PENELITIAN PERILAKU KEKERASAN DAN POTENSI KERAWANAN SOSIAL DALAM MASYARAKAT L. Tukan Leonard Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Pusat Penelitian Sosial Budaya Lemlit UNDIP Jl.Imam Bonjol 190 Semarang
RINGKASAN Pendahuluan Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mencari
dan
menentukan
berbagai
permasalahan yang terkait dengan kekerasan politik dan potensi kerawanan sosial yang terjadi dalam masyarakat terutama dalam kurun waktu 5 tahun terakhir di wilayah Jawa Tengah. Sebagaimana diketahui bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini setidaknya telah berlangsung 2 kali momentum politik yang berskala nasional yaitu dalam rangka Pemilu dan Pemilihan Presiden. Dalam kaitan itu telah terjadi banyak khaus yang berkaitan dengan kekerasan politik dan potinsi kerawanan sosial dalam masyarakat di Jawa Tengah. Kondisi masyarakat Jawa Tengah, yang semula dikenal sebagai masyarakat yang ramah, suka memaafkan, ternyata telah mengalami suatu perubahan yang derastis, yaitu menjadi masyarakat yang gampang tergerak emosi kemarahan, dendam dan memberontak. Apa yang digambarkan diatas memang sudah serius terjadi, khususnya pada beberapa Kabupaten/Kota, baik di daerah pinggiran maupun daerah pendalaman di Jawa Tengah ini. Untuk itulah penelitian ini dilakukan, dan dari penelitian itu diharapkan dapat diperoleh suatu gambaran yang jelas tentang kondisi yang sebenarnya yang telah terjadi, latar belakang atau factor apa saja yang manjadi penyebab terjadinya persoalan tersebut, serta bentuk-bentuk kekerasan politik dan potensi kerawanan sosial yang telah terjadi dari 145
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
beberapa Kabupaten/Kota yang sengaja dipilih dan ditetapkan menjadi representasi dari daerah Jawa Tengah bagian utara/pinggir (Kabupaten Brebes, Kota Tegal, Kota Pekalongan, Kabupaten Batang dan Kabupaten Jepara) dan bagian pendalaman (Kabupaten Banyumas, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten dan Kota Surakarta). Pemilihan daerah itu tentu saja dengan tujuan yang jelas yaitu bahwa daerah itu benar-benar telah terjadi adanya tindakan kekerasan politik dan berpotensi untuk munculnya kerawanan sosial dalam masyarakat. Metode Penelitian Untuk dapat menghasilkan suatu laporan penelitian yang menandai yaitu untuk mengetahui makna yang terdalam dari perilaku masyarakat, maka bentuk penelitian dengan strategi yang sesuai adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dari penelitian seperti ini diharapkan akan mampu digambarkan berbagai makna yang digali dari “kearifan” masyarakat, karena dapat terungkapnya berbagai informasi kualitatif dengan diskripsi yang penuh nuansa. Sedangkan strategi yang digunakan adalah studi kasus yaitu mengkaji peristiwa-peristiwa masa kini sedang dan sudah terjadi dalam masyarakat. Dalam hubungan ini, diperlukan data yang memadai. Oleh karena itu sumber daya yang diperlukan dalam penelitian ini adalah dokumen, arsip, benda-benda yang terkait dengan kejadian serta informan yaitu masyarakat di Jawa Tengah yang meliputi tokoh masyarakat, tokoh formal, ulama dan masyarakat biasa. Data-ini dapat diperoleh dari wawancara, maupun observasi lapangan. Sementara itu teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara peneliti mendatangi lokasi penelitian, berusaha untuk melakukan penghayatan terhadap masyarakat yang diteliti yaitu masyarakat dilokasi penelitian, dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi langsung terhadap informan, dimana wawancara dilakukan dengan model open ended atau berujung terbuka, yaitu yang jawabannya tidak terbatas hanya pada satu tanggapan, sehingga peneliti dapat bertanya kepada responden utama tidak hanya tentang hakekat satu peristiwa, tetapi juga pendapatnya tentang peristiwa itu juga. Juga kadang-kadang peneliti meminta kepada responden supaya 146
