Ringkasan Eksekutif
Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap di Wilayah Sumatera Selatan
Bank Syariah
Kerjasama Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia dengan Institut Pertanian Bogor 2004
PENDAHULUAN Sebagai negara dengan kuantitas penduduk muslim yang terbesar di dunia, institusi perbankan di Indonesia ditantang untuk dapat mengoperasional sistem perbankan yang berbasiskan kepada syariah Islam. Meskipun agak terlambat, setelah beberapa dekade “diambangkan” oleh kaum ulama dan pemerintah tentang persoalan halal dan haramnya bunga dalam perbankan, tahun 1992 dikeluarkan UU no. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang menjadi tonggak legalitas diadopsinya perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Peraturan ini kemudian diperbaiki dengan UU no. 10 tahun 1998, lalu UU no. 23 tahun 1999, dan terakhir dengan UU. N0.3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Sampai saat ini, perkembangan perbankan syariah sangat pesat baik dari jumlah usaha, kantor, penghimpunan dan pembiayaan, maupun ragam produknya. Namun, jangkauannya baru sebatas kota-kota besar, sehingga potensi dan peluangnya masih sangat besar. Semenjak tahun 1992, mulai beroperasi apa yang dikenal dengan dual banking system di Indonesia. Perbankan konvensional yang menerapkan bunga berjalan berdampingan dengan perbankan syariah yang mendasarkan kepada sistem bagi hasil. Struktur kebijakan seperti ini merupakan opsi yang realistis, karena saat ini “struktur berpikir” di tengah masyarakat juga demikian. Sebagaimana ditemukan dalam penelitian ini, sikap responden terhadap bunga dan bagi hasil sangat beragam. Sebagian masyarakat tetap menerima bunga, sebagian menerima sistem bagi hasil dengan tetap menerima bunga, dan sebagian lagi menolak bunga. Sikap yang mencampurkan berbagai paradigma ini, memberi nuansa yang cukup menarik sebagai gambaran tentang pengetahuan, sikap, persepsi, serta perilaku masyarakat dalam menyikapi kebijakan dual banking system tersebut. Struktur pengetahuan dan persepsi masyarakat yang sudah terbangun sekian lama tersebut, tentu saja tidak mudah untuk diarahkan kepada hanya perbankan yang berazaskan syariah Islam. Dengan alasan itu, penelitian ini dirasa penting untuk mengungkapkan bagaimana struktur persepsi masyarakat saat ini, serta bagaimana peluang dan strateginya untuk dirubah agar lebih menerima perbankan syariah. Meskipun perbankan syariah dikenal belum lama, adalah menarik untuk mempelajari bagaimana karakteristik masyarakat yang selama ini telah mengadopsi bank syariah. Apakah karakter tersebut bersifat khas, dan apakah mereka merupakan pasar yang potensial untuk ke depan? Lebih khusus lagi, perlu pula digali bagaimana potensi perbankan secara umum, baik sektor usaha maupun segmen masyarakatnya, serta dimana lokasi yang sesuai untuk pengembangannya. Penelitian ini memiliki lima tujuan, yaitu: (1) memberikan informasi mengenai potensi pengebangan perbankan syariah, (2) mempelajari karaktersitik masyarakat berkenaan dengan sikap dan interaksi terhadap berbagai sistem perbankan, (3) menganalisis keterkaitan antara faktor yang menentukan preferensi masyarakat terhadap produk dan jasa bank syariah, (4) melakukan analisis trend dan proyeksi mengenai peluang perkembangan bank syariah di lokasi penelitian, dan (5) menganalisis tingkat kejenuhan usaha (economic need test) pasar perbankan syariah di lokasi penelitian.
