Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENERAPAN ASPEK TEKNIS PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK (Application of Technical Aspect on Buffalo Rearing in Lembah Gumanti, Solok Regency) SALAM N. ARITONANG, E. ROZA, J. PINEM dan Y. MULYADI Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang Kampus Universitas Andalas Limau Manis, PO Box 79, Padang 25163
ABSTRACT A research on the technical aspect applied to buffalo rearing was done in Lembah Gumanti, Solok Regency. The sample was taken from one hundred and twenty one farmers with two 2009 buffaloes. The research was conducted by survey method where the sampling was done randomely in Multy Stage Sampling. The observation were technical aspect applied that comprised of: (1) breedstock/reproduction; (2) feeding; (3) management; (4) housing; (5) health/disease. Data was analyzed to count the percentage of score according to category from Ditjen Peternakan. Result indicated that technical aspect applied on buffalo rearing in Lembah Gumanti, Solok Regency was low with 39.02% of score percentage. Key Words: Technical Aspect, Buffalo, Survey ABSTRAK Penelitian tentang penerapan aspek teknis pemeliharaan ternak kerbau dilakukan di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Sampel yang diambil dalam penelitian ini sekitar 121 petani peternak dengan jumlah ternak kerbau yang dipelihara sebanyak 2009 ekor. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei di mana sampel diambil secara acak dengan metode Multi Stage Sampling. Pengamatan yang dilakukan adalah penerapan aspek teknis yang dilakukan oleh para petani peternak meliputi: (1) bibit/reproduksi; (2) pakan; (3) tata laksana pemeliharaan; (4) perkandangan; (5) kesehatan/penyakit. Data yang dikumpulkan diolah dengan menghitung persentase skor berdasarkan kategori yang sudah ditetapkan oleh Ditjen Peternakan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan aspek teknis pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok masih rendah dengan persentase skor sekitar 39,02%. Kata Kunci: Aspek Teknis, Kerbau, Survei
PENDAHULUAN Keterampilan dan pengetahuan peternak tentang tatalaksana peternakan sangat menentukan tingkat produktivitas dari ternak tersebut. Oleh sebab itu, peningkatan pengetahuan, keterampilan serta perubahan perilaku peternak dalam pemeliharaan ternak sangat diperlukan. DITJENNAK (1992) menyatakan salah satu aspek yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas ternak dalam pemeliharaan ternak kerbau adalah aspek teknis peternakan. Hal tersebut berkaitan dengan perilaku peternak dalam penerapan teknologi beternak.
Pola usaha peternakan kerbau di Indonesia masih bersifat tradisional. Seperti di Sumatera Barat yang merupakan salah satu sentral pengembangan ternak kerbau, pada umumnya ternak kerbau digunakan sebagai sumber tenaga kerja untuk mengolah lahan pertanian dan penarik gerobak/pedati. Disamping itu, pemilikan kerbau juga sebagai lambang/status sosial serta tabungan. Dalam keadaan seperti ini sangat jarang di antara mereka yang memelihara ternak kerbau untuk tujuan perkembangbiakan, sehingga dalam pemeliharaan sehari-hari upaya mereka hanya terbatas pada usaha bagaimana ternaknya dapat makan dengan kenyang tanpa
47
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
memperhatikan aspek budi daya lainnya. Keterampilan dan pengetahuan peternak tentang tatalaksana peternakan sangat menentukan tingkat produktivitas dari ternak tersebut. Oleh sebab itu, peningkatan pengetahuan, keterampilan serta perubahan perilaku peternak dalam pemeliharaan ternak sangat diperlukan. Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok merupakan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam dan populasi ternak yang cukup besar dibandingkan dengan daerah lain yang ada di Sumatera Barat. Hal ini dapat dilihat dari populasi ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti pada tahun 2008 tercatat sebanyak 2.009 ekor (DISNAK KABUPATEN SOLOK, 2008). Populasi kerbau di daerah ini pada umumnya adalah kerbau lumpur sebagai ternak peliharaan peternak. DITJENNAK (1992) menyatakan aspek teknis yang meliputi: bibit, pakan ternak, perkandangan, pemeliharaan dan pengendalian penyakit sangat penting untuk meningkatkan produktivitas ternak. Dengan demikian aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ternak kerbau adalah aspek teknis peternakan. Hal tersebut berkaitan dengan perilaku peternak dalam penerapan teknologi beternak. Seleksi secara umum untuk mengenali potensi bibit kerbau erat hubungannya dengan faktor keturunan atau sifat kebapakan yang diturunkan dari induk kerbau. Kualitas bibit yang digunakan akan sangat menentukan produktivitas ternak tersebut. Oleh sebab itu, SLAMET (1976) menganjurkan agar bibit unggul sebaiknya digunakan untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal dari suatu usaha peternakan kerbau. MURTIDJO (1989) menyatakan bahwa pemberian pakan yang baik untuk ternak kerbau sesuai dengan pemanfaatan tenaganya sangat penting untuk dipahami agar ternak sanggup memberikan manfaat yang diharapkan. Demikian juga dalam perkandangan di mana menurut SOSROAMIDJOJO (1985) perkandangan penting artinya bagi usaha peternakan, yaitu untuk menghindari pengaruh buruk dari lingkungan luar. Dengan adanya kandang penggunaan makanan dapat diawasi dengan baik, dan pengawasan terhadap pencegahan penyakit serta pertumbuhan ternak dapat lebih mudah dilakukan.