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
mengemukakan pengertiannya sendiri tentang suatu peristiwa, yang kemudian dapat dipakai sebagai batu loncatan untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut. Untuk itu validitas data penelitian merupakan sesuatu yang mutlak. Teknik yang digunakan untuk meningkatkan validitas kontruksi adalah penggunaan aneka sumber bukti dengan cara mengacu alur informasi ke suatu titik tumu, taktik ini dilakukan ketika sedang melakukan pengumpulan data, dismping taktik diatas, juga dilakukan taktik yang memacu mata rantai bukti, dalam hal ini peneliti telah melakukan kutipan-kutipan yang relevan dengan literatur yang berkaitan dengan perilaku kekerasan politik atau penelitian-penelitian terdahulu yang mempunyai topic yang sama, juga dengan cara melakukan pengumpulan, yang kesemuanya disesuaikan dengan tata laksana yang telah ditetapkan dalam protocol penelitian. Topik yang ketiga dalam validitas konstruksi ini adalah taktik yang memungkinkan laporan studi kasus sementara ditinjau kembali oleh informan inti. Dalam hal ini peneliti telah melakukan pula apa yang disebut sebagai dialogical interpretation yaitu bentuk dialog antara peneliti dengan informan untuk menangkap makna obyektif dan makna subjektif informan. Dalam proses seperti ini peneliti memberi arti subyaktif maupun interprestasi itu ditawarkan kembali kepada si actor, maka disini terjadi negosiasi. Selanjutnya, setelah data terkumpul, maka selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan teknik descriptive analysis yaitu membuat analisa dengan mendiskripsi dunia kenyataan berdasarkan pengamatan sehingga dapat mengungkapkan pendirian atau pendapat-pendapat atau bahkan teori-teori baru. Untuk itu diterapkan suatu interactive model of analysis. Dalam model ini peneliti tetap bergerak di antara tiga komponen analisis dengan kegiatan pengumpulan data, selama proses pengumpulan data berlangsung. Kemudian peneliti bergerak diantara ketiga komponen analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai dengan menggunakan waktu yang tersisa bagi penelitisn ini. Bila terdapat kekurangan data bagi kemantapan data maka peneliti kembali lagi ke lokasi penelitian bagi pengumpulan data pengamatan dan data pendukung 147
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
kesimpulan. Untuk prosedur penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu meliputi 4 tahapan pokok yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data dan tahap penyusunan laporan. Melalui berbagai langkah sebagaimana diuraikan diatas, penelitian ini sampai pada suatu kesimpulan dan rekomendasi yang dapat dipakai sebagai bahan acuan dalam penetapan kebijakan kedepan. Hasil dan Pembahasan Setelah dianalisis dan dteliti berikut ini adalah hasil dan pembahasan penelitian ini yaitu: 1. Bentuk kekerasan politik dan potensi kerawanan sosial umumnya terjadi diwilayah Penelitian adalah bersifat missal. Misalnya Kerusuhan masssal di Surakarta pada tanggal 20 Oktober 1999 saat Pemilihan Presiden dan Megawati Soekarnoputri yang pada waktu itu partainya yakni PDIP yang merupakan pemenang pemilu, gagal menghantarkan ketua umumnya menjadi presiden, atau kerusuhan missal di Desa Dongos, Kabupaten Jepara yang merupakan pesaingan antara kedua kelompok Partsi Politik besar di daerah itu ( antara PPP dan PKB ) yang berakhirnya dengan jatuhnya korban jiwa dan harta benda pada tanggal 30 April 1999 yang lalu. Contoh lain adalah kekerasan Politik di Kabupaten Brebes yang melibatkan massa pendukung dan massa yang menolak pencalonan Bupati Brebes yang telah dilangsungkan pada tanggal 29 Mei 2001 yang lalu. Begitupun contoh kekerasan atau kericuhan politik yang terjadi didaerah penelitian yang lain seperti Kota Tegal, Kab. Wonosobo, Kab. Magelang, Kabupaten Klaten, Kab. Batang, Kota Pekalongan dan Kabupaten Banyumas yang kesemuanya menunjukkan typical yang sama yaitu dalam bentuk gerakkan yang melibatkan massa yang besar. 