1
Penelitian di wilayah kerja BI Palembang mencakup wilayah Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan mengambil lokasi pada 7 (tujuh) daerah kabupaten dan kota, yaitu: Kota Palembang, Kabupaten Musi Banyuasin, Musi Rawas, Muara Enim, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, serta Kota Pangkal Pinang. Total jumlah responden adalah 775 orang, yaitu antara 99 sampai 103 orang di 6 wilayah, di tambah 158 orang di kota Palembang. Jumlah responden di Kota Palembang yang 1,5 kali lebih banyak dibandingkan lokasi-lokasi lain, dengan pertimbangan bahwa kota Palembang merupakan sentra aktifitas ekonomi dengan potensi yang jauh lebih besar secara relatif di seluruh wilayah ini. Selain melihat keragaman antar lokasi studi, pembedaan responden juga dilakukan berdasarkan bank yang diadopsinya, yaitu 9 orang nasabah bank syariah, 128 orang yang mengadopsi sekaligus bank konvensional dan syariah, 519 orang nasabah bank konvensional, dan 119 non-nasabah bank. Selain wawancara langsung dengan 775 responden, juga dilakukan indepth interview dengan pihak bank syariah, serta focus group discussion dengan berbagai pihak mulai dari pemda, pelaku perbankan, swasta dan tokoh masyarakat yang dilaksanakan di kantor BI Palembang. Pengambilan data dilakukan pada tengah Februari sampai dengan pertengahan Maret 2004 dengan melibatkan 15 orang enumerator yang sebelumnya telah dibekali dengan pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan produk bank syariah, selain metode penelitian dan wawancara.
METODOLOGI Kerangka Pemikiran Banyak motivasi orang dalam berhubungan dengan bank, baik sebagai kreditor maupun debitor. Alasan masyarakat berhubungan dengan lembaga perbankan antara lain: balas jasa dari modal yang disetor, keamanan, fasilitas/kemudahan, memperoleh jasa pembiayaan, dan pertimbangan sistem perbankan yang berlaku. Dengan demikian pilihan masyarakat terhadap sistem perbankan (sistem bunga atau bagi hasil) tergantung pada motivasi yang mendasari. Perlu disadari bahwa motivasi yang mendasarinya bisa saja bersifat interaksi (beberapa) motivasi diatas. Keputusan akhir akan ditentukan oleh pertimbanganpertimbangan diantara berbagai motivasi tersebut. Motivasi nasabah dipengaruhi oleh banyak faktor, yang secara umum dapat dikategorikan menjadi: (1) varabel demografi, (2) variabel ekonomi, dan (3) variabel sosial. Variabel demografi antara lain terdiri dari: tingkat pendidikan, umur, jenis dan kelamin. Sementara variabel ekonomi antara lain: tingkat pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, jenis pekerjaan/usaha, dan aksesibilitas (transportasi dan komunikasi). Sementara variabel sosial antara lain terdiri dari: kekosmopolitanan, kedudukan sosial, agama, dan keterbukaan terhadap ide. Pendapat atau respon masyarakat tentang Bank Syariah akan tergantung kepada konsep Bank Syariah dan karakteristik masyarakat yang akan diwawancarai (responden). Maka dari itu, sebelum responden memberikan pendapat tentang Bank Syariah, terlebih
2
dahulu konsep Bank Syariah perlu dipahami secara baik oleh responden. Jawaban yang diberikan diperkirakan akan tergantung pada pekerjaan, ada tidaknya pengalaman responden berhubungan dengan bank, pendidikan, agama serta hal–hal yang berkaitan lainnya dari responden. Sementara pekerjaan dan pengalaman berhubungan dengan bank khususnya dengan Bank Syariah akan dipengaruhi oleh karakteristik kabupaten/kota. Responden yang berdomisili dekat dengan pusat Bank Syariah berpeluang untuk memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang Bank Syariah, daripada responden yang berdomisili jauh dengan Bank Syariah. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder antara lain meliputi kondisi kelembagaan perbankan, terutama jumlah dan sebarannya, kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah penelitian yang meliputi: jumlah penduduk, struktur kesempatan kerja, struktur pendidikan, umur dan sebagainya. Data primer terutama berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap sistem perbankan (syariah dan konvensional), dan variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan responden dalam memilih sistem lembaga perbankan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Bappeda, Kantor Kecamatan, dan lembaga departemen terkait. Sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan bantuan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Adapun rancangan pokok-pokok isi kuesioner adalah : 1) Screening awal terhadap responden, 2) Karakteristik responden yang mencakup sifat-sifat pribadi/demografi seperti pendidikan, umur, jenis kelamin, sifat-sifat sosial seperti kekosmopolitanan, kedudukan sosial, agama, keterbukaan terhadap ide, dan variabel ekonomi yang mencakup pendapatan, jenis pekerjaan/usaha, aksesibilitas wilayah, dan pengeluaran rumah tangga, 3) Variabel menyangkut pendirian dan pemahaman mengenai bunga bank yang dipraktekkan dalam perbankan konvensional dapat dikhawatirkan sama dengan riba atau praktek perbankan konvensional diyakini terdapat ketidaksesuaian dengan prinsip syariah, 4) Variabel menyangkut faktor-faktor penting yang menjadi pendorong/motivasi masyarakat dalam bertransaksi dengan lembaga keuangan/bank, 5) Variabel menyangkut tingkat pemahaman responden mengenai sistem operasi, produk dan jasa serta seluk beluk perbankan syariah, serta pemahaman bahwa terdapat perbedaan mendasar antara bank syaraih dengan bank konvensional, 6) variabel menyangkut faktor-faktr yang mendorong responden untuk berinteraksi dan memahami bank syariah (self driven effort dan informasi dari kontak personal), 7) Sikap nasabah bank syariah akan konsistensinya terhadap bank syariah, 8) Sikap masyarakat terhadap perubahan sistim perbankan
3
Metode Analisis Sebelum melakukan analisis, perlu dilakukan pengujian terhadap alat ukur yang digunakan (kuesioner), sebelum kuesioner digunakan sebagai alat pengumpulan data. Uji coba kuesioner dimaksudkan untuk mengevaluasi item-item pertanyaan dalam kuisioner secara verbal, mengetahui tingkat validitas dan keterandalan kuisioner. Untuk menguji validitas kuisioner akan dilakukan dengan korelasi product moment (pearson). Jika nilai koefesien korelasi ini lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis (tabel korelasi Pearson) pada taraf nyata 5% maka kuisioner dapat dinyatakan valid, jika tidak maka perlu dilakukan revisi untuk item-item yang berkorelasi rendah. Sedangkan untuk menguji keterandalan kuisioner akan dilakukan dengan uji Crobanch Alpha. Jika nilai Cr lebih besar dari 0.75 maka dapat disimpulkan bahwa kuisioner sudah terandal. Analisis penelitian dilakukan dengan (1) analisis kualitatif yaitu dengan analisis deskripsi, dan (2) analisis kuantitatif yaitu dengan model logit, untuk menganalisis peluang masyarakat memilih jenis lembaga perbankan dan variable-variabel yang mempengaruhinya, (3) model ekonometrik untuk menganalisis kinerja industri perbankan dan peluang pengembangannya melalui proyeksi, dan (4) analisis bi plot untuk melihat aspek psikografis responden. Teknik Penarikan Contoh dan Pengumpulan Data Teknik penarikan contoh responden digunakan metode systematic sampling Pemilihan kabupaten dilakukan berdasarkan kriteria jumlah rumah tangga, jumlah tempat ibadah, jumlah penduduk menurut lapangan kerja, dan potensi pertumbuhan ekonomi serta pertimbangan peneliti. Dari masing-masing kabupaten/kota dipilih dua atau tiga kecamatan dengan pertimbangan kriteria yang sama sebagaimana dilakukan pada pemilihan kabupaten/kota terutama kecamatan dengan perekomonian yang relatif maju dan terdapat bank umum syariah atau bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Tiap kabupaten/kota akan diambil dua atau tiga kecamatan sebagai sampel, dengan jumlah responden sekitar 100 untuk tiap kabupaten/kota. Untuk daerah (kabupaten/kota atau kecamatan) yang relatif banyak bank umum syariah dan bank perkreditan rakyat syariah, maka pengambilan jumlah nasabah bank syariahnya akan lebih diperbesar untuk mengantisipasi beberapa daerah yang tidak memiliki BUS dan BPRS. Berdasarkan metode ini diperoleh responden nasabah bank syariah saja sebanyak 19 orang, nasabah bank syariah dan konvensional 141 orang, nasabah bank konvensional saja 605 orang dan non nasabah 115 orang.