48
(1984) bahwa Menurut SALADIN manajemen praktis dalam pemeliharaan ternak kerbau dilengkapi dengan pembuatan kolam, kubangan air dingin atau tempat berteduh. Oleh karena kerbau mempunyai kulit yang lebih tebal dari ternak sapi serta kelenjar keringat per unit area kulit yang lebih sedikit, maka kerbau memerlukan perlindungan dari pengaruh panas. Penyakit adalah suatu gejala penyimpangan dari kesehatan normal terjadi pada salah organ atau beberapa organ dimana jaringan tersebut tidak berfungsi secara normal (ARBI, 1977). SALADIN et al. (1978) menyatakan bahwa karena sapi dan kerbau berada dalam satu klasifikasi yaitu ruminansia, maka beberapa penyakit yang menimpa ternak sapi juga menyerang ternak kerbau. Untuk itu pencegahan penyakitnya juga sama untuk kedua jenis ternak. MATERI DAN METODE Materi penelitian dalam penelitian ini adalah ternak kerbau yang dipelihara oleh 121 petani peternak di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode survey di mana pengambilan sampel dilakukan dengan metode Multi Stage Sampling. Metode ini diawali dari tingkat Kabupaten, Kecamatan, Nagari dan terakhir adalah responden. Berdasarkan kepadatan populasi ternak dipilih Kecamatan Lembah Gumanti, dan dari kecamatan ini diambil Nagari dengan sampel sebanyak 100%, karena di Kecamatan ini hanya terdapat empat Nagari. Dari masingmasing Nagari lalu diambil sampel sebanyak 10% dari jumlah peternak yang ada di Nagari tersebut. Pengamatan dalam penelitian ini adalah penerapan aspek teknis usaha peternakan kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok yang meliputi:
Bibit Penilaian didasarkan pada pedoman identifikasi faktor penentu teknis peternakan yang meliputi: penilaian jenis bibit yang dipelihara, sistem perkawinan, cara pemilihan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
bibit/seleksi, jarak kelahiran, pertama kali dikawinkan dan pengetahuan terhadap birahi dengan skor maksimal 300. Pakan Kriteria pemberian skor meliputi; jumlah hijauan yang diberikan (kg) kualitas/mutu hijauan, frekuensi pemberian hijauan, jumlah konsentrat yang diberikan (kg), mineral, sumber air minum, cara penyediaan air minum serta pengawetan hijauan dengan skor maksimal 300. Tatalaksana pemeliharaan Kriteria pemberian skor meliputi; memandikan ternak, membersihkan kandang, pemanfaatan tenaga ternak, pemanfaatan kotoran, pencatatan/recording dengan skor maksimal 100. Perkandangan Kriteria pemberian skor meliputi; letak kandang, kontruksi kandang tempat kotoran, luas/efisiensi pemakaian kandang dan perlengkapan kandang dengan skor maksimal 100. Pengobatan dan pengendalian penyakit Kriteria pemberian skor meliputi; pengetahuan penyakit dan cara pencegahan terhadap penyakit dengan skor maksimal 200. Data aspek teknis yang diperoleh, dikumpulkan dalam bentuk tabel, kemudian dihitung nilai/skor masing-masing sesuai dengan Pedoman Identifikasi Faktor Penentu