2. Adapun faktor yang diindikasikan sebagai penyebab timbulnya kekerasan politik dan potensi sebagai penyebab kerawanan sosial di daerah penelitian adlah bahwa faktor yang paling menonjol adalah kurangnya suatu kegiatan pendidikan politik yang memadai bagi warga partisan partai, sehingga dengan pemahaman yang dangkal tentang politik dan demokrasi, menyebabkan partisan partai akan begitu dengan 148
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
mudah terpancing untuk melakukan tindakan kekerasan bila kepentingan partainya tidak mendapatkan tempat yang layak. Hal ini diperparah lagi dengan kenyataan sejarah anak bangsa ini yang selama ini telah mengalami suatu proses marginalis karena adanya sistim pemerintahan Orde Baru di masa lalu. Proses marginalisasi ternyata telah menimbulkan amarah, dendam dan kebencian yang termat dalam, dan menjadi sebuah “ bom waktu “ yang sewaktu-waktu akan dapat meledak, dan saat ini menjadi kesempatan yang tepat untuk menumpahkan amarah yang sekian lama terpendam itu.Dalam situasi seperti ini maka sedikit saja faktor perangsang dari luar, maka amarah yang terpendam itu muncul dan diwujudkan dalam tindakan kekerasan, khususnya kekerasan politik oleh mereka yang berpartisipasi dalam suatu partai tertentu.Tambahan lagi, Aksi kekerasan itu sesungguhnya mencerminkan kondisi masyarakat yang sudah terkontaminasi oloeh kultur kekerasan, dimana tidak ditemukan lagi nilai kasih sayang dan nilai-nilai persaudaraan, bahkan diantara sesama warga yang hanya dipisahkan oleh batas administrasi desa. Rupanya dinamika kehidupan dan kemajuan zaman telah mempengaruhi sikap hidup masyarakat, tidak terkecuali masyarakat pedesaan. Seperti dikemukakan diatas, Francois Fukuyama menggambarkan zaman ini sebagai berakhirnya peradaban (the end of history) dengan kemenangan kapitalisme.Dalam hal ini, nilai-nilai kapitalisme. Dalam hal ini, nilai-nilai kapitalisme itu telah membentuk sikap hidup yang praktis-pragmatis, dengan perhitungan untung-rugi. Muncul pula sikap-sikap yang materialistis dan hedonistis, seperti pernah disinyalir oleh Max Weber. Sikap-sikap itu dalm tataran empiris, menjadi individualisme yang menyimpang dari konsep awalnya, sehingga cenderung berubah ke egoisme. Individualisme yang menyimpang itu tidak lagi menghormati individu lain, karena hanya berorientasi pada diri sendiri (ego). Akibatnya, ketika ego itu bertemu dengan ego yang lain, yang terjadi adalah perselisihan, pertentangan, yang kemudian menjelma menjadi pertengkaran dan tawuran. Nilai-nilai persaudaraan dan kasih sayang rasanya makin menjauh dari kehidupan ini. 149
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
3. Dalam rangka pemetaan wilayah baik berdasarkan adanya tindakan kekerasan politik maupun potensi kerawan sosial di Jawa Tengah, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh daerah kabupaten/kota yang semula dianggap daerah yang tenang, misalnya Surakarta, Klaten, Tegal secra tidak langsung atau tidak telah dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, dan telah sangat mempengaruhi karakter masyarakatnya. Semula umumnya masyarakat di daerah ini lebih bersifat ramah, lebih terkendali emosi dan agak jauh dari hiruk-pikuk kericuhan dan kerawan sosial. Kondisi ini telah berubah drastic. Ditambah dengan berbagai kebijakan Pemerintah yang selama ini tidak berpihak pada masyarakat kecil telah menjadi pemicu berubahnya karakter masyarakat dalam menghadapi suatu situasi tertentu. Daerah-daerah yang semula dipandang sebagai daerah ramah dan tenang justru menyimpang “Bom Waktu” yang siap meledak, seperti halnya Kota Surakarta yang menjadi Barometer Keramahan Jawa Tengah. 