KARAKTERISTIK RESPON RESPONDEN DEN Beberapa karakteristik demografi responden yang pokok adalah, 65,2% adalah lakilaki, dengan kisaran umur di bawah 30 tahun (35,65%) sampai dengan di atas 40 tahun (38,9%), dan sebagian besar (40,6%) berpendidikan SLTA. Dari sisi pekerjaan, pekerjaan utama adalah pegawai (55,6%) dan pengusaha berbagai bidang (32,5%), dengan aktifitas utama adalah di sektor perdagangan (57,4%). Dapat dikatakan, segmen responden dalam
4
penelitian ini berada pada level menengah ke bawah, dimana penghasilan individual berimbang dari level rendah, sedang dan tinggi (dengan titik batas Rp. 750.000 dan 1.500.000 per bulan). Selain utu, pengeluaran zakat umumnya dikategorikan rendah, dan aksesibilitas ke pusat-pusat aktifitas ekonomi diakui mudah (75,0%). Secara detail hal ini dijabarkan pada sub bab 6.1. dan 6.2. (hal 82-91) Secara umum, 98 persen responden pada prinsipnya setuju dengan eksistensi perbankan dalam kehidupan sehari-hari, karena dipandang menguntungkan (70,0 %), baik sebagai tempat untuk menyimpan uang, meminjam, ataupun membantu dalam lalu lintas keuangan antar wilayah. Dari sebagian kecil yang menyatakan tidak setuju, alasan utamanya adalah karena bunga bank riba, sedangkan yang tidak memanfaatkan jasa perbankan karena merasa belum membutuhkan. Alasan ini terkait dengan sisa pendapatan yang dirasa belum perlu ditabungkan di bank, serta aktifitas usaha yang juga dirasa belum bankable.
PERSEPSI DAN PERILAKU TERHADA TERHADAP P PERBANKAN KONVESIONAL (hal. 91-98) Dalam hal “mengapa memanfaatkan jasa perbankan konvensional?”, dua alasan utama yang terungkap adalah pertimbangan kemudahan lokasi atau aksesibilitas (48,5%) dan kredibilitas/kepercayaan/keamanan (44,7%) yang menurut responden dimiliki oleh bank konvensional tersebut. “Pelayanan yang cepat” selalu merupakan alasan dalam pemanfaatan jasa tabungan, kredit/pembiayaan, serta jasa-jasa lain. Jadi, berbeda dengan asumsi umum, bunga yang tinggi untuk tabungan dan bunga yang rendah untuk kredit bukanlah merupakan alasan yang pokok bagi 647 orang responden tersebut. Alasan ini dapat dipahami, karena sebagaimana sudah diungkapkan di atas, sebagian besar responden merupakan golongan ekonomi sedang ke bawah, yang tentu saja nominal tabungannya relatif rendah pula. Perbedaan bunga antar bank yang hanya 1 sampai 2 persen belum terasa signifikan untuk mereka. Media massa televisi dan surat kabar merupakan dua sumber informasi utama bagi rensponden dalam hal pengetahuannya terhadap perbankan konvensional. Dari kedua sumber informasi tersebut ditambah dengan pengalaman langsung merupakan faktor yang membentuk sikapnya terhadap perbankan konvensional. Semakin beragamnya stasiun televisi dengan jaringan yang semakin luas, dan semakin berkembangnya surat kabar di daerah semenjak era reformasi ini, merupakan faktor pendukung semakin dikenalnya perbankan di masyarakat. Dalam hal kelebihan dan kelemahan sistem dan layanan perbankan konvensional selama ini, jumlah responden yang berpartisipasi menjawab lebih kurang hanya 10 persen saja. Lokasi kantor yang strategis ditambah dengan banyaknya fasilitas ATM merupakan dua faktor pokok yang merupakan kelebihan bank konvensional dibandingkan dengan bang syariah. Sedangkan, kelemahan bank konvensional yang dirasakan responden adalah karena masih menerapkan bunga. Namun, karena masih terbatasnya perbankan alternatif, maka
5
mereka masih tetap menggunakan perbankan konvensional, apalagi jaringan dan layanan ban konvensional sudah sangat maju dan belum bisa ditandingi oleh perbankan syariah.