Direktorat Jenderal Peternakan 1992. Nilai skor yang diperoleh dibandingkan dengan kategori yang ditetapkan DITJENNAK (1992) yaitu: a. Kategori baik, jika persentase skor yang diperoleh 81 – 100%. b. Kategori sedang, jika persentase skor yang diperoleh 60 – 80%. c. Kategori kurang, jika persentase skor yang diperoleh kecil dari 60%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan tentang penerapan Aspek teknis pemeliharaan ternak kerbau oleh petani peternak di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok disajikan pada Tabel 1, tampak bahwa penerapan aspek teknis pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok masih rendah dengan skor 39,02%. Ini semua masih belum sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh DITJENNAK (1992). Hal ini disebabkan karena sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh masyarakat di daerah tersebut masih bersifat tradisional. Bibit Hasil pengamatan tentang penerapan aspek bibit/reproduksi ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok dapat dilihat pada Tabel 2. Peternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumati Kabupaten Solok yang memperhatikan bibit hanya 6,25%, dimana mereka masih mengandalkan bibit kerbau lumpur dari bibit yang sudah ada, padahal bibit penting untuk kemajuan peternakan. Seperti yang dikemukakan oleh SLAMET (1976) bibit unggul sebaiknya
Tabel 1. Penerapan aspek teknis peternakan di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Aspek teknis
Skor standar Ditjen
Rata-rata skor didapat
Bibit
300
134,90
44,96
Pakan
300
101,08
33,69
Tatalaksana
100
46,92
46,92
Perkandangan
100
60,56
60,59
Penyakit
200
46,76
23,38
1000
390,22
39,02
Jumlah
Persentase skor (%)
49
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 2. Aspek teknis bibit usaha pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Bibit/reproduksi
Skor standar Ditjen
Rata-rata skor didapat
Persentase skor (%)
Jenis bibit yang dipelihara
80
5,00
6,25
Sistem perkawinan
40
20,00
50,00
Seleksi
50
25,00
50,00
Saat pertama kali dikawinkan
50
31,77
63,55
Jarak kelahiran
40
26,48
66,20
Pengetahuan birahi
40
26,65
66,63
Jumlah
300
134,90
44,96
digunakan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari suatu usaha peternakan kerbau. Sistem perkawinan dan seleksi ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti baru 50% yang melakukannya. Di lapangan kendala yang banyak ditemui oleh peternak yaitu susahnya mendapatkan kerbau jantan sebagai pemacek, jadi sering terjadi inbreeding. Menurut MURTIDJO (1989) sistem perkawinan yang baik adalah memilih calon kerbau pemacek yang sehat dan berkualitas. Hal ini bisa diatasi melalui inseminasi buatan, namun tidak berhasil sehingga kembali ke tradisi mengawinkan dengan pejantan yang ada. Oleh karena keterbatasan pengetahuan, seleksi pada ternak dilakukan dengan melihat bentuk eksteriornya saja belum berdasarkan turunan dan silsilah. Adapun aspek teknis dalam hal pertama kali dikawinkan pada ternak kerbau yang sudah dilakukan di Kecamatan Lembah Gumanti sekitar 63,55%. Ini menunjukkan walaupun belum sempurna, tetapi sudah banyak peternak yang mengerti tentang umur pertama kali ternak layak dikawinkan. Jarak kelahiran anak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti mendapatkan skor 66,20%. Ini berarti sudah banyak peternak yang sudah memperhatikan jarak kelahiran antara anak pertama dengan anak berikutnya dari kerbau yang di pelihara. Sesuai dengan pendapat WILLIAMSON dan PAYNE (1993) bahwa jarak kelahiran merupakan faktor reproduksi yang sangat berpengaruh terhadap laju populasi dan perbaikan mutu ternak, karena dengan jarak kelahiran yang lebih pendek maka jumlah anak yang dihasilkan akan lebih banyak.