4. Sementara itu, model pemecahan masalah kekerasan politik dan potensi kerawanan sosial yang terjadi dalam masyarakat, ternyata terdapat perbedaan antara satu dengan daerah lainnya., akan tetapi jika dibuat pengelompokan maka dapat dibagi menjadi dua yaitu penyelesaian dengan musyawarah dengan menggunakan pendekatan budaya (cultural approach) maupun pendekatan hukum yang sifatnya represif. Contoh pendekatan budaya misalnya di Jepara, khususnya desa Dongos, model penyelesaian yang digunakan adalah dengan model “MUSPIDA PLUS” ( melibatkan unsur Bupati, Kapolres, Kodim, Kepala Kejaksaan, Ketua Pengadilan dan Pimpinan Dewan ). Model ini dalam pelaksanaannya menggunakan strategi “NURUT TAPI TIDAK HANYUT”, artinya ikut melebur bersama masyarakat, mendengarkan aspirasinya, tetapi tidak harus mengikuti kemauan atau kehendak mereka. Sementara itu, pada daerah lainnya menggunakan model “REMBUG PARPOL”, atau temu pemuka masyarakat dengan elit partai dan jajaran muspida seperti yang dilakukan di Banyumas., atau dengan penyelenggaraan wayang kulit sebagai sarana rekonsiliasi.
150
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
Sedangkan pendekatan represif melalui jalur hukum, adalah menindak pihak-pihak yang jelas-jelas melanggar hukum dan menimbulkan kerugian pada fihak lain. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Bentuk kekerasan politik dan potensi kerawanan sosial yang umumnya terjadi di 10 Kabupaten/Kota yang dijadikan sampel penelitian adalah bersifat massal 2. Faktor yang diindikasikan sebagai penyebab timbulnya kekerasan politik dan potensi kerawanan sosial di 10 Kabupaetn/Kota yang dijadikan sampel penelitian adalah kurangnya suatu kegiatan pendidikan politik yang memadai bagi warga partisan sehingga dengan pemahaman yang dangkal tentang politik dan demokrasi, menyebabkan mereka mudah terpancing untuk melakukan tindakan kekerasan bila kepentingan partainya tidak mendapatkan tempat yang layak. Hal ini diperparah lagi dengan kenyataan bahwa sejarah bangsa ini telah mengalami marginalisasi karena adanya Pemerintahan Orde Baru, yang telah menimbulkan amarah, dendam dan kebencian yang teramat dalam, dan menjadi sebuah bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak. 3. Hampir seluruh daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah memiliki potensi yang sama dalam hal tindakan kekerasan politik maupun potensi kerawanan sosial. 4. Model pemecahan masalah kekerasan politik dan potensi kerawanan sosial ternyata berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Saran Rekomendasi-rekomendasi tersebut dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yang pertama bersifat umum dan berlaku untuk semua daerah, baik kabupaten/kota maupun tingkat provinsi, dan yang lainnya bersifat khusus, artinya ditujukan kepada Stakeholder secara spesifik. Adapun rekomendasi umum tersebut adalah sebagai berikut: 1.Pemerintah Kabupaten/Kota harus berani mengubah pola kebijakan yang berarah kepada penghilangan marginalisasi kelompok masyarakat. Kebijakan yang lebih 151
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