PERSEPSI DAN PERILAKU PERILAKU TERHADAP PERBANKAN SYARIAH (hal 98-111) Satu temuan yang cukup menarik adalah, hanya 72,0 persen dari seluruh responden yang mengaku “pernah mendengar” tentang bank syariah, dan yang kemudian mengaku “tahu” hanya 86,9 persen dari yang mendengar tersebut. Dengan pengetahuan yang masih rendah tersebut, kesan pokok yang muncul adalah bahwa bank syariah adalah sebagai “bank Islami” (72,8%), dan “bank sistem bagi hasil” (46,3%). Sementara untuk yang mengaku tahu, pengetahuan pokok yang dimiliki adalah bahwa bank syariah adalah “bank sistem bagi hasil”, “bank yang berbasiskan syariah agama” dan “bank yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah”. Tampak bahwa, belum satupun alasan ekonomi yang muncul dari responden, misalnya yang menyatakan “bank syariah adalah bank yang lebih menguntungkan dan lebih adil secara ekonomi”. Konfigurasi pengetahuan dan persepsi seperti ini, sebagaimana dengan bank konvensional, sumber informasi pokoknya berasal televisi, surat kabar, serta nonformal social network dari teman, keluarga dan tetangga. Artinya, televisi dan surat kabar, merupakan dua saluran komunikasi yang juga disarankan untuk dijadikan alat untuk mengkomunikasikan perbankan syariah ke masyarakat. Kesesuaian dengan syariah agama (Islam) (69,3%) merupakan faktor utama yang mendorong nasabah syariah (total 137 orang) dalam memanfaatkan bank syariah, sementara faktor sekundernya adalah kredibilitas dan kemudahan aksesibilitas. Jadi, tampaknya keputusan mengadopsi masih dilandaskan kepada hal-hal yang bercorak sentimen keagamaan, belum lagi dari satu alasan rasionalitas ekonomi. Alasan ini bukan merupakan alasan yang teguh, karena terbukti kemudian dalam analisis logit, bahwa mereka yang cenderung akan terus memanfaatkan jasa bank syariah bukan dari kelompok ini, tapi dari pertimbangan bagi hasil. Dengan kata lain, jika untuk masuk pertama kali menjadi nasabah sentimen keagamaan cukup berguna, namun jika kemudian mereka merasa tidak puas, terutama bagi hasil yang tidak menguntungkan (rasionalitas ekonomi), maka mereka cenderung akan meninggalkan (lihat tabel VII-2). Impilkasi dari temuan ini, disarankan agar “rasionalitas ekonomi” harus lebih dikedepankan dalam mengkomunikasikan kelebihan bank syariah kepada khalayak. Kendalanya kemudian adalah, bahwa saluran tradisional yaitu kyai, ustadz dan ulama belum siap untuk mengkomunikasikannya, karena umumnya belum memiliki pengetahuan terhadap analisis ekonomi tersebut. Pihak perbankan syariah sendiri perlu semakin meningkatkan kinerja dan pelayanannya, sehingga mampu memberikan bukti-bukti keuntungan ekonomi pula. Perlu ditekankan bahwa, perdebatan halal dan haram dapat diminimalisir apabila keunggulan bank syariah dapat dibuktikan secara riel dari sisi keuntungan ekonominya. Inilah tantangan bagi institusi perbankan syariah ke depan.