50
Pengetahuan petani peternak tentang keadaan ternak yang birahi sangat menentukan sekali terhadap keberhasilan suatu usaha peternakan itu (SURYANA, 2007). Ketika dikawinkan, kerbau betina harus sedang birahi dan harus diketahui tanda-tandanya oleh peternak, agar perkawinan yang dilakukan menghasilkan kebuntingan dengan persentase tinggi. Namun dari survei yang dilakukan hanya 66,91% petani peternak yang mengetahui tanda-tanda ternak yang berahi. Pakan Penilaian aspek teknis pakan meliputi: jumlah hijauan yang diberikan, kualitas mutu hijauan, frekuensi pemberian hijauan, pemberian konsentrat, pemberian mineral, kualitas dan kuantitas air minum serta pengawetan hijauan makanan ternak. Kondisi aspek teknis pakan pada usaha ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok pada saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 3, yaitu baru sekitar 33,69% dari skor standar yang ditetapkan DITJENNAK (1992). Jumlah dan kualitas hijauan yang diberikan peternak kurang dari 10% dari berat badan ternak. Ini tampak pada hasil pengamatan di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, di mana aspek teknis dalam hal jumlah dan kualitas hijauan yang diberikan masih rendah yaitu masing-masing 18,60% dan 28,72%. Hal ini disebabkan masih banyak peternak yang belum mengetahui jumlah dan kualitas hijauan yang harus diberikan, Padahal menurut SIREGAR (2005) dan SURYANA (2007)
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 3. Aspek teknis pakan usaha ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Pakan
Skor standar Dirjen
Rata-rata skor didapat
Persentase skor (%)
Jumlah hijauan yang diberikan
80
14,88
18,60
Kualitas/mutu HMT
60
17,23
28,72
Frekuensi pemberian hijauan
20
16,86
84,30
Pemberian konsentrat
30
5,33
17,77
Mineral
30
5,00
16,67
Kualitas air minum
30
25,17
83,90
Kuantitas/jumlah air minum
30
11,61
38,70
Pengawetan
20
0,00
00.00
Jumlah
300
101,08
33,69
hijauan merupakan bahan makanan utama yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia, yang berfungsi untuk menjaga kesehatan rumen dan kesehatan ternak dalam sistem dan metabolisme pada tubuh ternak ruminansia. Selain itu peternak juga tidak memiliki waktu dan tenaga yang cukup untuk mencarikan rumput. Umumnya peternak menggembalakan dan menambatkan ternaknya di dalam kebun, bekas ladang/sawah, semak belukar dan dipinggir-pinggir selokan ataupun sungai. Akibatnya produktivitas yang dihasilkanpun rendah. Sesuai dengan pendapat HALOHO dan YUFDI (2007) ternak kerbau dengan nutrisi pakan yang kurang tidak akan bisa menunjang untuk proses produksi dan reproduksi yang optimal. Penerapan aspek teknis frekuensi pemberian hijauan serta kualitas air minum yang diberikan sudah cukup baik, yaitu masing-masing 84,30 dan 83,90%. Ini menunjukkan peternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupatan Solok sebagian besar sudah mengerti akan cara pemberian pakan dan kualitas air minum yang baik untuk pemenuhan kebutuhan ternak kerbau dalam memenuhi kehidupan pokok. Seperti yang dikemukakan oleh MURTIDJO (1989) apabila pemenuhan kebutuhan kerbau akan pakan tidak terpenuhi maka ternak akan mengambil zat-zat makanan dari jaringan tubuhnya, sehingga ternak tersebut menjadi kurus. Penerapan aspek teknis pemberian konsentrat dan mineral pada peternakan kerbau rakyat di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok masing-masing baru 17,77
dan 16,67%. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan peternak akan pentingnya pemberian konsentrat maupun mineral bagi produktivitas ternak, di samping juga untuk mendapatkan bahan pakan campuran ternak agak sulit selain juga harganya yang mahal. Padahal dengan memberikan konsentrat dan mineral pada ternak secara teratur akan berpengaruh besar terhadap produksi daging dan susu ternak kerbau yang dihasilkan. Sesuai dengan pendapat SUHUBDY (2005) kerbau lumpur laktasi yang diberi perlakuan suplemen dan konsentrat dalam bahan pakannya, mampu memproduksi susu dua kali lipat dari produksi kerbau yang dipelihara secara tradisional/ dilepas di padang pengembalaan secara terus menerus. Penerapan aspek teknis dalam hal kuantitas/jumlah air minum di peternakan Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok baru 38,70%. Hal ini ditunjukkan dengan tidak memberikannya air minum kepada ternak secara langsung. Untuk kebutuhan air minum di siang hari ternak mendapatkannya dari sungai, hijauan dan embun yang ada di padang penggembalaan, sehingga tidak diketahui apakah kebutuhan air minum sudah terpenuhi. Adapun kebutuhan air minum pada kerbau untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi menurut CAHYONO (2010) air sebanyak 60 – 75 liter air minum untuk memenuhi kebutuhan hidup dan produksinya. Oleh karena itu pemenuhan akan jumlah air minum sebaiknya disediakan secara ad libitum agar kebutuhan akan air minum dapat terpenuhi secara terus menerus untuk ternak.