mengangkat status sosial masyarakat akar rumput akan turut serta memperkuat posisi pemerintah dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan serta program-program pemerintah. Sebab sadar atau tidak penolakan kelompok marginal terhadap suatu kebijakan pemerintah (dalam bentuk kerusuhan missal, demonstrasi dan lainnya ) akan sangat mengganggu roda pemerintahan. 2.Pemerintah Kabupaten/Kota sudah tiba saatnya untuk membentuk forum dialog antar kelompok masyarakat. Masyarakat Jawa Tengah berbeda-beda dilihat dari segi agama, politik, etnik dan golongan sosial. Diantara perbedaan itu adalah perbedaan partai politik yang dipilih. Akibatnya terjadi pembelahan dan pengelompokan sosial. Pembelahan dan pengelompokan tersebut semakin tajam ketika ditambah dengan perbedaan-perbedaan lain seperti agama, ideology dan etnik. Dengan adanya forum dialog antar kelompok sosial diharapkan akan menumbuhkan kesamaan pemahaman dan pandangannya tentang perbedaan diantara mereka. Dengan begitu akan dapat meredam konflik antar kelompok, katakan antar partai dan pendukung partainya dengan partai lainnya dan kelompok pendukungnya. Dialog antar kelompok akan memperlancar arus komunikasi antar warga masyarakat yang melibatkan berbagai kelompok sosial, agama, etnik, dan golongan bahkan sampai kepada akar rumput, dan bukan hanya kelompok menengah atau kelompok atas saja. 3.Pemerintah Kabupaten/Kota perlu mengembangkan area untuk kegiatan bersama. Perlu ada dan terus ditingkatkan area-area untuk kegiatan masyarakat yang lintas agama etnik,partai,etnik,agama,dan golongan sosial.Arena itu misalnya lapangan olah raga,kegiatan senam,siskampling slametan temuan RT/RW gotong royong hiburan untuk umum dan lain-lain. 4.Pemerintah Kabupaten/Kota perlu menetapkan kebijakan yang melarang kegiatan yang cenderung provocative dan dapat diartikan menyinggung kelompok lain. Misalnya, tindakan memasang spanduk atau selebaranyang dapat menyebarkan sikap finatisme pada golongan harus dihindarkan. Sebaiknya, perlu dikembangkan tindakan yang positip, misalnya dengan pemasangan spanduk yang berisikan anjuran yang 152
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
menenangkan massa. Untuk itu perlu ada aturan yang tegas dari pemerintah Kabupaten/Kota tentang pemasangan papan informasi untuk umum. 5.Pemerintah Kabupaten/Kota perlu membentuk suatu forum komunikasi khusus dengan para pelaku Media Massa. Hal ini penting untuk menumbuhkan sikap saling memahami antar para pelaku bisnis media massa dengan fasilitas dari Pemerintah Kabupaten/Kota. Melalui forum ini diharapkan dapat dikembangkan suatu sikap yang adil dalam menyajikan berita sehingga tidak menimbulkan dampak mendiskriminasi suatu kelompok dan menganakemaskan kelompok lain. 6.Pemerintah Kabupaten/Kota perlu mendorong pemimpin-pemimpin masyarakat dan elite politik di daerahnya untuk dapat bekerja sama mengendalikan massa serta bersedia melakukan dialog melalui forum kajian bersma dalam menghadapi masalah-masalah yang muncul yang berkaitan dengan kepentingan kelompok atau partai tertentu. 7.Pemerintah Kabupaten/Kota bersama aparat penegak hukum agar dalam melakukan tindakan merespons suatu kejadian atau peristiwa tindak kekerasan politik dan kerawanan sosial tidak berlaku diskriminatif, sebaliknya bersifat adil, responsive, terbuka dan bijaksana. 8.Pemerintah Kabupaten/Kota perlu meningkatkan upaya pemberdayaan partisipatif, perlu diupayakan terciptanya suatu jamina keamanan sosial politik yang dilembagakan. Misalnya ditingkat membuat kebijakan. Dalam hal ini strategi alternatif pemberdayaan masyarakat yang berfokus pada sector sosial ekonomi, semisal mikro kredit dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 9.Bagi semua pemerintah Kabupaten/Kota, perlu ada suatu komunikasi yang intens agar dalam menghadapi suatu persoalan dan penyelesaiannya dapat belajar dari satu dengan lainnya bagaimana model dan cara yang sebaiknya diterapkan. Misalnya, dengan mengangkat pola penyelesaian yang dilakukan oleh Kabupaten Jepara dengan Model “MUSPIDA PLUS” dengan strateginya “NURUT TAPI TIDAK HANYUT”, atau strategi lainnya seperti “REMBUG PARPOL”.