6
Dari seluruh nasabah bank syariah (137 orang), hampir seluruhnya (96,4%) hanya memanfaatkan satu jenis produk saja yaitu Tabungan Mudharabah, dan 9,5 persen mengadopsi Deposito Mudharabah. Khusus untuk produk pembiayaan, 15,3 persen menggunakan Bai Murabahah atas prinsip jual beli, dan hanya 5,8 persen yang sudah memanfaatkan Syirkah Mudharabah. Dari indepth interview dan focus group discussion ditemukan alasan, bahwa pihak perbankan sendiri masih terkendala oleh kelemahan sumber daya manusia untuk mengaplikasikan pembiyaan mudharabah dan musyarakah secara lebih luas. Disebabkan karena pengetahuan yang masih dangkal dan interaksi yang masih terbatas dengan perbankan syariah, berbagai persepsi responden berkenaan dengan kelebihan bank syariah masih terkait dengan aspek hukum, yaitu produk yang “tidak riba atau halal” (10,9%). Sementara itu, secara umum 94,2 persen responden syariah merasa bank syariah lebih memiliki kelebihan, namun 47,4 persen juga melihat bahwa bank syariah juga memilki kelemahan, dibandingkan dengan bank konvensional atau dibandingkan antara bentuk yang ideal dengan yang saat ini beroperasi (lihat tabel VI-41 sampai VI-44). Satu temuan yang cukup menarik untuk dikemukakan disini adalah, bahwa saat ini konsep berpikir masyarakat tentang perbankan dapat dikatakan cenderung tidak konsisten. Dari seluruh responden (775 orang), 49,9 persen merupakan responden yang tidak konsisten, sedangkan 50,1 persen adalah konsisten. Responden yang tergolong konsisten dan teguh dengan prinsip syariah hanyalah 33,2 persen, dan tergolong konsisten dengan bank konvensional 16,9 persen. Kemudian, dari 33,2 persen yang bersikap bahwa bunga bank bertentangan dengan agama dan karena itu tidak setuju dengan penggunaan bunga dalam perbankan; namun sebagian besar dari mereka (222 dari 257 orang) sesungguhnya saat ini sedang menjadi nasabah perbankan konvensional. Jadi meskipun mereka konsisten dalam bersikap, namun dalam kenyataannya mereka juga tidak konsisten dalam perilaku. Hal inipun dapat dipahami secara logis, bahwa meskipun mereka bersikap teguh dalam prinsip, namun belum tersedianya jaringan bank syariah yang handal padahal mereka terdesak untuk memanfaatkan jasa perbankan untuk keperluan sehari-hari. Data tersebut menggambarkan apa yang diperoleh dari kebijakan elit pemerintah dan agama yang terlalu lama mengambangkan legalitas bunga selama ini. Akibatnya, sebagian masyarakat (muslim) sudah sangat terbiasa dengan bunga dan tidak kritis lagi melihat kelemahan-kelemahan bunga secara ideologis. Mengintroduksikan sikap baru, bahwa bunga adalah haram sebagai mana fatwa MUI pada bulan Desember 2003, ternyata tidak langsung mampu merubah konfigurasi persepsi dan perilaku masyarakat muslim yang sudah agak baku selama ini. Dari penelitian ini juga terungkap, bahwa meskipun 60,0 persen menyatakan mendukung terhadap prinsip fatwa tersebut, namun 78,6 persen responden belum melakukan tindakan apa-apa, dan hanya 28,0 persen yang berencana untuk membuka rekening di bank syariah, dan 24,6 persen berencana untuk mengalihkan ke rekening bank syariah (lihat tabel VI-56).
7
Informasi ini menyiratkan bahwa “kepatuhan” ummat terhadap ulama di Indonesia tidaklah mutlak. Atau, mungkin saja kepatuhan tersebut tidaklah semata-mata kepada institusi Majelis Ulama Indonesia (MUI) saja. Mungkin institusi keulamaan lokal juga merupakan referensi yang lebih diakui masyarakat tertentu. Dari analisis logit terhadap seluruh responden, diperoleh bahwa berbagai faktor yang memiliki pengaruh positif dalam mengadopsi bank syariah adalah mereka yang memiliki pendidikan nonformal bisnis, bekerja pada industri, pekerjaan petani, mempertimbangkan kemapanan dan profesionalisme perbankan, tokoh agama, taat beragama, mereka yang menyatakan bahwa bunga bertentangan dengan agama, memiliki kesan positif terhadap bank syariah, serta yang diwilayah tersebut tersedia bank syariah. Namun, khusus untuk keberlangsungan dalam mengadopsi bank syariah, responden yang lebih cenderung terus mengadopsi adalah mereka yang memiliki pendidikan nonformal keagamaan, terbuka terhadap sumber informasi, serta yang mempertimbangkan bagi hasil. Sedikit berbeda dari data di atas, dari analisis psikografis (sub bab 7.4. hal 132-136) diperoleh pemahaman bahwa karakter yang melekat pada mereka yang selama ini telah mengadopsi bank syariah adalah mereka yang tergolong cepat mengambil keputusan, bersosok Islami, dan merupakan panutan atau pelopor di tengah masyarakat. Implikasinya, segmen masyarakat seperti ini layak dijadikan prioritas utama sebagai nasabah untuk perbankan syariah.