51
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tatalaksana pemeliharaan Aspek teknis dalam tatalaksana pemeliharan yang sudah menerapkannya dengan baik baru dalam hal pemanfaatan kotoran dengan skor 84,50%, sedangkan dalam memelihara/memandikan kerbau, membersihkan kandang, pemanfaatan tenaga dan pencatatan masih di bawah 50%, seperti tampak pada Tabel 4. Rendahnya penerapan aspek teknis dalam memandikan kerbau maupun dalam membersihkan kandang disebabkan para peternak pada pagi hari sudah mulai bekerja sampai sore harinya di ladang atau di sawah. Karena kesibukan peternak ini, akibatnya banyak ternak kerbau yang terserang penyakit kulit. Ini menunjukkan jarangnya peternak memandikan kerbau serta membersihkan kandangnya. Padahal upaya ini penting artinya untuk menghindarkan ternak dari serangan parasit seperti caplak, lalat sehingga tubuh ternak kelihatan selalu bersih dan mengkilat (ILYAS, 1995). Hasil pengamatan juga didapatkan bahwa sebagian peternak membiarkan kerbaunya berkubang di lumpur dan tanpa membersihkannya, setelah itu di masukkan ke dalam kandang. Adapun menurut SUSILORINI et al. (2007) kebersihan kandang sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan produksi ternak. Untuk penerapan aspek teknis pemanfaatan tenaga diperoleh skor 8,59 atau sekitar 42,95%. Dari hasil pengamatan hanya sebagian peternak yang memanfaatkan ternak kerbaunya, untuk dimanfaatkan dalam membajak petak atau piringan sawah yang sempit. Hal ini disebabkan letak persawahan tidak pada dataran yang luas, tetapi di dataran
tinggi serta dibatasi oleh sungai-sungai, lembah dan jurang sehingga tidak memungkinkan untuk membawa dan memindahkan alat pertanian, Selain membajak sawah tidak ada lagi pemanfaatan kerbau untuk kegiatan lainnya. Pemanfaatan kotoran kerbau di daerah ini sudah mulai dilakukan walaupun belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari skor yang didapat sebanyak 16,90 atau 84,50% peternak yang sudah memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pupuk yang diperlukan di areal pertanian mereka. Menurut SIREGAR (2005) penggunaan kotoran menjadi pupuk untuk melestarikan kesuburan tanah bukan saja akan melestarikan lingkungan, melainkan juga akan meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis dari kotoran ternak pada setiap usaha peternakan. Penerapan aspek teknis pencatatan yang dilakukan oleh peternak baru 27,05%, dalam ternaknya. Menurut DITJENNAK (1992) bahwa setiap peternak dapat memiliki kartu agar mencatat bagaimana keadaan ternak dan segala sesuatu yang terjadi pada ternak, sehingga peternak mudah mengingat dan petugaspun mudah mengontrol keadaan ternak Perkandangan Penerapan aspek teknis perkandangan yang sudah dilakukan peternak di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok mencapai skor 60,57%, yang meliputi letak kandang, kontruksi kandang, peralatan kandang, tempat kotoran dan efisiensi pemakaian kandang seperti tampak pada Tabel 5. Skor untuk letak
Table 4. Aspek teknis tatalaksana pemeliharaan usaha ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Tatalaksana pemeliharaan
Skor standar Ditjen
Rata-rata skor didapat
Persentase skor (%)
Memelihara/memandikan kerbau
20
6,52
32.58
Membersihkan kandang
20
9,50
47,50
Pemanfaatan tenaga
20
8,59
42,95
Pamanfaatan kotoran
20
16,90
84,50
Pencatatan/recording
20
5,41
27,05
Jumlah
100
46,92
46,92
52
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Table 5. Aspek teknis perkandangan usaha ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Perkandangan
Skor standar Ditjen
Rata-rata skor didapat
Persentase skor (%)
Letak kandang
20
10,78
53,90
Kontruksi kandang
20
15,45
77,25
Peralatan kandang
20
8,84
44,20
Tempat kotoran
20
9,75
48,75
Efisiensi pemakaian kandang
20
15,74
78,75
Jumlah
100
60,57
60,57