153
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
Selanjutnya, laporan ini juga merekomendasikan beberapa hal yang secara khusus ditujukan kepada para Stakeholders yang terkait, sehingga bersifat lebih focus dalam menghadapi berbagai kegiatan politik diwakru yang akan datang. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagi Elit Partai, agar giat dan secara terus menerus melakukan pembinaan kepada warga partainya, melaksanakan pendidikan politik yang benar kepada warga partisannya pada saat menghadapi kehiatan dan momentum politik yang ada; 2. Bagi Institusi Kesbanglinmas, agar terus meningkatkan fungsi koordinatif dan mefasilitasi pertemuan-pertemuan yang regular antara Muspida, tokoh masyarakat, tokoh agama dan elit politik dan organisasi non pemerintah dan kalanghan perguruan tinggi yang ada guna dapat membahas berbagai persoalan yang dihadapi dan mengantisipasi berbagai masalah yang potensial menimbulkan kerusuhan dan kekerasan politik dalam masyarakat; 3. Bagi Bagian Hubungan Masyarakat (Humas), agar perlu digiatkan aktivitas sosialisasi produk-produk hukum daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada langsung yang akan segera dilaksanakan untuk mengantisipasi timbulnya konflik missal baik antar partai maupun intern partai karena pemahaman yang kurang memadai; 4. Bagi Aparat Kepolisian, agar terhadap kasus-kasus criminal murni meskipun terjadi dalam rangka suatu kegiatan politik, agar benar-benar tetap diselesaikan secara hukum demi penegakkan hukum itu sendiri; 5. Bagi KPUD, agar perlu ditingkatkan frekwensi kegiatan sosialisasi aturan-aturan hukum tentang pemilu, dan tentang Pilkada langsung, Karena disadari bahwa konflikkonflik yang muncul pada pemilu maupun pilpres yang lalu lebih disebabkan oleh ketidaktahuan massa partai mengenai aturan-aturan pemilu maupun pilpres. Tentu saja bila perlu dalam koordinasi dengan instansi atau lembaga lain terkait atau dengan elit-elit politik yang ada; 6. Bagi Panwaslu, perlu lebih aktif dalam melakukan pengawasan dalam masa para maupun pasca kegiatan politik untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan; 154
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004
7. Bagi Pemerintah Propinsi, perlu disadari bahwa sesuai dengan peraturan baru yang berkaitan dengan PILKADA, KPUD tiap-tiap daerah berhak untuk membuat dan menetapkan prosedur dan tata cara dalam rangka pelaksanaan PILKADA didaerahnya. Hal ini tentunya menjadi satu persoalan serius karena akan menimbulkan kekacauan dan kebingungan antar daerah yang satu dan daerah yang lain. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi melalui KPUD propinsi agar mampu mengakomodir berbagai hal tersebut dan dapat membuat atau menetapkan suatu standart atau prosedur tetap (protap) yang berlaku sama untuk semua KPUD dalam menjalankan PILKADA yang akan berlangsung nantinya. Hak Cipta © 2004 Balitbang Prov. Jateng Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang 50132 Telp : (024) 3540025, Fax : (024) 3560505 Email :
[email protected]
155
Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004