POTENSI PENGEMBANGAN BANK SYARIAH Dari data sekunder diketahui bahwa perkembangan perbankan di wilayah studi dalam 10 tahun terakhir masih tinggi, dimana rata-rata aktiva meningkat 19,28 persen/tahun, penghimpunan dana meningkat 41, 98 persen/tahun, dan penyaluran dana meningkat 25,62 persen/tahun. Pertumbuhan kredit tertinggi diserap oleh sektor perdagangan, restoran, dan hotel. Artinya, potensi perbankan secara umum masih sangat besar. Proyeksi terhadap nilai asset, pembiayaan, dan penghimpunan dana sampai Oktober 2005 menunjukkan peningkatan yang tinggi, sebagaimana diperlihatkan pada gambar VIII-1 dalam buku laporan. Khusus untuk responden bank syariah, persentase tumbuh sampai dengan Desember 2003 tampak sangat tinggi (223,2%) karena banyaknya nasabah baru sepanjang tahun 2003 tersebut. Pada sisi lain, sebagian besar responden yang selama ini belum pernah berinteraski dengan bank syariah mengaku berminat untuk mengadopsinya, dengan alasan pokok adalah karena sesuai dengan syariah, tidak mengandung riba, dan diyakini lebih adil. Jenis produk yang ingin diadopsi adalah tabungan Mudharabah (63,5%), serta simpanan haji (23,0%). Sedangkan produk pembiayaan yang ingin diadopsi adalah Musyarakah dan Bai Murabahah. Sesungguhnya seluruh wilayah masih menyimpan potensi yang sangat besar untuk pengembangan perbankan syariah. Berdasarkan berbagai data sekunder pendukung ditambah oleh karakter responden, sebagai represenasi dari massyarakat di wilayah tersebut,
8
dari tujuh lokasi yang dijadikan lokasi penelitian, maka peringkat potensi dari yang paling berpotensi adalah Kota Palembang, lalu diikuti Kabupaten OKU, Pangkal Pinang, Musi Bayuasin, Muara Enim, OKI, dan terakhir Musi Rawas. Namun, berapa jumlah kantor yang dibutuhkan, dimana posisi yang mudah diakses, siapa nasabah yang potensial secara detail, serta bagaimana strategi mengkomunikasikan dan pengembangannya secara umum, perlu dilakukan studi yang lebih spesifik dan mendalam. Segmen masyarakat yang potensial sebagai nasabah bank syariah sebagaimana diperoleh dari analisis logit adalah masyarakat yang memiliki pendidikan lebih tinggi, para pengusaha, tokoh masyarakat terutama tokoh agama, masyarakat yang taat beragama serta yang memiliki kesan positif kepada bank syariah.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI REKOM ENDASI Pengembangan bank syariah di Sumatera Selatan masih memiliki potensi yang cukup besar. Hal ini dilihat dari beberapa indikator yang menunjukkan tingginya potensi permintaan bank syariah adalah: (1) kinerja ekonomi wilayah yang diindikasikan dengan kinerja perbankan secara keseluruhan dalam penghimpunan dan penyaluran kredit, (2) kinerja perbankan syariah yang meliputi perkembangan aset, penghimpunan dana dan pembiayaan, dan perkembangan kinerja bank syariah berada pada tahap pertumbuhan yang semakin tinggi (increasing growth), dan (3) minat masyarakat untuk terus dan mau mengadopsi bank syariah sangat tinggi. Berdasarkan indikator perkembangan ekonomi wilayah dan hasil analisis logit, secara relatif lokasi yang memiliki potensi pengembangan bank syariah tertinggi berturut-turut adalah: Kota Palembang, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Pangkal Pinang, dan Musi Banyuasin. Segmen pasar potensial bagi pengembangan bank syariah di Sumatera Selatan berdasarkan hasil analisis logit adalah: masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, pengusaha, ketokohan terutama tokoh agama, masyarakat yang relatif taat terhadap agama, masyarakat yang memiliki kesan positif terhadap bank syariah, dan tentunya lokasi-lokasi yang telah ada bank syariahnya. Dengan demikian membangun kesan positif dan pengembangan jaringan perbankan syariah perlu mendapat perhatian. Variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk mengadopsi bank syariah di Sumatera Selatan adalah pendidikan non formal bisnis, jenis pekerjaan, pertimbangan kemapanan dan profesionalisme pelayanan, posisi tokoh keagamaan, ketaatan beragama, persepsi terhadap bunga, kesan positif terhadap bank syariah dan keberadaan bank syariah. Sementara keputusan masyarakat untuk terus mengadopsi bank syariah dipengaruhi oleh variabel-variabel: pendidikan non formal keagamaan, dan keterbukaan terhadap informasi. Sedangkan keputusan masyarakat untuk ingin mengadopsi bank syariah dipengaruhi variabel-variabel: pendidikan non formal bisnis,jenis pekerjaan, posisi tokoh keagamaan, kesan positif terhadap bank syariah, dan persetujuan terhadap penerapan prinsip syariah dalam perbankan.