kandang, peralatan dan tempat kotoran masingmasing 53,90; 44,20 dan 48,75%. Ini berarti peternak yang sudah memperhatikan hal tersebut di atas baru setengahnya. Menurut DITJENNAK (1992) bahwa untuk 1 satuan ternak (ST) kerbau membutuhkan luas kandang 3,5 m². Letak kandang di samping rumah dan sempitnya ukuran kandang yang disediakan di Kecamatan lembah Gumanti Kabupaten Solok disebabkan pekarangan rumah peternak yang sempit karena sebagian besar lahan yang ada di daerah penelitian digunakan untuk perkebunan rakyat dan persawahan. Rendahnya skor penerapan teknis pada peralatan kandang beserta tempat kotoran, yaitu masing-masing 44,20 dan 48,75% disebabkan sebagian peternak belum mempunyai peralatan kandang yang memadai. Di samping itu, sehubungan dengan rendahnya penghasilan sehingga tidak ada dana lebih untuk pemenuhan kebutuhan peralatan kandang yang sesuai dengan standar DITJENNAK (1992). Demikian pula masih rendahnya pemahaman akan perlunya peralatan kandang maupun tempat kotoran. Umumnya peternak hanya menumpuk kotoran disekitar kandang sebelum dipergunakan, tanpa membuat tempat khusus seperti bak penampungan sebelum dipergunakan. Semuanya ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan lahan yang dimiliki oleh peternak sehingga mereka tidak membuat tempat khusus untuk menumpuk kotoran. Penerapan aspek teknis dalam konstruksi kandang dan efisiensi pemakaian kandang peternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok sudah cukup baik dengan skor masing-masing 77,25 dan 78,75%. Umumnya kontruksi kandang adalah tipe semi
permanen, atap dari seng, dinding dari kayu dan bambu serta lantai dari tanah yang dipadatkan, dan pembuatan kandang untuk ternak kerbau sudah disesuaikan dengan kebutuhan ternak tersebut agar ternak terlindungi dan nyaman berada di kandang, tanpa ada gangguan dari luar kandang Hal ini sesuai dengan anjuran MURTIDJO (1989) bahwa persyaratan teknis pembuatan kandang yakni: (1) konstruksi kandang kuat; (2) atap usahakan memiliki daya serap yang kecil untuk daerah panas dan sebaliknya; (3) dinding nyaman dengan ventilasi udara baik; (4) lantai menggunakan bahan yang higienis dan ekonomis. Adapun kebutuhan kandang yang efisien untuk ternak kerbau untuk 1 satuan ternak (ST) membutuhkan luas 3,5 m². Kesehatan/penyakit Penerapan aspek teknis kesehatan/penyakit pada ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok baru 23,35%. Hal ini disebabkan karena pengetahuan petani peternak tentang kesehatan atau penyakit belum cukup baik dalam mengetahui gejala, penyebab, dan cara pemberantasannya, serta tidak dilakukannya vaksinasi seperti tampak pada Tabel 6. Rendahnya kesadaran peternak akan pengetahuan kesehatan/penyakit juga disebabkan karena rendahnya pendidikan peternak. Untuk itu kepada instansi terkait lebih meningkatkan penyuluhan maupun pelatihan teknis pada peternak mengenai pemahaman dan penanganan penyakit. Sesuai dengan pendapat SURYANA (2007) untuk pengendaliaan penyakit dapat dilakukan
53
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 6. Aspek teknis kesehatan atau penyakit usaha peternakan kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Kesehatan/penyakit
Skor standar Ditjen
Rata-rata skor didapat
Persentase skor (%)
30
5,00
16,67
Pengetahuan penyakit Antraks SE/Ngorok
30
5,98
19,93
AE/mulut dan kuku
30
6,24
20,80
Brucellosis
30
7,27
24,23
Penyakit lain-lain
30
8,72
29,07
Vaksinasi/pencegahan
50
13,55
26.96
Jumlah
200
46,69
23,35
Sumber: HASIL PENELITIAN (2009)
secara periodik. Umumnya penyakit yang diderita ternak kerbau di daerah ini adalah penyakit cacing, perut dan penyakit kulit seperti kudis dan caplak, akan tetapi hanya sedikit sekali yang diketahui terutama dalam hal pengobatannya. Untuk pengobatannya umumnya para peternak hanya mengandalkan obat tradisional dan sedikit sekali yang memakai obat buatan pabrik. Beberapa penyakit ternak seperti: Anthraks, SE/ngorok, AE/penyakit mulut dan kuku, Brucellosis dan penyakit lainnya tidak diketahuai gejala, penyebab dan cara pencegahannya oleh peternak di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Ini disebabkan tidak adanya sosialisasi tentang penyakit dari penyuluh kepada peternak. Oleh sebab itu, penyuluhan diperlukan agar peternak mengerti akan penyebab, pencegahan,dan pengobatan yang tepat jika ternak sudah terjangkit penyakit.
