 20,9% di premenopause dan 22% pada postmenopause (Bromberger dkk, 2005). Sebuah penelitian tentang menopause yang dilakukan pada tahun 2006 di Canada didapatkan hasil 38% mengalami gangguan tidur, 30%-50% mengalami gangguan urogenital, 50% mengalami kekeringan vagina yang disertai rasa sakit. Menurut World Health Organization (WHO,1996), setiap tahunnya sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. WHO juga mengatakan pada tahun 1990, sekitar 467 juta wanita berusia 50 tahun keatas menghabiskan hidupnya dalam keadaan pasca menopause, dan 40% dari wanita pasca menopause tersebut tinggal di negara berkembang dengan usia rata-rata mengalami menopause pada usia 51 tahun. WHO memperkirakan jumlah wanita usia 50 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat dari 500 juta pada saat ini menjadi lebih dari 1 milyar pada tahun 2030. Di Asia, masih menurut data WHO, pada tahun 2025 jumlah wanita yang menopause akan melonjak dari 107 juta jiwa akan menjadi 373 juta jiwa. Prakiraan kasar menunjukkan akan terdapat sekitar 30 – 40 juta wanita dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yang sebesar 240 – 250 juta jiwa pada tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kurun waktu tersebut (usia lebih dari 60 tahun) hampir 100% telah mengalami menopause dengan segala akibat serta dampak yang menyertainya. Data dari BPS pada tahun 2009 bahwa 5.320.000 wanita Indonesia telah memasuki masa menopause per tahunnya. Depkes RI (2005), memperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 262,6 juta jiwa dengan jumlah wanita yang hidup dalam usia menopause sekitar 30,3 juta jiwa dengan usia rata-rata menopause 49 tahun. Bappenas memperkirakan pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia ada 273,65 juta jiwa dan angka harapan hidup pada tahun 2025 adalah 73,7 tahun. Peningkatan jumlah wanita usia tua ini tentunya akan menimbulkan problema tersendiri, apalagi ditambah dengan munculnya keluhan-keluhan pada masa menopause. Walaupun tidak menyebabkan kematian, menopause dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat menyebabkan gangguan dalam pekerjaaan sehari-hari yang dapat menurunkan kwalitas hidup. Kondisi yang demikian tentunya memerlukan suatu penanganan yang tepat supaya siap untuk menghadapi keluhan menopause, serta penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, cancer dan dimensia tipe Alzheimer. Padahal pada kurun waktu usia 40-65 tahun (masa klimakterium) banyak wanita yang mencapai puncak prestasi karirnya. Data dari Badan Pusat Statistik Aceh tahun 2006 dari 1.998.623 juta jiwa penduduk, wanita yang berusia di atas 45 tahun berjumlah 429.111 jiwa. Tahun 2007 jumlah wanita yang berusia 45-64 tahun di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Universitas Sumatera Utara
berjumlah 512.090 jiwa, dan jumlah wanita usia 45-64 tahun pada tahun 2008 di Banda Aceh berjumlah 615.921 jiwa (Profil Kesehatan Propinsi Aceh, 2009). Di Kota Banda Aceh ada 14 rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta, Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Provinsi Aceh merupakan satu-satunya rumah sakit yang sudah mempunyai poly Geriatri yang menangani wanita menopause dan poli PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit). Poli geriatri tersebut dibuka hanya setiap hari Jum’at, sedangkan pada rumah sakit lain, wanita menopause dilayani di poli kebidanan dan poli penyakit dalam. Dari study pendahuluan yang peneliti lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainal Abidin Banda Aceh jumlah wanita menopause yang berobat di poly Geriatri rata-rata tiap bulan berjumlah 70 orang. Dari studi awal yang peneliti lakukan pada 30 orang wanita menopause didapatkan informasi bahwa mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang menopause dan tidak siap menghadapi keluhan menopause. Mereka menganggap keluhan pada masa menopause sebagai suatu penyakit, dan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah/keluhan menopause mereka adalah tenaga kesehatan. Di poli Geriatri tenaga kesehatan melakukan pengobatan dan konseling, tetapi karena banyaknya pasien dan kurangnya waktu (hari jum’at poli tutup jam 12.00 WIB), menyebabkan tenaga kesehatan tidak dapat melaksanakan tugas mereka secara maksimal, dengan kata lain peran tenaga kesehatan (motivator, fasilitator, dan konselor) sering tidak dapat dijalankan secara bersamaan.
Universitas Sumatera Utara
Dari fenomena tersebut terlihat bahwa peran tenaga memengaruhi kesiapan wanita dalam menghadapi menopause, sehingga perlu dilakukan penelitian pengaruh peran tenaga kesehatan terhadap kesiapan wanita menopause dalam menghadapi keluhan menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi Aceh tahun 2011.
1.2. Permasalahan Ketidaksiapan dalam menghadapi menopause dapat menimbulkan masalah pada wanita menopause sehingga perlu dilakukan penelitian: ”Bagaimanakah Pengaruh Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Kesiapan Wanita Menopause Dalam Menghadapi Keluhan Menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi Aceh tahun 2011”.
1.3.
Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh peran tenaga kesehatan (motivator, fasilitator
dan konselor) terhadap kesiapan wanita menopause dalam menghadapi keluhan menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi Aceh tahun 2011.
1.4. Hipotesis Ada pengaruh peran tenaga (motivator, fasilitator, konselor) terhadap kesiapan wanita menopause dalam menghadapi keluhan menopause di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Propinsi Aceh tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian 1
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat, khususnya wanita menopause yang bermasalah dalam menghadapi masa menopausenya.
2. Bagi pengambil kebijakan, khususnya Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainul Abidin Banda Aceh agar dapat meningkatkan peran tenaga kesehatan melalui pelatihan-pelatihan tentang menopause. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesiapan wanita dalam menghadapi menopause.
Universitas Sumatera Utara