9
Pertimbangan masyarakat dalam memilih bank, baik bank konvensional maupun bank syariah relatif sama. Pertimbangan masyarakat yang utama dalam memilih bank adalah: aksesibilitas, kredibilitas, profesionalisme pelayanan, dan fasilitas pelayanan. Bunga/bagi hasil baik dalam penghimpunan dana maupun pembiayaan bukan menjadi pertimbangan utama. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih rendah dan tidak utuh yang berakibat pada ketidakkonsistenan dalam bersikap terhadap sistem bunga dalam operasional perbankan. Sebagian besar masyarakat memandang sistem bunga bertentangan dengan agama, namun setuju dengan penerapan sistem bunga dan/atau juga menjadi nasabah bank konvensional. Sebagian besar masyarakat yang mengadopsi bank syariah masih dominan dipengaruhi oleh emosi keagamaan belum berdasarkan pada pemahaman rasional yang baik. Hal ini ditunjukkan dari kondisi masyarakat yang dipandang islami cenderung mengadopsi dan masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan tentang bank syariah cenderung mengadopsi bank syariah dibandingkan kelompok masyarakat yang tidak islami dan memiliki pengetahuan tentang bank syariah. Disamping itu sebagian besar masyarakat juga belum mengetahui fatwa MUI tentang bunga bank. Dari masyarakat yang mengetahui, sebagian besar mendukung dikeluarkannya Fatwa MUI tersebut namun tidak banyak yang merespon dengan melakukan tindakan riil baik yang telah bertindak maupun sekedar rencana. Hampir semua masyarakat tidak mengenal adanya sistem windows dalam operasional bank syariah. Pada umumnya masyarakat tidak peduli dengan bentuk-bentuk kantor bank syariah. Sumber informasi masyarakat tentang perbankan baik bank konvensional maupun bank syariah yang utama berasal dari teman/kerabat, televisi dan surat kabar. Demikian juga sumber informasi fatwa MUI tentang bunga bank yang utama berasal dari TV, dan surat kabar. Hal ini menunjukkan bahwa peranan ulama dalam sosialisasi perbankan syariah dan fatwa MUI masih rendah. Penelitian ini hanya memberikan gambaran umum tentang potensi, preferensi dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah di Sumatera Selatan. Untuk melihat potensi pasar bank syariah secara riil perlu dilakukan penelitian tindak lanjut berupa marketing research secara lebih mendalam. Mengingat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih rendah, maka diperlukan sosialisasi tentang bank syariah secara intensif, komprehensif dan terstruktur dengan mengedepankan aspek rasionalitas ekonomi, bukan semata pertimbangan emosional keagamaan. Sejalan dengan upaya tersebut, bank syariah juga harus meningkatkan kinerja terutama menyangkut fasilitas, aksesibilitas dan kemampuan sumberdaya manusianya, sehingga dapat bersaing dengan bank konvensional dalam penyediaan pelayanan. Untuk lebih mempercepat proses sosialisasi dan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah, maka keikutsertaan institusi keagamaan (pesantren, ulama dan organisasi keagamaan) baik tingkat nasional maupun lokal perlu ditingkatkan. Termasuk didalamnya adalah institusi Dewan Pengawas Syariah dari tingkat pusat sampai tingkat daerah.
10