pemeliharaan ternak dilakukan seadanya oleh karena usaha ternak kerbau masih merupakan usaha sambilan. 4. Aspek teknis perkandangan sudah mencapai 60,57%, di mana umumnya di sore hari peternak sudah mengkandangkan ternaknya walau masih sederhana dan terletak di samping rumah. 5. Aspek teknis kesehatan/penyakit pada ternak masih rendah, yaitu 23,35%, di mana pengetahuan petani/peternak tentang kesehatan/penyakit masih minim baik dalam hal gejala, penyebab dan cara pemberantasan penyakit. 6. Secara keseluruhan penerapan aspek teknis pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh DITJENNAK (1992), dengan skor yang dicapai sekitar 39,02%. DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN 1. Aspek teknis bibit dalam usaha pemeliharaan ternak kerbau baru mencapai 44,96% dengan penggunaan bibit masih mengandalkan bibit kerbau yang sudah ada. 2. Aspek teknis pakan masih rendah yaitu 33,69% di mana petani peternak umummya belum memperhatikan pakan yang diberikan baik dalam hal jenis, kuantitas, kualitas maupun frekuensi pemberiannya. 3. Aspek teknis tatalaksana pemeliharaan baru mencapai 46,92%, di mana umumya pola
54
ARBI, N., M. RIVAI, S. ANWAR dan B. ANAM. 1977. Produksi Ternak Sapi Potong. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. CAHYONO, B. 2010. Sukses Beternak Sapi dan Kerbau. Pustaka Mina, Jakarta. DITJENNAK. 1992. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan. Proyek Peningkatan Produksi Peternakan. Diktat. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
HALOHO, L. dan L. YUFDI. 2007. Kondisi ternak kerbau di kawasan agropolitan dataran tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. ILYAS, A.Z. dan C.S. LEKSMONO. 1995. Pedoman Pengembangan dan Perbaikan Ternak Kerbau di Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization, Jakarta. MURTIDJO, B.A. 1989. Memelihara Kerbau. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
SLAMET, M. 1976. Pengembangan Peternakan di Daerah. Kursus Orientasi Pembangunan Para Bupati di Jakarta. SUHUBDY. 2005. Pengembangan ternak kerbau di Indonesia: Mendukung Kendala dan Merajut Strategi. Makalah. Dipresentasikan pada Seminar nasional Industri Peternakan Modern II, Kerjasama LIPI, Dinas Peternakan NTB. 20 – 21 Juli 2005 di Hotel Jayakarta Senggigi, Mataram NTB. SURYANA. 2007. Usaha pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. J. Litbang Pertanian 26(4).
SALADIN, R. 1984. Beternak Kerbau. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.
SUSILORINI, T.E., M.E. SAWITRI dan MUHARLIEN. 2007 Budidaya Ternak Potensial. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
SALADIN, R., A. SYARIF dan M. RIVAI. 1978. Ternak Kerbau. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.
WILLIAMSON, G. dan W.J.A. PAYNE. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
SIREGAR, S.B. 2005. Penggemukan Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
55